• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengujian Fraksi n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang Diperangkapkan dalam Matriks Nata Tiourea sebagai Antiinflamasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengujian Fraksi n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang Diperangkapkan dalam Matriks Nata Tiourea sebagai Antiinflamasi"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUJIAN FRAKSI n-HEKSAN DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.) YANG DIPERANGKAPKAN DALAM

MATRIKS NATA TIOUREA SEBAGAI ANTIINFLAMASI

SKRIPSI

OLEH:

SUCI ANGREINI NASUTION 050804036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGUJIAN FRAKSI n-HEKSAN DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.) YANG DIPERANGKAPKAN DALAM

MATRIKS NATA TIOUREA SEBAGAI ANTIINFLAMASI

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

SUCI ANGREINI NASUTION 050804036

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENGUJIAN FRAKSI n-HEKSAN DAUN RUKU-RUKU

(Ocimum sanctum L.) YANG DIPERANGKAPKAN DALAM

MATRIKS NATA TIOUREA SEBAGAI ANTIINFLAMASI

OLEH :

SUCI ANGREINI NASUTION

050804036

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada tanggal : Agustus 2010

Pembimbing I, Panitia Penguji,

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.)

NIP 195504241983031003 NIP 195409091982011001 (Dr. Karsono, Apt.)

Pembimbing II,

NIP 195504241983031003

(Dr. Kasmirul R. Sinaga, M.S., Apt.)

(Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt.)

NIP 195709091985112001 NIP 195304031983032001

(Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt.)

NIP 194909061980032001 (Dra. Saleha Salbi, M.Si., Apt.)

Medan, Agustus 2010

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan

rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pengujian Fraksi n-Heksan Daun

Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang Diperangkapkan dalam Matriks Nata Tiourea

sebagai Antiinflamasi”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua

saya, Ayahanda H. Herman Nasution dan Ibunda Hj. Sakdiah Lubis tercinta, serta

kepada Abang saya Rifai Achmad Nasution dan Faisan Achmad Nasution atas

doa, dorongan dan semangat baik moril maupun materil kepada penulis selama

masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Kasmirul Ramlan Sinaga, M.S., Apt. dan Ibu

Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt. yang telah membimbing penulis dengan

penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya penulisan

skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., sebagai Dekan Fakultas

Farmasi yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa

(5)

2. Ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt., sebagai dosen wali yang telah membimbing

penulis selama masa pendidikan.

3. Bapak Dr. Karsono, Apt., Ibu Dra. Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., Ibu Dra.

Saleha Salbi, M.Si., Apt., sebagai dosen penguji yang telah memberikan saran

dan kritikan kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini.

4. Ibu Dr. Marline Nainggolan, M.S., Apt., selaku Kepala Laboratorium

Fitokimia dan Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku Kepala

Laboratorium Farmakologi yang telah memberikan fasilitas dan bantuan

selama penelitian.

5. Seluruh Staf Pengajar, Pegawai Tata Usaha, Kakak-kakak, Abang-abang dan

Teman-teman yang telah membantu selama penelitian hingga selesainya

penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih memiliki

banyak kekurangan, oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang

dapat menyempurnakan skripsi ini.

Medan, Agustus 2010

Penulis,

(6)

Pengujian Fraksi n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang Diperangkapkan dalam Matriks Nata Tiourea sebagai Antiinflamasi

Abstrak

Telah dilakukan fraksinasi ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dengan pelarut n-heksan yang bermanfaat sebagai antiinflamasi. Fraksi n-heksan diperangkapkan dalam matriks nata yang memiliki absorptivitas yang tinggi. Pembuatan nata menggunakan air kelapa sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat dimodifikasi dengan sumber nitrogen yang berbeda seperti tiourea, sehingga memberikan variasi matriks obat yang dapat digunakan sebagai pelepasan diperpanjang.

Simplisia daun ruku-ruku dikarakterisasi, kemudian diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 80%. Ekstrak etanol yang diperoleh juga dikarakterisasi, selanjutnya difraksinasi dengan n-heksan, diuapkan memakai rotary evaporator dan dikeringkan pada freeze dryer dengan suhu -40oC. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) diperangkapkan dalam matriks nata dengan sumber N dari urea (NDC) dan nata dengan sumber N dari tiourea (NT) dengan cara merendam matriks nata ke dalam fraksi n-heksan selama 24 jam lalu dikeringkan kembali pada freeze dryer. Selanjutnya diuji efek antiinflamasi dengan mengukur volume radang pada kaki tikus putih yang diinduksi dengan larutan karagenan 1% menggunakan pletismometer. Pengujian antiinflamasi dibagi menjadi 10 kelompok yaitu kontrol (CMC 0.5%, matriks NDC dan NT), pembanding indometasin (bentuk suspensi, diperangkapkan dalam matriks NDC dan NT) dosis 10 mg/KgBB, fraksi n-heksan daun ruku-ruku (bentuk suspensi, diperangkapkan dalam matriks NDC dan NT) dosis 30 mg/KgBB, 45 mg/KgBB dan 60 mg/KgBB.

Hasil karakterisasi simplisia dan eksktrak etanol daun ruku-ruku meliputi penetapan kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, berturut-turut adalah 7.331 dan 14.657 %, 10.608 dan 13.831%, 0.471 dan 2.993%, 6.267 dan 19.396%, 4.784 dan 14.662%. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku memiliki efek antiinflamasi dan pemerangkapannya dalam matriks NDC dan NT memberikan pelepasan obat yang diperpanjang. Perbedaan suspensi fraksi n-heksan dengan yang diperangkapkan dalam matriks NT terlihat pada pelebaran puncak % radang dari t180 menjadi t300. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara fraksi n-heksan yang diperangkapkan dalam matriks NDC maupun NT. Pemberian fraksi n-heksan daun ruku-ruku dosis 45 mg/KgBB lebih baik dibandingkan dosis 30 dan 60 mg/KgBB (α ≤ 0,05), yang mempunyai efek antiinflamasi sama dengan yang diberikan oleh indometasin.

(7)

Test of n-Hexane Fraction of Ruku-ruku Leaves (Ocimum sanctum L.) That it Trapped into Nata Thiourea Matrice for Antiinflammatory

Abstract

The fractionation ethanol extract of ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) leaves used hexane purpose as anti-inflammatory have been investigated. n-hexane fraction was trapped into nata matrice that has high absorption. Nata matrice was made by coconut water as medium to Acetobacter xylinum growth, and it can modify with a different nitrogen source like thiourea, so it gives variation of drug matrice as prolonged action.

Ruku-ruku leaves simplex was characterized, then it was extracted by used 80% ethanol. Ethanol extract was characterized too and then fractionation with n-hexane, evaporated used rotary evaporator and was dried by freeze dryer temperature -400C. n-hexane fraction of ruku-ruku leaves was trapped into nata with nitrogen source from urea (NDC) and nata with nitrogen source from thiourea (NT) matrice by submergering dried nata matrice into test material for 24 hours and was dried by freeze dryer. The antiinflammatory effect test was done for rats that induced by intraplantar injection of 1% carrageenan with pletismometre. The rats were devided into 10 groups, control (0.5% CMC, NDC and NT matrice), standard (indomethacin suspension and was trapped into NDC and NT matrice) dosage 10 mg/Kg BW, ruku-ruku leaves n-hexane fraction (suspension and was trapped into NDC and NT matrice) dosage 30, 45, and 60 mg/Kg BW.

