UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA
ETILASETAT DAN ETANOL DARI RUMPUT LAUT COKLAT
(Sargassum polycystum C.A. Agardh) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acne DAN Sthaphylococcus epidermidis
SKRIPSI
OLEH:
RONNY DESMON ARITONANG
NIM 101524065
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA
ETILASETAT DAN ETANOL DARI RUMPUT LAUT COKLAT
(Sargassum polycystum C.A. Agardh) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acne DAN Sthaphylococcus epidermidis
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
RONNY DESMON ARITONANG
NIM 101524065
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA
ETILASETAT DAN ETANOL DARI RUMPUT LAUT COKLAT
(Sargassum polycystum C.A. Agardh) TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acne DAN Sthaphylococcus epidermidis
OLEH:
RONNY DESMON ARITONANG NIM 101524065
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: 11 April 2014
Pembimbing I,
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001
Pembimbing II,
Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. NIP 195107231982032001
Panitia Penguji,
Dr. Marline Nainggolan, MS., Apt. NIP 195709091985112001
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001
Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195006121980032001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-heksana Etilasetat dan Etanol Dari
Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum C.Agardh.) Terhadap Bakteri
Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis”. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra,
Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu
Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., dan Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt., yang
telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian
dan penulisan skripsi ini berlangsung. Bapak Hari Ronaldo, S.Si, M.Sc., Apt.,
selaku penasehat akademik yang memberikan bimbingan kepada penulis selama
ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt.,
dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang
memberikan masukan, kritikan, arahan, dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang
telah mendidik penulis selama perkuliahan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada
orang tua, Ayahanda Wilfred Aritonang dan Ibunda Nurmia Rajagukguk, atas
M. Aritonang, Maria J. Manurung, Parel A. Sihombing, Inne Steffi Tambunan,
S.Si atas doa, dorongan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh
karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.
Medan, Juli 2014 Penulis,
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA,
ETILASETAT DAN ETANOL DARI RUMPUT LAUT COKLAT
Sargassum polycystum C.A. Agardh TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acne DAN Staphylococcus epidermidis
ABSTRAK
Upaya menggali potensi laut sangat menarik perhatian, karena berkaitan dengan pembudidayaan dan penelitian mengenai pemanfaatannya diberbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu diantaranya adalah rumput laut coklat yang sering dianggap belum memberikan nilai ekonomis karena belum banyak penelitian mengenai pemanfaatan dan potensinya. Rumput laut coklat memproduksi beberapa jenis senyawa sekunder, seperti steroid, glikosida, dan saponin. Rumput laut coklat antara lain berkhasiat sebagai antibakteri, antitumor, antikanker. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakterisasi, menentukan golongan senyawa kimia dan menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol.
Ekstraksi dilakukan secara perkolasi menggunakan tiga macam pelarut yaitu
n-heksana, etilasetat dan etanol, ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar dengan pencetak logam.
Hasil uji karakterisasi didapat kadar air 5,95%, kadar sari larut dalam air 10,28%, kadar sari larut dalam etanol 4,01%, kadar abu total 18,13% dan kadar abu tidak larut asam 2,55%. Uji golongan senyawa kimia didapatkan hasil yaitu glikosida, steroid dan saponin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etilasetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acne dengan daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 15,9 mm dan konsentrasi hambat minimumnya pada konsentrasi 60 mg/ml yaitu 10,1 mm sedangkan untuk bakteri Staphylococcus epidermidis memiliki daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 15,1 mm dan konsentrasi hambat minimumnya pada konsentrasi 60 mg/ml yaitu 9,8 mm. Sedangkan pada ekstrak
n-heksana etanol tidak memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
THE ACTIVITY ANTIBACTERIA TEST of n-HEXANA, ETYLACETATE AND ETHANOL EXTRACT FROM SARGASSUM
POLYCYSTUM C.A. Agardh BROWN SEAWEEDS TO
Propionibacterium acne AND Staphylococcus epidermidis Bacteria
ABSTRACT
The effort to dig from sea potential is very interesting because it is relate by cultivation and research about using it for many sector in human life. The first of sea potential was brown seaweeds that estimated not give economic value because no many research about using and potential from it. Brown seaweeds is produce some kinds of secondary compound, example: steroid, glicosid, and saponin. It was used for antibacteria, antitumor and anticancer. The purpose of this research was to know about characterization, determination of chemical compound group and antibacterial activity test of n-hexana, ethylacetate and ethanol extract.
The extraction was done by percolation with three of solvent is n-hexane, ethylacetate and ethanol. Extract was tested for antibacterial activity to
Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis bacteria by agar diffusion method with punch hole.
The result of characterization test is water content 5,95%, level of soluble extract in water 10,28%, level of soluble extarct in ethanol 4,01%, total ash content 18,13%, and level of insoluble ash in acid 2,55%. The test of chemical compound group showed by present of glycoside, steroid and saponin. The result of antibacterial activity test showed that ethylacetate extract have ability to inhibit the growth of Propionibacterium acne bacteria with ability to inhibit at concentration of 500 mg/ml which is 15.9 mm and minimum inhibitor concentration of 60 mg/ml which is 10.1 mm, while for Staphylococcus epidermidis bacteria have ability to inhibit at concentration 500 mg/ml which is 15.1 mm and minimum inhibitor concentration 0f 60 mg/ml which is 9.8 mm. And for n-hexana extract and ethanol extract have not ability to inhibit the growth
Propionibacterium acne and Staphilococcus epidermidis bacteria.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PENGESAHAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar belakang ... 1
1.2 Perumusan masalah ... 5
1.3 Hipotesis ... 5
1.4 Tujuan penelitian ... 6
