• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan."

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

PRAKATA

Segala puji kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan kepada Penulis sehingga skripsi ini dapat selesai tepat waktu dengan judul “ Kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Di dalam penyusunan skripsi ini, Penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan

2. Iwan Rusdi, S.Kp. MNS, selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis

3. Ibu Cholina Trisa S, S.Kep. M.Kep. Sp.KMB, selaku Pembimbing II yang telah membimbing dan mengarahkan Penulis dalam penyusunan skripsi ini 4. Ibu Salbiah, S.Kp. M.Kep, selaku penguji dalam sidang skripsi ini

5. Seluruh staff dan dosen yang mengajar di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

6. Kepada keluarga saya yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil dalam proses penyusunan skripsi ini

(4)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, baik dalam hal penulisan maupun isi, oleh karena itu Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

Medan, 12 Januari 2011

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

3. Pertanyaan Penelitian ... 5

4. Tujuan Penelitian ... 6

5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN ... 7

1. Proses Menua ... 7

2. Pengkajian Status Fungsional ... 31

3. Pelayanan Kesehatan Lansia di Panti Werdha ... 38

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 44

1. Kerangka Konseptual ... 44

2. Defenisi Operasional ... 45

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 47

1. Jenis dan Desain Penelitian ... 47

2. Populasi dan Sampel Penelitian ... 48

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... 48

4. Pertimbangan Etik ... 49

5. Instrumen Penelitian ... 50

6. Pengumpulan Data ... 52

7. Analisa Data ... 52

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 55

1. Hasil Penelitian ... 55

(6)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 66 1. Kesimpulan ... 66 2. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Surat Izin Penelitian

2. Surat Keterangan Penelitian dari Dinas Sosial 3. Surat Persetujuan Menjadi Responden

4. Instrumen Penelitian 5. Master Data

6. Pengolahan Data dengan SPSS 7. Taksasi Dana Penelitian 8. Daftar Riwayat Hidup

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

Judul : Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

Nama Mahasiswa : Rahmayati

NIM : 091121012

Fakultas : S1 Keperawatan

Tahun : 2009-2010

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari – harinya. Kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Gangguan fisik akan membatasi kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas. Hal ini diketahui dari data seluruh lansia di Panti UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan menderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Jenis penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian sebanyak 47 orang lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2010.Di panti werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi di panti werda binjai mayoritas mandiri yaitu 38 orang (80,9%), untuk berpakaian mayoritas mandiri yaitu 40 orang (85,1%). pergi ke toilet matoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk mengontrol BAK dan BAB mayoritas yang mandiri yaitu 44 orang (93,6%) dan untuk makan mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).

(9)

Judul : Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan

Nama Mahasiswa : Rahmayati

NIM : 091121012

Fakultas : S1 Keperawatan

Tahun : 2009-2010

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari – harinya. Kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari secara mandiri. Gangguan fisik akan membatasi kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas. Hal ini diketahui dari data seluruh lansia di Panti UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan menderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya. Tujuan penelitian untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Jenis penelitian deskriptif. Sampel dalam penelitian sebanyak 47 orang lansia. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober- Desember 2010.Di panti werdha UPT.Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian diperoleh bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi di panti werda binjai mayoritas mandiri yaitu 38 orang (80,9%), untuk berpakaian mayoritas mandiri yaitu 40 orang (85,1%). pergi ke toilet matoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri yaitu 36 orang (76,6%), untuk mengontrol BAK dan BAB mayoritas yang mandiri yaitu 44 orang (93,6%) dan untuk makan mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).

(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam Pembangunan Nasional, telah menunjukkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama di bidang medis atau ilmu kedokteran sehingga dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur harapan hidup manusia. Akibatnya jumlah penduduk yang berusia lanjut meningkat dan bertambah cenderung lebih cepat. Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Pertambahan orang usia lanjut di negara maju seperti Amerika Serikat diperkirakan 1000 orang perhari, pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi lansia (Nugroho, 2008).

(11)

tahun dan pada tahun 2002, jumlah lansia di Indonesia berjumlah 16 juta dan diprediksikan akan bertambah menjadi 25,5 juta pada tahun 2020 atau sebesar 11,37 % penduduk dan ini merupakan peringkat keempat dunia, dibawah Cina, India dan Amerika Serikat. Sedangkan umur harapan hidup berdasarkan sensus BPS tahun 1998 masing-masing untuk pria 63 tahun dan perempuan 67 tahun. Angka di atas berbeda dengan kajian WHO (1999), dimana usia harapan hidup orang Indonesia rata-rata adalah 59,7 tahun dan menempati urutan ke-103 dunia. Data statistik tersebut mengisyaratkan pentingnya pengembangan keperawatan gerontik di. indonesia (Palestin, 2008).

Survey awal yang dilakukan terdapat data di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah jumlah seluruh lansia saat ini sebanyak 157 orang, yang terdiri dari 77 orang pria dan 80 orang wanita . Seluruh lansia yang diketahui penderita reumatik sebanyak 40 orang, penderita diabetes militus sebanyak 86 orang, penderita hipertensi sebanyak 82 orang, penderita asma sebanyak 75 orang, dan penyakit lainnya.

(12)

menikmati kehidupan yang bahagia dan berkualitas. Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik-biologik, mental maupun sosial ekonomi (Hardywinoto, 2004).

Proses alami yang disertai dengan adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial akan saling berinteraksi satu sama lain . Proses menua yang terjadi pada lansia dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment), keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Palestin, 2008).

Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak fungsional baik kemampuan mobilitas maupun perawatan diri. Kemunduran fungsi mobilitas meliputi penurunan kemampuan mobilitas ditempat tidur, berpindah, jalan/ ambulasi, dan mobilitas dangan alat adaptasi. Kemunduran kemampuan perawatan diri meliputi penurunan kemampuan aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih, merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku (Pudjiastuti, 2003).

(13)

Pengkajian kemampuan fungsional sangat penting, terutama ketika terjadi hambatan pada kemampuan lansia dalam melaksanakan fungsi kehidupan sehari– harinya. Pengkajian kemampuan fungsional merupakan pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat. (Kushariadi, 2009).

Pengkajian kemampuan fungsional merupakan aktivitas pokok bagi perawatan diri antara lain : Mengontrol BAB dan BAK, pergi ke toilet, makan, berpakaian, mandi dan berpindah tempat. Pengkajian kemampuan fungsional penting untuk mengetahui gambaran kemandirian, dan besarnya bantuan yang diperlukan dalam aktivitas kehidupan sehari – hari (James, 2003).

(14)

melakukan sendiri suatu fungsi tertentu tetapi sebenarnya dia mampu, maka dianggap tidak bisa melakukannya (Tamher, 2008).

