• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar Dan Air.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar Dan Air."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI DALAM

PENYEDIAAN BAHAN PANGAN, KAYU BAKAR DAN AIR

IGA NURAPRIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan tesis berjudul Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

(4)

RINGKASAN

IGA NURAPRIYANTO. Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air. Dibimbing oleh SAMBAS BASUNI dan BAHRUNI.

Bahan pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang masih dibutuhkan masyarakat dari kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) Kabupaten Manokwari. Bahan pangan dan kayu bakar diperoleh salah satunya dari hasil pembukaan lahan hutan untuk dijadikan kebun tradisional. Berkebun diyakini dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat pelaku, namun di sisi lain dikhawatirkan dapat mengurangi luas lahan berhutan dan berpengaruh pada kemampuan hutan menyediakan salah satu manfaatnya yaitu air.

Kawasan HLWR mengalami tekanan. Luas lahan berhutan di dalam kawasan (hutan Wosi Rendani) terus berkurang, padahal hutan Wosi Rendani (HWR) nyata berperan antara lain dalam penyediaan bahan pangan berupa buah-buahan, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan HLWR.

Tujuan akhir penelitian adalah untuk mengukur peran hutan Wosi Rendani dalam menyediakan buah, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan. Tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir adalah menguraikan dinamika pemanfaatannya, mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi pemungut, mengukur persepsi masyarakat dan menghitung nilai ekonomi ketiga hasil hutan tersebut.

Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara, observasi dan studi pustaka. Metode penyajian secara deskriptif dengan menganalisis data kuantitatif dan kualitatif. Dinamika pemanfaatan diketahui dengan mengukur tingkat intensitas atas dasar frekuensi pemungutan buah tiap spesies per tahun; karakteristik sosial ekonomi pemungut meliputi usia kepala keluarga, tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, tingkat konsumsi keluarga dan kapita, jarak rumah dan lokasi pemungutan, serta pendapatan keluarga dan kapita. Pengukuran persepsi masyarakat menggunakan skala Likert terhadap pernyataan yang difokuskan pada peranan HWR menyediakan buah, kayu bakar dan air. Penilaian ekonomi difokuskan nilai guna langsung (direct use value) dari buah, kayu bakar dan air, yaitu: (1). Nilai buah didekati dengan harga pasar dan harga subtitusi. Potensi nilai buah diketahui dari hasil analisis vegetasi di HWR. Parameter yang digunakan adalah nilai kerapatan (densitas) (n/ha), (2). Nilai kayu bakar didekati dengan tingkat upah yaitu curahan waktu untuk mendapatkan kayu bakar per kubik (Rp/m3). Nilai potensi stok kayu bakar diketahui dari hasil analisis vegetasi tingkat tiang dan pohon. Parameter yang digunakan adalah diameter setinggi dada dan tinggi total (m), dan (3). Nilai air didekati dengan tarif air PDAM dan nilai pengadaan (biaya pengadaan dan tingkat upah) berdasarkan penggunaan domestik. Nilai potensi air diketahui dari hasil pengukuran debit air tiga lokasi sumber air di dalam kawasan HLWR (m3/detik).

(5)

Suku Arfak di Manokwari, juga merupakan tempat diperolehnya buah, kayu bakar dan air. Buah yang dipungut digunakan untuk menambah pendapatan ekonomi dan konsumsi pangan keluarga, sebagai cadangan kayu bakar dan air yang manfaatnya tidak saja dirasakan oleh masyarakat Arfak saja namun juga oleh masyarakat yang berasal dari suku lainnya di Manokwari.

Peran hutan Wosi Rendani dalam penyediaan bahan pangan buah, kayu bakar dan air masih dirasakan. Pemungutan hanya dilakukan pada wilayah hutan yang menjadi hak pemanfaatannya dan bersifat sesaat. Jumlah buah atau kayu bakar yang dipungut sebatas kebutuhan harian rumah tangga. Buah atau kayu bakar dipungut saat melakukan aktivitas lain di hutan. Pemanfaatan buah lebih banyak berasal dari jenis tumbuhan yang memiliki nilai jual. Komposisi nilai manfaat ekonomi buah lebih besar berasal dari jenis L. domesticum, P. pinnata dan N. lapaceum.

Sumber bahan pangan dan kayu bakar sebagian besar diperoleh dari kebun. Penyediaan bahan pangan dengan membuka lahan hutan memberikan kemudahan memperoleh jenis bahan pangan yang berasal dari tanaman budi daya dan kayu bakar dari hasil tebangan. Komposisi nilai di kebun lebih besar dibandingkan di hutan Wosi Rendani. Nilai manfaat ekonomi bahan pangan di kebun sebesar Rp13 302 163/KK/tahun, sedangkan bahan pangan berupa buah dari hutan Wosi Rendani hanya Rp3 048 506.74/KK/tahun. Kondisi yang sama juga terlihat dari nilai manfaat kayu bakar di kebun sebesar Rp510 783.63/KK/tahun dan di hutan Wosi Rendani Rp177 289.16/KK/tahun. Besarnya proporsi nilai manfaat ekonomi dari kebun dibandingkan nilai manfaat dari hutan Wosi Rendani dapat berpotensi mendorong terjadinya konversi hutan. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap keutuhan hutan Wosi Rendani.

Peran hutan Wosi Rendani potensial masih dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Peran penyediaan bahan pangan, kayu bakar dan air atas dasar persepsi responden yang positif terhadap manfaat hutan dapat menjadi pertimbangan pengelolaan kawasan HLWR di masa mendatang. Persepsi responden yang lebih tinggi pada peran hutan sebagai penyedia air dapat menjadi kekuatan yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan peran hutan sekaligus sebagai penyedia buah dan kayu bakar yang nilai potensi ekonomi saat ini hanya sebesar Rp65 982 607.31/ha untuk buah-buahan, stok kayu bakar Rp58 580 022.04/ha, serta nilai potensi air sebesar Rp20 603 233 407.64/tahun.

Upaya mempertahankan dan meningkatkan peran hutan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan luas lahan berhutan di dalam kawasan HLWR. Spesies tumbuhan yang dipilih adalah spesies-spesies tumbuhan penghasil buah dan kayu bakar yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat setempat.

(6)

SUMMARY

IGA NURAPRIYANTO. The Role of Wosi Rendani Protecting Forest to Provide Food, Firewood and Water. Supervised by SAMBAS BASUNI and BAHRUNI.

Food, firewood and water are three of forest products that still needed by people from Wosi Rendani forest protecting area (HLWR) in Manokwari region. Food and firewood were provided by made traditional land farming. Farming could be convinced many bigger benefits for some people, but in other hand it could be worried make decreasing of land forest widely and influece the forest products potenty such water.

HLWR area is under pressure. Wide of land forest in the area (Wosi Rendani forest) is decreasing, even though Wosi Rendani forest (HWR) is real role among others fruits, firewood and water for people in and surround of HLWR area.

Final aim of this research was measure the role of Wosi Rendani forest to provide of food (fruits), firewood and water for people who live in and surround of HLWR area. Some among aims to reach the main aim were describe dynamic of its usage, socio economic characteristic of collector, people perception and measure its economic value.

Data were collected by interview, observation and literature analyzing. The research report was showed by description used quantitative and qualitative data. Usage dynamic was shown by measured the intensity level base on collecting frequency of each fruits per year. Socio economic characteristic of collector were

encompass by age of head household, education level, household’s load,

household and person consumption, distance to collected, and household and person income. People perception was measured by Likert scale of the statement that focused was role of forest to provide food, firewood and water. Economic valuation was focused by direct used value of food, firewood and water i.e. (1). Fuits value was approacced by market and substitution price. Potenty of fruits was measured by vegetation analizing in trees. Parameter that used was density (n/ha); (2). Firewood value was approached by wages which found from spent of time to collected the firewood per cubic (Rp/m3). Stock value of firewood was used by vegetation analizing in poles and trees. Parameter that used was diameter and high total (m). (3) Water value was approached by water fare price and providing prices (cost to provide and wages) as domesticly using. Value of potenty water was measured by number of discharge from three sources location at HLWR area (m3/second).

Result of research showed that Wosi Rendani forest is not only has strategic socio economic role for people, but also has high position relation of Arfak tribe people socio culture. Existence of forest is recognized in its tribe. In cultural, Wosi Rendani forest is a part of Arfak tribe. Existence of Wosi Rendani forest besides gave the identity and the existence of Arfak tribe in Manokwari, but also as location whereas they collect fruits, firewood and water. Fruits that collected were used to increase the family capital, firewood stock and water. It were not felt by Arfak people only, but also by other people in Manokwari.

(7)

awhile momently. Fruits and firewood volume only for house daily needs. Fruits and firewood were collected when they act other activities in forest. Collecting fruits are more number of fuits which have price. Higher composition benefits economic value came from L. domesticum, P. pinnata dan N. lapaceum.

