• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Strategi Pemasaran pada Restoran Waralaba Pecel Lele Lela di Bogor, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Strategi Pemasaran pada Restoran Waralaba Pecel Lele Lela di Bogor, Jawa Barat"

Copied!
199
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Saat ini makanan bukan hanya kebutuhan melainkan juga menjadi bagian dari gaya hidup seseorang. Peningkatan minat masyarakat untuk mengunjungi

restoran disebabkan oleh perubahan pola pikir bahwa makan diluar meningkatkan harga diri. Tingginya minat masyarakat untuk makan diluar rumah menyebabkan permintaan terhadap makanan siap saji pun meningkat, yang pada kemudian menciptakan peluang berdirinya usaha-usaha restoran makanan di Indonesia

khususnya kota besar.

Restoran makanan yang menyajikan menu beragam dan cepat saji menjadi pilihan bagi konsumen, hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya restoran cepat saji yang berdiri. Kebiasaan dan potensi masyarakat perkotaan yang cenderung membeli makanan siap saji adalah peluang bisnis. Peluang bisnis tersebut semakin didukung dengan telah banyak usaha restoran yang menawarkan sistem waralaba bagi para pengusaha yang akan membuka usaha restoran. Waralaba (franchise) adalah sistem pemberian lisensi olekh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak lain (penerima waralaba) (Queen 1993). Sistem waralaba lebih menguntungkan karena resiko usaha sudah diminimalisir sedemikian rupa oleh pihak franchisor dan modal yang dikeluarkan pun akan lebih kecil dibandingkan membuka usaha sendiri dengan skala usaha yang sama. Pihak franchisor sudah menyediakan segala sesuatu untuk mendukung investor (franchisee) termasuk survey, metode marketing dan promosi, perizinan, bahan baku, manajemen, standar kerja, desain interior dan lain-lain.

Beberapa waralaba banyak yang telah memiliki nama atau merek terkenal seperti Kentucky Fried Chicken, Pizza Hut, Mc Donald dan Hoka-Hoka Bento. Waralaba lokal yang ditawarkan dengan modal tidak terlalu tinggi hanya dengan belasan juta rupiah, seperti Es Teler 77, Ayam Bakar Wong Solo, Bakmi Japos, Bakmi Raos dan Pecel Lele Lela.

Pada saat ini jumlah restoran mengalami peningkatan, salah satunya di

(2)

Perkembangan jumlah restoran dan rumah makan di kota Bogor pada tahun

2005-2009 dapat dilihat pada (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan Jumlah Restoran di Kota Bogor Tahun 2005-2009

Tahun Jumlah Pertumbuhan (%)

2005 Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayan Kota Bogor, 2009

Tabel 1 menunjukkan peningkatan jumlah restoran yang mengakibatkan persaingan antar restoran cukup tinggi, khususnya di kota Bogor. Pada tahun 2008 jumlah restoran dan rumah makan menurun sebanyak 57 unit, hal ini dikarenakan

ada sebagian restoran dan rumah makan yang mengalami kebangkrutan. Kebanyakan restoran (pesaing) gagal pada tahun pertama operasionalnya dengan persentase 25-33 persen. Selain itu, penyebab bisnis restoran gagal pada tahun pertamanya adalah ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan dan

mengoptimalkan peluang serta persaingan yang ada, kurangnya pengalaman dan pengetahuan akan bisnis makanan dan manajemen operasional (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor 2009).

(3)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kota Bogor 2004-2008

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2009

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk kota Bogor berfluktuasi pada setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan yang menambah dan mengurangi jumlah penduduk. Perpindahan penduduk akan mempengaruhi bertambah atau berkurangnya jumlah penduduk pada suatu daerah. Rata-rata pertumbuhan penduduk kota Bogor per lima tahunnya adalah sebesar 1,24 persen. Keadaan inilah yang menyebabkan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap jasa penyediaan makanan, khususnya di bidang restoran.

Pada saat ini pengusaha restoran merespon kebutuhan masyarakat dengan menawarkan berbagai keuntungan dan fasilitas tidak hanya dalam menyajikan

makanan dan minuman, akan tetapi dengan menambahkan suasana nyaman dan santai yang dapat membuat konsumen nyaman berada di restoran tersebut. Usaha restoran akan berjalan dengan lancar apabila didukung dengan strategi yang tepat. Bisnis restoran yang gagal atau tidak berjalan dengan lancar dikarenakan perusahaan tidak mengetahui strategi-strategi yang tepat dalam memajukan usahanya. alternatif lain yang disajikan adalah ayam bakar madu dan ayam goreng mentega.

(4)

Persaingan yang semakin ketat diantara banyaknya usaha sejenis baik yang

baru memulai maupun yang sudah lebih dulu dikenal oleh konsumen, mengharuskan pengelola restoran Pecel Lele Lela dapat melihat dan memanfaatkan peluang yang ada. Kemampuan membaca selera pasar, menjaga kualitas makanan, pelayanan prima, Penanganan keluhan serta manajemen yang baik adalah hal-hal penting yang harus selalu dijaga oleh suatu perusahaan. Oleh karena itu, strategi pemasaran dilaksanakan untuk meningkatkan pendapatan dan menghadapi persaingan agar dapat bertahan di pasar yang kompetitif.

1.2 Perumusan Masalah

Banyak restoran yang bermunculan di kota Bogor merupakan dampak dari banyaknya permintaan masyarakat akan makanan yang enak, sehat dan bergizi tetapi dengan harga yang terjangkau. Hal tersebut dipengaruhi oleh informasi, gaya hidup, kesadaran gizi, persepsi, pendidikan yang tinggi serta masyarakat yang tidak memiliki banyak waktu untuk menyiapkan makanan.

Perubahan yang ada di masyarakat menyebabkan Restoran Pecel Lele Lela untuk menampilkan suasana baru dalam menikmati hidangan lele. Di Bogor sudah sangat banyak sekali warung pecel lele tenda dan restoran lain yang menyajikan menu olahan dari ikan lele maka Restoran Pecel Lele Lela di Bogor hadir menyajikan menu olahan dari ikan lele dengan berbagai pilihan masakan olahan dari ikan lele untuk memperkaya pilihan menu makanan masyarakat di Bogor.

Banyak waralaba yang menawarkan sistem menarik namun dalam penerapan sistem operasinya terdapat kekurangan terutama pada strategi pemasaran. Strategi pemasaran merupakan kunci agar produk dikenal oleh masyarakat, terutama konsumen yang akan menggunakan barang atau jasa yang di

(5)

bersifat pengembangan terkait produk, harga, promosi, tempat, bukti fisik, proses

dan orang serta mendapat persetujuan resmi dari pihak franchisor.

Pecel Lele Lela merupakan restoran dengan sistem waralaba yang didirikan pada tahun 2006 oleh bapak Rangga Umara. Pada tahun 2009 Pecel Lele Lela membuka usaha kemitraan dan telah membuka cabang di seluruh Indonesia serta berhasil meraih penghargaan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan sebagai restoran lele inovatif. Pecel Lele Lela di Bogor di buka di Bogor pada 3 Mei 2009 yang terletak di Jalan Jendral Sudirman Kavling 6 Nomor 22, Bogor dengan pemilik Ibu Ling-ling dan Ibu Anki.

Keistimewaan dari restoran Pecel lele Lela yaitu produk yang ditawarkan sangat diutamakan kualitasnya. Bahan baku yang di gunakan terjamin kualitasnya agar dapat memuaskan konsumen. Ramainya pengunjung masih fluktuatif, dikarenakan promosi yang dilakukan masih belum maksimal karena masih hanya melalui mulut ke mulut dan dengan media jejaring sosial berupa facebook. Restoran Pecel Lele Lela Bogor agar memenuhi keinginan konsumen serta dapat tetap bersaing dengan restoran lain yang ada di Kota Bogor, maka pihak manajemen harus mampu menciptakan strategi pemasaran yang lebih tepat.

