• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan histopatologis kolagen parut akne dengan terapi kombinasi microneedling dan subsisi antara yang disertai platelet rich plasma dengan disertai larutan salin fisiologis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan histopatologis kolagen parut akne dengan terapi kombinasi microneedling dan subsisi antara yang disertai platelet rich plasma dengan disertai larutan salin fisiologis"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN HISTOPATOLOGIS KOLAGEN PARUT AKNE DENGAN TERAPI KOMBINASI MICRONEEDLING DAN SUBSISI ANTARA YANG

DISERTAI PLATELET RICH PLASMA DENGAN DISERTAI LARUTAN SALIN FISIOLOGIS

TESIS Oleh

RINI AMANDA CAROLINA SARAGIH NIM: 087105002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DISERTAI PLATELET RICH PLASMA DENGAN DISERTAI LARUTAN SALIN FISIOLOGIS

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis bidang

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Oleh

RINI AMANDA CAROLINA SARAGIH NIM: 087105002

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Tesis : Perbandingan histopatologis kolagen parut akne dengan terapi

kombinasi microneedling dan subsisi antara yang disertai platelet rich plasma dengan disertai larutan salin fisiologis

Nama : Rini Amanda Carolina Saragih Nomor Induk : 087105002

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik Bidang : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Remenda Siregar, SpKK) Prof.dr.H.M.Nadjib D. Lubis, SpPA(K)

Ketua Program Studi Ketua Departemen

(dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K)) (Prof.DR.dr.Irma D.Roesyanto-Mahadi,SpKK(K))

(4)

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah penulis nyatakan dengan benar

Nama : Rini Amanda Carolina Saragih NIM : 087105002

(5)

i

PERBANDINGAN HISTOPATOLOGIS KOLAGEN PARUT AKNE DENGAN TERAPI KOMBINASI MICRONEEDLING DAN SUBSISI

ANTARA YANG DISERTAI PLATELET RICH PLASMA DENGAN DISERTAI LARUTAN SALIN FISIOLOGIS

ABSTRAK

Akne vulgaris merupakan penyakit pilosebaseus yang umum dan dapat sembuh sendiri, namun sering menimbulkan gejala sisa berupa parut. Pendekatan multimodal untuk parut akne umumnya diperlukan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Teknik medical microneedling telah terbukti meningkatkan pembentukan jaringan baru dengan mengaktifkan kaskade penyembuhan luka.

Platelet rich plasma (PRP) dilaporkan menimbulkan kolagen yang lebih tersusun dibandingkan jaringan dari luka yang tidak diberikan PRP .

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP terhadap pembentukan kolagen baru pada parut akne. Dilakukan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP di salah satu pipi dan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0.9% di pipi lainnya pada 18 subyek penelitian dengan parut akne. Terapi tersebut diulang 4 minggu kemudian. Biopsi plong dilakukan pada salah satu parut akne tipe rolling sebelum terapi pertama, dan pada salah satu parut akne tipe rolling pada masing-masing pipi, 4 minggu setelah terapi kedua, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi terhadap spesimen yang diperoleh dengan melakukan pewarnaan hematoksilin eosin dan Masson’s trichrome stain.

Pola susunan kolagen normal lebih banyak dijumpai setelah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP (N=17) dibandingkan dengan setelah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% (N=16), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p= 0,889). Perbedaan antara gambaran kepadatan kolagen parut akne sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP adalah tidak bermakna secara statistik (p=0,291).

(6)

ii

HISTOPATHOLOGIC COMPARATION OF COLLAGEN IN ACNE SCARS TREATED WITH MICRONEEDLING AND SUBCISION COMBINATION THERAPY BETWEEN FOLLOWED BY PLATELET RICH PLASMA APPLICATION TO NORMAL SALIN APPLICATION

ABSTRACT

Acne vulgaris is a common and self limited disorder of the pilosebaceous unit, but often causes sequelae with scar formation. Multimodal approach for scar acne is usally needed to get satisfying result. Medical microneedling technique has been shown to increase new tissue formation by activating wound healing cascade. Platelet rich plasma (PRP) was reported promoting more organized collagen compared to tissue from wounds that were not treated with PRP .

This research aimed to investigate effect of microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application in new collagen formation on acne scar. Microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application was performed on one cheek and microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application was performed on another cheek of 18 subjects with acne scar. This treatment was repeated next 4 weeks. Punch biopsy was performed on a rolling acne scar before first treatment and on rolling acne scar of each cheek, 4 weeks after second treatment then the specimens examined histopathologically with hematoxyllin eosin stain and Masson’s trichrome stain.

Normal collagen pattern was found in more specimens after microneedling and subcision combination therapy followed by PRP application (N=17) compared to specimens after microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application (N=16), but this was not statistically signifficant (p= 0,889). The collagen density difference between acne scars after microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application with acne scars after microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application was not statistically signifficant (p=0,291).

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur, hormat, dan kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Allah Bapa yang Maha Pengasih lewat PutraNya yang tunggal Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas rahmat dan anugerah-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini yang merupakan persyaratan untuk memperoleh gelar keahlian dalam bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.

Dalam menjalani pendidikan spesialis ini, berbagai pihak telah turut berperan serta sehingga terlaksananya seluruh rangkaian pendidikan ini. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Terhormat :

1. dr. Remenda Siregar, Sp.KK, selaku pembimbing utama tesis ini yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.

2. Prof.dr.H.M.Najib D. Lubis, SpPA(K), selaku pembimbing kedua tesis ini, yang juga telah bersedia meluangkan waktu, pikiran dan tenaga serta dengan penuh kesabaran selalu membimbing, memberikan nasehat, masukan, koreksi dan motivasi kepada saya selama proses penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. dr. Irma D. Roesyanto-Mahadi, SpKK (K), sebagai Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai guru besar yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. dr. Chairiyah Tanjung, SpKK(K), sebagai Ketua Program Studi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan sebagai anggota tim penguji yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti pendidikan spesialis dibidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. DR. Syahril Pasaribu, SpA(K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk dapat melaksanakan studi pada Universitas yang Bapak pimpin.

6. Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

7. dr. Oratna Ginting, SpKK, dan dr. Kristo A. Nababan, SpKK sebagai anggota tim penguji, yang telah memberikan bimbingan dan koreksi untuk penyempurnaan tesis ini.

(8)

iv

mengikuti pendidikan spesialis di bidang Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

9. Para Guru Besar, Prof. Dr. dr. Marwali Harahap, SpKK (K), Prof. dr. Mansur A. Nasution, SpKK (K), serta seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK USU, RSUP. H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah membantu dan membimbing saya selama mengikuti pendidikan ini.

10.Bapak Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada saya selama menjalani pendidikan keahlian ini.

11.Seluruh staf/pegawai dan perawat di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, baik di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSU Dr. Pirngadi Medan, atas bantuan, dukungan, dan kerjasama yang baik selama ini. 12.Orang tua saya yang tersayang, drg. Reny J. Purba, yang dengan penuh

cinta kasih, keikhlasan, doa, kesabaran, dan pengorbanan yang luar biasa untuk mengasuh, mendidik, dan membesarkan saya, dan tidak bosan-bosannya memotivasi saya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Kiranya hanya Tuhan yang Maha Kuasa yang dapat membalas segalanya.

13.Suami saya tercinta, Dian M.J. Kaban, SH, terima kasih yang setulus-tulusnya atas segala pengorbanan, kesabaran dan pengertiannya serta untuk selalu memberikan dukungan, doa, semangat, bantuan disetiap saat hingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.

14.Anak saya yang tersayang, Adrian Raja Erbinar Kaban, semua jerih payah ini untukmu sayang.

15.Abang dan adik saya tercinta, dr. Sonny G.R. Saragih, Mked(Neurosurg.) dan dr. Rina Amalia C. Saragih, Mked(Ped), SpA, adik-adik ipar saya Anggereni G. Kaban, SP dan Prima O. Kaban, SE. Terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

16.Teman seangkatan saya, dr. Ahmad Fajar, Mked(KK),SpKK, dr. Nova Z. Lubis, dr. Wahyuni W. Suhoyo, dr. Irina Damayanti, dr. Cut Putri H, terima kasih untuk kerja sama, kebersamaan, waktu dan kenangan yang tidak akan pernah terlupakan selama menjalani pendidikan ini.

