• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh teknik scaffolding terhadap pemahaman konsep matematik siswa SMP Al-Zahra Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh teknik scaffolding terhadap pemahaman konsep matematik siswa SMP Al-Zahra Indonesia"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH TEKNIK SCAFFOLDING TERHADAP

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIK SISWA

SMP AL-ZAHRA INDONESIA

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Fathia Kharisma

NIM: 107017000012

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi berjudul Pengaruh reknik scaffolding Terhadap Pemahaman Konsep

Matematik siswa

sMP

AL-ZAHRA IIIDOIYESIA disusun oleh Fathia

Kharisma, NIM.10701 7000012, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak

untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh

fakultas.

Jakarta,16 Juli 2014

Mengetahui,

Pembimbing

I

Pembimbing

II

(3)

Konsep Matematik Siswa

Al-

Zahra Indonesia disusun oleh FATHIA

KHARISMA Nomor Induk Mahasiswa 107017000012, diajukan kepada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 24 juli 2014 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Sl (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi)

Dr. Kadir, M.Pd.

NrP. 19670812 199402 I 001

Sekretari s (Sekretaris Jurusan,lProgram Stud i) Abdul Muin S.Si., M.Pd

NrP. 19751201200604 1 003

Penguji I

Abdul Muin S.Si., M.Pd.

NrP. r 9751201 200604 1 003

Penguji II

Khairunnisa, S.Pd,M. S i NrP. 19810404 200901 2 013

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

'l,al,

/

u/o8lty

a*(a&(17

4{.r

-"

41,-M

2ofoB-t,t

Tanda Tangan

(4)

Nama

NIM

Jurusan

AngkatanTahun Alamat

l.

Nama

NIP

Dosen Jurusan

2.

Nama

NIP

Dosen jurusan

FATHIA KHARISMA

107017000012

Pendidikan Matematika 2007

Jln. Oscar 4 No A 41 Bambu Apus- Pamulang tangerang selatan

MENYATAKAN DENGAN SESI]NGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Teknik Scaffolding Terhadap

Pemaha'man Konsep Matematika Siswa SMP AI-Zahra Indonesia adalah

benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen: Otong Suhyanto, M. Si

19681104 199903 I 001

P endidikan Maternatika

Maifalinda Fatra, M.Pd

:19700528 199603 2 002

: Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan

ini

saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
(5)

i

FATHIA KHARISMA

(107017000012), ”Pengaruh Teknik Scaffolding

Terhadap Pemahaman Konsep Matematik Siswa SMP Al-Zahra Indonesia”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juli 2014.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh teknik scaffolding terhadap pemahaman konsep matematik siswa. Penelitian ini dilakukan di SMPN Al-Zahra Indonesia Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design, yang melibatkan 34 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik cluster random sampling. Pengumpulan data setelah perlakuan dilakukan dengan menggunakan tes pemahaman konsep matematik siswa.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajar dengan teknik scaffolding lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan metode konvensional. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes pemahaman konsep matematik siswa yang diajar dengan teknik scaffolding adalah sebesar 76,41 dan nilai rata-rata hasil tes pemahaman konsep matematik siswa yang diajar dengan metode konvensional adalah sebesar 59,3 (thitung = 3,94 dan ttabel = 2,04). Kesimpualan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika pada pokok bahasan aritmetika sosial dan perbandingan dengan menggunakan teknik scaffolding berpengaruh secara signifikan terhadap pemahaman konsep matematik siswa dibandingkan yang menggunakan metode konvensional.

(6)

ii

FATHIA KHARISMA (107017000012), "The Effect of Scaffolding technique to student Understanding of Mathematical Concepts SMP Al-Zahra Indonesia". Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, July 2014.

The purpose of this study was to analyze the effect of scaffolding techniques to the students' understanding of mathematical concepts. This study was conducted at Al-Zahra SMP Indonesian school year 2013/2014. The method used in this study is the method of quasi-experimental research design Randomized Subjects with Post-test Only Control Group Design, which involves 34 students as the sample. The samples using cluster random sampling technique. Data collection after the treatment is done by using test students understanding of mathematical concepts.

The results of the study revealed that the ability of understanding mathematical concepts students who are taught by scaffolding techniques higher than students taught by conventional methods. It can be seen from the average value of the results of the test students understanding of mathematical concepts taught by scaffolding technique is at 76.41 and the average value of the test results of students' understanding of mathematical concepts are taught with the conventional method amounted to 59.3 (t = 3 , 94 and the table = 2.04). Kesimpualan result of this study is that the learning of mathematics on the subject of social arithmetic and comparison by using scaffolding techniques significantly affect students' understanding of mathematical concepts than those using conventional methods.

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan kemudahan dan kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. Penyelamat umat, pemberi syafaat.

Selama penulisan skripsi, penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan penulis sangat terbatas. Namun, berkat dorongan serta masukan yang positf dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu pennulis mengucapkan terima kepada:

1. Ibu Dr. Nurlena Rifa’i, Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Bapak Abdul Muin S.Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta sebagai Dosen Pembimbing Akademik Kelas B angkatan 2007.

4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Dosen Pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Maifalinda fatra, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

(8)

iv

7. Staf dan pimpinan FITK, Staf Jurusan Pendidikan Matematika serta perpustakaan utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan skripsi.

8. Bapak Kepala Sekolah SMP Al-Zahra Indonesia Villa Dago Pamulang, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Desy Saparina Aspi sebagai guru pamong di SMP Al-Zahra Indonesia tempat penulis mengadakan penelitian yang telah memberikan bimbingan dan berbagai pengalaman.

10.Siswa dan siswi kelas VII, Khususnya Kelas VII-A dan VII-B yang telah bekerja sama selama penulisan mengadakan peneltian.

11.Keluarga tercinta. Bapak dan Ibu yang paling saya cintai yaitu Endang surjadi & Edeh Hasanah yang tak lelah mendoakan dengan penuh kesabaran, memberikan suport dalam pembuatan skripsi ini. Serta kelima saudara kandung yaitu, sista Haden, sista Lundi, sista ledika, sista Fauzia dan sista Fitria yang juga sangat membantu dalam menyelesaikan skipsi ini. 12.Tiga sahabat yang super istimewa neily surayya, fanny fajriyani dan Andi Nur Ifra yang selalu mendukung dalam pembuatan skripsi sebagai cambuk semangat.

13.Seluruh kawan angkatan 2007 terutama genk b’7sick yaitu dui, dyan, ima, litha, zulfah dan kahfi yang selalu memacu semangat hingga akhir.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik yang diberikan kepada penulis.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih belum mendekati sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulis dimasa datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bremanfaat bagi yang membacanya

Tangerang Selatan, Juli 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah Penelitian ... 6

