• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN DEBITUR PAILIT DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

SKRIPSI

Oleh :

110200061 LARRISA JAPARDI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN DEBITUR PAILIT DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Larrisa japardi* Ramli Siregar**

Windha***

Ketika suatu putusan pailit telah dijatuhkan, debitur menjadi kehilangan hak untuk mengurusi harta pailitnya dan kurator yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan penguasaan boedel pailit. Walaupun debitur pailit telah kehilangan hak untuk mengurusi harta pailitnya, namun ia tetap harus ikut serta jika diperlukan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Debitur yang dengan sengaja bertindak tidak kooperatif dapat dikenakan penahanan, sebagai upaya memaksa debitur melunasi kewajibannya sekaligus menghindarkan debitur melarikan diri berikut dengan harta kekayaannya. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan muncul, berupa bagaimanakah pengurusan dan pemberesan harta pailit menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan mengenai penahanan debitur pailit dalam kepailitan dan kepastian hukum dalam implementasi ketentuan penahanan debitur pailit dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.

Kesimpulan yang dicapai dalam penulisan ini adalah pertama, sejak diucapkannya putusan pailit, debitur yang dinyatakan pailit sudah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit. Pihak yang terlibat dalam pengurusan harta pailit adalah kurator, hakim pengawas, panitia kreditur ; kedua, pengaturan mengenai penahanan debitur pailit dalam kepailitan mengacu pada UUK dan PKPU, yang diatur dalam Pasal 93 sampai Pasal 96 UUK dan PKPU;

ketiga, kepastian hukum dalam implementasi ketentuan penahanan debitur pailit dalam UUK dan PKPU dirasakan masih kurang, karena sering kali tidak muncul kepastian hukum dalam penerapannya yang disebabkan banyaknya ketentuan yang menimbulkan celah hukum, seperti jangka waktu penahanan, kemampuan hakim yang bersifat subjektif dalam melaksanakan penahanan terhadap debitur pailit.

Kata Kunci : Kepailitan, Debitur Pailit, Penahanan, Pengurusan, Pemberesan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkah dan rahmat yang telah diberikan-Nya selama ini, sehingga penulis

bisa menyelesaikan karya tulis skripsi ini dengan baik dan benar. Penulisan

Skripsi yang berjudul: Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit adalah untuk memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karenanya, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan

saran dari para pembaca skripsi ini. Kelak dengan adanya saran dan kritik

tersebut, maka penulis akan dapat menghasilkan karya tulis yang lebih baik dan

berkualitas, baik dari segi substansi maupun dari segi cara penulisannya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah mengelola dan

menyelenggarakan universitas sesuai dengan visi dan misi USU.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M. Hum., selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memimpin

penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta

membina tenaga pendidik dan mahasiswa di lingkungan Fakultas Hukum

(4)

3. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak

membantu dekan dalam memimpin pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan

pengabdian kepada masyarakat.

4. Bapak Syarifuddin Hasibuan, S.H., M.Hum.,DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak

membantu dekan dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang

administrasi umum.

5. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H., selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah banyak membantu

Dekan dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan dan pelayanan

kesejahteraan mahasiswa.

6. Ibu Windha, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi dan

Dosen Hukum Ekonomidan Dosen Pembimbing I. Ucapan terima kasih

sebesar-besarnya atas segala saran dan kritik yang sangat berarti dan

bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini dapat

diselesaikan.

7. Bapak Ramli Siregar, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Departemen

Hukum Ekonomi dan Dosen Pembimbing II. Ucapan terima kasih

sebesar-besarnya atas ilmu yang telah diberikan dalam perkuliahan dan bimbingannya

sehingga skripsi ini dapat kelar.

8. Bapak Alwan, S.H., M.Hum, selaku Dosen Wali atas bimbingannya dari awal

(5)

9. Para Dosen, Asisten Dosen, dan seluruh staf administrasi di Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu

penulisdalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Kak Yuna, yang senantiasa mendukung penulis, membantu penulis dan

memberikan saran terbaiknya sehingga skripsi penulis dapat diselesaikan.

11. Kedua orang tua penulis yang telah yang telah membesarkan, mendidik, dan

mendukung menyemangati dan menjadi pilar kekuatan bagi penulis dalam

menjalani hidup hingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan formal Strata

Satu (S1) ini,

12. Adik penulis, Inez Japardi yang telah dengan setia membantu, mendengarkan

keluh kesah penulis dan mendampingi penulis selama ini. Terima kasih telah

menjadi adik terbaik melebihi apa yang penulis harapkan.

13. Eric Tanaka, teman terbaik penulis yang selalu menemani dan mendukung

penulis dalam suka maupun duka, memberikan kasih sayang, perhatian dan

dukungannya pada penulis dalam keadaan apapun.

14. Irene Mulia, Yuendris, Wisely yang merupakan sahabat terbaik, teman

sepermainan, teman ngelawak serta teman senasib dan seperjuangan penulis

selama masa perkuliahan di FH USU.

15. Viona Vabella dan Evelyn Angel (Bra Kepo), sahabat terbaik penulis dari

masa SMA yang selalu menemani dan memotivasi penulis dalam suka

maupun duka duka, mendengarkan semua keluh kesah penulis. Thankyou for

being my sisters from another mother, 24/7 listeners, motivators, partners in

(6)

16. Sibo, Tiffany, Britney, AC, Sally, Winny, Titi, Ane, Eric, Ian, Mao, Monde,

Juan, Baba (SSP dan SSK) yang merupakan geng terbaik penulis dari masa

SMA yang selalu solid dan gokil .

17. Yennie, Vina dan Sefri, sahabat baik penulis yang telah mengajari penulis

banyak hal dalam hidup dan selalu mendukung Penulis.

18. Meidi, Ameng, Abek, Ody, Apen, Robin, Omar, Herlina, Vilya, Feona, Viona

(Meidi and The Kids) yang merupakan geng sepermainan Penulis yang setia

kawan dan seru. Thankyou for being a solid team!

19. Geng Pacisu yang selalu membuat masa Penulis selama pekuliahan di USU

lebih menyenangkan.

20. Pratiwi, Nurul, Azirah, Aja, Junanda, Asri dan sahabat-sahabat seperjuangan

dari Grup A Fakultas Hukum USU stambuk 2011 yang lain.

21. Abang dan kakak kelas serta adik-adik kelas Penulis di Fakultas Hukum USU

yang lain.

Medan, 1April 2014

Penulis

Larrisa Japardi

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat ... 6

D. Keaslian Judul ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II

PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan ... 21

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit ... 28

C. Pengurusan Harta Pailit... 33

D. Pemberesan Harta Pailit ... 40

(8)

BAB III

PENGATURAN PENAHANAN DEBITUR PAILIT DALAM KEPAILITAN

A Keberadaan Lembaga Paksa Badan dalam Kepailitan ... 51

B. Penahanan Debitur Pailit menurut Undang-Undang Nomor 37

Tahun 2004 ... 58

CAkibat Hukum Penahanan Debitur Pailit terhadap Pengurusan

dan Pemberesan Harta Pailit ... 63

BAB IV

KEPASTIAN HUKUM DALAM IMPLEMENTASI

KETENTUAN PENAHANAN DEBITUR PAILIT DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

A. Asas Kepastian Hukum dalam Kepailitan ... 68

B. Ketentuan Mengenai Syarat Penahanan Debitur Pailit ... 72

C. Masa Penahanan Debitur Pailit ... 77

D. Perlindungan Hukum terhadap Debitur Pailit atas Ketidakpastian

Hukum Terkait Penahanan ... 80

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 87

B. Saran ... 88

(9)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENAHANAN DEBITUR PAILIT DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Larrisa japardi* Ramli Siregar**

Windha***

Ketika suatu putusan pailit telah dijatuhkan, debitur menjadi kehilangan hak untuk mengurusi harta pailitnya dan kurator yang bertugas untuk melakukan pengurusan dan penguasaan boedel pailit. Walaupun debitur pailit telah kehilangan hak untuk mengurusi harta pailitnya, namun ia tetap harus ikut serta jika diperlukan dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit. Debitur yang dengan sengaja bertindak tidak kooperatif dapat dikenakan penahanan, sebagai upaya memaksa debitur melunasi kewajibannya sekaligus menghindarkan debitur melarikan diri berikut dengan harta kekayaannya. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan muncul, berupa bagaimanakah pengurusan dan pemberesan harta pailit menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, pengaturan mengenai penahanan debitur pailit dalam kepailitan dan kepastian hukum dalam implementasi ketentuan penahanan debitur pailit dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dan bersifat deskriptif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan. Kemudian data yang telah terkumpul tersebut dianalisis secara normatif kualitatif.

