• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana Dan Etilasetat Serta Etanol Alga Merah (Galaxaura oblongata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Skrining Fitokimia Dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana Dan Etilasetat Serta Etanol Alga Merah (Galaxaura oblongata)"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT

SERTA ETANOL ALGA MERAH (Galaxaura oblongata)

SKRIPSI

OLEH:

NOMITA SARI SAGALA NIM 081501061

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT

SERTA ETANOL ALGA MERAH (Galaxaura oblongata)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

NOMITA SARI SAGALA NIM 081501061

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS

ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT

SERTA ETANOL ALGA MERAH (Galaxaura oblongata)

OLEH:

NOMITA SARI SAGALA NIM 081501061

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 19 Juli 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt. Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.

NIP 195107231982032001 NIP 195709091985112001

Pembimbing II, Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.

NIP 195107231982032001

Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt. Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt.

NIP 195304031983032001 NIP 195310301980031002

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt. NIP 195109081985031002

Medan, Oktober 2013 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan

rahmat, kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini yang berjudul: Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n

-Heksana dan Etilasetat serta Etanol Alga Merah (Galaxaura oblongata).

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan

ikhlas kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan

Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga

penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Ibu Dra. Suwarti Aris, M.Si., Apt.,

dan Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku pembimbing yang telah

memberi waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga selesainya

penyusunan skripsi ini. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., Ibu Dra.

Suwarti Aris, M.Si., Apt., Bapak Drs. Panal Sitorus, M.Si., Apt., dan Bapak

Drs. Suryadi Achmad, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah

memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang

telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Apt.,

selaku penasehat akademis yang telah memberikan bimbingan kepada penulis.

Ibu kepala Laboratorium Farmakognosi dan Ibu kepala Laboratorium

Mikrobiologi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

terhingga kepada Ayahanda (Alm) K. Sagala dan Ibunda tercinta K. Sinaga,

yang tiada hentinya berkorban dan berdoa dengan tulus ikhlas bagi kesuksesan

penulis, juga kepada abang, kakak dan adikku yang selalu setia memberi doa

dan motivasi selama penulis melakukan penelitian.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna,

sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaannya. Harapan saya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

ilmu pengetahuan kefarmasian.

Medan, Juli 2013 Penulis

(6)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT SERTA ETANOL ALGA

MERAH (Galaxaura oblongata) ABSTRAK

Rumput laut atau alga yang juga dikenal dengan nama seaweeds

merupakan bagian terbesar dari tanaman laut dan sejak zaman dahulu telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan. Salah satu jenis alga merah yang

terdapat di Desa Halodan, Kabupaten Singkil adalah Galaxaura oblongata

yang merupakan alga penghasil karaginan. Selain itu, Galaxaura oblongata

juga mengandung senyawa flavonoid dan steroid/triterpenoid. Senyawa flavonoid dan beberapa senyawa steroid/triterpenoid memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa

kimia dan uji aktivitas antibakteri dari alga merah (Galaxaura oblongata).

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia selanjutnya

simplisia diekstraksi secara perkolasi bertahap menggunakan pelarut penyari n

-heksana, etilasetat dan etanol kemudian diuji aktivitas antibakterinya terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode

difusi agar menggunakan punch hole.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia flavonoid, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Hasil uji aktivitas

antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak memberikan daerah

hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa, ekstrak etanol kurang memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap kedua bakteri sedangkan ekstrak etilasetat memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap kedua bakteri. Ekstrak etilasetat memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 200 mg/ml yaitu 14,18 mm dan

terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 200 mg/ml yaitu

14 mm.

(7)

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF n-HEXANE AND ETHYLACETATE AND ETHANOL

EXTRACTS OF RED ALGAE (Galaxaura oblongata) ABSTRACT

Seaweeds or algae is the biggest part of the marine plants and since immemorial time have been used as a food and traditional medicine. One of the

red algae that found in Desa Halodan, Kabupaten Singkil is Galaxaura

oblongata which is a carrageenophyte red algae. In addition Galaxaura oblongata also contain flavonoid and steroid/ triterpenoid compounds. Flavonoid and several steroid/triterpenoid compounds showed antibacterial activity. The object of this study was to know about chemical constituents and

antibacterial activity test of red algae (Galaxaura oblongata).

Phytochemical screening of simplicia powder subsequent gradual

percolation of crude extracted using solvents n-hexane, ethylacetate and

ethanol are then tested antibacterial activity against Staphylococcus aureus and

Pseudomonas aeruginosa by agar diffusion method using punch hole.

Phytochemical screening results showed the present of flavonoid, saponin, glycoside, and steroid/triterpenoid. The result of antibacterial activity

test showed that n-hexane extract do not provide local inhibitory to the growth

of Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa, ethanol extract do not give a satisfactory local inhibitory against both bacteria while ethylacetate extract provide a satisfactory local inhibitory against both bacteria. Ethylacetate extract give a satisfactory inhibitory regions of the bacteria

Staphylococcus aureus with a concentration of 200 mg/ml is 14.18 mm and the

bacteria Pseudomonas aeruginosa witha concentration of 200 mg/ml is14 mm.

(8)
(9)

2.1.5 Kandungan kimia dan manfaat ... 7

2.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba ... 19

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1 Alat-alat ... 21

3.2 Bahan-bahan ... 22

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan ... 22

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan ... 22

3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan ... 23

(10)

3.4.8 Pereaksi asam klorida 2 N ... 24

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N ... 24

3.4.10 Pereaksi Lieberman-Bourchard ... 25

3.4.11 Larutan kloralhidrat ... 25

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 25

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik ... 25

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 25

3.5.3 Penetapan kadar air ... 26

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air ... 26

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol ... 27

3.5.6 Penetapan kadar abu total ... 27

3.6.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon ... 29

3.6.5 Pemeriksaan saponin ... 29

3.6.6 Pemeriksaan tanin ... 30

3.6.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid ... 30

3.7 Pembuatan Ekstrak ... 30

3.8 Sterilisasi Alat ... 31

(11)

3.9.1 Media nutrient agar ... 31

3.13Pembuatan Larutan Uji dengan Berbagai Konsentrasi .. 33

3.14Pengujian Aktivitas Antibakteri ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 35

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia ... 35

4.2.1 Pemeriksaan makroskopik ... 35

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik ... 35

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil skrining fitokimia simplisia, ekstrak n-heksana, ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol alga merah(Galaxaura oblongata) .. 37

