• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KARKAS DAN NON KARKAS KELINCI LOKAL

JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN

LIMBAH TAUGE

LUTHFIA IKHWANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

LUTHFIA IKHWANA. Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge. Dibimbing oleh MUHAMAD BAIHAQI dan SRI RAHAYU.

Kelinci memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu ternak potong. Kelinci termasuk ternak yang menyukai segala jenis tumbuhan termasuk limbah pasar seperti limbah tauge. Limbah tauge mengandung 13.26% protein dan 64.5% TDN. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi komposisi karkas dan non karkas kelinci lokal jantan muda yang berumur 12 minggu dengan pemberian pakan mengandung limbah tauge. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot tubuh kosong, bobot karkas panas dan dingin, bobot potongan komersial, bobot komposisi karkas, proporsi karkas dan potongan komersial, bobot dan persentase non karkas. Penelitian ini menggunakan 12 ekor kelinci lokal jantan dengan bobot badan awal sekitar 747 ± 104.543 g. Ternak dipelihara selama 12 minggu dan dipotong pada umur 6 bulan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Terdapat tiga jenis perlakuan: 100% pakan komersil (P0), 70% pakan komersil+30% limbah tauge (P1), dan 50% pakan komersil+50% limbah tauge (P2). Data dianalisis dengan menggunakan ANCOVA dengan menggunakan bobot tubuh kosong dan karkas panas sebagai kovariabel. Penelitian ini menunjukkan dengan penambahan limbah tauge menyebabkan bobot non karkas, bobot dan persentase potongan komersial hindleg dan lambung lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan limbah tauge. Penambahan limbah tauge tidak mempengaruhi bobot potong, bobot tubuh kosong, dan bobot karkas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah tauge dapat diberikan dalam bentuk segar untuk penggemukan kelinci hingga 50% menggantikan pakan komersil

Kata kunci: bobot karkas dan non karkas, kelinci lokal, limbah tauge

ABSTRACT

palatable with almost every roughage, even market waste such as bean sprouts’

waste. Bean sprouts’ waste contains of 13.26% protein and 64.5% TDN. The aim

(6)

and 50% of commercial feed+50% of bean sprouts’ waste (P2). The data was

analysed using ANCOVA with empty body weight and hot carcass weight as covariables. Results showed that the addition of bean sprouts’ waste causing non carcass weight, stomach and hindleg commercial cut weight and percentage were

higher than without the addition of bean sprouts’ waste. Addition of bean sprouts’

waste had no effect on slaughter weight, empty body weight, and carcass weight.

In conclusion, bean sprouts’ waste can be added fresh to rabbit feed up to 50% in

substitute of commercial feed.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KOMPOSISI KARKAS DAN NON KARKAS KELINCI LOKAL

JANTAN MUDA DENGAN PEMBERIAN PAKAN

LIMBAH TAUGE

LUTHFIA IKHWANA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge

Nama : Luthfia Ikhwana NIM : D14100083

Disetujui oleh

Muhamad Baihaqi, SPt MSc Pembimbing I

Ir Sri Rahayu, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Muladno, MSA Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah karkas dan non karkas ternak, dengan judul Komposisi Karkas dan Non Karkas Kelinci Lokal Jantan Muda dengan Pemberian Pakan Limbah Tauge.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc dan Ibu Ir Sri Rahayu, MSi selaku pembimbing, Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku penguji, serta Bapak Dr Ir Bagus P. Purwanto selaku pembimbing akademik. Penulis juga mengungkapkan terima kasih kepada Irine F. Zulfa selaku teman satu penelitian, Aljanofri dan teknisi kandang Ruminansia Kecil yang telah banyak membantu dalam proses penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, mama, adik serta seluruh keluarga tercinta atas dukungan, doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga disampaikan kepada Amilin, Devi, Dhini, Edwin, Hengki, Kiki, Nenik, Sherly, Slamet, Vinny untuk motivasi dan dukungannya. Ungkapan terima kasih kepada seluruh dosen

Fakultas Peternakan, D’Protector IPTP 47, Rumah Waras dan IMMAM 47 atas bimbingan dan kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Peternakan IPB. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Bahan 2

Alat 3

Prosedur 3

Persiapan Bahan Pakan 3

Pemeliharaan 3

Pemuasaan 4

Pemotongan 4

Analisis Data 4

Peubah 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5 Keadaan Umum Penelitian 5 Karakteristik Karkas 6 Komposisi Karkas 8 Potongan Komersial 9