Permasalahan kemampuan fungsional di dalam kehidupan sehari-hari pada lansia yang berada di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan, akan menimbulkan dampak yang buruk dalam menjalani hari tua. Berdasarkan alasan diatas peneliti tertarik mengangkat masalah tersebut untuk mengetahui permasalahan yang dialami oleh lanjut usia, tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

(15)

4. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui tentang gambaran kemampuan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

5. Manfaat Penelitian

5.1 Bagi pendidikan kesehatan

Sebagai informasi dan menambah pengetahuan bagi pendidikan kesehatan dalam melakukan pelayanan gerontik, dengan permasalahan terhadap kemampuan fungsional lansia.

5.2 Bagi Panti Werdha

Sebagai masukan bagi panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dalam perawatan lansia tentang kemampuan fungsional, agar dapat semakin memandirikan lansia dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.

5.3 Bagi penelitian selanjutnya

(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Proses Menua

1.1 Defenisi

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang hanya di mulai dari satu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan-gerakan lambat, dan postur tubuh yang tidak proforsional (Nugroho, 2008).

(17)

Dalam buku keperawatan gerontik dan geriatric, Wahyudi Nugroho (2008) mengatakan bahwa menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan dari jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita. Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa manusia secara perlahan mengalami kemunduran struktur dan fungsi organ. Kondisi ini jelas menunjukkan bahwa proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi kemandirian dan kesehatan lanjut usia, termasuk kehidupan seksualnya.

(18)

misalnya stroke, infark miokard, koma asidotik, kanker metastatis dan sebagainya.

Proses menua merupakan kombinasi bermacam-macam faktor yang saling berkaitan. Sampai saat ini, banyak definisi dan teori yang menjelaskan tentang proses menua yang tidak seragam. Secara umum, proses menua didefinisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Berikut akan dikemukakan bermacam-macam teori proses menua yang penting.

Lansia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologi, psikologi dan sosial (Iknatius, 2000).

Lansia adalah Orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun, tidak memiliki atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain(UU.No 4 tahun 1999).

Lansia menurut UU No.13 thn 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia Pasal 1 ayat 2 adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas.

Secara ekonomis, penduduk lansia dapat diklasifikasikan atas lima klasifikasi yaitu :

1) Pralansia

(19)

2) Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih

3) Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

4) Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.

5) Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada kehidupan orang lain (Maryam, 2000).

Memberdayakan penduduk lansia potensial dalam berbagai aktifitas produktif merupakan salah satu upaya penunjang kemandirian lansia, tidak saja dari aspek ekonomi tetapi sekaligus pemenuhan kebutuhan psikologi, social, budaya, dan kesehatan (Nugroho, 2000).

1.2Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

(20)

Menurut bandiyah, 2009 faktornya terdiri dari : hereditas atau keturunan /genetik, nutrisi atau makanan , status kesehatan , pengalaman hidup , stres (Nugroho, 2000).

1.3. Teori Proses Menua

Proses menua bersifat individual:

1. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda. 2. Setiap lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda.

3. Tidak ada satu faktor pun yang ditemukan dapat mencegah proses menua. a. Teori Biologis

1. Teori Genetik

Teori genetik clock, teori ini merupakan teori intrinsik yang menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik untuk spesies tertentu. Setiap spesies didalam inti selnya memiliki suatu jam genetik/jam biologis sendiri dan setiap spesies mempunyai batas usia yang berbeda-beda yang telah diputar menurut replikasi tertentu sehingga bila jenis ini berhenti berputar, dia akan mati.

(21)

meskipun hanya beberapa waktu dengan pengaruh dari luar, misalnya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dengan pemberian obat-obatan atau tindakan tertentu.

Teori mutasi somatic, menurut teori ini, penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik akibat pengaruh lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga akhirnya akan terjadi penurunan fungsi organ atau perubahan sel menjadi kanker atau sel menjadi penyakit. Setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, sebagai contoh yang khas adalah mutasi sel kelamin sehingga terjadi penurunan kemampuan fungsional sel (Suhana, 2000).

2. Teori nongenetik

(22)

jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit. Sebagai contoh, tambahan kelenjar timus yang pada usia dewasa berinvolusi dan sejak itu terjadi kelainan autoimun.

Teori kerusakan akibat radikal bebas (free radical theory), teori radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas dan di dalam tubuh, karena adanya proses metabolisme atau proses pernapasan di dalam mitokondria. Radikal bebas merupakan suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron yang tidak berpasangan sehingga sangat reaktif mengikat atom atau molekul lain yang menimbulkan berbagai kerusakan atau perubahan dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan organik, misalnya karbohidrat dan protein. Radikal bebas ini menyebabkan sel tidak dapat bergenerasi (Halliwel, 1994). Radikal bebas dianggap sebagai penyabab penting terjadinya kerusakan fungsi sel. Radikal bebas yang terdapat dilingkungan seperti:

1. Asap kendaraan bermotor 2. Asap rokok

3. Zat pengawet makanan 4. Radiasi

(23)

Teori menua akibat metabolism, telah dibuktikan dalam berbagai percobaan hewan, bahwa pengurangan asupan kalori ternyata bisa menghambat pertumbuhan dan memperpanjang umur, sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan kegemukan dapat memperpendek umur (Darmojo, 2000).

Teori rantai silang (cross link theory), teori ini menjelaskan bahwa menua disebabkan oleh lemak, protein, karbohidrat, dan asam nukleat (molekul kolagen) bereaksi dengan zat kimia dan radiasi, mengubah fungsi jaringan yang menyebabkan perubahan pada membran plasma, yang mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku, kurang elastis, dan hilangnya fungsi pada proses menua.

Teori fisiologis, teori ini merupakan teori intrinsik dan ekstrinsik, terdiri atas teori oksidasi stres (wear and tear theory). Di sini terjadi kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel tubuh lelah terpakai (regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal).

b. Teori Sosiologis

Teori Sosiologis tentang proses menua yang dianut selama ini antara lain:

1. Teori Interaksi Sosial

(24)

masyarakat. Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial merupakan kunci mempertahankan status sosial berdasarkan kemampuan bersosialisasi.

Pokok-pokok sosial exchange theory antara lain:

1. Masyarakat terdiri atas aktor sosial yang berupaya mencapai tujuannya masing-masing.

2. Dalam upaya tersebut, terjadi interaksi sosial yang memerlukan biaya dan waktu.

3. Untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai, seorang aktor mengeluarkan biaya.

2. Teori aktivitas atau kegiatan

a. Ketentuan tentang semakin menurunnya jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut serta dalam kegiatan sosial.

b. Lanjut usia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas tersebut selama mungkin.

c. Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup lanjut usia.

(25)

3. Teori kepribadian berlanjut (continuity theory)

Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan gabungan teori yang disebutkan sebelumnya. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe personalitas yang dimilikinya. Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lanjut usia. Hal ini dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah, walaupun ia telah lanjut usia.

