• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

DI INSTALASI PATOLOGI ANATOMI

RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009

2011

TESIS

INA FARIDA RANGKUTI

NIM. 097108001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

(2)

DI INSTALASI PATOLOGI ANATOMI

RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TAHUN 2009

2011

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Patologi Anatomi

dalam Program Magister Kedokteran Klinik

pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

INA FARIDA RANGKUTI

NIM. 097108001

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

(3)

Medan Tahun 2009-2011

Nama : Ina Farida Rangkuti

NIM : 097108001

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Patologi Anatomi

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH :

Pembimbing I

dr. H. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K)

NIP. 19630219 199003 1 001

Pembimbing II

dr. Betty, M.Ked(PA), Sp.PA

NIP. 19681009 199903 2 002

Ketua Program Studi Patologi Anatomi FK USU

Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU

dr. H. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K) NIP. 19630219 199003 1 001

dr. T.Ibnu Alferraly, M.Ked(PA), Sp.PA, D.Bioet NIP. 19620212 198911 1 001

(4)

Judul Penelitian : Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal

di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit

Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

Telah diuji pada

Hari/Tanggal : Rabu, 17 April 2013

Pembimbing : 1. dr. H. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K)

2. dr. Betty, M.Ked(PA), Sp.PA

Penguji : 1. dr. H. Soekimin, Sp.PA

(5)

Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun 2009-2011

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruaan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan ini.

Yang menyatakan Peneliti

(6)

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya, serta salawat dan salam kepada junjungan Rasulullah Muhammmad saw, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Gambaran Histopatologi Tumor Sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik

Medan Tahun 2009-2011”.

Tesis ini adalah salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Patologi Anatomi dalam Program Magister Kedokteran Klinik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, ijinkan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.dr.Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof.dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD (KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada dr. H. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K) (Pembimbing I) dan dr. Betty, M.Ked(PA), Sp.PA(K) (Pembimbing II) yang penuh perhatian dan kesabaran telah mengorbankan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan, bantuan serta saran-saran yang bermanfaat kepada penulis mulai dari persiapan penelitian sampai pada penyelesaian tesis ini.

(7)

Sakit Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan tempat dan mengizinkan penulis untuk mengambil sampel data penelitian ini.

Terima kasih kepada dr.T.Ibnu Alferraly, M.Ked(PA),Sp.PA,D.Bioet selaku Ketua Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dr.H.Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K), selaku Ketua Program Studi Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing akademik penulis, atas segala bantuannya selama penulis menjalankan pendidikan Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada dewan guru lainnya yakni Prof.dr.H.M.Nadjib Dahlan Lubis, Sp.PA(K), Prof.dr.Gani W Tambunan, Sp.PA(K), dr.H.Joko S Lukito,Sp.PA(K), dr.Jessy Chrestella,M.Ked(PA),Sp.PA, dan dr.Hj.Kemala Intan, M.Pd.

Persembahan terima kasih tulus tak terhingga, rasa hormat dan sembah sujud kepada kedua orang tua, ibunda tercinta Hj.Husnidar Matondang (Almh) dan ayahanda tercinta H.Tarzan Rangkuti (Alm), yang telah membesarkan, mendidik dengan susah payah, namun penuh kasih sayang tulus dan doa. Juga tak terlupakan yang selalu turut memberikan dorongan dan doa Hj. Rahmiwati Lubis, Dra. R. Adawiyah Matondang, Hj.Aisyah Jamisah Matondang, Syamsidar Matondang (Almh), Dra. Hj.Yunidiar, MSc, dan H. Yusmi.

(8)

pegawai di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Penulis,

(9)

Lembaran Pengesahan...………..……… i

Lembaran Panitia Ujian……….………... ii

(10)

2.7.2 Tumor Ganas...………. 2.7.2.1 Squamous Cell Carcinoma .………... 2.7.2.2 Adenocarcinoma...………... 2.7.2.3 Limfoma Maligna ………... 2.7.2.4 Sinonasal Undifferentiated Carcinoma………….. 2.7.2.5 Salivary Gland-Type Adenocarcinomas... 2.8 Klasifikasi TNM dan Sistem Staging……….……...…………..

3.1 Rancangan Penelitian……..………..………... 3.2 Tempat dan waktu penelitian……..………... 3.6 Kerangka Operasional...………...

(11)

BAB 4 Hasil dan Pembahasan... 4.1 Hasil Penelitian...

4.1.1 Insiden Tumor Sinonasal... 4.1.2 Distribusi penderita tumor sinonasal berdasarkan subtipe

gambaran histopatologi (Klasifikasi WHO 2005)... 4.1.3 Distribusi penderita tumor sinonasal

berdasarkan kelompok umur... 4.1.4 Distribusi penderita tumor sinonasal

berdasarkan jenis kelamin... 4.1.5 Distribusi penderita tumor sinonasal

berdasarkan lokasi pengambilan jaringan... 4.1.6 Distribusi subtipe gambaran histopatologi

tumor sinonasal berdasarkan kelompok umur... 4.1.7 Distribusi subtipe gambaran histopatologi

tumor sinonasal berdasarkan jenis kelamin... 4.1.8 Distribusi subtipe gambaran histopatologi

(12)

Bidang Kesehatan ... Lampiran 3 Surat Tanda Bukti Telah Dilakukan Pembacaan Ulang Slide. Lampiran 4 Surat Izin Pengambilan Data dari Rekam Medis dan

Peminjaman Slide di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan... Lampiran 5 Gambaran Subtipe Histopatologi Tumor Sinonasal... Lampiran 6 Analisa Statistik Dengan SPSS 19.0...

70 71

(13)

Tabel 2.1 Klasifikasi histopatologi tumor jinak dan ganas di daerah

hidung dan sinus paranasal menurut WHO... 16 Tabel 2.2 Klasifikasi TNM dan penentuan stadium karsinoma

traktus sinonasal menurut AJCC 2006 ... 39 Tabel 3.1 Waktu pelaksanaan penelitian... 43 Tabel 4.1 Insiden tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011... 48 Tabel 4.2 Distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi

Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011 berdasarkan subtipe gambaran histopatologi

(Klasifikasi WHO 2005)... 49 Tabel 4.3 Distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi

Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

tahun 2009-2011 berdasarkan kelompok umur... 51 Tabel 4.4 Distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi

Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

tahun 2009-2011 berdasarkan jenis kelamin... 52 Tabel 4.5 Distribusi penderita tumor sinonasal di Instalasi

Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

tahun 2009-2011 berdasarkan lokasi pengambilan jaringan... 53 Tabel 4.6 Distribusi subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal

di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik

(14)

Medan tahun 2009-2011 berdasarkan jenis kelamin... 55 Tabel 4.8 Distribusi subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal

di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011 berdasarkan

(15)

Gambar 2.1 Anatomi rongga hidung dan sinus paranasal... 7

Gambar 2.2 Histologi normal saluran sinonasal... 8

Gambar 2.3 Inverted Papilloma... 19

Gambar 2.4 Oncocytic Papilloma... 20

Gambar 2.5 Exophytic Papilloma... 21

Gambar 2.6 Biopsi aspirasi jarum halus pada SCC... 23

Gambar 2.7 Histopatologi Keratinizing SCC... 24

Gambar 2.8 Histopatologi Nonkeratinizing SCC... 25

Gambar 2.9 Varian SCC... 26

Gambar 2.10 Biopsi aspirasi jarum halus ITACs... 28

Gambar 2.11 Histopatologi ITACs... 33

Gambar 2.12 Histopatologi Nasal NK/T cell lymphoma... 34

Gambar 2.13 Histopatologi Sinonasal Undifferentiated carcinoma... 36

(16)

WHO : Word Health Organizatio HPV : Human Papilloma Virus EBV : Epstein-Barr Virus