Bagian Non Karkas 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 15

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan nutrisi setiap bahan 2

2 Kandungan zat makanan setiap perlakuan 4

3 Rataan suhu, kelembaban relatif dan nilai THI 5

4 Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci pada setiap perlakuan 6 5 Karakteristik karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan 6 6 Komposisi karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan 8 7 Bobot dan persentase potongan komersial kelinci lokal jantan 9 8 Distribusi komposisi karkas kelinci lokal jantan pada potongan

komersial 10

9 Rataan bobot non karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan 11 10 Rataan persentase non karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kandang kelinci penelitian 3

2 Kelinci penelitian 3

DAFTAR LAMPIRAN

1 Potongan komersial kelinci (a). foreleg (b). rack (c). loin (d). hindleg 15 2 Hasil uji analisis peragam persentase karkas panas/bobot potong

berdasarkan bobot potong 15

3 Hasil uji analisis peragam persentase karkas dingin/bobot potong

berdasarkan bobot potong 15

4 Hasil uji analisis peragam non karkas berdasarkan bobot tubuh kosong 16 5 Hasil uji analisis peragam bobot hindleg pada potongan komersial

berdasarkan bobot karkas panas 16

6 Hasil uji analisis peragam persentase hindleg pada potongan

komersial berdasarkan bobot karkas panas 16

7 Hasil uji analisis peragam bobot lemak pada potongan loin

berdasarkan bobot karkas panas 16

8 Hasil uji analisis peragam bobot hati pada bagian non karkas

berdasarkan bobot tubuh kosong 16

9 Hasil uji analisis peragam bobot isi saluran pencernaan pada bagian

non karkas berdasarkan bobot tubuh kosong 16

10 Hasil uji analisis peragam bobot lambung pada bagian non karkas

berdasarkan bobot tubuh kosong 17

11 Hasil uji analisis peragam persentase lambung pada bagian non karkas

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan kelinci di Indonesia sangat beragam sesuai dengan tujuan produksinya, yaitu dikembangkan sebagai ternak laboratorium, kesayangan, penghasil kulit atau fur dan penghasil daging. Kartadisastra (1997) menyatakan daging kelinci mempunyai kualitas yang lebih baik daripada daging sapi, domba atau kambing karena daging kelinci memiliki lemak dan kolesterol yang lebih rendah serta memiliki protein yang lebih tinggi. Struktur daging kelinci juga lebih halus dengan warna dan bentuk fisik yang menyerupai daging ayam. Keunggulan lainnya adalah kelinci merupakan jenis ternak yang prolifik dengan proses reproduksi yang sangat cepat. Dalam pemeliharaannya, kelinci tidak memerlukan biaya yang besar dalam investasi ternak dan kandang, karena kelinci memiliki tubuh yang kecil sehingga tidak memerlukan banyak ruang dan kelinci memiliki masa penggemukan yang singkat.

Berat karkas kelinci yang baik berkisar antara 50%-59% dari bobot hidupnya sehingga kelinci memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai salah satu ternak potong (Gillespie 2004). Pemeliharaan yang baik berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas karkas serta daging yang dihasilkan. Keberhasilan dari pemeliharaan ditentukan oleh manajemen yang baik, dapat dilihat dari tingkat kenyamanan ternak saat dikandangkan. Persentase karkas dipengaruhi oleh genetik, jenis kelamin, fisiologi, umur, bobot badan, dan nutrisi (Soeparno 2005).

Kelinci termasuk ternak yang menyukai segala jenis tumbuhan termasuk pakan sapi sehingga pemberian pakan terhadap kelinci tidak sulit. Limbah pasar dapat dimanfaatkan sebagai pakan kelinci, contohnya adalah limbah tauge. Hampir seluruh masyarakat Indonesia mengkonsumsi tauge sehingga limbah tauge mudah didapatkan. Informasi pemanfaatan limbah tauge sebagai pakan kelinci masih sangat sedikit ditemukan. Pada penelitian Baihaqi et al. (2013) menyatakan pemberian limbah tauge taraf 45% tidak menurunkan kualitas karkas yang dihasilkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa limbah tauge dapat dijadikan sebagai pakan kelinci. Namun, penelitian tersebut menambahkan limbah tauge yang digunakan dalam bentuk pellet, sehingga aplikasi bagi peternak kecil masih terbatas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dengan menambahkan limbah tauge dalam bentuk segar untuk melihat komposisi karkas dan non karkas yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian

(16)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan beberapa kelinci lokal jantan muda berumur 12 minggu yang diberi perlakuan pakan berupa campuran limbah tauge segar dengan taraf 30% dan 50%. Pemeliharaan dilakukan selama 12 minggu, terdiri dari 4 minggu masa adaptasi dan 8 minggu masa pengamatan. Pemberian pakan dalam bentuk segar dilakukan untuk memudahkan aplikasinya nanti kepada peternak secara langsung. Penelitian ini mengarah pada komposisi karkas dan non karkas kelinci lokal. Peubah yang diamati adalah bobot potong, bobot karkas, bobot potongan komersial, bobot non karkas, bobot komposisi karkas, proporsi karkas dan potongan komersial, bobot, dan persentase bagian non karkas.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2014. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis karkas dilakukan di Laboratorium Ruminansia Besar, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 12 ekor kelinci lokal jantan berumur 12 minggu dengan rataan bobot badan awal 747 ± 104.543 g (koefisien keragaman 13.98%). Kelinci tersebut diperoleh dari peternak kelinci di wilayah Kampus IPB Dramaga dan dipelihara sesuai perlakuan yang diberikan selama 12 minggu, terdiri dari 4 minggu masa adaptasi dan 8 minggu masa pengamatan. Kelinci dipotong pada umur 6 bulan.

Pakan yang diberikan yaitu pellet komersil dengan penambahan limbah tauge segar yang berasal dari Pasar Bogor sebagai pengganti pellet dengan taraf yang berbeda. Bahan lain yang digunakan adalah sikat dan deterjen untuk membersihkan kandang, kapur untuk sanitasi kandang, vitamin kelinci. Kandungan nutrisi dari setiap bahan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Kandungan nutrisi setiap bahan

Bahan Pakan Komposisi

BK Abu PK SK LK Beta-N TDN

%

Limbah tauge1 42.49 0.73 12.66 31.51 0.73 54.37 63.05

Pakan komersial2 89.48 11.25 16.98 20.82 3.65 47.30 67.55

Sumber : 1 Pusat Studi antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. 2014.

2

(17)

3 Alat

Kandang yang digunakan adalah kandang individu berbentuk panggung yang terbuat dari bambu dan kayu dengan alas kandang yang terbuat dari bambu. Kandang yang dipakai sebanyak 12 buah dengan ukuran 40 x 50 x 50 cm. Setiap kandang terdapat tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah timbangan untuk mengukur bobot badan kelinci dan pakan, alat kebersihan, thermo-hygrometer, kamera digital, dan label. Kandang dan ternak kelinci penelitian yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1 Kandang kelinci penelitian Gambar 2 Kelinci penelitian

Prosedur

Bahan, peralatan, dan kandang dipersiapkan seminggu sebelum penelitian. Kelinci jantan sebanyak 12 ekor dipilih berdasarkan keseragaman bobot badan dan yang berumur 12 minggu. Kelinci tersebut dimasukkan dalam kandang individu secara acak. Adaptasi pakan dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian selama 4 minggu dan air minum diberi vitamin pada masa adaptasi tersebut.

Penimbangan bobot badan dilakukan pada akhir periode adaptasi dan digunakan sebagai data awal penelitian. Setelah 12 minggu pemeliharaan, kelinci-kelinci tersebut dipotong untuk dilihat komposisi karkas dan non karkas. Data yang diambil mencakup bobot potong, bobot karkas, bobot potong komersial, bobot non-karkas, bobot komposisi karkas, dan proporsi karkas.

Persiapan Bahan Pakan

Limbah tauge yang diberikan berupa limbah tauge segar yang didapatkan dari pedagang-pedagang di pasar tradisional Bogor.

Pemeliharaan

(18)

4

Tabel 2 Kandungan zat makanan setiap perlakuan

Perlakuan Komposisi

Beta-N = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; TDN = Total Digestible Nutrient

Pemuasaan

Kelinci terlebih dahulu dipuasakan selama 9 jam sebelum dipotong. Menurut Herman (1989), pemuasaan dilakukan selama 6-10 jam yang bertujuan untuk mengosongkan isi perut (usus). Disamping itu, perlakuan ini akan meminimalkan resiko tercemarnya daging oleh feses.

Pemotongan

Pemotongan dilakukan saat kelinci mencapai umur potong 24 minggu. Kelinci disembelih dengan cara memotong leher tepat pada trachea, vena jugularis, arteri carotis dan esophagus. Setelah dipotong, kelinci digantung pada kedua kaki belakang, dengan membuat irisan pada kulit antara tulang dan tendon sendi kaki belakang. Kepala dipisahkan pada sendi occipito atlantis. Kaki depan bagian bawah dan kaki belakang bagian bawah dipotong pada sendi sikunya, ekor dilepaskan dari pangkalnya. Setelah selesai dikuliti, semua isi rongga perut dan dada dikeluarkan dan ditimbang tiap bagian-bagiannya, karkas kemudian ditimbang. Setelah itu, karkas dipotong menjadi 4 potongan komersial, yaitu foreleg, rack, loin, dan hindleg serta ditimbang (Herman 1989). Potongan-potongan komersial disimpan di dalam alat pendingin.

