FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA TASBIH (Canna hybrida L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
OLEH:
CUT ALFAINI RAHMAH FAUZANA
NIM 091524012
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA TASBIH (Canna hybrida L.)
SEBAGAI PEWARNA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
CUT ALFAINI RAHMAH FAUZANA
NIM 091524012
PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
PENGESAHAN SKRIPSI
FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN
EKSTRAK BUNGA TASBIH (
Canna hybrida
L.)
SEBAGAI PEWARNA
OLEH:
CUT ALFAINI RAHMAH FAUZANA
NIM 091524012
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Pada tanggal: 26 April 2013
Pembimbing I,
Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Panitia Penguji
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
Pembimbing II, Dra. Djendakita Purba, M.Si., Apt. NIP 195107031977102001
Dra. Saodah, M.Sc., Apt. NIP 194901131976032001
Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. 196005111989022001
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt. NIP 195404121987012001
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Alhamdulillah, penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Formulasi Lipstik
Menggunakan Ekstrak Bunga Tasbih (Canna hybrida L) Sebagai Pewarna”
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Ibu Dra. Djendakita Purba, M.Si.,
Apt., dan Ibu Dra. Saodah, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu, memberi bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., Ibu Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt., dan Ibu
Dra. Lely Sari Lubis, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran, arahan, kritik dan ilmu pengetahuan kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih kepada Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak Dr. Martua
Pandapotan Nasution, MPS., Apt., selaku penasehat akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini dan Bapak/Ibu staf
pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa
perkuliahan. Terima kasih kepada Ibu kepala Laboratorium Farmasetika Dasar
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Suami
tercinta Muhammad Sanusi Hasibuan, Ayahanda tercinta Drs. Syamsul Bahri dan
Ibunda tercinta Ramsiah yang tiada hentinya berkorban dengan tulus ikhlas bagi
kesuksesan penulis, juga kepada Kakanda tercinta Cut Ramsuliana, dan Adinda
Ariful Hanif Bahri serta teman-teman mahasiswa Farmasi yang selalu mendoakan,
memberi nasehat, menyayangi dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua
doa, kasih sayang, keikhlasan, semangat dan pengorbanan baik moril maupun
materil.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, April 2013 Penulis,
Cut Alfaini Rahmah Fauzana
FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK
BUNGA TASBIH (
Canna hybrida
L.) SEBAGAI PEWARNA
ABSTRAK
Bunga tasbih (Canna hybrida L.) memiliki berbagai warna yang menarik diantaranya adalah warna merah, warna merah berasal dari antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Antosianin ini memiliki berbagai manfaat, diantaranya sebagai pewarna alami sehingga dapat menjadi alternatif dalam pewarna kosmetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat lipstik dengan memanfaatkan pewarna alami yang terkandung dalam bunga tasbih.
Zat warna dari bunga tasbih diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% dengan penambahan 2% asam sitrat dan 0,1% natrium metabisulfit. Formulasi sediaan lipstik terdiri dari cera alba, vaselin alba, setil alkohol, carnauba wax, oleum ricini, lanolin, propilen glikol, titanium dioksida, butil hidroksitoluen, Tween 80, parfum dan nipagin serta penambahan pewarna ekstrak bunga tasbih dengan konsentrasi 32, 34, 36, 38 dan 40%. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup pemeriksaan homogenitas, titik lebur lipstik, kekuatan lipstik, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna, dan bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, pemeriksaan pH, uji iritasi pada manusia dan uji kesukaan
(hedonic test) pada punggung tangan.
Hasil ekstraksi bunga tasbih memiliki rendemen 4,596%. Hasil pemeriksaan mutu fisik lipstik menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih menunjukkan bahwa sediaan homogen, memiliki titik lebur 61-63oC, memiliki kekuatan lipstik yang baik yaitu 84,98-144,98 g, stabil, mudah dioleskan dengan warna yang merata, pH berkisar antara 3,7-4,1, tidak menyebabkan iritasi. Sediaan yang disukai adalah sediaan dengan konsentrasi ekstrak bunga tasbih 38 dan 40%.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak bunga tasbih dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi lipstik.
FORMULATION OF LIPSTICK USING TASBIH FLOWER EXTRACT (Canna hybrida L.) AS COLORANT
ABSTRACT
Canna hybrida L. has various interesting colors and one of them is red, it
is comes from anthocyanin pigments which are flavonoid compounds. Anthocyanins have various benefits, one of them is natural dye so that can become alternative in cosmetics colorant. The purpose of this research was to make lipstick using natural coloring agent which contained in tasbih flower.
The dye from tasbih flower extract has extracted by the method of maceration using ethanol 96% with the addition of 2% citric acid and 0,1% natrium methabisulfit. The formulation of lipstick preparation consist of cera alba, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, carnauba wax, castor oil, lanolin, propylene glycol, titanium dioxide, butylated hydroxytoluen, Tween 80, parfume and nipagin with the addition of tasbih flower extract with the concentration of 32, 34, 36, 38, and 40%. The test of product preparation included the physical quality inspection such as homogenity test, melting point, breaking point, stability test of shape alteration, colour and odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test, irritation test on human and hedonic test in back of hand.
The result of extraction of tasbih flower has the yield 4.596%. The result of physical quality inspections of lipstick using tasbih flower extract show that the preparations was homogeneus, has the melting point of 61-63oC, has the good breaking point of 84.98-144.98 g, it was stable and easily applied with a uniform colour, with the pH ranging between 3.7-4.1, was not cause irritation. The preferred product was tasbih flower extract which concentration were 38 and 40%.