4. Teori pembebasan/penarikan diri (disangagement theory)

Teori ini membahas putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu lainnya. Pokok-pokok disangagement theory

a. Pada pria, kehilangan peran hidup utama terjadi masa pensiun. Pada wanita, terjadi pada masa peran dalam keluarga berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa dan meninggalkan rumah untuk belajar dan menikah.

(26)

sedangkan kaum muda memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik.

c. Ada tiga aspek utama dalam teori ini yang perlu diperhatikan: 1. Proses menarik diri terjadi sepanjang hidup

2. Proses tersebut tidak dapat dihindari

3. Hal ini diterima lanjut usia dan masyarakat.

Teori yang pertama diajukan oleh Cumming dan Henry (1961). Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambah lanjutnya usia, apalagi ditambah dengan adanya kemiskinan, lanjut usia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering lanjut usia mengalami kehilangan ganda (triple loss):

1. Kehilangan peran (loss of role).

2. Hambatan kontak sosial (restriction of contact and relationship).

3. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and values)

(27)

terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri menghadapi kematiannya.

Dari penyebab terjadinya proses menua tersebut, ada beberapa peluang yang memungkinkan dapat diintervensi agar proses menua dapat diperlambat.

Kemungkinan yang terbesar adalah mencegah: 1. Meningkatnya radikal bebas.

2. Memanipulasi sistem imun tubuh.

(28)

negatif, tetapi sangat berbeda dengan kenyataan yang dialaminya (Nugroho, 2000).

1.4 Aspek Fisiologik Dan Patologik Akibat Proses Menua

Perubahan akibat proses menua dan usia biologis, dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ-organnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin (seperti di kutip oleh Kane) mengintroduksi Hukum 1% yang menyatakan bahwa fungsi organ-organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun walaupun penelitian oleh Svanborg menyatakan bahwa penurunan tersebut tidak sedramatis seperti di atas, tetapi memang terdapat penurunan yang fungsional dan nyata setelah usia 70 tahun. Sebenarnya lebih tepat bila dikatakan bahwa penurunan anatomik dan fungsi organ tersebut tidak dikaitkan dengan umur kronologik melainkan dengan umur biologiknya. Dapat disimpulkan, mungkin seseorang dengan usia kronologik baru 55 tahun sudah menunjukkan berbagai penurunan anatomik dan fungsional yang nyata akibat umur biologiknya yang sudah lanjut sebagai akibat tidak baiknya faktor nutrisi, pemeliharaan kesehatan, dan kurangnya aktivitas.

(29)

menyebutnya sebagai suatu perburukan gradual yang manifestasinya pada organ tergantung pada ambang batas tertentu dari organ tersebut dan pada dasarnya tergantung atas:

1.Derajat kecepatan terjadinya perburukan atau deteriorisasi 2.Tingkat tampilan organ yang dibutuhkan

Pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa pada seorang lanjut usia, perbedaan penting dengan perkataan lain: pertanda penuaan adalah bukan pada tampilan organ atau organisme saat istrahat, akan tetapi bagaimana organ atau organisme tersebut dapat beradaptasi terhadap stres dari luar (Kane, 2001). Sebagai contoh, seorang lansia mungkin masih menunjukkan nilai gula darah normal pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjukkan nilai gula darah normal pada saat puasa, akan tetapi mungkin menunjkkan nilai yang abnormal tinggi dengan pembebanan glukosa. Oleh karena itu pengguna tes darah 2 jam post pradial kurang memberikan arti ketimbang nilai gula darah puasa.

(30)

kreatinin serum tidak begitu tepat uuntuk dijadikan sebagai indikator fungsi ginjal dibanding dengan pada usia muda. Oleh karena fungsi ginjal sangat penting untuk menentukan berbagai hal (pemberian obat, nutrisi, dan prognosis penyakit), maka diperlukan cara lain untuk menentukan parameter fungsi ginjal. Pada lansia oleh karenanya dianjurkan memakai formula Cocroft-gault.

1.5 Tinjauan masalah psikologik pada lansia

(31)

kehidupan lansia saja. Para lansia yang realistis dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya yang baru.

Karena telah lanjut usia mereka seringkali dianggap terlalu lamban, dengan daya reaksi yang lambat dengan kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir yang menurun, meskipun kinerja mereka banyak yang masih baik. Banyak contoh-contoh historis, seperti antara lain: G.Verdi, Goethe, Andre Topolev, Galilei, Laplace, Eisenhower, Churchill, R.Reagan yang masih Berjaya dan sangat produktif pada bidangnya masing-masing pada usia yang sangat lanjut (lebih dari 70 tahun).

Daya ingat (memori) mereka memang banyak yang menurun dari lupa samapai pikun dan demensia. Biasanya mereka masih ingat betul peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi, malahan lupa mengenai hal-hal yang baru terjadi. Pada lansia yang masih produktif justru banyak yang menggunakan waktu menulis buku ilmiah, maupun memorinya sendiri.

Stereotype psikologik orang lanjut usia

Biasanya sifat-sifat streotype para lansia ini sesuai dengan pembawaanya pada waktu muda. Beberapa tipe yang dikenal adalah sebagai berikut:

(32)

mengalami pensiun dengan tenang, juga dalam menghadapi masa akhir.

2. Tipe ketergantungan (dependent): orang lansia ini masih dapat di terima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tak berambisi, masih tahu diri, tak mempunyai inisiatif dan bertindak tidak praktis. Biasanya orang ini dikuasai istrinya. Ia senang mengalami pensiun, malahan biasanya banyak makan dan minum, tidak suka bekerja dan senang untuk berlibur.

3. Tipe defensif: orang ini biasanya dulunya mempunyai pekerjaan/jabatan tak stabil, bersifat selalu menolak bantuan, sering kali emosinya tak dapat di kontrol, memegang teguh pada kebiasaanya, bersifat konfulsif aktif. Anehnya mereka takut menghadapi menjadi tua dan tak menyenangi masa pensiun.

4. Tipe bermusuhan (hostility): mereka menganggap orang lain yang menyebabkan kegagalanya, selalu mengeluh, bersifat agresif, curiga. Biasanya pekerjaan waktu dulunya tidak stabil. Menjadi tua dianggapnya tidak ada hal-hal yang baik, takut mati, iri hati pada orang yang muda, senang mengadu untung pada pekerjaan-pekerjaan aktif untuk menghindari masa yang sulit/buruk.

(33)

mempunyai perkawinan yang tidak bahagia, mempunyai sedikit hobby merasa menjadi korban dari keadaan, namun mereka menerima fakta pada proses menua, tidak iri hati pada yang berusia muda, merasa sudah cukup mempunyai apa yang ada. Mereka menganggap kematian sebagai suatu kejadian yang membebaskannya dari penderitaan. Statistik kasus bunuh diri menunjukkan angka yang lebih tinggi persentasenya pada golongan lansia pada golongan lansia ini, apalagi pada mereka yang hidup sendirian (darmojo, 2009).

