• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Kejadian Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik Selama Periode 1 Januari 2009–31 Desember 2009.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Angka Kejadian Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik Selama Periode 1 Januari 2009–31 Desember 2009."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI

RSUP.H.ADAM MALIK SELAMA PERIODE 1 JANUARI 2009-

31 DESEMBER 2009.

Oleh :

SANGGARI A/P MURUGESU

070100273

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ANGKA KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA

PENDERITA DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI

RSUP.H.ADAM MALIK SELAMA PERIODE 1 JANUARI 2009-

31 DESEMBER 2009.

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SANGGARI A/P MURUGESU

NIM: 070 100 273

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Angka Kejadian Tuberkulosis Paru pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik Selama Periode 1 Januari 2009–31 Desember 2009 Nama : Sanggari A/P Murugesu

NIM : 070 010 273

Pemimbing, Penguji

--- --- (dr.Nelly Elfrida Samosir, SpPK) ( dr.Surjit Singh, SpF )

--- ( dr.Hemma Yulfi, MSc )

Medan, ___ Disember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

---

(4)

ABSTRAK

Pendahuluan: Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan masalah

kesehatan yang besar di Indonesia. Kejadian Tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 rentan terhadap infeksi TB paru karena disfungsi imunitas selular.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data penelitian diambil secara retrospektif dari rekam medis selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009. Populasi penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang di rawat di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 366.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari-31 Desember 2009 adalah 12%. Cara diagnosis tertinggi adalah pemeriksaan bakteriologi BTA sputum sebanyak 65,9%. Menurut sosiodemografi umur tertinggi adalah kelompok umur 41-60 tahun yaitu 68.2%. Laki-laki lebih tinggi yaitu sebanyak 59,1% dan perempuan adalah sebanyak 40,9%. Lama waktu menderita DM tipe 2 tertinggi yang didiagnosa menderita TB adalah 0- 5 tahun sebanyak 70,5%.

Kesimpulan: Prevalensi TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009 adalah sebanyak 12%. Diagnosis terbanyak TB Paru pada penderita adalah dengan menggunakan cara pemeriksaan bakteriologi BTA sputum. Kejadian TB Paru pada penderita DM tipe 2 terbanyak pada golongan umur 40-60 tahun dan menurut jenis kelamin adalah laki-laki. Lama waktu menderita DM tipe 2 selama 0-5 tahun adalah lebih rentan mendapat infeksi TB paru.

(5)

ABSTRACT

Introduction: Diabetes Mellitus Type 2 (DM type 2) is a major health problem in Indonesia. Incidence of Pulmonary Tuberculosis (TB) is one of the complications that often occur in people with type 2 DM. Patients with type 2 DM susceptible to pulmonary TB infection because cellular immune dysfunction. The purpose of this study is to determine the number of pulmonary TB in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik Medan during the period 1 January 2009-31 December 2009.

Method: The research method used is descriptive. This study was done retrospectively by analyzing medical records from the period 1 January 2009-31 December 2009. The population was all patients with type 2 DM treated in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2009 that amounted to 366 cases.

Result: The results shows, the number of pulmonary TB incident in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik during the period 1 January to 31 December 2009 was 12%. The highest diagnostic tool is bacteriological examination of sputum smear 65.9%. According socio demographic the highest age is the age group 41-60 years about 68.2% . The highest sex is men about the ratio of men 59,1% and women is about/ 40.9. The highest duration of type 2 DM who suffer pulmonary TB is 0- 5 years about 70,5%.

Conclusion: The prevalence of pulmonary TB in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik Medan during the period 1 January 2009-31 December 2009 is 12%. Most diagnosis of tuberculosis in patients is by using bacteriological examination of sputum smear. The number of pulmonary TB in patients with type 2 DM largest at the 40-60 years age group and by sex is male. Duration 0-5 years of suffering from type 2 diabetes were more prone to acquire infection with pulmonary TB.

(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memelihara dan memampukan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Banyak sekali hambatan dan tantangan yang dialami penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dengan dorongan, bimbingan, dan arahan dari beberapa pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Ucapan jutaan terima kasih ini penulis tujukan kepada kedua orang tua penulis yaitu Bapak Murugesu A/L Subramanian dan Ibu Rajeswari A/P Murgasu yang telah memberikan dorongan dan doa restu, baik moral maupun material selama penulis menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD. KGEH atas izin penelitian yang telah diberikan.

2. dr. Nelly Elfrida Samosir, SpPK selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. Penguji I dr.Surjit Singh, SpF dan penguji II dr.Hemma Yulfi, MSc telah membantu untuk menguji dan memberikan bantuan dengan membetulkan karya tulis ilmiah ini.

4. Direktur RSUP. H. Adam Malik, Medan atas izin penelitian yang diberikan untuk melakukan penelitian di RSUP. H. Adam Malik.

5. Staf-Staf Bagian Rekam Medis RSUP. H. Adam Malik yang telah membantu penulis dalam mendapatkan infromasi rekam medis yang dibutuhkan.

6. Kepada teman-teman penulis yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

(7)

di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari sempurna, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan. Kepada peneliti lain mungkin masih bisa mengembangkan hasil penelitian ini pada ruang lingkup yang lebih luas dan analisis yang lebih tajam. Akhirnya semoga skripsi ini ada manfaatnya. Demikian dan terima kasih.

