• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang Mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang Mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN YANG

MENGANDUNG GULA KELAPA DIPERKAYA

RED PALM OIL

(RPO)

TERHADAP KADAR RETINOL SERUM DAN STATUS GIZI

ANAK SEKOLAH DASAR

GUMINTANG RATNA RAMADHAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang Mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

GUMINTANG RATNA RAMADHAN. Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan LILIK KUSTIYAH.

Berdasarkan hasil survei nasional gizi mikro pada tahun 2009, di Indonesia menunjukkan masih ditemukan kasus xeropthalmia 0.13% (cut-off point 0.5%), indeks retinol serum 14.6% (dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat apabila cut-off point 15%), dan terjadi penurunan cakupan suplementasi vitamin A secara nasional (Depkes 2009). Pada tahun 2011 indeks retinol serum kembali turun menjadi 0.8% dengan cut-off yang sama (Seanuts Nasional 2011). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa KVA di Indonesia tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi, karena prevalensinya dibawah batasan International Vitamin A Consultative Group. Namun hal tersebut tidak menjamin bahwa kasus KVA tidak akan muncul lagi pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu tetap diperlukan upaya alternatif untuk menjaga kondisi tersebut. Gula kelapa yang diperkaya minyak sawit merah mengandung provitamin A yang tinggi, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan status gizi, khususnya status vitamin A. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji dampak pemberian makanan jajanan yang mengandung gula kelapa diperkaya minyak sawit merah (RPO) terhadap kadar retinol serum dan status gizi anak sekolah dasar gizi kurang moderat.

Tempat kegiatan intervensi adalah di Sekolah Dasar Negeri Adisara 1 dan 2 Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2014. Rancangan yang digunakan adalah Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study. Perlakuan penelitian adalah pemberian makanan jajanan yang diberi gula kelapa RPO dan makanan jajanan serupa yang diberi gula kelapa non RPO dengan periode intervensi selama 45 hari. Subjek dalam penelitian ini adalah anak SD usia 7-9 tahun, berat badan rendah atau gizi kurang moderate (-3SD ≤ Z-skor BBU <-1.5 SD), orang tua subjek menyetujui berpartisipasi dengan menandatangani informed consent, dan bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian. Subjek dialokasikan ke dalam 2 (dua) kelompok intervensi yaitu kelompok RPO dan kontrol. Kelompok RPO, yaitu kelompok yang menerima makanan jajanan yang dibuat dengan menggunakan gula kelapa RPO (n = 11) dan kelompok kontrol, yaitu kelompok yang menerima makanan jajanan serupa yang dibuat dengan gula kelapa non RPO (n = 12). Variabel utama dalam penelitian ini adalah kadar retinol serum. Variabel lain dalam penelitian ini adalah status gizi (yang diukur secara anthropometri dengan indeks BB/U), karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga, konsumsi pangan dan morbiditas.

(5)

kontrol peningkatan kadar retinol serum yang terjadi adalah tidak nyata, yaitu sebesar 2.86±5.07 µg/dL.

Pemberian makanan jajanan yang dibuat menggunakan gula RPO maupun gula kontrol juga memberikan pengaruh terhadap perubahan status gizi (BB/U) subjek. Pada kelompok RPO secara nyata terjadi peningkatan status gizi yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai z-score BB/U sebesar 0.10 dan peningkatan berat badan sebesar 0.5 kg (p<0.05). Sebaliknya pada kelompok kontrol yang mendapatkan makanan jajanan yang dibuat dengan gula non RPO (gula kontrol) terjadi penurunan z-score BB/U -0.02.

(6)

SUMMARY

GUMINTANG RATNA RAMADHAN. Effect of Feeding Street Foods Containing Coconut Palm Sugar Enriched with Red Palm Oil (RPO) on Serum Retinol Level and Nutritional Status of Elementary School Children. Supervised by SRI ANNA MARLIYATI and LILIK KUSTIYAH.

Results of national survey of micronutrients in 2009 showed that there were still 0.13% (cut-off point of 0.5%) cases of xeropthalmia found in Indonesia, serum retinol index by 14.6% (considered as a public health problem if the cut-off point reaches 15%), and a decline in vitamin A supplementation coverage nationwide (Depkes 2009). In 2011, serum retinol index fell back to 0.8% at the same cut-off (Seanuts Nasional 2011). From these data, it can be concluded that vitamin A deficiency (VAD) in Indonesia no longer becomes a public health problem because its prevalence is below the limit specified by International Vitamin A Consultative Group. However, this does not guarantee that VAD case would not appear again in subsequent years. Therefore, alternative efforts remain necessary to maintain that condition. Coconut palm sugar enriched with red palm oil (RPO) contains high pro-vitamin A, which is expected to contribute in nutritional status improvement, especially vitamin A status. The objective of this study was to assess the effect of feeding street foods containing coconut palm sugar enriched with RPO on serum retinol level and nutritional status of elementary school children suffering from moderate malnutrition.

Intervention was performed in Public Elementary School Adisara 1 and 2, Jatilawang Sub-District, Banyumas Regency. This study was conducted in May through June 2014. The design used was randomized controlled trial (RCT) single blind pre-post study. The treatment performed in this study was feeding street foods containing coconut palm sugar enriched with RPO and similar street foods with non-RPO coconut palm sugar during the intervention period of 45 days. Subjects in this study were elementary school children aged 7-9 years old, children with low body weight or moderate malnutrition (-3 SD ≤ WAZ < -1.5 SD), parents of the subjects agreed to participate by signing the informed consent, and were willing to comply with study procedures. Subjects were allocated into 2 (two) intervention groups, namely the RPO group and the control group. RPO group was the group that received street foods made with coconutpalm sugar enriched with RPO (n=11) and control group was the group that received similar street foods made with non-RPO coconut palm sugar (n=12). The main variable in this study was serum retinol level. Other variables in this study were nutritional status (as measured by anthropometric measurement using WAZ index), socio-economic characteristics of the subjects and their families, food consumption and morbidity.

(7)

contrary, the elevated levels of serum retinol was not significant in the control group, that was equal to 5.07 ± 2.86 mg/dL.

Feeding street foods, made either using RPO or non-RPO sugar, also gave effect to changes in nutritional status (WAZ) of the subjects. In the RPO group, there was a significant nutritional status improvement indicated by an increase in the value of WAZ by 0.1 and an increase in body weight by 0.5 kg (p<0.05). On the contrary, in the control group that received street foods made with non-RPO sugar (control sugar), there was a decrease in WAZ amounted to -0.02.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

DAMPAK PEMBERIAN MAKANAN JAJANAN YANG

MENGANDUNG GULA KELAPA DIPERKAYA

RED PALM OIL

(RPO)

TERHADAP KADAR RETINOL SERUM DAN STATUS GIZI

ANAK SEKOLAH DASAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang Mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

Nama : Gumintang Ratna Ramadhan NIM : I151120011

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi Ketua

Dr Ir Lilik Kustiyah, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis yang berjudul “Dampak Pemberian Makanan Jajanan yang Mengandung Gula Kelapa Diperkaya Red Palm Oil (RPO) terhadap Kadar Retinol Serum dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak masukan, saran, dan kritik yang membangun serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.S selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas Beasiswa Unggulan Calon Dosen Dalam Negeri yang telah diberikan kepada penulis selama 2 (dua) tahun masa perkuliahan.

4. Kedua orang tua, Bapak Unggul Warsiadi, S.H., M.H dan Ibu Dr. Ir. Hidayah Dwiyanti, M.Si atas doa, kasih sayang, serta motivasi yang diberikan kepada penulis. Suamiku tercinta Solihun, S.E serta adikku Galang Lazuardi atas doa, perhatian, dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis.

5. Kepala sekolah, guru serta murid Sekolah Dasar Adisara yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

6. Try Nur Ekawati, Putri Ronitawati, Putu Ari Agus Pawartha, Iswahyudi, Linda Dwi Jayanti, Maulana Hasan, Masajeng Puspito Palupi dan seluruh teman kelas GMS 2012 atas persahabatan, motivasi, dan dukungan yang diberikan selama penulis melangsungkan studi dan penelitian di sekolah Pascasarjana IPB. Terimakasih atas persahabatan yang indah dan semoga tetap terjalin meskipun kita sudah kembali ke institusi masing-masing.

