LAPORAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
TATA CARA PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK
PRATAMA MEDAN PETISAH O
L E H
NAMA : MEISYA KABAN NIM : 112600075
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat karunianya penulis
dapat menyelesaikan Laporan Tugas Ahir yang merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dengan judul
“Tata Cara Pengembalian kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada
Kantor Pelayanan Pajak Paratama Medan Petisah.
Dalam penulisan Laporan Tugas Ahir ini penulis banyak menerima
bantuan, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pikiran dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala keikhlasan
hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang banyak
membantu sehingga terwujudnya penulisan Laporan Tugas Ahir ini, terutama
kepada :
1. Tuhan Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Ahir ini.
2. Kepada orang tua saya Bapak Jansen Kaban dan Ibu Murniati yang
terkasih dan tersayang yang telah membesarkan, mengasuh,
mendidik, mendoakan serta memberikan cinta dan kasih sayang yang
tiada duanya.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin M.Si, selaku Dekan Fakultas AIlmu
4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan
Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.
5. Ibuk Nurlela Ketaren, M.Sp selaku dosen pembimbing saya yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, motivasi,
bantuan, dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan Laporan
Tugas Ahir ini.
6. Seluruh staf pegawai jurusan Administrasi Perpajakan yang selalu
membantu penulis dalam administrasi untuk keperluan akademik.
7. Ibu Ros Pandia selaku supervisor lapangan beserta staf karyawan
kantor pelayanan pajak Pratama Medan Petisah.
8. Buat adik-adik saya tercinta, yang selalu menjadi motivasi terbesar
saya untuk selalu melakukan yang terbaik agar kelak bisa menjadi
teladan bagi mereka.
9. Serta semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu
namanya yang telah banyak membantu dan mendukung penulisan
Laporan Tugas Akhir selama ini.
Penulis menyadari adanya keterbatasan kemampuan, wawasan, serta
pengalaman penulis dalam penulisan Laporan Tugas Akhir. Untuk itu diharapkan
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan Laporan ini. Semoga karya
tulis ini dapat member manfasat bagi penulis dan semua pembaca.
Medan, juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN A.LatarBelakangPraktikKerjaLapanganMandiri (PKLM) ... 1
B.Tujuan danManfaatPraktikKerjaLapanganMandiri (PKLM) ... 4
C. UraianTeoritis ... 6
D. RuangLingkupPraktikKerjaLapanganMandiri (PKLM) ... 14
E. MetodePraktikKerjaLapanganMandiri (PKLM) ... 15
F. MetodePengumpulan Data ... 16
G. SistematisPeenyusunanLaporan (PKLM) ... 18
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM A.SejarahSingkat Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah ... 19
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Petisah ... 23
BAB III RUANG LINGKUP PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A.Proses Pengembalian Kelebihaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ... 28
B. Tata Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai ... 30
C.Masalah-Masalah yang Sering Dihadapi Dalam Pelaksanaan
Restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah ... 33
D.Jumlah Wajib Pajak yang Mengajukan Permohonan Restitusi
Dari Tahun 2012-2014 ... 35
E. Restitusi ... 36
F. PKP Hanya Dapat Mengajukan Permohonan Pengembalian
(Restitusi) pada Setiap Masa Pajak ... 37
G.PKP yang Dapat Mengajukan Permohonan Pengembalian
(Restitusi) pada Setiap Masa Pajak ... 37
H.Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak Pertambahan Nilai ... 38
BAB IV ANALISA DAN EVALUASI
A.Untuk Mengetahui Tata Cara Pengembalian Restitusi atas Pajak
Pertambahan Nilai Lebih Bayar di KPP Medan Petisah ... 43
B. Untuk Mengetahui Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dalam
C. Pelaksanaan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai ... 49
D. Untuk Mengetahui Kewajiban Perpajakan Sesuai Peraturan
BAB V PENUTUP
Kesimpulan ... 55
Saran ... 56
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang masih terus
berusaha mengadakan pembangunan disegala bidang danuntuk mewujudkan
cita-cita tersebut tidaklah muda, maka pemerintah membutuhkan biaya yang cukup
besar untuk pembangunan disegala bidang tersebut. Untuk itu pemerintah
menggali sumber dana dari kekayaan alam dan berbagai potensi lainnya yang
dimiliki indonesia. Hasil dari kekayaan alam dan potensi lainnya itulah yang
digunakan untuk membiayai pembangunan.
Untuk mewujudkan pembangunan,dibutuhkan segala potensi yang ada
pada suatu bangsa, berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, teknologi
manajeme dan finansial untuk melaksanakannya. Salah satu upaya menggerakan
sumber daya dari pemerintah itu dapat dilihat dari segi finansialnya, yaitu
bagaimana pemerintah dapat mencari sumber-sumber keuangan guna membiayai
pelaksanaan roda pemerintahan.
Sumber-sumber pendapatan keuangan dalam rangka menyelenggarakan
tugas pemerintah untuk pembangunan diantaranya adalah bersal dari sektor non
migas. Sumber pendapatan dari sektor non migas yang menjadi primadona saat ini
adalah berasal dari penerimaan pajak. Karena itu dibidang perpajakan sering
diadakan
1
pembaharuan sistem perpajakan sehingga kemampuan negara dan masyarakat untuk membiayai
pembangunan dari sumber-sumber dalam negeri semakin meningkat.
Penerimaan pajak dan pengenaan pajak berhubungan erat dengan suatu bangsa, maka
usaha untuk meningkatkan penerimaan pajak secara drastic tidak dapat dilakukan dalam jangka
pendek, namun merupakan proses perobakan structural yang memerlukan waktu yang relative
panjang. Dalam hal penerimaan pajak yang terus menerus meningkat,penerimaan pajak juga
dapat berkurang, beberapa diantaranya adalah dikarenakan kesalahan hitung fiskus dan wajib
pajak yang dijadikan keberatan dalam hal pembayaran pajak, penyeludupan pajak oleh wajib
pajak, dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau yang sering disebut restitusi.
Pengembalian pajak atau restitusi dapat mengakibatkan pengurangan penerimaan pajak,
karena itu perlu penindaklanjutan prosedur maupun usaha dari Direktorat Jenderal Pajak tentang
penghitungan ataupun pemberian restitusi secara tepat. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak juga
perlu menindak wajib pajak (eksportir) yang “nakal”, misalnya melakukan ekspor fiktif dan
memanipulasi faktur pajak dengan membawanya ke pengadilan. Di samping itu, Direktorat
Jenderal Pajak juga diinstruksikan untuk menindak tegas aparat pajak yang “nakal”, yaitu yang
mencoba menghambat proses permohonan restitusi para wajib pajak (eksportir).