EGFR : Epidermal Growth Factor Reseptor TGF-alpha : Transforming Growth Factor-Alpha CT : Computed Tomography

MRI : Magnetic Resonance Imaging PET : Positron Emission Tomography SCC : Squamous Cell Carcinoma ITACs : Intestinal Type Adenocarcinoma PTCC : Papillary Tubular Cylinder Cell SNUC : Sinonasal Undifferentiated Carcinoma NK : Natural Killer

CK : Cytokeratin

(17)

PATOLOGI ANATOMI RUMAH SAKIT HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2009 – 2011

Ina Farida Rangkuti, Delyuzar, Betty

Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Latar belakang : Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal yaitu sinus maksila, etmoid, frontal dan sfenoid. Umumnya sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius rongga hidung. Oleh sebab itu pembahasan tumor rongga hidung tidak dapat dipisahkan dari tumor sinus paranasal karena keduanya saling berhubungan. Tumor sinonasal terbagi atas tumor jinak dan ganas, dengan angka kejadian sangat jarang, yaitu hanya 3% dari keganasan di kepala dan leher dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh, namun memiliki tipe gambaran histopatologi yang bervariasi. Keganasan yang tersering pada daerah sinonasal adalah squamous cell carcinomas (70%), dan diikuti oleh adenocarcinomas (10-20%), dengan predileksi tersering pada sinus maksila (70-80%), diikuti oleh sinus etmoid dan rongga hidung (20-30%), sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang dijumpai (kurang dari 1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita.

Tujuan : Untuk mengetahui subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal dan distribusinya berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lokasi pengambilan jaringan tumor di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2011.

Metode : Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan desain cross sectional dan pengambilan sampel dengan metode consecutive sampling. Seluruh sampel penelitian sebanyak 43 kasus (yang memenuhi kriteria inklusi) periode 2009-2011 di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, kemudian dilakukan pembacaan ulang slaid oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi, kemudian ditentukan subtipe gambaran histopatologinya dan distribusinya berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lokasi pengambilan jaringan tumor.

Kesimpulan : Berdasarkan subtipe gambaran histopatologi, dijumpai tumor ganas lebih banyak dibandingkan tumor jinak, dan subtipe yang terbanyak pada tumor sinonasal jinak adalah inverted papilloma, sedangkan pada tumor sinonasal ganas adalah nonkeratinizing squamous cell carcinoma. Berdasarkan kelompok umur dan distribusi subtipe gambaran histopatologi berdasarkan kelompok umur, baik penderita tumor sinonasal jinak maupun ganas, paling banyak dijumpai pada kelompok umur 49-59 tahun. Berdasarkan jenis kelamin dan distribusi subtipe gambaran histopatologi berdasarkan jenis kelamin, penderita tumor sinonasal jinak lebih banyak dijumpai pada laki-laki, sedangkan penderita tumor sinonasal ganas lebih banyak dijumpai pada perempuan. Berdasarkan lokasi pengambilan jaringan dan distribusi subtipe gambaran histopatologi berdasarkan lokasi pengambilan jaringan, baik pada tumor sinonasal jinak maupun ganas, rongga hidung merupakan lokasi pengambilan jaringan yang paling sering.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tumor rongga hidung dan sinus paranasal disebut juga sebagai tumor sinonasal. Tumor ini berasal dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung. Rongga hidung dikelilingi oleh sinus paranasal yaitu sinus maksila, etmoid anterior dan postreior, frontal dan sfenoid. Umumnya sinus-sinus ini bermuara ke meatus medius rongga hidung. Oleh sebab itu

pembahasan tumor rongga hidung tidak dapat dipisahkan dari tumor sinus paranasal karena keduanya saling mempengaruhi kecuali jika ditemukan

masing-masing dalam kondisi dini. Rongga hidung merupakan sebuah ruang di belakang hidung dimana udara yang melewatinya masuk ke tenggorokan. Sinus paranasal adalah daerah yang dipenuhi udara yang mengelilingi rongga hidung pada pipi (sinus maksila), di atas dan di antara mata (sinus etmoid dan frontal), dan di belakang etmoid (sinus sfenoid).1,2

Sinonasal terdiri dari rongga-rongga yang saling berhubungan dan dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari rongga hidung atau sinus paranasal karena biasanya penderita datang berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut dan tumor telah memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.1,2

(19)

sering dijumpai pada keganasan. Keganasan pada sinonasal jarang ditemukan,

hanya 3% dari keganasan di kepala dan leher dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh. Insiden keganasan sinonasal lebih banyak terjadi di Asia dan

Afrika dibandingkan di Amerika Serikat. Di Asia, keganasan sinonasal menempati peringkat kedua terbanyak dari semua keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma nasofaring.1,2

Meskipun insidensinya cukup jarang tetapi tumor sinonasal memiliki gambaran histopatologi yang bervariasi. Klasifikasi histologi menurut WHO dibagi atas: (1) epithelial tumours, (2) soft tissue tumours, (3) haematolymphoid tumours, (4) neuroectodermal,(5) germ cell tumours, dan (6) secondary tumours. Keganasan yang tersering pada daerah sinonasal adalah squamous cell carcinomas (70%), dan diikuti oleh adenocarcinomas (10-20%), dengan predileksi tersering pada sinus maksila (70-80%), diikuti oleh sinus etmoid dan rongga hidung (20-30%), sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang dijumpai (kurang dari 1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita.2,3

(20)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah gambaran histopatologi tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009 - 2011.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran histopatologi tumor sinonasal di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009 - 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini yaitu untuk mengetahui : 1. subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal,

2. distribusi subtipe gambaran histopatologi tumor sinonasal berdasarkan umur, jenis kelamin, dan lokasi pengambilan jaringan tumor,

di Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan tahun 2009 - 2011.

1.4Manfaat Penelitian

(21)
(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Rongga hidung (kavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum

nasi kanan dan kiri. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan pada bagian luar dilapisi oleh mukosa hidung. Bagian tulang dari septum terdiri dari kartilago septum (kuadrangularis) di sebelah anterior, lamina perpendikularis tulang etmoid di sebelah atas, vomer dan rostrum sfenoid di posterior dan krista (maksila dan palatina) di sebelah bawah.1,2,3

Lubang hidung bagian depan disebut nares anterior dan lubang hidung bagian belakang disebut nares posterior (koana) yang berhubungan dengan nasofaring. Selanjutnya, pada dinding lateral rongga hidung terdapat konka dengan rongga udara yang tidak teratur, yaitu meatus superior, media dan inferior. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus inferior di bagian anterior. Hiatus semilunaris dari meatus media merupakan muara sinus frontal, etmoid anterior dan sinus maksila. Sinus etmoid posterior

bermuara pada meatus superior, sedangkan sinus sfenoid bermuara pada resesus sfenoetmoid.1,2,3

(23)

anterior mengadakan anastomose membentuk fleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis. Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior. Vena sfenopalatina merupakan pembuluh darah balik dari bagian posterior septum ke fleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior.1,2,3

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n.etmoid anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus (n. V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum, disamping memberikan persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor atau autonom pada mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n. maksila (n. V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosis profundus. Ganglion sfenopalatinum terletak di belakang, sedikit diatas ujung posterior konka media.1,2,3

Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang terletak di sekitar nasal dan mempunyai hubungan dengan rongga hidung melalui ostiumnya. Terdapat empat pasang sinus paranasal, yaitu sinus frontal dan etmoid

(di atas dan di antara mata), sinus maksila (pada pipi), dan sinus sfenoid (di belakang etmoid). Perkembangan sinus paranasal dimulai pada fetus yang

(24)

mulai berkembang dari sinus etmoid anterior pada usia kurang lebih 8 tahun. Pseumatisasi sinus sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia antara 15-18 tahun.1,2,3

Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami modifikasi, bersilia, mampu menghasilkan mukus, dan sekret disalurkan ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat sinus terutama berisi udara.1,2,3

Gambar 2.1 Rongga hidung dan sinus paranasal pada potongan sagital, dan sinus paranasal diproyeksikan pada wajah.1

2.2 Histologi

Sebagian besar saluran sinonasal dilapisi epitel saluran pernafasan, yaitu epitel kolumnar bersilia pseudostratified disertai sel goblet. Dengan menggunakan mikroskop elektron dapat dilihat ada lima jenis sel epitel saluran pernafasan yaitu sel kolumnar bersilia, sel goblet, brush cells, sel basal, dan sel granul kecil.2,3,4

(25)

dinding lateralnya. Konka media dan inferior ditutupi oleh epitel saluran pernafasan, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius yang khusus

untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit

yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum masuk lebih jauh.2,3,4

Sinus paranasal terdiri atas sinus frontal, sinus maksila, sinus ethmoid dan sinus sfenoid, semuanya berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang lebih tipis

dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu

dengan periosteum. Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.2,3,4

(26)

2.3 Epidemiologi

Tumor sinonasal sangat jarang ditemukan, dimana menurut literatur keganasan sinonasal hanya dijumpai 3% dari keganasan di kepala dan leher, dan hanya sekitar 1% dari keganasan di seluruh tubuh. Insiden keganasan sinonasal lebih sering terjadi di Asia dan Afrika daripada di Amerika Serikat. Di Asia, keganasan sinonasal menempati peringkat kedua yang paling sering dari keganasan di kepala dan leher, setelah karsinoma nasofaring.2,5

Keganasan pada sinonasal dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan morbiditas yang signifikan, sukar diobati secara tuntas dan angka kesembuhannya masih sangat rendah. Insiden keganasan pada sinonasal tergolong rendah pada kebanyakan populasi (<1.5/100,000 pada pria dan <1.0/100,000 pada wanita). Insiden tertinggi ditemukan di Jepang, yaitu 2-3,9/100.000 penduduk, juga pada beberapa tempat di Cina dan India. 2,5

Rifki mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di 10 kota besar di Indonesia bahwa frekuensi tumor sinonasal adalah 9,3-25,3% dari keganasan THT dan berada di peringkat kedua setelah tumor ganas nasofaring.5

(27)

2.4 Etiologi dan Patogenesis

Etiologi tumor sinonasal belum dapat diketahui secara pasti, namun beberapa studi epidemiologi terdahulu dari berbagai negara menunjukkan adanya hubungan dengan paparan zat kimia atau bahan industri antara lain nikel, debu kayu, kulit, mebel, tekstil, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Beberapa studi menunjukkan adanya peningkatan insiden adenokarsinoma pada pekerja industri ini. Alkohol, asap rokok, makanan yang diasin atau diasap juga diduga meningkatkan kemungkinan terjadi keganasan sinonasal terutama jenis squamous cell carcinoma.2,3,6

Ukuran partikel debu juga penting diketahui karena jika lebih kecil dari 5µm dapat mencapai saluran pernapasan bagian bawah, sedangkan partikel yang lebih besar dari 5µm diakumulasi di mukosa hidung. Namun karsinogen ini belum dapat diidentifikasi secara jelas. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga menjadi faktor resiko tambahan.2,3,6

(28)

harus ditanyakan pada pasien-pasien yang mempunyai gejala yang mengarah pada keganasan di sinonasal.2,3,6

Infeksi virus dan hubungannya terhadap keganasan merupakan hal yang menarik dan tetapi belum cukup diteliti. Studi terdahulu memperlihatkan bahwa peningkatan ekspresi dari epidermal growth factor reseptor (EGFR) dan transforming growth factor-alpha (TGF-alpha) mungkin berhubungan dengan paparan awal karsinogen yang menyebabkan papilloma inverting. Infeksi Human papilloma virus (HPV) dan Epstein-Barr virus (EBV) mungkin juga merupakan awal dari proses panjang yang menyebabkan perubahan papilloma inverting menjadi ganas. Beberapa penelitian lain juga membuktikan

bahwa pengaruh faktor lingkungan pada sinonasal juga dapat menyebabkan terjadinya mutasi TP53 dan K-ras, yang pada akhirnya memicu pada suatu keganasan.2,3,6

Telah lama dicurigai bahwa virus merupakan penyebab terjadinya sinonasal papilloma. Barnes melaporkan bahwa 131 (38%) dari 341 kasus

sinonasal papilloma yang dilakukan analisis biologi molekular (hibridisasi in situ

atau polymerase chain reaction) (menunjukkan hasil positif terhadap Human

Papilloma Virus (HPV), terutama HPV 6 dan 11, beberapa HPV 16 dan 18,

dan sangat jarang tipe lainnya (misalnya HPV 57). Namun belum diketahui secara

pasti apakah ada hubungan sebab-akibat antara kehadiran HPV dengan perkembangan tumor ini. Epstein-Barr Virus (EBV) juga telah

(29)

belum ada bukti pasti terjadinya tumor ini berhubungan dengan alergi, inflamasi, merokok, agen lingkungan berbahaya dan pekerjaan.3,6,7

Karsinogen eksogen sekunder bekerja secara tidak langsung melalui suatu mekanisme sekunder dan merubah beberapa bahan normal sel atau cairan jaringan yang berakibat pertumbuhan kanker. Golongan karsinogen yang merubah fungsi kualitatif dan kuantitatif organ-organ tertentu yang berakibat sekresi organ-organ tersebut mengandung bahan-bahan karsinogen. Dalam hal ini, nikel berperan sebagai karsinogen eksogen sekunder. Karsinogen di tempat kerja tidak menyebabkan gambaran histopatologi kanker yang khusus, demikian juga dengan keganasan rongga hidung yang secara histopatologik tumor epitel yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa.3,6,7

2.5 Gambaran Klinis

Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih encer, serosanguinosa, purulen, sampai epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai ke pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas pada kranial, dan dapat menimbulkan rasa nyeri terutama di malam hari atau saat berbaring, gangguan neurologi (parastesia, anastesia sampai paralisis saraf otak), gangguan visual dan exoftalmus. Pada beberapa kasus dijumpai tanpa gejala awal sehingga diagnosis sering terlambat dan pasien datang dengan penyakit telah memasuki stadium lanjut.3,6,7

(30)

berupa obstruksi hidung unilateral dan rhinorrhea. Sekretnya sering bercampur darah atau terjadi epistaksis. Tumor yang besar dapat mendesak tulang hidung sehingga terjadi deformitas hidung. Khas pada tumor yang ganas sekret berbau karena mengandung jaringan nekrotik. Tumor etmoid juga muncul dengan gejala pada hidung, namun juga bisa memiliki gejala pada orbita seperti proptosis, epifora, exoptalmus, diplopia, hingga terjadi penyumbatan sakus lakrimalis.

