ANALISIS PENDAPATAN DAN KARAKTERISTIK SOSIAL
EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI
KOPI ARABIKA DI KECAMATAN BANDAR
KABUPATEN BENER MERIAH
SKRIPSI
OLEH:
ISABELA K. BANGUN
060304002/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS PENDAPATAN DAN KARAKTERISTIK SOSIAL
EKONOMI YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PETANI
KOPI ARABIKA DI KECAMATAN BANDAR
KABUPATEN BENER MERIAH
SKRIPSI
Diajukan Kepada Departemen Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-Syarat Guna
Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
OLEH:
ISABELA K. BANGUN
060304002/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
JUDUL
:ANALISIS PENDAPATAN DAN
KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI
YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI
PETANI KOPI ARABIKA DI
KECAMATAN BANDAR KABUPATEN
BENER MERIAH
NAMA
: ISABELA K. BANGUN
DEPARTEMEN
: AGRIBISNIS
PROGRAM STUDI
: AGRIBISNIS
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing
Ketua, Anggota,
(Dr. Ir. Salmiah, MS)
NIP. 195702171986032001 NIP. 195803251985021002
(Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc)
Mengetahui,
Ketua Departemen Agribisnis
RINGKASAN
ISABELA K. BANGUN: Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.
Produksi dan pendapatan petani merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Agar pendapatan petani kopi dapat meningkat maka diperlukan suatu pengelolaan usahatani agar kegiatan usahatani kopi miliknya dapat dilaksanakan seefisien mungkin, sehingga dapat meminimalisir biaya. Pengelolaan usahatani kopi harus dilakukan dengan benar agar petani memperoleh keuntungan sehingga usahatani kopi ini layak diusahakan secara financial. Dalam melaksanakan usahatani kopi, petani dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi yang nantinya mempengaruhi keputusan petani itu dalam berusahatani.
Metode penelitian yang digunakan adalah Two-Stage Cluster Sampling, yaitu penentuan daerah melalui dua tahap dimana pada tahap kedua, daerah sampel ditentukan secara purposive dengan pertimbangan tertentu. Metode penarikan sampel dilakukan secara accidental. Metode analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis regresi linier berganda dan analisis finansial (NPV, Net B/C dan IRR). Dari hasil penelitian diperoleh:
1. Tingkat pendapatan petani kopi di daerah penelitian menguntungkan.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi ( umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, jumlah tanggungan, curahan tenaga kerja, modal dan luas lahan) secara serempak terhadap produksi petani kopi. Secara parsial hanya curahan tenaga kerja dan luas lahan yang berpengaruh terhadap produksi petani kopi.
3. Usahatani kopi di daerah penelitian layak diusahakan secara finansial karena NPV > 0, Net B/C > 1 dan IRR > i.
RIWAYAT HIDUP
ISABELA K. BANGUN lahir di Medan pada tanggal 6 Maret 1988. Anak kedua
dari tiga bersaudara dari Bapak D. Bangun dan Ibu A. Barus.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah:
1. Pada tahun 2006 tamat dari SMANSA Medan, dan pada tahun 2006 diterima
sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.
2. Tahun 2010 mengikuti kegiatan PKL di Desa Tanah Pinem, Kecamatan Tanah
KATA PENGANTAR
Skripsi berjudul “ Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Yang
Mempengaruhi Produksi Petani Kopi di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener
Meriah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar
sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Skripsi ini memuat semua perhitungan biaya produksi usahatani kopi, tingkat
pendapatan petani kopi, tingkat kelayakan usahatani kopi serta karakteristik sosial
ekonomi yang mempengaruhi produksi petani kopi di daerah penelitian.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS
selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc
selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini, dan juga kepada seluruh teman-teman SEP‘06 serta staff
pengajar dan pegawai tata usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua penulis Bapak D.
Bangun dan Ibu A. Barus, serta kedua saudaraku Elda dan Jhon atas dukungan,
semangat, materi dan doa yang telah diberikan kepada penulis.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2010
DAFTAR ISI
Hal
ABSTRAK……… i
RIWAYAT HIDUP……….. ii
KATA PENGANTAR……….. iii
DAFTAR ISI………. iv
DAFTAR GAMBAR……… vi
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR LAMPIRAN………. viii
PENDAHULUAN Latar Belakang……… 1
Identifikasi Masalah……… 5
Tujuan Penelitian………. 5
Kegunaan Penelitian……… 6
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka………. 7
Landasan Teori……….... 10
Kerangka Pemikiran……….... 15
Hipotesis Penelitian………... 19
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian………... 20
Metode Penentuan Sampel……….. 20
Metode Analisis Data……….. 21
Defenisi dan Batasan Operasional………... 25
Defenisi………... 25
Batasan Operasional……… 27
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian……….. 28
Karakteristik Petani Sampel……….. 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Usahatani Kopi………... 36
Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi………. 40
Analisis Finansial Usahatani Kopi………. 47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan………... 49
Saran……….. 50
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
DAFTAR TABEL
No. Judul Hal
1.
Produksi Kopi dan Luas Lahan yang Digunakan di Provinsi NAD.. 32. Sektor Perkebunan Unggulan dan Jumlah Produksi Komoditi Perkebunan di Kabupaten Bener Meriah tahun 2006……… 4
3.
Keadaan Tata Guna Tanah di Kabupaten Bener Meriah…………... 294.
Komposisi Penduduk Kabupaten Bener Meriah Menurut Jenis Kelamin………. 305.
Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian……… 316.
Umur Tanaman Kopi Sampel……… 327. Karakteristik Petani Sampel……….. 33
8. Rata-rata Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Ha Dalam 1 Tahun……….. 36
9. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Kopi Per Ha Dalam 1 Tahun... 38
10.Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Kopi Per Petani dan Per Ha Per Tahun………... 39
11.Hasil Pengujian Karakteristik Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi………. 42
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul
1. Karakteristik Petani Sampel
2. Biaya Peralatan dan Penyusutan Peralatan Per Petani dan Per Ha
3. a. Curahan Tenaga Kerja (HKP) Tanaman Kopi Yang Belum Berproduksi Per
Petani dan Per Ha
b. Curahan Tenaga Kerja (HKP) Tanaman Kopi Yang Sudah Berproduksi Per
Petani dan Per Ha
4. a. Biaya Curahan Tenaga Kerja (Rp) Tanaman Kopi Yang Belum Berproduksi
Per Petani dan Per Ha
b. Biaya Curahan Tenaga Kerja (Rp) Tanaman Kopi Yang Sudah Berproduksi
Per Petani dan Per Ha
5. Biaya Saprodi Per Petani
6. Biaya PBB Per Petani
7. Total Biaya Per Petani
8. Penerimaan Usahatani Kopi Per Petani dan Per Ha Dalam 1 Tahun
9. Pendapatan Usahatani Kopi Per Petani dan Per Ha Dalam 1 Tahun
10.Nilai PV 1
11.Nilai PV 2
12.Net B/C
13.Analisis Finansial
RINGKASAN
ISABELA K. BANGUN: Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah, dibimbing oleh Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec.
Produksi dan pendapatan petani merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Agar pendapatan petani kopi dapat meningkat maka diperlukan suatu pengelolaan usahatani agar kegiatan usahatani kopi miliknya dapat dilaksanakan seefisien mungkin, sehingga dapat meminimalisir biaya. Pengelolaan usahatani kopi harus dilakukan dengan benar agar petani memperoleh keuntungan sehingga usahatani kopi ini layak diusahakan secara financial. Dalam melaksanakan usahatani kopi, petani dipengaruhi karakteristik sosial ekonomi yang nantinya mempengaruhi keputusan petani itu dalam berusahatani.
Metode penelitian yang digunakan adalah Two-Stage Cluster Sampling, yaitu penentuan daerah melalui dua tahap dimana pada tahap kedua, daerah sampel ditentukan secara purposive dengan pertimbangan tertentu. Metode penarikan sampel dilakukan secara accidental. Metode analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan, analisis regresi linier berganda dan analisis finansial (NPV, Net B/C dan IRR). Dari hasil penelitian diperoleh:
1. Tingkat pendapatan petani kopi di daerah penelitian menguntungkan.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi ( umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani, jumlah tanggungan, curahan tenaga kerja, modal dan luas lahan) secara serempak terhadap produksi petani kopi. Secara parsial hanya curahan tenaga kerja dan luas lahan yang berpengaruh terhadap produksi petani kopi.
