• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antihiperglikemia fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antihiperglikemia fraksi air buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) pada tikus yang diinduksi aloksan"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

NOURMALA PUTRI AGUSTYN. Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi Air Buah

Makasar

(

Brucea javanica

(L.)

Merr) pada Tikus yang Diinduksi Aloksan.

Dibimbing Oleh ANNA P. ROSWIEM dan SYAMSUL FALAH.

Tanaman buah makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr) diduga memiliki

(2)

ABSTRACT

NOURMALA PUTRI AGUSTYN. Aqueous Fraction Antihyperglycemic

Activity of Brucea Fruit (

Brucea javanica

(L.) Merr) in Alloxan Induced Rats.

Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and SYAMSUL FALAH.

(3)

1

PENDAHULUAN

Penyakit yang berhubungan dengan gangguan metabolik saat ini telah menjadi masalah dunia. Salah satu contohnya adalah semakin meningkatnya penderita diabetes melitus (DM). Diabetes merupakan penyakit metabolik yang dicirikan oleh tingginya glukosa dalam darah. Akibat tingginya kadar glukosa darah hingga mencapai fase diabetes dapat memicu serangan jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lainnya. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003, hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita mencapai 330 juta jiwa. Berdasarkan data WHO tahun 2003, tercatat lebih dari 13 juta penderita diabetes di Indonesia, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (WHO 2003 dalam Depkes 2005).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit diabetes, seperti pemberian insulin maupun menggunakan obat antidiabetes sintetik. Masyarakat telah beralih dari obat sintetik ke obat tradisional karena obat sintetik dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti kembung, diare, kejang perut, sehingga penggunaannya dibatasi (Lee et al. 2007). Obat tradisional memiliki kelebihan yaitu dapat mengobati tidak hanya satu macam penyakit saja dan lebih aman dikonsumsi. Peningkatan kesadaran manusia terhadap pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan alam dibandingkan dengan bahan kimia atau sintetis menyebabkan pemanfaatan produk herbal semakin berkembang. Perkembangan tersebut tidak hanya di negara-negara timur melainkan sudah merambah ke negara barat. Hal ini terlihat dari data WHO yang menunjukkan pemanfaatan produk herbal pada kurun waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% permintaan dunia (Wardana 2002).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Kekayaan tersebut merupakan potensi yang sangat besar dalam pengembangan obat herbal. Indonesia memiliki sekitar 30000 spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Penggunaan tumbuhan sebagai obat di Indonesia telah berlangsung sejak lama dan masyarakat menggunakannya secara turun temurun berdasarkan pengalaman. Penggunaan tumbuhan obat tersebut masih terbatas secara tradisional dan belum banyak diketahui

kandungan senyawa dan manfaat lainnya. Beberapa spesies yang telah diketahui kandungan senyawanya dari 1260 spesies tanaman obat yang ada di Indonesia (Kardono et al. 2003).

Beberapa tanaman yang telah diteliti dan memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antihiperglikemia fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mampu menurunkan kadar glukosa darah pada pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan penyakit diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Buah makasar merupakan tanaman perdu tegak, tinggi 1-3 m dan ketika masih muda berambut halus. Daunnya berupa daun majemuk menyirip ganjil, jumlah anak daun 5-11, helaian anak daun berbentuk lanset memanjang, memiliki panjang 5-10 cm, dan lebar 2-4 cm. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa gerombolan padat yang keluar dari ketiak daun dan berwarna ungu kehijauan. Buahnya berbentuk buat telur, memiliki panjang sekitar 8 mm, dan jika sudah masak berwarna hitam (WHO 1999) (Gambar 1).

(4)

1

PENDAHULUAN

Penyakit yang berhubungan dengan gangguan metabolik saat ini telah menjadi masalah dunia. Salah satu contohnya adalah semakin meningkatnya penderita diabetes melitus (DM). Diabetes merupakan penyakit metabolik yang dicirikan oleh tingginya glukosa dalam darah. Akibat tingginya kadar glukosa darah hingga mencapai fase diabetes dapat memicu serangan jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lainnya. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003, hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita mencapai 330 juta jiwa. Berdasarkan data WHO tahun 2003, tercatat lebih dari 13 juta penderita diabetes di Indonesia, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (WHO 2003 dalam Depkes 2005).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit diabetes, seperti pemberian insulin maupun menggunakan obat antidiabetes sintetik. Masyarakat telah beralih dari obat sintetik ke obat tradisional karena obat sintetik dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti kembung, diare, kejang perut, sehingga penggunaannya dibatasi (Lee et al. 2007). Obat tradisional memiliki kelebihan yaitu dapat mengobati tidak hanya satu macam penyakit saja dan lebih aman dikonsumsi. Peningkatan kesadaran manusia terhadap pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan alam dibandingkan dengan bahan kimia atau sintetis menyebabkan pemanfaatan produk herbal semakin berkembang. Perkembangan tersebut tidak hanya di negara-negara timur melainkan sudah merambah ke negara barat. Hal ini terlihat dari data WHO yang menunjukkan pemanfaatan produk herbal pada kurun waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% permintaan dunia (Wardana 2002).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Kekayaan tersebut merupakan potensi yang sangat besar dalam pengembangan obat herbal. Indonesia memiliki sekitar 30000 spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Penggunaan tumbuhan sebagai obat di Indonesia telah berlangsung sejak lama dan masyarakat menggunakannya secara turun temurun berdasarkan pengalaman. Penggunaan tumbuhan obat tersebut masih terbatas secara tradisional dan belum banyak diketahui

kandungan senyawa dan manfaat lainnya. Beberapa spesies yang telah diketahui kandungan senyawanya dari 1260 spesies tanaman obat yang ada di Indonesia (Kardono et al. 2003).

Beberapa tanaman yang telah diteliti dan memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antihiperglikemia fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mampu menurunkan kadar glukosa darah pada pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan penyakit diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Buah makasar merupakan tanaman perdu tegak, tinggi 1-3 m dan ketika masih muda berambut halus. Daunnya berupa daun majemuk menyirip ganjil, jumlah anak daun 5-11, helaian anak daun berbentuk lanset memanjang, memiliki panjang 5-10 cm, dan lebar 2-4 cm. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa gerombolan padat yang keluar dari ketiak daun dan berwarna ungu kehijauan. Buahnya berbentuk buat telur, memiliki panjang sekitar 8 mm, dan jika sudah masak berwarna hitam (WHO 1999) (Gambar 1).

(5)

2

permukaan laut, dapat ditemukan dalam hutan jati, hutan belukar, hutan sekunder, maupun pada tepi sungai. Di Indonesia, tanaman ini hidup di Pulau Jawa dan Madura.

Tumbuhan ini memiliki nama khas di tiap daerah seperti di Sumatera disebut dadih-dadih, tambar sipago, malur, sikalur dan belur. Di Jawa, buah ini dikenal dengan sebutan kendung peucang, ki padesa, walot dan kwalot sedangkan di Sulawesi disebut tambara marica (Makasar) dan di Maluku Nagas (Ambon). Nama asing tumbuhan ini dikenal dengan sebutan Ya dan Zi (Cina), false sumac, dan java brucea fruit (Inggris). Nama simplisia tumbuhan ini adalah Bruceae Fructus.

Bagian dari tanaman ini yang diminati adalah bagian buahnya. Setelah buah dikumpulkan, bagian yang keras dibuang untuk diambil isinya. Selain buah, daun dan akar juga berkhasiat sebagai obat. Khasiat buah makasar diantaranya dapat mengobati penyakit malaria, disentri, diare kronis akibat terinfeksi Trichomonas sp., wasir, cacingan, papiloma, dan sakit pinggang (Dalimartha 1999).

Kandungan fitokimia buah makasar antara lain alkaloid (buracamarina dan yatanina), flavonoid, glukosida, bruceosida A dan B, fenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, dan brucein A. Di dalam daging buah terdapat minyak, asam oleat, stearat, dan palmitat (Wijayakusuma 1994). Dua macam kuasinoid baru (javanikolida C & D dan javanikosida B-F) terkandung di dalam bijinya bersama dengan 8 kuasinoid dan 19 kuasinoid glukosida lain yang telah diteliti sebelumnya. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa tersebut bukan hanya memberikan efek sitotoksik, tetapi juga bersifat menghambat pertumbuhan strain Plasmodium fasciperum KI secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktifitas melawan leukimia limfotik dan kanker paru-paru (Kim et al. 2004).

Gambar 1 Buah makasar.

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab diabetes melitus yaitu menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Reinauer et al. 2002).