Masing-masing potongan komersial dipisahkan antara daging, tulang, dan lemak. Sebelum daging dan tulang dipisahkan, lemak terlebih dahulu dipisahkan kemudian ditimbang. Selanjutnya daging dan tulang pada potongan komersial dipisahkan lalu ditimbang sehingga didapatkan bobot komposisi karkas pada potongan komersial.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model Matematika RAL menurut Sudjana (1980) yaitu:

Yij= μ + β (Xi- ̅) + Pi + εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan dari perlakuan jumlah pemberian pakan yang berbeda

µ = rataan umum

β (Xi- ̅) = faktor koreksi

Pi = pengaruh perlakuan jumlah pemberian pakan yang berbeda (P0, P1, P2)

ɛij = pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

i = perlakuan ke-i

(19)

5 Data komposisi karkas dan non karkas dianalisis dengan Analysis of Covariance (ANCOVA) dengan covarian bobot badan awal, bobot tubuh kosong, dan karkas panas. Apabila perlakuan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap peubah yang diamati, maka dilanjutkan dengan uji LS number.

Peubah :

1. Bobot potong, diperoleh dari penimbangan kelinci sebelum dipotong (g). 2. Bobot tubuh kosong, diperoleh dari selisih antara bobot potong dengan bobot

isi saluran pencernaan (g).

3. Bobot karkas panas, diperoleh dari penimbangan karkas sebelum proses chilling (g).

4. Bobot karkas dingin, diperoleh dari penimbangan karkas setelah proses chilling (g).

5. Bobot potongan komersial, diperoleh dengan cara memotong karkas kelinci menjadi potongan komersial yang meliputi foreleg, rack, loin dan hindleg lalu ditimbang dengan alat timbangan.

6. Bobot non-karkas, diperoleh dari penimbangan tiap organ yang tidak termasuk karkas (g).

7. Bobot komposisi karkas meliputi bobot daging, lemak dan tulang (g), diperoleh dengan cara memisahkan masing-masing komposisi karkas terlebih dahulu lalu bobotnya ditimbang dengan alat timbangan.

8. Proporsi karkas dan potongan komersial (%), dihitung dengan cara bobot karkas yang ditimbang sebelumnya dibagi dengan bobot potongnya lalu dikalikan dengan 100%. Proporsi potongan komersial dihitung dengan cara bobot masing-masing potongan komersial dibagi dengan bobot karkas lalu dikalikan dengan 100%.

9. Bobot dan persentase bagian non-karkas, diperoleh setelah pemotongan. Bagian non-karkas diuraikan per bagian kemudian ditimbang.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Penelitian

Masa adaptasi berguna untuk penyesuaian ternak terhadap kondisi lingkungan dan pakan yang baru. Lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan produksi ternak. Berikut adalah rataan suhu, kelembaban relatif dan nilai Temperatur Humidity Index (THI) kandang yang disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Rataan suhu, kelembaban relatif, dan nilai THI Waktu Temperatur (°C) Kelembaban

Relatif (%)

Keterangan : THI < 27.8 = tidak stres panas; THI 27.8–28.9 = stres panas sedang; THI 28.9‒30 =

(20)

6

Menurut Marai et al. (2002), suhu lingkungan adalah salah satu faktor penting karena kelinci merupakan hewan yang sensitif terhadap panas, thermoneutral zone kelinci sekitar 18 oC-21 oC dan kelembaban relatif optimal sekitar 55%-60%. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan mengakibatkan rendahnya konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Namun, pada penelitian pertambahan bobot badan ternak masih dalam kisaran yang normal untuk kelinci lokal, hal ini dapat disebabkan ternak yang dipakai adalah kelinci lokal yang telah beradaptasi dengan suhu di Indonesia. Pertambahan bobot badan harian ternak disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Rataan pertambahan bobot badan harian kelinci pada setiap perlakuan

Perlakuan Bobot Awal (g) Bobot Akhir (g) PBBH (g ekor-1 hari-1)

P0 764.00 ± 147.51 1 514.76 ± 66.13 13.35 ± 3.48

P1 765.00 ± 107.97 1 624.52 ± 66.17 15.05 ± 1.88

P2 714.00 ± 66.25 1 463.56 ± 67.13 11.69 ± 1.24

Rataan Total 747.67 ± 104.54 1 534.28 ± 66.48 13.36 ± 2.60

Keterangan : PBBH = Pertambahan Bobot Badan Harian; P0 = 100% pakan komersil; P1 = 30% limbah tauge dan 70% pakan komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pakan komersil.

