KARAKTERISTIK PASIEN DERMATITIS ATOPIK DI SUATU RSIA SWASTA MEDAN
TESIS
D J O H A N
NIM : 137041009
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
KARAKTERISTIK PASIEN DERMATITIS ATOPIK DI SUATU RSIA SWASTA MEDAN
TESIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik dalam Bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
D J O H A N
NIM : 137041009
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
HALAMAN PERSETUJUAN
Judul Tesis : Karakteristik Pasien Dermatitis Atopik di Suatu RSIA Swasta Medan
Nama : dr. Djohan, SpKK
Nomor Induk : 137041009
Program Studi : Magister Kedokeran Klinik
Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Menyetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
(Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi,SpKK(K)) (dr. Salia Lakswinar, SpKK) NIP. 194712241976032001 NIP. 19591181987102001
Program Magister Kedokteran Klinik Dekan Sekretaris Program Studi
(dr. Murniati Manik,MSc,SpKK,SpGK ) (Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH) NIP. 19530719198003 2 001 NIP.19540220198011 1 001
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah penulis nyatakan dengan benar
Nama : Djohan
KARAKTERISTIK PASIEN DERMATITIS ATOPIK DI SUATU RSIA SWASTA MEDAN
Djohan, Salia Lakswinar, Irma D Roesyanto
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang : Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi dan anak-anak tetapi dapat juga muncul pada orang dewasa dan berlangsung selama hidup. Penyakit ini sering disertai adanya riwayat atopi pada penderita sendiri atau keluarganya. Walaupun terjadi sedikit pertentangan dan keterbatasan dalam mendiagnosis dermatitis atopik secara tepat, uji epidemiologik tetap menetapkan bahwa penyakit ini merupakan masalah umum yang pada setengah abad terakhir bertambah banyak.
Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang dilakukan secara retrospektif dengan mengunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
Hasil : Jumlah pasien dermatitis atopik didapati sebanyak 125 orang. Berdasarkan usia terbanyak didapati pada kelompok usia 2-12 tahun, sebanyak 65 orang (52%), usia < 2 tahun sebanyak 36 orang ( 28,8%) dan usia >12 tahun sebanyak 24 orang (19,2%). Berdasarkan jenis kelamin didapatkan 57 orang (45,6%) laki-laki dan 68 orang (54,4%) perempuan Riwayat penyakit atopi pada keluarga dapat sebagai faktor resiko terjadinya dermatitis atopik (92%). Sebaran lokasi lesi terbanyak dijumpai pada daerah ekstensor ekstremitas dan lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut, bokong dan punggung jari-jari kaki( 35,2 %).
Kesimpulan : Pada penelitian ini pasien dermatitis atopik terbanyak dijumpai pada usia 2-12 tahun ( masa anak-anak) dengan perbandingan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Riwayat penyakit atopi pada keluarga merupakan faktor resiko dan lokasi lesi terbanyak dijumpai pada ekstensor ekstremitas, punggung, tengkuk, dada, perut dan bokong.
THE CHARACTERISTICS OF ATOPIC DERMATITIS PATIENTS IN A PRIVATE RSIA, MEDAN
Djohan, Salia Lakswinar, Irma D Roesyanto Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine, University of North Sumatra
ABSTRACT
Background : Atopic dermatitis is a chronic inflammation disease; it is intermittent and followed by itching on skin. This abnormality especial occurs in babies and children, nut it can appear in adults and can last for life. This disease is usually followed by the history of atopy of the patient and his family. Although there is a controversy and limitation in diagnosing atopic dermatitis correctly, epidemiologic test determines that this disease is a common problem; it has increased since five hundred years ago.
Objective : The objective of the research was to find out the characteristics of DA patients who visited the Dermatology Clinic of RSIA Stella Maris, Medan, in the period of July 1, 2013 – June 31, 2014.
Method : The research was a descriptive study which was conducted retrospectively by using secondary data that consisted of the medical records of DA patients who visited the Dermatology Clinic of RSIA Stella Maris, Medan, in the period of July 1, 2013 – June 31, 2014.
Result : There were 125 atopic dermatitis patients. Based on their ages, it was found that 65 patients (52%) were in the age group of 2 – 12 years old, 36 of them (28.8%) were in the age group of < 2 years old, and 24 of them (19.2%) were in the age group of > 12 years old. Based on the sex, it was found that 57 patients (45.6%) were males and 68 patients (54.4%) were females. The history of atopsy in families could be the risk factor of the incidence of atopic dermatitis (92%). The distribution of the lesion locations was found in the extremity extensor and other areas which included back, nape, chest, abdomen, buttocks, and the back of toes (35.2%).
Conclusion : In this research, the majority of atopic patients were at the age of 2 to 12 (children period) with more girls than boys. The history of atopy in family is the risk factor, and the majority of lesion locations were found on the extremity extensor, back, nape, chest, abdomen, and buttocks.
KATA PENGANTAR
Salam sejahtera,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “ Karakteristik Pasien Dermatitis Atopik di suatu RSIA Swasta Medan” yang merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh keahlian dalam Program Magister Kedokteran Klinik bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Tidak ada satu karya pun yang dapat diselesaikan seorang diri tanpa mendapat bantuan, arahan dan bimbingan dari para ilmuwan atau staf pengajar yang telah berpengalaman. Guru besar dan staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, telah memberikan bimbingan dan bantuan yang sangat besar manfaatnya bagi penulisan tesis ini.
Dengan berakhirnya masa pendidikan magister, dalam kesempatan yang berbahagia ini, dengan kerendahan hati saya sampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada yang terhormat :
1. Prof. DR.dr.Irma D Roesyanto SpKK(K), selaku Ketua Departemen dan Guru Besar Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai pembimbing utama yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan yang dengan penuh kesabaran membimbing, memberikan dorongan, masukan, petunjuk dan koreksi dalam melakukan penelitian sampai penyusunan tesis ini selesai.
2. Dr. Salia Lakswinar SpKK, selaku pembimbing kedua tesis yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan dukungan dalam menyelesaikan penulisan dan penyusunan tesis ini.
3. Prof .dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, SpA(K) sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan sudi pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.
5. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
6. dr. Murniati Manik, MSc,SpKK,SpGK, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan sudi pada Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik. 7. dr. Chairyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai anggota tim penguji tesis ini, yang telah banyak memberikan masukan, dan koreksi kepada saya dalam menyelesaikan tesis ini.
8. dr. Ariyati Yosi MKed(KK), SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini. 9. dr. Donna Partogi,, SpKK, sebagai anggota tim penguji, yang telah
memberikan masukan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini
10.Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan dan Direktur Rumah Sakit Ibu dan Anak Stella Maris Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas dalam melaksanakan pendidikan magister ini. 11.Seluruh perawat, pegawai dan staf di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan atas bantuan, dukungan dan kerjasamanya yang baik selama ini.
12.Alm. Ayahanda Kasim dan Ibunda Eliwaty yang tercinta atas segala doa dan jerih payah serta cinta kasih dalam membesarkan, mengasuh, dan mendidik saya selama ini.
13.Isteri tercinta Fenny Hady, SE yang telah dengan setia dan penuh kasih sayang senantiasa memberi dukungan ,dorongan kekuatan, semangat serta doa dalam menjalani pendidikan magister ini
14.Anak-anakku yang tersayang, Audrey Andjofen Kholin dan Aubert Andjofen Kholin yang senantiasa mau mengerti dan berdoa untuk papanya.