17.dr. Khairur Rahmah, SpKK, terima kasih untuk kerja sama yang baik dan kebersamaan dalam masa pendidikan dan melaksanakan penelitian untuk tesis ini.

18.dr. Dina A. Dalimunthe, Mked(KK), SpKK, dr. Rudyn R. Panjaitan, Mked(KK), SpKK, dr. Olivia Anggrenni, dr. Sufina Nasution, dr. Khairina N, SpKK, dr. Riana M. Sinaga, SpKK, dr. Deryne Anggia, Mked(KK), SpKK, dr. Herlin Novita Pane, Mked(KK), SpKK, dr. Sri Naita, Mked(KK), SpKK, yang telah menjadi menjadi teman berbagi cerita suka dan duka selama menjalani masa pendidikan dan penyelesaian tesis ini. 19.Semua teman-teman PPDS Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas

(9)

v

20.Seluruh keluarga dan handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Saya menyadari bahwa tesis ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini. Kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Akhir kata, dengan penuh kerendahan hati, izinkanlah saya untuk menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan, kekhilafan dan kekurangan yang telah saya lakukan selama proses penyusunan tesis dan selama saya menjalani pendidikan. Semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang telah diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan, kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan yang Maha Kuasa.

Medan, September 2013 Penulis

(10)

vi

(11)

vii

3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja ... 25

3.8.1 Alat dan bahan ... 25

3.8.2 Cara kerja ... 28

3.9 Kerangka Operasional ... 34

3.10 Definisi Operasional ... 34

3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 36

3.12 Ethical clearance ... 37

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian ... 38

4.2 Perbandingan Gambaran Histopatologis Susunan Kolagen ... 40

4.3 Perbandingan Gambaran Histopatologis Kepadatan Kolagen ... 44

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 50

(12)

viii

Sel-sel inflamasi dan protease ... Faktor-fator pertumbuhan dalam penyembuhan luka ... Karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia ... Karakteristik subyek penelitan berdasarkan jenis kelamin ... Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dengan sesudah terapi kombinasi microneedling

dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% ... Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum terapi dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP ... Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum terapi dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% ... Perbandingan gambaran histopatologi kepadatan kolagen parut akne antara sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP ... Perbandingan gambaran histopatologi kepadatan kolagen parut akne antara sebelum terapi dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP ... Perbandingan gambaran histopatologi kepadatan kolagen parut akne antara sebelum terapi dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% ...

(13)

ix

Parut akne atropi ... Sintesis, degradasi, dan regulasi kolagen pada perbaikan luka ...

Roller yang digunakan pada terapi microneedling ... Gambaran histopatologi kulit yang menunjukkan tempat tusukan jarum ... Gambaran histopatologi sebelum dan sesudah terapi

microneedling ...

Platelet rich plasma (PRP) ... Pola susunan kolagen ... Gambaran histopatologi sesudah terapi kombinasi microneedling

dan subsisi disertai pemberian PRP ... Gambaran histopatologi sesudah terapi kombinasi microneedling

dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% ...

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Naskah Penjelasan kepada Pasien / Orangtua/ Keluarga Pasien ... Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... Status Sampel Penelitian ... Persetujuan Komite Etik ... Data Penelitian ... Analisis Statistik ... Daftar Riwayat Hidup ...

(15)

xi

DAFTAR SINGKATAN ADP =Adenosine Diphospate

EGF = Epidermal Growth Factor FGF = Fibroblast Growth Factor HE = Hematoksilin Eosin

HIV = Human Immunodefficiency Virus IGF = Insulin-like Growth Factor

KGF = Keratinocyte Growth Factor MMP = Matrix Metalloproteinase

MT1-MMP = Membrane Type 1-Matrix Metalloproteinase MTS = Masson’s Trichrome Stain

NaCl = Natrium Klorida

PAF = Platelet-Activating Factor PDGF = Platelet-derived Growth Factor PRP = Platelet Rich Plasma

(16)

i

PERBANDINGAN HISTOPATOLOGIS KOLAGEN PARUT AKNE DENGAN TERAPI KOMBINASI MICRONEEDLING DAN SUBSISI

ANTARA YANG DISERTAI PLATELET RICH PLASMA DENGAN DISERTAI LARUTAN SALIN FISIOLOGIS

ABSTRAK

Akne vulgaris merupakan penyakit pilosebaseus yang umum dan dapat sembuh sendiri, namun sering menimbulkan gejala sisa berupa parut. Pendekatan multimodal untuk parut akne umumnya diperlukan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Teknik medical microneedling telah terbukti meningkatkan pembentukan jaringan baru dengan mengaktifkan kaskade penyembuhan luka.

Platelet rich plasma (PRP) dilaporkan menimbulkan kolagen yang lebih tersusun dibandingkan jaringan dari luka yang tidak diberikan PRP .

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP terhadap pembentukan kolagen baru pada parut akne. Dilakukan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP di salah satu pipi dan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0.9% di pipi lainnya pada 18 subyek penelitian dengan parut akne. Terapi tersebut diulang 4 minggu kemudian. Biopsi plong dilakukan pada salah satu parut akne tipe rolling sebelum terapi pertama, dan pada salah satu parut akne tipe rolling pada masing-masing pipi, 4 minggu setelah terapi kedua, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi terhadap spesimen yang diperoleh dengan melakukan pewarnaan hematoksilin eosin dan Masson’s trichrome stain.

Pola susunan kolagen normal lebih banyak dijumpai setelah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP (N=17) dibandingkan dengan setelah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% (N=16), namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p= 0,889). Perbedaan antara gambaran kepadatan kolagen parut akne sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP adalah tidak bermakna secara statistik (p=0,291).

(17)

ii

HISTOPATHOLOGIC COMPARATION OF COLLAGEN IN ACNE SCARS TREATED WITH MICRONEEDLING AND SUBCISION COMBINATION THERAPY BETWEEN FOLLOWED BY PLATELET RICH PLASMA APPLICATION TO NORMAL SALIN APPLICATION

ABSTRACT

Acne vulgaris is a common and self limited disorder of the pilosebaceous unit, but often causes sequelae with scar formation. Multimodal approach for scar acne is usally needed to get satisfying result. Medical microneedling technique has been shown to increase new tissue formation by activating wound healing cascade. Platelet rich plasma (PRP) was reported promoting more organized collagen compared to tissue from wounds that were not treated with PRP .

This research aimed to investigate effect of microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application in new collagen formation on acne scar. Microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application was performed on one cheek and microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application was performed on another cheek of 18 subjects with acne scar. This treatment was repeated next 4 weeks. Punch biopsy was performed on a rolling acne scar before first treatment and on rolling acne scar of each cheek, 4 weeks after second treatment then the specimens examined histopathologically with hematoxyllin eosin stain and Masson’s trichrome stain.

Normal collagen pattern was found in more specimens after microneedling and subcision combination therapy followed by PRP application (N=17) compared to specimens after microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application (N=16), but this was not statistically signifficant (p= 0,889). The collagen density difference between acne scars after microneedling and subcision combination therapy followed by platelet rich plasma application with acne scars after microneedling and subcision combination therapy followed by normal salin application was not statistically signifficant (p=0,291).

(18)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akne vulgaris merupakan penyakit pilosebaseus yang umum dan dapat sembuh sendiri, namun sering menimbulkan gejala sisa berupa parut.1 Pada laporan penelitian yang dilakukan oleh Layton AM, dkk (1994), dinyatakan bahwa 95% pasien akne mengalami parut pada wajah dengan keparahan yang berbeda-beda.2

Terdapat beberapa penanganan untuk parut akne yaitu dermabrasi, chemical peeling, laser, subsisi, filler, teknik punch, dermal grafting (autologous fat), transplantasi lemak,

3,4,5

dan microneedling.6-11 Pendekatan multimodal umumnya diperlukan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, tergantung pada tipe dan luas parut akne.12 Penanganan parut akne memerlukan beberapa pertimbangan: biaya, keparahan lesi, harapan pasien, dan efek samping.3 Terapi kombinasi memberikan beberapa keuntungan. Prosedur kombinasi yang tepat sesuai dengan tipe kombinasi skar spesifik pasien akan memberikan hasil yang lebih baik dan terapi kombinasi juga dapat menurunkan jumlah kunjungan terapi, mengurangi biaya, serta meningkatkan kenyamanan pasien.13

Teknik medical microneedling telah ditunjukkan meningkatkan pembentukan jaringan baru dengan mengaktifkan kaskade penyembuhan luka. Schwartz dalam laporan penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan kolagen dan elastin baru setelah 6 minggu terapi microneedling.