The result of simplex and ethanol extract ruku-ruku leaves determination consist of water content, total ash, acid insoluble ash, water soluble extract, ethanol soluble extract, respectively are 7.331 and 14.657 %, 10.608 and 13.831%, 0.471 and 2.993%, 6.267 and 19.396%, 4.784 and 14.662%. n-hexane fraction of ruku-ruku leaves used to anti-inflammatory, and it given prolonged action when it was trapped into NDC and NT. The suspension was different with n-hexane fraction trapped into NT, there are prolonged inflammation from t180 become t300. The trapping of n-hexane fraction into NDC and NT matrice gave the prolonged effect, which both of them did not give significance different. The effect at dosage 45 mg/Kg BW was better than 30 and 60 mg/Kg BW (α ≤ 0,05), it was given the same anti-inflammatory effect with indomethacine.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL...i

PENGESAHAN SKRIPSI...iii

KATA PENGANTAR...iv

ABSTRAK...vi

ABSTRACT...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...xii

DAFTAR GAMBAR...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Perumusan Masalah...4

1.3. Hipotesis...4

1.4. Tujuan Penelitian...5

1.5. Manfaat Penelitian...5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6

2.1. Uraian Tumbuhan ruku-ruku...6

2.1.1 Sinonim...6

2.1.2 Klasifikasi...6

2.1.3 Kandungan dan Khasiat...7

(9)

2.3. Nata de coco...10

2.4. Tiourea...11

2.5. Senyawa Jeratan...12

2.6. Radang (Inflamasi)...13

2.6.1. Mekanisme terjadinya radang...14

2.7. Obat-obat Antiinflamasi...18

2.7.1. Obat Antiinflamasi dari golongan steroid (Glukokortikoid)....18

2.7.2. Obat Antiinflamasi non-steroid...18

2.8. Indometasin...19

BAB III METODE PENELITIAN...21

3.1 Alat dan Bahan...21

3.1.1 Alat-alat yang digunakan...21

3.1.2 Bahan-bahan yang digunakan...21

3.2 Hewan Percobaan...22

3.3 Penyiapan Serbuk Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L)...22

3.3.1 Pengumpulan sampel...22

3.3.1 Identifikasi tumbuhan...22

3.3.3 Pengolahan sampel ...22

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak ...23

3.4.1 Penetapan Kadar Air...23

3.4.2 Penetapan Kadar Abu Total………..23

3.4.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam...24

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air...24

(10)

3.5 Pembuatan Ekstrak………..26

3.5.1 Pembuatan ekstrak etanol……….26

3.5.2 Pembuatan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol...26

3.6 Pembuatan bibit atau starter...27

3.7 Pembuatan nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC)...27

3.8 Pembuatan nata dengan sumber nitrogen dari tiourea (NT)………...28

3.9 Pembuatan Matriks Nata...28

3.10 Penyiapan Bahan Uji, Obat Pembanding dan Kontrol...28

3.10.1 Pembuatan suspensi CMC 0,5%...28

3.10.2 Penyiapan ekstrak dalam bentuk suspensi...29

3.10.3 Penyiapan pemerangkapan fraksi n-heksan dalam matriks nata...29

3.10.4 Penyiapan Karagenan………...29

3.10.5 Pernyiapan Hewan Percobaan...29

3.11 Prosedur Penggunaan Alat Pletismometer………..30

3.11.1 Pembuatan larutan untuk reservoir………...30

3.11.2 Penyiapan alat………...30

3.11.3 Kalibrasi alat……….30

3.12 Prosedur Pengujian Efek Antiinflamasi………30

3.13 Perhitungan Persen Radang dan Persen Inhibisi Radang………….32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...33

4.1 Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun ruku-ruku dan Fraksinasi Memakai Pelarut n-heksan………..…….33

(11)

4.2 Hasil Pembuatan Nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC)

dan sumber nitrogen dari tiourea (NT) ………35

4.3 Hasil Uji Antiinflamasi dari Fraksi n-heksan dalam Bentuk Suspensi………35

4.4 Hasil Uji Antiinflamasi Fraksi n-heksan yang Diperangkapkan dalam Matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC)…….39

4.5 Hasil Uji Antiinflamasi Fraksi n-heksan yang Diperangkapkan dalam Matriks nata dengan sumber nitrogen dari tiourea (NT)……43

4.6 Perbandingan Efek Antiinflamasi Fraksi n-heksan dalam Bentuk Suspensi dengan yang Diperangkapkan dalam Matriks NT...47

4.7 Perbandingan Efek Antiinflamasi Fraksi n-heksan yang Diperangkapkan dalam Matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT)...48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ..50

5.1 Kesimpulan... ..50

5.2 Saran... ..50

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil karakterisasi simplisia daun ruku-ruku...33

Tabel 2. Hasil karakterisasi ekstrak etanol daun ruku-ruku...34

Tabel 3. Data persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan daun ruku-ruku bentuk suspensi...36

Tabel 4. Data persentase penghambatan radang rata-rata tiap waktu

pengamatan fraksi n-heksan daun ruku-ruku bentuk suspensi...38

Tabel 5. Data persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan dalam matriks NDC...40

Tabel 6. Data persentase penghambatan radang rata-rata tiap waktu

pengamatan fraksi n-heksan dalam matriks NDC...42

Tabel 7. Data persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan dalam matriks NT...44

Tabel 8. Data persentase penghambatan radang rata-rata tiap waktu

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi...17

Gambar 2. Grafik persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan daun ruku-ruku bentuk suspensi...37

Gambar 3. Grafik persentase penghambatan radang rata-rata tiap waktu

pengamatan fraksi n-heksan daun ruku-ruku bentuk suspensi...39

Gambar 4. Grafik persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan yang diperangkapkan dalam matriks NDC…………...40

Gambar 5. Grafik persentase penghambatan radang rata-rata tiap waktu

pengamatan fraksi n-heksan yang diperangkapkan dalam

matriks NDC...43

Gambar 6. Grafik persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan

fraksi n-heksan yang diperangkapkan dalam matriks NT………..44

Gambar 7. Grafik luas daerah di bawah kurva dari persentase radang terhadap masing-masing fraksi n-heksan yang diperangkapkan

dalam matriks NT...47

Gambar 8. Perbandingan efek antiinflamasi fraksi n-heksan dalam bentuk suspensi dengan yang diperangkapkan dalam matriks NT...32

Gambar 9. Grafik luas daerah di bawah kurva dari persentase radang terhadap masing-masing fraksi n-heksan yang diperangkapkan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.a Hasil determinasi tumbuhan ruku-ruku...54

Lampiran 1.b Tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)...55

Lampiran 2. Nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC) dan sumber

nitrogen dari tiourea (NT) ukuran 1 cm x 1cm...56

Lampiran 3. Alat Pletismometer……….57

Lampiran 4.a Telapak kaki tikus sebelum dan sesudah penyuntikan larutan karagenan 1%...58

Lampiran 5. Flowsheet pembuatan fraksi n-heksan daun ruku-ruku

(Ocimum sanctum L.)...59

Lampiran 6.a Perhitungan karakterisasi simplisia daun ruku-ruku

(Ocimum sanctum L.)...60

Lampiran 6.b Perhitungan karakterisasi ekstrak etanol daun ruku-ruku

(Ocimum sanctum L.)...62

Lampiran 7. Flowsheet pembuatan nata dan pemerangkapannya terhadap

fraksi n-heksan daun ruku-ruku...64

Lampiran 8. Pengujian antiinflamasi dengan Pletismometer (fraksi n-heksan dalam bentuk suspensi dan yang diperangkapkan dalam

matriks NDC dan NT)...65

Lampiran 9. Contoh perhitungan dosis fraksi n-heksan yang dikonversikan dengan berat matriks...66

Lampiran 10. Contoh perhitungan persen radang dan persen inhibisi

radang………..67

Lampiran 11. Data pengukuran persen radang dan persen inhibisi radang pada t (menit) setelah pemberian fraksi n-heksan dalam

bentuk suspensi...68

Lampiran 12. Data pengukuran persen radang dan persen inhibisi radang pada t (menit) setelah pemberian fraksi n-heksan yang

(15)

Lampiran 13. Data pengukuran persen radang dan persen inhibisi radang pada t (menit) setelah pemberian fraksi n-heksan yang

diperangkapkan dalam matriks NT...84

Lampiran 14.a Hasil ANOVA secara SPSS (fraksi n-heksan dalam

bentuk suspensi)………....92

Lampiran 14.b Hasil uji Duncan (fraksi n-heksan dalam bentuk suspensi)……..93

Lampiran 15.a Hasil ANOVA secara SPSS (fraksi n-heksan

yang diperangkapkan dalam matriks NDC)………97

Lampiran 15.b Hasil Uji Duncan (fraksi n-heksan yang diperangkapkan

dalam matriks NDC)…………....………...98

Lampiran 16.a Hasil ANOVA secara SPSS (fraksi n-heksan

yang diperangkapkan dalam matriks NT)………....……….102

Lampiran 16.b Hasil Uji Duncan (fraksi n-heksan yang diperangkapkan

(16)

Pengujian Fraksi n-Heksan Daun Ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang Diperangkapkan dalam Matriks Nata Tiourea sebagai Antiinflamasi

Abstrak

Telah dilakukan fraksinasi ekstrak etanol daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dengan pelarut n-heksan yang bermanfaat sebagai antiinflamasi. Fraksi n-heksan diperangkapkan dalam matriks nata yang memiliki absorptivitas yang tinggi. Pembuatan nata menggunakan air kelapa sebagai media pertumbuhan Acetobacter xylinum dapat dimodifikasi dengan sumber nitrogen yang berbeda seperti tiourea, sehingga memberikan variasi matriks obat yang dapat digunakan sebagai pelepasan diperpanjang.

