DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN
WIWIEK DWI SERLAN H
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
RINGKASAN
WIWIEK DWI SERLAN H., Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan. Dibimbing oleh SITI NURISJAH.
Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya. Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa lalu dan dimasa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata yang bernilai tinggi. Salah satu warisan sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah Candi Muara Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar.
Candi Muara Takus merupakan candi peninggalan agama Budha yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Candi tersebut telah dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara. Kawasan Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya sehingga meningkatkan apresiasi dan kecintaan terhadap warisan sejarah dan budaya bangsa. Namun, saat ini pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada bentuk wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar kawasan.
Keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara Takus juga mengancam kelestarian kawasan tersebut. Bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah budaya dan kualitas lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis kepada sejarah dan kebudayaan lokal.
Penelitian ini dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau. Luas kawasan perencanaan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan campuran, perkebunan penduduk dan rawa. Tahap perencanaan meliputi kegiatan persiapan, pengumpulan data dan informasi, analisis tapak, sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder terkait aspek kesejarahan kawasan, aspek religi kawasan, aspek kepariwisataan dan aspek sosial budaya masyarakat. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara.
Analisis aspek religi dilakukan untuk mengetahui ruang-ruang yang harus dijaga tingkat kesakralannya dan analisis aspek wisata menghasilkan zona yang potensial dan tidak potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya. Aspek sosial budaya dianalisis untuk mengetahui penerimaan penduduk dan keinginan pengunjung dan peziarah Budhis dalam pengembangan kawasan. Zona dari aspek-aspek tersebut diintegrasikan secara spasial dengan data aspek-aspek sosial budaya sehingga dihasilkan zona pemanfaatan dan sirkulasi terpadu yang dapat dikembangkan sebagai kawasan wisata budaya.
PERENCANAAN LANSKAP CANDI MUARA TAKUS
SEBAGAI OBJEK WISATA BUDAYA
DALAM UPAYA PELESTARIAN KAWASAN
WIWIEK DWI SERLAN H
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi “Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan” adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2011
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek
Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan. Nama Mahasiswa : Wiwiek Dwi Serlan H.
NRP : A44062260
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.
NIP. 19480912 197412 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.
NIP. 19480912 197412 2 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampahan, Aceh Tengah, propinsi Nangroe Aceh
Darusalam, pada tanggal 1 April 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Bapak M. Hutajulu dan Ibu Emma S.
Penulis menghabiskan masa kecilnya di Kota Takengon dan mulai
mengawali masa jenjang pendidikan formal pada tahun 1993 di Taman
Kanak-kanak Budi Dharma Katolik Takengon. Pada tahun 1999 penulis lulus dari
Sekolah Dasar Negeri No. 1 Takengon. Pendidikan dilanjutkan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Takengon. Mengikuti orang tua yang dipindah
tugaskan, tahun 2000 penulis pindah ke Kota Bogor dan melanjutkan sekolahnya
di SLTP Negeri 15 Bogor.
Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA di SMA
Negeri 3 Bogor dan berhasil menyelesaikan masa pendidikan SMA pada tahun
2006. Pada tahun yang sama penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada masa Tingkat Persiapan Bersama.
Pada Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakulatas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa penulis
merupakan anggota dari Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP)
serta pernah menjadi asisten di Mata Kuliah Komputer Grafik dan Mata Kuliah
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, berkat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan” dapat diselesaikan dengan baik.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian IPB. Selain itu penulis terdorong oleh keinginan untuk memberikan kontribusi positif bagi Kabupaten Kampar untuk melestarikan situs-situs religi yang ada seperti Candi Muara Takus serta mengembangkannya melalui sektor kepariwisataan. Penulisan ini diharapkan dapat memotivasi masyarakat Kabupaten Kampar pada umumnya dan khususnya masyarakat setempat di Desa Muara Takus untuk dapat mengetahui karakter kawasan Candi Muara Takus sehingga dapat menumbuhkan kepedulian dan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat untuk melestarikan lanskap sejarah dan budaya yang ada.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA sebagai pembimbing skripsi dan pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, masukan dan nasehat kepada penulis selama penulisan skripsi serta memberikan perhatian dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap. 2. Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, MSc dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen
penguji atas kritik, saran dan masukannya.
3. Kedua orang tua, mama, papa dan adikku Putri Ghita Caroline atas segala doa serta dukungan moril dan materil kepada penulis.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
5. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor.
XIII Koto Kampar atas masukan dan bimbingannya kepada penulis selama
pelaksanaan proyek RPIJM.
7. Teman-teman yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis Vina Pratiwi, Purwanti Lukmanniah, Rosyidamayanti, Cici Nurfatimah, Priambudi Trie Putra, Pratitou Arafat, Yudha Kartana Putra, E. Junatan Muakhor dan Tati Supartini.
8. Teman-teman sebimbingan yaitu Dedi Ruspendi, Hanni Adriani, Wemby Novitasari, Ray Agung dan Irvan Nugraha.
9. Teman-teman seperjuangan Arsitektur Lanskap 43 (tenk-tonk).
10.Teman-teman Arsitektur Lanskap lainya dari angkatan 41, 42, 44, dan 45. 11.Pihak-pihak yang membantu selama penelitian yang tidak bisa disebutkan
penulis satu-persatu.
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar penulis dapat melakukan hal yang lebih baik lagi.
Semoga penelitian ini bermanfaat untuk kita semua.
Bogor, Maret 2011
DAFTAR ISI
Metode Pelestarian Lanskap Budaya ... 6
Wisata Budaya ... 10
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya ... 11
Candi Muara Takus ... 12
KONDISI UMUM ... 14
Batas Geografis dan Administratif ... 14
Situs Candi Muara Takus ... 14
METODOLOGI ... 17
Lokasi Penelitian ... 17
Waktu Penelitian ... 18
Batasan Studi ... 18
Metode dan Tahapan Penelitian ... 18
Tahap Persiapan ... 19
Tahap Pengumpulan data dan Informasi ... 20
Tahap Analisis Data ... 21
Tahap Sintesis ... 24
Tahap Konsep... 24
DATA DAN ANALISIS ... 25
Aspek Kesejarahan Kawasan ... 25
Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs ... 25
Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs ... 37
Kondisi Peninggalan Situs Candi Muara Takus... 39
Aspek Religi pada Situs Candi Muara Takus ... 43
Filosofi Terkait Situs Candi Muara Takus ... 43
Ritual Keagamaan dan Lokasi Pelaksanaannya ... 43
Aspek Kepariwisataan ... 48
Potensi Lanskap Kawasan Candi Muara Takus ... 48
Topografi dan Kemiringan Tapak ... 48
Tata Guna Lahan Kawasan ... 50
Hidrologi ... 54
Potensi Visual Tapak... 55
Objek dan Atraksi Wisata ... 57
Aksesibilitas ... 60
Infrastruktur Wisata ... 64
Wisatawan ... 65