15.Teman-teman sejawat di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan, dukungan dan kerjasama yang baik selama mengikuti pendidikan ini.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan atau kekhilafan yang telah saya lakukan selama proses penyususnan tesis dan selama menjalani pendidikan.
Akhir kata dengan kerendahan hati, saya panjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, semoga mereka yang telah memberikan bimbingan dan bantuan kepada saya selama menjalani pendidikan di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan. Terima kasih.
Medan, Oktober 2014 Penulis,
DAFTAR ISI 3.1 Rancangan Penelitian ... 19
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 19
3.2.1 Waktu Penelitian ... 19
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 19
3.3.1 Populasi Penelitian ... 19
3.3.2 Sampel Penelitian ... 19
3.4 Bahan dan Metode Pengumpulan Data ... 20
3.4.1 Bahan………20
3.4.2 Metode Pengumpulan Data………...20
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi………..21
3.5.1 Kriteria Inklusi………...21
3.5.2 Kriteria Eksklusi………21
3.6 Definisi operasional ... 21
3.7 Pengolahan dan analisis data ... 22
3.8 Kerangka operasional ... 23
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kriteria Hanifin dan Rajka…..………..11
Tabel 4.1 Sebaran Pasien Dermatitis Atopik Berdasarkan Kelompok Usia……..24 Tabel 4.2. Sebaran Pasien Dermatitis Atopik Berdasarkan Jenis Kelamin………26
Tabel 4.3. Sebaran Riwayat Penyakit Atopi Pada Keluarga………..27
Tabel 4.4. Sebaran Riwayat Penyakit Atopi Pada Keluarga berdasarkan Jenis Kelamin ……….27
Tabel 4.5. Sebaran Lokasi Lesi Pada Pasien DA………28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Diagram kerangka teori penelitian……….17
Gambar 2.2 Diagram kerangka konsep penelitian ………18
DAFTAR LAMPIRAN
. Halaman
Lampiran 1 : Status pasien DA...35
Lampiran 2 : Tabel Induk Data pasien DA...36
Lampiran 3 Lembar persetujuan komite etik / Ethical Clearence……….40
DAFTAR SINGKATAN
CD : Clusters of differentiation antigen
CLA : Cutaneous lymphocyte-associated antigen
DA : Dermatitis Atopik
EPR : Early phase reaction
Ig E : Imunoglobulin E
IL : Interleukin
IFN : Interferon
LPR : Late phase reaction
RSIA : Rumah Sakit Ibu dan Anak
RANTES : Regulated on Activation Normal T Cell Expressed and Secreted
SA : Staphylococcus aureus
Th : T helper
KARAKTERISTIK PASIEN DERMATITIS ATOPIK DI SUATU RSIA SWASTA MEDAN
Djohan, Salia Lakswinar, Irma D Roesyanto
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Latar belakang : Dermatitis atopik merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa bayi dan anak-anak tetapi dapat juga muncul pada orang dewasa dan berlangsung selama hidup. Penyakit ini sering disertai adanya riwayat atopi pada penderita sendiri atau keluarganya. Walaupun terjadi sedikit pertentangan dan keterbatasan dalam mendiagnosis dermatitis atopik secara tepat, uji epidemiologik tetap menetapkan bahwa penyakit ini merupakan masalah umum yang pada setengah abad terakhir bertambah banyak.
Tujuan : Untuk mengetahui karakteristik pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
Metode : Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang dilakukan secara retrospektif dengan mengunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
Hasil : Jumlah pasien dermatitis atopik didapati sebanyak 125 orang. Berdasarkan usia terbanyak didapati pada kelompok usia 2-12 tahun, sebanyak 65 orang (52%), usia < 2 tahun sebanyak 36 orang ( 28,8%) dan usia >12 tahun sebanyak 24 orang (19,2%). Berdasarkan jenis kelamin didapatkan 57 orang (45,6%) laki-laki dan 68 orang (54,4%) perempuan Riwayat penyakit atopi pada keluarga dapat sebagai faktor resiko terjadinya dermatitis atopik (92%). Sebaran lokasi lesi terbanyak dijumpai pada daerah ekstensor ekstremitas dan lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut, bokong dan punggung jari-jari kaki( 35,2 %).
Kesimpulan : Pada penelitian ini pasien dermatitis atopik terbanyak dijumpai pada usia 2-12 tahun ( masa anak-anak) dengan perbandingan perempuan lebih banyak dari pada laki-laki. Riwayat penyakit atopi pada keluarga merupakan faktor resiko dan lokasi lesi terbanyak dijumpai pada ekstensor ekstremitas, punggung, tengkuk, dada, perut dan bokong.
THE CHARACTERISTICS OF ATOPIC DERMATITIS PATIENTS IN A PRIVATE RSIA, MEDAN
Djohan, Salia Lakswinar, Irma D Roesyanto Department of Dermatology and Venereology Faculty of Medicine, University of North Sumatra
ABSTRACT
Background : Atopic dermatitis is a chronic inflammation disease; it is intermittent and followed by itching on skin. This abnormality especial occurs in babies and children, nut it can appear in adults and can last for life. This disease is usually followed by the history of atopy of the patient and his family. Although there is a controversy and limitation in diagnosing atopic dermatitis correctly, epidemiologic test determines that this disease is a common problem; it has increased since five hundred years ago.
Objective : The objective of the research was to find out the characteristics of DA patients who visited the Dermatology Clinic of RSIA Stella Maris, Medan, in the period of July 1, 2013 – June 31, 2014.
Method : The research was a descriptive study which was conducted retrospectively by using secondary data that consisted of the medical records of DA patients who visited the Dermatology Clinic of RSIA Stella Maris, Medan, in the period of July 1, 2013 – June 31, 2014.
Result : There were 125 atopic dermatitis patients. Based on their ages, it was found that 65 patients (52%) were in the age group of 2 – 12 years old, 36 of them (28.8%) were in the age group of < 2 years old, and 24 of them (19.2%) were in the age group of > 12 years old. Based on the sex, it was found that 57 patients (45.6%) were males and 68 patients (54.4%) were females. The history of atopsy in families could be the risk factor of the incidence of atopic dermatitis (92%). The distribution of the lesion locations was found in the extremity extensor and other areas which included back, nape, chest, abdomen, buttocks, and the back of toes (35.2%).