4.2 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan ... 46

2 Gambar simplisia alga Galaxaura oblongata (Ellis et

Solander) Lamouroux ... 47

3 Gambar serbuk simplisia alga Galaxaura oblongata (Ellis et

Solander) Lamouroux ... 48

4 Gambar mikroskopik serbuk simplisia alga Galaxaura

oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux pada

pembesaran 10x40 ... 49

5 Bagan pembuatan serbuk simplisia talus alga merah

(Galaxaura oblongata) ... 50

6 Bagan pembuatan ekstrak alga merah dengan cara perkolasi

bertahap ... 51

7 Bagan pengujian aktivitas antibakteri ... 52

8 Tabel hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia alga

merah (Galaxaura oblongata) ... 53

9 Perhitungan penetapan kadar air simplisia alga merah

(Galaxaura oblongata) ... 54

10 Perhitungan penetapan kadar sari larut air simplisia alga

merah (Galaxaura oblongata) ... 55

11 Perhitungan penetapan kadar sari larut etanol simplisia alga

merah (Galaxaura oblongata) ... 56

12 Perhitungan penetapan kadar abu total simplisia alga merah

(Galaxaura oblongata) ... 57

13 Perhitungan penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia

alga merah (Galaxaura oblongata) ... 58

14 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

(14)

15 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa oleh ekstrak etilasetat ... 60

16 Hasil pengukuran diameter daerah hambatan pertumbuhan

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas

aeruginosa oleh ekstrak etanol ... 61

17 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana alga

merah (Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ... 62

18 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana alga

merah (Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa ... 63

19 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat alga

merah (Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ... 64

20 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak etilasetat alga

merah (Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Pseudomonas aeruginosa ... 67

21 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol alga merah

(Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus ... 70

22 Gambar uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol alga merah

(Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

(15)

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK n-HEKSANA DAN ETILASETAT SERTA ETANOL ALGA

MERAH (Galaxaura oblongata) ABSTRAK

Rumput laut atau alga yang juga dikenal dengan nama seaweeds

merupakan bagian terbesar dari tanaman laut dan sejak zaman dahulu telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan. Salah satu jenis alga merah yang

terdapat di Desa Halodan, Kabupaten Singkil adalah Galaxaura oblongata

yang merupakan alga penghasil karaginan. Selain itu, Galaxaura oblongata

juga mengandung senyawa flavonoid dan steroid/triterpenoid. Senyawa flavonoid dan beberapa senyawa steroid/triterpenoid memiliki aktivitas antibakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan senyawa

kimia dan uji aktivitas antibakteri dari alga merah (Galaxaura oblongata).

Skrining fitokimia dilakukan terhadap serbuk simplisia selanjutnya

simplisia diekstraksi secara perkolasi bertahap menggunakan pelarut penyari n

-heksana, etilasetat dan etanol kemudian diuji aktivitas antibakterinya terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa dengan metode

difusi agar menggunakan punch hole.

Hasil skrining fitokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia flavonoid, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Hasil uji aktivitas

antibakteri menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana tidak memberikan daerah

hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa, ekstrak etanol kurang memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap kedua bakteri sedangkan ekstrak etilasetat memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap kedua bakteri. Ekstrak etilasetat memberikan daerah hambat yang memuaskan terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dengan konsentrasi 200 mg/ml yaitu 14,18 mm dan

terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi 200 mg/ml yaitu

14 mm.

(16)

PHYTOCHEMICAL SCREENING AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST OF n-HEXANE AND ETHYLACETATE AND ETHANOL

EXTRACTS OF RED ALGAE (Galaxaura oblongata) ABSTRACT

Seaweeds or algae is the biggest part of the marine plants and since immemorial time have been used as a food and traditional medicine. One of the

red algae that found in Desa Halodan, Kabupaten Singkil is Galaxaura

oblongata which is a carrageenophyte red algae. In addition Galaxaura oblongata also contain flavonoid and steroid/ triterpenoid compounds. Flavonoid and several steroid/triterpenoid compounds showed antibacterial activity. The object of this study was to know about chemical constituents and

antibacterial activity test of red algae (Galaxaura oblongata).

Phytochemical screening of simplicia powder subsequent gradual

percolation of crude extracted using solvents n-hexane, ethylacetate and

ethanol are then tested antibacterial activity against Staphylococcus aureus and

Pseudomonas aeruginosa by agar diffusion method using punch hole.

Phytochemical screening results showed the present of flavonoid, saponin, glycoside, and steroid/triterpenoid. The result of antibacterial activity

test showed that n-hexane extract do not provide local inhibitory to the growth

of Staphylococcus aureus and Pseudomonas aeruginosa, ethanol extract do not give a satisfactory local inhibitory against both bacteria while ethylacetate extract provide a satisfactory local inhibitory against both bacteria. Ethylacetate extract give a satisfactory inhibitory regions of the bacteria

Staphylococcus aureus with a concentration of 200 mg/ml is 14.18 mm and the

bacteria Pseudomonas aeruginosa witha concentration of 200 mg/ml is14 mm.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan di perairan tropis diketahui

memiliki keanekaragaman jenis biota yang tinggi, termasuk keanekaragaman

jenis alganya (Atmadja, 1992). Rumput laut atau alga yang juga dikenal

dengan nama seaweed merupakan bagian terbesar dari tanaman laut. Sejak

zaman dulu, alga telah digunakan sebagai makanan dan obat-obatan (Winarno,

1990; Rasyid, 2004).

Alga dapat diperhitungkan sebagai sumber senyawa bioaktif karena

kemampuannya untuk memproduksi metabolit sekunder yang sangat bervariasi

dengan aktivitas biologi yang sangat luas (Subathraa dan Poonguzhali, 2013).

Senyawa dengan aktivitas antioksidan, antivirus, antifungi, amtimikroba

(Antonisamy dan Eahamban, 2012), sitotoksik dan antihelmintik (Varier, dkk.,

2013) terdapat di dalam alga coklat, alga merah, dan alga hijau.

Rhodophyceae (alga merah) merupakan salah satu golongan alga yang

memiliki potensi yang penting, yaitu jenis Euchema sp. sebagai sumber

penghasil karaginan, Gracilaria sp. dan Gelidium sp. sebagai sumber penghasil

agar-agar dan beberapa alga merah dapat juga digunakan sebagai obat.

Beberapa alga merah dapat digunakan sebagai obat antihipertensi yaitu

Gracilaria lichenoides, obat antivirus yaitu Constantinea simplex dan sebagai

antimikroba yaitu Farlowia mollis, Laurencia hybrida, Platysiphonia miniata

(18)

Alga memiliki komponen senyawa aktif diantaranya saponin,

flavonoid, triterpenoid/steroid (Lutfiyanti, dkk., 2012), glikosida (Antonisamy

dan Eahamban, 2012) dan florotanin (Varier, dkk., 2013). Kebanyakan

senyawa aktif yang terkandung dalam alga menunjukkan aktivitas antibakteri

(Varier, dkk., 2013). Beberapa jenis alga dengan aktivitas antimikrobanya telah

dilaporkan oleh Chanda, dkk., (2010).

Alga yang terdapat di perairan Indonesia sangat beragam, diantaranya

Euchema cottonii, Euchema spinosum, Gracillaria gigas, Gracillaria

verrucosa, Gelidium rigidum, Sargassum polycystum dan Galaxaura

oblongata. Berbagai jenis alga ini tersebar luas di Indonesia, baik yang tumbuh

secara alami maupun yang dibudidayakan (Anggadiredja, dkk., 2010). Wilayah

sebaran alga yang tumbuh alami terdapat di hampir seluruh perairan dangkal

laut Indonesia seperti jenis alga Galaxaura oblongata yang tumbuh alami di

Desa Halodan, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten Singkil, Provinsi

Nangroe Aceh Darussalam.

