• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh jenis daging, penambahan antidenaturan, dan natrium tripolifosfat pada nikumi terhadap karakteristik produk daging olahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh jenis daging, penambahan antidenaturan, dan natrium tripolifosfat pada nikumi terhadap karakteristik produk daging olahan"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH JENIS DAGING, PENAMBAHAN ANTIDENATURAN, DAN NATRIUM TRIPOLIFOSFAT PADA NIKUMI TERHADAP KARAKTERISTIK

PRODUK DAGING OLAHAN

LILIS SURYANINGSIH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2006

▸ Baca selengkapnya: jelaskan cara penyajian dan kemasan produk setengah jadi dari ikan dan daging

(2)

ABSTRAK

LILIS SURYANINGSIH. Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan, dan Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan. Dibimbing oleh R.EDDIE GURNADI, RIZAL SYARIEF dan RUDY PRIYANTO.

Nikumi merupakan suatu produk antara berupa hancuran daging yang telah mengalami pencucian dengan air yang digunakan untuk bahan mentah pembuatan sosis, baso, nugget dan lain- lain. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi komponen-komponen volatil pada daging sapi, domba, dan kuda, mengidentifikasi komponen-komponen yang bertanggung jawab terhadap flavor khas kuda, menentukan pengaruh daripada antidenaturan dan natrium tripolifosfat dalam pengolahan nikumi. Menentukan karakteristik fisik, kimia serta organoleptik dari produk daging olahan yang berasal dari

nikumi. Percobaan dilakukan dengan menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial tersarang 3 x 3 dengan tiga kali ulangan. Perlakuannya adalah sebagai berikut : 1. Komposisi Antidenaturan (B),B0 = sukrosa 0 persen, sorbitol 0 persen ,B1 = sukrosa 1 persen, sorbitol 1 persen,B2 = sukrosa 2 persen, sorbitol 2 persen. 2. Persentase Natrium Tripolifosfat (C) C0=0 persen, C1=0.25 persen, C2 = 0.5 persen. Perlakuan 1 dan 2 tersarang di jenis daging (A) sapi, domba dan kuda.

(3)

ABSTRACT

LILIS SURYANINGSIH. Effect of Meat Types, Antidenaturant and Natrium Tripolyphosphate on Nikumi to the Characteristics of Processed Meat Products. Under the direction of R.EDDIE GURNADI, RIZAL SYARIEF dan RUDY PRIYANTO.

Nikumi is an intermediate product which is originated from minced meat, washed with water and intended for raw materials in producing processed meat products such as saussage, nugget, meat balls, etc. The objectives of this research were to identifity the volatile components in beef, mutton and horse meat, to identify the components responsible for horse meat flavor, to determine the effect of the antidenaturant and natrium tripolyphosphate in nikumi processing and to determine chemical, physical and organoleptic characteristics of processed meat products originated from nikumi. The experiment was set in randomized nested factorial design 3 x 3 with three repetitions. The treatments were as follows: antidenaturant compositions: (B),B0 = sucrose 0 percent, sorbitol 0 percent, B1 = sucrose 1 percent, sorbitol 1 percent, B2 = sucrose 2 percent, sorbitol 2 percent; Natrium Tripolyphosphate (C) C0=0 percent, C1=0.25 percent, C2 = 0.5 percent. The treatments B and C were nested in meat types (A) beef, mutton dan horse meat.

(4)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan, dan Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2006

Lilis Suryaningsih

(5)

© Hak cipta milik Lilis Suryaningsih, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

PENGARUH JENIS DAGING, PENAMBAHAN ANTIDENATURAN, DAN NATRIUM TRIPOLIFOSFAT PADA NIKUMI TERHADAP KARAKTERISTIK

PRODUK DAGING OLAHAN

LILIS SURYANINGSIH

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Disertasi : Pengaruh Jenis Daging, Pena mbahan Antidenaturan, dan Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan

Nama : Lilis Suryaningsih

NIM : D 061020081

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. R. Eddie Gurnadi, M.Sc. Ketua

Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief DESS Dr. Ir. Rudy Priyanto Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ternak

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof.Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2004 ini adalah Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan, dan Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan.

Ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis haturkan kepada Bapak Prof. Dr. R. Eddie Gurnadi, Bapak Prof. Dr.Ir. Rizal Syarief DESS, dan Bapak Dr.Ir. Rudy Priyanto yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, serta Bapak Dr. Ir. Joko Hermanianto, Ibu Prof. Roostita L. Balia, Mapp.Sc, Ph.D, Bapak Dr.Ir. Sugiyono, Mapp.Sc dan Bapak Dr. Ir. Nahrowi, MSc yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi sempurnanya tulisan ini. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Lalu Sukarno, Ibu Dini, dan Ibu Heti dari Ba lai Penelitian Pascapanen Bogor serta Bapak-bapak dan Ibu- ibu di Laboratorium Ruminansia Besar Fapet dan Laboratorium Pilot Plant dan Laboratorium Kimia Biokimia Pusat Antar Universitas IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Olga, teman-teman PTK dan IPN yang tidak mungkin disebutkan satu persatu atas kerjasama dan persahabatan yang tulus selama ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis haturkan untuk seluruh keluarga, suamiku Dr. Ir. Leopold Oscar Nelwan atas segala pengorbanan, dukungan, doa dan kasih sayangnya.

Bogor, Januari 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 November 1965 dari ayah A. Soepardi (alm) dan Ibu E. Aminah (alm). Penulis merupakan putri terakhir dari delapan bersaudara.

Pend idikan Sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1994 penulis diterima di program Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pasca Panen, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2002, mendapat kesempatan melanjutkan ke program Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

(10)

RINGKASAN DISERTASI

Judul : Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan, dan

Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik

Produk Daging Olahan

Nama : Lilis Suryaningsih

No. Pokok : D 061020081

Program Studi : Ilmu Ternak (PTK)

Komisi Pembimbing : Prof. Dr. R. Eddie Gurnadi, M.Sc. (Ketua) Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief DESS (Anggota) Dr. Ir. Rudy Priyanto (Anggota)

Penguji Luar Komisi

: Prof. Roostita L. Balia, Mapp.Sc, Ph.D Guru Besar Fakultas Peternakan UNPAD

Dr.Ir. Sugiyono

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian IPB

Waktu : Kamis , 5 Januari 2006 Jam : 09.00 WIB

(11)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Perta nian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(12)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB) (Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

(13)
(14)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengaruh Jenis Daging, Penambahan Antidenaturan, dan Natrium Tripolifosfat pada Nikumi terhadap Karakteristik Produk Daging Olahan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2006

Lilis Suryaningsih

(15)

DAFTAR ISI Potensi Ternak sebagai Sumber daging …………... 5

Struktur dan Komposisi Daging ………... 7 Karakteristik Kimia dan Fisik Nikumi …………... 43

(16)

pH...

Daya mengikat air ...

Kekuatan gel ...

Produk Olahan dengan Bahan Dasar Nikumi ...

Karakteristik Kimia dan Fisik Baso, Nugget dan Sosis...

Kadar air ...

Analisa Komponen Volatil Daging dan Nikumi ...

(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah berbagai jenis komponen volatil dari berbagai kelas Kimia yang terdapat pada daging olahan ...

21

2 Kondisi analisis GC-MS merk Shimadzu QP 5050…………... 40

3 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar air nikumi...

43

4 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar protein nikumi...

45

5 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat ter hadap kadar lemak nikumi...

48

6 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat ter hadap kadar abu nikumi...

49

7 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat ter hadap kadar prote in larut garam nikumi...

52

8 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap pH nikumi...

53

9 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap daya mengikat air nikumi...

55

10 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat ter hadap kekuatan gel nikumi...