E. Tujuan Kegunaan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian... 7

BAB II DESKRIPSI TEORITIK ... 8

A. Deskripsi Teori... 8

1. Pemahaman Konsep Matematika... 8

a. Pengertian Pemahaman... 8

b. Pengertian Konsep... 10

c. Pemahaman Konsep Matematika Siswa... 11

2. Teknik Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika ... 14

a. Belajar dan pembelajaran... 14

b. Teori Vygotsky... 17

c. Problem Solving... 18

d. Teknik Scaffolding... 22

e. Pembelajaran Matematika ... . 29

(10)

vi

D. Perumusan Hipotesis ... 34

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 35

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

B. Metode Penelitian ... 35

C. Populasi Dan Sampel ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Instrumen Penelitian ... 38

F. Teknik Analisis Data... 45

F.1 Uji Normalitas ... 45

F.2 Uji Homogenitas ... 46

F.3 Uji Hipotesis ... 47

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... . 49

A. Deskripsi Data ... . 49

1. Pemahaman Konsep matematik Siswa kelompok Eksperimen ... . 50

2. Pemahaman Konsep Matematik Siswa Kelompok Kontrol ... . 51

3. Persentase Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen dan kelompok Kontrol ... . 54

B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis ... . 57

1. Uji Normalitas Tes Pemahaman Konsep ... . 57

2. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... . 58

3. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... . 58

4. Uji Homogenitas ... . 59

5. Hasil Pengujian Hipotesis ... . 59

C. Pembahasan Penelitian ... . 61

D. Keterbatasan Penelitian ... . 78

BAB V Kesimpulan dan Saran ... . 79

A. Kesimpulan ... . 79

B. Saran ... . 80

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Peran dan Pertanyaan Scaffolding ... 28

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ...36

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes ...38

Tabel 3.3 Rubrik Penskoran Pemahaman Konsep ...39

Tabel 3.4 Kriteria Koefisien Reliabilitas ... 42

Tabel 3.5 Indeks Daya beda ... 43

Tabel 3.6 Indeks Taraf kesukaran ... 44

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Uji Validitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran.. 44

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Kelompok Eksperimen ... 50

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pemahaman Konsep Kelompok Kontrol ...52

Tabel 4.3 Perbandingan Pemahaman Konsep Matematik Siswa sxsdsdsd Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol...53

Tabel 4.4 Persentase Rata-rata Pemahaman Konsep Matematik Kelompok ddfdfdfd f Eksperimen dan Kelompok Kontrol ...55

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan dfddfdfd Kontrol ...58

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan fdgfvfhg Kontrol ...59

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Persentase Pemahaman Konsep ... 57

Gambar 4.2 Kurva Uji Perbedaan Data... 60

Gambar 4.3 Aktivitas Belajar Siswa Kelas Eksperimen... 62

Gambar 4.4 Aktivitas Belajar Siswa kelas Kontrol... 63

Gambar 4.5 Jawaban Soal Postest nomor 5 kelas kontrol ...65

Gambar 4.6 Jawaban Soal Postest nomor 5 kelas Kelas Eksperimen ...66

Gambar 4.7 Jawaban Soal Postest nomor 7 Kelas Kontrol ...68

Gambar 4.8 Jawaban Soal Postest nomor 7 Kelas Eksperimen ...69

Gambar 4.9 Jawaban Soal Postest nomor 9 Kelas Kontrol... 71

Gambar 4.10 Jawaban Soal Postest nomor 9 Kelas Eksperimen...72

Gambar 4.11 Jawaban Soal Postest nomor 1 Kelas Kontrol...74

(13)

ix

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Eksperimen) ... 84

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Kelas Kontrol) ... 89

Lampiran 3 LKS Kelas Ekperimen ... 93

Lampiran 4 LKS Kelas kontrol …………. ... 132

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen tes…………. ...158

Lampiran 6 Soal Uji Coba Instrumen ...160

Lampiran 7 Kunci jawaban Uji Instrumen Tes ...163

Lampiran 8 Hasil Uji Validitas Instrumen ...170

Lampiran 9 Hasil Uji Daya beda Soal ...171

Lampiran 10 Hasil Uji Tingkat kesukaran ...172

Lampiran 11 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ...173

Lampiran 12 Perhitungan Uji Validitas ...174

Lampiran 13 Instrumen tes pemahaman Konsep ...176

Lampiran 14 Kunci Jawaban Instrumen tes ...181

Lampiran 15 Daftar Nilai Hasil Posttest Kelas Eksperimen ...186

Lampiran 16 Daftar Nilai Hasil Posttest Kelas Kontrol ...187

Lampiran 17 Skor Pemahaman Konsep ...188

Lampiran 18 Perhitungan Distribusi frekuensi Kelas Eksperimen ...189

Lampiran 19 Perhitungan Distribusi frekuensi Kelas Kontrol ...192

Lampiran 20 Perhitungan Uji Normalitas kelas Eksperimen ...195

Lampiran 21 Perhitungan Uji Normalitas kelas Kontrol ...197

Lampiran 22 Perhitungan Uji Homogenitas ...198

Lampiran 23 Perhitungan Uji Hipotesis ...199

Lampiran 24 Tabel Koefisien Korelasi “r” ………. 201

Lampiran 25 Tabel Luas nDibawah kurva Normal……….. 203

Lampiran 26 Tabel daftar nilai kritis Uji Liliefors………... 204

Lampiran 27 Tabel Nilai kritis Distributif F ………... 205

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2002 tentang sistem pendidikan nasional, yang pada intinya memuat dua kegiatan utama yang harus dikembangkan dalam proses pendidikan. Proses modernisasi mencakup kegiatan bidang pengajaran yang lebih mengacu pada pengembangan kemampuan penalaran dan penguasaan sains dan teknologi. Sedangkan proses sosialisasi mencakup kegiatan bidang pendidikan yang lebih fokus pada pengembangan perilaku dan sikap hidup peserta didik mengatur diri dengan kehidupan dan budaya masyarakat lingkungannya, baik lokal, regional, nasional maupun global. Berangkat dari amanat tersebut, dunia pendidikan dituntut untuk mencari solusi baru dalam pengembangan dan inovasi dalam proses belajar mengajar yang dapat mengakomodasi dan mengangkat serta mempercepat tujuan utama dari pendidikan di Indonesia.

Kemajuan teknologi merupakan hasil ciptaan ilmuwan dan pakar berdasarkan pada keahliannya didalam menafsirkan kebutuhan umat manusia di muka bumi. “Kemajuan teknologi telah menstimulasi pendidikan untuk dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman dan menumbuhkan kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning )”.1 Sehingga perlu sebuah inovasi dan menciptakan perubahan baik untuk peserta didik dan meninggalkan paradigma lama menuju paradigma baru dalam pembelajaran.

Abad 21 terjadi pergeseran paradigma teori pembelajaran yang selama ini di lembaga sekolah dan perguruan tinggi mengarah tujuan pembelajaran pada teori perilaku. Semakin berkembang pesatnya pengetahuan, seni serta teknologi, para pakar pembelajaran menyadari bahwa proses pembelajaran yang dilakukan adalah menciptakan peserta didik belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk berbuat (learning to do), belajar untuk menjadi dirinya sendiri (learning to be) dan belajar untuk hidup bersama-sama (learning to life together).2

1

Martinis Yamin,Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta:Gaung Persada Press Jakarta.,2011), h.1 2

(15)

pembelajar. Padahal peserta didik memiliki kemampuan dan intelek berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman tersebut. Dalam usaha ini mereka menemukan pemahaman, kemudian menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama atau sebelumnya dan mengkonstruksikan makna baru. Teori ini dikembangkan oleh Piaget, Vygotsky yang dikenal dengan teori konstruktivisme.

