• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENCUCIAN (LEACHING) DAGING DAN PENAMBAHAN OTAK SAPI TERHADAP SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS PASTA DAGING SAPI PADA ANAK-ANAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENCUCIAN (LEACHING) DAGING DAN PENAMBAHAN OTAK SAPI TERHADAP SIFAT FISIK DAN PALATABILITAS PASTA DAGING SAPI PADA ANAK-ANAK"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENCUCIAN (LEACHING) DAGING DAN

PENAMBAHAN OTAK SAPI TERHADAP SIFAT FISIK

DAN PALATABILITAS PASTA DAGING SAPI

PADA ANAK-ANAK

(Studi Kasus di SDN Babakan Darmaga 2 Bogor)

SKRIPSI APRIYANI RAHAYU

(2)

RINGKASAN

Apriyani Rahayu. D14201056. 2006. Pengaruh Pencucian (Leaching) dan Penambahan Otak Sapi Terhadap Sifat Fisik dan Palatabilitas Pasta Daging Sapi pada Anak-anak (Studi Kasus di SDN Babakan Darmaga 2 Bogor). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si Pembimbing Anggota : Irma Isnafia A. S.Pt., M.Si

Daging sapi merupakan komoditi hasil ternak yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Daging segar memiliki umur simpan yang relatif pendek. Untuk memperpanjang umur simpan dan untuk mendapatkan nilai tambah maka diperlukan pengolahan daging yaitu diolah menjadi pasta yang bertujuan untuk penganekaragaman sumber pangan hewani. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencucian dan penambahan otak sapi terhadap sifat fisik dan palatabilitas pasta daging sapi.

Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Biokimia Pangan, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan untuk sifat fisik adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x4 dengan menggunakan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan pencucian yang terdiri atas daging yang dicuci tiga kali dan daging yang tidak dicuci. Faktor kedua adalah penambahan otak sapi yang terdiri atas empat taraf yaitu 0%, 15%, 30%, dan 45%. Sedangkan rancangan yang digunakan untuk mempelajari faktor pencucian dan faktor penambahan otak sapi terhadap sifat organoleptik adalah rancangan acak lengkap dengan 93 panelis.

Hasil menunjukan rata-rata rendemen daging sapi yang diperoleh dari pencucian adalah 80,3%. pH pasta daging sapi dengan perlakuan pencucian adalah 6,64 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan nilai pH pasta daging sapi dengan perlakuan tidak dicuci yaitu 6,50. Pada pasta tidak ada air yang terserap. Faktor pencucian, penambahan otak sapi dan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak. Penambahan otak sapi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada nilai stabilitas emulsi pasta daging sapi

Hasil uji hedonik menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna, aroma, daya oles, tekstur, dan rasa yaitu pada kisaran agak suka sampai suka. Pencucian memberikan pengaruh (P<0,05) terhadap warna pasta daging sapi sedangkan pencucian dan penambahan otak sapi memberikan pengaruh (P<0,01) terhadap daya oles pasta daging sapi. Pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi 45% memiliki ranking kesukaan tertinggi dan pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian tanpa penambahan otak sapi memiliki ranking kesukaan terendah

(3)

ABSTRACT

Leaching Effect of Meat and Adding Cow Brain on the Physical Properties and Palatability of Beef Paste for Children (Case Study in Babakan Darmaga 2

Elementary School Bogor) Rahayu. A., H. Nuraini, I. I. Arief

Improving quality of beef paste could be done by leaching and adding of cow brain, because leaching could increase its myofibrillar proteins concentration and adding of cow brain could improve its textures. The objectives of this research were to know the effect of leaching and adding of cow brain to the physical properties and palatability of beef paste. Completely randomized designs with factorial treatments were used in this research. There were leaching (leaching vs. unleaching) and adding of cow brain (0%, 15%, 30% and 45%) as factor of treatments with three replications. Students of Babakan Darmaga 2 Elementary School were used as Panelist of this research. Data were analyzed with ANOVA. Leaching was significantly increasing pH of beef paste (P<0,05). Emulsion stability and cooking loss were significantly different between treatment (P<0,01). Interaction between treatments were significant differences to increase stability of emulsion (P<0,01) and increasing cooking loss (P<0,01). Hedonic test showed that color of beef paste was influenced by leaching treatment (P<0,05). Leaching and adding of cow brain were effected spread ability of beef paste (P<0,01).

(4)

PENGARUH PENCUCIAN (LEACHING) DAGING DAN

PENAMBAHAN OTAK SAPI TERHADAP SIFAT FISIK

DAN PALATABILITAS PASTA DAGING SAPI PADA

ANAK-ANAK

(STUDI KASUS DI SDN BABAKAN DRAMAGA 2 BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Oleh: Apriyani Rahayu

D14201056

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

(5)

Judul : PENGARUH PENCUCIAN (LEACHING) DAGING DAN

PENAMBAHAN OTAK SAPI TERHADAP SIFAT FISIK

DAN PALATABILITAS PASTA DAGING SAPI PADA

ANAK-ANAK (STUDI KASUS DI SDN BABAKAN

DRAMAGA 2 BOGOR)

Nama : Apriyani Rahayu

NRP : D14201056

Menyetujui,

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc) NIP 131 624 188

Pembimbing Utama

(Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si.) NIP 131 845 347

Pembimbing anggota

(Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si.) NIP 132 243 330

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Pengaruh

Pencucian (Leaching) Daging dan Penambahan Otak Sapi terhadap Sifat Fisik dan

Palatabilitas Pasta Daging Sapi

pada Anak-anak (Studi Kasus di SDN Babakan

Darmaga 2 Bogor)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semoga

tulisan ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Februari 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 20 April 1983 di Bogor, Jawa Barat. Penulis

adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dadang Suherman dan

Ibu Atty Gunarti.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1995 di SD Negeri Pengadilan 3

Bogor. Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1998 di SLTP

Negeri 5 Bogor dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2001

di SMU Negeri 2 Bogor.

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada program studi Teknologi Hasil

Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Selama mengikuti

perkuliahan, penulis menjadi anggota HIMAPROTER (Himpunan Mahasiswa

Produksi Ternak) periode 2002-2003.

(8)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... i ABSTRACT ... ii RIWAYAT HIDUP ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 2 Kegunaan ... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 Daging ... 3 Otak Sapi ... 4 Emulsi ... 4 Pencucian (Leaching) ... 5 Pasta ... 5 Surimi ... 6 Air ... 6

Lemak dan Minyak ... 7

Bahan Pengikat ... 7

Carboxy Methyl Cellulose (CMC) ... 8

Bumbu ... 8

Sifat Organoleptik ... 8

METODE ... 10

Lokasi dan Waktu ... 10

Materi ... 10

Bahan ... 10

Peralatan ... 10

Rancangan Percobaan ... 10

Peubah yang Diamati ... 12

Sifat Fisik Pasta ... 12

Rendemen ... 12

pH ... 12

Daya Serap Air ... 12

Susut Masak ... 12

Stabilitas Emulsi ... 13

(9)

Analisis Data ... 13

Prosedur ... 14

Perlakuan Pencucian ... 14

Pembuatan Pasta Daging Sapi ... 16

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17

Sifat Fisik Pasta ... 17

Rendemen ... 17

Nilai pH ... 17

Susut Masak ... 18

Stabilitas Emulsi ... 20

Daya Serap Air ... 22

Palatabilitas Pasta ... 22 Warna ... 23 Aroma ... 24 Daya Oles ... 25 Tekstur ... 26 Rasa ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

Kesimpulan ... 28

Saran ... 28

UCAPAN TERIMAKASIH ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahapan Proses Pencucian daging ... 15

2. Tahapan Proses Pembuatan Pasta ... 16

3. Grafik Interaksi Nilai Susut Masak ... 19

4. Grafik Interaksi Nilai Minyak Terlepas ... 21

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Nilai pH Pasta Daging Sapi ...……… 34

2. Analisis Ragam Nilai Stabilitas Emulsi Pasta Daging Sapi ... 34

3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Pasta Daging Sapi ...………… 34

4. Analisis Ragam Nilai Daya Serap Air Pasta Daging Sapi ...…...…. 34

5. Uji Lanjut LSMEANS terhadap pH Pasta ………...……… 35

6. Uji Lanjut LSMEANS terhadap Stabilitas Emulsi Pasta ………….. 35

7. Uji Lanjut LSMEANS terhadap Susut Masak Pasta ….……… 36

8. Tes Kruskal-Wallis Pasta Daging Sapi dengan Metode Pencucian (Leaching) ……… 36

9. Tes Kruskal-Wallis Pasta Daging Sapi dengan Metode Tidak Dicuci (Non-Leaching) ………. 37

10. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons terhadap Daya Oles …… 37

11. Uji Banding Rataan Rangking Gibbons terhadap Warna ………... 38

12. Format Uji Hedonik Pasta Daging Sapi ... 38

13. Gambar Daging Giling ………... 39

14. Gambar Otak Giling ……….. 39

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan manusia akan bahan pangan hewani sekarang ini sudah cukup tinggi. Masyarakat tidak hanya menginginkan bahan pangan hewani tersebut dalam keadaan segar untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan oleh selera masyarakat yang beragam sehingga diversifikasi teknologi pengolahan pangan menjadi tuntutan.

Daging sapi merupakan komoditi hasil ternak yang umum dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kelemahannya, daging segar memiliki umur simpan yang relatif pendek. Disamping untuk mendapatkan nilai tambah, pengolahan daging diperlukan untuk memperpanjang umur simpannya. Pengolahan daging juga bertujuan untuk penganekaragaman sumber pangan hewani.

Daging dapat diolah dengan cara dimasak, digoreng, dipanggang, diasap, atau diolah menjadi produk lain yang lebih menarik antara lain diolah menjadi pasta. Pasta merupakan produk daging olahan dengan bahan utama daging. Daging sapi yang digunakan biasanya daging yang berkualitas baik yaitu daging bagian paha belakang.

Sebelum membuat pasta, dilakukan tahapan pencucian. Pencucian bertujuan untuk melarutkan lemak, darah, enzim, dan protein sarkoplasma serta meningkatkan konsentrasi myofibril. Permasalahan yang timbul pada proses pencucian (leaching) adalah terjadinya penurunan kandungan protein (Irianto, 1990). Sebagai alternatif untuk mengganti protein yang hilang pada saat pencucian yaitu dengan penambahan otak sapi yang memiliki kandungan protein yang hampir sama dengan daging sapi.

Otak adalah salah satu hasil ikutan ternak yang memiliki tekstur yang sangat lembut dengan citarasa yang lezat. Tekstur yang lembut tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar air, protein, dan fosfolipid untuk menjaga kestabilan emulsi lemak otak, sedangkan flavor yang lezat tersebut disebabkan oleh kadar lemak yang cukup tinggi sehingga kelarutan bumbu menjadi lebih baik (Pennington, 1976). Kadar fosfolipid otak yang tinggi tersebut memungkinkan pula dalam penggunaannya sebagai bahan pengikat dalam produk emulsi yaitu pasta sedangkan kelembutan dari otak dapat memperbaiki tekstur produk emulsi (Brown, 1999).

(13)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pencucian dan penambahan otak sapi terhadap sifat fisik seperti rendemen, pH, susut masak, stabilitas emulsi, dan daya serap air, serta terhadap palatabilitas produk pasta daging sapi.

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik pasta daging sapi dilihat dari stabilitas emulsi dan rendemen yang dihasilkan. Kegunaan lain adalah dapat meningkatkan konsumsi otak sapi dan sebagai diversifikasi produk.

(14)

TINJAUAN PUSTAKA Daging

Daging merupakan jaringan hewan yang dapat dijadikan sebagai bahan pangan (Judge et al., 1989). Organ-organ seperti hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung, limpa, dan pankreas termasuk dalam definisi daging (Soeparno, 1998).

Menurut strukturnya daging terdiri atas jaringan otot, jaringan ikat, pembuluh darah dan jaringan syaraf. Nutrisi utama daging adalah protein, lemak, abu dan air. Peningkatan komponen yang satu akan menyebabkan penurunan komponen yang lain. Protein adalah komponen yang terbesar dari daging. Daging mempunyai nilai nutrisi tinggi karena daging mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap. Protein daging dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu protein miofibrilar 11,5%, protein sarkoplasma 5,5% dan tenunan pengikat dari organel 2%. Lemak terdiri atas fosfolipida, kolesterol, dan asam-asam lemak esensial. Karbohidrat terdapat dalam bentuk glikogen, glukosa dan asam laktat (Lawrie, 2003).

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan (Soeparno, 1998).

Daging mengandung 75% air dengan kisaran sekitar 65-80%, protein 18,5% dengan kisaran (16-22)%, lemak 3%, karbohidrat dan substansi non nitrogen 1% serta konstituen anorganik 1%. Daging memiliki kandungan gizi yang lengkap dimana keseimbangan gizi untuk hidup dapat terpenuhi sehingga daging dapat menimbulkan kepuasan atau kenikmatan tersendiri bagi yang memakannya. Berdasarkan keadaan fisik daging dapat dikelompokkan menjadi: (1) daging segar yang dilayukan atau tanpa pelayuan, (2) daging segar yang dilayukan dan kemudian didinginkan (daging dingin), (3) daging segar yang dilayukan, didinginkan kemudian dibekukan (daging beku), (4) daging masak, (5) daging asap, dan (6) daging olahan (Soeparno, 1998).

(15)

Otak Sapi

Kinsman et al. (1994) menyatakan bahwa otak sapi merupakan salah satu hasil ikutan ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan (edible by-product). Otak memiliki kadar lemak sebesar 9,3% dengan kadar air sebesar 78,3% dan kadar protein sebesar 9,8%. Berdasarkan Nutrition Data yang diambil pada tanggal 13 Juni 2005, otak sapi memiliki kadar lemak yang cukup tinggi yakni sebesar 65%, kadar protein sebesar 32% dalam bentuk lipoprotein dan kadar karbohidratnya hanya 3% apabila dinilai berdasarkan bahan keringnya. Lemak yang terkandung dalam otak tidak dipakai sebagai sumber energi tapi sebagai komponen struktural yang merupakan bagian integral dari jaringan otak.

Lemak yang terdapat dalam otak didominasi oleh kolesterol dan fosfolipid yang kaya akan asam lemak tak jenuh khususnya asam lemak n-3 jenis DHA (docosahexaenoic acid) dan asam lemak n-6 jenis AA (arachidonic acid). AA dan DHA adalah dua jenis asam lemak rantai panjang tak jenuh ganda atau Long Chain Polyunsaturated Fatty Acids (LCPUFA) yang berpengaruh dalam perkembangan otak dan kecerdasan. Kadar kolesterol otak sekitar 1800-2000 mg/100 g lebih tinggi dari daging yaitu 500 mg/100 g (Widodo, 2005). Kandungan fosfolipid otak menurut Anderson (1983) mencapai 83% dari total lemak otak. Montgomery et al. (1983) menyebutkan bahwa fosfolipid memiliki gugus polar yang dapat berikatan dengan protein. Winarno (1997) menambahkan bahwa fosfolipid merupakan salah satu contoh emulsifier alami yang banyak terdapat di alam terutama pada hewan. Fosfolipid merupakan turunan lemak yang sebuah asam lemaknya tersubstitusi oleh asam fosfat yang teresterifikasi dengan gliserol pada salah satu atom karbol ujungnya.

Emulsi

Menurut Irianto (1990), sistem emulsi produk pasta belum banyak dilakukan sehingga sistem emulsi pasta dipelajari berdasarkan sistem emulsi sosis. Protein sangat berperanan dalam sistem emulsi dimana fungsinya adalah sebagai zat pengemulsi. Protein yang berperanan dalam sistem emulsi adalah protein yang larut dalam larutan garam (salt soluble protein).

Soeparno (1998) menyatakan bahwa stabilitas emulsi lemak dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak, pH, jumlah dan tipe

(16)

5 protein yang larut dan viskositas emulsi. Ekstraksi protein atau kemampuan protein otot mengikat lemak dan air merupakan faktor penting yang menentukan stabilitas emulsi. Menurut Kramlich (1971), stabilitas emulsi yang maksimumdiperoleh dengan pencacahan dan pelumatan pada temperatur 3-110C. Temperatur diatas 220C dapat menyebabkan pecahnya emulsi atau pemisahan antara lemak dan air.

Pencucian

Menurut Irianto (1990), tujuan utama pencucian adalah untuk menghilangkan garam-garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen-pigmen, kontaminan yang berasal dari organ-organ isi perut, bakteri-bakteri serta bahan-bahan hasil dekomposisi. Pencucian daging ikan tidak hanya untuk membersihkan darah dan bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan bau yang tidak sedap dan warna tapi juga ekstraksi protein larut air yang mengganggu pembentukan gel (Suzuki, 1981).

Pencucian dilakukan berkali-kali dengan menggunakan air dingin (5-10ºC) sebanyak 3-4 kali volume ikan sampai daging menjadi bersih, tidak berwarna dan tidak berbau (Irianto, 1990). Menurut Suzuki (1981), pencucian dengan air sangat diperlukan dalam pembuatan surimi karena dapat menunjang kemampuan membentuk gel dan menghambat denaturasi protein akibat pembekuan. Pemerasan setelah pencucian diperlukan untuk mengurangi kandungan air hingga 80%.

Pasta

Pasta merupakan produk emulsi yang bersifat plastis dan dapat dioleskan seperti peanut butter, liver paste, dan pasta ikan (Sugiharso, 1982). Penggunaan pasta ikan yang paling umum adalah untuk dimakan dengan roti, seperti halnya dengan jam, keju, bubuk coklat, dan peanut butter (Rimbawan, 1976). Komponen-komponen yang mempengaruhi kestabilan pasta antara lain protein, air, lemak, jenis dan jumlah bahan pengikat dan penstabil yang ditambahkan. Hal yang terpenting dalam menjaga kestabilan pasta adalah mempertahankan sistem emulsi produk, sehingga meskipun melalui beberapa tahap pengolahan, sistem emulsi pada produk akhir dapat dipertahankan. Mutu pasta ditentukan oleh warna dan kadar air yang dihasilkan oleh pasta. Warna merupakan salah satu karakteristik mutu yang penting karena hal pertama yang dilihat konsumen biasanya adalah warna.

(17)

Surimi

Menurut Peranginangin (1999), surimi merupakan daging ikan lumat yang dibersihkan dan dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen, lemak dan sebagian besar protein yang larut dalam air pun ikut hilang. Ikan yang berdaging putih, tidak berbau lumpur dan tidak terlalu amis serta mempunyai kemampuan membentuk gel yang baik akan memberikan hasil (surimi) yang lebih baik.

Bahan lain yang diperlukan dalam pengolahan surimi adalah es, garam, cryoprotectant (sorbitol, sukrosa), dan bahan lain untuk meningkatkan daya mengikat air (polifosfat). Es digunakan untuk menjaga daging ikan agar selalu tetap dingin (bersuhu rendah) guna menghindari atau menghambat penurunan mutu kesegaran daging ikan. Garam digunakan pada saat pencucian daging ikan lumat dengan air dingin, pada saat penggilingan dan pencampuran (pelumatan). Penambahan garam dimaksudkan untuk mempercepat pengurangan air, penghilangan lendir, darah dan kotoran lain dari daging ikan lumat. Garam yang digunakan sebaiknya garam dapur yang bersih, putih dan halus sebanyak 0,2–0,3% (b/v) dari volume air dingin pencuci (Peranginangin, 1999). Konsentrasi minimum garam yang diperlukan pada tahap penggilingan dan pencampuran antara 2-3% (b/b) sampai masa daging ikan menjadi lengket (Irianto,1990). Penggilingan daging dengan NaCl penting dalam pembentukan gel karena selain sebagai bumbu, garam juga meningkatkan kekuatan ionik daging untuk melarutkan aktomyosin menjadi sol (Suzuki, 1981).

Air

Penambahan air pada produk berfungsi untuk meningkatkan keempukan dan jus giling, menggantikan sebagian air yang hilang selama proses pemanasan, melarutkan protein, membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, melayani fase kontinyu dari emulsi daging dan menjaga temperatur selama proses penggilingan. Air biasanya ditambahkan ke dalam adonan dalam bentuk serpihan es atau air es untuk membentuk adonan yang baik dan mempertahankan suhu selama proses penggilingan (Aberle et al., 2001).

(18)

7 Lemak dan Minyak

Mega (2005) menyatakan bahwa lemak merupakan komponen yang penting dalam pembuatan pasta, karena jenis dan jumlah lemak yang ditambahkan menentukan sifat oles pasta. Dalam pembuatan pasta dapat ditambahkan lemak hewani maupun lemak nabati. Menurut Ketaren (1989), yang membedakan minyak nabati dan lemak hewani adalah pada kandungan sterolnya, lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan minyak nabati mengandung fitosterol. Minyak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh (oleat dan linoleat) daripada lemak hewani. Ditambahkan pula bahwa dalam pengolahan bahan pangan minyak atau lemak berfungsi untuk memperbaiki kelezatan, tekstur serta cita rasa.

Menurut Winarno (1999), minyak sawit diperoleh melalui proses ekstraksi dan proses pemutihan. Komposisi zat gizi minyak sawit adalah 96,2% lipid netral, 2,4% fosfolipid, 1,4% glikolipid dan mengandung fraksi yang tidak tersabunkan yang kaya akan karotenoid dan tokoferol, beberapa sterol, lilin dan hidrokarbon. Minyak sawit didominasi oleh asam lemak non-esensial dan hanya mengandung asam lemak esensial dalam jumlah kecil. Winarno (1997) menyatakan dalam pengolahan bahan pangan minyak atau lemak berfungsi untuk kelezatan dan tekstur serta cita rasa bahan pangan tersebut.

Bahan Pengikat

Rust (1987) menyebutkan bahwa bahan pengikat ditambahkan dalam formulasi karena berguna dalam meningkatkan stabilitas emulsi, meningkatkan kuantitas produk akhir, meningkatkan daya iris, meningkatkan flavor dan mengurangi biaya formulasi. Produk susu diterima dengan baik oleh konsumen dan biasanya memberi pengaruh yang positif terhadap flavor, contohnya adalah susu bubuk tanpa lemak. Kalsium dari susu bubuk tanpa lemak memiliki karakteristik pengikatan yang baik karena sepertiganya terdiri dari natrium kaseinat yang diserap oleh lemak atau air dalam emulsi daging dan memberi karakteristik pengikatan yang baik.

Menurut Buckle et al. (1985), susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Yuceer et al. (2001) menyebutkan bahwa susu skim mengandung kadar air 5% dan lemak 1,5%.

(19)

Susu dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adhesif dan menambah nilai gizi. Aroma produk yang ditambahkan susu skim dapat meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim. Susu skim bubuk mengandung laktosa 28,3%, protein 62,7% dan lemak sebesar 1,3% dari berat kering.

Carboxymethylcellulose (CMC)

Bahan-bahan yang termasuk ke dalam pengental diantaranya adalah gum arabik, CMC (Carboxymethyl Cellulose), karagenan, pektin, amilosa, gelatin, dan lain-lain yang berguna dalam menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan makanan yang dicampur dengan air untuk membentuk kekentalan tertentu atau gel (Winarno et al., 1980).

Menurut Nussinovitch (1997), kemampuan CMC sebagai pengental, meningkatkan daya mengikat air, kemampuan larut dan membentuk tekstur telah mengedepankan penggunaannya secara luas dalam makanan. CMC larut baik dalam air panas atau dingin. Penggunaan CMC dalam pangan adalah 20 g/kg untuk sardin dan ikan sejenis sardin kalengan (SNI, 1995). Alasan penggunaan CMC dalam makanan adalah kemampuannya dalam mengikat air sehingga mencegah sineresis. CMC adalah bahan yang higroskopis dan akan menyerap air dari udara (Zecher dan Coillie, 1992).

Bumbu

Bumbu adalah istilah untuk bahan-bahan yang dapat menambah flavor pada produk makanan. Selain berguna sebagai penambah aroma dan flavor, beberapa rempah-rempah diketahui memiliki sifat antioksidan. Rempah-rempah digunakan baik dalam bentuk utuh atau yang telah diproses menjadi bubuk, minyak esensial dan oleoresin. Minyak esensial dan oleoresin termasuk ke dalam flavoring. Produsen rempah-rempah meramu ekstrak untuk memperoleh flavor yang diinginkan. Beberapa kelebihan ekstrak yaitu penghilangan warna rempah, bebas dari bakteri, mengurangi area penyimpanan dan mengurangi biaya pengiriman (Rust, 1987).

Sifat Organoleptik

Selain mempunyai sifat mutu objektif, produk pangan juga mempunyai sifat mutu subjektif yang menonjol. Sifat mutu subjektif pangan lebih umum disebut sifat organoleptik atau sifat inderawi karena penilaiannya menggunakan organ indera

(20)

9 manusia, kadang-kadang disebut juga sifat sensorik karena penilaiannya didasarkan pada rangsangan sensorik pada organ indera. Pelaksanaan penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel adalah sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Penilaian organoleptik yang biasa digunakan terdiri atas 5 macam panel yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas, panel terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen, dan panel agak terlatih (Soekarto, 1981).

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Pada uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya yaitu ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut skala yang dikehendaki. Analisis skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat kesukaan. Adanya skala hedonik ini secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kesukaan (Rahayu, 2001)

(21)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan dimulai pada bulan Agutus sampai bulan Oktober 2005. Penelitian dilaksanakan di Bagian IPT Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan dan Bagian Biokimia pangan, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Materi Bahan Pembuatan Pasta

Bahan baku yang digunakan adalah daging sapi beku bagian paha belakang sebanyak 6,5 kg dan otak sapi sebanyak 1,2 kg yang dibeli di pasar Anyar. Bahan lainnya yaitu, susu skim, Carboxymethyl Cellulose, garam, gula merah, bumbu (ketumbar, merica, bawang putih), minyak nabati, air, dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisis fisik.

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah peralatan untuk membuat pasta antara lain alat penggiling (food processor), termometer, blender, timbangan, kompor, pisau, dandang, botol selai, saringan, wadah plastik, talenan, sendok, lemari es. Peralatan yang digunakan dalam analisis sifat fisik seperti pH meter, blender, centrifuge, tabung reaksi, gelas ukur, tabung reaksi, tabung Babcock, penangas air, lemari pendingin; serta peralatan yang digunakan untuk uji organoleptik yaitu piring, gelas sendok, pisau, kertas tisu, kertas kuisioner dan alat tulis.

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan untuk sifat fisik adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2x4 dengan menggunakan tiga ulangan sebagai kelompok. Faktor pertama adalah pencucian (leaching) yang terdiri atas daging yang dicuci (dileaching) tiga kali dan daging yang tidak dicuci (non leaching). Faktor kedua adalah penambahan otak sapi yang terdiri atas empat taraf, yaitu : 0%, 15%,

(22)

11 Pengaruh perlakuan dianalisis dengan metode statistik dengan model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah :

Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + εijk i = 1, 2

j = 1, 2, 3, 4

k =1, 2, 3

Keterangan :

Yijk = hasil pengamatan pada pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i dan

faktor B taraf ke-j pada ulangan ke-k

μ = nilai rataan umum

Ai = pengaruh faktor A taraf ke-i

Bj = pengaruh faktor B taraf ke-j

(AB)ij = interaksi dari faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j εijk = galat pengaruh perlakuan ke-i dan ke-j pada ulangan ke-k

Rancangan percobaaan yang digunakan untuk mempelajari kombinasi perlakuan pencucian (leaching) dan penambahan otak sapi terhadap sifat organoleptik adalah rancangan acak lengkap dengan 93 panelis.

Pengaruh perlakuan dianalisis dengan metode statistik dengan model matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah :

Yij = μ + αi + εij i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8

j = 1, 2, 3, 4, 5....93 Keterangan :

Yij = hasil pengamatan pada pengaruh perlakuan faktor A taraf ke-i dan

ulangan ke-j

μ = nilai rataan umum

αi = pengaruh perlakuan ke-i

εij = galat pengaruh perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

j1-93 = panelis

i1 = dicuci; otak sapi 0%

i2 = dicuci; otak sapi 15%

i3 = dicuci; otak sapi 30%

i4 = dicuci; otak sapi 45%

(23)

i6 =tidak dicuci; otak sapi 15%

i7 =tidak dicuci; otak sapi 30%

i8 =tidak dicuci; otak sapi 45%

Peubah yang Diamati Sifat Fisik Pasta

Rendemen (Winarno, 1997)

Rendemen diukur dengan cara menimbang daging giling sebelum dan sesudah dicuci. Bobot daging sesudah dicuci dibandingkan dengan bobot daging sebelum dicuci dikali seratus persen (%).

Rendemen = Bobot setelah dicuci x 100% Bobot setelah dicuci

pH daging beku, otak beku dan pasta (Soeparno, 1998)

Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter dengan cara sampel daging sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam gelas beker, diencerkan dengan air suling sampai 50 ml kemudian dihomogenkan dengan mixer selama 1 menit. Sebelum pH diukur, pH meter dikalibrasi dengan buffer pH 4 dan buffer pH 7, setelah itu dilakukan pengukuran derajat keasaman daging dengan menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH tertera pada layar pH meter.

Daya Serap Air (Soeparno, 1998)

Sampel sebanyak satu gram dimasukkan ke dalam tabung sentrifusi lalu ditambah dengan 10 ml air destilat. Kemudian diaduk dengan kawat dan didiamkan pada suhu kamar selama 30 menit. Setelah itu disentrifus pada 5500 x gravitasi (3800 rpm) selama 30 menit. Volume air yang bebas atau tidak terserap oleh sampel diukur dengan gelas ukur.

Daya Serap Air = Supernatan awal-akhir x BJ x 100% Berat daging

Susut Masak (Soeparno, 1998)

Susut masak diukur dengan menimbang bobot pasta sebelum dimasak dan bobot pasta setelah dimasak.

% Susut Masak = Bobot pasta mentah – bobot pasta masak x 100% Bobot pasta mentah

(24)

13 Stabilitas Emulsi Pasta (Carpenter dan Saffle dalam Setyowati, 2002)

Metode yang digunakan adalah modifikasi pada pemakaian Palley Fat Bottle yaitu dengan tabung Babcock. Sampel dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak 9 gram. Sampel dimasukkan dalam tabung, kemudian ditambahkan air hingga mencapai ¾ volume tabung. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air dengan suhu 85oC (35 menit) kemudian disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm lalu ditambahkan air bersuhu 70oC hingga mencapai leher tabung dan dilakukan sentrifus lagi selama 2 menit. Setelah itu tabung ditambahkan air lagi hingga lemak dapat dibaca dalam skala tabung sehingga volumenya dapat diketahui. Tabung kemudian disentrifus lagi selama 1 menit. Jumlah lemak yang terlepas dibaca pada skala dan dinyatakan dalam mililiter. Semakin tinggi volume lemak yang terlepas maka kestabilan emulsi semakin rendah.

Sifat Organoleptik

Penilaian organoleptik dilakukan untuk melihat daya terima konsumen terhadap produk pasta daging sapi dengan menggunakan uji hedonik. Daya terima produk pasta daging sapi dilaksanakan di SD Negeri Babakan Dramaga 2 menggunakan panelis tidak terlatih dengan kisaran usia 11-12 tahun sebanyak 93 panelis. Parameter yang diamati adalah warna, aroma, daya oles, tekstur, dan rasa. Teknik organoleptik yang dilakukan adalah panelis dibagi menjadi beberapa kelompok (1 kelompok sebanyak 5 panelis). Cara penyajian contoh pada uji hedonik adalah disajikan satu-satu untuk menghindari panelis agar tidak membandingkan sampel. Penyaji memperkenalkan produk pasta daging sapi yaitu suatu produk makanan siap saji dan cara penyajiannya dioleskan ke roti. Satu panelis didampingi oleh satu orang penyaji. Uji organoleptik menyajikan delapan contoh produk yang masing-masing diacak dan diberi kode acak tiga angka. Skala hedonik yang digunakan adalah (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak suka, (4) suka, (5) sangat suka.

Analisis Data

Data sifat fisik yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dengan prosedur General Linier Models (GLM). Jika hasil analisis menunjukan perbedaan nyata maka dilakukan uji lanjut Least Square Means (LSMeans). Angka-angka hasil penilaian uji organoleptik dianalisis secara statistik non parametrik dengan Uji Kruskal-Wallis,

(25)

jika berbeda nyata dilanjutkan dengan Uji Banding Rataan Ranking atau Multiple Comparisons of Mean Ranks (Gibbons, 1975), dengan rumus sebagai berikut : ⎜Ri – Rj⎢≤ Z[k(N +1)/6]0.5

Jika ⎜Ri – Rj ⎢ lebih besar Z[k(N +1)/6]0.5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada taraf α.

Keterangan:

k = Jumlah taraf dalam perlakuan

N = Jumlah total pengamatan dari semua taraf perlakuan Ri = Rataan ranking untuk taraf perlakuan ke-i

Rj = Rataan ranking untuk taraf perlakuan ke-j

Z = Nilai Z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata Prosedur

Prosedur Perlakuan Pencucian

Daging sapi segar dipisahkan dari jaringan ikat dan lemak kemudian dibekukan sebelum digunakan. Dilanjutkan daging dicairkan kembali (thawing) dalam air mengalir selama kurang lebih 1,5 jam. Daging yang sudah mencair lalu dipotong-potong dan digiling menggunakan food processor selama 1 menit. Daging giling yang tidak mendapat perlakuan pencucian kemudian dikukus pada suhu 65-80oC selama 20 menit. Tahapan proses pencucian dapat dilihat pada Gambar 1.

Daging giling yang mendapat perlakuan pencucian melalui tahapan sebagai berikut:

a. Proses pencucian tahap pertama dan kedua menggunakan air dingin sebanyak tiga kali volume daging dengan suhu 5-10oC.

b. Proses pencucian daging tahap ketiga menggunakan air dingin yang diberi garam dengan konsentrasi NaCl 0,3% dari volume air.

c. Setiap selesai dicuci daging diperas sampai tidak ada air yang menetes dengan volume air sebanyak tiga kali volume daging.

d. Kemudan daging dikemas menggunakan plastik High Density Polyethylene (HDPE).

e. Daging dalam kemasan dikukus dengan suhu 65-80oC selama 20 menit. f. Daging kukus telah siap untuk diproses menjadi pasta.

(26)

15 Gambar 1. Tahapan Proses Pencucian Daging

Daging giling

Daging Leaching Dicuci

Disaring dan diperas Digiling Daging sapi Pengemasan dengan plastik HDPE Pengukusan Daging kukus

(27)

Prosedur Pembuatan Pasta Daging Sapi

Bahan utama pembuatan pasta adalah daging sapi kukus dan otak sapi mentah dengan perbandingan:

a. 100% daging sapi + 0% otak sapi b. 85% daging sapi + 15% otak sapi c. 70% daging sapi + 30% otak sapi d. 55% daging sapi + 45% otak sapi

Daging sapi kukus berasal dari daging yang tidak dicuci dan daging yang dicuci. Bahan tambahan untuk setiap formula dihitung berdasarkan bahan-bahan utama yang terdiri atas: susu skim 10%, gula merah 5%, garam 3%, merica 2%, CMC 2%, ketumbar 0,5%, bawang putih 1%, air 60%, dan minyak nabati 30%. Bumbu-bumbu dihaluskan sesuai dengan komposisi. Pada tempat yang terpisah dibuat emulsi yang terdiri atas air, minyak, susu skim dan otak sapi mentah dicampur sampai homogen. Semua bahan dicampurkan ke dalam food processor kemudian digiling selama 1,5 menit. Adonan pasta dimasukkan kedalam botol dan dikukus selama 20 menit pada suhu 65-80oC. Pasta yang telah dikukus kemudian dimasak dalam oven selama 30 menit pada suhu 120oC kemudian pasta didinginkan. Tahapan proses pembuatan pasta dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses Pembuatan Pasta Bumbu yang

telah dihaluskan

Minyak + susu skim + otak + air Daging kukus

Dicampur dalam food processor

Dimasukkan ke dalam botol

Dikukus 20 menit

Disterilisasi 30 menit

Didinginkan

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Pasta Daging

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah rendemen, nilai pH, daya serap air, susut masak, stabilitas emulsi pasta daging.

Rendemen

Rendemen daging sapi diukur dengan membandingkan bobot daging setelah pencucian dengan bobot daging sebelum pencucian dan dikalikan 100%. Menurut Mega (2005), semakin besar nilai rendemen yang diperoleh berarti semakin efisien perlakuan yang dilakukan. Rendemen daging sapi yang diperoleh dari proses pencucian (leaching) dalam penelitian adalah 84,5%; 76%; 80,35%. Rata-rata rendemen daging sapi yang diberi perlakuan pencucian tiga kali dalam penelitian ini adalah 80,3±4,25%. Nilai ini menunjukan bahwa dalam 100 gram daging yang dicuci didapatkan 80,3 gram daging sapi. Menurut Irianto (1990), zat-zat yang terlarut dalam air pada saat pencucian yaitu garam-garam anorganik, protein yang larut dalam air, pigmen-pigmen, kontaminan yang berasal dari organ-organ isi perut, bakteri-bakteri, serta bahan-bahan hasil dekomposisi. Hasil penelitian ini menunjukan nilai rendemen pencucian tiga kali lebih baik dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Mega (2005) yaitu nilai rendemen pada saat pencucian 3x, 6x dan 9x adalah 68,13%, 66,33% dan 65,66%. Hal ini disebabkan perlakuan pencucian sebanyak tiga kali terhadap daging sapi berdasarkan penelitian Mega (2005) menghasilkan kehilangan nutrisi yang tidak terlalu banyak dibanding dengan pencucian sebanyak enam dan sembilan kali.

Nilai pH

Pencucian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pH pasta daging sapi sedangkan penambahan otak sapi dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi nilai pH pasta daging sapi. Nilai pH daging sapi, otak sapi dan pasta dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

(29)

Tabel 1. Nilai pH Daging Sapi Beku dan Otak Sapi Beku

Bahan Baku pH

Daging Beku 5,78

Otak Beku 6,66

Tabel 2. Nilai pH Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak (%) Rataan

0 15 30 45

Pencucian 6,59 6,63 6,67 6,66 6,64 ± 0,15b Tanpa 6,46 6,48 6,53 6,53 6,50 ± 0,04a Pencucian

Rataan 6,53 ± 0,13 6,56 ± 0,15 6,61 ± 0,13 6,59 ± 0,13

Keterangan: a, b) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05)

Pencucian daging (P<0,05) berpengaruh nyata meningkatkan pH pasta. Hal ini disebabkan proses pencucian bertujuan meningkatkan protein larut garam. Hal ini sesuai dengan Forrest et al. (1975) bahwa semakin tinggi nilai pH semakin banyak jumlah salt soluble protein (SSP) yang terekstrak. Pencucian memisahkan residu asam dalam protein otot akibatnya pH menjadi meningkat. Proses pencucian memisahkan residu asam maka asam akan hilang atau terpisah. Hilangnya asam ini menyebabkan berkurangnya jumlah asam dalam pasta sehingga menyebabkan pH pasta menjadi tinggi.

Susut Masak

Susut masak adalah berat yang hilang (penyusutan berat) selama pemasakan yang sering disebut Cooking loss. Nilai susut masak pasta dihitung dari selisih antara berat adonan dengan berat setelah pengukusan dibandingkan dengan berat adonan dan dikalikan 100%. Makin tinggi temperatur pemasakan dan makin lama waktu pemasakan, makin besar kadar cairan daging yang hilang sampai mencapai tingkat yang konstan (Soeparno, 1998). Nilai susut masak pasta dapat dilihat pada Tabel 3.

(30)

19 Tabel 3. Nilai Susut Masak Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak (%)

0 15 30 45

---%---

Pencucian 0A 0A 0A 0A

Tanpa 0,025B ± 0,014 0,027CD ± 0,015 0,034E ± 0,019 0,30D ± 0,016 Pencucian

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P< 0,01)

Faktor pencucian, penambahan otak sapi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap susut masak. Hal ini disebabkan kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih sedikit (Soeparno, 1998). Interaksi antara pencucian dengan berbagai konsentrasi otak ditunjukkan pada Gambar 3 dengan plot interaksi yang tidak sejajar.

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35 0 15 30 45

Kons entras i Otak (%)

S u sut m a sak (% )

Pencucian Tanpa Pencucian

Gambar 3. Grafik Interaksi antara perlakuan terhadap Susut Masak Pasta Proses pencucian daging dan penambahan otak sapi tidak menyebabkan terjadinya susut masak pada pasta. Sedangkan semakin tinggi penambahan otak pada daging yang tidak dicuci menghasilkan susut masakyang semakin meningkat. Hal ini disebabkan bahwa berat pasta meningkat setelah dikukus karena pasta menyerap uap air tetapi setelah dipanaskan berat pasta kembali seperti berat adonan karena air menguap saat pemanasan. Hasil penelitian ini menunjukan nilai susut masak yang lebih baik dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Mega (2005)

(31)

dengan nilai rata-rata 15, 82%. Interaksi antara perlakuan tanpa pencucian dengan penambahan otak sapi meningkatkan susut masak karena tanpa pencucian masih mengandung protein sarkoplasma yang tidak baik dalam berikatan dengan lemak dan air sehingga dengan penambahan otak yang semakin besar menyebabkan susut masak yang tinggi.

Stabilitas Emulsi

Stabilitas emulsi merupakan indikasi kestabilan ikatan protein sebagai bahan pengikat dalam berikatan dengan minyak dan air pada produk emulsi. Nilai minyak yang terlepas pada pasta daging sapi yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Semakin kecil angka yang diperoleh dalam pengukuran objektif berarti semakin kecil jumlah minyak yang terlepas artinya stabilitas emulsi semakin stabil.

Tabel 4. Nilai Minyak yang Terlepas Pada Pasta Daging Sapi Pencucian Konsentrasi Otak %

0 15 30 45

---ml--- Pencucian 0,833C ± 0,07 0,092B± 0,05 0A 0A

Tanpa Pencucian 0,947D ± 0,07 0A 0A 0A

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P< 0,01)

Hasil sidik ragam menunjukan proses pencucian tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sedangkan penambahan otak sapi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap stabilitas emulsi. Penambahan otak sapi berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi. Hal ini disebabkan karena kadar garam yang cukup tinggi pada otak sapi sehingga meningkatnya nilai penambahan otak sapi akan meningkatkan kadar garam pada adonan sehingga protein terlarut semakin banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat (Keeton, 2001) yaitu jumlah protein terlarut selain dipengaruhi oleh ekstraksi protein akibat penggilingan daging dan kadar air adonan juga dipengaruhi oleh garam, karena salah satu fungsi garam pada produk restrukturisasi daging adalah sebagai pelarut protein daging (protein miofibrilar). Interaksi antara pencucian dengan berbagai konsentrasi otak ditunjukkan Pada Gambar 4 dengan plot interaksi yang tidak sejajar.

(32)

21 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1 0 15 30 45 Konsentrasi Otak (%) M inya k T erl ep as (m l)

Pencucian Tanpa Pencucian Gambar 4. Grafik Interaksi Minyak Terlepas

Pasta daging sapi yang diberi perlakuan tidak dicuci dan penambahan otak sapi 15% memiliki stabilitas emulsi sebanding dengan pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi 30%. Hal ini disebabkan bahwa pencucian melarutkan protein sarkoplasma sehingga protein yang tersisa adalah protein myofibril maka kemampuan protein dalam mengikat lemak berkurang. Hal ini bertentangan dengan Zayas (1997) yang menyatakan bahwa proses pencucian meningkatkan stabilitas emulsi. Penambahan otak meningkatkan jumlah fosfolipid dalam adonan. Fosfolipid meningkatkan kemampuan mengikat lemak dalam sistem emulsi sehingga dengan peningkatan konsentrasi otak sapi akan meningkatkan kestabilan emulsi.

Daya Serap Air

Daya serap air adalah kemampuan daging untuk mengikat air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar. Nilai daya serap air dapat dilihat pada Tabel 5.

(33)

Tabel 5. Nilai Daya Serap Air Pasta Daging Sapi

Pencucian Konsentrasi Otak

0 15 30 45

---%---

Pencucian 0 0 0 0

Tanpa Pencucian 0 0 0 0

Menurut Fardiaz (1992), protein merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap daya serap air suatu bahan meskipun komponen-komponen yang lain juga berpengaruh. Hal yang paling berpengaruh terhadap interaksi protein-air adalah grup amino polar yang terdapat pada protein tersebut seperti karbonil, hidroksil, amino, karboksil dan sulfhidril. Sisi kationik, anionik dan non ionik menyerap air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kemampuan protein untuk menahan dan menyerap air mempunyai peranan penting dalam pembentukan tekstur suatu makanan, misalnya daging comminuted.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pasta daging sapi tidak ada air yang terserap. Hal ini disebabkan produk pasta daging dalam penelitian ini sudah jenuh karena sebagian protein mengalami denaturasi sehingga produk pasta tidak dapat mengikat air yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan Winarno (1997) yang menyatakan bahwa protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Hasil penelitian menunjukan nilai daya serap air pasta daging sapi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pasta daging sapi hasil penelitian Budiman (2005) dengan nilai 2,92 – 3,07.

Palatabilitas

Palatabilitas pasta daging sapi dalam penelitian ini diukur dengan uji hedonik. Peubah pasta daging sapi yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi kesukaan terhadap warna, aroma, daya oles, tekstur, dan rasa. Uji organoleptik produk pasta bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis khususnya anak-anak pada usia 11 hingga 12 tahun. Panelis dipilih pada usia tersebut karena adanya kandungan AA dan DHA yang tinggi pada otak sapi yang sangat diperlukan untuk pembentukan dan pertumbuhan jaringan syaraf khususnya pada anak-anak

(34)

23 Warna

Secara visual warna memegang peranan penting dan menentukan penelitian suka atau tidak suka terhadap produk. Menurut Soekarto (1990), warna merupakan sifat produk yang paling menarik perhatian konsumen dan paling cepat memberi kesan disukai atau tidak disukai. Warna mempunyai arti dan peranan bagi suatu produk pangan sebagai tanda kerusakan, petunjuk tingkat mutu dan pedoman proses pengolahan. Suatu bahan yang dinilai bergizi, enak dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila warnanya tidak sedap dipandang atau memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang sebenarnya (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik terhadap warna pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Warna Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 431,2b 4 385,5ab 3 384,4ab 3 384,1ab 4 Tidak dicuci : Rataan Ranking

Modus 335,4a 2 345,3a 3 335,0a 3 379,2ab 3

Keterangan: a, b) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05)

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna pasta daging sapi tetapi penambahan otak sapi tidak berpengaruh pada warna pasta daging sapi. Respon panelis terhadap warna pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 335,0- 431,2. Pada pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan tanpa penambahan otak sapi memiliki rangking kesukaan tertinggi dan pasta daging sapi yang diberi perlakuan tidak dicuci dan penambahan otak sapi 30% memiliki rangking kesukaan terendah Hal ini disebabkan karena warna pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian adalah lebih cerah dan lebih disukai oleh panelis daripada yang tidak dicuci. Hal ini sesuai dengan Suzuki (1981) yang menyatakan bahwa pencucian

(35)

bertujuan untuk membersihkan darah dan bahan-bahan lain yang dapat menyebabkan bau tidak sedap dan memperbaiki warna.

Keterangan : A = Dicuci, otak 0% E = Tidak dicuci, otak 0%

B = Dicuci, otak 15% F = Tidak dicuci, otak 15%

C = Dicuci, otak 30% G = Tidak dicuci, otak 30%

D = Dicuci, otak 45% H = Tidak dicuci, otak 45%

Gambar 5. Pasta Daging Sapi Aroma

Aroma dari suatu produk makanan dapat menambah nilai tersendiri bagi konsumen dalam menerima produk makanan. Aroma timbul akibat adanya proses pengolahan terutama proses pengukusan. Hasil uji hedonik terhadap aroma pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Aroma Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 378,4 4 425,7 3 367,2 3 380,7 4 Tidak dicuci : Rataan Ranking

Modus 342,5 2 369,7 3 367,9 3 347,9 3

Aroma pasta dipengaruhi oleh adanya senyawa volatil serta uap air terlepas selama pemasakan. Reaksi Maillard menghasilkan aldehid dari reaksi asam amino

(36)

25 bebas dengan gula pereduksi. Degradasi lemak (oksidasi dan hidrolisis) akan menghasilkan aldehid, keton, alkohol, dan ester (Fellows, 2000).

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap aroma pasta daging sapi. Pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan perubahan pada penerimaan panelis. Aroma produk juga berasal dari bumbu yang digunakan. Bumbu yang digunakan untuk masing-masing perlakuan adalah sama, jenis daging dan otak berasal dari ternak yang sama yaitu sapi sehingga apabila penambahan otak sapi diaplikasikan ke dalam produk pasta maka tidak menimbulkan penyimpangan aroma. Panelis tidak dapat membedakan aroma pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap aroma pasta daging sapi adalah tidak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 347,9-425,7.

Daya Oles

Pasta daging sapi adalah produk emulsi yang bersifat plastis dan dapat dioleskan. Pasta yang juga disebut selai biasanya dikonsumsi bersama dengan roti. Produk ini penilaian daya oles diperlukan dalam uji hedonik. Hasil uji hedonik terhadap daya oles pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Daya Oles Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 298,2A 4 335,1AB 4 380,2BC 4 412,2C 4

Tidak dicuci : Rataan Ranking Modus 377,3BC 4 387,8BC 4 396,5BC 4 392,6BC 4

Keterangan: A, B) Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P< 0,01)

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap daya oles pasta daging sapi. Respon panelis terhadap daya oles pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar 298,2-412,2. Pada pasta daging sapi yang

(37)

diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi 45% memiliki ranking kesukaan tertinggi (412,2) dan pasta daging sapi yang diberi perlakuan pencucian dan tanpa penambahan otak sapi memiliki ranking kesukaan terendah (298,2). Hal ini disebabkan karena tekstur pasta yang baik. Sifat tekstur pasta ini berhubungan dengan baik buruknya daya oles yang dimiliki oleh pasta. Semakin baik tekstur yang dihasilkan maka semakin baik pula daya olesnya. Selain itu, otak sapi memiliki tekstur yang lembut sehingga dengan penambahan otak sapi akan menghasilkan daya oles yang semakin baik. Panelis bisa membedakan daya oles pasta yang diberi perlakuan pencucian dan penambahan otak sapi sampai pada taraf 0%, 30% dan 45%.

Tekstur

Tekstur dalam produk makanan umumnya dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, protein, serta struktur karbohidrat yang terkandung. Koagulasi protein, gelatinisasi kolagen, pelepasan air serta pembengkakan dan gelatinisasi pati merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tekstur. Hasil uji hedonik terhadap tekstur pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Tekstur Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45 Dicuci : Rataan Rangking

Modus 351,2 2 351,6 3 335,1 3 384,4 4 Tidak Dicuci : Rataan Rangking

Modus 361,9 4 400,9 4 399,8 3 355,0 4

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap tekstur pasta daging sapi. Panelis tidak dapat membedakan tekstur pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap tekstur pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar 351,2-400,9. Dilihat dari nilai modus pastadengan penambahan otak sapi 45% disukai anak-anak karena tekstur pasta yang kompak dan nilai stabilitas emulsi semakin stabil.

(38)

27 Rasa

Rasa merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk makanan. Rasa yang disukai dapat menunjang produk sehingga diterima konsumen. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cacapan yang terletak pada papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah. Berbagai senyawa menimbulkan rasa yang berbeda. Rasa asam yang dihasilkan oleh donor proton, rasa asin dihasilkan oleh garam-garam anorganik, rasa manis ditimbulkan oleh senyawa organik alifatik yang mengandung gugus OH dan rasa pahit disebabkan oleh alkaloid-alkaloid (Winarno, 1997). Hasil uji hedonik terhadap rasa pasta daging sapi secara lengkap tercantum dalam Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Tes Kruskal-Wallis Terhadap Rasa Pasta Daging Sapi

Jenis Pencucian Otak Sapi

0 15 30 45

Dicuci : Rataan Ranking Modus 350,4 3 349,3 3 383,8 4 389,7 3 Tidak Dicuci: Rataan Ranking

Modus 381,0 3 362,5 4 387,0 4 376,5 3

Hasil tes Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa pencucian dan penambahan otak sapi tidak memberikan pengaruh terhadap rasa pasta daging sapi. Hal ini disebabkan karena rasa pasta daging sapi berasal dari bumbu-bumbu dengan taraf persentase yang sama setiap perlakuan. Panelis tidak dapat membedakan rasa pasta dengan penambahan otak sapi hingga 45% dan ada tidaknya perlakuan pencucian. Respon panelis terhadap rasa pasta daging sapi adalah agak suka sampai suka dengan rangking berkisar antara 349,3-389,7.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Proses pencucian dapat meningkatkan pH pasta daging sapi. Penambahan otak sapi pada perlakuan tanpa pencucian menaikkan nilai susut masak. Proses pencucian dan penambahan otak sapi dapat meningkatkan stabilitas emulsi pasta daging sapi.

Hasil uji hedonik menunjukkan pasta daging sapi dapat diterima oleh anak-anak pada usia 11 hingga 12 tahun dengan respon tidak suka sampai suka untuk kriteria warna, aroma, daya oles, tekstur, dan rasa. Proses pencucian daging dan penambahan otak sapi dapat meningkatkan daya oles pasta.

Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan otak sapi terhadap daya simpan produk pasta daging sapi dengan berbagai kondisi penyimpanan dan pengemasan.

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E.D., J.C. Forrest., D.E. Gerrard dan E.W. Mills. 2001. Principles of Meat Science. 4th Revised Edition. Kendal/Hunt Publishing Company, America. Anderson, B. A. 1983. Composition and Nutriotinal Value of Edible Meat

by-Product Dalam: Edible Meat by-Product, Advance in Meat Research. A. M. Pearson, T. R. Dutson. Elsevier Applied Science, London.

Brown. 1999. Understanding Food Principles and Preparation. Thomson Learning, London.

Buckle, K., R. A. Edward, G. H. Fleet dan Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI – Press, Jakarta.

Budiman, B. A. 2005. Sifat fisik dan palatabilitas pasta daging kambing dengan metode kominusi dan fekuensi leaching yang berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Ternak.. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fardiaz, D., N. Andarwulan, H. Wijaya, dan N. L. Puspitasari. 1992. Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Petunjuk Laboratorium. Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, bogor.

Fellows, P. J. 2000. Food Processing Technology Principle and Practice. Ed ke-2. Cambridge England : Woodhead Publishing Limited.

Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Company, San Fransisco. Gibbons, J. D. 1975. Non Parametric Methods For Quantitative Analysis, Alabama. Irianto, B. 1990. Teknologi surimi salah satu cara mempelajari nilai tambah

ikan-ikan yang kurang dimanfaatkan. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 9 (2). 35-39.

Judge, M.D., E.D. Aberle, J.C. Forrest, H.B. Hedrick dan R.A. Merkel. 1989. Principles of Meat Science. Second Edition. Kendal/Hunt publishing Company, Iowa.

Ketaren, S. 1989. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Keeton, J. T. 2001. Form and Emulsion Product. Dalam : A. R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press, Baca Raton.

Kinsman, D. M., Anthony, W. Kotula dan Buerdette C. B. 1994. Muscle Food: Meat, Poultry and Seafood Technology. Chapmann and Hall, New York.

Kramlich, W. E. 1971. Sausage Products. Dalam: J. F. Price dan B. S. Schweigert (Editor). The Science of Meat and Meat Product. 2nd (Eds), San Fransisco. W. H. Freeman.

Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi kelima. Terjemahan: A. Parakkasi. UI-Press, Jakarta.

(41)

Mega, O. 2005. Karakteristik nikumi dan pasta nikumi daging kuda dan sapi pada beberapa frekuensi pencucian (leaching). Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway and A. A. Spector. 1983. Biochemistry : A Case – Oriented Approach, 4th Edit. Mosby Company, Lowa. Terjemahan: M. Ismadi.1993. Biokimia: Suatu Pendekatan Berorientasi – Kasus. Jilid 2. Edisi Keempat. Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Nussinovitch, A. 1997. Hydrocolloid Aplications: Gum Technology in the Food and Other Industries. Blackie Academic and Professional, London.

Nutrition Data. 2005. Beef, variety meat and by-products, brain, cooked, simmered.http://www.nutriondata.com/facts.B0001-01C20tq.html. [13 Juni 2005].

Peranginangin, R., S. Wibowo, dan Y.N. Fawzya. 1999. Teknologi Pengolahan Surimi. Instalasi Penelitian Laut Slipi, Balai Penelitian Perikanan Laut, Jakarta.

Pennington, J.A.T. 1976. Dietary Nutrient Guide. Connecticut The AVI Publishing Company, Inc, Westpart.

Rahayu, W. P. 2001. Penuntun Praktikum dan Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rimbawan, J. W. 1976. Mempelajari pengaruh perbandingan campuran minyak kelapa, air dan CMC terhadap mutu pasta ikan tongkol. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rust, R.E. 1987. Sausage Product. Dalam: J.S. Price dan B.S. Schweigert (Editor). The Science of Meat and Meat Product. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.

Setyowati, M.T. 2002. Sifat fisik, kimia, dan palatabilitas nugget kelinci sapi dan ayam yang menggunakan berbagai tingkat konsentrasi tepung maizena. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SNI. 1995. Bahan Tambahan Makanan SNI 01-0222-1995. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

Soekarto. 1981. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian Bharata Karya Aksara, Jakarta.

Soekarto. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB Press, Bogor.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

(42)

32 Sugiharso, C. 1982. Mempelajari pengaruh jenis dan jumlah penambahan

minyak/lemak pada pembuatan pasta dari jengger udang. skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology. Applied Science Publiser, Ltd, London.

Widodo, D.P. 2005. Anak secerdas Einstein, apakah masih mungkin?. http://www.kompas.com/kesehatan/new/0503/063240.html.[16 April 2005]. Winarno, F.G., S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT

Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F.G. 1999. Minyak Goreng dalam Menu Masyarakat. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Yuceer, K. Y, M. A. Drake dan K. R. Cadwalder. 2001. Aroma – Active Component of Non – Fat Dry Milk. J. Agric. Food Chem. 49 : 2948 – 2953.

Zayas, J. F. 1997. Functionality of Protein in Food. Berlin: Springer.

Zecher, D. dan R.V. Coillie. 1992. Cellulose Derivatives. Dalam: Imeson, A. (ed). Thickening and Gelling Agents for Foods. Blackie Academic and Professional, London.

(43)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillah atas nikmat, rahmat dan karunia yang selalu dilimpahkan-Nya bagi seluruh alam, termasuk semangat dan pertolongan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhamad SAW beserta para sahabat.

Terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si dan Irma Isnafia Arief, S. Pt., M.Si selaku tim pembimbing penelitian atas seluruh bantuan, dorongan dan motivasinya kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini dan atas keluasan waktunya baik selama penelitian ataupun selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan. Kepada Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA selaku pembimbing akademik dan Ir. Hj. Komariah, M.Si dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS selaku penguji sidang sarjana.

Saudara-saudaraku (Dery, Anita dan Adi) yang selalu memberikan semangat dan nasihat bagi perbaikan diri dan qalbu penulis, Fachrial atas bantuan, dukungan dan perhatiannya kepada penulis. Bramada, Karyadinata dan Tria atas bantuannya, Denyra, Zahro, Fitria, Kiki, Nurjanah, Fitria Hasanah, Rika, dan Zulfa semoga tali silaturahmi kita selalu terjaga dan diridhoi-Nya, teman-teman THT 38 atas kebersamaan selama ini, serta rekan- rekan yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terimakasih atas dorongannya. Sesungguhnya hanya Allah sematalah yang dapat membalas seluruh amalan dan sumbangsih mereka.

Ucapan terimakasih dihaturkan kepada orangtua tercinta yang merupakan sumber semangat penulis. Skripsi ini Insya Allah merupakan hibah kecil bagi keduanya walaupun sangat disadari bahwa hasil ini tidak sebanding dengan semua yang telah diberikan.

(44)
(45)

Lampiran 1. Analisis Ragam Nilai pH Pasta Daging Sapi

Sumber Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F

Leaching 1 0,11206667 0,11206667 7,35 0,0154

Otak 3 0,0225 0,0075 0,49 0,6927

Leaching*Otak 3 0,00043333 0,00014444 0,01 0,9987

Galat 16 0,2438 0,01523750

Total 23 0,3788

Lampiran 2. Analisis Ragam Nilai Stabilitas Emulsi Pasta Daging Sapi

Sumber Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F

Leaching 1 0,00017067 0,00017067 0,73 0,4055

Otak 3 3,451152 1,150384 4919,67 0,0001

Leaching*Otak 3 0,031792 0,01059733 45,32 0,0001

Galat 16 0,00374133 0,00023383

Total 23 3,486856

Lampiran 3. Analisis Ragam Nilai Susut Masak Pasta Daging Sapi

Sumber Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F

Leaching 1 0,0050402 0,0050402 2719,53 0,0001

Otak 3 0,00006887 0,00002296 12,39 0,0002

Leaching*Otak 3 0,00006887 0,00002296 12,39 0,0002

Galat 16 0,00002965 0,00000185

Total 23 0,00520760

Lampiran 4. Analisis Ragam Nilai Daya Serap Air Pasta Daging Sapi

Sumber Keragaman Db JK KT F Hit Pr>F

Leaching 1 0 0 0 0

Otak 3 0 0 0 0

Leaching*Otak 3 0 0 0 0

Galat 16 0 0

(46)

35 Lampiran 5. Uji Lanjut LSMEANS terhadap pH Pasta

Leaching OTAK pH LSMEAN Std Err LSMEAN Pr > │T│ H0:LSMEAN=0 LSMEAN Number L 0 6,59 0,07126827 0,0001 1 L 15 6,63 0,07126827 0,0001 2 L 30 6,67666667 0,07126827 0,0001 3 L 45 6,65666667 0,07126827 0,0001 4 NL 0 6,46333333 0,07126827 0,0001 5 NL 15 6,48333333 0,07126827 0,0001 6 NL 30 6,53333333 0,07126827 0,0001 7 NL 45 6,52666667 0,07126827 0,0001 8 Keterangan: L = Leaching NL= Non Leaching

Lampiran 6. Uji Lanjut LSMEANS terhadap Stabilitas Emulsi Pasta Leaching OTAK pH LSMEAN Std Err LSMEAN Pr > │T│ H0:LSMEAN=0 LSMEAN Number L 0 0,83333333 0,00882862 0,0001 1 L 15 0,09200000 0,00882862 0,0001 2 L 30 0.00000000 0,00882862 1,0000 3 L 45 0,00000000 0,00882862 1,0000 4 NL 0 0,94666667 0,00882862 0,0001 5 NL 15 0,00000000 0,00882862 1,0000 6 NL 30 0,00000000 0,00882862 1,0000 7 NL 45 0,00000000 0,00882862 1,0000 8 Keterangan: L = Leaching NL= Non Leaching

(47)

Lampiran 7. Uji Lanjut LSMEANS terhadap Susut Masak Pasta

Leaching OTAK Susut Masak

LSMEAN Std Err LSMEAN Pr > │T│ H0:LSMEAN=0 LSMEAN Number L 0 0,00000000 0,00078599 1,0000 1 L 15 0,00000000 0,00078599 1,0000 2 L 30 0,00000000 0,00078599 1,0000 3 L 45 0,00000000 0,00078599 1,0000 4 NL 0 0,02466667 0,00078599 0,0001 5 NL 15 0,02766667 0,00078599 0,0001 6 NL 30 0,03400000 0,00078599 0,0001 7 NL 45 0,02960000 0,00078599 0,0001 8 Keterangan: L = Leaching NL= Non Leaching

Lampiran 8. Tes Kruskal-Wallis Pasta Daging Sapi dengan Metode Pencucian (Leaching)

Peubah Otak Sapi (%) N Median

Warna 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 4 3 3 3 Aroma 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 3 3 Daya Oles 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 4 4 4 Tekstur 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 3 3 Rasa 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 4 3

(48)

37 Lampiran 9. Tes Kruskal-Wallis Pasta Daging Sapi dengan Metode Tidak

Dicuci (Non-Leaching)

Peubah Otak Sapi (%) N Median

Warna 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 3 3 Aroma 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 3 3 Daya Oles 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 4 4 4 4 Tekstur 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 4 3 3 Rasa 0 15 30 45 Total 93 93 93 93 372 3 3 4 3

Lampiran 10. Uji Banding Rataan Ranking Gibbons Terhadap Daya Oles

Antar Perlakuan Ri-Rj Z0,01[K(N+1)/8]0,5

L0-L30 L0-L45 L0-NL0 L0-NL15 L0-NL30 L0-NL45 L15-L45 82 114 79,1 89,6 98,3 94,4 77,1 127,07 127,07 127,07 127,07 127,07 127,07 127,07

Keterangan : L0 = Dicuci, 0% otak sapi NL0 = Tidak dicuci, 0% otak sapi L15 = Dicuci, 15% otak sapi NL15 = Tidak dicuci, 15% otak sapi L30 = Dicuci, 30% otak sapi NL30 = Tidak dicuci, 30% otak sapi L45 = Dicuci, 45% otak sapi NL45 = Tidak dicuci, 45% otak sapi

(49)

Lampiran 11. Uji Banding Rataan Ranking Gibbons Terhadap Warna

Antar Perlakuan Ri-Rj Z0,01[K(N+1)/8]0,5

L0-NL0 L0-NL15 L0-NL30 95,8 85,9 96,2 127,07 127,07 127,07

Keterangan : L0 = Dicuci, 0% otak sapi NL0 = Tidak dicuci, 0% otak sapi L15 = Dicuci, 15% otak sapi NL15 = Tidak dicuci, 15% otak sapi L30 = Dicuci, 30% otak sapi NL30 = Tidak dicuci, 30% otak sapi L45 = Dicuci, 45% otak sapi NL45 = Tidak dicuci, 45% otak sapi

Lampiran 12. Format Uji Hedonik Pasta Daging Sapi

Uji Hedonik

Nama : ………..

Tanggal : ………..

Sampel : Pasta Daging Sapi

Instruksi : Nyatakan penilaian anda terhadap sample pasta berikut ini menurut

tingkat kesukaan.

Keterangan : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak suka

4 = suka 5 = sangat suka

Kode

Sampel Warna Aroma Daya Oles Tekstur Kriteria Rasa Penampakan Umum

341 942 571 272 783 651 443 837

(50)

39 Lampiran 13. Gambar Daging Giling

Lampiran 14. Gambar Otak Giling

Lampiran 15. Gambar Adonan Pasta Daging Sapi

Keterangan : A = Tidak dicuci, 0% otak sapi E = dicuci, 0% otak sapi B =Tidak dicuci, 15% otak sapi F = dicuci, 15% otak sapi C =Tidak dicuci, 30% otak sapi G = dicuci, 30% otak sapi D =Tidak dicuci, 45% otak sapi H = dicuci, 45% otak sapi

Gambar

Gambar 2. Proses Pembuatan Pasta Bumbu yang
Tabel 2. Nilai pH Pasta Daging Sapi
Gambar 3. Grafik Interaksi  antara perlakuan terhadap Susut Masak Pasta   Proses pencucian daging dan penambahan otak sapi tidak menyebabkan  terjadinya susut masak pada pasta
Tabel 4. Nilai Minyak yang Terlepas Pada Pasta Daging Sapi  Pencucian          Konsentrasi Otak  %
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyedia Barang/Jasa mengikuti proses Penjelasan Dokumen Penawaran (Aanwijzing) jumlah 3 (tiga) Peserta calon penyedia Jasa.. Penjelasan Dokumen Pengadaan (Aanwijzing)

 p Ponpes Modern  tetap mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama.. Mata Pelajaran yang diajarkan Fiqh Tasawuf Nahwu

Menurut Stuart (2005), stres pada lansia merupakan kondisi ketidakseimbangan, tekanan atau gangguan yang tidak menyenangkan, yang terjadi pada seluruh tubuh dan

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa penerapan model pembelajaran sentra balok di PAUD Islam Makarima Kartasura, Sukoharjo tahun ajaran 2013 / 2014 pada pijakan

Sedangkan acara seliannya berfungsi sebagai penyemarak seperti seni gulat okol, wayang kulit, ludruk, dan sebagainya; (c) dimensi-dimensi teologis dalam ritual sedekah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar HbA1c tinggi sebagai Faktor Risiko Neuropati Diabetik Perifer pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di RSUP Sanglah

Penulis menggunakan metode UML (Unified Modelling Language) dalam merancang sistem aplikasi website Buku Online dan menggunakan PHP untuk membuat program serta MySQL sebagai

Rahasia adalah naskah dinas yang apabila fisik dan informasinya diketahui oleh pihak yang tidak berhak dapat mengakibatkan terganggunya fungsi penyelenggaraan negara,