Pertambahan bobot badan kelinci pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan Cheeke (1987) yang menyatakan bahwa pertambahan bobot hidup kelinci yang sedang tumbuh di daerah tropis dapat mencapai 10-20 g ekor-1 hari-1. Bobot hidup dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Hewan jantan biasanya tumbuh lebih cepat daripada hewan betina pada umur yang sama, sehingga jenis kelamin menyebabkan perbedaan laju pertumbuhan (Soeparno 2005).

Karakteristik Karkas

Karkas adalah bagian dari ternak sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ekor (Permentan 2009). Karakteristik karkas yang diamati pada penelitian ini disajikan pada Tabel 5 sebagai berikut:

Tabel 5 Karakteristik karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan

(21)

7 Tabel 5 Karakteristik karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan (lanjutan)

Variabel Perlakuan Rata-Rata berdasarkan bobot awal rata-rata 747.67 g.

Bobot Potong

Bobot potong adalah bobot tubuh hewan sebelum dipotong. Berdasarkan Tabel 5. diketahui bahwa perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong. Hal tersebut dapat dikarenakan bobot awal ternak yang seragam sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap bobot potong. Konsumsi protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno 2005). Pemberian ransum yang berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan pertambahan bobot hidup sehingga akan menghasilkan bobot potong dan bobot karkas yang tinggi (Lestari et al. 2005). Meiaro (2008) menambahkan bahwa bobot potong akan memiliki korelasi positif dengan bobot tubuh kosong. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rataan bobot potong yang diperoleh lebih rendah dibanding hasil Kurniawan (2013), yang meneliti komposisi karkas dan sifat fisik daging kelinci lokal jantan muda dengan pemberian pakan mengandung limbah tauge sebesar 1 780.83 g. Bobot Tubuh Kosong

Hasil analisis peragam dengan menggunakan covariabel bobot badan awal menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tubuh kosong. Lestari et al. (2005) menyatakan antara bobot potong dan bobot tubuh kosong memiliki korelasi yang positif sehingga jika bobot potong meningkat maka bobot tubuh kosong juga meningkat sehingga perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap kedua peubah.

Bobot Karkas Panas dan Dingin

Karkas dingin adalah karkas atau daging yang mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur bagian dalam karkas antara 0 oC dan 4 oC (Permentan 2009). Proses pendinginan pada penelitian ini berdasarkan MDA (2013) yang menyatakan bahwa temperatur untuk pendinginan daging kelinci adalah 4 oC dengan lama proses pendinginan yaitu 4 jam jika bobot hidup ternak kurang dari 2 kg.

(22)

8

potong, bobot tubuh kosong, dan bobot karkas menunjukkan kecenderungan berkorelasi positif.

Persentase Karkas

Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100%. Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi bobot dan komposisi karkas (Soeparno 2005).

Pemberian pakan P1 dan P2 memberikan pengaruh yang berbeda nyata lebih rendah dengan pemberian pakan P0 terhadap persentase karkas panas dan dingin yang dibandingkan dengan bobot potong. Gillespie (2004) menyatakan persentase karkas kelinci yang baik sebesar 50% - 59% dengan bobot hidup sekitar 1.8–2.1 kg sedangkan bobot hidup kelinci penelitian belum mencapai bobot hidup tersebut sehingga persentase karkas penelitian lebih rendah.

Bobot Non Karkas

Hasil analisis peragam dengan menggunakan covariabel bobot tubuh kosong menunjukkan adanya perbedaan perlakuan pakan berpengaruh nyata terhadap bobot non karkas (P<0.05). Bobot non karkas P1 dan P2 berbeda nyata lebih tinggi dengan bobot non karkas P0, hal ini dikarenakan perlakuan nutrisional mempunyai pengaruh berbeda terhadap bobot non karkas. Bobot non karkas juga dapat mempengaruhi bobot karkas, jika bobot non karkas semakin meningkat maka perolehan bobot karkas yang dihasilkan akan semakin menurun (Soeparno 2005). Pendapat ini sesuai dengan hasil yang disajikan pada Tabel 5.

Komposisi Karkas

Perubahan bobot karkas disebabkan oleh perubahan komposisi karkas yang terdiri dari otot, tulang, dan lemak. Karkas ternak akan berubah komposisinya sesuai dengan genetik, kandungan nutrisi pakan, dan pengaruh lingkungan (Aberle et al. 2001). Berikut adalah komposisi karkas kelinci pada setiap perlakuan (Tabel 6).

