FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK
KUBIS MERAH (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra
(L)Thell )
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
OLEH:
UNI UNIRAH
NIM 060804005
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell )
SEBAGAI PEWARNA SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH: UNI UNIRAH NIM 060804005
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell )
SEBAGAI PEWARNA
OLEH: UNI UNIRAH NIM 060804005
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Formulasi Sediaan Lipstik
Dengan Ekstrak Kubis Merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L)
Thell) Sebagai Pewarna” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan
penghargaan yang tulus kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ayahanda
Almarhum Adung Rohaya yang dengan kesetiaannya menanti dan doa yang tak
terputus untuk penulis sampai akhirnya Allah SWT memanggil kembali ke
sisiNya. Semoga Allah memberikan tempat terindah sebagai balasan atas
kesabaran dan pengorbanannya selama ini untuk penulis, untuk ibunda tercinta
yang menjadi satu-satunya penyemangat bagi penulis, adik tersayang Nyai Uka
dan kakak tercinta Yulia, serta kakanda Haris Safutra, Amd.kom, terima kasih atas
semua doa, kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril
maupun materil.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Fat Aminah, M.Sc., Apt., dan Dra. Lely Sari Lubis, M.Si, Apt.,
selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi
USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan Bapak
Dr. Edy Suwarso,SU.,Apt., selaku penasehat akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.
4. Ibu Dra. Juanita Tanuwijaya, M.Si., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt.,
dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
5. Sahabat-sahabat penulis: Mida, Daya, Uul, Aida, Tiwi, teman seperjuangan di
laboratorium Farmasetika Dasar Kak Rini, Noni dan Darma dan rekan-rekan
mahasiswa Farmasi khususnya stambuk 2006 atas persahabatan selama ini
serta seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, motivasi dan inspirasi
bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi
ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna
perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell )
SEBAGAI PEWARNA
Abstrak
Kubis merah memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pewarna alami karena memiliki warna yang menarik. Warna merah dari kubis ini disebabkan adanya pigmen antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Antosianin ini memiliki berbagai manfaat, salah satunya sebagai pewarna alami yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik terutama untuk pewarna dalam sediaan lipstik.
Formulasi sediaan lipstik terdiri dari beberapa komponen diantaranya cera alba, lanolin, vaselin alba, setil alkohol, oleum ricini, cetaceum, propilen glikol, parfum, asam oleat dan nipagin serta penambahan ekstrak kubis merah dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, dan 25%. Pembuatan ekstrak dari simplisia kubis merah dilakukan dengan menggunakan penyari etanol 96% dan penambahan asam sitrat 2%.
Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan titik lebur, pemeriksaan kekuatan lipstik, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna dan bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, dan pemeriksaan pH, serta uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test).
Formulasi sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis merah sebagai pewarna menunjukkan sediaan yang dibuat cukup stabil, homogen, pH 3,8-4,7 (mendekati pH kulit), mudah dioleskan dengan warna yang merata, serta tidak menyebabkan iritasi sehingga cukup aman untuk digunakan, dan sediaan yang paling disukai adalah sediaan 3 yaitu sediaan dengan ekstrak kubis merah konsentrasi 20% dengan persentase kesukaan 70%.
FORMULATION OF LIPSTICK USE RED CABBAGE EXTRACT (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell ) AS COLORANT
Abstract
Red cabbage has the potential to be used as an alternative to natural dyes because it has an attractive colour. The red colour of the cabbage is caused by anthocyanin pigments which are flavonoid compounds. Anthocyanins have with various benefits, one of them as a natural dye that can replace synthetic dyes, especially for dyes in lipstick preparations.
Lipstick formulation comprised of several components such as cera alba, lanolin, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, oleum ricini, cetaceum, propylene glycol, parrfum, oleic acid and nipagin also added with concentration 10%, 15%, 20%, and 25% red cabbage extract. Extract from red cabbage simplex was made by using ethanol solvent 96% and the addition of citric acid 2%.
Test of product include physical quality inspection such as homogenity test, melting point inspection, checking the power of lipstick, stability test of shape alteration, colour and odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test also irritation and hedonic test.
The formulation of lipstick use red cabbage extract, showed the product was stable, homogeneous, pH 3,8-4,7 (near the pH of the skin), melting point 58-63oC, the power of lipstick 65-70 gram, easily applied with a uniform color, and does not cause irritation so it is safety enough to use and the most hedonic product is 3th product with concentration 20% of red cabbage extract by percentage hedonic 70%.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR……… ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian……….. 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Habitat Tumbuhan ... 5
2.1.2 Morfologi Tumbuhan ... 5
2.1.3 Sistematika Tumbuhan ... 6
2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan ... 6
2.1.6 Ekstraksi ... 9
2.2 Kosmetika ... 10
2.2.1 Penggolongan Kosmetik... 11
2.2.2 Komposisi Kosmetika ... 14
2.3 Kosmetika Dekoratif ... 15
2.4 Bibir ... 17
2.5 Lipstik ... 17
2.6 Komposisi Lipstik ... 19
2.7 Uji Tempel (Patch Test)... 22
2.8 Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
3.1 Alat dan Bahan ... 24
3.1.1 Alat ... 24
3.1.2 Bahan... 24
3.2 Penyiapan Sampel ... 24
3.2.1 Pengumpulan Sampel ... 25
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan……… . 25
3.2.3 Pengolahan Sampel ... 25
3.3 Pembuatan Ekstrak Kubis Merah ... 25
3.4 Pembuatan Lipstik Menggunakan Ekstrak Kubis Merah Sebagai Pewarna Dalam Berbagai Konsentrasi ... 26
3.4.1 Formula ... 26
3.4.2 Modifikasi Formula... 28
3.4.3 Prosedur Pembuatan Lipstik ... 28
3.5.1 Pemeriksaan Homogenitas ... 29
3.5.2 Pemeriksaan Titik Lebur... 29
3.5.3 Pemeriksaan Kekuatan Lipstik... 29
3.5.4 Uji Oles ... 29
3.5.5 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan ... 30
3.5.6 Penentuan pH Sediaan... 30
3.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 31
3.6.1 Uji Iritasi... 31
3.6.2 Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 33
4.1 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 33
4.1.1 Homogenitas Sediaan ... 33
4.1.2 Pemeriksaan Titik Lebur... 33
4.1.3 Pemeriksaan Kekuatan Lipstik... 34
4.1.4 Uji Oles ... 35
4.1.5 Stabilitas Sediaan ... 36
4.1.6 Pemeriksaan pH ... 37
4.2 Hasil Uji Iritasi ... 38
4.3 Hasil Uji Kesukaan ... 39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Antosianidin yang terdapat dalam beberapa buah dan sayur... 9
Tabel 2. Kadar antosianin pada berbagai bahan pangan... 9
Tabel 3. Modifikasi Formula Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah Dalam Berbagai Konsentrasi ... 28
Tabel 4. Data Pemeriksaan Titik Lebur... 33.33 Tabel 3. Data Pemeriksaan Kekuatan Lipst... 29
Tabel 4. Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau Sediaan ... 36
Tabel 5. Data Pengukuran pH Sediaan ... 37
Tabel 6. Data Uji Iritasi ... 38
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kubis Merah ... 45
Gambar 2. Wadah Sediaan Lipstik ... 45
Gambar 3. Sediaan Lipstik Tanpa Ekstrak Kubis Merah... 46
Gambar 4. Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah ... 47
Gambar 5. Hasil Uji Homogenitas dan uji oles ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 44
Lampiran 2. Gambar Kubis Merah ... 45
Lampiran 3. Gambar Wadah Sediaan Lipstik ... 45
Lampiran 4. Gambar Sediaan Lipstik Tanpa Ekstrak Kubis Merah ... 46
Lampiran 5. Gambar Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah ... 47
Lampiran 6. Gambar Hasil Uji Homogenitas dan uji oles ... 48
FORMULASI SEDIAAN LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK KUBIS MERAH (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell )
SEBAGAI PEWARNA
Abstrak
Kubis merah memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif pewarna alami karena memiliki warna yang menarik. Warna merah dari kubis ini disebabkan adanya pigmen antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Antosianin ini memiliki berbagai manfaat, salah satunya sebagai pewarna alami yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik terutama untuk pewarna dalam sediaan lipstik.
