HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN
PENINGKATAN TEKANAN INTRAOKULI PADA PASIEN GLAUKOMA DI POLIKLINIK MATA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JULI-AGUSTUS 2012
Oleh :
NICOLAS XAVIER ONGKO 090100071
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN
PENINGKATAN TEKANAN INTRAOKULI PADA PASIEN GLAUKOMA DI POLIKLINIK MATA
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE JULI-AGUSTUS 2012
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
NICOLAS XAVIER ONGKO 090100071
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan Hipertensi dengan
Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma
di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Juli-Agustus 2012
Nama : Nicolas Xavier Ongko NIM : 090100071
Pembimbing Penguji I
(dr. Nurchaliza H. Siregar, Sp.M) (dr. M. Syahputra, M.Kes) NIP 19700908 200003 2 001 NIP 19701007 198902 1 001
Penguji II
(dr. Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA) NIP 19681009 199903 2 002
Medan, 15 Januari 2013 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Glaukoma adalah masalah utama pada kebutaan yang irreversible. Baik di
dunia maupun di Indonesia, glaukoma menduduki peringkat kedua penyebab
kebutaan pada mata. Pada statistik menunjukkan bahwa 0.5% penduduk Indonesia
menderita glaukoma dan salah satu faktor yang diduga berperan dalam terjadinya
glaukoma adalah hipertensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan
peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian analitik dengan metode cross-sectional dan jumlah sampel yang diperoleh adalah 38 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini didapat dengan cara non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Poliklinik Mata Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.
Dari analisis hasil penelitian didapati responden paling banyak berjenis
kelamin perempuan (52.63%) dan kebanyakan responden yang berusia di atas 40
tahun (81.58%). Selain itu, hanya ditemukan 21 orang (55.3%) yang mengalami
hipertensi dan 3 orang (7.9%) yang tekanan intraokulinya dalam batas normal.
Dari analisis hasil, juga diperoleh 20 orang (52.6%) yang mengalami peningkatan
tekanan intraokuli, memiliki riwayat hipertensi sedangkan responden yang
tekanan intraokulinya dalam batas normal dan tidak memiliki riwayat hipertensi
ada sebanyak 2 orang (5.3%). Pada uji hipotesis dengan menggunakan Fisher’s exact test, diperoleh p > 0,05.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang
signifikan antara hipertensi dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien
glaukoma. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah
sampel, mengubah metode pengumpulan data dan memperluas jangka waktu
pengambilan data.
ABSTRACT
Glaucoma is a major problem on the irreversible blindness. Both globally and in Indonesia, glaucoma ranks second causes of blindness in the eyes. Statistic shows as much as 0.5% Indonesia’s population have glaucoma and one factor that thought to play a role on occurrence of glaucoma is hypertension.
This study is to determine the relationship between hypertension and increased intraocular pressure in glaucoma. This research method using cross-sectional approach and samples that obtained is 38 people and using non probability sampling and consecutive sampling. The research was conducted two months at Eye Polyclinic Haji Adam Malik General Hospital, Medan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
proporsal penelitian ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan
sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memaparkan
landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang akan
dilaksanakan. Penelitian yang akan dilaksanakan ini berjudul “Hubungan
Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di
Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Periode
Juli-Agustus 2012”.
Dalam penyelesaian proposal penelitian ini penulis banyak menerima
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM), Sp.A(K),
selaku rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Selvi Nafianti, Sp.A(K)
yang telah menjadi Dosen Penasihat Akademik penulis selama menjalani
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu dr. Nurchaliza Hazaria Siregar, Sp.M, selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberi banyak arahan dan masukkan kepada penulis sehingga
karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Kepada para dosen penguji, dr. Betty, M.Ked.(PA), Sp.PA dan dr. M.
Syahputra, M.Kes yang telah memberikan saran dan kritikan yang
6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama perkuliahan hingga
penyelesaian studi dan juga penulisan karya tulis ilmiah ini.
7. Orang tua dan adik kandung penulis yang tiada bosan-bosannya
mendoakan serta memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.
8. Kepada abang/ kakak senior penulis Citra Aryanti, S.Ked, Marianto,
S.Ked dan Epifanus Arie Tanoto, S.Ked yang telah membantu dengan
setulus hati dalam memberikan dukungan dan masukan pada penulis
dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini.
9. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat
penulis, Wianlie Cendana, William Saputra Wijaya, Deny Lais, Themy
Suteja, Mery Anastasia, Ohlyvia, Erick Ary, Frida Adhani, Martina, Jenny
Candra dan rekan-rekan mahasiswa FK USU stambuk 2009 lainnya yang
turut memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis untuk
merampungkan hasil penelitian ini.
10.Kepada teman-teman seperjuangan satu kelompok, yaitu Prasti Windika
Syafitri dan Boy Olifu Elniko Ginting, yang telah turut bersusah payah dan
tetap menjaga kekompakan dalam menyukseskan penyelesaian laporan
hasil penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan proposal penelitian ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena
itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan proposal penelitian ini.
Medan, 4 Desember 2012
d. Glaukoma Tekanan Normal ... 11
2.3.6.2. Pemeriksaan Gonioskopi ... 13
2.3.6.3. Penilaian Diskus Optikus ... 13
2.6.3.4. Pemeriksaan Lapangan Pandang ... 14
2.4. Hipertensi ... 16
2.4.1. Definisi ... 16
2.4.2. Diagnosis ... 17
2.5. Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli 17 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 20
4.6. Metode Pengumpulan Data ... 25
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26
5.1. Hasil Penelitian ... 26
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 26
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian ... 26
5.1.3. Hasil Analisis Data ... 29
5.2. Pembahasan ... 30
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32
6.1. Kesimpulan ... 32
6.2. Saran ... 32
DAFTAR PUSTAKA ... 33
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa ………..…... 17
5.1. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia
Responden...…….. 27
5.2. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden...…….. 27
5.3. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
Tekanan Intraokuli...…….. 28
5.4. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Riwayat
Hipertensi...…….. 28
5.5. Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan
Intraokuli...…….. 29
5.6. Nilai Ekspektasi Pada Pengujian Dengan Uji Hipotesis Chi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Aliran normal aqueous humor ………. 5
2.2. Teori vakuolisasi ………. 7
2.3. Flow chart drainase aqueous humor ……… 8
2.4. Pencekungan glaukomatosa pada diskus optikus ………... 14
2.5. Kelainan lapangan pandang pada glaukoma ……….. 16
DAFTAR SINGKATAN
Na/K – ATPase : Natrium/ Kalium – Adenosine Triphosphatase
Perdami : Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia
Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar
RSUP HAM : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
SPSS : Statistical Package for Social Science
TD : Tekanan Darah
TIO : Tekanan Intraokuli
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup………. 37
Lampiran 2 Lembaran Penjelasan Kepada Subjek Penelitian………… 38
Lampiran 3 Formulir Persetujuan Setelah Penjelasan……… 39
Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Wawancara……… 40
Lampiran 5 Data Sampel Penelitian………... 41
Lampiran 6 Hasil Output SPSS……….. 43
Lampiran 7 Ethical Clearance……… 46
ABSTRAK
Glaukoma adalah masalah utama pada kebutaan yang irreversible. Baik di
dunia maupun di Indonesia, glaukoma menduduki peringkat kedua penyebab
kebutaan pada mata. Pada statistik menunjukkan bahwa 0.5% penduduk Indonesia
menderita glaukoma dan salah satu faktor yang diduga berperan dalam terjadinya
glaukoma adalah hipertensi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan
peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian analitik dengan metode cross-sectional dan jumlah sampel yang diperoleh adalah 38 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini didapat dengan cara non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Poliklinik Mata Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.