6,11

(19)

2

Fabbrocini dkk, melaporkan bahwa teknik ini dapat memberikan efek yang segera dalam perbaikan parut akne tipe rolling,7 sedangkan Kim dkk, melaporkan bahwa parut tipe ice pick merupakan indikasi terbaik untuk terapi microneedling, meskipun tipe rolling dan boxcar juga menunjukkan perbaikan.8 Teknik ini merupakan modalitas yang sederhana dan lebih murah dibandingkan dengan laser.

Carter melaporkan bahwa platelet rich plasma (PRP) gel tidak hanya meningkatkan perbaikan luka dibandingkan jaringan dari luka yang tidak diberikan PRP, namun juga menimbulkan kolagen yang lebih tersusun dibandingkan, tanpa penumpukan jaringan ikat yang berlebihan atau pembentukan parut.

9,10

14

Regenerasi dan perbaikan jaringan lunak telah dilaporkan dalam skenario klinis bedah perbaikan tendon Achilles, penanganan ulkus diabetik di kaki,

rhytidectomy, peningkatan ’take’ dari graft lemak dermal bebas untuk augmentasi wajah dan lipoatropi, penyakit periodontal, dan terapi rejuvenasi wajah untuk kerutan, solar aged skin, dengan suntikan infiltrasi langsung PRP pada dermis. Penggunaan klinis PRP untuk berbagai aplikasi telah dilaporkan, namun perlu penelitian tentang pengaruh penggunaannya pada terapi microneedling dan subsisi terhadap kolagen pada parut akne dengan pemeriksaan histopatologi.

15

1.2 Rumusan Masalah

(20)

menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% (natrium klorida 0,9%/ larutan salin fisiologis)? 1.2.2 Apakah terdapat perbedaan gambaran histopatologi kolagen antara parut

akne sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP?

1.2.3 Apakah terdapat perbedaan gambaran histopatologi kolagen antara parut akne sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian NaCl 0,9%?

1.3Hipotesis

1.3.1 Terdapat perbedaan gambaran histopatologi kolagen antara parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dengan parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%.

1.3.2 Terdapat perbedaan gambaran histopatologi kolagen antara parut akne sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP.

1.3.3 Terdapat perbedaan gambaran histopatologi kolagen antara parut akne sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik

(21)

4

1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP terhadap pembentukan kolagen baru pada parut akne.

1.4.2 Tujuan khusus

a. untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi susunan kolagen antara parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP dengan parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%.

b. untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi kepadatan kolagen antara parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisidisertai pemberian PRP dengan parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%.

c. untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP. d. untuk mengetahui perbedaan gambaran histopatologi kepadatan kolagen

parut akne antara sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP.

(22)

kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%.

f. untuk mengetahui perbedaan kepadatan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah penanganan menggunakan kombinasi teknik

microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1 Untuk mendapatkan terapi alternatif dalam penanganan parut akne.

1.5.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dokter spesialis kulit dan kelamin mengenai efek terapi parut akne secara histopatologis.

(23)

49 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Parut Akne

Akne merupakan penyakit yang sangat kompleks dan elemen patogenesisnya melibatkan hiperproliferasi epidermal folikular, produksi sebum yang berlebihan, inflamasi, dan Propionibacterium acne1,16

Jaringan parut pada kulit merupakan gangguan makroskopis dari struktur dan fungsi normal arsitektur kulit yang bermanifestasi berupa daerah yang meninggi atau melekuk, dengan perubahan pada tekstur, warna, vaskularisasi, asupan saraf, dan sifat biomekanis kulit. Secara histologis, parut pada dermis ditandai dengan epidermis yang menebal dengan taut dermo-epidermal yang semakin mendatar dan susunan abnormal matriks dermis berupa bundles paralel, berbeda dengan pola normal kolagen dermis yang tampak berupa basketweave (seperti anyaman keranjang).

Pembentukan jaringan parut dapat merupakan komplikasi akne non inflamasi dan inflamasi.

17

1

Parut timbul pada tempat cedera. Cedera pada kulit mengawali suatu kaskade penyembuhan luka. Berbagai sel, faktor pertumbuhan, sitokin, dan komponen matriks ekstraseluler terlibat dalam proses tersebut. Bila respon penyembuhan luka berlebihan, terbentuk suatu nodul jaringan fibrotik yang meninggi, sedangkan respon yang tidak adekuat mengakibatkan kurangnya deposisi faktor-faktor kolagen dan terbentuknya parut atropi.15

Parut akne dapat timbul diawali dengan perubahan komedo non inflamasi menjadi lesi inflamasi yang pecah melalui bagian infrainfundibular folikel yang

(24)

melemah. Akibatnya terbentuk abses perifolikular. Abses yang kecil bersama dengan inti yang mengalami penandukan akan dikeluarkan dari kulit. Hal ini akan mengalami perbaikan tanpa parut sekitar 7-10 hari. Epidermis selalu berusaha untuk memperbaiki, sel-sel bertumbuh dari epidermis dan struktur apendiks untuk menyelubungi reaksi inflamasi tersebut. Jika hal ini terjadi secara lengkap, lesi mengalami resolusi tanpa kelainan. Namun, terkadang, proses ini berlangsung tidak lengkap dan terjadi pemecahan lebih lanjut. Akibatnya dapat timbul saluran-saluran berfistul multichannel. Hal ini dapat tampak berupa komedo-komedo terbuka berkelompok dengan gambaran histologis sejumlah saluran keratinisasi yang saling berhubungan. Fistula-fistula ini dapat menjadi sedemikian besar sehingga dapat tampak suatu jembatan dari jaringan yang normal di atas terowongan jaringan parut. Hal ini dapat dijumpai pada parut tipe ice pick. Tipe-tipe parut yang lain tergantung pada kedalaman inflamasi.4 Manipulasi oleh pasien dengan menekan atau menusuk lesi akan meningkatkan proses inflamasi dan kemungkinan terjadinya parut.

Holland dkk (2004) melaporkan bahwa pada pasien akne yang cenderung mengalami parut, terdapat respon imun spesifik yang predominan, yang awalnya lebih sedikit dan tidak aktif, namun meningkat dan diaktivasi pada lesi yang mengalami resolusi, inflamasi yang berlebihan ini memudahkan terjadinya parut.

18

Terdapat dua tipe umum parut akne, yaitu parut hipertropi dan atropi. Termasuk dalam parut atropi adalah tipe ice pick, boxcar scar, dan rolling

(Gambar 2.1). Parut icepick adalah parut yang sempit dan dalam yang memiliki bagian paling luas pada permukaan kulit dan mengecil menjadi satu titik di

(25)

8

dermis. Parut rolling adalah parut yang dangkal dan lebar yang tampak berundulasi. Tidak seperti parut ice pick, lebar boxcar scar pada bagian permukaan dan dasar adalah sama.

Penatalaksanaan parut akne antara lain dengan metode resurfacing (seperti

chemical peeling dan laser), dermabrasi, subsisi, filler, teknik punch

(menggunakan alat biopsi plong), dermal grafting, transplantasi lemak,

1,20,21

4,16,20-23

dan skin needling.8,11,24,25 Karakteristik parut individual yang mencakup warna, tekstur, dan morfologi menentukan pilihan penanganan.19,26

Gambar 2.1. Parut akne atropi. Garis kuning menunjukkan kedalaman kemampuan ablasi dan resurfacing laser CO2

menunjukkan sistem muskuloaponeurotik superfisial dimana pita . Garis hijau

fibrosa melekat, menimbulkan parut tipe rolling. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 20.