7. Seluruh pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk pembaca serta kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 3

Hipotesis 3

Manfaat 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Vitamin A 4

Gula Kelapa 9

Minyak Sawit Merah 10

Status Gizi 11

3 KERANGKA PEMIKIRAN 13

4 METODE 15

Desain, Tempat dan Waktu 15

Jumlah dan Cara Penentuan Subjek 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 18

Tahapan Penelitian 18

Definisi Operasional 20

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Karakteristik Subjek dan Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga 21 Asupan dan Kontribusi Energi/Zat Gizi Makanan Intervensi 23

Pengaruh Intervensi terhadap Berat Badan 26

Pengaruh Intervensi terhadap Status Gizi (BB/U) 27 Pengaruh Intervensi terhadap Kadar Retinol Serum 28

Pengaruh Intervensi terhadap Morbiditas 29

6 SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 35

(14)

DAFTAR TABEL

1 Mutu gula kelapa menurut SNI 01-3743-1995 10

2 Komponen kimia CPO dibandingkan dengan minyak nabati lain 11 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor WHO (2006) 12 4 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek 15 5 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data 17 6 Karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga 21 7 Rata-rata asupan energi dan zat gizi subjek yang berasal dari makanan

intervensi dan asupan harian 23

8 Rata-rata peningkatan berat badan subjek sebelum dan setelah intervensi 27 9 Rata-rata peningkatan z-score subjek sebelum dan setelah intervensi 27 10 Rata-rata peningkatan retinol serum (µg/dl) subjek sebelum dan setelah

intervensi 28

11 Rata-rata skor morbiditas subjek sebelum dan setelah intervensi 29

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kimia vitamin A dalam bentuk retinol 4

2 Kerangka pemikiran 14

3 Rerata asupan energi harian per subjek pada kelompok RPO dan kontrol

(p>0.05) 24

4 Rerata asupan protein harian per subjek pada kelompok RPO dan

kontrol (p>0.05) 25

5 Rerata asupan vitamin A harian pada kelompok RPO dan kontrol 25

DAFTAR LAMPIRAN

1 Ethical Clearance 35

2 Proses pembuatan gula kelapa diperkaya RPO skala perajin 36 3 Proses pembuatan gula kelapa RPO skala industri 37

4 Prosedur pengambilan darah dari vena 38

5 Prosedur analisis penetapan vitamin A dalam serum dengan HPLC

(AOAC 2005) 39

6 Perhitungan makanan intervensi per orang per hari 40

7 Hasil uji statistik 41

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kurang Vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan umum pada lebih dari setengah total negara di dunia, khususnya di wilayah Afrika dan Asia Tenggara. Permasalahan zat gizi ini rawan terjadi pada anak-anak. Singh dan West (2004) menyatakan bahwa sebanyak 34.2% anak usia sekolah di Indonesia mengalami defisiensi vitamin A. WHO (2013) melaporkan bahwa sebanyak 250 juta anak usia sekolah diperkirakan mengalami KVA dan 250 000- 500 000 anak mengalami kebutaan setiap tahunnya. Rendahnya asupan vitamin A dari konsumsi pangan harian juga merupakan salah satu penyebab kurang vitamin A. Berdasarkan hasil Survey Nasional, diketahui bahwa pada tahun 2011 kualitas konsumsi pangan penduduk Indonesia masih rendah, yang ditunjukkan dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 77.3 (BKP 2012) masih dibawah standar yang diharapkan. Hal ini berakibat pada masih terjadinya masalah kekurangan gizi masyarakat termasuk kurang vitamin A (KVA) yang berdampak pada tingginya angka kesakitan dan kematian anak, gangguan fungsi penglihatan dan gangguan pertumbuhan (Bappenas 2011).

Berdasarkan hasil survey nasional gizi mikro pada tahun 2009, di Indonesia menunjukkan masih ditemukan kasus xeropthalmia 0.13% (cut-off point 0.5%), dan indeks retinol serum 14.6% (cut-off point 15%), serta terjadi penurunan cakupan suplementasi vitamin A secara nasional (Depkes 2009). Dari data tersebut dapat dilihat bahwa KVA di Indonesia tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat lagi, karena di bawah batasan International Vitamin A Consultative Group. Namun hal tersebut tidak menjamin bahwa kasus KVA tidak akan muncul lagi pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu tetap diperlukan upaya alternatif untuk menjaga kondisi tersebut. Vitamin A mempunyai peran penting, selain untuk fungsi penglihatan juga dalam menjaga sistem imun, oleh karena itu perlu dikembangkan pangan tinggi kandungan vitamin A yang mudah diakses masyarakat melalui fortifikasi provitamin A pada gula kelapa.

Pemanfaatan minyak sawit merah sebagai sumber provitamin A pada pembuatan gula kelapa, merupakan salah satu terobosan untuk menyediakan jenis pangan kaya vitamin A berbasis potensi lokal, sebagai upaya untuk mengentaskan masalah kekurangan gizi mikro vitamin A (KVA). Potensi sawit Indonesia yang tinggi, yaitu mencapai 20,75 juta ton per tahun (Karvy 2010), akan menjamin kontinuitas ketersediaan sumber provitamin A, disisi lain penggunaan gula kelapa sebagai pangan pembawa zat gizi sangat tepat, karena merupakan jenis pangan yang dikosumsi secara luas di masyarakat baik pada skala rumah tangga maupun industri. Menurut data BKP (2012) konsumsi gula kelapa penduduk Indonesia di kota dan desa pada tahun 2011 sebesar 1.98 gram/kap/hari atau 0.72 kilogram/kap/tahun.

(16)

2

produk dengan kadar total karoten paling tinggi, dibandingkan ubi jalar merah maupun labu kuning. Namun penggunaan wortel sebagai sumber provitamin A yang dilarutkan dalam minyak kurang efisien dan tidak cost effective, oleh karena itu pemanfaatan minyak sawit merah (RPO) yang secara alamiah mengandung beta karoten tinggi (500-600 ppm) merupakan langkah yang tepat. Selain itu, karoten dalam RPO seperti halnya dengan karotenoid yang lain, memiliki efek samping yang minimal dan tidak mengakibatkan keracunan bila dikonsumsi dalam jumlah berlebih, juga mempunyai bioavailabilitas yang paling tinggi dibandingkan sumber provitamin A yang lain (Benade 2003).

Provitamin A dalam RPO adalah komponen yang mudah mengalami degradasi karena oksidasi mupun isomerisasi dan rentan terhadap oksigen (udara), panas dan cahaya. Akibatnya selama proses pembuatan gula kelapa, distribusi dan penyimpanannya akan terjadi kerusakan dan penurunan karoten yang akan berdampak pada bioavailabilitasnya. Beberapa penelitian telah mengkaji bioavailabilitas karotenoid dalam RPO maupun CPO, yang diberikan secara langsung maupun yang ditambahkan pada jus buah dan biskuit menunjukkan dampak yang positif terhadap peningkatan status vitamin A didasarkan pada peningkatan kadar retinol serum (Cha-Sook You et al. 2002; Radhika et al. 2003; Lietz et al. 2001).

Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa penambahan RPO sebesar 3 ml per liter nira dapat diterima secara sensori dan mengandung total karoten 13.37µg/g dengan retensi 25.3% (Sari 2013; Dwiyanti et al. 2014). Lebih lanjut hasil penelitian Dwiyanti et al. (2013) menunjukkan bahwa gula kelapa yang diperkaya CPO atau RPO yang diberikan pada tikus selama 4 minggu setara 40

µg β karoten / hari dapat memperbaiki status vitamin A tikus deplesi hingga di

atas normal.

Gula kelapa adalah produk yang banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga maupun industri termasuk untuk produk makanan. Penggunaan gula kelapa yang mengandung provitamin A tinggi dalam penyiapan makanan jajanan anak sekolah, diduga akan menyumbang provitamin A harian (karoten) yang nantinya dapat diubah menjadi vitamin A di dalam tubuh, sehingga dapat meningkatkan kandungan retinol serum dan memperbaiki kondisi kesehatan tubuh (Gropper et al. 2009). Menurut Oso et al. (2003) anak-anak yang kurang gizi mempunyai level retinol serum lebih rendah dibandingkan anak-anak yang mempunyai status gizi lebih baik. Berdasarkan uraian tersebut maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji dampak pemberian makanan jajanan yang mengandung gula kelapa diperkaya RPO terhadap peningkatan kadar retinol serum dan status gizi anak sekolah dasar yang menderita gizi kurang sedang/moderat.

Perumusan Masalah

(17)

3 digunakan sebagai wahana (vehicle) untuk fortifikasi dalam rangka penanggulangan kurang vitamin A (KVA) di Indonesia. Penambahan minyak sawit merah (RPO) yang mengandung provitamin A (β- dan α- karoten) sekitar 600 – 700 ppm dalam tahapan proses pembuatan gula kelapa akan menjadikan gula kelapa sebagai salah satu pangan alternatif penyumbang vitamin A.