Dari analisis hasil penelitian didapati responden paling banyak berjenis
kelamin perempuan (52.63%) dan kebanyakan responden yang berusia di atas 40
tahun (81.58%). Selain itu, hanya ditemukan 21 orang (55.3%) yang mengalami
hipertensi dan 3 orang (7.9%) yang tekanan intraokulinya dalam batas normal.
Dari analisis hasil, juga diperoleh 20 orang (52.6%) yang mengalami peningkatan
tekanan intraokuli, memiliki riwayat hipertensi sedangkan responden yang
tekanan intraokulinya dalam batas normal dan tidak memiliki riwayat hipertensi
ada sebanyak 2 orang (5.3%). Pada uji hipotesis dengan menggunakan Fisher’s exact test, diperoleh p > 0,05.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan yang
signifikan antara hipertensi dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien
glaukoma. Disarankan untuk penelitian selanjutnya agar menambah jumlah
sampel, mengubah metode pengumpulan data dan memperluas jangka waktu
pengambilan data.
ABSTRACT
Glaucoma is a major problem on the irreversible blindness. Both globally and in Indonesia, glaucoma ranks second causes of blindness in the eyes. Statistic shows as much as 0.5% Indonesia’s population have glaucoma and one factor that thought to play a role on occurrence of glaucoma is hypertension.
This study is to determine the relationship between hypertension and increased intraocular pressure in glaucoma. This research method using cross-sectional approach and samples that obtained is 38 people and using non probability sampling and consecutive sampling. The research was conducted two months at Eye Polyclinic Haji Adam Malik General Hospital, Medan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Berdasarkan hasil survei World Health Organization (WHO), penyebab utama kebutaan tahun 2002 adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,8%),
penyakit yang berhubungan dengan degeneratif (8,7%), kekeruhan kornea (5,1%),
diabetes retinopati (4,8%), trakhoma (3,6%) dan lain-lain (17,6%) (Resnikoff &
Pascolini, 2004). Prevalensi nasional glaukoma adalah 0,5% (berdasarkan keluhan
responden). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi glaukoma di atas
prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Tengah dan Gorontalo (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Berdasarkan
Survei Departemen Kesehatan Indonesia tahun 1996, dari 0,2% kebutaan akibat
glaukoma, terdapat 0,16% kebutaan pada kedua mata dan 0,04% kebutaan pada
satu mata (Ilyas, 2011). Di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, prevalensi kebutaan
akibat glaukoma mencapai 0,094% (Asnita, 2004 dalam Herman, 2009).
Glaukoma adalah penyakit saraf optik jangka panjang yang ditandai oleh
adanya kerusakan struktur diskus optikus atau serabut saraf retina, kelainan
lapangan pandang dan biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular (Salmon,
2008). Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk
Indonesia terkena glaukoma dan menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama
kebutaan yang dapat dicegah. Glaukoma tidak hanya dapat disebabkan tanpa
disertai dengan penyakit lainnya tetapi juga dapat disebabkan oleh penyakit lokal
pada mata dan penyakit sistemik. Secara khusus, beberapa studi epidemiologi
menunjukkan bahwa tekanan darah sistemik yang tinggi dikaitkan dengan adanya
sedikit peninggian TIO (Costa, Arcieri & Harris, 2009).
Hipertensi adalah keadaan dimana peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang akan berlanjut untuk suatu organ target seperti stroke pada
hipertensi pada otot jantung (Guyton & Hall, 2007). Tiap tahunnya, 7 juta orang
meninggal akibat hipertensi. Problem kesehatan global terkait hipertensi dirasakan
mencemaskan dan menyebabkan biaya kesehatan tinggi. Tahun 2000 saja hampir
1 miliar penduduk dunia menderita hipertensi dan jumlah ini diperkirakan akan
melonjak menjadi 1,5 miliar pada 2025. Prevalensi hipertensi di Indonesia sekitar
31,7% artinya hampir 1 dari 3 penduduk usia 18 tahun ke atas menderita
hipertensi (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Prevalensi hipertensi di Sumatera Utara
menurut Riskesdas tahun 2007 adalah 5,8% dari seluruh penduduk dan
menduduki urutan keempat dari sepuluh penyakit tidak menular di Provinsi
Sumatera Utara (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Oleh karena tingginya angka prevalensi kebutaan akibat glaukoma dan
prevalensi hipertensi, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan mengenai
hubungan hipertensi yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli
pada pasien glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik (RSUP H. Adam Malik), Medan. Sebagaimana juga diketahui bahwa RSUP
H. Adam Malik, Medan merupakan rumah sakit rujukan utama di provinsi
Sumatera Utara.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas dapat disimpulkan satu pertanyaan pada
penelitian ini, yaitu: “Apakah ada hubungan antara hipertensi dengan peningkatan
tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dengan tekanan intraokuli
pada pasien glaukoma di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode
Juli-Agustus 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui frekuensi kejadian glaukoma di Poliklinik Mata RSUP
H. Adam Malik, Medan periode Juli-Agustus 2012.
2. Untuk mengetahui gambaran karakteristik penderita glaukoma di
Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode Juli-Agustus 2012.
3. Untuk mengetahui frekuensi penderita glaukoma yang disebabkan oleh
hipertensi di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan periode
Juli-Agustus 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber data prevalensi
penyakit glaukoma dan diharapkan rumah sakit bisa meningkatkan
pelayanan kesehatan pada penderita glaukoma untuk menurunkan
angka prevalensi.
2. Bagi Subjek Peneliti
a. Mengetahui prevalensi pasien glaukoma
b. Memperbaiki tingkat pengetahuan pasien tentang glaukoma
c. Memperbaiki tingkat pengetahuan pasien tentang hipertensi
3. Bagi Peneliti
a. Mengoptimalkan tindakan pencegahan terjadinya glaukoma pada
pasien dengan riwayat hipertensi dalam upaya pencegahan
kebutaan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Aqueous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki bilik mata belakang, aqueous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Aqueous humor dieskresikan oleh trabecular meshwork (Paul, 2008).
Bentuk korpus siliaris menyerupai cincin tebal pada lapisan posterior
persimpangan korneosklera yang terdiri atas otot dan pembuluh darah. Korpus
siliaris menghubungkan koroid dengan iris. Korpus siliaris juga merupakan
tempat perlekatan dari lensa. Kontraksi dan relaksasi dari otot polos korpus siliaris
mengatur ketebalan serta mengatur fokus lensa. Lapisan pada permukaan dalam
korpus siliaris yaitu prosesus siliaris memiliki lapisan berpigmen dan tidak
berpigmen. Lapisan dalam epitel yang tidak berpigmen diduga berfungsi sebagai
tempat produksi aqueous humor (Moore, et al., 2010).
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan
pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekular (yang terletak di atas kanal Schlemm) dan sclera spur (Paul, 2008).