November 2010, Penulis

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGHANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

1.3. Tujuan Penelitian... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.4.1. Untuk Rumah Sakit ... 4

1.4.2. Untuk Peneliti Lain ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Pengertian dan Klasifikasi DM ... 5

2.1.1. Pengertian DM ... 5

2.7. Klasifikasi TB paru ... 11

(9)

2.8.1. Tuberkulosis primer ... 11

2.8.2. Tuberkulosis Pasca Primer(Tuberkulosis Sekunder)... 12

2.9. Gejala dan tanda awal TB paru ... 13

2.10. Diagnosis TB paru ... 14

2.11. Patogenesis TB paru pada penderita DM ... 16

2.12. Hubungan TB paru dengan DM tipe 2 ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 20

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 20

3.2. Definisi Operasional ... 20

3.3. Cara Ukur ... 21

3.4. Alat Ukur ... 21

3.5. Katogeri ... 21

3.6. Skala Pengukuran ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Rancangan Penelitan... 22

4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel ... 22

4.3.1. Populasi ... 22

4.3.2. Sampel ... 22

4.4. Jenis dan Sumber Data... 23

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ... 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN………24

5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 24

5.2. Karakteristik Kejadian TB Paru pada Penderita DM tipe 2 ... 24

(10)

5.3.2. Jenis Kelamin ... 27

5.3.3. Umur ... 28

5.3.4. Cara diagnosis TB Paru ... 28

5.3.5. Lama Waktu Menderita DM Tipe 2 ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1. Kesimpulan ... 31

6.2. Saran ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Mellitus

12

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Tahun selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009

30

Table 5.2 Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009

31

Table 5.3 Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009

31

Tabel 5.4

Tabel 5.5

Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Diagnosis Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009

Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Lama Waktu Menderita DM Tipe 2 Di RSUP. H. Adam Malik selama 1 Januari 2009-31 Desember 2009

32

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Data Dasar

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

(13)

ABSTRAK

Pendahuluan: Diabetes Mellitus tipe 2 (DM tipe 2) merupakan masalah

kesehatan yang besar di Indonesia. Kejadian Tuberkulosis (TB) paru adalah salah satu komplikasi yang sering terjadi pada penderita DM tipe 2. Penderita DM tipe 2 rentan terhadap infeksi TB paru karena disfungsi imunitas selular.Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

Metode: Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Data penelitian diambil secara retrospektif dari rekam medis selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009. Populasi penelitian adalah semua penderita DM tipe 2 yang di rawat di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2009 sebanyak 366.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari-31 Desember 2009 adalah 12%. Cara diagnosis tertinggi adalah pemeriksaan bakteriologi BTA sputum sebanyak 65,9%. Menurut sosiodemografi umur tertinggi adalah kelompok umur 41-60 tahun yaitu 68.2%. Laki-laki lebih tinggi yaitu sebanyak 59,1% dan perempuan adalah sebanyak 40,9%. Lama waktu menderita DM tipe 2 tertinggi yang didiagnosa menderita TB adalah 0- 5 tahun sebanyak 70,5%.

Kesimpulan: Prevalensi TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009 adalah sebanyak 12%. Diagnosis terbanyak TB Paru pada penderita adalah dengan menggunakan cara pemeriksaan bakteriologi BTA sputum. Kejadian TB Paru pada penderita DM tipe 2 terbanyak pada golongan umur 40-60 tahun dan menurut jenis kelamin adalah laki-laki. Lama waktu menderita DM tipe 2 selama 0-5 tahun adalah lebih rentan mendapat infeksi TB paru.

(14)

ABSTRACT

Introduction: Diabetes Mellitus Type 2 (DM type 2) is a major health problem in Indonesia. Incidence of Pulmonary Tuberculosis (TB) is one of the complications that often occur in people with type 2 DM. Patients with type 2 DM susceptible to pulmonary TB infection because cellular immune dysfunction. The purpose of this study is to determine the number of pulmonary TB in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik Medan during the period 1 January 2009-31 December 2009.

Method: The research method used is descriptive. This study was done retrospectively by analyzing medical records from the period 1 January 2009-31 December 2009. The population was all patients with type 2 DM treated in RSUP. H. Adam Malik Medan in 2009 that amounted to 366 cases.

Result: The results shows, the number of pulmonary TB incident in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik during the period 1 January to 31 December 2009 was 12%. The highest diagnostic tool is bacteriological examination of sputum smear 65.9%. According socio demographic the highest age is the age group 41-60 years about 68.2% . The highest sex is men about the ratio of men 59,1% and women is about/ 40.9. The highest duration of type 2 DM who suffer pulmonary TB is 0- 5 years about 70,5%.

Conclusion: The prevalence of pulmonary TB in patients with type 2 DM in RSUP. H. Adam Malik Medan during the period 1 January 2009-31 December 2009 is 12%. Most diagnosis of tuberculosis in patients is by using bacteriological examination of sputum smear. The number of pulmonary TB in patients with type 2 DM largest at the 40-60 years age group and by sex is male. Duration 0-5 years of suffering from type 2 diabetes were more prone to acquire infection with pulmonary TB.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Angka prevelensi DM akan meningkat menjadi 199.541.000 di Asia pada tahun 2030. Indonesia merupakan negara yang kedua tertinggi yang mempunyai angka kasus DM tipe II setelah India di Asia. Angka kejadian DM tipe II di Indonesia pada tahun 2030 akan meningkat menjadi 21.257.000 (WHO 2010).

Menurut WHO, penyakit tuberkulosis suatu penyakit global emergency. TB paru adalah suatu penyakit yang juga mempunyai angka kematian yang tinggi secara global. Prevelensi TB pada tahun 2007 di Indonesia adalah sebanyak 565,614(WHO 2010). Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 menunjukkan estimasi sebanyak 20.7 milion dengan DM dan sebanyak 900,000 insidensi kasus TB paru orang dewasa (Stevenson, R. dan Forouhi, G. et al,2007).

Penelitian di Philadelphia yang menunjukkan 8.4% dari 3106 orang penderita DM menderita TB paru berbanding dengan pekerja industri yang sehat sebanyak 4,3% dari 71.767 orang. Kejadian TB sekitar 17% pada penderita DM yang mempunyai riwayat penyakit ini dengan lama waktu lebih dari 10 tahun tetapi hanya sebanyak 5% saja kasus TB paru terjadi pada penderita DM yang mempunyai riwayat penyakit ini dengan lama waktu kurang dari 10 tahun (Guptan,A. dan Shah,S., 2000).

(16)

Menurut suatu penelitian yang di lakukan oleh Lalit Kant di Mumbai, India dinyatakan bahwa kejadian TB paru merupakan penyakit komplikasi sebanyak 5.9% dari 8000 pederita DM. Selain itu, penelitian yang dilakukan di Regional Institute of Medical Science,Impal prevelensi TB paru pada penderita DM didapati sebanyak 27% dengan diagnosis berdasarkan radiologis, dan 6% disebabkan dengan smear sputum positif (Kant,L., 2003).