Based on this research is conluded that tasbih flower extract can used as colorant in lipstick formulation.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1 Uraian Tumbuhan ... 5
2.1.1 Sistematika tumbuhan ... 5
2.1.2 Manfaat dan kandungan kimia ... 6
2.2 Antosianin ... 6
2.4 Kulit ... 9
2.5 Bibir ... 9
2.6 Kosmetik ... 10
2.6.1 Kosmetik dekoratif ... 11
2.6.1.1 Peran zat warna dalam kosmetik dekoratif ... 12
2.7 Lipstik ... 14
2.7.1 Komponen utama dalam sediaan lipstik ... 15
2.7.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik ... 17
2.8 Evaluasi Lipstik ... 18
2.8.1 Pemeriksaan titik lebur lipstik ... 18
2.8.2 Pemeriksaan kekuatan lipstik ... 18
2.8.3 Stabilitas sediaan ... 19
2.8.4 Uji oles ... 19
2.8.5 Penentuan pH sediaan ... 19
2.9 Uji Tempel (Patch Test) ... 20
2.10 Uji kesukaan (Hedonic Test) ... 21
BAB III METODE PENELITIAN ... 23
3.1 Alat dan Bahan ... 23
3.1.1 Alat ... 23
3.1.2 Bahan ... 23
3.2 Penyiapan Sampel ... 23
3.2.1 Pengumpulan sampel ... 23
3.2.2 Identifikasi tumbuhan ... 24
3.3 Pembuatan Ekstrak Bunga Tasbih ... 24
3.4 Pembuatan Lipstik dengan Pewarna Ekstrak Bunga Tasbih dalam Berbagai Konsentrasi ... 24
3.4.1 Formula ... 24
3.4.2 Modifikasi formula ... 25
3.4.3 Prosedur pembuatan lipstik ... 26
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 27
3.5.1 Pemeriksaan homogenitas ... 27
3.5.2 Pemeriksaan titik lebur lipstik ... 27
3.5.3 Pemeriksaan kekuatan lipstik ... 28
3.5.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan ... 28
3.5.5 Uji oles ... 28
3.5.6 Penentuan pH sediaan ... 29
3.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 29
3.6.1 Uji iritasi ... 29
3.6.2 Uji kesukaan (Hedonic Test) ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
4.1 Hasil Ekstraksi Bunga Tasbih ... 31
4.2 Hasil Formulasi Sediaan Lipstik ... 31
4.3 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan ... 31
4.3.1 Homogenitas sediaan ... 31
4.3.2 Titik lebur lipstik ... 32
4.3.3 Kekuatan lipstik ... 33
4.3.5 Uji oles ... 35
4.3.6 Pemeriksaan pH ... 36
4.4 Hasil Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test) ... 37
4.4.1 Hasil uji iritasi ... 37
4.4 2 Hasil uji kesukaan (Hedonic Test) ... 38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41
5.1 Kesimpulan ... 41
5.2 Saran ... 41
DAFTAR PUSTAKA ... 42
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Modifikasi formula sediaan lipstik menggunakan pewarna
ekstrak bunga tasbih dalam berbagai konsentrasi ... 26
4.1 Data pemeriksaan titik lebur ... 32
4.2 Data pemeriksaan kekuatan lipstik ... 34
4.3 Data pengamatan perubahan bentuk, warna, dan bau sediaan ... 35
4.4 Data pengukuran pH sediaan ... 37
4.5 Data uji iritasi ... 38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Hasil identifikasi tumbuhan ... 44
2. Bagan ekstraksi zat warna bunga tasbih ... 45
3. Perhitungan bahan untuk formulasi lipstik ... 46
4. Kuesioner uji kesukaan (hedonic test) ... 50
5. Perhitungan rendemen ... 51
6. Perhitungan uji kesukaan (hedonic test) ... 52
7. Gambar tumbuhan bunga tasbih ... 58
8. Gambar bunga tasbih ... 59
9. Gambar lipstik dengan dan tanpa menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih ... 60
10. Gambar hasil uji oles ... 61
11. Gambar hasil uji homogenitas ... 62
FORMULASI LIPSTIK MENGGUNAKAN EKSTRAK
BUNGA TASBIH (
Canna hybrida
L.) SEBAGAI PEWARNA
ABSTRAK
Bunga tasbih (Canna hybrida L.) memiliki berbagai warna yang menarik diantaranya adalah warna merah, warna merah berasal dari antosianin yang merupakan turunan senyawa flavonoid. Antosianin ini memiliki berbagai manfaat, diantaranya sebagai pewarna alami sehingga dapat menjadi alternatif dalam pewarna kosmetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat lipstik dengan memanfaatkan pewarna alami yang terkandung dalam bunga tasbih.
Zat warna dari bunga tasbih diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan etanol 96% dengan penambahan 2% asam sitrat dan 0,1% natrium metabisulfit. Formulasi sediaan lipstik terdiri dari cera alba, vaselin alba, setil alkohol, carnauba wax, oleum ricini, lanolin, propilen glikol, titanium dioksida, butil hidroksitoluen, Tween 80, parfum dan nipagin serta penambahan pewarna ekstrak bunga tasbih dengan konsentrasi 32, 34, 36, 38 dan 40%. Pengujian terhadap sediaan yang dibuat meliputi pemeriksaan mutu fisik sediaan mencakup pemeriksaan homogenitas, titik lebur lipstik, kekuatan lipstik, uji stabilitas terhadap perubahan bentuk, warna, dan bau selama penyimpanan 30 hari pada suhu kamar, uji oles, pemeriksaan pH, uji iritasi pada manusia dan uji kesukaan
(hedonic test) pada punggung tangan.
Hasil ekstraksi bunga tasbih memiliki rendemen 4,596%. Hasil pemeriksaan mutu fisik lipstik menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih menunjukkan bahwa sediaan homogen, memiliki titik lebur 61-63oC, memiliki kekuatan lipstik yang baik yaitu 84,98-144,98 g, stabil, mudah dioleskan dengan warna yang merata, pH berkisar antara 3,7-4,1, tidak menyebabkan iritasi. Sediaan yang disukai adalah sediaan dengan konsentrasi ekstrak bunga tasbih 38 dan 40%.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa ekstrak bunga tasbih dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi lipstik.
FORMULATION OF LIPSTICK USING TASBIH FLOWER EXTRACT (Canna hybrida L.) AS COLORANT
ABSTRACT
Canna hybrida L. has various interesting colors and one of them is red, it
is comes from anthocyanin pigments which are flavonoid compounds. Anthocyanins have various benefits, one of them is natural dye so that can become alternative in cosmetics colorant. The purpose of this research was to make lipstick using natural coloring agent which contained in tasbih flower.
The dye from tasbih flower extract has extracted by the method of maceration using ethanol 96% with the addition of 2% citric acid and 0,1% natrium methabisulfit. The formulation of lipstick preparation consist of cera alba, petroleum jelly alba, cetyl alcohol, carnauba wax, castor oil, lanolin, propylene glycol, titanium dioxide, butylated hydroxytoluen, Tween 80, parfume and nipagin with the addition of tasbih flower extract with the concentration of 32, 34, 36, 38, and 40%. The test of product preparation included the physical quality inspection such as homogenity test, melting point, breaking point, stability test of shape alteration, colour and odor during storage in 30 days at room temperature, smear test, pH test, irritation test on human and hedonic test in back of hand.
The result of extraction of tasbih flower has the yield 4.596%. The result of physical quality inspections of lipstick using tasbih flower extract show that the preparations was homogeneus, has the melting point of 61-63oC, has the good breaking point of 84.98-144.98 g, it was stable and easily applied with a uniform colour, with the pH ranging between 3.7-4.1, was not cause irritation. The preferred product was tasbih flower extract which concentration were 38 and 40%.
Based on this research is conluded that tasbih flower extract can used as colorant in lipstick formulation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kosmetika merupakan hal yang penting dalam kehidupan, begitu luas
penggunannya baik untuk laki-laki maupun perempuan. Produk-produk itu
dipakai secara berulang setiap hari di seluruh tubuh, mulai dari rambut sampai
ujung kaki, sehingga diperlukan persyaratan aman untuk digunakan (Tranggono
dan Latifah, 2007).
Pewarna bibir merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk
mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika
dalam tata rias wajah. Pewarna bibir atau lebih dikenal dengan nama lipstik
adalah produk yang sangat umum digunakan khususnya oleh para wanita, karena
bibir dianggap sebagai bagian penting dalam penampilan seseorang
(Wasitaatmadja, 1997).
Bibir merupakan kulit yang memiliki ciri tersendiri, sehingga
menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu
hendaknya berhati-hati dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan
pewarna bibir, terutama dalam hal memilih zat warna yang digunakan untuk
maksud pembuatan sediaan tersebut (Ditjen POM, 1985).
Dalam daftar lampiran Public Warning/Peringatan No.
HM.03.03.1.43.14.12.8256 tanggal 27 Desember 2012 tentang kosmetika
mengandung pewarna dilarang tercantum bahwa Zat Warna Merah K.3 (CI
tinta. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan
merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Rhodamin dalam
konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati (BPOM RI, 2012).