Simplisia daun ruku-ruku dikarakterisasi, kemudian diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan etanol 80%. Ekstrak etanol yang diperoleh juga dikarakterisasi, selanjutnya difraksinasi dengan n-heksan, diuapkan memakai rotary evaporator dan dikeringkan pada freeze dryer dengan suhu -40oC. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) diperangkapkan dalam matriks nata dengan sumber N dari urea (NDC) dan nata dengan sumber N dari tiourea (NT) dengan cara merendam matriks nata ke dalam fraksi n-heksan selama 24 jam lalu dikeringkan kembali pada freeze dryer. Selanjutnya diuji efek antiinflamasi dengan mengukur volume radang pada kaki tikus putih yang diinduksi dengan larutan karagenan 1% menggunakan pletismometer. Pengujian antiinflamasi dibagi menjadi 10 kelompok yaitu kontrol (CMC 0.5%, matriks NDC dan NT), pembanding indometasin (bentuk suspensi, diperangkapkan dalam matriks NDC dan NT) dosis 10 mg/KgBB, fraksi n-heksan daun ruku-ruku (bentuk suspensi, diperangkapkan dalam matriks NDC dan NT) dosis 30 mg/KgBB, 45 mg/KgBB dan 60 mg/KgBB.

Hasil karakterisasi simplisia dan eksktrak etanol daun ruku-ruku meliputi penetapan kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol, berturut-turut adalah 7.331 dan 14.657 %, 10.608 dan 13.831%, 0.471 dan 2.993%, 6.267 dan 19.396%, 4.784 dan 14.662%. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku memiliki efek antiinflamasi dan pemerangkapannya dalam matriks NDC dan NT memberikan pelepasan obat yang diperpanjang. Perbedaan suspensi fraksi n-heksan dengan yang diperangkapkan dalam matriks NT terlihat pada pelebaran puncak % radang dari t180 menjadi t300. Namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara fraksi n-heksan yang diperangkapkan dalam matriks NDC maupun NT. Pemberian fraksi n-heksan daun ruku-ruku dosis 45 mg/KgBB lebih baik dibandingkan dosis 30 dan 60 mg/KgBB (α ≤ 0,05), yang mempunyai efek antiinflamasi sama dengan yang diberikan oleh indometasin.

(17)

Test of n-Hexane Fraction of Ruku-ruku Leaves (Ocimum sanctum L.) That it Trapped into Nata Thiourea Matrice for Antiinflammatory

Abstract

The fractionation ethanol extract of ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) leaves used hexane purpose as anti-inflammatory have been investigated. n-hexane fraction was trapped into nata matrice that has high absorption. Nata matrice was made by coconut water as medium to Acetobacter xylinum growth, and it can modify with a different nitrogen source like thiourea, so it gives variation of drug matrice as prolonged action.

Ruku-ruku leaves simplex was characterized, then it was extracted by used 80% ethanol. Ethanol extract was characterized too and then fractionation with n-hexane, evaporated used rotary evaporator and was dried by freeze dryer temperature -400C. n-hexane fraction of ruku-ruku leaves was trapped into nata with nitrogen source from urea (NDC) and nata with nitrogen source from thiourea (NT) matrice by submergering dried nata matrice into test material for 24 hours and was dried by freeze dryer. The antiinflammatory effect test was done for rats that induced by intraplantar injection of 1% carrageenan with pletismometre. The rats were devided into 10 groups, control (0.5% CMC, NDC and NT matrice), standard (indomethacin suspension and was trapped into NDC and NT matrice) dosage 10 mg/Kg BW, ruku-ruku leaves n-hexane fraction (suspension and was trapped into NDC and NT matrice) dosage 30, 45, and 60 mg/Kg BW.

The result of simplex and ethanol extract ruku-ruku leaves determination consist of water content, total ash, acid insoluble ash, water soluble extract, ethanol soluble extract, respectively are 7.331 and 14.657 %, 10.608 and 13.831%, 0.471 and 2.993%, 6.267 and 19.396%, 4.784 and 14.662%. n-hexane fraction of ruku-ruku leaves used to anti-inflammatory, and it given prolonged action when it was trapped into NDC and NT. The suspension was different with n-hexane fraction trapped into NT, there are prolonged inflammation from t180 become t300. The trapping of n-hexane fraction into NDC and NT matrice gave the prolonged effect, which both of them did not give significance different. The effect at dosage 45 mg/Kg BW was better than 30 and 60 mg/Kg BW (α ≤ 0,05), it was given the same anti-inflammatory effect with indomethacine.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Saat ini Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat

yang potensial, dimana hasil alam yang paling banyak digunakan sebagai bahan

obat adalah tumbuhan, dan telah digunakan dalam kurun waktu cukup lama,

hampir seluruh negara di dunia. Walaupun obat-obatan modern berkembang

cukup pesat, namun potensi dari tumbuhan obat tetap tinggi karena dapat

diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, dan tumbuhan obat dapat

ditanam sendiri oleh pemakainya (Djauhariya dan Hermani, 2004).

Salah satu tumbuhan yang banyak digunakan sabagai obat adalah daun

ruku-ruku (Ocimum sanctum L.), suku Labiatae, merupakan tanaman semak

dengan tinggi 30-150 cm, berdaun tunggal, berakar tunggang, batangnya berkayu,

mempunyai bulu hijau. Tanaman ini dikenal dengan nama daerah kemangi hutan,

lampes (Sunda), uku-uku (Bali), kemangek (Madura), lufe-lufe (Ternate) (Puspita,

2007).

Daun ruku-ruku memiliki kandungan kimia yang sudah diuji sebelumnya,

seperti minyak atsiri, alkaloid, glikosida, saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid

dan tanin (Darmiati, 2007). Menurut Simon and Kerry (2000), senyawa flavonoid,

tanin maupun kompleks tanin protein bermanfaat sebagai antiinflamasi. Selain itu

oleh Singh dan Majumdar (1999), juga menyebutkan bahwa minyak atsiri dari

(19)

Radang atau inflamasi merupakan serangkaian perubahan yang kompleks

dalam jaringan akibat cedera (Guyton, 1995). Ciri khas inflamasi adalah

kemerahan (rubor), panas (kalor), pembengkakan (edema), nyeri (dolor), dan

gangguan fungsi jaringan (fungsio laesa) (Kee dan Evelyn, 1996).

Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi dibagi dua

golongan yaitu steroid dan non steroid. Pemakaian obat-obat tersebut mempunyai

efek samping seperti iritasi gastrointestinal, kerusakan ginjal, diare, sakit kepala,

depresi, pankreatitis dan lain-lain (Katzung, 2002).

Oleh Piluharto (2003), nata de coco telah dimanfaatkan sebagai

penghantar obat untuk tujuan pelepasan obat terkontrol. Kemampuannya dalam

memerangkapkan bahan obat diharapkan dapat menurunkan efek samping dari

penggunaan obat-obat yang dapat mengiritasi lambung.

Berbagai penelitian ilmiah mencoba menggantikan air kelapa dengan

bahan lain seperti sari buah nenas dan sari buah pisang, yang dikenal dengan nata

de soya dan nata de pina. Namun air kelapa menjadi pilihan utama karena kaya

akan kandungan nutrisi dan protein, dan telah dikenal sebagai minuman kesehatan

yang disebut dengan nata de coco (Anonim, 2008).