Kesimpulan yang dicapai dalam penulisan ini adalah pertama, sejak diucapkannya putusan pailit, debitur yang dinyatakan pailit sudah kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit. Pihak yang terlibat dalam pengurusan harta pailit adalah kurator, hakim pengawas, panitia kreditur ; kedua, pengaturan mengenai penahanan debitur pailit dalam kepailitan mengacu pada UUK dan PKPU, yang diatur dalam Pasal 93 sampai Pasal 96 UUK dan PKPU;

ketiga, kepastian hukum dalam implementasi ketentuan penahanan debitur pailit dalam UUK dan PKPU dirasakan masih kurang, karena sering kali tidak muncul kepastian hukum dalam penerapannya yang disebabkan banyaknya ketentuan yang menimbulkan celah hukum, seperti jangka waktu penahanan, kemampuan hakim yang bersifat subjektif dalam melaksanakan penahanan terhadap debitur pailit.

Kata Kunci : Kepailitan, Debitur Pailit, Penahanan, Pengurusan, Pemberesan

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak era globalisasi dimulai, perkembangan ekonomi dan perdagangan

yang pesat membuat manusia saling berlomba untuk meningkatkan kualitas

hidupnya, salah satu cara yang ditempuh adalah dengan cara mengembangkan

usahanya. Namun, dalam dunia usaha, suatu perusahaan tidak selalu berjalan

dengan baik, dan acapkali keadaan keuangannya sudah sedemikian rupa sehingga

tidak mampu lagi membayar utang-utangnya. Hal ini akan mengakibatkan

timbulnya berbagai masalah utang piutang dalam masyarakat. Tak jarang,

kepailitan merupakan jalan yang dipilih oleh debitur maupun kreditur untuk

menyelesaikan persoalan utang-piutang, karena melalui jalur kepailitan, kreditur

akan memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum mengenai

piutangnya.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut

UUK dan PKPU), kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit

yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah

pengawasan hakim pengawas sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini.

Apabila hanya seorang kreditur yang ingin mengajukan gugatan atas utang

yang belum dibayar, maka gugatan itu dapat diajukan ke Pengadilan Negeri

dengan alasan debitur telah melakukan wanprestasi. Tetapi, apabila terdapat lebih

(11)

lembaga hukum kepailitan yaitu Pengadilan Niaga, yang khusus dibentuk untuk

menangani kasus kepailitan.1

Lembaga hukum kepailitan merupakan perangkat yang disediakan oleh

hukum untuk menyelesaikan utang piutang antara debitur dan kreditur. Filosofi

hukum kepailitan adalah untuk mengatasi permasalahan apabila harta seluruh

harta debitur tidak cukup untuk membayar seluruh utang-utangnya kepada seluruh

krediturnya. Hakikat tujuan adanya kepailitan adalah proses yang berhubungan

dengan pembagian harta kekayaan dari debitur terhadap krediturnya. Kepailitan

merupakan jalan keluar untuk proses pendistribusian harta kekayaan debitur yang

nantinya merupakan budel pailit secara pasti dan adil. Kepailitan merupakan exit from financial distress yaitu suatu jalan keluar dari persoalan yang membelit secara finansial sudah tidak bisa diselesaikan.

Perubahan dan penambahan mendasar dalam hubungan dengan ketentuan

kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah adanya Bab Ketiga

tentang Pengadilan Niaga dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang

Kepailitan (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998).

Pembentukan Pengadilan Niaga ini merupakan langkah diferensial atas peradilan

umum, yang dimungkinkan pembentukannya berdasarkanUndang-Undang Nomor

14 Tahun 1970 junto Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan diganti dengan Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.

2

1

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 1 angka 1.

2

(12)

Status pailit bagaikan lubang jarum yang dapat menolong debitur nakal

mengelakkan tanggung jawab untuk membayar utang sepenuhnya. Terlebih-lebih

apabila status tersebut merupakan keinginan debitur sehingga dengan demikian

kepailitan telah memberi waktu bagi debitur untuk menyembunyikan

aset-asetnya.3

Apabila setelah putusan pailit, tidak tercapai kata perdamaian (accord), maka tahap selanjutnya adalah pengurusan dan pemberesan harta pailit. Tahap

pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur dinyatakan pailit.

Kurator yang ditetapkan dalam putusan pailit segera bertugas untuk melakukan Pernyataan pailit seorang debitur dilakukan oleh Hakim Pengadilan Niaga

dengan suatu putusan (vonis) dan tidak dengan suatu ketetapan (beschikking). Hal itu disebabkan suatu putusan menimbulkan suatu akibat hukum baru, sedangkan

ketetapan tidak menimbulkan akibat hukum yang baru tetapi hanya bersifat

deklarator saja.

Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum terhadap debitur. Salah

satu konsekuensi hukum yang cukup fundamental adalah debitur yang semula

berwenang mengurus dan menguasai hartanya menjadi tidak berwenang mengurus

dan menguasai hartanya, yang terhitung sejak pukul 00.00 dari hari putusan pailit

diucapkan. Dalam putusan pailit, pengadilan juga menyatakan pengangkatan

seorang hakim pengawas yang ditunjuk dari hakim pengadilan dan pengangkatan

seorang kurator. Sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, yang berhak

berkuasa atas harta pailit debitur adalah kurator.

3

(13)

pengurusan dan penguasaan budel pailit, dibawah pengawasan hakim pengawas,

meskipun terhadap putusan tersebut diajukan upaya hukum baik berupa kasasi

ataupun peninjauan kembali.

Walaupun debitur pailit telah kehilangan hak untuk mengurusi harta

pailitnya, namun ia tetap harus ikut serta jika diperlukan dalam pemberesan dan

pengurusan harta pailit, misalnya perlunya kerjasama debitur pailit dalam

memberikan keterangan jelas dan benar pada kurator dalam melakukan

invetarisasi harta pailit, kedatangannya ke Pengadilan Niaga apabila dipanggil

oleh hakim, dan lain sebagainya.

Proses maupun pembagian harta kepailitan bukan merupakan satu hal

yang mudah. Adakalanya dalam proses kepailitan terdapat debitur yang memiliki

itikad yang tidak baik seperti tidak mau melunasi utang-utangnya, berusaha

menyembuyikan harta kekayaan maupun melarikan diri, sehingga menyebabkan

terhambatnya proses pengurusan dan pemberesan harta pailit. Oleh karena itu,

debitur pailit yang tidak beritikad baik dalam pengurusan dan pemberesan harta

pailit dapat ditahan.

Penahanan yang dimaksud dalam kepailitan adalah gizjeling. Gizjeling

merupakan suatu pranata hukum untuk mencegah debitur tidak memenuhi

kewajibannya sekaligus memastikan pelaksanaan pembagian harta kepailitan

berjalan secara adil bagi semua pihak. Pemberlakuan lembaga paksa

badandibentuk sebagai upaya pembaharuan dari lembaga penyanderaan (gijzeling) yang pernah berlaku di Indonesia dengan tujuan untuk menjamin dan

(14)

untuk mengalihkan harta kekayaannya. Lembaga paksa badan tersebut juga

bertujuan sebagai pendorong motivasi debitur untuk melunasi kewajibannya

sehingga hak-hak kemerdekaannya tidak dirampasdan keseimbangan hukum

dapat tercapai.4

Terlepas dari itikad baik yang dimiliki seorang debitur pailit, secara

umum, debitur pailit atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, atau atas

permintaan seorang kreditur atau lebih dan setelah mendengar dari hakim

pengawas dapat ditahan.5 Tetapi, telah diatur bahwa hanya permintaan penahanan

yang tercantum dalam ketentuan UUK dan PKPU yang harus dikabulkan.6

Tidak adanya kepastian mengenai jangka waktu penahanan debitur pailit

menyebabkan debitur pailit tidak mendapatkan perlindungan dan kepastian

hukum. Oleh sebab itu, timbul keinginan untuk menganalisis dari segi yuridis

tentang penahanan debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit,

kelemahan apa saja yang terdapat dalam UUK dan PKPU terkait dengan

penahanan debitur pailit.