1.6Program Kesehatan Lanjut Usia

Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Saat ini Puskesmas diharapkan dapat melaksanakan berbagai macam program dalam bentuk upaya kesehatan wajib dan pengembangan. Program pembinaan kesahatan lanjut usia merupakan upaya kesehatan pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif, preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitative.

(34)

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.

1. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapanya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Perilaku hidup bersih dan sehat ini sesuai dengan visi promosi kesehatan dan dapat di praktekan pada masing-masing tatanan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya. 2. Gizi untuk Lanjut Usia

(35)

tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

1. Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras, jagung, ubi dan lainya yang mengandung karbohidrat.

2. Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu. Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

3. Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh contohnya sayuran dan buah.

b. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia ( posyandu lansia ) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat ( KMS ) lanjut usia.

c. Upaya Kuratif

(36)

Kesehatan Desa. Apabila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

d. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia.

1.7 Pengelompokan Lansia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lanjut usia meliputi: usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, lanjut usia (elderly) kelompok usia 60 – 74 tahun, lanjut usia tua (old) kelompok usia 75 – 90 tahun, usia sangat tua (very old) kelompok usia 90 tahun.

Menurut Jos Masdani (Psikologi UI) lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa, dan menurut Koesoemato Setyonegoro pengelompokan lanjut usia sebagai berikut: usia dewasa muda (elderly adulhood) : 18 atau 20 – 25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau maturitas : 25 – 60 atau 65 tahun ( Nugroho, 2000 ).

Batasan – batasan lanjut usia menurut WHO :

1. Usia pertengahan ( middle age ),ialah kelompok usia 45-59 thn. 2. Lanjut usia ( elderly ) = antara 60 dan 74 tahun.

(37)

4. Usia sangat tua ( very old ) = di atas 90 tahun( nugroho , 2000 ).

1.8 Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia a. Perubahan-perubahan fisik

1) Sistim persyarafan: cepatnya menurun hubungan persyarafan / kemampuan berkurang, lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indera, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecil syaraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu.

2) Sistim penglihatan: kornea lebih berbentuk sfevis (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap.

(38)

4) Sistim kulit: kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan bersisik, kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal. 5) Rambut : penurunan pigmen yang menyebabkan rambut berwarna abu

– abu atau putih, penipisan seiring penurunan jumlah melanosit, rambut pubik rontok akibat perubahan hormonal.

6) Telinga : Atrofi organ korti dan saraf auditorius , ketidakmampuan membedakan konsonan bernada tinggi , perubahan struktural degeneratif dalam keseluruhan sistem pendengaran.

7) Sistem meskuluskletal: Peningkatan jaringan adiposa, penurunan masa tubuh yang tidak berlemak dan kandungan mineral tubuh, penurunan pembentukan kolagen dan masa otot, penurunan viskositas cairan sinovial dan lebih banyak membran sinovial yang fibritik (Stockslager, 2003).

b. Perubahan-perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental: perubahan fisik, khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan.

c. Perubahan-perubahan psikososial 1) Pensiun

(39)

kehilangan teman / relasi, kehilangan pekerjaan, merasakan atau sadar akan kematian.

2) Perubahan dalam cara hidup

3) Gangguan panca indera, timbul kebutaan dan ketulian 4) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik

(Wahyudi Nugroho, 2000)

1.9Hal-Hal Yang Diperhatikan Agar Lansia Sehat

a) Mandi

Pada waktu lansia memasuki kamar mandi hendaknya tubuhnya dipegang kuat oleh pengasuhnya, jika merasa oyong waktu sedang mandi segera dibaringkan tanpa bantal.

b) Kebersihan mulut

Lansia yang tidak mandiri perlu dibantu dalam membersihkan giginya, jika ada gigi palsu hendaklah dibersihkan setelah habis makan dengan sikat gigi. Menghilangkan baunya gigi palsu direndam dengan air hangat yang telah dibubuhi obat pembersih mulut beberapa tetes selama 5 – 10 menit, kemudian bilas kembali sampai bersih.

c) Cara mencuci rambut dan kulit

(40)

Waktu menggunting kuku lansia harus hati-hati agar tidak terjadi luka pada lansia, khususnya penderita diabetes melitus lebih sukar sembuh.

e) Pakaian

Pakaian lansia hendaknya terbuat dari bahan lunak, harus dijaga agar tetap rapi karena banyak lansia yang tidak peduli lagi terhadap pakaian.

f) Istirahat tidur

Biasanya pola tidur lansia hanya beberapa jam saja, kemudian terbangun lagi dan memerlukan waktu untuk dapat tidur kembali. Tercapai kesegaran jasmani dan rohani lansia sangat perlu, maka pola istirahat dan tidur harus dilakukan berulang-ulang setiap hari. Kamar tidur hendaknya mempunyai ventilasi yang baik, khususnya bagi penyakit paru.

g) Masalah buang air kecil dan besar

Lansia pria akibat pembesaran kelenjar prostat dapat menimbulkan gangguan berkemih. Lansia wanita akibat kebersihan pada daerah kemaluan dan dubur jika tidak dijaga dengan baik, maka sering sekali terjadi infeksi saluran kemih(R.Boedi – Darmojo,2003).

2. Pengkajian status fungsional.

2.1 Defenisi

(41)

2.2 Kewajiban hidup seorang individu terdiri atas :

a) Kewajiban melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari. Aktifitas kehidupan sehari-hari ialah suatu aktifitas yang meliputi kegiatan perawatan diri, memelihara lingkungan hidupnya dan prilaku yang bermanfaat bagi dirinya sendiri.

b) Kewajiban melaksanakan aktivitas produktif. Aktifitas produktif adalah semua bentuk aktivitas baik yang menghasilkan bentuk jasa ataupun komoditi yang digunakan oleh orang lain sehingga dapat memberikan peningkatan kemampuan, ide, pemenuhan kebutuhan, dll.

c) Kewajiban melaksanakan aktivitas rekreasi. Aktivitas rekreasi adalah semua bentuk aktivitas yang dilakukan pada waktu senggang dan membuat pelakunya menjadi lebih gembira dan dapat menikmati aktivitas tersebut(http/fungsi dan pelayanan).

2.3 Kemampuan Fungsional 2.3.1 Defenisi

(42)

Beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional, tersebut antara lain indeks Barthel yang dimodifikasi, indeks katz, indeks Kenny self-care, dan indeks activity daily living(ADL)

2.3.2 Jenis – jenis pengkajian kemampuan fungsional

a. Indeks Barthel yang dimodifikasi.

Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol berkemih.

(43)

dan jika mandiri 15. Naik turun tangga, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontol dofekasi, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontrol berkemih, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10.

Dengan penilaian:

0-20 : ketergantungan penuh

21-61 : ketergantungan berat/sangat tergantung 62-90 : ketergantungan moderat

91-99 : ketergantungan ringan 100 : mandiri.

b. Indeks katz

(44)

perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.

Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz

  Mandi 

Dapat mengerjakan     sendiri 

bagian tertentu dibantu atau  seluruhnya dibantu 

2  Berpakaian  Seluruhnya tanpa 

bantuan 

bagian tertentu dibantu atau  Seluruhnya dengan bantuan 

 

3  Pergi ke  toilet 

Dapat mengerjakan  sendiri 

Memerlukan bantuan atau  Tidak dapat pergi ke WC 

4  Berpindah 

(berjalan)  Tanpa bantuan 

Dengan bantuan atau Tidak  dapat melakukan 

5  BAB dan BAK  Dapat mengontrol 

Kadang‐kadang ngompol /  defekasi di tempat tidur  atau Dibantu seluruhnya 

dengan alat 

6  Makan  Tanpa bantuan 

Perlu bantuan dalam hal‐hal  tertentu atau Seluruhnya 

dibantu

Klasifikasi:

A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, kecuali untuk mandi dan 1 fungsi lain.

(45)

E : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

F : Mandiri, kecuali untuk mandi, bepakaian, pergi ke toilet dan 1 fungsi lain

G : Tergantung untuk 6 fungsi.

Berdasarkan referensi yang peneliti dapatkan , untuk mempermudah penilaiannya maka klasifikasinya dimodifikasi sebagai berikut :

A : Mandiri, untuk 6 fungsi B : Mandiri, untuk 5 fungsi

C : Mandiri, untuk 4 fungsi.

D : Mandiri, untuk 3 fungsi E : Mandiri, untuk 2 fungsi

F : Mandiri, 1untuk 1 fungsi

G : Tergantung untuk 6 fungsi. Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu.

(46)

Gugus tugas pada evaluasi ini merupkan pertimbangan untuk menilai sarat minimal kemandirian individu di rumah atau tempat lain dengan lingkungan terbatas. Hal yang dinilai meliputi tujuh kategori yaitu aktivitas di tempat tidur(bergeser di tempat tidur, bangun dan duduk), Berpindah (duduk, berdiri), ambulasi (berjalan , naik turun tangga, penggunaan kursi roda), berpakaian (anggota atas dan trunk bagian atas), hygiene (wajah, rambut, anggota atas, Trunk, anggota bawah), defekasi, berkemih, makan.

Dengan skala penilaian : O: ketergantungan penuh 1 : perlu bantuan banyak 2: perlu bantuan sedang

3 : perlu bantuan minimal/ pengawasan 4 : mandiri penuh

Hasil kemandirian merupakan jumlah rata-rata tiap bidang kemampuan (Pudjiastuti, 2003).

d.indeks activity daily living (ADL).

(47)

turun tangga, berpakaian, mencuci, mandi, menggunakan toilet, kontrol defekasi dan berkemih, berhias, menyikat gigi, menyiapkan minum teh/kopi, menggunakan kran, dan makan. Skala penilaian adalah 1(dapat melakukan tanpa bantuan), nilai 2 (dapat melakukan dengan bantuan), nilai 3(tidak dapat melakukan).

Dalam penelitian ini peneliti memakai instrumen indeks Katz sebagai alat ukur untuk mengambarkan kemampuan dan keterbatasan fungsional lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

3. Pelayanan Kesehatan Lansia Panti Werdha

Pelayanan kesehatan adalah suatu sistem dimana pelayanan dapat diperoleh dengan mudah secara universal bagi individu dan keluarga dalam komunitas tertentu, yang disediakan pemerintah bagi mereka melalui partisipasi penuh dari mereka sendiri (Potter & Perry, 2005).

(48)

Panti werdha (elderly-hostels) adalah suatu institusi hunian bersama dari para lansia yang secara fisik/kesehatan masih mandiri, akan tetapi mempunyai keterbatasan di bidang sosial-ekonomi. Kebutuhan hunian biasanya disediakan oleh pengurus panti, diselenggarakan oleh pemerintah atau swasta. Biasanya lanjut usia

yang ditempatkan di panti werdha karena terlantar dan keluarga sudah tidak merawat

lansia akibat kesibukan keluarga atau masalah ekonomi, padahal lansia sangat rentang

dengan kesehatan mental dan fisik, terutama dengan fungsi kognitif, memori, masih

butuh perhatian maupun motorik (Darmojo dkk, 2006).

3.1 Visi dan Misi Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

Visi Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah terwujudnya lansia bahagia sejahtera di hari tua. Sedangkan misi dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan adalah:

a. Meningkatkan pelayanan fisik lanjut usia melalui pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan

b. Menumbuhkan setiap kemandirian, kesetaraan, kebersamaan dan memberikan perlindungan kepada lansia

(49)

3.2 TUPOKSI (Tugas Pokok dan Fungsi) dan Tujuan dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Tugas pokok dari Panti, adalah:

a. Melaksanakan observasi, identifikasi, seleksi dan penerimaan calon klien b. Melaksanakan pengungkapan dan pemahaman masalah serta penyusunan

rencana pelayanan rehabilitasi terhadap lansia

c. Melaksanakan penampungan, pengasramaan, perawatan dan penyediaan bahan pangan bagi lansia

d. Melaksanakan pembinaan fisik, mental dan sosial secara individu dan kelompok bagi lansia

Fungsi dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, adalah:

a. Sebagai pusat informasi, pelayanan kesejahteraan sosial lanjut usia yang bermasalah

b. Sebagai unit pengembangan pelayanan kesehatan sosial lanjut usia

Tujuan dari Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, adalah:

(50)

b. Tumbuhnya kemandirian lansia

c. Terciptanya rasa aman dan ketentraman lansia sehingga dapat menikmati hidup secara wajar

3.4 Sasaran dan Jenis Pelayanan Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan.

Sasaran pelayanan, yaitu: a. Usia minimal 60 tahun

b. Berasal dari keluarga tidak mampu dengan dibuktikan surat keterangan dari pemerintah setempat

c. Dapat mengurus diri sendiri, tidak sakit jiwa

d. Tidak mempunyai penyakit menular, dibuktikan surat keterangan dari Puskesmas atau pihak yang berwenang

e. Surat izin dari pihak keluarga atau pihak yang bertanggung jawab f. Bersedia memenuhi peraturan panti

3.5 Jenis pelayanan, yaitu:

1. Pemberian penampungan (asrama), pemberian makan dan pakaian 2. Bimbingan mental, fisik dan sosial, juga pemeliharaan kesehatan

3. Pengisian waktu luang (berkebun kerajinan tangan, beternak,berjualan, dan lain-lain), pelayanan pendampingan, konsultasi dan rekreasi

(51)

3.6Gambaran Umum Panti Werdha

3.6.1.Bagian Personalia

Jumlah pegawai negeri sipil pada UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia wilayah Binjai dan Medan sebagai berikut:

No.  Tempat Bertugas / Staf Jumlah Keterangan 

Kasie Perencanaan Program  Staf Perencanaan Program   PLH. KAsie Panti ABDI 

Kegiatan dari para pengasuh kepada lansia dipanti werda adalah:

a. Memberikan bimbingan sosial dan pembinaan pada warga binaan sosial setiap hari, membantu perawat di poliklinik

b. Mengarahkan kebersihan di wisma, perkarangan dan lingkungan panti c. Mengawasi warga binaan dalam kegiatan keterampilan

d. Melaksanakan tugas sesuai jadwal yang telah ditetapkan

e. Memantau pendistribusian makanan di dapur umum dalam mengelola makanan f. Mengarahkan warga binaan sosial dalam mengikuti bimbingan mental agama

(52)

3.7Kegiatan Lansia

Kegiatan yang dilaksanakan oleh lansia dipanti werda, adalah: a. Gotong royong atau senam pagi (di dalam panti)

b. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam

c. Kebersihan wisma, kamar dan aktivitas lain di bombing oleh petugas atau pengasuh

d. Beribadah, mengisi waktu luang e. Kegiatan keterampilan dan istirahat f. Bimbingan sosial mental atau agama g. Makan malam, ibadah, istirahat atau tidur Jam kegiatan, yaitu:

a. Senin – Kamis : pkl. 06.00 – 07.00 wib gotong royong b. Selasa – Sabtu : pkl. 07.00 – 08.00 wib senam pagi

c. Rabu – Jumat : pkl. 09.00 – 10.00 wib ceramah agama dan pengajian

d. Pemeriksaan kesehatan setiap hari : pkl. 10.00 wib

(53)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka konsep

Konsep pada penelitian ini terdiri dari satu variabel, yaitu: kemampuan fungsional, dengan 6 subvariabel. Subvariabel terdiri atas: 6 kemampuan aktivitas, yaitu pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol BAB dan BAK, mandi, berpakaian, dan makan (Maryam, 2008).

1.1 Bagan kerangka konsep

1.2 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti adalah kemampuan fungsional yang memiliki 6 subvariabel. Subvariabelnya terdiri atas: makan, mengontrol defekasi dan berkemih, berpindah tempat, pergi ke toilet, mandi, berpakaian.

Kemampuan Fungsional Lansia

1. Makan 2 .Berpakaian

3. Berpindah Tempat 4. Pergi ke Toilet 5. Mandi

6. Mengontrol BAB dan BAK Lansia di panti werdha UPT.

(54)

2. Defenisi Operasional

Kemampuan Fungsional

Menurut konsep kemampuan fungsional adalah suatu kemampuan seseorang untuk menggunakan kapasitas fisik yang dimiliki guna memenuhi kewajiban hidupnya, yang berintegrasi/berinteraksi dengan lingkungan dimana dia berada. Defenisi operasional bahwa kemampuan fungsional adalah penilaian terhadap kemampuan lansia yang berada di panti werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan dalam hal makan, mandi, berpindah tempat, pergi ke toilet, berpakaian, mengontrol defekasi dan berkemih. Menggunakan alat ukur Lembar ceklis kemampuan fungsional yang terdiri dari 6 item pernyataan, diukur dengan cara peneliti mengamati dan bertanya tentang subvariabel dari kemampuan fungsional kemudian menceklis data yang ada di dalam pernyataan sesuai dengan yang diamati dan menjumlahkan skor pada tiap-tiap pertanyaan.

2.1 Makan

Mandiri : Mengambil makanan dari piring dan menyuapkan tepat ke dalam mulut sendiri.

(55)

2.2 Berpakaian

Mandiri : Mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancingkan pakaian sendiri.

Tergantung : Tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.

2.3 Berpindah Tempat

Mandiri : Berpindah ke dan dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi dan berjalan sendiri.

Tergantung : Bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi, tidak melakukan tanpa bantuan tongkat atau bantuan lainnya.

2.4 Pergi Ke Toilet

Mandiri : Masuk dan keluar dari toilet dan melakukan kegiatan di dalam toilet sendiri.

Tergantung : Menerima bantuan untuk masuk kamar kecil dan menggunakan pispot.

2.5 Mandi

Mandiri : Mandi sendirian sepenuhnya.

Tergantung : Bantuan mandi untuk masuk dan keluar dari kamar mandi, serta tidak mandi sendiri.

2.6 Mengontrol BAB Dan BAK

Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.

(56)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Dan Desain Penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu rancangan penelitian yang bertujuan mengetahui gambaran kemampuan fungsional lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan.

2. Populasi Dan Sampel

2.1 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut juga dipelajari, bukan hanya objek atau subjek saja (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebanyak 157 orang yang terdiri dari 77 orang pria dan 80 orang wanita .

2.2 Sampel

(57)

menggunakan ketentuan yang dinyatakan oleh Polit dan Hungler (1993) (dikutip dari Nursalam, 2003) yaitu : jika besar populasi ≤ 1000, maka sampel dapat diambil 20 – 30 % dari populasi 157 orang maka besarnya sampel yang diambil sebanyak 47 orang.

2.3 Tehnik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan jenis probabilitas yang paling sederhana, yaitu dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik random sampel yaitu pengambilan sampel secara acak (Notoatmodjo, 2002). Caranya dengan memasukkan semua nomer sebanyak jumlah populasi yand ada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, kemudian peneliti mengundi seluruh populasi yang ada dan mengambil sebanyak sampel yang telah ditentukan, sehingga seluruh populasi memiliki kesempatan yang sama. Nomer yang keluar akan dijadikan sampel penelitian.

3. Tempat Dan Waktu Penelitian

(58)

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapat persetujuan dari Fakultas Keperawatan dan izin dari Dinas Sosial Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan. Setelah diberi ijin selanjutnya peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang maksud, tujuan, manfaat dan efek serta prosedur penelitian. Tindakan selanjutnya peneliti memberikan penjelasan tentang cara pengisian instrumen dan apabila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan. Responden berhak untuk menolak terlibat dalam penelitan ini, atau menarik kesediaannya pada proses pengumpulan data . Peneliti tidak akan memaksa dan akan tetap menghormati hak responden tersebut.

(59)

5. Instrumen Penelitian, Validitas dan Reabilitas

5.1 Instrumen Penelitian

Peneliti menggunakan alat pengumpulan data berupa lembar ceklis penelitian untuk memperoleh informasi dari responden. Instrumen penelitian ini terdiri dari dua bagian: Pertama tentang Karakteristik respondent yang berisi Inisial nama, Usia, Jenis Kelamin, Suku, Agama, Pendidikan Terakhir, Lama Berada Di Panti, Indikasi Penyakit , Lama Penyakit yang di tanyakan pada responden. Karakteristik calon responden bertujuan untuk mengetahui data – data tentang calon responden dan mendeskripsikan distribusi frekuensi dan persentase demografi terhadap karakteristik kemampuan fungsional lansia.