Tingkat persaingan yang tinggi dalam bisnis restoran di Kota Bogor yang ditandai dengan makin bertambahnya jumlah restoran tiap tahun, membuat restoran Pecel Lele Lela di Bogor harus mampu untuk meningkatkan mutu dan pelayanannya agar dapat meraih pangsa pasar industri restoran di Kota Bogor. Pada kenyataannya total omzet penjualan restoran Pecel Lele Lela Bogor sudah

(6)

Tabel 3. Omzet Restoran Pecel Lele Lela Bogor Bulan Januari – Mei 2011

Sumber: Restoran Pecel Lele Lela Cabang Bogor 2011

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat omzet Restoran Lecel Lele Lela dari bulan Januari sampai Mei, stabil dalam kisaran 60 juta dan belum mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini dikarenakan promosi yang dilakukan belum optimal karena pada saat ini promosi hanya dilakukan melalui media jejaring sosial (facebook) dan hanya dari mulut kemulut saja. Selain itu, mungkin karena variasi produk yang ditawarkan masih terbatas yang kemungkinan menyebabkan konsumen menjadi jenuh. Pihak manajemen restoran sangat menginginkan meningkatkan penjualan sehingga omzet meningkat mencapai 20% dari omzet semula yaitu kurang lebih Rp 60.000.000.

Menghadapi permasalahan tersebut, maka pihak manajemen restoran Pecel Lele Lela Bogor harus mengetahui penyebab penjualan produk dan jumlah

pengunjung restoran Pecel Lele Lela Bogor belum mengalami peningkatan. Setelah diketahui apa yang menjadi penyebab belum mengalami peningkatan yang signifikan baru pihak manajemen restoran Pecel Lele Lela Bogor membutuhkan strategi yang tepat agar kebutuhan dan keinginan konsumen dapat tercapai serta dapat membuka peluang untuk terus berkembang ditengah persaingan bisnis restoran di kota Bogor.

Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja faktor-faktor yang menentukan strategi pemasaran restoran Pecel Lele Lela di Bogor baik dari kondisi lingkungan internal maupun eksternal? 2. Bagaimana perumusan alternatif strategi pemasaran yang sesuai bagi restoran

(7)

eksternal perusahaan saat ini untuk direkomendasikan kepada pihak

franchisor?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor internal dan eksternal pada restoran Pecel Lele Lela di Bogor.

2. Merumuskan alternatif strategi pemasaran bagi Pecel Lele Lela di Bogor yang sesuai dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal perusahaan pada saat ini untuk direkomendasikan kepada pihak franchisor.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dilaksanakannya penelitian ini, manfaat yang akan didapat sebagai berikut:

1. Bagi pihak manajemen restoran Pecel Lele Lela Bogor, hasil penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan pertimbangan alternatif terbaik dalam meningkatkan kinerja perusahaan.

2. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dpat berguna untuk menambah pengalaman dan merupakan pengimplementasian ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama kuliah dan diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

literatur untuk penelitian selanjutnya.

(8)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Restoran

(Marsum 2009 dalam Firbani 2006) menjelaskan bahwa, restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum. Restoran pada umumnya memiliki bangunan sendiri, tetapi ada juga restoran yang menyatu dengan bangunan lain seperti hotel, kantor maupun pabrik. Meskipun berada dalam tempat yang berbeda-beda tetapi tujuan operasi restoran adalah sama yaitu untuk mencari keuntungan serta memberikan kepuasan bagi para tamu atau konsumen terhadap makanan dan pelayanannya.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 9 Tahun 2004, restoran adalah salah satu jenis usaha jasa pangan yang bertempat di sebagian atau seluruh

bangunan yang permanen, dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan, penyajian dan penjualan makanan dan minuman bagi umum di tempat usahanya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam keputusan ini. Restoran termasuk dalam kategori jasa, walaupun prosesnya terkait

dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak berwujud (intangible) dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-faktor produksi (Lovelock dan Wright 2005). Menurut Kotler (2002) restoran terkait dengan orang, bukti fisik, dan proses, karena sebagian besar jasa diberikan oleh orang, seleksi, pelatihan, dan motivasi pegawai dapat membuat perbedaan yang besar dalam kepuasan pelanggan. Hal inilah yang menyebabkan bisnis ini unik karena menggabungkan antara penjualan produk berupa makanan dan minuman dengan usaha memberikan pelayanan jasa kepada konsumennya.

(9)

bisnis restoran terutama yang berkaitan dengan produk, mutu pelayanan, manajemen, administrasi, dan pengawasan.

Menurut Torsina (2000), ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar usaha restoran yang akan dibangun maju, yaitu:

1) Memberikan atau menawarkan variasi menu makanan, cita rasa dan kelezatan yang berbeda dari makanan yang telah banyak ditawarkan oleh restoran lain. 2) Memberikan pelayanan yang baik serta kecepatan penyajian, dan

3) Harga yang bersaing dan lokasi yang strategis yang menjadi indikator bagi kemajuan restoran.

2.2 Waralaba

Waralaba berasal dari wara (lebih atau istimewa) dan laba (keuntungan). Dengan demikian, usaha waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih atau istimewa, secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaanuntuk memasarkan suatu produk atau jasa dari pemilik (franchisor) kepada pihak lain (franchise) yang diatur dalam suatu aturan permainan tertentu. Franchise disini bukanlah cabang perusahaan (company-owned unit) milik franchisor melainkan usaha yang mandiri. Hubungan antara franchisor dan franchisee bersifat horizontal, sehingga dalam hubungan bisnis dan hukum keduanya setara, dalam arti sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan sesuai kesepakatan. (Karamoy 1997).

(10)

1) Franchise Format Bisnis, seorang pemegang franchisee memperoleh hak untuk memasarkan dan menjual produk atau pelayanan dalam suatu wilayah atau lokasi spesifik dengan menggunakan standar operasional dan pemasaran. 2) Franchise Distribusi Produk, seorang pemegang franchisee memperoleh

lisensi eksklusif untuk memasarkan suatu produk dari suatu perusahaan tunggal dalam lokasi spesifik.

Sebagai suatu metode kemitraan, waralaba memiliki tiga bentuk sistem (LPPM dalam Nurhanif, 1999):

1) Trade Mark/Brand Franchising

Tipe ini dilakukan dengan memberikan hak atau lisensi kepada penerima waralaba untuk memproduksi barang dan jasa menggunakan nama dagang milik pemberi waralaba. Tipe ini banyak dilakukan misalnya dalam industri pakaian terkenal yang kemudian diproduksidi dalam negeri.

2) Product Distribution Franchise (Product Franchising)

Pada tipe ini penerima waralaba memperoleh hak untuk memasarkan barang dan jasa pemberi waralaba dengan memanfaatkan jalur distribusi tertentu yang telah dikembangkan pemberi waralaba. Tipe ini banyak dipraktekkan untuk produk-produk suku cadang, kendaraan bermotor, minuman ringan, barang kosmetik dan lainnya.

3) Pure Franchising (Business Format Franchising)

Pada tipe ini pemberi waralaba menyediakan format waralaba yang lengkap mulai dari pemanfaatan merek dagang dan jasa untuk dijual, perangkat

manajemen, pengawas mutu, jalur distribusi, dan pelayanan lainnya. Tipe ini banyak digunakan di restoran siap saji, agen penjualan mobil, rumah dan jasa pelayanan lainnya.

Berdasarkan sistem waralaba tersebut maka restoran Pecel Lele Lela termasuk ke dalam Pure Franchising karena pemberi waralaba menyediakan format waralaba yang lengkap.

2.2.1 Perjanjian Waralaba

(11)

perjanjiannya ditanda tangani oleh semua pihak yang terlibat. Perjanjian waralaba

adalah suatu dokumen yang secara hukum menentukan hak dan kewajiban dari hak pemberi dan penerima waralaba. Penerima waralaba harus membaca dan memahami seluruh isi perjanjian tersebut sebelum setuju menandatangani perjanjian. Masa berlakunya perjanjian waralaba adalah lamanya waktu selama penerimaan waralaba boleh menggunakan lisensi atau sistem yang di waralabakan (Mendelsohn dan Queen, 1993).

2.2.2 Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba

Pemberi waralaba (franchisor) mempunyai hak untuk mendapatkan uang franchise (franchise fee) karena telah mewaralabakan bisnisnya. Menurut Mendelsohn (1993) ada tiga cara dalam menentukan uang franchisee yaitu: 1. Uang Franchise Awal (Initial Franchise Fee)

Biaya ini terdiri dari biaya rekruitmen sebesar biaya pendirian yang dikeluarkan oleh pemberi waralaba (franchisor) untuk kepentingan penerima waralaba. Biaya ini ditanggung sepenuhnya oleh penerima waralaba (franchisee).

2. Uang Franchise Terus-menerus (Continuing Franchise Fee)

Uang franchise tersebut merupakan pembayaran atas jasa terus menerus yang diberikan oleh penerima waralaba (franchise) atas kegiatan operasional yang dilakukan oleh usaha waralaba tersebut. Biasanya uang tersebut dihitung berdasarkan persentase dari pendapatan kotor usaha waralaba tersebut.