Sebelum paradigma pembelajaran bergeser menjadi konstruktivisme, proses pembelajaran berlangsung dengan pasif. Guru mentransfer pengetahuan yang dimilikinya kepada peserta didik. Peserta didik memiliki pemahaman yang sama dengan pembelajar terhadap pengetahuan yang dipelajari. Proses belajar berpusat pada pembelajar (teacher centre). Ketaatan pada peraturan dianggap sebagai penentu keberhasilan dari proses pembelajaran. Martinis Yamin mengutarakan seperti berikut “kemampuan peserta didik ibarat bunga didalam vas yang harus dipelihara, dirawat, disirami, dan dipupuk agar ia tumbuh subur, berakar, berkembang, dan berbunga “. 3 Konstruktivisme diyakini bahwa pengetahuan (knowledge) tentang sesuatu merupakan konstruksi oleh subjek yang (akan, sedang dalam proses) memahami sesuatu tersebut.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang ada dari sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi. Untuk itu matematika dianggap sangat penting bagi kehidupan kita sehari-hari. Permasalahan yang terjadi pada proses pembelajaran matematika di sekolah antara lain adalah siswa masih pasif, pemahaman konsep siswa rendah,dll. Hal ini mengakibatkan hasil belajar matematika siswa masih rendah. Hal ini sejalan menurut laporan The Trends in International Matemathic and Science Study (TIMSS, 2011) bahwa di antara 42 negara peserta TIMSS, peserta didik Indonesia berada pada urutan ke-38 untuk matematika 4. Penelitian dari Programme for International Student Assessment (PISA) 2009 juga memaparkan hasil yang tidak jauh berbeda, Elianur (2011) mengungkapkan bahwa “…peringkat Indonesia baru

3

ibid,h .5. 4

(16)

Berdasarkan pengamatan penulis di sekolah tempat Praktek Profesi Keguruan Terpadu (PPKT) pada tahun 2012, menunjukkan bahwa siswa hanya mampu mengerjakan soal dengan mengikuti langkah-langkah yang diberikan guru. Siswa terbiasa menghafal suatu konsep tanpa tahu bagaimana pembentukan konsep itu berlangsung. Siswa mampu menghapal dengan baik tentang materi ajar, namun tidak memahaminya.

Siswa mengalami kesulitan dalam belajar matematika karena mereka belum memahami konsep matematika yang mereka pelajari. Siswa hanya sekedar mengetahui konsepnya dan tidak menggunakan konsep tersebut dalam memecahkan masalah. Untuk memahami suatu pokok bahasan matematika siswa harus menguasai konsep-konsep matematika serta keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lainya.

Pemahaman konsep merupakan landasan dasar belajar matematika. BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan) menyatakan bahwa tujuan mata pelajaran matematika di SD, SMP, SMA dan SMK salah satunya adalah “agar peserta didik memiliki kemampuan memahami konsep matematik, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah”.6

Oleh karena itu dalam pembelajaran matematika yang sangat perlu ditekankan adalah pemahaman konsep yang baik dan benar. Sehingga siswa dapat mengetahui konsep itu berlangsung dan dapat menempatkan konsep dalam memecahkan masalah.

Banyak metode pembelajaran yang bisa digunakan untuk menunjang aktifitas siswa dikelas, namun umumnya guru matematika tersebut mengajar dengan metode konvensional. Pada pembelajaran konvensional, pembelajaran dimulai dari penyampaian rumus oleh guru, pemberian contoh soal, dan di akhiri latihan soal dan pekerjaaan rumah. Efek dari metode pembelajaran ini adalah siswa kurang membangun konsep-konsep matematika, dan sudah tentu membuat pembelajaran menjadi tidak optimal.

5

http://doelfproduct.blogspot.com/2013/01/hasil-timss-terbaru.html , 27 feb 2013 pukul 13.00

6

(17)

ide atau pendapat dalam proses pembelajaran. Biasanya hal ini disebabkan karena siswa memang tidak paham tentang apa yang telah dipelajarinya. Siswa hanya terfokus untuk mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan oleh guru. Sehingga siswa hanya paham dan bisa mengerjakan soal yang serupa dengan contoh yang diberikan guru. Saat guru memberikan soal latihan yang berbeda dengan contoh, siswa tidak mengerti dan tidak bisa untuk menyelesaikannya.

Dalam mengkonstruksi suatu pengetahuan siswa memerlukan beberapa arahan atau dorongan ataupun dukungan, agar mereka tidak mengalami frustrasi dalam menemukan suatu konsep pengetahuan dan menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat diselesaikannya sendiri. Hal ini sejalan dengan pengertian ZPD(Zone of Proximal Development) dari Vygotsky yaitu “peserta didik yang banyak bergantung pada dukungan pembelajar atau guru untuk mendapatkan pemahaman berada diluar daerah ZPD-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak bergantung dari dukungan pembelajar atau guru telah berada dalam daerah ZPDnya”.7 ZPD (Zone of Proximal Development ) adalah perkembangan sedikit diatas perkembangan seseorang saat ini. Itu terserap ke dalam individu tersebut”8 . Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tingi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerja sama antar individu, sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Untuk itu diperlukan suatu teknik pembelajaran yang bertolak dari kemampuan aktual peserta didik, agar dapat mencapai kemampuan potensialnya secara maksimal. Proses ini dapat dilakukan dengan cara memberikan bimbingan secara bertahap. Tahapan-tahapan yang dimaksud dalam konteks ini bisa diartikan sebagai suatu transisi yang memungkinkan peserta didik beranjak dari pengetahuan yang telah ada pada diri mereka ke pengetahuan baru melalui bantuan guru. Konsep seperti ini di dalam pembelajaran di kenal sebagai scaffolding.

Teknik scaffolding adalah “bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi positif”.9 Bantuan berupa parameter, aturan dan saran yang diberikan kepada peserta didik oleh pembelajar dalam situasi belajar.

7

Martinis Yamin, op.cit.,h.166

8

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu,(Jakarta:Bumi Aksara,2011),h.76 9

(18)

Scaffolding merupakan proses memberikan tuntunan atau bimbingan kepada siswa untuk mencapai apa yang harus dipahami dari apa yang sekarang sudah diketahui.11 Berdasarkan pemahaman guru terhadap kemampuan siswa, siswa didorong dan ditugaskan untuk mengerjakan tugas yang lebih sulit dan lebih tinggi dari kemampuan yang dimiliki saat inidengan intensitas bimbingan atau bantuan yang diberikan oleh guru semakin berkurang. Dengan begitu kemampuan berpikir, pemahaman siswa berkembang disamping sesuai dengan perkembangan intelektual siswa, juga dipengaruhi oleh “tantangan berpikir” dari penugasan yang diberikan oleh guru.

Pada teknik scaffolding guru membuat tangga atau tahapan yang dapat digunakan siswa, agar siswa dengan mudah dapat melaksanakan tugas kompleks setahap demi setahap. Teknik scaffolding yang dilakukan guru dengan cara sebagai berikut : (1) mengelompokkan bagian yang kompleks yang hendak dikuasai siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan jelas. (2) memfokuskan pemberian bantuan pada aspek-aspek yang belum dapat dikuasai siswa secara maksimal (3) pemberian model agar siswa dapat belajar dari model yang ditampilkan (4) melakukan kolaborasi dan memberikan respons terhadap tugas yang dikerjakan siswa (5) pemantapan pemilikan pengetahuan yang dimiliki siswa agar benar-benar dikuasainya dengan baik. Dengan adanya tahapan-tahapan tersebut diharapkan pencapaian siswa pada zona of proximal development dengan menggunakan teknik scaffolding akan lebih baik, sehingga pemahaman konsep yang terbentuk melalui zona ini diharapkan dapat meningkat.

Dari uraian di atas, penggunaan teknik scaffolding dirasa dapat memecahkan masalah yang telah dipaparkan di atas. Untuk itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul: “ Pengaruh Teknik Scaffolding Terhadap Pemahaman Konsep Matematik Siswa SMP Al-Zahra Indonesia”.