Penyakit diabetes melitus dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah atau urin. Pemeriksaan glukosa darah spesifik dilakukan dalam keadaan puasa (8-10 jam setelah makan). Kadar glukosa darah puasa pada orang normal berkisar antara 70 sampai 120 mg/dL. Konsentrasi tersebut bisa bertambah tinggi pada keadaan setelah makan, yaitu 180 mg/dL dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam. Apabila hasil dua kali pemeriksaan pada waktu yang berbeda menunjukkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dL, seseorang dapat didiagnosis menderita penyakit diabetes (Mathur & Shiel 2003).

Diabetes melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu diabetes tipe I Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan diabetes tipe II Insulin Independent Diabetes Melitus (IIDM). Diabetes melitus tipe I didefinisikan sebagai tipe diabetes yang tergantung pada insulin. Tipe ini sel pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan, akibatnya sel-sel β pankreas tidak dapat mensekresikan insulin. Diabetes melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang tidak bergantung pada insulin. Pada penderita diabetes tipe II, sel β pankreas tidak mengalami kerusakan, akan tetapi jumlah insulin yang disekresikan menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi insulin (Murray et al. 2003).

(6)

3

golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin, contohnya glibenklamid. Kedua, golongan biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal. Contoh obat golongan ini adalah glucophage, diabex, dan glukotika. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase, salah satu contohnya adalah acarbose. Obat golongan ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi gula hati (Tuyet & Chuyen 2007).

Pengukuran Kadar Gula Darah

Kadar gula dalam darah dapat diukur dengan beberapa cara, seperti metode gugus amina, metode enzimatik, metode reduksi, dan metode pemisahan glukosa. Pengukuran dengan metode kondensasi gugus amina yaitu menggunakan teknik spektrofotometri. Prinsip metode gugus amina adalah kondensasi aldosa dengan orto toluidin dalam suasana asam dan menghasilkan larutan berwarna hijau. Secara enzimatik kadar glukosa dapat ditentukan melalui penambahan enzim glukosa oksidase. Glukosa akan dioksidasi oleh enzim glukosa oksidase menjadi asam glukoronat dan H2O2. Metode reduksi merupakan metode pengukuran glukosa menggunakan suatu oksidan. Oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan, kemudian garam feri dititrasi dengan cara iodometri. Prinsip metode pemisahan glukosa yaitu adanya pemisahan glukosa dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam suasana asam dengan menggunakan asam sulfat pekat. Glukosa kemudian dipisahkan dengan menggunakan kromatografi (Sari 2010).

Pengukuran kadar glukosa darah dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat. Alat penentu kadar glukosa darah tersebut merupakan alat yang sederhana, dilengkapi dengan kit pereaksi pada lembaran kertas (Gambar 2). Alat semacam ini dapat diterapkan dalam penentuan kadar glukosa darah mencit melalui sampel darah yang diperoleh dari bagian ekor. Darah yang diperlukan sedikit dan hasil penentuannya dapat diperoleh dalam waktu sekitar 15 detik (Soemardji 2004).

Pengukuran kadar glukosa darah dengan menggunakan glukometer memiliki berbagai keunggulan diantaranya mudah digunakan, hanya memerlukan jumlah sampel darah yang sedikit dan proses penentuan yang relatif singkat. Metode ini berdasarkan reaksi antara glukosa dan NAD+ menjadi glukonolakton oleh glukosa dehidrogenase (β-D-glukosa: NAD-Oksido reduktase). Alat pengukur glukosa darah ini juga memiliki keterbatasan tidak dapat mengukur kadar glukosa darah di atas 600 mg/dL. Untuk percobaan farmakologi antidiabetes, hasil induksi sebaiknya tidak melebihi angka tersebut. Metode enzimatis lainnya seperti GOD PAP memerlukan jumlah sampel darah yang banyak. Pengambilan darah yang terlalu banyak dapat mengakibatkan hewan coba mengalami stres sehingga dapat menimbulkan galat yang besar (Soemardji 2004).

Gambar 2 Alat pengukur gula darah.

Aloksan

Aloksan (2,4,tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa kimia yang dapat digunakan untuk menginduksi penyakit diabetes melitus (Gambar 3). Pada tahun 1943, Shaw Dunn, Sheehan, dan McLetchie menemukan bahwa pemberian aloksan pada kelinci menghasilkan hiperglikemia temporer, yang diikuti hipoglikemia hebat, dan diakhiri dengan kematian hewan. Peristiwa ini berhubungan dengan nekrosis selektif sel-sel β pulau Langerhans (McLetchie 2002, Szkuldelski 2001).

Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelski 2001, Rees & Alcolado 2005). Dosis pemberian aloksan bervariasi tergantung pada spesies, nutrisi, dan rute pemberiannya (Szkudelski 2001). Kemampuan aloksan untuk dapat menimbulkan diabetes juga tergantung pada jalur penginduksian, dosis, hewan coba, dan status nutrisinya (Andayani 2003).

(7)

4

intravena, intraperitoneal dan subkutan (Nugroho 2006).

Zat ini dapat menyebabkan kerusakan selektif terhadap sel-sel β pankreas. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor utama pada kerusakan sel tersebut. Pembentukan oksigen reaktif diawali dengan proses reduksi aloksan dalam sel β Langerhans. Aloksan mempunyai aktivitas tinggi terhadap senyawa seluler yang mengandung gugus SH, glutation tereduksi (GSH), sistein dan senyawa sulfhidril terikat protein (misalnya SH-containing enzyme). Salah satu target dari oksigen reaktif adalah DNA pulau Langerhans pankreas. Kerusakan DNA tersebut memicu poly ADP-ribosylation, proses yang terlibat pada DNA repair (Szkudelski 2001, Walde et al. 2002).

Faktor lain selain pembentukan oksigen reaktif adalah gangguan pada homeostatis kalsium intraseluler. Aloksan dapat meningkatkan konsentrasi ion kalsium bebas sitosolik pada sel β Langerhans pankreas. Efek tersebut diikuti oleh beberapa kejadian, yaitu influks kalsium dari cairan ekstraseluler, mobilisasi kalsium dari simpanannya secara berlebihan, dan eliminasinya yang terbatas dari sitoplasma. Influks kalsium akibat aloksan tersebut mengakibatkan depolarisasi sel β Langerhans, membuka kanal kalsium dan menambah masuknya ion kalsium ke sel. Pada kondisi tersebut, konsentrasi insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain kedua faktor tersebut di atas, aloksan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Szkudelski 2001, Walde et al. 2002).

Gambar 3 Struktur kimia aloksan (Nugroho 2006).

Hewan Percobaan

Hewan coba mempunyai kontribusi yang sangat penting dalam mempelajari penyakit diabetes melitus. Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia. Penggunaan

hewan coba tersebut dapat memberikan gambaran tentang kondisi genetik dan lingkungan yang mungkin mempengaruhi perkembangan penyakit tersebut beserta komplikasinya, yang akhirnya dapat memberikan informasi baru tentang cara penangan pada manusia. Kondisi patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi patologis secara riil pada manusia. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain perbedaan kondisi fisiologi, perbedaan patologis dari beberapa model diabetes melitus, ragamnya penyakit diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut (Nugroho 2006, Chatzigeorgiou et al. 2002).

Hewan coba yang paling banyak digunakan dalam penelitian adalah tikus, meskipun dapat juga menggunakan spesies lain yang memiliki kemiripan biologis seperti manusia (Chatzigeorgiou et al. 2002). Terdapat lima macam basic stock tikus putih (Albino Normal rat, Rattus norvegicus) yang biasa digunakan dalam penelitian yaitu Long Evans, Osborne Mendel, Sherman, Sprague Dawley, dan Wistar. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sprague Dawley jantan. Tikus Sprague Dawley betina tidak digunakan karena kondisi hormonal yang berfluktuasi pada waktu beranjak dewasa, sehingga dikhawatirkan akan memberi respon yang berbeda dan dapat mempengaruhi hasil penelitian. Tikus Sprague Dawley memiliki ciri-ciri berwarna albino putih, berkepala kecil,dan ekornya lebih panjang daripada badannya. Beberapa sifat karakteristik Sprague Dawley adalah nocturnal, yaitu aktif pada malam hari dan tidur pada siang hari, tidak mempunyai kantung empedu, tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, dan tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari.

(8)

5

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada proses ekstraksi adalah buah makasar, larutan alkohol 95%, heksana, metanol, air, dan kloroform. Bahan-bahan yang digunakan pada masa perlakuan hewan coba adalah aloksan, glibenklamid, pakan standar, NaCl 0.9%, dan akuabides pro injection. Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 1.5-2 bulan yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka, Bogor.