3. Kenaikan Harga Produk

Apabila pemberi waralaba (franchisor) merupakan pemasok produk bagi penerima waralaba (franchisee), perlu dibuat mekanisme untuk melindungi penerima waralaba (franchisee) terhadap kenaikan harga yang tidak wajar dan tidak adil. Perlindungan tidak dibuat, pemberi waralaba (franchisor) dapat menaikkan keuntungannya melampaui pengeluaran penerima waralaba (franchisee) yang tentunya akan sangat merugikan pihak penerima waralaba (franchisee).

(12)

1. Franchisor harus mengetahui di mana outlet didirikan dan kriteria yang menentukan suatu tempat atau suatu daerah.

2. Franchisor mempersiapkan peralatan dan perabotan yang telah distandarisasikan.

3. Franchisor memberikan saran mengenai dekorasi toko untuk merefleksikan citra nama yang telah terbentuk.

4. Franchisor mempersiapkan petunjuk operasional yang memberikan semua informasi yang diperlukan franchisee agar mampu mengoperasikan bisnis waralabanya secara tepat. Petunjuk operasional berisi panduan rinci mengenai tugas-tugas yang harus dijalankan oleh staf anggota atau penerima waralaba (franchisee).

5. Franchisor harus menyusun pengaturan bersama dengan pemasok bahan-bahan dasar atau barang-barang yang dibutuhkan oleh bisnis yang

diwaralabakan agar franchisee mampu menjual dengan harga yang kompetitif. 6. Franchisor harus menyusun jadwal pelatihan dan mempersiapkan fasilitas

pelatihan untuk para franchisee serta staff mereka.

7. Franchisor perlu mempersiapkan prosedur akunting dan system bisnis yang sederhana yang harus di operasikan oleh franchisee. Franchisor juga harus melatih franchisee dalam prosedur akunting dan sistem bisnis ini.

2.2.3 Hak dan Kewajiban Penerima Waralaba

Penerima waralaba menurut Karamoy (1997) mempunyai hak untuk

mendapatkan bantuan teknis dari pemberi waralaba berupa: 1). Seleksi lokasi dan survey demografi

2). Program pelatihan awal

3). Bantuan untuk pra pembukaan dan pembukaan perusahaan dan kantor

4). Bantuan pelaksanaan atau kegiatan operasi (on going operasional assistance); 5). Program pelatihan lanjutan

6). Akses data atau informasi pasar dan pemasaran 7). Bantuan konsultasi dan situasi krisis.

(13)

1) Biaya Waralaba (Franchise Fee): kewajiban membayar biaya waralaba terjadi pada masa awal waralaba. Pemberi waralaba umumnya akan meminta suatu deposito pada saat tahapan pembicaraan awal dan sisanya harus dilunasi pada saat penandatanganan perjanjian waralaba.

2) Pengeluaran langsung (Direct Ekspense): pengeluaran langsung untuk biaya hidup dan pemondokan pemilik franchise tahapan awal. Penerima waralaba wajib menanyakan siapa yang bertanggung jawab atas biaya selama pemilihan lokasi, pelatihan penerima waralaba dan bantuan penerima waralaba saat pembukaan.

3) Royalti: pembayaran berlanjut (continuing franchise fee) kepada pemberi waralaba sebagai imbalan atas pemberian hak waralaba. Pembayaran dapat dilakukan setiap minggu, bulan atau triwulan dan diterapkan sebagai persentase atas pendapatan kotor.

4) Biaya Pemasaran dan Periklanan (Marketing and Advertising fees): biaya ini dapat didasarkan kepada volume penjualan atau ditentukan oleh biaya aktual dari suatu program tertentu atau suatu kombinasi dari kedua metode tersebut. 5) Sewa: beberapa pemberi waralaba memiliki lokasi dan/atau peralatan dan

menyewakan kepada penerima waralaba.

6) Biaya Penyerahan/Pengalihan (Assignment Fees): apabila penerima waralaba menjual bisnisnya, pemberi waralaba memerlukan suatu pembayaran untuk mempersiapkan perjanjian penyerahan, pelatihan penerima waralaba yang baru dan biaya lain yang berhubungan dengan pengalihan tersebut.

Penelitian terdahulu yang juga meneliti pada restoran waralaba diantaranya Nugroho (2009) dalam penelitiannya yang mengkaji tentang Analisis Prioritas Strategi Bauran Pemasaran pada Restoran Bakmi Raos Condet Jakarta, Fitri (2009) yang mengkaji tentang Penilaian Konsumen Terhadap Pelaksanaan Bauran Pemasaran (7P) pada Restoran Bakmi Japos Bogor.

2.3 Konsep Strategi Pemasaran

(14)

product, price, place, promotion, people, physic dan process. Konsep strategi bauran pemasaran 7P juga dilakukan oleh Fitri (2009) yang mengkaji tentang Penilaian Konsumen Terhadap Pelaksanaan Bauran Pemasaran (7P) pada Restoran Bakmi Japos Bogor, Ridwansyah (2009) yang mengkaji tentang Strategi Pemasaran pada Rumah Makan Sate Kiloan Empuk Cibinong.

Menyusun strategi pemasaran terbaik, perusahaan harus memutuskan siapa yang akan dilayaninya. Perusahaan melakukan hal ini dengan membagi pasar menjadi segmen pelanggan (segmentasi pasar) dan memilih segmen yang akan dituju (target pemasaran). Perusahaan harus memutuskan bagaimana cara perusahaan itu melayani pelanggan sasaran (perusahaan melakukan diferensiasi dan memposisikan dirinya sendiri di pasar). Selanjutnya, perusahaan kemudian merancang bauran pemasaran yang terintegrasi untuk menghasilkan respons yang diinginkan dalam pasar sasaran.

2.4 Lingkungan Perusahaan

Salah satu tujuan dari suatu perusahaan adalah memperoleh laba yang optimal dari kegiatannya sehari-hari, khususnya pada kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran baik itu pemasaran produk ataupun pemasaran jasa. Menjalankan kegiatan pemasaran yang baik dan sesuai sasaran yang diharapkan, maka perusahaan harus menerapkan suatu strategi yang tepat dan sesuai dengan lingkungan pemasaran perusahaannya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran terdiri dari faktor-faktor internal dan eksternal perusahaan. Faktor-faktor internal Analisis internal perusahaan dikenal juga dengan nama analisis profil perusahaan. Analisis lingkungan

internal dilakukan untuk mengamati kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. Kekuatan merupakan potensi yang dimiliki oleh perusahaan yang dapat

digunakan untuk memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang muncul dari

luar. Sedangkan kelemahan adalah segala keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki

oleh perusahaan dan harus terus diperbaiki agar perusahaan mampu bersaing di pasar.

Adapun lingkungan internal perusahaan tersebut dilihat dari analisis fungsional. Analisis Fungsional merupakan salah satu cara yang paling sederhana untuk

memahami dan menganalisis lingkungan internal perusahaan. Secara pedekatan

(15)

daya manusia, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan serta sistem

informasi manajemen.

Pemasaran dapat dideskripsikan sebagai proses pendefinisian, penciptaan, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk dan jasa yang

ditawarkan oleh suatu perusahaan. Agar sukses dipasar yang penuh dengan

persaingan maka perusahaan harus menempatkan konsumen ditengah. Akan tetapi sebelum memuaskan konsumen, sebuah perusahaan harus memahami dengan jelas

apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari konsumen. Faktor-faktor yang

diperhatikan dalam aspek pemasaran adalah unsur pemasaran STP (segmentation, targetting dan positioning) dan bauran pemasaran 7P (product, price, place, promotion, people, process dan phisic). Faktor-faktor eksternal terdiri dari lingkungan jauh dan lingkungan industri, yang termasuk lingkungan jauh adalah faktor politik, faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor teknologi. Sedangkan lingkungan industri perusahaan adalah ancaman pendatang baru, tingkat persaingan antar perusahaan, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar menawar pemasok dan kekuatan tawar menawar konsumen.

Teori David (2009) ini digunakan dalam penelitian Ratnasari (2009) sama

seperti pada penelitian Erlaningsih (2008) dan Pratiwi (2008).

Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Ridwansyah (2008) dan Sartika (2008). Kedua penelitian ini menggunakan teori Kotler dan Armstrong (1996), dimana lingkungan perusahaan terdiri dari lingkungan mikro dan

lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari semua pihak yang mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memproduksi dan menjual produk, diantaranya adalah pemasok, perantara, pemasaran, pelanggan dan pesaing. Sedangkan lingkungan mikro perusahaan terdiri dari faktor demografis, ekonomi, fisik, teknologi, potilik/hukum dan sosial/budaya yang berpengaruh terhadap penjualan dan laba perusahaan.

(16)

alternatif secara objektif, berdasarkan faktor-faktor keberhasilan eksternal dan

internal yang telah diidentifikasi sebelummnya pada matriks IFE dan EFE. Penelitian yang menggunakan QSPM menunjukkan bahwa prioritas strategi dari setiap perusahaan itu berbeda-beda sesuai dengan visi dan misi dari perusahaan tersebut. Beberapa penelitian yang mengambil topik strategi pemasaran menggunakan QSPM untuk menentukan prioritas strategi yang akan dijalankan oleh perusahaannya adalah Ratnasari (2009), Erlaningsih (2008), Lestari (2008) dan Pratiwi (2008).

(17)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Pemasaran dipandang sebagai fungsi bisnis yang bertugas untuk mengenali kebutuhan dan keinginan pelanggan, menentukan pasar sasaran mana

yang akan dilayani dengan sebaik-baiknya oleh perusahaan serta menetapkan strategi pemasaran yang akan dilakukan oleh perusahaan agar tujuannya tercapai dengan baik. Pada penelitian ini, strategi pemasaran dirumuskan berdasarkan unsur strategi pemasaran berupa segmentasi pasar, pentargetan pasar dan posisi pasar yang diinginkan dan bauran pemasaran yang terdiri dari 7P. Menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan, Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation (IFE), Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM).

3.1.1 Konsep Strategi Pemasaran

Strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta rumusan pada pendayagunaan dan semua alokasi sumberdaya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut (Rangkuti 2005). Menurut David (2006), manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai ilmu untuk memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi dapat

mencapai tujuannya. Dengan demikian, manajemen strategis dapat digunakan dalam merumuskan permasalahan suatu organisasi dan merencanakan strategi yang akan diimplementasikan serta mengevaluasi suatu keputusan strategi. Pemasaran sangat memegang peran penting dalam daur produk dari produsen

(18)

Jadi pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan

kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas menukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Berdasarkan definisi tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya proses pemasaran itu terjadi dimulai jauh sebelum barang-barang diproduksi. Pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi berbagai faktor sosial, politik, ekonomi, dan manajerial (Rangkuti 2005).

Strategi pemasaran dalam bisnis merupakan suatu cara untuk memperoleh hasil yang diinginkan berdasarkan kondisi dan struktur yang berlaku. Strategi ini berguna untuk mengantisipasi masalah-masalah dan kesempatan masa depan dalam kondisi yang tepat secara sistematis, rasional, kritis, komprehensif dan integratif (Pearce and Robinson 1997). Strategi pemasaran mengartikulasikan sebuah rencana dalam penggunaan terbaik sumberdaya dan keunggulan perusahaan untuk mencapai tujuannya. Menurut David (2006), strategi pemasaran adalah pengembangan rencana jangka panjang untuk manajemen efektif dari peluang dan ancaman lingkungan, dilihat dari kekuatan dan kelemahan perusahaan. Menurut Kotler (2005), strategi pemasaran terdiri dari prinsip-prinsip dasar yang mendasari manajemen pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasarannya dalam sebuah pasar sasaran.

Kertajaya (1998) menyatakan konsep pemasaran yang dikonsumsi dan yang dikembangkan haruslah konsep pemasaran yang sudah terdefinisi sehingga orang tak lagi hanya bicara bauran pemasaran, tetapi juga bagaimana

memenangkan pangsa pasar (market share), serta memenagkan pangsa pikiran (mind share), dan memenangkan pangsa hati dan perasaan (heart share). Di dalamnya dibicarakan mengenai brand (merek) yang merupakan nilai terpenting, service yang merupakan value enabler, dan proses merupakan perangkat atau pembangkit nilai (value enhancer), tentang segmentasi, positioning, diferensiasi, dan penjualan.

3.1.2 Analisis Lingkungan Perusahaan

(19)

pemasaran dalam menghadapi perubahan lingkungan tersebut perlu dilakukan dan

mendapat perhatian dari pihak perusahaan. Perusahaan yang berhasil akan memandang bisnis mereka dari luar ke dalam. Menyadari bahwa lingkungan perusahaan selalu menimbulkan peluang serta ancaman baru dan mereka memahami pentingnya memantau dan beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah (Kotler dan Keller 2007).

Analisis lingkungan perusahaan sangat penting dilakukan karena memberikan kesempatan kepada para perencana strategi untuk melakukan tanggapan pilihan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan. Analisis ini juga bertujuan agar manajemen perusahaan memiliki kemampuan untuk dapat meramalkan perubahan yang mungkin terjadi, sehingga dapat mengantisipasi perubahan tersebut. Lingkungan perusahaan terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan internal yang terdiri dari variabel kekuatan dan kelemahan yang berada dalam kontrol manajemen perusahaan, serta lingkungan eksternal yang meliputi variabel peluang dan ancaman yang berada diluar kontrol manajemen perusahaan.

Menurut Gluek (1992) dalam Firbani (2006), analisis lingkungan diperlukan untuk:

1) Menentukan faktor-faktor apa saja yang terdapat dalam lingkungan yang akan menjadi kendala terhadap pelaksanaan strategi dan tujuan perusahaan

sekarang.

2) Menentukan faktor-faktor dalam lingkungan yang akan memberikan peluang untuk pelaksanaan tujuan yang lebih besar dengan cara menyesuaikan dengan strategi perusahaan. Analisis lingkungan diperlukan untuk mengenali risiko

yang berhubungan dengan usaha perusahaan untuk memanfaatkan keuntungan dari peluang-peluang yang terdapat dalam lingkungan.

A. Analisis Lingkungan Internal

(20)

aspek pasar dan pemasaran adalah menggunakan unsur pemasaran Segmentation, Targeting, dan Positioning (STP) dan bauran pemasaran 7P (Product, Price, Place, Promotion, People, Phisic and Process.

Penentuan pasar dalam rangka penawaran produk adalah sesuatu yang penting, karena untuk sukses dipasar yang penuh dengan persaingan, perusahaan harus menempatkan konsumen ditengah. Sebelum memuaskan konsumen, sebuah perusahaan harus memahami dengan jelas apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan dari konsumen. Terdapat banyak macam konsumen dengan kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perusahaan harus menyesuaikan produk dan program pemasaran pada kebutuhan pelanggan yang spesifik. Ada tiga langkah yang harus diketahui perusahaan sebelum memasuki pasar diantaranya adalah segmentasi pasar, mentargetkan pasar dan memposisikan pasar. Langkah-langkah dalam pemasaran terarah dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Langkah-langkah dalam Pemasaran Terarah Sumber: Kotler dan Armstrong (1996)

1) Segmentasi Pasar (Segmentation)

Pasar terdiri dari banyak tipe pelanggan, produk, dan kebutuhan.

Manajemen harus menentukan segmen mana yang menawarkan peluang terbaik. Konsumen dapat dikelompokkan dan dilayani dalam berbagai cara berdasarkan faktor geografis, demografis, psikografis, dan perilaku. Proses pembagian pasar menjadi kelompok pembeli berbeda yang mempunyai kebutuhan, karakteristik,

atau perilaku berbeda, yang mungkin memerlukan produk atau program pemasaran terpisah disebut segmentasi pasar (Kotler dan Armstrong, 2008).

(21)

Menurut Umar (2000), agar segmentasi dapat berguna, harus diperhatikan

beberapa karakteristik berikut:

 Dapat diukur, maksudnya besar pasar dan daya beli di segmen ini dapat

diukur walaupun ada beberapa komponen variabel yang sulit diukur.

 Dapat dijangkau, maksudnya sejauh mana segmen ini dapat secara efektif

dicapai dan dilayani, walau bisa saja ada kelompok yang sulit dijangkau.

 Besar segmen yang diharapkan, maksudnya berapa besar segmen harus

dijangkau agar dapat menguntungkan.

 Dapat dilaksanakan, maksudnya sejauh mana program yang efektif itu

dapat dilaksanakan untuk mengelola segmen ini.