Provitamin A adalah senyawa yang mudah mengalami kerusakan baik karena oksidasi maupun isomerisasi dan rentan terhadap suhu tinggi, oksigen maupun cahaya, sehingga selama pembuatan gula kelapa, distribusi maupun penyimpanannya memungkinkan terjadinya kerusakan provitamin A yang akan mempengaruhi retensi serta kandungannya. Selain itu provitamin A juga berinteraksi dengan komponen-komponen di dalam gula kelapa sehingga akan berpengaruh pada bioavailabilitas dan pemanfaatannya oleh tubuh dan kemampuanya dalam mempertahankan fungsi tubuh dan kesehatan, oleh karena itu perlu diteliti efikasi gula kelapa yang diperkaya RPO terhadap peningkatan retinol serum dan status gizi anak sekolah dasar.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dampak pemberian makanan jajanan yang mengandung gula kelapa diperkaya provitamin A dari minyak sawit merah (RPO) terhadap peningkatan retinol serum dan status gizi pada anak sekolah dasar dengan status gizi kurang moderat.

Tujuan Khusus

1. Mengkaji karakteristik anak dan sosial ekonomi keluarga anak sekolah dasar gizi kurang

2. Mengkaji tingkat konsumsi pangan anak sekolah dasar gizi kurang. 3. Menganalisis pengaruh pemberian gula kelapa yang diperkaya RPO yang

diaplikasikan pada makanan jajanan terhadap kadar retinol serum, berat badan, status gizi (BB/U) dan angka morbiditas pada anak sekolah dasar gizi kurang.

Hipotesis

H1 : Pemberian gula kelapa yang diperkaya RPO berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar retinol serum dan status gizi pada anak sekolah dasar.

Manfaat

(18)

4

2

TINJAUAN PUSTAKA

Vitamin A

Vitamin A merupakan kristal yang berwarna kuning dan larut lemak atau pelarut lemak serta merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan prekusor/provitamin A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologis sebagai retinol (Almatsier 2005). Vitamin A adalah sekelompok senyawa organik kompleks yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang relatif kecil tetapi sangat penting untuk pertumbuhan dan kesehatan. Bentuk vitamin A yang paling umum dan paling aktif adalah all-trans-retinol. All-trans-retinol terdiri dari cincin

β-ionon yang menempel pada atom C-6 pada sisi rantai yang disusun oleh dua unit isoprene tidak jenuh (Ball 1988). Struktur kimia vitamin A dalam bentuk alkohol (retinol) disajikan pada gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia vitamin A dalam bentuk retinol

Pada umumnya keberadaan vitamin tidak dapat disintesis dari dalam tubuh, sehingga untuk mendapatkan jumlah vitamin yang cukup harus diperoleh dari asupan makanan. Menurut Almatsier (2005) bentuk aktif vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekusor vitamin A. Hanya bentuk alfa dan beta karoten serta beta kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A di antara ratusan karotenoid yang terdapat di alam khususnya pada sayuran berwarna oranye, kuning, dan hijau.

Vitamin A dalam makanan dicerna oleh tubuh terdiri dari dua bentuk yaitu preformed vitamin A yang terdiri dari retinil ester dan retinol, dan karotenoid

provitamin A yang terdiri dari β-karoten, α-karoten, dan β-kriptosantin (Ross dan

Harrison 2007). β-karoten di dalam tubuh dipecah menjadi dua molekul retinol

(vitamin A). Provitamin A khususnya dalam bentuk β-karoten di dalam usus

dipecah oleh enzim 15, 15’-dioxygenase untuk membentuk retinal yang terikat dengan cellular retinol binding protein (CRBP) (Ahmed dan Hill 2005).

Dampak Kurang Vitamin A

(19)

5 Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa KVA klinis yang ditandai dengan xerophthalmia pada anak balita telah turun bermakna dari 1.3% pada tahun 1978, menjadi 0.35% pada tahun 1992 dan semakin membaik menjadi 0.13% pada tahun 2007. Walaupun demikian, KVA subklinis yang ditandai dengan rendahnya kadar retinol dalam darah (<20 μg/dl) masih terjadi pada 14.6% anak balita yang akan berakibat pada meningkatnya resiko kesakitan dan kematian (Bappenas 2011). Data Riskesdas (2010) menyebutkan bahwa cakupan vitamin A pada balita secara nasional sebesar 69.8% dan terjadi disparitas antar propinsi dengan jarak 49.3% - 91.1%.

Menurut Soekirman (2008), prevalensi kurang zat gizi mikro mencapai angka 50-60%, 9% angka kematian anak dan 13% angka kematian ibu disebabkan karena kurang vitamin A. Pada anak anak, defisiensi vitamin A meningkatkan resiko mortalitas dan morbiditas terhadap infeksi diare dan cacar air, kebutaan dan anemi (Semba dan Bloem 2002). Stipanuk (2000) menyebutkan bahwa vitamin A dan metabolismenya dalam spektrum yang luas mempunyai fungsi biologis antara lain: (1) essensial untuk penglihatan, (2) reproduksi, (3) fungsi imun, (4) berperan penting dalam diferensiasi selluler, proliferasi dan pemberian isyarat (signaling). Vitamin A juga berperan penting dalam proliferasi dan aktivasi limfosit.

Kebutuhan vitamin A untuk pria dan wanita dewasa berturut-turut 625 dan

500 μg RAE. Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin A

didasarkan pada kebutuhan ditambah dua kali koefisien variasi dengan value rounded sampai mendekati 100 μg. RDA vitamin A untuk pria dan wanita dewasa berturut-turut 900 dan 700 μg RAE. Selama kehamilan dan menyusui,

RDA untuk wanita dewasa berturut turut 770 dan 1300 μg RAE (Gropper et al. 2009).

Hasil studi meta analisis dari 15 studi yang dilakukan oleh Thurham et al. (2003) menunjukkan bahwa defisiensi vitamin A berpengaruh terhadap morbiditas dan kelangsungan hidup anak dan merupakan penyebab terbesar kasus morbiditas dan mortalitas pada anak balita di beberapa negara berkembang. Disimpulkan bahwa retinol serum dapat menurunkan infeksi klinis dan sub klinis yang berpengaruh terhadap kesehatan anak. Menurut Maqsood et al. (2004), vitamin A essensial untuk kenormalan fungsi imun, hematopoiesis, pertumbuhan dan penglihatan.

(20)

6

Penyerapan dan Penyimpanan Karotenoid dan Vitamin A

Vitamin A memiliki beberapa bentuk, diantaranya adalah: 1) Retinol, yaitu bentuk alkohol ditemukan pada jaringan hewan sebagai retinyl ester dengan asam lemak rantai panjang; 2) Retinal yaitu aldehyde turunan oksidasi dari retinol. Retinol dan retinal dapat saling berkonversi; 3) Retinoic acid yaitu asam turunan oksidasi dari retinal; dan 4) ß-karoten yang ditemukan pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan, dalam pencernaan dapat diubah menjadi 2 molekul retinal. Aktifitas vitamin A dari ß-karoten hanya seperenam dari retinol (Gropper et al. 2009).

Karotenoid dan vitamin A yang dikonsumsi dalam saluran pencernaan akan dilepaskan dari ikatannya oleh pepsin lambung dan berbagai enzim proteolitik. Selanjutnya karotenoid dan vitamin A mengumpul dalam globula lipida yang kemudian terdispersi dan terkonjugasi dengan asam-asam empedu, lalu terhidrolisa menjadi karotenoid dan vitamin A bebas oleh enzim esterase dalam cairan pankreas. Emulsi atau misel yang dihasilkan berdifusi ke dalam glikoprotein dari mikrofili sel-sel epitel usus kecil dan diserap (Muchtadi et al. 1993).

Dalam keadaan normal, sebagian besar (90%) vitamin A disimpan di dalam hati, sedangkan sisanya ditemukan dalam hampir semua jaringan. Di dalam hati vitamin A kemungkinan besar berupa komplek lipoglikoprotein, yang terdiri dari 96 % ester retinil dan sisanya retinil yang teresterifikasi. Retinil palmitat, stearat, oleat, miristat, palmitoleat adalah bentuk ester retinil yang paling banyak ditemukan (Olson 1990).