Peraturan Terkait Pengembangan Kawasan ... 67
Aspek Sosial Masyarakat ... 67
Karakteristik Sosial Budaya Masyarakat ... 67
Penerimaan Penduduk Lokal... 67
Keinginan Pengguna Tapak (Pemeluk Agama Budha) ... 68
Sintesis ... 68
PERENCANAAN LANSKAP ... 71
Konsep Dasar Pengembangan Lanskap ... 71
Tata Ruang Wisata Budaya ... 71
Konsep Ruang Wisata ... 71
Rencana Tata Ruang ... 72
Jalur Wisata Budaya ... 76
Konsep Sirkulasi ... 76
Rencana Aktivitas dan Fasilitas Kawasan Wisata Budaya ... 78
Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya ... 78
KESIMPULAN DAN SARAN ... 85
Kesimpulan ... 85
Saran ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 87
DAFTAR TABEL
Nomor Teks Halaman
1. Jenis Data Pelestarian ... 10
2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data ... 21
3. Penggolongan FiturArsitektur Candi Muara Takus ... 22
4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 22
5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap ... 23
6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus ... 23
7. Identifikasi FiturArsitektur Candi Muara Takus ... 35
8. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 38
9. Evaluasi Makna Keunikan Sejarah dari Suatu Lanskap ... 39
10.Evaluasi Kondisi Arsitektur Sejarah Candi Muara Takus ... 41
11.Distribusi Kelas Lereng dalam Kawasan Candi Muara Takus ... 48
12.Penggunaan Lahan dalam Kawasan Candi Muara Takus ... 50
13.Permasalahan dan Solusi terkait Tata Guna Lahan Kawasan ... 52
14.Objek dan Atraksi yang Akan Dikembangkan ... 58
15.Jumlah Pengunjung Candi Muara Takus (Januari – Maret 2010)... 66
16.Tanaman yang memiliki makna religi dan filosofi Agama Budha .... 74
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian ... 4
2. Kondisi Eksisting Kawasan Candi Muara Takus ... 15
3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus ... 16
4. Peta Lokasi Penelitian ... 17
5. Tahapan Penelitian ... 19
6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus ... 26
7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus ... 26
8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus ... 27
9. Candi Utama di Kompleks Percandian Muara Takus ... 28
10.Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik ... 29
11.Candi Mahligai Stupa dengan Kelengkapan Strukturnya ... 30
12.Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi ... 31
13.Bangunan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi ... 32
14.Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah ... 34
15.Peta Kesakralan Kawasan ... 36
16.Peta Kondisi Candi Muara Takus Setelah Ada PLTA ... 40
17.Peta Kesejarahan Kawasan ... 42
18.Ritual Keagamaan di Candi Tua oleh Komunitas Budhis ... 44
19.Ritual Air Berkah ... 45
20.Peta Lokasi Ritual Keagamaan ... 46
21.Zonasi Religi Kawasan ... 47
22.Peta Kemiringan Lahan Kawasan ... 49
23.Peta Tata Guna Lahan Kawasan ... 51
24.Penyimpangan Tata Guna Lahan Kawasan Candi Muara Takus ... 53
25.Bentukan Hidrologis di Kawasan Candi Muara Takus ... 54
26.Peta Analisis Visual Kawasan Candi Muara Takus ... 56
27.Peta Objek dan Atraksi Wisata yang akan Dikembangkan ... 59
28.Kondisi Jalan Menuju Candi Muara Takus ... 60
30.Sirkulasi Jalan dalam Kompleks Candi Muara Takus ... 62
31.Peta Hasil Analisis Akses dan Sirkulasi dalam Kawasan ... 63
32.Fasilitas Wisata Eksisting dalam Kompleks Candi Muara Takus ... 64
33.Kegiatan Pengunjung di Kawasan Candi Muara Takus ... 66
34.Peta Komposit Wisata Kawasan Candi Muara Takus ... 70
35.Diagram Konsep Pembagian Ruang ... 72
36.Rencana Tata Ruang Kawasan Wisata Budaya ... 75
37.Diagram Konsep Sirkulasi Kawasan ... 76
38.Rencana Jalur Wisata Kawasan Candi Muara Takus ... 77
39.Blockplan Kawasan Wisata Budaya... 79
40.Rencana Lanskap Kawasan Wisata Budaya Candi Muara Takus ... 80
41.Perspektif Total Kawasan ... 81
42.Ilustrasi Gerbang Masuk Kawasan ... 82
43.Ilustrasi Children Playground ... 82
44.Ilustrasi Aktivitas Bersampan ... 83
45.Ilustrasi Dermaga Wisata ... 83
46.Ilustrasi Camping Ground ... 84
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap kawasan memiliki identitas dan ciri khas yang berbeda dengan
kawasan lainnya. Identitas dan kekhasan yang ada akan meningkatkan serta
menguatkan nilai dari sebuah kawasan. Oleh karena itu, rencana pengembangan
kawasan yang baik harus dapat mengekspresikan waktu, teknologi dan cita-cita
serta mengadaptasi kesatuan organik yang berakar pada masa lalu dan berorientasi
terhadap masa depan (Simonds, 1983). Dalam pengembangan suatu kawasan
haruslah diperhatikan sejarah pengembangan wilayah tersebut dimasa lalu. Hal
lain yang juga penting adalah memperhatikan karakter lokal yang ada agar tercipta
suatu kesatuan ruang dengan karakter yang khas.
Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman sejarah dan budaya.
Warisan sejarah dan budaya tersebut mempengaruhi pola budaya yang ada dimasa
lalu dan masa kini. Warisan sejarah dan budaya merupakan sesuatu yang perlu
untuk dilestarikan serta dapat dikembangkan menjadi objek atau daya tarik wisata
yang bernilai tinggi. Warisan sejarah dan budaya secara fisik berupa
bangunan-bangunan peninggalan dengan karakter yang khas sesuai zamannya. Warisan
sejarah dan budaya yang terdapat di Provinsi Riau adalah kompleks Candi Muara
Takus yang berada di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten
Kampar.
Kompleks Candi Muara Takus adalah candi peninggalan agama Budha
yang didirikan pada masa pemerintahan kerajaan Sriwijaya di Indonesia. Pada
masa itu kompleks candi berfungsi sebagai bangunan suci untuk sarana pemujaan
dan ritual keagamaan dalam agama Budha. Kompleks Candi Muara Takus telah
dikenal dunia internasional dan banyak dikunjungi para wisatawan mancanegara,
khususnya para peziarah Budhis. Ketertarikan para wisatawan tersebut disebabkan
karena nilai artistik yang tinggi pada bangunan kompleks candi, kemiripan
struktur dan tata ruang bangunan dengan Candi Asoka di India, serta karena
kompleks candi tersebut merupakan salah satu tempat penting dalam
Kompleks Candi Muara Takus berpotensi untuk dikembangkan sebagai
objek wisata yang memberi pengetahuan dan pengalaman sejarah dan budaya
sehingga dapat meningkatkan apresiasi dan kecintaan pengunjung terhadap
warisan sejarah dan budaya bangsa. Kawasan ini pada awalnya dikembangkan
sebagai suatu kawasan wisata yang bersifat arkeologis. Namun, saat ini
pengembangan dan pembangunan kawasan cenderung mengarah pada tempat
tujuan wisata rekreatif serta kurang memanfaatkan sumberdaya budaya sekitar
kawasan. Selain itu, keberadaan bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA) yang ada pada sungai Kampar Kanan di sekitar kawasan Candi Muara
Takus juga mengancam keberadaan dan kelestarian kawasan tersebut. Dimana,
bendungan PLTA sering menyebabkan Sungai Kampar Kanan meluap sehingga
berpotensi banjir khususnya pada musim penghujan. Tanpa adanya rencana
penataan yang baik serta pemanfaatan sumberdaya sejarah dan budaya pada
kawasan maka kualitas dan nilai dari lanskap budaya dan sejarah tersebut akan
menurun. Dampak negatif yang muncul adalah degradasi fisik kawasan serta
hilangnya salah satu akar budaya Indonesia yang sangat penting.
Dengan kegiatan penelitian ini diharapkan nilai-nilai sejarah dan kualitas
lanskap pada kawasan tersebut dapat terus terjaga dan lestari keberadaannya
sehingga Candi Muara Takus dapat menjadi unggulan tujuan wisata di Kecamatan
XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang berbasis pada sejarah dan
kebudayaan lokal.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian adalah menata lanskap kawasan Candi Muara
Takus di Kabupaten Kampar sebagai kawasan wisata budaya guna mendukung
upaya pelestarian dan peningkatan kunjungan wisatanya. Tujuan khusus penelitian
adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakter serta kondisi lanskap pada kompleks Candi
Muara Takus.