Data kedua berisi pernyataan tentang kemampuan fungsional lansia dengan menggunakan lembar ceklis yang diadopsi dari Indeks Katz (1983) dengan cara memberi tanda checklis pada instrumen. Indeks Katz untuk aktivitas kehidupan sehari – hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien. Ada 6 item yang diamati, Indeks ini memiliki enam kriteria, yaitu : mandi, berpakaian, pergi ke toilet, berpindah tempat, mengontrol defekasi dan berkemih, makan.

(60)

Pengukuran Indeks Katz meliputi kondisi :

1   

Mandi  Dapat  mengerjakan 

sendiri 

bagian tertentu dibantu atau seluruhnya dibantu

2  Berpakaian Seluruhnya  tanpa 

bantuan 

bagian tertentu dibantu atau seluruhnya dengan  bantuan  

Tanpa bantuan Dengan bantuan atau tidak dapat melakukan 

5  BAB dan BAK Dapat mengontrol Kadang‐kadang ngompol  / defekasi di  tempat 

tidur atau dibantu seluruhnya dengan alat 

6  Makan  Dapat  mengerjakan 

sendiri seluruhnya 

Perlu  bantuan  dalam  hal‐hal  tertentu  atau  Seluruhnya dibantu 

Klasifikasinya sebagai berikut :

A : Mandiri, untuk 6 fungsi

(61)

Keterangan:

Mandiri: berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. Jika mandiri diberi nilai 1 dan tidak mandiri diberi nilai 0.

5.2 Uji Reabilitas dan Validitas

Penelitian ini tidak melakukan uji validitas dan reabilitas kembali, karena peneliti megadopsi instrumen penelitian dari Indeks Katz.

6. Pengumpulan data

(62)

nomer sebanyak jumlah populasi yang ada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai Dan Medan, kemudian peneliti mengundi seluruh populasi yang ada dan mengambil sebanyak sampel yang telah ditentukan. Nomer yang keluar akan dijadikan sampel penelitian. Kemudian peneliti meminta daftar nama responden dan mencatat nama dan kamar responden yang terpilih menjadi sampel penelitian. Peneliti mendatangi kamar-kamar responden yang menjadi sampel penelitian, kemudian peneliti memberikan penjelasan kepada responden tentang tujuan penelitian ini, bila bersedia menjadi responden dipersilahkan untuk menandatangani surat persetujuan. Bagi respondent yang bersedia menandatangani surat persetujuan responden maka mulailah peneliti menanyakan kepada respondent pertanyaan–pertanyaan yang ada pada instrumen peneliti yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yang terdiri dari pertanyaan data karakteristik respondent dan yang kedua terdiri dari pertanyaan aktivitas klien berdasarkan instrumen Indeks Katz yang diadopsi.

7. Analisa Data

(63)

melakukan cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dientry untuk mengetahui ada kesalahan atau tidak. Langkah selanjutnya pengolahan data statistik deskriptif, data demografi akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat kemampuan fungsional para lansia yang berada di panti.

(64)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti Werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan sebanyak 47 orang didapat hasil distribusi responden berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, lama di panti indikasi penyakit dan lama penyakit yang dialami yang diuraikan sebagai berikut :

5.1.1. Karakteristik Responden

(65)

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Lansia Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Karakteristik Responden Jumlah Persentase

1. Usia

8. Lama Penyakit Yang Dialami

1 minggu – 1 tahun 9 19,1

1-5 tahun 34 72,3

(66)

5.1.2. Kemampuan Fungsional Lansia

Kemampuan fungsional lansia untuk mandi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mandi Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Mandi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mandi mayoritas lansia mandiri (dapat mengerjakan sendiri) yaitu 38 orang (80,9%) .

Kemampuan fungsional lansia untuk berpakaian dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpakaian Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Berpakaian

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk berpakaian mayoritas lansia (seluruhnya tanpa bantuan) yaitu 40 orang (85,1%) .

(67)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Pergi Ke Toilet Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Pergi Ke Toilet

Jumlah Persentase (%)

1. Mandiri 36 76,6

2. Tidak Mandiri 11 23,4

Jumlah 47 100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk pergi ke toilet mayoritas mandiri (dapat mengerjakan sendiri) yaitu 36 orang (76,6%) .

Kemampuan fungsional lansia untuk berpindah (jalan) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpindah (Jalan) Di Panti Werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Berpindah (Jalan)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk berpindah (jalan) mayoritas mandiri (tanpa bantuan) yaitu 36 orang (76,6%).

(68)

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mengontrol BAB Dan BAK Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Mengontrol

BAB Dan BAK

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk mengontrol BAB dan BAK mayoritas mandiri yaitu 44 orang (93,6%).

Kemampuan fungsional lansia untuk makan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Makan Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

No. Kemampuan fungsional Untuk Makan

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kemampuan fungsional lansia untuk makan mayoritas mandiri (tanpa bantuan) yaitu 44 orang (93,6%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mandi

(69)

keterbatasan klien, serta menciptakan pemilihan intervensi yang tepat. Kemampuan fungsional ini harus dipertahankan semandiri mungkin (Kushariadi, 2009).

(70)

(predileksi). Sedangkan lansia yang berada di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan mayoritas mandiri dengan umur 75-90 tahun dikarenakan adanya pemeliharaan kesehatan yang rutin dan banyaknya lansia melakukan aktivitas sendiri, sehingga tidak menimbulkan penyakit pada organ sendi dan tulang yang membuat kemampuan lansia dalam hal mandi didapat hasil mayoritas mandiri.

5.2.2. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpakaian

(71)

dan tulang yang membuat kemampuan lansia dalam hal mandi didapat hasil mayoritas mandiri.

5.2.3. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Pergi Ke Toilet

(72)

muskuluskletal diminimalisasikan dengan cara adanya. program rutin panti melakukan gotong-royong setiap senin dan kamis, dan senam pagi setiap selasa dan sabtu

5.2.4. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Berpindah Tempat

Kemampuan fungsional lansia untuk berpindah tempat mayoritas mandiri (tanpa bantuan) sebanyak 36 orang (76,6%). Kemandirian lansia untuk berpindah tempat dikarenakan lansia masih dapat melakukan gerak anggota tubuh yang dibantu dengan cara pengontrolan kesehatan lansia, adanya aktivitas-aktivitas rutin yang sangat mempengaruhi kemampuan fungsional lansia. Lansia dapat melakukan aktivitas-aktivitas yang ringan seperti duduk, berpindah tempat dan jalan tanpa adanya bantuan. Lansia yang dapat beraktivitas ringan masih mempunyai kondisi tubuh yang masih dianggap cukup baik untuk golongan lansia. Menurut Kane (2001) bahwa perubahan yang terjadi pada lanjut usia kadang bekerja bersama-sama untuk menghasilkan nilai fungsional yang terlihat normal pada lansia. Dibantu dengan adanya program rutin panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan melakukan gotong-royong setiap senin dan kamis, dan senam pagi setiap selasa dan sabtu

5.2.5. Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mengontrol BAB dan BAK

(73)

fikirnya untuk mengontrol BAB dan BAK untuk tidak membuangnya di sembarang tempat. Hal ini sesuai dengan pendapat Darmojo (2004) bahwa penurunan kemampuan fungsi intelektual dan memori mempengaruhi kemampuan untuk mengontrol BAB dan BAK, hilangnya fungsi intelektual dan inggatan /memori sedemikian berat menyebebkan disfungsi hidup sehari-hari.