Tabel 6 Komposisi karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan

Variabel Perlakuan Rata-rata

(23)

9 Hasil analisis peragam dengan menggunakan covariabel bobot karkas panas menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan pakan tidak berpengaruh nyata terhadap komposisi karkas (P>0.05). Proporsi otot, tulang, dan lemak merupakan variabel yang saling berpengaruh. Bila proporsi salah satu variabel berubah, maka variabel lainnya akan mengalami perubahan juga. Berdasarkan Tabel 6. Semakin tinggi kandungan lemak dalam tubuh hewan maka persentase otot akan menurun. Hal ini sesuai dengan Purbowati et al. (2005) yang menyatakan bahwa hewan yang besar belum tentu memiliki perbandingan karkas yang besar juga. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memiliki kalori paling tinggi. Jaringan lemak tumbuh lambat pada awal pertumbuhan tetapi setelah mencapai dewasa kelamin jaringan ini tumbuh lebih cepat melebihi kecepatan pertumbuhan otot dan tulang. Selama fase penggemukan lemak merupakan jaringan dengan jumlah dan penyebaran yang berubah-ubah sehingga dapat mempengaruhi proporsi jaringan otot dan nilai karkas (Taylor dan Field 2004).

Tulang sebagai kerangka tubuh merupakan komponen yang tumbuh dan berkembang paling dini kemudian disusul oleh otot dan yang paling akhir yaitu jaringan lemak (Soeparno 2005). Menurut Pulungan dan Rangkuti (1981), pertumbuhan tulang relatif lebih kecil dibandingkan dengan bobot karkas dengan perkembangan yang lebih kecil atau dengan kata lain persentase tulang berkurang dengan meningkatnya bobot karkas. Bobot tulang karkas kelinci sekitar 15% dan 82%-85% dari karkasnya dapat dikonsumsi (Herman 1986).

Potongan Komersial

Bobot Potongan Komersial

Karkas kelinci dapat dipotong menjadi 4 bagian potongan komersial, yaitu: foreleg, rack, loin, dan hindleg. Berikut adalah bobot dan persentase potongan komersial (Tabel 7).

Tabel 7 Bobot dan persentase potongan komersial kelinci lokal jantan

Variabel Perlakuan Rata-rata komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

(24)

10

pangkal leher dan dipisahkan dari pinggang dengan membuat potongan antara tulang rusuk terakhir), dan loin (dipotong dari tulang rusuk terakhir hingga pada potongan pangkal paha belakang) (Kartadisastra 1997). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pakan P1 dan P2 memberikan pengaruh yang berbeda nyata lebih tinggi dengan pemberian pakan P0 terhadap bobot dan persentase potongan komersial hindleg yang dibandingkan dengan karkas panas (P<0.05). Persentase potongan komersial hindleg pada P1 dan P2 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan P0. Hal ini dimungkinkan karena kandungan nutrisi limbah tauge mampu dikonversikan dengan baik. Nutrisi merupakan substansi yang mempengaruhi konversi daging dalam bentuk proporsi optimal (Rahaldo 2012). Konsumsi protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan laju

pertumbuhan yang lebih cepat (Soeparno 2005). Hasil analisis peragam dengan covariabel bobot karkas panas dengan perlakuan yang berbeda menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot dan persentase potongan komersial lainnya. Distribusi Komposisi Karkas pada Potongan Komersial

Potongan komersial karkas merupakan bentuk potongan-potongan yang biasanya dijual di pasaran. Ini menjadi penting karena pada potongan komersial memberikan gambaran potensi ekonomis daging kelinci. Loin dan hindleg merupakan potongan komersial yang bernilai ekonomis tinggi dibandingkan foreleg dan rack. Distribusi komposisi karkas berdasarkan bobot dan persentase pada potongan komersial dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Distribusi komposisi karkas kelinci lokal jantan pada potongan komersial

Variabel Perlakuan Rata-rata komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

(25)

11 Bagian Non Karkas

Bobot dan Bagian Non Karkas Kelinci Lokal

Non karkas adalah bagian tubuh hewan yang disembelih secara halal dan higienis selain karkas, yang terdiri dari organ-organ di rongga dada dan rongga perut, kepala, ekor, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, dan alat reproduksi. Non karkas adalah organ atau jaringan selain otot skeletal yang lazim dan layak dikonsumsi manusia yang tidak mengalami proses lebih lanjut selain pendinginan atau pembekuan (Lukman et al. 2009). Rataan bobot bagian non karkas kelinci masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 9.