Penelitian di Shanghai Pulmonary Hospital, China sebanyak 2.141 penderita TB telah rawat inap selama April 2008- Maret 2009. Sebanyak 203 orang (9.5%) mempunyai DM dari jumlah pasien diatas dan 7 orang mempunyai DM tipe 1 dan 196 orang mempunyai DM tipe 2.Dari kasus ini, 114 orang mempunyai smear dan kultur positif dan 47 orang mempunyai smear negatif tetapi kultur positif (Zhang,Q., Xioa, H. dan Sugawara, I.,2009).

Suatu penelitian data telah dilakukan selama 5 tahun di rumah sakit pendidikan di Karachi,Pakistan terhadap penderita TB paru dengan DM. Jumlah penderita TB dengan DM adalah sebanyak 173 dari 42.358 pasien yang datang berobat di rumah sakit ini. Prevelensi kejadian TB paru pada penderita DM adalah 10 kali lebih besar daripada non diabetes dan prevelensi ini meningkat dengan lama waktu riwayat DM. Penemuan kavitas pada gambaran radiologis sebanyak 32% pada laki-laki dan 15% pada wanita yang menderita TB paru dengan DM (Jabbar, Hussain,F., dan Khan,A., 2006).

Alisjahbana dan Sahiratmadja menyatakan dari penelitian mereka bahwa 14.8% didignosis penyakit TB paru dengan DM. Ini dipengaruhi oleh usia yang makin tua dan berat badan. Prevalensi DM pada pasien TB paru di Jakarta adalah 17.1% dan 11.6% di Bandung. Penderita TB paru yang mempunyai riwayat DM 80% laki-laki adalah berumur rata-rata 55 tahun. Manakala 90% laki-laki menderita TB paru yang tidak ada riwayat DM hanya berumur rata-rata 51 tahun (Alisjahbana, B. et al, 2007).

(17)

penderita laki-laki 60 orang (63,8%) , perempuan 34 orang (36,2%) serta jika berdasarkan umur penderita dijumpai 51-60 tahun yaitu 35 orang (37,2%), umur 41-50 tahun 28 orang (29,8%), < 40 tahun 16 orang (17,2%), 61-70 tahun 12 orang (12,8%) dan umur >70 tahun 3 orang (3,2%). Pemeriksaan bakteriologi BTA sputum hapusan langsung bernilai positif adalah sebesar 65,9% (Nasution, E.J.S., 2007).

Menurut suatu lagi penelitian yang dilakukan oleh Indra Janis di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Sumatera Utara dan Unit Pelayanan Kesehatan kecamatan Medan Brayan dari sampel 46 orang sebanyak 35 orang (76.1%) orang penderita TB paru dengan DM terkontrol dan 11 orang (23,9%) orang TB paru dengan DM tidak terkontrol (Janis, H., 2008).

Banyak penelitian telah dilakukan untuk melihat faktor resiko atau prevelensi kejadian TB paru pada pasien DM di suatu negara. Selain itu, suatu penelitian telah dilakukan di RSUP. H.Adam Malik pada tahun 2007 tentang profil penderita TB paru dengan DM dihubungan dengan kadar gula darah puasa. Dari penelitian ini kita boleh dapat tahu angka kejadian TB paru pada DM tipe 2 untuk tahun 2007 di RSUP.H.Adam Malik (Nasution, E.J.S., 2007). Berdasarkan uraian di atas, penelitian yang selanjutnya boleh dilakukan untuk mengetahui angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik selama tahun 2009. Dengan hasil yang akan diperolehi kita boleh bandingkan angka kejadian TB paru pada penderita DM 2 tahun 2007 dengan tahun 2009.

1.2. Perumusan Masalah

Berapa banyak kasus TB paru yang terjadi pada penderita DM tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik selama periode 1 Januari 2009 – 31 Desember 2009?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

(18)

1.3.2. Tujuan khusus

a. Mengetahui angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 menurut jenis

kelamin.

b. Mengetahui angka kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 menurut usia.

c. Mengetahui lama waktu menderita DM tipe 2 pada kejadian TB paru.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Untuk Rumah Sakit

Dapat dipakai sebagai informasi atau masukkan dalam meningkatkan pelayanannya khususnya pada semua penderita DM tipe 2 yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita TB paru.

1.4.2. Untuk Peneliti Lain

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Klasifikasi DM 2.1.1 Pengertian DM

Diabetes mellitus(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Gustaviani, R., 2004).

2.1.2. Klasifikasi DM menurut ADA 2005 (Gustaviani, R., 2004) a. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 disebabkan oleh destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. Ini terjadi melalui proses imunologik atau idopatik.

b. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relative sampai predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.

c. Diabetes Mellitus Tipe Lain i. Defek genetic fungsi sel beta ii. Defek genetic kerja insulin iii. Penyakit Eksokrin Pankreas iv. Endokrinopati

v. Karena obat atau zat kimia vi. Infeksi

vii. Imunologi

(20)

d. Diabetes Mellitus kehamilan

Terjadi semasa kehamilan dan disebabkan oleh perubahan metabolic pada masa kehamilan.

2.2. Faktor penyebab DM

a. Genetik- Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga yang juga terkena ( Vottey, R.S., 2010).

b. Usia- lebih banyak pada usia lebih dari 45 tahun, tetapi kini frekuansi kasus DM tipe 2 meningkat pada usia yang muda ( Vottey, R.S., 2010).

c. Obesitas- pada penderita obesitas resiko terjadi DM sangat tinggi karena ia berperan seperti faktor diabetogenic melalui meningkatkan resistensi pekerjaan insulin pada orang yang mempunyai predisposi resistensi insulin dan gangguan sel beta secara genetik.Resiko terjadi DM tipe 2 juga tinggi pada orang yang mempunyai BMI (body mass index) > 30kg/m² (Frier, B.M dan Fisher, M., 2006).

d. Kurang aktivitas fisik- Kurang aktivitas fisik boleh menyebabkan

penurunan regulasi insulin sensitivitas kinase dan meningkatkan akumulasi lemak pada jaringan. Aktivitas fisik menyebabkan produksi insulin oleh sel beta akan kurang dan glukosa bias diambil oleh jaringan tanpa insulin (Frier, B.M dan Fisher, M., 2006).

e. Hipertensi- Tekanan darah lebih dari 140/90 mm Hg merupakan resiko DM tipe 2 (Vottey, R.S., 2010).