Alat-alat yang akan digunakan pada proses ekstraksi adalah rotavapor, corong pisah, dan neraca analitik. Peralatan lainnya yang digunakan pada perlakuan hewan coba dan pengukuran glukosa darah adalah jarum suntik 1 mL, sonde oral, lancet steril, dan glukometer.

Metode Penelitian Ekstraksi Buah Makasar (Usman 2000)

Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Buah makasar yang telah kering dan menjadi serbuk kemudian direndam dalam alkohol 95% selama 24 jam dan disaring. Residu yang didapat kemudian direndam kembali dengan alkohol 95% dan dilakukan berulang kali sampai larutan hasil ekstraksi tidak berwarna. Semua filtrat kemudian dijadikan satu dan pelarut dihilangkan dengan menggunakan rotavapor 40°C. Ekstrak yang telah diperoleh kemudian dipartisi dengan campuran pelarut heksana, metanol, dan air dengan perbandingan 5:9:1 (v/v). Partisi dilakukan dengan menggunakan corong pisah hingga diperoleh fase heksana dan fase metanol-air. Bahan yang ada dalam fase metanol-air kemudian dikeringkan dengan rotavapor 40°C lalu dipartisi kembali dengan campuran pelarut kloroform-air dengan perbandingan 1:1 hingga diperoleh fase kloroform dan fase air. Pelarut masing-masing fase kemudian diuapkan dengan rotavapor 40°C untuk memperoleh fraksi air dan fraksi kloroform. Fraksi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah fraksi air.

Masa Aklimatisasi Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan tikus putih galur Sprague Dawley sebanyak 24 ekor sebagai hewan coba. Tikus yang akan digunakan diadaptasikan terlebih dahulu selama 6 minggu dengan tujuan penyeragaman cara hidup. Pemberian pakan dan minum akuades dilakukan secara ad libitum. Pakan yang digunakan adalah pakan standar. Tikus ditempatkan dalam kandang secara individual

dengan kondisi cahaya dan ventilasi yang cukup pada suhu ruang. Setelah masa aklimatisasi selesai, tikus dibagi menjadi 6 kelompok secara acak. Setiap kelompok terdiri atas4 ekor tikus.

Masa Peningkatan Kadar Glukosa Darah

Masa peningkatan glukosa darah pada hewan coba dilakukan selama 3 hari. Peningkatan kadar glukosa darah tersebut dilakukan dengan cara injeksi aloksan dosis 150 mg/kg BB secara intraperitoneal. Kelompok kontrol positif (KP), kontrol negatif (KN), serta kelompok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB (BM 0.25), 25 mg/kg BB (BM 25), dan 50 mg/kg BB (BM 50) diinduksi menggunakan aloksan, kecuali kelompok normal (N). Kelompok N diinjeksi dengan NaCl 0.9% (b/v). Sebelum injeksi, tikus harus dipuasakan terlebih dahulu sekitar 16 jam agar lebih rentan terhadap serangan aloksan (Jelodar et al. 2007).

Setelah kadar glukosa darah melebihi batas normal, kelompok N dan KN diberi perlakuan dicekok dengan akuades. Kelompok KP dicekok obat antidiabetes glibenklamid dosis 0.25 mg/kg BB. Kelompok BM 0.25, BM 25, dan BM 50 dicekok fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dengan dosis masing-masing sebesar 0.25, 25, dan 50 mg/kg BB (Lampiran 1).

Pengukuran Kadar Glukosa Darah (Soemardji 2004)

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di hari ke-0, 3, 7, 11, dan 15. Tikus dipuasakan selama 16 jam sebelum diambil darahnya. Pengambilan darah dilakukan melalui ekor. Ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%, kemudian ujung ekor dilukai dengan menggunakan lancet steril. Ekor tikus diurut hingga darah menetes. Tetesan darah yang diperoleh diteteskan di atas strip glukometer. Kadar glukosa darah akan terukur setelah 5 detik dan dinyatakan dalam satuan mg/dL.

Analisis Data (Matjik 2002)

Data kadar glukosa darah diuji menggunakan analysis covarian (ANCOVA) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05 menggunakan perangkat lunak statistical analysis system (SAS). Model rancangan tersebut adalah:

Yij = µ + τi + βxij + εij Keterangan:

(9)

6

µ = Pengaruh rataan umum kadar glukosa darah

τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1-6

βxij= Pengaruh kadar glukosa darah hari ke-3 terhadap perlakuan ke-i dan ulangan ke-j εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j

i1 = kelompok kontrol normal

i2 = kelompok kontrol positif glibenklamid i3 = kelompok kontrol negatif

i4 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB

i5 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 25 mg/kg BB

i6 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 50 mg/kg BB

Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fraksi Air Buah Makasar

Sampel yang digunakan adalah biji tanaman buah makasar yang berasal dari Jakarta, Indonesia. Pemilihan bagian tanaman berdasarkan penggunaan umum yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat luas, yaitu mengkonsumsi bagian bijinya. Bagian tanaman yang telah berbentuk simplisia diekstraksi dengan etanol 95% dan dipartisi lebih lanjut. Fraksi yang digunakan adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar. Etanol 95% digunakan untuk melarutkan metabolit sekunder yang bersifat semipolar. Tujuan dilakukannya fraksinasi yaitu menghilangkan pengotor yang masih terdapat dalam sampel sehingga didapatkan fraksi yang lebih murni bila dibandingkan dengan ekstraksi secara langsung dengan menggunakan pelarut air.

Rendemen fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar yang diperoleh sebesar 3.71%. Bachtiar (2010) dengan menggunakan metode yang sama, menghasilkan rendemen sebesar 4.38%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran serbuk simplisia buah makasar. Ukuran serbuk yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut sehingga rendemen yang dihasilkan akan lebih banyak.

Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan oleh Bachtiar (2010), fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mengandung alkaloid dan flavonoid, serta tidak mengandung triterpenoid (Bachtiar 2010). NoorShahida et al. (2009) menyatakan bahwa biji buah makasar mengandung senyawa kuasinoid yang merupakan jenis triterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat nonpolar,

sehingga tidak larut dalam pelarut air. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder yang diharapkan dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa aktif bahan alam yang telah diteliti memiliki aktivitas hipoglikemia.

Kondisi Hewan Coba

Kondisi hewan coba yang sehat merupakan faktor penting dalam penelitian dan syarat untuk memenuhi asumsi percobaan. Bobot badan dan konsumsi pakan merupakan parameter yang mudah diukur dan diamati untuk memantau kondisi kesehatan hewan coba selama percobaan.

Sebelum melakukan percobaan, seluruh hewan coba harus diadaptasikan untuk menghindari stres selama perlakuan dan penyeragaman cara hidup di lingkungan yang baru. Selama masa adaptasi, dilakukan penimbangan bobot badan hewan coba secara berkala. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan hewan coba pada awal masa adaptasi sebesar 153.92±11.61 g, sedangkan pada akhir adaptasi sebesar 273.67±21.07 g (Gambar 4). Bobot badan hewan coba meningkat sebesar 177.80% dibandingkan pada awal adaptasi (Lampiran 2).

Kenaikan bobot badan selama masa adaptasi dipengaruhi oleh umur tikus yang masih berada dalam masa pertumbuhan dan tingkat konsumsi pakan. Pertambahan bobot badan dapat pula dipengaruhi oleh faktor genetik. Pakan yang digunakan adalah pakan standar PT. Indofeed dengan komposisi yang tidak berbeda jauh dengan normal laboratory diet (Tabel 1) yang memenuhi kebutuhan nutrisi tikus. Kenaikan bobot badan terjadi pada setiap individu tikus, menurut Lu (1991), menunjukkan tikus dalam keadaan sehat, kalorinya tercukupi, dan tidak ada gangguan pertumbuhan. Kondisi tikus yang sehat ini penting karena dapat memperkecil galat percobaan ketika memasuki masa perlakuan.

(10)

6

µ = Pengaruh rataan umum kadar glukosa darah

τi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1-6

βxij= Pengaruh kadar glukosa darah hari ke-3 terhadap perlakuan ke-i dan ulangan ke-j εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan

ulangan ke-j

i1 = kelompok kontrol normal

i2 = kelompok kontrol positif glibenklamid i3 = kelompok kontrol negatif

i4 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB

i5 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 25 mg/kg BB

i6 = kelompok perlakuan dengan ekstrak buah makasar dosis 50 mg/kg BB

Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fraksi Air Buah Makasar

Sampel yang digunakan adalah biji tanaman buah makasar yang berasal dari Jakarta, Indonesia. Pemilihan bagian tanaman berdasarkan penggunaan umum yang telah banyak dilakukan oleh masyarakat luas, yaitu mengkonsumsi bagian bijinya. Bagian tanaman yang telah berbentuk simplisia diekstraksi dengan etanol 95% dan dipartisi lebih lanjut. Fraksi yang digunakan adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar. Etanol 95% digunakan untuk melarutkan metabolit sekunder yang bersifat semipolar. Tujuan dilakukannya fraksinasi yaitu menghilangkan pengotor yang masih terdapat dalam sampel sehingga didapatkan fraksi yang lebih murni bila dibandingkan dengan ekstraksi secara langsung dengan menggunakan pelarut air.