Food and firewood sources are dominated collected from land farming. Food and firewood would be easily provided. The composition of value is higher from land farming than forest. Benefit economic value of food in land farming is Rp13 302 163/household/year, but value odf fruits in forest only Rp3 048 506.74/household/year. Firewood value in land farming is Rp510 783.63/household/year and in Wosi Rendani forest Rp177 289.16/household/year. Differentiate of benefit economic value in land farming than Wosi Rendani forest would be potenty forest conversion. It is would be threaten for existence of Wosi Rendani forest in future.

The role of Wosi Rendani forest is potentially to held in reserved or to

increased. Responden’s perception is positively that Wosi Rendani forest’s role in higher as water provider could be as strength able considering to increase forest role as fruits and firewoods in future. The potenty of economic value now only Rp65 982 607.31/ha of fruits, firewood stock Rp58 580 022.04/ha, and water Rp20 603 233 407.64/year.

The effort can be done by increasing the wide of forestry land in HLWR area. Plants choosen are produce fruits species and firewoods species which accommodate local people needs.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

PERANAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI DALAM

PENYEDIAAN BAHAN PANGAN, KAYU BAKAR DAN AIR

IGA NURAPRIYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Tesis : Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air

Nama : Iga Nurapriyanto

NIM : E352110051

Program Studi : Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan (MEJ)

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS Ketua

Dr. Ir. Bahruni, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr. Ir. Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April sampai Juni 2013 ini ialah Peranan Hutan, dengan judul Peranan Hutan Wosi Rendani dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS dan Dr. Ir. Bahruni, MS selaku pembimbing, Dr. Ir. Tutut Sunarminto, Msi selaku penguji luar komisi pembimbing dan Dr. Ir. Ricky Avenzora, MScF. selaku ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan yang telah banyak memberi saran. Terima kasih dan penghargaan penulis juga ucapkan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan c.q. Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang telah memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan dan memperoleh beasiswa; Ayahanda H. Imam Sutardi, BA, ibunda Hj. Aminah, dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan doa dan dukungan moril (Didit Nurcahyono, Hati Nursasanti dan Ana Nurjananti); Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manokwari; Dosen-dosen Pasca Sarjana Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan atas ilmu pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang diberikan; Kepala Kampung Soribo dan masyarakat di lokasi penelitian atas penerimaannya dan informasi yang diberikan selama penulis melakukan penelitian; Sdr Khrisma Lekitoo dan tim serta teman-teman kantor yang turut serta membantu mengambil data penelitian; Mahasiswa Pascasarjana program studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan; serta semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per satu yang telah memberikan berbagai kontribusi penyelesaian tesis.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada istri tercinta Wiwin Nuraini dan anak kami Amilawidya Nurazura, Wisnutama Nuriman Chakti dan Ilham Nuraditya Azka atas segala kesabaran, ketabahan, doa restu serta kasih sayangnya selama penulis menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

2 METODE 4

Lokasi dan Waktu Penelitian 4

Alat Penelitian 5

Pemilihan Responden 5

Metode Pengumpulan dan Analisis Data 6

3 KONDISI UMUM KAWASAN HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI 16

Letak Geografis dan Dasar Hukum Penunjukkan 16

Kondisi Tutupan Hutan 16

Hidrologi dan Iklim 17

Vegetasi Hutan Wosi Rendani 19

Kondisi Demografis Masyarakat Sekitar dan di Dalam Kawasan HLWR 20 Pembagian Wilayah Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Wosi Rendani 22 Penggunaan Lahan Hutan untuk Kebun di dalam Kawasan HLWR 23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Dinamika Pemanfaatam Buah Pangan di Hutan Wosi Rendani 26 Dinamika Pemanfaatam Kayu Bakar di Hutan Wosi Rendani 34

Dinamika Pemanfaatan Air Domestik 41

Persepsi Responden Terhadap Peran Penyediaan 42

5 SIMPULAN DAN SARAN 49

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

1. Jumlah responden berdasarkan lokasi penelitian 5

2. Metode pengumpulan sesuai data yang dibutuhkan 7

3. Luas kawasan, hutan dan kebun berdasarkan wilayah Kelurahan 17 4. Jumlah curah hujan dan hari hujan bulanan Kabupaten Manokwari

tahun 2010 hingga 2012

18

5. Karakter iklim Kabupaten Manokwari (2006-2012) 18

6. Jumlah penduduk Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi 20

7. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi Tahun 2013

21

8. Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut buah di hutan Wosi Rendani

26

9. Jumlah responden yang melakukan pemungutan pada tiap jenis buah 28 10. Frekuensi dan volume pungutan buah responden di hutan Wosi Rendani 29 11. Nilai ekonomi tanaman pangan lahan kebun responden di dalam

kawasan HLWR

31

12. Nilai buah yang dipungut responden di hutan Wosi Rendani 32

13. Pendugaan nilai potensi buah di hutan Wosi Rendani 33

14. Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut kayu bakar kawasan HLWR

34

15. Indeks Nilai Penting spesies tumbuhan di hutan Wosi Rendani yang sering digunakan sebagai kayu bakar

37

16. Nilai kayu bakar di hutan Wosi Rendani dan kebun yang diperoleh responden di dalam kawasan HLWR

37

17. Karakteristik sosial ekonomi responden pemungut kayu bakar kawasan HLWR

38

18. Jumlah responden pengguna air berdasarkan cara pengambilan air 39 19. Penggunaan air domestik harian rumah tangga oleh responden 40 20. Komponen nilai pengadaan air domestik oleh responden 41 21. Nilai air domestik kawasan HLWR berdasarkan cara pengambilan oleh

responden

42

22. Persepsi responden terhadap peran hutan Wosi Rendani mendukung penyediaan buah, kayu bakar dan air

43

23. Persepsi responden di dalam dan sekitar kawasan HLWR terhadap pembukaan lahan hutan untuk kebun

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Skema alur pikir penelitian 3

2. Peta lokasi penelitian 4

3. Desain petak contoh dengan metode kombinasi 10

4. Pembukaan lahan hutan untuk berkebun 24

5. Kebun masyarakat di dalam kawasan HLWR 25

6. Komposisi frekuensi, rata-rata jumlah waktu dan komposisi volume pungutan kayu bakar di kebun dan hutan Wosi Rendani

36

DAFTAR LAMPIRAN

1. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat semai di hutan Wosi Rendani

55

2. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat pancang di hutan Wosi Rendani

56

3. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat tiang di hutan Wosi Rendani

57

4. Indeks nilai penting tertinggi sepuluh spesies tumbuhan tingkat pohon di hutan Wosi Rendani

58

5. Volume stok tingkat tiang dan pohon di hutan Wosi Rendani 59 6. Pungutan kayu bakar responden di kebun dan hutan Wosi Rendani 61 7. Nilai kayu bakar yang dipungut respondendi kebun dan hutan Wosi

Rendani

63

8. Pengukuran debit air, pendugaan volume dan nilai ekonomi air 65 9. Penggunaan air domestik domestik responden di dalam dan sekitar

kawasan HLWR

65

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suhendang (2013) mengartikan peranan hutan sebagai seperangkat sifat atau perilaku, kemampuan dan tindakan yang dimiliki, diberikan atau dilakukan hutan dalam suatu keadaan atau peristiwa tertentu. Khususnya di Papua, hutan memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakatnya. Ketergantungan dengan hutan telah berlangsung turun temurun mencakup berbagai aspek kehidupan sosial, budaya, ekonomi bahkan ekologi. Hutan bahkan dianggap sebagai seorang ibu yang senantiasa memberikan berbagai kebutuhan hidup mereka sebagai anak-anaknya (Laksono et al. 2001).

Salah satu wujud ketergantungan masyarakat Papua dengan hutan terlihat dari kegiatan pemanfaatan lahan dan pemungutan hasil hutan untuk memperoleh bahan pangan dan sumber energi (kayu bakar). cara yang umum dilakukan adalah dengan membuka lahan hutan menjadi lahan pertanian (kebun). Bentuk pemanfaatan seperti itu memudahkan memperoleh jenis-jenis bahan pangan dari tanaman hasil budi daya atau stok kayu hasil tebangan sebagai kayu bakar yang dibutuhkan rumah tangga.

Kebutuhan lahan untuk menyediakan bahan pangan dan kayu bakar diperkirakan akan terus bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduknya. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi luas lahan berhutan dan mempengaruhi peran hutan yang lain salah satunya sebagai pengatur tata air. Suhendang (2013) menyatakan bahwa meningkatnya keperluan terhadap lahan untuk berbagai kegiatan di luar bidang kehutanan berdampak pada tingginya tingkat konversi lahan hutan dan dapat mengurangi luas lahan berhutan. Pemanfaatan hutan yang tidak terkendali berdampak negatif terhadap lingkungan hidup antara lain berupa penurunan produktivitas dan kualitas hutan.

