AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM
PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
(Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU
Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu)Diajukan oleh
Hans Imanuel Prawira Siahaan 110904057
Program Studi Hubungan Masyarakat Ilmu Komunikasi
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
Lembar Persetujuan
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan
NIM : 110904057
Departemen : Ilmu Komunikasi
Skripsi : Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu.
Medan, September 2015
Dosen Pembimbing Ketua Departemen
Dra. Lusiana A. Lubis MA.Ph.D Dra. Fatma WardyLubis, MA
NIP. 196704051990032002 NIP: 196208281987012001
Dekan FISIP USU
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip maupun
yang dirujuk telah dicantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya
terbukti melanggar pelanggaran (plagiat), maka saya akan siap diproses sesuai dengan
aturan yang berlaku.
Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan
NIM : 110904057
Tanda Tangan :
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Esa yang dikenal dalam
pribadi Kristus Yesus Tuhan dan Juruselamat karenaatas segala berkat dan kasih
setia-Nya yang melimpah dari hari ke hari hingga pada akhirnya peneliti dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai
Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan
Susu.” Adapun penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
politik ( FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).
Selama proses pengerjaan skripsi ini tentu saja dibarengi dengan berbagai
macam hambatan dan rintangan, namun dalam pengerjaannya peneliti menyadari jika
peneliti tidaklah sendiri, ada begitu banyak tangan-tangan yang senantiasa membantu
hingga pada akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan. Dari sekian banyak pihak-pihak
yang membantu,pertama sekali peneliti ingin menghaturkan ribuan terima kasih
kepada malaikat pelindung yang dikirimkan Tuhan di dunia ini, yaitu orang tua
peneliti Saluat Siahan S.Pd, M.Pd dan Luke br. Sinaga atas segala dukungan dan
kasih sayangnya yang tidak bisa ternilai harganya. Begitu juga kepada Hans Augusta
Jaya Negara Siahaan, Hans Try Brata Prasetia Siahaan, adik-adik yang memberi
semangat dalam proses pengerjaannya.
Peneliti juga ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
selama ini dengan tulus hati membantu jalannya perkuliahan hingga skripsi ini
behasil diselesaikan. Berterima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara
yaitu Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.si beserta jajarannya.
2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi yaitu Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis,
v
3. Dosen pembimbing peneliti yaitu Ibu Dra. Hj. Lusiana Andriani Lubis,
MA Ph.D. yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam
memberi arahan dengan sabar dan penuh keikhlasan.
4. Bapak Safrin selaku dosen sekaligus pembimbing akademik selama
menjalani aktivitas perkuliahan di kampus, Ibu Nurbani, Mrs. Betty, Kak
Yovita, Kak Hanim, Kak Puan, Kak Maya, yang telah membimbing dan
mengajar peneliti selama perkuliahaan di Departemen Ilmu Komunikasi.
Begitu juga seluruh dosen maupun staff pegawai lainnya yang telah
berkontribusi nyata yang tidak disebutkan satu persatu.
5. Bapak Robert Butarbutar selaku Manajer lapangan yang telah
berkontribusi dalam hal memberi perizinan dan berbagai macam fasilitas
kepada peneliti selama melakukan penelitian di PLTU Pangkalan Susudan
tidak lupa pula kepada Bapak Bernard Patralison Girsang selaku
pembimbing sekaligus teman peneliti selama melakukan proses penelitian
lapangan.
6. Para informan yang sudah membantu peneliti dalam banyak hal terkhusus
dalam hal memberikan informasi yang penting bagi penelitian ini serta
telah menyisihkan waktunya terkhusus kepada Mr Tao, Mr Mao Tang, Mr
Yan, Mr. Ding, Ibu Junita, Pak Leo, Pak Suprayitno, Ibu Jessi, Dokter
Reza, Pak Awal.