Menyadari akan berbagai kelemahan yang terjadi atas pewarna sintetik
tersebut dan seiring dengan berkembangnya gaya hidup back to nature, maka zat
warna alami semakin dibutuhkan keberadaannya karena dianggap lebih aman.
Penggunaan pewarna alami dalam formulasi lipstik merupakan salah satu solusi
untuk menghindari penggunaan pewarna sintetik yang berbahaya. Pewarna alami
adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari
sumber-sumber mineral. Zat warna ini sejak dahulu telah digunakan untuk
pewarna makanan dan sampai sekarang penggunaannya secara umum dianggap
lebih aman dari pada zat warna sintetis.
Indonesia kaya akan sumber flora dan banyak diantaranya dapat
digunakan sebagai bahan pewarna alami, diantara pewarna alami yang
mempunyai potensi untuk dikembangkan antara lain berasal dari bunga tasbih.
Di Indonesia tanaman tasbih merupakan salah satu tanaman hias yang
potensial. Tanaman ini memiliki warna bunga yang sangat beragam mulai dari
merah tua, merah muda kuning, sampai dengan kombinasi dari warna-warna
tersebut, karena keindahannya tersebut, maka tanaman tasbih mulai dipergunakan
sebagai ornamen taman kota, dan sebagai tanaman hias dalam pot. Beragamnya
warna bunga tasbih mengindikasikan bahwa bunga tersebut mengandung pigmen
alami (antosianin) yang dapat digunakan sebagai zat pewarna alami alternatif
Tanaman tasbih ini dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional,
memiliki rasa manis dan dapat digunakan sebagai penurun panas, menurunkan
tekanan darah dan penenang (tranquilizer) (Hidayat dan Saati, 2006).
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berkeinginan untuk
mengekstraksi zat warna dari bunga tasbih yang kemudian dilanjutkan pada
formulasi sediaan lipstik dengan menggunakan zat warna alami dari ekstrak bunga
tasbih.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
a. Apakah ekstrak bunga tasbih dapat digunakan sebagai pewarna dalam
formulasi lipstik?
b. Apakah lipstik menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih yang dibuat
stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar?
c. Apakah lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih sebagai pewarna tidak
menyebabkan iritasi saat digunakan?
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini
adalah:
a. Ekstrak bunga tasbih dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi
lipstik.
b. Lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih sebagai pewarna stabil dalam
penyimpanan pada suhu kamar.
c. Lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih sebagai pewarna tidak
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
a. Untuk membuat lipstik menggunakan zat warna yang diekstraksi dari
bunga tasbih.
b. Untuk mengetahui kestabilan lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih
dalam penyimpanan pada suhu kamar.
c. Untuk mengetahui apakah lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih tidak
menyebabkan iritasi saat digunakan.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Menginformasikan kepada masyarakat bahwa bunga tasbih berpotensi
digunakan sebagai pewarna dalam kosmetik
b. Meningkatkan daya guna bahan-bahan alami menjadi bahan yang lebih
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bunga Tasbih
Tanaman bunga tasbih tergolong tanaman terna besar, tahunan dengan
tinggi dapat mencapai 2 meter. Dalam tanah mempunyai rimpang yang tebal
seperti umbi dan berdaun lebar dan besar dengan sirip yang jelas warna hijau atau
tengguli. Tanaman ini memiliki bunga besar yang berwarna cerah, seperti merah
tua, merah muda, kuning cerah, kuning berbintik-bintik coklat.
Berdasarkan warna daunnya, tanaman tasbih dibedakan menjadi dua jenis
yaitu tasbih berdaun hijau dan tasbih berdaun merah atau keungu-unguan. Tasbih
yang berdaun hijau mempunyai warna bunga yang lebih beragam seperti kuning
cerah, merah muda, merah tua, dan kuning berbintik-bintik coklat. Sedangkan
tasbih berdaun merah umumnya kuntum bunganya berwarna merah tua. (Hidayat
dan Saati, 2006).
Buah tasbih berukuran kecil, berbentuk bulat dengan kulit berbintil-bintil
halus, dan didalamnya terdapat biji. Biji yang masih muda berwarna hijau
keputih-putihan, dan setelah matang berubah menjadi hitam mengkilap. Tanaman
tasbih hampir selalu ditanam sebagai tanaman hias, dan juga dapat tumbuh liar di
hutan dan daerah pegunungan sampai ketinggian ±1.000 meter dari permukaan
laut (Anonim, 2012).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan hasil identifikasi di Herbarium Medanense Universitas
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Cannaceae
Genus : Canna
Spesies : Canna hybrida L.
Nama Lokal : Bunga Tasbih
2.1.2 Manfaat dan kandungan kimia
Kegunaan tanaman tasbih belum banyak terungkap, namun biasanya
dimanfaatkan sebagai tanaman hias dan bahan obat tradisional. Bunga
tasbih bisa digunakan sebagai obat penurun panas, tekanan darah tinggi, haid
terlalu banyak, keputihan, sakit kuning, batuk darah, luka berdarah, dan jerawat.
Tanaman tasbih memiliki senyawa tanin dan saponin pada umbinya. Senyawa
yang terkandung dalam tanaman tasbih terutama akarnya, antara lain fenol,
terpena, kumarin, dan alkaloida. Bagian yang dapat dimafaatkan adalah rimpang,
daun, dan bunga dalam keadaan segar maupun kering (Anonim, 2012).
2.2. Antosianin
Pigmen antosianin terdapat dalam cairan sel tumbuhan, senyawa ini
berbentuk glikosida dan menjadi penyebab warna merah, biru, dan violet pada
banyak buah dan sayuran. Jika bagian gula dihilangkan dengan cara hidrolisis,
tersisa bagian aglukon dan disebut antosianidin. Bagian gula biasanya terdiri atas
satu atau dua molekul glukosa, galaktosa, dan ramnosa. Struktur dasar terdiri atas
Peningkatan jumlah gugus hidroksil cenderung meningkatkan warna menjadi
lebih biru. Peningkatan jumlah gugus metoksil meningkatkan warna menjadi lebih
berona merah. Terdapat enam antosianidin yang umum yaitu pelargonidin,
sianidin, delfinidin, peonidin, malvidin dan petunidin (Deman, 1997).
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar
luas dalam tumbuhan. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu
struktur aromatik tunggal, yaitu sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen
sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan
metilisasi atau glikosilasi (Harborne, 1987).
Antosianin terdapat dalam semua tumbuhan tingkat tinggi, banyak
ditemukan dalam bunga dan buah, tetapi ada juga yang ditemukan dalam daun,
batang, dan akar. Sebagian besar antosianin berwarna merah pada kondisi asam
dan berubah menjadi biru pada kondisi asam yang kurang. Selain itu, warna
antosianin juga terpengaruh oleh suhu, oksigen dan sinar UV (Anonim, 2011).
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM,
2000).
Ekstraksi menggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen
terhadap komponen lain dalam campuran dimana pelarut polar akan melarutkan
solute yang polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan solute yang non polar
2.3.1 Cara ekstraksi
Ada beberapa metode ekstraksi menurut Ditjen POM (2000) yaitu :
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan pelarut dengan
perendaman dan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan
penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
3. Refluks
Refluks adalah cara ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik.