2) Menetapkan Target Pasar (Targeting)

Setelah perusahaan mendefinisikan segmen pasar, perusahaan dapat memasuki satu atau beberapa segmen tersebut. Menetapkan target pasar (market targeting) melibatkan evaluasi setiap daya tarik segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen yang akan dimasuki. Perusahaan harus menargetkan daya tarik

segmen di mana perusahan dapat menghasilkan nilai pelanggan terbesar dan mempertahankannya sepanjang waktu. Perusahaan dapat mengevaluasinya dengan menelaah tiga faktor, yaitu ukuran dan pertumbuhan segmen, kemenarikan struktural segmen serta sasaran dan sumber daya yang dimiliki perusahaan (Umar, 2000).

 Ukuran dan Pertumbuhan Segmen. Perusahaan harus mengumpulkan dan

menganalisis data tentang penjualan terakhir, proyeksi laju pertumbuhan penjualan dan margin laba yang diharapkan untuk berbagai segmen, lalu pilih segmen yang diharapkan paling sesuai.

 Kemenarikan Struktural Segmen, suatu segmen mungkin mempunyai ukuran

dan pertumbuhan yang sesuai dengan yang diharapkan, akan tetapi belum tentu menarik dari sisi profitabilitasnya, jadi perusahaan tetap harus mempelajari faktor-faktor struktural yang utama yang mempengaruhi daya

tarik segmen dalam jangka panjang.

 Sasaran dan Sumber daya, perusahaan harus mempertimbangkan sasaran dan

(22)

yang prospektif/potensial, akan tetapi dapat ditolak jika tidak prospektif dalam

jangka panjang. Selanjutnya, walaupun segmen itu bagus dan prospektif dalam jangka panjang, tetap harus dipertimbangkan kemampuan perusahaan dalam menyediakan sumber dayanya, misalnya keterampilan tenaga pelaksananya untuk masuk kepasar itu bahkan keterampilan yang lebih baik dari pesaingnya.

3) Menentukan Posisi dalam Pasar (Positioning)

Setelah perusahaan memutuskan segmen pasar mana yang dimasuki, perusahaan harus memutuskan bagaimana mendiferensiasikan penawaran pasarnya untuk setiap segmen sasaran dan posisi apa yang ingin ditempatinya dalam segmen tersebut. Posisi produk adalah tempat yang diduduki produk relatif terhadap pesaingnya dalam pikiran konsumen. Pemasar ingin mengembangkan posisi pasar unik bagi produk mereka. Jika suatu produk dianggap sama persis dengan produk lainnya di pasar, konsumen tidak mempunyai alasan untuk membelinya.

Positioning adalah pengaturan suatu produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda dan diinginkan, relatif terhadap produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Menurut Kotler dan Keller (2007) strategi pemasaran atau bauran pemasaran adalah strategi yang disatukan, terintegrasi dan komprehensif yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh organisasi. Strategi

pemasaran pada jasa dengan manajemen jasa terpadu yaitu perencanaan dan pelaksanaan terkoordinasi kegiatan-kegiatan Pemasaran, Operasi, Sumber Daya Manusia (SDM) dan yang penting bagi keberhasilan perusahaan jasa, yang biasa disebut dengan komponen 7P komponen manajemen mutu terdiri dari:

1. Product (Produk)

(23)

merupakan semua komponen jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan. Produk tersebut harus memiliki daya saing yang tinggi dibandingkan produk jasa lainnya.

2. Price (Harga)

Harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Harga diartikan sebagai pengeluaran uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkonsumsi jasa. Penentuan harga dapat dilakukan dengan melihat daya beli konsumen dan jumlah yang cukup dalam menutupi ongkos produksi. Oleh karena itu, dalam menetapkan strategi bauran harga, suatu perusahaan harus memperhatikan strategi penetapan harga, tingkat harga, keseragaman harga, potongan harga dan syarat-syarat pembayaran.

3. Promotion (Promosi)

Promosi merupakan salah satu variabel bauran pemasaran yang digunakan oleh perusahaan untuk mengadakan komunikasi dengan pasarnya dan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Kotler (2005) mendefinisikan bahwa promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan produsen untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya, membujuk, mengingatkan, para konsumen sasaran agar membeli produk tersebut. Mengkomunikasikan produk perlu disusun suatu strategi yang sering disebut dengan bauran promosi (Promotion-Mix) yang terdiri dari lima komponen utama, yaitu:

i. Periklanan: tiap-tiap bentuk penyajian promosi bukan pribadi yamg dibayar, mengenai gagasan atau barang oleh sponsor yang teridentifikasi.

ii. Promosi Penjualan: insentif jangka pendek untuk meningkatkan pembelian

atau penjualan suatu produk dimana pembelian diharapakan dilakukan sekarang. Kegiatan promosi yang termasuk kedalam promosi penjualan misalnya pemberian kupon, obral, kontes, pameran dan lain-lain.

(24)

banyak sarana seperti siaran pers, publikasi produk, komunikasi perusahaan,

penyuluhan dan lain-lain.

iv. Penjualan Perorangan: interaksi langsung dengan calon pembeli atau lebih untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan atau menerima pesanan. Penjualan perorangan merupakan alat yang paling efektif dalam membangun preferensi, keyakinan, dan tindakan pembeli.

v. Pemasaran Langsung: penggunaan surat, telepon, faksimail, e-mail, dan alat-alat penghubung non personal lainnya untuk berkomunikasi sacara langsung dengan atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan tertentu dan calon pelanggan.

4. Place (Tempat/Distribusi)

Pengiriman elemen produk kepada pelanggan melibatkan tentang tempat dan waktu pengiriman atau mungkin melibatkan saluran distribusi fisik atau elektronik, tergantung pada sifat jasa yang diberikan. Perusahaan dapat mengirimkan jasa kepada pelanggan baik secara langsung atau melalui perantara. Menurut Kotler (2005), tempat adalah alat bauran pemasaran yang didalamnya terdapat berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan serta membawa sebagian produk ke pasar agar produsen bekerjasama dengan perantara. Tiga jenis saluran pemasaran, antara lain:

i. Saluran Komunikasi (communication channel) digunakan untuk menyerahkan dan menerima pesan dari pembeli sasaran. Saluran komunikasi

dapat melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, iklan, poster, telepon, internet, dan lain-lain.

ii. Saluran distribusi digunakan untuk menyerahkan produk fisik atau jasa kepada pembeli atau pengguna yaitu pergudangan, sarana transportasi dan berbagai saluran dagang seperti distributor, grosir dan pengecer.

(25)

5. Process

Metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan yang telah ditetapkan. Proses yang desainnya buruk akan mengganggu pelanggan karena keterlambatan, birokrasi dan penyampaian jasa yang tidak efektif.

6. People

Orang diartikan sebagai karyawan yang terlibat dalam proses produksi. Banyak jasa bergantung pada interaksi langsung dan pribadi antara pelanggan dan karyawan perusahaan. Pelanggan sering menilai kualitas jasa yang mereka terima berdasarkan penilaian terhadap orang-orang yang menyediakan jasa tersebut.

7. Physic

Bukti fisik adalah petunjuk visual atau berwujud lainnya yang memberi bukti atas kualitas jasa. Beberapa contoh dari bukti fisik antara lain gedung, tanah, kendaraan, perabotan interior, perlengkapan, anggota staf, tanda-tanda, barang cetakan dan petunjuk yang terlihat lainnya.

B. Analisis Lingkungan Eksternal

Analisis lingkungan eksternal diperlukan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat memberikan peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam produknya. Kotler (1997) mendefinisikan peluang pemasaran sebagai sebuah gelanggang yang menarik untuk kegiatan perusahaan dimana perusahaan tertentu akan meraih

keunggulan bersaing. Perusahaan yang mampu memperagakan kemampuan terbaiknya akan menjadi perusahaan yang akan meraih keunggulan bersaing yang dapat dipertahankan dalam memenuhi tuntutan sukses industri.

Selain dapat memberikan peluang bagi perusahaan, lingkungan eksternal

(26)

1) Lingkungan Jauh

Lingkungan jauh adalah lingkungan yang berada di luar kendali perusahaan, tidak secara langsung mempengaruhi perusahaan. Termasuk dalam lingkungan jauh ini adalah kondisi ekonomi, social, politik dan teknologi.