1.5 Manfaat penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Uraian tumbuhan ... 7
2.2 Kandungan kimia ... 9
2.3 Simplisia ... 9
2.4 Ekstraksi ... 9
2.6 Morfologi tumbuhan ... 13
2.7 Uraian bakteri ... 14
2.7.1 Propionibacterium acne ... 14
2.7.2 Staphylococcus epidermidis ... 15
2.8 Fase pertumbuhan bakteri ... 15
2.9 Media pertumbuhan bakteri ... 17
2.10 Metode isolasi biakan bakteri ... 18
2.11 Uji aktivitas antibakteri ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 21
3.1 Alat ... 21
3.2 Bahan ... 21
3.3 Pengambilan bahan dan tumbuhan ... 22
3.4 Identifikasi tumbuhan ... 22
3.5 Pembuatan simplisia ... 22
3.6 Pembuatan larutan pereaksi ... 23
3.6.1 Besi (III) klorida 1% ... 23
3.6.2 Pereaksi Bouchardat ... 23
3.6.3 Pereaksi Dragendorff ... 23
3.6.4 Pereaksi Mayer ... 24
3.6.5 Pereaksi Molish ... 24
3.6.6 Pereaksi Asam Klorida 2N ... 24
3.6.7 Pereaksi Asam Sulfat 2N ... 24
3.6.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2N ... 24
3.6.10 Pereaksi Timbal (II) asetat 0,4 M ... 24
3.7 Pemeriksaan karkterisasi simplisia ... 25
3.7.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25
3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 25
3.7.3 Penetapan kadar air ... 25
3.7.4 Penetapan kadar sari yang larut dalam air ... 26
3.7.5 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol ... 26
3.7.6 Penetapan kadar abu total ... 26
3.7.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam ... 27
3.8 Penentuan golongan senyawa kimia ... 27
3.8.1 Pemeriksaan alkaloida ... 27
3.8.2 Pemeriksaan flavanoid ... 28
3.8.3 Pemeriksaan glikosida ... 29
3.8.4 Pemeriksaan saponin ... 29
3.8.5 Pemeriksaan tannin ... 30
3.8.6 Pemeriksaan steroid/ triterpenoid ... 30
3.9 Pembuatan ekstrak n-heksana, etilasetat, etanol rumput laut ... 30
3.10 Sterilisasi alat dan bahan ... 31
3.11 Pembuatan media ... 32
3.11.1 Pembuatan Nutrient agar (NA) ... 32
3.11.2 Pembuatan Muller Hinton Agar (MHA) ... 32
3.11.3 Pembuatan Nutrient Broth (NB) ... 33
3.12 Pembuatan stok kultur ... 33
3.13 Penyiapan inokulum ... 34
3.14 Pembuatan larutan uji dengan berbagai konsentrasi ... 34
3.15 Metode pengujian efek antibakteri secara in vitro ... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
4.1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 36
4.2 Karakterisasi simplisia ... 36
4.3 Hasil penentuan golongan senyawa kimia simplisia ... 38
4.4 Hasil ektraksi ... 39
4.5 Hasil uji aktivitas antibakteri ektrak n-heksana, etilasetat dan etanol rumput laut Sargassum polycystum C.Argadh terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylocuccus epidermidis ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisa rumput laut Sargassum
polycystum C.Agardh ... 36
2 Hasil penentuan golongan senyawa kimia simplisia rumput laut
Sargassum polycystum C.Agardh ... 38
3 Hasil pengukuran daerah hambat Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis ekstrak n-heksana, etilasetat dan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil uji identifikasi rumput laut Sargassum polycystum
C.Agardh ... 45
2. Gambar rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh ... 46
3. Gambar mikroskopik simplisia rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh ... 48
4. Gambar pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh terhadap bakteri Propionibacterium acne ... 49
5. Gambar pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis ... 50
6. Perhitungan karakterisasi simplisia ... 53
7. Bagan penelitian ... 56
8. Bagan pengolahan bahan tumbuhan ... 57
9. Bagan pembuatan ektrak n-heksana etilasetat dan etanol serbuk simplisia rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh ... 58
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA,
ETILASETAT DAN ETANOL DARI RUMPUT LAUT COKLAT
Sargassum polycystum C.A. Agardh TERHADAP BAKTERI
Propionibacterium acne DAN Staphylococcus epidermidis
ABSTRAK
Upaya menggali potensi laut sangat menarik perhatian, karena berkaitan dengan pembudidayaan dan penelitian mengenai pemanfaatannya diberbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu diantaranya adalah rumput laut coklat yang sering dianggap belum memberikan nilai ekonomis karena belum banyak penelitian mengenai pemanfaatan dan potensinya. Rumput laut coklat memproduksi beberapa jenis senyawa sekunder, seperti steroid, glikosida, dan saponin. Rumput laut coklat antara lain berkhasiat sebagai antibakteri, antitumor, antikanker. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakterisasi, menentukan golongan senyawa kimia dan menguji aktivitas antibakteri dari ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol.
Ekstraksi dilakukan secara perkolasi menggunakan tiga macam pelarut yaitu
n-heksana, etilasetat dan etanol, ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis dengan metode difusi agar dengan pencetak logam.
Hasil uji karakterisasi didapat kadar air 5,95%, kadar sari larut dalam air 10,28%, kadar sari larut dalam etanol 4,01%, kadar abu total 18,13% dan kadar abu tidak larut asam 2,55%. Uji golongan senyawa kimia didapatkan hasil yaitu glikosida, steroid dan saponin. Hasil uji aktivitas antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak etilasetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri
Propionibacterium acne dengan daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 15,9 mm dan konsentrasi hambat minimumnya pada konsentrasi 60 mg/ml yaitu 10,1 mm sedangkan untuk bakteri Staphylococcus epidermidis memiliki daya hambat pada konsentrasi 500 mg/ml yaitu 15,1 mm dan konsentrasi hambat minimumnya pada konsentrasi 60 mg/ml yaitu 9,8 mm. Sedangkan pada ekstrak
n-heksana etanol tidak memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
THE ACTIVITY ANTIBACTERIA TEST of n-HEXANA, ETYLACETATE AND ETHANOL EXTRACT FROM SARGASSUM
POLYCYSTUM C.A. Agardh BROWN SEAWEEDS TO
Propionibacterium acne AND Staphylococcus epidermidis Bacteria
ABSTRACT
The effort to dig from sea potential is very interesting because it is relate by cultivation and research about using it for many sector in human life. The first of sea potential was brown seaweeds that estimated not give economic value because no many research about using and potential from it. Brown seaweeds is produce some kinds of secondary compound, example: steroid, glicosid, and saponin. It was used for antibacteria, antitumor and anticancer. The purpose of this research was to know about characterization, determination of chemical compound group and antibacterial activity test of n-hexana, ethylacetate and ethanol extract.
The extraction was done by percolation with three of solvent is n-hexane, ethylacetate and ethanol. Extract was tested for antibacterial activity to
Propionibacterium acne and Staphylococcus epidermidis bacteria by agar diffusion method with punch hole.