Ebele et al. (2010) mengemukakan bahwa metabolisme vitamin A dalam transportasi vitamin A di dalam darah diperlukan prealbumin (PA) dan Retinol Binding Protein (RBP), yang berasal dari makanan yang berkualitas protein tinggi. Kekurangan protein juga akan mengganggu penyerapan vitamin A dan konversi karoten menjadi vitamin A pada usus.

Vitamin A juga dapat dibentuk dari pigmen tanaman yaitu karotenoid. Karotenoid mempunyai bioavailabilitas yang lebih rendah daripada preformed vitamin A. Hal tersebut karena : 1) karotenoid terikat secara kuat di dalam matriks sayuran atau buah-buahan, dan harus dilepaskan melalui proses pencernaan, 2) penyerapannya kedalam sel intestin lebih banyak persyaratannya daripada vitamin A, 3) harus dilepaskan secara enzimatis menjadi vitamin A di dalam sel intestine atau sel di jaringan lain, 4) disimpan sebagai vitamin A atau sebagai karotenoid itu sendiri di dalam berbagai jaringan.

Menurut Semba (2002) β-karoten dalam sel mukosa, dikonversi menjadi

retinal dengan bantuan enzim beta karotenoid 15,15’ dioksigenase. Kemudian

direduksi menjadi retinol, dan diesterifikasikan. Ester dan karotenoid yang tidak berubah membentuk kilomikron, ditransportasikan melalui sistem limfa ke hati sebagai cadangan/simpanan. Tempat simpanan lain kecuali hati adalah lemak badan, adrenal korteks dan kulit. Karotenoid diabsorbsi secara pasif dan terlarut dalam misel lemak/lipid. Beberapa studi memperkirakan ketersediaan biologis dan absorbsi dietary carotene sekitar 5%-60%, tergantung pada bahan pangan (dimasak atau mentah) dan jumlah lemak dalam makanan (Bender 2003).

Menurut Benade (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi konversi β -karoten dan -karotenoid provitamin A yang lain adalah: 1) faktor yang

(21)

7 dan 2) faktor yang mempengaruhi absorbsi karotenoid provitamin A dalam

saluran pencernaan. β-karoten dioxygenase meningkat aktivitasnya dengan adanya intake yang tinggi dari lemak (terutama lemak tak jenuh ganda), protein

dan β-karoten. Aktivitasnya akan meningkat dengan baik ketika status vitamin A buruk. Menurut Gropper et al. (2009), karotenoid diserap sekitar <5% untuk yang berasal dari sayuran atau buah-buahan yang tidak mengalami pemanasan, dan sekitar 60% jika terdapat cukup minyak/lemak atau yang berasal dari suplemen.

Menurut Benade (2003), untuk mendapatkan jumlah kontribusi dari karotenoid, kandungan total vitamin A pangan diekspresikan sebagai microgram dari retinol equivalen, yaitu jumlah yang disediakan oleh retinoid dan karotenoid karena absorbsi karoten yang relative rendah dan incomplete metabolism untuk

menghasilkan retinol, maka 6 μg β-karoten adalah 1 μg retinol equivalen, yang merupakan ratio molar dari 3.2 mol β-karoten equivalen terhadap 1 mol retinol.

β-karoten diabsorbsi lebih baik pada susu dibandingkan dari makanan lain. Di

dalam susu, 2 μg β-karoten adalah 1 μg retinol equivalen (1.07 mol equivalen terhadap 1 mol retinol). Provitamin A karotenoid yang lain menghasilkan

setengah retinol dari beta karoten dan 12 μg dari komponen tersebut = 1 μg

retinol equivalen. Pada basis ini, 1 IU vitamin A activity = 1.8 μg β-karoten atau 3.6 μg dari karotenoid provitamin A yang lain.

US/Canadian Dietary Reference memperkenalkan istilah retinol activity equivalent (RAE) untuk mendapatkan jumlah dari incomplete absorbs dan metabolism dari carotenoid. 1 RAE = 1 μg trans retinol; 12 μg β-karoten dan 24

μg α-karoten atau β- cryptoxanthin. Pada basis tersebut 1 IU vitamin A activity =

3,6 μg β-karoten atau 7,2 μg dari karotenoid provitamin A yang lain.

Karotenoid berbeda dengan vitamin A yaitu memiliki efek samping yang minimal dan tidak mengakibatkan keracunan bila dikonsumsi dalam jumlah

berlebih. β-karoten dicantumkan pada generally recognize as safe (GRAS) tercantum dalam FDA untuk digunakan sebagai suplemen gizi dan diet, juga untuk pewarna makanan, kosmetik dan obat. Asupan pada orang dewasa hingga

180 mg β-karoten setiap hari selama beberapa bulan menunjukkan tidak ada efek samping yang serius. Hypercarotenosis dapat terjadi pada individu yang mengkonsumsi sekitar 30 mg atau lebih β-karoten per hari yang berakibat pigmentasi kulit menjadi kekuningan, dan kondisi tersebut akan menghilang ketika karotenoid ditiadakan dari diet (Gropper et al. 2009).

(22)

8

Penilaian Status Vitamin A

Penentuan status vitamin A penting untuk melihat kadar vitamin A dalam tubuh seseorang. Sebagian besar vitamin A dalam tubuh disimpan dalam bentuk retinyl ester dalam hati. Karena itu pengukuran cadangan vitamin A dalam hati merupakan indeks terbaik untuk mengetahui status vitamin A, namun pengukuran dengan cara biopsi tidak mungkin dilakukan pada penelitian di lapangan. Indikator yang sering digunakan adalah pengukuran konsentrasi serum retinol. Serum atau plasma hanya mengandung sekitar 1% dari total cadangan vitamin A dan konsentrasi ini tidak menggambarkan cadangan tubuh hingga terjadinya kekurangan yang berat atau kelebihan yang tinggi. Menurut Gropper et al. (2009), status vitamin A dapat diukur melalui beberapa cara, meliputi: test histologist, pengukuran biokimia dan test fungsional. Test tersebut mencakup pengukuran untuk buta senja atau ambang adaptasi gelap (dark adaptation threshold).

Salah satu cara untuk melakukan penilaian status vitamin A adalah dengan mengukur kadar retinol serum. Kadar retinol serum menggambarkan status vitamin A hanya ketika cadangan vitamin A dalam hati kekurangan dalam tingkat

berat (<0.07 μmol/g hati) atau berlebihan sekali (> 1.05 μmol/g hati). Bila

konsentrasi cadangan vitamin A dalam hati berada dalam batas ini, tidak menggambarkan total cadangan tubuh, menggambarkan konsenstrasi status vitamin A perseorangan terutama ketika cadangan vitamin A tubuh terbatas, karena konsentrasi serum retinol terkontrol secara homeostasis dan tidak akan turun hingga cadangan tubuh benar-benar menurun.

Konsentrasi retinol serum juga dipengaruhi oleh faktor – faktor yang mempengaruhi pengeluaran holo-RBP. Faktor yang berpengaruh pada kadar retinol serum antara lain umur, jenis kelamin dan ras. Diperlukan kriteria khusus umur untuk menginterpretasikan kadar serum retinol. Faktor lain adalah asupan lemak yang rendah dalam makanan, misalnya asupan <5-10 g/hari, akan mengganggu absorpsi dari provitamin A karoten dan pada jangka panjang menurunkan konsentrasi plasma retinol.

Selain dari asupan lemak faktor gizi lainnya adalah defisiensi zat gizi lain. Kurang energi protein menurunkan apo-RBP, kurang zinc menurunkan kadar retinol karena perannya dalam sintesa hepatik atau sekresi RBP. Penyakit mungkin berpengaruh pada kadar serum retinol, penyakit ginjal kronis meningkatkan konsentrasi retinol, sedangkan penyakit hati menurunkan kadar serum retinol. Penyakit infeksi termasuk HIV, campak, infeksi parasit berhubungan dengan rendahnya kadar retinol serum (Gibson 2005). Namun demikian retinol serum merupakan indikator yang sering digunakan untuk penentuan tingkat kurang vitamin A pada populasi karena banyak laboratorium yang mampu menganalisanya dan ini merupakan indikator biokimia status vitamin A yang terbaik (Gibson 2005).

(23)

9 Gula Kelapa

Gula kelapa (brown sugar), disebut juga sebagai gula merah adalah jenis gula yang dibuat dari nira bunga kelapa secara tradisional. Gula kelapa umumnya diproduksi pada skala home industry meskipun saat ini sudah banyak bermunculan gula kelapa pada skala yang lebih besar dengan kapasitas produksi mencapai 700 kg/hari. Produksi gula kelapa di Jawa tengah mencapai 218.235 ton/tahun. Kabupaten Banyumas merupakan salah satu sentra produksi gula merah dengan jumlah produksi tahun 2001 sebesar 46.991,75 ton (BPS 2002). Pada tahun 2004 produksi gula kelapa Banyumas mencapai 250 ton per bulan (Dishutbun 2005).