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea. Anyaman trabekular berbentuk segitiga pada potongan melintang, dengan dasar yang
mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini tersusun atas lembar-lembar berlubang
jaringan kolagen dan elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang
semakin mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian-dalam anyaman ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman uvea; bagian luar,
yang berada dekat kanal Schlemm, disebut anyaman korneosklera. Sclera spur merupakan penonjolan sclera ke arah dalam di antara korpus siliaris dan kanal
juga terdapat anyaman jukstakanalikula yaitu struktur yang berhubungan dengan
bagian dalam kanal Schlemm (Khurana, 2007).
Kanal Schlemm berbentuk oval dengan lapisan endotel dan dikelilingi
oleh sulkus skleral. Sel-sel endotel pada dinding bagian dalam tidak teratur dan
berbentuk spindle-shaped dan mengandung giant vacuoles. Bagian luar dinding kanal dilapisi oleh sel datar yang halus dan berisi beberapa tempat masuknya
collector channels (Khurana, 2007).
Gambar 2.1 Aliran normal aqueous humor (Adatia & Damji, 2005)
2.2. Fisiologi cairan mata dan tekanan intraokuli
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan belakang. Volumenya adalah sekitar 250 µL, dan kecepatan pembentukannya,
yang memiliki variasi diurnal, adalah 25 µL/menit. Tekanan osmotiknya sedikit
lebih tinggi dibandingkan plasma. Komposisi aqueous humor serupa dengan plasma, kecuali bahwa cairan ini memiliki konsentrasi askorbat, piruvat dan laktat
yang lebih tinggi sedangkan konsentrasi protein, urea dan glukosa lebih rendah
(Salmon, 2008). Komposisi ion dari aqueous humor ditentukan melalui sistem transport aktif yang selektif (Na-K-2Cl simport, Na-H antiport, Na-K ATPase dan lain-lain) yang berperan dalam sekresi aqueous humor oleh epitel siliar (Cibis, et al., 2007).
Aqueous humor terbentuk dari plasma pada processus siliaris melalui tiga mekanisme yaitu difusi, ultrafiltrasi dan transport aktif. Difusi adalah proses
konsentrasi. Ultrafiltrasi adalah proses perpindahan air dan zat yang larut dalam
air ke dalam membran sel akibat perbedaan gradien osmotik atau tekanan
hidrostatik. Transport aktif adalah zat yang larut air ditransport secara aktif
melalui membran sel dan memerlukan Na-K ATPase dan biasanya terdapat pada sel epitel yang tidak berpigmen (Solomon, 2002).
Aqueous humor dari bilik anterior akan didrainase dengan dua rute yaitu aliran trabekular/ konvensional dan aliran uveoskleral/ nonkonvensional. Aliran
trabekular merupakan jalur utama keluar aqueous humor dari bilik anterior, sekitar 90% dari total. Aliran aqueous dari anyaman trabekular masuk ke dalam
Gambar 2.2 Teori vakuolisasi mengenai transport aqueous melewati dinding
dalam kanalis Schlemm: 1. Stadium non-vakuola; 2. Stadium awal lipatan dalam
dari permukaan basal di sel endotel; 3. Stadium pembentukan struktur
makrovakuola; 4. Stadium pembentukan kanal vakuola transelular; 5. Stadium
oklusi dari lipatan basal (Khurana, 2007)
Aliran uveoskleral merupakan sistem pengaliran yang kedua dan berkisar
suprakoroidal dan kemudian didrainase oleh sirkulasi vena di badan siliar, koroid
dan sklera (Khurana, 2007).
Gambar 2.3 Flow chart dari drainase aqueous humor (Khurana, 2007)
Fungsi dari aqueous humor adalah mempertahankan tekanan intraokuli, menyediakan zat-zat (glukosa, oksigen dan elektrolit) untuk keperluan metabolik
pada kornea yang avaskular dan lensa, mengekskresikan hasil-hasil atau produk
metabolik (laktat, piruvat dan karbon dioksida) dan mempunyai peran pada
metabolisme vitreous dan retina (Solomon, 2002).
Tekanan intraokuli ditentukan oleh laju dari sekresi aqueous dan laju dari
aliran keluar yang kemudian akan berhubungan dengan resistensi aliran keluar
dan tekanan vena episklera. Laju dari aqueous sebanding dengan perbedaan antara
tekanan intraokuli dan tekanan vena episklera (Kanksi, 2007).
Tekanan mata yang normal berkisar sekitar 21 mmHg (Ji et al, 2007). Tekanan ini menunjukkan variasi diurnal. Pada malam hari terjadi perubahan
tekanan vena episklera sehingga menyebabkan tekanan intraokuli meningkat.
Penurnan tekanan intraokuli ini akan terjadi pada siang hari sehingga tekanan
intraokuli menjadi normal (Doshi, et al., 2010). Banyak faktor yang dapat mempengaruhi rentangan nilai tekanan intraokuli, antara lain umur, jenis kelamin,
ras, konsumsi tobacco, obesitas, perubahan hormonal, olahraga (Ji, et al., 2007), irama sirkadian tubuh, denyut jantung, frekuensi pernafasan, jumlah asupan air
dan obat-obatan (Simmons, et al., 2007).
2.3. Glaukoma 2.3.1. Definisi
Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang; biasanya disertai peningkatan tekanan intraokular (Salmon, 2008).
2.3.2. Etiologi
Glaukoma dapat terjadi akibat ketidakseimbangan produksi dan eksreksi
aqueous humor. Beberapa faktor risiko dapat memicu terjadinya glaukoma. Faktor risiko yang kuat untuk memicu terjadinya glaukoma adalah riwayat peningkatan
tekanan intraokular dan riwayat keluarga yang pernah menderita glaukoma.
Faktor risiko yang mungkin untuk memicu terjadinya suatu glaukoma adalah
penyakit sistemik kardiovaskular, diabetes melitus, migrain, hipertensi sistemik
dan vasospasme (Bell, et al., 2012).
2.3.3. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular, glaukoma dapat diklasifikasikan menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Mekanisme peningkatan tekanan intraokular pada glaukoma adalah gangguan
2.3.4. Patogenesis
2.3.4.1. Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut terbuka adalah glaukoma yang paling sering pada ras
kulit hitam dan putih. Glaukoma sudut terbuka terjadi akibat adanya proses
degeneratif anyaman trabekular, termasuk pengendapan materi ekstrasel di dalam
anyaman dan di bawah lapisan endotel kanal Schlemm. Hal ini berbeda dengan proses penuaan normal sehingga berakibat dengan penurunan drainase aqueous humor yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokular (Salmon, 2008).
Patogenesis dari glaukoma sudut terbuka belum begitu diketahui tetapi
ada beberapa teori yang menjelaskan proses terjadinya glaukoma sudut terbuka.
Pertama, faktor risiko seperti genetik, umur, ras, miopi, diabetes, merokok,
hipertensi dan hipertiroid dapat memicu terjadinya glaukoma sudut terbuka.
Kedua, terjadinya peningkatan tekanan intraokular akibat berkurangnya aliran
keluar aqueous karena meningkatnya resistensi aliran keluar aqueous yang disebabkan oleh penebalan terkait usia dan sklerosis dari trabekula dan tidak
adanya vakuola raksasa di sel-sel pada kanal Schlemm (Khurana, 2007).
Ada juga teori mengatakan bahwa glaukoma sudut terbuka ini terjadi
karena terjadinya iskemia pada mikrovaskular diskus optikus (Kanksi, 2007).