Rendemen fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar yang diperoleh sebesar 3.71%. Bachtiar (2010) dengan menggunakan metode yang sama, menghasilkan rendemen sebesar 4.38%. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan ukuran serbuk simplisia buah makasar. Ukuran serbuk yang lebih kecil akan memperbesar luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut sehingga rendemen yang dihasilkan akan lebih banyak.

Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan oleh Bachtiar (2010), fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mengandung alkaloid dan flavonoid, serta tidak mengandung triterpenoid (Bachtiar 2010). NoorShahida et al. (2009) menyatakan bahwa biji buah makasar mengandung senyawa kuasinoid yang merupakan jenis triterpenoid. Triterpenoid merupakan senyawa yang bersifat nonpolar,

sehingga tidak larut dalam pelarut air. Uji fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya senyawa metabolit sekunder yang diharapkan dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa aktif bahan alam yang telah diteliti memiliki aktivitas hipoglikemia.

Kondisi Hewan Coba

Kondisi hewan coba yang sehat merupakan faktor penting dalam penelitian dan syarat untuk memenuhi asumsi percobaan. Bobot badan dan konsumsi pakan merupakan parameter yang mudah diukur dan diamati untuk memantau kondisi kesehatan hewan coba selama percobaan.

Sebelum melakukan percobaan, seluruh hewan coba harus diadaptasikan untuk menghindari stres selama perlakuan dan penyeragaman cara hidup di lingkungan yang baru. Selama masa adaptasi, dilakukan penimbangan bobot badan hewan coba secara berkala. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa rata-rata bobot badan hewan coba pada awal masa adaptasi sebesar 153.92±11.61 g, sedangkan pada akhir adaptasi sebesar 273.67±21.07 g (Gambar 4). Bobot badan hewan coba meningkat sebesar 177.80% dibandingkan pada awal adaptasi (Lampiran 2).

Kenaikan bobot badan selama masa adaptasi dipengaruhi oleh umur tikus yang masih berada dalam masa pertumbuhan dan tingkat konsumsi pakan. Pertambahan bobot badan dapat pula dipengaruhi oleh faktor genetik. Pakan yang digunakan adalah pakan standar PT. Indofeed dengan komposisi yang tidak berbeda jauh dengan normal laboratory diet (Tabel 1) yang memenuhi kebutuhan nutrisi tikus. Kenaikan bobot badan terjadi pada setiap individu tikus, menurut Lu (1991), menunjukkan tikus dalam keadaan sehat, kalorinya tercukupi, dan tidak ada gangguan pertumbuhan. Kondisi tikus yang sehat ini penting karena dapat memperkecil galat percobaan ketika memasuki masa perlakuan.

(11)

7

Tabel 1 Komposisi pakan standar tikus

Komposisi PT. Indofeed

(%)

Normal laboratory diet

(%)*

Protein kasar 18 21

Lemak 6 5

Serat kasar 6 4

Kadar abu 8 8

Kalsium 0.8 1

Fosfor 1.05 0.6

Ekstrak -nitrogen bebas

53 53

*Sumber: Anila & Vijayalakshmi (2003)

Perlakuan hewan coba dilanjutkan dengan induksi aloksan untuk kelompok KP, KN, BM 0.25, BM 25, dan BM 50, serta induksi NaCl 0.9% untuk kelompok N. Sebelum diinduksi dengan aloksan (hari ke-0), menunjukkan bobot badan yang normal yaitu rata-rata 273.62±20.33 g. Tiga hari setelah induksi aloksan atau sesaat sebelum pencekokan (hari ke-3) sampai hari ke-15 kelompok N cenderung memiliki bobot badan yang stabil, sedangkan kelompok KP, KN, BM 0.25, BM 25, dan BM 50 cenderung mengalami penurunan bobot badan sampai akhir perlakuan. Kelompok N mengalami penurunan bobot badan sebesar 3.67%. Kelompok KP, KN, BM 0.25, BM 25, dan BM 50 mengalami penurunan bobot badan masing-masing sebesar 21.85%, 7.75%, 12.29%, 16.59%, dan 17.48% (Gambar 5 & Lampiran 3).

Penurunan bobot badan ini dapat disebabkan oleh tingkat stres yang tinggi akibat pencekokan yang dilakukan pada hewan coba dan efek samping yang ditimbulkan dari kerja aloksan. Aloksan merusak sel beta pankreas sehingga menghambat sekresi insulin dan juga diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme energi (Szkudelski 2001, Walde et al. 2002). Hal ini dapat mengakibatkan absorpsi glukosa ke dalam jaringan terhambat. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya glikogenolisis ataupun lipolisis untuk mendapatkan energi. Lipolisis dapat menyebabkan hewan coba kehilangan massa tubuhnya.

Gambar 5 Bobot badan tikus selama perlakuan.

Pengaruh Induksi Aloksan terhadap Kadar Glukosa Darah

Induksi hiperglikemia dilakukan dengan menggunakan aloksan dosis 150 mg/kg BB. Injeksi aloksan dilakukan melalui jalur intraperitoneal. Aloksan dilarutkan dengan akuabides pro injection steril. Kandungan pirogen dan materi lain di dalam sampel dan wadah yang tidak steril dapat menyebabkan respon imun di dalam tubuh tikus seperti demam (Robinson 2002).

Hasil pengukuran kadar glukosa darah hewan coba pada hari ke-0 (sesaat sebelum induksi aloksan ataupun NaCl 0.9%) menunjukkan bahwa rata-rata kadar glukosa darah hewan coba 85.96±14.24 mg/dL. Semua hewan coba memiliki kadar glukosa darah yang berada dalam batas normal, yaitu 59-120 mg/dL (Lampiran 4). Kusumawati (2004)

menyatakan bahwa kadar glukosa darah normal pada tikus adalah 50-135 mg/dL. Berdasarkan uji statistik, konsentrasi glukosa darah hewan coba pada semua kelompok tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 5 & 6).

Pada hari ke-3, kadar glukosa darah hewan coba yang diinduksi dengan NaCl 0.9% (kelompok N) tetap normal, terletak di kisaran 65-89 mg/dL. Sebaliknya, kelompok hewan coba yang diinduksi aloksan (kelompok KP, KN, BM 0.25, BM 25, dan BM 50) rata-rata mengalami peningkatan kadar glukosa darah sampai 2.5 kali lipat dari kondisi awal. Hasil induksi aloksan menunjukkan kadar glukosa darah hewan coba berada pada kisaran 71-368 mg/dL. Kelompok KP, KN, BM 0.25, BM 25, dan BM 50 mengalami peningkatan kadar glukosa darah berturut-turut sebesar 190.70%, 175.31%, dan 165.87%, 361.01%, dan 351.18%. Peningkatan kadar glukosa darah kelompok yang diinduksi aloksan berbeda nyata (p<0.05) dengan kondisi glukosa darah awal (hari ke-0). Uji statistik antarkelompok menunjukkan kadar glukosa darah di hari ke-3 berbeda nyata (p<0.05) (Gambar 6). Uji Duncan menunjukkan bahwa kelompok BM 25 dan BM 50 berbeda nyata bila dibandingkan kelompok normal, akan tetapi kelompok KN, BM 0.25, dan KP tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Lampiran 5 & 6). Kadar glukosa darah di hari ke-3 yang berbeda nyata dijadikan sebagai faktor kovarian pada uji ANCOVA.

(12)

8

Induksi aloksan dapat pula mengakibatkan gangguan pada sensitivitas insulin perifer. Hiperglikemia dapat pula dihasilkan karena adanya pengeluaran glukosa dari hati yang dimungkinkan oleh stimulasi epinefrin medulla adrenal.

Pengaruh Pemberian Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah

Setelah diinduksi aloksan, mulai dari hari ke-3 tiap kelompok diberi perlakuan yang berbeda. Kelompok N dan KN dicekok dengan akuades, kelompok KP dicekok dengan glibenklamid dosis 0.25 mg/kg BB, serta kelompok BM 0.25, BM 25 dan BM 50 dicekok dengan fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB.