(21)

g. Jika semasa kehamilan mengalami diabetes kehamilan resiko untuk terjadi DM tipe 2 selepas beberapa tahun adalah sangat tinggi (Frier, B.M dan Fisher, M., 2006).

h. Polycystic ovarian syndrome- ini menyebabkan terjadi resistensi insulin (Vottey, R.S, 2010).

2.3. Patogenesis DM

Karbohidrat terdapat dalam berbagai bentuk, termasuk gula sederhana atau monosakarida, dan unit-unit kimia yang kompleks, seperti disakarida dan polisakarida. Karbohidrat yang sudah ditelan dicerna menjadi monosakarida dan diabsorpsi, terutama dalam duodenum dan jejunum proksimal. Sesudah diabsorpsi, kadar glukosa darah akan meningkat untuk sementara waktu dan akhirnya akan kembali lagi ke kadar semula. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar bergantung pada hati yang mengekstraksi glukosa, mensintesis glikogen dan melakukan glikogenolisis. Dalam jumlah yang lebih sedikit, jaringan perifer-otot dan adiposa- juga mempergunakan ekstrak glukosa sebagai sumber energi sehingga jaringan-jaringan ini ikut berperan dalam mempertahankan kadar glukosa darah.

Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan oleh jaringan jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon yaitu hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau hormon yang meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang menurunkan kadar glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau langerhans pankreas.

(22)

DM tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resisitensi sel sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi sekresi intrasellular yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi terjadi pengabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat menggangu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien DM tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatan akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa (Price, S.A. and Wilson, L.M., 2002).

2.4. Gejala dan tanda awal DM

(23)

Pada pasien DM tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemi oral mungkin diperlukan terapi insulin untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen (Price, S.A. and Wilson, L.M., 2002).

2.5. Diagnosis DM

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar gula darah glukosa darah. Dalam menetukan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyongyanya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler.

(24)

dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringan positif, untuk memastikan diagnosis definitif.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu resiko DM sebagai usia yang lebih dari 45 tahun, indeks massa tubuh lebih dari 23kg/m², hipertensi dengan tekanan darah lebih dari 140/90mmHg, riwayat DM dalam garis keturunan, riwayat abortus berulang, melahirkan bayi makrosomia dan kolesterol HDL kurang atau 35mg/dL (Gustaviani, R., 2004).

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis Diabetes Mellitus (Gustaviani, R., 2004).

Bukan

2.6. Pengertian TB paru

(25)

2.7. Klasifikasi TB paru

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi tuberkulosis dalam empat kategori yakni (Amin, Z. dan Bahar, A., 2004):

a. Kategori I, ditujukan terhadap: i. Kasus baru dengan sputum positif ii. Kasus baru dengan bentuk TB berat b. Kategori II, ditujukan terhadap:

i. Kasus kambuh

ii. Kasus gagal dengan sputum BTA positif

c. Kategori III. ditujukan terhadap:

i. Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas. ii. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I. d. Kategori IV, ditujukan terhadap:

i. TB kronik

2.8. Patogenesis TB paru 2.8.1.Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar melalui droplet nuclei dan bebas dalam udara sekitar kita. Droplet nuclei dapat ada dalam udara bebas selama 1-2 jam. Ini dipengaruhi oleh ada tidaknya sinar ultraviolent, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Kuman dapat tahan beberapa hari sampai berbulan-bulan jika keadaan sekitarnya lembab dan gelap. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran nafas dan paru. Neutrofil akan membunuh kuman ini sebelum makrofag. Makrofag akan membunuh dan membersihkan kebanyakan partikel ini dan keluarkan dari perccabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

(26)

pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila kuman masuk ke sistemik dipanggil TB milier (Amin, Z. dan Bahar, A., 2004).

2.8.2.Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder)

Bertahun-tahun kemudian, kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis pasca primer. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, pemyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis ini bermula dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru iaitu bagian apical-posterior lobus superior atau inferior. Ini juga hanya invasi ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.

Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 miggu sarang ini menjadi tuberkel yakni granuloma yang terdiri dari sel-sel Histosit dan sel-sel Datia Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel-sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

Tuberkulosis pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia meda menjadi TB usia tua.Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat terjadi:

a. Direbsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

(27)

proses yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkijuan lain yang jarang adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut.

Di sini lesi sangat kecil, tetapi berisi bakteri dengan jumlah yang banyak.Kavitas dapat meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia paru baru. Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB milier (Amin, Z. dan Bahar, A., 2004).

2.9. Gejala dan tanda awal TB paru

Keluhan yang dirasakan pasien tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah banyak pederita TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan-keluhan simptomatik terbanyak adalah:

a. Demam. Biasanya serupa demam influenza iaitu subfibril. Tetapi kadang-kadang suhu badan mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringanya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b. Batuk/Batuk darah.Iritasi pada bronkus menyebabkan batuk dan ini adalah gejala yang banyak terjadi pada penderita TB paru.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.Sifat batuk pada TB paru dimulai dengan batuk kering (non-produktif) kemudian produktif (menghasilkan sputum) karena timbul peradangan. Keadaan yang lanjut adalah batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi ada ulkus dinding bronkus.

(28)

d. Nyeri dada. Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

e. Malaise. Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala ini sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus karena berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (Amin, Z. dan Bahar, A., 2004).

2.10. Diagnosis TB paru

Menurut Amin, Z. dan Bahar, A. (2004) tuberkulosis cukup mudah dikenali mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis,

kelainan radioligis sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakterknya tidak selalu menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium tuberculosae dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan sediaan atau biakan sputum yang positif karena kelainan paru yang belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bias membatukkan sputumnya dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali.

Di Indonesia agak sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis tuberculosis paru, karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat rendah. Sungguhpun begitu hanya 30-70% saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.

Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan klinis dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukup

(29)

diperlukan. Oleh sebab itu dalam diagnosis tuberculosis paru sebaiknya dicantumkan status klinis, status bakteriologis, status radiologis dan status kemoterapi. Kriteria pasien tuberkulosis paru.

a. Pasien dengan sputum BTA positif :

i. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pasa 2x pemeriksaan.

ii. satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif

iii. satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif. b. Pasien dengan sputum BTA negatif:

i. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif

ii. pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif (Amin, Z. dan Bahar, A., 2004).