Conclusion : In this research, the majority of atopic patients were at the age of 2 to 12 (children period) with more girls than boys. The history of atopy in family is the risk factor, and the majority of lesion locations were found on the extremity extensor, back, nape, chest, abdomen, and buttocks.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dermatitis atopik (DA) merupakan suatu penyakit peradangan kronik, hilang
timbul yang disertai rasa gatal pada kulit. Kelainan ini terutama terjadi pada masa
bayi dan anak-anak tetapi dapat juga muncul pada orang dewasa dan berlangsung
selama hidup. Penyakit ini sering disertai adanya riwayat atopi (asma, rinitis alergika,
urtikaria) pada penderita sendiri atau keluarganya dan terdapat peningkatan dari
Imunoglobulin ( Ig ) E serum.1-5
DA merupakan penyakit kulit yang diturunkan secara genetik multifaktorial,
memiliki hipersensitivitas terhadap sejumlah antigen tertentu, dan pada
perkembangannya dipengaruhi berbagai faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Tidak
mengherankan bila masalahnya menjadi kompleks, baik dalam upaya menegakkan
diagnosis, memilih pemeriksaan penunjang yang relevan, serta penatalaksanaan yang
tepat. 1-5
Prevalensi DA di masyarakat cukup banyak, berkisar antara 10-20 % pada
anak-anak di Amerika Serikat, Eropah Utara, dan Barat, Urban Afrika, Jepang,
Australia dan beberapa negara industri. Pada orang dewasa berkisar antara 1-3%
dengan wanita lebih banyak daripada laki-laki (rasio perbandingan 1,4 : 1). 1,3,5
Prevalensi DA terus meningkat pada dekade terakhir. Di Swedia prevalensi DA pada
anak sekolah dilaporkan sebanyak 7% pada tahun 1979 dan menjadi 18 % pada tahun
2
pada anak usia 3-11 tahun, sebanyak 75% awitannya terjadi pada 6 bulan pertama
kehidupan.7 Sedangkan Marks dkk (1999) pada penelitiannya di Australia
mendapatkan sebanyak 16,3% kasus DA dari 2491 anak sekolah usia 4-18 tahun
dengan jumlah tertinggi pada kelompok usia 4-6 tahun 8. Pada bayi diperkirakan
prevalensinya mencapai 10%. Sebanyak 60% kasus DA terjadi pada tahun pertama
kehidupan dan 90% terjadi pada usia dibawah 5 tahun.9
Boediardja SA dkk mengumpulkan data prevalensi penyakit kulit pada
anak-anak selama 1 tahun dari 8 rumah sakit di kota besar di Indonesia, DA merupakan
penyakit kulit terbanyak yang ditemukan yaitu 774 orang dari 2046 pasien anak
dengan kelainan dermatitis.10 Pada tahun 1988, di RSUP H Adam Malik Medan,
insiden DA menempati urutan pertama yaitu 69 kasus (36,13%) dari 162 kasus
dermatitis pada anak.11
Berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi
pediatrik Indonesia dari RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Hasan Sadikin
Bandung, RSUP Dr. Kariadi Semarang dan RSU Dr. Soetomo Surabaya pada bulan
januari sampai desember 2010 dijumpai kasus DA baru sebanyak 401 kasus.12
Sedangkan berdasarkan laporan morbiditas 10 penyakit terbanyak divisi dermatologi
pediatrik se Indonesia dari RS Hasan Sadikin Bandung, RSUP H. Adam Malik
Medan, RSU Dr. Soetomo Surabaya, RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RSUP
Dr. Kariadi Semarang pada bulan januari sampai desember 2011 dijumpai kasus DA
3
DA adalah suatu penyakit kronik yang tidak dapat disembuhkan 100% dan
sering mengalami eksaserbasi sehingga menimbulkan masalah pada orang tua pasien
dan dokter. Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui. Banyak faktor yang
berperan pada DA baik eksogen atau endogen, maupun kombinasi keduanya. Faktor
genetik adalah salah satu faktor yang berperan pada DA. Faktor eksogen misalnya
alergen makanan dan alergen hirup banyak dilaporkan sebagai pencetus dermatitis
atopik.14-16
DA memiliki gejala klinis dan perjalanan penyakit yang sangat bervariasi,
dapat membentuk suatu sindroma yang terdiri atas kelompok gejala dan tanda yang
menggambarkan manifestasi diatesis atopik. Walaupun terjadi sedikit pertentangan
dan keterbatasan dalam mendiagnosis DA secara tepat, uji epidemiologik tetap
menetapkan bahwa penyakit ini merupakan masalah umum yang pada setengah abad
terakhir bertambah banyak.17,18
Oleh karena RSIA Stella Maris Medan merupakan RSIA yang realatif masih
baru dimana merupakan tempat praktek peneliti sehari-hari dan belum pernah
dilakukan penelitian mengenai DA di rumah sakit tersebut serta masih tingginya
prevalensi pasien DA maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di rumah
4
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana karakteristik pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi
RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui karakteristik pasien DA yang datang berobat ke Klinik
Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
1.3.2. Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui jumlah pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
2. Untuk mengetahui gambaran distribusi pasien DA berdasarkan usia, jenis kelamin, riwayat penyakit atopi pada keluarga dan sebaran lokasi lesi yang
datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1
Juli 2013 – 31 Juni 2014
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Bidang akademik atau ilmiah
Memberikan informasi kepada institusi kesehatan, institusi pendidikan dan
pihak-pihak terkait lainnya mengenai karakteristik pasien DA yang datang
berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli
5
1.4.2 Pelayanan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kejadian DA di RSIA Stella Maris Medan.
1.4.3 Bidang Pengembangan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar ataupun data
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Definisi
DA adalah suatu keadaaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal
yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi"(Yunani) pertama sekali diperkenalkan
oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok
penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya
misalnya asma bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik.
Pada akhir tahun 1960, Ishizaka dan Ishizaka menemukan jenis imunoglobulin (Ig)
baru, IgE yang meningkat pada pasien dengan atopi dan peningkatan tersebut
terutama dipacu oleh alergen lingkungan.1-3,19-21
2.1.2. Epidemiologi
DA merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan
prevalensinya 10 - 20% pada bayi dan anak. Prevalensi DA pada dewasa berkisar
antara 1 - 3%. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada negara industri, daerah
perkotaan, dan kelas ekonomi yang lebih tinggi. Sebanyak 45% kasus DA pada
anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia 1 tahun
pertama, 60% muncul pada usia 1 tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali
sebelum anak berusia 5 tahun. Sebagian besar yaitu 70% kasus pasien DA anak, akan
7
Menurut International Study of Ashma and Allergies in Children, prevalensi pasien DA pada anak bervariasi di berbagai negara. Prevalensi DA pada anak di Iran
dan China kurang lebih sebanyak 2%, 20% di Australia, England dan Skandinavia.