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang pada umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
5. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50oC.
6. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai titik
Ekstraksi antosianin umumnya menggunakan metode maserasi yaitu
proses pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengadukan pada temperatur ruangan (Ditjen POM, 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen POM, 1995).
2.4 Kulit
Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar. Kulit terbagi atas dua lapisan utama, yaitu :
1. Epidermis (kulit ari), sebagai lapisan paing luar.
2. Dermis (korium, kutis, kulit jangat).
Dari sudut kosmetika, epidermis merupakan bagian kulit yang menarik
karena kosmetika dipakai pada epidermis. Lapisan epidermis terdiri atas stratum
korneum, stratum lusidium, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum
basalis (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.5 Bibir
Kulit bibir memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis.
Stratum germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan
aliran darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak
terdapat kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam
terdapat kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak,
sehingga dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung
mengering, pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah
berpenetrasi ke stratum germinativum (Ditjen POM, 1985).
Daerah vermillion adalah bingkai merah bibir, merupakan daerah transisi
dimana kulit bibir bergabung ke dalam membran mukosa. Ini merupakan daerah
dimana wanita sering mengaplikasikan lipstik (Woelfel and Scheild, 2002).
Bibir tiap orang apapun warna kulitnya, berwana merah. Warna merah
disebabkan warna darah yang mengalir di dalam pembuluh di lapisan bawah kulit
bibir. Pada bagian ini warna itu terlihat lebih jelas karena pada bibir tidak
ditemukan satu lapisan kulit paling luar, yaitu lapisan stratum corneum (lapisan
tanduk). Jadi kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah, karena itu bibir jadi lebih
mudah luka dan mengalami pendarahan (Ditjen POM, 1985).
2.6 Kosmetik
Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti ”berhias”.
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat di sekitarnya. Namun, sekarang kosmetika tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan
kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).
Penggolongan kosmetik menurut kegunaaanya bagi kulit adalah sebagai
berikut (Tranggono dan Latifah, 2007):
1. Kosmetik perawatan kulit (skin-care cosmetics)
Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk
a. Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser)
b. Kosmetik untuk melembabkan kulit (mouisturizer)
c. Kosmetik pelindung kulit
d. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling)
2. Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up)
Jenis ini diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga
menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek
psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confidence).
2.6.1 Kosmetik dekoratif
Tujuan awal penggunaan kosmetika adalah mempercantik diri yaitu usaha
untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat
dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terpapar oleh pandangan
sehingga terlihat lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat)
yang ada (Wasitaatmadja, 1997).
Berdasarkan bagian tubuh yang dirias, kosmetika dekoratif dapat dibagi
menjadi (Wasitaatmadja, 1997):
1. Kosmetika rias kulit (wajah)
2. Kosmetika rias bibir
3. Kosmetika rias rambut
4. Kosmetika rias mata
5. Kosmetika rias kuku
Pemakaian kosmetika dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada
kesehatan kulit. Persyaratan untuk kosmetika dekoratif antara lain:
b. Bau yang harum menyenangkan
c. Tidak lengket
d. Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
e. Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku, dan lainnya.
2.6.1.1Peranan zat warna dalam kosmetik dekoratif
Dalam kosmetik dekoratif, zat pewarna memegang peranan sangat besar,
untuk itu sebelum membahas preparat kosmetik dekoratif, terlebih dahulu
dibicarakan berbagai zat warna yang sering dipakai dalam pembuatan kosmetik
dekoratif.
Zat warna untuk kosmetik dekoratif berasal dari berbagai kelompok:
1. Zat warna alam yang larut
Zat ini sekarang sudah jarang dipakai dalam kosmetik. Sebetulnya dampak zat
warna alam ini pada kulit lebih baik dari pada zat warna sintetis, tetapi
kekuatan pewarnaannya relatif lemah, tak tahan cahaya, dan relatif mahal.
Misalnya alkalain zat warna merah yang diekstrak dari kulit akar alkana
(Radix alcannae); klorofil daun-daun hijau.
2. Zat warna sintetis yang larut
Zat warna sintetis pertama kali disintetis dari aniline, sekarang benzene,
toluene, anthracene, dan hasil isolasi dari coal-tar lain yang berfungsi sebagai
produk awal bagi kebanyakan zat warna dalam kelompok ini sehingga sering
disebut sebagai zat warna aniline atau coal-tar. Sekarang lebih dari 1.000 zat
warna dari coal-tar yang berhasil diciptakan, tetapi hanya sebagian yang
Sifat-sifat zat warna sintetis yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Tone dan intensitas harus kuat sehingga jumlah sedikit pun sudah
memberi warna.
b. Harus bisa larut dalam air, alcohol, minyak, atau salah satunya
c. Sifat yang berhubungan dengan pH. Beberapa zat warna hanya larut dalam
pH asam, lainnya hanya dalam pH alkalis.
d. Kelekatan pada kulit atau rambut. Daya lekat berbagai zat warna pada
kulit dan rambut berbeda-beda.
e. Toksisitas. Yang toksis harus dihindari.
3. Pigmen-pigmen alam
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara
alamiah, misalnya aluminium silikat, yang warnanya tergantung pada
kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, coklat,
merah bata, coklat tua).
4. Pigmen-pigmen sintetis
Pigmen sintetis putih seperti zinc oxide dan titanium oxide termasuk dalam
kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya
memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi
juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya.
5. Lakes alam dan sintetis
Lakes dibuat dengan mempresipitasikan satu tau lebih zat warna yang larut air
di dalam satu atau lebih substrat yang tidak larut dan mengikatnya sedemikian
rupa (biasanya dengan reaksi kimia) sehingga produk akhirnya menjadi bahan
Kebanyakan lakes dewasa ini dibuat dari zat warna sintetis. Lakes yang dibuat
dari zat-zat warna asal coar-tar merupakan zat pewarna terpenting di dalam
bedak, lipstick, dan make-up warna lainnya, karena lebih cerah dan lebih
kompatibel dengan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.7 Lipstik
Lipstik adalah cat bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick),
dimana zat warna terdispersi di dalam campuran minyak, lemak dan lilin
(Wasitaatmadja, 1997). Fungsinya adalah untuk memberikan warna bibir menjadi
merah, semerah delima merekah, yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah
sehat dan menarik (Ditjen POM, 1985).
Persyaratan lipstik yang dituntut oleh masyarakat sebagai berikut
(Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Melapisi bibir secara mencukupi
b. Dapat bertahan ( tidak mudah luntur)
c. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket
d. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
e. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
f. Memberikan warna yang merata pada bibir
g. Penampilan menarik, baik warna, bau, maupun bentuknya
h. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik,
atau memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik.
Lipstik terdiri dari zat warna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat
dari campuran lilin dan minyak, dalam komposisi yang sedemikian rupa sehingga
yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang mendekati suhu bibir yaitu
antara 36-38oC. Tetapi karena harus memperhatikan faktor ketahanan terhadap
suhu cuaca sekelilingnya, terutama suhu daerah tropik, suhu lebur lipstik dibuat
lebih tinggi, yang dianggap lebih sesuai diatur pada suhu ± 62oC, biasanya
berkisar antara 55-75oC (Ditjen POM, 1985).