Dalam pembuatan nata diperhatikan faktor-faktor yang mendukung

pertumbuhan Acetobacter xylinum, diantaranya ketersediaan nutrisi seperti

karbon dan nitrogen, derajat keasaman, temperatur dan ketersediaan oksigen.

Ketersediaan nutrisi selain berasal dari air kelapa juga dapat ditambahkan gula

pasir, sedangkan sumber nitrogen dapat diperoleh dari protein, ekstrak yeast, urea,

ammonium sulfat maupun ammonium fosfat. Nitrogen diperlukan dalam

(20)

enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan sel kurang tumbuh dengan baik dan

menghambat pembentukan enzim yang diperlukan sehingga proses fermentasi

dapat mengalami kegagalan atau tidak sempurna. Di samping itu perlu

diperhatikan derajat keasaman dengan pH optimum 4,3 pada suhu kamar dan

kebutuhan oksigen tercukupi (Anonim, 2007 ; Anonim, 2008).

Frans (2007) telah memanfaatkan matriks nata de coco untuk

memerangkapkan fraksi n-heksan daun ruku-ruku menghasilkan pelepasan obat

diperpanjang. Nata de coco dibuat dengan menggunakan air kelapa sebagai media

pertumbuhan Acetobacter xylinum dan sumber nitrogen dari urea.

Pada penelitian ini, selain memanfaatkan air kelapa sebagai media

pertumbuhan Acetobacter xylinum juga menggunakan sumber nitrogen lain yaitu

tiourea, yang merupakan senyawa mirip dengan urea. Senyawa organik ini

mengandu

Tiourea berupa hablur putih yang larut dalam air maupun etanol (DepKes, 1995).

Kandungan nitrogen di dalam tiourea diharapkan dapat memberikan variasi

bentuk nata.

Berdasarkan hal di atas, penulis melakukan penelitian terhadap aktivitas

antiiflamasi pada fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang

diperangkapkan pada matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC) dan

sumber nitrogen dari tiourea (NT) yang diharapkan dapat memberikan pelepasan

(21)

1.2Perumusan Masalah

1. Apakah fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dalam

bentuk suspensi maupun yang diperangkapkan dalam matriks nata dengan

sumber nitrogen dari urea (NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT)

mempunyai efek antiinflamasi terhadap radang buatan yang diinduksi

dengan karagenan pada telapak kaki tikus putih.

2. Apakah terdapat perbedaan efek antiinflamasi fraksi n-heksan daun

ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dalam bentuk suspensi maupun yang

diperangkapkan dalam matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea

(NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT) jika diberikan secara oral

pada tikus putih.

1.3 Hipotesis

1. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dalam bentuk

suspensi maupun yang diperangkapkan dalam matriks nata dengan sumber

nitrogen dari urea (NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT)

mempunyai efek antiinflamasi terhadap radang buatan yang diinduksi

dengan karagenan pada telapak kaki tikus.

2. Fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dalam bentuk

suspensi maupun yang diperangkap dalam matriks nata dengan sumber

nitrogen dari urea (NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT)

(22)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui adanya efek antiinflamasi dari fraksi n-heksan daun

ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dalam bentuk suspensi maupun yang

diperangkapkan dalam matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea

(NDC) dan sumber nitrogen dari tiourea (NT) terhadap radang buatan

yang diinduksi dengan karagenan pada telapak kaki tikus putih.

2. Untuk mengetahui perbedaan efek fraksi n-heksan daun daun ruku-ruku

(Ocimum sanctum L.) dalam bentuk suspensi dengan yang diperangkapkan

dalam matriks nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC) dan sumber

nitrogen dari tiourea (NT) yang diberikan secara oral pada tikus putih.

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dari fraksi n-heksan daun ruku-ruku (Ocimum sanctum

L.) ini diharapkan dapat bermanfaat untuk pengobatan radang dan

pemerangkapannya dalam matriks nata tiourea dapat digunakan sebagai

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan Ruku-ruku

Tumbuhan ruku-ruku merupakan tumbuhan semak, tingginya 30 cm

sampai 150 cm. Berakar tunggang, batangnya berkayu, bercabang dan mempunyai

bulu (Puspita, 2007). Daunnya berwarna hijau smpai hijau kecoklatan, bau

aromatik, khas dan rasa agak pedas. Helain daun bentuk jorong memanjang,

pangkal daun tumpul sampai membundar dan tulang daun menyirip. Panjang daun

2,5 cm sampai 7,5 cm dan lebar 1 cm sampai 2,5 cm (DepKes, 1995).

2.1.1. Sinonim

Sinonim dari tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) adalah Ocimum

tenuiflorum L., Ocimum americanum L. (O. canum Sims), Ocimum gratissimum

L., Ocimum basilicum L. (Anonim, ), dengan nama daerah lute (Maluku), lampes

(Sunda), Kemangi (Jawa), kemangek (Madura), uku-uku (Nusa Tenggara dan

Bali), lufe-lufe (Ternate) (Puspita, 2007).

2.1.2. Klasifikasi

Menurut Sharma (1993) dan Tjitrosoepomo (2002), tumbuhan ruku-ruku

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Sympetalae

(24)

Suku : Labiatae

Marga : Ocimum

Spesies : Ocimum sanctum L.

2.1.3. Kandungan dan Khasiat

Tumbuhan ruku-ruku mengandung minyak atsiri (1% golongan estragol,

linalool, eugenol, cineole, methyl chavicol dan sejumlah kecil methyl cinnamate,

serta golongan terpen lainnya), flavonoid (apigenin, luteolin, orientin, vicenin)

triterpenoida seperti asam urolic, alkaloid, glikosida, saponin, dan tanin

(Ganasoundari, 1997). Selain itu juga mengandung asam lemak seperti stearat,

palmitat, oleat, linoleat dan linolenat (Ntezurubanza, et al., 1985), mineral-mineral

seperti Zn, Mn dan Na juga ditemukan pada tumbuhan ruku-ruku (Samudralwar,

1996).

Berdasarkan kandungan kimianya, tumbuhan ruku-ruku dapat mengobati

gangguan pada bronkus, lambung, hati, saluran pernafasan dan saluran

pencernaan, selain itu juga mengobati penyakit diabetes mellitus. Sebagai obat

luar, masyarakat umumnya menggunakan daun ruku-ruku sebagai anthelmentik,

antiinflamasi, gangguan pada kulit, antipiretik terutama untuk demam akibat

malaria (Sethi, et al., 2004).

Berkaitan dengan penelitian saya, kandungan kimia dari tumbuhan

ruku-ruku seperti triterpenoida, flavonoid dan tanin dapat bermanfaat sebagai

antiinflamasi. Sesuai dengan penelitian Simon dan Kerry (2000) yang menyatakan

bahwa senyawa kimia seperti flavonoid (golongan flavon atau flavonol) dan tanin

(25)

2.2. Metode ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut

cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke

dalam golongan minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dan lain-lain. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemisahan senyawa dan pemilihan cara ekstraksi yang tepat (Anonim, 2000).

Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi, yang berasal dari bahasa

Latin macerare, yang artinya merendam. Dalam proses maserasi, simplisia yang

akan diekstraksi ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar dan

ditutup rapat (Ansel, 1989). Maserasi dilakukan menggunakan cairan penyari,

dapat berupa air, etanol, air-etanol, atau pelarut lain. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

aktif. Kemudian zat aktif akan larut karena adanya perbedaaan konsentrasi antara

larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, larutan yang lebih pekat akan

didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan

konsentrasi antara laritan di luar sel dengan di dalam sel (Anonim, 2000).

Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana, dapat digunakan

untuk sampel bertekstur lunak dan tidak tahan pemanasan. Sedangkan

kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel

cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan

untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras (Dinda, 2008).

Metode ekstraksi lainnya yaitu sokhletasi yaitu penyarian simplisia secara

(26)

penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan

turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke

dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah

pelarut yang digunakan lebih sedikit, dapat digunakan untuk sampel bertekstur

lunak dan tidak tahan pemanasan langsung. Kerugiannya yaitu akibat pelarut yang

didaur ulang, ekstrak yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus-menerus

dipanaskan sehingga dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh panas (Dinda,

2008).