3. Merencanakan wisata interpretatif pada lanskap kawasan candi Muara Takus berbasis pada karakter lanskap budaya.
Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bahan masukan bagi pemerintah daerah Kecamatan XIII Koto, Kabupaten
Kampar dalam usaha pelestarian dan pengembangan situs sejarah di
Kabupaten Kampar.
2. Meningkatkan Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) Kecamatan XIII
Koto, Kabupaten Kampar.
3. Merencanakan Candi Muara Takus sebagai salah satu destinasi wisata
budaya yang utama di Indonesia.
Kerangka Pikir Penelitian
Kawasan Candi Muara Takus merupakan satu-satunya peninggalan budaya
yang berbentuk bangunan candi di Provinsi Riau. Candi ini merupakan situs
peninggalan agama Budha yang berlokasi di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII
Koto, Kabupaten Kampar dan terkait erat dengan masa kejayaan Kerajaan
Sriwijaya. Oleh karena itu, keberadaan Candi Muara Takus perlu dilestarikan
melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata.
Kegiatan pelestarian kompleks Candi Muara Takus didasarkan pada
beberapa aspek yaitu aspek kesejarahan kawasan (Arkeologis), aspek religi, aspek
kepariwisataan dan aspek sosial masyarakat. Dengan menganalisis aspek-aspek
tersebut akan didapatkan zona pemanfaatan wisata dalam kawasan Candi Muara
Takus. Zona pemanfaatan tersebut selanjutnya akan dikembangkan dalam bentuk
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
Aspek Sosial Masyarakat
Zona Pemanfaatan Wisata Candi Muara Takus
Aspek Kepariwisataan Aspek
Religi Kawasan
Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan
Kepentingan Pelestarian Lanskap
Kepentingan Pengembangan Wisata Perlu dilestarikan dan dikembangkan
Lanskap/Situs Sejarah dan Budaya Kompleks Candi Muara Takus
di Desa Muara Takus, Kabupaten XIII Koto Kampar.
Aspek Kesejarahan
TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Budaya
Simonds (1983) mendefinisikan lanskap sebagai suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni dan alami untuk memperkuat karakter lanskapnya. Karakteristik tersebut dapat digolongkan sebagai keindahan bila memiliki kesatuan harmoni dalam hubungan antar komponen lanskapnya. Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang disekeliling manusia yang mencakup segala sesuatu yang dapat dilihat dan dirasakan serta merupakan pengalaman terus menerus disepanjang waktu dan seluruh ruang kehidupan manusia.
Elemen lanskap dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu elemen lanskap makro, mikro dan buatan manusia (man made). Elemen lanskap makro meliputi iklim dan kualitas tapak. Elemen mikro meliputi topografi, jenis dan karakter tanah, vegetasi, satwa dan hidrologi. Sementara, elemen lanskap binaan (man made) meliputi jaringan transportasi, tata guna lahan, pola permukiman dan struktur bangunan (Gold, 1980).
Nurisyah dan Pramukanto (2001) menyatakan lanskap budaya (cultural landscape) merupakan model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut. Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi manusia dan lingkungan yang ada disekitarnya. Lanskap budaya merefleksikan adaptasi manusia serta perasaan dan ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannnya. Bentuk dari refleksi adaptasi tersebut terlihat dalam pola permukiman dan perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan struktur lainnya.
alami/asli merupakan medium atau wadah pembentuknya. Lanskap budaya merupakan hasil atau produk yang dapat dilihat dan dinikmati keberadaannya baik secara fisik maupun psikis.
Pelestarian Lanskap Budaya
Menurut Nurisyah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap budaya dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi
peninggalan sisa-sisa budaya dan sejarah yang terdahulu yang bernilai, dari
berbagai perubahan yang negatif atau yang merusak keberadaannya atau nilai
yang dimilikinya. Pelestarian suatu benda atau kawasan yang bernilai budaya dan
sejarah pada hakekatnya bukan untuk melestarikannya tapi untuk menjadi alat
dalam mengolah transformasi dan revitalisasi dari kawasan tersebut.
Kepentingan dari pelestarian lanskap yang terkait dengan aspek budaya
dan sejarah secara lebih spesifik adalah untuk:
1. Mempertahankan warisan budaya atau sejarah yang memiliki karakter
spesifik suatu kawasan.
2. Menjamin terwujudnya ragam dan kontras yang menarik dari suatu areal
atau kawasan.
3. Kebutuhan psikis manusia untuk melihat dan merasakan eksistensi dalam alur kesinambungan masa lampau - masa kini - dan masa depan yang
tercermin dalam objek atau karya lanskap yang selanjutnya dikaitkan
dengan harga diri, percaya diri dan sebagai identitas dari suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu.
4. Motivasi Ekonomi. Peninggalan budaya dan sejarah dapat mendukung perekonomian kota/ daerah bila dikembangkan sebagai kawasan tujuan
wisata (cultural and historical type of tourism).
5. Menciptakan simbolisme sebagai manifestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu.
Metode Pelestarian Lanskap Budaya
dilakukan terhadap nilai, makna atau arti kesejarahan yang dimiliki suatu tatanan lanskap serta terhadap bentang alam tersebut secara fisik. Pendekatan umumnya mempertimbangkan aspek-aspek yang berperan dalam proses dinamika lanskap, meliputi aspek kesejarahan, aspek arkeologis, aspek etnografis, serta nilai-nilai desain yang dimilikinya.
Ditegaskan oleh Haris dan Dines (1988) bahwa tindakan pelestarian
lanskap sejarah tidak hanya untuk memenuhi persyaratan keindahan, tetapi juga
persyaratan kultural dan teknologikal yang terdapat atau tersedia dikawasan yang
dilestarikan. Kegiatan pelestarian menitik beratkan pada berbagai upaya guna
menciptakan pemanfaatan yang lebih kreatif, menghasilkan berbagai produk
warisan yang baru, melaksanakan berbagai program partisipasi, melaksanakan
analisis ekonomi serta berbagai kegiatan ekonomi dan budaya di kawasan
pelestarian tersebut. Dalam kondisi ini, masyarakat yang menghuni kawasan
bersejarah merupakan komponen utama untuk dipertimbangkan dalam setiap
kegiatan perencanaan dan pengelolaan (Nurisyah dan Pramukanto, 2001).
Menurut Nurisyah dan Pramukanto, (2001) dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian lanskap terdapat beberapa metode/tindakan teknis yang umum dilakukan, diantaranya yaitu:
1. Adaptive use (Penggunaan Adaptif)
Mempertahankan dan memperkuat lanskap dengan mengakomodasi berbagai penggunaan, kebutuhan dan kondisi masa kini. Untuk kegiatan model ini perlu pengkajian yang cermat dan teliti terhadap sejarah, penggunaan. Pengelolaan dan faktor lain yang berperan dalam pembentukan lanskap tersebut. Pendekatan ini memperkuat arti sejarah dan mempertahankan warisan sejarah yang masih ada pada lanskap itu dan mengintegrasikannya dengan kepentingan, penggunaan, dan kondisi sekarang yang relevan.
2. Rekonstruksi
Pembangunan ulang suatu bentuk lanskap baik secara keseluruhan atau sebagian dari tapak asli, dilakukan pada kondisi:
Tapak yang tidak dapat bertahan lama pada kondisi yang asli atau
Untuk menampilkan suatu babak sejarah tertentu.
Lanskap yang hancur sama sekali, tidak terlihat kondisi aslinya. Karena alasan-alasan kesejarahan yang harus ditampilkan seperti arti,
simbolis dan wisata.