The result of characterization test is water content 5,95%, level of soluble extract in water 10,28%, level of soluble extarct in ethanol 4,01%, total ash content 18,13%, and level of insoluble ash in acid 2,55%. The test of chemical compound group showed by present of glycoside, steroid and saponin. The result of antibacterial activity test showed that ethylacetate extract have ability to inhibit the growth of Propionibacterium acne bacteria with ability to inhibit at concentration of 500 mg/ml which is 15.9 mm and minimum inhibitor concentration of 60 mg/ml which is 10.1 mm, while for Staphylococcus epidermidis bacteria have ability to inhibit at concentration 500 mg/ml which is 15.1 mm and minimum inhibitor concentration 0f 60 mg/ml which is 9.8 mm. And for n-hexana extract and ethanol extract have not ability to inhibit the growth
Propionibacterium acne and Staphilococcus epidermidis bacteria.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya menggali potensi laut sangat menarik perhatian, bukan saja
terhadap pembudidayaannya tetapi juga penelitian mengenai pemanfaatannya
diberbagai bidang kehidupan manusia. Salah satu diantaranya adalah rumput laut
yang merupakan sumber bahan pangan bagi penduduk di sekitarnya dan sumber
bahan obat-obatan maupun industri (Kadi, 2005).
Rumput laut adalah salah satu sumber daya hayati yang terdapat di
wilayah Indonesia dan biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan
keberadaan ekosistem terumbu karang. Rumput laut alam biasanya dapat hidup di
atas substrat pasir dan karang. Selain hidup bebas di alam, beberapa jenis rumput
laut juga banyak dibudidayakan oleh sebagian masyarakat pesisir Indonesia
(Aslan, 1991).
Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder.
Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, serat, alginat, karagenan
dan agar. Selain kandungan primernya yang bernilai ekonomis, kandungan
metabolit sekunder dari rumput laut (seperti: tanin, fenol, saponin, alkaloid,
flavonoid, dan steroid/triterpenoid) berpotensi sebagai produser metabolit bioaktif
yang beragam dengan aktivitas yang sangat luas yaitu sebagai antibakteri,
antivirus, antijamur dan sitostastik (Zainuddin dan Malina, 2009). Menurut Kordi
(2010), rumput laut banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir sebagai obat
Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Ruth Enida
(2010), rumput laut jenis Sargassum polycystum dapat digunakan sebagai
antibakteri. Hasil penelitian Pringgenies, et al., (2011), menunjukkan potensi
rumput laut sebagai antibakteri terhadap bakteri patogen yang dapat menyebabkan
penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi adalah infeksi
pada kulit. Bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis
merupakan flora normal di kulit, namun dapat bersifat patogen karena
menyebabkan infeksi kulit pada manusia.
Rumput laut (Sargassum polycystum C.A. Agardh) merupakan tumbuhan
talus mempunyai morfologi yang kompleks, seintas lalu memberi kesan
seakan-akan mempunyai akar, batang dan daun. Spesies ini merupseakan-akan salah satu jenis
rumput laut coklat yang banyak terdapat di perairan Indonesia, khususnya
Sumatera Utara yaitu di Desa Pal 7, Kecamatan Sosorgadong, Kabupaen Tapanuli
Tengah. Masyarakat sekitar sering mengkonsumsi rumput laut coklat sebagai
sayuran dan bahan tambahan pada soup. Menurut skrining fitokimia yang telah
dilakukan terhadap rumput laut jenis Sargassum menunjukkan bahwa Sargasssum
mengandung steroid/triterpenoid. Rumput laut ini juga mengandung protein,
vitamin C, fenol, florotanin, steroid dan sterol (Hayati, 2010).
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan
senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin dan glikosida jantung.
Kedua golongan yang terakhir sebenarnya triterpena atau steroid yang terutama
terdapat sebagai glikosida, banyak triterpena dikenal dalam tumbuhan dan secara
berkala senyawa senyawa baru ditemukan dan dicirikan, senyawa tersebut yaitu
ursolat dan asam aleanolat. Senyawa ini dan sekerabatnya terutama terdapat dalam
lapisan malam daun dan dalam buah seperti apel dan pir yang dapat berfungsi
sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Harborne,
1987).
Sterol yaitu triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena, dahulu sterol dianggap sebagai senyawa satwa sebagai
hormon kelamin, asam empedu, dan lain-lain, tiga senyawa yang biasa disebut
fitosterol mungkin terdapat pada setiap tumbuhan tinggi, sitosterol , stigmasterol
dan kampesterol, sterol umum ini terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai
glikosida sederhana. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan rendah
contohnya ergosterol yang terdapat dalam khamir dan sejumlah fungus, sterol lain
terutama terdapat dalam tumbuhan rendah tetapi kadang terdapat pada tumbuhan
tinggi misalnya fukosterol yaitu steroid utama pada alga coklat dan juga terdeteksi
pada kelapa, dari segi struktur kimia fitosterol berbeda dengan sterol hewan dalam
jaringan tumbuhan. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah
terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan, saponin merupakan senyawa aktip
permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat di deteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin
dalam tumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang
mudah diperoleh dan dapat diubah menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting
(Harborne, 1987).
Sargassum diketahui sebagai sumber penghasil alginat yang digunakan
sebagai bahan pembuat cangkang kapsul, emulsifier dan stabilizer. Dalam bidang
shampo dan cat rambut. Sedangkan di bidang perikanan, keberadaan Sargassum
membantu meningkatkan produksi udang windu, sehingga rumput laut jenis
Sargassum ini digunakan sebagai model budidaya ganda dengan udang windu.
Adanya rumput laut jenis Sargassum di sekitar tambak udang windu dapat
mengurangi jumlah bakteri patogen sehingga mampu menurunkan kemungkinan
berkembangnya penyakit yang menyerang udang windu, faktor penting dalam
pertumbuhan rumput laut adalah faktor fisika dan kimia perairan seperti gerakan
air, suhu, kadar garam, nitrat dan fosfat serta pencahayaan sinar matahari (Kadi,
2005).
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian mengenai aktivitas
antibakteri dari rumput laut Sargassum polycystum C.A. Agardh dengan
menggunakan bakteri Propionibacteriumacne dan Staphylococcus epidermidis kerena
bakteri ini merupakan bakteri yang menginfeksi kulit penyebab jerawat dan
masing-masing merupakan bakteri gram positif. Penelitian ini mencakup
karakterisasi simplisia dan pembuatan ekstrak rumput laut jenis Sargassum
polycystum dengan mengunakan tiga pelarut, yaitu n-heksana, etilasetat dan etanol
secara perkolasi berkesinambungan. Selanjutnya masing-masing ekstrak diuji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan pencetak logam dan
diukur zona (daerah) daya hambat antibakterinya dengan menggunakan jangka
1.2 Perumusan Masalah
Pada latar belakang di atas diperoleh perumusan masalah, yaitu:
a. Apakah karakteristik simplisia rumput laut Sargassum polycystum C.A.
Agardh dapat diketahui?
b. Apakah kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut dapat
dianalisis?
c. Apakah ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia
rumput laut mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium
acne dan Staphylococcus epidermidis?