2) Lingkungan Industri

Analisis lingkungan industri adalah analisis yang diperlukan dalam penentuan posisi dalam struktur persaingan. Faktor persaingan yang termasuk dalam lingkungan industri adalah:

a. Potensi masuknya pendatang Baru

Pendatang baru di dalam lingkungan industri akan membuat perusahaan harus menentukan strategi dalam diferensiasi produk, identitas merek, biaya beralih pemasok, ragam pesaing, dan kompleksitas informasi.

b. Potensi masuknya produk subtitusi

Produk subtitusi adalah produk lain yang dapat menjalankan fungsi yang sama seperti produk dalam industri. Produk subtitusi merupakan sumber dari persaingan yang berasal dari luar industri. Semakin menarik harga yang ditawarkan produk subtitusi, semakin besar pula pengaruhnya terhadap potensi laba industri. Produk subtitusi akan menjadi ancaman bagi industri bila produknya mempunyai kelebihan seperti harga yang lebih murah, prestasi yang lebih baik atau produk yang dihasilkan tersebut oleh industri yang memiliki laba yang lebih tinggi.

c. Daya tawar pembeli

(27)

d. Daya tawar pemasok

Pemasok mempunyai kekuatan tawar-menawar yang kuat berupa ancaman untuk menaikkan harga atau menurunkan mutu input. Kualitas dan biaya sebuah perusahaan secara umum tergantung pada kualitas dan biaya inputnya, sehingga pemasok dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperoleh keuntungan.

e. Persaingan antara perusahaan saingan

Persaingan antarperusahaan saingan merupakan fakotr yang paling berpengaruh dalam lingkungan industri perusahaan jika dibandingkan dengan empat kekuatan lainnya. Strategi yang dijalankan oleh satu perusahaan dapat berhasil hanya jika strategi itu memiliki keunggulan komperatif dibandingkan dengan strategi yang dijalankan perusahaan pesaing (David,2009). Intensitas persaingan antarperusahaan saingan akan cenderung meningkat apabila jumlah pesaing bertambah. Perubahan dalam strategi oleh satu perusahaan bisa jadi ditanggapi dengan beberapa langkah balasan diantaranya adalah persaingan harga, peningkatan kualitas, perpanjangan garansi dan perang iklan.

3.1.3 Alat Analisis

Menilai sisi internal perusahaan, faktor yang harus diidentifikasi adalah faktor-faktor yang akan menjadi kekuatan maupun kelemahan perusahaan.

Kekuatan bagi suatu perusahaan dapat diidentifikasikan sebagai faktor yang dimiliki dari dalam suatu perusahaan yang dapat mendukung dan meningkatkan performa perusahaan itu sendiri dari sisi produktivitas, kemampuan menghasilkan laba, serta efisiensi dari kegiatan produksinya. Kelemahan adalah faktor di dalam

perusahaan yang keberadaannya dapat menghambat dan menurunkan performa perusahaan dalam suatu industri. Berdasarkan sisi eksternal, peluang dapat diidentifikasikan sebagai faktor-faktor yang berasal dari luar perusahaan dan dapat memberikan prospek yang positif bagi kegiatan suatu perusahaan yang dapat memberikan gangguan dan dapat juga memberikan pengaruh negatif bagi kelangsungan suatu usaha.

(28)

tersebut secara deskriptif dan kuantitatif sebagai dasar dalam penyusunan

alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dapat diketahui tingkat kemampuan perusahaan dalam menghadapi lingkungan internalnya dan juga untuk mengetahui faktor-faktor internal yang dianggap penting. Demikian juga penggunaan Matriks External Factor Evaluation (EFE) yang digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor internal perusahaan dan mengetahui tingkat kemampuan suatu perusahaan dalam menghadapi lingkungan eksternalnya.

Tahap pencocokan berikutnya dari faktor-faktor internal dan eksternal adalah dengan menggunakan alat analisis matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT). Analisis SWOT merupakan suatu analisis yang dipergunakan untuk merumuskan alternatif strategi yang dapat dilakukan perusahaan dengan menganalisis kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan untuk memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman (David, 2006).

Berikut merupakan penjelasan mengenai komponen SWOT :

1. Strength (S), merupakan kekuatan yang dimiliki perusahaan sehingga dapat mendukung perusahaan mencapai tujuan dan sasarannya.

2. Weakness (W), merupakan kelemahan yang dimiliki perusahaan sehingga dapat menghambat usaha perusahaan mencapai tujuannya.

3. Opportunities (O), merupakan peluang yang berasal dari lingkungan luar perusahaan apabila dimanfaatkan dapat mendukung perusahaan mencapai tujuan.

4. Treats (T), merupakan ancaman dari lingkungan luar perusahaan yang harus diatasi agar tidak menghambat perusahaan.

Para manajer mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi tersebut adalah :

(29)

b. Strategi WO (Weakness – Opportunities), strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal.

c. Strategi ST (Strenght – Treats), melalui strategi ini perusahaan berusaha untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. d. Strategi WT (Weakness – Treats), strategi ini merupakan taktik untuk bertahan

dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

Tahap selanjutnya dan merupakan tahap keputusan menggunakan alat analisis matriks Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif, berdasarkan kunci sukses faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya (Umar 2001). Tujuan QSPM adalah untuk menentukan alternatif strategi pemasaran yang paling baik atau yang menjadi prioritas untuk dijalankan perusahaan. Seperti alat analisis lainnya, QSPM juga membutuhkan intuitif judgement yang baik.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Pergeseran pola konsumsi masyarakat ke arah modern terutama pada masyarakat perkotaan yang semakin dinamis dikarenakan tuntutan pekerjaan yang semakin tinggi, mengakibatkan perkembangan pada dunia bisnis terutama bisnis

restoran juga tinggi. Oleh karena itu, restoran Pecel Lele Lela di Bogor perlu mengkaji strategi pemasaran untuk mengetahui strategi apa yang harus dijalankan agar dapat bertahan di pasar kompetitif.

Restoran Pecel Lele Lela Bogor dihadapkan pada berbagai masalah itu yang

berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Saat ini kondisi yang sedang terjadi pada restoran Pecel Lele Lela Bogor adalah dalam hal omzet penjualan yang masih bersifat fluktuatif dan belum mengalami peningkatan yang signifikan, sehingga restoran Pecel Lele Lela di Bogor perlu menerapkan strategi pemasaran yang tepat untuk lebih memperkenalkan keberadaan produk kepada konsumen dan meningkatkan penjualan dan jumlah pengunjung dari yang sebelumnya.

(30)

berguna untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh restoran

(31)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional

Alternatif Strategi yang Tepat (Matriks QSPM)

Perumusan Strategi Pemasaran Berdasarkan Matriks QSPM

Analisis Lingkungan Perusahaan

Lingkungan Eksternal: 1. Lingkungan Jauh 2. Lingkungan

Industri Permasalahan yang dihadapi yaitu persaingan dalam industri restoran dan omzet penjualan yang belum mengalami

peningkatan yang signifikan

Lingkungan Internal: 1. STP

(Segmentation, Targeting, Positioning) 2. Bauran Pemasaran

7P

Restoran Pecel Lele Lela di Bogor

Peluang dan Ancaman Restoran Kekuatan dan Kelemahan

(32)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di restoran Pecel Lele Lela di Bogor yang terletak di Jalan Jendral Sudirman Kavling 6 Nomor 22, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa pada saat ini Restoran Pecel Lele Lela belum mengalami peningkatan yang signifikan dalam penjualan dengan target penjualan yang diharapkan dapat meningkat sebesar 20% dari omzet semula sekitar Rp. 60.000.000. Pertimbangan yang lain Pecel Lele Lela merupakan pelopor Pecel Lele Modern yang menyajikan aneka macam variasi menu olahan dari Lele yang tentu saja terjamin kualitas produknya. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Mei – Juli 2011.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan untuk penelitian ini terdiri data primer dan data sekunder yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Data primer berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara dengan dua orang pihak manajemen perusahaan yang terdiri dari pemilik dan manajer. Data primer dalam penelitian ini diperlukan untuk mengetahui kegiatan pemasaran yang dilakukan oleh pihak manajemen restoran Pecel Lele Lela di Bogor.

Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen perusahaan berupa data dan informasi dari perusahaan pada periode terkait dengan penelitian serta gambaran umum usaha. Selain itu, data sekunder diperoleh melalui penelusuran pustaka melalui buku, literatur, internet dan tulisan-tulisan ilmiah yang berkaitan

dengan topik yang dibahas dalam penelitian. Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk melengkapi dan mendukung data-data primer yaitu data yang diperoleh dari literatur dan instansi terkait.

4.3 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah :

(33)

dilakukan pertama sekali untuk meminta izin persetujuan mengadakan

penelitian dan melihat lokasi yang akan diteliti.