Dalam pemanfaatannya, gula kelapa banyak dipergunakan sebagai pemanis, pembentuk rupa (appearance), tekstur, warna dan aroma/flavor. Peran gula kelapa dalam pengolahan jenis makanan tertentu sering tidak dapat digantikan dengan gula lain, misalnya pada pembuatan kecap, dodol, getuk goreng ataupun pada beberapa jenis makanan tradisional lainnya. Teknologi pengolahan gula kelapa sangat sederhana dan dalam salah satu tahapannya adalah penambahan minyak sayur ketika memasuki fase jenuh, yang dimaksudkan untuk menurunkan buih (defoaming). Jumlah minyak yang biasa digunakan perajin berkisar 10 ml – 20 ml setiap pengolahan 10 liter nira. Penggunaan minyak yang mengandung pro vitamin A tinggi seperti minyak sawit merah (RPO) untuk defoaming dapat meningkatkan nilai nutrisional gula yang dihasilkan terutama kandungan pro vitamin A.

Hasil penelitian Dwiyanti et al. (2005), menunjukkan bahwa penggunaan sumber karoten wortel yang dilarutkan dalam minyak sawit pada suhu 700 C selama 72 jam menghasilkan gula dengan kadar total karoten paling tinggi, yaitu 9020 g/100g bahan. Namun demikian, setelah disimpan selama 2 minggu terjadi penurunan kadar karoten 51.08 %, yaitu menjadi 4413 g/100 g bahan atau setara dengan vitamin A 367 RE. Kecukupan vitamin A untuk anak dan dewasa berkisar 400 – 600 RE per hari (Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM 2007), sehingga bila diasumsikan konsumsi gula per hari 25 gram, maka mampu menyumbangkan kebutuhan vitamin A per hari 15-25 %.

(24)

10

minyak sayur yang mengandung karoten (pro vitamin A) untuk penurunan buih, akan meningkatkan mutu gizi gula kelapa yang dihasilkan.

Gula semi solid yang terbentuk kemudian diaduk terus menerus (solidifikasi) untuk mempercepat penguapan air sampai akhirnya mengkristal, setelah itu dilakukan pencetakan. Selama pemasakan nira, suhu dan lama pemasakan perlu diperhatikan. Suhu awal pemasakan diusahakan selalu konstan. Waktu pemasakan yang terlalu lama akan menyebabkan gula berwarna coklat tua yang diakibatkan karena reaksi karamelisasi.

Mutu gula kelapa bervariasi disebabkan oleh berbagai faktor seperti, teknik pengolahan dan pengalaman perajin gula kelapa itu sendiri. Selain itu juga sangat dipengaruhi oleh kualitas nira yang digunakan. Nira yang telah mengalami kerusakan, apabila diolah menjadi gula akan menghasilkan produk dengan kualitas yang rendah, terutama teksturnya yang lembek, bahkan bila tingkat kerusakan niranya tinggi, gula yang dihasilkan tidak dapat dicetak.

Tabel 1 Mutu gula kelapa menurut SNI 01-3743-1995

No. Kriteria Uji Satuan Gula Cetak

1. Bentuk Normal

2. Warna Kuning kecoklatan sampai coklat

3. Rasa Normal dan khas mengalami proses yang intensif sebelum sampai ke konsumen. Salah satu proses adalah adsorption bleaching untuk menghasilkan refined, bleached and deodorized palm oil (RBD palm oil). Proses fraksinasi akan memisahkan fraksi cair olein atau super olein yang umum digunakan untuk minyak goreng dari fraksi padat stearin yang umum digunakan untuk shortening dan margarin (Che Man et al. 1999).

(25)

11 Tabel 2 Komponen kimia CPO dibandingkan dengan minyak nabati lain

Komponen dalam metode yang digunakan dalam pembuatan RPO adalah dengan metode fraksinasi. Menurut Winarno (2002), fraksinasi minyak sawit kasar akan menghasilkan fraksi olein dan fraksi stearin. RPO merupakan fraksi olein dari hasil fraksinasi CPO.

Fraksinasi CPO dilakukan untuk memisahkan fraksi olein (cair) dengan fraksi stearin (padat). Pemisahan dilakukan dengan cara meningkatkan suhu sampai 70°C dan penurunan suhu secara perlahan-lahan hingga tercapai suhu kamar sambil diagitasi. Pada suhu kamar terjadi kristalisasi fraksi stearin sehingga fraksi olein yang masih bersifat cair dapat diperoleh dengan penyaringan vakum.

Status Gizi

Gibson (2005) mendefinisikan status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang atau sekelompok orang sebagai akibat dari konsumsi, peyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Penilaian status gizi seseorang dapat dilakukan dengan cara pengukuran langsung dan tidak langsung. Pengukuran status gizi secara langsung menurut Supariasa et al. (2002) ada empat macam, yakni: secara anthropometri, klinis, biokimia, dan biofisik; sedangkan pengukuran tidak langsung seperti survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

(26)

12

Untuk memonitor pertumbuhan yang menyimpang (growth faltering) digunakan nilai Z-skor kurva pertumbuhan. Nilai Z-skor untuk memantau pertumbuhan dapat berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U), panjang/tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut panjang badan (BB/TB) (WHO 2006). Rendahnya BB/TB (wasting) sering digunakan sebagai indikator kekurangan gizi akut, rendahnya nilai TB/U dapat digunakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik maupun akut (Gibson 2005). Status gizi kurang diukur dengan indikator BB/U, dikelompokkan ke dalam berat badan rendah (BBR). Terdapat tiga tingkat keparahan BBR yaitu BBR tingkat ringan (mild), sedang (moderte), dan berat (severe) (Soekirman 2000).

Penilaian status gizi berdasarkan Z-skor dilakukan dengan melihat distribusi normal kurva pertumbuhan anak. Nilai tersebut menunjukkan jarak nilai baku median dalam unit simpangan baku (standar deviasi) dengan asumsi distribusi normal. Nilai Z-skor masing-masing anak dihitung dengan menggunakan rumus (Gibson 2005) sebagai berikut:

Keterangan :

Zsc i = nilai Z-skor untuk nilai antropometri hasil pengukuran pada umur bulan ke – i

Xi = nilai antropometri hasil pengukuran pada umur bulan ke-i Mi = nilai baku median untuk umur bulan ke-i

Sbi = nilai simpangan baku pada umur bulan ke-i i = umur (bulan)

Ada tiga tingkatan nilai Z-skor yang diperoleh, yaitu Z-skor BB/U, Z-skor BB/TB dan Z-skor TB/U. Penentuan Z-skor tersebut tersebut didasarkan pada referensi WHO. Hasil penentuan Z-skor terhadap masing-masing individu kemudian dibandingkan dengan distribusi baku WHO (2006) dengan titik batas (cut-off-point) Z-skor adalah -2. Berikut adalah Tabel 3 klasifikasi status gizi berdasarkan nilai Z-skor.

(27)

13

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Status gizi dapat ditentukan berdasarkan pengukuran anthropometri dan biokimia. Pada penelitian ini indikator anthropometri yang digunakan adalah BB/U. Adapun indikator biokimia dalam penelitian ini adalah kadar retinol serum. Terdapat dua faktor yang memengaruhi status gizi individu secara langsung yaitu faktor konsumsi pangan dan morbiditas. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi pangan yang tidak memenuhi prinsip gizi seimbang, sedangkan faktor kedua adalah morbiditas yang terkait dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan. Umur, jenis kelamin, dan kondisi sosial ekonomi keluarga juga merupakan faktor yang dapat memengaruhi morbiditas dan konsumsi pangan baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Kemiskinan menyebabkan akses terhadap pangan di rumah tangga sulit dicapai sehingga orang akan kekurangan berbagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

Kurang vitamin A (KVA) bisa disebabkan karena rendahnya asupan vitamin A dalam diet harian. Berbagai strategi yang telah dilakukan untuk penanggulangan KVA antara lain: suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi pada balita, meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber vitamin A terutama pangan hewani, dan fortifikasi pangan, yaitu dengan menambahkan vitamin A dalam bahan pangan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Soekirman (2008), fortifikasi pangan dipandang cost effective dalam penanggulangan masalah gizi. Di Amerika Latin, fortifikasi gula dengan vitamin A, dalam 5 tahun berhasil menurunkan prevalensi kurang vitamin A dari 40% menjadi 13%.