7. Seluruh sahabat dan teman yang sudah banyak berbagi pengetahuan dan
keceriaan, Davit Pranata Sebayang, David Edward Sihombing, Sondang
Wahyuni Tamba, Ardi Winata Tobing, Beni, K’Liberty Togatorop, Dwy
Murphy, Brawijaya, Ade Grace Sianturi, Bastian Siahaan, Swandi
Perdinan Hutapea, Agusman Harefa, Elisabeth Rumahorbo, Christian
Jonathan Manurung, Laura Uli Siahaan, Liberty Togatorop, Neni Eunike
Waruwu, Rany Valentina, Tabita Martina, Willy Nicolas Sinaga, Eva
Kepot, Yohan, dan seluruh kerabat ANTO Kom 11 yang tidak bisa
8. Komponen pelayanan UKM KMK USU UP PEMA FISIP, Tim Pengurus
Pelayanan tahun 2015 atas dukungan doa dan semangat yang tidak henti
mengalir.
9. Adik rohani Novarina Lumbangaol dan Ninditha Chrisantheum Purba.
10.Kakak Rohani Rebekka Purba yang telah berbagi banyak hal dalam hidup
peneliti.
Pada akhirnya peneliti hanya berharap Semoga Tuhan senantiasa membalas
dan memberkati semua pihak yang turut serta membantu peneliti. Akhir kata peneliti
sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu terkhusus
dalam lingkup ilmu Komunikasi pada masa-masa yang akan datang.
Medan, 28 September 2015
Peneliti,
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:
Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan
NIM : 110904057
Departemen : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas : Sumatera Utara
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan
kepada Universitas Sumatera utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive
Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : AKULTURASI PEKERJA
ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA. (Studi
Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir
Kecamatan Pangkalan Susu).
Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Sumatera Utara
berhak menyimpan, mengalihbahasakan, memformat, dan mengelola, serta
mempublikasikan tugas akhir ini selama mencantumkan nama saya sebagai penulis
sekaligus pemilik hak cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Medan, 28 September 2015
Yang Menyatakan
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif mengenai pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat sejauh mana akulturasi yang telah dialami oleh para Imigran Tiongkok yang bekerja di PLTU desa Tanjung Pasir, selain itu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap dapat menghambat laju akulturasi mereka. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi yaitu terkhusus komunikasi antarbudaya dan akulturasi.Teknik penelitian yang digunakan ialah wawancara mendalam kepada sebelas orang informan yang terbagi menjadi sembilan orang informan utama dan dua orang informan tambahan dengan kriteria: pekerja Tiongkok mampu berbahasa Indonesia, pekerja Tiongkok yang kurang lebih 2 tahun bekerja namun belum mampu berbahasa Indonesia, pekerja lokal, penerjemah dan dokter yang ruang lingkup kerjanya berkaitan erat dengan pekerja Tiongkok beserta masyarakat yang memiliki pengalaman bersama pekerja Tiongkok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa akulturasi yang dialami oleh pekerja Tiongkok tidak terlalu signifikan terlihat.Secara umum akulturasi yang mereka alami hanya terdapat dalam beberapa pola budaya yang bersinggungan dengan budaya pribumi saja. Secara keseluruhan mereka juga mengalami gegar budaya yang bervariasi satu sama lain yakni keadaan lingkungan, penyakit, adanya konflik pada awal pertemuan, merindukan kampung dan sanak saudara. Adapun hambatan dalam akulturasi budaya yang mereka alami dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya yang sangat jauh, persepsi budaya yang dimiliki, tingkat kedekatan pekerja Tiongkok terhadap penduduk pribumi, serta sistem yang dibuat oleh perusahaan.