Tumor sinus frontal cenderung muncul hanya berupa gejala orbita. Tumor sinus sfenoid umumnya muncul terlambat pada spesialis neurologi dengan gejala neurologis.2,3,6

(31)

dan mandibularis. Perluasan ke arah nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan gangguan pendengaran. 6,7,8

Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal bervariasi dari 1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak adalah kurang dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini berkurang hingga 11% pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher.2,3,6,7

2.6 Gambaran Radiologis

Pemeriksaan radiologi modern memainkan peranan penting dalam evaluasi tumor sinonasal. Foto polos sinus paranasal mungkin kurang berfungsi dalam mendiagnosis dan menentukan perluasan tumor kecuali pada tumor tulang seperti osteoma. Tetapi foto polos tetap berfungsi sebagai diagnosis awal, terutama jika ada erosi tulang dan perselubungan padat unilateral, harus dicurigai keganasan dan selanjutnya dapat dilakukan CT Scan. Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) memberikan informasi yang signifikan tentang tekstur, margin, efek pada tulang dan bahkan vaskularisasi. Dan bila diperlukan dapat juga dilanjutkan dengan pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET) dan angiography. Meskipun pemeriksaan

(32)

2.7 Pemeriksaan Patologi

Diagnosis pasti tumor sinonasal ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor tampak di rongga hidung atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera dilakukan. Biopsi tumor sinus maksila dapat dilakukan melalui tindakan sinoskopi atau melalui operasi Caldwel-Luc yang insisinya melalui sulkus ginggivo-bukal. Namun jika dicurigai tumor vaskuler, misalnya angiofibroma, jangan lakukan biopsi karena akan sangat sulit menghentikan perdarahan yang terjadi, sebaiknya diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan angiografi.3,6

Klasifikasi histologi tumor sinonasal menurut WHO dibagi atas: (1) epithelial tumours, (2) soft tissue tumours, (3) haematolymphoid tumours, (4) neuroectodermal, (5) germ cell tumours, dan (6) secondary tumours. Keganasan tersering pada sinonasal adalah karsinoma sel skuamosa (70%), dan selanjutnya adenokarsinoma (10-20%).2

(33)
(34)

2.7.1 Tumor Jinak

Hampir seluruh jenis histopatologi tumor jinak dapat tumbuh pada sinonasal. Termasuk tumor jinak epitelial yaitu sinonasal papilloma dan salivary gland-type adenoma, dan yang non-epitelial yaitu neurofibroma, haemangioma, myxoma, osteoma, chondroma, dan lain-lain. Juga tumor

odontogenik misalnya ameloblastoma, adamantinoma, dan lain-lain. Beberapa jenis tumor jinak ada yang mudah kambuh atau secara klinis bersifat ganas karena tumbuh agresif mendestruksi tulang, misalnya inverted papilloma, displasia fibrosa atau pun ameloblastoma. Pada jenis ini tindakan operasi harus radikal.2,7

Secara umum tumor jinak tersering adalah sinonasal papilloma (schneiderian papilloma). Tumor ini berasal dari epitel mukosa saluran

pernafasan bersilia yang merupakan derivat dari ektoderm yang melapisi rongga hidung dan sinus paranasal disebut dengan membran Schneiderian, menghasilkan tiga tipe morfologi papilloma yang berbeda, diantaranya inverted papilloma, oncocytic papilloma, dan exophytic papilloma atau secara keseluruhan disebut

dengan Schneiderian papilloma. Schneiderian papilloma ini hanya mewakili 0,4-4,7% dari semua tumor sinonasal.2,7,10

Inverted papilloma terjadi di sepanjang dinding lateral rongga hidung

(middle turbinate atau ethmoidal recesses), dengan ekstensi sekunder ke sinus paranasal (terutama maksila dan etmoid). Sangat jarang inverted papilloma yang

berasal dari sinus paranasal. Oncocytic papillomas terjadi paling sering di sepanjang dinding lateral hidung tetapi juga dapat berasal dalam sinus

(35)

nasi. Sinonasal papilloma biasanya unilateral, tetapi dapat juga terjadi papilloma bilateral. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk menyebar di sepanjang mukosa ke daerah sekitarnya, termasuk nasofaring. Walaupun jarang sinonasal papiloma ini dapat berasal dari luar saluran sinonasal, diantaranya pada faring,

telinga tengah, mastoid, nasofaring, dan kantung lakrimalis. Migrasi ektopik dari membran Schneiderian selama embriogenesis mungkin dapat menjelaskan terjadinya papilloma yang menyimpang ini.2,7,11

Inverted Papilloma (Schneiderian papilloma, inverted type, ICD-O 8121/1), pemeriksaan fisik berupa massa berwarna merah atau abu-abu, tidak transparan, konsistensi padat sampai lunak dan rapuh, berbentuk polipoid dengan permukaan berbelit atau berkerut. Pemeriksaan histopatologi tumor ini memiliki pola pertumbuhan endofit atau "inverted", dilapisi membran epitel yang proliferatif, tumbuh ke bawah ke dalam stroma yang mendasarinya. Sel epitel ini

berlapis-lapis (5-30 lapis) dan bervariasi, terdiri dari sel skuamosa, sel transisional, dan sel kolumnar (mungkin ketiganya ada dalam satu lesi),

bercampur dengan mucocytes (sel goblet) dan kista musin intraepitel. Sel skuamosa nonkeratin dan sel transisional lebih dominan, dan sering dilapisi

(36)

tidak dijumpai mitosis yang atipik. Fokus keratinisasi permukaan dijumpai pada 10-20% kasus dan sel-sel displastik dijumpai pada 5-10% kasus. Hal ini bukan merupakan tanda-tanda keganasan, tetapi penting untuk dievaluasi. Kelenjar saliva minor biasanya tidak dijumpai. Komponen stroma bervariasi dari miksomatus sampai fibrosa, dengan atau tanpa disertai sel radang (terutama neutrofil) dan vaskularisasi yang bervariasi. Kelenjar seromusinosa normal jarang absen dari tumor ini, karena epitel neoplastik menggunakan saluran-saluran dan kelenjar sebagai jalan untuk memperluas ke dalam stroma. Inverted papilloma yang besar dapat menghambat drainase sinus di dekatnya. Akibatnya, tidak jarang juga menemukan polip hidung normal pada spesimen inverted papilloma, yang teridentifikasi dengan penampilan terlalu miksoid dan transiluminasi, sedangkan inverted papilloma tidak akan seperti itu.2,6,7,12

Gambar 2.3 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh ke dalam stroma. B-C. Gambaran mikroskopis, tampak epitel skuamosa tumbuh hiperplastik ke dalam stroma membentuk polipod. D. Inverted papilloma dengan pelapis epitel respiratori bersilia yang hiperplastik, dan tampak transmigrasi neutrofil dari basal membran ke epitel. E. Inverted papilloma dengan epitel skuamosa dan epitel respiratori bersilia. F. Gambaran koilosit pada infeksi HPV.2,3,7

A

B

E D

C

(37)

Oncocytic Papilloma (Schneiderian papilloma, oncocytic type, ICD-O 8121/1) , pemeriksaan fisik berupa massa fleshy berwarna merah kehitaman sampai coklat, atau abu-abu, berbentuk papilari atau polipoid, berhubungan dengan obstruksi hidung dan epistaksis yang intermitten. Pola pertumbuhan tumor ini dapat exophytic dan endophytic. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan sel epitel proliferatif, tersusun berlapis-lapis (2 - 8 lapis sel) yang terdiri dari sel-sel bentuk kolumnar tinggi, inti sel kecil, gelap (hiperkromatin), relatif seragam, kadang-kadang vesikular, dan anak inti kurang jelas. Sitoplasma eosinofilik berlimpah (bengkak) dan bergranul, dan pada permukaan paling luar dapat dijumpai beberapa sel epitel bersilia. Pada lapisan epitel ini khas dijumpai beberapa kista kecil berisi musin atau sel radang neutrofil (mikroabses). Kista ini tidak dijumpai pada submukosa. Umumnya tidak dijumpai kelenjar saliva minor. Komponen stroma bervariasi, dari miksomatus sampai fibrous, disertai infiltrasi sel radang limfosit, sel plasma, dan neutrofil, namun hanya sedikit eosinofil dan vaskularisasi yang bervariasi.2,7,13

Gambar 2.4 Oncocytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic (panah putih) dan inverted (panah hitam). B dan C. Gambaran mikroskopis, tampak pelapis epitel onkositik berlapis, disertai kista berisi musin dan mikroabses pada intraepitel.3,7