Formulasi sediaan lipstik terdiri dari beberapa komponen diantaranya cera alba, lanolin, vaselin alba, setil alkohol, oleum ricini, cetaceum, propilen glikol, parfum, asam oleat dan nipagin serta penambahan ekstrak kubis merah dengan konsentrasi 10%, 15%, 20%, dan 25%. Pembuatan ekstrak dari simplisia kubis merah dilakukan dengan menggunakan penyari etanol 96% dan penambahan asam sitrat 2%.
Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan titik lebur, pemeriksaan kekuatan lipstik, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna dan bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, dan pemeriksaan pH, serta uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test).
Formulasi sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis merah sebagai pewarna menunjukkan sediaan yang dibuat cukup stabil, homogen, pH 3,8-4,7 (mendekati pH kulit), mudah dioleskan dengan warna yang merata, serta tidak menyebabkan iritasi sehingga cukup aman untuk digunakan, dan sediaan yang paling disukai adalah sediaan 3 yaitu sediaan dengan ekstrak kubis merah konsentrasi 20% dengan persentase kesukaan 70%.
FORMULATION OF LIPSTICK USE RED CABBAGE EXTRACT (Brassica oleracea var. capitata L.f. rubra (L) Thell ) AS COLORANT
Abstract
Red cabbage has the potential to be used as an alternative to natural dyes because it has an attractive colour. The red colour of the cabbage is caused by anthocyanin pigments which are flavonoid compounds. Anthocyanins have with various benefits, one of them as a natural dye that can replace synthetic dyes, especially for dyes in lipstick preparations.
Lipstick formulation comprised of several components such as cera alba, lanolin, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, oleum ricini, cetaceum, propylene glycol, parrfum, oleic acid and nipagin also added with concentration 10%, 15%, 20%, and 25% red cabbage extract. Extract from red cabbage simplex was made by using ethanol solvent 96% and the addition of citric acid 2%.
Test of product include physical quality inspection such as homogenity test, melting point inspection, checking the power of lipstick, stability test of shape alteration, colour and odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test also irritation and hedonic test.
The formulation of lipstick use red cabbage extract, showed the product was stable, homogeneous, pH 3,8-4,7 (near the pH of the skin), melting point 58-63oC, the power of lipstick 65-70 gram, easily applied with a uniform color, and does not cause irritation so it is safety enough to use and the most hedonic product is 3th product with concentration 20% of red cabbage extract by percentage hedonic 70%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kosmetik dikenal manusia sejak berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19,
pemakaian kosmetik mulai mendapat perhatian yaitu selain untuk kecantikan juga
untuk kesehatan. Penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha
untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain (Wasitaatmadja, 1997).
Salah satu cara untuk menambah daya tarik adalah dengan menggunakan
lipstik. Lipstik merupakan make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya agak
berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya stratum corneum bibir sangat
tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak,
sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang
dingin dan kering (Tranggono dan Latifah, 2007). Maka, dengan penggunaan
lipstik dapat membantu melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.
Warna merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap suatu produk kosmetik terutama lipstik. Oleh karena itu
pemilihan warna yang baik dan aman sangatlah penting. Sampai saat ini
penggunaan pewarna sintetis begitu pesat digunakan dan sering kali
disalahgunakan. Beberapa pewarna sintetik ternyata tidak aman digunakan karena
sifatnya yang toksik, bahkan diantaranya bersifat karsinogenik (Andersen dan
Bernard, 2001).
Berdasarkan hasil pengawasan Badan POM RI pada tahun 2005 dan 2006
yang dilarang digunakan dalam kosmetik yaitu : Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2
%, zat warna Rhodamin B dan Merah K.3. Penggunaan bahan tersebut dalam
sediaan kosmetik dapat membahayakan kesehatan dan dilarang digunakan
sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No.445/
MENKES/ PER/V/1998 Tentang Bahan, Zat Warna, Substratum, Zat Pengawet
dan Tabir Surya pada Kosmetik. Bahan pewarna Merah K.10 ( Rhodamin B ) dan
Merah K.3 (CI Pigment Red 53 : D&C Red No. 8 : 15585) merupakan zat warna
sintetis yang pada umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta.
Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan
zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi
tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (Anonim, 2006).
Untuk menghindari efek samping yang cukup berbahaya, maka telah
banyak digunakan pewarna alami yang lebih sehat dan aman sebagai pengganti
pewarna sintetik. Hal ini didukung juga oleh gaya hidup back to nature yang
diusung oleh masyarakat modern.
Kubis merah memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai alternatif
pewarna alami karena memiliki warna yang menarik. Selain itu, kubis merah
mengandung kurang lebih 25% vitamin C. Tingginya kandungan vitamin C dalam
kubis merah dapat mencegah timbulnya skorbut (scurvy) alias sariawan
(Harmanto, 2005). Akan tetapi, kubis jenis ini di Indonesia pemanfaatannya hanya
terbatas untuk pembuatan sayuran, asinan dan sebagai campuran dalam salad.
Oleh karena itu, pemanfaatan kubis merah sebagai pewarna alami dapat
Warna merah dari kubis ini disebabkan adanya pigmen antosianin yang
bersifat larut dalam air (Robinson,1995). Antosianin merupakan senyawa
flavonoid yang dapat melindungi sel dari sinar ultra violet. Selain itu antosianin
merupakan pewarna alami yang dapat menggantikan bahan pewarna sintetik.