Hal ini menandakan selain pada ketentuan itu, penahanan seorang debitur

pailit belum pasti dikabulkan, tergantung pada kebijakan hakim pengadilan itu

sendiri. Dalam hal ini, tidak ada kepastian hukum mengenai apa saja kriteria,

selain yang tercantum dalam UUK dan PKPU, yang dapat membuat penahanan

seorang debitur pailit dikabulkan.

4

Penyelesaian Utang-Piutang dengan Paksa Badan, tanggal 15 Oktober 2014).

5

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 93.

6

(15)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan 3 (tiga) permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu:

1. Undang Nomor 37 TahunBagaimanakah pengurusan dan pemberesan harta

pailit menurut Undang-2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban

Pembayaran Utang?

2. Bagaimanakah pengaturan penahanan debitur pailit dalam kepailitan?

3. Bagaimanakah kepastian hukum dalam implementasi ketentuan penahanan

debitur pailit dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penulisan

Tujuan yang ingin dicapai melalui karya tulis skripsi ini ialah:

a. Untuk mengetahui tentang ketentuan hukum mengenai penahanan debitur

yang tidak beritikad baik dalam kepailitan.

b. Untuk mengetahui ketentuan hukum mengenai perlindungan hukum

terhadap debitur atas ketidakpastian hukum terkait penahanan.

2. Manfaat penulisan

a. Secara teoritis

1) Untuk mengetahui bagaimana pengaturan penahanan debitur pailit

(16)

2) Untuk mengetahui bagaimana kepastian hukum dalam implementasi

ketentuan penahanan debitur pailitdalam UUK dan PKPU.

b. Secara praktis

Sebagai pedoman bagi masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam hal-hal yang berkaitan dengan segala permasalahan dalam

pengurusan dan pemberesan harta pailit di Indonesia.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul Analisis Yuridis Terhadap Penahanan Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit ini merupakan benar hasil karya sendiri dari penulis sendiri, tanpa meniru karya tulis milik orang lain. Oleh

karenanya, keaslian dan kebenaran ini dapat dipertanggungjawabkan oleh penulis

sendiri dan telah sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi

secara akademik yaitu kejujuran, rasional, objektif, dan terbuka. Selain itu, semua

informasi di dalam skripsi ini berasal dari berbagai karya tulis penulis lain, baik

yang dipublikasikan ataupun tidak, serta telah diberikan penghargaan dengan

mengutip nama sumber penulis dengan benar dan lengkap.

Karya tulis skripsi ini memiliki kemiripan dengan beberapa skripsi yang

sudah ditulis oleh beberapa mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, yaitu:

1. Nama : Hans Philip Samosir

(17)

Judul : Tanggung jawab Kurator dalam Pengurusan

Harta Pailit

2. Nama : Lindia Halim

NIM : 010200161

Judul : Pengajuan permohonan pernyataan pailit atas

debitur kredit sindikasi

Walaupun terdapat sedikit kemiripan dengan beberapa judul di atas,

namun terdapat perbedaan yang signifikan mengenai substansi pembahasan.

Penelitian yang dilakukan dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Penahanan

Debitur Pailit dalam Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit” membahas

bagaimana konsep penahanan debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan

harta pailit, serta analisis yuridis mengenai pemberlakuan penahanan terhadap

debitur pailit dalam praktiknya. Sedangkan kedua judul di atas membahas tentang

hal yang berbeda. Judul pertama membahas lebih sempit, yaitu sebatas tanggung

jawab kurator dalam pengurusan harta pailit. Judul kedua membahas mengenai

pengajuan permohonan pernyataan pailit atas debitur kredit sindikasi.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pailit

Istilah “pailit” dijumpai dalam pembendaharaan bahasa Belanda, Perancis,

(18)

bahasa Latin dipergunakan istilah failure dan dalam bahasa Inggris, digunakan istilah to fail.

Sedangkan, menurut Pasal 1 angka 1 UUK dan PKPU, kepailitan adalah

sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan

pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas

sebagaimana yang diatur dalam undang-undang ini.

Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit terhadap

debitur dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (1)UUK dan PKPU, antara lain:

“Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas

sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit

dengan putusan pengadilan, baik atas permohonan satu atau lebih krediturnya.”

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan pihak-pihak dapat

mengajukan permohonan pailit :

a. Debitur sendiri

Debitur dapat mengajukan permohonan pailit untuk dirinya sendiri

(voluntary petition), yang biasanya dilakukan dengan alasan bahwa dirinya maupun kegiatan usaha yang dijalanakannya tidak mampu lagi untuk

melaksanakan seluruh kewajibannya, terutama dalam melakukan

pembayaran utang-utangnya terhadap para krediturnya.

b. Seorang atau beberapa kreditur (Pasal 2 ayat (1));

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998, permohonan

pailit pada umumnya diajukan oleh kreditur, baik kreditur yang merupakan

(19)

c. Kejaksaan demi kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2));

Yang dimaksud dengan “kepentingan umum” adalah kepentingan bangsa

dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas.

d. Bank Indonesia dalam menyangkut debitur yang merupakan bank (Pasal 2

ayat (3));

Pengajuan permohonan pernyataan pailit terhadap suatu bank sepenuhnya

merupakan kewenangan Bank Indonesia. Pengajuan tersebut semata-mata

didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara

keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan.

e. Badan Pengawas Pasar Modal jika debitur merupakan perusahaan efek,

bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan

Penyelesaian (Pasal 2 ayat (4));

f. Menteri Keuangan dalam hal debitur adalah perusahaan asuransi,

perusahaan reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang

bergerak di bidang kepentingan publik (Pasal 2 ayat (5));

Setiap orang dapat dinyatakan pailit sepanjang memenuhi ketentuan dalam

Pasal 2 UUK dan PKPU. Debitur secara sumir terbukti memenuhi syarat di atas

dapat dinyatakan pailit, baik debitur perorangan maupun badan hukum. Menurut

Imran Nating, pihak yang dapat dinyatakan pailit antara lain:7

a. Orang-perorangan

Baik laki-laki maupun perempuan, menjalankan perusahaan atau tidak,

yang telah menikah maupun yang belum menikah. Jika permohonan

(20)

pernyataan pailit tersebut diajukan oleh debitur perorangan yang telah

menikah, permohonan tersebut hanya dapat diajukan atas persetujuan

suami atau istrinya, kecuali antara suami istri tersebut tidak ada

pencampuran harta.

b. Harta peninggalan (warisan)

Harta warisan dari seseorang yang meninggal dunia dapat dinyatakan

pailit apabila orang yang meninggal dunia itu semasa hidupnya berada

dalam keadaan berhenti membayar utangnya, atau harta warisannya pada

pada saat meninggal dunia si pewaris tidak mencukupi untuk membayar

utangnya. Dengan demikian, debitur yang telah meninggal dunia masih

saja dinyatakan pailit atas harta kekayaannya apabila ada kreditur yang

mengajukan permohonan tersebut. Akan tetapi permohonan tidak

ditujukan bagi para ahli waris. Pernyataan pailit harta peninggalan

berakibat demi hukum dipisahkan harta kekayaan pihak yang

meninggaldari harta kekayaan para ahli waris dengan cara yang dijelaskan

dalam Pasal 1107 KUHPerdata. Permohonan pailit terhadap harta

peninggalan, harus memperhatikan ketentuan Pasal 210 UUK dan PKPU,

yang mengatur bahwa permohonan pernyataan pailit harus diajukan paling

lambat 90 (sembilan puluh) hari setelah debitur meninggal.