Exophytic Papilloma (Schneiderian papilloma, exophytic type, ICD-O 8121/0), pemeriksaan fisik exophytic papilloma berupa massa papillary atau warty, exophytic, verrucous, cauliflower-like lesions, ukuran rata-rata 2 cm,

(38)

berwarna abu-abu, merah muda atau coklat, tidak transparan, melekat pada septum hidung dengan dasar relatif luas, konsistensi kenyal sampai keras padat. Tampak massa bertangkai melekat pada mukosa. Pemeriksaan histopatologi tampak pola papilar dengan fibrovascular core yang dilapisi oleh epitel yang berlapis-lapis (5-20 lapis sel), bervariasi dari sel skuamosa (epidermoid), sel transisional (intermediet), sampai sel kolumnar pseudostratifikasi bersilia (sel saluran pernapasan), disertai mucocytes (goblet cell), dan kista musin intraepitel. Tidak dijumpai keratinisasi pada permukaan, kecuali pada tumor yang teriritasi atau jika papilloma sangat besar dan menggantung ke vestibulum hidung, dimana tumor terkena efek pengeringan oleh udara. Mitosis jarang dan tidak pernah atipik. Stroma berupa fibrovascular core diinfiltrasi oleh sedikit sel radang.2,7,12

Gambar 2.5 Exophytic papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak pertumbuhan exophytic

pada septum nasi. B. Gambaran mikroskopis, tampak struktur papilar dengan epitel skuamosa. C. Tampak pelapis epitel skuamosa hiperplastik, koilositik.2,3,7

2.7.2 Tumor Ganas

Keganasan tersering pada sinonasal adalah squamous cell carcinomas (70%), dan selanjutnya adenocarcinomas (10-20%), lymphoma malignum, sinonasal undifferentiated carcinoma dan salivary gland-type adenocarcinomas. Dengan predileksi tersering pada sinus maksila (70-80%), diikuti oleh sinus etmoid dan rongga hidung (20-30%), sedangkan sinus frontal dan sfenoid jarang

A

(39)

dijumpai (kurang dari 1%). Sekitar 80% ditemukan pada usia 45-85 tahun dan insiden pada pria dua kali lebih sering dibandingkan pada wanita.2

2.7.2.1 Squamous cell carcinoma(SCC)

Squamous cell carcinoma (ICD-O 8070/3) merupakan tumor ganas epitel

yang berasal dari epitel mukosa rongga hidung atau sinus paranasal yang terbagi atas tipe keratin dan nonkeratin. Sinonim keratinizing SCC adalah SCC, sedangkan nonkeratinizing carcinoma adalah schneiderian carcinoma, cylindrical cell carcinoma, transitional (cell) carcinoma, Ringertz carcinoma,

respiratory epithelial carcinoma. SCC sinonasal paling sering muncul pada

sinus maksila (60-70%), diikuti rongga hidung (12-25%), sinus etmoid (10-15%) dan sfenoid dan sinus frontal (< 1%). SCC pada vestibulum hidung harus dianggap sebagai karsinoma kulit daripada epitel mukosa sinonasal.2,3,14,15

(40)

SCC merupakan karsinoma yang paling sering pada saluran sinonasal.

Tumor berdiferensiasi baik yang menunjukkan gambaran keratinisasi umumnya

dapat didiagnosa dengan pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus. Pada pemeriksaan hapusan ini menunjukkan sel-sel tumor pleomorfik atipik,

diantaranya sel-sel bentuk spindel, poligonal, dan sel-sel keratin. Spindle cell SCC harus dibedakan dari tumor-tumor sel spindel lainnya, seperti spindle cell melanomas, sarkoma dan tumor neurogenik.2,3,17,18

Gambar 2.6 Pemeriksaan biopsi aspirasi jarum halus pada SCC dengan Diff-Quik stain. A. Poorly differentiated tumor cells. B. Spindled tumor cells. C. Fragmen debris keratin dan sel-sel keratin dengan inti tidak jelas.17

Keratinizing SCC pada sinonasal memiliki gambaran histopatologi identik

dengan SCC dari tempat lain di kepala dan leher. Dimana tampak diferensiasi sel skuamosa, disertai keratin ekstraselular atau keratin intraselular (sitoplasma merah muda, sel diskeratotik) dan tampak jembatan antar sel (intercellular bridges). Tumor ini dapat dibagi menjadi karsinoma diferensiasi baik, sedang,

dan buruk. Meskipun pada karsinoma yang diferensiasi buruk hanya tampak berupa fokus-fokus. Invasi ke stroma membentuk sarang-sarang atau untaian, atau mungkin hanya sel-sel ganas yang terisolasi. Sering disertai reaksi stroma desmoplastik.2,3

(41)

Gambar 2.7 Keratinizing SCC. A. Pembesaran kecil, tampak massa keratin pada beberapa tempat. B. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. 3,7

Tipe nonkeratin juga memiliki pola pertumbuhan papillary atau exophytic tetapi sering tumbuh ke bawah (inverted atau endophytic), membentuk pita-pita yang saling berhubungan, pleksiformis, atau sarang-sarang epitel. Sarang tumor berbentuk bulat, atau sejajar membran basal, seperti pola karsinoma kandung kemih. Tumor terdiri atas sel-sel kolumnar atau transisional yang tersusun memanjang, berorientasi tegak lurus ke permukaan, tidak dijumpai keratin.2,3,14,15

Secara umum SCC sinonasal adalah tumor yang hiperselular, inti sel pleomorfik, hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma meningkat, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat, termasuk mitosis atipik. Pada kasus invasi sel tumor halus pada membran basal, mungkin tidak didiagnosa sebagai karsinoma invasif, bahkan mungkin didiagnosa sebagai papilloma dengan displasia berat atau karsinoma in situ. Seharusnya tumor ini didiagnosa sebagai karsinoma invasif. Pada kedua jenis tumor ini dapat terjadi epitel displasia ringan, sedang sampai berat (karsinoma in situ).2,3,7

(42)

Gambar 2.8 Nonkeratinizing SCC. A dan B. Pembesaran kecil tampak struktur sarang-sarang dan papilar. C. Pembesaran besar, tampak sel malignan, inti sel membesar, pleomorfik, hiperkromatin, dispolarisasi, dan aktivitas mitosis meningkat. D. Tipe sel transisional.2,3,7

Varian dari SCC sangat jarang terjadi di saluran sinonasal. Secara histopatologi varian-varian ini identik dengan SCC dari tempat lain di kepala dan leher yang frekuensinya juga lebih sering dibandingkan dengan SCC sinonasal. Verrucous carcinoma (ICD-O 8051/3) merupakan varian SCC derajat rendah, dengan gambaran khas berupa massa papillary atau warty exophytic dengan diferensiasi sel yang sangat baik, dan epitel berkeratin. Papillary SCC (ICD-O 8052/3) adalah suatu exophytic SCC dengan konfigurasi papilar yang berbentuk seperti jari tipis, disertai fibrovascular core. Basaloid SCC (ICD-O 8083/3) merupakan varian SCC yang agresif, dengan gambaran khas berupa sarang-sarang, berisi sel-sel epitel basaloid atipik, dengan aktivitas mitosis meningkat, inti sel hiperkromatin, rasio inti/sitoplasma juga meningkat. Kadang-kadang dapat dijumpai nekrosis tipe komedo. Kadang-kadang juga dijumpai arsitektur mirip suatu adenoid cystic carcinoma berupa susunan pseudoglandular. Diferensiasi skuamosa juga dapat dijumpai, baik dalam sarang