Salah satu sumber provitamin A yang cukup melimpah ketersediaannya di Indonesia adalah minyak sawit merah (RPO). Produksi sawit merah di Indonesia mencapai 20,75 juta ton per tahun (Karvy 2010). Minyak sawit merah mengandung karoten antara 500-700 ppm (Goh et al. 1996). Beberapa peneliti yang lain melaporkan bahwa kandungan β-karoten minyak sawit merah berkisar antara 440 sampai dengan 613 ppm (Darnoko et al. 2002). Kandungan β-karoten pada RPO merupakan provitamin A yang berada pada kondisi larut dalam minyak serta memiliki bioavailability yang lebih baik daripada β-karoten dalam bentuk

kristal atau ikatan protein kompleks, seperti β-karoten yang terdapat pada bayam dan wortel (Het Hof et al. 2000).

(28)

14

kelapa yang diperkaya CPO atau RPO yang diberikan pada tikus selama 4 minggu setara 40 µg β karoten / hari dapat memperbaiki status vitamin A tikus deplesi hingga di atas normal.

(29)

15

4

METODE

Desain, Tempat dan Waktu

Tempat kegiatan intervensi adalah di sekolah dasar Negeri Adisara 1 dan 2 Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Pemilihan lokasi berdasarkan daerah yang memiliki prevalensi KEP tinggi pada anak sekolah dasar dengan kondisi sosial ekonomi rendah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2014. Rancangan yang digunakan adalah Randomized Controlled Trial (RCT) Single Blind Pre-post Study. Perlakuan penelitian adalah pemberian makanan jajanan yang diberi gula kelapa RPO dan makanan jajanan yang diberi gula kelapa tanpa RPO, dengan lama intervensi selama 45 hari.

Analisis kadar retinol serum dilakukan dengan menggunakan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) di laboratorium terpadu Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Bogor. Ethical clearance diperoleh dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro No. 310/EC/FKM/2013 tertanggal 27 Desember 2013 dan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Jumlah dan Cara Penentuan Subjek

Subjek dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar berusia 7-9 tahun. Alasan dilakukan pada anak sekolah dasar usia 7-9 tahun adalah untuk menghindari pengaruh bias pemberian suplementasi vitamin A yang biasanya masih diberikan pada usia balita. Subjek penelitian dipilih secara purposif dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagaimana terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria inklusi dan eksklusi untuk penentuan subjek No Kriteria

Inklusi : 1. Usia 7-9 tahun

2. Berat badan rendah atau gizi kurang (-3SD ≤ Z-skor BBU <-1.5 SD) 3. Menyetujui berpartisipasi (orang tua menandatangani informed consent) 4. Bersedia untuk mematuhi prosedur penelitian

Eksklusi :

1. Mempunyai kelainan kongenital/ cacat bawaan

2. Mempunyai alergi berat berdasarkan medical questionnaire

3. Mengkonsumsi antibiotik dan /atau laxative (4 minggu sebelum penelitian) 4. Menerima kapsul vitamin A dosis tinggi setahun sebelum penelitian

5. Berpartisipasi dalam penelitian lain

Penelitian ini membandingkan antara kelompok kontrol (intervensi gula kelapa tanpa penambahan RPO) dengan kelompok perlakuan (intervensi gula

kelapa RPO). Salah jenis pertama (α) ditetapkan sebesar 5%, power test sebesar

(30)

16

n = 2 σ2 (Z 1-α/2 + Z 1-β)2 δ2

Keterangan :

n = besar subjek

Z1-α/2 = suatu nilai sehingga P(Z > Zα) = 1-α/2, Z adalah peubah acak normal baku

Z1-β = suatu nilai sehingga P(Z > Zβ) = 1-β, Z adalah peubah acak normal baku

σ = 4.61 (standar deviasi retinol serum berdasarkan penelitian Gusthianza 2010)

δ = 6.62 (peningkatan kadar retinol serum yang diharapkan setelah intervensi)

n = 2 (4.61)2 (1.96 + 1.272)2 = 10.18 ≈ 11

(6.62)2

Untuk antisipasi dropout = 10%, maka jumlah subjek menjadi 13 orang. Apabila jumlah subjek dihitung berdasarkan variabel retinol serum hasil penelitian sebelumnya (Gusthianza 2010) maka didapatkan jumlah subjek minimal sebanyak 11 orang. Dengan demikian jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 13 orang (dipilih dari jumlah yang paling besar sehingga memenuhi kriteria jumlah subjek minimum).

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(31)

17 Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan atau pengukuran data

No Data Cara pengukuran atau

pengumpulan

Wawancara dengan subjek 2 kali

(32)

18

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel dan software SPSS 16.0 for Windows. Data karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Untuk melihat keberadaan perbedaan berat badan, z-score BB/U, kadar retinol serum dan morbiditas subjek antara kelompok RPO dan kontrol serta antara sebelum dan setelah intervensi dilakukan dengan menggunakan uji beda.

Perbedaan kadar retinol serum dan status gizi kelompok RPO dan kelompok kontrol baik pada awal intervensi maupun akhir intervensi dianalisis dengan menggunakan uji t. Uji t juga digunakan untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin subjek, jumlah anggota keluarga, pekerjaan, tingkat pendidikan kepala keluarga, tingkat pendapatan dan asupan gizi antara kelompok RPO dan kelompok kontrol. Uji t berpasangan digunakan untuk melihat pengaruh intervensi terhadap kadar retinol serum dan status gizi subjek sebelum dan setelah

intervensi. Apabila nilai p hasil uji kurang dari 0.05 (α sebesar 5%) maka

terdapat perbedaan yang nyata antara variabel yang dianalisis. Tahapan Penelitian

Pada tahap awal, dilakukan pengurusan perizinan penelitian serta pengurusan ethical clearance dari komisi etik penelitian kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Tahap selanjutnya adalah melakukan survey lapang terhadap lokasi penelitian. Tempat yang dipilih menjadi tempat lokasi penelitian adalah SD Negeri Adisara 1 dan 2 Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Alasan dilakukannya pemilihan pada lokasi penelitian tersebut antara lain : sebagian besar penduduk sekitar lokasi penelitian tergolong ke dalam penduduk yang memiliki status sosial ekonomi rendah, subjek yang dipilih memiliki kondisi geografis yang sama atau tidak beragam karena tempat tinggal siswa masih berada di wilayah pedesaan sekitar sekolah dasar, sehingga dapat diasumsikan siswa yang dipilih menjadi subjek memiliki pola konsumsi pangan khususnya vitamin A yang sama.

Tahapan yang dilakukan setelah pemilihan lokasi penelitian adalah permohonan izin kepada kepala sekolah dan penyeleksian subjek. Subjek yang dipilih adalah siswa SD yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sebelum intervensi, orang tua siswa diundang di sekolah dasar untuk diberi penjelasan tentang penelitian ini dan melaksanakan penandatanganan informed consent yang menyatakan kesediaan anaknya dijadikan subjek. Penelitian ini terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok perlakuan (kelompok yang diberikan makanan jajanan menggunakan gula kelapa RPO) dan kelompok kontrol (yang diberi makanan jajanan serupa dengan kelompok perlakuan tapi menggunakan gula kelapa tanpa RPO). Total subjek untuk intervensi gula kelapa RPO dan gula kelapa kontrol adalah 23 anak SD (11 anak untuk kelompok RPO dan 12 anak untuk kelompok kontrol).

(33)

19 yang pertama yaitu pembersihan nira kelapa. Nira hasil penyadapan disaring untuk memisahkan kotoran (impurities) yang kasar seperti: bunga kelapa (manggar), serta serangga/semut selanjutnya dipanaskan hingga mendidih kemudian didinginkan dan disaring kembali menggunakan kain saring (Munyl Switzerland 500 mesh) untuk memisahkan impurities atau kotoran yang halus. Kemudian tahapan yang kedua adalah pengolahan gula kelapa dengan modifikasi penambahan minyak sawit merah. Prinsip pembuatan gula kelapa adalah evaporasi nira kelapa hingga fase lewat jenuh. Pada tahap defoaming, dilakukan modifikasi dengan mengganti penggunaan minyak sayur dengan minyak sawit merah dengan jumlah 30 ppm. Penambahan minyak sawit merah dilakukan setelah tercapai fase lewat jenuh. Pemanasan dilanjutkan hingga tercapai end point (suhu 118°C). Pemasakan dihentikan dan dilanjutkan dengan pengadukan secara kontinyu (tahap solidifikasi) hingga massa gula berubah menjadi opaque, kemudian dilakukan pencetakan. Proses pembuatan gula kelapa dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3. Hasil analisis β-karoten gula RPO yang diproduksi pada skala industri adalah 29.36 µg/g dengan retensi 64.55%. Kandungan per porsi makanan dan frekuensi pemberian makanan jajanan selama intervensi disajikan pada Lampiran 6.