Galaxaura oblongata merupakan alga merah penghasil karaginan

(Trono dan Fortes, 1988) dan mengandung senyawa steroid/triterpenoid

(Lobban dan Wynne, 1981). Menurut Robinson (1991), beberapa senyawa

steroid/triterpenoid menunjukkan aktivitas antibakteri. Selain itu, alga juga

mengandung senyawa flavonoid yang memiliki aktivitas antibakteri (Yunus,

dkk., 2009).

Senyawa triterpenoid/steroid merupakan senyawa aktif yang memiliki

(19)

mikroba (Lutfiyanti, dkk., 2012). Beberapa hasil penelitian menunjukkan

senyawa terpenoid memiliki aktivitas antimikroba diantaranya yaitu

triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida (Pranoto, dkk., 2012).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian untuk

mengetahui kandungan senyawa kimia dan pengujian aktivitas antibakteri dari

ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol alga merah Galaxaura

oblongata terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri

Gram positif dan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

dengan metode difusi agar menggunakan punch hole.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dari penelitian ini adalah:

a. apakah kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam alga merah

Galaxaura oblongata?

b. apakah ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol alga

merah Galaxaura oblongata mempunyai aktivitas antibakteri?

1.3 Hipotesis

a. Kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalam simplisia dan

ekstrak alga merah Galaxaura oblongata adalah flavonoid dan

triterpenoid/steroid.

b. Ekstrak alga Galaxaura oblongata mempunyai aktivitas antibakteri

(20)

1.4 Tujuan

a. Untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam

alga Galaxaura oblongata.

b. Untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana, ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol alga Galaxaura oblongata terhadap

bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi tentang kandungan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Alga dikelompokkan ke dalam Divisio Thallophyta. Alga tidak

mempunyai akar, batang dan daun tetapi hanya terdiri dari talus saja. Alga

merupakan biota perairan yang tumbuh dengan melekatkan dirinya pada

karang, lumpur, pasir, batu dan benda keras lainnya (Anggadiredja, dkk.,

2010).

2.1.1 Habitat dan sebaran alga

Pertumbuhan dan penyebaran alga seperti halnya biota perairan lainnya

sangat dipengaruhi oleh toleransi fisiologi dari biota tersebut untuk beradaptasi

terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti substrat, salinitas (kadar garam),

temperatur, intensitas cahaya, tekanan dan nutrisi. Secara umum, alga dijumpai

tumbuh di daerah perairan yang dangkal atau di daerah pasang surut (intertidal

dan sublitorral) yang masih dapat ditembus oleh sinar matahari dengan kondisi

dasar perairan berpasir, sedikit lumpur, atau campuran keduanya. Alga

memiliki sifat benthic (melekat) dan disebut juga benthic algae. Di samping itu

alga juga hidup sebagai fitobentos dengan cara melekatkan talus pada substrat

pasir, lumpur, karang, fragmen karang mati, kulit kerang, batu atau kayu

(Anggadiredja, dkk., 2010).

Daerah sebaran beberapa jenis alga di Indonesia sangat luas, baik yang

(22)

tumbuh alami terdapat di hampir seluruh perairan dangkal laut Indonesia yang

mempunyai rataan terumbu karang (Anggadiredja, dkk., 2010).

2.1.2 Perkembangbiakan alga

Perkembangbiakan alga dapat terjadi melalui dua cara, yaitu secara

vegetatif dengan talus dan secara generatif dengan talus diploid yang

menghasilkan spora. Perbanyakan secara vegetatif dikembangbiakan dengan

cara stek, yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru.

Sementara perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora, baik

alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zygot

yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang

mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis

menjadi gametofit (Anggadiredja, dkk., 2010).

Faktor biologi utama yang menjadi pembatas produktivitas alga yaitu

faktor persaingan dan pemangsa dari hewan herbivora. Selain itu, dapat pula

dihambat oleh faktor morbiditas dan mortalitas alga itu sendiri. Morbiditas

disebabkan oleh penyakit dari infeksi mikroorganisme, tekanan lingkungan

perairan (fisika dan kimia perairan) yang buruk, serta tumbuhnya tanaman

penempel (parasit). Sementara, mortalitas dapat disebabkan oleh pemangsaan

hewan-hewan herbivora (Anggadiredja, dkk., 2010).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Ciri-ciri Galaxaura oblongata yaitu talus rimbun, berjumpai padat,

mengandung kapur, tinggi 5-12 cm, pengapuran sederhana dan meningkat

(23)

kehijauan hingga merah samar. Percabangan dikotomi berulang. Cabang

berukuran 0,5-0,9 cm dan mudah hancur apabila kering.

2.1.4 Sistematika tumbuhan

Berdasarkan hasil identifikasi di Pusat Penelitian Oseanografi LIPI,

taksonomi alga diklasifikasikan sebagai berikut:

Jenis/Species : Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux

2.1.5 Kandungan kimia dan manfaat

Alga jenis rhodophyceae (alga merah) mengandung senyawa

steroid/triterpenoid. Alga ini juga mengandung pigmen fotosintetik berupa

karotin, xantofil, klorofil, fikobilin terutama fikoeretrin penyebab warna merah

dan fikosianin (Atmadja, 1996; Lobban dan Wynne, 1981). Galaxaura

oblongata merupakan alga merah penghasil karaginan (Trono dan Fortes,

1988).

2.2 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan

ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu (Ditjen POM, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia

(24)

langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan

penyari dapat digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (Ditjen POM,

1979).

Metode ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni:

A. Cara dingin

1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian dengan merendam simplisia dalam

pelarut yang sesuai pada temperatur ruangan dan terlindungi dari cahaya

yang disertai pengocokan atau pengadukan (Ditjen POM, 2000).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah penyarian dengan pelarut baru sampai sempurna yang

dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahap

pengembangan bahan, perendaman dan perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak) (Ditjen POM, 2000).

B. Cara panas

1. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut

pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut

terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM,

2000).

2. Sokletasi

Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang dipanaskan hingga

(25)

pendingin balik dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu

dengan jumlah pelarut relatif konstan (Ditjen POM, 2000).

3. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah pada

temperatur 40-50oC (Depkes, 1986).

4. Infus

Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia

dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit (Ditjen POM, 1995).

5. Dekok

Dekok adalah penyarian dengan menggunakan air pada suhu 90oC selama

30 menit (Agoes, 2007).

2.3 Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti

tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebutkan

sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, berbiak dengan pembelahan

diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop

(Dwidjoseputro, 1994).

Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga,

yaitu bakteri berbentuk bulat (kokus), bakteri berbentuk batang (basil), dan

bakteri berbentuk melilit (spiral) (Dwidjoseputro, 1994).