A

D C

(43)

basaloid, sebagai fokus terpisah dari tumor, atau sebagai karsinoma epitel permukaan atau karsinoma in-situ. Spindle cell carcinoma (ICD-O 8074/3) memiliki gambaran khas berupa pola bifasik, yaitu SCC dan komponen sel spindel malignan yang umumnya jauh lebih banyak, sehingga mirip dengan sarkoma. Adenosquamous carcinoma (ICD-O 8560/3) lebih jelas diterangkan pada bab tumor oral dan laringeal. Secara singkat, umumnya dianggap sebagai varian

dari SCC, dimana pada mukosa permukaan dijumpai komponen SCC, juga komponen karsinoma dengan diferensiasi kelenjar yang jelas berbentuk

ductus atau tubulus dan sering bercampur dengan SCC. Acantholytic SCC (ICD-O 8075/3) merupakan varian terakhir dari SCC yang insidennya juga sangat jarang terjadi.2,3,7

Gambar 2.9 SCC. A. Papillary SCC. B. Verrucous Carcinoma. C. Basaloid SCC.2

Diagnosa banding yang menantang pada SCC yaitu membedakan antara poorly differentiated SCC (nonkeratinizing) dari saluran sinonasal dengan tumor

derajat tinggi lainnya seperti undifferentiated nasopharyngeal carcinoma. Membedakan antara nonkeratinizing SCC dengan SNUC juga sulit, tetapi biasanya pada SCC banyak dijumpai sel-sel berukuran besar. Problem diagnosa lainnya yaitu basaloid SCC yang memiliki sifat agresif. Pada pemeriksaan sitologi tumor ini mirip dengan adenoid cystic carcinoma, SNUC, dan olfactory

(44)

neuroblastoma. Maka harus dievaluasi secara cermat adanya sel keratin yang

mendukung suatu SCC.2,3,17

2.7.2.2 Adenocarcinoma

Adenocarcinoma berasal dari epitel saluran pernafasan atau kelenjar

mukoserous (60%). Tumor ini dibagi menjadi tipe intestinal dan tipe non-intestinal.2

Intestinal Type Adenocarcinomas (ITACs) (ICD-O 8144/3) merupakan tumor ganas primer yang berasal dari epitel kelenjar pada traktus sinonasal, yang secara histopatologi mirip dengan adenokarsinoma dan adenoma pada intestinal. Lokasi paling sering yaitu sinus etmoid (40%), diikuti oleh kavum nasi (27%) dan sinus maksilaris (20%). Gejala awal cenderung tidak spesifik dan bervariasi, mulai dari obstruksi hidung unilateral, diikuti dengan rhinorrhea jernih atau purulent, dan epistaksis. Pada keadaan lanjut, tumor tumbuh besar sampai ke pipi, dapat menginvasi ke orbita, pterygopalatine, fossa infratemporal, kavitas pada kranial, dan biasanya dapat menimbulkan rasa nyeri, gangguan neurologi, gangguan visual dan exopthalmus.2,3,7,20

(45)

Pemeriksaan hapusan adenokarsinoma menunjukkan kelompokan sel tumor yang kohesif dan sel-sel individu (tersebar), inti sel vesikular, anak inti menonjol, dan sitoplasma sedang. Adanya diferensiasi kelenjar dan sekresi musin mempertegas diagnosa tumor ini. Adenokarsinoma primer menunjukkan gambaran diferensiasi tipe intestinal dan sel goblet. Sediaan hapusan adenokarsinoma musinus akan menunjukkan sekresi musin yang banyak, dan dapat disertai kelompokan kecil sel seperti terapung didalamnya. Tumor musinus cenderung hiposelular disebabkan efek dilusi genangan musin. Sel-sel memanjang dengan inti sel–sitoplasma polaritas merupakan karakteristik dari ITACs. Adenokarsinoma tipe sel goblet (tipe kolon) menunjukkan sel-sel tumor

dengan sitoplasma banyak bervakuola bulat hingga inti sel terdorong ke tepi. 17

Gambar 2.10 A. Primary ITACs, sel tumor dengan sitoplasma sedang, dan sel kolumnar (Inset). B dan C. Tipe kolon, sel goblet dengan sitoplasma banyak (berlimpah).17

Barnes membagi tumor ini menjadi lima kategori : papillary, colonic, solid, mucinous dan mixed. Kleinsasser dan Schroeder membagi ITACs menjadi

empat kategori : papillary tubular cylinder cell (PTCC) types I-III (I=well-differentiated, II=moderately-differentiated, III=poorly-differentiated),

alveolar goblet type, signet-ring type dan transitional type. Tipe papillary, colonic

dan solid pada klasifikasi Barnes menunjukkan gambaran yang sesuai dengan tipe PTCC I,II dan III.2,3,7, 22

(46)

Papillary type (papillary tubular cylinder cell I atau well-differentiated adenocarcinoma), ditemukan sekitar 18% kasus, menunjukkan gambaran

mikroskopis yang didominasi oleh struktur papilar dengan fibrovascular stalk, dan kadang-kadang disertai kelenjar bentuk tubular, dilapisi oleh sel-sel kolumnar tinggi tanpa silia, dengan susunan terpolarisasi baik dan tegak lurus terhadap membran basal, bertingkat, tumpang tindih, atau disorganisasi. Sel-sel dengan sitoplasma eosinofilik, inti sel bulat-oval, hiperkromatin sampai vesikular, dengan atau tanpa anak inti menonjol, dan aktivitas mitosis rendah. Pada beberapa kasus ditemukan sel goblet diantara sel kolumnar sama seperti yang terlihat pada usus. Latar belakang tumor sering kotor, tampak daerah hemoragik, nekrotik, dan inflamasi.2,3,7

Colonic type (papillary tubular cylinder II or moderately - differentiated

adenocarcinoma), ditemukan sekitar 40% kasus, menunjukkan gambaran yang

didominasi oleh struktur kelenjar tubular yang berdiferensiasi baik sampai sedang, mirip dengan adenokarsinoma pada usus besar. Kadang-kadang dijumpai struktur papilar. Pleomorfisme inti sel dan aktivitas mitosis meningkat.2,3,7,23

Solid type (papillary tubular cylinder III atau poorly-differentiated adenocarcinoma), ditemukan sekitar 20% kasus, menunjukkan gambaran

diferensiasi sel yang buruk, berupa pertumbuhan yang solid dan trabekular dengan formasi tubulus minimal dan terisolasi. Terjadi proliferasi difus sel kuboid kecil, inti sel pleomorfik, vesikular, anak inti menonjol, dan aktivitas mitosis meningkat.2,3,7

(47)

Mucinous type (alveolar goblet cell dan signet ring) meliputi tiga pola

pertumbuhan. Pola pertama ditandai oleh kelompokan kecil sel yang solid, kelenjar individual, signet ring cells, atau struktur sepertim papilar yang pendek dengan atau tanpa fibrovascular core; musin umumnya intraselular dan dapat ditemukan matriks mukomiksoid. Pola kedua ditandai oleh kelenjar dengan lumen dilatasi berisi mucus, beberapa di antaranya dapat pecah dan menimbulkan respon inflamasi yang agresif. Dan pola ketiga ditandai oleh kelompokan sel tumor yang tergenang dalam matriks musinous dikelilingi oleh septa fibrosa yang tipis, yang membentuk pola tipe alveolar. Sel tumor terutama bentuk kuboid atau sel goblet tampak dalam lapisan tunggal di pinggiran kolam musin, hingga pola ini disebut juga dengan varian alveolar-goblet cell. Ekstravasasi mukus dapat menimbulkan reaksi inflamasi, hingga dapat dijumpai multinucleated giant cells.2,3,7

Tipe mixed (transitional) terdiri dari campuran dua atau lebih dari pola yang telah dijelaskan sebelumnya. Terlepas dari tipe histologisnya, secara histologi gambaran ITACs menyerupai mukosa usus normal dan dijumpai vili, sel Paneth, sel enterochromaffin dan muskularis mukosa. Sel enterochromaffin dapat mengekspresikan beberapa jenis peptida, diantaranya yaitu gastrin, glucagon, serotonin, cholecystokinin, dan leu-enkephalin. Pada beberapa kasus dapat ditemukan tumor yang berdiferensiasi sangat baik yang terdiri dari vili yang bentuknya baik, dilapisi oleh sel kolumnar, berkas sel otot polos yang menyerupai muskularis mukosa yang dijumpai di bawah vili.2,3,7

(48)

BRST-1, Leu-M1, dan human milk fat globule (HMFG-2). Positif dengan CK20 (735-86%) dan reaksi bervariasi dengan CK7 (43%-93% kasus). CDX-2, suatu faktor transkripsi inti sel, yang terlibat dalam diferensiasi sel-sel epitel usus dan diekspresikan difus pada adenokarsinoma usus, umumnya diekspresikan pada ITACs. Pewarnaan claudins dan villin juga dapat diekspresikan pada ITACs.