5.2.6. Kemampuan Lansia Untuk Makan

(74)

diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang di derita.

(75)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Kemampuan Fungsional Lansia Di Panti werda UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia & Anak Balita Wilayah Binjai & Medan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

(76)

(93,6%) dan paling sedikit yang tidak mandiri yaitu 3 orang (6,4%). Kemampuan fungsional lansia untuk makan mayoritas mandiri (tanpa bantuan) yaitu 44 orang (93,6%) dan paling sedikit yang tidak mandiri (memerlukan bantuan) yaitu 3 orang (6,4%).

6.2. Saran-saran

Adapun saran-saran yang dapat disampaikan peneliti adalah:

1. Bagi Petugas Panti Werda

Dalam melaksanakan perawatan terhadap lansia sebaiknya petugas panti mengetahui keterbatasan kemampuan fungsional lansia, sehingga lansia menjadi lebih tenang dan nyaman dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.

2. Bagi Panti Werdha

Sebagai masukan bagi panti werda dalam perawatan lansia tentang kemampuan fungsional, agar dapat semakin memandirikan lansia dalam aktivitas kehidupan sehari – hari.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya agar penelitian tentang kemampuan fungsional lanjut usia dapat lebih sempurna..

(77)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek, Edisi revisi 6, Jakarta : Rineka Cipta

Badiah, S (2009). Lanjut usia dan keperawatan gerontik, Yogjakarta:Nuha Medika. Darmojo, B. (2009). Geriatrik (ilmu kesehatan usia lanjut. Ed.1), Jakarta: FKUI.

Hidayat, A.A. (2007). Metode penelitian keperawatan dan tehnik analisa data,

Jakarta: Salemba Medika.

Hutapea, R. (2005). Sehat dan Ceria di Usia Senja Melangkah Dengan Anggun, . Jakarta : Rineka Cipta.

Hutapea, R. (2005). Sehat dan Ceria di Usia Senja Suatu Awal Baru, Jakarta: Rineka Cipta.

Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan Pada klien Lansia, Jakarta: Salemba Medika.

Mckenzie, J. (2006). Kesehatan Masyarakat suatu pengantar edisi 4, Jakarta: EGC. Nugroho, W. (2008). Keperawatan gerontik & geriatri,. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2003). Konsep & penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan,

Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.

Pujiastuti, S. (2003). Fisioterapi Pada Lansia, Jakarta: EGC.

Riwayadi, S (2000). Kamus lengkap bahasa Indonesia, Surabaya: Sinar Terang

Tamher, S. (2009). Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

Stevens, P. (2000). Ilmu keperawatan jilid 1edisi 2, Jakarta: EGC.

(78)
(79)
(80)
(81)

Lampiran 3

. PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Judul Penelitian : Kemampuan Fungsional Lansia di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan

Nama Mahasiswa : Rahmayati

Nama tersebut diatas adalah Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan mengetahui gambaran kemampuan fungsional lansia di panti werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian yang dilakukan sesuai dengan judul yang diatas, maka saya bersedia menjadi responden untuk memberikan jawaban sesuai dengan pengetahuan saya. Partisipasi saya dalam penelitian ini adalah sukarela dan tanpa pengaruh dari pihak manapun.

Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang saya berikan, informasi ini hanya digunakan untuk kepentingan penelitian serta pengembangan ilmu keperawatan.

Demikian keterangan persetujuan ini saya perbuat, semoga dapat digunakan seperlunya.

Binjai, November 2010

Peneliti, Responden,

(82)

Lampiran 4

KUESIONER

Kemampuan Fungsional lansia

PETUNJUK

1. Membacakan pertanyaan yang ada pada Instrumen dengan jelas kepada responden.

(83)

 1 -5 tahun

(84)

B.

KEMAMPUAN FUNGSIONAL LANJUT USIA

Berikan tanda check list (√) pada tiap aktivitas,mandiri atau tidak mandiri.

No AKTIVITAS MANDIRI TIDAK MANDIRI

1 Mandi Dapat mengerjakan sendiri

bagian tertentu dibantu atau seluruhnya dibantu

2 Berpakaian Seluruhnya tanpa bantuan

bagian tertentu dibantu atau Seluruhnya dengan bantuan

3 Pergi ke toilet

Dapat mengerjakan sendiri

Memerlukan bantuan atau Tidak dapat pergi ke WC

4 Berpindah (berjalan)

Tanpa bantuan Dengan bantuan atau Tidak dapat melakukan

5 BAB dan BAK

(85)
(86)

Lampiran 6

Karakteristik Lansia

Umur Lansia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 45 - 59 tahun 1 2.1 2.1 2.1

60 - 74 tahun 19 40.4 40.4 42.6

75 - 90 tahun 25 53.2 53.2 95.7

90 tahun keatas 2 4.3 4.3 100.0

Total 47 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 12 25.5 25.5 25.5

Perempuan 35 74.5 74.5 100.0

Total 47 100.0 100.0

Suku Bangsa

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Batak 10 21.3 21.3 21.3

Minang 8 17.0 17.0 38.3

Karo 2 4.3 4.3 42.6

Melayu 4 8.5 8.5 51.1

Jawa 23 48.9 48.9 100.0

Gambar

Tabel 5.1.  Distribusi  Karakteristik Lansia Di Panti Werdha UPT. Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan
Tabel 5.2.  Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mandi Di Panti Werdha UPT
Tabel 5.4.  Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Pergi Ke Toilet Di Panti Werdha UPT
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Kemampuan Fungsional Lansia Untuk Mengontrol BAB Dan BAK Di Panti Werdha UPT

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: Gambaran Tingkat Depresi pada Lansia di Unit Pelayanan Terpadu Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan

Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh latihan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada lansia di UPT.Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Binjai, hal ini dapat

lanjut usia yang menderita penyakit kronis di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan. Anak Balita Wilayah Binjai

Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan ” sebagai Tugas Akhir guna meraih Sarjana Keperawatan Program Studi

Judul Penelitian : Gambaran Pengetahuan dan Sikap Lansia dalam Pemenuha Perawatan Diri Di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan..

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar faktor-faktor penyebab hipertensi dilihat dari usia pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia dan Anak Balita Binjai dan

Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lansia dan Anak Balita Wilayah Binjai

Judul : Pengaruh Relaksasi Otot Progresif Terhadap Pemenuhan Kebutuhan Tidur Pada Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dan Anak Balita Wilayah Binjai dan Medan Nama