58

11 Hasil analisis ragam terhadap karakteristik kimia dan fisik produk olahan ...

60

12 Hasil uji hedonik pada produk olahan baso,nugget, dan sosis berdasarkan modus...

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Kuesioner penilaian organoleptik uji hedonik ... 85

2 Daftar analisis ragam kadar air nikumi... 87

3 Daftar analisis ragam kadar protein kasar nikumi... 87

4 Daftar analisis ragam kadar lemak nikumi... 87

5 Daftar analisis ragam kadar abu nikumi... 87

6 Daftar analisis ragam kadar protein larut garam nikumi... 88

7 Daftar analisis ragam pH nikumi... 88

8 Daftar analisis ragam daya mengikat air nikumi... 88

9 Daftar analisis ragam kekuatan gel nikumi... 88

10 Daftar analisis ragam kadar air baso... 89

11 Daftar analisis ragam kadar protein kasar baso... 89

12 Daftar analisis ragam kadar lemak baso... 89

13 Daftar analisis ragam kadar abu baso... 89

14 Daftar analisis ragam kadar karbohidrat baso... 89

15 Daftar analisis ragam pH baso... 90

16 Daftar analisis ragam daya mengikat air baso... 90

17 Daftar analisis ragam kadar air nugget... 90

18 Daftar analisis ragam kadar protein kasar nugget... 90

19 Daftar analisis ragam kadar lemak nugget... 90

20 Daftar analisis ragam kadar abu nugget... 90

21 Daftar analisis ragam kadar karbohidrat nugget... 91

22 Daftar analisis ragam pH nugget... ... 91

23 Daftar analisis ragam daya mengikat air nugget... ... 91

24 Daftar analis is ragam kadar air sosis... 91

25 Daftar analisis ragam kadar protein kasar sosis... ... 91

(19)

27 Daftar analisis ragam kadar abu sosis... 92

28 Daftar analisis ragam karbohidrat sosis... 92

29 Daftar analisis ragam pH sosis... 92

30 Daftar analisis ragam daya mengikat air sosis... ... 92

31 Uji Kruskal-Wallis warna baso... 92

32 Uji Kruskal-Wallis bau baso... 93

33 Uji Kruskal-Wallis rasa baso... 93

34 Uji Kruskal-Wallis tekstur baso... 93

35 Uji Kruskal-Wallis warna nugget ... 94

36 Uji Kruskal-Wallis bau nugget ... 94

37 Uji Kruskal-Wallis rasa nugget... 94

38 Uji Kruskal-Wallis te kstur nugget... 95

39 Uji Kruskal-Wallis warna sosis... 95

40 Uji Kruskal-Wallis bau sosis... 95

41 Uji Kruskal-Wallis rasa sosis... 96

42 Uji Kruskal-Wallis tekstur sosis... 96

43 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks warna baso… 96 44 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks ba u baso…… 97

45 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks rasa baso... 97

46 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks tekstur baso... 97

47 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks warna nugget 97 48 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks ba u nugget… 98 49 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks rasa nugget .. 98

50 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks tekstur nugget 98 51 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks warna sosis… 98 52 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks ba u sosis….. 99

53 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks rasa sosis…. 99 54 Uji Lanjut Multiple Comparisons of Means Ranks tekstur sosis 99 55 Hasil analisa komponen volatil daging sapi……… 100

56 Hasil analisa komponen volatil nikumi sapi……… 102

(20)

58 Hasil analisa komponen volatil nikumi domba……… 107

59 Hasil analisa komponen volatil daging kuda……… 109

60 Hasil analisa komponen volatil nikumi kuda……… 111

61 Produk nugget daging dan nikumi sapi ... 114

62 Produk nugget daging dan nikumi domba... 114

63 Produk nugget daging dan nikumi kuda... 115

64 Produk baso daging dan nikumi ... 116

65 Produk sosis daging dan nikumi ... 117

66 Daging giling dan nikumi……… 118

(21)

58 Hasil analisa komponen volatil nikumi domba……… 107

59 Hasil analisa komponen volatil daging kuda……… 109

60 Hasil analisa komponen volatil nikumi kuda……… 111

61 Produk nugget daging dan nikumi sapi ... 114

62 Produk nugget daging dan nikumi domba... 114

63 Produk nugget daging dan nikumi kuda... 115

64 Produk baso daging dan nikumi ... 116

65 Produk sosis daging dan nikumi ... 117

66 Daging giling dan nikumi……… 118

(22)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Permintaan daging dan produk olahan daging untuk konsumsi dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2002 konsumsi rata-rata perkapita perminggu di Indonesia 0.074 kg dan tahun 2003 sebesar 0.087 kg (BPS 2004a). Kebutuhan ini belum dapat diimbangi oleh peningkatan produktivitas ternak penghasil daging. Jumlah beberapa jenis ternak seperti ternak sapi bahkan semakin menurun sehingga perlu mengimpor dari Australia sebanyak 235 788 ekor (BPS 2004b). Salah satu solusi untuk mengurangi kekurangan suplai daging adalah dengan meningkatkan keanekaragaman daging ternak yang selama ini banyak dikonsumsi seperti daging domba dan daging kuda.

Daging sapi, domba, kambing, ayam, kuda dan babi merupakan daging yang lazim dikonsumsi di Indonesia. Daging kuda merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan sebagai bahan pangan asal hewan yang cukup potensial. Potensi tersebut dapat dilihat dari jumlah ternak kuda di Indonesia yang mencapai 432 100 ekor (BPS 2004c). Produksi daging kuda di Indonesia rata-rata mencapai 934 ton pertahun yang berasal dari pemotongan 7 268 ekor. Penyebaran pemotongan menurut propinsi di Indonesia mencakup Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur dan Jawa Timur (Ditjenak 2001).

(23)

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang telah dibudidayakan di berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. Daging domba lebih empuk daripada daging sapi dan serat dagingnya halus. Jenis-jenis domba yang terdapat di Indonesia yaitu domba Priangan, domba ekor gemuk dan domba Garut. Dibandingkan domba ekor gemuk, domba Priangan berbeda dalam distribusi otot dan lemak karkasnya. Domba Priangan mempunyai lebih banyak otot di bagian leher (45.5%) sedangkan otot di bagian paha hanya 24.36% ( Herman 2002).

Sapi merupakan salah satu jenis ternak yang paling giat dikembangbiakan dibandingkan jenis ternak lainnya seperti domba, kambing, dan kuda. Dari berbagai jenis ternak tersebut, daging sapi paling banyak beredar di pasaran serta paling banyak dikonsumsi di kalangan masyarakat Indonesia yaitu sekitar 75% (BPS 2004a). Daging sapi mempunyai flavor yang lebih disukai oleh konsumen karena mengandung karboksilat lebih sedikit dengan jumlah 24 dibandingkan dengan daging domba dengan jumlah 51 (Mottram 1991). Di sini terlihat peranan flavor sebagai komponen terpenting yang menentukan tingkat penerimaan (palatabilitas) makanan oleh indera manusia.

Daging kuda dan daging domba mempunyai bau yang kurang disukai atau off odor

yang disebabkan oleh asam lemak volatil sehingga perlu usaha untuk menghilangkan off odor tersebut, yaitu dengan proses leaching atau pencucian dengan air dingin. Leaching

adalah proses pencucian daging ikan (juga daging ternak) yang sudah dipisahkan dari tulang-tulangnya, digiling secara mekanis dan dicuci beberapa kali dengan air sehingga bau dan warna nya hilang.

Flavor sangat berperan dalam mempengaruhi pemilihan dan kesukaan konsumen akan makanan, sehingga tidak mengherankan jika banyak bahan pangan yang mempunyai flavor yang kurang disukai pada akhirnya tidak dipilih oleh konsumen seperti halnya daging kuda. Reaksi pembentukan flavor pada daging disebabkan oleh beberapa reaksi yaitu : 1) reaksi Maillard dan degradasi Strecker, 2) degradasi lemak, serta 3) degradasi tiamin ( Shahidi 1998).

(24)

masyarakat. Masyarakat dengan taraf hidup yang semakin meningkat akan lebih selektif dalam membeli produk makanan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, kesadaran akan makanan sehat dan bermutu semakin meningkat. Kesempatan dan tantangan tersebut akan membuka peluang untuk pengembangan produk baru yang bergizi, sehat serta aman terhadap lingkungan.

Untuk membangkitkan dan meningkatkan keinginan konsumen atau masyarakat dalam mengkonsumsi daging kuda perlu adanya penganekaragaman produk daging olahan asal daging kuda yang flavor yang kurang disukainya telah dihilangkan. Nikumi

adalah daging yang digiling yang kemudian dibersihkan dengan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen, lemak dan sebagian protein yang larut dalam air hilang. Nikumi merupakan produk antara yang mempunyai flavor yang lebih baik untuk diolah menjadi produk-produk lanjutan yang membutuhkan sifat elastisitas daging seperti baso, sosis, dan lain- lain.