Kondisi yang sama juga terjadi di dalam kawasan hutan lindung Wosi Rendani Manokwari (HLWR). Kawasan ini merupakan bagian dari wilayah tanah adat masyarakat suku besar Arfak yang tersebar di Wilayah Kepala Burung Pulau Papua (Laksono et al. 2001). Penggunaan lahan hutan untuk kegiatan berkebun di dalam kawasan HLWR masih terjadi. Produktivitas tanaman pertanian lebih mengandalkan tingkat kesuburan tanah secara alami. Jika tingkat kesuburan tanah telah berkurang, lahan kebun baru akan dibuka dengan tujuan menyediakan bahan pangan dan kayu bakar pada lahan berhutan. Kondisi ini diduga sebagai salah satu penyebab berkurangnya luas lahan berhutan di dalam kawasan HLWR.

(18)

menguntungkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa faktor ekonomi diduga turut mempengaruhi terjadinya perubahan lahan berhutan menjadi lahan kebun. Pendapat serupa disampaikan oleh Contreras et al. (2006) bahwa faktor ekonomi sangat berperan dalam pengambilan keputusan menyangkut perubahan lahan berhutan menjadi penggunaan lain, mempertahankan atau mengganti jenis-jenis tumbuhan tertentu yang dapat memberikan keuntungan ekonomi lebih baik.

Perumusan Masalah

Suhendang (2013) mendefinisikan manfaat ekosistem hutan sebagai segala bentuk sumbangan dari keluaran yang dihasilkan akibat proses biologis, fisika, kimiawi, dan sosial budaya di dalam hutan, berguna untuk kehidupan manusia, makhluk hidup lain, serta lingkungannya. Kualitas dan luas hutan yang baik diharapkan dapat berdampak positif pada kemampuan hutan memberikan berbagai manfaat tersebut. Daily (1997), Costanza (1998) dan MEA (2003) menyebutkan bahwa manfaat hutan tidak hanya dilihat sebatas produk aktual hutan saja, namun harus memperhatikan proses ekologi yang mendukung dan menjamin ketersediaannya. Hal ini menunjukkan hutan dapat dipandang sebagai suatu ekosistem, dimana terjadi hubungan saling pengaruh mempengaruhi antar komponen penyusunnya (UU Nomor 5 Tahun 1990, Asdak 2010, Suhendang 2012, MEA 2003).

Bahan pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang dibutuhkan manusia dari hutan (Levy et al. 2005, MEA 2003). Penyediaan bahan pangan dan kayu bakar di Papua umumnya dilakukan dengan cara membuka lahan berhutan untuk dijadikan lahan kebun. Kebutuhan lahan untuk berkebun diperkirakan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya penduduk, namun tidak diiringi dengan penambahan lahan berhutan. Kondisi ini dikhawatirkan akan mengurangi produktivitas dan kualitas hutan. Dampak yang dapat terjadi adalah berkurangnya peran hutan menyediakan manfaat lainnya salah satunya sebagai pengatur tata air.

Bahan pangan dan kayu bakar selain diperoleh dengan cara pembukaan lahan hutan, namun bahan pangan lain khususnya yang berasal dari buah dan kayu bakar yang terdapat di hutan tidak serta merta ditinggalkan masyarakat Papua. Kondisi ini nyata terlihat dari aktivitas pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat khususnya yang berdomisili di dalam dan sekitar kawasan hutan seperti yang terjadi di kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Keberadaan hutan Wosi Rendani di dalam kawasan memberikan manfaat berupa buah, kayu bakar maupun air yang keluar dari tiga lokasi sumber di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut maka pertanyaan yang ingin dijawab adalah:

1. Bagaimana dinamika pemanfaatan dan karakteristik sosial ekonomi pemungut buah, kayu bakar dan air hutan Wosi Rendani?

2. Berapa nilai ekonomi (nilai guna langsung) ketiga jenis hasil hutan tersebut? 3. Bagaimana persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani penyediaan buah, kayu

bakar dan air?

(19)

ekonominya serta mengkaji persepsi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan HLWR. Informasi menyangkut peran hutan di Papua masih sangat minim. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui peranan hutan Wosi Rendani dalam bentuk nilai (ekonomi) yang berasal dari bahan pangan, kayu bakar dan air. Suhendang (2013) menyebutkan pemberian nilai merupakan salah satu upaya internalisasi atas berbagai manfaat hutan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membantu pengambilan keputusan dalam upaya-upaya konservasi. Harapan yang ingin dicapai dari hasil penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang peranan hutan Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air; serta menggugah pengetahuan dan kesadaran masyarakat sehingga mampu memberikan pengaruh positif dalam upaya mempertahankan, memperbaiki atau meningkatkan fungsi-fungsi ekosistem di kawasan HLWR lebih lanjut.

Berdasarkan uraian tersebut maka alur pikir penelitian dituangkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Skema alur pikir penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan akhir penelitian adalah diperoleh informasi tentang peranan hutan Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan tujuan antara yaitu:

1. Menguraikan dinamika pemanfaatan dan karakteristik sosial ekonomi pemungut buah, kayu bakar dan air hutan Wosi Rendani.

2. Menghitung nilai ekonomi (nilai guna langsung) buah, kayu bakar dan air. 3. Mengukur persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani penyediakan buah,

kayu bakar dan air.

Peranan

Pengaturan HUTAN WOSI RENDANI

Penyediaan

Ai

Kayu bakar Bahan pangan

Potensi

Persepsi Air

Kayu bakar

Analisis Persepsi

Pangan Kayu bakar

Belum Dimanfaatkan Telah

Dimanfaatkan

Analisis Stok

Nilai Ekonomi Analisis

(20)

2

METODE

Metode penelitian merupakan suatu rangkaian kegiatan ilmiah yang didasarkan pada pandangan fisiologis, asumsi dasar dan ideologis serta pertanyaan dan isu yang dihadapi. Metode disusun secara konstruktif, sistematis, metodologis dan konsisten untuk mengungkapkan kebenaran sebagai salah satu manifestasi keinginan manusia mengetahui apa yang sedang dihadapi (Afifuddin dan Saebani 2009 dan Soekanto 2007). Rangkaian kegiatan penelitian ‘Peranan Hutan Wosi Rendani dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar dan Air’, meliputi lokasi dan waktu pelaksanaan, alat yang digunakan, pemilihan responden, cara pengumpulan, pengolahan dan analisis data.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dalam dan sekitar kawasan HLWR. Lokasi contoh yang dipilih adalah Kampung Soribo Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat yang berada di dalam kawasan HLWR; Rukun Warga (RW) 15 dan 16 Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat; dan RW 01 dan 02 Kelurahan Sowi Distrik Manokwari Selatan Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Pertimbangan dipilihnya lokasi contoh didasarkan pada jarak lokasi terdekat dan berbatasan langsung dengan hutan Wosi Rendani maupun kawasan HLWR. Pengambilan data lapangan selama dua bulan sejak bulan April hingga Mei 2013. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.

(21)

Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan antara lain global positioning system (GPS), kamera digital, tape recorder, roll meter, hagameter, kuisioner dan panduan pertanyaan.

Pemilihan Responden

Metode pemilihan responden adalah purposive sampling pada kelompok unit lokasi contoh tingkat Rukun Warga (RW). Afifuddin dan Saebani (2009) menyebutkan bahwa pemilihan responden menggunakan purposive sampling bergantung pada tujuan penelitian tanpa memperhatikan kemampuan generalisasinya. Kriteria pemilihan responden berdasarkan kebutuhan data penelitian yaitu:

1. Kepala keluarga yang melakukan kegiatan pemungutan buah, kayu bakar dan air dari hutan Wosi Rendani. Responden diharapkan dapat memberikan data dan informasi terkait dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar dan air domestik di hutan Wosi Rendani.

2. Kepala keluarga yang memiliki lahan kebun di dalam kawasan HLWR. Responden diharapkan dapat memberikan data dan informasi terkait penyediaan dan nilai bahan pangan di lahan kebun.

Jumlah responden pemungut buah, kayu bakar, air dari hutan Wosi Rendani dan pemilik kebun di dalam kawasan HLWR disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jumlah responden berdasarkan lokasi penelitian

Wilayah Penelitian Populasi

(KK)a

Responden (KK) Pemungut

buah

Pemungut

kayu bakar

Pengguna air

Pemilik kebun Kelurahan Wosi

 RW15b 210 8 9 39 9

 RW 16b 180 2 5 24 2

 RW Kampung Soriboc 99 16 18 18 18

Jumlah Kelurahan Wosi 489 26 32 81 29

Kelurahan Sowi

 RW 1b 106 3 3 14 3

 RW 2b 183 2 2 19 2

Jumlah Kelurahan Sowi 289 5 5 33 5

Jumlah total 778 31 37 114 34

a

Informasi Ketua RW dan aparat Kampung Soribo, bKelompok masyarakat di sekitar kawasan HLWR, ckelompok masyarakat di dalam kawasan HLWR

(22)

1. Responden yang memungut buah di hutan Wosi Rendani sebanyak 31 responden, pemungut kayu bakar 37 responden, pengguna air 114 responden, dan pemilik kebun 34 responden.