Pigmen antosianin yang terdapat dalam kubis merah mengandung gugus
asil aromatik yang dapat membuat antosianin tersebut lebih stabil terhadap panas
dan cahaya (Hendry, 1996). Mengingat sifatnya yang demikian, antosianin dari
kubis merah relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan bila diaplikasikan
pada formulasi sediaan lipstik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang penggunaan
kubis merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai zat
warna dalam formulasi lipstik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah ekstrak kubis merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra
(L) Thell) dapat digunakan sebagai pewarna dalam formula sediaan
lipstik?
b. Apakah formula sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis merah
(Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai pewarna
stabil dalam penyimpanan selama 1 bulan dan tidak menyebabkan iritasi
saat digunakan?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
a. Ekstrak kubis merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell)
dapat digunakan sebagai pewarna dalam formula sediaan lipstik.
b. Formula sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis merah (Brassica
oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai pewarna stabil dalam
penyimpanan selama 1 bulan dan tidak menyebabkan iritasi saat
digunakan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
a. Untuk membuat formula sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis merah
(Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai pewarna.
b. Untuk mengetahui formula sediaan lipstik menggunakan ekstrak kubis
merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai
pewarna stabil dalam penyimpanan selama 1 bulan dan tidak
menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk meningkatkan daya guna dari
kubis merah (Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell) sebagai
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Habitat Tumbuhan
Awalnya, kubis di Indonesia hanya ditanam di daerah berhawa dingin.
Dalam perkembangannnya, sekarang kubis sudah banyak di tanam di daerah sejuk
dan bahkan di dataran rendah dengan curah hujan 850-900 mm (Harmanto, 2005).
Secara umum, semua jenis kubis mampu tumbuh dan berkembang pada
berbagai jenis tanah.Namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam
pada tanah yang kaya bahan organikdan cukup air (Pracaya, 2001).
2.1.2 Morfologi Tumbuhan
Daun berbentuk bulat, oval sampai lonjong, membentuk roset akar yang
besar dan tebal. Warna daun bermacam-macam, antara lain putih(forma alba) ,
hijau, dan merah keunguan (forma rubra). Kubis merah memiliki daun yang
berwarna merah keunguan, kol jenis ini disebut kol merah (B.o.var. capitata
L.f.rubra (L.) Thell) (Anonim, 2001)
Awalnya, daunnya yang berlapis lilin tumbuh lurus, lalu tumbuh
membengkok menutupi daun-daun muda yang terakhir tumbuh. Pertumbuhan
daun akan berhenti dengan terbentuknya krop atau telur (kepala) dan krop
samping pada kubis tunas (brussel sprouts). Selanjutnya, krop akan pecah dan
keluar mulai bunga yang bertangkai panjang, bercabang-cabang berkebun kecil,
bermahkota tegak, dan berwarna kuning. Buah polong berbentuk silindris,
coklat kelabu (Anonim, 2001).
2.1.3 Sistematika Tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi di Herbarium medanense Universitas
Sumatera Utara, kubis merah diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Capparales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica oleraceae L.
2.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan
Kubis segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium,
fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A,C,E, tiamin, riboflavin, nicotinadine),
kalsium, dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung senyawa
sianohidrok-sibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan glutation,
yakni suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat-zat
beracun yang beredar di dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam
kubis dapat mencegah timbulnya skorbut (scurvy) alias sariawan. Kandungan zat
aktif pada kubis berupa sulforafan dan histidine. Kedua zat aktif ini dapat
menghambat pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon dan rektum,
detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel, dan tembaga yang
kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan
kadar kolestrol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat
(Harmanto, 2005).
Sayuran kubis dapat mensuplai kurang lebih 25% vitamin C, lebih dari
30% vitamin A, 4-5% vitamin B, 5-6% kapur dan besi dari kebutuhan tubuh
manusia (Pracaya, 2001).
2.1.5 Antosianin
pigmen alam ini dapat dipilah ke dalam empat golongan berikut :
1 Senyawa tetrapirol : klorofil
2 Turunan isoprenoid : karotenoid
3 Turunan benzopiran : antosianin dan flavonoid
Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah keunguan
pada sayuran, buah-buahan, dan tanaman bunga. Antosianin merupakan senyawa
flavonoid yang dapat melindungi sel dari sinar ultra violet. Kata antosianin berasal
dari bahasa yunani, yaitu “anthos” yang berarti bunga dan”ky-neos”yang berarti
ungu kemerah-merahan (Astawan, 2008).
Pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan; senyawa ini
berbentuk glikosida dan menjadi penyebab warna merah, biru, dan violet banyak
buah dan sayuran. Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu
memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun dalam basa.
Dalam media asam, antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola
sel dan berubah menjadi ungu dan biru jika media bertambah basa. Jika bagian
Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum dikenal adalah sianidin
yang berwarna merah lembayung (Deman, 1997).
Tabel 1. Antosianidin yang terdapat dalam beberapa buah dan sayur
Buah atau sayur Antosianidin
Apel
Black currant (Ribes sp.) Beri biru (vaccinium sp.)
Kol merah petunidin, pelargonidin, dan peonidin
Sianidin dan delfinidin Sianidin
Sianidin dan peonidin Pelargonidin
Sianidin
Pelargonidin dan sianidin kecil
( Deman, 1997)
Tabel 2. Kadar antosianin pada berbagai bahan pangan
Bahan pangan Kadar antosianin (mg per 100 g)
2.1.6 Ekstraksi
Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari tumbuh-
tumbuhan atau hewan dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang
diinginkan larut (Ansel, 1989). Hasil ekstraksi disebut ekstrak yaitu sediaan
kering, kental atau cair dibuat dengan menyari menurut cara yang cocok, diluar
pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979).
Pelarut yang sering digunakan untuk mengekstrak antosianin adalah
alkohol: etanol dan metanol, isopropanol, aseton, atau dengan air (aquades) yang
dikombinasikan dengan asam, seperti asam klorida, asam asetat, dan asam sitrat
Hidayat dan saati, 2006). Faktor pH ternyata tidak hanya mempengaruhi warna
antosianin ternyata juga mempengaruhi stabilitasnya. Antosianin lebih stabil
dalam larutan asam dibanding dalam larutan alkali (Deman, 1997).
Etanol merupakan cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna. Bau
khas dan menyebabkan rasa terbakar pada lidah. Mudah menguap walaupun pada
suhu rendah dan mendidih pada suhu 78o dan mudah terbakar (Ditjen POM,
1979).
Asam sitrat (cyroen zuur). Dipasaran, asam sitrat sering disebut garam
asam. Senyawa ini berbentuk kristal putih seperti gula pasir. Fungsi utama asam
sitrat adalah sebagai bahan pengasam. Namun, sebenarnya bahan ini memiliki
fungsi sampingan, yaitu sebagai antioksidan yang mencegah terjdinya reaksi
browning (pencokelatan produk) akibat proses pemanasan. Asam sitrat juga dapat
merangsang bahan pengawet agar bekerja lebih aktif (Suprapti, 2005).
2.2 Kosmetika
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan
kecantikan. Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosok,
dilekatkan, dituangkan, dipercikkan, atau disemprotkan pada badan atau bagian
badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menembah
daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat. Defeisi
tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk
diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit (Wasitaatmadja,1997).
Menurut Wall dan Jellinek, 1970, kosmetik dikenal manusia sejak
berabad-abad yang lalu. Pada abad ke-19, pemakaian kosmetik mulai mendapat
perhatian, yaitu selain untuk kecantikan juga untuk kesehatan. Perkembangan
ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada abad
ke-20 (Tranggono dan Latifah, ke-2007).
Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu yang
berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek dan
efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu
terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia, mikrobiologi, ahli
kecantikan dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani
khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi kosmetik“ (cosmetic
dermatology) (Wasitaatmadja, 1997).
2.2.1. Penggolongan Kosmetik
a). Menurut Jellinek (1959) dalam Formulation and Function of Cosmetics
membuat penggolongan kosmetika menjadi :
1. Preparat pembersih
2. Preparat deodorant da antiperspirasi
3. Preparat protektif
4. Preparat dengan efek dalam
5. Emolien
6. Preparat dekoratif/superficial
7. Preparat dekoratif/dalam
8. Preparat buat kesenangan
b). Menurut Wells FV dan Lubowe-II (Cosmetics and The Skin, 1964),
mengelompokkan kosmetik menjadi:
1. Preparat untuk kulit muka
2. Preparat untuk higienis mulut
3. Preparat untuk tangan dan kaki
4. Kosmetik badan
5. Preparat untuk rambut
6. Kosmetika untuk pria dan toilet
c). Menurut Brauer EW dan Principles of Cosmetics for The Dermatologist
membuat klasifikasi sebagai berikut :
1. Toiletries : sabun, shampo, pengkilap rambut, kondisioner rambut, piñata,
pewarna, pengeriting, pelurus rambut, deodorant, antipespiran,dan tabir surya.
2. Skin care: pencukur, pembersih, anstringen, toner, pelembab, masker, krem
3. Make up : foundation, eye make up, lipstick, rouges, blushers, enamel kuku.
4. Fragrance : perfumes, colognes, toilet waters, body silk, bath powders.
d). Menurut Direktorat Jenderal POM Departemen Kesehatan RI membagi
kosmetik menjadi :
1. Preparat untuk bayi
2. Preparat untuk mandi
3. Preparat untuk mata
4. Preparat wangi-wangian
5. Preparat untuk rambut
6. Preparat untuk rias (make up)
7. Preparat untuk pewarna rambut
8. Preparat untuk kebersihan mulut
9. Preparat untuk kebersihan badan
10. Preparat untuk kuku
11. Preparat untuk cukur
12. Preparat untuk perawatan kulit
13. Preparat untuk proteksi sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).
e). Penggolongan kosmetik menurut cara pembuatan sebagai berikut:
1. Kosmetik modern, diramu dari bahan kimia dan diolah secara modern
(termasuk di antaranya adalah cosmedic).
2. Kosmetik tradisional:
a. Betul-betul tradisional, misalnya mangir, lulur, yang dibuat dari bahan
b. Semi tradisional, diolah secara modern dan diberi bahan pengawet agar
tahan lama.
c. Hanya namanya yang tradisional, tanpa komponen yang benar-benar
tradisional dan diberi warna yang menyerupai bahan tradisional
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.2.2 Komposisi Kosmetika
Pada umumnya kosmetika terdiri atas berbagai macam bahan, yang mempunyai
tugas tertentu didalam campuran tersebut. Adapun pembagian isi atau komposisi
kosmetika berdasarkan tugas bahan kosmetika adalah sebagai berikut:
1. Bahan Dasar (Vehikulum)
Bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga
umumnya menempati volume yang jauh lebh besar dari bahan yang lainnya.
Bahan dasar kosmetika terdiri dari:
a. Air atau campurannya dengan bahan dasar lain seperti alcohol, aseton, minyak,
bedak
b. Alkohol atau campurannya dengan air atau minyak
c. Vaselin atau campurannya dengan lanonin, gliserin atau talk
d. Minyak atau garam minyak dengan campurannya dengan air atau alcohol
e. Talkum atau cmpurannya dengan minyak atau vaselin.
2. Bahan aktif (Active Ingredients)
Merupakan bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan
dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya kerjanya pada seluruh
namun dapat pula tinggi apabila bahan aktif kosmetika tersebut sekaligus berperan
sebagai bahan dasarnya,misalnya bahan aktif dalam preparat pembersih muka.
3. Bahan yang menstabilkan campuran (Stabilizer)
Bahan-bahan yang menstabilkan campuran (Stabilizer) sehingga kosmetik
tersebut dapat lebih lama lestari baik dalam warna, baud an bentuk fisik.
Bahan-bahan tersebut adalah:
a. Emulgator, yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan
secara merata (homogen). Misalnya lanonin,gliserin, alcohol, monostearat.
b. Pengawet, yaitu bahan yang dapat mengawetkan kosmetika dalam jangka
waktu yang panjang agar dapat digunakan lebih lama. Misalnya asam benzoate,
formaldehid, dan lain sebagainya.
c. Pelekat, yaitu yang dapat melekatkan kosmetika ke kulit terutama pada
kosmetika yang tidak lengket ke kulit semacam bedak. Misalnya seng, magnesium
stearat.
4. Bahan pelengkap kosmetika
Sebagai bahan pelengkap kosmetika yang berupa pengawet (perfumery),
maksudnya agar kosmetika segar baunya bila dipakai, dan pewarna (coloring),
agar kosmetika enak dipandang mata sebelum dan sewaktu dipakai. Pada
kosmetika yang tujuannya untuk mewangikan kulit atau mewarnai kulit
(dekoratif), maka bhan pelengkap ini menjadi bahan aktif dari kosmetika.
(Wasitaatmadja, 1997).
2.3 Kosmetika Dekoratif
Kosmetika dekoratif semata-mata hanya melekat pada alat tubuh yang
permanen kekurangan (cacat) yang ada. Kosmetika dekoratif terdiri atas bahan
aktif berupa zat warna dalam berbagai bahan dasar (bedak, cair, minyak, krim,
tingtur, aerosol) dengan pelengkap bahan pembuat stabil dan parfum.
Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi
menjadi: 1) Kosmetika rias kulit (wajah); 2) Kosmetika rias bibir; 3) Kosmetika
rias rambut; 4) Kosmetika rias mata; dan 5) Kosmetika rias kuku (Wasitaatmadja,
1997).
Kekhasan kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan
semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan
noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu
menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak
kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada
kesehatan kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:
a. Warna yang menarik
b. Bau yang harum menyenangkan
c. Tidak lengket
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.
Pembagian kosmetika dekoratif:
a. Kosmetika dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar. Misalnya: bedak, pewarna bibir, pemerah pipi,
b. Kosmetika dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu
yang lama baru luntur. Misalnya: kosmetika pemutih kulit, cat rambut,
pengeriting rambut, pelurus rambut, dan lain-lain (Tranggono dan Latifah,
2007).
2.4 Bibir
Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri, karena lapisan
jangatnya sangat tipis. Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium
mendorong papila dengan aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan
kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit
bibir sebelah dalam terdapat kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu
basah. Sangat jarang terdapat kelenjer lemak pada bibir, menyebabkan bibir
hampir bebas dari lemak, sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan
jangat akan cenderung mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang
melekat padanya mudah berpenetrasi ke stratum germinativum.
Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjolnya stratum germinativum,
dan aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka
bibir menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu
hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan
pewarna bibir, terutama dalam hal memilih lemak, pigmen dan zat pengawet yang
digunakan untuk maksud pembuatan sediaan itu (Ditjen POM, 1985).
Kosmetika rias bibir selain untuk merias bibir ternyata disertai juga
dengan bahan untuk meminyaki dan melindungi bibir dari lingkungan yang
merusak, misalnya sinar ultraviolet. Ada beberapa macam kosmetika rias bibir,
liner), dan lip sealer (Wasitaatmadja, 1997).
2.5 Lipstik
Lipstik adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir
dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias
wajah yang dikemas dalam bentuk batang padat. Hakikat fungsinya adalah untuk
memberikan warna bibir menjadi merah, yang dianggap akan memberikan
ekspresi wajah sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).
Lipstik adalah pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat
(roll up) yang dibentuk dari minyak, lilin dan lemak. Bila pengemasan dilakukan
dalam bentuk batang lepas disebut lip crayon yang memerlukan bantuan pensil
warna untuk memperjelas hasil usapan pada bibir. Sebenarnya lipstik adalah juga
lip crayon yang diberi pengungkit roll up untuk memudahkan pemakaian dan
hanya sedikit lebih lembut dan mudah dipakai. Lip crayon biasanya menggunakan
lebih banyak lilin dan terasa lebih padat dan kompak. (Wasitaatmadja, 1997).
Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat
dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan suhu lebur dan viskositas yang dikehendaki. Suhu lebur lipstik
yang ideal yang sesungguhnya diatur suhunya hingga mendekati suhu bibir,
bervariasi antara 36-38ºC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan
terhadap suhu cuaca disekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, maka suhu
lebur lipstik dibuat lebih tinggi yang dianggap lebih sesuai dan diatur pada suhu
lebih kurang 62ºC, atau bisanya berkisar antara 55º-75ºC. (Ditjen POM, 1985).
Persyaratan untuk lipstik yang diinginkan atau dituntut oleh masyarakat,
1. Melapisi bibir secara mencukupi
2. Dapat bertahan di bibir dalam waktu yang lama
3. Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket
4. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
5. Memberikn warna yang merata pada bibir
6. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
7. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-
bintik, atau memperlihatkan hal lain yang tidak menarik (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.6 Komposisi lipstik
Adapun bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut :
a. Lilin
Misalnya carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beewax, candellila wax,
spermaceti, ceeresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik
b. Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya
melarutkan zat-zat eosin. Misalnya minyak castrol, tetrahydrofurfuril alcohol,
fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol, beserta monoethers dan monofatty acid
esternya, isopropyl myristate, isopropyl palmitate, butyl stearate, paraffin oil.
c. Lemak
Misalnya, krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya
hydrogenated castrol oil), cetyl alcohol, oleyil alcohol, lanolin.
d. Acetoglycerides
meskipun tempertur berfluktuasi, kepadatan lipstik tetap konstan.
e. Zat-zat pewarna
Zat pewarna yang dipakai secara universal didalam lipstick adalah zat warna eosin
yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan
pada kulit dan kelarutan dalam minyak. Pelarut terbaik didalam eosin adalah
castrol oil. Tetapi furfuryl alcohol beserta ester-esternya terutama stearat dan
ricinoleat memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid
alkylolamides jika dipasang sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang
intensif pada bibir.
f. Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk
memudahkan pembasahan disperse partikel-partikel pigmen warna yang padat.
g. Antioksidan
h. Bahan pengawet
Bahan pengawet (fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring)
harus mampu menutupi rasa bau dan rasa kurang sedap dari lemak-lemak dalam
lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan. (Tranggono
dan Latifah, 2007)
Komponen Lipstik yang Digunakan:
a. Oleum ricini (Minyak jarak)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin
biji Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental,
jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa manis dan agak
etanol mutlak, dan dalam asam asetat glasial (Ditjen POM, 1979).
b. Cera alba (Malam putih)
Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang
lebah Apis mellifera L. Pemeriannya yaitu berupa zat padat, berwarna putih
kekuningan, dan bau khas lemah. Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air,
agak sukar larut dalam etanol (95%), larut dalam kloroform, eter, minyak lemak,
dan minyak atsiri. Suhu leburnya yaitu antara 62oC hingga 64oC. Khasiat
umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).
c. Lanolin
Lanolin merupakan zat serupa lemak yang dimurnikan, diperoleh dari bulu
domba Ovis aries L. yang dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya.
Mengandung air tidak lebih dari 0,25 %. Pemeriannya yaitu massa seperti lemak,
lengket, warna kuning, bau khas. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, dapat
bercampur dengan air lebih kurang dua kali beratnya, agak sukar larut dalam
etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas, mudah larut dalam eter, dan dalam
kloroform. Suhu leburnya yaitu antara 38oC hingga 44oC (Ditjen POM, 1995).
d. Vaselin alba
Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah
diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Pemeriannya yaitu berupa massa
lunak, lengket, bening, putih, sifat ini tetap walaupun zat telah dileburkan.
Kelarutannya yaitu praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), tetapi
larut dalam kloroform dan eter. Suhu leburnya antara 38oC hingga 56oC. Khasiat
umumnya digunakan sebagai zat tambahan (Ditjen POM, 1979).
Pemeriannya yaitu berupa serpihan putih licin, granul, atau kubus, putih,
bau khas lemah, dan rasa lemah. Kelarutannya yaitu tidak larut dalam air, larut
dalam etanol dan dalam eter, kelarutannya bertambah dengan naiknya suhu. Suhu
leburnya yaitu antara 45oC hingga 50oC (Ditjen POM, 1995).
f. Metil paraben
Pemeriannya yaitu berupa hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur,
putih, tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar.
Kelarutannya yaitu sukar larut dalam air dan benzen, mudah larut dalam etanol
dan dalam eter, larut dalam minyak, propilen glikol, dan dalam gliserol. Suhu
leburnya antara 125oC hingga 128oC. Khasiatnya adalah sebagai zat tambahan (zat
pengawet) (Ditjen POM, 1995).
g. Propilen glikol
Propilen glikol adalah suatu caian kental, dapat bercampur dengan airdan alkohol.
Suatu pelarut yang berguna dengan pemakaian yang luas dan sering menggantikan
gliserin dalam formula-formula farmasi tertentu (Ansel, 1989)
2.7 Uji Tempel (Patch Test)
Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan
cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit
atau tidak.
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah
pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi
tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut
sama, yaitu akan tampak sebagai kulit kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak.
Panel uji tempel sebaiknya wanita berusia 20-30 tahun, berbadan sehat
jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan
menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel.
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi
untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel
adalah bagian punggung, lengan tangan, dan bagian kulit di belakang telinga
(Ditjen POM, 1985).