c. Perkumpulan perseroan (holding company)

UUK dan PKPU tidak mensyaratkan bahwa permohonan kepailitan

(21)

diajukan dalam satu permohonan, juga dapat diajukan terpisah sebagai dua

permohonan.

d. Penjamin (guarantor)

Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditur mengikatkan dirinya untuk

memenuhi kewajiban debitur apabila debitur yang bersangkutan tidak

dapat memenuhi kewajibannya.

e. Badan hukum

Menurut kepustakaan hukum Belanda, istilah badan hukum dikenal

dengan sebutan rechtsperson, dan dalam kepustakaan common lawseringkali disebut dengan istilah legal entity, juristic person, atau

artificial person. Badan hukum bukanlah makhluk hidup sebagaimana halnya manusia. Badan hukum kehilangan daya pikir, kehendaknya, dan

tidak mempunyai central bewustzijn. Oleh karena itu, ia tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum sendiri. Ia harus bertindak dengan

perantara orang (natuurlijke personen), tetapi orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya sendiri melainkan untuk dan atas nam

pertanggungan gugat badan hukum. Pada badan hukum selalu diwakili

oleh organ dan perbuatan organ adalah perbuatan badan hukum itu sendiri.

Organ hanya dapat mengikatkan badan hukum, jika tindakannya masih

(22)

f. Perkumpulan bukan badan hukum

Perkumpulan yang bukan berbadan hukum ini menjalankan suatu usaha

berdasarkan perjanjian antaranggotanya, tetapi perkumpulan ini bukan

merupakan badan hukum, artinya tidak ada pemisahan harta perusahaan

dan harta kekayaan pribadi, yang termasuk dalam perkumpulan ini antara

lain:

1) Maatscappen (persekutuan perdata); 2) Persekutuan firma;

3) Persekutuan komanditer.

Oleh karena bukan badan hukum, maka hanya para anggotanya saja yang

dapat dinyatakan pailit. Permohonan pailit terhadap firma dan persekutuan

komanditer harus memuat nama dan tempat kediaman masing-masing

pesero yang secara tanggung renteng terikat untuk seluruh utang firma.

g. Bank

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membedakan antara debitur bank

dan bukan bank. Pembedaan tersebut dilakukan dalam hal siapa yang

dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit. Apabila debitur adalah

bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank

Indonesia, karena bank sarat dengan uang masyarakat yang harus

dilindungi.

h. Perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga

(23)

Sebagaimana bank, UUK dan PKPU juga membedakan perusahaan efek

dengan debitur lainnya. Jika menyangkut debitur yang merupakan

perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga

penyimpanan dan penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat

diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Badan ini dikecualikan oleh

UUK dan PKPU karena lembaga ini mengelola dana masyarakat umum.

2. Penahanan

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwa debitur pailit yang

tidak beritikad baik dapat ditahan. Yang dimaksud penahanan terhadap debitur

pailit dalam UUK dan PKPU adalahgizjeling. 8

a. Dalam putusan pailit; atau

Lembaga paksa badan atau

istilahnya disebut gijzeling merupakan lembaga upaya paksa agar debitur memenuhi kewajibannya.Menurut R. Susilo, gizjeling adalahpenahanan terhadap pihak yang kalah didalam lembaga permasyarakatan dengan maksud untuk

memaksanya supaya memenuhi putusan hakim.Gijzeling dikenakan terhadap orang yang tidak atau tidak cukup mempunyai barang untuk memenuhi

kewajibannya.

Penahanan bagi debitur pailit ini ditetapkan :

b. Setiap waktu setelah putusan pailit.

Penahanan tersebut dilaksanakan oleh pihak kejaksaan, di tempat-tempat

sebagai berikut :

a. Dalam penjara; atau

8

(24)

b. Di rumah tahanan; atau

c. Di rumah seorang kreditur.

3. Pengurusan

Tahap pengurusan harta pailit adalah jangka waktu sejak debitur

dinyatakan pailit. Pengurusan adalah menginventarisasi, menjaga dan memelihara

agar harta pailit tidak berkurang dalam jumlah, nilai dan bahkan bertambah dalam

jumlah dan nilai.

4. Pemberesan

Pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator

terhadap pengurusan harta debitur pailit, dimana pemberesan adalah penguangan

aktiva untuk membayar atau melunasi utang. Pemberesan baru dapat dilakukan

setelah debitur pailit benar-benar dalam keadaan insolvensi.. Insolvensi terjadi

bilamana :

a. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana

perdamaian.

b. Apabila ada penawaran perdamaian oleh si pailit maupun oleh kurator,

tetapi tidak disetujui oleh para kreditur dalam rapat verifikasi (pencocokan

piutang).

c. Apabila terdapat perdamaian dan disetujui oleh para kreditur dalam rapat

verifikasi tetapi tidak mendapat homogolasi (pengesahan) oleh hakim

(25)

F. Metode Penelitian

Pengaturannya terdiri dari :

1. Spesifikasi penelitian

Skripsi ini merupakan penelitian hukum normatif,bersifat deskriptif dan

menggunakan pendekatan yuridis. Penelitian hukum normatif adalah penelitian

yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder

belaka.9Penelitian hukum normatif sendiri mengacu pada berbagai bahan hukum

sekunder, 10 yaitu inventarisasi berbagai peraturan hukum nasional dan

internasional dalam bidang kepailitan, jurnal-jurnal dan karya tulis ilmiah lainnya,

serta artikel-artikel berita terkait. Sedangkan penelitian deskriptif ialah penelitian

yang pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual

dan akurat terhadap suatu populasi atau daerah tertentu.11

2. Data penelitian

Penelitian deskriptif

dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, tentang penahanan

debitur pailit dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini,

menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) atau studi dokumen (document study). Metode penelitian kepustakaan dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.12

9

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Cet. Ketujuh, Ed. Pertama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm. 13-14.

10

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cet. Kedua, Ed. Pertama (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 14.

11

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum: Suatu Pengantar, Cet. Kedua, Ed. Pertama (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1998), hlm. 36.

12

Bambang Waluyo, Op. Cit., hlm. 13-14.

(26)

Soekanto, data sekunder dalam penelitian hukum terdiri atas tiga bahan hukum,

yaitu:13

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti

undang-undang, peraturan pemerintah, danberbagai peraturan hukum

nasional yang mengikat, antara lain: UUK dan PKPU, Perma Nomor 1

Tahun 2000 tentang Lembaga Paksa Badan (selanjutnya disebut Perma

Nomor 1 Tahun 2000),Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, serta peraturan-peraturan lainnya.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikanpenjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti: rancangan undang-undang,

hasil-hasil penelitian, hasil-hasil karya dari kalangan hukum, danberbagai karya

tulisilmiah yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikanpetunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukumrimer dan sekunder; contohnya

adalah kamusensiklopedia, majalah, dan seterusnya. Selain itu, bahan

tersier ini juga meliputi berbagai bahan primer, sekunder, dan tersier diluar

bidang hukumyang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan,

terutama dari bidang ekonomi.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh suatu kebenaran

dalam penulisan skripsi, dalam hal ini digunakan metode pengumpulan data

dengan cara studi kepustakaan (library research), yaitu mempelajari dan

13

(27)

menganalisis data secara sistematis melalui buku-buku, surat kabar, makalah

ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.