1.3 Hipotesis
Hasil perumusan masalah di atas diperoleh hipotesa sementara, yaitu:
a. Karakteristik simplisia rumput laut dapat diketahui dari hasil identifikasi
dengan menggunakan prosedur yang ada di Materia Medika Indonesia edisi
keenam.
b. Kandungan golongan senyawa kimia dari rumput laut dapat dianalisis.
c. Ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol dari simplisia rumput
laut mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Propionibacterium acne dan
Staphylococcus epidermidis?
1.4 Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui karakteristik simplisia dari rumput laut.
c. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari ekstrak n-heksana, etilasetat dan
etanol rumput laut jenis Sargassum, serta konsentrasi hambat minimumnya
terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus epidermidis.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek
antibakteri dari ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol dari
rumput laut Sargassum polycystum C.Agardh serta konsentrasi hambat
minimumnya terhadap bakteri Propionibacterium acne dan Staphylococcus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Uraian Tumbuhan
Rumput laut dalam bahasa Inggris disebut ’seaweeds’ adalah algae makro
yang termasuk tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Tumbuhan tersebut
memiliki sistem morfologis dan reproduksi tersendiri yang umumnya berbeda
dengan tumbuhan tingkat tinggi (tumbuhan berbunga) yang biasa tumbuh didarat.
Tumbuhan ini tidak memiliki akar, batang, dan daun sejati (Atmadja, dkk., 1996).
Rumput laut biasa nya hanya dimanfaatkan sebagai bahan makanan
manusia. Seiring kemajuan sains dan teknologi pemanfaatan rumput laut telah
meluas di berbagai bidang, seperti bidang pertanian dapat digunakan sebagai
bahan pupuk organik dan salah satu media tumbuh dalam kultur, di bidang
peternakan dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak, di bidanag
kedokteran digunakan sebagai media kultur bakteri, di bidang farmasi digunakan
sebagai bahan pembuat suspensi, pengemulsi, tablet, pleste dan filter, di bidang
industri digunakan sebagai bahan aditifseperti pada industri teksti, keras dan
keramik (Aslan, 1991).
Perkembangbiakan rumput laut terjadi dengan sistem vegetatif dan generetif
melalui penyebaran spora dan gamet (gamet jantan dan gamet betina) serta
perbanyakan batang atau stek. Ada tumbuhan yang mengeluarkan spora yaitu
yang disebut sporofit dan ada yang mengeluarkan gamet yang disebut gametofit.
Tumbuhan yang mengeluarkan gamet jantan adalah tumbuhan jantan dan yang
betina yang berasal dari satu tumbuhan, hal ini disebut partenogenesis atau
berumah satu (monoceus). Perbedaan jenis kelamin tumbuhan tersebut di alam
ada yang mudah dikenal dengan penglihatan biasa tetapi ada juga yang sulit
dibedakan kecuali dengan bantuan alat pandang mikroskopik (Atmadja, dkk.,
1996).
Sargassum polycystum C.A. Agardh tumbuh pada substrat batu atau benda
keras lainnya di daerah rataan terumbu. Terdapat dengan sebaran yang meluas
diperairan Indonesia (Atmadja, dkk., 1996).
Talus berbentuk silindris, holdfast membentuk cakram kecil, “batang”
pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun di bagian ujungnya, dapat
mencapai tinggi 2 meter. “Daun” kecil, lonjong, ujungnya rata dan runcing, tepi
daun bergerigi dan urat daun tidak begitu jelas, gelembung udara atau vesikel
bulat telur,duduk pada percabangan. Kandungan kimianya antara lain berupa
alginat dan yodium (iodin) (Atmadja, dkk., 1996).
Sistematika tumbuhan Sargassum menurut Pusat Penelitian Oseanografi
LIPI adalah:
Divisio : Phaeophyta
Subdivisio : Phaeophyceae
Kelas : Fucales
Ordo : Sargassaceae
Marga : Sargassum
2.2. Kandungan Kimia
Menurut skrinning fitokimia yang telah di lakukan rumput laut jenis
Sargassum polycystum C.A. Agardh mengandung steroid/triterpenoiod, glikosida
dan saponin. Rumput laut ini juga mengandung protein, vitamin C, mineral seperti
Ca, Mg, Na, dan Mn, tanin, iodin dan fenol (Kadi, 2005) dan memproduksi
beberapa jenis senyawa sekunder seperti florotanin, steroid dan sterol (Hayati,
2010).
2.3.Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan
alam yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan atas simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia mineral (Ditjen POM, 1979).
Simplisia nabati adalah simplisia berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan
eksudat tanaman. Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.
Simplisia mineral adalah simplisia berasal dari bumi, baik telah diolah atau
belum, tidak berupa zat kimia murni (Ditjen POM, 1979).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dengan
diketahui senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstarksi zat aktif
dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Ditjen POM, 1995).
Ada beberapa metode ekstraksi menggunakan pelarut (Ditjen POM 2000),
yaitu:
1. Cara Dingin
a. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur kamar
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru,
yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prosesnya terdiri dari tahap
pengembangan bahan, tahapan maserasi antara tahap perkolasi sebenarnya
(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak
(perkolat) yang tidak meninggalkan sisa bila 500 mg perkolat terakhir diuapkan
pada suhu ±50ºC.
2. Cara Panas
a. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
b. Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu pada temperatur 40-50oC.
d. Infudasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 96-98oC selama
15-20 menit di penangas air dapat berupa bejana infus tercelup dangan
penangas air mendidih.
2.5 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang. Sekarang namanya dipakai untuk menyebutkan sekelompok
mikroorganisme yang bersel satu, berkembangbiak dengan pembelahan diri, serta
demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro,
1988).
Menurut Pratiwi (2008), pertumbuhan dan perkembangan bakteri di
pengaruhi oleh:
a. Temperatur
Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap
mikroorganisme mempunyai temperatur optimum yaitu temperatur di mana terjadi
kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang maksimal.
Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi protein sedangkan
Berdasarkan batas temperatur dibagi atas tiga golongan yaitu:
- Bakteri psikrofil yaitu mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu 0-20
o
C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20 oC.
- Bakteri mesofil yaitu mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu
5-60oC, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 25-45 oC.
- Bakteri termofil yaitu mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu
45-80 oC. Suhu optimumnya antara 50-60 oC.
b. pH
pH optimum bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5. Namun ada
beberapa mikroorganisme yang dapat tumbuh pada keadaan yang sangat asam
atau alkali.
c. Tekanan osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermeabel
karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Medium yang baik
untuk pertumbuhan sel adalah medium isotonis terhadap sel tersebut. Dalam
larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel sehingga menyebabkan sel
membengkak, sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel
sehingga membran plasma mengerut dan lepas dari dinding sel (plasmolisis).
d. Oksigen
Berdasarkan kebutuhan oksigen, mikroorganisme menjadi 5 golongan yaitu:
-Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.