Kelainan kromosom 1 oleh mutasi gen myocilin juga menjadi faktor predisposisi
terjadinya glaukoma sudut terbuka (Kwon, et al., 2009).
2.3.4.2. Glaukoma Sudut Tertutup
Glaukoma sudut tertutup terjadi karena sumbatan aliran keluar aqueous akibat adanya oklusi anyaman trabekular oleh iris perifer. Hal ini akan
menyumbat aliran aqueous humor sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular dengan cepat yang bisa menyebabkan timbulnya nyeri hebat,
kemerahan, penglihatan kabur serta kerusakan nervus optikus dan kehilangan
a. Glaukoma Sudut Tertutup Akut
Glaukoma sudut tertutup akut terjadi bila terbentuk iris bombe yang menyebabkan oklusi sudut bilik mata depan oleh iris perifer sehingga terjadi
penutupan pengaliran keluar aqueous humor yang tiba-tiba sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokular yang mendadak dan mencolok. Hal ini
menyebabkan munculnya kekaburan penglihatan mendadak yang disertai dengan
nyeri hebat, muntah, mual disertai halo (ada gambar pelangi di sekitar cahaya).
Temuan-temuan lainnya adalah bilik mata depan dangkal, kornea berkabut, pupil
berdilatasi dan injeksi siliar,biasanya terjadi spontan di malam hari saat
pencahayaan kurang (Salmon, 2008).
b. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
Glaukoma sudut tertutup subakut hampir sama dengan tipe akut kecuali bahwa episode peningkatan tekanan intraokularnya berlangsung singkat dan
mengalami kekambuhan.
c. Glaukoma Sudut Tertutup Kronis
Glaukoma sudut tertutup kronis tidak pernah mengalami episode peningkatan tekanan intraokular akut tetapi mengalami sinekia anterior perifer
yang semakin meluas disertai dengan peningkatan tekanan intraokular secara
bertahap. Pada pemeriksaan dijumpai peningkatan tekanan intraokular, sudut bilik
mata depan yang sempit disertai sinekia anterior perifer dalam berbagai tingkat
serta kelainan diskus optikus dan lapangan pandang (Salmon, 2008).
d. Glaukoma Tekanan Normal
Beberapa pasien dengan kelainan glaukomatosa pada diskus optikus atau lapangan pandang memiliki tekanan intraokular yang tetap di bawah
21 mmHg. Patogenesis yang mungkin adalah kepekaan yang abnormal terhadap
tekanan intraokular karena kelainan vaskular atau mekanis di caput nervi optici atau bisa juga murni karena penyakit vaskular. Glaukoma dengan tekanan
dengan kelainan pada gen optineurin di kromosom 10. Penelitian pada pasien
glaukoma di negara lain menunjukkan adanya hubungan dengan vasospasme dan
lebih sering dijumpai perdarahan diskus dan progresivitas penurunan lapangan
pandang (Salmon, 2008).
e. Glaukoma kongenital
Glaukoma kongenital adalah bentuk glaukoma yang jarang ditemukan. Glaukoma kongenital disebabkan oleh tidak berkembangnya strukur mata
sehingga menghambat aliran keluar aqueous humor. Kelainan yang ada pada bentuk kongenital ini antara lain anomali perkembangan segmen anterior dan
aniridia (iris yang tidak berkembang) (Salmon, 2008).
f. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul akibat suatu manifestasi dari penyakit mata lain. Beberapa jenis glaukoma sekunder antara lain
glaukoma pigmentasi, glaukoma pseudoeksfoliasi, glaukoma akibat kelainan lensa,
glaukoma fakolitik, glaukoma akibat kelainan traktus uvealis, sindrom iridokornea
endotel, glaukoma akibat trauma, glaukoma setelah tindakan bedah okular,
glaukoma neovaskular, glaukoma akibat peningkatan tekanan vena episklera dan
glaukoma akibat steroid (Salmon, 2008).
2.3.5. Patofisiologi
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah apoptosis sel ganglion retina yang akan menyebabkan penipisan lapisan fiber dari
nervus-nervus dan lapisan inti bagian dalam retina dan juga berkurangnya akson
di nervus optikus. Akibatnya nervus optikus menjadi atrofik dan disertai
pembesaran cawan optik. Pada glaukoma sudut tertutup akut, tekanan intraokular
mencapai 60-80 mmHg yang akan menimbulkan kerusakan iskemik yang
mendadak pada iris yang diikuti edema kornea dan kerusakan nervus optikus.
meningkat lebih dari 30 mmHg dan biasanya kerusakan dari sel ganglion terjadi
dalam jangka waktu yang lama (Salmon, 2008)
2.3.6. Diagnosis
2.3.6.1. Pemeriksaan Tonometri
Pemeriksaan tekanan intraokular dapat digunakan dengan menggunakan
tonometri. Alat tonometri yang paling banyak digunakan adalah tonometer
aplanasi Goldmann yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Batasan normal untuk tekanan
intraokular adalah 10-21 mmHg tetapi pada orang tua rata-rata tekanan
intraokularnya lebih tinggi di atas 24 mmHg. Pada glaukoma sudut terbuka primer,
32-50% individu dapat memperlihatkan tekanan intraokular yang normal sehingga
untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti keadaan diskus
optikus ataupun kelainan lapangan pandang (Salmon, 2008).
2.3.6.2. Pemeriksaan Gonioskopi
Gonioskopi digunakan untuk melihat struktur sudut bilik mata depan.
Lebar sudut bilik mata depan dapat diperkirakan dengan pencahayaan oblik mata
depan, menggunakan sebuah senter atau slitlamp. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera dan processus iris dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka.
Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak terlihat, sudut dinyatakan tertutup (Salmon, 2008).
2.3.6.3. Penilaian Diskus Optikus
Diskus optikus normal memiliki cekungan di bagian tengahnya yang
ukurannya tergantung pada jumlah relatif serat penyusun nervus optikus terhadap
ukuran lubang sklera yang harus dilewati oleh serat-serat tersebut. Atrofi optikus
yang disebabkan oleh glaukoma mengakibatkan kelainan-kelainan diskus khas
yang terutama ditandai oleh berkurangnya substansi diskus yang terdeteksi
cawan. Pada glaukoma mungkin terdapat pembesaran konsentrik cawan optik atau
pencekungan (cupping) superior dan inferior dan disertai pembentukan takik (notching) fokal di tepi diskus optikus yang kemudian akan menyebabkan lamina kribosa bergeser ke belakang dan pembuluh retina di diskus bergeser ke arah
hidung. Hasil akhirnya adalah cekungan bean-pot yang tidak memperlihatkan jaringan saraf di bagian tepinya (Salmon, 2008).
Cara yang berguna untuk mencatat ukuran diskus optikus pada pasien
glaukoma adalah rasio cawan-diskus yang merupakan perbandingan antara ukuran
cawan optik terhadap diameter diskus. Apabila terdapat kehilangan lapangan
pandang atau peningkatan tekanan intraokular, rasio cawan-diskus lebih dari 0,5
atau terdapat asimetri yang bermakna antara kedua mata sangat diindikasikan
adanya atrofi glaukomatosa (Salmon, 2008).