B. Identifikasi masalah

Dari urain di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang timbul antara lain :

1. Hasil belajar matematika yang rendah

10

Ibid h.166

11

(19)

3. Siswa kurang membangun konsep-konsep matematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika.

C. Pembatasan masalah

Permasalahan dalam penelitian ini focus atau membatasi pada :

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas VII semester genap SMP Al-Zahra Indonesia tahun pelajaran 2013-2014.

2. Teknik yang digunakan adalah teknik scaffolding

3. Pemahaman konsep pada penelitian ini adalah pemahaman konsep dengan indikator: Menyatakan ulang sebuah konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang sudah disebutkan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajarkan dengan teknik scaffolding?

2. Bagaiman kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajar dengan metode konvensional?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep antara siswa yang diajarkan dengan teknik scaffolding dengan metode konvensional

E. Tujuan Kegunaan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menganalisis kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajar dengan teknik scaffolding

2. Mengetahui dan menganalisis kemampuan pemahaman konsep siswa yang diajar dengan metode pembelajaran konvensional

(20)

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi siswa:

Pembelajaran dengan teknik scaffolding diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa dan meningkatkan aktifitas siswa dalam pembelajaran sehingga siswa belajar aktif untuk mengungkapkan pemikirannya. 2. Bagi guru:

Sebagai alternatif teknik pembelajaran dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi peneliti:

(21)

8

BAB II

DESKRIPSI TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teori

1. Pemahaman Konsep Matematik

a. Pengertian Pemahaman dalam Matematik

Salah satu aspek mendasar dalam proses berpikir adalah pemahaman. Kemampuan pemahaman adalah salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika. Materi-materi yang diajarkan tidak hanya sekedar hafalan, namun untuk dipahami agar siswa dapat lebih mengerti konsep materi yang diberikan. Matematika merupakan mata pelajaran yang terdiri dari materi-materi yang saling berkaitan satu sama lain. Untuk itu dalam mempelajari suatu materi, dibutuhkan pemahaman mengenai materi sebelumnya atau materi prasyarat. Pemahaman berasal dari kata paham yang dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai “mengerti benar (akan)”.1 Pemahaman dapat diartikan kemampuan untuk menangkap makna dari suatu konsep.2 Pemahaman juga dapat merupakan kesanggupan untuk menyatakan suatu definisi dengan perkataan sendiri.3 Siswa dikatakan paham apabila siswa tersebut dapat menerangkan sesuatu dengan menggunakan kata-katanya sendiri yang berbeda dengan yang terdapat didalam buku. “Secara umum indikator pemahaman matematika meliputi mengenai memahami dan menerapkan konsep prosedur dan ide matematika”.4

1

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008),cet.ke-1 edisi I,h.989

2

ibid

3

ibid

4

(22)

Bloom mengemukakan bahwa ada tiga macam pemahaman, yaitu: “translation, interpretation, dan extrapolation”.5 Pengubahan (translation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam mengubah suatu ide ke bentuk lain. Pemberian arti (interpretation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menafsirkan maksud dari suatu ide. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation). Yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa menerapkan suatu ide dalam menyelesaikan masalah.

Selain itu Bloom berpendapat juga bahwa pemahaman merupakan “kemampuan untuk memahamami apa yang sedang dikomunikasikan dan mampu mengimplementasikan ide tanpa harus mengaitkan dengan ide lain, dan juga tanpa harus melihat ide itu secara mendalam”.6

Pengetahuan berhubungan dengan kemampuan menangkap makna suatu konsep dengan kata-kata sendiri.7 Sehingga siswa diharapkan dapat menerjemahkan dan menyebut kembali yang telah didengar dengan kata-kata sendiri.

Menurut Bloom pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep.8 Siswa dapat memahami hal yang dipelajarinya jika ia dapat mengingat dan menafsirkan pengetahuan yang telah diperolehnya.

Setiap konsep yang dimiliki siswa merupakan hasil dari pengalaman yang mereka peroleh dari kegiatan pembelajaran kemudian menjadi dasar dalam struktur berpikir mereka. Konsep-konsep dasar inilah yang dijadikan dasar untuk memecah kan suatu masalah. Oleh karena itu kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar

5

Gusni Satriawati, Pembelajran dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP, jurnal matematika dan pendidikan matematika, (Jakarta:CEMED, 2006),h.108

6

Dede Rosyada, Par adigma Pendidikan Demokratis,( Jakarta: Kencana, 2004),h.69. 73

7

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran.(Bandung: Alfabeta , 2009) ,h.157. 8

(23)

bermakna yang dikaitkan dengan pengetahuan awal mereka agar mereka bisa mengonstruk hasil pemikiran mereka sendiri.

b. Pengertian Konsep dalam Matematika

“konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri-ciri umum”.9 Dimana “stimuli adalah objek-objek atau orang”.10 Ciri inilah yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya. Apabila siswa dapat mengenal atau mengelompokkan obyek-obyek kedalam suatu kategori berdasarkan sifat-sifatnya, maka dapat dikatakan siswa tersebut telah mengetahui konsep. Konsep (concepts) adalah kategori-kategori mental yang digunakan untuk mengelompokkan objek-objek, kejadian-kejadian, dan beragam sifat”.11 “Konsep adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk mengklasifikasi suatu objek dan menerangkan apakah objek tersebut merupakan contoh atau bukan contoh dari ide abstrak tersebut”.12 Objek yang dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek. Untuk dapat mengklasifikasikan objek, seseorang harus dapat mengenali atribut atau sifat-sifat khusus dari objek tersebut.

Rosser menyatakan bahwa “konsep suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atribut yang sama”.13 Bila seorang dihadapkan pada stimulus-stimulus lingkungan, maka ia akan mengabstraksi sifat-sifat tertentu dari berbagai stimulus-stimulus. Abstraksi berdasarkan pengalaman itulah yang dinamakan konsep. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki seseorang berbeda-beda, maka terbentuklah konsep yang berbeda dari tiap orang. Jadi dapat disimpulkan

9

Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara,2003 ),h.162.

10

Ibid, h.162. 11

Laura A. King Psikologi Umum . (Jakarta: Salemba Humanika, 2010). h.8 12

Fadjar Shadiq, Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran di SMK, (Yogyakarta: Depdiknas), h.5

13

(24)

bahwa konsep adalah hasil pikiran abstraksi manusia yang dirangkum dari berbagai pengalaman.

Pengenalan terhadap konsep hendaknya diawali dengan pengetahuan terhadap ciri dari konsep. Adapun ciri-ciri konsep14 sebagai berikut :

1. Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara konsep satu dengan konsep lainnya.

2. Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada suatu atribut.

3. Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep dengan konsep lainnya.