2. Responden yang dibedakan berdasarkan lokasi berdomisili, yaitu:

a. Responden di dalam kawasan HLWR berjumlah 18 responden (Kampung Soribo Kelurahan Wosi). Responden yang melakukan pemungutan buah sebanyak 16 responden, pemungut kayu bakar 18 responden, pengguna air 18 responden dan pemilik kebun sebanyak 18 responden.

b. Responden di sekitar kawasan HLWR (RW 15 dan RW 16 Kelurahan Wosi; RW 01 dan RW 02 Kelurahan Sowi). Pemungut buah sebanyak 15 responden, pemungut kayu bakar 19 responden, pengguna air 96 responden dan pemilik kebun sebanyak 16 responden.

Metode Pengumpulan dan Analisis Data Metode Pengumpulan Data

Afifuddin dan Saebani (2009) menyebutkan pengumpulan data suatu penelitan umumnya menggunakan tiga metode yaitu wawancara, observasi dan studi pustaka.

Wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Pertanyaan yang diajukan bersifat bebas tidak terstruktur, mendalam namun tetap berpedoman pada garis besar penelitian. Data penelitian yang dikumpulkan melalui metode wawancara antara lain jenis tumbuhan penghasil buah pangan, frekuensi, volume, curahan waktu, potensi produksi tumbuhan, luas kebun, harga pasar atau harga subtitusi, karakteristik sosial ekonomi dan persepsi.

Observasi adalah tindakan pengamatan, pemaknaan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam obyek penelitian. Data atau informasi dari hasil wawancara diverifikasi dengan melakukan pengamatan langsung sehingga diharapkan data yang diperoleh sesuai dengan kondisi sebenarnya. Data penelitian yang dikumpulkan melalui metode observasi antara lain analisis vegetasi, pengukuran debit air, volume pemungutan, harga pasar, biaya pengadaan, luas kebun, dan jenis tanaman di lahan kebun.

(23)

Tabel 2 Metode pengumpulan sesuai data yang dibutuhkan

Data Metode pengumpulan

Karakteristik sosial ekonomi responden

Usia, lama pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, tingkat konsumsi keluarga dan kapita, jarak rumah dengan lokasi pemungutan,

pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita.

Wawancara

Dinamika Pemanfaatan

1. Buah

 Nama spesies Wawancara, studi pustaka

 Frekuensi pungut (kali/KK/tahun) Wawancara

 Volume pungut (satuan ambil/KK/tahun) Wawancara

2. Kayu bakar

 Frekuensi pungut (kali/KK/tahun) Wawancara

 Volume pungut (satuan ambil/KK/tahun) Wawancara

3. Air domestik

 Frekuensi pengambilan (kali/KK/tahun) Wawancara

 Volume penggunaan (m3/KK/tahun) Wawancara

Potensi Nilai Ekonomi

1. Buah

 Nama spesies Wawancara, studi pustaka

 Densitas (n/ha) Observasi

 Potensi buah per hektar per tahun (satuan/ha/tahun)

Wawancara, studi pustaka, observasi

 Harga pasar (Rp) Observasi, wawancara

 Harga pengganti (Rp) Wawancara

2. Kayu bakar

 Diameter tegakan setinggi dada (1.3 m) Observasi

 Tinggi total tingkat tiang dan pohon (m) Observasi

 Volume kayu bakar (m3/ha) Observasi

 Upah tenaga kerja (Rp/jam) Wawancara

 UMR Provinsi Papua Barat (Rp/bulan) Observasi, studi pustaka

3. Air

 Debit air permukaan (liter/detik) Observasi

 Volume (m3/tahun) Observasi

 Biaya pengadaan (Rp/bulan) meliputi: harga air PDAM rumah tangga, harga pompa air, biaya penggunaan listrik, pembuatan sumur, gorong-gorong, pipa dan tingkat upah.

Wawancara

Persepsi

Persepsi terkait peran hutan Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air

(24)

Analisis Data

1. Dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar dan air

KBBI (2014) mengartikan dinamika sebagai gerak, usaha atau tenaga yang terjadi dari dalam diri sesuatu. Dinamika pemanfaatan dalam penelitian ini dimaknai sebagai aktivitas yang dilakukan oleh orang atau kelompok tertentu dalam memanfaatkan buah, kayu bakar atau air. Salah satu wujud dinamika pemanfaatan adalah jumlah kejadian pemungutan (frekuensi) yang menunjukkan intensitas pemungutan responden.

Fenomena-fenomena dalam dinamika pemanfaatan buah, kayu bakar dan air di hutan Wosi Rendani selanjutnya dianalisis dengan cara deskriptif dan tabulasi.

Tingkat intensitas pemungutan buah, kayu bakar dan air di hutan Wosi Rendani dituangkan dalam persamaan berikut:

a. Buah

I

b

=

Notasi Ib=tingkat intensitas buah per tahun (kali pungut/tahun); fi=jumlah kejadian

pemungutan buah spesies ke i per tahun (kali/tahun); n=jumlah seluruh responden pemungut buah (KK).

b. Kayu bakar

I

k

=

Notasi Ik=tingkat intensitas kayu bakar per tahun (kali/tahun); fi=jumlah kejadian

pemungutan kayu bakar per tahun di lokasi ke i (kali/tahun); n=jumlah seluruh responden pemungut kayu bakar (KK).

c. Air

I

a

=

Notasi Ia=tingkat intensitas pengambilan air per tahun (kali/tahun); fi=jumlah kejadian

pengambilan air untuk kebutuhan domestik per tahun dengan cara ke i (kali/tahun);

n=jumlah seluruh responden pengguna air (KK).

2. Menduga nilai bahan pangan, kayu bakar dan air

Penilaian (ekonomi) dapat dimaknai sebagai kegiatan memberikan nilai secara moneter (nilai rupiah) terhadap suatu barang atau jasa. Davis dan Johnson (1987) menyatakan bahwa nilai (value) dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah lainnya yang dapat diterima dan berkonotasi sebagai nilai atau harga. Waktu, barang atau uang yang dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya mempengaruhi ukuran harga tersebut.

(25)

mengkualifikasi setiap indikator nilai berupa hasil hutan, jasa fungsi ekosistem hutan, serta atribut hutan dalam kaitannya dengan indikator sosial budaya setempat.

Suparmoko dan Ratnaningsih (2011) mengklasifikasikan pemberian nilai sumber daya alam menjadi dua yaitu nilai atas dasar penggunaan (instrument value) dan nilai yang terkandung di dalamnya (intrinsic value). Instrument value menunjukkan kemampuan sumber daya bila digunakan untuk memenuhi kebutuhan secara langsung atau disebut juga sebagai nilai guna langsung (use value), sedangkan nilai instrinsic adalah nilai yang terkandung atau melekat di dalamnya (non use value). Kegiatan penilaian dalam penelitian ini dibatasi pada nilai guna langsung bahan pangan, kayu bakar dan air yang digunakan untuk kebutuhan domestik.

Analisis penilaian dilakukan dengan cara deskriptif dan tabulasi. Tahapan penilaian bahan pangan, kayu bakar dan air dijelaskan sebagai berikut:

a. Bahan pangan

Pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan (UU nomor 6 tahun 1996 dan PP nomor 68 tahun 2002).

Penyediaan bahan pangan di kawasan HLWR dapat diperoleh dari hasil pemungutan buah di hutan Wosi Rendani dan dari hasil budi daya tanaman pertanian di lahan kebun.

Buah di hutan Wosi Rendani

Salah satu jenis bahan pangan yang diperoleh dari hutan Wosi Rendani berasal dari buah. Informasi menyangkut pemanfaatan, potensi dan nilai buah diperoleh melalui tahapan berikut:

1) Mengidentifikasi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan pemungut buah dan spesies tumbuhan berpotensi bahan pangan di hutan Wosi Rendani. 2) Melakukan inventarisasi dan analisis vegetasi hutan Wosi Rendani.

(26)

contok dapat mengakomodir data yang dibutuhkan sesuai tujuan penelitian. Lokasi petak contoh berada pada bagian hutan Wosi Rendani yang dimana kegiatan pemanfaatan buah, kayu bakar dan air nyata dilakukan masyarakat; dan c). Ketersediaan waktu, tenaga dan biaya penelitian.

Metode analisis vegetasi yang digunakan di hutan Wosi Rendani adalah metode kombinasi. Indriyanto (2010) menyebutkan bahwa metode kombinasi merupakan gabungan antara metode jalur dan metode garis berpetak sepanjang garis rintis. Desain petak contoh menggunakan metode kombinasi disajikan pada Gambar 3.