Sedangkan pewarnaan CEA masih dalam pertentangan pada beberapa literatur. Sebaran atau kelompokan sel-sel yang positif terhadap chromogranin juga sering dijumpai; sel-sel neuroendokrin dapat mengekspresikan berbagai hormon peptida, termasuk serotonin, cholecystokinin, gastrin, somatostatin dan leu-enkephalin.2,3,7

Adenokarsinoma tipe nonintestinal (Non-ITACs) adalah tumor traktus sinonasal yang tidak menunjukkan gambaran histopatologi adenokarsinoma tipe saliva dan ITACs (sel-sel goblet, absorptive, endocrine, Paneth). Adenokarsinoma ini dibagi menjadi tipe low grade dan high grade. Lokasi tersering yaitu pada sinus ethmoid. Gejala klinis diantaranya obstruksi hidung dan epistaksis, jarang dijumpai rasa nyeri.2,3,24

Tumor ini memiliki gambaran makroskopis yang bervariasi, diantaranya berbatas tegas sampai kondisi buruk dan invasif, pertumbuhannya flat sampai berupa tonjolan keluar atau papillar, berwarna putih sampai merah muda, dan konsistensi dari keras sampai rapuh.2,3

(49)

seragam atau asinus, yang tersusun dalam pola back to back, dengan sedikit atau tanpa intervensi stroma. Kadang-kadang dijumpai gambaran rongga kistik irregular yang besar. Kelenjar dilapisi oleh satu lapis sel kolumnar sampai kuboid, tidak bersilia, dengan inti sel bentuk bulat, seragam, terletak di basal atau kadang-kadang tersusun pseudostratifikasi, karena hilangnya polaritas inti sel; dan sitoplasma eosinofilik. Pleomorfisme sel ringan sampai sedang, dan aktivitas mitosis sesekali terlihat; tidak dijumpai mitosis atipik dan nekrosis. Varian

adenokarsinoma ini terdiri dari papillary, clear cell, dan oncocytic. Namun beberapa kombinasi pola morfologi sel dapat terlihat dalam satu tumor.

Meskipun secara histologi seperti jinak, namun proliferasi kelenjar yang kompleks, tidak adanya dua lapisan sel atau tidak adanya komponen sel basal atau myoepitel, tidak adanya kapsul, dan ditemukan invasi ke dalam submukosa, maka gambaran-gambaran ini mendukung untuk diagnosa suatu malignansi.2,3,7,24

High-grade adenocarcinomas merupakan tumor invasif dengan pola

pertumbuhan dominan solid (sheet like pattern), walaupun pola pertumbuhan kelenjar dan papilar juga dapat terlihat. Tumor ini ditandai dengan pleomorfisme sel sedang sampai berat; aktivitas mitosis tinggi, termasuk mitosis atipik; nekrosis dan invasi perineural.2,3

Pemeriksaan imunohistokimia untuk tumor ini secara konsisten dan intens CK7 reaktif, tetapi berbeda dengan ITACs, yang reaktif terhadap CK20, CDX-2,

(50)

Gambar 2.11 ITACs. A. Tipe papilar. B. Tipe kolon. C. Tipe solid. D. Tipe musin. E. Non-ITACs.2.3.7

2.7.2.3 Limfoma Maligna

Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia.5

Dikarakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Ukuran sel-sel limfoma bervariasi mulai dari kecil, sedang hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat

A B C

(51)

inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.5

Gambar 2.12 Nasal NK/T cell lymphoma. A. Mukosa intak dan terlihat sebaran infiltrat sel-sel limfoma. B. Infiltrat limfoid mukosa merusak kelenjar mukosa hingga tidak tampak lagi struktur kelenjar.5

2.7.2.4 Sinonasal undifferentiated carcinoma (SNUC)

Sinonasal undifferentiated carcinoma (ICD-O 8020/3) merupakan suatu karsinoma yang sangat agresif dan secara klinikopatologi menunjukkan gambaran khas berupa karsinoma dengan penyakit lokal yang luas. Tumor ini memiliki sel-sel yang pleomorfik, nekrosis sering dijumpai dan harus dibedakan dari lymphoepithelial carcinoma dan olfactory neuroblastoma. Nama lain tumor ini

yaitu anaplastic carcinoma.2,3,19

Tumor ini negatif terhadap EBV. Beberapa kasus muncul setelah radioterapi pada nasopharyngeal carcinoma. Rongga hidung, antrum maksila, dan sinus etmoid merupakan lokasi yang sering terlibat, tunggal atau kombinasi. Tumor ini juga sering meluas ke daerah sekitarnya. Gejala klinis berupa obstruksi hidung, epistaksis, proptosis, bengkak periorbita, diplopia, nyeri wajah, dan gejala yang melibatkan saraf kranial. Makroskopis tumor berupa massa berukuran lebih

dari 4 cm, fungating, batas tidak jelas, destruksi tulang, dan menginvasi ke struktur sekitarnya. Selain menginvasi beberapa sinus, tumor ini juga

(52)

tengkorak juga sering terjadi. Sedangkan ekstensi ke dalam nasofaring atau rongga mulut jarang dijumpai. Tumor dapat bermetastasis ke kelenjar getah bening leher dan metastasis jauh (seperti hati, tulang, dan paru-paru).2,7,16

SNUC merupakan tumor malignan yang tumbuh dari membran

schneiderian dan memiliki karakteristik tumbuh agresif dan prognosis buruk.

Karena prognosis sangat buruk, maka sangat penting untuk dapat membuat diagnosis yang benar dari awal sehingga pengobatan dapat diberikan. Dalam hal ini, biopsi aspirasi jarum halus memainkan peranan penting dalam diagnosis tumor sinonasal. Pemeriksaan hapusan SNUC umumnya cenderung sangat selular, terdiri dari kelompok-kelompok kecil sel-sel tumor berukuran kecil sampai sedang, sebagian dapat dijumpai sel-sel tumor diskohesif, tidak dijumpai sel stroma pada kelompokan sel tersebut. Hal ini merupakan gambaran penting untuk membedakan SNUC dari sarkoma, dan tumor jenis lainnya. Sel-sel tumor pleomorfik, rasio inti banding sitoplasma sangat tinggi, sesekali tampak inti sel molding, membran inti irregular, kromatin homogen sampai kromatin kasar, anak inti menonjol , dan vakuola intrasitoplasmik dapat dilihat pada beberapa sel tumor. Latar belakang hapusan biasanya massa nekrotik.2,3,17

Pada pemeriksaan histopatologi SNUC menunjukkan bentuk sarang-sarang, lobulus, trabekula, dan lembaran-lembaran, tanpa diferensiasi skuamosa dan kelenjar. Beberapa kasus dijumpai adanya displasia berat pada epitel permukaan. Inti sel berukuran sedang sampai besar, sitoplasma sedikit dan eosinofilik. Anak inti juga dengan ukuran yang bervariasi, biasanya tunggal