Pengukuran kadar glukosa darah di hari ke-7 (tujuh hari setelah induksi dan empat hari setelah perlakuan) menunjukkan hasil yang beragam (Gambar 6 & Lampiran 5). Kelompok N yang dicekok akuades mengalami sedikit peningkatan kadar glukosa darah, sedangkan kelima kelompok lainnya mengalami penurunan kadar glukosa darah. Peningkatan kadar glukosa darah pada kelompok N mungkin disebabkan oleh tingkat stres akibat pencekokan. Namun demikian, kadar glukosa darah kelompok N masih dalam rentang kadar glukosa darah normal. Pada hari ke tujuh kelompok KP, BM 0.25, BM 25, dan BM 50 dapat menurunkan kadar glukosa darah hewan coba. Kelompok KP dan BM 0.25 mengalami penurunan kadar glukosa darah hingga mencapai normal, akan tetapi pada kelompok BM 25 dan BM 50 belum mencapai kadar glukosa darah normal.

Berdasarkan data yang diperoleh, ternyata kelompok KN juga mengalami penurunan kadar glukosa darah sebesar 13.20%. Penurunan konsentrasi glukosa darah pada kelompok KN mungkin terjadi karena perbedaan kondisi fisik dan fisiologi hewan coba. Hewan coba pada kelompok ini mungkin lebih resisten terhadap serangan aloksan sehingga setelah empat hari pencekokan dengan akuades konsentrasi glukosa darahnya menurun walaupun tanpa diberi obat penurun kadar glukosa darah. Analisis statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0.05) walaupun terjadi penurunan atau kenaikan glukosa darah.

Di hari ke-11 (11 hari setelah induksi dan 8 hari setelah perlakuan), kelompok KP dan BM 0.25 kembali mengalami kenaikan glukosa darah, akan tetapi kelompok N, KN, BM 25 dan BM 50 mengalami penurunan konsentrasi

glukosa darah bila dibandingkan dengan hari ke-7 (Gambar 6 Lampiran 5). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah antarkelompok di hari ke-11 tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 6).

Kelompok BM 50 mengalami penurunan kadar glukosa darah sampai rentang kadar glukosa darah normal. Berbeda dengan kelompok BM 50, walaupun mengalami penurunan, kadar glukosa darah kelompok BM 25 belum mencapai kondisi normal. Kelompok KN mengalami penurunan hingga mencapai kadar glukosa darah normal. Penurunan dapat disebabkan individu hewan coba pada kelompok KN lebih resisten terhadap pengaruh aloksan. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan ini yaitu mulai hilangnya efek diabetogenik yang ditimbulkan oleh aloksan. Efek diabetogenik aloksan biasanya bekerja ± 2 minggu, setelah itu konsentrasi glukosa darah kembali normal (Szkudelski 2010). Lamanya kerja aloksan sebagai agen diabetogenik juga bergantung dari dosis aloksan yang digunakan saat induksi. Dosis yang besar akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada sel β pankreas. Selain itu, efek diabetogenik aloksan terlihat menurun karena injeksi aloksan tidak dilakukan terus menerus hingga akhir perlakuan. Sebaiknya hewan coba diinduksi aloksan terus menerus seperti yang dilakukan Lestari (1993), yaitu menginduksi kelinci dengan aloksan dosis 75 mg/kg BB tiap dua hari melalui jalur intravena selama 2 minggu.

Pada hari ke-15 (15 hari setelah induksi dan 12 hari perlakuan), konsentrasi glukosa darah kelompok N kembali mengalami peningkatan tetapi masih dalam kondisi normal bila dibandingkan dengan hari ke-11. Kenaikan kadar glukosa darah juga terjadi pada kelompok KN, BM 25, dan BM 50, sedangkan kelompok KP kembali mengalami penurunan hingga mencapai kadar glukosa darah normal. Hasil kenaikan kadar glukosa darah hewan coba pada kelompok BM 50 masih dalam rentang kadar glukosa darah normal (Gambar 6 & Lampiran 5).

(13)

9

Kadar glukosa darah pada tikus kelompok normal terlihat stabil dari awal sampai akhir perlakuan. Hal ini terjadi karena di dalam tubuhnya terjadi pengaturan (homeostasis) yang menjaga agar kadar glukosa darah tetap dalam kisaran normal. Homeostasis kadar glukosa darah dapat dilakukan oleh kerja hormon insulin dan glukagon (Suarsana et al. 2008). Menurut Lehninger (2004) hormon insulin berfungsi untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan memacu glikolisis, sintesis glikogen, lemak dan protein, sedangkan hormon glukagon berfungsi meningkatkan kadar glukosa darah dengan memacu proses glikogenolisis dan lipolisis melalui mekanisme cAMP. Glukagon juga memacu glukoneogenesis di dalam hati.

Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar glukosa darah antar kelompok di hari ke-15 tidak berbeda nyata (p>0.05) (Lampiran 6). Hal ini dapat disebabkan oleh tingginya keragaman data. Keragaman data tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor di dalam invididu hewan coba yang tidak bisa diseragamkan, diantaranya faktor metabolik dan hormonal tikus yang tidak dapat diprediksi. Berbagai kondisi individual (ketakutan, kegembiraan, stress, perdarahan, hipoglikemi, hipoksia, dan lain-lain) dapat mempengaruhi konsentrasi glukosa dalam darah. Hormon epinefrin, dalam kondisi stres, disekresikan oleh medula adrenal. Hormon epinefrin memiliki efek yang kuat dalam memacu terjadinya glikogenolisis dalam hati sehingga menyebabkan peningkatan kadar glukosa dalam darah.

Presentase aktivitas antihiperglikemia fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dianalisis dengan membandingkan data kadar glukosa darah hari ke-3 dengan hari ke-15. Berdasarkan presentase yang diperoleh, ketiga dosis fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mampu menurunkan kadar glukosa darah hewan coba yang diinduksi aloksan (Gambar 7). Presentase penurunan terbesar diberikan oleh fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 50 mg/kg BB (60.82%). Pengaruh dosis ini lebih besar dibandingkan dengan obat pembanding glibenklamid menurunkan konsentrasi glukosa darah sebesar 45.53%. Fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB memiliki aktivitas penurunan kadar glukosa darah sebesar 37.64%, sedangkan fraksi air dari ekstrak etanol dari buah makasar dosis 25 mg/kg BB sebesar 37.42%. Hewan coba kelompok KN juga mengalami penurunan kadar glukosa darah sebesar 19.01%.

Hasil penelitian aktivitas antihiperglikemia lainnya dengan menggunakan ekstrak etanol dari buah mengkudu dosis 500 dan 1000 mg/kg BB kadar glukosa serum menurun masing-masing sebesar 62,1% dan 74,1% pada mencit yang diinduksi aloksan (Adnyana et al. 2004). Efek antihiperglikemia tersebut lebih besar dibandingkan dengan efek yang diberikan oleh fraksi air dari eksrak etanol buah makasar.

Efek hipoglikemia pada hewan coba di berbagai penelitian dapat disebabkan oleh metabolit sekunder tanaman. Metabolit sekuder tersebut diantaranya flavonoid, alkaloid, saponin, polisakarida, kumarin, dan terpenoid yang mempunyai aktivitas sebagai antidiabetes (Tanko et al. 2007).

Senyawa aktif alkaloid dan flavonoid yang terkandung di dalam buah makasar diduga mempunyai peran dalam menurunkan kadar glukosa darah. Efek dari flavonoid pada sel pankreas yaitu memacu proliferasi dan sekresi insulin telah dilaporkan oleh Sri et al. (2004) sebagai mekanisme yang mereduksi hiperglikemia pada tikus diabetes yang diinduksi streptozosin. Golongan senyawa flavonoid, terutama yang berada dalam bentuk glikosidanya mempunyai gugus-gugus gula. Glikosida flavonoid yang tersebut diduga bertindak sebagai penangkap radikal hidroksil, sehingga dapat mencegah aksi diabetogenik dari aloksan.

Mekanisme yang mungkin terjadi pada aktivitas fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar yaitu adanya senyawa aktif yang terdapat dalam buah makasar yang dapat mengaktifkan reseptor insulin atau mempercepat regenerasi sel beta pankreas yang rusak akibat induksi aloksan sehingga dapat menstimulasi sekresi insulin. Estimasi tentang level insulin yang disekresikan dan reseptor insulin ini perlu dibuktikan untuk mengetahui mekanisme aktivitas antidiabetes yang dimiliki oleh fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar.