Pemberian restitusi sangat bepengaruh terhadap penerimaan pajak,untuk itu sebelum
mengeluarkan persetujuan restitusi, pemerintahan perlu melakukan penelitian dan pemeriksaan
lebih seksama untuk menghindari kerugian yang lebih besar, karena tidak sedikit wajib pajak
yang bermasalah, seperti tidak memenuhi persyaratan, menggunakan data fiktif atau mempunyai
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang mengatur tentang
restitusi.
Dalam rangka untuk mencegah restitusi yang salah maka diperlukan aparatur pajak yang
relative dan bertanggung jawan dalam melaksanakan penatausahaan yang sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Masih banyaknya wajib pajak yang belum mengetahui tata cara
mengajukan permohonan restitusi juga menyebabkan terhambatnya kinerja fiskus dalam
melaksanakan pemeriksaan karena masih ada wajib pajak yang belum melengkapi persyatan
didalam mengajukan permohonan restitusi yang belum diperiksa dan ditanggapi adalah
kenyataan yang mengharuskan aparatur pajak dapat lebih meningkatakan pelayanannya.
Sehingga wajib pajak yang memang benar membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang supaya diberikan pelayanan yang lebih baik dan tidak menghalang-halangi atas
permohonan restitusi. Oleh karena itu seharusnya aparatur pajak memberikan pelayanan yang
lebih baik untuk terciptanya keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak serta untuk
menjamin ketertiban administrasi, karena apabila petugas terlambat dalam mengembalikan
kelebihan pajak tersebut maka atas keterlambatan itu diberikan bunga 2% setiap bulannya.
Bertitik tolak dari uraian maka penulis ingin menyajikan mekanisme pelaksanaan
pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Petisah, khusunya pengembalian atas Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar. Atas dasar inilah
B. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) 1. Tujuan Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Secara spesifik tujuan dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM) ini adalah :
1.1 Untuk mengetahui tatacara pengembalian retitusi atas Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) lebih bayar di Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah
1.2 Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan
pengembalian kelebihan kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
1.3 Untuk mengetahui prosedur kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKLM)
2.1 Bagi Mahasiswa
a. Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya tentang tata cara
pengembalian kelebihan PPN (Restitusi PPN)
b. Agar dapat mempraktikan teori-teori yang telah diperoleh selama masa
perkuliahan dalam kegiatan selama pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Khususnya tentang PPN
c. Agar dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam bidang perpajakan
maupun ilmu pengetahuan dan teknologi
3. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah
3.1 Meningkatkan kerjasama yang baik antara pihak Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan instansi pemerintah khususnya Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
3.2 Memberikan uji nyata atas ilmu yang telah disampaikan selama di perkuliahan
3.3 Dapat memperkenalkan serta mempromosikan sumber daya manusia yang ada di
Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma II Administrasi
Perpajakan
3.4 Mempromosikan image KPP Pratama Medan Petisah kepada Wajib Pajak (WP) yang
terdaftar di KPP Pratama Medan Petisah
4. Bagi Program Diploma III Perpajakan
4.1 Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah dengan
Pihak Universitas khususnya Program Studi Diploma II Administrasi Perpajakan.
4.2 masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari Perguruan Tinggi menyangkut
penanganan masalah perpajakan Mendapat.
C. URAIAN TEORITIS 1. Defenisi dan Fungsi Pajak
1.1 Defenisi pajak
Pengertian pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH yaitu:
Iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan
tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukkan dan digunakan
Sedangkan pengertian menurut undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negarayang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dari berbagai defenisi tentang pajak di atas,dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pajak
memiliki beberapa aspek dasar :
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang
b. Sifatnya dapat dipaksakan
c. Tidak ada kontraprestasiyang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak
d. Pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara baik pemerintah pusat maupun
e. pemrintah daerah
f. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan
pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2.2 Fungsi Pajak
Adapun fungsi pajak yaitu salah satu pajak yang bersumber dari kas Negara yang
diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaran dari kas negara tersebut. Contohnya adalah
penerimaan dan pengeluaran APBN. (Waluyo,2010:6)
a. Fungsi budgetair, pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Jebis Pajak
2.1 Menurut golongannya
a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak (WP) dan tidak
dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai.
2.2 Menurut sifatanya
a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjek pajaknya.
Contohnya Pajak Penghasilan.
b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya tanpa
memperlihatkan keadaan wajib pajak. Contohnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
2.3 Menurut pemungutnya
a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea
Materai
b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara.
Pajak daerah terdiri atas dua yaitu pajak provinsi (pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor) dan Pajak Kabupaten / Kota (Pajak Hotel, Pajak Restoran
dan Pajak Hiburan)
3.1 Asas Domosili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat
tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak Dalam Negeri.
3.2 Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa
memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.
3.3 Asas Kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu Negara.
4 Sistem Pemungutan Pajak
4.1 Official Assessment System
Adalah suatu system pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
a. Self Assessment System
Adalah suatu system pemungutan yang member wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak
b. Withholding System
Adalah suatu system pemungutan yang member wewenang kepada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
5 Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi didalam
negeri (dalam Pabean) baik itu berupa konsumsi barang maupun konsumsi jasa
6 Dasar Hukum pajak Pertambahan Nilai
Menurut Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) pada pasal 9 ayat (4), ayat (4a), ayat (4b), ayat (4c), ayat (4d), dan ayat (4f), pajak
masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang
sama. Pajak masukan yang dikreditkan harus menggunakan faktur pajak yang memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) Undang – Undang.
Berdasarkan hal tersebut, apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar daripada
pajak masukan, selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus disetor oleh
pengusaha kenak pajak. Apabila dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang dapat dikreditkan
lebih besar daripada pajak keluaran, selisihnya merupakan kelebihan pajak yang
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya, hal ini yang mendasari restitusi.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak (restitusi) terjadi apabila jumlah kredit pajak
atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah
dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan wajib pajak tidak
punya hutang pajak lain. Ketentuan restitusi diatur lebih lanjut di dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 dan Undang-Undang No.8 Tahun 1983 sebagaimana diubah
terakhir dengan Undang-Undang No.18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah yang mengatu tentang Tatacara Pengembalian Kelebihan PPN
(Restitusi PPN).