-Anaerob yaitu bakteri yang tidak memerlukan oksigen dalam
-Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau tanpa
oksigen.
-Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen dalam
pertumbuhannya.
e. Nutrisi
Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan
pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi dua
yaitu makroelemen (elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak) dan
mikroelemen (trace element yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam jumlah
sedikit).
2.6. Morfologi Bakteri
Menurut Pratiwi (2008), berdasarkan bentuk morfologinya bakteri dapat di
bagi atas tiga golongan yaitu:
1. Bentuk basil
Golongan basil berbentuk serupa tongkat pendek, silindris. Basil dapat
bergandengan dua-dua, atau terlepas satu sama lain, yang bergandeng-gandengan
panjang disebut streptobasil, yang dua-dua disebut diplobasil.
2. Bentuk kokus
Golongan kokus merupakan bakteri yang bentuknya serupa bola-bola kecil.
Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Kokus ada yang
bergandeng-gandengan panjang, disebut streptokokus, ada yang berbergandeng-gandengan dua, disebut
diplokokus, ada yang mengelompok berempat, disebut tetrakokus, kokus yang
3. Bentuk spiral
Golongan spiral merupakan bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok
serupa spiral. Bakteri ini tidak banyak terdapat, karena itu merupakan golongan
yang paling kecil, jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan
basil.
2.7 Uraian Bakteri
Jenis bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah Propionibacterium
acne dan Staphylococcus epidermidis.
2.7.1 Bakteri Propionibacterium acne
Menurut Irianto (2006), sistematika bakteri Propionibacterium acne adalah:
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Genus : Propionibacteriaceae
Marga : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acne
Propionibacterium acne termasuk gram-positif berbentuk batang tak teratur
yang terlihat pada pewarnaan gram positif, tidak berspora, tangkai anaerob,
beberapa strain/jenis adalah aerotoleran, tetapi tetap menunjukkan pertumbuhan
lebih baik sebagai anaerob. Bakteri ini dapat berbentuk filamen bercabang atau
campuran antara bentuk batang/filamen dengan bentuk kokoid. Beberapa bersifat
patogen untuk hewan dan tanaman. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk
Propionibacterium acne adalah flora normal kulit terutama di wajah. Bakteri ini
berperan pada patogenesis jerawat yang dapat menyebabkan inflamasi (Irianto,
2006).
2.7.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Menurut Irianto (2006), sistematika bakteri Staphylococcus epidermidis
adalah:
Divisio : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Genus : Micrococaceae
Marga : Staphylococcus
Jenis : Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat
biasanya tersusun dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur. Bakteri
ini membentuk koloni berupa abu-abu sampai putih, non patogen, koagulasi
negatif, memfermentasi glukosa, dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif.
Staphylococcus epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi
Staphylococcus secara lokal tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau
abses, terdapat juga sebagai reaksi inflamasi yang kuat dan terlokalisir (Irianto,
2006).
2.8 Fase Pertumbuhan Bakteri
1. Fase lambat (Lag phase)
Pada saat dipindahkan ke media yang baru, bakteri tidak langsung tumbuh
dan membelah, meskipun kondisi media sangat mendukung untuk pertumbuhan.
Bakteri biasanya akan mengalami masa penyesuaian untuk menyeimbangkan
pertumbuhan.
2. Fase cepat (Log phase)
Selama fase ini, populasi meningkat dua kali pada interval waktu yang
teratur. Jumlah koloni bakteri akan terus bertambah seiring lajunya aktivitas
metabolisme sel.
3. Fase tetap (Stationary phase)
Pada fase ini terjadi kompetisi antara bakteri untuk memperoleh nutrisi dari
media untuk tetap hidup. Sebagian bakteri mati sedangkan yang lain tumbuh dan
membelah sehingga jumlah sel bakteri yang hidup menjadi tetap.
4. Fase kematian (Death phase)
Pada fase ini, sel bakteri akan mati bila tidak dipindahkan ke media segar
yang lain. Sebagaimana pertumbuhan kematian sel juga secara eksponensial, fase
kematian ini merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh
jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu, kecepatan kematian berbeda-beda
tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme.
2.9 Media Pertumbuhan Bakteri
Media pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori,
yaitu:
1. Media sintetik yaitu media yang kandungan dan isi bahan yang ditambahkan
diketahui secara terperinci. Contoh: glukosa, kalium fosfat, magnesium
fosfat.
2. Media non-sintetik yaitu media yang kandungan dan isinya tidak diketahui
secara terperinci dan menggunakan bahan yang terdapat di alam.
Contohnya: ekstrak daging, pepton.
b. Menurut Irianto (2006), berdasarkan kegunaannya dapat dibagi atas:
1. Media selektif
Media selektif adalah media biakan yang mengandung paling sedikit satu
bahan yang dapat menghambat perkembangbiakan mikroorganisme yang tidak
diinginkan dan membolehkan perkembang biakan mikroorganisme tertentu yang
ingin diisolasi.
2. Media diferensial
Media ini digunakan untuk menyeleksi suatu mikroorganisme dari berbagai
jenis dalam suatu lempengan agar.
3. Media diperkaya
Media ini digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang diperoleh
dari lingkungan alami karena jumlah mikroorganisme yang ada terdapat dalam
jumlah sedikit.
c. Menurut Irianto (2006), berdasarkan konsistensinya dapat dibagi atas:
1. Media padat/solid
2. Media semi solid
2.10 Metode Isolasi Biakan Bakteri
Menurut Stanier, et al., (1982), metode isolasi biakan bakteri dapat dibagi
atas:
1. Cara gores
Ose yang telah steril dicelupkan ke dalam suspensi mikroorganisme yang
diencerkan, lalu dibuat serangkaian goresan sejajar yang tidak saling menutupi di
atas permukaan agar yang telah padat.
2. Cara sebar
Suspensi mikroorganisme yang telah diencerkan diinokulasikan secara
merata dengan menggunakan hockey stick pada permukaan media padat.
3. Cara tuang
Pengenceran inokulum yang berturut-turut diletakkan pada cawan petri
steril dan dicampurkan dengan medium agar cair, lalu dibiarkan memadat. Koloni
yang berkembang akan tertanam di dalam media tersebut.