Dalam pembuatan nikumi perlu ditambahkan antidenaturan untuk mencegah denaturasi protein selama pembekuan atau kerusakan struktur protein selama penyimpanan. Beberapa jenis antidenaturan mencakup adalah sukrosa, glukosa, fruktosa dan galaktosa sedangkan yang banyak digunakan adalah sukrosa dan sorbitol. Umumnya penambahan sukrosa 10 persen sudah dapat mencegah denaturasi protein, tetapi mengakibatkan rasa yang terlalu manis. Sukrosa mempunyai kemampuan untuk meningkatkan tegangan permukaan air, aman bagi tubuh, mudah didapat serta harga relatif murah. Sorbitol merupakan bahan pemanis alam, dengan kemanisan lebih kurang setengah kali dari sukrosa, dapat diubah menjadi CO2 di dalam tubuh, mudah larut dalam

(25)

Identifikasi Masalah

1. Daging kuda dan daging domba mempunyai faktor pembatas yaitu flavor kurang disukai dibanding dengan daging ternak lainnya.

2. Belum adanya informasi komponen-komponen yang bertanggung jawab terhadap flavor khas kuda.

3. Bagaimana pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat dalam pengolahan

nikumi.

4. Bagaimana karakteristik produk daging olahan yang berasal dari nikumi.

Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi komponen-komponen volatil pada daging sapi, domba dan kuda. 2. Mengidentifikasi komponen-komponen yang bertanggung jawab terhadap flavor

khas daging kuda.

3. Menentukan pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat dalam pengolahan

nikumi.

4. Menentukan karakteristik fisik, kimia serta organoleptik dari produk daging olahan yang berasal dari nikumi.

Hipotesis

Jenis daging yang mempunyai bau, rasa, dan aroma yang kurang baik dengan terlebih dahulu dibuat nikumi dapat memperbaiki karakteristik produk daging olahan baik dari segi fisik, kimia maupun organoleptik.

Kegunaan Penelitian

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ternak sebagai Sumber Daging

Sapi. Bangsa sapi pedaging yang ada di Indonesia berasal dari bangsa sapi lokal maupun import. Beberapa jenis bangsa sapi lokal adalah sapi Peranakan Ongole, sapi Bali, sapi Fries Hollands, sedangkan beberapa jenis sapi import adalah Brahman Cross

dan Australian Commercial Cross. Sapi Bali berasal dari keturunan langsung banteng liar (Bos sondaicus). Dugaan tersebut didukung oleh kesamaan tipe dan tanda-tanda khas lainnya yang terdapat baik pada sapi Bali maupun banteng liar. Persentase karkas yang dihasilkan dari sapi bali berkisar antara 45 – 55 % (Bowker et al. 1978)

Sapi Fries Hollands dewasa mempunyai bobot badan 400 – 570 kg, sedangkan persentase karkas rata-rata sapi jantan Fries Holland s pada umur 2 – 3 tahun adalah 51.5%. Di negara- negara Eropa sapi perah jantan terutama sapi Fries Hollands lebih banyak dimanfaatkan dagingnya, dimana daging yang dihasilkan lebih empuk dan mempunyai marbling (Arbele et al. 2001). Sapi Ongole (Nellore), berasal dari India dan termasuk golongan Zebu atau Bos indicus. Sapi Ongole mulai dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1906 di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi Utara, yang kemudian disilangkan dengan sapi lokal untuk memperbaiki mutunya sebagai sapi kerja dan produksi daging (Joshi dan Phillips1953)

Sapi Brahman Cross mewarisi sifat penyesuaian dari sapi Brahman dan potensi pertumbuhan dari Hereford-Shorthorn, mengandung proporsi darah Brahman 50 persen, Hereford 25 persen dan Shorthorn 25 persen. Sapi Brahman Cross mempunyai bentuk luar antara sapi Brahman, Hereford, dan Shorthorn, sedangkan kecenderungan mirip mana tergantung darah yang dominan. Sapi Brahman Cross di impor ke Indonesia kira-kira pada tahun 1973 dari Australia. Di Indonesia, prestasi yang dapat dicapai nampaknya tidak sebaik di Australia. Sapi Australian Commercial Cross yang digunakan sebagai sapi bakalan untuk usaha penggemukan di Indonesia, adalah hasil persilangan sapi-sapi di Australia yang tidak diketahui dengan jelas asal- usul maupun proporsi darahnya (Turner 1977).

(27)

dan kerbau, serat dagingnya lebih halus dan mempunyai aroma yang khas. Persentase karkas bersih dari seekor domba maksimum umumnya 53 persen dengan kisaran 46 – 53 persen, sedangkan domba yang tua biasanya menghasilkan persentase bersih yang lebih rendah. Karkas domba muda dikenal dengan istilah Lamb dan karkas domba dewasa yang dikenal dengan istilah Mutton (Blakely dan Bade 1985).

Karkas adalah bagian tubuh ternak tanpa kepala, kaki, kulit, ekor, darah dan organ-organ dalam tubuh kecuali ginjal, sedangkan persentase karkas adalah perbandingan bobot karkas terhadap bobot badan ternak yang masih hidup dikali seratus persen. Persentase karkas domba semakin meningkat sejalan dengan peningkatan umur dan bobotnya sampai dengan umur tertentu, kemudian cenderung menurun (Romans et al. 1994).

Ternak Kuda. Di Indonesia populasi kuda mencapai 432 100 ekor yang tersebar dibeberapa propinsi yaitu propinsi Sulawesi Selatan (130 300 ekor), Nusa Tenggara Timur (96 100 ekor), Nusa Tenggara Barat (74 400 ekor), Jawa Timur (26 400 ekor), Jawa Tengah (14 600 ekor), dan Sumatera Utara (5 700 ekor), Yogyakarta (800 ekor) dan Propinsi lain- lain (83 800 ekor) (BPS 2004c). Produksi ternak daging kuda di Indonesia sebanyak 934 ton yang berasal dari 7 268 ekor (Ditjenak 2001).

Kuda adalah ternak hasil penjinakan sejak 5000 tahun yang lalu, yang digunakan sebagai bahan makanan dan dalam perkembangan selanjutnya lebih banyak diarahkan untuk kepentingan perang, olah raga dan rekreasi, sebagai tenaga kerja dalam pertanian dan transportasi (Parakkasi 1986). Perkembangan konsumsi daging kuda sangat lambat dibandingkan dengan perkembangan konsumsi daging asal ternak lainnya seperti ternak ruminansia dan unggas (Evanovsky dan Foster, 1997). Hal ini disebabkan oleh flavornya yang kurang disukai. Padahal, daging kuda dikenal mempunyai kandungan protein relatif tinggi (18.5%) dengan kandungan lemak rendah (3%) (Anonim 2002, Evanovsky dan Foster 1997)

(28)

Struktur dan Komposisi Daging

Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Organ-organ misalnya hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, pancreas, dan jaringan otot termasuk dalam definisi ini ( Soeparno 1992).

Komponen utama daging terdiri dari otot, lemak, sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin, dan retikulin) serta pembuluh darah, ephitel dan syaraf. Otot terdiri dari beberapa berkas otot (muscle bundle), berkas otot berisi serat otot (muscle fiber) yang merupakan sel otot berupa benang panjang, tidak bercabang dan sedikit meruncing pada kedua ujungnya. Serat otot berisi benang otot (miofibril), sedangkan miofibril terdiri dari beberapa sarkomer (Gambar 1) (Arbele et al. 2001). Dalam sarkomer terdapat filamen-filamen halus (miofilamen-filamen) yang tebal dan tipis. Filamen tebal dikenal sebagai miosin dan yang tipis sebagai aktin. Serat otot dibungkus oleh suatu membran yang disebut sarkolema dan terdiri dari sejumlah miofibril pada suatu cairan koloidal intraselular yang disebut sarkoplasma. Jaringan yang membungkus otot disebut epimisium, yang membungkus berkas otot disebut perimisium dan yang membungkus sel otot atau serat otot disebut endomisium (Gambar 2) (Forrest et al. 1975).

(29)

Menurut Lawrie (1991) warna daripada daging sangat bervariasi menurut spesies, fungsi otot, umur, kondisi penanganan dan penyimpanan ternak. Namun demikian warna daging pada dasarnya dipengaruhi oleh kandungan mioglobin otot, suatu pigmen warna yang terdapat pada otot hewan. Aktifitas otot yang tinggi menyebabkan peningkatan kandungan mioglobin serta peningkatan intensitas warna daging yang dihasilkan.

Pada dasarnya ada tiga komponen daging yang menentukan keempukan daging yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksi otot, kandungan jaringan ikat serta daya mengikat air dan jus daging (Soeparno 1992). Menurut Lawrie (1991) dan Aberle et al. (2001) komponen utama yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan ikat, kelompok serat otot dan kelompok lemak. Jaringan ikat (terutama kolagen) dan jumlah ikatan silangnya mempunyai peranan yang besar terhadap keempukan daging. Keempukan daging akan menurun dengan bertambahnya umur dan meningkatnya bobot, hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah jaringan ikat serta ukuran serat dan berkas otot.