4. Analisis data

Analisis data penelitian menggunakan analisis normatif kualitatif, yaitu

data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis

secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan

hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif dilakukan

guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif, yaitu data-data yang akan diteliti

dan dipelajari sesuatu yang utuh.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menguraikan dan mendeskripsikan isi dan sajian dalam karya

ilmiah ini secara teratur, maka karya tulisan ilmiah ini dibagi kedalam susunan

yang terdiri atas lima bab dan beberapa sub bab tersendiri dalam setiap bab

dengan ruang lingkup pertanggungjawaban sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama yang berisi pendahuluan ini, memaparkan

pengantar untuk dapat memberikan penjelasan singkat dan

pengertian tentang ruang lingkup dan jangkauan daripada

pembahasan karya ilmiah ini, yang meliputi latar belakang

permasalahan, keaslian penulisan, tujuan penulisan,

(28)

dan pengumpulan data yang digunakan serta sistematika

penulisannya sendiri.

BAB II PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

Bab kedua ini akan membahas mengenai pengertian dan

syarat-syarat kepailitan, akibat hukum pernyataan pailit,

pengurusan harta pailit, pemberesan harta pailit, serta

kedudukan hukum debitur setelah berakhirnya pemberesan

harta pailit.

BAB III PENGATURAN PENAHANAN DEBITUR PAILIT

DALAM KEPAILITAN

Bab ketiga ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai

keberadaan lembaga paksa badan dalam kepailitan yang

mencakup tinjauan yuridis terhadap keberadaan lembaga

paksa badan dan perbedaan lembaga paksa badan dan

penyanderaan , penahanan debitur pailit menurut UUK dan

PKPUdan akibat hukum penahanan debitur pailit terhadap

pengurusan dan pemberesan harta pailit.

BAB IV KEPASTIAN HUKUM DALAM IMPLEMENTASI

KETENTUAN PENAHANAN DEBITUR PAILIT

DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN

2004

Pembahasan dalam bab ini adalah berdasarkan analisis.

(29)

kepastian hukum dalam kepailitan, ketentuan mengenai

syarat penahanan debitur pailit, masa penahanan debitur

pailit dan perlindungan hukum terhadap debitur pailit atas

ketidakpastian hukum terkait penahanan yang mencakup

perlindungan terhadap debitur baik dari segi preventif

maupun represif.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab terakhir ini akan memberikan beberapa intisari

kesimpulan berdasarkan hasil pembahasan setiap bab dalam

permasalahan tersebut. Bab ini juga akan memaparkan

beberapa saran yang dapat diberikan sehubungan dengan

(30)

BAB II

PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

A. Pengertian dan Syarat-Syarat Kepailitan

Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang berhubungan

dengan pailit. Kata pailit menandakan ketidakmampuan untuk membayar serang

debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo atau yang dikenal dalam

bahasa Inggris dengan “banckrupty”. Sedangkan terhadap perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan

insolvensi. 14

Konsep dasar kepailitan sebenarnya bertitik tolak dari ketentuan Pasal

1131 KUHPerdata dan Pasal 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 KUHPerdata

menyatakan bahwa semua barang, baik yang bergerak maupun yang tidak

bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di

kemudian hari menjadi jaminan bagi perikatan-perikatan perorangan debitur itu,

sedangkan Pasal 1132 KUHPerdata menyatakan bahwa kebendaan tersebut

menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya;

pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu Kepailitan merupakan suatu sitaan umum, atas seluruh harta

kekayaan dari orang yang berutang, untuk dijual di muka umum, guna

pembayaran utang-utangnya kepada semua kreditur, dan dibayar menurut

perbandingan jumlah piutang masing -masing.

14

(31)

menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para

berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Adapun asas yang terkandung dalam kedua pasal di atas adalah:15

1. Apabila si debitur tidak membayar utangnya dengan sukarela atau tidak

membayarnya, walaupun telah ada keputusan pengadilan yang

menghukumnya supaya melunasi utangnya, atau karena tidak mampu untuk

membayar seluruh utangnya, maka semua harta bendanya disita untuk dijual

dan hasil penjualan itu dibagi-bagikan antara semua krediturnya secara

ponds-ponds-gewijze, artinya menurut perimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing kreditur, kecuali apabila di antara para

kreditur itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

2. Semua kreditur mempunyai hak yang sama.

3. Tidak ada nomor urut dari para kreditur yang didasarkan atas saat timbulnya

piutang-piutang mereka.

Syarat-syarat permohonan pailitdinyatakan pada Pasal 2 ayat (1)UUK dan

PKPU, yaitu debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar

lunas setidaknya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan

pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonann satu atau lebih

krediturnya.

Ketentuan di atas mensyaratkan bahwa untuk mempailitikan debitur harus:

1. Mempunyai 2 (dua) atau lebih kreditur;

15

(32)

Keharusan adanya dua atau lebih kreditur dikenal sebagai concursus creditorium. Syarat ini menegaskan bahwa dalam kepailitan dihindari sita individual, karena jika hanya terdapat 1 kreditur, maka tidak akan sesuai dengan

eksistensi hukum kepailitan yang mengatur bagaimana cara membagi harta

kekayaan debitur di antara para krediturnya.

Fred B. G. Tumbuan berpendapat bahwa keharusan ini sesuai dengan

Pasal 1132 KUHPerdata, yang pada dasarnya menetapkan bahwa pembagian

kekayaan debitur di antara krediturnya harus dilaksanakan secara pari passu pro parte.16

2. Tidak membayar lunas setidaknya satu utang yang telah jatuh waktu dan

dapat ditagih;

a. Pengertian “tidak membayar”;

Pengertian tidak membayar dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu:

1) Insolvent (tidak mampu membayar), adalah suatu keadaan dimana aset lebih kecil daripada utang.

2) Solvent (mampu membayar namun tidak mau membayar), adalah suatu keadaan dimana perusahaan sehat, dimana aset lebih besar

daripada utang.

Yang menjadi pertimbangan Pengadilan Niaga untuk menyatakan

suatu debitur pailit, tidak saja oleh karena ketidakmampuan debitur

tersebut untuk membayar utang-utangnya, tetapi juga termasuk

16

(33)

ketidakmauan debitur untuk melunasi utang-utang tersebut seperti yang

telah diperjanjikan.17

b. Pengertian “lunas”

Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU dalam perubahannya menambah

kata “lunas” setelah kata “tidak membayar” untuk mengatasi

kelemahan-kelemahan dalam praktek, seperti debitur yang sudah membayar tetapi

tidak lunas tidak dapat dipailitkan, karena apabila jika pelunasannya lama,

maka hal itu akan merugikan krediturnya.

c. Pengertian “utang”

Tidak adanya pengertian utang dalam Undang-Undang Nomor 4

Tahun 1998 merupakan salah satu kekosongan yang terdapat dalam

undang-undang ini. Kelemahan ini kemudian diperbaiki dalam UUK dan

PKPU :

“Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik dalam mata uang Indonesia maupun mata uang asing baik secara langsung maupun yangakan timbul di kemudian hari atau kontijen,yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.”

Secara normatif, makna utang di sini sangat luas. Utang yang

terjadi bukan hanya karena perjanjian utang-piutang atau perjanjian kredit

saja, tetapi juga kewajiban membayar sejumlah uang yang timbul dari

perjanjian lainnya, antara lain seperti perjanjian sewa-menyewa, perjanjian

jual beli, perjanjian pemborongan, perjanjian tukar-menukar, perjanjian

17

(34)

sewa-beli, dan lain-lain. Demikian juga halnya kewajiban membayar

sejumlah uang yang timbul karena undang-undang adalah utang. Misalnya

pajak yang belum dibayar kepada negara adalah utang. Selain itu,

kewajiban membayar uang berdasarkan putusan pengadilan termasuk

putusan badan arbitrase yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

termasuk juga utang.18

d. Pengertian “telah jatuh waktu dan dapat ditagih”

Sutan Remy berpendapat bahwa pengertian “jatuh waktu” berbeda

dengan “dapat ditagih”, dimana utang yang telah jatuh waktu adalah utang

yang telah expired dengan sendirinya, tetapi utang yang telah dapat ditagih belum tentu telah “jatuh waktu”.19

Utang yang telah jatuh tempo, dapat terjadi karena beberapa hal,

pertama, jatuh tempo biasa, yakni jatuh tempo sebagaimana yang disepakati bersama antar kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit;

kedua, jatuh tempo yang dipercepat,yakni jatuh tempo yang mendahului jatuh tempo biasa karena debitur melanggar isi perjanjian, sehingga

pernagihannya diakselerasi. Debitur diwajibkan mencicil utangnya setiap

bulan termasuk bunga dan biaya-biaya lainnya. Apabila debitur tidak

membayar angsuran cicilan kreditnya tiga bulan berturut-turut, maka jatuh

tempo dapat dipercepat; ketiga, jatuh tempo karena pengenaan sanksi/denda oleh instansi yang berwenang; keempat, jatuh tempo karena

18

Syamsudin Sinaga, Hukum Kepailitan Indonesia (Jakarta: Tianusa,2012), hlm.91.