Yang menjadi objek Pajak Pertambahan Nilai antara lain :
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha Kena Pajak (PKP)
b. Impor BKP
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang dilakaukan oleh PKP
d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean didalam daerah pabean
f. Ekspor BKP oleh Pengusaha Kena Pajak
8 Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-122/PJ/2006 Restitusi
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kelebihan pajak masukan terhadap pajak keluran dalam
suatu masa pajak tertentu yang atas kelebihan tersebut diminta kembali (restitusi) sebagimana
dimaksud Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Restitusi atau
pengembalian kelebihan kelebihan pajak adalah hak bagi Wajib Pajak manakala berdasarkan
hasil pemeriksaan pajak terbukti ada kelebihan pembayaran pajak. Keputusan yang menetapkan
adanya kelebihan pembayaran pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) yang
diterbitkan setelah melalui proses pemeriksaan. Pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan
Masa adalah wajib dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kepastian hukum atas status
pembayaran pajak dari Pengusaha Kena Pajak.
Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak telah
memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sehingga
dalam rangka pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :
a. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang – Undang PPN
b. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 C Undang
– Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
c. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17D Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Terhadap Pengusaha Kena Pajak pada nomor 1, 2 dan 3 pemerintah memberikan fasiltas
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak tanpa melalui proses pemeriksaan, cukup melalui
proses penelitian. Setelah proses penelitian selesai Direktorat Jenderal Pajak akan mengeluarkan
Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak yaitu surat keputusan yang
menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan Pajak untuk Wajib Pajak Tertentu.
Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010, proses
pengembalian kelebihan pajak harus selesai dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan
diterima lengkap.
Kepada Pengusaha Kena Pajak selain termasuk dalam tiga kriteria pertama,
pengembalian kelebihan pajak diberikan setelah melalui proses pemeriksaan. Setelah proses
pemeriksaan selesai Direktorat Jenderal Pajak akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar. Proses pemeriksaan harus sudah selesai dalam jangka waktu paling lambat 12 bulan sejak
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin mengetahui beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Proses pengajuan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2. Tatacara perhitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
(PPN)
3. Masalah-masalah dalam proses pelaksanaan pengembalian kelebihan
pembayaran (restitusi) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
4. Jumlah Wajib Pajak yang mengajukan permohonan restitusi dari Tahun 2012 sampai
Tahun 2014.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data sesuai dengan metode yang digunakan
adalah sebagai berikut :
1. Tahapan persiapan
Pada tahapan ini penulis melakukan berbagai persiapan mulai dari pengajuan judul
kepada Ketua Program Studi, penentuan judul oleh Ketua Program Studi, pembuatan
proposal, pelaksanaan seminar proposal, perbaikan proposal, persetujuan terhadap proposal,
penunjukan dosen pembimbing, bimbingan dan konsultasi dengan dosen pembimbing, dan
pembuatan surat izin PKLM ke instansi yang dituju.
Yaitu kegiatan studi mencari data informasi dengan membaca landasan teori. Buku –
buku literatur, peraturan perundang – undangan dibidang perpajakan, majalah, surat kabar,
catatan – catatan maupun bahasa tertulis yang ada hubungannya dengan Laporan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri.
3. Observasi Lapangan
Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara lansung terhadap masalah yang
di bahas dan meninjau secara lansung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk
mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah.
4. Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yaitu :
4.1 Data primer yaitu data – data yang diperoleh dari pihak – pihak yang terkait dengan
cara melakukan wawancara dengan pegawai yang dianggap mampu memberikan data
dan informasi sesuai dengan penulisan laporan tugas akhir
4.2 Data sekunder yaitu data – data yang diperoleh dari referensi ilmiah yang mendukung
laporan PKLM.
Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan. Penulis akan menganalisa dan
mengevaluasi data, dan kemudian akan dipresentasikan secara objektif, jelas dan
sistematis.
F. Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara (Interview)
Yaitu dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang ditujukan kepada pegawai
yang dianggap mampu memberikan data dan informasi tentang Tatacara Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Petisah.
2. Metode Observasi (Observation Guide)
Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan cara lansung maupun tidak
lansung terjun ke lapangan untuk melakukan peninjauan dengan mengamati, mendengar dan
bila perlu membantu mengerjakan tugas yang diberikan oleh pihak instansi dengan mematuhi
petunjuk atau arahan terlebih dahulu dengan berpedoman pada ketentuan yang berlaku pada
instansi dan tidak boleh melakukan pekerjaan yang menjadi rahasia, memiliki rahasia dan
memiliki resiko yang tinggi.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi misalnya dengan
mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti Peraturan Pemerintah yang
berlaku, Undang – Undang Perpajakan, data mengenai kepegawaian dan dokumen – dokumen
resmi lainnya mengenai Tatacara Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan laporan praktik kerja lapangan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini diberikan gambaran mengenai keseluruhan isi laporan ini.
Bab ini terdiri dari latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM,
Uraian Teoritiss, Ruang Lingkup PKLM, Metode PKLM, Metode
Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan Laporan PKLM.
BAB II GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
Pada bab ini penulis akan menjelaskan sejarah singkat lokasi dimana
Praktik Kerja Lapangan Mandiri dilakukan. Dalam hal ini sejarah singkat
lokasi yang akan diuraikan penulis adalah KPP Medan Petisah, Struktur
Organisasi, Tugas dan Fungsi Pegawai di Instansi tersebut serta gambaran
lain jika dibutuhkan.
BAB III ANALISIS DAN EVALUASI
Pada bab ini penulis mencoba menjabarkan mengenai apa itu Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), system pemungutan pajak, jenis pajak, serta
pengertian dari restitusi dan hal – hal lain yang menyangkut proses
pengembalian pajak yang lebih bayar.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI
Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang diperoleh, kemudian
mengadakan evaluasi serta memberikan interprestasi untuk menjawab
perumusan masalah yang diajukan
Dalam bab ini akan disimpulkan beberapa pernyataan mengenai hal – hal
yang telah dikemukakan dan saran – saran yang mungkin dapat diambil
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK/ LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
Sebelum tahun 1967, Kantor Pelayanan Pajak bernama Kantor Inspeksi Pajak Medan
dan oleh pemerintah dipecah menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia No.17A.
2. Kantor Inspeksi Pajak Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro No. 30 A.
Pada tahun 1978, Kantor Pelayanan Pajak masih disebut Kantor Inspeksi
Pajak. Pada saat itu hanya ada dua Kantor Pelayanan Pajak yaitu Kantor Inspeksi
Medan Pajak Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Pada tanggal 1 April 1979
Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak
(KPP). Untuk wilayah Medan, Kantor Pelayanan Pajak dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Kantor Pelayan Pajak Medan Utara yang berlokasi di Jl. Suka Mulia
No. 17 A.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berlokasi di Jl. Dipenogoro
No. 30 A.