Berdasarkan perbedaannya didalam menyerap zat warna Gram bakteri

dibagi atas dua golongan yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif.

(26)

menyebabkan warna ungu, sedangkan bakteri Gram negatif menyerap zat

warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah

(Dwidjoseputro, 1994).

2.3.1 Bakteri Gram positif

Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tersusun atas beberapa

lapisan peptidoglikan, dan strukturnya tebal dan keras. Selain itu, dinding

selnya juga tersusun atas asam teikoat (teichonic acid) yang mengandung

alkohol (gliserol atau ribitol) dan posfat. Ada 2 macam asam teikoat, yaitu

asam lipoteikoat (lipoteichoic acid) yang merentang di lapisan peptidoglikan

dan terikat pada membran plasma, dan asam teikoat dinding (wall teichoic

acid) yang terikat pada lapisan peptidoglikan (Pratiwi, 2008).

Staphylococcus termasuk bakteri Gram positif dengan familia

Micrococcaceae. Staphylococcus merupakan bakteri yang selnya berbentuk

bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian tak beraturan seperti anggur. Bakteri

ini tumbuh pada suhu 37oC dan mempunyai pigmen putih sampai kuning tua.

Salah satu contoh dari bakteri staphylococcus adalah Staphylococcus aureus.

Sistematika Staphylococcus aureus (Dwidjoseputro, 1994).

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Eubacteriales

Suku : Micrococaceae

Marga : Staphylococcus

(27)

2.3.2 Bakteri Gram negatif

Bakteri Gram negatif memiliki dinding sel yang tersusun atas satu

lapisan peptidoglikan dan membran luar. Terdapat daerah periplasma, yaitu

daerah yang terdapat di antara membran plasma dan membran luar. Periplasma

berisi enzim degradasi konsentrasi tinggi serta protein-protein transpor.

Dinding sel bakteri Gram negatif tidak mengandung teichoic acid. Membran

luar tersusun atas lipopolisakarida, lipoprotein, dan posfolipid (Pratiwi, 2008).

Kelompok Pseudomonas sp. adalah bakteri Gram negatif yang

berbentuk batang dan terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan

kadang-kadang membentuk rantai yang pendek; berukuran sekitar 0,6 x 2 µ m, aerob,

ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan dan hewan, tumbuh baik pada

suhu 37-42oC. Sistematika bakteri Pseudomonas aeruginosa (Dwidjoseputro,

1994) adalah sebagai berikut:

Divisi : Protophyta

Kelas : Schizomycetes

Bangsa : Pseudomonadales

Suku : Pseudomonadaceae

Marga : Pseudomonas

Jenis : Pseudomonas aeruginosa

2.3.3 Fase pertumbuhan bakteri

Bila koloni mikroorganisme ditanam pada media yang sesuai dalam

waktu tertentu, maka dapat dilihat suatu grafik pertumbuhan yang dapat dibagi

(28)

1. Fase penyesuaian diri (lag phase)

Fase pertama ini mikroorganisme mengalami penyesuaian pada lingkungan

baru setelah pemindahan. Fase ini tidak terjadi perkembangbiakan sel, yang

ada hanya peningkatan ukuran sel dan aktivitas metabolisme.

2. Fase pembelahan (log phase)

Fase kedua ini mikroorganisme berkembang dengan cepat yang jumlahnya

meningkat secara eksponensial. Fase ini berlangsung selama 18-24 jam.

3. Fase stasioner (stationary phase)

Fase ketiga terjadi keseimbangan antara jumlah sel yang membelah dengan

jumlah sel yang mati. Hal ini terjadi karena akumulasi hasil metabolisme yang

toksis.

4. Fase kematian

Fase dimana jumlah sel yang mati meningkat dikarenakan keadaan

lingkungan seperti ketidaksediaan nutrisi dan akumulasi hasil metabolisme

yang toksik (Pratiwi, 2008).

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dapat

dibedakan menjadi faktor fisika dan faktor kimia. Faktor fisika meliputi

temperatur, pH, dan tekanan osmosis. Faktor kimia meliputi karbon, oksigen,

trace elements dan faktor pertumbuhan organik termasuk nutrisi yang terdapat

dalam media pertumbuhan (Pratiwi, 2008).

1. Temperatur

Pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur. Setiap

(29)

terjadi kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yang

maksimal. Temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan denaturasi

protein sedangkan temperatur yang sangat rendah menyebabkan aktivitas

enzim akan terhenti. Berdasarkan kisaran temperatur dibagi atas tiga golongan:

a. Psikrofil, tumbuh pada temperatur maksimal 20oC dengan suhu optimal 0

sampai 15oC.

b. Mesofil, tumbuh pada temperatur 15 sampai 45oC dengan suhu optimal

20 sampai 40oC.

c. Termofil, tumbuh pada temperatur 45 sampai 100oC dengan suhu optimal

55 sampai 65oC.

2. pH

Kebanyakan bakteri memiliki pH optimum terletak antara 6,5 dan 7,5; pH

merupakan indikasi konsentrasi ion hidrogen. Peningkatan dan penurunan

konsentrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi gugus-gugus dalam

protein, amino dan karboksilat. Hal ini dapat menyebabkan denaturasi protein

yang mengganggu pertumbuhan sel.

3. Tekanan osmosis

Tekanan osmosis adalah tekanan yang diberikan untuk mencegah

terjadinya osmosis/mencegah terjadinya perpindahan molekul pelarut ke

larutan. Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran

semipermeabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam media. Air

(30)

dalam larutan hipertonik air akan keluar dari sel sehingga membran plasma

mengerut dan lepas dari dinding sel.

4. Oksigen

Berdasarkan kebutuhan oksigen dikenal mikroorganisme dibagi menjadi 5

golongan yaitu:

a. Anaerob obligat, hidup tanpa oksigen, oksigen toksik terhadap

golongan ini.

b. Anaerob aerotoleran, tidak mati dengan adanya oksigen.

c. Anaerob fakultatif, mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau

tanpa oksigen.

d. Aerob obligat, tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.

e. Mikroaerofilik, hanya tumbuh baik dalam tekanan oksigen yang

rendah.

5. Nutrisi

Nutrisi merupakan substansi yang diperlukan untuk biosintesis dan

pembentukan energi. Berdasarkan kebutuhannya, nutrisi dibedakan menjadi

dua yaitu makroelemen, yaitu elemen yang diperlukan dalam jumlah banyak

dan mikroelemen (trace element), yaitu elemen nutrisi yang diperlukan dalam

jumlah sedikit (Pratiwi, 2008).

2.3.4 Media biakan mikroba

Media adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi atau

zat-zat hara (nutrien) yang digunakan untuk menumbuhkan di atas atau di

(31)

perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis, dan penghitungan jumlah

mikroorganisme (Waluyo, 2010).

Pertumbuhan mikroorganisme di dalam media dapat tumbuh dengan

baik apabila memenuhi persyaratan (Waluyo, 2010), antara lain:

 Media harus mengandung semua nutrien yang mudah digunakan oleh

mikroorganisme.