3. Usahatani kopi di daerah penelitian layak diusahakan secara finansial karena NPV > 0, Net B/C > 1 dan IRR > i.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengenalan jenis kopi Robusta pada masa awal abad XX menjurus ke arah suatu
kebangkitan kembali nasib-nasib industri. Jenis yang baru ini tahan penyakit,
keras dan memberi hasil yang tinggi. Walaupun kopi ini memperoleh harga yang
lebih rendah daripada kopi Arabica, namun pertumbuhan permintaan dunia
menuntut adanya pasar yang cukup kuat. Tetapi hanya sampai tahun 1925-1929,
ketika produksi rata-rata sebesar 114.000 ton per tahun (75% diantaranya
diekspor), puncak abad XIX dilampaui. Selama periode ini struktur industri yang
sekarang ada muncul. Untuk pertama kali pada abad XX, produksi petani rakyat
melampaui produksi perkebunan, dan hasil dari Sumatera melebihi hasil dari
Jawa. Untuk selanjutnya, mesin penggerak industri kopi di Indonesia adalah
petani rakyat dari Sumatera (Spillane,1990:44).
Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering
dibudidayakan hanya kopi arabika, robusta dan liberika. Penggolongan kopi
tersebut umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali kopi robusta. Kopi robusta
bukan merupakan nama spesies karena kopi ini merupakan keturunan dari
beberapa spesies kopi, terutama Coffea canephora
(Najiyati dan Danarti, 1990:15).
Dari segi produksi yang paling menonjol dalam kualitas dan kuantitas adalah jenis
mutunya dibawah Arabika, mengambil bagian 24% produksi dunia, sedangkan
Liberika dan Excelsa masing-masing 3%. Arabika dianggap lebih baik daripada
Robusta karena rasanya lebih enak dengan jumlah kafein yang lebih rendah. Hal
ini menyebabkan kopi Arabika lebih mahal dari kopi Robusta (Spillane,1990: 11).
Pengembangan kopi Arabika di Indonesia diharapkan dapat mencapai 30% dari
total ekspor nasional, atau ekivalen dengan ± 150.000 ton per tahun. Pada saat ini
ekspor kopi Arabika dari Indonesia baru mencapai sekitar 30.000 ton per tahun,
sehingga defisit terhadap target nasional sekitar 120.000 ton per tahun. Dengan
asumsi produktivitas kopi Arabika sekitar 750 kg/ha, maka peluang perluasan
kopi Arabika di Indonesia mencapai 180.000 Ha.
Komoditas kopi merupakan ekspor Indonesia non migas yang memberikan
kontribusi dalam peningkatan devisa Negara. Pada tahun 2007, ekspor non migas
meningkat sebesar 15,5% dengan kontribusi sektor pertanian sebesar 4,3%, sektor
manufaktur 82,6%, dan sektor pertambangan sebesar 13,1%. Ekspor pertanian dan
pertambangan tumbuh sebesar 17,0% dan 7,8% (Bab 16, Peningkatan Investasi
dan Ekspor Non Migas 2008:II. 16-3)
Pada saat ini tanaman kopi Robusta di Indonesia lebih dari 95%, sedang
selebihnya adalah kopi Arabika dan jenis lain. Meskipun kopi Robusta ini semula
ditanam dan diusahakan oleh perkebunan besar, namun dalam perkembangannya
tanaman ini telah banyak menjadi tanaman rakyat atau pertanian
rakyat (AAK, 2009:20).
Kopi Arabika di Indonesia memiliki keistimewaan dibandingkan dengan
lima jenis kopi Arabika, yang tersebar di lima wilayah yakni Toraja Sulawasi
Selatan, Bali, Jawa, Sumatera Utara (Mandailing), dan Aceh (Anonymous,2009)
Selama 30 tahun terakhir, areal tanaman kopi di Indonesia telah meningkat tiga
kali lipat. Perluasan ini diakibatkan oleh perubahan perkebunan besar menjadi
perkebunan rakyat. Dimana pada saat pengalihan perkebunan besar menjadi
perkebunan rakyat, diikuti juga dengan penggantian komoditas pertanian yang
ditanam. Dan tanaman kopi merupakan salah satu tanaman yang banyak ditanam
di perkebunan rakyat menggantikan tanaman sebelumnya (AAK,2009: 21).
Tabel 1. Produksi Kopi dan Luas Lahan yang Digunakan di Provinsi NAD
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2006-2008 dan Peluang Investasi Bahan Galian & Energi di Provinsi NAD
Dari Tabel 1. dapat dilihat bahwa Provinsi NAD merupakan salah satu penghasil
kopi terutama di Kabupaten Aceh Tengah Dan Kabupaten Bener Meriah.
No Kabupaten Luas Lahan yang
Digunakan (Ha) Produksi
1 Aceh Barat 533 181 ton
2 Bener Meriah 39.490 12.840 ton
3 Aceh Selatan 1.590 504 ton
4 Aceh Besar 1.466 760 ton
5 Aceh Jaya 1.326 300 ton
6 Aceh Singkil 1.322 49 ton
7 Aceh Tamiang 105 14 ton
8 Aceh Tengah 46.493 22.757 ton
9 Aceh Tenggara 316 45 ton
10 Aceh Timur 281 60 ton
11 Aceh Utara 975 243 ton
12 Bireuen 724 461 ton
13 Aceh Barat Daya 560 225 ton
14 Gayolues 2.489 815 ton
15 Naganraya 1.360 565 ton
16 Pidie 9.522 2048 ton
Tanaman kopi dapat dijumpai dengan mudah di hampir semua kecamatan di
kabupaten Bener Meriah. Tanaman kopi yang ada di kabupaten Bener Meriah
terdapat di hamparan kebun yang dimiliki oleh penduduk, bukan di kebun kopi
yang diusahakan oleh perusahaan besar. Di antara tujuh kecamatan di Bener
Meriah, daerah selatan menghasilkan lebih banyak kopi yaitu kecamatan Bandar,
Bukit, dan Timang Gajah.
Tabel 2. Sektor Perkebunan Unggulan dan Jumlah Produksi Komoditi Perkebunan di Kabupaten Bener Meriah tahun 2006
No Sektor/ Komoditi Unggulan/ Tidak
Produksi Tahun Terakhir (2006)
1 Primer-Perkebunan: Kelapa Sawit Unggulan 79 ton
2 Primer-Perkebunan: Kakao Unggulan 45 ton
3 Primer-Perkebunan: Tebu Unggulan 1,122 ton
4 Primer-Perkebunan: Kopi Unggulan 12,840 ton
5 Primer-Perkebunan: Kelapa Unggulan 8 ton
6 Primer-Perkebunan: Lada Unggulan 100 ton
7 Primer-Perkebunan: Nilam Non Unggulan 8 ton
8 Primer-Perkebunan: Tembakau Non Unggulan 44 ton
Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, 2006-2008
Dari Tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa sektor perkebunan unggulan yang paling
tinggi produksinya di kabupaten Bener Meriah adalah tanaman kopi yaitu sebesar
12,840 ton yang kemudian diikuti tanaman tebu sebesar 1.122 ton, lada, kelapa
sawit dan lainnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 1. dan Tabel 2. yang menunjukkan
bahwa kopi merupakan salah satu sektor perkebunan unggulan baik di Provinsi
NAD secara umum dan Kabupaten Bener Meriah secara khusus, maka penulis
ingin mengetahui pengaruh dari tingginya produksi kopi terhadap pendapatan
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data dan uraian di atas, maka penulis mencoba untuk meneliti
mengenai masalah-masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat pendapatan petani kopi di daerah penelitian?
2. Bagaimana pengaruh karakteristik sosial ekonomi petani terhadap produksi
petani kopi di daerah penelitian?
a. Bagaimana pengaruh karakteristik sosial (meliputi: umur, tingkat
pendidikan, lama berusahatani) petani kopi terhadap produksi petani kopi
di daerah penelitian?
b. Bagaimana pengaruh karakteristik ekonomi (meliputi: jumlah tanggungan
keluarga, curahan tenaga kerja, luas lahan, modal) petani kopi terhadap
produksi petani kopi di daerah penelitian?