2.2 Proses Penyembuhan Luka

(26)

2.2.1 Fase inflamasi

Reaksi awal terhadap terjadinya luka dapat dibagi menjadi respon vaskuler dan seluler, yang secara keseluruhan bermanifestasi sebagai respon inflamasi. Sel-sel inflamasi dan bahan kimia utamanya didaftarkan pada tabel 2.1. Cedera jaringan menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan perdarahan. Langkah pertama dari penyembuhan luka adalah hemostasis, yang dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pembentukan suatu fibrin clot dan koagulasi.

Trombosit adalah sel pertama yang tampak setelah cedera. Dengan terjadinya cedera pada sel-sel endotelial dan pembuluh darah maka kolagen serta protein matriks ekstraseluler yang lain menjadi terpapar. Terpaparnya matriks ekstraseluler, terutama kolagen fibrilar, menyebabkan trombosit diaktifkan oleh trombin pada tempat cedera, kemudian trombosit mengalami adhesi dan agregasi. Selama aktivasinya, trombosit melepaskan banyak mediator dari granulnya, yaitu serotonin, adenosine diphospate (ADP), thromboxane A

28

2 , fibrinogen, fibronectin,

(27)

10

infiltrasi leukosit dengan melepaskan faktor-faktor kemotaktik. Trombosit juga berperanan dalam regenerasi jaringan baru dengan melepaskan beberapa faktor pertumbuhan yang terlibat dalam penyembuhan luka, termasuk transforming growth factor-α (TGF-α), transforming growth factor-β (TGF-β), dan platelet-derived growth factor (PDGF). Faktor-faktor pertumbuhan ini memiliki efek yang besar dalam migrasi dan proliferasi sel serta pembentukan jaringan granulasi. Fungsi-fungsi ini menunjukkan bahwa trombosit tidak hanya penting dalam hemostasis, tetapi juga berperanan dalam re-epitelisasi, fibroplasia, dan angiogenesis.27,28,29

2.2.2 Fase proliferasi

Proliferasi memerlukan adanya pembentukan sawar permeabilitas (re-epitelisasi), pembentukan asupan darah yang sesuai (neovaskularisasi) dan penguatan jaringan yang telah mengalami cedera (fibroplasia).

a.

28

Re-epitelisasi merupakan proses yang bertanggungjawab dalam mengembalikan suatu epidermis yang utuh setelah cedera pada kulit. Secara umum, re-epitelisasi melibatkan beberapa proses, yaitu: migrasi keratinosit epidermal dari tepi luka, proliferasi keratinosit yang digunakan untuk menambah epithelial tongue yang meningkat dan bermigrasi, diferensiasi

neo-epithelium menjadi epidermis yang berlapis, pengembalian zona membran basal yang utuh yang menghubungkan epidermis dengan dermis di bawahnya, dan repopulasi sel-sel khusus yang mengatur fungsi sensoris (sel Merkel), pigmentasi (melanosit), dan fungsi imun (sel Langerhans). Beberapa

(28)

stimulus yang dianggap penting untuk re-epitelisasi adalah TGF-β,

keratinocyte growth factor (KGF), dan epidermal growth factor (EGF). b.

28,29

Istilah fibroplasia digunakan untuk menggambarkan suatu proses proliferasi fibroblas, migrasi fibrin clot, produksi kolagen baru dan produksi protein matriks lainnya, demikian juga regulasi sitokin. Proses ini berperanan dalam pembentukan jaringan granulasi selama penyembuhan luka.

Fibroplasia.

28

Sebagai respon awal terhadap cedera, fibroblas pada tepi luka mulai berproliferasi dan sekitar hari keempat mulai bermigrasi menuju matriks sementara dari clot. Fibroblas memiliki beberapa fungsi dan dapat melakukan perubahan fenotip selama suatu periode waktu untuk melaksanakan fungsi yang berbeda tersebut. Pertama, fibroblas bermigrasi kemudian menghasilkan banyak materi matriks, termasuk kolagen, proteoglikan, dan elastin. Bila fibroblas telah bermigrasi ke luka, fibroblas secara bertahap mengganti fungsi utamanya untuk sintesis protein dan berubah menjadi fenotip profibrotik. Pada lingkungan yang asam, rendah oksigen, fibroblas berproliferasi, sehingga pada kondisi optimal, menghasilkan protein matriks. Fibroblas juga dimodulasi menjadi fenotip miofibroblas yang berperanan pada kontraksi luka. Beberapa faktor pertumbuhan berperan dalam migrasi fibroblas (tabel 2.2).

c.

27,28,29

Angiogenesis merupakan perkembangan pembuluh darah baru atau neovaskularisasi melalui pertumbuhan dari pembuluh yang telah ada sebelumnya. Beberapa faktor pertumbuhan telah ditunjukkan berperanan

(29)

12

penting dalam angiogenesis luka termasuk VEGF, angiopoietin, FGF, dan TGF-β.

Tabel 2.1. Sel-sel inflamasi dan protease/ bahan kimia

28,29

EFEK ATAU SUBSTRAT UTAMA

Sel mast Histamin Heparin

Vasopermeabilitas, vasodilatasi, proliferasi sel endotelial Antikoagulasi, fibrinolisis

Vasokonstriksi

Proliferasi fibroblas, collagen cross-linking

Plasminogen

Aktivasi dan agregasi platelet

Trypsin-like effect

Gelatin, kolagen IV dan V ProMMP-3, uPA

Elastin, proteoglikan, kolagen III, V Kolagen I, III, VII, dan X

Gelatin, kolagen IV dan V

ProMMP-2, -13, kolagen I, III, fibronektin

Heparan sulfate proteoglycans

Eosinofil MMP-1 MMP-9 β

-glukuronidase

Kolagen I,III,VII, dan X Gelatin, kolagen IV dan V Proteoglikan

Basofil Histamin Vasopermeabilitas, vasodilatasi, proliferasi sel endotelial

Gelatin, kolagen IV dan V

Elastin, kolagen IV, laminin, fibronektin ProMMP-2, -13, kolagen I, III, fibronektin Plasminogen

Gelatin, kolagen VI, V, dan I, laminin, fibronektin, proMMP-9, -13

Gelatin, kolagen IV dan V

2.2.3 Fase remodelling

(30)

matriks sementara fibrin clot yang mengandung banyak fibronektin, hingga jaringan granulasi yang kaya kolagen tipe III dan pembuluh darah serta parut matur yang predominan kolagen tipe I dengan lebih sedikit pembuluh darah.27,28,29

Tabel 2.2. Faktor-faktor pertumbuhan dalam penyembuhan luka FAKTOR

PERTUMBUHAN

28,29

EFEK

EGF Migrasi, proliferasi, diferensiasi, re-epitelisasi keratinosit epidermal

FGF-1,-2 Proliferasi fibroblas dan keratinosit; proliferasi, migrasi, ketahanan sel endotelial, angiogenesis

IGF Proliferasi sel

KGF/FGF-7 Proliferasi keratinosit

PDGF Kemotaksis, proliferasi, kontraksi fibroblas TGF-α Sama dengan EGF

TGF-β1,-β2,-β3 Kemotaksis fibroblas, deposisi matriks ekstraseluler, inhibisi proliferasi sel, inhibisi sekresi inhibitor protease; migrasi, ketahanan sel endotelial, angiogenesis

VEGF Proliferasi, migrasi, ketahanan sel endotelial, peningkatan vasopermeabilitas, angiogenesis

2.2.4 Kolagen dalam penyembuhan luka

(31)

14

merupakan kolagen utama yang disintesis. Kolagen tipe III pertama dijumpai setelah 48-72 jam dan maksimal disekresikan setelah 5-7 hari. Dengan penutupan luka, terjadi pergantian kolagen secara bertahap, dimana kolagen tipe III mengalami degradasi dan sintesis kolagen tipe I meningkat.