Penimbunan asam laktat dan tercapainya pH ultimat (akhir) otot saat postmortem

tergantung pada jumlah cadangan glikogen otot pada saat pemotongan. Penurunan pH saat postmortem dipengaruhi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik antara lain adalah spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas di antar ternak, sedangkan faktor ekstrinsik antara lain adalah temperatur lingkungan, perlakuan sebelum pemotongan dan suhu penyimpanan (Lawrie 1991). Gambar 3 memperlihatkan bahwa pada pH yang mendekati titik isoelektrik dari protein otot (pH sekitar 5.0 – 5.4) terdapat keseimbangan antara muatan positif dan negatif dari grup reaktif protein sehingga daya mengikat air menjadi rendah atau minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari titik isoelektriknya (5.2 – 6.8), terdapat surplus muatan negatif sehingga daya mengikat air meningkat. Demikian pula pada pH lebih rendah dari titik isoelektrik protein daging, terdapat ekses muatan positif dan daya mengikat air menjadi meningkat (Aberle et al. 2001)

(30)

Penolakan Penolakan (repulsi) (repulsi)

a = ekses muatan positif pada miofilamen b = balans muatan positif dan negatif c = ekses muatan negatif pada miofilamen

Gambar 3 Pengaruh pH terhadap jumlah air imobilisasi di dalam daging (Aberle et al. 2001)

(31)

lemak (1.5 – 13.0%), karbohidrat (0.5 – 1.5%) dan zat terlarut bukan protein (2.3% ) serta selebihnya adalah vitamin. Variasi komposisi kimia daging dapat disebabkan oleh faktor perbedaan pertumbuhan, pakan, bangsa, lokasi otot daging, penyimpanan dan preservasi ( Lawrie 1991 dan Aberle et al. 2001). Berbagai perlakuan terhadap daging seperti penggilingan, pembekuan, pencairan, penggaraman, proses enzimatik, pemberian zat aditif dan pemanasan akan mempengaruhi kandungan air akhir daging (Bahar 2003). Perbedaan kadar air dipengaruhi oleh kadar lemak masing- masing ur at daging. Kadar air daging mempunyai korelasi negatif yang signifikan dengan kadar lemak daging (Soeparno 1992).

Air di dalam urat daging dibagi menjadi tiga lapisan, yaitu air yang terikat secara kimiawi oleh protein daging sebagai lapisan monomolekuler pertama, air terikat agak lemah terhadap grup reaktif protein sebagai lapisan kedua. Air lapisan kedua ini biasanya disebut air imobilisasi (tidak bergerak). Lapisan ketiga adalah molekul- molekul air bebas di antara molekul protein. (Aberle et al. 2001).

Kadar protein daging relatif konstan. Adanya perbedaan kadar protein disebabkan oleh perbedaan struktur daging yang terutama terdiri dari protein miofibilar dan jaringan ikat (Kramlich et al. 1973). Protein urat daging mempunyai hubungan yang erat dengan kadar air daging. Protein urat daging mempunyai sifat hidrofilik, yaitu dapat mengikat molekul- molekul air daging ( Judge et al. 1989). Protein daging dibagi menjadi tiga kelompok yaitu protein miofibril, sarkoplasmik dan stroma sedangkan protein jaringan ikat terutama terdiri dari kolagen, elastin dan retikulin (Swatland 1984).

Kadar lemak daging sangat bervariasi dan dapat dipengaruhi oleh bangsa, umur, species, lokasi otot dan pakan (Judge et al. 1989). Kandungan lemak daging dapat mempengaruhi akumulasi kolagen daging, karena akumulasi lemak akan melarutkan dan menurunkan kolagen daging (Swatland 1984).

Kadar Karbohidrat dalam skeletal otot mamalia berkisar antara 0.5 – 1.5 persen. Karbohidrat dalam daging terdapat dalam bentuk glukosa dan glikogen. Selain disimpan dalam hati glikogen juga disimpan dalam otot (Aberle et al. 2001).

(32)

Surimi atau Nikumi

Surimi adalah daging yang dilumatkan dengan cara digiling, ditumbuk atau dengan cara lainnya, dibersihkan serta dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen, protein yang larut dalam air, dan lemak hilang. Surimi merupakan istilah dalam bahasa Jepang untuk daging ikan yang sudah dipisahkan dari tulang-tulangnya secara mekanis dan dicuci dengan air beberapa kali. Beberapa keuntungan penggunaan surimi

adalah sebagai berikut: 1) dapat digunakan langsung untuk pengolahan produk-produk makanan seperti baso, sosis, burger, dan lain- lain, 2) tidak berbau, sehingga produk-produk olahannya lebih disukai oleh berbagai tingkat usia, 3) harganya relatif stabil karena surimi dapat disimpan lama sehingga memudahkan dalam perencanaan produksi olahannya, 4) mudah dibentuk sesuai dengan keinginan, dan 5 ) mempunyai kemampuan untuk mengikat bahan dengan baik sehingga dapat dicampur dengan bahan-bahan lain tanpa mengubah tekstur (Lee 1984 dan Peranginangin et al. 1999). Nikumi merupakan istilah untuk menyebutkan produk surimi yang berasal dari bahan baku daging bukan ikan. Surimi dengan bahan baku dari ayam disebut chicken surimi (ayami) (Babji dan Kee. 1994).

Ada tiga tipe surimi yaitu : 1) Mu-en surimi yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan yang telah dicuci, dicampur dengan gula dan fosfat, tanpa penambahan garam serta telah mengalami proses pembekuan, 2) Ka-en surimi

yaitu surimi yang dibuat dengan menggiling hancuran daging ikan, yang telah dicuci, dicampur dengan gula dan garam tanpa penambahan fosfat serta mengalami proses pembekuan, dan 3) Na-ma surimi yaitu surimi yang tidak mengalami pembekuan. Surimi

komersial mempunyai kadar air 75 persen, protein 18 persen, lemak kurang dari 0.5 persen dan bahan-bahan lain 6.5 persen (Park et al. 1996).

(33)

Pencucian pada daging dapat mengakibatkan perubahan pH, dimana meningkat dari pH normal 5.5 – 5.8 menjadi 6.7. Hal ini disebabkan oleh pencucian yang memindahkan sisa asam pada protein otot. Pemberian konsentrasi garam 2.5 persen pada nilai pH antara 6 – 7 memberikan kekuatan gel yang maksimum. Pada pH di atas 7 kekuatan gel melemah, bahkan pada pH di atas 7.6 pembentukan gel berhenti. (Rodger dan Craig 1979).

Manfaat terpenting yang diperoleh dari pencucian dalam pembuatan surimi ini adalah meningkatnya kemampuan daging untuk membentuk gel dengan meningkatkan konsentrasi aktomiosin serta berkurangnya protein-protein sarkoplasma yang menghambat pembentukan gel. Protein yang hilang selama proses pencucian bisa mencapai 25 persen (Lee 1984). Salah satu sifat surimi adalah membentuk gel yang elastis dan kuat dengan perlakuan panas. Gel yang fleksibel dan elastis tersebut terbentuk jika surimi dicampur dengan garam, yang melalui proses pelumatan akan terbentuk sol dan denga n pemanasan akan terbentuk gel (Roussel dan Cheftel 1988).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan gel adalah bahan baku, kekuatan ion, pH, suhu dan laju pemanasan, species dan jenis ikan. Penggunaan garam pada proses pembentukan gel adalah sebagai bahan pelarut miofibrilar. Pada konsentrasi garam kurang dari 2 persen miofibril tidak dapat larut, sementara pada konsentrasi garam 2 – 3 persen merupakan penggunaan yang umum pada beberapa species ikan dan jenis produk lain (Lan et al. 1995).

Berdasarkan penelitian Huidobro (1998), protein sarkoplasma lebih banyak ditemukan larut (terbuang) pada pencucian pertama. Pencucian dengan larutan garam dengan konsentrasi 0 – 3 % tidak mempengaruhi stabilitas emulsi dari protein terlarut. Setelah pencucian dilakukan penghilangan air sampai 80 persen.

Antidenaturan dan Natrium Tripolifosfat

(34)

Bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah maka dikatakan protein ini terdenaturasi. Sebagian besar protein globular mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan- ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang sehingga perlu dicegah (Winarno 1992).