 Media harus mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH

yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme.

 Media tidak mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan

mikroorganisme.

 Media harus steril sebelum digunakan, supaya mikroorganisme dapat

tumbuh dengan baik.

Media biakan mikroba terbagi menjadi beberapa golongan (Waluyo,

2010; Pratiwi, 2008) yaitu:

a. Penggolongan media berdasarkan konsistensinya

1. Media padat

Media padat diperoleh dengan cara menambahkan agar-agar. Agar

berasal dari ganggang/alga yang berfungsi sebagai bahan pemadat.

Alga digunakan karena bahan ini tidak diuraikan oleh mikroorganisme

dan dapat membeku pada suhu di atas 45oC. Media padat biasanya

digunakan untuk mengamati penampilan atau morfologi koloni dan

(32)

2. Media setengah padat (semi solid)

Media setengah padat dibuat dengan bahan yang sama dengan media

padat, akan tetapi yang berbeda adalah komposisi agarnya.

3. Media cair

Media cair dapat digunakan untuk berbagai tujuan seperti pembiakan

mikroba dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan berbagai

macam uji. Beberapa contoh media cair adalah kaldu nutrien, kaldu

glukosa, air pepton, dan lain sebagainya.

b. Penggolongan media berdasarkan susunan kimianya

1. Media sintetik

Media sintetik yaitu media yang susunan kimianya dapat diketahui

dengan pasti. Komposisi kimia media sintetik biasanya dibuat dari

bahan-bahan kimia dengan kemurnian tinggi dan ditentukan dengan

tepat. Media ini biasanya digunakan untuk mempelajari kebutuhan

makanan mikroorganisme. Contoh media sintetik: cairan Hanks, Locke,

Thyrode.

2. Media non sintetik

Media non sintetik merupakan media yang susunan kimianya tidak

dapat ditentukan dengan pasti. Media ini banyak digunakan untuk

menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroorganisme. Misalnya,

bahan-bahan yang teradapat dalam kaldu nutrien; yakni ekstrak daging

dan pepton memiliki komposisi kimia yang tidak pasti. Contoh lain:

(33)

3. Media semi sintetik

Media semi sintetik merupakan campuran media sintetik dan media non

sintetik. Misalnya, cairan Hanks yang ditambah serum.

4. Media anorganik

Media ini merupakan media yang tersusun dari bahan-bahan anorganik.

5. Media organik

Media ini merupakan media yang tersusun dari bahan-bahan organik.

c. Penggolongan media berdasarkan fungsinya

1. Media selektif

Media selektif merupakan media yang mendukung pertumbuhan

mikroorganisme tertentu (seleksi) dengan menghambat pertumbuhan

mikroorganisme yang lain. Pada media ini ditambahkan bahan

penghambat pertumbuhan, misalnya bile salt dan dye (fuchsin, crystal

violet, brilliant green) yang akan menghambat pertumbuhan bakteri

Gram positif dan tidak memberi efek pada bakteri Gram negatif.

2. Media diferensial

Media diferensial digunakan untuk membedakan kelompok

mikroorganisme dan bahkan dapat digunakan untuk identifikasi.

Contohnya adalah media agar darah, yang merupakan media diferensial

sekaligus media penyubur, mampu membedakan antara bakteri

hemolitik dan non hemolitik dengan mengetahui sifat lisis eritrosit (ciri:

daerah jernih di sekitar koloni akibat perusakan sel darah merah);

(34)

selektif, terdiri dari laktosa dan neutral red dye. Mampu membedakan

antara bakteri yang memfermentasi laktosa dan yang bukan (ciri:

adanya daerah merah muda-merah di sekitar koloni).

3. Media penyubur (enrichment media)

Media penyubur merupakan media yang berguna untuk mempercepat

pertumbuhan mikroorganisme tertentu.

4. Media khusus

Contoh media khusus adalah media untuk bakteri anaerob. Biasanya ke

dalam media tersebut ditambahkan bahan yang dapat mereduksi

kandungan O2 dengan cara pengikatan kimiawi. Contoh bahan-bahan

itu adalah natioglikolat, sistein, asam askorbat. Sebagai indikator

anaerob digunakan rezasurin (bila terjadi oksidasi-yang berarti bakteri

bersifat aerobik-akan terbentuk warna merah).

5. Media penguji

Media penguji adalah media dengan susunan kimia tertentu yang

digunakan untuk pengujian vitamin, asam amino, antibiotik, dan

sebagainya.

6. Media serbaguna

Media ini merupakan media yang paling umum digunakan dalam

mikrobiologi (dapat menunjang pertumbuhan sebagian besar mikroba).

(35)

2.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba

Pengukuran aktivitas antimikroba secara in vitro dapat dikelompokkan

dalam tiga metode yaitu:

a. Metode Dilusi

Metode ini digunakan untuk menentukan kadar hambat minimum (KHM)

dan kadar bunuh minimum (KBM) dari zat antimikroba. Metode dilusi ini

menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi dengan media cair dan

sejumlah tertentu mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji

dengan zat antimikroba yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung

diinkubasi pada suhu ± 37oC selama 18-24 jam dan diamati terjadinya

kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang

ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih (tidak ada

pertumbuhan mikroba) adalah KHM dari obat. Selanjutnya biakan dari semua

tabung yang jernih diinokulasikan pada media agar padat, diinkubasikan dan

keesokan harinya diamati ada tidaknya koloni mikroba yang tumbuh.

Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang ditunjukkan dengan tidak

adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri

uji (Tim Mikrobiologi FK Brawijaya, 2003).

b. Metode Difusi

Metode yang paling sering digunakan adalah metode cakram kertas,

silinder gelas/logam tahan karat dan pencetak lubang (punch hole). Cakram

kertas berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium

(36)

kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati

adanya area (zona) jernih di sekitar cakram kertas yang menunjukkan tidak

adanya pertumbuhan mikroba (Pratiwi, 2008).

c. Metode turbidimetri

Metode turbidimetri dilakukan berdasarkan hambatan pertumbuhan

mikroba dalam media cair yang mengandung zat antimikroba. Hambatan

pertumbuhan mikroba ditentukan dengan mengukur serapannya dengan

menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 530 nm (Ditjen

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yaitu

suatu penelitian dengan melakukan kegiatan percobaan (experiment) yang

bertujuan untuk mencari pengaruh variabel tertentu terhadap variabel lain dan

penelitian dilakukan di laboratorium. Tahap penelitian meliputi pengumpulan

bahan tumbuhan, identifikasi bahan tumbuhan, pembuatan simplisia,

karakterisasi simplisia, skrining fitokimia, pembuatan ekstrak. Selanjutnya

pengujian aktivitas antibakteri dengan metode difusi agar menggunakan punch

hole. Parameter yang dilihat adalah besarnya diameter hambat pertumbuhan

bakteri. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Medan.