A=petak berukuran 20 x 20 m untuk pengamatan pohon (trees); B=petak berukuran 10 x 10 m untuk pengamatan tiang (poles); C=petak berukuran 5 x 5 m untuk pengamatan pancang (sapling); D=petak berukuran 2 x 2 m untuk pengamatan semai (seedling)

Gambar 3 Desain petak contoh dengan metode kombinasi

Risalah pohon diketahui dengan membuat petak contoh menggunakan metode jalur, sedangkan pada fase permudaan (poles, sapling dan seedling) menggunakan metode berpetak. Petak pengamatan pada tingkat pohon dibuat sejajar arah rintisan, sedangkan pada fase permudaan diletakkan bersilangan dengan arah garis rintis. Arah rintisan memotong garis kontur yaitu arah Barat—Timur hutan Wosi Rendani. Jumlah jalur pengamatan pada rintisan tersebut sebanyak dua jalur (0o52.955 S; 134o2.441 T hingga 0o52.928 S; 134o2.667 T). Dua jalur lainnya diletakkan pada arah Selatan—Utara (0o52.928 S; 134o2.667 T hingga 0o52.867 S; 134o2.667 T). Jumlah keseluruhan petak contoh sebanyak 51 petak dengan intensitas sampling 2.31%.

Parameter kuantitatif yang digunakan sebagai dasar perhitungan potensi buah adalah nilai densitas (kerapatan). Densitas adalah jumlah individu tumbuhan penghasil buah per hektar (ni/ha). Nilai densitas tumbuhan buah diperoleh menggunakan persamaan:

(27)

3) Menduga potensi buah

Pengukuran potensi buah yang dapat dihasilkan suatu pohon didekati melalui wawancara dengan responden pemungut buah, informan atau studi pustaka. Pendugaan potensi buah dibatasi pada tingkat pohon (trees ) melalui persamaan:

Vbi =

Notasi Vbi=potensi buah (satuan/ha/tahun); Ki= densitas (n/ha); vmin=potensi produksi

buah minimum pohon spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun); vmaks=potensi

produksi maksimum pohon spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun)

4) Menduga nilai buah (nilai guna langsung)

Pendugaan nilai buah didekati dengan harga pasar atau harga pengganti. Harga pasar diartikan sebagai nilai barang yang dirupakan dengan uang pada waktu dan pasar tertentu, sedangkan harga pengganti adalah nilai suatu barang yang dapat diganti dan dipersamakan dengan nilai barang lain yang memiliki nilai fungsional sama. Harga buah dalam penelitian ini mengacu pada harga yang berlaku saat penelitian berlangsung di Manokwari.

Notasi Nbi=nilai buah spesies ke i (Rp/ha/tahun); pi=harga satuan pungutan spesies ke i

(Rp/satuan); vbi=potensi produksi buah spesies ke i (satuan/ha/tahun); satuan dapat berupa

buah, tumpuk, ikat atau karung.

Produk tanaman pangan di kebun

Pendugaan nilai tanaman pangan di lahan kebun dilakukan melalui tiga tahap yaitu:

1) Mengukur luas lahan kebun milik responden di dalam kawasan HLWR (m2).

2) Menghitung potensi produksi tanaman pangan di lahan kebun.

∑Yi = (ni x vi x fpi)

Notasi Yi=potensi produksi tanaman ke i (satuan/m

2

/th); ni=jumlah tanaman spesies ke i;

vi=volume produksi tanaman spesies ke i; fpi=frekuensi panen tanaman spesies ke i

(kali/th).

3) Menghitung nilai tanaman pangan per satuan luas di lahan kebun.

Notasi Nt=nilai pangan dari tanaman pertanian di kebun (Rp/m

2

); Yi=potensi produksi

tanaman pertanian spesies ke i (satuan/th/m2); pi=harga produk tanaman spesies ke i

(28)

b. Kayu bakar

Pendugaan nilai kayu bakar didekati melalui dua tahap yaitu:

1) Melakukan inventarisasi dan analisis vegetasi di hutan Wosi Rendani untuk menduga volume stok kayu bakar. Pengukuran dibatasi pada volume tingkat tiang (poles) dan pohon (trees). Volume kayu bakar menggunakan persamaan:

Vkb = ∑(0.25 d2tti)

Notasi Vkb=volume stok kayu bakar (m3); =(22/7); d=diameter setinggi dada atau 1.3 m

(m); tti=tinggi total tegakan spesies ke i (m)

Volume stok kayu bakar selanjutnya dibagi dengan luas plot pengamatannya. Luas plot tingkat tiang adalah 100 m2 dan tingkat pohon 400 m2. Volume hasil pengukuran selanjutnya dikonversi untuk menduga potensi kayu bakar per hektar di hutan Wosi Rendani (m3/ha). Volume potensi kayu bakar diduga dengan persamaan berikut:

V

pot

=

(

v

kb tiang +

v

kb pohon

)

Notasi vpot=volume stok kayu bakar (m3/ha); vkb tiang=volume stok tingkat tiang (m3/ha); vkb pohon=volume stok tingkat pohon (m3/ha).

2) Menduga nilai stok kayu bakar

Pendekatan penilaian berdasarkan tingkat upah. Harga atau nilai kayu bakar per kubik diperoleh dari waktu yang dicurahkan untuk memperoleh kayu bakar (Rp/m3). Nilai kayu bakar mengacu pada Upah Minimum Regional (UMR) Provinsi Papua Barat yaitu Rp1 720 000/bulan (Rp9 451/jam) (BPS 2013b). Nilai kayu bakar diperoleh melalui persamaan:

Pkbi =

Notasi pkbi=harga kayu bakar dari responden ke i (Rp/m3); ti= lama curahan waktu

responden ke i memungut kayu bakar (jam/tahun); u=upah tenaga kerja (Rp/jam);

vi=volume kayu bakar yang diperoleh responden ke i (m3/tahun). Satuan volume kayu bakar

yang dipungut adalah hasil konversi satuan stafelmeter (sm) ke satuan kubik (1 sm=0.76 m3).

Harga kayu bakar berdasarkan persamaan tersebut (Pkbi) selanjutnya

digunakan untuk menduga nilai potensi kayu bakar di hutan Wosi Rendani melalui persamaan:

Nekb = (pkb x vtot)

Notasi Nekb=nilai stok kayu bakar (Rp); pkb=harga rata-rata kayu bakar (Rp/m

3

);

(29)

c. Air

Widada dan Darusman (2004) dan Triatmodjo (2008) menyebutkan air hujan yang jatuh di daerah tangkapan (catchment area) diresapkan ke dalam tanah (infiltrasi), disimpan sebagai tabungan kemudian dikeluarkan sebagai mata air dan menjadi sumber air bagi sungai-sungai serta mengairi daerah yang dilaluinya. Pendapat serupa juga disampaikan Asdak (2010) bahwa debit aliran sungai pada dasarnya berasal dari aliran air tanah (ground water flow) dari daerah tangkapan air di sekitar sungai tersebut.

Potensi air didekati dengan mengukur debit air permukaan di tiga lokasi sumber air yang berada di dalam hutan Wosi Rendani. Air yang berasal dari ketiga sumber tersebut digunakan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan Wosi Rendani dengan berbagai cara yaitu melalui pipa PDAM, disedot, dipikul atau secara alami mengisi sumur. Pendugaan nilai air dilakukan melalui dua tahapan yaitu:

1) Pengukuran debit air permukaan dari tiga lokasi sumber

a. Debit air (sungai) rata-rata di lokasi I (0o52.818’ S; 134o2.648 T) dan lokasi II (0o52.449’ S; 134o2.768 T).

Pengukuran dilakukan di bagian hulu, tengah dan hilir sungai. Pengulangan pengukuran sebanyak sepuluh kali pada setiap titik pengamatannya. Pengukuran diulangi kembali pada hari yang berbeda, dengan harapan diperoleh debit pengukuran rata-rata yang lebih baik. Debit air rata-rata diperoleh melalui persamaan:

ds =

[

Notasi ds=debit air sungai rata-rata (m

3

/detik); ls=lebar sungai (m); ds=kedalaman

sungai (m); ps=panjang aliran ukur (m); t=lama aliran (detik); ni= jumlah titik

pengamatan.

b. Pengukuran debit air (pancuran) rata-rata di lokasi III (0o52.449’S; 134o2.768T).

Debit air rata-rata di pancuran diperoleh dengan persamaan:

dm =

]

Notasi dm=debit rata-rata (m

3

/detik); vember=volume penampung (m

3

); t=lama aliran (detik); fi=jumlah pengulangan (kali)

Hasil perhitungan debit air (ds dan dm) selanjutnya menjadi acuan untuk

menghitung volume air hutan Wosi Rendani dalam satu tahun melalui persamaan:

Vair = (ds + dm) x ttot

Notasi vair= volume air hutan Wosi Rendani (m3/tahun); ds=jumlah debit air sungai lokasi

I dan II (m3/detik); dm=debit lokasi III (m3/detik); ttot=jumlah detik per tahun (31 536 000

(30)

2) Menghitung nilai air untuk kebutuhan domestik rumah tangga

Nilai air diduga dengan pendekatan harga pengadaan. Persamaan yang digunakan disesuaikan berdasarkan cara pengambilan yang dilakukan responden:

a. Pengguna yang mengambil air dengan cara disedot dari sumur atau sungai, maka komponen penentu nilai air adalah harga pompa air, harga gorong-gorong, biaya pembuatan sumur, biaya penggunaan listrik, biaya pipa paralon dan masa umur pakai peralatan per bulan.

p

air_a

=

c

a

= c

pompa air

+ c

gorong-gorong

+ c

buat sumur

+ c

listrik

+ c

pipa paralon

vc = vmandi + vcuci + vkakus + vmasak + vminum

Notasi pair_a= nilai air dari biaya pengadaan (Rp/m3); Ca=total biaya pengadaan

(Rp/bulan); vc=volume air untuk penggunaan air domestik (m3/bulan).

b. Pengguna yang memperoleh air dari PDAM menggunakan pendekatan tarif dasar air rumah tangga per kubik sesuai SK Bupati Manokwari Nomor 320/202/1-10-2002 sebesar Rp860/m3 (PDAM 2013).

c. Pengguna yang mengambil air secara manual dengan cara dipikul dari lokasi II dan III atau melalui sumur, maka nilai air didekati dengan tingkat upah tenaga kerja menggunakan persamaan:

pw =

Notasi Pw=nilai air dari tingkat upah (Rp/m

3

); tair=jumlah waktu yang dicurahkan

untuk memperoleh air domestik (jam/bulan); Uair=tingkat upah (Rp/jam); vc=volume

air untuk penggunaan domestik (m3/bulan).