2.11 Uji Aktivitas Antibakteri
Penentuan kepekaan bakteri patogen terhadap antimikroba pada dasarnya
dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu:
a. Metode Dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM (kadar hambat minimum) dan
KBM (kadar bunuh minimum) dari obat antibiotika. Prinsip dari metode dilusi
adalah sebagai berikut :
Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan sejumlah
tertentu sel mikroba yang diuji, masing-masing tabung diuji dengan obat yang
18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah
obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak
jernih (tidak ada pertumbuhan mikroba) adalah KBM dari obat. Konsentrasi
terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak adanya
pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji
(Pratiwi, 2008).
b. Metode Difusi
Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen,
logam danpencetak logam (punch hole).
1. Cara tuang
Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji
dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat, kedalam
cakram yang digunakan di teteskan zat antibakteri, kemudian
diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Daerah bening yang
terdapat di sekeliling cakram kertas atau selinder menunjukkan hambatan
pertumbuhan bakteri, diamati dan diukur.
2. Cara sebar
Media agar dituang kedalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat,
lalu suspensi bakteri uji disebarkan. Media dilubangi dengan alat pencetak
lubang (punch hole), ke dalamnya diteteskan zat antibakteri, didiamkan,
diinkubasikan pada suhu 37 oC selama 18-24 jam. Zona hambat diukur
yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong
c. Metode turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan media ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian dilakukan
pemipetan larutan uji dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran
kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur
dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya nephelometer setelah
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental. Tahap
penelitian meliputi penyiapan bahan, karakterisasi simplisia, skrinning fitokimia,
pembuatan ekstrak, dan pengujian aktivitas antibakteri. Penelitian ini dilakukan di
Laboratorium Farmakognosi, dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen
Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas
laboratorium, lemari pengering, blender (Philips), desikator, freeze dryer
(Modulio), inkubator (Fiber Scientific), jangka sorong, jarum ose, kamera digital
(Sony), krus porselin, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari
pendingin (Toshiba), mikroskop, neraca kasar (Sun), neraca listrik (Vibra AJ),
oven (Memmert), penangas air (Yenaco), pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary
evaporator (Haake D), seperangkat alat penetapan kadar air, punch hole,
spektrofotometer visible (Dynamica).
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah rumput laut, Nutrient
Agar (Oxoid), Nutrient Broth (Oxoid), Mueller Hinton Agar (Oxoid), bakteri
Propionibacterium acne (ATCC 12228), Staphylococcus epidermidis (ATCC No
6918), air suling, bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa, kecuali
dinyatakan lain yaitu alfa naftol, amil alkohol, asam klorida pekat, asam asetat
bismuth (III) nitrat, dimetil sulfoksida (DMSO), etanol 96%, etilasetat, n-heksana,
iodium, isopropanol, kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium
hidroksida, natrium klorida, natrium sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, serbuk
magnesium, serbuk zinkum, timbal (II) asetat dan toluen.
3.3 Pengambilan Bahan Tumbuhan
Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan penelitian adalah
rumput laut Sargassum polycystum C.A. Agardh yang diperoleh dari Pantai Desa
Pal 7, Kecamatan Sosorgadong, Kabupaten Tapanuli Tengah, Propinsi Sumatera
Utara.
3.4 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi – LIPI,
Jakarta. Hasil determinasi menunjukan bahan tumbuhan adalah Sargassum
polycystum C.A.Agardh.
3.5 Pembuatan Simplisia
Rumput laut yang telah dikumpulkan, direndam dalam air ledeng dan
dibersihkan dari pengotor dan organisme yang melekat serta sisa-sisa karang yang
menempel. Dicuci berkali-kali dengan air sampai bersih, kemudian ditiriskan dan
disebarkan diatas kertas perkamen sehingga airnya terserap. Bahan ditimbang
sebagai berat basah, bahan dikeringkan dilemari pengering hingga kering dimana
jika simplisia tersebut dipatahkan akan hancur. Bahan kering ditimbang dan
sampai diperoleh serbuk. Berat bahan basah adalah 15 kg dan berat kering adalah
1,9 kg. Dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 45-46.
3.6 Pembuatan Larutan Pereaksi
Pembuatan larutan pereaksi besi (III) klorida 1%, Bouchardat, Dragendorff,
Mayer, Molish dilakukan menurut (Depkes RI, 1995), asam klorida 2 N, asam
sulfat 2 N, kloralhidrat, natrium hidroksida 2 N (Ditjen POM, 1979),
Liebermann-Bouchard (Harbone, 1987), timbal (II) asetat 0,4 M (Ditjen POM, 1979).
3.6.1 Besi (III) klorida 1%
Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml
kemudian disaring.
3.6.2 Bouchardat
Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air
suling, ditambahkan iodium sebanyak 2 g dan dicukupkan dengan air suling
hingga 100 ml.
3.6.3 Dragendorff
Sebanyak 0,85 g bismut (III) nitrat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam
100 ml asam asetat glasial ditambahkan 40 ml air suling. Kemudian pada wadah
lain ditimbang 8 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling, lalu
campurkan kedua larutan sama banyak. Kemudian ditambahkan 20 ml asam asetat
glasial dan diencerkan dengan air suling hingga 100 ml.
3.6.4 Mayer
Sebanyak 1,35 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam 60 ml air suling.
Kemudian pada wadah lain sebanyak 5 g kalium iodida dilarutkan dalam 10 ml
3.6.5 Molish
Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, kemudian dilarutkan dalam asam nitrat
0,5 N hingga volume 100 ml.
3.6.6 Asam klorida 2 N
Sebanyak 17 ml asam klorida pekat dilarutkan dalam air suling hingga
volume 100 ml.
3.6.7 Asam sulfat 2 N
Sebanyak 5,4 ml asam sulfat pekat kemudian diencerkan dengan air suling
hingga 100 ml.
3.6.8 Natrium hidroksida 2 N
Sebanyak 8,002 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dalam air suling
hingga 100 ml.
3.6.9 Liebermann-Burchard
Sebanyak 5 ml asam asetat anhidrida dicampurkan dengan 5 ml asam sulfat
pekat kemudian ditambahkan 50 ml etanol ke dalam campuran tersebut.
3.6.10 Timbal (II) asetat 0,4 M
Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat dilarutkan dalam air bebas
karbondioksida hingga 100 ml.
3.7 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia 3.7.1 Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati mengamati sifat
3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia rumput laut.
Serbuk simplisia ditaburkan sedikit di atas kaca objek, kemudian ditambahkan
kloral hidrat lalu dipanaskan dan tutup dengan kaca penutup, kemudian diamati
dibawah mikroskop.
3.7.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan menurut metode Azeotropi (destilasi toluena)
(WHO, 1992). Cara kerja: Dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling ke
dalam labu alas bulat, lalu didestilasi selama 2 jam, setelah toluena dibiarkan
mendingin selama 30 menit volume air pada tabung penerima dibaca, kemudian
ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang
seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena mendidih,
kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air
terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan hingga 4 tetes tiap detik,
setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena.
Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan
mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume
air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai
dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air
dihitung dalam persen.
3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24
jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1
kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama
diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah
ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
(Depkes, 1995).
3.7.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara, dimaserasi selama 24
jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali
selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Kemudian disaring
cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan
sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan
dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam
persen sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah
dikeringkan (Depkes, 1995).
3.7.6 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan
dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus
dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan pada suhu 600oC
selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.
Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.7.7 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).
3.8 Penentuan Golongan Senyawa Kimia 3.8.1 Pemeriksaan alkaloid
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml
asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk tes alkaloid.
Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat. Pada
masing-masing tabung reaksi:
a. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer
b. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat
c. Ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff
Percobaan dilanjutkan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 ml amonia
pekat dan 10 ml campuran eter-kloroform (3:1), diambil lapisan kloroform lalu
diuapkan di atas penangas air. Sisa kemudian dilarutkan dengan sedikit asam
klorida 2 N dan ditambahkan dengan pereaksi Mayer, Bouchardat dan
Dragendorff.
Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari tiga
percobaan di atas.
3.8.2 Pemeriksaan flavonoid
Serbuk simplisia ditimbang 0,5 g, lalu ditambahkan 10 ml metanol, direfluks selama 10 menit, disaring panas-panas melalui kertas saring. Filtrat diencerkan
dengan 10 ml air suling, setelah dingin ditambahkan 5 ml petroleum eter, dikocok
temperatur 40oC, sisanya dilarutkan dalam 5 ml etilasetat, disaring. Filtratnya
digunakan untuk uji flavonoid dengan cara berikut:
a. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 2 ml
etanol 96%, lalu ditambah 0,5 g serbuk Zn dan 2 ml asam klorida 2 N.
Didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida
pekat. Jika dalam waktu 2-5 menit terjadi warna merah intensif menunjukkan
adanya flavonoid.
b. Sebanyak 1 ml filtrat diuapkan sampai kering, sisa dilarutkan dalam 1 ml
etanol 96%, lalu ditambah 0,1 g serbuk Mg dan 10 tetes asam klorida pekat.
Jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu menunjukkan
adanya flavonoid.
3.8.3 Pemeriksaan glikosida
Sebanyak 3 g serbuk simplisia disari dengan 30 ml campuran etanol 96%
dengan air (7:3) direfluks selama 10 menit, didinginkan dan disaring. Kemudian
diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4
M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml
campuran kloroform dan isopropanol (3:2), dilakukan berulang sebanyak 3 kali.
Kumpulan sari air diuapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan
dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan:
- Sebanyak 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi dan
diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes
pereaksi Molish. Kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat
pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin warna ungu pada batas antara
- Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia direbus dalam air, kemudian didinginkan lalu
disaring. Pada filtrat ditambahkan Fehling A dan Fehling B (1:1), kemudian
dipanaskan. Terbentuknya endapan warna merah bata menunjukkan adanya gula
pereduksi.
3.8.4 Pemeriksaan saponin 3.8.4.1 Uji busa
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok
kuat-kuat selama 10 menit. Jika terbentuk busa setinggi 1-10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2
N menunjukkan adanya saponin.
3.8.4.2 Uji dengan pereaksi Liebermann-Burchard
Sebanyak 1 g simplisia dimaserasi dengan 20 ml n-heksana selama 2 jam,
disaring, filtrat diuapkan dan sisanya ditambahkan pereaksi
Liebermann-Burchard. Jika terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu
atau biru hijauan menunjukkan adanya triterpenoid/steroid bebas.
3.8.5 Pemeriksaan tanin
Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam
air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes
pereaksi besi (III) klorida 1% b/v. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau
kehitaman menunjukkan adanya tanin.
3.8.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid
sisanya ditambahkan pereaksi Liebermann-Burchard melalui dinding cawan.
Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau
biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Harborne, 1987).
3.9 Pembuatan ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol rumput lautsecara perkolasi berkesinambungan
Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi berkesinambungan
menggunakan tiga pelarut. Cara kerja: sebanyak 400 g serbuk simplisia
dimasukkan ke dalam bejana tertutup, dituangi cairan penyari n-heksana sampai
semua simplisia terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3
jam. Pindahkan massa sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali
ditekan hati-hati, dituangi cairan penyari secukupnya sampai cairan mulai menetes
dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup perkolator dan
biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit,
ditambahkan berulang-ulang cairan penyari secukupnya hingga selalu terdapat
selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika 500 mg perkolat
yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa, kemudian ampasnya di
keringkan dan diperkolasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etilasetat
dengan prosedur perkolasi yang sama. Setelah perkolat etilasetat di peroleh,
ampasnya di perkolasi kembali dengan menggunakan cairan penyari etanol
dengan menggunakan prosedur perkolasi yang sama. Masing-masing perkolat
yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap rotary evaporator dan dikering
3.10 Sterilisasi Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan
terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan didalam oven pada
suhu 170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit (Lay,1994).
3.11 Pembuatan Media
3.11.1 Media Nutrient Agar (NA)
Komposisi : Bacto Beef extract 3 g
Bacto peptone 5 g
Bacto Agar 15 g
Cara Pembuatan:
Sebanyak 23 g sediaan NA ditimbang, disuspensikan kedalam air suling
1000 ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Kemudian media dimasukkan
kedalam erlenmeyer dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15
menit (Oxoid , 2013).
3.11.2 Media Mueller Hinton Agar (MHA)
Komposisi: Beef infusion form 300 g
Casein hydrolysate 17,5 g
Starch 1,5 g
Agar 17 g
Cara pembuatan:
Sebanyak 38 gram sediaan MHA ditimbang kemudian disuspensikan
dalam erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit
Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 2 atm selama 15 menit
(Oxoid , 2013).
3.11.3 Nutrient Broth
Komposisi: Bacto beef extract 3,0 g
Bacto peptone 5,0 g
Cara pembuatan:
Sebanyak 8 g nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril sebanyak
1000 ml kemudian dipanaskan hingga semua larut, dalam keadaan panas larutan
tersebut kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer. Lalu disterilkan di autoklaf
1210C selama 15 menit (Oxoid , 2013).
3.11.4 Pembuatan Agar Miring
Kedalam tabung reaksi dimasukkan 10 ml media Nutrien agar yang sudah
dicairkan, kemudian diletakkan dengan posisi miring dengan kemiringan lebih
kurang 45oC, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas dan dibiarkan memadat.