2. Teknik Wawancara: melakukan wawancara dengan manajer restoran Pecel Lele Lela di Bogor serta pegawai restoran lainnya untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Wawancara dilakukan secara bertahap. Pertama untuk mengetahui gambaran umum restoran dan kegiatan operasional dilakukan wawancara dengan manajer restoran kemudian untuk tambahan informasi dilakukan wawancara kepada karyawan yang bekerja dibidangnya. Wawancara kedua dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki restoran.

3. Teknik Observasi: melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan yang dilakukan oleh restoran baik kegiatan operasional, kegiatan produksi, dan kegiatan promosi yang dilakukan oleh pihak restoran Pecel Lele Lela Bogor. 4. Teknik Pengisian Kuesioner: pengisian kuesioner dilakukan responden yang

telah ditentukan seperti pemilik dan manajer restoran Pecel Lele Lela di Bogor untuk pengisian matriks pendapat gabungan pada matriks IFE dan EFE serta nilai daya tarik pada matriks QSPM.

5. Teknik Kepustakaan: membaca buku-buku yang terkait dengan judul penelitian dan literatur lainnya yang menunjang pelaksanaan penelitian.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konsep manajemen strategis. Analisis data lingkungan melalui analisis deskriptif, analisis kualitatif dan analisis kuantitatif yang disajikan dalam bentuk tabel, bagan dan uraian. Pada tahap awal dilakukan analisis deskriptif

melalui observasi dilokasi penelitian, wawancara dengan pihak internal dan eksternal perusahaan dan studi literatur.

(34)

stage), tahap pencocokan (matching stage), tahap keputusan (decision stage) dengan menggunakan alat analisis yang terdiri dari matriks IFE, EFE, SWOT dan QSPM (David 2006). Rancangan implementasinya dalam bentuk tabel action plan yang diperoleh dari urutan prioritas strategi hasil matriks QSPM dan diskusi dengan pihak manajemen perusahaan.

4.4.1 Tahap Input (Input Stage)

Tahap input dalam kerangka kerja pada penelitian ini terdiri dari matriks IFE dan EFE. Matriks input berhubungan dengan tingkat kepentingan relatif dari faktor-faktor peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan dari hasil analisis lingkungan internal dan eksternal. Informasi yang berasal dari tahap input ini memberikan informasi dasar untuk matriks di tahap pencocokan dan tahap keputusan.

4.4.1.1 Analisis Lingkungan Eksternal

Tujuan dari analisis lingkungan eksternal adalah untuk mengembangkan daftar yang terbatas tentang peluang yang dapat memberi manfaat dan ancaman yang harus dihindari. Lingkungan eksternal (eksternal forces) menurut David (2009) terbagi dalam dua kelompok besar yang saling terkait yaitu lingkungan jauh dan lingkungan operasi. Analisis kekuatan industri dilakukan untuk menganalisis persaingan dengan menggunakan Model Lima Kekuatan Porter.

Menurut Porter hakikat persaingan suatu industri dapat dilihat sebagai kombinasi atas lima kekuatan yaitu persaingan antar perusahaan sejenis, kemungkinan masuknya pesaing baru, potensi pengembangan produk distribusi, kekuatan tawar menawar pemasok dan kekuatan tawar menawar pembeli. Alat bantu untuk

menganalisis peluang dan ancaman yang terjadi akibat pengaruh dari faktor-faktor lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 4.

4.4.1.2 Analisis Lingkungan Internal

(35)

Keuangan, dan Akutansi, Kegiatan Produksi Operasi, Sumber Daya Manusia dan

Sumber Daya Informasi.

Agar posisi produk sesuai dengan yang diharapkan, faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain: pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, promosi, harga produk, loyalitas pelanggan dan kebijakan produk baru.

4.4.1.3 Matriks IFE dan EFE

Setelah melakukan analisis eksternal dan internal maka hasilnya dimasukkan kedalam matriks EFE dan IFE. Matriks EFE ditujukan untuk merangkum dan mengevaluasi informasi mengenai peluang dan ancaman dari analisis faktor eksternal. Matriks IFE ditujukan untuk meringkas dan mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dari analisis faktor internal dalam area fungsional bisnis (David 2006). Matriks EFE dan IFE dibuat dengan lima tahapan :

1) Identifikasi dan mendaftarkan faktor-faktor eksternal utama (peluang dan ancaman) serta internal utama (kekuatan dan kelemahan) yang dihadapi perusahaan. Pada matriks IFE dan EFE harus memasukkan 10 hingga 20 faktor utama. Jumlah faktor tidak memiliki pengaruh terhadap kisaran skor pembobotan karena bobot berjumlah 1,0.

2) Penentuan bobot setiap variabel dilakukan dengan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen yang

(36)

Lebih jelasnya rancangan bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada

Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan

Faktor Penentu A B C D E … Total Bobot

A

B C

Total

Sumber: David, 2006

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel

terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

=

Dimana : ai = bobot variabel ke-i n = jumlah varibel i = 1,2,3,…,n Xi= nilai varibel ke-i

3)

Penentuan rating (peringkat) untuk setiap faktor eksternal dan internal kunci.

Penentuan rating dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan digunakan skala 1, 2, 3, 4. Pemberian nilai peringkat peluang dan ancaman pada matriks EFE menggunakan skala:

1= respon perusahaan rendah 2 = respon perusahaan rata-rata 3 = respon perusahaan diatas rata-rata 4= respon perusahaan superior

Pemberian nilai rating kekuatan dan kelemahan pada matriks IFE menggunakan skala:

1 = sangat lemah (kelemahan utama) 2= tidak begitu lemah (kelemahan kecil) 3= cukup kuat (kekuatan kecil)

(37)

Peringkat didasari pada efektifitas strategi perusahaan. Dengan demikian,

nilainya didasarkan pada kondisi perusahaan. Bobot didasarkan pada keadaan industri dimana perusahan berada.

4)

Mengalikan setiap bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai

tertimbang (skor pembobotan). Langkah keempat ini diperoleh hasil berupa skor bobot untuk masing-masing faktor.

5)

Menjumlahkan nilai tertimbang dari setiap faktor untuk menentukan total nilai

tertimbang bagi organisasi. Nilai tertimbang yang diperoleh dari masing-masing faktor kemudian dijumlahkan secara vertikal untuk mendapatkan total nilai tertimbang. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternal. Total nilai tertimbang

tertinggi adalah 4,0 dan terendah adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5. Pada matriks EFE total nilai tertimbang 4,0 mengindikasikan bahwa perusahan merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman yang ada dalam industrinya. Strategi perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang yang ada saat ini dan meminimalkan dampak yang mungkin muncul dari ancaman eksternal. Total nilai tertimbang 1,0 mengindikasikan bahwa strategi perusahaan tidak memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman eksternal. Contoh matriks EFE dapat dilihat pada Tabel.

Pada matriks IFE total nilai tertimbang di bawah 2,5 menggambarkan kondisi perusahaan yang lemah secara internal, sedangkan total nilai tertimbang di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal perusahaan yang kuat. Contoh matriks IFE disajikan pada Tabel 5.

(38)

Tabel 6. Analisis Matrik IFE Faktor Strategis

Eksternal

Bobot Rating Bobot x Rating

Kekuatan -

-

Kelemahan -

-

Total 1.000

Sumber : David (2006)

4.4.2 Tahap Pencocokan (Matching Stage)

Tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan strategi terdiri atas lima teknik yang dapat digunakan, yaitu Matriks SWOT, Matriks SPACE, Matriks BCG, Matriks IE dan Matriks Grand Strategy. Analisis pada tahap pencocokan menggunakan matriks SWOT. Tahap ini berdasarkan pada informasi yang diturunkan dari tahap input untuk mencocokan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan kelemahan internal. Mencocokkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal adalah kunci untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak secara efektif.

4.4.2.1 Matriks SWOT

Matriks Strength-Weakness-Opportunities-Threats Matrix (SWOT) merupakan alat untuk yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi: SO (kekuatan-peluang; strengths-opportunities), WO (kelemahan-peluang; weakness-opportunities), ST (kekuatan-ancaman; strength-threats) dan WT (kelemahan-ancaman; weakness-threats). Mencocokkan faktor internal dan eksternal kunci adalah bagian yang paling sulit dalam mengembangkan matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik (David 2006).

(39)

kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST

menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Strategi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal.