(14)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB mempunyai aktivitas antihiperglikemia berturut-turut sebesar 37.67%, 37.43%, dan 60.82%. Aktivitas terbesar dimiliki oleh fraksi air buah makasar dosis 50 mg/kg BB lebih besar dibandingkan glibenklamid dosis 0.25 mg/kg BB yang menurunkan kadar glukosa darah sebesar 45.53%.

Saran

Pengamatan lebih lanjut terhadap efek aloksan dalam merusak sel β pankreas perlu dilakukan secara histopatologi. Selain itu, perlu dilakukan pula penelitian lanjutan tentang mekanisme kerja fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dalam memperbaiki sel β pankreas terhadap penurunan kadar glukosa darah. Untuk meminimalkan keragaman data dan memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat, sebaiknya menggunakan tikus yang membawa gen diabetes, contohnya tikus BB (bio breeding). Selain itu perlu dilakukan pengukuran konsumsi pakan hewan coba setiap harinya karena tingkat konsumsi pakan dapat mempengaruhi kondisi hiperglikemia hewan coba.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana IK et al. 2004. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) Acta Pharmaceutica Indonesia. 29: 43-49.

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003. Antioxidant action of flavonoids from Mangifera indica and Emblica officinalis in hypercholesterolemic rats. Food Chem 83: 569-574.

Bachtiar TSP. 2010. Potensi ekstrak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai antihipertensi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Chatzigeorgieu, Antonius H, Konstantinos K, Elli K. 2002. The use of animal models in the study of diabetes melitus. [terhubung berkala]. http://iv_iiarjournal.org/ [3 Juni 2010]

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabetes Indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala]. http://www.depkes.go.id/index.php.html [7 Januari 2010].

Jelodar G, Mohsen M, Sharam S. 2007. Effect of walnut leaf, coriander, and pomegranate on blood glucose and histopathology os pancreas of alloxan induced diabetic rats. Afr. J. Trad. CAM 4: 299-305.

Kardono LBS, Artanti, Dewiyani, Basuki. 2003. Selected Indonesian Medicinal Plants Monograph and Descriptions. Jakarta: Grasindo.

Kim IH et al. 2004. New quassinoids, javanicolides C and D and javanicosides B-F, from seeds of Brucea javanica. J Nat Prod 67: 863-867.

Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. J Microbiol 2:625-631.

Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lee et al. 2007. Inhibitory activity of Euonymus alatus agains α-glukosidase in vitro and in vivo. J. nutr Re Pract 1:184-188.

Lehninger. 2004. Dasar-dasar Biokimia. Ed ke-1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Lestari P. 1993. Efek penurunan kadar glukosa darah oleh ekstrak rebusan kulit batang pohon kayu gabus (Alstonia scholaris.R.BR) pada kelinci diabetes diinduksi aloksan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(15)

AKTIV

M

FAKUL

VITAS AN

MAKASA

TIKUS

NO

LTAS MAT

IN

NTIHIPER

AR (Bruce

S YANG D

OURMALA

DEPART

TEMATIKA

NSTITUT P

RGLIKEM

a javanica

DIINDUK

A PUTRI

TEMEN BIO

A DAN ILM

PERTANIA

BOGOR

2011

MIA FRAK

a (L.) Mer

KSI ALOK

AGUSTY

OKIMIA

MU PENGET

AN BOGOR

KSI AIR B

r) PADA

KSAN

YN

TAHUAN A

R

BUAH

(16)

10

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dosis 0.25 mg/kg BB, 25 mg/kg BB, dan 50 mg/kg BB mempunyai aktivitas antihiperglikemia berturut-turut sebesar 37.67%, 37.43%, dan 60.82%. Aktivitas terbesar dimiliki oleh fraksi air buah makasar dosis 50 mg/kg BB lebih besar dibandingkan glibenklamid dosis 0.25 mg/kg BB yang menurunkan kadar glukosa darah sebesar 45.53%.

Saran

Pengamatan lebih lanjut terhadap efek aloksan dalam merusak sel β pankreas perlu dilakukan secara histopatologi. Selain itu, perlu dilakukan pula penelitian lanjutan tentang mekanisme kerja fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar dalam memperbaiki sel β pankreas terhadap penurunan kadar glukosa darah. Untuk meminimalkan keragaman data dan memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat, sebaiknya menggunakan tikus yang membawa gen diabetes, contohnya tikus BB (bio breeding). Selain itu perlu dilakukan pengukuran konsumsi pakan hewan coba setiap harinya karena tingkat konsumsi pakan dapat mempengaruhi kondisi hiperglikemia hewan coba.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana IK et al. 2004. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) Acta Pharmaceutica Indonesia. 29: 43-49.

Andayani Y. 2003. Mekanisme aktivitas antihiperglikemik ekstrak buncis (Phaseolus vulgaris Linn) pada tikus diabetes dan identifikasi komponen aktif [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Anila L, Vijayalakshmi NR. 2003. Antioxidant action of flavonoids from Mangifera indica and Emblica officinalis in hypercholesterolemic rats. Food Chem 83: 569-574.

Bachtiar TSP. 2010. Potensi ekstrak buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai antihipertensi [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Chatzigeorgieu, Antonius H, Konstantinos K, Elli K. 2002. The use of animal models in the study of diabetes melitus. [terhubung berkala]. http://iv_iiarjournal.org/ [3 Juni 2010]

Dalimartha S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Penebar Swadaya.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2005. Jumlah penderita diabetes Indonesia ranking-4 di dunia. [terhubung berkala]. http://www.depkes.go.id/index.php.html [7 Januari 2010].

Jelodar G, Mohsen M, Sharam S. 2007. Effect of walnut leaf, coriander, and pomegranate on blood glucose and histopathology os pancreas of alloxan induced diabetic rats. Afr. J. Trad. CAM 4: 299-305.

Kardono LBS, Artanti, Dewiyani, Basuki. 2003. Selected Indonesian Medicinal Plants Monograph and Descriptions. Jakarta: Grasindo.

Kim IH et al. 2004. New quassinoids, javanicolides C and D and javanicosides B-F, from seeds of Brucea javanica. J Nat Prod 67: 863-867.

Kumala S. 2007. Cytotoxic secondary metabolites from fermentation broth of Brucea javanica endophytic fungus 1.2.11. J Microbiol 2:625-631.

Kusumawati D. 2004. Bersahabat dengan Hewan Uji. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Lee et al. 2007. Inhibitory activity of Euonymus alatus agains α-glukosidase in vitro and in vivo. J. nutr Re Pract 1:184-188.

Lehninger. 2004. Dasar-dasar Biokimia. Ed ke-1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.

Lestari P. 1993. Efek penurunan kadar glukosa darah oleh ekstrak rebusan kulit batang pohon kayu gabus (Alstonia scholaris.R.BR) pada kelinci diabetes diinduksi aloksan [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

(17)

11

Marthur R & Shiel WC. 2003. Diabetes melitus. http://www.medicinet.com/ diabetes melitus/article.htm [28 Juli 2010].

Mattjik AA. 2002. Rancangan Percobaan.

Bogor: IPB Pr.

McLetchie NGB. 2002 Aloxan diabetes: a

discovery, albeit a minor one. J R Cool

Physicians Edibn. 32: 134-142.

Murray RK. Granner DK. Mayes PA. Rodwell

VW. 2003. Biokimia Harper. Ed ke-25.

Andry H, penerjemah; Anna PB, Tiara MNS, editor. Jakarta: EGC. Terjemaaahan dari Harper’s Biochemistry.

NoorShahida A, Wong TW, Choo CY. 2009. Hypoglycemic effect of quassinoid from

Brucea javanica (L.) Merr

(Simaroubaceae) Seeds. J Ethnopharmacol 124: 586-591.

Nugroho AE. 2006. Hewan percobaan diabetes melitus: Patologi dan mekanisme aksi diabetogenik. Biodiversitas. 4: 378-382.

Rees DA & Alcolado JC. 2005. Animal models of diabetes mellitus. Diabet. Med. 22: 359–370.

Reinauer H, Philip DH, Ariyur SK, Claus CH. 2002. Labolatory Diagnosis and Monitoring of Diabetes Melitus: Geneva: WHO.

Robinson NE et al. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-3. Philadelphia: W.B Saunders Company.

Salim A. 2006. Potensi rebusan daun sirih merah (Piper crocatum) sebagai senyawa antihiperglikemia pada tikus putih galur Sprague-Dawley [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sari N. 2010. Potensi buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) sebagai inhibitor enzim α–glukosidase [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Soemardji, AA. 2004. Penentuan kadar gula darah mencit secara cepat: untuk diterapkan dalam penapisan aktivitas antidiabetes in

vivo. Acta Pharmaceutical Indon.