Prevalensi yang tinggi juga di dapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar
17,2%.1,2
2.1.3. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis DA masih belum diketahui. Faktor genetik, kimia
dan kelainan imunologi kemungkinan saling berkaitan dan pengaruh lingkungan juga
dapat sebagai faktor pencetus penyakit ini. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan
oleh kerjasama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus. Sekitar 705
penderita ditemukan riwayat stigmata atopi (asma bronkial, rinitis alergik,
konjungtivitis alergik, dermatitis atopik) dalam keluarganya. Keadaan atopi ini
diturunkan, mungkin tidak diekspresikan oleh gen tunggal, tetapi oleh banyak gen
(polygenic).1-3,14,16,20
Berbagai faktor intrinsik dan ekstrinsik berperan dalam perjalanan
penyakit. Faktor intrinsik meliputi faktor herediter yaitu adanya kerentanan genetik,
kelainan imunologi, dan penurunan fungsi sawar kulit yang merupakan faktor
pedisposisi. Faktor ekstrinsik seringkali berperan sebagai faktor pencetus dalam
mekanisme terjadinya DA, antara lain bahan iritan, bahan alergen, iklim, stres
8
2.1.3.1 Herediter
Terdapatnya atopi pada orang tua, terutama dermatitis berhubungan erat
dengan manifestasi dan derajat keparahan DA pada anak, sedangkan manifestasi atopi
lainnya tidak terlalu berpengaruh.3 Riwayat keluarga didapatkan pada 70% kasus,
diturunkan bukan secara simple dominant inheritance karena dapat terjadi kedua orang tua normal dengan anak menderita DA. Juga sebaliknya juga bukan simple recessive trait karena dapat terjadi kedua orang tua menderita DA dengan anak yang normal. Gen yang berperan dalam terjadinya atopi (hyper-IgE responsiveness) diduga didapatkan pada kromosom yang mengontrol produksi IgE yaitu kromosom 11q13
yang mengkode reseptor tipe 1Fc sub unit β dari IgE, dipengaruhi oleh faktor
lingkungan terutama pada masa anak-anak sehingga meningkatkan frekuensi DA.1-3
2.1.3.2 Kelainan Imunologi
Kelainan imunologi yang menyebabkan terjadinya DA terdiri dari 2 fase yaitu
EPR (early phase reaction) yang terjadi antara 15-60 menit setelah penderita berhubungan dengan antigen, antigen ini akan terikat IgE yang terdapat pada
permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan beberapa mediator kimia
antara lain histamin yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan kulit. Tiga sampai
empat jam setelah EPR terjadilah LPR (late phase reaction) dimana terjadi ekspresi adhesi molekul pada dinding pembuluh darah dimana yang diikuti tertariknya
eosinofil, limfosit, monosit, ketempat tersebut sehingga berakibat radang pada kulit,
dimana mekanismenya terjadi peningkatan aktifitas Th2 untuk memproduksi IL-3,
9
membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi
tidak terjadi peningkatan aktifitas Th1 (CD4) untuk memproduksi IFN-γ yang
berfungsi menghambat sel B mensintesis IgE, hal ini menunjukkan adanya gangguan
fungsi dari sitokin. 2 Pada pasien DA terdapat reseptor cutaneous lymphocyte antigen dipermukaan sel Th2 menarik sel radang kekulit. Jadi kelainan imunologi yang utama
pada DA berupa pembentukan IgE yang berlebihan, sehingga memudahkan
terjadinya hipersensitifitas tipe anafilaksis, gangguan regulasi sitokin dan penurunan
delayed hypersensitivity.1-3
2.1.3.3 Penurunan fungsi pertahanan kulit
DA dihubungkan dengan penurunan pada fungsi pertahanan kulit
dikarenakan adanya penurunan regulasi dari filaggrin dan lorikrin, pengurangan
kadar seramid, peningkatan kadar enzim proteolitik endogen, dan peningkatan
dari Transepidermal Water Loss (TEWL).2 Penambahan sabun dan detergen pada kulit akan menaikkan pH-nya, sehingga akan meningkatkan aktivitas protease
endogen, selanjutnya akan mengarah pada kerusakan dari fungsi pertahanan
epidermal yang lebih jauh. Hal ini akan diperburuk dengan adanya keikutsertaan
inhibitor protease endogen tertentu pada kulit atopik. Perubahan epidermal ini
cenderung mengkonstribusikan terhadap peningkatan absorbsi alergen ke dalam
kulit dan terjadinya kolonisasi mikrobial.1-3
2.1.3.4 Bahan iritan
Bahan iritan merupakan bahan yang langsung mempunyai efek terhadap kulit,
10
paparan suhu dan kelembaban, alkohol dan astringen. Bahan iritan akan semakin meningkat pengaruhnya dengan meningkatnya konsentrasi dan semakin lama kontak,
menyebabkan kulit menjadi merah gatal atau terbakar. Efek ini pada tiap penderita
tidak sama, ada yang bereaksi terhadap baju yang kasar, wool atau serat sintetik.
Sabun dan detergen dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering dan lebih gatal.
Beberapa parfum dan kosmetik, desinfektan seperti klorin, mineral oil/solvents, debu dan pasir juga dapat mengiritasi kulit sehingga memperberat penyakit.1-3
2.1.3.5 Bahan alergen
Aeroalergen yang mengandung tungau debu rumah dapat meningkatkan
derajat keparahan dan eksaserbasi dari DA pada penderita DA yang tinggal dalam
lingkungan yang kotor dan berdebu. Pakaian baru harus dicuci, untuk menghilangkan
formaldehid atau tambahan bahan kimia lain. Detergen cair kurang mengiritasi
dibanding detergen bubuk, dan sebaiknya dilakukan pembilasan beberapa kali untuk
menghilangkan detergen yang tersisa.1-3
2.1.3.6 Iklim
Pada pasien DA diduga terjadi kelainan intrinsik pada sistem parasimpatik
sehingga mengganggu fungsi termoregulator yang mempengaruhi eksaserbasi
penyakit, biasanya membaik pada musim panas dan memburuk pada musim dingin
dan kering. Keadaan cuaca panas atau olah raga menyebabkan berkeringat juga
menjadi pencetus penyakit DA, tergantung dari keseimbangan antara panas dan
11
2.1.3.7 Stres emosional
Stres emosional menyebabkan hiporesponsif sumbu hypothalamus-pituitary-adrenal, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan alamiah tubuh untuk memproduksi kortisol dan menekan inflamasi sebagai respon terhadap stres.1-3
2.1.3.8 Mikroba sebagai alergen
Staphylococcus aureus (SA) sangat penting pada pasien dengan DA (sebagai patogen dan superantigen). Leyden melaporkan adanya kolonisasi SA pada 90% lesi
kulit pasien DA, sebaliknya hanya 5% kolonisasi SA pada individu non atopik,
karena pasien DA mempunyai masalah dengan sistem imunitas seluler sehingga lebih
mudah terkena infeksi bakteri. Memburuknya keradangan pada pasien DA, karena
SA dapat meningkatkan perlekatan pada keratinosit, dan terjadi perubahan komposisi
lemak dipermukaan sel, menyebabkan bertambah suburnya kolonisasi SA. Selain itu
SA dapat melepaskan protein A, alfa toksin dan eksotoksin sebagai superantigen yang
mempunyai efek sitotoksik terhadap keratinosit sehingga melepaskan TNF-α.
Antigen SA dapat merangsang produksi Ig E karena eksotoksin SA merupakan
superantigen yang mengaktifkan limfosit B untuk melepaskan Ig E lebih banyak. 1-3
2.1.4 Imunopatologi Dermatitis Atopik
Kulit yang tidak terpengaruh secara klinis pada pasien DA memanifestasikan
hiperplasia epidermal ringan, hiperkeratosis ringan dan sebukan ringan sel radang
yang terutama terdiri dari limfosit dermis. Lesi kulit eksema akut dikarakteristikkan
dengan edema interseluler (spongiosis) pada epidermis. Sel dendritik yang
12
kulit yang tanpa lesi untuk DA yang terdapat pada permukaan perlekatan
molekul immunoglobulin E (IgE).1-3
2.1.4.1 Sitokin dan kemokin
Inflamasi kulit atopik dilatar belakangi oleh penekanan lokal proinflamasi
sitokin dan kemokin. Sitokin seperti contoh TNF-α dan IL-1 dari sel setempat
(keratinosit, sel mast, sel dendritik) berikatan dengan reseptor pada endothelium
vaskuler, mengaktivasi jalur sinyal seluler, yang mana mengarah pada molekul adhesi
induksi sel endothelial vaskuler. Kejadian ini menginisiasi proses kebersamaan,
aktivasi, dan adhesi pada endotelium vaskuler yang disertai dengan ekstravasasi sel
inflamasi ke dalam kulit. Sekali sel inflamasi telah berinfiltrasi ke dalam kulit,
mereka memberikan respon terhadap gradiensi khemostatik yang ditetapkan oleh
khemokin yang mana berawal dari sisi cedera atau infeksi.1-3
2.1.4.2 Keratinosit
Keratinosit memainkan peranan penting dalam augmentasi inflamasi atopik
kulit. Keratinosit mensekresikan suatu profil kemokin dan sitokin yang unik
setelah pembukaan sitokin proinflamasi. Hal ini termasuk RANTES dalam
kadar yang tinggi setelah penstimulasian dengan TNF-α dan IFN-gamma.