ix
ABSTRACT
Title of this research is ACCULTURATION OF THE FOREIGN EMPLOYEE IN THE INTERCULTURAL COMMUNICATION PERSPECTIVE (Descriptive Qualitative Study of Tiongkok employee in PLTU Tanjung Pasir village in Pangkalan Susu subdistrict ). The research use qualitative method and projected to find out as far as possibilities of acculturation who adapted by them and then to find out the obstacles of the Tiongkok acculturation. This research used the communication theory that related to intercultural communication and acculturation.The research is using in-depth interview method to find out the data to the eleven keys person with the nine main person and two addition person with criteria such as : Tiongkok employe who have ability in Indonesia language, Tiongkok employee that work more than 2 years in PLTU and don’t have ability yet in Indonesia language and then the local employee and a medical doctor that have in close relationship partner with Tiongkok employee.The result showed that acculturation who have experienced by Tiongkok employee is not too significant. As a generally, the acculturation that they already have are only in a several culture that related to local border line culture. The whole of their culture shock such as, the environment condition, disease , conflict in the first companionship with the local people, missing the hometown and family. There are some obstacle that they have such as, the level of their different culture, perception that they have, close relationship level with the local society and the system that made by the company.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR ORSINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah ... 1
1.2.Fokus Masalah ... 6
1.3.Tujuan Penelitian ... 6
1.4.Manfaat Penelitian ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian ... 7
2.1.1 Paradigma Interpretif ... 8
2.2.Kerangka Teori ... 9
2.2.1. Komunikasi ... 9
2.2.1.1.Dimensi Ilmu Komunikasi ... 10
2.2.2. Komunikasi Antarbudaya... 12
2.2.3. Akulturasi ... 16
2.3. Kerangka Pemikiran... 19
xi
3.1. Metode Penelitian ... 21
3.2. Objek Penelitian ... 21
3.3. Subjek Penelitian ... 22
3.4. Unit Analisis ... 22
3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 23
3.6. Teknik Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 26
4.1.1. Deskripsi Unit Analisis ... 26
4.1.1.1.Deskripsi Lokasi Pembangunan PLTU ... 26
4.1.1.2.Deskripsi Sejarah Proyek PLTU ... 27
4.1.1.3.Deskripsi Aktivitas Pekerja Tiongkok ... 29
4.1.1.4.Deskripsi Subjek Penelitian ... 31
4.1.2. Hasil WawancaraAkulturasi Budaya Pekerja Tiongkok ... 40
4.2. Pembahasan ... 76
4.2.1. Akulturasi Budaya Pekerja Tiongkok Terhadap Pribumi ... 77
4.2.1.1.Akulturasi Terhadap Nilai Dan Norma Yang Berlaku ... 79
4.2.1.2.Akulturasi Terhadap Pola Perilaku Masyarakat ... 85
4.2.1.3.Akulturasi Terhadap Sistem Lambang ... 89
4.2.2. Gegar Budaya ... 97
4.2.3. Hambatan Dalam Akulturasi ... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 107
5.2. Saran ... 110
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1.2 Model komunikasi antar budaya Samovar & Porter 13
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. .. Hasil wawancara
2. .. Surat Izin Perusahaan PLTU 3. Biodata Peneliti
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif mengenai pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat sejauh mana akulturasi yang telah dialami oleh para Imigran Tiongkok yang bekerja di PLTU desa Tanjung Pasir, selain itu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap dapat menghambat laju akulturasi mereka. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi yaitu terkhusus komunikasi antarbudaya dan akulturasi.Teknik penelitian yang digunakan ialah wawancara mendalam kepada sebelas orang informan yang terbagi menjadi sembilan orang informan utama dan dua orang informan tambahan dengan kriteria: pekerja Tiongkok mampu berbahasa Indonesia, pekerja Tiongkok yang kurang lebih 2 tahun bekerja namun belum mampu berbahasa Indonesia, pekerja lokal, penerjemah dan dokter yang ruang lingkup kerjanya berkaitan erat dengan pekerja Tiongkok beserta masyarakat yang memiliki pengalaman bersama pekerja Tiongkok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa akulturasi yang dialami oleh pekerja Tiongkok tidak terlalu signifikan terlihat.Secara umum akulturasi yang mereka alami hanya terdapat dalam beberapa pola budaya yang bersinggungan dengan budaya pribumi saja. Secara keseluruhan mereka juga mengalami gegar budaya yang bervariasi satu sama lain yakni keadaan lingkungan, penyakit, adanya konflik pada awal pertemuan, merindukan kampung dan sanak saudara. Adapun hambatan dalam akulturasi budaya yang mereka alami dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya yang sangat jauh, persepsi budaya yang dimiliki, tingkat kedekatan pekerja Tiongkok terhadap penduduk pribumi, serta sistem yang dibuat oleh perusahaan.