Menurut Whitaker dan Tannenbaum (1977) ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul. Kedua jenis denaturasi ini terjadi tergantung pada keasaman molekul. Pertama terjadi pada rantai polipeptida sedangkan yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder. Ikatan- ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah : a) ikatan hidrogen, b) ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang saling berdekatan membentuk suatu micelle dan tidak larut dalam air, c) ikatan ionik antara gugus bermuatan positif dan negatif, dan d) ikatan intramolekuler seperti yang terdapat pada gugus disulfida dalam sistin.

(35)

Gambar 4 Sketsa proses denaturasi protein (Whitaker dan Tannenbaum 1977)

Dalam pembuatan surimi antidenaturan ditambahkan untuk mencegah denaturasi protein selama pembekuan. Antidenaturan yang digunakan adalah gula dan sorbitol (Lee 1984). Penambahan sukrosa 10 persen sudah dapat mencegah denatursi protein, tetapi mengakibatkan surimi terlalu manis dan warna menjadi coklat. Sukrosa yang ditambahkan hanya 4 persen sedangkan sisanya diganti sorbitol supaya tidak memberikan warna coklat pada produk akhir nikumi, tetapi teksturnya keras (Suzuki 1981).

Pencegahan denaturasi oleh sukrosa terjadi karena kemampuannya dalam meningkatkan tegangan permukaan air. Pengaruh dari antidenaturan semakin tinggi jika ke dalam surimi ditambahkan polifosfat. Penambahan polifosfat dapat memperlonggar ikatan struktur molekul protein sehingga air yang terikat semakin besar ( Grantham 1981). Fosfat ditambahkan terutama pada daging olahan yang protein dagingnya sudah banyak mengalami denaturasi. Tujuan penambahan fosfat adalah meningkatkan daya mengikat air sehingga konsistensinya kenyal, mengurangi susut masak, menstabilkan emulsi dan mempengaruhi penyebaran lemak (Lawrie 1991).

(36)

makanan, terutama berfungsi sebagai pemanis serta memperkeras tekstur makanan. Pada suhu yang tinggi sorbitol tidak terjadi reaksi Maillard dan aman bagi tubuh (Nabors 2002).

Penambahan 0.3% sodium pyrophosphate akan meningkatkan pH, nilai pH menjadi tinggi biasanya disebabkan oleh lebih banyak jalan terbuka di antara myofibril filamen, dengan demikia n lebih banyak air, sehingga akan meningkatkan daya mengikat air pada kebanyakan proses pada daging (Babji dan Kee 1994)

Menurut Furia (1975) natrium tripoliphosfat termasuk dalam bahan tambahan makanan (food additive) yaitu bahan-bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah sedikit dengan maksud untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, tekstur, meningkatkan daya ikat air, memperbaiki sifat elastisitas, dan memperpanjang daya simpan. Mekanisme kerja phosfat yaitu kemampuannya dalam meningkatkan nilai pH, menghidrolisis kompleks aktomiosin, kemampuannya sebagai katalisator garam serta kemampuannya dalam mengikat logam.

Ada beberapa macam alkali phosfat yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan antara lain dinatrium phosfat (disodiummonophosfat), natrium hexametaphosfat, dan natrium tripoliphosfat (sodium tripoliphosfat). Natrium tripoliphosfat me miliki rumus kimia Na5P3O10 dengan berat molekul 367.86 dan terdapat sebagai serbuk atau

butiran ringan yang higroskopis dan berwarna putih. Zat ini memiliki daya larut yang baik didalam air serta memiliki pH yang berkisar 9.5 - 9.9 (Ockerman 1983). Phosfat banyak digunakan dalam pengolahan daging seperti sosis, baso, burger dan lain- lain. Dalam penggunaan phosfat sebagai bahan makanan selalu ada batasan yang diperbolehkan untuk digunakan (Pszczola 2002). Konsentrasi natrium tripoliphosfat yang dapat ditolerir tubuh tanpa menimbulkan gangguan fisiologis adalah sebesar 0.5% (Pearson dan Tauber 1984).

Produk Olahan Lanjut Surimi atau Nikumi

Pengolahan daging adalah suatu cara untuk menyimpan daging dalam jangka waktu yang cukup lama, agar kualitas maupun kebersihan tetap terjaga (Palupi 1986). Surimi

(37)

pembuatan berbagai jenis produk akhir seperti sosis, baso, nugget, camilan, dan lain- lain (Lee 1984)

Palupi (1986) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang perlu mendapat perhatian dalam proses pengolahan daging adalah : 1) daging, 2) lemak, 3) Garam, 4)bahan pengikat, 5) Air atau es serta 6) bahan tambahan lainnya seperti bumbu-bumbu dan penyedap. Bahan baku yang biasa digunakan dalam pengolahan biasanya daging namun demikian tidak menutup kemungkinan penggunaan produk antara seperti nikumi untuk pembuatan olahan daging dalam usaha diversifikasi produk pangan

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan dengan sengaja ke dalam suatu produk dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan pangan minyak atau lemak berfungsi untuk kelezatan dan tekstur serta citarasa bahan pangan tersebut (Winarno 1992).

Garam dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Garam berfungsi untuk memberikan rasa, mengawetkan dan terutama untuk melarutkan protein yaitu protein miosin sebagai emulsifier utama dan mempertinggi daya ikat air partikel (Romans et al. 1994). Garam dapur dan garam alkali fosfat secara bersama-sama berpengaruh terhadap kenaikan pH, pengembangan volume, stabilitas dan daya mengikat air daging. Garam- garam ini berperan memisahkan logam berat dan ion Ca++ dari daging serta memecahkan aktomiosin menjadi aktin dan miosin (Lawrie 1991). Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat yang biasa digunakan adalah tepung kedele, terigu, tepung jagung(maizena), tepung tapioka, kasein albumin, dan susu skim (Wilson 1981). Menurut Forrest et al.(1975) maksud penambahan bahan pengikat adalah : 1) meningkatkan stabilitas emulsi, 2) meningkatkan daya mengikat air, 3) meningkatkan flavor, 4) mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5) meningkatkan karakteristik irisan produk, dan 6) mengurangi biaya

(38)

prosessing panas, 3) melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4) membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, 5) melayani fase kontinyu dari emulsi daging, dan 6) menjaga temperatur selama proses penggilingan (Aberle et al. 2001).

Sosis merupakan salah satu produk daging giling atau daging cincang yang diberi bumbu-bumbu dan dimasukkan ke dalam selongsong atau casing menjadi bentuk silindris. Selongsong yang digunakan dapat terbuat dari usus hewan ataupun bahan sintetis. Fungsi utama selongsong sosis yaitu untuk pembentukan produk, menjaga stabilitas produk, serta pelindung dari kerusakan secara fisik ma upun kimia. Ke dalam adonan sosis biasanya ditambahkan tepung, susu skim, lemak, es atau air dan protein nabati (Pearson dan Tauber 1984). Nugget merupakan salah satu produk olahan daging yang telah dicampur bumbu-bumbu diberi pelapis ( telur, tepung terigu, dan tepung roti)( Dewi 2002). Baso merupakan produk olahan daging giling, dicampur dengan tepung diberi bumbu-bumbu serta dibentuk bulat-bulat kemudian direbus dalam air mendidih hingga matang (Singgih 1997)

Flavor Daging

Flavor. Flavor didefinisikan sebagai sensasi yang disebabkan oleh sifat bahan di dalam mulut yang merangsang indera perasa, indra pembau atau keduanya, dan reseptor taktil serta reseptor suhu di dalam mulut (Health 1978). Senyawa kimia yang berkontribusi pada flavor secara garis besar dipengaruhi oleh dua senyawa yaitu komponen volatil dan non volatil. Komponen volatil adalah komponen yang memberikan sensasi bau melalui reseptor pada hidung, serta menguap dengan cepat. Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa yaitu asam, asin, manis dan pahit. Komponen ini tidak memberikan sensasi bau tetapi menjadi media untuk komponen volatil dan membantu menahan penguapan volatil (Winarno 2002).

(39)

diisolasi dari bahan mentah beraroma atau diperoleh secara sintetis, yang secara kimia identik dengan senyawa yang terdapat di dalam produk alami, baik yang diproses ataupun tidak untuk kons umsi manusia. Komponen flavor buatan merupakan senyawa flavor yang belum teridentifikasi dalam produk-produk alami untuk konsumsi manusia baik produk alami yang mengalami proses maupun tidak.