Selain itu dikenal juga metode ekstraksi lainnya yaitu perkolasi. Penyarian

zat aktif dilakukan dengan cara serbuk simplisia dimaserasi selama 3 jam,

kemudian simplisia dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya

diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui simplisia

tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang

dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi,

kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke

bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. Metode ini dapat

digunakan untuk sampel bertekstur keras. Kerugian dari metode ini adalah kontak

antara sampel padat tidak merata sehingga selama proses perkolasi tidak

melarutkan komponen secara efisien (Dinda, 2008).

Refluks juga merupakan metode ekstraksi. Penarikan komponen kimia

yaitu dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama

dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada

kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali

(27)

bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai

penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4

jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Keuntungan metode ini

adalah dapat digunakan untuk sampel bertekstur keras. Sedangkan kerugiannya

yaitu tidak dapat digunakan untuk sampel yang tidak tahan pemanasan dan

dibutuhkan jumlah pelarut yang banyak (Dinda, 2008).

2.3. Nata de coco

Nata de coco merupakan selulosa yang dibentuk oleh bakteri Acetobacter

xylinum yang memanfaatkan air kelapa sebagai media pertumbuhannya, dengan

kandungan kalori rendah, kadar serat 2,5 %, dan memiliki kadar air 98 %. Nata de

coco menghasilkan selulosa bakteri yang identik dengan selulosa tanaman, tetapi

selulosa yang dihasilkan lebih murni dibandingkan selulosa tanaman yang

mengandung lignin dan hemiselulosa (Klemm et al, 2001). Serat yang ada dalam

selulosa bakteri tersebut sangat penting dalam proses fisiologis, bahkan dapat

membantu para penderita diabetes dan memperlancar pencernaan makanan, oleh

karena itu dapat dipakai sebagai sumber makanan (Anonim, 2009).

Nata de coco menghasilkan selulosa bakteri yang identik dengan selulosa

tanaman, tetapi selulosa yang dihasilkan lebih murni dibandingkan selulosa

tanaman yang mengandung lignin dan hemiselulosa (Klemm et al, 2001)

Nata de coco juga merupakan alernatif sumber selulosa yang bermanfaat

sebagai adsorban pada adsorpsi kromium(III) dalam medium air dalam rangka

pencarian metode yang efektif untuk menghilangkan logam berat. Ion logam

(28)

hewan. Salah satu logam berat tersebut adalah ion kromium yang dapat

meyebabkan kerusakan ginjal, hati, sistem imunitas, dan kulit (dermatitis).

Pemanfaatan nata de coco sebagai alternatif bahan baku selulosa memiliki

beberapa keuntungan, yaitu pemanfaatan limbah buangan air kelapa, dan bersifat

biodegradable yaitu dapat diuraikan oleh mikroba (Afrizal, 2007).

2.4. Tiourea

Struktur tiourea hampir serupa dengan urea, bersifat sebagai basa berasam

satu; merupakan serbuk hablur, tidak berwarna, larut dalam air dan tidak larut

dalam alkohol,mempunyai titik lebur 176-1800 C. Tiourea sering dipakai sebagai

zat pembawa dalam pembentukan dispersi padat dalam formulasi obat, karena

kesanggupannya membentuk kristal Channel complex atau kompleks clathrates

(Aiache dan Devissaquet, 1993).

Pada pembuatan nata de coco secara komersial sering dipakai ammonium

sulfat, amonium fosfat atau urea sebagai sumber nitrogen. Redpath dan

kawan-kawan menunjukkan bahwa spektra NMR dari kristal urea dan tiourea adalah

sesuai, dengan protonasi pada atom oksigen atau atom sulfur. Tiourea biasanya

digunakan sebagai obat anti tiroid. Senyawa ini dioksidasi oleh kelenjar tiroid

peroksidase dengan adanya iodium atau iodida dan hidrogen peroksida

membentuk formamidin disulfida (NH2(NH)CSSC(NH)NH2). Formamidin

disulfida ini tidak stabil dan terdekomposisi pada pH diatas 3,0 membentuk

(29)

Kesuma (2004) telah melakukan sintesis senyawa benzoiltiourea dengan

melakukan reaksi asilasi antara salah satu gugus amina dari tiourea dengan gugus

benzoil dari benzoil klorida. Menurut Siswandono (2000), senyawa hasil sintesis

mempunyai aktivitas yang lebih baik sebagai senyawa penekan sistem saraf pusat

bila dibandingkan dengan senyawa induknya, sebab terjadi peningkatan sifat

lipofilik dan elektronik sehingga aktivitas senyawanya meningkat.

2.5. Senyawa Jeratan

Senyawa jeratan terbentuk karena adanya interaksi bahan makromolekuler

dan bahan obat. Penjeratan/pemerangkapan hanya terjadi jika makromolekul

sebagai molekul tuan rumah merupakan molekul beruang rongga besar yang ke

dalamnya dapat dijerat molekul bahan aktif sebagai molekul tamu. Ukuran ruang

rongga menentukan jumlah bahan aktif yang dapat dijerat. Struktur molekul bahan

aktif yang berperan sebagai molekul tamu juga menentukan apakah

pemerangkapan mungkin terjadi.

Ada 3 jenis senyawa jeratan yaitu :

1. Senyawa jeratan kisi

Pada senyawa jeratan kisi molekul tamu dijerat dalam rongga kisi kristal

molekul tuan rumah. Molekul yang dapat dijerat adalah molekul panjang,

tidak bercabang atau bercabang sedangkan molekul berukuran besar tidak

dapat dijerat.

2. Senyawa jeratan molekul

Molekul tamu diperangkap dalam ruang rongga yang terbentuk melalui

(30)

3. Senyawa berisi

Pembentukan untuk senyawa jenis ini harus terjadi pembengkakan

makromolekul yang relatif sukar larut. Molekul tamu akan dijerat dalam

ruang yang terjadi karena pembengkakan makromolekul (Voigt, 1994).

2.6. Radang (Inflamasi)

Inflamasi merupakan mekanisme pertahanan tubuh sebagai respon

jaringan terhadap pengaruh-pengaruh merusak baik bersifat lokal maupun yang

masuk ke dalam tubuh. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi

vascular dimana cairan elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit) dan

mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Oleh tubuh

melalui proses inflamasi berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen

yang berbahaya pada tempat cedera dan mempersiapkan keadaan untuk perbaikan

jaringan (Kee dan Evelyn, 1996).

Proses terjadinya inflamasi ini dapat diamati secara makroskopis dari

tanda-tanda utama inflamasi yaitu :

a. Kemerahan (rubor)

Kemerahan terjadi pada tahap pertama dari inflamasi, darah terkumpul

pada daerah cedera jaringan akibat pelepasan mediator kimia tubuh seperti

kinin, prostaglandin dan histamin.

b. Pembengkakan (tumor)

Pembengkakan merupakan tahap kedua dari inflamasi. Plasma merembes

ke dalam jaringan interstial pada tempat cedera. Kinin mendilatasi arteriol,

(31)

c. Peningkatan panas (kalor)

Panas pada tempat inflamasi dapat disebabkan oleh bertambahnya

pengumpulan darah dan mungkin juga karena pirogen (substansi yang

menimbulkan demam) yang mengganggu pusat pengatur panas pada

hipotalamus.

d. Nyeri (dolor)

Nyeri disebabkan oleh pembengkakan dan pelepasan mediator-mediator

kimia tertentu seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang

syaraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang mengakobatkan

peningkatan tekanan lokal yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri.

e. Gangguan fungsi jaringan (fungsio laesa)

Gangguan fungsi jaringan disebabkan karena penumpukan cairan pada

tempat cedera jaringan dan karena rasa nyeri yang mengurangi mobilitas

pada daerah cedera.

Gejala-gejala ini merupakan akibat dari gangguan aliran darah yang terjadi

akibat kerusakan jaringan pembuluh darah, gangguan keluarnya plasma darah ke

dalam ruang ekstrasel akibat meningkatnya permeabilitas kapiler dan

perangsangan reseptor nyeri (Mutschler, 1999).

2.6.1. Mekanisme terjadinya radang

Proses terjadinya inflamasi dapat dibagi dalam dua fase :

1. Perubahan vaskular

Respon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang

mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan

(32)

karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran

darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah.

Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan

berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel.

Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan

sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak

sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing

Mansjoer, 1999).