Diagnosis tuberkulosis pada orang Dewasa mengikut Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis adalah diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen sewaktu, pagi dan sewaktu(SPS) BTA hasilnya positif.Bila hanya 1

(30)

diagnosis TB paru. Bila hasil rontgen mendukung TB paru didiagnosis sebagai penderita TB paru BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak di dukung TB paru penderita tersebut bukan TB paru. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta 2002)

2.11. Patogenesis TB paru pada penderita DM

Patogenesis diabetes mellitus sampai saat ini belum diketahui pasti namun faktor genetik dan lingkugan memegang peranan dalam proses terjadinya diabetes mellitus. Disamping itu defisiensi sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan resistensi insulin di perifer merupakan dua keadaan yang ditemukan bersamaan dengan diabetes mellitus. Proses mana yang terjadi terlebih dalu belum diketahui dengan pasti. Meningkatnya kepekaan primer diabetes mellitus terhadap infeksi tuberkulosis paru disebabkan oleh berbagai faktor, pada umumnya efek hiperglikemia sangat berperan dalam hal mudahnya pasien diabetes mellitus terkena tuberkulosis paru. Hal ini disebabkan karena hiperglikemia menganggu fungsi netrofil, monosit, makrofag dan fagositosis.( Nasution, E.J.S., 2007).

2.12.Hubungan TB paru dengan DM tipe 2

Umur penderita, lama dan keparahan menderita dan gizi dibawah normal merupakan faktor-faktor yang menyebabkan mudah timbul TB paru pada perderita DM. Menurut gangguan pertahanan tubuh terhadap infeksi pada penderita DM terjadi akibat respon biologik dan berkaitan dengan kurangnya penyediaan energi selular dengan manifestasi terhambatnya kemotaksis, fagositosis dan mycobactriocidal dari lekosit PMN( Nasution, E.J.S., 2007).

(31)

Amrit Guptan dan Asok Shah menyatakan bahwa insidensi terjadi TB paru pada perderita DM karena gangguan pada sistem pertahanan dan fungsi sel imun. Fungsi makrofag di paru akan terganggu apabila terjadi hiperglikemia atau hanya peningkatan kadar gula darah yang sedikit. Berbagai gangguan fisiologis paru pada penderita diabetes mellitus tipe 2 melambatkan pertahanan dan mempercepatkan infeksi pada paru. Infeksi dengan basili tuberkel `menganggu fungsi sitokinin, monosit-makrofag dan CD4 atau CD8. Keseimbangan antara limfosit T iaitu CD4 dan CD8 memainkan peranan yang sangat penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TB paru aktif (Guptan,A. and Shah,S., 2000).

Menurut suatu penelitian, Harsinen Sanusi(2006) menyatakan bahwa TB sering ditemukan menyertai DM dan menyebabkan resistensi insulin pada penderita DM. Perjalanan penyakit TB paru pada pasien DM lebih berat dan kronis dibanding non diabetes.Hal ini disebabkan oleh pada DM, resistensi terhadap kuman tuberkulosis meningkat, reaktifitas fokus infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak kavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif .Pada pemeriksaan radiologis biasanya lebih cenderung infeksi terjadi pada lobus bawah paru-paru dan kadang-kadang lebih dari satu lobus serta tidak segmental.

Gambaran radiologis pada kasus TB paru pada penderita DM dikemukan oleh Sosman dan Steidl. Mereka mengatakan bahwa diabetik tuberkulosis mempunyai beberapa ciri khas seperti bentuk kavitas, penyebaran luas lesi pada hilum mengarah peripher di lobus bawah. Observasi yang dilakukan oleh Marias menyatakan bahwa 29% pasien dengan DM menderita TB pada paru lobus bawah berbanding pasien non-diabetes. Suatu penelitian yang dilakukan di Jepang pula memberi informasi bahwa gambaran radiologis pada pasien diabetes dan immunocompromised mempunyai distribusi non segmental dan beberapa kavitas yang kecil (Guptan,A. and Shah,S., 2000).

(32)

penting dalam eliminasi mycobacterium tuberculosis yang terinfeksi dengan bantuan limfosit. Pada penderita DM yang menginfeksi tuberkulosis, makrofag pada alveolus kurang aktif sehingga tidak boleh fagositosis mycobacterium tuberculosis merupakan faktor yang menyebabkan peningkatan infeksi TB paru pada penderita DM. Dalam suatu penelitian pada 64 penderita TB paru dengan DM mempunyai sistem imun yang rendah. Ini karena limfosit T akan menurun dan tidak mampu untuk membentuk blast-cell. Perubahan pada produksi sitokinin juga dapat diamati pada penelitian ini. Produksi interferon(INF) gama oleh sel CD+4 akan menurun pada penderita TB paru tetapi secara umun kadar gula darah yang tidak dikontrol menyebabkan produksi IFN-gama ini menurun dengan lebih banyak berbanding dengan penderita DM yang kontrol dengan baik. Produksi IFN-gama akan kembali normal dalam 6 bulan pada penderita TB paru saja atau TB paru dengan DM yang terkontrol tetapi pada penderita TB paru dengan DM yang tidak terkontrol akan tetap rendah.

Selain itu, perubahan pada vaskularasi pulmonal dan tekanan oksigen pada alveolus juga salah satu penyebab terjadi TB paru pada penderita DM. Gejala klinis pada TB paru tetap sama walaupun pasien menderita DM. Demam dengan batuk dan terbentuk sputum merupakan gejala klinis yang penting dan tetap ada pada pasien TB paru dengan DM.Pada suatu penelitian case control yang dilakukan di New york terjadi resiko relatif untuk resistensi multi-drug tuberkulsosis pada kelompok dengan DM sebanyak 8,6 (confidence interval, 3.1 hingga 23.6) berbanding pada kelompok kontrol (Jabbar,A., Hussain,S.F., dan Khan,A.A.