Harga air rata-rata dari berbagai cara pengambilan tersebut, selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan nilai air.

Nair =

Notasi Nair=nilai rata-rata air (Rp/tahun); Pair_a=harga air (biaya pengadaan) (Rp/m

3

);

pair_pdam=harga air PDAM (Rp/m

3

); pw=harga air atas dasar harga pengganti waktu

(Rp/m3); n=jumlah seluruh responden pengguna air; vair=volume air dari tiga lokasi

sumber per tahun (m3/tahun).

3. Persepsi responden di dalam dan sekitar kawasan HLWR difokuskan pada peran hutan Wosi Rendani menyediakan buah, kayu bakar dan air

(31)

memberikan angka berupa lambang tinggi rendahnya derajat suatu gejala yang terkandung dalam suatu konsep yang sedang diukur (Slamet 2011).

Pendekatan pengukuran menggunakan Skala Likert dengan sistem skoring adalah satuan skor satu sampai lima. Hasil skoring selanjutnya disesuaikan dengan karakter masyarakat Indonesia menggunakan skor antara satu sampai tujuh (Avenzora 2008).

Hasil skoring satu sampai lima dimaknai sebagai: 1). skor satu untuk

jawaban ‘tidak setuju’, 2). skor dua untuk jawaban ‘agak tidak setuju’, 3).

skor tiga untuk jawaban ‘ragu-ragu’, 4). skor empat untuk jawaban ‘agak

setuju’, dan 5). skor lima untuk jawaban ‘setuju’. Hasil skoring selanjutnya dihitung untuk memperoleh tingkat favorable dari pernyataan yang diajukan dihitung menggunakan persamaan:

Notasi F=tingkat favorable; sci=nilai skor penilaian ke i; fi=jumlah responden yang menjawab

(32)

3 KONDISI UMUM KAWASAN HUTAN LINDUNG WOSI

RENDANI

Letak Geografis dan Dasar Hukum Penunjukkan

Kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat berada pada koordinat 0o 52’ 05”– 0o 53’ 18”LS dan 134o 01’ 53”– 134o 02’ 54” BT. Kawasan ini memisahkan kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak dengan pesisir Pantai Wosi dan Pantai Rendani dengan batas-batas wilayah adalah: a). Kelurahan Sowi Distrik Manokwari Selatan di sebelah Selatan; b). Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat di sebelah Utara; c). Cagar Alam Pegunungan Arfak di sebelah Barat; dan d). Jalan Drs. Essau Sessa dan Teluk Wosi di sebelah Timur (Dishut 2012).

Upaya perlindungan kawasan telah dilakukan sejak dikeluarkannya Pengumuman Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Manokwari melalui SK 03/Kps/1969 tanggal 25 Januari 1969. Gubernur Irian Barat selanjutnya menunjuk kawasan ini sebagai Hutan Lindung dengan fungsi hidrologis dengan luas 300.65 ha (SK Gubernur Irian Barat nomor 118/GIB/1969 tanggal 5 Agustus 1969). Penunjukkan didasari oleh pertimbangan menjaga sumber-sumber air dalam kawasan, mencegah bahaya kekurangan air, banjir, erosi serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah. Sejak penunjukkannya kawasan HLWR telah mengalami dua kali rekonstruksi yaitu tahun 1983 yang dilakukan oleh Badan Planologi Kehutanan VI Maluku Irian Jaya tahun 1983 dan tahun 1990 oleh Sub Balai Inventarisasi dan Perpetaan Hutan (Sub BIPHUT) Manokwari dengan jumlah pal 118 buah sepanjang 7.75 km (Dishut 2012).

Berdasarkan Lampiran Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor SK 783/Menhut-II/2014 tanggal 22 September 2014 tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Papua Barat skala 1:250 000, lokasi kawasan HLWR masih dipetakan dalam Areal Penggunaan Lain (APL), sedangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Manokwari telah dimasukkan dan dipertahankan sebagai kawasan Hutan Lindung. DJPR (2014) menyebutkan hingga Maret 2014 Propinsi Papua Barat termasuk salah satu Provinsi yang belum menerapkan peraturan derahnya terkait RTRW yaitu Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2013 tanggal 2 Mei 2013.

Kondisi Tutupan Lahan

(33)
[image:33.595.113.516.104.232.2]

Tabel 3 Luas kawasan, hutan dan kebun berdasarkan wilayah Kelurahan

Kelurahan

Luas

Kelurahan (ha)a

Kawasanb Hutanb Kebunb Non hutan dan

non kebunb

(ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%)

Wosi 2 757 205.00 7.44 69.49 2.52 36.40 1.32 99.11 48.34

Sowi 7 688 95.65 1.24 18.70 0.24 3.70 0.05 73.25 76.58

Jumlah 10 445 300.65 8.68 88.19 2.76 40.10 1.37 172.36 57.33

Sumber: a BPS (2012a dan 2012b); b luas hutan Wosi Rendani dihitung dari sungai Rendani sebagai batas Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi

Luas kawasan HLWR, tutupan hutan dan luas kebun terhadap luas wilayah Kelurahan Wosi menunjukkan proporsi yang lebih besar dibandingkan Kelurahan Sowi. Kondisi yang sama juga terlihat pada persentase antar masing-masing luas areal yang dihitung. Komposisi luas kawasan HLWR di Kelurahan Wosi sebesar 68.18% dibandingkan luas kawasan HLWR di Kelurahan Sowi. Kondisi yang sama juga terlihat pada luas hutan Wosi Rendani (78.8%) dan luas lahan kebunnya (90.77%).

Luas areal yang bukan berupa hutan dan bukan berupa kebun di dalam kawasan HLWR seluas 172.36 ha (57.33%). Areal tersebut berupa areal terbangun (jalan dan bangunan fisik) dan areal selain hutan dan kebun. Dishut (2012) menyebutkan luas lahan non hutan dan non kebun berada di sisi timur kawasan (Pal HL/25 hingga Pal HL/62), sisi Selatan (Pal HL/62 hingga Pal HL/90), dan sisi Utara (Pal HL/97 hingga Pal HL/13).

Hidrologi dan Iklim

Sistem hidrologi kawasan HLWR berada dalam sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Pami. Asdak (2010) menyebutkan terbentuknya ekologi, geografi dan tata guna lahan suatu daerah sebagian besar ditentukan atau tergantung pada fungsi daur hidrologi yang terjadi. Kondisi iklim dalam daur hidrologi sangat mempengaruhi ketersediaan air. Di antara unsur-unsur iklim, presipitasi merupakan unsur utama yang mengendalikan proses daur hidrologi di suatu wilayah DAS.

(34)
[image:34.595.71.488.112.355.2]

Tabel 4 Jumlah curah hujan dan hari hujan bulanan Kabupaten Manokwari tahun 2010 hingga 2012

Bulan

Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hari)

i a

(mm)

2010 2011 2012

Rata-rata 2010 2011 2012

Rata-rata

Januari 210 165 306 227 22 19 21 21 10.99

Pebruari 120 80 313 171 18 19 22 20 8.69

Maret 365 239 517 374 24 20 28 24 15.57

April 239 129 523 297 23 21 23 22 13.29

Mei 47 401 421 290 18 24 22 21 13.58

Juni 80 308 285 224 16 24 20 20 11.21

Juli 109 216 116 147 19 17 19 18 8.02

Agustus 108 252 131 164 17 22 19 19 8.46

September 67 172 144 128 17 19 22 19 6.61

Oktober 70 143 102 105 15 19 13 16 6.69

Nopember 44 205 289 179 11 21 24 19 9.61

Desember 122 371 144 212 19 21 23 21 10.11

Total 1 581 2 681 3 290 2 517 219 246 256 240 122.82

Rataan 131.75 223.40 274.16 209.76 18.25 20.5 21.33 20.03 10.24

Sumber: BPS (2013a) (diolah); a i: tingkat intensitas hujan

Karakteristik presipitasi di Manokwari menunjukkan hujan terjadi sepanjang tahun dengan jumlah curah hujan rata-rata 2 517 mm. Tingkat intensitas curah hujan lebih tinggi pada bulan Maret hingga Juni dan bulan Desember hingga Januari. Hal ini disebabkan karena posisi Manokwari di wilayah Kepala Burung Pulau Papua berdekatan dengan ekuator dan dipengaruhi oleh udara hangat Pasifik Barat (Kartikasari et al. 2012).