2.8 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji Kesukaan (Hedonic Test) adalah pengujian terhadap kesan subyektif
yang sifatnya suka atau tidak suka terhadap suatu produk. Pelaksanaan uji ini
memerlukan dua pihak yang bekerja sama, yaitu panel dan pelaksana. Panel
adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan uji melalui proses
penginderaan. Orangnya disebut panelis. Panel terbagi dua, yaitu panel terlatih
dan tidak terlatih. Jumlah panel uji kesukaan makin besar semakin baik, sebaiknya
jumlah itu melebihi 20 orang. Jumlah lebih besar tentu akan menghasilkan
kesimpulan yang dapat diandalkan (Soekarto, 1981).
Kriteria panelis (Soekarto, 1981):
1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi.
2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara
acak. Jumlah anggota penelis semakin besar semakin baik.
3. Berbadan sehat.
5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian ini adalah eksperimental. Penelitian meliputi
penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, pembuatan formulasi sediaan, pemeriksaan
mutu fisik sediaan, uji iritasi terhadap sediaan, dan uji kesukaan (Hedonic Test)
terhadap variasi sediaan yang dibuat.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium, blender
(National), neraca analitis (Mettler Toledo), neraca kasar (Ohaus), rotary
evaporator (Buchi), penangas air, indikator universal (Maacherey-Nagel), pH
meter, termometer, spatula, sudip, kaca objek, cawan penguap, kertas saring,
pencetak suppositoria, pipet tetes, anak timbangan dan roll up lipstick .
3.1.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kubis merah
(Brassica oleraceae var capitata L.f. rubra (L) Thell). Bahan kimia yang
digunakan antara lain: akuades, etanol 96%, asam sitrat, cera alba, vaselin alba,
setil alkohol, lanolin, cetaceum, oleum ricini, propilen glikol, asam oleat, parfum
dan metil paraben.
3.2 Penyiapan Sampel
Penyiapan sampel meliputi pengumpulan sampel, identifikasi tumbuhan,
3.2.1 Pengumpulan Sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkan dengan daerah lain. Sampel yang digunakan adalah kubis merah
yang terdapat di Supermarket Brastagi Buah.
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense Jl. Bioteknologi
No.1 Kampus USU, Medan.
3.2.3 Pengolahan Sampel
Sampel yang telah dikumpulkan dan dicuci hingga bersih, kemudian
disortasi. Setelah itu ditimbang berat sampel yang telah disortasi.
3.3 Pembuatan Ekstrak Kubis Merah
Kubis merah ditimbang sebanyak 100 g diekstraksi dengan larutan
pengekstrak (etanol 96% dan asam sitrat 2% b/v) sebanyak 600 ml (1:6). Caranya:
sampel dihancurkan menggunakan blender selama 5 menit dengan penambahan
300 ml larutan pengekstrak. Kemudian bilas blender dengan 150 ml larutan
pengekstrak. Dimasukkan sampel kedalam wadah yang tertutup rapat dan
dilakukan ekstraksi secara maserasi pada suhu kamar selama 24 jam terlindung
dari cahaya sambil sering diaduk, kemudian disaring, lalu cuci ampas dengan sisa
larutan pengekstrak hingga 600 ml, ekstrak dikumpulkan, dan dipekatkan dengan
rotary evaporator pada suhu ± 400C, kemudian di freeze dryer sehingga
3.4 Pembuatan Lipstik Menggunakan Ekstrak Kubis Merah Sebagai Pewarna Dalam Berbagai Konsentrasi
3.4.1 Formula
Formula dasar yang dipilih pada pembuatan lipstik dalam penelitian ini
adalah formula dasar lipstik no.3 dalam buku “Practical Cosmetic Science”
dengan komposisi sebagai berikut (Anne Young, 1974):
R/ Cera alba 36,0
Lanolin 8,0
Vaselin alba 36,0
Setil alkohol 6,0
Oleum ricini 8,0
Carnauba wax 5,0
Pewarna secukupnya
Parfum secukupnya
Pengawet secukupnya
Hasil orientasi terhadap basis lipstik menggunakan formula di atas dengan
cetaceum sebagai pengganti carnauba wax diperoleh hasil bahwa basis lipstik
yang dihasilkan bagus, sehingga dilakukan modifikasi perbandingan yang sama
dari formula dasar dengan penambahan konsentrasi warna ekstrak kubis merah
yang berbeda.
Ekstrak kubis merah tidak dapat larut dalam oleum ricini sehingga perlu
ditambahkan propilen glikol untuk melarutkan zat warna tersebut. Konsentrasi
propilen glikol yang digunakan untuk melarutkan ekstrak kubis merah adalah 5%.
itu diperlukan emulgator untuk menyatukan dasar lemak dari lipstik dengan
ekstrak kubis merah. Emulgator yang digunakan adalah asam oleat dengan
konsentrasi yang diperoleh berdasarkan orientasi adalah 1%.
Sesuai dengan hasil orientasi terhadap konsentrasi ekstrak kubis merah
dalam sediaan lipstik diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi 5% konsistensi
sediaan lipstiknya bagus akan tetapi warna yang dihasilkan sediaan terlalu muda
sehingga warna sediaan tidak dapat menempel dengan baik saat dioleskan pada
kulit punggung tangan bahkan sampai 7 kali pengolesan. Pada konsentrasi 10%,
warna sediaan yang dihasilkan cukup baik karena warna sudah dapat menempel
dengan baik saat dioleskan pada kulit punggung tangan pada pengolesan ke-4 dan
warna pada sediaan menunjukkan warna merah terang. Orientasi dilanjutkan
dengan menggunakan ekstrak kubis merah konsentrasi 15%, 20%, dan 25%. Pada
konsentrasi 30 % konsentrasi zat warna sudah terlalu banyak sehingga konsistensi
lipstik menjadi kurang bagus. Selain itu warna yang dihasilkan pada sediaan
lipstik terlalu tua sehingga dari segi penampilan sediaan menjadi kurang menarik.
Sesuai dengan hasil orientasi maka konsentrasi ekstrak kubis merah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah 10%, 15%, 20%, dan 25% karena warna
dan konsistensi sediaan yang dihasilkan cukup baik. Maka dilakukan modifikasi
3.4.2 Modifikasi formula
Tabel 3. Modifikasi Formula Sediaan Lipstik Dengan Ekstrak Kubis Merah
Dalam Berbagai Konsentrasi
Sediaan 1 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 10% Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 15% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 20% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 25% Sediaan 5 : Formula tanpa ekstrak kubis merah
3.4.3 Prosedur Pembuatan Lipstik
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Ekstrak kubis merah, nipagin, propilen glikol, oleum ricini ditimbang.
Nipagin dilarutkan dalam propilen glikol lalu dilarutkan ekstrak dalam propilen
glikol yang telah mengandung nipagin. Kemudian tambahkan oleum ricini. Aduk
hingga homogen (campuran A). Cera alba, lanolin, vaselin alba, cetaceum dan
setil alkohol ditimbang, dimasukkan dalam cawan, kemudian dileburkan di atas
penangas air (campuran B). Campuran A ditambahkan perlahan-lahan pada
campuran B yang telah berada dalam cawan, kemudian diaduk hingga homogen,
dimasukkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai membeku. Setelah membeku
massa dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan dalam wadah (roll up lipstick).