Umunnya DM menyebabkan disfungsi dan supresi sistem imun. Secara lebih spesifik, DM mensupresi sel mediated imunitas dan mengurangkan kadar leukosit serta polymorph nuclear leukosit (PMLN) yang memproduksi sitokinin yang berfungsi dalam fagositosis. Ini juga menyebabkan penurunan kadar respons sitokinin T-helper pada penderita DM. Faktor-faktor ini yang menyebabkan peningkatan kejadian TB paru pada penderita DM. Sitokinesis T-helper 1 akan mengkontrol dan mengahambat infeksi mycobacterium

(33)

tuberculosis. Misalnya, interferon gama (IFN-gama) sangat penting semasa bergabung dengan mycobacterium tuberculosis dan kedua-dua IFN-gama dan faktor nekrosis tumor alpha (TNF-alpha) akan mengaktivasi makrofag. Makrofag ini akan akan melepaskan reactive oxygen species (ROS) dan radikal bebas seperti nitrat oxide yang sangat essential dalam kontrol infeksi termasuk TB. Fungsi makrofag akan dihambat pada penderita DM karena produksi ROS dan gangguan fungsi fagositosis dan kemotaksis. Proses imun ini sangat penting dalam kontrol infeksi TB. Gangguan pada semua proses ini memberi jalan yang baik untuk peningkatan infeksi TB paru pada penderita DM (Young, F., Critchley, J. dan Unwin, N., Juli 2009).

Penelitian yang dilakukan oleh Spomenka Ljubic dan Ayyasamy Balachandran menyatakan faktor resiko terjadi TB paru pada penderita DM lebih tinggi berbanding penderita non diabetes. Faktor-faktor penyebab TB paru pada penderita DM adalah hiperglikemia pada penderita DM merupakan suatu keadaan yang sangat baik untuk pertumbuhan Mycobacterium Tuberculosis dan gangguan elektrolit dan asidosis pada jaringan tubuh menyebabkan terjadi infeksi dengan cepat. Selain itu, hiperglikemia juga menganggu fungsi neutrofil dan makrofag termasuk kemotaksis, perlekatan, fagositosis dan mikroorganisma yang terbunuh dalam intersellular serta kurang resistensi pada jaringan paru yang disebabkan oleh kerusakan vaskular (Ljubic, S. et al, 2005).

Suatu teori yang belum dibukti adalah produksi interleukin-1ß dan faktor nekrosis tumor menurun penderita DM dan ini menyebabkan resiko terjadi tuberkulosis paru lebih tinggi. Diabetik autonomic neuropati menyebakan

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan teoritas yang telah dikemukan di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian seperti gambar dibawah ini :

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Penderita diabetes mellitus tipe 2 adalah pasien yang dinyatakan dengan kadar gula darah sewaktu adalah ≥ 200mg/dl pada plasma vena dan darah kapiler serta kadar gula puasa adalah ≥126mg/dl pada plasma vena dan

≥110mg/dl pada darah kapiler.

3.2.2. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang mempunyai gejala klinis batuk berdahak 3 miggu atau lebih dengan atau tidak ada gejala tambahan seperti batuk darah dengan gambaran radiologis positif atau biakkan positif.

Penderita Diabetes Mellitus tipe 2

• Usia

• Jenis kelamin

• Lama waktu

menderita DM tipe 2

BTA positif BTA negatif

Biakan positif

Menderita Tuberkulosis Paru

BTA negatif Radiologis

(35)

3.2.3. BTA positif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan. Satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif dan satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

3.2.4.BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan atau BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan. 3.2.5. BTA negatif radiologis positif adalah pada pemeriksaan sputumnya secara

mikroskopis tidak ditemukan atau BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif.

3.2.6.BTA negatif adalah pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan atau BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi tetapi pada biakannya positif.

3.3. Cara Ukur

Cara yang dipakai adalah pengumpulan data.

3.4. Alat Ukur

Alat ukur adalah rekam medis.

3.5. Kategori

a. Ada infeksi tuberkulosis paru pada penderita diabetes mellitus tipe 2. b. Tidak ada infeksi tuberkulosis paru pada penderita diabetes mellitus tipe

2.

3.6. Skala Pengukuran

(36)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dalam desain restrospektif dengan menggunakan data sekunder dari rekam medis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan melakukan deskripsi mengenai fenomena yang ditemukan, baik yang berupa faktor resiko mahupun efek atau hasil. Restrospektif adalah penelitian yang mengevaluasi peristiwa yang sudah berlangsung.

4.2. Waktu Penelitian dan Lokasi Penelitian

4.2.1. Waktu penelitian telah dilakukan pada bulan Agustus – Oktober 2010. 4.2.2. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Penyakit Dalam RSUP. H. Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini atas pertimbangan :

a. Rumah sakit ini adalah salah satu rumah sakit pendidikan yang berkerja sama dengan Universitas Sumatera Utara.

b. Rumah sakit ini mempunyai banyak data tentang penderita tuberkulosis paru pada DM tipe 2.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah semua penderita DM tipe 2 yang di rawat di RSUP. H. Adam Malik Medan 1 Januari 2009- 31 Desember 2009.

4.3.2. Sampel a. Sampel

(37)

b. Metode pengambilan sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari rekam medik yaitu kartu status pasien diabetes mellitus tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Medan selama periode 1 Januari 2009-31 Desember

2009.

4.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

(38)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit milik pemerintah. Pemerintah Pusat mengkelola rumah sakit ini. Rumah Sakit ini terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan Indonesia. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik merupakan Rumah Sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes no. 547/Menkes/SK/VII/1998 dan juga sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991.

5.2.Karakteristik Kejadian TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 5.2.1. Proporsi Kejadian TB Paru pada Penderita DM Tipe 2

Berikut ini dapat diketahui distribusi proporsi kejadian TB paru pada penderita DM tipe 2 di bagian Penyakit Dalam di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik Tahun selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

(39)

5.2.2. Karekteristik Sosiodemografi

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1

Dari tabel 5.2. dapat diketahui bahwa pada penelitian ini berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak penderita adalah laki-laki sebanyak 26 orang (59,1%) dan diikuti oleh perempuan sebanyak 18 orang (40.9%).

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari

(40)

5.2.3. Karakteristik Cara Diagnosis TB Paru

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Cara Diagnosis di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari

2009-31 Desember 2009.

Dari tabel 5.2. dapat dilihat bahwa cara diagnosis yang terbanyak ditentukan melalui pemeriksaan bakteriologi BTA sputum yaitu sebanyak 29 orang (65,9%).