4. Kedominanan atribut, menunjuk pada kenyataan bahwa beberapa atribut lebih dominan (obvius) daripada yang lainnya.

c. Pemahaman Konsep Matematika

Pada pembelajaran matematika, pemahaman ditujukan terhadap konsep-konsep matematika, sehingga lebih dikenal istilah pemahaman konsep matematika. Skemp membedakan pemahaman konsep matematika menjadi dua jenis, yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional:

a. Pemahaman instrumental merupakan kemampuan pemahaman dimana siswa hanya tahu atau hapal suatu rumus dan dapat menggunakannya dalam menyelesaikan soal secara algoritmik saja. Pada tahap ini, siswa juga belum atau tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.

b. Pemahaman relasional merupakan kemampuan pemahaman dimana siswa tidak hanya sekedar tahu atau hapal suatu rumus, tetapi dia juga dapat menerapkan rumus tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terkait pada situasi lain.15

Sedangkan Polya membagi pemahaman matematika menjadi 4 jenis:

14

Ibid, h.162-163

15

(25)

a. Pemahaman Mekanikal : kemampuan pemahaman dimana siswa hanya dapat mengingat suatu rumus dan menerapkannya untuk menyelesaikan soal, tetapi tidak tahu mengapa rumus tersebut digunakan.

b. Pemahaman Induktif : dapat mencobakan suatu rumus dalam kasus sederhana dan tahu bahwa rumus tersebut berlaku dalam kasus serupa.

c. Pemahaman Rasional : dapat membuktikan kebenaran sesuatu, bukan hanya memperkirakannya.

d. Pemahaman Intuitif : dapat menebak jawaban tanpa melakukan analisis terlebih dahulu.16

Terdapat definisi lain mengenai pemahaman dalam matematika. Pollatsek membagi pemahaman matematika menjadi 2, yaitu pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional. Pemahaman komputasional adalah pemahaman dimana siswa dapat mengerjakan suatu soal secara algoritmik saja. Pemahaman fungsional merupakan pemahaman dimana siswa mampu menerapkan suatu rumus untuk menyelesaikan kasus yang berbeda.17

Hampir sama dengan Pollastek, Copeland membedakan pemahaman matematika menjadi pemahaman knowing how to dan knowing. Pada tingkat pemahaman knowing how to, siswa hanya dapat mengerjakan soal secara algoritmik. Sedangkan pada tingkat knowing, siswa dapat menggunakan suatu rumus dan mengetahui mengapa rumus tersebut digunakan.18

Seseorang dikatakan memahami suatu konsep matematika jika telah mampu melakukan beberapa hal di bawah ini, antara lain:19

16

Ibid h.167

17

Utari Sumarmo, Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan, (Bandung:UPI Press,2008), h.683

18

Ibid. 19

(26)

a. Menemukan (kembali) pemahaman konsep yang sebelummnya belum diketahui berlandaskan pada pengetahuan dan pengalaman yang telah diketahui dan dipahaminya sebelummnya.

b. Mendefinisikan atau mengungkapkan suatu konsep dengan cara kalimat sendiri namun tetap memenuhi ketentuan-ketentuan berkenaan dengan gagasan konsep tersebut.

c. Mengidentifikasi hal-hal yang relevan dengan suatu konsep dengan cara yang tepat.

d. Memberikan contoh (dan bukan contoh) atau ilustrasi yang berkaitan dengan suatu konsep guna memperjelas konsep tersebut.

Secara umum indikator kemampuan pemahaman matematika meliputi mengenal, memahami, dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip, dan idea matematika.20 Dijelaskan pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004, Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain adalah:21

a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

b. Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya.

c. Memberi contoh dan noncontoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.

f. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Berdasarkan pengertian yang telah disampaikan oleh para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan menjelaskan suatu pengertian dan kemampuan untuk

20

Utari Sumarmo,Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan , (Bandung:UPIpress,2008),h.682

21

(27)

menangkap dan menerangkan suatu objek atau kejadian. Dengan pengetahuan sebelumnya yang dimiliki, maka siswa dapat mengkonstruk arti suatu konsep.

Siswa dikatakan dapat memahami sebuah konsep jika dapat menyimpulkan suatu konsep berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri. Siswa dapat mengingat kembali apa yang mereka ingat dan mencoba menggambarkan dengan menggunakan kalimat sendiri. Sehingga pemahaman konsep menjadi penting bagi siswa karena dengan memahami konsep yang benar maka siswa dapat menyerap, menguasai, dan menyimpan materi yang dipelajarinya dalam jangka waktu yang lama.

Berdasarkan pemaparan teori-teori di atas, definisi pemahaman konsep matematik dalam penelitian ini adalah kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa dalam memahami dengan benar definisi, ciri khusus, inti atau isi dari materi matematika dan kemampuan dalam mengaitkan ide-ide tersebut dan siswa mampu memilih serta menggunakan prosedur atau aturan secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam menyelesaikan masalah yang kompleks.

2. Teknik Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika a. Belajar dan Pembelajaran

Bagi kita yang aktif berkecimpung dalam dunia pendidikan dan memiliki high responsibility terhadap dunia pendidikan pasti akan selalu mempertanyakan beberapa hal yang berkaitan langsung dengan dunia pendidikan yaitu apa itu belajar dan bagaimana belajar itu terjadi. Belajar merupakan hal terpenting dalam jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa adanya proses belajar maka tidak pernah ada pendidikan.

Belajar menurut teori konstruktivistikbukanlah sekedar menghafal akan tetapi proses mengkonstruk pengetahuan melalui pengalaman.22 Sehingga yang menjadi centre bukanlah guru melainkan

22

(28)

siswa. Siswa membangun sendiri pengetahuan berdasarkan pengalaman belajar yang dialaminya.

Belajar merupakan hal terpenting dalam jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa adanya proses belajar maka tidak pernah ada pendidikan. Menurut Fontana, belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman.23

Belajar adalah perubahan yang terjadi didalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.24 Belajar merupakan hal terpenting dalam jenis dan jenjang pendidikan,sehingga tanpa adanya proses belajar maka tidak pernah ada pendidikan. Menurut Fontana, “belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman”.25

Menurut Gagne, belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar merupakan kapabilitas, timbulnya kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan; dan (2) proses kognitif yang dilakukan oleh pelajar.26 Dengan demikian belajar seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan menjadi kapabilitas baru. Jadi, belajar terjadi bila ada hasilnya yang dapat diperlihatkan, anak-anak demikian juga orang dewasa dapat mengingat kembali kata-kata yang pernah didengar dan dipelajarinya. Jadi belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia yang terjadi setelah belajar terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Dalam pandangan konstruktivisme belajar bukan hanya sekedar mentransfer pengetahuan yang ada diluar dirinya, tetapi belajar lebih pada bagaimana

23

Erman Suheman, Strategi pembelajaran Matematika Kontemporer,(Bandung:JICA UPI,2001),h.8

24

Pupuh Fathurrohman, Straetegi Belajar Mengajar Melalui Penanaman Konsep Umum dan konsep Islami, ( Bandung: PT. Refika Aditama,2009),cetakan ketiga,hal.6

25

Erman Suherman, StrategiPpembelajaran Matematika Kontemporer, ( Bandung: JICA UPI, 2001),hal.8.

26

(29)

otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya dalam format yang baru.

Dari definisi di atas yang perlu digaris bawahi adalah bahwa proses belajar itu dapat terjadi dengan berbagai cara, baik disengaja maupun tidak disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan perilaku berupa pengetahuan, pemahaman,keterampilan, dan kebiasaan baru yang diperoleh individu. Sedangkan pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan yang sebagai sumber belajarnya. Jadi, belajar diartikan sebagai proses perubahan dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang terampil menjadi lebih terampil, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri. Jadi yang terlebih penting dalam belajar adalah proses bukan hasilnya. Artinya belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain itu hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar agar belajar itu dapat berhasil dengan baik.

Pembelajaran dalam arti sempit dapat diartikan sebagai suatu proses atau cara yang dilakukan agar seseorang dapat melakukan kegiatan belajar.27 Kata “pembelajaran” lebih menekankan pada kegiatan belajar peserta didik secara sungguh-sungguh yang melibatkan aspek intelektual, emosional, dan sosial. Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono adalah “kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”.28 Dengan demikian pembelajaran adalah setiap kegiatan yang dirancang oleh guru untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru dalam suatu proses yang sistematis melalui tahap rancangan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar. Dalam proses pembelajaran itu dikembangkan melalui pola pembelajaran yang

27

Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung:PT.Rosdakarya,2009),cet.Pertama,hal.10.