Regulasi sintesis kolagen dikendalikan pada beberapa tingkatan. Sejumlah faktor pertumbuhan termasuk TGF-β dan FGF memiliki pengaruh yang besar pada ekspresi gen kolagen. Deposisi dan remodelling kolagen juga dikendalikan oleh berbagai proteinase yang mendegradasi kolagen (Gambar 2.2).

28,30

28

Gambar 2.2. Sintesis, degradasi, dan regulasi kolagen pada perbaikan luka. Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 28.

sitokin, faktor pertumbuhan DNA genomik kolagen

Messenger RNA transkripsi

Rantai polipeptida

translasi Mg2+, Zn2+

Prokolagen tripel heliks

hidroksilasi, glikosilasi O2, vitamin C

Tropokolagen pembelahan peptida terminal

fibril kolagen

cross linking O2

fragmen kolagen

(32)

2.3 Terapi Microneedling (Terapi Induksi Kolagen Perkutaneus/ Dermaroller/ Skin Needling)

Microneedling merupakan suatu proses dimana produksi kolagen fisiologis dirangsang tanpa menyebabkan kerusakan permanen pada lapisan epidermis kulit dengan menggunakan roller yang terdiri dari jarum-jarum. Untuk parut akne, biasa digunakan roller yang terdiri dari 96 jarum dengan ukuran panjang jarum 1,5 mm (Gambar 2.3). Selain ukuran tersebut, juga terdapat roller yang terdiri dari 192 jarum, dengan panjang jarum 0,13 mm, 0,3 mm, dan 1,5 mm. Microneedle

yang halus akan menembus jaringan parut (Gambar 2.4). Pengguliran silinder pada permukaan kulit menimbulkan micro-channels pada stratum korneum, melalui micro-channels ini setiap substansi yang digunakan pada kulit akan mendapatkan jalur menuju lapisan kulit yang lebih dalam. Pada saat yang sama, pengguliran yang dilakukan dengan arah star-like mengakibatkan terjadinya trauma kecil yang terkontrol pada dermis, yang secara fisiologis bereaksi menghasilkan kolagen. 24,25 Tekanan yang diperlukan dalam menggulirkan roller

tersebut adalah sebesar 5 N (500 gram).

Induksi kolagen perkutaneus dihasilkan dari respon alami terhadap luka pada kulit, meskipun luka tersebut kecil.

6

30

Pada terapi microneedling, jarum akan mencapai dermis dan fase inflamasi dimulai. Kapiler kulit ruptur dan kemudian sel darah dan serum menuju sekeliling jaringan. Platelet menyebabkan clotting

dan melepaskan faktor kemotaktik seperti platelet-derived growth factor (PDGF),

(33)

16

lama dan telah dirusak. Reaksi ini bersifat otomatis dan menimbulkan aktifitas yang mengakibatkan fibroblas diinstruksi untuk memproduksi lebih banyak kolagen dan elastin. Re-epitelisasi terjadi dalam beberapa jam setelah needling, dan berkaitan dengan migrasi keratinosit. Bila keratinosit telah bergabung, mulai dihasilkan seluruh komponen untuk menyusun kembali membran basal dengan laminin dan kolagen tipe IV dan VII. TGF merupakan agen kemotaktik yang kuat untuk fibroblas yang bermigrasi ke kulit dalam 48 jam setelah cedera dan mulai menghasilkan kolagen tipe I, kolagen tipe III, elastin, glikosaminoglikan, dan proteoglikan. Remodelling jaringan berlanjut dalam beberapa bulan setelah cedera. Dalam masa 6-12 bulan, kolagen tipe III secara bertahap digantikan oleh kolagen tipe I. Kombinasi dari trauma yang terkontrol pada dermis dan masukan bahan eksternal menyebabkan produksi kolagen alami yang optimal dan deposisi kolagen pada taut epidermodermal.

Penghantaran bahan-bahan terapetik transdermal untuk terapi kosmetik terbatas pada molekul kecil dan lipofilik oleh adanya sawar stratum korneum. Teknologi

microneedle dapat mengatasi sawar ini.

25

31

Kim dkk (2012) meneliti tentang penghantaran obat transdermal menggunakan disk microneedle roller pada model tikus tidak berambut, dan menyimpulkan bahwa disk microneedle roller dapat digunakan untuk penghantaran obat transdermal dan microneedle dapat dipilih sesuai dengan panjang yang sesuai untuk masing-masing aplikasi.32

Gambar 2.3. Roller yang digunakan pada terapi microneedling

(34)

Gambar 2.4. Gambaran histologis kulit menunjukkan tempat tusukan jarum, dimana jarum berpenetrasi (tanda panah) dan secara umum membagi sel-sel satu dengan yang lainnya, bukan cenderung memotong melalui sel-sel tersebut. Jalur yang terbentuk melengkung, mencerminkan jalur jarum saat digulirkan ke arah dalam dan luar pada kulit. Lubang berkisar sebesar empat sel dan akan cepat menyembuh. Tampak epidermis, khususnya stratum korneum intak kecuali pada lubang-lubang kecil ini. ( hematoxylin-eosin, original magnification-40).

Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan 33.

Majid melaporkan penelitian tentang terapi microneedling pada 36 pasien dengan parut atropi pada wajah, dan menyimpulkan bahwa terapi ini merupakan pilihan terapi yang sederhana dan efektif untuk penatalaksanaan parut atropi pada wajah.34 Terapi ini juga pernah dilaporkan penggunaannya untuk penanganan kerut dan kelemahan kulit.35 Huh dkk (2008) melaporkan bahwa penggunaan

microneedle dapat meningkatkan penghantaran obat transepidermal.36 Dalam hal penanganan parut akne, Kim dkk (2009), melaporkan bahwa parut tipe ice pick

merupakan indikasi terbaik untuk terapi microneedle, meskipun tipe rolling dan

(35)

18

Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Aust dkk (2008), setelah terapi menggunakan microneedling, secara histologis didapatkan bahwa kolagen tampak tersusun dalam suatu pola ‘lattice’ yang normal dan bukan berupa berkas-berkas paralel seperti yang tampak pada parut. (Gambar 2.5) 35

Keuntungan utama dari induksi kolagen perkutaneus adalah pasien tidak mengalami luka terbuka, dengan demikian memerlukan fase penyembuhan yang singkat. Karena proses ini hanya menimbulkan celah pada epidermis, dan epidermis tidak terbuang, tidak ada paparan terhadap udara dan tidak ada resiko hiperpigmentasi atau hipopigmentasi paska inflamasi.35,39 Data yang ditunjukkan oleh Aust, dkk (2008) dalam penelitian tentang efek terapi induksi kolagen perkutaneus pada epidermis, melanosit, dan penanda pigmentasi interleukin-10 dan melanocyte-stimulating hormone pada hewan percobaan tampak bahwa terapi ini tidak menginduksi dispigmentasi setelah tindakan terapi.40

Microneedling umumnya dapat ditoleransi dengan baik, tetapi setelah terapi dapat dijumpai adanya eritema, hingga 2-3 hari. Kulit mungkin juga terasa hangat, ketat, dan gatal yang sementara, secara nomal menghilang dalam 12-48 jam.