Keratinosit juga memainkan peranan penting dalam respon awal imun
kulit melalui ekspresi reseptor seperti Toll, produksi sitokin proinflamasi dan antimikroba peptida (seperti contoh defensin dan katelisidin β) sebagai respon
terhadap cedera kulit atau mikroba yang menginvasi. Beberapa penelitian saat
13
pengurangan jumlah peptida antimikroba dan hal ini dapat mempredisposisikan
seorang individu pada kolonisasi kulit dan infeksi dengan SA, virus, dan jamur. 1-3
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis DA adalah gatal (pruritus), pada bayi dan anak-anak sering
terjadi didaerah muka dan bagian ekstensor, sedang pada dewasa terjadi pada bagian
fleksural. Akibat garukan akan terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam
misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel,
erosi, ekskoriasi dan krusta. DA dibagi menjadi tiga bentuk yaitu DA infantil (pada
usia 2 bulan sampai 2 tahun), DA anak-anak (pada usia 2 tahun sampai 12 tahun) dan
DA pada dewasa (lebih dari 12 tahun).1,2,14,18,20-23
Bentuk infantil (2 bulan – 2 tahun). Masa awitan paling sering pada usia 2 – 6
bulan. Lesi mulai di muka (pipi, dahi) dan kulit kepala tetapi dapat pula mengenai
tempat lain (badan, leher, lengan dan tungkai). Bila anak mulai merangkak, lesi
ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema dan papulo vesikel miliar yang sangat gatal.
Karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang
mengalami infeksi. Garukan di mulai setelah usia 2 tahun. Rasa gatal ini sangat
mengganggu sehingga anak gelisah, susuah tidur dan menangis. Lesi menjadi kronis
dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada
usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk
14
Bentuk anak (2 – 12 tahun). Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau
timbul sendiri. Lesi mengering, likenifikasi, batas tidak tegas, karena garukan terlihat
pula ekskoriasi memanjang dan krusta. Tempat predileksi di lipat siku ,lipat lutut,
leher, pergelangan tangan dan kaki, jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering,
likenifikasi atau eksudasi, bibir dan perioral dapat pula terkena, kadang juga pada
paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan yaitu lipatan
kulit dibawah kelopak mata bawah.1,2,14,18,20-23
Bentuk remaja dan dewasa (lebih dari 12 tahun). Tempat predileksi di muka
(dahi, kelopak mata, perioral), leher, dada bagian atas, lipat siku, lipat lutut,
punggung tangan biasanya simetris. Gejala utama adalah pruritus; kelainan kulit
berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan krusta. Umumnya DA bentuk remaja dan
dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30
tahun. Sebagian kecil dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan
kelainan setempat, misalnya di bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, puting susu,
skalp. 1,2,14,18,20-23
Selain terdapat kelainan tersebut, kulit penderita tampak kering dan sukar
berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, sehingga penderita mudah gatal, apalagi
bila berkeringat. Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis,
hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan Dennie-Morgan, penipisan alis bagian luar (tanda Hertoghe), keilitis, katarak
15
numular). Selain itu, penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak
urtikaria, reaksi anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga. 18,20-23
2.1.6 Diagnosis
DA ditegakkan dari anamnesis, riwayat keluarga dan pemeriksaan fisik,
sedangkan laboratorium tidak mempunyai nilai yang kuat. Kriteria diagnostik mayor
dan minor berdasarkan gambaran klinis dipelopori oleh Rajka (1975) serta Hanifin
dan Lobitz (1977) yang kemudian dimodifikasi kembali oleh Hanifin dan Rajka
1980.1-4,21-25
Tabel 2.1. Kriteria Hanifin dan Rajka
Kriteria mayor Kriteria minor 1.Pruritus
2 Morfologi dan distribusi lesi khas; Likenifikasi fleksural atau
hiperlinearis pada dewasa. Mengenai wajah dan ekstensor pada bayi dan anak
3.Dermatitis kronik atau kronik berulang
4.Riwayat atopi pada pasien atau Keluarga
-Kulit kering
-Iktiosis/hiperlinearis palmar/keratosis pilaris -Peningkatan kadar IgE serum
-Usia awitan dini
-Kecenderungan mendapat infeksi kulit akibat gangguan imunitas selular
-Kecenderungan mendapat dermatitis non spesifik pada tangan dan kaki
-Intoleransi terhadap wol dan pelarut lemak -Aksentuasi perifolikular
-Intoleransi makanan
-Perjalanan penyakit dipengaruhi lingkungan/emosi -Demografisme putih/delayed balnch
16
Kriteria diagnostik Hanifin dan Rajka berguna dalam mengklasifikasikan
kasus. Kriteria ini disokong oleh UK Working Party’s Diagnostic Criteria for Dermatitis. Untuk mendiagnosis DA harus mendapat tiga dari empat kriteria mayor dan tiga dari sejumlah kriteria minor.20-25
2.1.7 Diagnosis banding
Distribusi dan bentuk lesi pada DA berbeda menurut usia, tetapi rasa gatal
adalah gejala utama DA. Walaupun banyak keadaan kulit dapat menyerupai DA,
karakteristik tertentu dapat membantu untuk menegakkan diagnosis banding.
Dermatitis seboroik ditandai oleh suatu erupsi berskuama, salmon-colored atau kuning berminyak, yang mengenai kulit kepala, pipi, badan, ekstremitas, dan daerah
popok. Gambaran utama yang membedakannya dengan DA, antara lain awitan yang
lebih awal, serta lesi berminyak berwarna kekuningan, atau salmon-colored.1-3 Dermatitis kontak iritan sering terjadi pada bayi dan anak kecil. Pada penyakit
ini, tempat erupsi bervariasi bergantung pada bahan penyebab. Biasanya terlihat pada
pipi dan dagu, sisi ekstensor ekstremitas, dan daerah popok/diaper area. Kelainan pada dermatitis karena iritasi biasanya lebih ringan, derajat gatal ringan, dan tidak
berbentuk eksematoid seperti kelainan kulit pada DA.1-3
Dermatitis kontak alergika, walaupun jarang terjadi pada bulan pertama
kehidupan, lesi dapat mirip hampir semua jenis erupsi eksim, ditandai dengan erupsi
berbatas tegas, eritematosa, papular, dan vesikular. Penyakit ini sering memerlukan
riwayat penyakit yang rinci dan pengamatan lebih lama sebelum bahan penyebab
17
DA dapat juga didiagnosis banding dengan dermatitis numularis, psoriasis,
skabies, penyakit Lettere-Siwe, akrodermatitis enteropatika dan juga Sindrom
Wiskott-Aldrich.1-3
2.1.8 Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium tidak diperlukan pada evaluasi rutin dan penatalaksanaan DA
yang tidak berkomplikasi. Level serum IgE meningkat pada sekitar 70- 80 % pasien
DA. Ini berkaitan dengan sensitisasi terhadap alergen inhalan dan alergen makanan
dan / atau rinitis alergika dan asma bronkhial yang bersamaan. Secara berlawanan,
20 – 30 % pasien DA memiliki level serum IgE yang normal. Sub tipe DA ini
memiliki sensitisasi IgE yang kurang terhadap alergen inhalan atau alergen makanan.