3.1 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas, autoklaf

(Fisons), blender (Panasonic), bola karet, desikator, freeze dryer (Modulio),

inkubator (Memmert), jangka sorong, jarum ose, kamera digital (Kodak),

bunsen, krus porselen, Laminar Air Flow Cabinet (Astec HLF 1200L), lemari

pendingin (Glacio), mikroskop (Olympus), neraca kasar, neraca listrik (Mettler

Toledo), oven (Fisher), penangas air, pinset, pipet mikro (Eppendorf), rotary

evaporator (Stuart), seperangkat alat penetapan kadar, silinder logam,

(38)

3.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah talus alga merah (Galaxaura oblongata),

Nutrient agar (NA), Nutrient broth (NB), Mueller Hinton agar(MHA), bakteri

Staphylococcus aureus (ATCC 29737) dan Pseudomonas aeruginosa (ATCC

9027) dan air suling. Bahan kimia yang digunakan berkualitas pro analisa,

kecuali dinyatakan lain: dimetilsulfoksida (DMSO), amil alkohol, asam klorida

pekat, asam asetat anhidrida, asam nitrat pekat, asam sulfat pekat, benzen, besi

(III) klorida, bismut (III) nitrat, eter, etanol, etil asetat, n-heksana, isopropanol,

kalium iodida, kloralhidrat, kloroform, metanol, natrium hidroksida, natrium

sulfat anhidrat, raksa (II) klorida, serbuk magnesium, serbuk zinkum, timbal

(II) asetat dan toluena.

3.3 Penyiapan Bahan Tumbuhan

Penyiapan bahan tumbuhan meliputi pengumpulan bahan tumbuhan,

identifikasi bahan tumbuhan dan pembuatan simplisia talus alga merah

(Galaxaura oblongata).

3.3.1 Pengambilan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan dengan tumbuhan dari daerah lain. Bahan tumbuhan yang

digunakan adalah talus Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux

yang diperoleh dari Desa Halodan, Kecamatan Pulau Banyak Barat, Kabupaten

(39)

3.3.2 Identifikasi bahan tumbuhan

Identifikasi bahan tumbuhan dilakukan di Pusat Penelitian Oseanografi

LIPI Jakarta. Identifikasi tumbuhan ini telah dilakukan oleh Violita Milala

(2012) dan bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alga

Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux. Hasil identifikasi

tumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman 46.

3.3.3 Pembuatan simplisia

Talus Galaxaura oblongata yang telah dikumpulkan, direndam dalam

air dan dibersihkan dari pengotor dan organisme yang melekat serta sisa-sisa

karang yang menempel. Dicuci berkali-kali dengan air sampai bersih dan

ditiriskan. Bahan tumbuhan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan terlebih

dahulu kemudian dikeringkan di lemari pengering hingga kering. Selanjutnya

simplisia diblender menjadi serbuk dan disimpan dalam kantung plastik. Bagan

kerja pembuatan simplisia dapat dilihat pada Lampiran 5, halaman 50.

3.4 Pembuatan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur

dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v, kemudian ditambahkan air

secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.4.2 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air secukupnya, lalu

ditambahkan 2 g iodium P kemudian ditambahkan air hingga 100 ml (Depkes,

(40)

3.4.3 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismuth nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml

dicampur dengan 50 ml kalium iodida P 54,4% b/v, didiamkan sampai

memisah sempurna. Lalu diambil lapisan jernihnya dan diencerkan dengan air

secukupnya hingga 100 ml (Depkes, 1995).

3.4.4 Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol P, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga

diperoleh larutan 100 ml (Depkes, 1995).

3.4.5 Pereaksi besi (III) klorida 1% b/v

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air secukupnya hingga

100 ml (Depkes, 1980).

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat P dilarutkan dalam air bebas karbon

dioksida hingga 100 ml (Depkes, 1980).

3.4.7 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g natrium hidroksida, dilarutkan dalam air secukupnya

hingga 100 ml (Depkes, 1980).

3.4.8 Pereaksi asam klorida 2 N

Larutan asam klorida pekat sebanyak 17 ml ditambahkan air suling

sampai 100 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,808 g ditambahkan air suling

(41)

3.4.10 Pereaksi Lieberman-Bourchard

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik,

mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan

kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total dan penetapan kadar abu tidak

larut asam. Pemeriksaan karakteristik simplisia ini telah dilakukan oleh Violita

Milala (2012).

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk,

ukuran, warna, bau dan rasa simplisia alga merah.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia alga

merah. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi

dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian

diamati di bawah mikroskop. Gambar mikroskopik dapat dilihat pada

(42)

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi

toluena). Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam

labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi

selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit,

kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml.

Kemudian ke dalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g

serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15

menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes

tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan

penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian

dalam pendingin dibilas dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5

menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar.

Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume dibaca dengan ketelitian

0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang

terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

air-kloroform (2,5 ml air-kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dengan

menggunakan botol bersumbat warna coklat sambil sesekali dikocok selama 6

jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring, sejumlah 20 ml

filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan yang telah dipanaskan dan

(43)

tetap. Kadar sari larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 g serbuk dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol

96% dengan menggunakan botol bersumbat berwarna coklat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan hingga kering dalam cawan

yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam oven pada suhu

105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama

dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian

diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pijaran dilakukan

pada suhu 600oC selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan dan ditimbang sampai

diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes, 1995).

3.5.7 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam

asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air

(44)

Kadar abu tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah

dikeringkan (Depkes, 1995).

3.6 Skrining Fitokimia 3.6.1 Pemeriksaan alkaloida

Serbuk simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian ditambahkan 1 ml

asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2

menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji

alkaloida: diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalamnya dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi:

1. ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer

2. ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat

3. ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff

Alkaloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada paling sedikit

dua dari tiga percobaan diatas (Depkes, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditambah air panas, dididihkan selama

5 menit dan disaring dalam keadaan panas. Ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan

0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 1 ml amil alkohol,

dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah

kekuningan atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1966).

3.6.3 Pemeriksaan glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, lalu disari dengan 30 ml

(45)

ditambahkan 10 ml HCl 2N dan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu

disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal

(II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari

dengan 20 ml campuran 2 bagian isopropanol dan 3 bagian kloroform,

perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan ditambahkan

Na2SO4 anhidrat, disaring kemudian diuapkan pada temperatur tidak lebih dari

50oC, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk

percobaan berikut: sepersepuluh ml larutan percobaan dimasukkan dalam

tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan

2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan hati-hati

2 ml asam sulfat pekat, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan,

menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) (Depkes, 1995).

3.6.4 Pemeriksaan glikosida antrakinon

Sebanyak 0,2 g serbuk simplisia dicampur dengan 5 ml asam sulfat 2 N,

dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzen, dikocok dan

didiamkan. Lapisan benzen dipisahkan dan disaring, kemudian kocok dengan 2

ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah menunjukkan adanya

antrakinon (Depkes, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat

(46)

dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam

klorida 2 N buih tidak hilang (Depkes, 1995).