41

2.4 Subsisi

Pada tahun 1995, Orentreich mendefenisikan subsisi sebagai metode

(36)

Balighi dkk dalam laporan penelitiannya menyimpulkan bahwa subsisi merupakan metode yang aman untuk jaringan parut akne dengan perbaikan jangka panjang.42

2.5 Platelet Rich Plasma (PRP)

PRP merupakan suatu bagian fraksi plasma dari darah autolog dengan konsentrasi di atas baseline.40 Prinsipnya, darah pasien diambil dan disentrifugasi dengan kecepatan yang bervariasi hingga terpisah menjadi tiga lapisan, yaitu

platelet poor plasma (PPP), PRP, dan sel-sel darah merah (Gambar 2.6). Bahan dengan gravitas spesifik tertinggi akan tertumpuk pada dasar tabung.40,44 PRP mengandung beberapa faktor pertumbuhan, termasuk PDGF, TGF-beta 1 dengan kadar yang tinggi dan vascular endothelial growth factor (VEGF).12 PRP aman digunakan karena diperoleh dari darah pasien sendiri melalui plebotomi dan menghindarkan resiko penularan penyakit seperti HIV, Hepatitis B, C, atau D, dan penyakit lain yang ditularkan melalui darah.11 Pada kultur jaringan, PRP dapat merangsang proliferasi fibroblas dan pelepasan kolagen.14

a b

Gambar 2.5.

a. gambaran histologis sebelum tindakan terapi microneedling

b. gambaran histologis 6 bulan setelah terapi microneedling, kolagen tersusun dalam pola ‘lattice’

(37)

20

Gambar 2.6.a. Darah yang telah disentrifugasi. b. Platelet poor plasma c. Pengambilan PRP d. PRP yang telah terkumpul Dikutip sesuai aslinya dari kepustakaan 45

Fabbrocini dkk (2011) melaporkan hasil penelitian tentang penggunaan kombinasi skin needling dan PRP pada penatalaksanaan parut akne yang menunjukkan bahwa penggunaan kombinasi skin needling dan PRP lebih efektif dibandingkan dengan penatalaksanaan hanya menggunakan skin needling.46

a b

(38)

2.6 Kerangka Teori

Keterangan:

- PRP: platelet rich plasma

- PDGF: platelet-derived growth factor

- TGF: transforming growth factor

- VEGF: vascular endothelial growth factor

2.7 Kerangka Konsep

Microneedling dan subsisi

+ PRP

pembentukan kolagen baru pada parut akne: • susunan kolagen

• kepadatan kolagen

Microneedling dan subsisi

+ NaCl 0,9% NaCl 0,9%

• Larutan isotonis

• Menjaga

kelembababan sekitar luka

(39)

49 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu non randomized double blind clinical trial.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

3.2.1 Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan September 2010 sampai Juni 2012, bertempat di Poliklinik SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan.

3.2.2 Spesimen jaringan diperiksa pada laboratorium patologi anatomi swasta.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi

a. Populasi target :

Remaja dan dewasa dengan parut akne. b. Populasi terjangkau :

Remaja dan dewasa dengan parut akne yang berobat ke Poliklinik Sub Bagian Kosmetik SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

(40)

3.3.2 Sampel Penelitian

Pasien dengan parut akne yang datang berobat ke Poliklinik Sub Bagian Kosmetik SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan sejak bulan September 2010 sampai Juni 2012 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi, dilakukan matching untuk kedua kelompok terapi, dimana masing-masing subyek penelitian mendapatkan kedua jenis penanganan pada masing-masing pipi sisi yang berbeda.

3.4Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus :

= besar sampel masing-masing kelompok terapi

= nilai baku normal dari tabel z , untuk α= 0,05 maka = 1,96 = Kekuatan uji, untuk β=0,1 maka = 1,282

= proporsi efek pada terapi standar = 0,722 34

= selisih proporsi kedua kelompok yang dianggap bermakna = 0,25 = proporsi efek pada terapi yang diteliti = 0,972

Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh besar sampel minimal masing-masing kelompok penanganan= 18 subyek.

n1=n2=

(41)

24

Antisipasi drop out:

Dengan rumus di atas, maka besar sampel minimal yang diteliti = 20 subyek, masing-masing mendapatkan kedua jenis penanganan.

3.5Cara Pengambilan Sampel Penelitian

Cara pemilihan sampel dilakukan menggunakan consecutive sampling.

3.6 Identifikasi Variabel

3.6.1 Variabel bebas: jenis terapi

a. terapi microneedling dan subsisi disertai PRP b. terapi microneedling dan subsisi disertai NaCl 0,9%

3.6.2 Variabel terikat: pembentukan kolagen baru pada parut akne a. susunan kolagen

b. kepadatan kolagen

3.7 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.7.1 Kriteria inklusi:

a. Pasien dengan parut akne tipe rolling multipel pada daerah pipi kiri dan kanan.

(42)

c. Lama parut akne lebih dari 6 bulan.

d. Bersedia ikut serta dalam penelitian dengan menandatangani informed consent.

3.7.2 Kriteria eksklusi:

a. Pasien dengan riwayat keloid.

b. Pasien dengan riwayat kelainan perdarahan. c. Pasien dengan riwayat diabetes melitus.

d. Adanya infeksi atau peradangan pada daerah yang akan ditangani. e. Wanita hamil.

f. Pasien dengan penyakit jaringan ikat.

g. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obat imunosupresi.

3.8 Alat, Bahan dan Cara Kerja 3.8.1 Alat dan bahan

a. Untuk pengambilan sampel darah : 1. Satu pasang sarung tangan

2. Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet) 3. Satu buah spuit disposible 10 cc (Terumo ®

4. Satu buah vacuum blood collection tube (Corelab )

®

5. Satu buah plester luka

) 2.5 cc yang mengandung anti koagulan (asam sitrat 3.8%)

b. Satu unit alat centrifuge, 2000 rpm ( Nesco ® c. Satu buah vacutainer (BD vacutainer

)

®

d. Spuit disposible 3 cc dan 1 cc @ satu buah (Terumo

) 2 ml untuk menyimpan plasma

®

(43)

26

e. Vortex (ES ®

f. Anastesi topikal lidokain 9,6% (Anesten®) )

g. Alat dermarollerϕ 2 cm dan panjang 2 cm, dengan jumlah jarum 192 buah dan panjang jarum 1.5 mm ( MT Roller ®

h. Kassa steril

)

i. NaCl 0.9 % j. Aqua steril

k. Povidon iodine 10% l. Salep gentamisin 0,3%

m.Untuk pengambilan spesimen jaringan (biopsi plong): 1. skin hook

2. spuit 3 cc

3. alat biopsi plong dispossible ukuran 1,5 mm 4. gunting jaringan

5. jarum no. 26 G 6. larutan gentian violet 7. povidon iodine 10%

8. alkohol 70 %

9. xylocain 2 % 1 cc 10.kasa steril

11.benang nylon no.5-0 12.salep gentamisin 13.plester

(44)

15.larutan formalin 10%

n. untuk pemeriksaan histopatologi: 1. gelas beaker

2. alkohol 70% 3. inkubator 4. larutan benzol 5. lilin parafin 6. mikrotom 7. gelas objek 8. xylol

9. HCl 2% 10.alkohol 80% 11.air mengalir

12.untuk pewarnaan hematoksilin eosin (HE): - larutan hematoksilin

- larutan amoniak 2% - larutan eosin

- alkohol 96% - larutan carboxylol

- xylol

13.untuk pewarnaan Masson’s Trichrome Stain (MTS): - larutan Bouin

- larutan Biebrich scarlet- acid fuchsin

(45)

28

- larutan anilin biru - larutan light green 2%

- larutan glacial acetic acid

3.8.2 Cara Kerja

a. Dilakukan anamnesis untuk mengetahui apakah subyek memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi. Pasien yang termasuk kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi diberikan penjelasan tentang tindakan dan penelitian yang dilakukan, kemudian subyek menandatangani informed consent.

b. Wajah pasien dibersihkan dengan povidon iodine 10% dan NaCl 0,9%, kemudian dioleskan anastesi topikal Lidokain 9,6% pada kulit wajah pasien, kemudian ditunggu selama 30 menit.

c. Dilakukan biopsi plong dengan menggunakan alat biopsi plong 1,5 mm pada salah satu daerah parut akne tipe rolling. Spesimen yang diperoleh difiksasi dengan formalin untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologi untuk mendapatkan gambaran histopatologi jaringan kolagen sebelum diterapi, ahli patologi anatomi tidak mengetahui spesimen mana yang diterapi menggunakan PRP.

d. Dilakukan pengambilan darah dari vena lengan bawah sebanyak 10 cc, kemudian dimasukkan ke dalam vacutainer yang mengandung antikoagulan asam sitrat 3,8 %.