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
Pemeriksaan mutu fisik dilakukan terhadap masing-masing sediaan lipstik.
Pemeriksaan mutu fisik sediaan meliputi: pemeriksaan homogenitas, titik lebur
lipstik, kekuatan lipstik, stabilitas sediaan yang mencakup pengamatan terhadap
perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan, uji oles, dan pemeriksaan pH.
3.5.1 Pemeriksaan Homogenitas
Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat dari ekstrak kubis merah
diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan
pada kulit punggung tangan. Sediaan dikatakan homogennjika warna yang
menempel pada kulit punggung merata.
3.5.2 Pemeriksaan Titik Lebur Lipstik
Pengamatan dilakukan terhadap titik lebur lipstik dengan cara melebur
lipstik. Sediaan lipstik yang baik adalah sediaan lipstik dengan titik lebur pada
suhu diatas 500C (Vishwakarma et all, 2011)
3.5.3 Pemeriksaan Kekuatan Lipstik
Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara lipstik
diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira 0,5 inci dari tepi, digantungkan
beban yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara
berangsur-angsur dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik dan berat dimana
lipstik patah dipertimbangkan sebagai breaking point (Vishwakarma et all, 2011).
3.5.4 Uji Oles
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel
sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap masing-masing sediaan
yang dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan
(Keithler, 1956).
3.5.5 Pemeriksaan Stabilitas Sediaan
Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk, warna, dan bau dari
sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan
pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari
ke-30 (Safitri, 2010).
3.5.6 Penentuan pH Sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter:
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades lalu
dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1 % yaitu ditimbang
1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml air suling. Kemudian elektroda
dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai
konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins,
3.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Untuk menjamin keamanan lipstik dan tingkat kesukaan terhadap lipstik
dari ekstrak kubis merah maka dilanjutkan dengan uji iritasi dan uji kesukaan
(Hedonic Test) terhadap sediaan yang dibuat.
3.6.1 Uji Iritasi
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan lipstik yang dibuat menggunakan
ekstrak kubis merah dengan maksud untuk mengetahui bahwa lipstik yang dibuat
dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak.
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka (Patch
Test) pada lengan bawah bagian dalam terhadap 10 orang panelis. Uji tempel
terbuka dilakukan dengan mengoleskan sediaan yang dibuat pada lokasi lekatan
dengan luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), dibiarkan terbuka dan diamati apa yang
terjadi. Uji ini dilakukan sebanyak 3 kali sehari selama tiga hari berturut-turut
untuk sediaan yang paling tinggi. Reaksi iritasi positif ditandai oleh adanya
kemerahan, gatal-gatal, atau bengkak pada kulit lengan bawah bagian dalam yang
diberi perlakuan. Adanya kulit merah diberi tanda (+), gatal-gatal (++), bengkak
(+++), dan yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa diberi tanda (-).
3.6.2 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis
terhadap sediaan lipstik yang dibuat. Uji kesukaan ini dilakukan secara visual
terhadap 30 orang panelis. Setiap panelis diminta untuk mengoleskan lipstik yang
dibuat dengan berbagai konsentrasi ekstrak kubis merah pada kulit punggung
tangannya. Kemudian panelis memilih warna lipstik mana yang paling
pengamatan pada uji kesukaan adalah kemudahan pengolesan sediaan lipstik,
homogenitas dan intensitas warna sediaan lipstik saat dioleskan pada kulit
punggung tangan. Kemudian dihitung persentase kesukaan terhadap
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan 4.1.1 Homogenitas Sediaan
Hasil pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa seluruh sediaan
mempunyai susunan yang homogen. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji oles
menunjukkan warna lipstik yang merata saat dioleskan pada kulit punggung
tangan.
4.1.2 Pemeriksaan Titik Lebur Tabel 4. Data Pemeriksaan Titik Lebur
Sediaan Titik Lebur (oC)
Sediaan 1 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 10% Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 15% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 20% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 25% Sediaan 5 : Formula tanpa ekstrak kubis merah
Berdasarkan pemeriksaan titik lebur diperoleh hasil yang berbeda-beda.
Semakin besar konsentrasi zat warna maka titik lebur akan semakin rendah. Hal
ini disebabkan oleh penambahan ekstrak kubis merah. Semakin banyak ekstrak
kubis merah yang ditambahkan maka komposisi lemak dan lilin pada lipstik
semakin berkurang sehingga mempengaruhi titik leburnya.
rendah yaitu 58 oC. Sedangkan untuk titik lebur yang paling tinggi dihasilkan oleh
sediaan 1 yaitu ekstrak kubis merah 10% yaitu 63 oC memiliki titik lebur yang
hampir sama dengan lipstik tanpa ekstrak kubis merah yaitu 65 oC. Berdasarkan
hasil yang diperoleh tersebut lipstik ekstrak kubis merah telah memenuhi
persyaratan suhu lebur.
Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang
mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38oC. Tetapi karena harus
memperhatikan faktor ketahanan terhadap suhu cuaca sekelilingnya, terutama
suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yang dianggap lebih
sesuai diatur pada suhu lebih kurang 62oC, biasanya berkisar antara 55-75oC
(Ditjen POM, 1985).
4.1.3 Pemeriksaan Kekuatan Lipstik Tabel 5. Data Pemeriksaan Kekuatan Lipstik
Sediaan Penambahan berat (gram)
1 70
Sediaan 1 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 10% Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 15% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 20% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 25% Sediaan 5 : Formula tanpa ekstrak kubis merah
Sediaan 6 : Lipstik Merek S
Berdasarkan pemeriksaan kekuatan lipstik dapat dilihat bahwa semua
sediaan memiliki kekuatan yang hampir sama dengan salah satu lipstik yang
diperoleh dapat dikatakan bahwa semua sediaan lipstik memiliki kekuatan yang
baik.
Sediaan tanpa ekstrak kubis merah memiliki kekuatan yang sama dengan
sediaan 1 yaitu ekstrak kubis merah 10% sebesar 70 gram. Pada sediaan 2 yaitu
ekstrak kubis merah 15% memiliki kekuatan yang lebih kecil dibanding sediaan 1
yaitu sebesar 68 gram. Sedangkan untuk ekstrak 20% dan 25% memiliki kekuatan
yang tidak jauh berbeda yaitu 66 dan 65 gram. Hasil kekuatan tersebut bervariasi
karena pengaruh penambahan ekstrak kubis merah. Semakin banyak ekstrak kubis
merah yang ditambahkan maka komposisi lemak dan lilin pada lipstik semakin
berkurang sehingga mempengaruhi kekuatannya. Maka dapat dilihat bahwa
semakin banyak penambahan ekstrak kubis merah maka kekuatan lipstik akan
semakin berkurang.