19

(35)

putusan pengadilan atau putusan badan arbitrase. Berdasarkan kebiasaan

yang berlaku di antara debitur dan kreditur, atau dapat juga dipakai

sebagai dasar jatuh tempo surat tegoran atau somasi.20

Tidak semua utang dapat ditagih. Utang yang dapat ditagih adalah

utang yang legal. Utang yang timbul berdasarkan perjanjian atau

undang-undang. Bukan utang yang illegal utang yang timbul dengan cara melawan

hukum tidak dapat ditagih melalui mekanisme dan prosedur hukum

kepailitan. 21

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan dan panitera

yang mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan

yang bersangkutan diajukan.

Undang-Undang Kepailitan dan PKPU membentuk suatu peradilan khusus

yang berwenang menangani perkara kepailitan, yaitu Pengadilan Niaga yang

berada di lingkungan peradilan umum. Proses permohonan putusan pernyataan

pailit diatur dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 UUK dan PKPU. Prosesnya

dapat dijelaskan sebagai berikut:

2. Pemohon juga harus menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat

pengajuan, antara lain:22

a. Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan

Niaga.

b. Kartu advokat.

20

Syamsudin Sinaga, Op.Cit., hlm. 92.

21

Ibid, hlm. 93.

(36)

c. Bukti yang menunjukkan adanya perikatan (perjanjian jual-beli,

hutang-piutang, putusan pengadilan, commercial paper, faktur, kuitansi, dan lain-lain.

d. Surat kuasa khusus.

e. Tanda daftar perusahaan yang dilegalisir oleh kantor perdagangan.

f. Perincian hutang yang tidak dibayar.

g. Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah resmi (disumpah)

jika menyangkut bahasa asing.

h. Nama dan alamat masing–masing kreditur / debitur.

Sistematika surat permohonan pernyataan pailit pada dasarnya sama

dengan surat gugatan biasa, hanya saja dalam kepailitan perlu ditambahkan

pengangkatan kurator dan hakim pengawas.

3. Pengadilan akan mempelajari dan menetapkan hari sidang dalam tempo

paling lambat 3 hari dan sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan

pailiy diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari terhitung

sejak tanggal permohonan didaftarkan. Putusan atas permohonan pernyataan

pailit, menurut Pasal 8 ayat (5) UUK dan PKPU, harus ditetapkan dalam

jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan

(37)

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit

Putusan kepailitan adalah bersifat serta merta dan konstitutif yaitu

meniadakan keadaan dan menciptakan keadaan hukum baru.23Dengan pailitnya

pihak debitur, banyak akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya oleh

undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitur dengan 2 (dua)

model pemberlakuan, yaitu:24

1. Berlaku demi hukum

Beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam

hal ini, pengadilan niaga, hakim pengawas, kurator, kreditur, dan pihak lain yang

terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung

untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.

2. Berlaku secara rule of season

Selain akibat yuridis hukum kepailitan yang berlaku demi hukum, terdapat

akibat hukum tertentu dari kepailitan yang berlaku secara rule of reason. Maksud dari pemberlakuan model ini adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis

berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah

mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan.

Beberapa akibat hukum terhadap perbuatan hukum yang dilakukan oleh

debitur:

1. Akibat kepailitan terhadap debitur pailit dan hartanya

23

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan Edisi Revisi (Malang: UMM Press, 2007), hlm. 103.

24

(38)

Akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitur, dimana debitur

tidaklah berada dibawah pengampuan. Debitur tidaklah kehilangan

kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali

apabila perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta

bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang akan

diperolehnya, debitur tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima

hartabenda yang akan diperolehnya itu kemudian menjadi bagian dari harta

pailitnya. 25

Proses kepailitan menghindari terjadinya berbagai kemungkinan faktual

dan yuridis yang mungkin timbul dalam kegiatan khusus untuk mendapatkan

barang-barang milik debitur. Kepailitan adalah sita umum atas barang-barang

milik debitur untuk kepentingan kreditur secara bersama.

Sejak tanggal putusan pernyataan pailit itu untuk diucapkan, debitur

demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang

termasuk harta pailit.

26

2. Akibat hukum terhadap seluruh perikatan yang dibuat oleh debitur pailit

Semua barang

dieksekusi dan hasilnya dikurangi biaya eksekusi dibagi-bagi di antara kreditur

dengan mengingat hak-hak istimewa yang diakui oleh undang-undang.

Semua perikatan debitur yang terbit sesudah putusan pernyataan pailit,

tidak lagi dapat membayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut

menguntungkan harta pailit (Pasal 25 UUK dan PKPU). Tuntutan mengenai hak

dan kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau kurator.

Dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur

25

Sultan Remi Syahdeini, Op.Cit., hlm. 257.

26

(39)

pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap

debitur pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap

harta pailit (Pasal 26 UUK dan PKPU).

Selama berlangsungnya kepailitan, tuntutan untuk memperoleh

pemenuhan perikatan dari harta pailit yang ditujukan terhadap debitur pailit,

hanya dapat diajukan dengan mendaftarkannya untuk dicocokkan (Pasal 27 UUK

dan PKPU).

3. Akibat hukum bagi kreditur

Pada dasarnya, kedudukan para kreditur sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi budelnya pailit

sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata parte). Namun asas tersebut dapat dikecualikan yakni untuk golongan kreditur yang memenang hak anggunan atas kebendaan dan golongan kreditur yang

haknya didahulukan berdasarkan UUK dan PKPU dan peraturan

perundang-undangan lainnya. Oleh karenanya, kreditur dapat dikelompokkan sebagai

berikut:27

a. Kreditur separatis

Merupakan kreditur pemegang hak jaminan kebendaan, yang dapat

bertindak sendiri yang tidak terkena akibat putusan pernyataan pailit

debitur, sehingga hak-hak eksekusi kreditur separatis ini tetap dapat

dijalankan seperti tidak ada kepailitan debitur. Kreditur separatis dapat

menjual sendiri barang-barang yang menjadi jaminan, seolah-olah tidak

27

(40)

ada kepailitan. Debitur mengambil hasil penjualan ini sebesar piutangnya,

sedangkan jika ada sisanya disetorkan ke kas kurator. Jika hasil penjualan

tersebut tidak mencukupi, maka kreditur separatis itu, untuk tagihan yang

belum dibayar dapat memasukkan kekurangannya sebagai kurator

bersaing.28

b. Kreditur preferen/istimewa

Adapun yang termasuk hak-hak jaminan kebendaan yang

memberikan hak menjual secara lelang dan memperoleh pelunasan secara

mendahului yaitu gadai, hipotek jaminan fidusia.

Merupakan kreditur yang piutangnya mempunyai kedudukan istimewa dan

mendapat hak untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari penjualan

harta pailit. Kreditur ini berada dibawah pemegang hak tanggungan dan

gadai. Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, hak istimewa adalah suatu hak

yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang sehingga

tingkatnya, semata-mata berdasarkan sifat piutangnya.

c. Kreditur konkuren

Kreditur konkuren/bersaing memiliki kedudukan yang sama dan berhak

memperoleh hasil penjualan harta kekayaan debitur, baik yang telah ada

maupun yang akan ada dikemudian hari setelah sebelumnya dikurangi

dengan kewajiban membayar piutang kepada para kreditur pemegang hak

jaminan dan para kreditur dengan hak istimewa secara

proporsional menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing

kreditur.