3. Bagaimana kelayakan usahatani tanaman kopi di daerah penelitian?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani kopi di daerah penelitian.
2. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial ekonomi petani terhadap
a. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial (meliputi: umur, tingkat
pendidikan, lama berusahatani) petani terhadap produksi petani kopi yang
ada di daerah penelitian.
b. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik ekonomi (meliputi: jumlah
tanggungan, curahan tenaga kerja, luas lahan, modal) terhadap produksi
petani kopi di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui kelayakan usahatani kopi di daerah penelitian.
1.4.Kegunaan Penelitian
1. Bahan informasi dan studi bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan
perkebunan kopi rakyat.
2. Bahan pertimbangan bagi pemerintah maupun lembaga lainnya dalam
mengambil kebijakan khususnya dalam bidang yang berkaitan dengan
tanaman kopi dan petani kopi.
3. Sebagai bahan untuk melengkapi skripsi yang merupakan salah satu syarat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian
dari bibit tanaman lokal dan umumnya merupakan kegiatan usaha sampingan
selain mengusahakan ladang untuk padi dan sayuran. Perluasan tanaman kopi
rakyat masih terus berlangsung terutama di daerah-daerah di luar Jawa. Jenis kopi
yang dibudidayakan juga yang termasuk mudah dirawat, yaitu terbatas pada kopi
Robusta yang kuat, tahan penyakit serta tidak begitu ketat pemeliharaannya
(Spillane,1990: 121).
Sampai saat ini sasaran pasar komoditas kopi Indonesia masih mengandalkan
pasar ekspor yang tersebar di berbagai kota besar di Negara maju antara lain:
Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Italia dan Belanda, hal ini dikarenakan
konsumsi per kapita dalam negeri sendiri masih sangat rendah dan
pertumbuhannya pun juga rendah, sementara di pusat-pusat konsumen di luar
negeri, pertumbuhan konsumsi tampaknya cukup mantap. Dengan demikian
perubahan harga di pasar dunia dan dalam negeri mempunyai hubungan yang erat
dan bahkan mungkin saling mempengaruhi satu sama lain, karena harga yang
akan diterima oleh pengekspor akan menjadi dasar penentuan harga yang akan
dibayar ke pedagang perantara dan secara berantai akhirnya kepada petani
penentu seberapa banyak volume produksi kopi yang akan dijual ke pasar atau ke
pedagang perantara atau pedagang ekspor (Hutabarat, 2006).
Analisa usahatani dibutuhkan dalam perencanaan sejak pembukaan lahan sampai
kopi siap dipasarkan. Di dalam analisa usahatani ini, kita akan tahu seberapa
banyak tenaga, alat, dan bahan-bahan yang akan dibutuhkan sehingga bisa
diperkirakan berapa besarnya modal yang perlu disediakan dan berapa besarnya
pendapatan yang akan diperoleh (Najiyati dan Danarti, 1990:173).
Suatu rencana usahatani dalam azasnya harus mengandung hal-hal berikut: jenis
dan nilai input, jumlah dan harga input yang akan digunakan, jumlah uang/kredit
yang diperlukan untuk pembiayaan pelaksanaan rencana, jumlah produksi yang
akan diperoleh dan seberapa banyak dari produksi tersebut yang akan dijual untuk
menghasilkan pendapatan dan keuntungan bersih yang diharapkan (Tohir,
1991:144). Unsur-unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani meliputi
empat macam yang biasa disebut sebagai faktor-faktor produksi, yaitu: tanah,
tenaga kerja,modal dan pengelolaan/manajemen (Rustam, 2010).
Masalah konsep yang umum ditemui dalam menyiapkan analisa investasi
usahatani adalah bagaimana menentukan biaya tenaga kerja keluarga. Prinsip
yang umum dipakai dalam penilaian adalah menilai pekerja keluarga atas biaya
oportunitasnya; yaitu manfaat keluarga yang dikorbankan untuk ikut serta dalam
usahatani (Gittinger, 1986:161).
Input atau masukan bagi usahatani itu dalam garis besarnya terdiri atas alam,
tenaga kerja, modal, manajemen, dan sosial budaya. Sedangkan output atau hasil
penyusutan, upah, pembayaran, pajak, beban sosial dan
keuntungan (Tohir, 1991: 166).
Menurut Suratiyah (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan
pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi ke
dalam dua golongan sebagai berikut:
1. Faktor internal dan faktor eksternal
2. Faktor manajemen
Untuk melihat tingkat kesejahteraan petani secara utuh perlu juga dilihat sisi yang
lain yaitu perkembangan jumlah pembelanjaan petani untuk kebutuhan konsumsi
maupun untuk produksi. Dalam hal ini petani sebagai produsen dan konsumen
dihadapkan kepada pilihan untuk mengalokasikan pendapatannya. Pertama, untuk
memenuhi kebutuhan pokok (konsumsi) demi kelangsungan hidup petani beserta Faktor Internal
1. Umur Petani
2. Pendidikan, pengetahuan, pengalaman, dan
ketrampilan. 3. Jumlah tenaga kerja
keluarga 4. Luas lahan 5. Modal
Faktor Eksternal
1. Input
a. Ketersediaan b. Harga 2. Output
a. Permintaan b. Harga
Usahatani
keluarganya. Kedua, pengeluaran untuk produksi/budidaya pertanian yang
merupakan ladang penghidupannya yang mencakup biaya operasional produksi
dan investasi atau pembentukan barang modal. Unsur kedua ini hanya mungkin
dilakukan apabila kebutuhan pokok petani telah terpenuhi; dengan demikian
investasi dan pembentukan barang modal merupakan faktor penentu bagi tingkat
kesejahteraan petani (Rianse, 2009: 19).
Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting pada petani kecil ialah terbatasnya
sumberdaya dasar tempat ia berusahatani. Pada umumnya, mereka hanya
menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian
dalam pengelolaannya. Lahannya sering tidak subur dan terpencar-pencar dalam
beberapa petak. Mereka mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan
kesehatan yang sangat rendah. Mereka sering terjerat oleh hutang dan tidak
terjangkau oleh lembaga kredit dan sarana produksi. Bersamaan dengan itu,
mereka menghadapi pasar dan harga yang tidak stabil, mereka tidak cukup
menerima dukungan penyuluhan, pengaruh mereka kecil dalam pengawasan dan
penyelenggaraan lembaga desa. Akibatnya, kelangsungan hidup mereka sering
tergantung kepada orang lain dan pengaruh iklim yang jelek atau harga yang
rendah dapat membawa bencana bagi petani dan keluarganya (Soekartawi dkk,
1986:5).
2.2. Landasan Teori
Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi
serta sarana produksi yang lain termasuk kewajiban terhadap pihak ketiga dan
dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah, 2009: 60).
Dalam menunjang keberhasilan agribisnis, maka tersedianya bahan baku pertanian
secara kontinu dalam jumlah yang tepat sangat diperlukan. Tersedianya produksi
ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain macam komoditi, luas lahan,
tenaga kerja, modal, manajemen, iklim, dan faktor sosial ekonomi produsen
(Soekartawi, 1999:47).
Untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat digunakan tiga
macam pendekatan yaitu pendekatan nominal (nominal approach), pendekatan
nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai sekarang
(present value approach). Namun pada penelitian ini, pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan nilai sekarang (present value approach), yaitu pendekatan
yang memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses
produksi pada saat dimulainya proses produksi (Suratiyah, 2009: 61).
Petani kopi di daerah penelitian umumnya menggunakan kredit untuk modal
usahataninya. Untuk menghitung besarnya biaya dan pendapatan pada usahatani
kopi digunakan pendekatan nilai sekarang, dimana pendekatan ini
memperhitungkan nilai uang sekarang sehingga besarnya tingkat bunga dari
pinjaman kredit yang dilakukan oleh petani berpengaruh pada nilai uang terkait
dengan waktu dilakukannnya pinjaman. (Suratiyah, 2009: 61)
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual. Pernyataan ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
dimana, TR = total penerimaan
Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i
Py = harga Y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, jadi:
Pd = TR – TC
dimana, Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
(Soekartawi, 1995:54).
Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani
dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik
sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Barangkali
ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani kecil adalah
penghasilan bersih usahatani. Angka ini diperoleh dari pendapatan bersih
usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman.
Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk
keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik
keluarga yang dipakai di dalam usahatani (Soekartawi dkk, 1986: 80).
Dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang
dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang
dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar
keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan.
Biaya untuk iuran pemakaian air, pembayaran zakat dan lainnya juga termasuk ke
Penyusutan merupakan bagian dari biaya yang harus dihitung untuk memperoleh
pendapatan bersih usahatani. Cara yang digunakan adalah dengam menggunakan
metode Garis lurus (straight-line method), yaitu pembagian nilai awal setelah
dikurangi nilai akhir oleh waktu pemakaian (expected life) dengan formula
sebagai berikut:
Dimana, D = Depresiasi
HAw = Biaya awal
HAk = Nilai akhir
WP = Umur ekonomis
(Prawirokusumo, 1990: 64)
Pertanian rakyat sering dikenal dengan usahatani kecil. Di pertanian rakyat sering
digunakan tenaga kerja anak-anak (dibawah usia 10 atau 12 tahun). Tenaga kerja
anak-anak itu dapat berasal dari keluarga ataupun dari luar keluarga. Tenaga kerja
yang berasal dari keluarga petani disebut TKDK (tenaga kerja dalam keluarga),
yang berasal dari luar keluarga disebut TKLK (tenaga kerja luar keluarga) atau
tenaga kerja sewa (Tarigan dan Lily, 2006:53).
Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga luar
antara lain adalah komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan
kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah,
lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja
(Suratiyah, 2008: 21).
Satu HOK adalah banyaknya hari (1 hari = 8 jam kerja) yang digunakan oleh 1
Terlepas dari tata letak biofisiknya, suatu sistem pertanian juga ditentukan oleh
ciri-ciri sosioekonomi, budaya dan politik terutama yang berhubungan dengan
kerumahtanggaan petani. Setiap rumahtangga merupakan sebuah gabungan yang
unik antara laki-laki dan perempuan, orang dewasa dan anak-anak yang semuanya
memberikan pengelolaan, pengetahuan, tenaga kerja, modal dan lahan untuk
usahatani dan yang mengkonsumsi paling tidak sebagian dari hasil usahataninya.
Jadi rumahtangga petani merupakan pusat alokasi sumber daya, produksi dan
konsumsi (Reijntjes dkk, 1999:29).
Dalam rangka mencari suatu ukuran untuk mengevaluasi suatu usahatani, telah
dikembangkan beberapa kriteria (indeks) yang disebut Investment Criteria
(Prawirokusumo, 1990). Adapun kriteria yang sering digunakan untuk tanaman
tahunan adalah NPV, B/C, dan IRR (Chalil, 2010)
NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah
proyek feasible atau tidak. Perhitungan NPV merupakan net benefit yang telah
didiskon dengan menggunakan discount factor. Rumus untuk menghitung NPV
adalah sebagai berikut:
Bila nilai NPV ≥ 0 maka usahatani dikatakan layak. Bila nilai NPV = 0 maka
usahatani tersebut dapat mengembalikan sebesar cost of capital (discount rate).
Bila nilai NPV < 0 maka usahatani dikatakan tidak layak.
Internal Rate of Return (IRR) merupakan salah satu cara untuk mengetahui suatu
sama artinya dengan discount rate) yang menunjukkan jumlah NPV sama dengan
jumlah seluruh cost investasi suatu usahatani. Rumus yang digunakan untuk
menghitung IRR adalah sebagai berikut:
Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usahatani tersebut layak
dilaksanakan. Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usahatani tersebut
tidak layak dilaksanakan.
Net B/C merupakan perbandingan antara net benefit yang telah di-discount positif
dengan net benefit yang telah di discount negatif, dengan formula sebagai berikut:
Net B/C =
Net B/C > 1, maka usahatani dikatakan layak. Net B/C < 1, maka usahatani
dikatakan tidak layak.
2.3. Kerangka Pemikiran
Perkebunan kopi rakyat semakin berkembang dewasa ini. Hal ini dikarenakan
semakin banyaknya petani yang mengganti tanaman mereka menjadi kopi. Akan
tetapi, perluasan perkebunan kopi rakyat ini tidak diikuti dengan perkembangan
pengolahan kopi. Perkebunan rakyat masih menggunakan cara tradisional (hanya
mengandalkan tenaga manusia), sehingga kualitas kopi yang dihasilkan pun pada
pemerintah). Hal ini turut mempengaruhi harga kopi petani rakyat, dimana harga
kopi mereka lebih rendah.
Produksi dan pendapatan petani adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Produksi kopi yang tinggi akan meningkatkan pendapatan petani kopi, dan
sebaliknya jika produksi rendah maka tingkat pendapatan juga akan rendah. Oleh
karena itu diperlukan suatu kajian mengenai karakteristik sosial ekonomi petani
kopi yang mempengaruhi cara mereka berusahatani kopi, dimulai dari penanaman
kopi hingga pengolahan kopi yang sudah dipanen. Selain itu perlu juga
dipertimbangkan mengenai input-input yang digunakan petani kopi dalam
mengusahakan tanaman kopinya. Input-input yang digunakan oleh petani kopi
harus digunakan secara efektif dan efisien, karena input ini merupakan biaya,
yang nantinya akan mempengaruhi pendapatan petani kopi.. Dalam menggunakan
input petani biasanya dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonominya.
Faktor sosial ekonomi petani sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani.
Seperti yang kita ketahui petani rakyat lebih mengutamakan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, hal ini akan mempengaruhi semua keputusannya untuk
berusahatani. Faktor sosial petani seperti umur, tingkat pendidikan dan lamanya
berusahatani, akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan apakah
mereka akan menggunakan inovasi-inovasi dalam mengusahakan usahataninya
atau tetap berpedoman pada cara lama yang sudah biasa mereka lakukan.
Sedangkan faktor ekonomi petani seperti jumlah tanggungan, curahan tenaga
kerja, modal dan luas lahan akan mempengaruhi petani dalam hal membuat
keputusan mengenai apakah dia bertani sebagai cara hidup atau untuk
sebagai cara hidup maka dia tidak akan terlalu memikirkan bagaimana cara
mengembangkan usahataninya sehingga menghasilkan produksi yang tinggi yang
nantinya akan memberikan keuntungan bagi dirinya. Petani ini hanya
mengusahakan usahataninya secara sederhana, asalkan dia dapat menutupi
kebutuhan hidupnya maka dia tidak akan berusaha untuk mengembangkan
usahataninya. Namun, jika petani ingin memperoleh keuntungan maka dia akan
berusaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas dari usahatani kopi miliknya.
Petani kopi memperoleh pendapatan bersih dari hasil penjualan kopi dikurangi
semua biaya yang dikeluarkan selama berusahatani kopi. Dari hasil pendapatan
bersih petani ini, akan dianalisis kelayakan usahatani kopi miliknya. Setelah
analisis dilakukan maka dapat didefinisikan apakah usahatani kopi di daerah
penelitian layak atau tidak diusahakan. Usahatani kopi dikatakan layak apabila
usahatani ini dapat mencerminkan kesejahteraan hidup petani kopi dan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Penerimaan
Karakteristik Sosial
• Umur
• Tingkat pendidikan
• Lama
berusahatani
Pendapatan Bersih Petani Kopi
Usahatani Kopi
Produksi
Karakteristik Ekonomi
• Jumlah tanggungan
• Curahan tenaga kerja
• Modal
• Luas lahan Biaya yang
Dikeluarkan:
• Bibit
• Pupuk
• Pestisida
•
Obat-obatan
Analisis Finansial
1. Net B/C 2. NPV 3. IRR Harga
Biaya Produksi
Keterangan:
= mempengaruhi
2.4. Hipotesis Penelitian
1. Tingkat pendapatan petani kopi di daerah penelitian menguntungkan.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor sosial ekonomi petani dengan
produksi petani kopi.
a. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor sosial petani (meliputi:
umur, tingkat pendidikan, lama berusahatani) dengan produksi petani kopi.
b. Terdapat pengaruh yang signifikan antara faktor ekonomi petani (meliputi:
jumlah tanggungan, curahan tenaga kerja, modal dan luas lahan) dengan
produksi petani kopi.