2. Pembentukan cairan inflamasi

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel

darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan

inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan

menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga

menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).

Mediator Radang

Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal sebagai

mediator inflamasi diantaranya adalah histamin, bradikinin, kalidin, serotoin,

prostaglandin dan leukotrien. Histamin merupakan mediator pertama yang

dilepaskan dari sekian banyaknya mediator lain dan segera muncul dalam

beberapa detik yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler (Mansjoer,

1999).

Histamin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor histamin di sel.

Ada 4 jenis reseptor histamin yang telah diidentifikasi, yakni: Reseptor Histamin

(33)

Bila histamin berikatan dengan reseptor ini, maka akan mengakibatkan

vasodilatasi, bronkokonstriksi, nyeri, gatal pada kulit. Reseptor ini adalah reseptor

histamin yang paling bertanggungjawab terhadap gejala alergi. Reseptor Histamin

H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah meningkatkan sekresi asam

lambung. Reseptor Histamin H3, jika reseptor ini aktif akan menyebabkan

penurunan penglepasan neurotransmitter, seperti histamin, asetilkolin,

norepinefrin, dan serotonin. Reseptor Histamin H4 Paling banyak terdapat di sel

basofil dan sumsum tulang. Juga ditemukan di kelenjar timus, usus halus, limfa,

dan usus besar. Perannya sampai saat ini belum banyak diketahui. Beberapa

fungsi pengaturan di dalam tubuh juga telah ditemukan berkaitan erat dengan

kehadiran histamin. Histamin dilepaskan sebagai neurotransmitter. Aksi

penghambatan reseptor histamin H1 (antihistamin H1) menyebabkan mengantuk.

Pasien penderita schizophrenia ternyata memiliki kadar histamin yang rendah

dalam darahnya. Hal ini mungkin disebabkan karena efek samping dari obat

antipsikotik yang berefek samping merugikan bagi histamin, contohnya

quetiapine. Ditemukan pula bahwa ketika kadar histamin kembali normal, maka

kesehatan pasien penderita schizophrenia tersebut juga ikut membaik (Anonim,

2009).

Asam arakhidonat merupakan prekursor dari sejumlah besar mediator

inflamasi. Senyawa ini merupakan komponen utama lipid seluler dan hanya

terdapat dalam keadaan bebas dengan jumlah kecil yang sebagian besar berada

dalam bentuk fosfolipid membran sel. Bila membran sel mengalami kerusakan

oleh suatu rangsangan kimiawi, fisis atau mekanis, maka enzim fosfolipase A2

(34)

Sebagai penyebab inflamasi, prostaglandin (PG) bekerja lemah, berpotensi

kuat setelah bergabung dengan mediator atau substansi lain yang dibebaskan

secara lokal seperti histamin, serotinin, atau leukotrien. Prostaglandin mampu

menginduksi vasodilatasi pembuluh darah dalam beberapa menit dan terlibat pada

terjadinya nyeri, inflamasi dan demam (Mansjoer, 1999).

Gambar 1. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi (Katzung, 2002).

Rangsangan

LTB4 LTC4/D4/E4 Prostaglandin Tromboksan Prostasiklin

(35)

2.7 Obat-obat antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adaah golongan obat yang memiliki aktivitas

menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui

berbagai cara, yaitu menghambat pembentukan mediator radang prostaglandin,

menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang maupun menghambat

pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya.

Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat antiinflamasi dibagi menjadi

dua golongan utama yaitu golongan steroida dan non-steroida (Katzung, 2002).

2.7.1. Obat Antiinflamasi dari Golongan Steroid (Glukokortikoida)

Efek antiinflamasi golongan steroid (glukokortikoid) berhubungan dengan

kemampuan untuk merangsang biosintesis protein lipomodulin, yang dapat

menghambat kerja enzimatik fosfolipase A2 sehingga mencegah pelepasan

mediator seperti asam arakhidonat dan metabolitnya seperti prostaglandin (PG),

leukotrien (LT), tromboksan dan prostasiklin. Glukokortikoid dapat memblok

jalur siklooksigenase dan lipooksigenase, sedangkan AINS hanya memblok enzim

siklooksigenase. Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah

kortison, hidrokortison, deksametason, prednison dan sebagainya (Kee dan

Evelyn, 1996).

2.7.2 Obat Antiinflamasi Non-Steroida (AINS)

AINS merupakan kelompok obat-obat yang bekerja dengan aktivitas

menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi

prostaglandin menjadi terganggu. AINS cocok digunakan untuk mengurangi

(36)

Contoh senyawa yang termasuk dalam kelompok ini adalah :

1. Turunan asam salisilat, contoh : aspirin, diflusinal, sulfasalazin, olsalazin

2. Turunan para-aminofenol, contoh : asetaminofen

3. Indol dan asam indene asetat, contoh : indometasin, sulindak, etodolak

4. Asam heteroalil asetat, contoh : tolmetin, diklofenak, ketorolak

5. Asam arilpropionat, contoh : ibuprofen, naproksen, feniprofen, ketoprofen

6. Asam antranilat (fenamat), contoh : asam mefenamat, asam meklofenamat

7. Asam enolat, contoh : oksikam (piroksikam, tenoksikam), pirazolidin

(fenilbutazon, oksifentatrazon) (Foye, 1996).

2.8 Indometasin

Indometasin mulai dikenal pada tahun 1963 dimana lebih efektif daripada

aspirin atau AINS lainnya dan di laboratorium merupakan penghambat sintesis

prostaglandin yang terkuat. Indometasin diabsorbsi dengan baik setelah pemberian

per oral, waktu paruh dalam plasma selama 4–5 jam. Dosis antiinflamasi yang

dianjurkan adalah 50-70 mg tiga kali sehari. Efek samping indometasin pada dosis

terapi meliputi gangguan saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare ulser,

pendarahan lambung dan pankreatitis. Juga menyebabkan pusing, depresi, rasa

binggung, halusinasi, agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.

Karena toksisitasnya, indometasin tidak dianjurkan diberikan pada anak-anak,

wanita hamil, penderita gangguan psikiatri dan penderita penyakit lambung

(Wilmana, 1995; Singh dkk., 1996).

Pada dosis yang lebih tinggi, paling sedikit sepertiga dari pasien bereaksi

(37)

samping gastrointestinal bisa meliputi nyeri perut, diare, pendarahan

gastrointestinal dan pankreatitis. Sakit kepala dialami oleh 15-25% pasien dan

bisa dikaitkan dengan pusing, kebingungan dan depresi. Pemakaian indometasin

harus dihindari pada pasien dengan polip hidung atau angioedema, pada

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian meliputi penyiapan sampel, pengumpulan sampel,

identifikasi dan pengolahan sampel, pembuatan ekstrak etanol dengan cara

maserasi dan pembuatan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol, pembuatan nata de

coco dan nata tiourea, pembuatan matriks nata de coco dan nata tiourea,

pemerangkapan fraksi n-heksan oleh matriks nata de coco dan matriks nata tiourea

serta pengujian efek antiinflamasi dianalisis variansi serta uji duncan untuk

melihat perbedaan yang bermakna pada setiap perlakuan.

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas

laboratorium, wadah plastik, neraca kasar (Ohaus), neraca analitik (Sartorius),

neraca hewan (GW-1500), heater, oven listrik (Fisher Scientific), penangas air

(Yenaco), lemari pendingin (Sanyo), rotary evaporator (Heidolph vv-2000),

inkubator (Gallenkamp), laminar air flow, freeze dryer (Modulyo, Edward, serial

No. 3985), termometer, jangka sorong, spuit, oral sonde, pletismometer (Ugo

Basile Cat. No. 7140).

3.1.2 Bahan-bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun ruku-ruku

(Ocimum sanctum L.), stater Acetobacter xylinum, gula pasir, urea, tiourea, air

kelapa, asam asetat 25%, NaOH, etanol (hasil destilasi), n-heksan, akuades,

(39)

3.2 Hewan Percobaan

Hewan pecobaan yang digunakan adalah tikus putih galur Wistar dengan

berat badan 150-200 g sebanyak 30 ekor, dibagi dalam 10 kelompok dimana

setiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus.

3.3 Penyiapan Serbuk Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)

Penyiapan serbuk daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) meliputi

pengumpulan sampel, identifikasi, pengolahan sampel.