5.2.4 Karakteristik Lama Waktu Menderita DM Tipe 2

Tabel 5.5. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Lama Waktu Menderita DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam

Berdasarkan tabel 5.5. jangka waktu pasien menderita DM tipe 2 yang tertinggi dengan kejadian TB paru adalah 0- 5 tahun yaitu sebanyak 31 orang (70,5%).

(41)

5.3. Pembahasan

5.3.1. Jumlah Kasus TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

Prevalensi TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari-31 Desember 2009 adalah 12%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian yang dilakukan oleh Alisjahbana dan Sahiratmadja yaitu prevelansi TB paru pada penderita DM tipe 2 di Central Jakarta Tuberculosis Association Clinic, Jakarta adalah 17.1% dan 11.6% di Hasan Sadikin General Hospital, Bandung (Alisjahbana, B. et al, 2007). Dari beberapa penelitian yang dipelajari oleh Harsinen Sanusi menyatakan bahwa prevalensi TB paru pada DM di Indonesia masih cukup tinggi yaitu antara 12,8-42%. Selain dari Indonesia prevalensi TB paru pada DM di The Age Khan University Hospital, Karachi, Pakistan adalah 11.9% ( Jabbar , Hussain,F., dan Khan,A., 2006) dan menurut penelitian yang dilakukan dengan data dari Revised National Tuberculosis Control Programme (RNTCP) di India oleh Stevenson,C.R et al. adalah 18.4% serta di Shanghai Pulmonary Hospital, China adalah 9,5% (Zhang,Q, 2009). Prevalensi TB paru pada DM di Asia tidak jauh berbeda antara satu sama lain.

5.3.2. Gambaran Distribusi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Jenis Kelamin Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

(42)

dibanding perempuan karena paparan laki-laki lebih tinggi berbanding perempuan ke lingkungan.

5.3.3. Gambaran Distribusi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Umur Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

Pada penelitian ini kelompok umur yang lebih banyak menderita TB paru pada penderita DM tipe 2 adalah 41-60 tahun sebanyak 68.2%.Menurut suatu penelitian yang dilakukan oleh Nasution, E.J.S., 2007di RSUP.H.Adam Malik juga menunjukkan pada usia 51-60 dengan rata-rata 51 tahun yang terbanyak menderita TB paru disertai DM. Faktor umur berperan dalam meningkatkan prevalensi TB paru pada DM karena umur lebih tua meningkatkan kepekaan terhadap tuberkulosis, Pada usia lanjut, disamping fungsi sel beta lebih terganggu, juga pada usia lanjut umumnya sudah lama menderita DM serta kontrol DM biasanya labil (Harsinen Sanusi,2006). Menurut suatu penelitian oleh Lakshimi Kiran dan K.J.R Murthy umur yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita TB paru pada penderita DM adalah lebih daripada 40 tahun. Oleh itu, pada penelitian ini juga golongan usia yang beresiko untuk menderita TB disertai DM tidak berbeda dari penelitian-penelitian yang lain.

5.3.4. Gambaran Distribusi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Cara Diagnosis Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

(43)

mycobacterium yang lebih tinggi pada penderita DM tipe 2. Pada penelitian itu juga dikaji karakteristik 187 pasien dengan kelompok DM (kelompok TB-DM) yang dibandingkan dengan 505 pasien tanpa DM (kelompok TB). Pada kelompok TB-DM, 65,2% dari pasien medapat pemeriksaan sputum BTA positif dibandingkan dengan 54,1% pada kelompok kontrol (Sen.T et al.,2009). Menurut Harsinen Sanusi, kejadian TB paru pada DM lebih berat dan kronis dibanding non diabetes. Hal ini disebabkan pada DM, kepekaan terhadap kuman TB meningkat, reaktifitas fokus infeksi lama, mempunyai kecenderungan lebih banyak cavitas dan pada hapusan serta kultur sputum lebih banyak positif.

5.3.5. Gambaran Distribusi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 Berdasarkan Lama Waktu Menderita DM Tipe 2 Di RSUP. H. Adam Malik selama Periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009.

(44)
(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

6.1.1. Jumlah penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009 adalah sebanyak 366 dan prevalensi TB paru pada penderita DM tipe 2 di RSUP. H. Adam Malik selama periode 1 Januari 2009-31 Desember 2009 adalah 12%.

6.1.2. Distribusi proporsi diagnosis terbanyak TB Paru pada penderita DM tipe 2 berdasarkan pemeriksaan bakteriologi BTA sputum yaitu sebanyak 65,9%.

6.1.3. Distribusi proporsi terbanyak TB Paru pada penderita DM tipe 2

berdasarkan sosiodemografi menurut kelompok umur adalah 40-60 tahun (68,2%), menurut jenis kelamin adalah laki-laki (59,1%) dan perempuan(40,9%).

6.1.4. `Distribusi proporsi terbanyak TB Paru pada penderita DM tipe 2

berdasarkan lama waktu menderita DM tipe 2 adalah 0-5 tahun (70,5%).

6.2. Saran

6.2.1. Karena kurangnya penelitian menghubungkan lama waktu menderita DM tipe 2 dengan kejadian TB paru dan dari peneliti yang sudah ada terdapat perbedaan yang signifikan, maka perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk melihat hubungannya dengan menggunakan dengan metode studi kohort.

(46)
(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, B. et al, 2007. The Effect of Type 2 Diabetes Mellitus on the Presentation and Treatment Response of Pulmonary Tuberculosis.

Available from:

[Accessed 15 April 2010].

Amin, Z. dan Bahar, A., 2004. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal: 988-994.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Diagnosis Penderita Tuberkulosis, Pedoman Nasional Penaggulan Tuberkulosis, Jakarta. cetakan ke-8.

Ezung. T, Taruni DNG, Singh NT, Singh THB., 2002. Pulmonary Tuberculosis and Diabetes Mellitus. A study JIMA. hal: 100

Frier, M dan Fisher, M., 2006. Diabetes Mellitus. In: Davidson`s Principle and Practice of Medicine, 20th

Guptan,A and Shah,S, 2000. Tuberculosis and Diabetes: An Appraisal. Available from:

Edition. Edinburgh: Sage, 805- 815.

2010].

Gustaviani, R., 2004. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal: 1857-1859.