Sesuai dengan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
443/KMK01/2001 tanggal 23 Juli 2001 tentang organisasi dan tata kerja kantor
wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak,
Potensi Perpajakan. Namun seiring dengan perubahan kinerja di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak untuk menuju yang lebih baik, maka dilakukan reorganisasi di melalui sistem
modernisasi, sehingga terbagi menjadi :
1. KPP Madya Medan
2. KPP Pratama Medan Barat
3. KPP Pratama Medan Petisah
4. KPP Pratam Binjai
5. KPP Pratama Medan Bel a wan
6. KPP Pratama Medan Kota
7. KPP Pratama Medan Timur
8. KPP Pratama Medan Polonia
9. KPP Pratama Lubuk Pakam
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah didirikan pada tanggal 26 Mei
2008. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Petisah beralamat di Jalan Asrama Nomor
7-A Medan dengan membawahi tiga
kecamatan yaitu Kecamatan Medan Petisah, Kecamatan Medan Helvetia, dan
Kecamatan Medan Sunggal.
Semenjak reorganisasi, wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Medan
Petisah meliputi antara lain:
1. Kelurahan Petisah Tengah
2. Kelurahan Sei Putih Tengah
5. Kelurahan Sekip
6. Kelurahan Cinta Damai
7. Kelurahan Simpang Tanjung
8. Kelurahan Sei Sikambing
9. Kelurahan Tanjung Rejo
10. Kelurahan Tanjung Gusta
11. Kelurahan Helvetia Tengah
12. Kelurahan Helvetia Timur
13. Kelurahan Babura Sunggal
14. Kelurahan Lalang
15. Kelurahan Sunggal
16. Kelurahan Dwikora
Adapun visi dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah
menghimpun penerimaan dalam negeri dari sektor pajak, yang mampu menunjang
kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan
dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi. Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Medan Petisah juga memiliki misi yaitu menjadi model pelayanan masyarakat yang
menyelenggarakan sistem dan manajemen perpajakan kelas dunia yang dipercaya dan
dibanggakan masyarakat. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah mempunyai tugas
melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan Wajib Pajak di bidang Pajak
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak
Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Beberapa tugas dan fungsi organisasi pelaksana Kantor Pelayanan PajakPratama Medan
Petisah adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta
penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan.
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pembritahuan, serta penerimaan surat lainnnya.
4. Penyuluhan perpajakan.
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak.
6. Pelaksanaan ekstensifikasi.
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak.
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak.
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan.
11. Pelaksanaan intensifikai.
12. Pembetulan ketetapan pajak.
13. Pengurangan pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/ atau Bangunan
Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan secara sistematis
mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab
masingmasing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuan struktur tersebut juga
untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan
dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan secara maksimal. Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Petisah di pimpin oleh seorang Kepala Kantor yang secara
operasional bertanggung jawab kepada Kepala Kantor wilayah Direktorat Jenderal
Pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah terdiri dari sebelas seksi yang
masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi. Struktur organisasi yang ada di
Kantor Pelayanan Pajak pratama Medan Petisah dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
6. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
C. Uraian Tugas dan Fungsi KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Medan Petisah
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah yang terletak di Jl. Asrama
No. 17 A Medan. Adapun gambaran tugas dari masing-masing bagian kerja yang ada di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah adalah sebagai berikut:
1. Sub Bagian Umum
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan urusan tata usaha
b. Melakukan uruasan kepegawaian
c. Melakukan urusan keuangan
d. Melakukan urusan dan perlengkapan rumah tangga
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, penyajian
informasi perpajakan
b. Perekaman dokumen perpajakan
c. Merekam SSP lembar 3
d. Merekam SPT Masa PPN 1107,1107A dan 1107B
e. Merekam PPh Pasal 21
f. Merekam PPh Pasal 23/26
i. Melakukan pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan
j. Memberikan pelayanan dukungan teknis komputer
k. Pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing
l. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG,
m. Penyiapan laporan kinerja.
3. Seksi Pelayanan
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
b. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan
c. Menerima, meneliti, dan merekam surat permohonan dari Wajib
Pajak dan surat-surat lainnya
d. Melakukan penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan Wajib Pajak
dan surat lainnya
e. Melakukan Penyuluhan Perpajakan
f. Melakukan penatausahaan pendaftaran, pemindahan data, dan
pencabutan identitas Wajib Pajak
g. Melakukan urusan kearsipan Wajib Pajak
h. Melakukan Kerjasama Perpajakan
4. Seksi Penagihan
a. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak
b. Penundaan dan angsuran tunggakan pajak
c. Penagihan aktif
d.Memberikan usulan penghapusan piutang pajak
e. Penyimpanan dokumen-dokumen penagihan
5. Seksi Pemeriksaan
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan
b. Pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan
c. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
6. Seksi Ekstensifikasi
Tugas dan fungsi:
a. Melakukan pengamatan potensi perpajakan
b. Pendataan objek dan subjek paja
c. Pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam
menunjang ekstensifikasi
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
b. Membimbing /menghimbau kepada wajib pajak dan konsultasi teknis
perpajakan
c. Melakukan penyusunan profil wajib pajak
d. Menganalisis kinerja wajib pajak
e. Memberikan konsultasi kepada wajib pajak tentang ketenuan peraturan
perundang-undangan perpajakan
f. Memberikan usulan pembentukan ketetapan pajak, pengurangan pajak bumi
dan bangunan serta bea perolehan hak atas tanah dan / atau bangunan
g. Melakukan evaluasi hasil banding
h. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
BAB III
RUANG LINGKUP PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI
A. Proses Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pertambahan Nilai (PPN)
1. Wajib pajak menyampaikan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi)
pajak pertambahan nilai ke tempat pelayanan terpadu (TPT) melalui SPT PPN LB (untuk
selain wajib pajak criteria tertentu) yaitu dengan menggunakan e-SPT
2. Petugas TPT akan mencetak Bukti Penerimaan Surat (BPS) dan Lembar Pengawasan Arus
Dokumen (LPAD). BPS akan diserahkan kepada wajib pajak sedangkan LPAD akan
digabungkan dengan surat permohonan beserta kelengkapannya. Pada saat itu juga e-SPT
langsung dikirim ke seksi pemeriksaan.