Kondisi iklim suatu daerah dapat diketahui dengan melihat unsur-unsur iklimnya. Pola tiap unsur iklim secara periodik menunjukkan karakter iklim wilayah tersebut. Karakter iklim di Kabupaten Manokwari selama tujuh tahun disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakter iklim Kabupaten Manokwari (2006—2012)

Unsur Iklim

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Rata-rata

Tmax (oC) 27.7 32.8 32.1 30.4 34.4 33.2 31.8 32.5

Tmin (oC) 26.4 23.4 23.6 23.5 22.4 22.6 23.9 23.3

Tav (oC) 27.1 23.5 27.3 27.1 27.3 27.9 27.9 27.9

Hu (%) 84.2 82.8 83.1 81.3 83.6 85.8 83.7 84.7

Pa (mb) 1 008.5 1 008.5 1 008.5 1 008.5 1 008.6 1 007.9 1 008.5 1 008.2

Sl (%) 54.6 54.1 60.8 37.0 60.6 46.0 48.3 43.8

Rf (mm) 2 319.0 1 492.0 1 602.0 1 906.7 1 581.0 2 680.5 3 289.9 2 160.7

Rd (hari) 150.0 212.0 223.0 152.0 219.0 246.0 256.0 208.3

[image:34.595.84.486.542.706.2]
(35)

Temperatur, kelembaban dan tekanan udara di Manokwari umumnya konstan. Temperatur udara umumnya berkisar antara 23.3 oC hingga 32.5 oC. Rata-rata temperatur udara adalah 27.9 oC, kelembaban udara 84.7% dan tekanan udara 1 008.2 mb. Fluktuasi unsur iklim hanya terjadi pada penyinaran matahari, curah hujan dan hari hujan.

Vegetasi Hutan Wosi Rendani

Indriyanto (2010) menyebutkan kondisi komunitas hutan dapat diketahui dengan melakukan survei vegetasi. Survei bertujuan agar dapat mendeskripsikan keadaan komunitas tumbuhan hutan berdasarkan parameter yang diperlukan. Komposisi dan struktur komunitas tumbuhan pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon di hutan Wosi Rendani adalah:

1. Tingkat semai. Jumlah spesies pada tingkat semai sebanyak 106 spesies (33 famili). Jumlah individu 31 274.51 per hektar. Sepuluh spesies tertinggi adalah P. pinnata, L. domesticum, S. campanulata, S. papuanus, M. brownoides, F. trachypison, P. eurynchae, A. altillis, A. toxicaria, dan F. septica. INP spesies tersebut antara 22.81% dan 5.53%.

2. Tingkat pancang. Jumlah spesies pada tingkat pancang sebanyak 110 spesies (36 famili). Jumlah individu 5 341.18 per hektar. Sepuluh spesies tertinggi adalah P. pinnata, S. campanulata, L. domesticum, P. eurynchae, V. rubescens, H. foetidum, A. parviflorum, P. indicus, A. altillis dan N. lapaceum. INP spesies tersebut antara 12.98% dan 4.96%.

3. Tingkat tiang. Jumlah spesies tingkat tiang sebanyak 90 spesies (32 famili). Jumlah individu 496.08 per hekar. Sepuluh spesies tertinggi adalah P. pinnata, S. campanulata, P. eurynchae, N. lapaceum, L. domesticum, M. mappa, A. scholaris, M. fatua, P. corymbosa dan F. nodosa. INP spesies tersebut antara 24.68% dan 6.28%.

4. Tingkat pohon. Jumlah spesies tingkat pohon berjumlah 87 spesies (32 famili). Jumlah individu 174.51 per hektar. Sepuluh spesies tertinggi adalah P. pinnata, S. campanulata, A. altilis, P. coreacea, L. domesticum, S. cytherea, P. eurynchae, N. lapaceum, D. dao dan P. indicus. INP spesies tersebut antara 31.95% dan 6.34%.

Keragaman spesies dan famili di hutan Wosi Rendani lebih rendah jika dibandingkan dengan vegetasi Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari (TWAGM). Jarak TWAGM dengan HLWR dekat (±4.5 km). Lekitoo et al. (2008) menyebutkan vegetasi TWAGM merupakan salah satu contoh hutan di Manokwari yang dapat menjadi refleksi hutan alam Papua. Lekitoo et al. (2008) menyebutkan jumlah spesies di TWAGM pada tingkat semai sebanyak 162 spesies (48 famili), 147 spesies tingkat pancang (45 famili), 89 spesies tingkat tiang (34 famili) dan 101 spesies tingkat pohon (34 famili).

(36)

Kondisi Demografis Masyarakat di Sekitar dan di Dalam Kawasan HLWR Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan HLWR berdomisili di wilayah Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi. Jumlah rumah tangga, jumlah jiwa per rumah tangga, jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, seks rasio dan kepadatan penduduk pada masing-masing Kelurahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah penduduk Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi

Kelurahan

Rumah Tangga (KK)

Jumlah jiwa per

KK

Laki-laki (jiwa)

Perem- puan (jiwa)

Jumlah jiwa

Seks Rasio

Kepadatan (jiwa/km2)

Wosi 5 296 4.35 12 698 10 323 23 021 123.01 835.00

Sowi 1 488 4.66 3 801 3 127 6 928 122.00 90.11

Sumber: BPS (2012b)

Situasi masyarakat sekitar kawasan HLWR

Masyarakat sekitar kawasan HLWR umumnya adalah masyarakat pendatang dari suku non Papua. Keragaman sosial, budaya dan ekonomi terlihat dari asal suku, dan jenis pekerjaan yang dilakukan. Masyarakat sekitar berasal dari berbagai suku di Indonesia, diantaranya Sulawesi, Jawa, Maluku dan Tiongkok. Jenis pekerjaan umumnya pada sektor pemerintahan (PNS) dan sektor swasta (dagang, ojek, bengkel, dan pertukangan).

Jumlah penduduk di sekitar kawasan HLWR semakin bertambah terutama sejak dibukanya Jalan Drs. Essau Sessa sebagai jalur utama sejak tahun 1991. Jalan ini menghubungkan Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi. Permukiman baru dan dinamika kegiatan ekonomi nyata terlihat di sepanjang jalan yang berbatasan langsung dengan sisi timur kawasan HLWR..

Permukiman penduduk di sekitar kawasan HLWR berada dalam wilayah administrasi dua Kelurahan yaitu Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi. Kelurahan Wosi adalah satu dari enam kelurahan di Distrik Manokwari Barat. Jumlah Rukun Warga (RW) di Kelurahan Wosi sebanyak 17 RW dan satu Kampung (BPS 2012b). Kelurahan Wosi merupakan salah satu Kelurahan dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi (835 jiwa/km2). Jumlah penduduk hingga tahun 2012 sebanyak 23 021 jiwa (5 296 KK) dan jumlah jiwa per rumah tangga rata-rata 4.35 jiwa/KK.

(37)
[image:37.595.105.512.116.462.2]

Tabel 7 Sebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di Kelurahan Wosi dan Kelurahan Sowi tahun 2013

Kelom- pok umur

Kelurahan Wosi Kelurahan Sowi

Laki-laki (Jiwa) Perem- puan (Jiwa) Jumlah (Jiwa) Persen (%) Laki-laki (Jiwa) Perem- puan (Jiwa) Jumlah (Jiwa) Persen (%)

0—4 1 366 1 276 2 641 11.47 468 439 905 13.07

5—9 1 145 1 063 2 208 9.59 420 371 790 11.41

10—14 981 868 1 848 8.03 339 278 617 8.90

15—19 1 106 1 015 2 120 9.21 328 289 615 8.88

20—24 1 539 1 172 2 710 11.77 361 327 687 9.91

25—29 1 708 1 289 2 996 13.01 427 372 799 11.53

30—34 1 378 1 093 2 470 10.73 462 334 795 11.48

35—39 1 058 805 1 862 8.09 311 250 561 8.09

40—44 863 621 1 483 6.44 258 168 424 6.12

45—49 564 423 986 4.28 154 110 263 3.79

50—54 448 281 728 3.16 108 84 190 2.75

55—59 221 169 389 1.69 83 43 125 1.81

60—64 149 104 251 1.09 47 41 87 1.25

65—69 69 51 120 0.52 28 22 49 0.70

70—74 37 33 69 0.30 15 8 23 0.33

75+ 20 25 44 0.19 8 7 14 0.21

Total 12 698 10 323 23 021 100.00 3 801 3 127 6 928 100.00

Sumber: BPS (2012a dan 2012b)

Situasi masyarakat dalam kawasan HLWR

Kelurahan Wosi Distrik Manokwari Barat memiliki sebuah Kampung berlokasi di dalam kawasan HLWR yaitu Kampung Soribo. Kampung Soribo saat ini merupakan kampung hasil relokasi Pemerintah Daerah Kabupaten Manokwari sekitar tahun 2011. Kampung Soribo, Ipingiosi dan Kentekstar yang sebelumnya terpencar di dalam kawasan HLWR digabungkan menjadi satu Kampung yaitu Kampung Soribo. Luas wilayah perkampungan adalah 104.28 ha (Dishut 2012).