2.7.1 Komponen utama dalam sediaan lipstik
Adapun komponen utama dalam sediaan lipstik terdiri dari minyak, lilin ,
lemak dan zat warna.
1. Minyak
Minyak yang digunakan dalam lipstik harus memberikan kelembutan,
kilauan, dan berfungsi sebagai medium pendispersi zat warna (Poucher,
200). Minyak yang sering digunakan antara lain minyak jarak, minyak
mineral dan minyak nabati lain. Minyak jarak merupakan minyak nabati
yang unik karena memiliki viskositas yang tinggi dan memiliki
kemampuan melarutkan staining-dye dengan baik. Minyak jarak
merupakan salah satu komponen penting dalam banyak lipstik modern.
Viskositasnya yang tinggi adalah salah satu keuntungan dalam menunda
pengendapan dari pigmen yang tidak larut pada saat pencetakan, sehingga
dispersi pigmen benar benar merata (Balsam, 1972).
2. Lilin
Lilin digunakan untuk memberi struktur batang yang kuat pada lipstik dan
menjaganya tetap padat walau dalam keadaan hangat. Campuran lilin yang
ideal akan menjaga lipstik tetap padat setidaknya pada suhu 50oC dan
juga harus tetap lembut dan mudah dioleskan pada bibir dengan tekanan
serendah mungkin. Lilin yang digunakan antara lain carnauba wax,
candelilla wax, beeswax, ozokerites, spermaceti dan setil alkohol.
Carnauba wax merupakan salah satu lilin alami yang yang sangat keras
karena memiliki titik lebur yang tinggu yaitu 85oC. Biasa digunakan dalam
jumlah kecil untuk meningkatkan titik lebur dan kekerasan lipstik
(Balsam, 1972).
3. Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang
berfungsi untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang
lembut, meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek
berkeringat dan pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses
pembuatan lipstik adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak
dan fase lilin dan sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat
yang biasa digunakan dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin,
lesitin, minyak nabati terhidrogenasi dan lain-lain (Jellineck, 1976).
4. Zat warna
Zat warna dalam listik dibedakan atas dua jenis yaitu staining dye dan
pigmen. Staining dye merupakan zat warna yang larut atau terdispersi
dalam basisnya, sedangkan pigmen merupakan zat warna yang tidak larut
tetapi tersuspensi dalam basisnya. Kedua macam zat warna ini masing-
masing memiliki arti tersendiri, tetapi dalam lipstik keduanya dicampur
dengan komposisi sedemikian rupa untuk memperoleh warna yang
2.7.2 Zat tambahan dalam sediaan lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula
lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik, yaitu dengan cara menutupi
kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,
tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain
dalam formula lipstik. Zat tambah yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet
dan parfum (Senzel, 1977).
1. Antioksidan
Antioksidan digunakan untuk melindungi minyak dan bahan tak jenuh lain
yang rawan terhadap reaksi oksidasi. BHT, BHA dan vittamin E adalah
antioksidan yang paling sering digunakan (Poucher, 2000). Antioksidan
yang digunakan harus memenuhi syarat (Wasitaatmadja, 1997):
a. Tidak berbau agar tidak mengganggu wangi parfum dalam kosmetika
b. Tidak berwarna
c. Tidak toksik
d. Tidak berubah meskipun disimpan lama.
2. Pengawet
Kemungkinan bakteri atau jamur untuk tumbuh didalam sediaan lipstik
sebenarnya sangat kecil karena lipstik tidak mengandung air. Akan tetapi
ketika lipstik diaplikasikan pada bibir kemungkinan terjadi kontaminasi
pada permukaan lipstik sehingga terjadi pertumbuhan mikroorganisme.
Oleh karena itu perlu ditambahkan pengawet di dalam formula lipstik.
Pengawet yang sering digunakan yaitu metil paraben dan propil paraben
3. Parfum
Parfum digunakan untuk memberikan bau yang menyenangkan, tidak
menimbulkan iritasi saat digunakan, menutupi bau dari lemak yang
digunakan sebagai basis, dan dapat menutupi bau yang mungkin timbul
selama penyimpanan dan penggunaan lipstik (Balsam, 1972).
2.8 Evaluasi Lipstik
2.8.1.Pemeriksaan titik lebur lipstik
Penetapan suhu lebur lipstik dapat dilakukan dengan berbagai metode.
Ada dua metode yang biasanya digunakan yaitu metode melting point dan metode
drop point. Metode melting point menggunakan pipa kapiler sedangkan drop
point menggunakan pelat tipis. Syarat lipstik melebur pada metode pipa kapiler
adalah 60°C atau lebih, sedangkan untuk metode drop point adalah di atas 50°C
(Lauffer, 1985).
Penetapan suhu lebur lipstik dilakukan untuk mengetahui pada suhu
berapa lipstik akan meleleh dalam wadahnya sehingga minyak akan ke luar. Suhu
tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan lipstik yang selanjutnya berguna
dalam proses pembentukan, pengemasan, dan pengangkutan lisptik (Lauffer,
1985).
2.8.2.Pemeriksaan kekuatan lipstik
Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga
kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.
Secara otomatis evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin
Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik
diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi, digantungkan beban
yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara berangsur-angsur
dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik dan berat dimana lipstik
patah merupakan nilai breaking point (Vishwakarma, et al., 2011).
2.8.3.Stabilitas sediaan
Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan
bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama
penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari
hingga hari ke-30 (Vishwakarma, et al., 2011).
2.8.4.Uji oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel
sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).
2.8.5.Penetuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Sampel di buat dalam konsentrasi 1% yaitu 1 gram sampel dalam 100 ml akuades
2.9 Uji Tempel (Patch Test)
Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan
cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit
atau tidak (Ditjen POM, 1985).
Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika
toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit
adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan,
sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan
toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah
pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi
tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut
iritasi sekunder (Ditjen POM, 1985).
Tanda-tanda yang ditimbulkan kedua reaksi kulit tersebut lebih kurang
sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi
kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).
Panel uji tempel meliputi manusia sehat dan penderita. Manusia sehat
yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun,
berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau
reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel
(Ditjen POM, 1985).
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi
adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang
telinga (Ditjen POM, 1985).
2.10 Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan (hedonic test) merupakan metode uji yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar
penilaian. Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan
nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat
kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis
digunakan rumus sebagai berikut (BSN, 2006):
Keterangan: n = banyaknya panelis
S2 = keseragaman nilai
1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95%
x = nilai rata-rata
xi = nilai dari panelis ke i, dimana i = 1, 2, 3, ...n; s = simpangan baku
Kriteria panelis (BSN, 2006).
1. Berbadan sehat
2. Tertarik terhadap uji yang dilakukan dan mau berpartisipasi terhadap
pengujian
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode eksperimental. Penelitian meliputi
penyiapan sampel, pembuatan ekstrak, formulasi sediaan, pemeriksaan mutu fisik
sediaan, uji iritasi terhadap sediaan, dan uji kesukaan (hedonic test) terhadap
variasi sediaan yang dibuat.
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: alat-alat gelas laboratorium, cawan
penguap, freeze dryer, kaca objek, kertas saring, lumpang dan alu porselen,
neraca analitis (Mettler Toledo), oven, penangas air, pencetak lipstik, pH meter,
rotary evaporator (Buchi),dan wadah lipstik (roll up).