Tabel 9 Rataan bobot non karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan

Variabel Perlakuan Rata-rata komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

(26)

12

sehingga pellet membutuhkan waktu yang lebih sedikit untuk dicerna di dalam saluran pencernaan (waktu retensi) (Setiawan 2009). Martinez (2005) dalam penelitiannya menyatakan perbedaan bobot saluran pencernaan dapat disebabkan oleh waktu retensi. Berat kulit yang diberikan pakan campuran limbah tauge menunjukkan lebih berat dibandingkan kontrol, walaupun secara statistika tidak berbeda nyata. Ini dikarenakan pada kulit tauge mengandung vitamin E yang baik untuk kulit sehingga pertumbuhan bulu kelinci yang diberikan pakan campuran limbah tauge lebih baik dibandingkan kontrol. Andrawulan dan Koswara (1989) menyatakan salah satu zat yang terkandung dalam kacang hijau adalah vitamin E. Fungsi vitamin E adalah sebagai antioksidan dan anti radikal bebas.

Persentase Bagian Non Karkas Kelinci Lokal

Non karkas merupakan bagian yang cenderung memiliki nilai ekonomis yang rendah dibandingkan dengan daging. Persentase non karkas dan lemak merupakan faktor yang menentukan optimalilasasi hewan potong. Berikut adalah rataan persentase non karkas yang disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Rataan persentase non karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan

Variabel Perlakuan Rata-rata komersil; P2 = 50% limbah tauge dan 50% pellet komersil.

(27)

13 dipengaruhi oleh berat lambung yang berbeda nyata juga. Hal tersebut dipengaruhi oleh waktu retensi pada saluran pencernaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan limbah tauge segar dengan taraf 30% dan 50% ke dalam ransum tidak mempengaruhi bobot potong, bobot tubuh kosong, dan bobot karkas. Walaupun penambahan limbah tauge menurunkan persentase karkas namun limbah tauge dapat dikonversikan dengan baik menjadi daging. Pada potongan komersial hindleg, penambahan limbah tauge menyebabkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan pellet. Begitu pula dengan bobot non karkas seperti isi saluran pencernaan, bobot dan persentase lambung. Penambahan limbah tauge akan meningkatkan bobot dari organ-organ tersebut. Penambahan limbah tauge ke dalam pakan juga berpengaruh terhadap kulit kelinci karena vitamin E yang terkandung dalam limbah tauge menyebabkan kulit tumbuh menjadi lebih baik.

Saran

Penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengujian sifat fisik dan kimia daging kelinci yang diberi pakan limbah tauge segar agar data yang didapatkan lebih kompleks. Kelinci dipotong pada umur 1 tahun untuk dievaluasi bagaimana komposisi karkas dan non karkas dari pengaruh pemberian pakan limbah tauge.

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrad DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science. 4th Ed. United States (US): Kendall-Hunt Publishing Company.

Andrawulan N, Koswara S. 1989. Kimia Vitamin. Jakarta (ID): Rajawali Press. Baihaqi M, Kurniawan Y, Rahayu S, Nuraini H. 2013. Carcass and non-carcass

composition of fryer fattened with pellets containing of bean sprouts’ waste.

2nd International Conference on Rabbit Production; 2013 Agustus 27-29; Bali, Indonesia (ID): Departemen Pertanian.

Cheeke PR. 1987. Rabbit Feeding and Nutrition. Oregon (US): Oregon State University.

(28)

14

Kartadisastra. 1997. Ternak Kelinci Teknologi Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Lestari CM, Dartusukarno S, Puspita I. 2005. Edible portion domba lokal jantan yang diberi pakan dedak padi dan rumput gajah. [skripsi]. Semarang (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Diponogoro.

Lukman DW, M Sudarwanto, AW Sanjaya, T Purnawarman, H Latif, RR Soejoedono. 2009. Higiene Pangan. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Marai IFM, Habeeb AAM, Gad AE. 2002. Rabbit´s productive, reproductive and physiological performance traits as affected by heat stress: a review. Livestock Production Sci. 78, 71–90.

Martinez M, Motta C, Cevera, Pla M. 2005. Feeding mulberry leaves to fattening rabbits: effect on growth, carcass caracteristics and meat quality. J. Anim. Sci. 80: 275-281.

Maryland Department of Agriculture. 2013. Rabbit and Poultry Slaughter Processing Requirements for FSIS Inspection Exempt Producers. Maryland (US): Department of Agriculture.

Meiaro A. 2008. Bobot potong, bobot karkas dan non karkas domba lokal yang digemukkan dengan pemberian ransum komplit dan hijauan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Peraturan Menteri Pertanian. 2009. Pemasukan dan Pengawasan Peredaran Karkas, Daging, dan/atau Jeroan dari Luar Negeri. Nomor 20/Permentan/OT.140/4/2009. Jakarta (ID): Departemen Pertanian

Purbowati E, Sitrisno CI, Barliati E, Budhi SPS, Lestarina W. 2005. Tumbuh kembang karkas dan komponen karkas domba lokal jantan yang dipelihara dipedesaan. http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/semnas/pro05-07.pdf [28 Juni 2014].