Gambar 2.4 Pencekungan glaukomatosa pada diskus optikus (Paul, 2008)
2.6.3.4. Pemeriksaan Lapangan Pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam
diagnosis dan tindak lanjut glaukoma meskipun pemeriksaan akibat glaukoma
tersebut dinyatakan kurang spesifik. Gangguan lapangan pandang akibat
glaukoma terutama mengenai 30 derajat lapangan pandang bagian sentral.
Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta. Perluasan yang terus
sebagai skotoma Seidel. Skotoma arkuata ganda di atas dan di bawah meridian horizontal sering disertai oleh nasal step (Roenne) karena perbedaan ukuran kedua defek arkuata tersebut. Pengecilan lapangan pandang perifer berasal di perifer
nasal sebagai konstriksi isopter dan mungkin terdapat hubungan ke defek arkuata,
menimbulkan breakthrough perifer. Lapangan pandang perifer temporal dan 5-10 derajat sentral baru terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Pada stadium akhir,
ketajaman penglihatan sentral mungkin normal tetapi hanya 5 derajat lapangan
pandang (Salmon, 2008).
Berbagai cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma adalah
Gambar 2.5 Kelainan lapangan pandang pada glaukoma (Paul, 2008)
2.4. Hipertensi 2.4.1. Definisi
Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang ditandai dengan
peningkatan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Tekanan darah yang tinggi tersebut dapat mengakibatkan kerusakan struktural dan fungsional pada organ-organ
2.4.2. Diagnosis
Penegakkan diagnosis hipertensi harus berdasarkan pengukuran tekanan
darah. Pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara akurat pada praktek
sehari-hari. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan
sfigmomanometer aneroid, sfigmomanometer raksa, sfigmomanometer digital
ataupun dengan memasukkan kateter pada lumen pembuluh darah untuk
menghitung tekanan darah intraarterial. Baku emas pengukuran tekanan darah
adalah dengan menggunakan sfigmomanometer merkuri sedangkan pengukuran
tekanan darah intraarterial jarang dilakukan pada praktek sehari-hari dan biasanya
dilakukan di Intensive Care Unit (ICU). Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan di praktek, rumah ataupun melalui ambulatory blood pressure monitoring (Walsh, et al., 2008).
Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa
Klasifikasi TD TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 ≥ 100
Sumber: Kotchen, 2008.
2.5. Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di
Rumah Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya, menemukan bahwa penderita yang
telah menderita hipertensi ≥ 5 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar empat kali lebih besar.
Kondisi hipertensi bukan hanya meningkatkan risiko untuk terjadinya
serangan jantung atau stroke tetapi juga dapat menyebabkan glaukoma (Langman,
et al., 2005). Dari hasil studi Baltimore menunjukkan hasil yang small-positive berkaitan dengan glaukoma dan tekanan darah sistolik-diastolik. Hubungan
mmHg dan juga sering terjadi pada pasien yang berusia di atas 70 tahun (Fraser, et al., 1999).
Kondisi hipertensi menyebabkan meningkatnya retensi natrium.
Meningkatnya retensi natrium akan menyebabkan penumpukan cairan di mata
yang juga menekan nervus optikus. Hal ini dapat memicu peningkatan tekanan
intraokuli akibat menumpuknya cairan dan menyebabkan hilang atau gangguan
penglihatan akibat penekanan pada nervus optikus (Langman, et al., 2005).
Kondisi hipertensi yang diakibatkan oleh perubahan epithelial sodium transport pada distal ginjal dan epitel bersilia yang akhirnya menyebabkan retensi natrium yang berlebihan. Meningkatnya ciliated epithelial sodium transport menyebabkan ekstrusi natrium menuju aqueous humor. Hal ini akan
menyebabkan rintangan pada aliran aqueous humor sehingga terjadi penumpukan cairan yang akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (Langman, et al., 2005).
Kondisi peningkatan tekanan darah akan meningkatkan aliran darah pada
mata (dengan asumsi bahwa penderita telah mengalami hipertensi dalam jangka
waktu yang lama). Setelah peningkatkan tekanan darah berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, terjadilah kerusakan pembuluh darah kecil dan meningkatnya
resistensi aliran dan pengurangan dari aliran darah pada mata disertai hilangnya
sel-sel ganglion yang akan mengakibatkan penahanan aliran dan terjadi
penumpukan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan intraokuli (Fraser, et al., 1999).
Faktor terpenting untuk mengetahui perkembangan dari glaukoma adalah
dengan mengukur tekanan perfusi diastolik pada jaringan okular. Tekanan perfusi
diastolik pada mata dapat dihitung dengan cara: tekanan darah diastolik dikurangi
dengan tekanan pada bola mata. Berdasarkan penelitian yang ada, tekanan perfusi
diastolik yang rendah (kurang dari 55 mmHg) berhubungan dengan peningkatan
progresifitas penyakit glaukoma (Fraser, et al., 1999).
Patofisiologi hubungan tekanan darah dengan tekanan intraokuli belum
diketahui secara pasti. Dikatakan bahwa ada korelasi positif antara tekanan darah
darah dan akan menyebabkan peningkatan ultrafiltrasi aqueous humor dan peningkatan tekanan arteri siliaris yang kemudian akan meningkatkan tekanan
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang menggambarkan
dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang diteliti. Berdasarkan
tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep
dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Skema Kerangka Konsep Penelitian.
3.2. Definisi Operasional
Variabel independen: hipertensi.
• Definisi operasional: hipertensi adalah pasien glaukoma yang mengidap hipertensi sesuai kriteria JNC VII dimana
pengukuran tekanan darahnya dilakukan dalam posisi berbaring
oleh tenaga medis Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik,
Medan serta tidak memiliki riwayat penyakit sistemik lainnya. • Cara ukur: wawancara.
• Alat ukur: sfigmomanometer Nova. • Skala pengukuran: nominal.
Hipertensi
Tekanan Intraokuli
Variabel dependen: tekanan intraokuli pada glaukoma.
• Definisi operasional: tekanan intraokuli pada glaukoma adalah
keadaan dimana terjadinya peningkatan atau tanpa peningkatan
pada tekanan bola mata pasien glaukoma pada saat
pengambilan data dan pengukurannya dilakukan dalam posisi
berbaring oleh tenaga medis Poliklinik Mata RSUP Haji Adam
Malik, Medan.
• Cara ukur: observasi.
• Alat ukur: tonometri Schiotz • Skala pengukuran: nominal.
3.3. Hipotesis
Ada hubungan antara hipertensi terhadap peningkatan tekanan intraokuli
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif-analitik dengan studi cross sectional dimana penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dengan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma dengan cara observasi
dan pengumpulan data dilakukan secara simultan atau dalam waktu yang
bersamaan (point time approach) [Notoatmojo, 2010].
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Mata RSUP H. Adam Malik, Medan.
Penelitian ini dilakukan pada pasien rawat jalan yang didiagnosis dengan
glaukoma di RSUP H. Adam Malik. Adapun pertimbangan memilih lokasi
tersebut karena RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit pendidikan, pusat
rujukan dan kunjungan pasien glaukoma ke RSUP H. Adam Malik juga banyak.
4.2.2. Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli
2012 sampai dengan bulan Agustus 2012. Pemilihan waktu penelitian dengan
mempertimbangkan keterbatasan waktu, dana dan sumberdaya.