3. Apabila SPT sudah diterima di seksi pemeriksaan, maka segera diajukan permohonan
persetujuan pemeriksaan ke Kanwil DJP DUMUT I Medan dengan membuat daftar
nominatif agar PKP yang mengajukan restitusi dapat diperiksa
4. Dalam proses menunggu persetujuan persetujuan pemeriksaan dari Kanwil , maka seksi
pemeriksaan meminta data-data ke seksi-seksi berikut:
4.1 Seksi PDI, terkait dengan alat keterangan (alket)
4.2 Seksi pengawasan dan konsultasi, terkait profil PKP yang mengajukan permohonan
restitusi
4.4 Seksi pelayanan, terkait berkas atau dokumen PKP yang mengajukan permohonan
restitusi
4.5 Setelah mendapat persetujuan dari kanwil, maka kepala kantor pelayanan pajak
pratama medan petisah mendisposisikannya ke kepala seksi pemeriksaan
4.6 Kepala seksi pemeriksaan membuat nota dinas penunjukan supervisor pemeriksa
4.7 Fungsional pemeriksa (supervisor) membuat Audit Plan dan diserahkan kepada kepala
kantor untuk diminta persetujuan
4.8 Kepala kantor menerbitkan serut perintah pemeriksa (SP2) atas PKP yang mengajuakn
restitusi
Berdasarkan hasil pemeriksaan restitusi oleh fungsional pemeriksa, maka ada
produk hukum yang diterbitkan seperti surat ketepan pajak lebih bayar (SKPLB), Surat
Ketepan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
5. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan restitusi produk hukumnya adalah SKPLB, maka
KPP Pratama Medan Petisah akan menerbitkan Surat Perintah membayar Kelebihan Pajak
(SPMKP)
6. Pihak kantor pelayanan pajak Medan Petisah segera mengirimkan SPMKP ke kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
7. Setelah mengecek kebenaran dokumen Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
segera menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana restitusi yang langsung diberikan
B. Tata Cara perhitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak pertambahan Nilai (PPN)
Jumlah Terbayar-Jumlah Terhutang=Bila masih plus, maka terjadi lebih bayar.
Misalnya : total PPN dipungut atas penjualan barang (dalam negeri) Pt. ABC dalam masa bulan
desembaer adalah sebesar Rp 10.000.000; sementara disisi lainnya PT. ABC memiliki kredit
pajak yang berupa fadktur pajak masukan atas pembelian bahan baku sebesar Rp 15.000.000
maka : Rp 15.000.000 – 10.000.000 = Rp 5.000.000
Berarti ada kelebihan sebesar Rp 5.000.000.Nah inilah jumlah yang bias direstitusikan.
Tentunya setelah kewajiban-kewajiban pajak lain juga dihitung. Proses Penyelesaian
Permohonan restitusi PKP berbeda dari PKP tertentu, untuk pkp tertentu, penyelesaian restitusi
hanya meneliti seperti lebih bayarnya saja. Kelebihan pembayaran pajak akan dilakukan pihak
otoritas dalam jangka waktu 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap dengan
menerbitkan skp pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP). Sementara untuk PKP, setelah
dilakukan pemeriksaan dengan permohonan restitusi, Dirjen Pajak harus menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 bulan sejak permohonan diterima. Meski demikian, mengecek
pada ketentuan peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-16 (PJ) 209 , pemeriksaan bias kurang dari 12
bulan, tergantung dari kategori tingkat risiko pkp yang bersangkutan.
Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan dirjen pajak tidak menerbitkan SKP
(untuk pkp) atau SKPPKP (untuk PKP tertentu), maka permohonan pengembalian dianggap
dikabulkan.SKLB atau SKPPKP ini harus diterbitkan paling lambat 1 bulan setelah jangka waktu
tersebut berakhir.
pajak ini bias berbagai macam jenisnya, bias berupa surat tagihan pajak (STP) dan surat
keputusan pembetulan yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Bisa juga berupa SKPKB, SKPBT, dan surat keputusan keberatan yang menyebabkan jumlah
pajak yang harus dibayar, untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak.
Bisa berdasarkan hasil penghitungan kelebihan pembayaran pajak ternyata masih
terdapat kelebihan pembayaran pajak, maka PKP dapat mengajukan permohonan untuk
memperhitungkan kelebihan pembayaran pajak tersebut dengan pajak yang akan terutang /
dengan utang pajak atas nama WP/PKP lain.
Adanya sisa kelebihan pembayaran pajak hasil dari pengurangan kelebihan pembayaran
pajak dari utang pajak akan dikembalikan dalam jangka waktu 1 bulan sejak SKPLB ,sejak
SKPKP di terbitkan. Proses ini di tandai dengan diterbitkannya surat keputusan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) oleh KPP.
SKPKPP ini diterbitkan untuk per jenis pajak dan permasa pajak / tahun pajak.
Atas dasar SKPKPP tersebut, kepala KPP atas nama menkeu menerbitkan SPMKP ( Surat
Perintah Membayar Kelebihan Pajak) untuk per jenis pajak dan per masa pajak/ tahun
pajak/SPMKP dibuat dalam rangkap 4 dengan diperuntukan lembar
ke : 1. Untuk KPPN
2
3.WP
4. KPP yang menerbitkan SPMKP
Jangka waktu menerbitkan SMPKP berserta SKPKPP harus disampaikan paling lambat
2 hari kerja sebelum jangka waktu 1 bulan terlampaui. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan
(SP2D) paling lama 2 hari kerja. Sejak SPMKP diterima. Dalam hal ini, kepada KPPN
mengembalikan lembar ke-2 SPMKP disertai dengan lembar ke-2 SP2D kepada penerbit
SPMKP setelah dibubuhi, cap tanggal dan nomor penerbitan SP2D.
SPMKP tersebut kemudian akan dibebankan pada mutu anggaran pengembalian
pendapatan pajak tahun anggaran berjalan yaitu pada mata anggaran yang sama dengan mutu
anggaran penerima semula.
Terbitnya SP2D merupakan sinyal bahwa kelebihan pembayaran pajak akan segera
diterima oleh PKP dan PKP tertentu.
C. Masalah-masalah Yang sering Dihadapi Dalam Pelaksanaan Restitusi PPN di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
Dalam pelaksanaan restitusi PPN, petugas sering mengalami berbagai masalah.
Masalah-masalah yang sering dihadapi dalam pelaksanaan restitusi PPN adalah :
1. SPT Masa PPN yang diajukan restitusi atas Faktur Pajak Masukan atau pembelian bila
dikonfirmasi ke KPP lawan transaksi, surat konfirmasi tersebut sering terlambat.
2. SPT Masa PPN yang diajukan restitusi atas Faktur Pajak Masukan atau pembelian bila
dikonfirmasi ke KPP lawan transaksi, surat konfirmasi tersebut tidak dijawab sehingga
tidak ada kepastian kebenaran Pajak Masukan.