3. Rehabilitasi
Tindakan yang memperbaiki utilitas, fungsi atau penampilan suatu lanskap sejarah. Dalam kasus ini, maka keutuhan lanskap dan struktur/ susunannya secara fisik dan visual serta nilai-nilai yang terkandung harus dipertahankan. Tindakan/metode jenis ini digunakan dengan pertimbangan terhadap faktor kenyamanan lingkungan, sumberdaya alam, dan segi administratif.
4. Restorasi
Suatu model pendekatan tindakan pelestarian yang paling konservatif yaitu pengembalikan penampilan lanskap pada kondisi aslinya dengan upaya mengembalikan penampilan sejarah dari lanskap ini sehingga apresiasi karya lanskap tetap ada. Hal ini dilakukan melalui penggantian atau pengadaan elemen-elemen yang hilang atau yang tidak ada, atau menghilangkan elemen-elemen tambahan yang menggangu. Hal ini dapat dilakukan secara keseluruhan (murni) atau hanya pada bagian-bagian tertentu.
5. Stabilisasi
Suatu tindakan atau strategi dalam melestarikan karya atau objek lanskap yang ada melalui upaya memperkecil pengaruh negatif (gangguan iklim, deterioration, dan suksesi alami) terhadap tapak.
6. Konservasi
mengendalikan tapak sedemikian rupa untuk mencegah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung serta mengarahkan perkembangan dimasa depan. Dasar tindakan yang dilakukan umumnya adalah hanya untuk tindakan pemeliharaan.
7. Interpretasi
Merupakan usaha pelestarian yang mendasar untuk mempertahankan lanskap asli/alami secara terpadu dengan usaha-usaha yang juga dapat menampung kebutuhan dan kepentingan baru serta berbagai kondisi yang akan dihadapi masa ini dan yang akan datang. Interpretasi mancakup pengkajian terhadap tujuan desain dan juga lanskap sebelumnya. Desain yang baru haruslah mampu untuk memperkuat intergritas nilai historis lanskap ini dan pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikannya dengan program-program kegiatan tapak yang baru diintroduksikan.
8. Period setting, Replikasi, Imitasi
Penciptaan suatu tipe lanskap pada tapak tertentu yang non-original site. Usaha ini membutuhkan adanya data dan dokumentasi yang dikumpulkan dari tapak dan lain-lain yang sama serta berbagai pengkajian akan sejarah tapaknya sehingga pembangunan lanskap tersebut akan sesuai dengan suatu periode yang telah ditentukan sebelumnya.
9. Release
Merupakan strategi pengelolaan yang memperbolehkan adaya suksesi alam yang asli sejauh tidak merusak keutuhan atau merusak nilai historikalnya. Tetapi metode ini memiliki kekurangan yaitu dapat memberikan andil terhadap kemungkinan hilang atau terhapusnya arti dan nilai sejarah dari lanskap dalam sistem budaya.
10.Replacement (Penggantian)
Dalam melakukan kegiatan pelestarian lanskap budaya dibutuhkan data dan alat yang tepat untuk merencanakannya. Menurut Harris dan Dines (1988) data dan alat tersebut dikelompokkan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis Data Pelestarian
Tipe data Informasi Pertimbangan kondisi untuk digunakan
Sumber : Harris dan Dines, 1988
Wisata Budaya
Menurut Nurisjah (2008), wisata merupakan rangkaian kegiatan yang
terkait dengan pergerakan manusia yang melakukan perjalanan dan persinggahan
sementara dari tempat tinggalnya ke satu atau beberapa tempat tujuan diluar dari
bermaksud untuk mencari nafkah tetap. Pendit (2002) mengemukakan wisata
budaya adalah wisata yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas
pandangan hidup seseorang dengan mengadakan kunjungan atau peninjauan ke
suatu tempat, mempelajari keadaan masyarakat, kebiasaan dan adat istiadat, cara
hidup, budaya serta seni yang ada dalam kehidupan masyarakat. Perjalanan
tersebut disatukan dengan kesempatan mengambil bagian dalam kegiatan budaya
seperti eksplorasi seni atau kegiatan yang bermotif kesejarahan dan sebaginya.
Merencanakan kawasan wisata adalah menata dan mengembangkan area
dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisatasehingga kerusakan lingkungan
dampak dari pembangunan kawasan dapat diminimumkan. Pada saat yang
bersamaan kepuasaan wisatawan dapat terwujud. Gunn (1994) menyatakan bahwa
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kawasan wisata
adalah ketersediaan obyek dan atraksi wisata, pelayanan wisata, dan transportasi
pendukung. Obyek dan atraksi wisata merupakan andalan utama untuk
mengembangkan kawasan wisata.
Perencanaan Lanskap Kawasan Wisata Budaya
Perencanaan merupakan suatu alat yang sistematis dan dapat digunakan
pada suatu keadaan awal dan merupakan cara terbaik untuk mencapai suatu
keadaan tersebut (Gold, 1980). Proses perencanaan biasanya bersifat holistik dan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan lainnya. Suatu proses perencanaan yang baik merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentuk fisik dan fungsi lahan/tapak/bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (Nurisjah,2008)
(pemberian tugas), research (inventarisasi), analysis, synthesis, construction (pelaksanaan), dan operation (pemeliharaan).
Perencanaan lanskap kawasan wisata adalah suatu proses untuk
memperoleh tapak yang cukup serta mengembangkan tapak tersebut sehingga
dapat memberi pengalamam yang tidak terlupakan bagi pengguna tapak. Ada dua
hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan lanskap kawasan wisata,
yaitu kebutuhan pengguna terhadap tapak dan konstruksi tapak yang diperuntukan
bagi pengguna tapak (Blom dan Rohlfs, 1966).
Menurut Gunn (1994) perencanaan wisata yang baik dapat membuat
kehidupan masyarakat lebih baik, meningkatkan ekonomi, melindungi dan peka
terhadap lingkungan, dan dapat diintegrasikan antara komunitas dengan dampak
negatif lingkungan yang minimal. Hal ini dapat tercapai dengan perencanaan yang
baik yang mengintegrasikan semua aspek dalam pengembangan wisata.
Candi Muara Takus
Candi adalah sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa
lampau yang berasal dari agama Hindu-Buddha. Candi digunakan sebagai tempat
pemujaan dewa-dewa. Namun demikian, istilah 'candi' tidak hanya digunakan
oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala
dari masa Hindu-Buddha atau masa Klasik Indonesia yang berupa istana,
pemandian/petirtaan, dan gapura juga disebut dengan istilah candi. Suatu candi di
masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari latar belakang
agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi.
Candi merupakan bangunan suci yang dikembangkan sebagai sarana
pemujaan bagi dewa-dewi agama Hindu maupun agama Buddha yang berasal dari
India sehingga konsep yang digunakan dalam pendirian sebuah bangunan suci
sama dengan konsep yang berkembang dan digunakan di India, yaitu konsep
tentang air suci. Bangunan suci harus berada di dekat air yang dianggap suci. Air
itu nantinya digunakan sebagai sarana dalam upacara ritual. Peran air tidak hanya
digunakan untuk upacara ritual saja, namun secara teknis juga diperlukan dalam
sendiri. Didirikannya bangunan suci di suatu tempat memang tempat tersebut
potensi untuk dianggap suci, dan bukan bangunannya yang potensi dianggap suci.
Candi muara takus berasal dari dua kata “ muara “ dan “ takus “ . “muara” yaitu suatu tempat dimana anak sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar. “Takus” berasal dari bahasa China yaitu ta, ku dan se. Ta berarti besar, ku berarti tua sedangkan se berarti candi. Gabungan arti keseluruhan
dari kata Muara Takus adalah : candi tua ( the old temple ) besar atau megah yang
KONDISI UMUM
Batas Geografis dan Administratif
Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara
Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak
kompleks candi tersebut dengan Kota Pekanbaru adalah ± 128 Km atau sekitar 1,5
Km dari pusat desa Muara Takus. Secara astronomi Candi Muara Takus terletak
pada garis khatulistiwa koordinat 0°21 LU dan 100°39 BT.