29:115-116.

Sri B, Rukkumani R, Viswanathan P, Menon PV. 2004. Ferulic acid alleviates lipid peroxidation in diabetic rats. Phytother. Res. 18: 310-314.

Suarsana IN, Priosoeryanto BP, Bintang M. Wresdiyanti T. 2008. Aktivitas daya hambat enzim α-glukosidase dan efek hipoglikemik ekstrak tempe pada tikus diabetes. Jurnal Veteriner. 9: 122-127

Szkudelski T. 2001. The mechanism of alloxan and streptozotocin action in β cells of the rat pancreas. Physiology Research. 50: 536-540.

Tanko et al. 2007. Toxicological and hypoglycemic studies on the leaves of Cissampelos mucronata (Menispermaceae) on blood glucose levels of streptozocin-induced diabetic wistar rats. Journal of Medicinal Plants Research. 1: 113-116.

Tuyet T, Chuyen NV. 2007. Antihyperglicemic activity of an aqueous extract from flower buds of Cleistocalyx operculatus (Roxb. Merr) and Perry. Biosci Biotechnol Biochem 71: 69-77.

Usman AP. 2000. Potensi antihiperkolesterolemia kulit batang kayu gabus (Alstonia scholaris, R. Br.) [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Walde SS, Dohle C, Schott-Ohly P, Gleichmann H. 2002. Molecular target structures in alloxan-induced diabetes in mice, Life Sciences. 71:1681–1694.

Wardana. 2002. Budidaya secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Jakarta: Penebar Swadaya.

[WHO] World Health Organization. 1999. WHO Monograph on Selected Medicinal Plants. Geneva: WHO.

(18)

AKTIV

M

FAKUL

VITAS AN

MAKASA

TIKUS

NO

LTAS MAT

IN

NTIHIPER

AR (Bruce

S YANG D

OURMALA

DEPART

TEMATIKA

NSTITUT P

RGLIKEM

a javanica

DIINDUK

A PUTRI

TEMEN BIO

A DAN ILM

PERTANIA

BOGOR

2011

MIA FRAK

a (L.) Mer

KSI ALOK

AGUSTY

OKIMIA

MU PENGET

AN BOGOR

KSI AIR B

r) PADA

KSAN

YN

TAHUAN A

R

BUAH

(19)

ABSTRAK

NOURMALA PUTRI AGUSTYN. Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi Air Buah

Makasar

(

Brucea javanica

(L.)

Merr) pada Tikus yang Diinduksi Aloksan.

Dibimbing Oleh ANNA P. ROSWIEM dan SYAMSUL FALAH.

Tanaman buah makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr) diduga memiliki

(20)

ABSTRACT

NOURMALA PUTRI AGUSTYN. Aqueous Fraction Antihyperglycemic

Activity of Brucea Fruit (

Brucea javanica

(L.) Merr) in Alloxan Induced Rats.

Under the direction of ANNA P. ROSWIEM and SYAMSUL FALAH.

(21)

AKTIVITAS ANTIHIPERGLIKEMIA FRAKSI AIR BUAH

MAKASAR (Brucea javanica (L.) Merr) PADA

TIKUS YANG DIINDUKSI ALOKSAN

NOURMALA PUTRI AGUSTYN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(22)

Judul : Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi Air Buah Makasar (

Brucea javanica

(L.)

Merr) pada Tikus yang Diinduksi Aloksan

Nama : Nourmala Putri Agustyn

NIM : G84062802

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Anna P. Roswiem, MS

Dr. Syamsul Falah, S.Hut, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.

Ketua Departemen Biokimia

(23)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini

berjudul Aktivitas Antihiperglikemia Fraksi Air Buah Makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr) pada Tikus yang Diinduksi Aloksan. Penelitian ini dilaksanakan mulai

bulan Maret 2010 sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium dan Kandang Hewan

Coba Departemen Biokimia FMIPA IPB.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada Dr. Anna

P. Roswiem, MS selaku pembimbing utama dan Dr. Samsyul Falah, S.Hut, M.Si

selaku pembimbing kedua atas bimbingan, waktu, dan perhatiannya kepada

penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilimiah. Ucapan terima kasih juga

penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta atas

segala doa, dukungan, dan perhatian. Penulis juga mengucapkan terima kasih

kepada Meta dan Aju selaku rekan kerja, Shiddiq, Hery, dan Izha yang telah

memberikan bantuan dan semangat setiap saat. Terima kasih pula kepada Yudi

Alfian yang selalu setia menemani dan memberikan dukungan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi dan bermanfaat bagi semua.

Bogor, Februari 2011

(24)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada 19 Agustus 1988 dari ayah Dwi

Waluyo Adi, S.Sos dan ibu Sulastri. Penulis merupakan anak pertama dari empat

bersaudara. Tahun 2006, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor dan di tahun

yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi

Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Tahun 2007 penulis diterima di

Departemen Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai

mayor.

Selama perkuliahan, penulis pernah aktif di sejumlah organisasi

kemahasiswaan. Tahun 2007-2008 penulis aktif sebagai staf Divisi Relasi

Serambi Ruhiyah Mahasiswa MIPA (Serum G). Di tahun yang sama, penulis juga

aktif di Himpunan Profesi

Community of Research and Education in Biochemistry

(CREBs) sebagai bendahara II, dilanjutkan pada tahun 2008-2009 sebagai

bendahara umum CREBs.

Penulis juga aktif dari tahun 2007-2008 sebagai asisten praktikum Fisika

dan tahun 2008-2009 sebagai asisten praktikum Biologi untuk mahasiswa Tingkat

Persiapan Bersama (TPB). Selain itu, di tahun 2010 penulis aktif sebagai asisten

praktikum Biokimia Umum untuk mahasiswa Departemen Biologi dan Fakultas

Kedokteran Hewan, serta asisten praktikum Struktur dan Fungsi Subseluler untuk

mahasiswa Departemen Biokimia.

(25)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar (

Brucea javanica

(L.) Merr) ... 1

Diabetes Melitus ... 2

Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 3

Aloksan ... 3

Hewan Percobaan ... 4

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 5

Metode Penelitian ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Fraksi Air Buah Makasar ... 6

Kondisi Hewan Coba ... 6

Pengaruh Induksi Aloksan terhadap Kadar Glukosa Darah ... 7

Pengaruh Pemberian Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Darah ... 8

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

LAMPIRAN ... 12

(26)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi pakan standar tikus... 7

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Buah makasar ... 2

2 Alat pengukur glukosa darah ... 3

3 Struktur kimia aloksan ... 4

4 Bobot badan tikus masa adaptasi ... 6

5 Bobot badan tikus selama perlakuan ... 7

6 Kadar glukosa darah tikus selama perlakuan ... 8

7 Presentase penurunan kadar glukosa darah ... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Alur kerja penelitian ... 13

2 Bobot badan tikus masa adaptasi ... 14

3 Bobot badan tikus saat perlakuan ... 15

4 Kadar glukosa darah tikus selama masa perlakuan ... 16

5 Hasil analisis statistik kadar glukosa darah tikus selama masa perlakuan .... 17

(27)

1

PENDAHULUAN

Penyakit yang berhubungan dengan gangguan metabolik saat ini telah menjadi masalah dunia. Salah satu contohnya adalah semakin meningkatnya penderita diabetes melitus (DM). Diabetes merupakan penyakit metabolik yang dicirikan oleh tingginya glukosa dalam darah. Akibat tingginya kadar glukosa darah hingga mencapai fase diabetes dapat memicu serangan jantung, stroke, gagal ginjal, penyakit pembuluh darah perifer, serta penyakit komplikasi lainnya. World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa pada tahun 2003, hampir 200 juta orang di dunia menderita diabetes dan diperkirakan pada tahun 2025 jumlah penderita mencapai 330 juta jiwa. Berdasarkan data WHO tahun 2003, tercatat lebih dari 13 juta penderita diabetes di Indonesia, dari jumlah tersebut diperkirakan dapat meningkat menjadi lebih dari 20 juta penderita pada tahun 2030 (WHO 2003 dalam Depkes 2005).

Berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati penyakit diabetes, seperti pemberian insulin maupun menggunakan obat antidiabetes sintetik. Masyarakat telah beralih dari obat sintetik ke obat tradisional karena obat sintetik dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti kembung, diare, kejang perut, sehingga penggunaannya dibatasi (Lee et al. 2007). Obat tradisional memiliki kelebihan yaitu dapat mengobati tidak hanya satu macam penyakit saja dan lebih aman dikonsumsi. Peningkatan kesadaran manusia terhadap pandangan tentang segi positif mengkonsumsi bahan alam dibandingkan dengan bahan kimia atau sintetis menyebabkan pemanfaatan produk herbal semakin berkembang. Perkembangan tersebut tidak hanya di negara-negara timur melainkan sudah merambah ke negara barat. Hal ini terlihat dari data WHO yang menunjukkan pemanfaatan produk herbal pada kurun waktu 1999-2004 diperkirakan mencapai 66% permintaan dunia (Wardana 2002).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi. Kekayaan tersebut merupakan potensi yang sangat besar dalam pengembangan obat herbal. Indonesia memiliki sekitar 30000 spesies tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Penggunaan tumbuhan sebagai obat di Indonesia telah berlangsung sejak lama dan masyarakat menggunakannya secara turun temurun berdasarkan pengalaman. Penggunaan tumbuhan obat tersebut masih terbatas secara tradisional dan belum banyak diketahui

kandungan senyawa dan manfaat lainnya. Beberapa spesies yang telah diketahui kandungan senyawanya dari 1260 spesies tanaman obat yang ada di Indonesia (Kardono et al. 2003).

Beberapa tanaman yang telah diteliti dan memiliki potensi sebagai antidiabetes diantaranya sambiloto, belimbing wuluh, tapak dara, brotowali, dan mengkudu. Tanaman buah makasar sendiri sudah sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat berbagai penyakit, salah satunya sebagai obat diabetes. Sari (2010) menyatakan bahwa fraksi air 1% dari ekstrak etanol buah makasar secara in vitro memiliki kemampuan dalam menghambat enzim α-glukosidase sebesar 14.32%. Khasiat buah makasar sebagai antidiabetes secara in vivo perlu dilakukan untuk menguji aktivitasnya di dalam tubuh hewan coba.

Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas antihiperglikemia fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Hipotesis penelitian ini adalah fraksi air dari ekstrak etanol buah makasar mampu menurunkan kadar glukosa darah pada pada tikus Sprague Dawley yang diinduksi aloksan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat tanaman buah makasar, sehingga dapat dijadikan alternatif pengobatan penyakit diabetes melitus.

TINJAUAN PUSTAKA

Buah Makasar (Brucea javanica (L.) Merr)

Tanaman buah makasar (Brucea javanica (L.) Merr) tergolong famili Simaroubaceae, divisi Magnoliophyta, ordo Sapindales, kelas Magnoliopsida, bangsa Geraniales, serta marga Brucea (Kumala 2007). Buah makasar merupakan tanaman perdu tegak, tinggi 1-3 m dan ketika masih muda berambut halus. Daunnya berupa daun majemuk menyirip ganjil, jumlah anak daun 5-11, helaian anak daun berbentuk lanset memanjang, memiliki panjang 5-10 cm, dan lebar 2-4 cm. Bunga majemuk berkumpul dalam rangkaian berupa gerombolan padat yang keluar dari ketiak daun dan berwarna ungu kehijauan. Buahnya berbentuk buat telur, memiliki panjang sekitar 8 mm, dan jika sudah masak berwarna hitam (WHO 1999) (Gambar 1).

(28)

2

permukaan laut, dapat ditemukan dalam hutan jati, hutan belukar, hutan sekunder, maupun pada tepi sungai. Di Indonesia, tanaman ini hidup di Pulau Jawa dan Madura.

Tumbuhan ini memiliki nama khas di tiap daerah seperti di Sumatera disebut dadih-dadih, tambar sipago, malur, sikalur dan belur. Di Jawa, buah ini dikenal dengan sebutan kendung peucang, ki padesa, walot dan kwalot sedangkan di Sulawesi disebut tambara marica (Makasar) dan di Maluku Nagas (Ambon). Nama asing tumbuhan ini dikenal dengan sebutan Ya dan Zi (Cina), false sumac, dan java brucea fruit (Inggris). Nama simplisia tumbuhan ini adalah Bruceae Fructus.

Bagian dari tanaman ini yang diminati adalah bagian buahnya. Setelah buah dikumpulkan, bagian yang keras dibuang untuk diambil isinya. Selain buah, daun dan akar juga berkhasiat sebagai obat. Khasiat buah makasar diantaranya dapat mengobati penyakit malaria, disentri, diare kronis akibat terinfeksi Trichomonas sp., wasir, cacingan, papiloma, dan sakit pinggang (Dalimartha 1999).

Kandungan fitokimia buah makasar antara lain alkaloid (buracamarina dan yatanina), flavonoid, glukosida, bruceosida A dan B, fenol (brucenol dan asam bruceolat), brusatol, dan brucein A. Di dalam daging buah terdapat minyak, asam oleat, stearat, dan palmitat (Wijayakusuma 1994). Dua macam kuasinoid baru (javanikolida C & D dan javanikosida B-F) terkandung di dalam bijinya bersama dengan 8 kuasinoid dan 19 kuasinoid glukosida lain yang telah diteliti sebelumnya. Senyawa brucein yang ditemukan dalam ekstrak buah makasar bersifat antimalaria dan antikanker. Senyawa tersebut bukan hanya memberikan efek sitotoksik, tetapi juga bersifat menghambat pertumbuhan strain Plasmodium fasciperum KI secara in vitro. Senyawa kimia lainnya yang terkandung dalam buah makasar dilaporkan juga mempunyai aktifitas melawan leukimia limfotik dan kanker paru-paru (Kim et al. 2004).

Gambar 1 Buah makasar.

Diabetes Melitus

Diabetes melitus didefinisikan sebagai suatu penyakit kelainan metabolik kronis secara serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab diabetes melitus yaitu menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak (Reinauer et al. 2002).

Penyakit diabetes melitus dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah atau urin. Pemeriksaan glukosa darah spesifik dilakukan dalam keadaan puasa (8-10 jam setelah makan). Kadar glukosa darah puasa pada orang normal berkisar antara 70 sampai 120 mg/dL. Konsentrasi tersebut bisa bertambah tinggi pada keadaan setelah makan, yaitu 180 mg/dL dan akan kembali normal dalam waktu 2 jam. Apabila hasil dua kali pemeriksaan pada waktu yang berbeda menunjukkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dL, seseorang dapat didiagnosis menderita penyakit diabetes (Mathur & Shiel 2003).

Diabetes melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu diabetes tipe I Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan diabetes tipe II Insulin Independent Diabetes Melitus (IIDM). Diabetes melitus tipe I didefinisikan sebagai tipe diabetes yang tergantung pada insulin. Tipe ini sel pankreas yang menghasilkan insulin mengalami kerusakan, akibatnya sel-sel β pankreas tidak dapat mensekresikan insulin. Diabetes melitus tipe II merupakan tipe diabetes yang tidak bergantung pada insulin. Pada penderita diabetes tipe II, sel β pankreas tidak mengalami kerusakan, akan tetapi jumlah insulin yang disekresikan menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi insulin (Murray et al. 2003).

(29)

3

golongan sulfonilurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan insulin, contohnya glibenklamid. Kedua, golongan biguanida yang dapat mengurangi produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal. Contoh obat golongan ini adalah glucophage, diabex, dan glukotika. Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase, salah satu contohnya adalah acarbose. Obat golongan ini dapat menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di dalam usus. Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan produksi gula hati (Tuyet & Chu

Gambar

Gambar 1  Buah makasar.
Gambar 4  Bobot badan tikus masa adaptasi.
Gambar 4  Bobot badan tikus masa adaptasi.
Tabel 1 Komposisi pakan standar tikus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh akupresur pada titik pericardium 6 terhadap penurunan mual dan muntah pada pasien dyspepsia di Ruang Rawat

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Ekstrak Batang Sipatah-patah ( Cissus quadrangula Salisb.) dalam Proliferasi dan Diferensiasi Sel Punca Mesenkimal

Hipotesis kedua yang pertama berbunyi : Ada pengaruh yang signifikan antara dukungan dari orang tua terhadap motivasi belajar mahasiswa PGSD UAD, untuk menguji hipotesis

Perangkat lunak dikernbangkan untuk selanjutnya digunakan oleh para user dan pengembang perangkat lunak menggunakan proses Pengujian Alphl dan pengujian Beta untuk

Pada penelitian ini, secara keseluruhan ikan kakap betina di perairan Selatan Banten lebih melimpah dibandingkan jantan dengan nisbah kelamin jantan dan betina adalah 1:1.53.. Hal

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taudik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

[r]

dari upaya pembangunan di lingkungan/kawasan yang dimaksud. Ruang lingkup wilayah kegiatan penyusunan Rencana Induk Ibukota Kabupaten Tana Tidung. adalah wilayah yang