3. SPT Masa PPN yang diajukan restitusi atas Faktur Pajak Masukan atau pembelian bila
dikonfirmasi ke KPP lawan transaksi, surat konfirmasi dijawab “tidak ada”, sementara
Faktur Pajak Masukan dikreditkan dan dilaporkan ke SPT Masa restitusi dan arus kas, arus
Kelebihan pembayaran PPN timbul karena Pajak Masukan yang lebih besar dari pada
Pajak Keluaran, yang paling umum adalah Pajak Masukan untuk barang yang akan diekspor
karena Pajak Keluarannya dikenakan tariff 0%. Untuk memastikan apakah Pajak Masukan yang
diklaim oleh pihak pembeli memang dapat dikreditkan atau tidak, biasanya petugas pajak
melakukan prosedur pemeriksaan yang biasa disebut klarifikasi atau lebih dikenal dengan istilah
konfirmasi untuk meyakinkan apakah Pajak Masukan yang diklaim tersebut oleh si penjual
sudah dilaporkan dalam SPTnya sebagai Pajak Keluaran. Jawaban Permintaan Konfirmasi diisi
sebagai berikut :
3.1 Ada dan sesuai (Faktur Pajak belum direkam)
3.2 Ada dan sesuai (Faktur Pajak terlambat dilaporkan PKP)
3.3 Ada tetapi tidak sama tanggal dan atau kode nomor seri Faktur Pajak
3.4 Tidak ada (Faktur Pajak tidak sah karena Wajib Pajak belum dikukuhkan sebagai
PKP)
3.5 Tidak ada (Faktur Pajak tidak sah karena PKP tidak pernah melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak)
4. Petugas Fungsional Pemeriksaan sedikit, dan ada pula yang dimutasi pada saat proses
pemeriksaan, menyebabkan jumlah petugasnya semakin berkurang sehingga beban kerja
tinggi dan menjadi tidak maksimal.
5. Pembukuan Wajib Pajak (seperti arus kas, arus barang, dan arus dokumen) tidak
6. PKP restitusi sering tidak memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh Fungsional
Pemeriksa, terutama data omzet/peredaran usaha WP yang sebenarnya pada proses
pemeriksaan.
D. Jumlah Wajib Pajak yang Mengajukan Permohonan Restitusi dari Tahun 2012 Sampai Tahun 2014.
BULAN TAHUN
2012
TAHUN
2013
TAHUN
2014
JANUARI 3 3 5
FEBRUARI 6 0 1
MARET 10 5 7
APRIL 10 3 16
MEI 6 1 14
JUNI 5 3 5
JULI 6 9
AGUSTUS 2 0
SEPTEMBE R
5 4
R
DESEMBER 4 3
TOTAL
Dari data table diatas, terdapat peningkatan penerbitan SPMKP mulai masa april
disebabkan peraturan terbaru PMK-198 tahun 2014 tentang pengolahan SPTLB di bawah 100
juta
E. RESTITUSI
1. Dasar Hukum Restitusi
1.1 perpajakan pasal 1 ayat (1)
1.2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 tentang perubahan ketiga
atas undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pertambahan Nilai Barang dan Jasa
dan Penjualan atas Barang Mewah pasal 9 ayat (4)
1.3 Peraturan menteri keuangan nomor 72/PMK 03/2010 tanggal 31 maret 2010 tentang
Tata Cara Pengembalian kelebihan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan
Barang Mewah
2. Pengertian Restitusi
Restitusi pajak adalah hak wajib pajak untuk memperoleh kembali pajak yang telah
dibayar setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya yang belum dilunasi, kelebihan
pembayaran tersebut harus diperhitungkan terlebih dahulu dengan utang pajak tersebut dan
memperoleh kembali kelebihan pembayaran tersebut,wajib pajak harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Dirjen Pajak atau pejabat yang ditunjuknya.
F. PKP HANYA DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA AKHIR TAHUN BUKU
1. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar
daripada Pajak Keluaran, selisihnya merupakan kelebihan Pajak yang dikompensasikan ke
Masa Pajak berikutnya.
2. PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan Pajak (restitusi) pada
akhir tahun buku. Bagi PKP Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan, pengertian tahun buku adalah tahun kalender.
G. PKP YANG DAPAT MENGAJUKAN PERMOHONAN PENGEMBALIAN (RESTITUSI) PADA SETIAP MASA PAJAK
1. PKP yang melakukan ekspor BKP Berwujud;
2. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP kepadaPemungut PPN
3. PKP yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang PPN-nya tidak
dipungut;
4. PKP yang melakukan ekspor BKP Tidak Berwujud;
5. PKP yang melakukan ekspor JKP; dan/atau
PKP dalam tahap belum berproduksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a)
belum berproduksi sehingga belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak
Masukan atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
H. Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
Dalam rangka pengembalian kelebihan pajak Direktorat Jenderal Pajak telah
memberikan fasilitas pembayaran pendahuluan kelebihan pajak bagi Pengusaha Kena Pajak yang
memenuhi kriteria tertentu yang dilaksanakan tanpa melalui proses pemeriksaan. Sehingga
dalam rangka pengembalian kelebihan pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang PPN.
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c)
Undang-Undang PPN adalah Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat ( 4b) dari huruf a sampai dengan huruf e Undang-Undang PPN sebagai berikut :
1.1 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
1.2 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
1.3 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
penyerahan Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
1.4 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
1.5 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa Kena Pajak; dan/atau
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah yang dapat
diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak diatur dengan Peraturan Menteri
Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. Yang dimaksud Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah adalah :
1. Perusahaan Terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari
keseluruhan saham disetornya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
2. perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh Pemerintah
Pusat dan/atau Pemerintah Daerah, atau
3. Produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b,
yang memenuhi persyaratan tertentu, yang tidak pernah dilakukan pemeriksaan
bukti permulaan dan/atau penyidikan dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat)
bulan terakhir.
Yang dimaksud dengan persyaratan tertentu pada angka 3 adalah:
1. tepat waktu dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan
Nilai selama 12 (dua belas) bulan terakhir;
2. nilai Barang Kena Pajak yang dijual pada tahun sebelumnya paling sedikit 75%
(tujuh puluh lima persen) adalah produksi sendiri ; dan
3. Laporan Keuangan untuk 2 (dua) tahun pajak sebelumnya diaudit oleh Akuntan
Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian atau Wajar Dengan
Pengecualian.
Untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Wajib Pajak harus mengajukan
permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat 15 hari kerja sebelum masa Pengusaha
Status Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah berlaku untuk 24 masa pajak.Status sebagai
Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah tidak berlaku apabila kepada Wajib Pajak dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan atau dilakukan pemeriksaan menunjukan bahwa Wajib Pajak
tidak memenuhi syarat penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
2. Pengusaha Kena Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 C
Undang-Undang KUP;
PASAL 17C
WP KRITERIA TERTENTU
SKPPKP
Tepat waktu dalam menyampaikan SPT
Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan tsb telah memperoleh izin untuk mengangsur/menunda
LK diaudit dengan pendapat WTP selama 3 tahun berturut-turut
DAPAT
3. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17D Undang-Undang KUP; dan
PASAL 17D
WP PERSYARATAN TERTENTU
SKPPKP
WPOP yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
BAB IV
ANALISA DAN EVALUASI DATA
A. Untuk Mengetahui Tata Cara Pengembalian Restitusi atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Lebih Bayar di Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah
Pada tanggal 27 Desember 2013 Pemerintahan Republik Indonesia menetapkan
Peraturan Menteri keuangan No 198/PMK.03/2013 tentang Wajib Pajak Yang Diberikan
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Berdasarkan Persyaratan Tertentu
yang berlaku pada tanggal 1 Januari 2014. Peraturan ini merupakan perubahan dari Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 54/PMK.03/2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007
1. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan
Tertentu
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi
Persyaratan Tertentu sebagaimana yang diatur dalam Pasal 17D UU KUP , tata caranya diatur
lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007 sebagaimana yang
terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013.
1.1 Wajib pajak yang tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas yang menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi
1.2 Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha untuk pekerjaan bebas yang
menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan
1.4 Pengusaha kenak Pajak yang menyampaikan surat pemberitahuan masa PPN lebih
bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak 100.000.000
Selain memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana diuraikan di atas,
Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak harus di dasarkan pada analisis resiko
yang pedomannya di tetapkan oleh direktorat Jenderal Pajak. Analisis resiko yang dilakukan ini
harus dipertimbangkan prilaku dan kepatuhan Wajib Pajak berupa:
a. Kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan
b. Kepatuhan dalam melunasi utang pajak
c. Kebenaran surat pemberitahuan untuk masa pajak, bagian tahun pajak, dan
tahun pajak sebelum-sebelumnya
2. Pengajuan Permohonan Pengembalian
Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sesuai ketentuan
pasal 17D UU KUP ini dilakukan oleh Wajib Pajak dengan cara menyampaikan permohonan
secara tertulis dengan menggunakan e-SPT
Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang menyampaikan:
2.1 Surat pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar tanpa ada permohonan
konpensasi dan tanpa ada permohonan restitusi
2.2 Surat pemberitahuan pembetulan yang menyatakan lebih bayar dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap mengajukan
permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
Dalam hal wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu (sebagai mana dimaksud dalam
atas) yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan
ketentuan biasa sesuai ketentuan pasal 17D UU KUP (diproses melalui pemeriksaan pajak),
maka permohonan ini akan diproses dengan mekanisme pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak bagi wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, dengan terlebih dahulu
pihak kantor pelayanan pajak akan memberitahukan kepada wajib pajak yang bersangkutan
3. Proses Pengembalian Pendahuluan yang Dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak
Proses pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada wajib pajak yang
memenuhi persyaratan tertentu tidak dilakukan melalui pemeriksaan pajak melainkan dilakukan
melalui penelitian atas:
3.1 kelengkapan surat pemberitahuan dalam lampiran
3.2 kebenaran penulisan dan perhitungan pajak
3.3 kebenaran kredit pajak atau pajak masukan berdasarkan system aplikasi
Direktorat Jederal Pajak
3.4 kebenaran pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak
proses penelitian ini akan dilakukan oleh Account Representative atau oleh staff
pelaksana yang dituntut
4. Jangka Waktu Proses Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Berdasarkan hasil penelitian, kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktoran Jenderal
Pajak menerbitkan surat keputusan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak (SKPPKP)
paling lama:
4.2 1 bulan sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak penghasilian badan
4.3 1 bulan kerja sejak permohonan diterima secara lengkap, untuk permohonan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran PPN.
Apabila setelah lewat jangka waktu penerbitan SKPPKP diatas, keputusan masih
belum diterbitkan maka permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak dianggap di kabulkan.
SKPPKP tidak diterbitkan dalam hal berdasarkan hasil penelitian menunjukan:
a. Tidak dapat kelebihan pembayaran pajak
b. Surat pemberitahuan beserta lampirannya tidak lengkap
c. Penulisan dan penghitungan pajak tidak benar
d. Kredit pajak atau pajak masukan berdasarkan system aplikasi Direktorat
Jenderal Pajak tidak benar
e. Pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak tidak benar
f. Wajib pajak dilakukan berdasarkan bukti permulaan atau penyidikan tindak
pidana dibidang perpajakan
Sebagai gantinya, kepala kantor pelayanan pajak atas nama direktorat Jenderal Pajak
memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak dan SPT yang menyatakan lebih bayar
ditindaklanjuti sesuai ketentuan pasal 17 ayat (1) UU KUP yaitu melalui proses pemeriksaan
sebagai berikut :
a. Wajib pajak dapat mengajukan permohonan restitusi ke direktorat jenderal
b. Direktorat jenderal pajak setelah melakukan pemeriksaan,menerbitkan surat
ketetapan pajak lebih nayar (SKPLB)
c. Untuk PPN, jika jumlah kredit pajakl lebih besar dari jumlah pajak yang
terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang. Apbila terdapat pajak terutang yang dipungut oleh pemungut PPN,
maka jumlah pajak yang terutang adalah jumlah pajak keluaran setelah
dikurangi pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut.
d. SKPLB diterbitkan oleh direktorat jenderal pajak paling lambat 12 bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap, kecuali untuk kegiatan
tertentu ditetapkan lain dengan keputusaan Direktorat Jenderal Pajak.
e. Apabila dalam jangka waktu 12 bulan sejak permohonan restituasi, Direktorat
jenderal Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan dianggap
dikabulkan, dan SKPLB dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah jangka
waktu berakhir.