28

(30)

menggambarkan kedudukan serta peran pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar dan juga penilai kemajuan belajar meminta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.

Dari definisi diatas yang perlu di garis bawahi yaitu bahwa pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistematik, yang bersifat interaktif dan komunikatif antara pendidik dengan peserta didik, sumber belajar dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, bail di kelas maupun diluar kelas, dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan.

b. Teori Vygotsky

Vygotsky dalam teorinya mengatakan, “orang lain dan bahasa memainkan peran kunci dalam perkembangan kognitif seorang anak” . Fungsi-fungsi mental mempunyai hubungan eksternal atau hubungan sosial. Dalam teori Vygotsky menyatakan bahwa anak-anak menegembangkan konsep-konsep yang lebih sistematis, logis dan rasional yang merupakan hasil dari dialog bersama pembimbingnya yang terampil.

Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog Rusia, menyatakan bahwa peserta didik dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Proses mengkonstruksi ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial.29 Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiokultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks

29

(31)

budaya. Vygotsky yakin bahwa fungsi fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, realistis dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu.

Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development.30 Dengan kemampuan yang memang sudah dimiliki, maka siswa dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Implementasi utama teori Vygotsky dalam pengajaran adalah bahwa para siswa membutuhkan banyak kesempatan untuk belajar dengan guru dan teman sebaya yang lebih terampil. Dan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing, daripada sebagai pengarah dan pembentuk pembelajaran. Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky yaitu ZPD(Zone of proximal) dan scaffolding. Kedua konsep ini saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Scaffolding adalah salah satu cara yang dapat memaksimalkan ZPD seseorang.

c. Problem Solving

Pada hakikatnya pembelajaran itu bukan hanya bertujuan untuk memahami dan menguasai apa dan bagaimana suatu terjadi, tetapi juga memberi pemahaman dan penguasaan tentang mengapa hal itu terjadi. Berpijak dari hal tersebut maka tentu pembelajaran pemecahan masalah menjadi sangat penting untuk diajarkan. Sebagian besar ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Pada kehidupan sehari-hari kita sering

30

(32)

dihadapkan pada masalah-masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya. Masalah atau problem menurut Heys adalah “suatu kesenjangan (gap) antara dimana anda berada sekarang dengan tujuan yang anda inginkan,sedangkan anda tidak tahu proses apa yang akan dikerjakan”.31 Sedangkan menurut Grouws menyatakan bahwa “masalah dalam matematika adalah segala sesuatu yang menghendaki untuk dikerjakan”. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah jika siswa tidak mengetahui aturan atau hukum tertentu yang segera dapat dipergunakannya untuk menyelesaikan soal itu.32

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah suatu pertanyaan atau persoalan yang membingungkan atau sulit yang menghendaki untuk dikerjakan atau memerlukan pemecahan masalah. Gambaran tersebut memberikan penjelasan bahwa masalah dalam matematika berangkat dari adanya kemauan untuk menjawab pertanyaan itu, namun pada awalnya terdapat kesulitan untuk menyelesaikannya, karena belum diketahui langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Pembelajaran problem solving adalah pembelajaran pemecahan masalah. Menurut Lawson pemecahan masalah (problem solving) pada dasarnya adalah “belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis,logis,teratur dan teliti”.33 Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses, sebab pemecahan dalam matematika akan menemukan dan menggunakan kombinasi serta aturan-aturan yang telah diketahui untuk digunakan dalam pemecahan masalah itu. Menurut Hudoyo menyatakan suatu pertanyaan merupakan suatu permasalahan bila pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab dengan prosedur rutin, sedangkan “pemecahan masalah adalah proses penerimaan tantangan dan

31

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, ( Bandung:UPI Press, 2006),h.126.

32 Nuralam , “

Pemecahan Masalah Sebagai Pendekatan Dalam Belajar Matematika “, dalam jurnal pendidikan, dapat diakses di www.jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/5109142154.pdf, h. 144

33

(33)

kerja keras untuk menyelesaikan masalah tersebut”.34 Selanjutnya penyelesaian masalah dapat diartikan sebagai penggunaan matematika baik untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam sehari-hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk menyelesaikan masalah-masalah yang belum kita ketahui penyelesaiannya ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.

Menurut Erna pendekatan pembelajaran merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.35 Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru. “ Pemecahan masalah juga tidak sekedar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkan lebih dari itu,merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi“.36 Apabila sesorang telah mendapatkan kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak saja dapat memecahkan masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru.

pembelajaran pemecahan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon yang merupakan hubungan dua arah belajar dan lingkungannya. Hubungan dua arah itu terjadi antara siswa dan guru, antara pendidik dan peserta didik. Lingkungan memberikan pengaruh dan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah. Rangsangan masalah membuat otak memberikan bantuan secara efektif sehingga masalah yang dihadapi diselidiki, dianalisis, serta dicari jalan penyelesaiannya.

34

Erna Suwangsih dan Tiurlina, op.cit.,h.126.

35

Ibid, h.107

36

(34)

Pembelajaran yang diawali masalah matematika dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah akan memungkinkan siswa lebih kritis dan analitis, yang aplikasinya menjadi lebih baik dalam menanggapi suatu permasalahan yang muncul baik dalam permasalahan matematika, pelajaran lain atau pelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pendekatan pemecahan masalah (problem solving) memiliki dua versi. Versi yang pertama siswa dapat menerima saran tentang prosedur yang digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan serangkaian pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Versi kedua hanya masalah yang dimunculkan, siswa merancang pemecahannya sendiri. Disini guru berperan hanya dalam menyediakan bahan dan membentu memberi petunjuk.

Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme berusaha melihat dan memperhatikan konsepsi dan persepsi siswa dari kacamata siswa sendiri. Guru sebagai moderator dan fasilitator dalam hal ini. belajar matematika bukanlah suatu proses pengetahuan secara hati-hati, melainkan hal mengorganisir aktivitas, dimana kegiatan ini diinterpretasikan secara luas termasuk aktivitas dan berpikir konseptual. Menurut Cobb “belajar matematika merupakan proses dimana siswa secara aktif mengkontruksi pengetahuan matematika”.37

Berdasarkan uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa masalah matematika adalah suatu persoalan yang harus dijawab ataupun diselesaikan, sedangkan masalah dalam matematika terkait dengan soal-soal yang tidak bisa diselesaikan dengan cara rutin. Pendekatan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah suatu proses atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu bahan pembelajaran matematika dalam upaya untuk menemukan penyelesaian dari suatu masalah matematika dengan menerapkan pengetahuan,

37

(35)

keterampilan serta pemahaman yang telah mereka miliki untuk mengkontruksi pengetahuan matematika dalam pembelajaran.

Proses pemecahan masalah biasanya diawali dari memahami masalah( problem) itu sendiri, dan biasanya berupa dalam kata-kata baik secara lisan ataupun tulisan. Selanjutnya untuk memecahkan masalah tersebut, terjemahkan kata tersebut ke dalam masalah yang sama dengan menggunakan simbol matematika, pecahkanlah masalah yang sama tersebut, kemudian artikan jawabanya.

d. Teknik Scaffolding

Model pembelajaran matematika dapat dilihat pada hubungan interaksi antara pembelajar dan peserta didik.38 Jika yang lebih banyak berperan adalah pembelajar maka lebih pada metode ceramah atau ekspositori (teacher centered), sedangkan bila peserta didik lebih dominan maka lebih ke arah pembelajaran inquiri (student centered). Seluruh interaksi pemberian bantuan dari orang yang lebih ahli kepada peserta didik pemula (novice learner) dapat dimaknai sebagai scaffolding. Teori ini hampir identik dan memperkuat teori ZPDnya vygotsky namun dikembangkan secara terpisah oleh Bruner pada tahun 1950-an.