Menurut Tyrell (1990) komponen flavor alami dapat berasal dari (a) Binatang dan derivat dari botani. Bahan tersebut merupakan bahan-bahan tanaman dan binatang yang terbentuk secara alami, (b) Hasil reaksi mikrobial atau reaksi enzimatis (melalui/hasil bioteknologi). Sumber bahan ini adalah komponen aromatis yang terbentuk atas kerja enzimatis atau mikroba, (c) Sistem prekursor, yaitu komponen flavor yang terbentuk melalui proses pemanasan bahan-bahan alami, baik dengan cara pemanggangan, maupun perebusan.

Flavor Daging. Daging mentah memiliki flavor yang kurang disukai, karena beraroma sangat lemah dan berasa seperti darah. Pemasakan atau pemanasan sangat diperlukan untuk meningkatkan flavor, sehingga diperoleh flavor khas daging. Flavor daging tidak hanya terdiri atas satu kelas komponen tertentu saja. Pada saat ini telah berhasil diidentifikasi beberapa ratus komponen volatil yang membentuk flavor daging. Flavor daging dari masing- masing spesies terdiri atas komponen-komponen volatil yang berbeda secara kualitatif. Flavor daging sapi mengandung komponen bersulfur yang relatif tinggi yaitu hampir 20 persen dari seluruh komponen volatil. Flavor daging kambing memiliki furan yang relatif rendah, tetapi mengandung asam karboksilat yang relatif tinggi (Tabel 1) (Mottram1991). Flavor daging akan dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama berupa spesies hewan dan jenis organ atau jaringan tubuh organ (Wasserman 1979).

(40)

Tabel 1 Jumlah berbagai jenis komponen volatil dari berbagai kelas kimia yang

Dari Tabel 1 terlihat bahwa terdapat 880 komponen volatil yang telah diidentifikasi pada flavo r daging sapi. Dari 880 kamponen volatil hanya 25 yang dilaporkan sebagai

(41)

Rasa pada daging sapi menurut Mac leod (1998), rasa manis dihubungkan dengan glukosa, fruktosa, ribosa dan berbagai α-amino seperi glisin, alanin, serin, treonin, lysin, cystein, methionin, asparagine, glutamine, prolin dan hidroksiprolin. Asam berasal dari asam aspartat, asam glutamik, histidin, asparagin bersama-sama dengan asam inosinik, oryho-phosphoric dan asam pyrrolidone carboxylic. Rasa asin sebagian besar dari kehadiran garam yang tidak organik dan garam sodium dari glutamat dan aspartat. Rasa pahit dapat berasal dari hypoxanthin bersama-sama dengan anserin, carnosin dan peptida-peptida lainnya.

Menurut Shahidi (1998), flavor yang ditemukan pada daging domba dan kambing, berkorelasi dengan adanya asam 4- metiloktanoat atau 4 - methyloctanoic. Senyawa prekursor yang bertanggung jawab terhadap flavor domba adalah komponen yang larut air.

Reaksi Pembentukan Flavor Daging. Komponen-komponen pada daging mengalami serangkaian perubahan fisika dan kimia ketika mengalami pemanasan. Perubahan yang terjadi tergantung pada suhu dan kadar air (Wasserman 1979). Reaksi utama pembentukan flavor daging adalah reaksi Maillard, termasuk didalamnya reaksi degradasi Strecker, dan reaksi degradasi lemak (Gambar 5). Selain itu, reaksi degradasi tiamin juga berperanan dalam pembentukan flavor daging (Mac leod 1998).

1. Reaksi Maillard dan Degradasi Strecker.

Reaksi Maillard merupakan reaksi utama pembentuk flavor pada berbagai jenis makanan, seperti pada flavor daging. Pembentukan komponen volatil melalui reaksi Maillard terjadi pada suhu pemasakan. Reaksi ini terjadi antara gula pereduksi dengan komponen beramino. Reaksi tidak hanya terjadi pada suhu tinggi tetapi kecepatan reaksi akan meningkat dengan makin tingginya suhu (Mottram 1991). Reaksi Maillard merupakan reaksi antara gugus karbonil khususnya yang berasal dari gula pereduksi dengan gugus amino bebas residu rantai peptida. Pada dasarnya reaksi Maillard dibagi dalam tiga tahap yaitu tahap awal, intermediet, dan akhir (Nursten 1986). Skema tahapan dari reaksi Maillard (Gambar 6).

(42)
(43)
(44)

2. Reaksi Degradasi Lemak.

Pembentukkan rantai alkil tidak jenuh dari lemak terjadi melalui mekanisme radikal bebas. Reaksi diawali dengan pelepasan sebuah atom hidrogen yang labil pada lemak dan menghasilkan radikal-radikal lemak. Reaksi antara radikal lemak dengan oksigen membentuk radikal peroksi, diikuti pelepasan atom hidrogen lain, sehingga terbentuk suatu hidroperoksida dan radikal bebas lainnya. Menurut Mottram (1991) reaksi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

RH R* - H*

R* + O2 ROO*

ROO* + RH ROOH + R*

(45)
(46)

R * mengandung sistem ena R * mengandung sistem diena [A] [B] [A] [B]

CH3-[CH2]2-CH-CH = CH = CH3-[CH2]2-CH-CH-CH -CH= CH = O O

[A] [B] [A] [B]

CH3-[CH2]2-CH-CH CH3-[CH2]2-CH -CH= CHO CH3-[CH2]-CH-CH-CH –CH CH3-[CH2]-CH-CH-CH –CH-CHO

2-alkenal 2,4-alkadienal

CH3-[CH2]2-CH-CH CH3-[CH2]2-CH-CH CH-CH-O-OH alkuna

CH3-[CH2]2-CH=CH2 CH CH

alkena CH3-[CH2]2-CH-CH-O=OH CH3-[CH2]2-CH-CH CH3-[CH2]2-CH-CH-CH-CH-OH O

CH CH

CH3-[CH2]2-CH-CH-O CH3-[CH2]2-C CH CH3-[CH2]2-CH2-CH-CHCHO

O 2-alkenal

alkil furan

CH3-[CH2]2-CH-CH-OH atau

CH3-[CH2]2-CH-CHO O

Alkanal furan

Gambar 7 Beberapa komponen volatil yang terbentuk dari pemecahan monohidroperoksida lemak (Grosch 1982)

(47)

menghasilkan komponen-komponen volatil yang memiliki aroma daging (Hincelin et al. 1992).

Gambar 8 Produk-produk Degradasi Tiamin (Gunter et al. 1990)

(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Kimia dan Fisik Nikumi

Karakteristik kimia dan fisik nikumi yang diamati dalam penelitian ini meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak, kadar protein larut garam, pH , daya mengikat air dan kekuatan gel.

Kadar air

Kadar air nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar air nikumi

Natrium Tripolifosfat

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

(63)

72.55+0.79%. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat Arbele et al. (2001) bahwa nilai kadar air rata-rata daging dari berbagai jenis ternak mempunyai kisaran 65-80% serta sejalan dengan hasil penelitian Hikmah (2003) yaitu rata-rata kadar air daging kuda adalah 71.02%, untuk kuda jantan 71.19% dan kuda betina 70.85%.

Hasil analisis ragam memperlihatkan adanya perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) pada kadar air nikumi antar jenis daging, persentase antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat yang disebabkan oleh perbedaan jenis daging atau bahan bakunya, genetik dan kondisi makanan yang diberikan. Ternak kuda mempunyai kadar air yang paling tinggi dibandingkan dengan daging sapi dan daging domba. Suzuki (1981) mengemukakan kadar air berhubungan dengan kadar lemak dimana makin tinggi kadar air, makin rendah kadar lemaknya.

Penelitian Istihastuti (2004) menunjukkan kadar air surami dengan bahan baku ikan marlin adalah 77.7% untuk surami basah dan 75.9% untuk surami kering. Pattipeilohy (1996) mendapatkan kadar air daging ikan kembung 77.73% dan kadar airnya turun menjadi 73.01% setelah diproses menjadi surami. Tingginya kadar air surami dari daging ikan dibanding nikumi daging sapi, daging domba, dan daging kuda diduga karena kandungan air bahan baku yang berbeda, genetik, makanan dan lingkungan berbeda.

Dalam pembuatan nikumi digunakan antidenaturan untuk mencegah denaturasi. Antidenaturan yang umum digunakan adalah sorbitol (Lee 1984). Suzuki (1981) menyatakan bahwa penambahan sorbitol sebagai antidenaturan dapat memperkeras tekstur. Penambahan sukrosa pada surami biasanya berkisar antara 4 – 5 %. Penambahan sukrosa lebih dari 5 % mengakibatkan surami terlalu manis dan berwarna coklat.