B. Untuk Mengetahui Hambatan-Hambatan yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Hambatan-Hambatan yang sering terjadi antara lain :
3. Tidak dipungkiri adanya kerja sama antara wajin pajak dengan pihak fiskus dalam melakukan
kecurangan restitusi
4. Kurangnya kerja sama dengan pihak luar selain DJP
5. Data yang kurang akurat
6. Terbatasnya suber daya manusia
7. rendahnya kesadaran wajib pajak
B. Untuk Mengetahui Kewajiban Perpajakan Sesuai Peraturan Perundang-Undangan
Perauran perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan yang berlaku sejak 1 januari 1984 adalah undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang Bomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 ini dilandasi falsafah
pancasila dan undang-undang dasar 1945, yang didalamnya tertuang ketentuang yang
menjunjung tinggi hak warga Negara dan menetapkan kewajiban perpajakan sebagai kewajiban
kenegaraan dan merupakan sarana peran serta rakyat dalam pembiayaan Negara dan
pembangunan nasional. Undang-undang ini membuat ketentuan umum dan tata cara perpajakan
yang pada prinsipnya berlaku bagi undang-undang pajak materil, kecuali dalam undang-undang
pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakannya.
Kewajiban wajib pajak adalah:
1. Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai system self assessment maka wajib pajak mempunyai kewajiban untuk
wajin pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping itu melalui KPP
atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration (e-reg), yaitu suatu
cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet)
Bagi wajib pajak yang telah emilikia NPWP, wajib dikukuhkan sebagai PKP oleh KPP
atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP
adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang atau jasa kena
pajak dengan jumlah peredaran bruto (omzet) melibihi Rp. 4.800.000.000 setahun. Wajib pajak
yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP. Bagi pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk memengut
PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah
dipungut, kemudian dilaporkan dalam laporan bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN
yang harus disetor ke bank/kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke
KPP tempat wajib pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan penelitian
mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha wajib pajak yang telah dikukuhkan
sebagai pkp tersebut.
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, dan Pelaporan Pajak
Wajib pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya
harus sesuai dengan system assessment system, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan,
pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
3. Kewajiban dalam hal Diperiksa
Untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam memnuhi kewajiban perpajakannya,
pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap wajib pajak yang
bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
Kewajiban wajib pajak yang dieriksa adalah:
1. Memnuhi panggilan untuk dating menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu
yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor
2. Memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang termasuk data yang dikelola secara elektronik,
yang berhubugan dengan penghasilan yang diperolah, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas wajib pajak, objek yang terutang pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan,
wajib pajak wajin memberikan kesempatan untuk mengakses atau mengunduh data
yang dikelola secara elektronik
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang
perlu dan member bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil
Pemeriksaan
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik
khususbya untuk jebis pemeriksaan kantor
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan
4. Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data
dan informasi yasng berkaitan dengan perpajakankepada Direktorat Jenderal Pajak yang
ketentuannya diatur pada pasal 35 A UU Nomr 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai
konsekuaensi penerapan system self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain sangat
diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan
informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran
usaha, penghasilan atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah
debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, laporan keangan atau laporan
kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain diluar Direktorat jederal pajak
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan
informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000 sedangkan untuk setiap orang yang dengan
sengaja menyebabkan tidak terpanuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban
memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) dipidana denan pidana
kurungan
Tidak semua permohonan pengembalian kelabihan pembayaran pajak akan diproses
oleh pejabat pada direktorat jenderal pajak melalui proses pemeriksaan pajak. Dalam
Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 UU KUP memungkinkan bahwa pengembian kelebihan
pembayaran pajak dapat diberikan tanpa harus melalui proses pemeriksaan pajak. Proses ini
disebut dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak.
Berdasarkan ketentuan UU KUP,pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran
1. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak bagi wajib pajak dengan kriteria tertentu
sebagaimana yang diatur dalam pasal 17C UU KUP
2. Pengembalian pendahuluan pembayaran pajak bagi wajib pajak yang memenuhi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan bab-bab sebelumnya dapat dibuat beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan
Nilai melalui beberapa tahap dimulai dari pengajuan permohonan oleh Wajib Pajak,
penerimaan surat permohonan di seksi bukti-bukti atau
dokumen-dokumen,perekaman surat permohonan di seksi PDI, pengajuan permohonan
persetujuan pemeriksaan ke Kanwil DJP SUMUT I Medan, permintaan data-data ke
seksi-seksi terkait, pemeriksaan oleh fungsional pemeriksa (supervisor), sampai
kepada penerbitan surat ketetapan pajak.
2. Masalah yang sering terjadi SPT masa PPN yang diajukan restitusi atas faktur pajak
masukan atau pembelian bila dikonfirmasi ke KPP lawan transaksi, surat konfirmasi
tersebut sering terlambat,tidak dijawab sehingga tidak ada kepastian kebenaran pajak
masukan,dijawab tidak ada sementara faktur pajak masukan dikreditkan dan
dilaporkan ke SPT masa restitusi,petugas fungsional pemeriksa sedikit dan ada pula
yang di mutasi,pembukuan wajib pajak tidak memenuhi pengujian pemeriksaan, PKP
restitusi sering tidak memberikan keterangan yang dibutuhkan oleh fungsional
pemeriksa, terutama data omzet/peredaran usaha WP yang sebenarnya pada proses
3. Dari data wajib pajak yang mengajukan restitusi pada masa april 2014 mengalami
peningkatan disebabkan peraturan terbaru PMK-198 Tahun 2014 tentang pengolahan
SPTLB dibawah 100 juta.
B. Saran
Melalui kesempatan ini penulis mencoba memberikan beberapa saran yang dapat
menjadi bahan masukan bagi pembaca sebagai berikut :
1. Dalam hal mekanisme permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN,
sebaiknya seksi-seksi yang terkait lebih saling berkoordinasi dengan baik karena
proses permohonan pengembalian ini melibatkan beberapa saksi. Dan supaya
memperhatikan batas waktu penyelesaian permohonan restitusi.
2. Dalam hal masalah-masalah yang sering terjadi penyederhanaan system perlu
dilakukan untuk meningkatkan penelitian sehingga dapat dilakukan semaksimal
mungkin
3. Dalam proses pelaksanaan pengembalian kelebihan pembayaran PPN pada kantor
pelayanan pajak pratama medan petisah lebih banyak melakukan sosialisi mengenai
DAFTAR PUSTAKA
Mardiasmo. 2009. Pengantar Perpajakan, Yogyakarta
Waluyo.2010. Pengantar Perpajakan, Edisi ke-6 Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Peraturan menteri Keuangan nomor 72/PMK. 03/2010
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor 122/PJ/2006
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.03/2010
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198 Tahun 2014
Undang-Undang Repoblik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009, Pajak Pertambahan Nilai
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983, ketentuan umum dan tata cara perpajakan
Dahusna,wordpress.com/2010/04/20/restitusi pajak pertambahan nilai