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis
menderita glaukoma di poliklinik mata RSUP H. Adam Malik, Medan pada bulan
Juni 2012 sampai dengan Agustus 2012. Populasi terjangkau penelitian ini adalah
pasien yang berusia minimal 18 tahun yang didiagnosis dengan glaukoma ketika
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah subjek yang diambil dari populasi terjangkau yang memenuhi unsur-unsur kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
4.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1. Kriteria Inklusi
• Pasien yang didiagnosis dengan glaukoma baik memiliki riwayat
hipertensi maupun tidak, oleh tenaga medis di poliklinik mata
RSUP H. Adam Malik, Medan.
• Pasien berusia minimal 18 tahun yang didiagnosis dengan glaukoma oleh tenaga medis di poliklinik mata RSUP H. Adam
Malik, Medan.
4.4.2. Kriteria Eksklusi
• Pasien anak-anak atau pasien yang berusia di bawah 18 tahun yang
didiagnosis dengan glaukoma maupun glaukoma kongenital oleh
tenaga medis di poliklinik mata RSUP H. Adam Malik, Medan.
• Pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik lainnya (contoh: diabetes melitus, katarak dan lain-lain).
4.5. Besar Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini didapat dengan cara
non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dimana semua sampel yang didapat memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan teori dan pertimbangan para
ahli (Wahyuni, 2007). Menurut Sastroasmoro (2007) dan Mukhtar (2011), jumlah
sampel minimal akan dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan besar
sampel untuk penelitian analitik kategori tidak berpasangan, yaitu:
n
=
(Zα√2PQ+Zβ√P1Q1+P2Q2)2
(P1-P2)2
n = besar sampel minimum
Zα = deviat baku alpha
Zβ = deviat baku beta
P = proporsi total = (P1+P2)/2
Q = 1-P
P1 = proporsi pada kelompok uji (kasus)
Q1 = 1-P1
P2 = proporsi pada kelompok standar (kontrol)
Q2 = 1-P2
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
Pada penelitian ini ditetapkan nilai α sebesar 0,2% (tingkat kepercayaan 80%) sehingga untuk uji hipotesis dua arah diperoleh nilai Zα sebesar 1,28. Nilai
β yang digunakan adalah 0,2% atau dengan kata lain besarnya kekuatan (power) dalam penelitian ini adalah 80%, sehingga diperoleh nilai Zβ sebesar 0,84.
Penentuan nilai P1 berdasarkan rujukan pada penelitian terdahulu menghasilkan
angka sebesar 0,1. Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel yang diperlukan
dalam penelitian ini adalah:
n= (1,28√2.0,2.0,8+0,84√0,1.0,9+0,3.0,7)
2
(0,1-0,3)2
n= 35,05
Dengan demikian besar sampel minimal yang diperlukan adalah 35,05
4.6. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi langsung pada saat
proses penegakkan diagnosis glaukoma dan pengukuran tekanan intraokuli oleh
tenaga medis poliklinik mata RSUP H. Adam Malik. Peneliti juga akan
melakukan wawancara untuk mengetahui adanya riwayat hipertensi dari subjek
penelitian. Kemudian peneliti juga harus menanyakan riwayat penyakit sistemik
lainnya seperti diabetes melitus, katarak dan lain-lain untuk mempertimbangkan
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi
di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan
Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan
SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990 yang juga merupakan rumah sakit
rujukan yang meliputi wilayah pembangunan A seperti Sumatera Utara, Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau dan pada tanggal 6 September 1991
RSUP Haji Adam Malik Medan telah ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan
bagi mahasiswa. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki fasilitas pelayanan
yang terdiri dari pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, pelayanan
penunjang non medis dan pelayanan non medis. Poliklinik Mata terletak di lantai
4 Gedung P.
5.1.2. Karakteristik Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini dikumpulkan selama periode Juli 2012 sampai
Agustus 2012 dan diperoleh sebanyak 38 sampel. Semua data diperoleh melalui
5.1.2.1. Deskripsi Sampel Berdasarkan Usia
Dari hasil penelitian, diperoleh distribusi usia responden sebagai berikut.
Tabel 5.1. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Responden No. Umur Responden Jumlah Persentasi (%)
1 11-20 2 5.3
Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah sampel terbanyak ada pada
rentang usia 61-70 tahun (26.3%), dimana nilai mean-nya adalah 56.42 (≈ 56) dan median-nya adalah 60.5 (diantara responden berusia 60 dan 61).
5.1.2.2. Deskripsi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian juga dapat diperoleh distribusi jenis kelamin
responden sebagai berikut.
Tabel 5.2. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden.
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentasi (%)
1 Laki-Laki 18 47.4
2 Perempuan 20 52.6
Total 38 100
Berdasarkan tabel tersebut, dapat diperoleh jumlah responden perempuan
5.1.2.3.Deskripsi Sampel Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Tekanan Intraokuli
Dari hasil penelitian juga didapati intepretasi hasil pemeriksaan tekanan
intraokuli sebagai berikut.
Tabel 5.3 Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil
Pemeriksaan Tekanan Intraokuli
No. Tekanan Intraokuli Jumlah Persentasi (%)
1 Meningkat 35 92.1
2 Normal 3 7.9
Total 38 100
Dari tabel 5.3. terlihat jumlah pasien yang mengalami peningkatan tekanan
intraokuli (92.1%) lebih banyak daripada pasien yang tidak mengalami
peningkatan tekanan intraokuli (7.9%).
5.1.2.4.Deskripsi Sampel Berdasarkan Riwayat Hipertensi
Dari hasil penelitian dapat menggambarkan riwayat hipertensi sebagai
berikut.
Tabel 5.4. Data Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Riwayat
Hipertensi
No. Riwayat Hipertensi Jumlah Persentasi (%)
1 Ada 21 55.3
2 Tidak ada 17 44.7
Total 38 100
Berdasarkan tabel 5.4., pasien glaukoma yang mempunyai riwayat hipertensi
5.1.3. Hasil Analisis Data
Pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan adanya hubungan antara
hipertensi dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma dilakukan
dengan bantuan program SPSS for windows yang akan menganalisis variabel dependen dan variabel independen. Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara
dengan 38 responden akan dianalisis melalui uji hipotesis Chi Square dan didapat hasilnya sebagai berikut.
Tabel 5.5. Hubungan Riwayat Hipertensi Dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli
Intepretasi Tekanan
Berdasarkan tabel 5.5., didapatkan bahwa jumlah responden glaukoma
yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli dan memiliki riwayat hipertensi
berjumlah sebanyak 20 orang (52.6%) sedangkan responden yang tidak
mengalami peningkatan tekanan intraokuli dan tidak memliki riwayat hipertensi
berjumlah sebanyak 2 orang (5.3%). Kemudian sebanyak 1 orang (2.6%)
mempunyai riwayat hipertensi tetapi tidak mengalami peningkatan tekanan
intraokuli sedangkan responden yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli
Tabel 5.6. Nilai Ekspektasi Pada Pengujian Dengan Uji Hipotesis Chi-Square
Dari hasil perhitungan uji hipotesis Chi-Square diperoleh dua sel yang memiliki nilai ekspetasi di bawah 5, yaitu 1.7 dan 1.3. Hal ini menyebabkan uji
hipotesis Chi-Square tidak dapat dipergunakan. Maka, sebagai alternatif dipergunakanlah uji hipotesis Fisher’s exact test (Wahyuni, 2007). Hasil output yang diperoleh adalah nilai p=0.577. Nilai p yang lebih besar dari 0.05
menyebabkan Ho dalam penelitian ini gagal ditolak. Ini berarti bahwa
kemungkinan tidak adanya hubungan antara hipertensi dengan peningkatan
tekanan intraokuli.