Penyajian yang sistematis dari Matriks SWOT terdapat pada gambar dibawah ini. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, empat sel faktor kunci yang diberi nama S, W, O, T, empat sel merupakan strategi, yang diberi nama SO, WO, ST, WT dan satu sel yang dibiarkan kosong yaitu sel kiri atas. Menurut David (2006) ada delapan langkah yang terlibat dalam membuat matriks SWOT:

1) Membuat daftar peluang eksternal utama dari suatu perusahaan. 2) Membuat daftar ancaman eksternal utama dari suatu perusahaan. 3) Membuat daftar kekuatan internal utama dari suatu perusahaan. 4) Membuat daftar kelemahan internal utama dari suatu perusahaan.

5) Memcocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam sel Strategi SO.

6) Memcocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasilnya dalam strategi WO.

7) Memcocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan catat hasilnya dalam strategi ST.

(40)

Faktor Internal

4.4.3 Tahap Keputusan (Decision Stage)

Membuat peringkat strategi yang menghasilkan daftar berprioritas, digunakan teknik analisis QSPM yang didisain untuk menetukan daya tarik relatif dari alternatif yang layak. Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) atau matriks perencanaan strategi kuantitatif adalah alat yang memungkinkan penyusun strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu sel alternatif dihitung dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal (David 2006). Tahapan kerja pengolahan data dengan menggunakan metode QSPM (David 2006) adalah:

(41)

2) Pemberian bobot untuk masing-masing kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman. Bobot ini sama dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE.

3) Menyusun alternatif strategi yang akan di evaluasi.

4) Menentukan nilai daya tarik (Attractiveness Scores-AS) yang berkisar antara 1 sampai 4. Nilai 1=tidak menarik, 2=agak menarik, 3=cukup menarik, 4=sangat menarik. Bila tidak ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan tidak diberikan nilai (AS).

5) Menghitung total nilai daya tarik kemudian mengalikan bobot dengan nilai daya tarik.

6) Menghitung jumlah total nilai daya tarik. Alternatif strategi yang memiliki nilai total terbesar merupakan strategi yang paling baik.

Tabel 7. Matrik Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) Faktor-faktor sukses strategi Bobot Alternatif Strategi

Strategi I Strategi II Strategi III

AS TAS AS TAS AS TAS

Kekuatan -

Kelemahan -

Peluang -

Ancaman -

Total

Sumber: David, 2006

Keterangan :

AS = Attractiveness Scores (Nilai Daya Tarik)

TAS = Total Attractiveness Scores (Total Nilai Daya Tarik)

4.5 Definisi Operasional

(42)

V GAMBARAN UMUM RESTORAN 5.1 Sejarah Pendirian Perusahaan

Pecel Lele Lela didirikan pertama kali oleh Bapak Rangga Umara pada tahun 2006 di Kalimalang Jakarta. Merek Pecel Lele Lela merupakan singkatan

dari Pecel Lele Lebih Laku. Rangga Umara memilih Pecel Lele karena pasarnya yang sudah sangat luas dan sudah dikenal diseluruh Indonesia. Usaha pecel lele selalu eksis dimana-mana dan tidak pernah mengenal krisis, hal ini disebabkan oleh bahan baku lele yang mudah di dapat dan margin penjualannya yang sangat tinggi. Rangga Umara adalah seorang pengusaha muda yang memang sangat gemar dengan makanan pecel lele, beliau melihat fenomena dari trend warung pecel lele dengan menu yang sudah sangat banyak dan umum maka beliau mencari ide untuk dapat mengembangkan usaha pecel lele dengan konsep modern dan meracik menu pecel lele dengan variasi produk yang inovatif dan unik. Pada tahun 2008, Rangga Umara mengembangkan usaha pecel lelenya dengan sistem franchise yang dinilai lebih efektif dan dapat menjaga keaslian citarasa khas dari menu-menu yang disajikan oleh Pecel Lele Lela.

Pecel Lele Lela yang pertama dan satu-satunya memberikan nilai tambah pada usaha pecel lele, sehingga Pecel Lele Lela sangat Optimis dan yakin Pecel Lele Lela akan menjadi Pionir serta Pemimpin pasar usaha pecel lele modern di Indonesia dan Mancanegara. Sesuai dengan mottonya, “Bersama Kami PECEL

LELE AKAN MENDUNIA”. Pecel Lele Lela telah mendapat penghargaan sebagai usaha mengenalkan lele paling inovatif dari Kementrian Perikanan dan Kelautan RI, sekaligus mendorong peningkatan konsumsi ikan.

(43)

perjanjian waralaba berlangsung selama lima tahun. Biaya yang dikeluarkan untuk

mendapatkan Hak Waralaba ini sebesar Rp 75.000.000,- dengan tiga tipe royalty fee yaitu jika omzet penjualannya Rp 50.000.000 - Rp 75.000.000 per bulan maka royalty fee-nya sebesar Rp 2.000.000 per bulan, Rp 75.000.000 – Rp 100.000.000 per bulan maka royalty fee-nya sebesar Rp 3.000.000 per bulan, dan jika lebih dari Rp 100.000.000 per bulan maka royalty fee-nya sebesar 4% dari omzet penjualannya.

Keunggulan dari restoran Pecel Lele Lela, yaitu menyediakan berbagai macam hidangan olahan ikan lele dan juga ayam yang tentunya dengan kualitas rasa dan juga berbagai jenis makanan pelengkap “camilan” dan minuman. Jasa yang ditawarkan restoran Pecel Lele Lela adalah delivery order dan juga dapat di pesan untuk acara-acara tertentu. Selain itu, dekorasi ruangan yang bernuansa “hijau putih kuning” dan dilengkapi dengan televisi serta kipas angin yang akan membuat konsumen merasa nyaman berada di restoran Pecel Lele Lela.

5.2 Lokasi Perusahaan

Pecel Lele Lela di Bogor berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman Kavling 6 Nomor 22 Bogor. Lokasi ini dinilai sebagai lokasi yang strategis karena merupakan salah satu pusat keramaian karena berada dekat dengan air mancur, pusat perbelanjaan, perkantoran, pendidikan dan pemukiman penduduk serta akses transportasi umum menuju restoran Pecel Lele Lela Bogor yang beroperasi 24 jam

sehingga mudah dijangkau oleh konsumen. Selain itu, banyak terdapat restoran sejenis dan tidak sejenis yang berada dikawasan air mancur tersebut.

5.3 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan suatu susunan dan hubungan antar tiap bagian serta posisi yang ada pada satu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional

guna mencapai tujuan perusahaan. Struktur organisasi merupakan spesifikasi

pekerjaan yang harus dilakukan di dalam suatu organisasi, sehingga tanpa adanya

suatu struktur organisasi yang baik, perusahaan tersebut tidak akan berjalan dengan lancar. Mengingat ukuran yang belum terlalu besar maka struktur organisasi Pecel

Lele Lela di Bogor dibuat satu level yang sama di bawah manajer restoran agar

pengawasan efektif dan efisien. Gambar 2 merupakan struktur organisasi Pecel Lele

Gambar

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Penilaian Bobot Faktor Internal dan Eksternal Perusahaan
Gambar 3. Matriks SWOT
Gambar 4. Struktur Organisasi Pecel Lele Lela di Bogor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil penelitian yang diperoleh dariwawancara dengan pihak restoran Roast Chicken dan penilaian konsumen terhadap strategi yang diterapkan restoran

Restoran merupakan sebuah usaha yang tidak hanya menjual produk, tetapi juga menjual jasa berupa pelayanan kepada konsumen. Proses merupakan semua kegiatan yang dapat

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Matriks IFE (Internal Factor Evaluation), Matriks EFE

Strategi pemasaran yang dilakukan oleh Restoran Bukit Gumati Batutulis Kota Bogor yang baru didirikan pada tahun 2009 terdiri dari strategi bauran.. pemasaran 7P,

Dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Matriks IFE ( Internal Factor Evaluation ), Matriks EFE (

Tingkat 2 adalah tujuan, yaitu tujuan yang ingin dicapai oleh restoran Obonk Steak & Ribs Bogor dalam menjalankan kegiatan promosi produk yang terdiri dari menginformasikan

Berdasarkan penggabungan antara Matriks IFE (2,540) dan Matriks EFE (2,443), maka perusahaan berada pada posisi kuadran V menurut David (2004) Kuadran ini

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran yang berhubungan dengan kegiatan promosi OS&R Bogor, yaitu restoran OS&R Bogor sebaiknya