Sukrosa dan sorbitol yang ditambahkan dalam pembuatan nikumi mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kandungan air ya ng terdapat pada nikumi. Semakin besar persentase sukrosa dan sorbitol yang diberikan, semakin besar kadar air yang diperoleh. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Lee (1984) dan Pszczola (2003) bahwa antidenaturan dapat mencegah denaturasi protein dan meningkatkan tegangan permukaan air.

Kadar air merupakan salah satu penentu mutu surami dimana untuk

(64)

bahan pangan serta dapat meningkatkan daya mengikat air surami (Lee 1984). Makin tinggi persentase penambahan natrium tripolifosfat, kadar air dapat dipertahankan sehingga makin baik mutu nikumi yang diperoleh.

Jumlah air yang hilang dipenga ruhi oleh pengikatan air oleh protein seperti pada hasil penelitian Trout dan Schmindt (1984) dimana penambahan fosfat 0.5 persen akan meningkatkan kekuatan ion. Dengan peningkatan kekuatan ion, daya mengikat air juga semakin meningkat.

Kadar protein

Kadar protein nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar protein

nikumi

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

(65)

daging kuda 75.37+1.92% BK. Hal ini disebabkan oleh proses pencucian, dimana protein yang larut air ikut terbuang. Air dari hasil pencucian selama pembuatan nikumi

mengandung protein yang larut dalam air (Lee 1984).

Protein miofilamen terdiri dari aktin dan miosin atau aktomiosin yang menentukkan pembentukan gel nikumi. Pembentukan gel terjadi karena adanya interaksi atau ikatan oleh gugus aktif protein. Nikumi mengandung protein miofilamen yang persentasenya lebih besar daripada jenis protein lainnya. Xiong (2000) dan Zayas (1997) mengemukakan bahwa protein sarkoplasmik larut dalam air atau dalam larutan garam lemah, protein miofibrillar larut dalam larutan ion kuat seperti pada penggunaan garam pada pengolahan daging (>1.5% NaCl) sedangkan protein stromal tidak larut dalam larutan garam, tetapi dapat larut dengan perlakuan asam atau alkali.

Hasil analisis ragam menunjukkan protein pada nikumi antara jenis daging, antidenaturan dan natrium tripolifosfa t menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01). Protein dapat dipertahankan dari denaturasi dengan penambahan antidenaturan, dimana bahan antidenaturan adalah bahan yang dapat menghambat perubahan struktur molekul protein yang menyebabkan perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi dan biologis (Tranggono et al. 2002). Bila susunan ruang rantai polipeptida suatu molekul berubah maka dikatakan protein ini terdenaturasi. Sebagian besar protein globular mudah mengalami denaturasi dan oleh sebab itu perlu ditambahkan antidenaturan yang dapat mencegah ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak (molekul akan mengembang) (Winarno 1992).

Pada perlakuan komposisi antidenaturan dari ketiga jenis daging yang digunakan, makin tinggi persentase antidenaturan yang digunakan, kehilangan protein makin sedikit. Oleh karena itu, kadar protein pada nikumi makin tinggi dengan adanya penambahan antidenaturan. Komposisi tersebut memberikan pengaruh perlindungan terhadap denaturasi protein akibat pembekuan ya ng lebih efektif dibandingkan dengan komposisi yang lain. Stabilitas protein nikumi selama pembekuan dilindungi oleh antidenaturan. Suhu yang rendah selama pembekuan mengakibatkan denaturasi protein (Fennema 1996).

(66)

ini akan meningkatkan luas permukaan protein. Permukaan protein yang lebih luas ini secara termodinamik tidak stabil daripada bentuk yang tidak terdenaturasi. Proses hidrasi hidrofobik ini dapat dicegah dengan antidenaturan, khususnya gula. Gula mempunyai grup polihidroksi yang dapat bereaksi dengan molekul air oleh ikatan hidrogen, sehingga dapat meningkatkan tegangan permukaan dan mencegah keluarnya molekul dari protein, dan stabilitas protein tetap terjaga (Fennema 1996).

Pengaruh dari antidenaturan semakin tinggi jika ke dalam nikumi ditambahkan natrium tripolifosfat. Dengan penambahan tersebut pH menjadi tinggi karena lebih banyak jalan terbuka di antara miofibril filamen, sehingga akan meningkatkan daya mengikat air pada daging, hal ini dapat mengurangi kehilangan protein selama penyimpanan (Babji dan Kee 1994).

Kadar lemak

Kandungan lemak tubuh seekor ternak sangat bervariasi bergantung kepada umur, spesies, aktivitas dan nutrisi. Jumlah lemak dalam potongan daging tergantung kepada jumlah lemak di dalam dan di antara otot yang tidak di-trimming serta jumlah lemak eksternal yang tersisa setelah cutting dan trimming (Aberle et al. 2001). Kandungan lemak daging kuda adalah 2.7 % (Anonim 2002).

Kadar lemak nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 5. Kadar lemak nikumi lebih kecil daripada kadar lemak daging (kadar lemak daging sapi 31.39+0.89%BK, daging domba 37.51+1.37% BK dan daging kuda 18.58+0.75% BK), karena selama proses pencucian banyak lemak yang hilang selain darah, pigmen, lendir, garam organik dan protein yang larut dalam air (Fardiaz 1985).

Nikumi yang dihasilkan mempunyai kadar lemak rata-rata nikumi sapi 15.03+0.93% BK,

nikumi domba 20.41+ 1.56%BK dan nikumi kuda 8.41+0.86% BK. Nilai kadar lemak tersebut lebih besar dari lemak surami dari ikan Alaska Pollack yang bernilai 0.97 % BB (Hardy et al. 1985). Kadar lemak pacific herring 0.90% BB (Reppond et al. 1995) karena pada proses pembuatan surami tersebut menggunakan bahan baku ikan sehingga mempengaruhi kadar lemak yang dihasilkan. Ikan mempunyai kadar lemak yang lebih

(67)

Tabel 5 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar lemak

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

Hasil analisis ragam menunjukkan kadar lemak pada nikumi antara jenis daging, antidenaturan dan natrium tripolifosfat menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hal ini berkaitan dengan denaturasi protein selama pembekuan. Makin tinggi komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat, makin rendah kadar lemak nikumi yang diperoleh. Gula merupakan antidenaturan selain sebagai bahan pengawet juga sebagai sumber karbohidrat sehingga tidak terjadi proses ketengikan pada nikumi serta

mempengaruhi kadar lemak nikumi. Penambahan antidenaturan akan menyebabkan

(68)

vitamin. Pada proses pemasakan, miosin akan membentuk gel dan polifosfat membantu menahan air dengan menutup pori-pori mikroskopis dan kapiler (Irianto 1990).

Kadar abu

Kadar abu nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar abu nikumi

Natrium Tripolifosfat

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

Kandungan mineral utama daging antara lain kalsium, magnesium, kalium, dan natrium. Penyebaran mineral ini dapat berada dalam bentuk terlarut dan bentuk tak larut. Mineral yang tak larut berasosiasi dengan protein, terutama pada bagian daging non lemak. Daging tidak berlemak umumnya memiliki kandungan mineral atau abu lebih tinggi. Proses pengolahan biasanya tidak mengurangi kand ungan mineral daging (deMan 1989)

Kadar abu rata-rata nikumi sapi adalah 4.71+ 0.18% BK, nikumi domba 4.07+2.8 % BK dan nikumi kuda 5.39+2.4% BK. Nilai kadar abu tersebut lebih besar dari abu surami

(69)

2 3 4 5 6 7 8

0 0.25 0.5

Natrium Tripolifosfat (%)

Kadar Abu (%BK)

B0 (Sapi) B1 (Sapi) B2 (Sapi) B0 (Domba) B1 (Domba) B2 (Domba) B0 (Kuda) B1 (Kuda) B2 (Kuda)

Gambar 13 Persentase kadar abu nikumi sapi, domba dan kuda pada beberapa komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat

Hasil analisis ragam menunjukkan pada kadar abu nikumi, terjadi interaksi antara komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat yang tersarang pada jenis daging serta menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hal ini berkaitan dengan makin tinggi komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat yang ditambahkan makin tinggi kadar abu yang diperoleh. Antidenaturan dan natrium tripolifosfat turut mempengaruhi kadar abu nikumi, denaturasi pada nikumi dapat dicegah sehingga pada saat

(70)

Penambahan persentase natrium tripolifosfat berpengaruh terhadap kadar abu karena natrium tripolifosfat adalah mineral sehingga penambahan natrium tripolifosfat mengakibatkan peningkatan kadar abu walaupun dalam jumlah relatif kecil. Abu adalah residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik. Umumnya komponen yang terdapat pada senyawa organik alami meliputi kalium, kalsium, natrium, besi, magnesium dan mangan (Pomeranz 1977).