(46)

alat centrifuge, 2000 rpm selama 10 menit, kemudian lapisan yang mengandung PRP diaspirasi ke dalam tube yang steril, lalu dilakukan

vortex 2000 rpm selama 2 menit untuk mengaktifkan α- granule.

f. Microneedling disterilkan menggunakan Perboric acid, sodium salt 40% sampai 60% selama 15 menit.

g. Wajah pasien dibersihkan dengan kasa steril untuk mengangkat krim anastesi yang melekat di kulit.

h. Dilakukan terapi microneedling pada parut akne tipe rolling lainnya dengan menggunakan roller ukuran 1,5 mm dengan arah berbentuk star-like dengan tekanan sekitar 5 N (500 gram) sampai tampak bintik-bintik perdarahan.

i. Setelah seluruh wajah selesai dilakukan microneedling, dilakukan subsisi pada parut akne tipe rolling menggunakan jarum no.27G.

j. PRP disuntikkan menggunakan spuit dengan jarum no.27 G pada parut akne tipe rolling sampai terlihat menonjol di salah satu pipi, diikuti dengan pengolesan PRP.

k. NaCl 0.9% disuntikkan menggunakan spuit dengan jarum no.27G pada parut akne tipe rolling sampai terlihat menonjol di pipi lainnya, diikuti dengan pengolesan NaCl 0.9%

l. Daerah yang telah diterapi dioleskan salep gentamisin.

m. Pasien diingatkan agar tidak mencuci ataupun melakukan manipulasi lain di daerah wajah selama 12 jam.

(47)

30

o. Empat minggu kemudian, kembali dilakukan biopsi plong dengan menggunakan alat biopsi plong ukuran 1,5 mm pada daerah pipi kiri dan kanan. Spesimen yang diperoleh difiksasi dengan formalin untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan histopatologi untuk mendapatkan gambaran histopatologi jaringan kolagen setelah tindakan terapi. Ahli patologi anatomi tidak mengetahui spesimen mana yang diterapi dengan PRP.

p. Hasil pemeriksaan kemudian ditabulasi dan dilakukan analisis statistik untuk menilai

perbedaan

q. Biopsi plong dilakukan dengan cara:

1. Setelah kulit dibersihkan dengan larutan antiseptik dan dilakukan anastesi lokal, punch dipegang dengan tangan kanan antara ibu jari, jari tiga, dan jari empat, jari dua di atas alat punch.

2. Kulit sekitar daerah yang akan dibiopsi diregangkan dengan menggunakan ibu jari dan jari dua tangan kiri dengan arah berlawanan dengan garis relaxed skin tension lines sehingga pada waktu punch

diangkat akan meninggalkan luka berbetuk oval atau elips.

3. Punch ditekan arah vertikal kulit yang akan dibiopsi sambil diputar hingga kedalaman mencapai lapisan subkutan. Lalu punch dilepas. 4. Jaringan biopsi diangkat dengan pengait dan bagian dasarnya dipotong

dengan gunting.

(48)

r. Pemeriksaan histopatologi dilakukan oleh dokter spesialis Patologi Anatomi dengan menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) dan

Masson’s trichrome stain (MTS).

s. Cara melakukan pemeriksaan histopatologi:

1. Jaringan dimasukkan ke dalam gelas beaker berisi alkohol 70% dalam inkubator bersuhu 600

2. Dilakukan proses penjernihan dengan memindahkan jaringan tersebut ke dalam gelas beaker berisi larutan benzol dan diinkubasi selama 3 jam dalam inkubator bersuhu 60

C selama 45 menit

0

3. Dilakukan impregnasi, yaitu penyusupan lilin parafin ke dalam jaringan, jaringan tersebut dipindahkan ke dalam gelas beaker berisi lilin parafin, diinkubasi selama 3 jam dalam inkubator bersuhu 60

C

0

4. Jaringan dimasukkan ke dalam cetakan berisi lilin parafin panas, selanjutnya didinginkan hingga membeku dan membentuk blok parafin, proses ini disebut embedding

C

5. Blok parafin dipotong hingga ketebalan 4-6 mikron dengan menggunakan mikrotom

6. Potongan tipis jaringan ditempatkan pada gelas objek 7. Dilakukan deparafinisasi dengan cara:

- Preparat dimasukkan ke dalam xylol selama 2 menit - Dicelupkan ke dalam HCl 2% sebanyak 10 celup - Dicelupkan ke dalam alkohol 80% sebanyak 10 celup - Dibilas dengan air mengalir

(49)

32

- Preparat dimasukkan ke dalam larutan hematoksilin selama 2 menit

- Dicuci dengan air mengalir selama 2 menit

- Dicelupkan ke dalam HCl 2 % selama 10 celup, lalu dicuci dengan air mengalir selama 1 menit

- Dicelupkan ke dalam larutan amoniak 2% sebanyak 2 celup - Preparat dimasukkan ke dalam larutan eosin selama 2 menit - Dicelupkan ke dalam alkohol 96% sebanyak 10 celup

- Preparat dimasukkan ke dalam larutan carboxylol selama 1 menit

- Dimasukkan ke dalam larutan xylol selama 1 menit, sisa xylol

dibuang dan ditetesi etilen, kemudian sediaan ditutup dengan kaca penutup

9. Dilakukan pewarnaan MTS dengan cara:

- Dilakukan fiksasi dengan Bouin atau formalin buffered neutral 10%.

- Potongan parafin dipotong dengan ukuran 6 mikron. - Dilakukan deparafinisasi dan hidrasi dengaan air suling. - Dilakukan pewarnaan dengan larutan Bouin selama 1 jam

dengan suhu 56 0

- Dilakukan pendinginan dan pencucian dengan air yang mengalir sampai warna kuning menghilang.

C.

(50)

- Direndam dengan larutan Weigert’s iron hematoxylin selama 10 menit, kemudian dilakukan pencucian dengan air mengalir selama 10 menit.

- Dilakukan pencucian dengan air suling.

- Direndam dengan larutan Biebrich scarlet-acid fuchsin

selama 2 menit.

- Dilakukan pencucian dengan air suling.

- Direndam dengan larutan Phosphomolybdic-phosphotungstic acid selama 10 – 15 menit sebelum larutan anili biru. (Aqueous phosphotungstic acid 5% selama 15 menit sebelum

light green counterstain), kemudian larutan dibersihkan. - Direndam dengan larutan anilin biru selama 5 menit atau

larutan light green selama 1 menit. - Dilakukan pembilasan dengan air suling.

- Direndam dengan larutan glacial acetic selama 3 – 5 menit, kemudian larutan dibersihkan.

- Dilakukan dehidrasi dengan alkohol 95%, alkohol absolut, dan dijernihkan dengan xylene, masing-masing 2 changes.

(51)

34

3.9. Kerangka Operasional

3.10 Definisi Operasional

3.10.1 Parut akne: parut yang terjadi akibat komplikasi akne.

3.10.2 Microneedling: terapi untuk merangsang pembentukan kolagen dengan induksi ribuan luka yang kecil pada kulit dengan menggunakan banyak jarum.

3.10.3 Platelet-rich plasma (PRP): konsentrat trombosit manusia autolog dalam volume plasma yang kecil.

(52)

a. hematoksilin eosin: pewarnaan untuk pemeriksaan rutin jaringan, dengan hasil menunjukkan warna biru untuk inti, merah untuk kolagen, otot, dan saraf. Pada penelitian ini, gambaran susunan kolagen,

dikelompokkan menjadi:

1. pola normal: serabut kolagen tersusun dalam pola ‘basket weave’, yaitu tersusun berupa anyaman.

2. pola campuran: dijumpai pola normal dan pola menyerupai jaringan parut.

3. pola menyerupai jaringan parut: serabut kolagen tersusun berupa

bundles paralel.

b. Masson’s trichrome stain: metode pewarnaan yang digunakan untuk menilai jaringan ikat, dengan hasil menunjukkan warna hitam untuk inti sel, merah untuk sitoplasma, keratin, serabut otot, dan serabut interseluler, serta biru untuk serabut kolagen. Pada penelitian ini, untuk menilai gambaran kepadatan kolagen, dilakukan penilaian berdasarkan intensitas warna dengan skor:

0: warna merah

0,5: warna merah dominan, dengan sedikit warna biru sedang 1: warna biru sedang dominan, dengan sedikit warna merah 1,5: warna biru sedang

2: warna biru kuat

3.10.5 Keloid adalah parut yang timbul pada bekas luka yang besarnya melewati batas luka.

(53)

36

hiperglikemia yang diakibatkan oleh resistensi terhadap insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, dan sekresi glukagon yang berlebihan atau tidak sesuai.