Tetapi beberapa dari pasien ini memiliki sensitisasi IgE terhadap antigen mikrobial
seperti toksin SA dan Candida albicans atau Malassezia sympodialis dan ini dapat dideteksi. Mayoritas pasien DA juga memiliki eosinofilia darah tepi. Pasien DA
memiliki pelepasan histamin spontan yang meningkat dari basofil. Temuan ini
kemungkinan besar merefleksikan suatu respon imun sistemik Th2 pada DA
teristimewa pada pasien-pasien yang memiliki level serum IgE yang meningkat. Yang
penting lagi, sel-sel skin homing CLA + darah tepi pada DA mengekspresikan CD4 atau CD8 yang secara spontan mengekskresikan IL-5 dan IL-13, yang secara
fungsional memanjangkan kelangsungan hidup eosinofil dan menginduksi sintesis
IgE.1-3
18
2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Diagram kerangka teori
DA
Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik
-Herediter (kerentanan genetik)
-Kelainan Imunologi -Penurunan fungsi sawar kulit
-Bahan iritan -Bahan alergen -Iklim
19
2.3. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Diagram kerangka konsep
Karakteristik Penderita 1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Riwayat penyakit atopi pada keluarga
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif yang dilakukan secara
retrospektif dengan mengunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien DA
yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli
2013 – 31 Juni 2014.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 sampai Agustus 2014 3.2.2. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian rekam medis Klinik Dermatologi RSIA Stella
Maris Medan.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian
Seluruh pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella
Maris Medan dan tercatat dalam rekam medis.
3.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh bagian dari populasi yang didapat
dari data sekunder yaitu rekam medis dari Klinik Dermatologi RSIA Stella
21
Besar sampel pada penelitian ini adalah seluruh bagian jumlah populasi ( total
sampling).
Pengambilan sampel diambil dari kasus yang tercatat pada rekam medis di
tempat penelitian.
3.4. Bahan dan Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Bahan
Data yang diambil pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diambil
dari rekam medis penderita DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi
RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
3.4.2. Metode Pengumpulan Data
a. Pengumpulan data pasien DA periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014 yang
mempunyai rekam medis dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis
Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan.
b. Pencatatan data pasien DA meliputi usia, jenis kelamin, riwayat penyakit
atopi pada keluarga dan sebaran lokasi lesi pada periode 1 Juli 2013 – 31 Juni
2014 dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Klinik Dermatologi RSIA
Stella Maris Medan.
c. Data pasien DA pada periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014 yang diperoleh
kemudian ditabulasi dan disajikan kedalam tabel distribusi berdasarkan usia,
jenis kelamin, riwayat penyakit atopi pada keluarga dan sebaran lokasi lesi.
22
3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1 Kriteria Inklusi
Seluruh pasien DA yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella
Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
3.5.2 Kriteria Eksklusi
a. Data rekam medis pasien DA yang tidak lengkap mencatat variable yang
diperlukan untuk penelitian.
b. Pasien yang datang untuk kontrol dengan penyakit yang sama.
3.6. Definisi Operasional
1. Rekam Medis adalah keterangan tertulis tentang identitas , anamnesis,
pemeriksaan fisik , diagnosis, tindakan medis dan pengobatan pasien
dermatitis atopik yang datang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella
Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014.
2. Dermatitis atopik (DA) adalah penyakit peradangan kulit yang ditandai
dengan rasa gatal bersifat kronik dan kambuh-kambuhan yang sering timbul
pada masa bayi dan anak, dapat berlanjut atau dimulai pada masa dewasa.
3. Pasien DA adalah pasien yang diagnosis sebagai DA berdasarkan kriteria
Hanifin Rajka yang memenuhi syarat terdapat 3 dari 4 kriteria mayor
23
4. Usia adalah usia pasien yang dihitung dari tanggal lahir, dimana bila lebih
dari 6 bulan usia dibulatkan keatas, dan bila kurang dari 6 bulan usia
dibulatkan ke bawah berdasarkan catatan di rekam medis.
5. Kelompok usia adalah berdasarkan kriteria Kelompok Studi Dermatologi
Anak yaitu pembagian kelompok usia berdasarkan gambaran klinik.
6. Jenis Kelamin adalah identitas pasien yang tercatat di rekam medis yang dapat
digunakan untuk membedakan pasien laki-laki dan perempuan.
7. Riwayat penyakit atopi pada keluarga adalah catatan riwayat penyakit atopi
pada keluarga (urtikaria, dermatitis atopik, rhitis alergika, asma dan
konjungtivitis alergika) yang ditanyakan pada waktu anamnesis dan tercatat di
rekam medis.
8. Sebaran lokasi lesi adalah lokasi lesi ( wajah, leher, ekstensor ekstremitas,
lipat siku, lipat lutut, dan lain-lain) yang dijumpai pada penderita DA pada
saat datang berobat.
3.7. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul di tabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
24
3.8. Kerangka Operasional
Gambar 3.1 Diagram kerangka operasional
Pengumpulan data pasien DA yang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
Data di analisis secara deskriptif
Pencatatan riwayat penyakit atopi pada keluarga dan sebaran lokasi lesi. Pencatatan jumlah kunjungan pasien DA yang berobat ke Klinik Dermatologi
RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
Pencatatan data demografi pasien DA yang berobat ke Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dari hasil pengumpulan data rekam medik, jumlah pasien DA yang datang berobat ke
Klinik Dermatologi RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
adalah sebanyak 125 orang
4.1 Karakterisitk Subjek Penelitian 4.1.1 Usia
Berdasarkan kelompok usia, sebaran pasien DA dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1. Sebaran Pasien Dermatitis Atopik Berdasarkan Kelompok Usia --- Usia Pasien Dermatitis atopik
--- Jumlah % ---
< 2 tahun 36 28,8 2-12 tahun 65 52 >12 tahun 24 19,2 --- TOTAL 125 100
Pada penelitian ini didapatkan persentase pasien DA terbanyak pada kelompok usia
2-12 tahun, yaitu sebanyak 65 orang (52%) disusul dengan kelompok usia dibawah 2
tahun sebanyak 36 orang ( 28,8%) dan kelompok usia diatas 12 tahun sebanyak 24
26
Menurut penelitian Svensson, DA sering didapatkan pada bayi dan anak26. Kay dkk
melaporkan dari 1077 penderita DA usia 3-11 tahun yang diteliti didapatkan 215
orang (20%) kelompok usia 3-5 tahun.7 Marks dkk pada tahun 1999 meneliti 2491
penderita DA anak usia sekolah (usia 4-18 tahun) mendapatkan angka prevalensi DA
tertinggi (18,7%) pada kelompok usia 4-6 tahun.8
Didapatkan perbedaan persentase jumlah penderita DA dibandingkan dengan
penelitian Kay dkk dan Mark dkk, karena jumlah sampel yang diteliti berbeda.
Pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Svensson, yang menyatakan bahwa
penderita DA sering didapatkan pada bayi dan anak, dimana pada penelitian ini
didapatkan jumlah pasien DA terbanyak pada kelompok usia bayi (< 2 tahun )
sebanyak 28,8% dan kelompok usia anak-anak ( 2-12 tahun) sebanyak 52 %.
Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Kay ddk serta Mark dkk yang
menyatakan penderita DA paling banyak dijumpai pada anak usia sekolah (2-12
tahun) yaitu sebanyak 52%.
27
4.1.2 Jenis Kelamin
Jika dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, proporsi pasien dermatitis atopik
tercantum pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Sebaran Pasien Dermatitis Atopik Berdasarkan Jenis Kelamin ---
Pada penelitian ini, dari 125 pasien DA didapatkan 57 orang (45,6%) laki-laki dan 68
orang (54,4%) perempuan. Penelitian Sudigdoadi di Bandung mendapatkan penderita
DA perempuan (60%) lebih banyak daripada laki-laki (40%)27. Demikian pula Marks
dkk pada tahun di Australia, mendapatkan penderita DA perempuan (17,7%) lebih
banyak daripada laki-laki (14,8%)8. Sedangkan penelitian Dhar dan Kanwar
mendapatkan penderita DA laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 2,3 : 1 pada fase infantil dan 1,09 : 1 pada fase anak.28 Menurut
Schmied dan Saurat penderita DA laki-laki dan perempuan didapatkan hampir sama
banyaknya dengan perbandingan 1,2 : 1.29 Pada penelitian ini didapatkan
perbandingan jenis kelamin pasien DA laki-laki dengan perempuan sama dengan
penelitian Sudigdoadi dan Marks dkk dimana dijumpai pasien perempuan (54,4%)
28
4.2. Karakteristik Pasien DA
4.2.1. Riwayat Penyakit Atopi pada Keluarga
Berdasarkan riwayat penyakit atopi pada keluarga karakteristik penderita DA dapat
dilihat pada tabel 4.3
Tabel 4.3. Sebaran Riwayat Penyakit Atopi Pada Keluarga
--- Riwayat penyakit atopi pada keluarga Jumlah pasien %
--- Tidak ada riwayat atopi 10 8
Ada riwayat atopi 115 92 --- TOTAL 125 100
Pada penelitian ini, dari 125 orang pasien DA didapatkan 115 orang (92%)
mengatakan mempunyai riwayat penyakit atopi pada keluarga dan 10 orang (8%)
pasien DA yang mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit atopi pada
keluarganya. Hal ini terjadi mungkin disebabkan karena pasien tidak tahu dengan
29
4.2.2 Riwayat Penyakit Atopi pada keluarga berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.4. Sebaran Riwayat Penyakit Atopi Pada Keluarga berdasarkan Jenis Kelamin
--- Riwayat penyakit atopi pada keluarga Jenis Kelamin --- Laki-laki Perempuan ---
Tidak ada riwayat atopi 2 8
Ada riwayat atopi 55 60
---
TOTAL 57 68
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis kelamin sebaran dengan riwayat
penyakit atopi pada keluarga lebih banyak dijumpai pada kelompok perempuan (60
orang) dibandingkan dengan kelompok laki-laki ( 55 orang), demikian juga dengan
tanpa riwayat penyakit atopi pada keluarga lebih banyak dijumpai pada kelompok
30
4.2.3 Sebaran Lokasi Lesi
Lokasi lesi DA berdasarkan fase tercantum pada tabel 4.4 Tabel 4.5. Sebaran Lokasi Lesi Pada Pasien DA
---
Dari tabel 4.5. dapat dilihat sebaran lokasi lesi pada penderita DA sangat bervariasi,
di wajah, ekstensor ekstremitas, fosa kubiti dan poplitea, serta leher. Lesi lainnya
didapatkan di punggung, punggung dan dada serta perut dan tengkuk.
Pada penelitian ini lokasi lesi yang terbanyak dijumpai yaitu pada daerah ekstensor
ekstremitas dan lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut,
bokong dan punggung jari-jari kaki sebanyak 35,2 %.
Menurut Rajka dan Leung dkk, lesi DA fase infantil umumnya didapatkan di pipi,
dahi dan kulit kepala. Lesi awal lebih sering terjadi di pipi, juga dapat terjadi di fosa
31
berjalan, lesi kulit beralih kedaerah ekstensor ekstremitas 1,4. Hal tersebut sesuai
dengan hasil penelitian ini.
4.2.4 Sebaran Lokasi Lesi berdasarkan Kelompok Usia
Tabel 4.6. Sebaran Lokasi Lesi Pada Pasien DA berdasarkan Kelompok Usia ---
Dari tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa pada kelompok usia 2-12 tahun yang
merupakan kelompok usia yang terbanyak pada penelitian ini sebaran lokasi lesi yang
terbanyak dijumpai adalah pada daerah ekstensor dan daerah lain-lainnya yang
meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut, bokong dan punggung jari-jari kaki.
Sedangkan pada kelompok usia < 2 tahun lokasi lesi yang terbanyak dijumpai adalah
pada daerah wajah, leher dan lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk,
32
lokasi lesi yang paling banyak dijumpai adalah pada daerah lipat siku, lipat lutut dan
lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut, bokong dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa
• Jumlah pasien yang didiagnosis dengan DA berdasarkan Kriteria
Hanifin-Rajka di RSIA Stella Maris Medan periode 1 Juli 2013 – 31 Juni 2014
didapati sebanyak 125 orang.
• Untuk karakteristik pasien DA berdasarkan usia terbanyak didapati pada
kelompok usia 2-12 tahun, yaitu sebanyak 65 orang (52%) disusul dengan
kelompok usia dibawah 2 tahun sebanyak 36 orang ( 28,8%) dan kelompok
usia diatas 12 tahun sebanyak 24 orang (19,2%).
• Untuk karakteristik pasien DA berdasarkan jenis kelamin didapatkan 57 orang
(45,6%) laki-laki dan 68 orang (54,4%) perempuan
• Riwayat penyakit atopi pada keluarga dapat sebagai faktor resiko terjadinya
dermatitis atopik dimana pada penelitian ini dijumpai 115 orang (92%)
mempunyai riwayat penyakit atopi pada keluarga.
• Berdasarkan jenis kelamin sebaran dengan / tanpa riwayat penyakit atopi pada
keluarga lebih banyak dijumpai pada kelompok perempuan dibandingkan
dengan kelompok laki-laki
• Untuk karakteristik pasien DA berdasarkan sebaran lokasi lesi didapati bahwa
34
dan lain-lainnya yang meliputi daerah punggung, tengkuk, dada, perut,
bokong dan punggung jari-jari kaki yaitu sebanyak 35,2 %.
• Pada kelompok usia 2-12 tahun sebaran lokasi lesi yang terbanyak dijumpai
adalah pada daerah ekstensor dan daerah lain-lainnya yang meliputi daerah
punggung, tengkuk, dada, perut, bokong dan punggung jari-jari kaki.