3.1.2 Bahan
Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga tasbih
segar (Canna hybrida L.). Bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades,
etanol 96%, asam sitrat, natrium metabisulfit, butil hidroksitoluen, carnauba wax,
cera alba (Brataco), lanolin anhidrat (Brataco), nipagin, oleum ricini (Brataco),
oleum rosae, propilen glikol, setil alkohol (Brataco), titanium dioksida, tween 80
dan vaselin alba (Brataco).
3.2 Penyiapan Sampel
3.2.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
segar berwarna merah yang terdapat di desa Pujidadi, kecamatan Binjai Selatan,
kota Binjai, Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi tumbuhan
Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense (MEDA)
Universitas Sumatera Utara. Jalan Bioteknologi No. 1 Kampus USU, Medan.
Hasil identifikasi dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.2.3 Pengolahan sampel
Bunga tasbih segar berwarna merah yang telah dikumpulkan, disortasi,
dipisahkan bunga dari kelopaknya, lalu ditimbang sebanyak 1 kilogram dicuci
dengan air bersih, ditiriskan, lalu dihaluskan dengan menggunakan lumpang dan
alu porselen.
3.3 Pembuatan Ekstrak Bunga Tasbih
Sebanyak 1 kilogram bunga tasbih yang telah dihaluskan lalu dimaserasi
dengan 1000 ml etanol 96%, 2% asam sitrat yang berfungsi untuk menjaga
kestabilan antosianin dan ditambahkan 0,1% natrium metabisulfit untuk
mencegah oksidasi, ditutup dan dibiarkan selama 1 malam terlindung dari cahaya
sambil sering diaduk, saring, filtrat di tampung, lalu diuapkan dengan bantuan alat
rotary evaporator pada temperatur kurang lebih 50οC, kemudian di freeze drying
pada temperatur lebih kurang -40oC sehingga didapatkan ekstrak kental bunga
tasbih yang berwarna merah tua (Hidayat dan Saati, 2006).
3.4 Pembuatan Lipstik Menggunakan Pewarna Ekstrak Bunga Tasbih dalam Berbagai Konsentrasi
3.4.1 Formula
Formula dasar yang dipilih pada pembuatan lipstik dalam penelitian ini
R/ Cera alba 36,0
Lanolin 8,0
Vaselin alba 36,0
Setil alkohol 6,0
Oleum ricini 8,0
Carnauba wax 5,0
Pewarna secukupnya
Parfum secukupnya
Pengawet secukupnya
3.4.2 Modifikasi formula
Modifikasi formula dilakukan dengan mengubah komposisi cera alba dan
vaselin alba, karena berdasarkan orientasi komposisi tersebut memberikan titik
lebur yang diinginkan, yaitu cera alba menjadi 38% dan vaselin alba menjadi
34%. Modifikasi juga dilakukan dengan menambahkan komponen yaitu propilen
glikol, tween 80, titanium dioksida dan butil hidroksitoluen. Ekstrak bunga tasbih
tidak dapat larut dalam oleum ricini sehingga perlu ditambahkan propilen glikol
untuk melarutkan zat warna tersebut. Propilen glikol yang digunakan sebagai
pelarut sebanyak 5-80% (Rowe, dkk., 2009). Dalam penelitian ini digunakan 5%.
Tween 80 digunakan sebagai surfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan
sebanyak 0,5%. Titanium dioksida digunakan sebagai pigmen sebanyak 0,5%.
Butil hidroksitoluen digunakan sebanyak 0,1% sebagai antioksidan.
Berdasarkan hasil orientasi terhadap konsentrasi ekstrak bunga tasbih
dalam sediaan lipstik diperoleh hasil bahwa pada konsentrasi 20, 22, 24, 26, 28
punggung tangan. Pada konsentrasi 32% sediaan sudah memberi warna saat
dioleskan pada kulit punggung tangan dengan warna yang sangat muda.
Orientasi dilanjutkan dengan menggunakan ekstrak bunga tasbih pada
konsentrasi 32, 34, 36, 38, dan 40%. Sehingga konsentrasi ekstrak bunga tasbih
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 32, 34, 36, 38, dan 40% karena warna
dan konsistensi sediaan yang dihasilkan cukup baik.
Tabel 3.1 Modifikasi formula sediaan lipstik menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih dalam berbagai konsentrasi
Komposisi Sediaan (%)
Sediaan 1 : Formula tanpa pewarna ekstrak bunga tasbih
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 32% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 34% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 36% Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 38% Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 40%
3.4.3 Prosedur pembuatan lipstik
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:
Nipagin dilarutkan dalam propilen glikol, setelah nipagin larut, ekstrak
tersebut, butil hidroksitoluen dilarutkan dalam oleum ricini, kemudian
ditambahkan ke dalam campuran pewarna, nipagin, dan propilen glikol, lalu
ditambahkan titanium dioksida dan diaduk hingga homogen (campuran A).
Ditimbang cera alba, carnauba wax, setil alkohol, lanolin dan vaselin alba,
masukkan dalam cawan penguap, kemudian dilebur di atas penangas air
(campuran B). Campuran A dan campuran B dicampurkan perlahan-lahan di
dalam cawan, kemudian ditambahkan tween 80 dan parfum, aduk hingga
homogen. Selagi cair, masukkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sampai
membeku. Setelah membeku massa dikeluarkan dari cetakan dan dimasukkan
dalam wadah (roll up lipstick).
3.5 Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
Pemeriksaan mutu fisik dilakukan terhadap masing-masing sediaan lipstik.
Pemeriksaan mutu fisik sediaan meliputi: pemeriksaan homogenitas, titik lebur,
kekuatan lipstik dan stabilitas sediaan yang mencakup pengamatan terhadap
perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan, uji oles, dan pemeriksaan pH.
3.5.1 Pemeriksaan homogenitas
Masing-masing sediaan lipstik yang dibuat dari ekstrak bunga tasbih
diperiksa homogenitasnya dengan cara mengoleskan sejumlah tertentu sediaan
pada kaca transparan. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan
tidak terlihat adanya butir-butir kasar (Ditjen POM, 1979).
3.5.2 Pemeriksaan titik lebur lipstik
Suhu lebur lipstik yang ideal sesungguhnya diatur hingga suhu yang
mendekati suhu bibir, bervariasi antara 36-38℃. Tetapi karena harus
suhu daerah tropis, suhu lebur lipstik dibuat lebih tinggi, yaitu berkisar antara
55-75℃ (Ditjen POM, 1985).
Metode pengamatan titik lebur lipstik yang digunakan dalam penelitian
adalah dengan cara memasukkan lipstik dalam oven dengan suhu awal 50℃
selama 15 menit, diamati apakah melebur atau tidak, setelah itu suhu dinaikkan
1℃ setiap 15 menit dan diamati pada suhu berapa lipstik mulai melebur.
3.5.3 Pemeriksaan kekuatan lipstik
Pengamatan dilakukan terhadap kekuatan lipstik dengan cara lipstik
diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi, digantungkan beban
yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara berangsur-angsur
dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik, dan berat dimana lipstik
patah merupakan nilai breaking point (Vishwakarma, et al., 2011).