3. Usahatani kopi di daerah penelitian layak diusahakan dari segi analisis
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode yang digunakan untuk menetukan daerah penelitian adalah metode
Two-Stage Cluster Sampling, dengan tahap-tahap sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua data mengenai produksi kopi di seluruh kabupaten di
Provinsi NAD. Berdasarkan data yang diperoleh, dari 17 kabupaten yang ada
di Provinsi NAD, dipilihlah Kabupaten Bener Meriah.
2. Dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Bener Meriah, dipilihlah Kecamatan
Bandar secara sengaja dengan pertimbangan tertentu (purposive sampling).
Adapun pertimbangan yang digunakan adalah berdasarkan data primer melalui
informasi dari penyuluh di Kecamatan Bandar dan BPKG (Balai Penelitian
Kopi Gayo) yang menyatakan bahwa Kecamatan Bandar sedang
mengembangkan kopi arabika organik yang memiliki produksi yang tinggi
dan kualitas kopi yang lebih baik.
3.2. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini petani kopi arabika. Metode yang digunakan dalam
pengambilan sampel adalah metode accidental, yaitu siapa saja petani yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, selama petani
tersebut memiliki kriteria seperti berusahatani kopi dan memenuhi kelompok
umur kopi. Jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 50 orang. Sampel
Suku Gele Wih Ilang dan Pondok Baru. Ketiga desa tersebut dipilih karena di
desa tersebut dapat diperoleh sampel petani kopi yang berumur
1,4,6,8,9,10,11,12,13,14 dan 15 tahun, sedangkan sampel pada umur 2,3,5 dan 7
tidak ditemui.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden
di daerah penelitian melalui daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih
dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan
penelitian ini.
3.4. Metode Analisis Data
Data primer yang telah diperoleh terlebih dahulu ditabulasi kemudian dianalisis
dengan uji statistik yang sesuai.
Untuk menguji hipotesis 1, digunakan analisis pendapatan dengan menggunakan
rumus:
TR = Y. Py
dimana, TR = total penerimaan
Y = produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani i
Py = harga Y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, jadi:
dimana, Pd = pendapatan usahatani
TR = total penerimaan
TC = total biaya
Untuk menguji hipotesis 2 digunakan analisis Regresi Linear Berganda dengan
rumus:
Ŷ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7+ ε
Dimana:
Ŷ = Produksi petani kopi
a = Koefisien Intercept
b1, b2, b3,…, b7 = Koefisien Regresi
x1 = Umur
x2 =Tingkat Pendidikan
x3 = Lama Berusahatani
x4 = Jumlah Tanggungan
x5 = Curahan Tenaga Kerja
x6 = Modal
x7 = Luas lahan
Untuk menguji apakah variabel bebas secara serempak berpengaruh terhadap
variable tidak bebas (Y) maka digunakan uji F, yaitu:
Dimana:
n = jumlah sampel
k = derajat bebas pembilang
n-k-1 = derajat bebas penyebut
Kriteria uji serempak
Fhit≤ Ftabel maka Ho diterima, H1 ditolak.
Fhit > Ftabel maka Ho ditolak, H1 diterima.
Untuk menguji hipotesis 3, digunakan analisis Net B/C, Net Present Value (NPV)
dan Internal Rate of Return (IRR). Dengan mengamati pendapatan dari usahatani
kopi selama beberapa tahun terkahir.
Net B/C =
Dimana:
Bt = benefit sosial kotor sehubungan dengan proyek tahun t
Ct = biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t termasuk
segala jenis pengeluaran
t = jangka waktu usahatani
i = tingkat suku bunga yang berlaku
Analisis Kelayakan
1. Net B/C > 1, maka usahatani dikatakan layak.
2. Net B/C < 1, maka usahatani dikatakan tidak layak.
Net Present Value merupakan selisih antara present value dari benefit dan present
Dimana:
Bt = penerimaan finansial sehubungan dengan proyek tahun t dihitung per
hektar per tahun
Ct = biaya finansial sehubungan dengan proyek pada tahun t termasuk segala
jenis pengeluaran dihitung per hektar per tahun
t = jangka waktu usahatani
i = tingkat suku bunga yang berlaku
Kriteria yang dipakai adalah:
1. Bila nilai NPV ≥ 0 maka usahatani dikatakan layak.
2. Bila nilai NPV = 0 maka usahatani tersebut dapat mengembalikan sebesar
cost of capital (discount rate).
3. Bila nilai NPV < 0 maka usahatani dikatakan tidak layak.
Sedangkan untuk menghitung nilai PV pada sampel kopi yang tidak ada yaitu
kopi yang berumur 2, 3, 5 dan 7 tahun digunakan metode interpolasi linier.
Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat pengembalian yang dinyatakan
dalam persen yang identik dengan ongkos investasi. Dapat dihitung dengan
Dimana:
i’ = nilai Sosial Discount Rate yangke-1
i” = nilai Sosial Discount Rate yangke-2
NPV’ = nilai Net Present Value yang pertama
NPV” = nilai Net Present Value yang kedua
Kriteria yang dipakai adalah:
1. Bila IRR ≥ tingkat suku bunga berlaku maka usahatani terseb ut layak
dilaksanakan.
2. Bila IRR < tingkat suku bunga berlaku maka usahatani tersebut tidak layak
dilaksanakan.
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini maka
dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut:
Defenisi
1. Petani kopi adalah orang yang melakukan usahatani kopi sebagai mata
pencaharian pokoknya.
2. Usahatani kopi adalah kombinasi yang tersusun dari faktor produksi yaitu
modal, alam, tenaga kerja dan keahlian yang ditujukan untuk proses produksi
yang nantinya menghasilkan output dan kebehasilannya tergantung kepada
kemampuan petani pengelolanya.
3. Produksi adalah semua hasil panen tanaman kopi yang dibudidayakan petani
4. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil
produksi dengan harga jual produksi yang dinyatakan dalam rupiah.
5. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel
seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan biaya
tenaga kerja.
6. Pendapatan bersih selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani
dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung.
7. Karakteristik sosial petani kopi meliputi umur, tingkat pendidikan, lama
berusahatani.
8. Umur adalah usia petani kopi yang dihitung dari tanggal lahir masing-masing
(tahun).
9. Tingkat pendidikan diukur berdasarkan pendidikan formal yang ditempuh oleh
petani kopi (tahun).
10.Lama berusahatani lamanya seorang petani kopi memulai usahataninya
sampai dengan masa penelitian dilakukan (tahun).
11.Karakteristik ekonomi petani kopi meliputi jumlah tanggungan, curahan
tenaga kerja, luas lahan, modal.
12.Jumlah tanggungan adalah semua orang yang berada dalam sebuah keluarga
13.Curahan tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang digunakan dalam
setiap tahap kegiatan usahatani kopi (HKP).
14.Luas lahan adalah areal pertanaman kopi yang dimilki oleh petani diukur
dengan satuan hektar.
15.Modal adalah semua input yang dimiliki oleh petani kopi yang digunakan
untuk menjalankan usahataninya dihitung dalam rupiah.
16.Net B/C adalah perbandingan antara net benefit yang telah di-discount positif
dengan net benefit yang telah di discount negatif.
17.NPV adalah kriteria investasi yang banyak digunakan untuk mengukur apakah
proyek feasible atau tidak. Perhitungan NPV merupakan net benefit yang telah
didiskon dengan menggunakan discount factor.
18.IRR adalah suatu tingkat bunga (dalam hal ini sama artinya dengan discount
rate) yang menunjukkan jumlah NPV sama dengan jumlah seluruh cost
investasi suatu usahatani.
Batasan Operasional
1. Daerah penelitian adalah di desa Beranun Teleden, Pondok Baru dan Suku
Gele Wih Ilang, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.
2. Waktu penelitian adalah tahun 2010.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah
Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun
2003, Kabupaten Bener Meriah merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh
Tengah dengan luas wilayah 1.888,70 Km2 dengan ibukotanya Redelong.
Kabupaten Bener Meriah terbentang antara 40050’75” Garis Lintang Utara dan
97050’75” Bujur Timur yang berbatasan dengan:
− Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten
Bieruen
− Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Timur
− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tengah
4.1.2. Topografi
Topografi wilayah Kabupaten Bener Meriah sebagian besar merupakan daerah
pegunungan dengan kemiringan berkisar antara 0 – 45%, hal ini dapat dimaklumi
karena letaknya berada pada sisi sebelah utara dari gugusan pegunungan Bukit
Barisan dengan ketinggian antara 100 – 2500 meter dari permukaan laut. Keadaan
topografi di Kabupaten ini sangat mendukung untuk mengembangkan usahatani
kopi, karena kopi arabika pada umumnya membutuhkan ketinggian tempat antara
1200-1600 meter dari permukaan laut.