3.6.6 Pemeriksaan tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia disari dengan 10 ml air suling lalu

disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan

diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1

%. Jika terjadi warna biru atau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Depkes,

1989).

3.6.7 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan eter 20 ml selama 2

jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa

ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat

(pereaksi Lieberman-Bourchard), diteteskan pada saat akan mereaksikan

sampel uji. Apabila terbentuk warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya

steroida sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya

triterpenoid (Harborne, 1987).

3.7 Pembuatan Ekstrak n-Heksana, Ekstrak Etilasetat dan Ekstrak Etanol Alga Merah (Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux) Secara Perkolasi Bertingkat

Pembuatan ekstrak dilakukan secara perkolasi bertingkat menggunakan

tiga pelarut. Cara kerja: sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam

bejana tertutup, dituangi cairan penyari n-heksana sampai semua simplisia

terendam sempurna dan dibiarkan sekurang-kurangnya selama 3 jam.

(47)

ditekan hati-hati, kemudian dituangi cairan penyari secukupnya sampai cairan

mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, tutup

perkolator dan biarkan selama 24 jam. Biarkan cairan menetes dengan

kecepatan 1 ml per menit, ditambahkan berulang-ulang cairan penyari

secukupnya hingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia.

Perkolasi dihentikan hingga 500 mg perkolat yang keluar terakhir diuapkan

tidak meninggalkan sisa. Kemudian ampasnya dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan dan diperkolasi kembali menggunakan cairan penyari

etilasetat dengan prosedur perkolasi yang sama. Setelah perkolat etilasetat

diperoleh, ampasnya diangin-anginkan kembali dan diperkolasi menggunakan

cairan penyari etanol dengan prosedur perkolasi yang sama. Masing-masing

perkolat yang diperoleh dipekatkan dengan alat penguap rotaryevaporator dan

dikeringbekukan dengan freeze dryer (Ditjen POM, 1979).

3.8 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri ini, disterilkan

terlebih dahulu sebelum dipakai. Alat gelas disterilkan didalam oven pada suhu

170°C selama 1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama 15

menit. Jarum ose dan pinset disterilkan dengan lampu bunsen (Lay, 1994).

3.9 Pembuatan Media

3.9.1 Media nutrient agar (NA) Komposisi : Bacto – Beef extract 3 g

Bacto peptone 5 g

(48)

Cara Pembuatan :

Sebanyak 23 g sediaan NA ditimbang, disuspensikan kedalam air suling 1000

ml, lalu dipanaskan sampai larut sempurna. Kemudian media dimasukkan

kedalam erlenmeyer dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama

15 menit (Difco, 1953).

3.9.2 Media nutrient broth (NB)

Komposisi : Bacto beef extract 3,0 g

Bacto peptone 5,0 g

Cara Pembuatan:

Sebanyak 8 g nutrient broth dilarutkan dalam air suling steril sebanyak 1000 ml

kemudian dipanaskan hingga semua larut. Kemudian media dimasukkan

kedalam erlenmeyer dan disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C selama

15 menit (Difco, 1953).

3.9.3 Media Mueller Hinton agar (MHA)

Komposisi: Beef infusion form 300 g

Casein hydrolysate 17,5 g

Starch 1,5 g

Agar 17 g

Cara pembuatan:

Sebanyak 38 g sediaan MHA ditimbang kemudian disuspensikan dalam

erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan sedikit demi sedikit hingga

(49)

terbentuk larutan jernih. Disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121oC selama

15 menit (Difco, 1953).

3.10 Pembuatan Agar Miring

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 10 ml media Nutrien Agar yang

sudah dicairkan, kemudian diletakkan dengan posisi miring dengan kemiringan

lebih kurang 30-45 derajat, ditutup mulut tabung reaksi dengan kapas dan

dibiarkan memadat (Lay, 1994).

3.11 Pembuatan Stok Kultur Bakteri

Koloni bakteri diambil dengan menggunakan jarum ose steril, lalu

ditanam pada media nutrient agar miring dengan cara menggores. Kemudian

diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35-37oC selama 18-24 jam (Ditjen

POM, 1995).

3.12 Penyiapan Inokulum Bakteri

Koloni bakteri diambil dari stok kultur dengan jarum ose steril

kemudian disuspensikan ke dalam 10 ml larutan nutrient broth. Kemudian

diukur kekeruhan larutan pada panjang gelombang 580 nm sampai diperoleh

transmitan 25% (Ditjen POM, 1995).

3.13 Pembuatan Larutan Uji (Ekstrak n-Heksana, Etilasetat dan Etanol) dengan Berbagai Konsentrasi

Sebanyak 2,5 g ekstrak n-heksana ditimbang seksama dengan neraca

analitik, dilarutkan dengan pelarut DMSO yang diencerkan dengan etanol 96%

(1:1) dalam labu tentukur 5 ml hingga garis tanda dan diperoleh konsentrasi

(50)

dengan konsentrasi 400 mg/ml, 300 mg/ml, 200 mg/ml, 100 mg/ml, 90 mg/ml,

80 mg/ml, 70 mg/ml, 60 mg/ml, 50 mg/ml, 40 mg/ml, 30 mg/ml, 20 mg/ml dan

10 mg/ml. Dilakukan prosedur yang sama terhadap ekstrak etilasetat dan

ekstrak etanol.

3.14 Pengujian Aktivitas Antibakteri secara In vitro

Kedalam cawan petri dimasukkan 0,1 ml inokulum (106 CFU/ml)

kemudian ditambahkan 20 ml media MHA steril yang telah dicairkan

(45-50oC) dihomogenkan dan dibiarkan sampai media memadat. Setelah media

padat kemudian dibuat lubang, selanjutnya ke dalam lubang dimasukkan

ekstrak n-heksana sebanyak 0,1 ml dengan berbagai konsentrasi serta pelarut

DMSO-etanol 96% (1:1) sebagai kontrol (blanko). Kemudian diinkubasi pada

suhu ±36oC selama 18-24 jam. Selanjutnya diukur diameter daerah hambat di

sekitar larutan penguji dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian

dilakukan sebanyak tiga kali. Hal yang sama dilakukan terhadap ekstrak

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian

Oseanografi LIPI Jakarta, menunjukkan bahwa bahan tumbuhan adalah alga

jenis Galaxaura oblongata (Ellis et Solander) Lamouroux, suku

Galaxauraceae, bangsa Nemalionales, kelas Rhodophyceae, Divisi

Rhodophyta.

4.2 Hasil Karakterisasi Simplisia 4.2.1 Pemeriksaan makroskopik

Hasil pemeriksaan makroskopik dari simplisia alga merah Galaxaura

oblongata yaitu Galaxaura oblongata mempunyai talus rimbun, berjumpai

padat, tinggi 5-12 cm, pengapuran sederhana dan meningkat dengan

pertambahan usia, melekat dengan holdfast kecil dan berwarna kehijauan

hingga merah samar. Percabangan secara dikotomi berulang. Cabang

berukuran 0,5-0,9 cm dan mudah hancur apabila kering.