3.5.4 Pemeriksaan stabilitas sediaan
Pengamatan terhadap adanya perubahan bentuk, warna, dan bau dari
sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan
pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari
ke-30 (Vishwakarma, et al., 2011).
3.5.5 Uji oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati warna yang menempel dengan
perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan sudah merata. Sedangkan
menempel sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan dilakukan terhadap
masing-masing sediaan yang dibuat dan dioleskan pada kulit punggung tangan dengan 5
kali pengolesan (Keithler, 1956).
3.5.6 Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Cara:
Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar
standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat
menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu
dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang
1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu
larutan normal, elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat
menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter
merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
3.6 Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
Setelah dilakukan pengujian kestabilan fisik terhadap sediaan, kemudian
dilanjutkan dengan uji iritasi dan uji kesukaan (Hedonic Test) terhadap sediaan.
3.6.1 Uji iritasi
Uji iritasi dilakukan terhadap sediaan lipstik menggunakan pewarna
ekstrak bunga tasbih dengan maksud untuk mengetahui bahwa lipstik yang dibuat
dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak. Pada uji ini digunakan sediaan
lipstik dengan konsentrasi ekstrak bunga tasbih paling tinggi, yaitu sediaan yang
Teknik yang digunakan pada uji iritasi ini adalah uji tempel terbuka
terhadap 10 orang panelis. Uji tempel terbuka dilakukan dengan mengoleskan
sediaan uji pada luas tertentu (2,5 x 2,5 cm), lokasi lekatan di belakang telinga
atau bahu, biarkan terbuka selama lebih kurang 24 jam, amati reaksi kulit yang
terjadi. Reaksi yang diamati adalah terjadinya eritema, papula, vesikula atau
edema. Menurut Ditjen POM (1985), tanda-tanda untuk mencatat reaksi uji
tempel adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada reaksi 0
2. Eritema +
3. Eritema dan papula ++
4. Eritema, papula dan gelembung (vesikula) +++
5. Edema dan gelembung (vesikula) ++++
3.6.2 Uji kesukaan (Hedonic test)
Uji kesukaan atau hedonic test dilakukan untuk mengetahui kesukaan
panelis terhadap sediaan lipstik yang dibuat. Uji kesukaan ini dilakukan secara
visual terhadap 30 orang panelis (Soekarto, 1981).
Setiap panelis diminta untuk mengoleskan masing-masing sediaan lipstik
yang dibuat pada kulit punggung tangannya. Parameter pengamatan pada uji
kesukaan adalah kemudahan pengolesan lipstik, homogenitas dan intensitas warna
lipstik saat dioleskan. Panelis memberikan penilaian dengan mengisi kuesioner
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Bunga Tasbih
Hasil ekstraksi yang diperoleh dari 1 kilogram bunga tasbih segar berupa
ekstrak kental berwarna merah tua sebanyak 45,96 gram. Rendemen yang
diperoleh yaitu 4,596%. Dari hasil yang diperoleh ekstrak bunga tasbih yang
digunakan untuk membuat lipstik cukup tinggi untuk mendapatkan warna yang
intensif. Hal ini dikarenakan pembuatan ekstrak bunga tasbih dilakukan dalam
jumlah simplisia yang sedikit yaitu 1 kg sehingga ekstrak kurang pekat.
4.2 Hasil Formulasi Sediaan Lipstik
Variasi konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih yang digunakan
menghasilkan perbedaan warna lipstik. Lipstik dengan konsentrasi pewarna
ekstrak bunga tasbih 32 dan 34% berwarna merah sedangkan konsentrasi 36, 38
dan 40 % berwarna merah tua. Perbedaan warna lipstik yang dihasilkan karena
perbedaan jumlah pewarna yang digunakan. Semakin banyak ekstrak bunga tasbih
yang digunakan maka akan semakin tua warna yang dihasilkan lipstik. Tingginya
konsentrasi ekstrak bunga tasbih yang digunakan kemungkinan disebabkan karna
kurang pekatnya ekstrak bunga tasbih yang digunakan, sehingga dibutuhkan
ekstrak bunga tasbih dalam jumlah besar, yaitu 32, 34, 36, 38 dan 40%.
4.3 Hasil Pemeriksaan Mutu Fisik Sediaan
4.3.1 Homogenitas sediaan
Hasil pemeriksaan homogenitas menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
Homogenitas warna sediaan lipstik dipengaruhi oleh kelarutan zat warna
dalam oleum ricini. Pada prosesnya, ekstrak bunga tasbih tidak larut sempurna
dalam oleum ricini sehingga digunakan propilen glikol 5% untuk melarutkan zat
warna ekstrak bunga tasbih tersebut. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada
Lampiran 11.
4.3.2 Titik lebur lipstik
Hasil pemeriksaan titik lebur lipstik menunjukkan bahwa seluruh sediaan
lipstik dengan menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih melebur pada suhu
61-63℃. Dari hasil pemeriksaan titik lebur terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi
ekstrak bunga tasbih yang digunakan semakin rendah titik leburnya, ini
disebabkan karena basis lipstik yang digunakan semakin sedikit sehingga
mempengaruhi titik lebur sediaan. Lipstik yang baik memiliki titik lebur diantara
55-75oC (Ditjen POM,1985), hal ini menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat
memiliki titik lebur yang baik. Hasil pemeriksaan titik lebur lipstik dapat di lihat
pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data pemeriksaan titik lebur
Sediaan Lipstik 1
Sediaan 1 : Formula tanpa pewarna ekstrak bunga tasbih
4.3.3 Kekuatan lipstik
Uji kepatahan dengan menggunakan alat seberat 4,98 gram. Dari hasil
pemeriksaan kekuatan lipstik menunjukkan adanya perbedaan kemampuan
sediaan lipstik menahan beban. Pada formula 1 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 148,31 g. Pada formula 2 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 138,31 g. Pada formula 3 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 128,31 g. Pada formula 4 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 114,98 g. Pada formula 5 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 104,98 g. Pada formula 6 sediaan lipstik patah pada
penambahan beban 84,98 g. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan konsentrasi
ekstrak bunga tasbih yang digunakan, semakin tinggi konsentrasi ekstrak bunga
tasbih dalam sediaan lipstik, maka semakin sedikit dasar lipstik yang digunakan.
Hal ini menyebabkan lipstik dengan pewarna ekstrak bunga tasbih 40% lebih
mudah patah dibandingkan sediaan lipstik lain yang menggunakan pewarna
ekstrak bunga tasbih dengan konsentrasi yang lebih rendah.
Hasil pemeriksaan kekuatan lipstik menunjukkan bahwa sediaan lipstik
patah pada penekanan dengan penambahan berat 84,98-144,98 gram. Hal ini
menunjukkan bahwa sediaan yang dibuat memiliki kekuatan yang baik.