5.2 Saran
• Perlu dilakukan perekaman rekam medis yang lebih lengkap.
• Dianjurkan penelitian lebih lanjut dengan karakteristik pasien DA yang lebih
banyak untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai pasien
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Leung YM, Eichenfield LF, Boguniewicz M. Atopic Dermatitis In: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Goldsmith AL, Austen KF, Katz S, eds. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine.6th ed. New York: Mc Graw Hill Inc; 2003:1180-94.
2. Holden CA, Parish WE Atopic Dermatitis In : Champion RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, eds Rooks/Wilkinson/Ebling, Textbook of Dermatology.6th ed Vol 1, London : Balckwell Science; 1998.p. 681-708. 3. Boguniewicz M, Leung DYM. Atopic Dermatitis. In: Leung DYM, Greaves
MW eds. Allergic Skin Disease A Multidisciplinary Approach, New York: Marcel Dekker Inc; 2000: 125-169.
4. Hanifin JM, et al. Guidelines of care for atopic dermatitis. Journal American Dermatology 2004; 50: 391-404.
5. Allain JP, Novak N, Bieber T. Atopic Dermatitis In: Baran R, Maibach HT eds. Textbook of Cosmetic Dermatology, 3rd edition, London, Taylor & Francis Group; 2005:369-374.
6. Rothe MJ, Grant-Kels JM. Atopic Dermatitis An update. J Am Acad Dermatol. 1996; 35: 1-13.
7. Kay J, Gawkrodger DJ, Mortimer MJ, Jaron AG. The prevalence of childhood atopic eczema in general population. J Am Acad Dermatol 1994; 30: 35-9. 8. Marks R, Kilkeny M, Plunkett A, Merlin K. The prevalence of common skin
conditions in Australian school students: Atopic dermatitis. Br J Dermatol 1999; 31: 467-73.
9. Lapidus CS, Schwarz DF, Honig PJ. Atopic dermatitis in children: Who cares? Who pays? J Am Acad Dermatol 1993; 28: 699-703.
10.Boediardja SA, Sugito TL, Wisesa TW. The Prevalence of Skin Diseases Among Indonesian Children, 2001, Konas Perdoski, Medan; 2002.
11.Tanjung C. Spektrum Kelainan Kulit pada Anak Dalam: Pasaribu S, Siregar AA, Yuliati eds. Naskah Lengkap Simposium Dermatologi Anak. Masalah Kulit pada Bayi dan Anak serta Penatalaksanaannya, Medan, 2000; 1-12.
12.Indonesian Pediatric Dermatology Study Group. Laporan Morbiditas Sepuluh Penyakit Terbanyak Divisi Dermatologi Pediatrik Se-Indonesia: 2010
13. Indonesian Pediatric Dermatology Study Group. Laporan Morbiditas Sepuluh Penyakit Terbanyak Divisi Dermatologi Pediatrik Se-Indonesia: 2011
14.Kunz B, Ring J. Clinical Features and Diagnostic Criteria of Atopic Dermatitis In: Harper J, Oranje A, Prose N, et al eds. Textbook of Pediatric Dermatology. London : Blackwell Science; 2000:199-214.
36
16.Boediardja SA. Faktor Genetik pada Dermatitis Atopik. Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, eds. Dermatitis pada Bayi dan Anak, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2004.h. 96-104.
17.Morren MA, Przybilla B, Bamelis M, Heykants B, Reynaers A, Degreef H, Atopic dermatitis: triggering factors. J Am Acad Dermatol 1994; 31: 467-73. 18.Jacoeb TNA. Manifestasi Klinis Dermatitis Atopik pad Bayi dan Anak
Dalam: Boediardja SA, Sugito TL, Rihatmadja R, eds. Dermatitis pada Bayi dan Anak, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2004:58-78. 19.Soebaryo RW. Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik Dalam: Boediardja
SA, Sugito TL, Rihatmadja R, eds. Dermatitis pada Bayi dan Anak, Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2004: 45-57.
20.Djuanda S, Sularsito SA. Dermatitis Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediardja SA eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Cetakan Keempat, Jakarta, FKUI; 2002:131-134.
21.Beltrani VS, Boguneiwicz M. Atopic Dermatitis. Dermatology online Journal 2004; 9(2):1-28.
22.Odom RB, James WD, Berger TG. Editors. Atopic Dermatitis, Eczema and Non infection Immunodeficiency Disorders In: Andrew’s Disease of the Skin 9th ed, Philadelphia, WB Saunders Company; 2000:69-94.
23.Habif TP, Quitadamo MJ, Campbell J, Zug KA. Skin Disease Diagnosis and Treatment, London, Mosby; 2001:50-53.
24.Hanifin JM, Atopic Dermatitis. In: Moschella SL, Hurley HJ eds. Dermatology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1992:441-464. 25.Welsh EC, Kerdel FA. Dermatitis In Kerdel FA, Acosta FJ eds. Dermatology
Just the Facts, New York: Mc Graw Hill; 2003: 65-67.
26.Svensson A. Atopic dermatitis-epidemiology. In: Waersted A, Roksvaag PO, Beermann B, Strandberg K eds. Workshop trestment of atopic dermatitis Norway: Norwegian Medicine Control Authority; 1999: 36-50.
27.Sudigdoadi. Alergi makanan pada penderita dermatitis atopik (laporan pendahuluan). Disampaikan pada Kongres Nasional VIII PERDOSKI, Yogyakarta 7 Juli 1995
28.Kanwar AJ, Dhar S, Kaur S. Evaluation of minor clinical features of atopic dermatitis. Pediatr Dermatol 1991; 8: 114-6.
37
Lampiran 1
STATUS PASIEN DERMATITIS ATOPIK
Nama :... Umur/Tgl lhr :...
Jenis Kelamin :... Alamat/telp :...
Nama orang tua:...
ANAMNESIS (Tanggal……….)
Apakah ada keluarga dengan riwayat atopi? ( ) Ya ( ) Tidak
PEMERIKSAAN FISIK
Status dermatologik :
Lokasi lesi : a. pelipatan siku ( )
b. pelipatan lutut ( )
c. leher ( )
d. lain-lain ( sebutkan ) ( )
DIAGNOSIS :
41
122 CL 6 L (+) 5,6
123 CW 16 L (-) 6
124 W 2 bln L (+) 1,4,6
125 NHS 4 P (+) 5,6
Keterangan
L= Laki-laki, P= Perempuan Lokasi Lesi:
1. Wajah 2. Lipat siku 3. Lipat lutut 4. Leher
5. Ekstensor extremitas
42
43
Lampiran 4
1. Nama : dr. Djohan, SpKK
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
2. Tempat & Tanggal Lahir : Medan, 14 Oktober 1969
3. Usia : 45 tahun
4. Jenis Kelamin : Laki-laki
5. Status : Menikah
6. Pendidikan : Spesialis Kulit dan Kelamin
7. Agama : Buddha
8. Kebangsaan : Indonesia
9. Alamat : Jl Langkat No: 8 Medan 20234
10.Telp : 0816332756
Pendidikan Formal
1. SD : SD Sutomo 1 Medan
2. SMP : SD Sutomo 1 Medan
3. SMA : SMA Sutomo 1 Medan
4. S1 : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara