PENINGKATAN KEMAMPUAN METAKOGNISI DAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI
MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
THINK-PAIR-SHARE DI SMPN 5 MEDAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH :
SONIATUL HASANAH NIM : 8146172064
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Soniatul Hasanah. Peningkatan Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Think-Pair-Share Di SMPN 5 Medan. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika
Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2017.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki: (1) Apakah terdapat peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share, (2) Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share, (3) Adakah perbedaan kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi matematis antara yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share dan konvensional, (4) Bagaimana proses jawaban siswa terkait kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share. Penelitian ini dilakukan di SMPN 5 Medan sebanyak 60 siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain penelitian pre-test dan post-test control group design.populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII dengan mengambil sampel dua kelas. (kelas eksperimen dan kelas kontrol) melalui teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan terdiri dari tes kemampuan metakognisi dan tes kemampuan komunikasi matematis. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas dan koefisien reabilitas. Data dianalisis dengan Uji-t. Sebelum digunakan Uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas dengan taraf signifikan 5%. Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh hasil penelitian yaitu: (1) Terdapat peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (2) Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (3) Terdapat perbedaan kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share dan konvensional (4) Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan jawaban melalui pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share menunjukkan tercapainya indikator yang lebih baik dibandingkan pada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
ii
Soniatul Hasanah. The Improvement Of Student’s Metacognition Abilities and Mathematical Communication Abilities Uses Co-Operative Model Type Think-Pair-Share in SMPN 5 Medan. Thesis. Medan: Mathematics Education Postgraduated, State University of Medan, 2017.
ABSTRACT
The aims of this research were to determine: (1) Is the improvement of student’s metacognition abilities uses Co-Operative model type Think-Pair-Share (2) Is the improvement of student’s mathematical communication abilities uses Co -Operative model type Think-Pair-Share (3) Is any different of metacognition and mathematical communication abilities by Co-Operative model type Think-Pair-Share and convensional (4) How the process of the students' answers to mathematical resoning abilities of student’s with Co-Operative model type Think-Pair-Share .The research was conducted in SMP Negeri 5 Medan is 60 students. This study was an experimental study with pre-test research design-posttest control group design. The population in this study were all students SMP Negeri 5 Medan, with to take samples of two classes from class VII (experimental group and control group ) through purposive sampling technique. The instrument used consisted of: testing the ability of the metacognition and mathematical communication questionnaire. The instrument has been declared eligible content validity and reliability coefficients. Data were analyzed by Uji-t. Before use Uji-t first tested in research normality and homogeneity in this study with a significant level of 5%. Based on the results of the analysis obtained results of the study are: (1) There is improvement of student’s metacognition abilities by Co-Operative model type Think-Pair-Share (2) There is improvement of student’s mathematical communication abilities by Co-Operative model type Think-Pair-Share (3) Any different of metacognition and mathematical communication abilities by Co-Operative model type Think-Pair-Share and convensional (4) The process of the students' answers in solving problems by Co-Operative model type Think-Pair-Share show achieved for indicator of metacognition abilities and mathematical communication abilities better than Conventional Learning
ii
KATA PENGANTAR
ميحرلا نمحرلا ها مسب
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Peningkatan
Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematis Siswa Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share di SMPN 5 Medan”. Shalawat
beserta salam penulis sanjungkan kehadirat Nabi besar Muhammad SAW sebagai
pembawa risalah kepada ummatnya.
Tesis ini ditulis dan diajukan guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) Program Studi Pendidikan
Matematika, Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
Penelitiaan ini merupakan studi eksperimen yang melibatkan pelajaran
matematika dengan model pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.
Dalam proses penyusunan tesis banyak hal yang telah dilalui, diantaranya
menghadapi kendala dan keterbatasan serta bimbingan/arahan yang terwujud
dalam motivasi berbagai pihak, sehingga keterbatasan dan kekurangan dapat
teratasi dengan baik. Sejak mulai persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini,
penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak dan
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu
penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak langsung
iii
setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya peneliti
sampaikan kepada:
1. Ayahanda Mustofa, Ibunda Siti Erlina dan adik-adiku Siti Rahayu dan
Muhammad Fathoni serta Mas Edwin yang telah memberikan rasa kasih
sayang, perhatian dan dukungan moril maupun materi sejak sebelum kuliah,
dalam perkuliahaan hingga menyelesaikan pendidikan ini.
2. Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S, selaku dosen pembimbing I dan Bapak
Prof. Dian Armanto, M.Pd, M.A, M.Sc, Ph.D, selaku dosen Pembimbing II
yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan serta motivasi yang kuat
dalam penyusunan tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Dr. Mulyono, M.Si selaku
Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED yang senantiasa memberikan dorongan kepada kami selama
mengikuti perkuliahan dan memberikan saran dan kritik yang membangun
untuk menjadikan tesis ini menjadi lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd., Bapak Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd
dan Dr. Hermawan, M.Si. selaku Narasumber yang telah banyak memberikan
saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
5. Direktur, Asisten I, II dan III beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED
yang telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis
menyelesaikan tesis ini.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika Program Pascasarjana
UNIMED yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang bermakna
iv
7. Bapak Shahbilal, S.Pd, selaku kepala Sekolah SMPN 5 Medan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian
lapangan.
8. Rekan-rekan saya di kelas Dikmat B2: Ni’mah, Elsida, Lala, Eza, Nisa, Tuti,
Ali, Syahril, Hidayatsyah, Joko, Kak Intan, Kak Amin, Kak Via, Kak
Maryunah, Ningsih, Icha, Veri, Guntur, Afrizal, Rahmat, Lois, Juni dan Diki,
serta Nur Hayati, Yuyun sahabat seperjuangan angkatan XXIII Prodi
Matematika yang telah memberikan dorongan, semangat serta bantuan
lainnya kepada penulis.
Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada
penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan matematika. Untuk itu, penulis masih mengharapkan kritik
dan saran yang membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Februari 2017
Penulis,
vi
2.1.1 Kemampuan Metakognisi ... 24
2.1.1.1. Pengertian Kemampuan Metakognisi ... 24
2.1.1.2. Tingkat Metakognisi dalam menyelesaikan Masalah Matematis ... 28
2.1.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 33
2.1.2.1 Pengertian Komunikasi ... 33
2.1.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 34
2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif ... 40
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share ... 43
2.1.5 Materi Perbandingan ... 46
2.1.6 Teori Belajar Pendukung ... 48
2.1.7 Penelitian Yang Relevan ... 50
2.2 Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 52
2.2.1 Kerangka Konseptual ... 52
2.2.2 Hipotesis Penelitian ... 57
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian ... 58
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Penyuplikan ... 58
3.3 Desain Penelitian ... 59
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60
3.4.1 Instrumen Penelitian dan Pengembangannya ... 60
3.4.1.1. Instrumen Kemampuan Metakognisi ... 60
3.4.1.2. Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ... 64
3.4.2 Analisis Instrumen Penelitian ... 67
3.4.3 Uji Coba Instrumen ... 70
3.4.4 Validasi Ahli Terhadap Istrumen Penelitian ... 70
3.4.5 Proses Jawaban Siswa... 79
3.5 Prosedur Penelitian ... 79
vii
3.5.2 Tahapan Penelitian ... 80
3.5.2.1.Tahap Persiapan ... 80
3.5.2.2.Tahap Pelaksanaan ... 81
3.5.3 Teknik Analisis Data ... 83
3.5.3.1 Analisis Statistik Deskriptif ... 83
3.5.3.2 Analisis Statistik Inferensial ... 85
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 90
4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian tentang Kemampuan Metakognisi . 91 4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian tentang Kemampuan Komunikasi Matematis ... 97
4.1.3. Analisis Statistik Inferensial Hasil Tes Kemampuan Metakognisi ... 102
4.1.4. Analisis Statistik Inferensial Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 107
4.1.5. Proses Jawaban Siswa Terkait Kemampuan Metakognisi ... 112
4.1.6. Proses Jawaban Siswa Terkait Kemampuan Komunikasi Matematis ... 129
4.2. Temuan Penelitian ... 135
4.2.1. Kemampuan Metakognisi ... 136
4.2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 136
4.2.3. Proses Jawaban pada Tes Kemampuan Metakognisi ... 136
4.2.4. Proses Jawaban pada Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 137
4.3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 137
4.3.1. Pendekatan Pembelajaran ... 137
4.3.2. Kemampuan Metakognisi ... 144
4.3.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 146
4.3.4. Proses Jawaban Siswa ... 150
4.4. Keterbatasan Penelitian ... 151
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 153
5.2. Implikasi ... 154
5.3. Saran ... 154
DAFTAR PUSTAKA ... 157
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 43
Tabel 2.2. : Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS . 45 Tabel 3.1. : Rancangan Penelitian ... 59
Tabel 3.2. : Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Metakognisi ... 61
Tabel 3.3. : Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Metakognisi... 62
Tabel 3.4. : Pedoman Pemberian Skor Kemampuan Komunikasi Matematis ... 65
Tabel 3.5. : Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 68
Tabel 3.6. : Hasil Validasi Tes Awal Kemampuan Metakognisi ... 69
Tabel 3.7. : Hasil Validasi Tes Akhir Kemampuan Metakognisi ... 69
Tabel 3.8. : Hasil Validasi Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 69
Tabel 3.9. : Hasil Validasi Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 69
Tabel 3.10. : Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy ... 72
Tabel 3.11. : Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal Tes Awal Kemampuan Metakognisi ... 72
Tabel 3.12. : Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal Tes Akhir Kemampuan Metakognisi ... 72
Tabel 3.13. : Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 73
Tabel 3.14. : Rangkuman Hasil Perhitungan Validitas Setiap Butir Soal Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 73
Tabel 3.15. : Interpretasi Koefisien Reabilitas ... 75
Tabel 3.16. : Interpretasi Daya Pembeda ... 76
Tabel 3.17 : Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Awal Kemampuan Metakognisi ... 76
Tabel 3.18. : Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Akhir Kemampuan Metakognisi ... 76
Tabel 3.19. : Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 3.20. : Hasil Perhitungan Daya Pembeda Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 77
Tabel 3.21. : Interpretasi Indeks Kesukaran ... 78
Tabel 3.22. : Hasil Perhitungan Daya Tingkat Kesukaran Tes Awal Kemampuan Metakognisi ... 78
Tabel 3.23. : Hasil Perhitungan Daya Tingkat Kesukaran Tes Akhir Kemampuan Metakognisi ... 78
Tabel 3.24. : Hasil Perhitungan Daya Tingkat Kesukaran Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78
Tabel 3.25. : Hasil Perhitungan Daya Tingkat Kesukaran Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis ... 79
Tabel 3.26. : Interval Nilai Kemampuan Metakognisi ... 84
ix
Tabel 3.28. : Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan ... 89 Tabel 4.1. : Tes Awal Kemampuan Metakognisi Kelas Kontrol
Secara Kuantitatif ... 91 Tabel 4.2. : Tes Akhir Kemampuan Metakognisi Kelas Kontrol
Secara Kuantitatif ... 92 Tabel 4.3. : Tes Awal Kemampuan Metakognisi Kelas Eksperimen
Secara Kuantitatif ... 93 Tabel 4.4. : Tes Akhir Kemampuan Metakognisi Kelas Eksperimen
Secara Kuantitatif ... 94 Tabel 4.5. : Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Metakognisi ... 96 Tabel 4.6. : Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif ... 97 Tabel 4.7. : Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas
Kontrol Secara Kuantitatif ... 98 Tabel 4.8. : Tes Awal Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif ... 99 Tabel 4.9. : Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas
Eksperimen Secara Kuantitatif ... 100 Tabel 4.10. : Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 102 Tabel 4.11 : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan
Metakognisi Siswa Kelas Kontrol ... 103 Tabel 4.12 : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan
Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen ... 103 Tabel 4.13 : Deskripsi Uji Homogenitas Varians Tes Awal
Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ... 105 Tabel 4.14 : Deskripsi Uji Homogenitas Varians Tes Akhir
Kemampuan Metakognisi Siswa Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol ... 105 Tabel 4.15 : Data Hasil Kemampuan Metakognisi ... 106 Tabel 4.16 : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ... 108 Tabel 4.17 : Deskripsi Uji Normalitas Data Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen ... 108 Tabel 4.18 : Deskripsi Uji Homogenitas Varians Tes Awal
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen
dan Kelas Kontrol ... 109 Tabel 4.19 : Deskripsi Uji Homogenitas Varians Tes Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Eksperimen
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. : Jawaban berkaitan dengan kemampuan metakognisi ... 5 Gambar 1.2. : Jawaban berkaitan dengan kemampuan metakognisi ... 6 Gambar 1.3. : Jawaban berkaitan dengan kemampuan komunikasi
matematis ... 11 Gambar 3.1. : prosedur penelitian dengan model pembelajaran
kooperatif tipe think-pair-share dan konvensional. ... 82 Gambar 4.1. : Diagram Hasil Tes Awal Kemampuan Metakognisi pada
Matematis pada Kelas Kontrol ... 97 Gambar 4.7. : Diagram Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Kontrol ... 98 Gambar 4.8. : Diagram Hasil Tes Awal Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 99 Gambar 4.9. : Diagram Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen ... 100 Gambar 4.10 : Diagram Hasil Tes Akhir Kemampuan Komunikasi
Matematis pada Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 101 Gambar 4.11 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Kelas Eksperimen ... 113 Gambar 4.12 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Terkait Kemampuan
Metakognisi di Kelas Eksperimen ... 113 Gambar 4.13 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Kelas Kontrol ... 114 Gambar 4.14 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Terkait Kemampuan
Metakognisi di Kelas Kontrol ... 114 Gambar 4.15 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2 Kelas Eksperimen ... 117 Gambar 4.16 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2 Terkait Kemampuan
Metakognisi di Kelas Eksperimen ... 117 Gambar 4.17 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2 Kelas Kontrol ... 118 Gambar 4.18 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2 Terkait Kemampuan
Metakognisi di Kelas Kontrol ... 118 Gambar 4.19 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 3 Kelas Eksperimen ... 121 Gambar 4.20 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 3 Terkait Kemampuan
Metakognisi di Kelas Eksperimen ... 121 Gambar 4.21 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 3 Kelas Kontrol ... 122 Gambar 4.22 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 3 Terkait Kemampuan
xi
Gambar 4.23 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Kelas Eksperimen ... 125
Gambar 4.24 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Terkait Kemampuan Metakognisi di Kelas Eksperimen ... 125
Gambar 4.25 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Kelas Kontrol ... 126
Gambar 4.26 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Terkait Kemampuan Metakognisi di Kelas Kontrol ... 126
Gambar 4.27 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Kelas Eksperimen ... 130
Gambar 4.28 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 1 Kelas Kontrol ... 130
Gambar 4.29 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2.b Kelas Eksperimen ... 131
Gambar 4.30 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2.b Kelas Kontrol ... 132
Gambar 4.31 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2.c Kelas Eksperimen ... 133
Gambar 4.32 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 2.c Kelas Kontrol ... 133
Gambar 4.33 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Kelas Eksperimen ... 134
Gambar 4.34 : Hasil Jawaban Siswa Nomor 4 Kelas Kontrol ... 134
Gambar 4.35 : Hasil Jawaban LAS Model Pembelajaran TPS Tahap Think ... 140
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu faktor terciptanya sumber daya manusia
yang terdidik dan mampu menghadapi perkembangan zaman. Oleh karena itu
pendidikan harus senantiasa relevan dengan situasi dan kondisi masyarakat yang
semakin berkembang. Nasution (2010:35) menyatakan: “fungsi pendidikan adalah
membimbing anak ke arah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik
adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu.”.
Pendidikan yang baik diharapkan dapat meningkatkan harkat dan martabat
serta kualitas hidup dalam berbagai aspek kehidupan sehingga melalalui pendidikan
anak didik mampu menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupannya. Setiap bagian dari dunia pendidikan mempunyai peranan yang sangat
penting untuk mencapai tujuan pendidikan, misalnya dalam pembelajaran
matematika.
Pembelajaran matematika yang dilakukan diharapkan mampu
mengembangkan kemampuan berfikir dan mengkomunikasikan gagasan serta dapat
mengembangkan aktifitas kognisi siswa. Hal ini menunjukkan bahwa matematika
sangat penting untuk dipelajari karena memiliki manfaat dalam mengembangkan
kemampuan siswa. Namun perkembangan dalam pembelajaran matematika banyak
mengalami hambatan. Abdurrahman (2012:202) menyatakan: “Dari berbagai bidang
2
paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi
siswa yang berkesulitan belajar”.
Dalam proses pembelajaran matematika guru harus mampu mengoptimalkan
potensi belajar siswa dengan cara mengaktifkan kemampuan metakognisinya. Flavell
(Iwai, 2011:151) menyatakan:” Metacognition is active monitoring and consequent
regulation and orchestration of these processes in relation to the cognitive object or
data on which their bear, usually in the service of some concrete goal or objective.”
Dengan kemampuan metakognisi siswa akan mampu mengontrol aktivitas
yang terjadi pada dirinya sendiri. Aktivitas berpikir yang lebih terarah akan
menghasilkan hasil belajar yang lebih optimal. Hal ini dapat terjadi karena pada saat
siswa mampu mengontrol aktivitas kognitifnya akan mencari strategi-strategi yang
tepat untuk menyelesaikan sebuah masalah sehingga belajar akan lebih efektif dan
efisien. Dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah, metakognisi
memegang peranan penting sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang
pikirannya dalam rangka membangun strategi tersebut. Larkin (2010: 6) menyatakan:
Metacognition is often seen as the reflective part of a teaching session. If practiced at all, it is usually in the final section of a lesson, where children are asked to reflect on what they have learned; to verbalise how they solved the problem; to evaluate how difficult or easy they found the work and to think about they might tackle such a problem in the future
Pada dasarnya kemampuan metakognisi merefleksikan bagian dari
pengajaran. Anak-anak ditanya untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari, untuk
3
dan mudahnya mereka menemukan cara yang tepat untuk bekerja dan memikirkan
cara yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan di masa depan.
Metakognisi menunjukkan kemampuan siswa untuk menyadari, mengetahui
proses kognitif yang terjadi pada diri sendiri yang terjadi atas tiga tahapan yaitu
perencanaan mengenai apa yang harus dipelajari, pemantauan terhadap proses belajar
yang dilakukan, serta evaluasi terhadap apa yang telah direncanakan, dilakukan dan
hasil yang diperoleh dari proses tersebut”. Pada prinsipnya jika dikaitkan dengan
proses belajar, kemampuan metakognisi adalah kemampuan seseorang dalam
mengontrol proses belajarnya, mulai dari tahap perencanaan, memilih strategi yang
tepat sesuai dengan masalah yang dihadapi, kemudian memonitor kemajuan dalam
belajar dan secara bersamaan mengoreksi jika ada kesalahan yang terjadi selama
memahami konsep, menganalisis keefektifan dari strategi yang dipilih dan bagian
akhir sebagai bentuk upaya refleksi, biasanya seseorang yang memiliki kemampuan
metakognisi yang baik selalu mengubah kebiasaan belajar dan juga strateginya jika
diperlukan, karena mungkin hal itu tidak cocok dengan keadaan tuntutan lingkungan
dalam mengembangkan kemampuannya.
Dahar (2006: 3) menyatakan: “definisi belajar ialah sebagai suatu hasil
pengalaman .“ Belajar dapat dipermudah bila kita mengetahui cara-cara dan
seluk-beluk belajar bedasarkan pengalaman-pengalaman yang telah kita pelajari. Itu
sebabnya kemampuan metakognisi diperlukan untuk proses berpikirnya sehingga ia
menemukan dengan mudah bagaimana proses belajar yang sesuai dengan dirinya.
Nilai-nilai dari kebiasaan belajar siswa dan mengontrol proses belajar
4
melatih keterampilan metakognitifnya di kelas secara interaktif dalam bentuk diskusi,
menjelaskan, mengajukan pertanyaan dan solusinya serta merefleksi dan
menyimpulkan secara lisan maupun tulisan sehingga terjadi pengalaman belajar
yang bermakna. Dengan kebermaknaan itu maka siswa memahami matematika secara
lebih menyeluruh dan mendalam akibatnya belajar matematika menjadi lebih mudah.
Perkembangan psikologi dalam bidang pendidikan khususnya matematika
berjalan sangat pesat, salah satunya adalah perkembangan konsep metakognisi yang
pada intinya menggali pemikiran orang tentang berpikirnya “thinking about
thinking”. Dengan penekanan pada kemampuan metakognisinya, sebagian besar
siswa dapat menemukan solusi dari masalah dalam proses pembelajaran. Komponen
kemampuan metakognisi menurut Flavell () adalah : (1) Tahapan perencanaan, (2)
Memilih strategi yang tepat, dan (3) Memonitor dan merefleksi
Kemampuan metakognisi sangat penting dalam diri siswa tetapi tidak semua
siswa dapat menyadari pentingnya kemampuan metakognisi dalam proses
pembelajaran bahkan kemampuan metakognisi masih sering diabaikan oleh siswa
maupun guru. Salah satu bukti yang menunjukkan rendahnya kemampuan
5
Dan berikut ini salah satu respon jawaban siswa terhadap soal di atas:
Gambar 1.1. Jawaban berkaitan dengan kemampuan metakognisi
Sebuah peta digambarkan dengan skala 1: 500000. Jika jarak pada peta
panjangnya 5 cm. Berapa jarak sebenarnya?
Untuk membantu kamu dalam menyelesaikan masalah di atas, cobalah kamu jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Ketika kamu mengembangkan rencana penyelesaian, tanyakan dirimu dan tuliskan:
1. Pengetahuan awal apa yang akan membantu saya dalam menyelesaikan soal di atas ?
2. Apakah rencana yang akan saya lakukan ?
3. Berapa lama saya akan mengerjakan tugas ini secara lengkap ?
Ketika kamu sedang melaksanakan rencana penyelesaian, tanyakan dirimu dan tuliskan:
1. Bagaimana saya melakukannya ?( Tuliskan langkah-langkahnya) 2. Apakah saya memilih cara yang benar ? (Jelaskan)
3. Apa yang perlu saya lakukan jika saya tidak mengerti ? (Tuliskan hal-hal yang dilakukan dalam menemukan kesulitan)
Setelah kamu melakukan penyelesaian, tanyakan dirimu dan tuliskan: 1. Seberapa baik saya melakukan penyelesaian tersebut ? kenapa?
2. Apakah saya dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda ?(Jika ya, tuliskan) 3. Apakah saya harus memeriksa kembali jawaban tersebut agar tidak terjadi
6
Dari hasil jawaban, dapat dianalisis bahwa kemampuan metakognisi siswa
belum terlihat dan berkembang dengan baik. Pada tahap perencanaan, siswa tersebut
tidak mengerti apa yang seharusnya dia kerjakan terlebih dahulu. Siswa tidak mampu
menuliskan soal matematika tersebut ke dalam bentuk matematika secara benar.
Siswa tersebut tidak menjelaskan apa yang sudah diketahui dan apa yang ditanyakan
dalam soal. Pada tahap memilih strategi yang tepat, siswa sudah mampu menuliskan
rumus apa yang akan digunakannya dalam menjawab soal tersebut namun siswa
belum dapat menggunakan rumus tersebut dengan benar. Kemudian dari jawaban
selanjutnya siswa pun tidak tahu cara yang benar dalam mensubstitusikan nilai yang
ada dalam soal ke dalam rumus dan salah dalam dalam proses perhitungan. Kemudian
siswa tersebut salah dalam mengkonversikan satuan yang ada walaupun hasil yang
diberikan benar. Dari hasil jawaban siswa berikutnya diperoleh:
Gambar 1.2. Jawaban berkaitan dengan kemampuan metakognisi
Dari hasil jawaban di atas, dapat dianalisis bahwa dalam proses
7
mampu menuliskan apa yang seharusnya dia lakukan untuk menjawab soal tersebut.
Siswa pun tidak mampu mengoptimalkan waktu untuk menjawab soal tersebut dan
tidak menyadari apa yang seharusnya dia mulai lakukan terlebih dahulu. Selain itu
pada tahap memonitor dan merefleksi tindakan, siswa tidak mengetahui
kekurangan-kekurangan apa saja yang ada pada dirinya sehingga siswa menjawab tanpa
mempertimbangkan apa yang telah siswa lakukan untuk menjawab soal tersebut.
Untuk itu perlu memunculkan dan meningkatkan kesadaran kemampuan metakognisi
pada diri siswa sehingga siswa mampu menjawab soal dengan cara-cara atau strategi
yang dia sadari dengan tepat dan benar.
Selain kemampuan metakognisi kemampuan lain yang tidak kalah pentingnya
adalah kemampuan komunikasi matematis. Setiap siswa mempunyai cara yang
berbeda untuk mengkomunikasikan pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat
memungkinkan bagi siswa untuk mencoba berbagai macam komunikasi dalam
memahami suatu konsep. Selain itu komunikasi juga berperan dalam proses
penyelesaian masalah matematika. Aktivitas tersebut dapat berupa mencari hubungan
berbagai komunikasi konsep atau menerapkan matematika dalam bidang lain atau
dalam kehidupan sehari-hari. Mengaitkan satu konsep ke konsep lainnya merupakan
satu bentuk kemampuan dalam lima standar proses yang dikemukakan The National
Council of Teachers of Mathematics (NCTM) yaitu pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication),
representasi (representation) dan koneksi (connection).
Dari pernyataan di atas, salah satu aspek yang ditekankan dalam kurikulum
8
Kemampuan komunikasi matematis perlu dihadirkan secara intensif agar siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran dan dapat menghilangkan kesan bahwa matematika
merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan.
Kemampuan komunikasi matematis juga penting sebab matematika pada
dasarnya adalah bahasa yang sarat dengan notasi dan istilah sehingga konsep yang
terbentuk dapat dipahami, dimengerti dan dimanipulasi oleh siswa. Sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Baroody ( Ansari, 1993:99) menyatakan: “matematika bukan
hanya sekedar alat bantu berfikir, menemukan pola, menyelesaikan masalah, atau
menggambarkan kesimpulan, tetapi juga sebagai suatu bahasa atau alat yang tak
terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai macam ide secara jelas, tepat,
dan ringkas”. Sementara itu, NCTM (2000) menyatakan:” salah satu pengajaran
matematika pada kemampuan komunikasi adalah siswa dapat menggunakan bahasa
matematika untuk mengungkapkan ide matematis dengan tepat. Dengan demikian,
mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan salah satu esensi dari pengajaran,
pembelajaran, dan pelaksanaan asesmen matematika”.
Selain itu, Greenes dan Schulman (Ansari, 2009:10) menyatakan:”
kemampuan komunikasi matematis dapat terjadi ketika siswa (1) Menyatakan ide
matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual
dalam tipe yang berbeda, (2) Memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan
dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual, (3) Mengkonstruks, menafsirkan dan
menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya”.
Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
9
belum terbiasa dalam melibatkan diri secara aktif dalam pembelajaran. Misalnya,
siswa beranggapan bahwa matematika tidak bisa dipelajari sendiri, akibatnya siswa
selalu menunggu bantuan guru. Penelitian yang dilakukan Ansari (2009:62)
mengungkapkan: “Siswa sekolah menengah atas di Provinsi Aceh Darussalam
rata-rata kurang terampil dalam berkomunikasi untuk menyampaikan informasi seperti
menyampaikan ide dan mengajukan pertanyaan serta menanggapi
pertanyaan/pendapat orang lain”.
Kondisi di atas tidak jauh berbeda dari hasil observasi awal yang dilakukan
peneliti di SMPN 5 Medan. Saat peneliti mewawancarai Bapak Bernard Hutabarat
salah satu guru matematika kelas VII di SMPN 5 Medan. Beliau menyatakan:” siswa
di SMPN 5 Medan mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan
masalah matematika termasuk materi perbandingan, terutama dalam bentuk soal
cerita. Ia juga mengatakan selama proses pembelajaran aktivitas belajar siswa
cenderung pasif”. Hal ini dapat diketahui pada saat menjelaskan materi pelajaran,
siswa cenderung diam, dan hanya mendengar penjelasan guru, kurang berani
memberikan pendapat pada saat guru memberikan pertanyaan atau menanggapi
jawaban teman lainnya, bahkan takut bertanya walaupun sebenarnya belum paham
tentang apa yang sedang dipelajari, dan siswa hanya mengerjakan atau mencatat apa
yang diperintahkan oleh guru. Sehingga kemampuan siswa dalam memberikan alasan
rasional terhadap suatu pernyataan dan mengilustrasikan ide-ide ke dalam model
matematika dianggap kurang. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
10
Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa salah satu kesulitan untuk
mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Bruner ( Budiningsih 2012:40) menyatakan:” untuk memahami konsep-konsep yang
ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep
kepada orang lain”. Selain itu, Ansari (2009:8) menyatakan: “mengkomunikasikan
dan menegosiasikan gagasan dengan bahasa matematika justru lebih praktis,
sistematis, dan efesien”. Sehingga dalam mengkomunikasikan gagasan dengan
bahasa matematika mampu merubah situasi belajar, dari siswa yang tadinya pasif
menjadi aktif, dari proses dan hasil yang tunggal menjadi berbagai variasi cara dan
penyelesaian. Oleh sebab itu, dengan komunikasi matematis guru dapat mengetahui
kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya
tentang konsep dan proses matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai.
Indikator kemampuan komunikasi matematis di menurut Ansari (2009:10)
adalah sebagai berikut:”a) menyatakan ide matematika dengan berbicara, menulis,
demonstrasi dan menggambarkannya dalam bentuk visual b) memahami,
menginterpretasi dan menilai ide matematik yang disajikan dalam tulisan , lisan atau
bentuk visual, c) menggunakan kosa kata/bahasa, notasi dan struktur matematik untuk
menyatakan ide, menggambarkan hubungan dan pembuatan model .”
Jika siswa telah memenuhi keempat pemahaman komunikasi matematis di
atas, maka dapat dipastikan bahwa siswa mampu menyelesaikan permasalahan
dengan mudah, serta siswa akan lebih memahami maksud dan konsep matematis
11
pentingnya kemampuan komunikasi matematis yang harus dikuasai oleh siswa, akan
tetapi kenyataannya di lapangan sangat berlawanan dengan apa yang diharapkan.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa terlihat dari proses
penyelesaian jawaban pada soal tes kemampuan komunikasi matematis saat peneliti
melakukan observasi awal di SMPN 5 Medan mengenai materi perbandingan yaitu:
Diberikan soal:
Berikut ini salah satu jawaban siswa berdasarkan soal di atas:
Gambar 1.3. Jawaban berkaitan dengan kemampuan komunikasi matematis Dari hasil jawaban, dapat dianalisis bahwa kemampuan komunikasi siswa
masih rendah. Siswa tersebut tidak dapat mengkomunikasikan soal matematika
tersebut ke dalam bentuk matematika secara benar. Berdasarkan indikator
menyatakan ide atau masalah matematika dengan menggunakan benda-benda nyata,
gambar ke dalam bahasa atau simbol matematika. Indikator tersebut tidak dapat
dipenuhi oleh siswa. Siswa tidak mampu menginterpretasikan soal ke dalam simbol Dua bungkus roti dijual dengan harga Rp. 4.000,00. Jika kamu ingin
12
matematika secara benar. Siswa hanya menuliskan apa yang ada dalam soal tanpa
mengganti soal matematika tersebut ke dalam simbol matematika secara jelas.
Selain hal tersebut, rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa
diperkuat berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Sembiring (2008)
menyatakan:” Siswa sekolah menengah atas dan mahasiswa tahun pertama lemah
dalam mengemukakan ide-ide, gagasan-gagasan, dan terutama menjelaskan suatu
gagasan atau ide dengan menggunakan simbol, lambang dan notasi matematika”.
Nuraina (2013) menyatakan:”Siswa masih belum mampu dalam mengkomunikasikan
maksud dari soal yang diberikan, siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami
dan membuat model konseptual dari soal tersebut, siswa masih belum bisa
merumuskan ide matematika ke dalam model matematika. Untuk itu diperlukan
adanya peningkatan kemampuan komunikasi matematis pada diri siswa sehingga
siswa mampu menjawab soal dengan benar”.
Dalam pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas, proses pembelajaran
dilaksanakan dengan menjelaskan materi, memberikan contoh dan memberikan
latihan soal, dan kurang memfasilitasi terjadinya diskusi dan mengajukan pertanyaan
beserta solusinya terhadap hasil kerjanya. Penggunaan berbagai model pembelajaran
yang masih ada kurang variatif. Guru hanya menggunakan model pembelajaran yang
biasanya dilakukan tanpa memvariasikan dengan model pembelajaran yang lain yang
sesuai dengan suatu materi pelajaran. Apa yang diajarkan di ruang kelas lebih banyak
berkaitan dengan menyelesaikan soal tetapi kurang berkaitan dengan mengapa
demikian atau adakah cara lain, sehingga keterampilan siswa dalam meyelesaikan
13
Lanjutan hasil wawancara Bapak Bernard Hutabarat selaku guru matematika
kelas VII SMPN 5 Medan yang juga menyatakan:
Kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika yang mencapai KKM hanya sekitar 25 % saja dalam satu kelas. Adanya sikap murid yang pandai tidak mau mengajari temannya yang tidak tahu materi yang diajarkan guru dan hanya mau mengajarkan ketika disuruh. Selain itu, adanya kecenderungan siswa yang pandai mendominasi pembelajaran matematika di kelas dan siswa yang kurang pandai lebih bersifat pasif di dalam kelas sehingga jumlah murid yang pandai selalu sama dan hanya murid yang itu-itu saja.
Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa salah satu masalah yang dihadapi
dalam pembelajaran matematika adalah adanya sikap individual yang dimiliki siswa
menyebabkan mereka tidak dapat bersosialisasi dengan baik terhadap teman lainnya
sehingga kurang terjadi hubungan timbal balik antara siswa yang satu dengan siswa
yang lainnya dalam proses pembelajaran. Selain itu, adanya siswa yang pandai
mendominasi pembelajaran matematika, sehingga siswa yang kurang pandai lebih
bersifat pasif di dalam kelas, hanya mereka yang memiliki pengetahuan yang lebih
saja yang mau mengikuti pelajaran dengan lebih aktif .
Hal ini dapat terjadi karena pembelajaran matematika yang dilaksanakan
masih dengan cara konvensional dan didominasi oleh guru. Pembelajaran
konvensional yang dilakukan oleh guru mengakibatkan kemampuan metakognisi
siswa masih kurang digali. Hal ini kita ketahui bahwa guru tidak memberikan ruang
kepada murid untuk lebih aktif berpikir dalam proses pembelajaran. Selain itu, dalam
pembelajaran matematika siswa tidak diberikan kesempatan untuk menghadirkan
komunikasinya sendiri. Siswa cenderung meniru langkah guru dalam menyelesaikan
14
Padahal komunikasi matematis sangat diperlukan dalam pembelajaran matematika,
baik bagi siswa maupun bagi guru.
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan, kemampuan metakognisi
dan kemampuan matematis siswa dapat meningkat melalui beberapa model dan
strategi pembelajaran yang telah dilakukan bila dibandingkan dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Nuraini
(2013) menunjukkan bahwa kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis
mengalami peningkatan masing-masing sebesar 2,957 dan 4,315 bila dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh
Rangkuti (2015) menunjukkan terjadi peningkatan kemampuan metakognisi dan
komunikasi matematis siswa melalui model penemuan terbimbing bila dibandingkan
dengan model pembelajaran ekspositori yang biasa dilakukan oleh guru walaupun
tidak terjadi peningkatan secara signifikan. Dari beberapa penelitian ini menunjukkan
bahwa kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis siswa dapat mengalami
peningkatan melalui beberapa model dan strategi pembelajaran bila dibandingkan
dengan penggunaan model pembelajaran konvensional yang biasa diterapkan oleh
guru.
Menyadari pentingnya suatu model pembelajaran untuk dapat
mengembangkan potensi berpikir dalam kemampuan metakognisi dan komunikasi
matematis siswa, maka diperlukan adanya pembelajaran matematika yang lebih
banyak melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini dapat
terwujud melalui suatu bentuk pembelajaran yang dirancang melibatkan keaktifan
15
matematisnya. Dari uraian tersebut peneliti menduga penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) dapat meningkatkan
kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis siswa dalam proses
pembelajaran matematika.
Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share (TPS) merupakan model
pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa secara berpasangan untuk
menyelesaikan tugas-tugas akademik melalui tiga tahap, yaitu: Think (berpikir), Pair
(berpasangan), dan Share (berbagi). Model pembelajaran TPS ini dikembangkan oleh
Frank Lyman dan rekan-rekan dari Universitas Maryland. Model pembelajaran ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain (Isjoni, 2009:112). Selanjutnya Trianto (2007:61) menyatakan:
“pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat melatih dan mengembangkan
kemampuan berpikir serta aktivitas siswa, karena siswa membangun pengetahuan
melewati eksplorasi dirinya sendiri dan pengetahuan siswa juga bisa berkembang
melalui transfer pola pikir dengan siswa yang lain, sehingga siswa mampu
menggabungkan dan membandingkan pola pikir mereka sendiri dengan pola pikir
siswa yang lain.” Model pembelajaran ini dapat merangsang kemampuan tingkat
tinggi siswa karena dengan model pembelajaran ini potensi yang dimiliki oleh siswa
benar-benar digali semaksimal mungkin.
Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini diharapkan
kemampuan metakognisi siswa dapat berkembang dan meningkat melalui tahap
16
diberikan dan bagaimana menyusun rencana dan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan persoalan yang diberikan secara individu.
Menurut Fisher (1998:2) ”summarize a number of ’teaching to learn’
cognitive strategies identified in recent research, including ‘discussing’ and ‘co
-operative learning’ as among those that help develop metacognition”. Selanjutnya
fisher (1998:2) juga menyatakan:”One way of teaching for metacognition is to make
explicit and infuse the language of thinking and learning into the planning of
teaching ang into classroom discussion”.
Menurut Fisher berdiskusi dan melaksanakan pembelajaran kooperatif di
dalam kelas mampu mengembangkan kemampuan metakognisi pada diri siswa dalam
proses pembelajaran. Melalui tahap pair (berpasangan) kemampuan metakognisi
siswa akan dirangsang untuk berkembang karena siswa yang menjadi pasangannya
secara tidak langsung akan membuka wawasannya dalam merencanakan dan memilih
strategi yang lebih tepat lagi, karena kita ketahui bahwa semakin banyak seseorang
mendapatkan gagasan dan ide-ide dari orang lain maka semakin banyak pula
cara-cara dan strategi-strategi yang akan dikembangkannya untuk menyelesaikan suatu
permasalahan. Selanjutnya melalui tahap share (berbagi) kemampuan komunikasi
matematis siswa baik secara lisan dan tulisan akan lebih berkembang lagi. Karena
melalui tahap ini seorang siswa dituntut untuk melatih kemampuan komunikasinya
terhadap siswa lainnya dalam mengemukakan ide-ide, gagasan-gagasan, dan terutama
menjelaskan suatu gagasan atau ide dengan menggunakan simbol, lambang dan notasi
17
Menurut Bishop (Karnasih, 2015:48)” Komunikasi siswa tentang matematika
dapat berhasil jika melibatkan guru dan siswa lain, yang mungkin memerlukan
negosiasi makna dari simbol dan kata-kata pada beberapa tingkatan.” Jadi jelas
bahwa kemampuan komunikasi siswa dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang
memfasilitasi adanya interaksi dengan orang lain seperti halnya dengan pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share ini.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Arifah (2010) menunjukkan
hasil analisis data yang diperoleh bahwa pembelajaran matematika dengan
menggunakan model pembelajaran matematika dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share mampu meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share memiliki banyak
kelebihan. Kelebihan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share ini secara berpasangan yaitu menjadikan siswa berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran, menanamkan sikap inkuiri serta memberikan wahana interaksi siswa
sehingga siswa yang memiliki kemampuan yang kurang, lebih leluasa dan tidak
canggung dalam bertanya tentang hal-hal yang tidak dipahaminya pada temannya
sendiri.
Sejalan dengan itu, Nurhadi (2009:77) menjelaskan keunggulan dari model
pembelajaran Think-Pair-Share ini adalah memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada siswa untuk
berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Dalam model pembelajaran
18
menugaskan siswa untuk saling berdiskusi. Siswa saling bertanya jawab mengenai
materi yang diberikan oleh guru. Hal ini untuk menanamkan kesan bahwa belajar itu
bisa dari siapa saja, dan tidak tergantung kepada guru sehingga adanya sikap
individual dan siswa yang pandai mendominasi pembelajaran matematika dapat
diatasi sehingga siswa yang kurang pandai lebih bersifat aktif di dalam kelas.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan keaktifan
siswa dalam pembelajaran karena siswa disuruh berlatih secara individu, kemudian
disuruh untuk bekerja sama secara berpasangan selanjutnya hasil diskusinya
dipresentasikan di depan kelas. Dari pendapat ahli juga peneliti menduga bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini dapat meningkatkan
kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis siswa.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share ini
diharapkan dapat meningkatkan keterlibatan dan keaktifan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran sehingga aktivitas siswa meningkat dan dapat berujung pada
peningkatan kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis siswa.
Berkaitan dengan masalah yang dipaparkan di atas, maka peneliti
menganggap penting untuk melaksanakan suatu penelitian dengan judul:
“Peningkatan Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematis Siswa
19
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, dapat
diindentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut:
1) Kemampuan metakognisi siswa masih sering diabaikan.
2) Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah.
3) Penggunaan model pembelajaran kurang variatif dan kurang tepat oleh guru.
4) Sifat individualis dan kecenderungan siswa yang pandai mendominasi
pembelajaran di kelas sehingga tidak seluruh siswa melibatkan diri secara aktif
dalam pembelajaran.
5) Pembelajaran matematika masih menggunakan cara konvensional dan terpusat
oleh guru.
1.3 Batasan Masalah
Berbagai masalah yang telah diidentifikasi di atas merupakan masalah yang
cukup luas dan kompleks, serta cakupan materi matematika yang sangat banyak. Di
samping itu banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan metakognisi
dan komunikasi matematis siswa dikaitkan dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share, maka perlu dibuat batasan terhadap masalah yang ingin dicari
penyelesaiannya, diantaranya sebagai berikut:
1) Masalah kemampuan metakognisi siswa yang masih sering diabaikan.
20
3) Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dalam proses
pembelajaran karena proses pembelajaran dilaksanakan dengan cara masih
konvensional dan didominasi oleh guru.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka masalah utama
dalam penelitian ini adalah untuk melihat peningkatan kemampuan
metakognisi dan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran
matematika berlandaskan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
Dari rumusan masalah diatas, dirinci menjadi sebagai berikut:
1) Apakah terdapat peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang diajar
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share?
2) Apakah terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share?
3) Adakah perbedaan kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi
matematis antara yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif
tipe Think-Pair-Share dan konvensional?
4) Bagaimana proses jawaban siswa terkait kemampuan metakognisi dan
komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-
21
1.5 Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang diajar
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
2) Untuk mengetahui peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa
yang diajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
3) Untuk mengetahui adakah perbedaan kemampuan metakognisi dan
kemampuan komunikasi matematis antara yang diajarkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan konvensional.
4) Untuk mengetahui proses jawaban siswa terkait kemampuan metakognisi dan
komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share.
1.6 Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas akan dapat diperoleh manfaat
penelitian sebagai berikut:
1) Manfaat secara teoritis, yaitu memperkaya pengetahuan dalam disiplin ilmu
berkaitan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share untuk meningkatkan kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis
siswa
2) Manfaat secara praktis, yaitu dapat memberikan informasi mengenai model
22
dapat dijadikan sebagai rujukan bagi guru serta bagi siswa diharapkan dapat
menumbuhkembangkan kemampuan metakognisi dan komunikasi matematis
siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think- Pair-Share ini.
1.7 Definisi Operasional
Beberapa istilah dalam penelitian ini perlu didefinisikan secara operasional agar
tidak menimbulkan kesalahpahaman sehingga memberi arah yang jelas dalam
pelaksanaannya. Berikut ini akan dijelaskan pengertian istilah-istilah tersebut.
1) Kemampuan metakognisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kesadaran
strategi berpikir tentang apa yang dipikirkan oleh siswa dalam pemecahan
masalah dengan mengacu pada tiga komponen yaitu (1) menyusun strategi atau
rencana tindakan, (2) memonitor tindakan dan (3) mengevaluasi tindakan.
2) Kemampuan komunikasi matematika adalah suatu cara mengungkapkan, dan
merefleksikan pikiran, mengekspresikan ide-ide matematika, dan pengetahuan
matematika yang dimilikinya kepada orang lain dalam bentuk model matematika,
skema, variabel, tabel, diagram dan grafik.
3) Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah suatu model
pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran yang
ditandai dengan tiga tahap, yaitu: think (berpikir), pair (berpasangan) dan share
(berbagi).
4) Pembelajaran Konvensional adalah suatu pendekatan klasikal yang mengacu pada
23
Menyajikan informasi; (3) Mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan
balik; (4) Memberi tugas tambahan dan penerapan.
5) Proses jawaban siswa adalah cara, prosedur atau langkah-langkah yang digunakan
untuk menyelesaikan masalah untuk melihat kesalahan dan keseragaman jawaban
atau penyelesaian yang dihasilkan oleh siswa berdasarkan indikator kemampuan
metakognisi dan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap persoalan
yang diajukan oleh guru.
6) Tes awal adalah sejumlah tes yang diberikan kepada siswa sebelum dimulainya
pembelajaran yang terdiri dari materi di kelas VII sebagai materi prasyarat atau
materi yang telah dipelajari sebelumnya untuk mengukur tingkat kemampuan
metakognisi dan komunikasi matematis siswa.
7) Tes akhir adalah sejumlah tes yang diberikan kepada siswa sesudah berakhirnya
pembelajaran yang terdiri dari materi perbandingan untuk mengukur tingkat
153
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan dalam penelitian ini, diperoleh beberapa temuan yaitu tercapainya
tujuan penelitian yang telah ditetapkan. Penelitian ini berkaitan dengan
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dan
pembelajaran konvensional terhadap peningkatan kemampuan metakognisi dan
kemampuan komunikasi matematis siswa di SMPN 5 Medan. Adapun beberapa
simpulan yang diperoleh, yaitu:
1. Terdapat peningkatan kemampuan metakognisi siswa yang diajar melalui
model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
2. Terdapat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
3. Terdapat perbedaan kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi
matematis siswa antara yang diajarkan dengan model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share dan konvensional.
4. Proses jawaban siswa dalam menyelesaikan masalah melalui pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share menunjukkan tercapainya indikator
kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi matematis yang lebih
154
5.2. Implikasi
Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan metakognisi dan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajar melalui pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share di SMPN 5 Medan. Oleh karena itu beberapa
implikasi dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan metakognisi siswa.
2. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.
3. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat diterapkan untuk
meningkatkan kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi
matematis siswa sehingga terlihat proses jawaban siswa yang bervariasi dan
memenuhi indikator kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi
matematis.
5.3. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian yang telah diuraikan,
selanjutnya berkaitan dengan hal itu berikut ini diberikan beberapa saran yang
perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap
penggunaan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dalam proses
pembelajaran matematika khususnya. Adapun sarannya yang diberikan adalah
155
1. Bagi guru matematika
a. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share pada pembelajaran
matematika yang menekankan kemampuan metakognisi dan kemampuan
komunikasi matematis siswa, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu
alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika yang inovatif
khususnya dalam mengajarkan materi perbandingan.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share pada
materi perbandingan.
c. Bagi guru yang kurang menguasai kelas agar pembelajaran kooperatif tipe
Think-Pair-Share lebih efektif diterapkan pada pembelajaran matematika,
sebaiknya guru harus membuat perencanaan mengajar yang baik dengan
daya dukung sistem pembelajaran yang baik (Buku Guru, Buku Siswa,
LAS, RPP, media yang digunakan) yang berkaitan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share.
d. Bagi guru yang terbiasa dengan pembelajaran konvensional diharapkan
guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori pembelajaran dan
model pembelajaran yang inovatif agar dapat melaksanakannya dalam
pembelajaran matematika sehingga pembelajaran konvensional secara
156
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dengan menekankan
kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi matematis siswa
masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya perlu
disosialisasikan ke sekolah atau lembaga terkait dengan harapan dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya meningkatkan
kemampuan metakognisi dan kemampuan komunikasi matematis siswa.
b. Pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share dapat dijadikan sebagai
salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan metakognisi dan
kemampuan komunikasi matematis siswa pada materi perbandingan
sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan
sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan
matematika yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Dalam penelitian ini yang dibandingkan adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share dan model pembelajaran konvensional.
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar membandingkan model
pembelajaran yang lebih setara.
b. Dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah kemampuan metakognisi
dan komunikasi matematis siswa, untuk peneliti selanjutnya diharapkan
dapat mengembangkan variabel yang lain seperti kemampuan pemecahan
masalah matematik, pemahaman, penalaran, representasi, kemampuan
157
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2012. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ansari, B. 2009. Komunikasi Matematik Konsep dan Aplikasi. Banda Aceh: Pena.
Arikunto, S. 2013. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Budiningsih, A. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Coles, A. 2013. On Metacognition. For the learning of Mathematics, Canada, 33(1): 21-26
Dahar, R.W. 2011. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Darkasyi, M, dkk. 2004. Peningkatan Kemampuan Matematis dan Motivasi Siswa dengan Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhoukseumawe. Jurnal Didaktik Matematika, 1(1): 25.
Depdiknas. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan dasar dan Menengah. Jakarta: BNSP.
Dimyanti dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djali & Muljono. 2008. Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo.
Fergusson, G.A. 1985. Statistical Analisys In Psychology and Education. Fiitih Edition, Singapore : Mc. Graw-Hill International Book.co.
Fisher, R. 1998. Thinking about Thinking: Developing Metacognition in Children. Early Child Development and Care, 141: 1-15.
Flavell, J.H. 1979. Metacognition and Cognitive Monitoring. American Psychologist, 34 (10): 906-911.
Gaspersz, V. 1994. Metode Perancangan Percobaan untuk Ilmu-ilmu Pertanian, Ilmu-ilmu Teknik dan Biologi. Bandung: CV.Armico.
Harahap. S.Z. 2014. Peningkatan Kemampuan Penalaran Logis dan Komunikasi Matematis Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) di SMPN 24 Medan. Tesis. PPs. UNIMED. Medan
158
Iwai, Y. 2011. The Effects Of Metacognitive Reading Strategies: Pedagogical Implications for EFL/ESL Teachers. The Reading Matrix, 11 (2): 150-159.
Kadir. 2015. Statistika Terapan Konsep, Contoh dan Analisis Data dengan Program SPSS/Lisrel dalam Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
Karnasih, I. 2015. Pengajaran dan pembelajara matematika. Medan: Unimed Press.
Larkin, S. 2010. Metacognition In Young Children. New York: Roudledge
Laurens, T. Dr. 2011. Pengembangan Metakognisi dalam Pembelajaran Matematika: dalam Seminar Nasional Juli 2011. (Online).
Lie, A. 2010.Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia.
Louca, E.P. 2003. The Concept and Instruction of Metacognition. Frederick Institute of Technology, Cyprus, 7 (1): 9-30.
Mahromah & Manoy. 2012. Identifikasi Tingkat Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Perbedaan Skor Matematika, Pendidikan Matematika : UNESA. (Online).
Malahayati, E.N. 2011. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah melalui Strategi Think Pair Share terhadap Kemampuan Metakognitif, Kemampuan Berpikir Kritis, Hasil Belajar Biologi dan Retensi Siswa dengan Kemampuan Akademik Berbeda. Skripsi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang.
Efendi, N. 2013. Pengaruh Pembelajaran Reciprocal Teaching Dipadukan Think Pair Share Terhadap Peningkatan Kemampuan Metakognitif Belajar Biologi Siswa SMA Berkemampuan Akademik. Universitas Mahasaraswati Denpasar
Nasution, S. 2010. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar & Mengajar. Bandung:Bumi Aksara.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
Natawijaya, R. 2005. Aktivitas Belajar. Jakarta: Depdiknas.
Netter, J. 2005. Applied Linier Statistical Model. Illions : Richard D.Erwin,INC.
159
Nowinska, E dkk. 2012. Develoving Metacognitive and Discursive Activities in The Indonesian Mathematics Education. IndoMS-JME. 3(1) : 1-14.
Rangkuti. R.K. 2015. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Metakognisi dan Komunikasi Matematis Antara Siswa yang Mendapat Pembelajaran Ekspositori dengan Siswa yang Mendapat Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan Media Autograph pada materi Program Linear. Tesis. PPs. UNIMED. Medan
Ruseffendi, E.T. 2005. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
---. 1998. Pengantar kepada Membantu Guru
Mengembangkan Kompetensinya dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Rusman, dkk. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Sanjaya. 2010. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan
Profesionalisme Guru. Jakarta: Grafindo Persada.
---. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta:Prenada Media Group.
Santrock, J.W. 2004. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group.
Sardiman. 2011. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajagrafindo.
Saragih, S. 2015. Aplikasi SPSS dalam Statistik Penelitian Pendidikan.Medan: Perdana Publishing.
Sarwono, Sarlito W. (2010). Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
Sinaga, R.S. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran Think-Pair-Share dengan Bantuan Software Wingeom Terhadap kemampuan komunikasi dan kemandirian Belajar Siswa di SMPN 37 Medan. Tesis. PPs. UNIMED. Medan
Slavin, R. E. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.
Sudjana. 2001. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
160
Suprijono, A. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung.
Sumarmo, U. 2003. Makalah Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung : UPI.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Uno, H.B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Zainal, A. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru.Bandung:PT Remaja Rosdakarya.