Kesimpulan ini diambil dengan membandingkan berat beban yang digunakan
pada pengujian lipstik menggunakan ekstrak bunga tasbih dengan salah satu
sediaan lipstik yang beredar di pasaran patah pada penekanan dengan penambahan
Tabel 4.2 Data pemeriksaan kekuatan lipstik
Sediaan 1 : Formula tanpa pewarna ekstrak bunga tasbih
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 32% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 34% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 36% Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 38% Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 40%
4.3.4 Stabilitas sediaan
Hasil uji stabilitas sediaan lipstik menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat tetap stabil dalam penyimpanan pada suhu kamar selama 30 hari
pengamatan. Parameter yang diamati dalam uji kestabilan fisik ini meliputi
perubahan bentuk, warna dan bau sediaan. Data hasil uji stabilitas dapat di lihat
pada Tabel 4.3. Berdasarkan hasil pengamatan bentuk, diketahui bahwa seluruh
sediaan lipstik yang dibuat memiliki bentuk dan konsistensi yang baik, yaitu tidak
meleleh dan berkeringat pada penyimpanan suhu kamar. Warna lipstik tidak
berubah. Sedangkan bau yang dihasilkan dari seluruh sediaan lipstik adalah bau
khas dari parfum yang digunakan yaitu parfum oleum rosae. Bau sediaan tetap
Tabel 4.3 Data pengamatan perubahan bentuk, warna dan bau sediaan
Pengamatan Sediaan Lama pengamatan (hari)
1 5 10 15 20 25 30
Sediaan 1 : Formula tanpa pewarna ekstrak bunga tasbih
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 32% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 34% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 36% Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 38% Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 40%
b : Baik
Sediaan lipstik menghasilkan pengolesan yang baik jika sediaan
pada kulit punggung tangan. Berdasarkan uji oles diperoleh hasil bahwa sediaan
yang menghasilkan pengolesan yang sangat baik adalah sediaan 6 yaitu lipstik
dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 40%, hal ini ditandai dengan
dua kali pengolesan sediaan telah memberikan warna merah yang merata dan
homogen saat dioleskan pada kulit punggung tangan. Sediaan 4 dan 5 yaitu lipstik
dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 36% dan 38% memberikan
warna merah yang merata dan homogen dengan tiga kali pengolesan. Sediaan 3
yaitu lipstik dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 34% memberikan
warna merah yang merata dan homogen dengan empat kali pengolesan. Sediaan 2
yaitu lipstik dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 32% memberikan
warna merah yang merata dan homogen dengan lima kali pengolesan. Perbedaan
warna yang dihasilkan pada pengolesan lipstik disebabkan karena perbedaan
ekstrak bunga tasbih yang digunakan, semakin besar pewarna yang digunakan
maka akan semakin mudah dalam pengolesan lipstik. Hasil uji oles dapat dilihat
pada Lampiran 10.
4.3.6 Pemeriksaan pH
Hasil pemeriksaan pH menunjukkan bahwa sediaan tanpa pewarna ekstrak
bunga tasbih memiliki pH 6,3 sedangkan sediaan yang dibuat dengan
menggunakan pewarna ekstrak bunga tasbih memiliki pH 3,7-4,1. Hasil
pemeriksaan pH sediaan dapat di lihat pada Tabel 4.4. Perbedaan pH sediaan
disebabkan oleh perbedaan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih yang
digunakan karena ekstrak bunga tasbih mempunyai pH asam yaitu 3,4. Semakin
semakin rendah. pH ini mendekati pH fisiologis kulit bibir yaitu ±4. Dengan
demikian formula tersebut dapat digunakan untuk sediaan lipstik (Balsam, 1972).
Tabel 4.4 Data pengukuran pH sediaan
Sediaan Lipstik 1
Sediaan 1 : Formula tanpa pewarna ekstrak bunga tasbih
Sediaan 2 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 32% Sediaan 3 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 34% Sediaan 4 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 36% Sediaan 5 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 38% Sediaan 6 : Formula dengan konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih 40%
4.4 Hasil Uji Iritasi dan Uji Kesukaan (Hedonic Test)
4.4.1 Hasil uji iritasi
Berdasarkan hasil uji iritasi yang dilakukan pada 10 orang panelis yang
dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan lipstik yang dibuat pada luas tertentu
(2,5 x 2,5 cm), lokasi lekatan di belakang telinga dan dibiarkan terbuka selama
lebih kurang 24 jam menunjukkan bahwa semua panelis memberikan hasil negatif
terhadap reaksi iritasi yang diamati yaitu eritema, papula, vesikula atau edema.
Data hasil uji iritasi dapat dilihat pada Tabel 4.5. Dari hasil uji iritasi tersebut
Tabel 4.5 Data uji iritasi
4. Eritema, papula dan gelembung (vesikula) +++ 5. Edema dan gelembung (vesikula) ++++
4.4.2 Hasil uji kesukaan (Hedonic Test)
Data yang diperoleh dari lembar penilaian (kuesioner) ditabulasi dan
ditentukan nilai kesukaannya untuk setiap sediaan dengan mencari hasil rerata
pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil uji kesukaan dapat di
lihat pada Tabel 4.6.
Dari hasil perhitungan didapatkan interval nilai kesukaan untuk setiap
sediaan yaitu Sediaan 1 memiliki interval nilai kesukaan 1,88–2,58. Untuk
penulisan nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil yaitu 1,88 dan dibulatkan
menjadi 2 (kurang suka). Sediaan 2 memiliki interval nilai kesukaan 3,36–3,98.
Untuk penulisan nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil yaitu 3,36 dan
dibulatkan menjadi 3 (cukup suka). Sediaan 3 memiliki interval nilai kesukaan
2,92-3,68. Untuk penulisan nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil yaitu 2,92
yaitu 3,50 dan dibulatkan menjadi 4 (suka). Sediaan 5 memiliki interval nilai
kesukaan 4,14–4,71. Untuk penulisan nilai akhir kesukaan diambil nilai terkecil
yaitu 4,14 dan dibulatkan menjadi 4 (suka).
Tabel 4.6 Data nilai uji kesukaan (hedonic test)
Panelis Sediaan
Hasil uji kesukaan menunjukkan bahwa sediaan yang disukai adalah
sedian dengan konsentrasi ekstrak bunga tasbih yaitu 38 dan 40%, hal ini
disebabkan karena lipstik dengan tersebut lebih mudah dioleskan, dan warnanya
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Ekstrak bunga tasbih dapat digunakan sebagai pewarna dalam formulasi
sediaan lipstik. Variasi konsentrasi pewarna ekstrak bunga tasbih yang
digunakan dalam formulasi menghasilkan perbedaan intensitas warna
sediaan lipstik yang dilihat secara visual. Lipstik dengan konsentrasi
pewarna ekstrak bunga tasbih 32 dan 34% berwarna merah sedangkan
konsentrasi 36, 38 dan 40% berwarna merah tua. Lipstik yang dibuat
memiliki susunan yang homogen.
b. Hasil pemeriksaan mutu fisik sediaan menunjukkan bahwa seluruh sediaan
yang dibuat stabil dalam penyimpanan selama 30 hari, tidak menunjukkan
adanya perubahan bentuk, warna, dan bau. Memiliki titik lebur 61-63oC,
memiliki kekuatan lipstik yang baik yaitu 84,98-144,98 gram, pH sediaan
berkisar antara 3,7-4,1.
c. Hasil uji iritasi menunjukkan bahwa sediaan dengan pewarna ekstrak
bunga tasbih dengan konsentrasi 40% tidak menyebabkan iritasi. Hasil uji
kesukaan menunjukkan bahwa sediaan lipstik yang disukai adalah sediaan
dengan konsentrasi ekstrak bunga tasbih 38 dan 40%.
5.2 Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan formula yang
sesuai untuk menghasilkan sediaan lipstik yang baik, dan meneliti pemanfaatan