3.3.1 Pengumpulan sampel

Sampel yang digunakan adalah daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.)

yang masih segar, yang diambil dari Kecamatan Medan Amplas. Pengumpulan

sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan

yang sama dari daerah lain.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Bogor.

3.3.3 Pengolahan sampel

Daun ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) yang telah dikumpulkan sebanyak

10 Kg, dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, kemudian dikeringkan di

udara terbuka dan terlindung dari cahaya matahari. Setelah kering, daun diserbuk

dan diperoleh serbuk daun ruku-ruku sebanyak 2,753 Kg. Serbuk daun ruku-ruku

(40)

3.4 Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak

Pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak meliputi penetapan kadar

air, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu tidak larut dalam asam,

penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol.

3.4.1 Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi

toluena). Cara Kerja : toluena sebanyak 200 ml dan air suling sebanyak 2 ml

dimasukkan ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam. Toluena

didinginkan selama 30 menit dan volume air dalam tabung penerima dibaca.

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 gram sampel yang telah

ditimbang seksama, labu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluena

mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes tiap detik sampai sebagian besar air

terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik.

Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena.

Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan

mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluena memisah sempurna, volume

air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai

dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air

dihitung dalam persen (WHO, 1992).

Prosedur penetapan kadar air untuk ekstrak sama dengan penetapan kadar

air untuk simplisia.

3.4.2 Penetapan Kadar Abu Total

Sebanyak lebih kurang 2 sampai 3 g simplisia ditimbang seksama,

(41)

diratakan. Krus dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian

didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu total dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

Penetapan kadar abu total untuk ekstrak yaitu dengan menimbang 2 sampai

3 g ekstrak secara seksama, dimasukkan dalam krus porselen yang telah dipijar

dan ditara, lalu diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan hingga arang habis,

selanjutnya didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu total

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.3 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam

Abu yang telah diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam

25 ml asam klorida 2 N selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam

dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan hingga bobot tetap

kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes, 1995).

Prosedur penetapan kadar abu tidak larut asam untuk ekstrak sama dengan

penetapan kadar abu tidak larut asam untuk simplisia. Abu yang diperoleh dari

penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 ml asam klorida 2 N selama 5

menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas

saring, dipijarkan hingga bobot tetap kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar

abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan

di udara.

3.4.4 Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air

Sebanyak 5 g simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air

(42)

bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan

selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai

kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan

dalam oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang

larut di dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(DepKes, 1995).

Penetapan kadar sari larut dalam air untuk ekstrak yaitu dengan menimbang

5 g ekstrak, lalu dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air kloroform (2,5 ml

kloroform dalam air suling sampai 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil

sesekali dikocok selama 6 jam pertama kemudian dibiarkan selama 18 jam dan

disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu

105oC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut di dalam air dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.4.5. Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol

Sebanyak 5 g simplisia yang telah dikeringkan di udara dimaserasi selama

24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali

selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring.

Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal

berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC

sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung

terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (DepKes, 1995).

Prosedur penetapan kadar sari larut dalam etanol untuk ekstrak sama dengan

(43)

dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil

dikocok sesekali selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam

dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan

dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan dalam oven pada suhu

105oC sampai diperoleh bobot konstan. Kadar sari yang larut dalam etanol

dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.5 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak meliputi pembuatan ekstrak etanol dengan cara

maserasi dan pembuatan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol.

3.5.1 Pembuatan ekstrak etanol

Sebanyak 500 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah gelas

berwarna gelap dan ditambahkan pelarut etanol 80% sampai serbuk terendam

sempurna. Ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari

sambil sering diaduk, kemudian diperas dan disaring. Ampas ditambahkan cairan

penyari sampai terendam. Ditutup dan disimpan di tempat yang terlindung dari

cahaya matahari. Dibiarkan selama 2 hari sambil sering diaduk, kemudian diperas

dan disaring. Dilakukan perlakuan yang sama sampai pelarut tidak berwarna.

Seluruh filtrat digabungkan dan diuapkan menggunakan rotary evaporator pada

temperatur ± 40 oC sampai diperoleh ekstrak kental, kemudian dipekatkan dengan

freeze dryer pada suhu -40oC selama ± 24 jam.

3.5.2 Pembuatan fraksi n-heksan dari ekstrak etanol

Ekstrak pekat etanol yang diperoleh ditambahkan dengan akuades, lalu

(44)

Hasilnya digabungkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada temperatur ±

40 oC sehingga diperoleh fraksi n-heksan kental, kemudian dipekatkan dengan

freeze dryer pada suhu -40oC selama ± 24 jam.

3.6 Pembuatan bibit atau starter

Sebanyak 1 liter air kelapa dibiarkan hingga kotorannya mengendap dan

disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus di atas api yang besar hingga

mendidih. Selama perebusan, air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama ± 15

menit, ditambahkan urea sebanyak 5 g, gula pasir sebanyak 200 g, dan asam cuka

25% hingga larutan ini memiliki pH 4. Diaduk hingga larutan tercampur merata.

Dalam keadaan masih panas, dituang larutan tersebut ke dalam wadah yang steril.

Setelah dingin, ditambahkan biakan murni sebanyak 200 ml. Ditutup wadah

dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di ruang inkubasi dan dibiarkan

selama 2 minggu. Setelah 2 minggu, di permukaan media akan terbentuk lapisan

berwarna putih. Berarti, starter sudah jadi dan siap digunakan (Warisno, 2004).

3.7 Pembuatan nata dengan sumber nitrogen dari urea (NDC)

Sebanyak 1 liter air kelapa dibiarkan hingga kotorannya mengendap dan

disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus di atas api yang besar hingga

mendidih. Selama perebusan, air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama ± 15

menit, ditambahkan urea sebanyak 5 g, gula pasir sebanyak 100 g, dan asam cuka

25% hingga larutan ini memiliki pH 4. Diaduk hingga larutan tercampur merata.

Dalam keadaan masih panas, dituang larutan tersebut ke dalam wadah yang steril

(45)

Setelah dingin, ditambahkan biakan murni sebanyak 100 ml. Ditutup

wadah dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di ruang inkubasi selama 2

minggu.

3.8 Pembuatan nata dengan sumber nitrogen dari tiourea (NT)

Sebanyak 1 liter air kelapa dibiarkan hingga kotorannya mengendap dan

disaring menggunakan kain kasa. Air kelapa direbus di atas api yang besar hingga

mendidih. Selama perebusan, air kelapa diaduk. Setelah mendidih selama ± 15

menit, ditambahkan tiourea sebanyak 6,337 g, , gula pasir sebanyak 100 g dan

asam cuka 25% hingga larutan ini memiliki pH 4. Diaduk hingga larutan

tercampur merata. Dalam keadaan masih panas, dituang larutan tersebut ke dalam

wadah yang steril. Setelah dingin, ditambahkan biakan murni sebanyak 100 ml.

Ditutup wadah dengan aluminium foil yang steril. Disimpan di ruang inkubasi

selama 2 minggu.

3.9 Pembuatan Matriks Nata

NDC dan NT dicuci dengan NaOH 0,2 N kemudian dibilas dengan

akuades hingga bersih dan ditiriskan. Masing-masing nata dipotong dadu dengan

ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm. Dikeringkan pada freeze dryer selama ± 24 jam.

3.10 Penyiapan Bahan Uji, Obat Pembanding dan Kontrol

3.10.1 Pembuatan suspensi CMC 0,5%

Sebanyak 0,5 g CMC ditimbang, lalu taburkan di atas air panas pada

(46)

lalu digerus sampai homogen, ditambahkan air sampai 100 ml.

3.10.2 Penyiapan ekstrak dalam bentuk suspensi

Fraksi n-heksan daun ruku-ruku dibuat dengan konsentrasi 3 mg/ml dalam

bentuk suspensi menggunakan CMC 0,5% dengan dosis pemberian 30, 45 dan 60

mg/Kg BB. Obat pembanding indometasin dibuat dalam bentuk suspensi CMC

0,5% dengan dosis pemberian 10 mg/Kg BB. Kontrol negatif yang digunakan

adalah suspensi CMC 0,5%.