Tahapan selanjutnya adalah pembuatan makanan intervensi. Makanan jajanan yang disajikan selama 45 hari bervariasi, yaitu sari kacang hijau, nopia, biji salak, bubur mutiara, dan bubur sumsum. Sebagai contoh adalah pembuatan makanan jajanan sari kacang hijau. Bahan yang digunakan adalah kacang hijau dan gula kelapa. Prosedur pembuatannya yaitu kacang hijau di sortasi dan dicuci bersih kemudian di rendam selama 2 jam, selanjutnya direbus hingga pecah dan diaduk hingga hancur. Dilakukan penyaringan dan penambahan air, selanjutnya direbus kembali hingga mendidih dan ditambahkan gula kelapa sejumlah 15% dan dikemas dalam cup ukuran 200 ml.

Seminggu sebelum pelaksanaan intervensi diberikan obat cacing kepada siswa yang menjadi subjek penelitian. Obat cacing yang diberikan adalah Combantrin sirup dengan dosis 10ml/anak. Kemudian dilakukan pengambilan data baseline, yaitu berat badan, kadar retinol serum, morbiditas serta karakteristik subjek dan keluarga subjek. Data konsumsi diambil dengan cara recall 2x24 jam oleh enumerator, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pemberian makanan jajanan dilakukan pada saat jam istirahat sekolah (pukul 09.00 WIB) sehingga semua subjek dapat mengkonsumsi dalam waktu yang bersamaan. Guru berperan dalam mengkondisikan subjek untuk mengkonsumsi makanan jajanan secara bersamaan di kelas dan mengawasi subjek saat mengkonsumsi makanan jajanan serta memotivasi subjek agar selalu menghabiskan makanan yang diberikan. Tingkat kepatuhan subjek dalam mengkonsumsi makanan jajanan dicatat dengan cara mengisi form isian oleh guru kelas. Kemudian pada akhir intervensi dilakukan pengambilan data endline. Pengukuran Berat Badan

(34)

20

BB/U dengan menggunakan standar WHO 2006. Pengukuran status gizi dilakukan pada saat sebelum dan setelah intervensi oleh peneliti.

Pengambilan Darah Subjek

Darah subjek diambil dengan frekuensi dua kali, yaitu pada saat satu hari sebelum intervensi dan satu hari setelah intervensi dengan melibatkan tenaga medis dari tim Prodia Purwokerto. Darah untuk analisis diambil dari pembuluh darah vena. Prosedur pengambilan darah dari vena dapat dilihat pada Lampiran 4.

Analisis Retinol Serum

Analisis kadar retinol serum dilakukan dengan menggunakan metode HPLC (AOAC 2005). Metode ini menggunakan prinsip serum diencerkan dengan larutan retinil asetat pada etanol, larutan retinil asetat berperan sebagai standar dan etanol berperan mengendapkan protein yang membebaskan retinol, kemudian diekstraksi dengan heptana. Ekstrak dievaporasi dalam nitrogen atmosfer dan residu dilarutkan dalam metanol diklorometan. Retinol dipisahkan dengan menggunakan HPLC. Prosedur analisis dan cara menghitung kadar retinol serum disajikan pada Lampiran 5.

Definisi Operasional

Anak sekolah dasar usia 7-9 tahun adalah anak laki-laki maupun perempuan yang sedang menempuh pendidikan kelas 2 dan 3 sekolah dasar dan berusia antara 7-9 tahun.

Efikasi adalah pengaruh yang timbul akibat adanya intervensi berupa makanan jajanan mengandung gula yang diperkaya dengan minyak sawit merah terhadap peningkatan retinol serum dan status gizi (BB/U).

Gula kelapa adalah jenis gula yang dibuat dari penguapan nira kelapa hingga tercapai endpoint 1180 lalu dicetak.

Kadar retinol serum adalah jumlah vitamin A dalam bentuk alkohol dengan satuan µg/dL pada serum darah yang diukur dengan metode HPLC dan merupakan indikator status vitamin A subjek.

Kelompok intervensi yaitu kelompok yang mendapatkan makanan jajanan yang mengandung gula kelapa RPO.

Kelompok kontrol adalah kelompok yang mendapatkan makanan jajanan yang menggunakan gula kelapa tanpa RPO.

Morbiditas adalah kejadian sakit ISPA dan diare (frekuensi dan lama sakit) yang pernah diderita anak sekolah dasar selama masa intervensi.

Red Palm Oil (RPO) adalah hasil pemurnian dari Crude Palm Oil (CPO) dengan metode fraksinasi.

(35)

21

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek dan Kondisi Sosial Ekonomi Keluarga

Karakteristik subjek meliputi umur dan jenis kelamin. Adapun kondisi sosial ekonomi keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan kepala keluarga, pekerjaan kepala keluarga, dan pendapatan per kapita. Karakteristik subjek dan kondisi sosial ekonomi keluarga disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik subjek dan sosial ekonomi keluarga

Karakteristik RPO Kontrol Total P-value

(36)

22 Umur

Anak sekolah dasar yang dipilih menjadi subjek penelitian adalah anak sekolah dasar yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, salah satunya adalah anak yang berumur 7-9 tahun. Rata-rata umur subjek pada kelompok RPO adalah 8.17±0.56 tahun dan pada kelompok kontrol adalah 9.21±0.22 tahun. Berdasarkan AKG tahun 2014, subjek tergolong dalam satu kategori umur 7-9 tahun sehingga memiliki angka kecukupan zat gizi dalam jumlah yang sama.

Jenis kelamin

Anak sekolah dasar yang menjadi subjek penelitian ini berjumlah 23 anak, terdiri dari 56.52% subjek berjenis kelamin laki-laki dan 43.48% subjek berjenis kelamin perempuan. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa pada kelompok RPO lebih banyak subjek berjenis kelamin perempuan (63.63%) sedangkan pada kelompok kontrol berjenis kelamin laki-laki (75%), namun secara statistik tidak berbeda nyata (Tabel 6).

Jumlah anggota keluarga

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya individu sebagai anggota keluarga dalam sebuah rumah tangga yang menunjukkan ukuran keluarga tersebut. BKKBN membedakan ukuran keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarga menjadi 3 kategori : keluarga kecil (≤ 4), sedang (5-6), dan besar (≥ 7).

Subjek pada kelompok RPO sebagian besar memiliki jumlah anggota keluarga dalam kategori sedang dengan proporsi 63.64%, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian besar subjek (58.33%) tergolong keluarga kecil. Terdapat perbedaan yang nyata pada kategori jumlah anggota keluarga antar kedua kelompok tersebut (p=0.034). Besar anggota keluarga akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan pangan dan non pangan. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka kebutuhan pangan yang harus tercukupi semakin meningkat, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan pangan keluarga akan semakin tinggi. Pada penelitian ini, intervensi diberikan langsung kepada anak dan dilakukan di sekolah secara serentak pada jam istirahat, dengan demikian makanan intervensi tidak ada yang dibawa pulang atau dibagi dengan anggota keluarga lain, sehingga perbedaan jumlah anggota keluarga tidak akan berdampak pada hasil akhir intervensi.

Tingkat pendidikan kepala keluarga

(37)

23 Jenis pekerjaan kepala keluarga

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang secara tidak langsung dapat memengaruhi kemampuan sebuah keluarga dalam memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan pangan maupun non pangan. Pekerjaan orang tua dibedakan menurut jenisnya terdiri atas : petani/buruh tani, pedagang, jasa, dan PNS/ABRI/Polisi. Pada tabel 6 terlihat bahwa 47.83% ayah subjek memiliki mata pencaharian sebagai pedagang. Urutan kedua adalah petani/buruh tani yaitu sebesar 39.13%. Jenis pekerjaan pada sebagian besar kepala keluarga subjek kelompok RPO adalah petani/buruh tani dan pedagang (36.36%). Pada kelompok kontrol sebagian besar kepala keluarga bekerja sebagai pedagang (58.33%) dan sebesar 41.67% bekerja sebagai petani/buruh tani. Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara jenis pekerjaan kepala keluarga pada kelompok RPO dan kontrol.