28

(41)

4. Akibat hukum terhadap eksekusi atas harta kekayaan debitur pailit

Menurut Pasal 31 UUK dan PKPU, putusan pernyataan pailit mempunyai

akibat bahwa segala putusan hakim menyangkut setiap bagian harta kekayaan

debitur yang telah diadakan sebelum diputuskannya pernyataan pailit harus segera

dihentikan dan sejak saat yang sama pula tidak satu putusan pun mengenai

hukuman paksaan badan dapat dilaksanakan. Segala putusan mengenai penyitaan,

baik yang sudah maupun yang belum dilaksanakan, dibatalkan demi hukum, bila

dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan

memerintahkan pencoretan.

Jika dilihat, dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa setelah ada

pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitur

apakah penyitaan atau penjualan, menjadi terhenti. Semua sita jaminan maupun

sita eksekutorial menjadi gugur, bahkan sekalipun pelaksanaan putusan hakim

sudah dimulai, maka pelaksanaan itu harus dihentikan. Menurut Pasal 33 UUK

dan PKPU, apabila hari pelelangan untuk memenuhi putusan hakim sudah

ditetapkan, kurator atas kuasa hakim pengawas dapat melanjutkan pelelangan

barang tersebut dan hasilnya masuk dalam harta pailit.

5. Akibat kepailitan bagi pasangan debitur pailit

Debitur pailit yang pada saat dinyatakan pailit sudah terikat dalam suatu

perkawinan dan adanya persatuan harta, kepailitan juga dapat memberikan akibat

hukum terhadap pasangannya (suami/istrinya). Dalam hal suami atau istri yang

dinyatakan pailit, istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda

(42)

dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda

milik istri atau suami telah dijual suami/istri dan harganya belum dibayar atau

uang hasil penjualan belum tercampur dalam harta pailit, maka istri atau suami

berhak mengambil kembali uang hasil penjualan tersebut.

Berdasarkan pada uraian-uraian diatas jelaslah bahwa meskipun seseorang

telah dinyatakan pailit, orang tersebut masih mendapat perlindungan hukum.

Dengan perkataan lain bahwa seseorang dinyatakan paiit masih dapat bertindak

bilamana suatu tindakan yang ditujukan kepadanya akan mengakibatkan kerugian

morilnya. Disamping itu pula, hal-hal yang membawa keuntungan bagi harta

hartamasih dapat dilakukan oleh si pailit, karena dengan keuntungan yang

diperoleh tersebut diharapkan dapat melunasi utang-utangnya yang sekaligus

mempercepat proses pailit berakhir, dan selanjutnya pengembalian hak untuk

mengurus harta kekayaan sendiri sebagaimana sebelum adanya pernyataan pailit.

C. Pengurusan Harta Pailit

Pengurusan adalah mengumumkan ikhwal kepailitan, melakukan

penyegelan harta pailit, pencatatan/pendaftaran harta pailit, melanjutkan usaha

debitur, membuka surat-surat telegram debitur pailit, mengalihkkan harta pailit.

melakukan penyimpanan harta pailit, mengadakan perdamaian guna menjamin

suatu perkara yang sedang berjalan atau mencegah timbulnya suatu perkara.

Sejak diucapkannya putusan pailit, debitur yang dinyatakan pailit sudah

kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus harta pailit. Penguasaan dan

(43)

pengurusan harta pailit tersebut yang terlibat tidak hanya kurator,tetapi masih ada

pihak lainnya. Pihak-pihak yang terkait dengan pengurusan harta pailit tersebut

adalah:

1. Hakim pengawas

Kurator mempunyai tugas utama yaitu melakukan pengurusan dan

pemberesan harta pailit. Agar kurator menjalankan tugasnya tersebut sesuai

dengan aturan hak dan tidak sewenang-wenang, maka perlu ada bentuk

pengawasan terhadap tindak-tindakan kurator. Disinilah perlunya peranan hakim

pengawas untuk mengawasi setiap tindakan kurator. Dalam putusan pernyataan

pailit harus diangkat seorang hakim pengawas yang ditunjuk oleh hakim

Pengadilan Niaga.

Tugas hakim pengawas ialah mengawasi pengurusan dan pemberesan

harta pailit yang dilakukan oleh kurator, dan sebelum memutuskan sesuatu yang

ada sangkut pautnya dengan pengurusan dan pemberesan harta pailit, Pengadilan

Niaga wajib mendengar nasihat terlebih dahulu dari hakim pengawas. Tugas-tugas

dan kewenangan hakim pengawas adalah sebagai berikut:29

a. Memimpin rapat verifikasi;

b. Mengawasi tindakan dari kurator dalam melaksanakan tugasnya;

memberikan nasihat dan peringatan kepada kurator atas pelaksanaan tugas

tersebut;

c. Menyetujui atau menolak daftar-daftar tagihan yang diajukan oleh para

kreditur;

29

(44)

d. Meneruskan tagihan-tagihan yang tidak dapat diselesaikannya dalam rapat

verifikasi kepada hakim Pengadilan Niaga yang memutus perkara itu;

e. Mendengar saksi-saksi dan para ahli atas segala hal yang berkaitan dengan

kepailitan (misalnya: tentang keadaan budel, perilaku pailit dan

sebagainya);

f. Memberikan izin atau menolak permohonan si pailit untuk berpergian

(meninggalkan tempat) kediamannya.

Ketentuan mengenai hakim pengawas dalam kepailitan terletak pada UUK

dan PKPU pada bagian ketiga paragraf 1 Pasal 65-68.

2. Kurator

Kurator merupakan salah satu pihak yang cukup memegang peranan

dalam suatu proses perkara pailit. Dan karena peranannya yang besar dan

tugasnya yang berat, maka tidak sembarangan orang dapat menjadi pihak kurator.

Dalam Pasal 69 UUK dan PKPU disebutkan, tugas kurator adalah melakukan

pengurusan dan atau pemberesan harta pailit.

Karena itu pula maka persyaratan dan prosedur untuk dapat menjadi

kurator ini oleh UUK dan PKPU diatur secara relatif ketat. Sewaktu masih

berlakunya peraturan kepailitan zaman Belanda, hanya Balai Harta Peninggalan

(BHP) saja yang dapat menjadi kurator tersebut. Dalam Pasal 70 ayat (1) UUK

dan PKPU disebutkan, yang dapat bertindak menjadi kurator sekarang adalah

sebagai berikut :

a. Balai Harta Peninggalan (BHP).

(45)

Untuk jenis kurator lainnya, dalam Pasal 70 ayat (2), (a), (b) UUK dan

PKPU disebutkan, yaitu kurator yang bukan Balai Harta Peninggalan adalah

mereka yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu :

a. Perorangan atau persekutuan perdata yang berdomisili di Indonesia, yang

mempunyai keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan

atau membereskan harta pailit.

b. Telah terdaftar pada kementerian yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya di bidang hukum dan peraturan perundang-undangan.

Dalam penjelasan Pasal 70 ayat(2) huruf (a) UUK dan PKPU disebutkan,

yang dimaksud dengan keahlian khusus adalah mereka yang mengikuti dan lulus

pendidikan kurator dan pengurus. Dalam penjelasan Pasal 70 ayat(2) huruf (b)

UUK dan PKPU disebutkan, yang dimaksud dengan terdaftar adalah telah

memenuhi syarat-syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan anggota aktif

organisasi profesi kurator dan pengurus.

Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan maka debitur

pailit tidak lagi berhak melakukan pengurusan atas harta kekayaannya. Oleh

karena itu, untuk melindungi kepentingan, baik debitur pailit sendiri maupun

pihak ketiga yang berhubungan hukum dengan debitur pailit sebelum pernyataan

pailit dijatuhkan, UUK dan PKPU telah menunjuk kurator sebagai satu-satunya

pihak yang akan menangani seluruh kegiatan pengurusan dan pemberesan harta

pailit, meskipun terhadap putusan kemudian diajukan kasasi atau peninjauan

(46)

Tugas kurator pengurus dapat dilihat pada job description dari kurator pengurus, karena setidaknya ada 3 jenis penugasan yang dapat diberikan kepada

kurator pengurus dalam hal proses kepailitan, yaitu:

a. Sebagai kurator sementara

Kurator sementara ditunjuk dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan

debitur melakukan tindakan yang mungkin dapat merugikan hartanya,

selama jalannya proses beracara pada pengadilan sebelum debitur

dinyatakan pailit. Tugas utama kurator sementara adalah untuk:

1) Mengawasi pengelolaan usaha debitur; dan

2) Mengawasi pembayaran kepada kreditur, pengalihan atau pengagunan

kekayaan debitur yang dalam rangka kepailitan memerlukan kurator

(Pasal 7 UUK dan PKPU).Secara umum tugas kurator sementara tidak

banyak berbeda dengan pengurus, namun karena pertimbangan

keterbatasan kewenangan dan efektivitas yang ada pada kurator

sementara, maka sampai saat ini sedikit sekali terjadi penunjukan

kurator sementara.

b. Sebagai pengurus

Pengurus ditunjuk dalam hal adanya Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang (PKPU). Tugas pengurus hanya sebatas menyelenggarakan

pengadministrasian proses PKPU, seperti misalnya melakukan

pengumuman, mengundang rapat-rapat kreditur, ditambah dengan

pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan usaha yang dilakukan oleh

(47)

dapat merugikan hartanya.Perlu diketahui bahwa dalam PKPU debitur

masih memiliki kewenangan untuk mengurus hartanya sehingga

kewenangan pengurus sebatas hanya mengawasi belaka.

c. Sebagai kurator

Kurator ditunjuk pada saat debitur dinyatakan pailit, sebagai akibat dari

keadaan pailit, maka debitur kehilangan hak untuk mengurus harta

kekayaannya, dan oleh karena itu kewenangan pengelolaan harta pailit

jatuh ke tangan kurator. Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam

melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa

kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu:

1) Tugas administratif

Dalam kapasitas administratifnya, kurator bertugas

untukmengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam

kepailitan, misalnya melakukan pengumuman (Pasal 13 ayat (4) UUK

dan PKPU); mengundang rapat-rapat kreditur ; mengamankan harta

kekayaan debitur pailit; melakukan inventarisasi harta pailit (Pasal 91

UUK dan PKPU); serta membuat laporan rutin kepada hakim

pengawas (Pasal 70 ayat (1) UUK dan PKPU). Dalam menjalankan

kapasitas administratifnya kurator memiliki kewenangan antara lain:

a) Kewenangan untuk melakukan upaya paksa seperti paksa badan

(Pasal 84 ayat (1)UUK dan PKPU).

b) Melakukan penyegelan (bila perlu) (Pasal 90 ayat (1) UUK dan

(48)

2) Tugas mengurus/mengelola harta pailit

Selama proses kepailitan belum sampai pada keadaan insolvensi

(pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha

debitur pailit sebagaimana layaknya organ perseroan (direksi) atas ijin

rapat kreditur (Pasal 95 ayat (1)UUK dan PKPU). Pengelolaan hanya

dapat dilakukan apabila debitur pailit masih memiliki suatu usaha

yang masih berjalan.

Kewenangan yang diberikan dalam menjalankan pengelolaan ini

termasuk diantaranya :

a) Kewenangan untuk membuka seluruh korespondensi yang

ditujukan kepada debitur pailit (Pasal 14 junto Pasal 96 UUK dan

PKPU).

b) Kewenangan untuk meminjam dana pihak ketiga dengan dijamin

dengan harta pailit yang belum dibebani demi kelangsungan usaha

(Pasal 67 ayat (4) UUK dan PKPU).

c) Kewenangan khusus untuk mengakhiri sewa, memutuskan

hubungan kerja, dan perjanjian lainnya.

3) Tugas melakukan penjualan dan pemberesan

Tugas yang paling utama bagi kurator adalah untuk melakukan

pemberesan. Maksudnya pemberesan di sini adalah suatu keadaan

dimana kurator melakukan pembayaran kepada para kreditur

konkuren dari hasil penjualan harta pailit.

(49)

Pada prinsipnya, suatu panitia kreditur adalah pihak yang mewakili pihak

kreditur, sehingga panitia kreditur tentu akan memperjuangkan segala

kepentingan hukum dari pihak kreditur. Ada dua macam panitia kreditur yang

diperkenalkan oleh UUK dan PKPU, yaitu:

a. Panitia kreditur sementara

Dalam Pasal 79 UUK dan PKPU disebutkan, dalam putusan pailit atau

dengan penetapan kemudian, pengadilan dapat membentuk panitia kreditur

(sementara) yang terdiri dari satu sampai tiga orang yang dipilih dari

kreditur yang dikenal dengan maksud memberikan nasihat kepada kurator.

Yang dimaksud dengan kreditur yang sudah dikenal adalah kreditur yang

sudah mendaftarkan diri untuk diverifikasi.

b. Panitia kreditur tetap

Pasal 72 UUK dan PKPU menyatakan bahwa setelah pencocokan utang

selesai dilakukan, hakim pengawas wajib menawarkan pada para kreditur

untuk membentuk panitia kreditur tetap.

D. Pemberesan Harta Pailit

Pemberesan merupakan salah satu tugas yang dilakukan oleh kurator

terhadap pengurusan harta debitur pailit. Dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (1) UUK

dan PKPU dijelaskan bahwa yang dimaksud pemberesan adalah penguangan

(50)

setelah debitur berada dalam keadaan insolvensi, dimana insolvensi baru dapat

terjadi bila:30

1. Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian.

2. Apabila ada penawaran perdamaian oleh si pailit maupun oleh kurator, tetapi

tidak disetujui oleh para kreditur dalam rapat verifikasi (pencocokan piutang).

3. Apabila terdapat perdamaian dan disetujui oleh para kreditur dalam rapat

verifikasi tetapi tidak mendapat homogolasi (pengesahan) oleh hakim

pemutusan kepailitan.

Berikut ini diuraikan tentang hal-hal yang dilakukan dalam tahap

pemberesan harta pailit :

1. Mengusulkan agar perusahaan debitur pailit dilanjutkan

Jika dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian

atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau

kreditur yang hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitur

pailit dilanjutkan.31

30

Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 178 ayat (1).

31

Republik Indonesia. Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 179 ayat (1).

Usulan untuk melanjutkan perusahaan dalam rapat tersebut

wajib diterima, apabila usul tersebut disetujui oleh kreditur yang mewakili lebih

dari ½ dari semua piutang yang diakui dan diterima sementara, yang tidak dijamin

Referensi

Dokumen terkait

Kendala yang Dihadapi Oleh Kurator dalam Melaksanakan Pengurusan dan Pemberesan Harta Pailit Toko Makmur dan atau Khow The Sun dan Upaya -Upaya yang Ditempuh dalam Menyelesaikan

(Perlindungan Hukun Bagi Kurator Terhadap Kriminalisasi Oleh Debitor Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta Pailit) adalah sama-sama bertolak dari lingkungan

Kendala yang Dihadapi Oleh Kurator dalam Melaksanakan Pengurusan. dan Pemberesan Harta Pailit Toko Makmur dan atau Khow The

Tulisan yang berjudul ” Pelaksanaan Tanggung Jawab Balai Harta Peninggalan Semarang sebagai kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta kekayaan debitor

Tulisan yang berjudul ”Pelaksanaan Tanggung Jawab Balai Harta Peninggalan Semarang sebagai kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan harta kekayaan debitor

Dalam menjalankan tugasnya seorang Kurator swasta ini memiliki kewenangan sepenuhnya terhadap harta pailit yang dimiliki oleh debitur pailit yang dimana pada hal

Pasal 41 ayat (1) UUK-PKPU menyatakan secara tegas bahwa untuk kepentingan harta pailit, segala perbuatan hukum debitur yang telah dinyatakan pailit, yang

Ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya oleh UUK-PKPU sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, maka yang berhak membagi harta