3.10.3 Penyiapan pemerangkapan ekstrak dalam matriks nata

Masing-masing matriks NDC dan NT ditimbang. Kemudian direndam

dalam ekstrak yang telah dilarutkan dalam n-heksan selama 24 jam untuk hasil

perendaman yang optimal. Kemudian nata tersebut ditiriskan dan dikeringkan

pada freeze dryer selama ± 24 jam. Juga dilakukan prosedur yang sama untuk

pemerangkapan obat pembanding indometasin yang dilarutkan dalam etanol.

3.10.4 Penyiapan Karagenan

Sebanyak 50 mg karagenan ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu

tentukur 5 ml, dicukupkan dengan larutan infus NaCl kemudian diinkubasi pada

suhu 37 oC selama 24 jam (Gupta, 2006).

3.10.5 Pernyiapan Hewan Percobaan

Dua minggu sebelum pengujian dilakukan hewan percobaan harus

dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang mempunyai

ventilasi baik dan selalu dijaga kebersihannya. Hewan yang sehat ditandai dengan

(47)

3.11 Prosedur Penggunaan Alat Pletismometer (Ugo Basile Cat No. 7140)

3.11.1 Pembuatan larutan untuk reservoir

Sebanyak 2 sampai 3 ml campuran senyawa pembasah (ornano imbibente

BBC. 97) yang telah tersedia dalam kemasan standar dimasukkan dalam labu

tentukur 1 liter, ditambahkan 0,4-0,5 g NaCl, dicukupkan dengan akuades hingga

1 liter.

3.11.2 Penyiapan alat

Larutan yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam reservoir yang telah

dirangkai pada alat, kemudian diisi sel dengan memutar kepala katup kira-kira 45o

ke sebelah kiri atau kanan sesuai dengan posisi reservoir itu dihubungkan,

dialirkan beberapa kali dengan memutar kepala katup untuk menghindari

gelembung udara. Batas larutan diatur sampai mendekati garis merah bagian atas

sel. Alat dihidupkan maka tampilan grafik akan menyala dan menunjukkan logo

Basile. Alat dihangatkan ± 2-3 menit.

3.11.3 Kalibrasi alat

Dari menu utama ditekan F1 maka akan ditampilkan angka 0 secara

otomatis kemudian ditekan kembali F1 yang akan menunjukan angka 0,5 ml,

ditekan kembali tombol F1 yang akan menunjukkan angka 1,0; 2,0; 4,0; 8,0 ml.

setelah itu dipilih probe kalibrasi (1 ml) dan tekan F2 untuk konfirmasinya. Probe

volum dimasukkan ke dalam sel, ditunggu hingga beberapa detik hingga nilai

yang ditunjukkan stabil. Alat siap digunakan untuk pengukuran kaki tikus.

3.12 Prosedur Pengujian Efek Antiinflamasi

Sebelum pengujian, tikus dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi

(48)

masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus, yaitu I. Kontrol (CMC 0,5%, matriks

NDC dan NT), II. Pembanding indometasin (dalam bentuk suspensi, yang

diperangkapkan pada matriks NDC dan NT) dosis 10 mg/Kg BB), III. Fraksi

n-heksan (dalam bentuk suspensi, yang diperangkapkan pada matriks NDC dan NT)

dosis 30, 45, 60 mg/Kg BB.

Pada hari pengujian, masing-masing hewan ditimbang dan pada sendi kaki

kiri diberi tanda sebagai batas pengukuran. Volume kaki kiri tikus diukur dengan

cara mencelupkannya ke dalam sel pletismometer yang berisi cairan khusus yang

telah disiapkan sebelumnya sampai batas pada kaki kiri tikus berada pada garis

batas atas sel. Pedal ditahan dan dicatat angka pada monitor sebagai volume awal

(Vo). Setiap tikus diberikan suspensi fraksi n-heksan secara oral ataupun nata

yang mengandung fraksi n-heksan sesuai dengan kelompoknya. Satu jam

kemudian, masing-masing telapak kaki kiri tikus disuntik secara intraplantar

dengan larutan karagenan 1%. Setelah setengah jam dilakukan pengukuran

volume kaki kiri tikus dengan prosedur sama seperti untuk mengukur Vo.

Perubahan volume cairan yang terjadi dicatat sebagai volume telapak kaki tikus

(Vt). Pengukuran dilakukan setiap selang waktu 30 menit selama 6 jam. Setiap

kali pengukuran larutan sel tetap diadkan sampai garis tanda atau garis merah

bagian atas sel dan pada menu utama ditekan tombol 0 (zero) serta kaki tikus

dikeringkan sebelumnya.

Volume radang adalah selisih volume telapak kaki tikus setelah dan

sebelum disuntik karagenan. Pada waktu pengukuran, volume cairan harus sama

setiap kali pengukuran, tanda batas kaki tikus harus jelas, kaki tikus harus tercelup

(49)

3.13 Perhitungan Persen Radang dan Persen Inhibisi Radang

Dimana : Vt = Volume radang setelah waktu t

Vo = Volume awal kaki tikus

Dimana : a = Persen radang rata-rata kelompok kontrol

b = Persen radang rata-rata kelompok bahan uji dan pembanding

Persen Radang x100%

V V V

o o t

=

Persen Penghambatan Radang x100%

a b

a

(50)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil identifikasi tumbuhan dilakukan oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah

tumbuhan ruku-ruku (Ocimum sanctum L.) dari suku Labiatae dapat dilihat pada

lampiran 1.a (hal. 54).

4.1 Hasil Pembuatan Ekstrak Etanol Daun ruku-ruku dan Fraksinasi Memakai Pelarut n-heksan

Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 80% dimana

diharapkan senyawa kimia yang terkandung di dalamnya dapat tersari. Lalu

difraksinasi dengan pelarut n-heksan. Hasil dari 1000 gram serbuk diperoleh

ekstrak kering etanol 109 gram dan ekstrak kering n-heksan sebanyak 36,2 gram.

4.1.1 Karakterisasi Simplisia dan Ekstrak Daun Ruku-ruku

Untuk mengetahui apakah simplisia yang dipakai memenuhi syarat dan

dapat dipakai sebagai bahan obat, maka dilakukan uji karakterisasi terhadap

simplisia dan ekstrak.

Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Ruku-ruku

Karakterisasi simplisia Hasil (%) Persyaratan Menurut MMI Edisi VI 1995 (%)

Kadar air 7.331 < 10

Kadar abu total 10.608 Tidak lebih dari 13 Kadar abu tidak larut dalam asam 0.471 Tidak lebih dari 1

Kadar sari larut dalam air 6.267 Tidak kurang dari 5 Kadar sari larut dalam etanol 4.784 Tidak kurang dari 3.5

Menurut Ditjen POM (2000), Standarisasi suatu simplisia merupakan

pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan dan menjadi penetapan nilai untuk

Gambar

Gambar 1. Bagan mekanisme terjadinya inflamasi (Katzung, 2002).
Tabel 1. Hasil Karakterisasi Simplisia Daun Ruku-ruku
Tabel 2. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Ruku-ruku
Tabel 3. Data persentase radang rata-rata tiap waktu pengamatan fraksi n-heksan daun ruku-ruku (FHRK) bentuk suspensi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini bertujuan untuk menyajikan konversi bilangan bulat dan operasi arithmatika pada representasi bilangan bulat dengan sistem bilangan yang berbeda beda

Program – program pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang telah dilaksanakan sepanjang tahun 2014 belum sepenuhnya mampu mengurangi. permasalahan tahun 2013

Terutama penyakit yang disebabkan oleh jamur yang jika tidak segera diobati mungkin dapat berakibat fatal bagi tubuh kita sendiri, bahkan akan mengganggu kegiatan kita

Karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem pembinaan nilai kemandirian, melalui pengkajian secara mendalam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Creswell

berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan di dalam pergaulan, baik di rumah, di sekolah, di kantor, maupun di tempat lain. Dengan keterampilannya segala pesan yang

Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Apakah siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan open-ended melalui keterampilan membaca matematika memiliki

[r]

Penilai jaminan bank terkadang memakai data hasil penilaian yang telah dilakukan oleh penilai jaminan eksternal ( appraisal ). 50 Hasil penilaian yang sudah dinilai oleh