Harsinen Sanusi, 2006. Diabetes Mellitus dan Tuberkulosis Paru.Subbagian Endokrinologi & Metabolik Bagian Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas. Available from:

(48)

Jabbar, Hussain,F., dan Khan,A., 2006. Clinical Characteristics of Pulomonary Tuberkulosis in Adult Patients with Co-existing Diabetes Mellitus. Available

from:

[Accessed 2 April 2010].

Janis, H., 2008. Konversi BTA Pada Penderita TB Paru Kategori I yang Mendapat Terapi Intensif Dengan Diabetes Mellitus Terkontrol Dan Diabetes Mellitus Tidak Terkontrol. Available from:

[Accessed 2 April 2010].

Kant,L., 2003. Diabetes Mellitus-Tuberculosis: The Brewing Double Trouble, Indian Journal of Tuberkulosis. Available from:

2010].

Kiran,L. and Murty,K.J.R., 1999. Magnitude of the Problem. Available from:

2010].

Ljubic, S. et al, 2005. Pulmonary Infection in Diabetes Mellitus. Available from:

Mario, C. and Richard, J., Mycoacterial Diseases:Tuberculosis. In: Fauci et al. 17th Edition of Harrison`s Principle of Internal Medicine.

Nasution, E.J.S., 2007. Profil Penderita TB Paru dengan DM Dihubungkan Dengan Kadar Gula Darah Puasa. Available from:

(49)

Perez-Guzman. A, Torres-Cruz. H et al., 2000. Progressive Age-Related Changes in Pulmonary Tuberculosis Images and the Effect of Diabetes. Am J Respir Crit Care Med.

Price, S.A. and Wilson, L.M., 2002. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Penerbit buku kedokteran EGC 4276/Jakarta.

Sen.T, Joshi. SR, Udwadia. ZF., 2009. Tuberculosis and Diabetes Mellitus: Merging Epidermics. Available from:

Sudigdo Sastroasmoro et al, 2008. Dasar-dasar Methodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-3. Sagung Seto.

Soegondo, S.,2004. Farmakoterapi pada Pengendalian Glikemia Diabetes Mellitus Tipe 2 . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal: 1860-1863.

Stevenson,C.R dan Forouhi,N.G et al, 2007. Diabetes and Tuberculosis: The Impact of the Diabetes Epidemic on Tuberculosis Incidence. Available

from:

April 2010].

Vottey, R.S. , 2010. Diabetes Mellitus, Type 2 - A Review. Available from:

March 2010].

Waspadji, S., 2004. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis dan Strategi Pengelolaan. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. hal: 1884-1888.

World Health Organization (WHO), 2010. Country and regional data. Available

from:

(50)

Young, F., Critchley, J. dan Unwin, N., 2009. Diabetes & tuberculosis: A Dangerous Liaison & No white tiger. Available from:

[ Accessed 10 April 2010].

Yurteri,G dan Sarac,S. et al, 2004. Features of Pulmonary Tuberculosis in Patients with Diabetes Mellitus: A Comparative Study, Turkish

Respiratory Journals. Available from:

April 2010].

Zhang,Q., Xioa, H. dan Sugawara, I. ,2009. Tuberculosis Complicated by Diabetes Mellitus at Shanghai Pulmonay Hospital, China. Available from:

(51)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sanggari A/P Murugesu

Tempat / Tanggal Lahir : Negeri Sembilan, Malaysia / 27 Februari 1988

Agama : Hindu

Alamat : No. 38 Jalan Universitas, Pintu 1, USU.

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1993, Tadika Lee

2. Tahun 1994 – 2000, Sekolah Rendah Kebangsaan (T) Telok Datok

3. Tahun 2001 – 2003, Sekolah Menengah Kebangsaan Banting

4. Tahun 2003 – 2005, Sekolah Menengah Kebangsaan Telok Datok

5. Tahun 2006 – 2007, Matrikulasi USU

(52)

Riwayat Pelatihan : 1. Seminar and Training in Presentation of Research Proposal

Riwayat Organisasi : 1. Panitia Penyambutan Mahasiswa Baru Tahun 2010 Fakultas Kedokteran USU

2. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-Pelajar Malaysia Indonesia – Cawangan Medan (PKPMI-CM)

(53)

LAMPIRAN

DATA DASAR DARI REKAM MEDIS

Angka Kejadian tuberkulosis paru pada penderita diabetes mellitus tipe 2 di RSUP.H.Adam Malik selama periode 1 Jan 1009 – 31 Dec 2009. No Rekam Medis:_______________________

c. Katogeri infeksi tuberkulosis paru pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

Ada tuberkulosis paru dengan kriteria: BTA positif

BTA negatif

Radiologis positif Kultur Positif

b. Umur adalah usia pasien menderita tuberkulosis paru yang terdapat pada kartu status penderita diabetes mellitus tipe 2.

Tahun

c. Jenis kelamin adalah jenis yang membedakan penderita TB paru yang terdapat pada kartu status penderita DM tipe 2 yang dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu :

laki-laki perempuan

d. Lama waktu menderita DM tipe 2 adalah jangka waktu pasien menderita DM dengan kejadian TB paru dikategorikan menjadi:

≤ 5 tahun

6-10 tahun > 10 tahun

Gambar

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring
Tabel 5.1. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2 di RSUP.
Tabel 5.3. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2
Tabel 5.4. Distribusi Proporsi TB Paru pada Penderita DM Tipe 2

Referensi

Dokumen terkait

1) Perencanaan, yaitu persiapan yang bertolak dari ide awal, hasil pra survey, dan hasil diagnosis yang terkait dengan pemecahan masalah atau fokus tindakan

[r]

[r]

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran, dengan

Pihak lain yang bukan Direktur Utama/Pimpinan Perusahan/Pengurus Koperasi yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang pihak lain

Panitia Pengadaan Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Tenggara di Kendari akan melaksanakan Pelelangan Umum dengan paskakualifikasi untuk paket Pekerjaan

Aplikasi ini menggunakan elemen-elemen multimedia yaitu gambar, teks, suara, dan animasi kedalam suatu bentuk aplikasi yang diharapkan mudah digunakan oleh siapa saja dan

Teknik pembangunan WarNet pada penulisan ilmiah ini, menggunakan teknologi LAN (jaringan area lokal) yang berbasis jaringan secara Workgroups di Microsoft Networks, dengan PC