4.1.4 Uji Oles
Hasil uji oles menunjukkan bahwa semua sediaan menghasilkan
pengolesan yang sangat baik dengan 5 kali pengolesan. Terutama untuk sediaan 3
dan 4 yaitu lipstik dengan konsentrasi 20% dan 25%. Hal ini ditandai dengan 1
kali pengolesan menghasilkan warna pengolesan yang intensif dan merata saat
dioleskan pada kulit punggung tangan. Sedangkan untuk sediaan 1 memberikan
warna yang intensif dan merata setelah pengolesan ke-4. Ini menunjukkan bahwa
sediaan 1 menghasilkan pengolesan yang kurang baik dibandingkan sediaan 3 dan
4 sedangkan untuk sediaan ke 2 lebih mudah dioleskan dibandingkan sediaan 1
karena dengan 3 kali pengolesan sediaan telah memberikan warna yang intensif
dan merata. Berdasarkan hasil uji oles diatas dapat diketahui bahwa sediaan lipstik
sediaan memberikan warna yang intensif, merata dan homogen saat dioleskan
pada kulit punggung tangan.
4.1.5 Stabilitas Sediaan
Tabel 6. Data Pengamatan Perubahan Bentuk, Warna, dan Bau Sediaan
Keterangan: b : baik mt : merah tua
p : putih mh : merah hati
mtr : merah terang bk : bau khas
mm : merah maron
Hasil uji stabilitas sediaan lipstik menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat tetap stabil dan tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan bentuk
dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 30 hari pengamatan.
Dari hasil pengamatan bentuk diperoleh hasil bahwa seluruh bentuk
sediaan tidak mengalami perubahan selama 30 hari pengamatan. Seluruh bentuk
sediaan tetap memiliki bentuk dan konsistensi yang baik yaitu tidak keluar air dan
Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)
tidak meleleh pada penyimpanan suhu kamar.
Dari hasil pengamatan warna diperoleh hasil bahwa sediaan pada
konsentrasi yang berbeda tidak mengalami perubahan warna selama
penyimpanan. Warna pada konsentrasi 0% menunjukkan warna putih, konsentrasi
10% memberikan warna merah terang, konsentrasi 15% memberikan warna
merah maron, konsentrasi 20% memberikan warna merah tua, dan konsentrasi
25% memberikan warna merah hati. Sedangkan hasil pengamatan bau diperoleh
bahwa bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan lipstik adalah bau khas dari
parfum yang digunakan yaitu parfum strawberry. Bau sediaan tetap stabil dalam
penyimpanan selama 30 hari pengamatan pada suhu kamar.
4.1.6 Pemeriksaan pH
Tabel 7. Data Pengukuran pH Sediaan
Sediaan pH
Sediaan 1 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 10% Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 15% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 20% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 25% Sediaan 5 : Formula tanpa ekstrak kubis merah
Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi
ekstrak kubis merah maka pH akan semakin rendah. Hal ini disebabkan ekstrak
kubis memiliki pH 3,0 karena kandungan vitamin C yang cukup banyak yaitu
sekitar 25%. Sehingga semakin banyak ekstrak kubis yang ditambahkan pada
Dari hasil pemeriksaan dapat dilihat bahwa sediaan 5 tanpa ekstrak kubis
merah adalah 6,8 sedangkan sediaan yang dibuat dengan menggunakan ekstrak
kubis merah memiliki pH berkisar 4. Marchionini (1929) dalam buku Tranggono
dan Latifah, (2007), menemukan bahwa stratum korneum dilapisi oleh suatu
lapisan tipis lembab yang bersifat asam, sehingga ia menamakannya sebagai
“mantel asam kulit”. Marchionini menemukan pH mantel asam kulit itu antara
3,5-5. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat cukup aman dan
tidak menyebabkan iritasi pada bibir. Semakin alkalis atau semakin asam bahan
yang mengenai kulit, semakin sulit kulit untuk menetralisirnya dan kulit dapat
menjadi kering, pecah-pecah, sensitif, dan mudah terkena infeksi. Oleh karena itu
pH kosmetika diusahakan sama atau sedekat mungkin dengan pH fisiologis
“mantel asam” kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
4.2 Hasil Uji Iritasi Tabel 8. Data Uji Iritasi
Pengamatan Panelis
1 2 3 4 5 6
Kulit kemerahan (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kulit gatal-gatal (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Kulit bengkak (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Keterangan: (-) : tidak terjadi iritasi (++) : kulit gatal-gatal (+) : kulit kemerahan (+++) : kulit bengkak
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 10 panelis yang
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan lipstik yang dibuat pada kulit lengan
bawah bagian dalam selama tiga hari berturut-turut, menunjukkan bahwa semua
yaitu adanya kulit merah, gatal-gatal, ataupun adanya pembengkakan. Dari hasil
uji iritasi tersebut dapat disimpulkan bahwa sediaan lipstik yang dibuat aman
untuk digunakan (Tranggono dan Latifah, 2007).
4.3 Hasil Uji Kesukaan (Hedonic Test) Tabel 9. Data Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Berdasarkan data uji kesukaan (Hedonic Test) terhadap 30 orang
panelis, diketahui bahwa sediaan lipstik yang paling disukai oleh panelis adalah
sediaan 3 yaitu lipstik dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 20% dengan
persentase kesukaan 70%. Hal ini karena lipstik dengan konsentrasi 20% sangat
mudah dioleskan dan memberikan warna yang menarik dan tidak terlalu muda
ataupun tua. Tidak jauh berbeda dengan sediaan 3, sediaan 4 yaitu ekstrak kubis
merah 25% memiliki persentase kesukaan yang hampir sama yaitu sebesar
66,67%. Hal ini dikarenakan sediaan 4 mudah dioleskan seperti sediaan 3.
Sediaan 1 yaitu lipstik dengan konsentrasi ekstrak kubis merah 10% memiliki
persentase kesukaan yang paling rendah yaitu sebesar 26,67%. Hal ini
dikarenakan warna yang dihasilkan terlalu muda dan sukar memberikan warna
pada saat dioleskan. Persentase kesukaan sediaan 2 dengan ekstrak kubis merah
15% lebih banyak dibandingkan ekstrak kubis merah 10% yaitu 56,67%, karena
sediaan lebih mudah dioleskan dibandingkan sediaan 1 dan memberikan warna
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Ekstrak kubis merah dapat diformulasi sebagai pewarna dalam sediaan
lipstik dengan bantuan propilen glikol sebagai pelarut dan asam oleat sebagai
emulgator. Bertambahnya konsentrasi ekstrak kubis merah yang digunakan dalam
formula maka bertambah pekat warna sediaan lipstik yang dihasilkan. Lipstik
yang paling disukai adalah lipstik dengan konsentrasi 20% yang memiliki
persentase kesukaan sebesar 70%.
Hasil penentuan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat stabil, tidak menunjukkan adanya perubahan bentuk, warna dan bau
dalam penyimpanan selama 30 hari, memiliki susunan yang homogen, pH 3,8-4,7,
memiliki titik lebur 58-63 oC dan memiliki kekuatan lipstik 65-70 gram.
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan menunjukkan bahwa sediaan lipstik
yang dibuat tidak menyebabkan iritasi dan cukup aman untuk digunakan.
5.2 Saran
Disarankan untuk dilakukan penelitian selanjutnya mengenai formulasi
sediaan kosmetik lain seperti eye shadow ataupun pemerah pipi menggunakan