Kadar protein larut garam

Kadar protein larut garam nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 7.

Pengukuran kadar protein larut garam penting dilakukan untuk mengetahui kandungan protein miofibril dalam nikumi yang berperan dalam pembentukan gel nikumi. Menurut Suzuki (1981) protein larut garam sangat menentukan proses pembentukan gel akibat terjadinya agregasi antara aktin dan miosin pada saat diekstrak Ekstraksi protein larut garam merupakan ekstraksi terhadap protein miofibrilar untuk mendapatkan aktin dan miosin yang merupakan komponen yang berperan dalam pembentukkan gel nikumi.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada kadar protein larut garam nikumi

(71)

Tabel 7 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap kadar protein larut Keterangan : Angka yang diikuti superskrip hurup besar berbeda pada baris atau kolom yang sama

menunjukkanperbedaan sangat nyata (P<0.01).

(72)

pH

pH nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 8. Hasil analisis ragam menunjukkan pada pH nikumi terjadi interaksi komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat yang tersarang pada jenis daging serta menunjukan berbeda sangat nyata (P<0.01). Hal ini berkaitan dengan adanya variasi nilai pH dari masing- masing daging dimana faktor- faktor yang dapat menyebabkan variasi ini adalah stress sebelum pemotongan, pemberian injeksi atau obat-obatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot, stimulasi listrik, dan aktivitas enzim yang mempengaruhi glikolisis (Soeparno 1992)

Tabel 8 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap pH nikumi

Natrium Tripolifosfat

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

(73)

pembentukan gel nikumi. Kenaikan pH ini dapat disebabkan oleh hilangnya residu asam (berupa asam laktat ) sebagai hasil proses glikolisis anaerobik dalam protein otot karena pengaruh pencucian. Kondisi awal bahan baku erat kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pH seperti kesegaran, spesies ternak dan tipe bakteri yang tumbuh. Nilai pH produk yang kurang dari 6 akan menyebabkan tidak terjadinya pembentukkan gel

nikumi(Suzuki 1981)

5.5 5.7 5.9 6.1 6.3 6.5 6.7 6.9 7.1

0 0.25 0.5

Natrium Tripolifosfat (%)

pH

B0 (Sapi) B1 (Sapi) B2 (Sapi) B0 (Domba) B1 (Domba) B2 (Domba) B0 (Kuda) B1 (Kuda) B2 (Kuda)

Gambar 15 pH nikumi sapi, domba dan kuda pada beberapa komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat

(74)

energi bebas positif yang akan meningkatkan luas permukaan protein sehingga perlu ditambahkan antidenaturan supaya lebih banyak jalan terbuka di antara miofibril filamen. Hal ini dapat meningkatkan nilai pH nikumi. Penurunan pH otot normal dari hewan yang masih hidup yaitu dari 7.4 menjadi 5.6 sampai 5.7 pada 6 sampai 8 jam postmortem, dan nilai pH sekitar 24 jam setelah postmortem adalah 5.3 sampai 5.7 (Aberle et al. 2001)

Daya mengikat air (DMA)

Daya mengikat air nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Pengaruh antidenaturan dan natrium tripolifosfat terhadap daya mengikat air

nikumi

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip huruf besar berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0.01).

(75)

pemotongan, temperatur otot dan metode penyimpanan karkas (Soeparno 1992). Menurut Zayas (1997), kemampuan daging dan produk daging untuk mempertahankan kandungan airnya diantaranya dipengaruhi oleh karakteristik hewan seperti spesies, sex, dan umur. Tingginya kandungan asam laktat dalam daging mempengaruhi kemampuan gugus reaktif protein untuk mengikat air sehingga daya mengikat air menurun.

Penambahan antidenaturan dilakukan untuk mempertahankan daya mengikat air, dimana antidenaturan ini dapat mencegah denaturasi protein akibat pembekuan. Laju pembekuan dan ukuran kristal es yang terbentuk ikut menentukan jumlah drip. Pada laju pembekuan yang sangat cepat, kristal es terbentuk di dalam sel dalam ukuran yang kecil, sehingga struktur daging tidak mengalami perubahan. Pada laju pembekuan yang lambat, kristal es mulai terjadi di luar serabut otot (ekstraselular), karena tekanan osmotik ekstraselular lebih kecil daripada di dalam otot. Pembentukkan kristal es ekstraselular berlangsung terus, sehingga cairan ekstraselular yang tersisa dan belum membeku akan meningkat kekuatan fisiknya dan menarik air secara osmotik dari bagian dalam sel otot yang sangat dingin. Air ini membeku pada kristal es yang sudah terbentuk sebelumnya dan menyebabkan kristal es membesar (Lawrie 1991).

Kristal-kristal es yang besar menyebabkan distorsi dan merusak serabut otot dan sarkolema. Kekuatan ionik cairan ekstraselular yang tinggi menyebabkan denaturasi sejumlah protein otot. Denaturasi protein menyebabkan hilangnya daya mengikat air, dan pada saat penyegaran kembali terjadi kegagalan serabut otot untuk menyerap kembali semua air yang keluar pada proses pembekuan. Cairan yang keluar dan tidak terserap kembali oleh serabut otot selama penyegaran inilah yang disebut drip (Lawrie 1991)

Suzuki (1981) menyatakan bahwa polifosfat dapat meningkatkan daya kerja antidenaturan. Daya kerja antidenaturan yang meningkat ditunjukkan dengan peningkatan jumlah aktomiosin. Garam dapur bersama-sama dengan natrium polifosfat secara bersamaan berpengaruh terhadap kenaikan pH, daya mengikat air meningkat, tekstur serta pengembangan volume.

(76)

aktomio sin. Melemahnya interaksi tersebut menimbulkan matriks terbuka sehingga lebih banyak air terimobilisasi dalam protein dan meningkatkan daya mengikat air.

20.5 25.5 30.5 35.5 40.5 45.5 50.5

0 0.25 0.5

Natrium Tripolifosfat (%)

DMA (%)

B0 (Sapi) B1 (Sapi) B2 (Sapi) B0 (Domba) B1 (Domba) B2 (Domba) B0 (Kuda) B1 (Kuda) B2 (Kuda)

Gambar 16 Daya mengikat air nikumi sapi, domba, dan kuda pada beberapa komposisi antidenaturan dan persentase natrium tripolifosfat

Kekuatan gel

Menurut Suzuki (1981) tekstur gel akan menjadi lebih keras jika menggunakan antidenaturan sorbitol dibandingkan dengan menggunakan sukrosa. Pengaruh antidenaturan ini akan menjadi tinggi jika penggunaannya digabung dengan polifosfat.

Kekuatan gel nikumi yang diperoleh selama penelitian asal daging sapi, domba dan kuda disajikan pada Tabel 10.

Gambar

Gambar 3  Pengaruh pH terhadap jumlah air imobilisasi di dalam daging
Tabel 1 Jumlah berbagai jenis komponen volatil dari berbagai kelas kimia yang  terdapat pada daging olahan
Gambar 5 Mekanisme dasar pembentukan aroma akibat pemanasan dalam bahan    makanan (Tressl et al
Gambar 6  Skema Reaksi Maillard (Nursten 1986)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Akan tetapi satu komponen memberikan dukungan bagi komponen lainnya sehingga memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pencapaian tujuan lembaga pendidikan (sekolah)

Besarnya beban tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk menjamin kendaraan bermotor agar memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan sesuai dengan peruntukannya,

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisa adalah adanya peningkatan kinerja perusahaan pada seluruh perspective kecuali pada internal business process perspective yang

[r]

Tegangan yang terjadi pacta sistem pemipaan, beban nosel peralatan BT 03 daD BT 04, serra beban pacta katup KBE 01 AA17 daD KBE 01 AA 18 eukup keeil daD masih di bawah harga

Jika remaja sudah mengalami puberitas seperti: menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki, menurut orangtua apakah perlu diberikan pendidikan seks tentang

Pertumbuhan tersebut terjadi pada semua sektor ekonomi yaitu: sektor pengangkutan-komunikasi mencapai pertumbuhan tertinggi sebesar 8,14 persen, diikuti oleh sektor