Teknik pembelajaran satu arah ini merupakan kasus ekstrim yang tentu tidak cocok untuk kebanyakan peserta didik. Maka diperlukan batasan seberapa jauh “dukungan pembelajar” dan seberapa jauh “kebebasan peserta didik” dalam proses pembelajaran. Secara harfiah scaffolding artinya adalah para-para, sebuah tangga tiga dimensi yang sering digunakan sebagai pijakan sementara oleh para tukang untuk membangun gedung. Pengertian istilah scaffolding berasal dari istilah ilmu teknik sipil yaitu berupa bangunan kerangka sementara atau penyangga (biasanya terbuat dari bambu, kayu, atau batang besi) yang memudahkan pekerja membangun gedung.39 Metapora ini harus secara

38

Yamin, op cit., h. 165 39

(36)

jelas dipahami agar kebermaknaan pembelajaran dapat tercapai. Sebagian pakar pendidikan mendefinisikan scaffolding berupa bimbingan yang diberikan oleh seorang pembelajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dengan persoalan-persoalan terfokus dan interaksi yang bersifat positif. Dalam bukunya Yamin mengungkapkan Scaffolding diartikan ke dalam bahasa Indonesia “perancah”, yaitu bambu (balok dsb) yang dipasang untuk tumpuan ketika hendak mendirikan rumah, membuat tembok, dan sebagainya.

Yamin mengutarakan “Scaffolding is the assistance (parameters, rules or suggestions) a teacher gives a student in a

learning situation”.40 Yang artinya adalah Scaffolding adalah bantuan (parameter, aturan atau saran) pembelajar memberikan peserta didik dalam situasi belajar. Selain itu Yamin juga mengungkapkan bahwa “Scaffolding allows the student to have help with only the skills that are new or beyond her ability”.41 Yang artinya adalah Scaffolding memungkinkan peserta didik untuk mendapat bantuan melalui keterampilan baru atau di luar kemampuannya.

Pembelajaran dengan teknik scaffolding memiliki prinsip-prinsip, yaitu42:

a. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri.

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pembelajar ke peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar.

c. Peserta didik aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.

d. Pembelajar sekedar memberi bantuan dan menyediakan saran serta situasi agar proses kontruksi belajar lancar.

e. Menghadapi masalah yang relevan dengan peserta didik.

40

Ibid h. 166 41

Ibid h. 166

42

(37)

f. Struktur pembelajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.

g. Mencari dan menilai pendapat peserta didik.

h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan peserta didik.

Menurut Fatma dalam pemberian scaffolding ada beberpa prinsip yang bisa diikuti,yaitu:43

1. Menjaga keseimbangan yang baik antara menantang dan mendukung siswa

2. Menggunakan bentuk perancahan yang tepat baik itu yang bersifat permanen atau sementara

3. Pemodelan sesuai dengan yang dibutuhkan 4. Menyediakan lingkungan yang sesuai

5. Merespon dan memberikan feedback kepada pelajar mengenai pertanyaan dan komentar mereka, sehingga mereka bertanggung jawab terhadap pembelajarannya.

Scaffolding merupakan interaksi antara orang-orang dewasa dan anak-anak yang memungkinkan anak-anak untuk melaksanakan sesuatu di luar usaha mandiri-nya. Cazden (1983; 6) mendefinisikan scaffolding sebagai “kerangka kerja sementara untuk aktivitas dalam penyelesaian”.44

Konstruksi scaffolding terjadi pada peserta didik yang tidak dapat mengartikulasikan atau menjelajahi belajar secara mandiri. Scaffolding dipersiapkan oleh pembelajar untuk tidak mengubah sifat atau tingkat kesulitan dari tugas, melainkan dengan scaffolding yang disediakan memungkinkan peserta didik untuk berhasil menyelesaikan tugas.

Istilah ini digunakan pertama kali oleh Wood, dkk tahun 1976, dengan pengertian “dukungan pembelajar kepada peserta didik untuk membantunya menyelesaikan proses belajar yang tidak dapat

43

Fatma H. Bikmaz, Scaffolding Strategies Applied by Student Teacher to Teach Mathematics, dari http:// ijrte.eab.org.tr pukul 7.27 AM, 26 mei 2013. h. 26

44

(38)

diselesaikannya sendiri”.45

Pengertian dari Wood ini sejalan dengan pengertian ZPD (Zone of Proximal Development) dari Vyotsky.46 Peserta didik yang banyak tergantung pada dukungan pembelajar untuk mendapatkan pemahaman berada di luar daerah ZPD-nya, sedang peserta didik yang bebas atau tidak tergantung dari dukungan pembelajar telah berada dalam daerah ZPD-nya. Menurut Vygotsky, pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam zone of proximal development dan peserta didik mengembangkan keterampilan berpikir tingkat yang lebih tinggi ketika mendapat bimbingan (scaffolding) dari seorang yang lebih ahli atau melalui teman sejawat yang memiliki kemampuan lebih tinggi.47 Demikian juga Piaget berpendapat bahwa peserta didik akan mendapat pencerahan ide-ide baru dari seseorang yang memiliki pengetahuan atau memiliki keahlian (Piaget, 1928).48

Lange (2002) menyatakan bahwa ada dua langkah utama yang terlibat dalam scaffolding pembelajaran: (1) pengembangan rencana pembelajaran untuk membimbing peserta didik dalam memahami materi baru, dan (2) pelaksanaan rencana, pembelajar memberikan bantuan kepada peserta didik di setiap langkah dari proses pembelajaran.49 Scaffolding terdiri dari beberapa aspek khusus yang dapat membantu peserta didik dalam internalisasi penguasaan pengetahuan. Berikut aspek-aspek scaffolding:

a. Intensionalitas : Kegiatan ini mempunyai tujuan yang jelas terhadap aktivitas pembelajaran berupa bantuan yang selalu diberikan kepada setiap peserta didik yang membutuhkan.

45

Ibid, h. 166 46

Ibid, h. 167 47

Udin S.Winataputra, Teori belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:UT,2007),hal.76 48

Ibid 49

(39)

b. Kesesuaian : Peserta didik yang tidak bisa menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya, maka pembelajar memberikan bantuan penyelesaiannya.

c. Struktur : Modeling dan mempertanyakan kegiatan terstruktur di sekitar sebuah model pendekatan yang sesuai dengan tugas dan mengarah pada urutan alam pemikiran dan bahasa.

d. Kolaborasi : Pembelajar menciptakan kerjasama dengan peserta didik dan menghargai karya yang telah dicapai oleh peserta didik. Peran pembelajar adalah kolaborator bukan sebagai evaluator

e. Internalisasi : Eksternal scaffolding untuk kegiatan ini secara bertahap ditarik sebagai pola yang diinternalisasi oleh peserta didik Jenis-jenis scaffolding

Menurut Roehler and Cantlon terdapat lima strategi scaffolding yang biasa digunakan oleh guru dalam membantu para pelajar memperoleh pemahaman konsep, yaitu:50

a. Offering explaination (menawarkan penjelasan) yaitu, penjelasan pernyataan eksplisit disesuaikan dengan pemahaman siswa tentang apa yang sedang dipelajari, seperti, kenapa, kapan, dan bagaimana itu digunakan.

b. Inviting student participation (mengajak siswa untuk berpartisipasi) yaitu siswa diberikan kesempatan untuk bergabung dengan proses pembelajaran yang sedang terjadi.

c. Verifying and clarifying student understanding yaitu memverifikasi dan mengklarifikasi pemahaman siswa, jika pemahaman yang muncul adalah wajar maka guru memverifikasi pemahaman siswa, jika tidak maka guru mengklarifikasi pemahaman siswa.

d. Modeling of desired behaviors yaitu mencontohkan keinginan dalam bertingkah laku.