3.11 Pengolahan dan Analisis Data

3.11.1 Data kategorikal (demografi) ditampilkan dalam bentuk persentase.

3.11.2 Untuk menilai perbedaan gambaran histopatologi susunan kolagen antara parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling

dan subsisi disertai pemberian PRP dengan parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dilakukan analisis statistik menggunakan uji

Fisher’s exact.

3.11.3 Untuk menilai perbedaan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dilakukan analisis statistik menggunakan uji Tanda (Sign Test), yaitu suatu uji statistik untuk menganalisis arah perbedaan skor antara pasangan subyek yang sama atau matched pada dua keadaan eksperimental.

3.11.3 Untuk menilai perbedaan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dilakukan analisis statistik menggunakan uji Tanda.

(54)

dan subsisi disertai pemberian PRP dengan parut akne yang ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dilakukan analisis statistik menggunakan uji Mann-Whitney.

3.11.5 Untuk menilai perbedaan gambaran histopatologi kepadatan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dilakukan analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks.

3.11.6 Untuk menilai perbedaan gambaran histopatologi kepadatan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah ditangani menggunakan kombinasi teknik microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dilakukan analisis statistik menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks.

3.11.7 Batas uji kemaknaan (p) yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dikatakan bermakna jika nilai p <0,05.

3.12 Ethical Clearance

(55)

49 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilakukan di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSU dr. Pirngadi Medan mulai bulan September 2010 sampai dengan Juni 2012. Dalam penelitian telah dilakukan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP di salah satu pipi dan terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0.9% di pipi lainnya pada 24 subyek penderita parut akne. Terapi kombinasi tersebut diulang kembali empat minggu kemudian, Biopsi plong dilakukan pada salah satu parut akne tipe rolling sebelum terapi kombinasi pertama, dan pada salah satu parut akne tipe rolling pada masing-masing pipi, empat minggu setelah kombinasi terapi kedua. Hanya 18 subyek yang menyelesaikan penelitian, enam subyek tidak menyelesaikan peneliian dikarenakan pindah tugas keluar kota, dan hamil.

4.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian

Karakteristik subyek pada penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi jenis kelamin dan kelompok usia.

Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Distribusi karakteristik subyek penelitian berdasarkan kelompok usia

Umur (Tahun) Frekuensi %

20-25 8 44,45

26-30 6 33,33

31-35 4 22,22

(56)

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa subyek penelitian terbanyak adalah pada kelompok umur 20 – 25 tahun, yaitu sebanyak 44,45 %.

Yeung dkk (2002) melaporkan adanya peningkatan proporsi parut akne dan pigmentasi dari 50,3% pada kelompok umur 15-20 tahun menjadi 57,8% pada kelompok umur 21-25 tahun.

Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2

47

Tabel 4.2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi %

Perempuan 14 77,8

Laki-laki 4 22,2

Total 18 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dari total 18 subyek penelitian didapatkan sebanyak 4 orang (22,2%) berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang (77,8%) berjenis kelamin perempuan.

(57)

40

Hal ini berbeda dengan laporan penelitian Layton dkk (1994), yang meneliti 185 pasien akne, dan menemukan bahwa parut pada wajah mengenai laki-laki dan perempuan secara bersamaan.2

Pada penelitian ini, jumlah subyek perempuan yang lebih banyak mungkin berkaitan dengan masalah kosmetik yang lebih menjadi permasalahan bagi perempuan daripada laki-laki sehingga lebih mendorong perempuan untuk mendapatkan tindakan medis untuk memperbaiki parut akne yang diderita.

4.2 Perbandingan Gambaran Histopatologi Susunan Kolagen

Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen antara sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Perbandingan antara gambaran histopatologi susunan kolagen sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP

Uji Fisher’s Exact

(58)

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP (N=17) dibandingkan dengan setelah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% (N=16), pola campuran djumpai pada 2 sampel setelah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%, tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Namun, mengingat bahwa dalam proses penyembuhan luka, proses remodelling jaringan berlanjut dalam beberapa bulan setelah cedera,1

Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP dapat dilihat pada tabel 4.4.

mungkin dibutuhkan penelitian secara histopatologis dengan jangka waktu pemantauan lebih lama untuk lebih memastikan bermakna atau tidaknya aplikasi PRP dibandingkan dengan NaCl 0,9% terhadap gambaan histopatologi kolagen pada parut akne. Di samping itu, jumlah sampel yang relatif kecil juga mungkin mempengaruhi hasil yang diperoleh.

Tabel 4.4. Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan

Keterangan: Rangking negatif= perubahan nilai susunan kolagen menurun dari lebih tinggi (skar/ campuran) menjadi lebih rendah (campuran/ normal)

Rangking positif= perubahan nilai susunan kolagen meningkat dari lebih rendah (normal/ campuran) menjadi lebih tinggi (campuran/ skar)

(59)

42

Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9% dapat dilihat pada tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perbandingan gambaran histopatologi susunan kolagen parut akne antara sebelum dengan sesudah terapi kombinasi microneedling dan

Keterangan: Rangking negatif= perubahan nilai susunan kolagen menurun dari lebih tinggi (skar/ campuran) menjadi lebih rendah (campuran/ normal)

Rangking positif= perubahan nilai susunan kolagen meningkat dari lebih rendah (normal/ campuran) menjadi lebih tinggi (campuran/ skar)

Ties = tidak terjadi perubahan * signifikan

Pada penelitian ini didapatkan 15 sampel dengan pola susunan kolagen sesuai dengan gambaran jaringan parut, yaitu tersusun berupa bundle yang paralel berbeda dengan pola normal kolagen dermis yang tampak berupa basketweave/

(60)

Gambar 4.1. Pola susunan kolagen

a. jaringan parut: kolagen tersusun berupa bundle yang paralel b. normal: tampak orientasi susunan kolagen yang tidak hanya

paralel satu arah, melainkan berupa basket weave/ seperti anyaman keranjang

Tabel 4.4 dan 4.5 menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara gambaran histopatologi susunan kolagen sebelum dengan sesudah terapi kombinasi

microneedling dan subsisi disertai pemberian PRP maupun sesudah terapi kombinasi microneedling dan subsisi disertai pemberian NaCl 0,9%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fabbrocini dkk (2011), yang

a

Gambar

Gambar 2.1. Parut akne atropi. Garis kuning menunjukkan kedalaman                     fibrosa melekat, menimbulkan parut tipe  laser COrolling
Tabel 2.1. Sel-sel inflamasi dan protease/ bahan kimia
Tabel 2.2. Faktor-faktor pertumbuhan dalam penyembuhan luka
Gambar 2.2. Sintesis, degradasi, dan regulasi kolagen pada perbaikan luka.       Dikutip sesuai aslinya dari  kepustakaan 28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengingat banyak dan beragamnya permintaan barang yang masuk serta harus dimonitor dengan baik oleh Kepala Bagian Pengadaan dan Logistik maupun juga oleh Kepala Biro

Josep Fernández inverteix la perspectiva i l’orientació de la recerca: estudia l’ascens d’una família de ciutadans cap a la noblesa, la progressió dels seus negocis (de

Nilai nitrat yang didapat yaitu sebesar 0,5 mg/l dikarenakan aktivitas yang terjadi pada setiap stasiun tidak menyumbang pasokan limbah terlalu banyak ke

Dalam pemberian imunisasi pada bayi dan anak dapat dilakukan dengan.. beberapa imunisasi yang

Menerapkan hasil yang diperoleh dari estimasi parameter distribusi Loglogistik pada data tahan hidup tersensor progressive tipe II dengan menggunakan algoritma

28. Sebenarnya pada hari ini penulis berada di pengolahan buku. namun karena tidak ada pengadaan buku ketika kami melaksanakan magang sehingga tidak ada kegiatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi di bidang karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama dibidang hukum, khususnya

However, based on Bank Indonesia Audit as of September 30, 2012, there were some weaknesses in some of the Bank's Policy and Procedure such as the need to establish a Credit