Luas situs Candi Muara Takus dalam batas pagar batu keliling adalah 5476
m². Namun, berdasarkan beberapa penelitian diketahui bahwa terdapat batas
terluar lain berupa tanggul kuno dengan ketinggian ± 87 mdpl. Penetapan batasan
terluar tersebut berdasarkan pada penemuan bangunan pendukung di luar pagar
tembok keliling. Dalam rencana pelestarian Candi Muara Takus, batas terluar
yang digunakan adalah batas Tanggul Kuno (Arden Wall). Gambar 2 adalah
gambaran dari kondisi eksisting kawasan Candi Muara Takus dalam batas
Tanggul Kuno. Berdasarkan batas tersebut luas total kawasan adalah ± 94,5 Ha
dengan batasan fisik kawasan yaitu :
Sebelah Utara : Danau PLTA Koto Kampar
Sebelah Timur : Hutan rawa
Sebelah Barat : Sungai Kampar Kanan
Sebelah Selatan : Pusat Desa Muara Takus
Situs Candi Muara Takus
Berdasarkan penelusuran sejarah kawasan Candi Muara Takus dibangun
pada masa pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Penelitian arkeologi pada awal
1980-an menyatakan bahwa kawasan ini diyakini merupakan sebuah kota yang
cukup besar dan menjadi pusat penyebaran agama Budha pada masa tersebut.
Penelitian J.W. Yzerman menyatakan dalam kompleks candi terdapat beberapa
bangunan utama, yaitu candi Tua, candi Bungsu, candi Mahligai Stupa, candi
Gambar 3. Kompleks Bangunan Utama Candi Muara Takus
Struktur dan lingkungan situs Candi Muara Takus dalam pagar batu
pembatas saat ini cukup terawat dengan baik. Hal ini disebabkan oleh kegiatan
pemugaran dan pemeliharaan yang dilakukan pihak pengelola. Jalan utama dalam
kawasan situs telah diperkeras dengan aspal sehingga cukup mudah diakses oleh
para pengunjung. Salah satu hal yang menarik dari kawasan ini adalah cerita dan
nilai historikal yang terkandung dalam tiap-tiap bangunan candi. Hal tersebut
manjadi pendukung utama dari keindahan alam dan nilai arsitektural bangunan
METODOLOGI
Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara
Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus,
Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau (Gambar 4). Luas total
kawasan adalah 94,5 Ha dengan batasan fisik Sungai Kampar Kanan, hutan
campuran, perkebunan penduduk dan rawa.
Waktu Penelitian
Penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Candi Muara Takus sebagai
Objek Wisata Budaya dalam Upaya Pelestarian Kawasan dilakukan selama 10
bulan mulai (April 2010 – Januari 2011), melalui 5 (lima) tahapan kegiatan yaitu persiapan, studi literatur, survei lapangan, pengolahan data dan proses
perencanaan lanskap.
Batasan Studi
Penelitian dilakukan sampai batas tahap perencanan untuk mendukung
pelestarian kawasan. Penelitian mencakup perencanaan tata ruang (zonasi), sistem
sirkulasi, jalur interpretasi wisata, fasilitas pendukung wisata, serta program
wisata sejarah yang terkait objek dan atraksi. Keseluruhannya akan diintegrasikan
dalam rencana lanskap wisata budaya. Produk dari penelitian ini adalah gambar
arsitektur lanskap dalam bentuk Rencana Lanskap dan gambar-gambar penunjang
lainnya serta program pendukung pengembangan wisata.
Metode dan Tahapan Penelitian
Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui dua cara yaitu studi
pustaka dan studi lapang. Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan berbagai
informasi yang terkait dengan tapak/situs arkeologis dan kesejarahannya. Melalui
studi pustaka ditentukan kriteria yang akan digunakan untuk menentukan batas
kawasan dan kepentingan atau makna dari situs, daerah tujuan wisata, konsep
pengembangan, arahan dan strategi pengembangannya.
Studi lapangan merupakan tahap kegiatan yang sangat penting, yaitu
pengumpulan dan pemahaman data primer yang meliputi ber-bagai bidang terkait,
pengambilan gambar/foto, serta melakukan wawancara. Dari berbagai data yang
telah dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan studi.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah penelusuran sejarah
terkait kompleks Candi Muara Takus secara deskriptif kuantitatif, spasial maupun
tabular terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi rencana pelestarian dan
dalam perencanaan lanskap kawasan candi adalah pendekatan ketersediaan
sumberdaya objek dan atraksi wisata budaya yang dikemukan oleh Gunn (1994).
Tahap perencanaan meliputi beberapa kegiatan diantaranya persiapan,
pengumpulan data dan informasi secara primer maupun sekunder, analisis tapak,
sintesis, penyusunan konsep, dan perencanaan lanskap. Tahap proses studi dapat
dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Tahapan Penelitian
Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi perumusan masalah, penetapan tujuan studi,
awal untuk melakukan perencanaan lanskap kawasan Candi Muara Takus sebagai
kawasan wisata sejarah. Kemudian dilakukan pengumpulan informasi awal
mengenai lokasi penelitian. Pengumpulan informasi awal ini digunakan sebagai
bahan dalam penyusunan usulan penelitian.
Tahap Pengumpulan data dan Informasi
Merupakan tahap pengumpulan kelompok data yang terkait dengan objek
penelitian. Data untuk rencana pelestarian dan pengembangan kawasan Candi
Muara Takus terdiri dari data aspek kesejarahan, data aspek religi dan data
pengembangan wisata sejarah. Berkaitan dengan aspek kesejarahan kawasan maka
dikumpulkan data alur kesejarahan dan signifikansi situs, data arsitektural Candi
Muara Takus serta data makna keunikan dan kekhususan situs. Data aspek religi
terdiri dari filosofi agama Budhis terkait situs candi serta data lokasi pelaksanaan
ritual oleh komunitas Budhis. Sementara data aspek wisata berkaitan dengan
potensi lanskap kawasan, objek dan atraksi serta aktivitas wisata yang dapat
dilakukan dalam kawasan pelestarian, fasilitas pendukung wisata serta kebijakan
terkait pengembangn situs sebagai kawasan wisata sejarah. Selain itu, untuk
mendukung kegiatan pengembangan wisata dilakukan inventarisasi data sosial
dan budaya masyarakat untuk mengetahui persepsi mereka terhadap rencana
pengembangan tapak.
Jenis data yang dikumpulkan dapat berupa data primer dan data sekunder
(Tabel 2.) Pengumpulan data ini dilakukan untuk menentukan potensi, kendala
yang terdapat pada lokasi penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan
cara survei lapang, studi pustaka dan wawancara. Wawancara (Lampiran)
dilakukan dengan teknik purposive sampling atau pemilihan responden secara
sengaja dengan pertimbangan responden adalah pengguna lahan (stakeholders).
Responden yang dipilih adalah responden yang terlibat langsung dan dianggap
mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait Situs Candi Muara
Takus. Responden terdiri dari komunitas Budhis, masyarakat setempat, tokoh
masyarakat, dan dinas-dinas terkait untuk memperoleh informasi terkait dengan
sejarah kawasan, kondisi lanskap, orientasi kawasan, elemen lanskap sejarah,
Muara Takus. Selain itu juga dilakukan wawancara terhadap pengunjung untuk
mengetahui keinginan dan harapan dalam pengembangan kawasan sebagai objek
wisata budaya.
Tabel 2. Jenis, Bentuk, Sumber dan Cara Pengambilan Data
No. Kelompok
Kegiatan analisis yang dilakukan berupa analisis deskriptif , tabular dan
analisis spasial. Tahap analisis dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antar data
yang diperoleh serta untuk menentukan potensi dan kendala yang terdapat pada
lokasi penelitian. Aspek yang diutamakan dalam analisis penelitaan ini adalah
aspek wisata sebagai upaya untuk pelestarian Candi Muara Takus. Hasil analisis
Analisis aspek kesejarahan meliputi penilaian terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi dalam melakukan tindakan pelestarian lanskap sejarah.