Pendapatan per kapita

Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan total dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Data memperlihatkan bahwa jumlah keluarga miskin lebih banyak dibanding keluarga tidak miskin pada kedua kelompok penelitian. Sebagian besar keluarga subjek pada kelompok RPO (72.72%) termasuk dalam kategori miskin. Sama halnya dengan kelompok kontrol, sebagian besar keluarga subjek (58.33%) tergolong keluarga miskin. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada kategori pendapatan perkapita per bulan di kedua kelompok tersebut (p>0.05). Pendapatan keluarga yang rendah akan berpengaruh terhadap daya beli pangan sehari-hari. Sebagian besar keluarga subjek dari kedua kelompok termasuk dalam kategori keluarga miskin. Hal tersebut memungkinkan daya beli terhadap makanan menjadi rendah dan konsumsi pangan keluarga akan berkurang. Data kategori keluarga berdasarkan pendapatan per kapita perbulan disajikan pada Tabel 6.

Asupan dan Kontribusi Energi/Zat Gizi Makanan Intervensi

Intervensi diberikan setiap hari selama 45 hari berupa makanan jajanan yang menggunakan gula kelapa diperkaya minyak sawit merah (RPO) dan gula kontrol sebagai pembanding. Rata-rata asupan energi dan zat gizi subjek yang berasal dari intervensi dan asupan harian disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rata-rata asupan energi dan zat gizi subjek yang berasal dari makanan intervensi dan asupan harian

Energi/Zat Gizi Kelompok RPO Kelompok Kontrol

Pangan

(38)

24

ditambahkan 30 ppm. Menurut Almatsier (2005) minyak/lemak akan memberikan energi sebesar 9 Kal/g lemak. Asupan energi dan zat gizi pada masa intervensi selain diperoleh dari makanan intervensi yang diberikan juga berasal dari makanan yang dimakan sehari-hari (asupan harian).

Asupan energi dari makanan sehari-hari pada kelompok RPO sebesar 875.01 Kal (47.30% AKG) dan sumbangan dari makanan intervensi sebesar 200.63 Kal (10.84% AKG), sehingga total asupan energi per hari sebesar 1075.64 Kal (58.14% AKG). Sumbangan energi dari makanan intervensi terhadap asupan harian pada kelompok RPO adalah sebesar 22.93%. Pada kelompok kontrol, asupan energi dari makanan harian sebesar 816.94 Kal (44.16% AKG) dan sumbangan dari makanan intervensi sebesar 196.11 Kal (10.60% AKG) sehingga total asupan energi per hari sebesar 1013.05 Kal (54.76% AKG). Sumbangan energi dari makanan intervensi terhadap asupan harian pada kelompok kontrol adalah sebesar 19.36%. Gambar 3 menunjukkan bahwa asupan energi baik yang berasal dari makanan intervensi maupun asupan harian lebih besar pada kelompok RPO dibandingkan kelompok kontrol, namun tidak memberikan perbedaan yang nyata pada kedua kelompok tersebut (p>0.05).

Gambar 3 Rerata asupan energi harian per subjek pada kelompok RPO dan kontrol (p>0.05)

(39)

25

Gambar 4 Rerata asupan protein harian per subjek pada kelompok RPO dan kontrol (p>0.05)

Asupan vitamin A harian pada subjek penelitian berasal dari makanan intervensi yang diberikan dan asupan dari makanan sehari. Asupan vitamin A dari makanan sehari-hari pada kelompok RPO sebesar 135.70 RE (27.14% AKG) dan sumbangan dari makanan intervensi sebesar 125.24 RE (25.05% AKG), sehingga total asupan harian sebesar 260.94 RE (52.19% AKG). Sumbangan vitamin A dari makanan intervensi terhadap asupan harian pada kelompok RPO adalah sebesar 92.29%. Pada kelompok kontrol, asupan dari konsumsi harian sebesar 117.65 RE (23.53% AKG) dan sumbangan dari makanan intervensi sebesar 3.23 RE (0.65% AKG) sehingga total asupan harian sebesar 120.88 RE (24.18% AKG). Sumbangan vitamin A dari makanan intervensi terhadap asupan harian pada kelompok kontrol adalah sebesar 2.75%.

Pada Gambar 5 terlihat bahwa asupan vitamin A dari makanan intervensi pada kelompok RPO secara nyata lebih tinggi (125.24 µg/g) daripada kelompok kontrol (3.23 µg/g) (p=0.024). Tingginya kandungan provitamin A pada makanan intervensi kelompok RPO dibandingkan kelompok kontrol karena gula kelapa yang digunakan pada pembuatan makanan intervensi kelompok RPO mengandung provitamin A yang tinggi yaitu mengandung beta karoten sebesar 29. 36 µg/g dengan retensi 64.55%, sedangkan pada kelompok kontrol kandungan provitamin A (beta karoten) gula yang digunakan untuk membuat makanan intervensi adalah 0 µg/g. Namun demikian jumlah asupan vitamin A dari makanan harian pada kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata (p=0.061).

(40)

26

Secara keseluruhan, tingkat kecukupan energi dan protein harian pada kelompok RPO dan kelompok kontrol hanya memenuhi sekitar 50% AKG. Disisi lain tingkat kecukupan vitamin A pada kelompok RPO mampu memenuhi 52.19 % AKG dan pada kelompok kontrol lebih rendah yaitu hanya memenuhi 24.18% AKG.

Keadaan tersebut di atas yaitu rendahnya tingkat konsumsi zat gizi subjek nampaknya berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi keluarga baik pada kelompok RPO maupun kontrol yang menunjukkan sebanyak 65.22% tergolong dalam kategori miskin. Hal inilah yang dapat menjadi salah satu faktor rendahnya konsumsi pangan subjek. Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian Martianto dan Ariani (2004) bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Pada kondisi dimana pendapat keluarga cukup, maka memungkinkan untuk pemenuhan kebutuhan pangan maupun non pangan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi nya.

Pengaruh Intervensi terhadap Berat Badan

Jumlah asupan energi, protein, dan vitamin A akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Adanya sumbangan energi, protein, dan vitamin A dari makanan intervensi selama 45 hari terbukti dapat meningkatkan berat badan subjek. Sebelum intervensi subjek pada kelompok RPO memiliki berat badan rata-rata 19.91±1.68 kg, sedangkan kelompok kontrol memiliki berat badan rata-rata 22.33±1.53 kg. Pemberian makanan intervensi pada kelompok RPO selama 45 hari secara nyata meningkatkan berat badan subjek sebesar 0.5 kg (p<0.05), sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan berat badan secara tidak bermakna yaitu sebesar 0.17 kg (p>0.05). Perubahan berat badan pada kelompok RPO dan kontrol disajikan pada Tabel 8.

Gambar

Tabel 1 Mutu gula kelapa menurut SNI 01-3743-1995
Tabel 2 Komponen kimia CPO dibandingkan dengan minyak nabati lain
Tabel 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor WHO (2006)
Gambar 2 Kerangka pemikiran
+6

Referensi

Dokumen terkait

m em pert anggungjaw abkan secara jelas keberadaan sebagian milik para det eni ant ara lain berupa uang, dan barang2 lainnya yang t elah disebut para det eni dalam

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perubahan penggunaan lahan permukiman antara tahun 1995 sampai dengan 2012 karena kelas penggunaan lahan

Manfaat penelitian bagi Bapak/Ibu adalah meningkatkan pengetahuan tentang penyakit katarak dan dapat mengetahui tingkat kecemasan pada klien yang akan dilaksanakan operasi

Ujian praktik merupakan salah satu dari tiga aspek Ujian Sekolah Berstandar Nasional Pendidikan Agama Islam (USBN PAI), aspek yang lain adalah ujian tulis dan akhlak

Bagi ilmu pengetahuan : untuk mengetahui hubungan antara kadar magnesium serum pada pasien – pasien dengan PPOK stabil dan pasien – pasien dengan PPOK

Dapat diinterpretasikan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara variabel tayangan fashion dari internet dengan hasil belajar desain busana karena r hitung

Jumlah penggunaan rata-rata tenaga kerja di Desa Dolago 105,8 HOK/Ha, jumlah ini masih sesuai dengan jumlah anjuran disebabkan penggunaan tenaga kerja masih kurang berkualitas dan

Bank Syariah Bukopin Cabang Surakarta antara lain lebih meningkatkan pelatihan seharusnya sering diselenggarakan karena untuk meningkatkan kualitas kerja karyawan yang