5.2. Pembahasan
Dari hasil analisis data penelitian, dijumpai lebih banyak responden yang
berjenis kelamin perempuan (52.63%). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
Berdasarkan usia, jumlah responden terbanyak didapati pada usia di atas
40 tahun yaitu pada rentang usia 61-70 tahun (26.31%). Sama halnya pada
penelitian yang lainnya, yaitu Chopra, et al. (2008), Zarei, et al. (2011), Souza (2010) dan Uhm, et al. (1992). Persamaan ini dikarenakan menurut data epidemiologi didapati penderita glaukoma lebih banyak pada penderita di atas 40
tahun (Perdami).
Responden yang mengalami peningkatan tekanan intraokuli (92.1%) lebih
dominan daripada yang tidak mengalami peningkatan tekanan intraokuli (7.9%).
Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zarei, et al. (2011), Souza (2010) dan Chopra, et al. (2008) yang mendapatkan nilai tekanan intraokuli dalam batas normal.
Pada hasil analisis data dengan menggunakan uji hipotesis Fisher’s exact,
didapati jumlah penderita glaukoma yang memiliki riwayat hipertensi lebih
banyak (55.3%) daripada yang tidak memiliki riwayat hipertensi (44.7%). Hal ini
berbeda dengan penelitian yang dilakukan Langman, et al. (2005), Souza (2010) dan Uhm, et al. (1992) yang mendapatkan jumlah penderita glaukoma yang tidak memiliki riwayat hipertensi lebih banyak.
Sedangkan sampel dengan riwayat hipertensi yang mengalami peningkatan
tekanan intraokuli (52.6%) lebih banyak daripada yang tidak mengalami
peningkatan tekanan intraokuli (2.6%).
Hasil output yang memberikan nilai p> 0.05, menunjukkan bahwa tidak
adanya hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan perubahan tekanan
intraokuli pada glaukoma. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh
Souza (2010) dan Zarei, et al. (2011) dengan nilai p masing-masing adalah 0.74 dan 0.07. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Leske, et al. (2002) didapati nilai p=0.01 dan nilai tersebut menunjukkan adanya hubungan antara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian maka diambil
kesimpulan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan secara statistik antara
hipertensi dengan peningkatan tekanan intraokuli pada pasien glaukoma di RSUP
HAM, Medan Periode Juli-Agustus 2012.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan peneliti berhubungan dengan
penelitian ini adalah:
1. Kepada pemerintah agar lebih aktif mensosialisasikan dampak aktif
glaukoma dan mencanangkan program pemeriksaan dini guna
mengurangi angka kebutaan akibat glaukoma. Selain itu juga
penting untuk menghimbau dan mengajak masyarakat untuk
bergaya hidup sehat sejak dini untuk menurunkan risiko hipertensi.
2. Kepada kalangan tenaga medis agar dapat meningkatkan kualitas
pelayanan sehingga angka kesakitan dan kematian akibat glaukoma
dan hipertensi dapat berkurang.
3. Kepada masyarakat agar rutin memeriksakan kesehatannya
meskipun tidak memiliki keluhan mengenai kesehatannya.
4. Kepada peneliti lainnya agar dapat menambah jumlah sampel, lama
waktu penelitian ataupun mengubah variabel seperti
membandingkan nilai tekanan darah atau klasifikasi tekanan darah
DAFTAR PUSTAKA
Bell, J.A., 2012. Primary Open-Angle Glaucoma. Available
at:
Maret 2012]
Chopra, V., et al, 2008. Type 2 Diabetes Mellitus and The Risk of Open-Angle
Glaucoma. J. Ophtha. 115(2): 227-232. Available
a
[Accesed 20 November 2012].
Cibis, G.H., Beaver, H.A., Jhons, K., Kaushal, S., Tsai, J.C., and Beretska, J.S.,
2007. Trabecular Meshwork. In: Tanaka, S., ed. Fundamentals and Principles of Ophthalmology. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 54-59. Costa, V.P., Arcieri, E.S., Harris, A. 2009. Blood Pressure and Glaucoma. Br. J.
Ophthalmol 93: 1276-1282.
Deokule,S., and Weinreb, R.N., 2008. Relationships among systemic blood
pressure, intraocular pressure and open-angle glaucoma. Can J Ophthalmol 43: 302-307.
Doshi, A.B., Liu, J.H.K., Weinreb, R.N., 2010. Glaucoma is a 24/7 Disease. In: Schacknow, P.N., Samples, J.R., ed. The Glaucoma Book. USA: Springer, 55-58.
Fauci et al, 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc Graw-Hill, 1553-1558.
Fraser, S., Wormald R., Hitchings R., 1999. Blood pressure and glaucoma.
Moorfields Eye Hospital: 858-859.
Guyton, A.C, and Hall, J.E, 2007. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia: Saunders, 220-223
Herman, 2009. Prevalensi Kebutaan Akibat Glaukoma di Kabupaten Tapanuli
Selatan. Departemen Ilmu Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran Universitas
at:
[Accessed 12 Maret 2012].
Ilyas, H.S., 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 169-174.
Ji,J.D., et al, 2007. Diurnal Variability of Intraocular Pressure. Arch Soc Esp Oftalmol 82: 675-680.
Kanski, J.J., 2007. Glaucoma: Primary Open-Angle Glaucoma. In: Edwards, R., ed. Clinical Ophthalmology, A Systemic Approach, Sixth Edition.
Philadelphia: Saunders, 382-390.
Khurana, A.K., 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New Age International (P) Limited, 205-231.
Kwon, Y.H., Fingert, J.H., Kuehn, M.H., Alward, W.L.M., 2009. Mechanisms of
Disease, Primary Open-Angle Glaucoma. N Engl J Med 360: 1113-1124.
Langman,M.J.S., Lancashire, R.J., Cheng K.K., Stewart P.M., 2005. Systemic
hypertension and glaucoma: mechanisms in common and co-occurrence. Br J Ophthalmol 89: 960-963.
Leske, M.C., et al, 2002. Incident Open-Angle Glaucoma and Blood Pressure.
Arch Ophthalmol. 120(7): 954-959. Available
at: archopht.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=271345#RESULTS
Moore, K.L., Dalley, A.F., Agur, A.M.R. 2010. Clinical Oriented Anatomy. 6th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 895-896. [Accesed 20 November 2012]
Mukhtar, Z., et al, 2011. Pengertian dan Jenis Data. Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. Edisi 1. Medan: Usu Press 2011.
Notoatmojo, S., 2010. Metode Penelitian Survey: Rancangan Survey Cross
Sectional. In: Notoatmodjo, S. , ed. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, pp.37-38.
Perdami, 2010. Tentang Glaukoma. Jakarta: Persatuan Dokter Mata Indonesia.
Available at:
[Accessed 12 Maret 2012].
Resnikoff, S., and Pascolini D., 2004. Global Data on visual impairment in the
year 2002. PubMed 82: 844-851. Available
a
Riset Kesehatan Dasar, 2007. Direktorat
Jendral Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Available
at:
Salmon, J.R, 2008. Glaukoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Ed. 17. Jakarta: EGC, 212-224.