4.2.2 Pemeriksaan mikroskopik

Hasil pemeriksaan mikroskopik dari serbuk simplisia alga merah

Galaxaura oblongata memperlihatkan adanya sel propagule serta sel-sel

parenkim yang memiliki pigmen berwarna merah.

4.2.3 Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia

Hasil pemeriksaan karakteristik serbuk simplisia diperoleh kadar air

(52)

sebesar 0,49%, kadar abu total sebesar 68,85% dan kadar abu tidak larut asam

sebesar 16,93%.

Kadar air simplisia menunjukkan jumlah air yang terkandung dalam

simplisia yang digunakan. Kadar air simplisia ditetapkan untuk menjaga

kualitas simplisia karena kadar air mempunyai kaitan dengan kemungkinan

pertumbuhan jamur, pertumbuhan mikroba dan kerusakan bahan tumbuhan

terkait hidrolisis. Penetapan kadar sari larut air dan larut etanol dilakukan untuk

mengetahui kadar sari yang dapat larut dalam air maupun dalam etanol dari

suatu simplisia. Senyawa-senyawa yang dapat larut dalam air adalah glikosida,

tanin, gula, pati dan zat warna dan senyawa-senyawa yang dapat larut dalam

etanol seperti glikosida, antrakinon, steroid, flavonoid, klorofil dan saponin

(Depkes, 1986). Kadar sari larut air lebih tinggi daripada kadar sari larut

etanol, hal ini disebabkan alga mengandung karbohidrat yang cukup tinggi.

Penetapan kadar abu dilakukan untuk memberikan gambaran

kandungan mineral internal dan eksternal dari simplisia. Tingginya kadar abu

dari simplisia disebabkan oleh karena kandungan mineral alga yang tinggi.

Alga jenis Galaxaura oblongata memiliki talus dan segmen-segmen yang

keras dan mudah patah yang tergolong dalam kelompok calcareous (kerangka

keras) yaitu jenis alga berzat kapur yang sejati karena dibentuk dari zat kapur

yang cukup tinggi yaitu kalsium karbonat (CaCO3) berupa aragonit berada di

dalam dan permukaan selnya serta zat-zat lain seperti karbonat magnesium dan

karbonat strontium sehingga kadar abu total dan abu tidak larut dalam asam

(53)

4.3 Hasil Ekstraksi

Ekstraksi alga merah menggunakan metode perkolasi bertingkat yang

diekstraksi dengan beberapa pelarut untuk mendapatkan ekstrak n-heksana,

ekstrak etilasetat, dan ekstrak etanol. Diharapkan senyawa-senyawa aktif yang

terkandung di dalamnya dapat tersari sempurna. Hasil penyarian dari 200 g

serbuk simplisia alga merah (Galaxaura oblongata) diperoleh ekstrak n

-heksana 3,186 g, ekstrak etilasetat 2,918 g dan ekstrak etanol 5,620 g.

4.4 Hasil Skrining Fitokimia

Hasil skrining fitokimia terhadap simplisia alga merah (Galaxaura

oblongata) dan ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat, serta ekstrak etanol

menunjukkan bahwa alga merah mengandung golongan senyawa-senyawa

kimia seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia simplisia, ekstrak n-heksana, ekstrak

etilasetat dan ekstrak etanol alga merah (Galaxaura oblongata)

No Skrining Simplisia Ekstrak

n-heksana

(+) positif : mengandung golongan senyawa

(54)

Pada serbuk simplisia alga merah (Galaxaura oblongata) yang

ditambahkan pereaksi Molish dan asam sulfat pekat akan terbentuk cincin

berwarna ungu pada batas cairan menunjukkan adanya glikosida. Penambahan

10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik

dengan adanya buih yang mantap selama tidak kurang dari 10 menit, setinggi

1-10 cm dan tidak hilang dengan penambahan asam klorida 2N menunjukkan

adanya saponin. Penambahan serbuk Mg, asam klorida pekat dan amil alkohol

dan dibiarkan memisah memberikan warna kuning menunjukkan adanya

senyawa flavonoid. Penambahan pereaksi Lieberman-Bourchard memberikan

warna merah ungu menunjukkan adanya triterpenoid/steroid.

Alga merah (Galaxaura oblongata) memiliki potensi sebagai

antibakteri, yaitu dengan adanya senyawa-senyawa flavonoida, saponin dan

steroid/triterpenoid yang mempunyai potensi sebagai antibakteri (Robinson,

1991). Senyawa-senyawa ini bekerja pada bakteri dengan cara merusak

membran sitoplasma. Membran sitoplasma bakteri berfungsi mengatur

masuknya bahan-bahan makanan atau nutrisi, apabila membran sitoplasma

rusak maka metabolit penting dalam bakteri akan keluar dan bahan makanan

untuk menghasilkan energi tidak dapat masuk sehingga terjadi

ketidakmampuan sel bakteri untuk tumbuh dan pada akhirnya terjadi kematian

(55)

4.5 Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana, Ekstrak Etilasetat dan Ekstrak Etanol Alga Merah (Galaxaura oblongata) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan

ekstrak etanol alga merah (Galaxaura oblongata) terhadap bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa ditunjukkan pada Tabel

4.2 berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri

Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

No

Konsen-trasi (mg/ml)

Diameter daerah hambatan pertumbuhan bakteri (mm)*

Staphylococcus aureus Pseudomonas aeruginosa

(*) = Hasil rata-rata tiga kali pengukuran

(-) = Tidak ada hambatan

Blanko = DMSO-etanol 96% (1:1)

Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak n-heksana tidak memberikan

diameter daerah hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Gambar

Tabel 4.1 Hasil skrining fitokimia simplisia, ekstrak n-heksana, ekstrak etilasetat dan ekstrak etanol alga merah (Galaxaura oblongata)
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa

Referensi

Dokumen terkait

3.3Hasil Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak n-Heksana, Etilasetat dan Etanol Rumput Laut Coklat (Sargassum polycystum C.Agardh) Terhadap Bakteri Escherichia coli, dan

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol, fraksi n - heksana, fraksi etilasetat dan fraksi air dari herba kurmak mbelin memiliki

4.1 Grafik Hasil Pengukuran Diameter Daerah Hambatan Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus dari Ekstrak n- Heksana, Etilasetat dan Etanol Teripang Holothuria Scabra Jaeger

Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun nipah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 mg/ml, dengan diameter daerah hambat

Data hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol, fraksi n-heksana, aa dan fraksi etil asetat rimpang laja gowah terhadap bakteri aa Staphylococcus aureus.

Uji aktivitas antibakteri menunjukkan ekstrak etilasetat memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan daya hambat pada

Aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun kembang bulan yang memuaskan pada bakteri Staphylococcus aureus adalahpada konsentrasi 75 mg/ml dengan diameter hambat 14,25 mm, pada

Hasil pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak etanol, fraksi n - heksana, fraksi etilasetat dan fraksi air dari herba kurmak mbelin memiliki