3.12 Pembuatan Stok Kultur
3.12.1 Bakteri Propionibacterium acne
Biakan bakteri Propionibacterium acne dari strain utama diambil dengan
jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar miring,
kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
3.12.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Biakan bakteri Staphylococcus epidermidis dari strain utama diambil
dengan jarum ose steril lalu diinokulasikan pada permukaan media nutrient agar
3.13 Penyiapan Inokulum
3.13.1 Bakteri Propionibacterium acne
Koloni bakteri Propionibacterium acne diambil dari stok kultur diambil
menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media
nutrient broth steril lalu diinkubasikan pada suhu 37oC selama ± 3 jam sampai
didapat kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer
UV panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.13.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Koloni bakteri Staphylococcus epidermidisdiambil dari stok kultur diambil
menggunakan jarum ose steril kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml media
nutrient broth steril lalu diinkubasikan pada 37oC selama ± 3 jam sampai didapat
kekeruhan dengan transmitan 25% menggunakan alat spektrofotometer UV
panjang gelombang 580 nm (Ditjen POM, 1995).
3.14 Pembuatan larutan uji (ekstrak n-heksana, etilasetat dan etanol) dengan berbagai konsentrasi.
Sebanyak 5 g masing-masing ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan
ekstrak etanol ditimbang seksama dengan neraca analitik, dilarutkan dalam 10 ml
dimetil sulfoksida (DMSO) dan dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml.
Tambahkan dimetil sulfoksida (DMSO) hingga garis tanda dan diperoleh
konsentrasi ekstrak 500 mg/ml. Selanjutnya larutan tersebut diencerkan kembali
dengan dimetil sulfoksida (DMSO) hingga didapat ekstrak dimetil sulfoksida
(DMSO) dengan konsentrasi 500 mg/ml, 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100
mg/ml, 90 mg/ml, 80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml,50 mg/ml, 40 mg/ml, 30
3.15 Metode Pengujian Efek Antibakteri secara In vitro
3.15.1 Bakteri Propionibacterium acne
Kedalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum (106) kemudian
ditambahkan 15-20 ml media Mueller HintonAgarsteril yang telah dicairkan
(45-50oC CFU/ml) dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya
diatas permukaan media dilubangi, kemudian masing-masing kedalam lubang
dimasukkan ekstrak n-heksana sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi,
diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan terhadap
ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol, selanjutnya diameter daerah hambat disekitar
sumur diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan
sebanyak 3 kali (Ditjen POM, 1995).
3.15.2 Bakteri Staphylococcus epidermidis
Kedalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum (106) kemudian
ditambahkan 15-20 ml media Mueller HintonAgar steril yang telah dicairkan
(45-50oC CFU/ml) dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Selanjutnya
permukaan media dilubangi, kemudian masing-masing kedalam lubang
dimasukkan ekstrak n-heksana sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi,
kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Hal yang sama dilakukan
terhadap ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol. Selanjutnya diameter daerah hambat
disekitar sumur diukur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian dilakukan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi –
LIPI, Jakarta, menyatakan bahwa tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rumput laut Sargassum polycyctum C.A. Agardh.
4.2 Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan makroskopik rumput laut jenis Sargassum diperoleh
simplisia berupa talus yang berkerut-kerut, bewarna coklat kehitaman, berbau
khas dan tidak berasa. Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia
rumput laut coklat memperlihatkan adanya sel-sel parenkim yang bewarna coklat
dan sel-sel propagul.
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia rumput laut terlihat pada Tabel 1
berikut ini:
Tabel 1. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia rumput laut
No Uraian Hasil (%)
1 Kadar air 5,95
2 Kadar sari yang larut dalam air 10,28 3 Kadar sari yang larut dalam etanol 4,01
4 Kadar abu total 18,13
5 Kadar abu yang tidak larut dalam asam 2,55
Hasil karakterisasi yang diperoleh mempunyai sedikit hasil yang cukup
besar pada kadar abu total. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada saat
10%. Apabila kadar air simplisia lebih besar dari 10% maka simplisia tersebut
akan lebih mudah ditumbuhi kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu
simplisia akan menurun. Hasil penetapan kadar sari menunjukkan bahwa simplisia
rumput laut lebih banyak mengandung senyawa yang larut dalam air daripada
yang larut dalam etanol. Penetapan kadar sari larut air dilakukan untuk
mengetahui kadar senyawa yang bersifat polar sedangkan kadar sari larut dalam
etanol untuk mengetahui senyawa yang terlarut dalam etanol baik polar maupun
non polar. Kadar sari yang larut dalam air lebih besar dari kadar sari yang larut
dalam etanol karena senyawa bersifat polar lebih banyak larut di dalam pelarut air
daripada etanol, dan senyawa yang tidak larut di pelarut air akan larut di dalam
pelarut etanol. Air dapat melarutkan zat lain yang tidak diperlukan seperti gom,
pati, protein, lemak, lendir dan lain-lain, hal ini yang menyebabkan tingginya
kadar sari yang larut dalam air dari tanaman yang dilarutkan (Depkes, 1986).
Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral
internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan
eksternal (abu non-fisiologis) yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan
tanah yang terdapat di dalam sampel (Ditjen POM 2000; WHO, 1992). Kadar abu
tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada
pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO,
1992).
4.3 Hasil Penentuan Golongan Senyawa Kimia Simplisia Rumput Laut
Penentuan golongan senyawa kimia terhadap rumput laut dilakukan untuk
dalamnya. Hasil pemeriksaan penentuan golongan senyawa kimia simplisia
rumput laut dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil penentuan golongan senyawa kimia simplisia rumput laut
No Golongan Senyawa Hasil Skrining Fitokimia
1 Alkaloida -
2 Glikosida +
3 Saponin +
4 Flavonoid -
5 Tanin -
6 Steroid/Triterpenoid +
Keterangan : + = Mengandung golongan senyawa - = Tidak mengandung golongan senyawa
Berdasarkan hasil pemeriksaan skrining fitokimia terhadap serbuk
simplisia rumput laut terdapat kandungan senyawa kimia golongan glikosida,
saponin, dan steroida/triterpenoida. Senyawa saponin akan merusak membran
sitoplasma dan membunuh sel (Assani, 1994). Senyawa steroid/triterpenoid juga
memiliki potensi sebagai senyawa antibakteri. Senyawa steroid atau triterpenoid
menghambat pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan terhadap
sintesis protein karena terakumulasi dan menyebakan perubahan
komponen-komponen penyusun sel bakteri itu sendiri. Senyawa terpenoid mudah larut dalam
lipid sifat inilah yang mengakibatkan senyawa ini lebih mudah menembus dinding
sel bakteri gram positif dan sel bakteri gram negatif. Satu atau lebih senyawa
bioaktif dalam rumput laut juga dapat memungkinkan kemampuan antibakteri