4.1.3. Iklim
Kabupaten Bener Meriah beriklim tropis, musim kemarau biasanya jatuh pada
bulan Januari sampai dengan Juli dan musim hujan berlangsung dari bulan
Agustus sampai Desember. Curah hujan berkisar antara 1.082 – 2.409 mm per
tahun dengan jumlah hari hujan antara 113 – 160 hari per tahun. Keadaaan udara
tidak terlalu lembab dengan rata-rata kelembaban nisbi 80%.
4.1.4. Tata Guna Tanah
[image:41.595.111.519.592.725.2]Luas dan penggunaan lahan di Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Keadaan Tata Guna Tanah di Kabupaten Bener Meriah
No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase 1
2 3 4 5 6
Sawah 21.234,00 11,24
Pekarangan / Bangunan 3.172,80 1,68
Kebun / Ladang 50.384,00 26,68
Hutan Lindung 36.400,00 19,27
Hutan Produksi 70.681,00 37,42
Lain – lain 6.998,20 3,71
JUMLAH 188.870,00 100,00
Dari Tabel 3. dapat diketahui bahwa lahan yang paling banyak digunakan di
Kabupaten Bener Meriah adalah untuk hutan produksi yaitu sebesar 70.681,00 Ha
(37,42%). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa wilayah Kabupaten
Bener Meriah merupakan pegunungan dan masih berupa hutan. Pegunungan
inilah yang dibuka oleh masyarakat untuk dihadikan kebun kopi.
4.1.5. Keadaan Daerah
a. Komposisi Penduduk Menurut Umur
Jumlah penduduk di Kabupaten Bener Meriah sampai saat ini berjumlah 125.978
jiwa dengan kepadatan penduduk rata – rata 66,70 jiwa / Km2. Untuk lebih
jelasnya mengenai keadaan penduduk pada setiap kecamatan dalam Kabupaten
[image:42.595.108.508.417.610.2]Bener Meriah dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Komposisi Penduduk Kabupaten Bener Meriah Menurut Jenis Kelamin
No Kecamatan Laki – laki Perempuan Jumlah
1 2 3 4 5 6 7 Timang Gajah
Pintu Rime Gayo
Bukit Wih Pesam Bandar Syiah Utama Permata 13.259 5.872 10.401 10.766 14.922 2.099 7.947 12.224 5.247 10.033 9.982 14.050 1.784 7.392 25.483 11.119 20.434 20.748 28.972 3.883 15.339
JUMLAH 65.266 60.712 125.978
Sumber : Data Monografi Kab. Bener Meriah Tahun 2009
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Kecamatan Bandar merupakan kecamatan
yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yaitu sebanyak 28.972 jiwa dengan
b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi mata pencaharian penduduk dari masing – masing bidang usaha di
[image:43.595.123.517.175.328.2]Kabupaten Bener Meriah adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Sektor Pekerjaan Persentase
1
2
3
4
5
Sektor Pertanian
Sektor Perdagangan
Sektor Buruh/Pegawai
Sektor Industri
Sektor Lain – Lain
73,01%
19,17%
5,05%
2,35%
0,43%
Sumber : Data Monografi Kab. Bener Meriah Tahun 2009
Dari Tabel 5. di atas, menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor
yang paling banyak menyerap tenaga kerja dan merupakan sektor yang
memberikan sumbangan pendapatan masyarakat yang paling besar. Usaha yang
paling banyak digeluti penduduk pada sektor pertanian adalah usaha perkebunan
kopi, dimana usaha perkebunan kopi ini sudah diusahakan secara turun menurun.
Hampir semua lahan perkebunan di Kabupaten Bener Meriah ditanami kopi.
Adapun jenis kopi yang ditanam di Kabupaten ini adalah kopi Arabika.
Kabupaten Bener Meriah memiliki potensi alam yang subur sehingga sektor
perkebunan merupakan sektor yang potensial yang masih dapat dikembangkan,
karena selain ditinjau dari segi ekonomi dimana sektor ini merupakan
penyumbang pendapatan daerah yang tertinggi, sektor pertanian ini juga berperan
langsung dalam pembangunan ekonomi nasional seperti pembangunan wilayah,
penumbuhan wilayah bukaan baru, penyerapan tenaga kerja, peningkatan luas
4.2. Karakteristik Petani Sampel
Karakter petani yang menjadi sampel pada penelitian ini meliputi umur tanaman,
umur petani sampel, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani
[image:44.595.113.391.232.425.2]dan luas lahan. Karakteristik petani sampel dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 6. Umur Tanaman Kopi Sampel
Sumber: Analisa Data Primer Lampiran 1 Tahun 2010
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa tanaman berumur 15 tahun yang paling banyak
dengan jumlah 15 sampel dan persentase sebesar 30%. Kemudian diikuti dengan
tanaman berumur 13 tahun dan 12 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa umur kopi
di daerah penelitian tergolong tua. Kondisi dikarenakan perkebunan kopi rakyat di
daerah penelitian sudah dimulai dari para orang tua petani sampel dan diwariskan
kepada anak mereka. Lahan kopi di daerah penelitian sebagian besar merupakan
warisan dari orang tua dan pada saat petani sampel memiliki lahan tersebut, lahan
mereka sudah berisikan tanaman kopi. Sehingga amat jarang ditemukan petani
yang mengusahakan tanaman kopinya dari umur 1 tahun.
No Umur Tanaman (Tahun)
Jumlah Persentase (%)
1. 1 1 2
2. 4 1 2
3. 6 1 2
4. 8 3 6
5. 9 3 6
6 10 5 10
7. 11 3 6
8. 12 6 12
9. 13 8 16
10. 14 4 8
Tabel 7. Karakteristik Petani sampel.
No. Uraian Range Rataan
1. Umur Petani Sampel (Tahun) 24-72 52,74 2. Tingkat Pendidikan (Tahun) 0-17 9,98
3. Jumlah Tanggungan (Jiwa) 0-6 2,74
4. Pengalaman Bertani (Tahun) 3-58 33,04
5. Luas Lahan (Ha) 0,25-4 0,72
Sumber: Analisa Data Primer Lampiran 1 Tahun 2010
Dari Tabel 7. dapat dilihat bahwa rata-rata umur petani sampel di daerah
penelitian yaitu sekitar 52,74 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa para petani
sampel berada pada usia produktif mereka. Rata-rata tingkat pendidikan petani
sampel di daerah penelitian yaitu sebesar 9,98 tahun atau setara dengan SMP kelas
3 (tamat SMP). Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sampel di
daerah penelitian masih rendah. Tingkat pendidikan turut mempengaruhi
keputusan petani dalam mengelola usahatani kopi miliknya. Petani di daerah
penelitian tidak memiliki pendidikan yang cukup dalam mengusahakan uang hasil
panen mereka. Petani sampel di daerah penelitian pada umumnya tidak mengenal
istilah menabung. Mereka pada umumnya langsung membelanjakan uang hasil
panen mereka tanpa ada simpanan.
Rata-rata jumlah tanggungan petani sampel adalah sebesar 2,74 jiwa. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah tanggungan petani sampel tidak terlalu besar.
Rata-rata pengalaman bertani petani sampel yaitu sebesar 33,04 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian memiliki pengalaman
berusahatani yang cukup lama, sehingga kegiatan berusahatani mereka lebih
didasarkan pada pengalaman mereka daripada pendidikan formal yang mereka
Rata-rata luas lahan petani sampel di daerah penelitian adalah sebesar 0,72 Ha.
Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian memiliki luas
lahan yang rendah. Keadaan ini telah dijelaskan sebelumnya, bahwa lahan yang
dimiliki oleh petani sampel ada yang berasal dari warisan, sehingga lahan yang
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Usahatani Kopi
5.1.1. Penerimaan Usahatani Kopi
Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil perkalian seluruh hasil produksi
dengan harga jual produksi. Harga jual produksi di daerah penelitian sering
mengalami fluktuasi. Fluktuasi harga ini ditentukan oleh bursa kopi internasional.