(53)

Diagnosa banding SNUC sangat luas, yaitu tumor-tumor small round blue cells, terutama metastasis small cell carcinoma (neuroendocrine) dari paru,

limfoma, olfactory neuroblastomas, sarkoma, dan lain-lain. Pola diskohesif mirip dengan limfoma. Namun pada latarbelakang SNUC primer tidak akan dijumpai lymphoglandular bodies. Sementara itu membedakan antara SNUC dengan small cell carcinoma lebih sulit lagi, karena sama-sama dijumpai nuclear molding,

dan SNUC juga imunoreaktif positif terhadap neuroendocrine markers. Namun jika diamati lebih detail pada inti sel pada SNUC akan menunjukkan satu atau lebih anak inti dan tidak dijumpai “salt and pepper chromatin” yang khas pada small cell carcinoma. Membedakan SNUC dari olfactory neuroblastoma juga penting, karena prognosisnya lebih baik pada olfactory neuroblastoma. Gambaran rosettes dan neurofibrillary (neuropil) tidak akan dijumpai pada SNUC.2,3,17,25

Gambar 2.13 Sinonasal undifferentiated carcinoma. A, B dan C. Pemeriksaan hapusan, tampak kelompokan kecil sel tumor berukuran kecil-sedang, tanpa sel stroma, inti sel pleomorfik, vakuola

intrasitoplasmik, dan sel-sel tumor diskohesif. Latar belakang hapusan massa nekrotik D. Pembesaran kecil, tampak sel-sel tumor membentuk trabekular atau lembaran-lembaran. E. Pembesaran besar, tampak kelompokan sel berdampingan dengan daerah nekrosis yang luas, dan aktivitas mitosis meningkat.3,17

(54)

Karsinoma ini imunoreaktif terhadap pan-cytokeratins dan simple keratins (CK7, CK8 dan CK19), tetapi tidak terhadap CK4, CK5/CK6 dan CK14.

Kurang dari setengah kasus telah dilaporkan positif terhadap EMA, neuron specific enolase, atau p53. Tumor ini negatif terhadap CEA, sedangkan

hasil positif terhadap synaptophysin, chromogranin, atau protein S100 masih jarang diamati.2,7,19

2.7.2.5 Salivary Gland-Type Adenocarcinomas

Tumor tipe kelenjar saliva pada saluran sinonasal sangat jarang terjadi, dan mayoritas adalah ganas. Secara histopatologi identik dengan tumor kelenjar saliva mayor.2

Adenoid cystic carcinoma (ICD-O 8200/3) merupakan tumor tipe kelenjar

saliva ganas yang paling sering pada saluran sinonasal. Paling sering dijumpai pada sinus maksila (60%) dan rongga hidung (25%). Tumor ini sering membahayakan, gejala yang muncul termasuk obstruksi hidung, epistaksis, nyeri, parestesia atau anestesia. Pembengkakan palatum dan wajah, dan goyang pada gigi-geligi dapat menjadi tanda penting. Kebanyakan tumor telah berukuran besar dan infiltrasi luas pada saat didiagnosis. Tumor ini sulit untuk dideteksi dengan radiografi foto polos dan sering meluas melalui tulang sebelum ada bukti

destruksi tulang secara radiografi. Selain itu, penyebaran tumor sering tidak terdeteksi oleh teknik radiografi. Prognosis jangka panjang adalah buruk

(55)

Acinic cell carcinoma (ICD-O 8550/3), pada beberapa kasus dilaporkan

muncul pada rongga hidung dan sinus maksila. Tanda dan gejala tidak spesifik,

terutama obstruksi hidung and epifora. Mucoepidermoid carcinomas (ICD-O 8430/3) harus dapat dibedakan dari varian yang lebih agresif dari SCC,

(56)

Gambar 2.14 Salivary gland-type carcinomas. A dan B. Adenoid cystic carcinoma. C dan D. Mucoepidermoid carcinoma. E. Clear cell carcinoma.2

2.8 Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Klasifikasi TNM dan penentuan stadium karsinoma traktus sinonasal menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006.

Tabel 2.2. Klasifikasi TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006.

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

Sinus Maksilaris

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi

tulang.

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau pipi, meluas

minimal ke fossa kranialis anterior, fossa

pterigoid, sinus sfenoidalis atau frontal.

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial medial, nervus

kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus

A B

(57)

Sinus Maksilaris

T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan

atau meatus media tanpa melibatkan

dinding posterior sinus maksilaris dan

fossa pterigoid.

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan

subkutaneus, dinding dasar dan medial

orbita, fossa pterigoid, sinus etmoidalis.

T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid, fossa

infratemporal, fossa kribriformis, sinus

sfenoidalis atau frontal.

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa

kranial medial, nervus kranialis selain

dari divisi maksilaris nervus trigeminal

V2, nasofaring atau klivus.

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian

dengan atau tanpa invasi tulang.

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan melibatkan

daerah nasoetmoidal kompleks, dengan

atau tanpa invasi tulang.

T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris, palatum

atau fossa kribriformis.

Kelenjar getah bening regional (N)

NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1Pembesaran kelenjar ipsilateral ≤3 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak

lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

(58)

2.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tumor sinonasal adalah eksisi bedah lengkap, umumnya melalui rhinotomy lateralis, tergantung pada derajat keganasan dan histologi tumor, pembedahan merupakan eksisi lokal sampai prosedur yang lebih radikal (maxillectomy, ethmoidectomy, dan additional exenterations). 5

Radioterapi digunakan pada tumor yang luas (besar) atau pada tumor derajat tinggi, sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang sedikit dapat dibunuh dengan radiasi.5

Kemoterapi biasanya sebagai terapi paliatif, penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau untuk mengecilkan lesi eksternal masif. Kemoterapi digunakan pada pasien yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan menolak untuk dilakukan operasi. Pada kondisi ini biasanya dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan kemoterapi 5

2.10 Prognosis

(59)

diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini. Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol keganasan primer dan akan meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium tumor.2,5

2.11 Kerangka Teori

Faktor Lingkungan (Karsinogen)

Infeksi Virus (HPV, EBV)

Jaringan Sinonasal

Peradangan

Neoplasma

Tumor Ganas Proliferasi

Displasia

Mutasi p53, K-ras

Akut Kronik

Sembuh

Gambar

Gambar 2.1 Rongga hidung dan sinus paranasal pada  potongan sagital, dan  sinus paranasal diproyeksikan pada wajah.1
Gambar 2.2 Histologi normal saluran sinonasal.
Tabel 2.1 Klasifikasi histologi tumor jinak dan ganas di daerah hidung dan
Gambar 2.3 Inverted Papilloma. A. Gambaran makroskopis, tampak seperti pita yang tumbuh   ke dalam stroma
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita tumor jinak dan ganas pada prostat di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2011.. Penelitian jenis deskriptif

Skripsi dengan judul “Gambaran CT Scan Tumor Paru Jinak &amp; Ganas Pada Pasien Merokok di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari. 2015- Desember 2015” mengkaji kesesuaian

PROFIL PENDERITA TUMOR JINAK DAN GANAS TULANG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN..

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul ”Karakteristik Penderita Tumor Jinak dan

Skripsi dengan judul “Gambaran CT Scan Tumor Paru Jinak &amp; Ganas Pada Pasien Merokok di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2015- Desember 2015” mengkaji kesesuaian

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran CT scan pada tumor paru apakah masih bisa membedakan tumor jinak atau ganas dimana tumor jinak

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP M.Djamil Padang tentang gambaran penderita tumor ganas payudara dapat

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah dengan judul ”Karakteristik Penderita Tumor Jinak dan