Penduduk asli Kampung Soribo adalah masyarakat Suku Arfak. Pemilik tanah adat di dalam kawasan HLWR berasal dari marga Mandacan, Katebu dan Nuham. Selain itu, terdapat juga masyarakat Papua lain di luar Suku Arfak yang berdomisili di Kampung Soribo yaitu dari suku Biak dan Serui. Jumlah kepala keluarga di Kampung Soribo berdasarkan informasi aparat kampung dan verifikasi data jumlah penduduknya saat penelitian adalah 99 KK.

(38)

Pembagian Wilayah Pemanfaatan Sumber Daya Hutan Wosi Rendani Keberadaan adat di Papua diakui dan dinyatakan dalam Undang undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Daerah Papua. Adat didefinisikan sebagai kebiasaan yang diakui, dipatuhi dan dilembagakan, serta dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun temurun. Adat juga mengatur perilaku di antara perseorangan, di dalam dan antar keluarga, masyarakat dan pihak-pihak luar serta mengatur hubungan antara manusia dengan alam (Contreras et al. (2006). Ter Haar et al. (1994) menyebutkan bahwa masyarakat yang berada dalam hukum adat memiliki kesamaan wilayah (teritorial), keturunan (geneologis) atau kesamaan wilayah dan keturunan (teritorial dan geneologis).

Pemanfaatan sumber daya lahan dan hasil hutan di wilayah tanah adat suku tertentu di Papua umumnya diatur berdasarkan aturan adatnya. Hal ini dimaksudkan antara lain agar manfaat lahan atau hasil hutan dapat terus diperoleh secara berkesinambungan, menghindari konflik sosial, atau pengukuhan jati diri. Tanah adat umumnya dikuasai secara turun-temurun dan dimanfaatkan bersama oleh masyarakat dalam suku. Batas-batas kepemilikan dan pemanfaatan telah diketahui oleh keluarga, fam atau masyarakat yang berasal dari suku tersebut atau masyarakat Papua dari suku lain. Sungai, gunung, pohon atau tanda fisik alam lainnya dijadikan pedoman dalam melakukan kegiatan pemanfaatan lahan atau hasil hutan (Laksono et al. 2001, Kartikasari et al. 2012 dan Yarman 2012).

Kondisi serupa juga terjadi pada masyarakat Suku Arfak. Lahan dan hasil hutan pada wilayah adat Suku Arfak umumnya menjadi hak pemanfaatan masyarakat Suku Arfak. Pemanfaatan tanpa izin pemilik tanah ulayat (kenamnyak/andigpoy) dapat berakibat pada timbulnya konflik. Masyarakat lain di luar Suku Arfak dapat juga memanfaatkan lahan atau hasil hutan setelah meminta izin kepada pemilik tanah ulayat diantaranya untuk pembuatan kebun, tempat tinggal atau mengambil hasil hutan.

Masyarakat Arfak umumnya mengambil hasil hutan dalam jumlah terbatas sesuai kebutuhan hidup, antara lain dalam penggunaan lahan hutan untuk berkebun, berburu, pemungutan bahan pangan, kayu bakar atau bahan-bahan dalam pembuatan rumah. Berbagai manfaat yang diperoleh dari hutan sebagai bentuk kemurahan alam dalam kehidupan mereka. Pandangan terhadap pentingnya hutan dalam kehidupan masyarakat Arfak kemudian diaktualisasikan dalam cara mengelola dan memanfaatkan hutan agar dapat terus memberikan manfaat dalam konsep pengelolaan berkelanjutan (igya ser hanjop) (Laksono et al. 2001).

Laksono et al. (2001) dan Mulyadi (2012) menyebutkan bahwa praktik pemanfaatan lahan dan hasil hutan di wilayah hutan masyarakat Suku Arfak dibagi menjadi empat wilayah yaitu:

(39)

2. Wilayah Nimahamti, yaitu bagian dari wilayah Bahamti berupa hutan yang sangat lembab dan dicirikan dengan banyaknya lumut dalam vegetasinya. Kondisi ini tidak memungkinkan dijadikan kebun, karena tanaman pangan tidak dapat tumbuh subur terutama untuk tanaman holtikultura yang umum ditanam oleh masyarakat Suku Arfak.

3. Wilayah Susti, yaitu wilayah hutan sekunder yang telah mengalami masa bera. Wilayah Susti merupakan lahan hutan yang sebelumnya pernah dibuka menjadi kebun. Lokasi tersebut telah lama ditinggalkan dan telah berhutan kembali (±5—20 tahun). Wilayah Susti dicirikan dengan adanya beberapa spesies tumbuhan yang sama pada lahan kebun masyarakat. Aktivitas yang boleh dilakukan adalah mengambil hasil hutan kayu dan non kayu serta pembukaan lahan hutan untuk berkebun.

4. Wilayah Situmti, yaitu wilayah yang pernah dipergunakan untuk menanam ubi jalar. Wilayah ini umumnya berada di wilayah perkampungan atau halaman rumah dicirikan dengan tumbuhnya rerumputan atau sayuran.

Berdasarkan klasifikasi pembagian wilayah pemanfaatan, observasi lapang dan informasi topografi kawasan HLWR Dishut (2012), maka kawasan HLWR dapat diindikasikan merupakan wilayah susti dan situmti.

Penggunaan Lahan Hutan untuk Kebun di Dalam Kawasan HLWR Penggunaan lahan hutan untuk kebun dalam kawasan HLWR telah berlangsung lama dan bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan pangan serta dijadikan sumber ekonomi utama keluarga. Peran hutan dalam kegiatan pertanian terlihat dari sistem pertanian dengan mengandalkan tingkat kesuburan yang diberikan alam. Suhendang (2013) menyebutkan bahwa pengetahuan terhadap peran hutan dapat memberikan kesuburan tanah pada sebagian masyarakat lokal diyakini sebagai suatu kebenaran. Keyakinan itu tetap dipertahankan secara turun temurun walaupun tanpa menggunakan proses berpikir ilmiah.

Pengetahuan masyarakat Arfak terhadap lahan hutan yang baik untuk dijadikan kebun umumnya berdasarkan tiga indikator yaitu topografi, warna tanah dan telah tumbuhnya jenis pohon tertentu. Pembukaan kebun pada tanah datar lebih disukai karena lebih mudah diolah dibandingkan kontur miring/lereng. Tanah berwarna hitam dan merah mengindikasikan tingkat kesuburan tanah yang baik, dan tumbuhnya beberapa jenis pohon indikator (Laksono et al. 2001). Kondisi ini hampir sama dengan praktik pertanian tradisional oleh masyarakat Arfak di dalam kawasan HLWR. Tahapan pembukaan lahan hutan untuk kebun diantaranya:

1. Pembersihan tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah berupa semak belukar, rerumputan dan tumbuhan berdiameter kecil (

Gambar

Gambar 1 Skema alur pikir penelitian
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 1  Jumlah responden berdasarkan lokasi penelitian
Tabel 2  Metode pengumpulan sesuai data yang dibutuhkan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penampilan tokoh Hanum, Fatima, dan Marion sebagai seorang wanita muslimah yang berada di tengah negara yang masih menganggap Islam sebagai agama

Sintesis yang tidak efektif, pada pasien gagal ginjal akut terjadi karena berkurangnya jumlah sel yang ada di dalam ginjal dan penurunan aliran darah portal ke ginjal yang

kebutuhan konsumen, keyakinan konsumen bahwa brand tersebut sesuai dari pada brand lain yang baru muncul dan keyakinan konsumen bahwa brand tersebut dapat

pemrosesan, pengelolaan dan penyajian data dan informasi geospasial di bidang kartografi K7 Mampu memahami konsep teoritis perencanaan dan penyelenggaraan, pengumpulan,.

Jadi dapat disimpulkan bahwa umur instalasi pada penggunaan KWH prabayar akan mempengaruhi nilai perhitungan daya yang cenderung lebih besar daripada daya

Laporan penelitian dengan judul Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends untuk Meningkatkan Pemahaman Tentang Globalisasi pada Siswa Kelas IV

Tabel 4.4 Data Hasil Pengujian Pakaian Dengan Variasi Beban II (Saluran Udara Masuk Melalui Pipa Bagian Atas)

Untuk menguji kinerja aplikasi iRadar, dilakukan perbandingan hasil tampilan aplikasi iRadar dengan tampilan MOC Client dalam hal kemampuan menampilkan data pada