Rahaldo P. 2012. Persentase karkas, non karkas dan jeroan sapi Brahman Cross pada berbagai ukuran bobot hidup. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Setiawan MA. 2009. Karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci rex dan kelinci lokal (Oryctolagus cuniculus). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University.

Sudjana. 1980. Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung (ID): Penerbit Tarsito Taylor RE, Field TG. 2004. Scientific Farm Animal Production: An Introduction

(29)

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Gambar potongan komersial kelinci (a). Foreleg (b). Rack (c). Loin (d). Hindleg

(a). Foreleg (b). Rack

(c). Loin (d). Hindleg

Lampiran 2 Hasil uji analisis peragam persentase karkas panas/bobot potong berdasarkan bobot potong

Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung Pr > F

Pakan 2 48.563 24.281 5.12 0.037

Bobot Potong 1 43.334 43.334 9.14 0.016

Galat 8 37.926 4.74

Total 11 138.68

Keterangan : DB = Derajat Bebas; JK = Jumlah Kuadrat; KT = Kuadrat Tengah

Lampiran 3 Hasil uji analisis peragam persentase karkas dingin/bobot potong berdasarkan bobot potong

Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung Pr > F

Pakan 2 51.81 25.905 5.22 0.0354

Bobot Potong 1 43.516 43.516 8.77 0.0181

Galat 8 39.688 4.961

Total 11 144.083

Lampiran 4 Hasil uji analisis peragam non karkas berdasarkan bobot tubuh kosong

Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung Pr > F

Pakan 2 42 399.878 21 199.939 8.28 0.0113

Bobot Tubuh Kosong 1 30 935.164 30 935.164 12.08 0.0084

Galat 8 20 489.798 2 561.224

(30)

16

Lampiran 9 Hasil uji analisis peragam bobot isi saluran pencernaan pada bagian non karkas berdasarkan bobot tubuh kosong

(31)

17 Lampiran 11 Hasil uji analisis peragam persentase lambung pada bagian non

karkas berdasarkan bobot tubuh kosong

Sumber Keragaman DB JK KT Fhitung Pr > F

Pakan 2 0.528 0.264 17.66 0.0012

Bobot Tubuh Kosong 1 0.111 0.111 7.45 0.0258

Galat 8 0.12 0.015

Total 11 1.058

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 17 Desember 1992. Penulis merupakan anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak H. R. Ikhwan SH dan Ibu Hj. Yusnida Yunus. Penulis memulai pendidikan pada tahun 1998 di SD Swasta Harapan 2 Medan, kemudian melanjutkan ke SMP Swasta Harapan 2 Medan pada tahun 2004. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikannya ke SMA Swasta Harapan 1 Medan pada tahun 2007. Tahun 2010 penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UTM-IPB (Ujian Talenta Mandiri Institut Pertanian Bogor).

Gambar

Gambar 2  Kelinci penelitian
Tabel 5  Karakteristik karkas kelinci lokal jantan pada setiap perlakuan
Tabel 7  Bobot dan persentase potongan komersial kelinci lokal jantan
Tabel 8  Distribusi komposisi karkas kelinci lokal jantan pada potongan komersial
+3

Referensi

Dokumen terkait

Limbah tauge segar dapat dikonsumsi oleh kelinci lokal jantan muda hingga 50% dari pakan yang dibutuhkan tanpa mempengaruhi pertambahan bobot badan harian, konsumsi bahan

Karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dengan kelinci lokal mempunyai perbedaaan yang signifikan terhadap bobot foreleg (potongan komersial),

Hal ini menunjukkan substitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi tidak mempengaruhi bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas, persentase bobot karkas

Melihat hasil dari subtitusi dedak padi dengan daging buah kakao fermentasi dalam ransum pellet terhadap bobot potong, persentase bobot potong, bobot karkas dan persentase

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan enceng gondok terfermentasi dalam ransum sampai tingkat 10% tidak berpengaruh terhadap bobot potong, persentase karkas, non-karkas,

Hasil analisis rataan bobot potong, persentase karkas, persentase dada, persentase sayap, persentase paha atas, persentase paha bawah, persentase punggung menunjukkan tidak

Rataan bobot potong atau bobot akhir ternak kambing jantan yang diberi pakan hijauan dan asam lemak terproteksi 0 g/ekor, 200 g/ekor, 250 g/ekor dan 300 g/ekor dapat dilihat

Berdasarkan hasil analisis ragam dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian pakan RK dan rumput RBH dengan komposisi yang berbeda tidak mempengaruhi bobot dan persentase