Faktor-faktor tersebut meliputi :
1. Penelusuran bentuk dan fungsi arsitektural situs.
Meliputi pendataan jumlah dan tipe objek yang merupakan bagian utama
(major features) dari suatu periode sejarah (Tabel 3). Korelasi antar objek
sejarah akan menentukan tindakan teknis pelestarian yang akan dilakukan
serta untuk menggambarkan integritas historik dari sumberdaya sejarah
budaya yang akan terus bertahan.
Tabel 3. Penggolongan FiturArsitektur Candi Muara Takus
Objek Sejarah Tipe/Gaya Usia Lokasi
Bangunan Utama Bangunan Pendukung Batas
Ornamen
Sumber : Harris dan Dines, 1988
2. Penelusuran Kesejarahan dan Signifikansi Situs.
Melalui evaluasi makna kekhususan dan keunikan lanskapnya. Evaluasi
makna kekhususan sejarah (Tabel 3) dan evaluasi tingkat keunikan lanskapnya
(Tabel 5) berperan dalam menentukan tindakan pelestarian pada suatu lanskap
sejarah budaya.
Table 4. Evaluasi Makna Kekhususan Sejarah dari Suatu Lanskap
Tipikal Tinggi Sedang Rendah
Tata guna lahan
Sumber : Harris dan Dines, 1988
Keterangan
Tinggi : Memikili karakter yang berbeda dengan lanskap lainnya dan terkait dengan nilai atau norma dalam ajaran tertentu
Tabel 5. Evaluasi Makna Keunikan dari Suatu Lanskap
Keunikan Tinggi Sedang Rendah
Kualitas estetik Inovasi teknologi Asosiasi kesejarahan Integritas
Sumber : Harris dan Dines, 1988
3. Evaluasi kondisi peninggalan situs Candi Muara Takus
Meliputi kondisi fisik struktur dan kondisi lanskap kawasan (Tabel 6).
Analisis kondisi tersebut akan menentukan tindakan pelestarian yang
dilakukan serta program-program pelestarian yang akan diajukan guna
meningkatkan kualitas lanskap pada kawasan tersebut.
Tabel 6. Evaluasi Kondisi Arsitektur Candi Muara Takus
Objek Sejarah Kondisi
Sumber : Harris dan Dines, 1988
Keterangan
Baik : Struktur bangunan baik dan lanskap kawasan tidak mengalami perubahan. Sedang : Sebagian struktur bangunan hilang atau dipindah tempatnya tetapi bentuk
asli banguanan belum berubah.
Rusak : Struktur bangunan mengalami degradasi fisik dan lanskap kawasan telah berubah dari kondisi aslinya.
Analisis aspek religi kawasan meliputi menelusuran filosofi agama Budha
yang berkaitan dengan tata ruang lanskap pada situs Candi Muara Takus. Selain
itu, juga dilakukan pendataan kegiatan ritual yang biasa dilakukan komunitas
Budhi pada Candi Muara Takus serta lokasi pelaksanaannya. Hasil pemetaan
tersebut akan membentuk zona religi situs yang menjadi bahan pertimbangan
dalam menentukan ruang wisata pada kawasan.
Aspek kepariwisataan terdiri dari analisis data potensi lanskap kawasan,
pendukung. Kegiatan analisis meliputi analisis deskriptif dan spasial. Analisis ini
bertujuan untuk menentukan ruang wisata dalam kawasan.
Analisis sosial budaya dilakukan terhadap data sosial hasil wawancara
dengan pihak pengelola, masyarakat serta pengunjung situs Candi Muara Takus
serta terhadap arak kebijakan pemerintah setempat terkait pengembangan dan
pembangunan kompleks candi sebagai kawasan wisata. Hasilnya disampaikan
secara deskriptif dan tabular untuk menjelaskan kondisi sosial budaya dan
kebijakan pemerintah yang ada di Kecamatan XIII Koto Kampar serta bagaimana
persepsi mereka terhadap tapak dan pengembangannya sebagai wisata sejarah.
Tahap Sintesis
Data dan informasi disintesis dengan dua metode yaitu deskriptif tabular
dan overlay spasial. Pada tahap ini dihasilkan alternatif pengembangan dan
pemecahan masalah. Hasil dari tahap sintesis akan disajikan berupa pembagian
dan rencana pengembangan ruang meliputi zona arkeologis, zona religi dan zona
wisata. Gabungan dari ketiga zona tersebut akan menghasilkan zona pemanfaatan
atau blockplan pelestarian dan pengembangan tapak sebagai kawasan wisata
sejarah.
Tahap Konsep
Tahap konsep merupakan dasar sebelum tahap perencanaan. Pada tahapan
ini dibuat konsep perencanaan kawasan yang akan diterjemahkan dalam bentuk
pengembangan ruang wisata dan jalur sirkulasi wisata sehingga dapat memenuhi
tujuan pengembangan lanskap kawasan.
Tahap Perencanaan Lanskap
Berdasarkan konsep perencanaan kawasan yang merupakan hasil integrasi
antara data yang telah dianalisis maka konsep dan pengembangannya tersebut
diterjemahkan dalam bentuk rencana tata ruang wisata budaya, rencana jalur
wisata, dan rencana lanskap kawasan wisata budaya. Produk perencanaan lanskap
ini akan menggambarkan pengembangan tapak sebagai suatu lanskap kawasan
DATA DAN ANALISIS
Aspek Kesejarahan Kawasan
Penelusuran Bentuk dan Fungsi Arsitektural Situs
Muara Takus berasal dari nama sebuah anak sungai bernama Takus yang
bermuara di Batang Sungai Kampar Kanan. Nama Muara Takus berasal dari kata “Muara” dan “Takus”, dimana, kata “Muara” berarti suatu tempat dimana sebuah sungai mengakhiri alirannya ke laut atau ke sungai yang lebih besar, sedangkan “Takus” berasal dari bahasa Cina “takuse”yang artinya “TA”= besar, “KU”= tua, dan “SE”= candi. Jadi pengertian keseluruhan dari nama “Muara Takus” adalah candi tua besar yang terletak di muara sungai.
Candi Muara Takus memiliki struktur bangunan yang terbuat dari bahan
batuan merah. Bahan tersebut diyakini sebagai tempat para dewa bertahta oleh
komunitas Budhis. Ciri utama yang menunjukkan bahwa Candi Muara Takus
merupakan bangunan suci dalam agama Budha adalah dari keberadaan stupanya.
Arsitektur bangunan stupa yang ada pada Candi Muara Takus sangat unik karena
tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk stupa tersebut yaitu ornamen
sebuah roda dan kepala singa. Bentuk stupa memiliki kesamaan dengan stupa
Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada
periode Asoka.
Berdasarkan hasil penelitian arkeologi tahun 1994, peninggalan arkeologi
di kawasan Candi Muara Takus terdiri atas pagar keliling, Candi Tua, Candi
Bungsu, Candi Mahligai, Candi Palangka, Bangunan I, Bangunan II, Bangunan
III, Bangunan IV, Bangunan VII, dan Tanggul kuno. Selain bangunan,
benda-benda bersejarah lain juga ditemukan di dalam kawasan Candi Muara Takus yaitu
berupa fragmen arca singa, fragmen arca gajah pada puncak candi Mahligai,
inskripsi mantra dan pahatan vajra, serta gulungan daun emas yang juga dipahat
mantra dan gambar vajra pada bagian permukaannya. Posisi dari peninggalan
arkeologi Candi Muara Takus dapat dilihat pada Gambar 6 dengan denah
Gambar 6. Lokasi Peninggalan Arkeologi di Kawasan Candi Muara Takus.