50

Lindsay Lipscomb. Scaffolding. dari

(40)

e. Inviting student to contribute clues yaitu mengajak siswa untuk memberikan petunjuk: siswa didorong untuk menawarkan petunjuk bagaimana menyelesaikan tugas.

Dalam kaitan strategi pengajaran dalam pembelajaran Hogan dan Pressley menyatakan ada lima macam teknik scaffolding , yaitu sebagai berikut:51

a. Memberikan teladan sesuai dengan perilaku yang diinginkan (modeling of desired behaviors)

b. Memberikan penjelasan yang memadai dan relevan (offering explanation)

c. Mengundang partisipasi siswa (inviting student participation)

d. Melakukan verifikasi dan klarifikasi terhadap pemahaman siswa (verifying and clarifying student understanding)

e. Mengundang para siswa untuk memberikan petunjuk kunci (inviting student to contribute clues)

f. Scaffolding sabagian besar terdiri dari pertanyaan. Adapun jenis pertanyaan yang biasa digunakan oleh guru dalam penerapan teknik scaffolding itu bermacam-macam diantaranya:52

51

Warsono . Pembelajaran Aktif,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,2012),h.61

52

(41)

Tabel 2.1

Peran dan Pertanyaan scaffolding

Menurut Applebee dan Langer dalam Priyatni, mengidentifikasi ada lima langkah dalam pembelajaran dengan menerapkan teknik scaffolding, yaitu:53

a. Intentionality yaitu mengelompokkan bagian yang kompleks yang hendak dikuasai siswa menjadi beberapa bagian yang spesifik dan jelas. Bagian-bagian itu merupakan satu kesatuan untuk mencapai kompetensi secara utuh.

b. Appropriateness yaitu memfokuskan pemberian bantuan pada aspek-aspek yang belum dapat dikuasai siswa secara maksimal.

c. Structure yaitu pemberian model agar siswa dapat belajar dari model yang ditampilkan. Model tersebut dapat diberikan melalui proses berpikir, model yang diverbalkan dengan kata-kata dan model melalui perbuatan atau performansi. Kemudian siswa diminta untuk menjelaskan apa yang telah dipelajari dari model tersebut.

53

Endah Tri Priyatni, dalamhttp://sastra.um.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/Peningkatan Kompetensi-Menulis-Paragraf-dengan-Teknik-Scaffolding-Endah-Tri-Priyatni.pdf?q=sari-penelitian-pembelajaran

Peran Pertanyaan

Clarifying Apakah kita perlu menemukan...? kenapa demikian....? Inviting Dari mana kamu memperoleh ini? Siapa yang bisa

menyebutkannya kepada saya apa itu...?

Focusing Apa pertanyaan yang benar-benar diinginkan? Apakah kita menemukannya...atau...?

(42)

d. Collaboration yaitu guru melakukan kolaborasi dan memberikan respons terhadap tugas yang dikerjakan siswa. Peran guru di sini bukan sebagai evaluator, tetapi sebagai kolaborator.

e. Internalization yaitu pemantapan pemilikan pengetahuan yang dimiliki siswa agar benar-benar dikuasainya dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas definisi teknik scaffolding pada penelitian ini adalah bantuan sementara yang diberikan oleh guru kepada siswa yang terstruktur pada awal pembelajaran dan secara bertahap melepas siswa untuk dapat bertanggung jawab dalam belajar agar dapat bekerja menyelesaikan tugas berdasarkan kemampuannya sendiri. Teknik scaffolding yang digunakan adalah semua jenis teknik scaffolding didalamnya terdapat peran dan pertanyaan( Clarifying, inviting, focusing, reinforcing dan evaluating) yang diberikan kepada siswa berbeda tiap pertemuan disesuaikan dengan materi pembelajaran matematika untuk memaksimalkan ZPD (Zone of Proximal Development).

e. Pembelajaran matematika

Terdapat beberapa pengertian matematika menurut para ahli, diantaranya seperti yang diungkapkan Abdurrahman yaitu “matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan”.54 Sedangkan james dan james mengatakan bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya

54

(43)

dengan jumlah yang banyak yang terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”.55

Berdasarkan pendapat diatas matematika adalah ilmu yang berisi struktur-struktur, konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya. Agar siswa mengetahui dan memahamai konsep-konsep serta struktur-struktur yang ada di matematika, maka diperlukan belajar matematika. Menurut Skempt inti belajar matematika adalah “agar siswa memiliki pemahaman relasional dimana para siswa dapat melakukan sesuatu namun ia juga harus dapat menjelaskan mengapa ia harus melakukan”.56

Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika, yaitu:57

a. Sarana berpikir yang jelas dan logis

b. Sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari c. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman d. Sarana untuk mengembangkan kreativitas

e. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya

Pada proses pembelajaran matematika, para guru matematika harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir sesuai dengan kreativitasnya, karena pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak guru ke otak siswanya. Setiap siswa harus membangun pengetahuan itu didalam otaknya sendiri-sendiri berdasar pada pengetahuan atau pengalaman yang sudah dimiliki atau pernah dialami siswa.

Menurut Gagne mengatakan bahwa dalam belajar matematika yang diperoleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tak langsung.58 Objek langsung adalah objek yang diterima secara langsung oleh siswa

55

Erman Suherman, op.cit,.16.

56

Fadjar Shadiq, “ Apa Implikasi dari inti psikologi kognitif terhadap pembelajaran matematika?” dari : Limas, No.22

57

Mulyono Abdurrahman, op.cit.,h.253.

58

(44)

melalui penjelasan guru atau diskusi, seperti fakta, konsep, definisi dan lain-lain.

Gambar

Tabel 3.3
Tabel 3. 4
Tabel 3. 5
Tabel 3.6 Indeks taraf kesukaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

arsiparis di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Surakarta menjelaskan bahwa: “Manajemen arsip dinamis aktif yang meliputi pengelolaan arsip dinamis aktif pada Kantor

[r]

[r]

Sehubungan dengan pengadaan Jasa Konsultansi paket Pengadaan Jasa Konsultasi Dokumen Study Kelayakan (FS) Rencana Pembangunan Pelabuhan Tinobu pada Dinas Perhubungan Kabupaten

penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI POS OP FRAKTUR TIBIA 1/3 PROXIMAL SINISTRA DENGAN MODALITAS IR DAN

Carita Maung Padjajaran (CMP) merupakan versi cerita Prabu Siliwangi yang terdapat di Kecamatan Surade dengan karakteristik yang khas. Kekhasan tersebut disebabkan

Pengaruh kompetensi terhadap kinerja karyawan PT PLN (PERSERO) distribusi Jawa Barat dan Banten di area pelayanan jaringan Cimahi. Universitas Pendidikan Indonesia |

dalam pembelajaran aktivitas atletik nomor lari jarak pendek pada siswa kelas. XI IPA I SMA Negri