Petani tidak memiliki hak untuk menentukan harga. Dalam hal ini petani sampel
di daerah penelitian merupakan price taker. Di daerah penelitian, rata-rata petani
memperoleh harga jual kopi dalam bentuk gelondong merah Rp 4.500/bambu atau
[image:47.595.112.503.436.504.2]setara dengan Rp. 3.750,-/Kg ( 1 bambu setara dengan 1,2 Kg).
Tabel 8.Rata-rata Penerimaan Petani Kopi Per Petani dan Per Ha Dalam 1 Tahun
No. Penerimaan Petani Kopi Rupiah
1
2
Per Petani
Per Hektar
34.952.223,50
48.720.306,60
Sumber: Analisa Data Primer Lampiran 8 Tahun 2010
Dari Tabel 6. dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan petani kopi per petani
adalah Rp. 34.952.223,50- dalam 1 tahun atau setara dengan Rp.2.912.685,3 per
bulan. Sedangkan untuk penerimaan petani kopi per hektar adalah
Rp.48.720.306,60 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp. 4.060.025,5 per bulan.
5.1.2. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel
tenaga kerja. Berikut ini diperlihatkan rata-rata biaya produksi usahatani kopi per
hektar.
• Biaya Penyusutan
Biaya penyusutan yang diperhitungkan disini adalah penyusutan semua
alat-alat pertanian yang digunakan petani dalam mengusahakan tanaman kopinya.
Penyusutan alat-alat pertanian ini dihitung dengan menggunakan rumus
straight-line method.
• Biaya Saprodi
Yang termasuk dalam biaya saprodi adalah semua biaya yang dikeluarkan
petani untuk membeli bibit, pupuk, dan herbisida.
Bibit
Banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit ini tergantung
pada jarak tanam dan luas lahan kopi petani itu sendiri. Pada umumnya
jarak tanam yang digunakan petani sampel adalah 2,5 m x 2,5 m, namun
ada juga yang menggunakan jarak tanam 2,7 m x 2,7 m dan 3 m x 3 m.
sedangkan untuk daerah yang agak miring, jarak tanam kopi semakin
rapat. Semakin rapat jarak tanam tanaman kopi maka kebutuhan akan bibit
akan semakin banyak. Harga bibit kopi adalah Rp 1.000,-/buah.
Pupuk
Pupuk yang digunakan oleh petani kopi di daerah penelitian adalah pupuk
dahulu, hingga warnanya berubah menjadi hitam. Kulit kopi yang sudah
busuk inilah yang dijadikan pupuk oleh petani kopi.
Petani kopi di daerah penelitian, pada umumnya membuat lubang angin di
lahan kopinya. Adapun kegunaan dari lubang angin ini adalah sebagai
tempat untuk menampung ranting-ranting dan daun-daun tanaman kopi
dan tanaman pelindung setelah dipangkas, dimana nantinya daun-daun dan
ranting-ranting ini akan membusuk dan dapat dijadikan pupuk kompos.
Selain pupuk organik, ada juga beberapa petani sampel yang
menggunakan pupuk anorganik (pupuk kimia), namun jumlahnya sangat
sedikit. Pupuk anorganik ini mereka gunakan umumnya untuk memancing
pertumbuhan kopi.
Herbisida
Petani sampel menggunakan herbisida untuk membasmi gulma yang ada
di kebun kopi mereka. Adapun kebutuhan herbisida untuk 1 Ha lahan kopi
adalah 2 L.
• Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang digunakan terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Besarnya biaya tenaga kerja di daerah penelitian
tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Sistem pengupahan di daerah
penelitian adalah sistem borongan, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk
masing-masing jenis pekerjaan bervariasi.
Untuk menumbang pohon dikenakan biaya Rp 2.250.000,-/Ha, murun
(memotong pohon yang sudah tumbang) Rp. 500.000,-/Ha, memancang
membabat Rp. 300.000,-/Ha, mbesik Rp. 750.000,-/Ha, menyemprot Rp.
24.000,-/Ha, upah panen Rp. 10.000,-/kaleng, pembuatan lubang angin Rp.
200,-/lubang, peremajaan kopi Rp. 750,-/pokok. Sedangkan untuk upah tenaga
kerja keluarga diperhitungkan sama nilainya dengan upah harian yang berlaku
di daerah penelitian yaitu sebesar Rp. 50.000,-/hari.
• Biaya PBB
Besarnya biaya PBB tergantung pada lokasi lahan. Semakin dekat suatu lahan
ke kota, maka semakin mahal biaya PBB-nya. Untuk daerah penelitian, biaya
[image:50.595.116.518.349.491.2]PBB bervariasi mulai dari Rp.13.000,- sampai Rp.25.000,- per hektar.
Tabel 9. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Kopi Per Ha Dalam 1 Tahun
No Jenis Biaya Rp/Ha
1
2
3
4
Biaya Penyusutan
Biaya Saprodi
Biaya Tenaga Kerja
Biaya PBB
109.993,1
1.284.240
10.140.816
18.093,75
Jumlah 11.552.482,85
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 2,3,4,5,6,7 Tahun 2010
Dari tabel 7. diatas dapat diketahui bahwa biaya produksi usahatani kopi yang
terbesar adalah biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp. 10.140.816,- diikuti biaya
sarana produksi sebesar Rp. 1.284.240, biaya penyusutan sebesar Rp. 109.993,1,
dan biaya PBB sebesar Rp. 18.093,75,- per hektar.
5.1.3. Pendapatan Usahatani Kopi
Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani
Berikut ini diperlihatkan rata-rata pendapatan bersih petani kopi di daerah
[image:51.595.116.516.168.231.2]penelitian.
Tabel 10.Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Kopi Per Petani dan Per Ha Per Tahun
No. Pendapatan Petani Kopi Rupiah
1
2
Per Petani
Per Hektar
23.539.088,8
32.773.373,7
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 9 Tahun 2010
Dari tabel 8. Diatas dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani kopi per
petani adalah sebesar Rp. 23.539.088,8 dalam 1 tahun atau setara dengan
Rp. 1.961.590,7 per bulan dan rata-rata pendapatan petani kopi per hektar adalah
sebesar Rp. 32.773.373,7 dalam 1 tahun atau setara dengan Rp. 2.731.114.5 per
bulan.
Dari data diatas maka dapat dikatakan bahwa usahatani kopi di daerah penelitian
menguntungkan, karena penerimaan petani lebih besar daripada biaya yang
mereka keluarkan untuk berusahatani. Kesimpulan yang sama juga dihasilkan
oleh penelitian Arta (2009) yang menunjukkan bahwa usahatani kopi Arabika
memberikan keuntungan bagi petani yang mengusahakannya, dimana penerimaan
yang diterima petani lebih besar daripada biaya yang mereka keluarkan dalam
berusahatani kopi.
5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi
Analisis dilakukan terhadap karakteristik yang mempengaruhi produksi petani
kopi. Karakteristik tersebut adalah karakteristik sosial dan karakteristik ekonomi
Adapun yang menjadi karakteristik sosial adalah umur, tingkat pendidikan dan
lama berusahatani, sedangkan karakteristik ekonomi meliputi jumlah tanggungan
keluarga, curahan tenaga kerja, luas lahan dan modal.
• Umur
Petani sampel di daerah penelitian pada umumnya berada pada usia
produktifnya. Rata-rata umur petani sampel di daerah penelitian yaitu sekitar
52,74 tahun.
• Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian hampir sama di semua
daerah di Indonesia. Tingkat pendidikan mereka masih tergolong rendah.
Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian yaitu sebesar
9,98 tahun atau setara dengan SMP kelas 3/
• Lama berusahatani
Perkebunan kopi rakyat di daerah penelitian sudah ada sejak dahulu dan
diwariskan kepada anak cucu mereka. Hal inilah yang mengakibatkan lama
berusahatani petani sampel di daerah penelitian tergolong tinggi. Pada
umumnya mereka sudah mengenal tanaman kopi semenjak masih anak-anak
karena orangtua mereka pun mengusahakan tanaman kopi. Rata-rata
pengalaman bertani petani sampel yaitu sebesar 33,04 tahun.
• Jumlah tanggungan keluarga
Petani sampel di daerah penelitian memiliki jumlah anak yang relatif rendah.