Sastroasmoro, S., 2007. Pemilihan Subjek Penelitian. In: Sastroasmoro, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 78-91. Simmons, S.T., et al, 2007. Intraocular Pressure and Aqueous Humor Dynamics.
In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 17-29.
Simmons, S.T., et al, 2007. Introduction to Glaucoma: Terminology, Epidemiology, and Heredity. In: Tanaka, S., ed. Glaucoma. Singapore: American Academy of Ophthalmology, 3-15.
Solomon, I.S., 2002. Aqueous Humor Dynamics. Available
a
Souza, S.D., 2010. Evaluation of Systemic Hypertension as a Risk Factor for
Primary Open Angle Glaucoma. Department of Ophthalmology, St. John’s
Medical College, Bangalore. Available
at: 119.82.96.198:8080/jspui/bitstream/123456789/5827/1/D’Souza%20Shar
on.pdf
Tumbelaka, A.R., Riono, P., Sastroasmoro S., Wirjodiarjo, M., Pudjiastuti, P.,
Firman K., 2007. Pemilihan Uji Hipotesis. In: Sastroasmoro, S., ed. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: Sagung Seto, 279-300.
Uhm, K.B., et al, 1992. Glaucoma Risk Factors in Primary Open-Angle Glaucoma Patients Compared to Ocular Hypertensives and Control Subjects.
Korean J. Ophthalmol 6: 91-99.
Victor, R.G., and Kaplan, N.M., 2007. Systemic Hypertension: Mechanisms and
Diagnosis. In: Libby’s Braunwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed. Philadelphia: Saunders, 1027-1028.
Wahyuni, A.S., 2007. Chi Square. In: Statistika Kedokteran (Disertai Aplikasi dengan SPSS). Jakarta: Bamboedoea Communication, 87-102.
Walsh, R.A., et al, 2008. Hurst’s The Heart. 12th ed. New York: Mc Graw-Hill. Zarei, R., et al, 2011. The Association of Primary Open Angle Glaucoma and
Systemic Hypertension in Patients Referred to Farabi Eye Hospital. Iranian. J.
Ophthamol 23(2): 31-34. Available
a
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
Nama : Nicolas Xavier Ongko
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 6 Desember 1992
Agama : Buddha
Alamat : Jl. Sutrisno No. 149A Medan
Telepon : 061-7361798/ 08566383389
II. Riwayat Pendidikan
1. Tahun 1995-1998 : PG/ TK Sutomo 1 Medan
2. Tahun 1998-2004 : SD Sutomo 1 Medan
3. Tahun 2004-2007 : SMP Sutomo 1 Medan
4. Tahun 2007-2009 : SMA Akselerasi Sutomo 1 Medan
III. Riwayat Pelatihan
1. Pelatihan Balut Bidai TBM FK USU 2009
2. Seminar Medical Expo Ikatan Dokter Indonesia Sumatera Utara 2010
3. Seminar dan Workshop Basic Life Support & Traumatology Tim
Bantuan Medis FK USU 2011
IV. Riwayat Organisasi
1. Tahun 2010-2011 : Pengabdian Masyarakat Keluarga Mahasiswa
Buddhis Universitas Sumatera Utara
2. Tahun 2011 : Bakti Sosial KMK St. Lukas
LAMPIRAN 2
LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN
Salam sejahtera,
Saya, Nicolas Xavier Ongko, yang sedang menjalani Pendidikan
Kedokteran di Universitas Sumatera Utara, akan mengadakan penelitian.
Penelitian saya tersebut berjudul “Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Periode Juli-Agustus 2012”.
Dalam penelitian ini, Bapak/Ibu/Saudara akan diwawancarai mengenai
identitas (nama, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan dan alamat), seputar
riwayat penyakit (hipertensi/ peninggian tekanan darah) dan riwayat penggunaan
obat antihipertensi. Selanjutnya, data pengukuran tekanan intraokuli
Bapak/Ibu/Saudara yang dilakukan oleh staf ahli di Poliklinik Mata RSUP H.
Adam Malik akan dicatat.
Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela dan
tanpa paksaan. Pada penelitian ini, identitas Bapak/Ibu/Saudara akan disamarkan
atau dirahasiakan. Hanya dosen pembimbing, staf ahli yang melakukan
pemeriksaan, anggota komisi etik dan peneliti yang dapat melihat data identitas
Bapak/Ibu/Saudara. Data yang dipublikasikan pun disamarkan dari identitas
Bapak/Ibu/Saudara. Kerahasiaan Bapak/Ibu/Saudara dijamin sepenuhnya.
Apabila masih terdapat ketidakjelasan dalam hal pelaksanaan penelitian ini,
segala pertanyaan yang ada dapat secara langsung ditanyakan kepada peneliti
yang dapat dihubungi pada nomor telepon 08566383389.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Terima kasih atas keikutsertaan
Bapak/Ibu/Saudara pada penelitian ini. Partisipasi Bapak/Ibu/Saudara sangat saya
hargai dan akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Medan,...2012
Peneliti,
LAMPIRAN 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) / INFORMED CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini mengerti sepenuhnya risiko dan
manfaat dari keikutsertaan saya pada penelitian ini dan menyatakan setuju untuk
ikut serta sebagai subjek penelitian.
Nama : ...
Alamat : ...
Jenis kelamin : ...
Umur : ...(tahun)
No. Rekam Medik : ………
Setelah membaca dan mendapat penjelasan serta memahami sepenuhnya tentang
penelitian
Judul Penelitian : Hubungan Hipertensi dengan Peningkatan Tekanan
Intraokuli pada Pasien Glaukoma di Poliklinik Mata
RSUP H. Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus
2012
Nama Peneliti : Nicolas Xavier Ongko
Nama Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Demikian surat pernyataan ini untuk dapat digunakan seperlunya.
Medan,...2012
Responden,
LAMPIRAN 4
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Nama Responden :
Jenis kelamin Responden :
Umur Responden :
Tingkat Pendidikan Responden :
Alamat Responden :
Tekanan Intraokuli Responden :
Nomor Rekam Medik :
Pertanyaan :
1. Sudah berapa lama Bapak/Ibu/Saudara menderita glaukoma?
2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah menderita hipertensi?
a. Ya. Sudah berapa lama?
b. Tidak
3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara pernah atau sedang mengkonsumsi
obat-obatan antihipertensi?
4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara mempunyai riwayat penyakit lainnya?
a. Ya. Penyakit apa?
BH 63 Perempuan Meningkat Ada
Su 48 Perempuan Meningkat Ada
Suw 53 Laki-Laki Meningkat Ada
Sam 74 Laki-Laki Meningkat Ada
NaS 64 Perempuan Meningkat Ada
S 42 Perempuan Meningkat Tidak Ada
Eff 39 Laki-Laki Meningkat Tidak Ada
BT 61 Perempuan Meningkat Ada
FL 59 Perempuan Meningkat Ada
LAMPIRAN 6
Umur Kelompok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Meningkat 35 92.1 92.1 92.1
Normal 3 7.9 7.9 100.0
HTN
Frequency Percent Valid Percent
Chi-Square Tests
Value Df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .634a 1 .426 Continuity Correctionb .036 1 .848 Likelihood Ratio .635 1 .426
Fisher's Exact Test .577 .419
Linear-by-Linear Association .617 1 .432
N of Valid Cases 38
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.34.