(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Gambar 7. Denah Bangunan Utama Candi Muara Takus.
Peninggalan arkeologis yang ada dalam kawasan Candi Muara Takus tidak
semua dapat diidentifikasi fungsinya. Hal ini dikarenakan sebagian bangunan saja
tidak memiliki kelengkapan struktur. Peninggalan-peninggalan yang masih dapat
diketahui fungsinya adalah pagar keliling, Candi Tua, Candi Bungsu, Candi
Mahligai, Candi Palangka, bangunan I dan II, bangunan III, bangunan IV,
bangunan V dan VI, bangunan VII, dan Tanggul Kuno (Arden Wall). Deskripsi
tiap-tiap bangunan dijelaskan sebagai berikut.
1. Pagar Keliling
Pagar terbuat dari balok-balok batu pasir berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 74 m x 74 m dan berorientasi Barat Laut – Tenggara. Pagar tersebut mengelilingi bangunan Candi Muara Takus, dengan ketinggian 1 meter dan
lebar + 1,20 meter (Gambar 8). Pada bagian utara pagar terdapat pintu masuk
menuju kawasan utama Candi Muara Takus. Keberadaan pagar keliling dalam
bangunan berperan sebagai batas pemisah sektor dalam suatu kawasan
percandian yang memiliki beberapa kadar kesakralan atau kesucian yang
berbeda dan bertingkat. Area di dalam batas pagar batu keliling merupakan
bagian paling penting dan suci. Hal ini didukung pula dengan penemuan sisa
stupa terbesar pada kawasan tersebut.
Gambar 8. Pagar Keliling Kawasan Candi Muara Takus
(Sumber : Survei Lapangan, 2010)
2. Candi Tua
Candi Tua merupakan candi yang terbesar di kawasan Candi Muara Takus.
sebelah utara Candi Bungsu. Candi Tua berukuran 32,80 m x 21,80 m dengan
tinggi 8,50 m (Gambar 9). Pada sisi timur dan barat terdapat tangga yang
menurut perkiraan dihiasi stupa, sedangkan pada bagian bawah dihiasi patung
singa dalam posisi duduk. Bangunan ini mempunyai 36 sisi dan terdiri dari
bagian kaki I, bagian kaki II, bagian tubuh dan puncak. Namun, bagian
puncaknya telah rusak dan batu-batunya banyak yang hilang. Volume Candi
Tua adalah 2.235 m3 yang terdiri dari 2.028 m3 bagian kaki, 150 m3 bagian
tubuh, dan 57 m3 bagian puncak.
Berdasarkan sejarah kawasan, pada bagian atas candi diperkirakan berdiri
sebuah stupa yang sangat besar. Namun, saat ini yang tersisa hanya bagian
dasarnya saja sehingga tidak dapat memberi petunjuk yang berkaitan dengan
bentuk dari stupa tersebut. Dilihat dari bentuk denah candi yang bertingkat
dan memiliki ragam segi, susunan ini mengingatkan pada struktur sebuah “yantra”. Yantra adalah alat pembantu dalam ritual Tantrayana.
Jenis “yantra” yang menjadi patokan dalam pembangunan candi ini belum dapat dipastikan. Tetapi, Ciri utama bangunan berupa ukuran yang sangat
besar, adanya dua tangga masuk di sisi barat dan timur serta keberadaan
selasar yang cukup memadai untuk melakukan ritual pradaksina menandakan
bahwa bangunan candi tua adalah candi utama dalam kawasan ini. Pradaksina
adalah ritual Buddhist yang dilakukan dengan cara berjalan mengelilingi stupa
dengan mengikuti arah jarum jam.
Gambar 9. Candi Utama di Kawasan Percandian Muara Takus
(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
3. Candi Bungsu
Candi Bungsu terletak di sebelah barat Candi Mahligai. Bangunannya
terbuat dari dua jenis batu, yaitu batu pasir (tuff) pada bagian depan dan batu
bata pada bagian belakang. Candi Bungsu berbentuk empat persegi panjang
dengan ukuran 7,50 x 16,28 m, dan tinggi (setelah dipugar) 6,20 m dari
permukaan tanah, serta volumenya 365,80 m3. Candi bungsu memiliki
struktur kepurbakalaan yang unik, karena pada bangunan terdapat dua karakter
susunan stupa yang terletak pada satu platform (Gambar 10a). Pada bagian
selatan platform terdapat sisa bangunan menunjukan pada platform tersebut
terdapat sebuah stupa besar yang dikelilingi oleh 8 stupa yang lebih kecil.
Gambaran ini memiliki kesamaan konfigurasi dengan yantra dari India, salah
satu pusat penyebaran agama Budha.
Pada bagian selatan platform Candi Bungsu, terlihat denah stupa tunggal
(Gambar 10b). Bagian kaki yang menopang stupa saat ini sudah tidak terlihat.
Pada platform Candi Bungsu hanya terdapat satu tangga naik, yaitu di bagian
utara candi. Hal ini diperkirakan terkait erat dengan runutan prosesi upacara
ritual keagamaan yang pernah dilakukan dalam kawasan.
Gambar 10. Candi Bungsu Memiliki Struktur Kepurbakalaan yang Unik
(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
4. Candi Mahligai
Bangunan Candi Mahligai berbentuk bujur sangkar berukuran 10,44 x
10,60 m. Tingginya sampai ke puncak 14,30 m yang berdiri di atas pondamen
segi delapan (astakomas) dan bersisikan sebanyak 28 buah. Pada alasnya
terdapat teratai berganda. Di tengahnya menjulang menara. Berdasarkan
penelitian Cornet De Groot (1860), pada bagian puncak candi diperkirakan
terdapat makarel tetapi tidak ditemukan. Selain itu, De Groot menemukan
patung singa dalam posisi duduk pada setiap sisi candi. Di sebelah timur
terdapat teras bujur sangkar dengan ukuran 5,10 x 5,10 m dan di depannya
terdapat sebuah tangga. Volume bangunan Candi Mahligai adalah 423,20 m3.
Candi Mahligai adalah candi dengan kelengkapan struktur bangunan
paling baik jika dibandingkan dengan candi-candi lainnya. Keunikan candi
terdapat pada bentuknya yang seperti menara. Ahli sejarah memperkirakan
pada puncak menara terdapat stupa dan kelengkapan lainnya. Sedangkan, pada
bagian dasarnya dengan mengacu pada struktur dasar stupa agama Budha
candi Mahligai memiliki badan menara yang ditopang oleh pelipit berbentuk
kelopak lotus. Candi Mahligai dengan kelengkapan strukturnya dapat dilihat
pada Gambar 11.
Gambar 11. Candi Mahligai dengan Kelengkapan Strukturnya.
(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Bentuk fisik dari struktur Candi Mahligai stupa telah banyak mengalami
perubahan, tetapi konsep yang disimbolkan oleh candi tersebut tidak berubah.
Peran candi Mahligai sebagai stupa membuat tingkat peranan candi cukup
penting tetapi belum sebanding dengan peranan dan fungsi candi utama. Hal
ditempatkan di bagian puncak candi. Meskipun demikian, penemuan inskripsi
yang berisi mantra berbingkai wajra pada bagian depan candi Mahligai
menyatakan bahwa candi tersebut juga berperan dalam ritual-ritual keagamaan
yang dilakukan masyarakat Budhis pada masa lampau, khususnya aliran
Mahayana-Wajrayana, atau aliran Tantrayan-Mantrayana yang sering
melakukan ritual dengan banyak mantra.