• Curahan tenaga kerja
Di daerah penelitian tenaga yang digunakan adalah tenaga kerja keluarga dan
luar keluarga. Tenaga keluarga digunakan untuk kegiatan yang ringan dan
dilakukan setiap hari seperti membersihkan lahan. Sedangkan tenaga luar
keluarga digunakan untuk kegiatan yang sifatnya periodik atau pada
waktu-waktu tertentu misalnya menyemprot, membabat, dan panen.
• Luas lahan
Rata-rata luas lahan petani sampel di daerah penelitian adalah sebesar 0,72 Ha.
Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel di daerah penelitian memiliki luas
lahan yang relatif rendah
• Modal
Yang termasuk dalam modal adalah modal tidak tetap dan modal tetap. Untuk
modal tidak tetap yang dimasukkan adalah modal yang dipakai untuk satu kali
proses produksi seperti bibit, pupuk dan herbisida. Sedangkan modal tetap
terdiri dari penyusutan alat-alat pertanian dan PBB (Suratiyah, 2009).
Pengaruh karakteristik tersebut terhadap produksi petani kopi dianalisis
menggunakan analisis regresi linier berganda dengan formula sebagai berikut:
Ŷ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7+ ε
Dimana:
Ŷ = Produksi petani kopi
a = Koefisien Intercept
x1 = Umur
x2 =Tingkat Pendidikan
x3 = Lama Berusahatani
x4 = Jumlah Tanggungan
x5 = Curahan Tenaga Kerja
x6 = Modal
x7 = Luas lahan
Analisis dilakukan terhadap tanaman yang sudah berproduksi, karena analisis ini
dilakukan untuk melihat pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap produksi
petani kopi. Oleh karena itu tanaman kopi yang belum berproduksi tidak dijadikan
sebagai sampel. Dalam hal ini umur tanaman kopi yang dijadikan sampel adalah
kopi berumur 4 -15 tahun.
Berikut ini ditampilkan tabel hasil pengujian karakteristik yang mempengaruhi
[image:54.595.114.518.504.678.2]produksi petani kopi.
Tabel 11. Hasil Pengujian Karakteristik Yang Mempengaruhi Produksi Petani Kopi
Sumber: Data diolah dari lampiran 14 Tahun 2010
No. Variabel Koef. Regresi t-hitung Signifikansi
1. Umur 78.765 .935 .355
2. Tingkat Pendidikan -76.152 -1.175 .247
3. Lama Berusahatani -82.797 -.980 .333
4. Jumlah Tanggungan -54.592 -.512 .612
5. Curahan TK 101.893 10.533 .000
6. Modal .001 1.007 .320
7. Luas Lahan 3968.242 2.131 .039
R2 .964
Fhitung 155.490
Ftabel 2.18
• Secara Serempak
Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa nilai R2 sebesar 96,4%, hal ini
menunjukkan bahwa variabel independent mampu menjelaskan 96,4% dari
variabel dependent yaitu produksi petani kopi. Koefisien regresi memperlihatkan
bahwa nilai signifikansi lebih kecil dari alpha (0,000 < 0,05) dengan demikian Ho
diterima, artinya bahwa ketujuh variabel umur (X1), tingkat pendidikan (X2),
lama berusahatani (X3), jumlah tanggungan (X4), curahan tenaga kerja (X5),
modal (X6) dan luas lahan (X7) secara serempak berpengaruh terhadap produksi
petani kopi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hipotesis yang menyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara karakteristik sosial ekonomi petani
dengan produksi petani kopi diterima.
• Secara Parsial
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai koefisien dari masing-masing variabel. Secara
parsial variabel-variabel tesebut ada yang berpengaruh nyata dan ada yang
berpengaruh tidak nyata. Variabel curahan tenaga kerja (X5) berpengaruh nyata
terhadap produksi petani kopi dengan tingkat signifikansi (0,000) lebih kecil dari
alpha (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak petani mencurahkan
tenaganya untuk merawat tanaman kopinya maka produksi tanaman kopi itu
semakin meningkat. Adapun kegiatan perawatan yang dapat meningkatkan
produksi tanaman kopi adalah pemangkasan tanaman kopi. Pemangkasan ini
bertujuan untuk membuang cabang kopi yang tidak produktif. Dengan adanya
pemangkasan ini, jumlah cabang kopi menjadi tidak terlalu rimbun sehingga dapat
Pemangkasan juga dilakukan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam bagian
tanaman agar proses fotosintesis dapat terjadi dan merangsang pertumbuhan
bunga. Kegiatan perawatan lainnya adalah membersihkan lahan kopi dari
rumput-rumput dan tanaman pengganggu lainnya. Hal ini dilakukan agar unsur hara yang
terkandung dalam tanah hanya digunakan oleh tanaman kopi saja.
Variabel luas lahan (X7) juga berpengaruh nyata terhadap produksi petani kopi
dengan tingkat signifikansi (0,039) lebih kecil dari alpha (0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin luas lahan kopi maka semakin tinggi tingkat
produksinya.
Sedangkan variabel yang lain tidak berpengaruh nyata secara parsial terhadap
produksi petani kopi karena tingkat signifikansinya lebih besar dari alpha (0,05).
Variabel tersebut adalah umur (X1) dengan tingkat signifikansi (0,355), tingkat
pendidikan (X2) dengan tingkat signifikansi (0,247), lama berusahatani (X3)
dengan tingkat signifikansi (0,333), jumlah tanggungan (X4) dengan tingkat
signifikansi (0,612) dan modal (X6) dengan tingkat signifikansi (0,320).
Variabel umur tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi petani kopi. Dari
hasil penelitian dapat dilihat bahwa umur petani sampel berbeda-beda dan
produksi kopi mereka juga berbeda. Ada petani yang berumur tua memiliki
produksi kopi yang tinggi namun adapula petani muda yang memiliki produksi
kopi yang tinggi. Sehingga umur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
produksi kopi.
Variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi petani
Petani memiliki pengetahuan yang masih rendah, sehingga mereka masih
menjalankan usahataninya secara sederhana, mereka belum mampu memahami
mengadopsi teknologi ataupun metode-metode baru dalam meningkatkan
produksi kopi mereka.
Variabel lama berusahatani tidak berpengaruh nyata terhadap produksi kopi. Dari
hasil penelitian dapat dilihat bahwa pengalaman berusahatani kopi petani sampel
tinggi, sehingga mereka hanya menerapkan cara penanaman kopi seperti cara-cara
yang terdahulu. Mereka masih ragu-ragu dalam menerapkan inovasi-inovasi baru
dalam bercocok tanam kopi. Sehingga cara-cara yang lama tetap digunakan dalam
mengusahakan tanaman kopi tanpa ada usaha untuk mencoba cara baru untuk
meningkatkan produksi kopi mereka.
Variabel modal tidak berpengaruh nyata terhadap produksi, seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa produksi kopi dapat ditingkatkan jika tanaman kopi
tersebut dirawat. Pada umumnya jumlah produksi bergantung pada banyaknya
bibit yang digunakan, semakin banyak bibit yang digunakan maka produksi
semakin tinggi, namun pada kenyataannya, petani yang menggunakan mata lima
(menyisipkan tanaman kopi di tengah-tengah baris yang kosong antara tanaman
kopi yang satu dengan yang lain) tanaman pada lahan kopinya justru memperoleh
produksi kopi yang lebih sedikit. Hal ini disebabkan adanya persaingan unsur
hara, sinar matahari dan udara antar tanaman kopi. Untuk tanaman kopi di daerah
penelitian yang merupakan tanaman kopi organik, penggunaan pupuk anorganik
tidak terlalu banyak diterapkan sehingga penambahan biaya untuk pupuk tidak
5.3. Analisis Finansial Usahatani Kopi • Penyusunan Nilai PV
Dalam penyusunan nilai PV digunakan metode interpolasi linier , metode ini
digunakan untuk menentukan titik-titik antara n buah titik dengan garis lurus.
Alasan penggunaan metode ini adalah untuk melengkapi nilai PV pada
umur-umur kopi yang tidak ada di daerah penelitian, yaitu umur-umur 2, 3, 5 dan 7 tahun.
Adapun nilai yang diperoleh setelah dilakukan interpolasi, yaitu pada tahun 2
s