5. Candi Palangka
Bangunan Candi Palangka terletak 3,85 meter sebelah timur Candi
Mahligai dan terbuat dari bata merah. Candi ini adalah candi terkecil di
kawasan Candi Muara Takus. Di bagian sebelah utara terdapat tangga dalam
keadaan rusak, sehingga tidak diketahui bentuk aslinya. Kaki candinya
berbentuk segi delapan dengan sudut banyak berukuran panjang 6,60 m, lebar
5,85 m dan tinggi 1,45 m dari permukaan tanah dengan volume 52,90 m3.
Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12. Candi Palangka yang terdiri dari Bagian Kaki dan Tubuh Candi.
(Sumber: Digambar ulang dari Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Seni Budaya Kampar, 2007)
Relung-relung penyusunan batu candi ini tidak sama dengan dinding
Candi Mahligai. Sebelum dipugar bagian kaki Candi Palangka terbenam + 1
Pemugaran dilaksanakan hanya pada bagian kaki dan tubuh candi karena
bagian puncaknya waktu ditemukan tahun 1860 sudah tidak ada lagi.
6. Bangunan I dan II
Terdapat disebelah timur Candi Tua. Bangunan terdiri dari gundukan
tanah yang menutup sisa-sisa reruntuhan bangunan. Bangunan I terbuat dari
balok-balok batu pasir dan memiliki dua lubang dalam onggokan tanahnya.
Bangunan ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah.
Dimana, lubang pertama berfungsi sebagai pintu masuk bagi jenazah yang
akan di kremasi sementara lubang kedua berfungsi untuk tempat
mengeluarkan abu dari jenazah tersebut.
Bangunan II terletak di sebelah selatan Bangunan I. Bangunan tersebut
merupakan bekas pondasi bangunan yang terbuat batu pasir (tuff) berbentuk
segi empat. Saat ini bangunan tersebut sudah tidak tersisa lagi, yang tampak
hanya gundukan tanah. Kondisi struktur bangunan yang minim membuat
fungsi bangunan sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Gambar 13.
Menunjukan kondisi dari Bangunan I dan Bangunan II saat ini.
Gambar 13. Banguan Bersejarah yang Tidak Berbentuk Candi.
(Sumber : Survei Lapangan, 2010)
7. Bangunan III
Bangunan ini terletak 135 m di sebelah barat Candi Mahligai dan berada di
luar pagar keliling. Bangunan III ini berbentuk segi empat dengan ukuran 3 m
x 2,40 m, dikelilingi oleh pagar dari batu bata dengan ukuran 4,92 m x 5,94 m,
dan tidak ada pintu masuk. Volume bangunan 12,90 m3 dan volume pagar
3,40 m3. Bagian tubuh bangunan rata, tidak memiliki pelipit. Bagian kaki
mempunyai tonjolan di dua sisi sebelah barat laut dan barat daya. Bangunan
ini selesai dipugar tahun 1983 bersamaan dengan selesainya pemugaran Candi
Mahligai. Berdasarkan penelitian 1994 bangunan III belum diketahui
fungsinya namun diperkirakan berkaitan dengan upacara pengambilan air
yang digunakan dalam upacara keagaman di Candi Muara Takus.
8. Bangunan IV
Bangunan ini terletak 298 m di sebelah barat laut Candi Mahligai dan
berada di tengah hutan karet. Bangunan ini ditemukan pada eskavasi tahun
1983, dan disertai dengan penemuan fragmen tangkai cermin perunggu dan
pecahan keramik Cina di sela-sela struktur lantai Bangunan IV yang terbuat
dari susunan bata. Bangunan IV diduga adalah bekas lantai kolong dari sebuah
rumah panggung yang penghuninya berasal dari kalangan atas. Kemungkinan
bangunan ini adalah sisa permukiman, namun tidak menutup kemungkinan
bahwa cermin perunggu yang ditemukan adalah cermin perunggu yang
dipakai sebagai salah satu ritual pendeta Budha. Bangunan ini telah tertutup
tanah sehingga tidak terlihat lagi.
9. Bangunan V dan VI
Dua bangunan ini terletak 334 meter sebelah barat pusat Candi Mahligai
dan berada di seberang Sungai Kampar. Dua bangunan ini ditemukan ketika
dilakukan penggalian. Keadaannya hanya tinggal pondasi dan tubuh. Bagian
puncak sudah rusak dan roboh.
10.Bangunan VII
Bangunan VII terletak di sebelah utara Sungai Umpamo berupa struktur
lantai bata. Menurut informasi Malik dan Hasmi, staf teknis pemugaran Candi
lantai bata. tetapi tahun 1994 Bangunan VII sudah tidak dapat dilihat lagi
karena rusak akibat kegiatan pembangunan jalan
11.Tanggul Kuno (Arden Wall)
Tanggul kuno berjarak ± 20 m dari tepi timur Sungai Kampar Kanan.
Berdasarkan penelitian tahun 1982, tanggul tersebut diperkirakan adalah pagar
kedua yang melindungi kawasan situs dari luapan Sungai Kampar Kanan di
saat hujan atau saat terkena pasang. Bentuk denah dari tanggul kuno adalah
temu gelang dengan panjang keliling 4,19 Km. Struktur tanggul kuno terbuat
dari gabungan tanah yang dipadatkan dengan rangkaian krikil dan batu bata
(Gambar 14).
Pada awal tahun 1992 Tokyo Electric Power Limited melaksanakan
kegiatan pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air, pembangunan
tersebut merupakan program pemerintah yang bekerja sama dengan
pemerintah Jepang. Dalam pelaksanaannya, dibangun sebuah bendungan
sehingga terbentuk waduk. Waduk tersebut telah menenggelamkan sejumlah
desa di sekitar Muara Takus serta sisi utara tanggul kuno sepanjang 525,5 m.
Gambar 14. Batas Tanggul Kuno yang Terbuat dari Tanah
(Sumber : Survei Lapangan, 2010)
Candi Muara Takus sebagai peninggalan arkeologis dari masa kejayaan
features), bangunan pendukung (minor features), batas dan ornamen. Identifikasi
feature arsitektur sejarah Candi Muara Takus dapat dilihat pada Tabel 7.
Table 7. Identifikasi FiturArsitektur Candi Muara Takus
Objek Sejarah Tipe/Gaya Usia Lokasi
1. Bangunan Utama
Candi Tua Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Bungsu Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Mahligai Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Candi Palangka Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan I Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan II Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral 2. Bangunan Pendukung
Bangunan III Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Bangunan IV Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Madya Bangunan VII Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Profan
3. Batas
Pagar Batu Keliling Vernakular Masa Klasik Madya Ruang Madya Tangul Kuno Vernakular Masa Klasik Madya Ruang Madya 4. Ornamen
Stupa Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Fragmen arca Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Inskripsi mantra Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Pahatan vajra Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Sakral Pelataran Arsitektur Klasik Masa Klasik Madya Ruang Profan
Sumber : Hasil Analisis, 2010
Berdasarkan penggolongan fitur arsitekturnya kawasan Candi Muara
Takus memiliki tipe dan gaya arsitektur kalsik dengan pengaruh agama Budha
yang kuat pada arca dan stupanya. Usia bangunan cukup tua karena diperkirakan
dibangun pada masa klasik madya yaitu 900 M -1250 M (Pemerintah Daerah
Kabupaten Kampar, 2010). Berdasarkan gaya arsitektur dan usianya diketahui
bahwa kawasan Candi Muara Takus adalah bangunan suci yang menjadi pusat
penyebaran agama Budha yang pendiriannya berkaitan erat dengan Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini juga didukung oleh bukti bahwa selain Candi Muara Takus
tidak ada lagi temuan kepurbakalaan Hindu-Budha di Sumatera yang menghadap
arah timur laut sebagaimana filosofi dalam ajaran Budha. Penggolongan fitur
arsitektur tersebut juga berperan dalam membentuk zona kesakralan dalam
kawasan. Zona tersebut terdiri dari tiga ruang utama dengan tingkatan kesakralan