ix
ABSTRACT
Title of this research is ACCULTURATION OF THE FOREIGN EMPLOYEE IN THE INTERCULTURAL COMMUNICATION PERSPECTIVE (Descriptive Qualitative Study of Tiongkok employee in PLTU Tanjung Pasir village in Pangkalan Susu subdistrict ). The research use qualitative method and projected to find out as far as possibilities of acculturation who adapted by them and then to find out the obstacles of the Tiongkok acculturation. This research used the communication theory that related to intercultural communication and acculturation.The research is using in-depth interview method to find out the data to the eleven keys person with the nine main person and two addition person with criteria such as : Tiongkok employe who have ability in Indonesia language, Tiongkok employee that work more than 2 years in PLTU and don’t have ability yet in Indonesia language and then the local employee and a medical doctor that have in close relationship partner with Tiongkok employee.The result showed that acculturation who have experienced by Tiongkok employee is not too significant. As a generally, the acculturation that they already have are only in a several culture that related to local border line culture. The whole of their culture shock such as, the environment condition, disease , conflict in the first companionship with the local people, missing the hometown and family. There are some obstacle that they have such as, the level of their different culture, perception that they have, close relationship level with the local society and the system that made by the company.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Konteks Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial sekaligus makhluk dinamis yang
selalu berkembang dalam seluruh aspek. Kebutuhan akan kehidupan yang lebih
layak, alasan perekonomian, perkembangan dari teknologi yang semakin
meningkat dan skill tertentu yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu inovasi
membuat manusia harus berpindah-pindah dari suatu tempat menuju ke tempat
yang lain. Dalam proses perpindahannya tersebut, manusia juga mengikutsertakan
kebudayaan yang melekat di dalam dirinya untuk masuk kedalam suatu wilayah
yang memiliki kebudayaan bahkan jauh dari kebudayaannya sendiri. Hal ini tentu
akan menyebabkan gesekan-gesekan antarbudaya yang disebabkan oleh
perbedaan persepsi yang dimiliki antara komunikator dan komunikan.
Bukan suatu hal yang aneh ketika perbedaan kebudayaan akan
menimbulkan efek negatif pada psikologis para pendatang yang baru memasuki
wilayah dengan budaya barunya tersebut, seperti merasa ditolak atau merasa
diasingkan, tertekan, bahkan mendapat stereotipe atas budaya yang kita miliki dari
penduduk pribumi. Contoh kecilnya saja, jika masyarakat kota Jakarta
menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Medan punya
tempramen yang tinggi, kasar, asal bicara, begitu juga masyarakat pada umumnya
akan menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Padang adalah
orang yang kikir atau pelit, perhitungan dan lain sebagainya.
Hal-hal di atas tentu akan menjadi semacam jurang pemisah dari
terjalinnya suatu interaksi antarbudaya. Akan tetapi sudah menjadi sifat dasar
manusia sebagai makhluk belajar sehingga ketika para pendatang tersebut bertemu
di dalam suatu wilayah, cepat atau lambat mereka akan mencoba mengenal dan
mempelajari setiap budaya baru yang berbeda dari kediriannya dan berusaha
untuk menyesuaikan diri serta membaur dengan keadaan lingkungan tersebut.
2
Universitas Sumatera Utara
Akulturasi merupakan suatu proses di mana imigran menyesuaikan diri
dengan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi
(Mulyana dan Rakhmat, 1993: 148). Dalam akulturasi terjadi proses
pencampuran antarbudaya masyarakat pendatang terhadap masyarakat pribumi,
pada umumnya akulturasi ini dirasakan dampaknya lebih besar kepada masyarakat
pendatang (Mulyana dan Rakhmat, 1993:149). Hal tersebut bisa terjadi
disebabkan oleh adanya dominasi kultural yang berasal dari penduduk pribumi
yang sudah mendarah daging di daerah tersebut dan menjadi tradisi di daerah
tersebut dan juga adanya dominasi masyarakat pribumi yang mengontrol berbagai
sumber daya yang ada di daerah tersebut. Sehingga secara alami masyarakat
tempatan akan memiliki power yang lebih besar terkait dibandingkan para
pendatang yang baru akan menetap di daerah tertentu.
Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang
masyarakat pribumi yang signifikan, sehingga peran komunikasi sangat penting di
dalam proses hubungan pribadi antarbudaya, sebab lewat komunikasi identifikasi
dan internalisasi dari masyarakat yang berbeda budaya tersebut terjadi. Selain itu
faktor penting lainnya yang mempengaruhi proses akulturasi beda budaya ini juga
disebabkan oleh adanya keterbukaan diri dari masing-masing pihak baik para
pendatang maupun penduduk pribumi.
Pada awalnya percampuran budaya diawali dengan aksen-aksen yang
mendasar yang dimulai dari merespon interaksi dengan cara komunikasi
nonverbal seperti tersenyum, menganggukkan kepala, melambaikan tangan dan
lain sebagainya. Aksen-aksen dari komunikasi nonverbal ini akan terus
berkembang menuju asimilasi seiring dengan intensitas pertemuan dan juga
keterbukaan diri, kebutuhan serta keingintahuan masing-masing individu untuk
saling belajar mengenal lebih dalam lagi kebudayaan yang dimiliki oleh penduduk
asal, akan tetapi asimilasi akan terhambat dengan pola budaya yang jauh berbeda
yang dimiliki oleh penduduk pribumi dengan pendatang, hal ini juga yang
dituangkan oleh Tubbs dan Moss dalam bukunya Human Communication (1996 :
254) yang menyatakan, jika semakin berbeda kedua budaya, semakin besar
perbedaan antara kedua kelompok itu, dan semakin sedikit kemungkinan untuk
dimiliki oleh masing-masing pihak baik pribumi maupun pendatang, maka
semakin sulit pula masing-masing budaya baik dari pihak imigran maupun
pribumi untuk saling mengenal.
Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya
manusia yang ditinjau dari segi kuantitas, sedang berada pada urutan ke 4
terpadatdi dunia yaitu dengan jumlah yang tergolong cukup banyak dibandingkan
dengan negara lain, mencapai sekitar 241.452.952 (dua ratus empat puluh satu
juta empat ratus lima puluh dua ribu Sembilan ratus lima puluh dua
penduduk)(id.m.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk).
Selain dianugerahkan dengan jumlah populasi penduduk yang cukup
besar, Indonesia juga mempunyai beragam macam suku, etnis, ras, dan agama.
Tidak hanya di situ saja, negeri ini juga mempunyai kekayaan yang melimpah.
Banyak bahan tambang, produk pertanian dan produk kelautan yang potensial
yang menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera.
Walaupun telah disinggung jika jumlah penduduk yang dimiliki oleh
Indonesia cukup banyak, namun sumber daya manusia yang dimiliki belum terlalu
berkompeten untuk membangun teknologi canggih yang mampu mengubah
kekayaan potensial tersebut menjadi aset kekayaan negara yang berguna untuk
meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat. Sehingga pemerintah
mengambil kebijakan untuk mengundang investor-investor luar negeri
membangun peralatan canggih untuk menggali, mengolah dan memproduksi
kekayaan yang masih belum di eksplorasi dengan baik. Sehingga tidak bisa
dipungkiri dari kebijakan ini banyak imigran asing yang datang untuk bekerja dan
menetap serta membaur di tengah-tengah keberagaman masyarakat di Indonesia.
Contoh nyata dari kerjasama negara Indonesia dan Pihak asing tampak
pada pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 200 MW
(Mega Watt) di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara. Pembangunan yang nantinya diharapkan mampu untuk
membantu mengatasi masalah krisis listrik di Sumatera utara ini diprakarsai oleh
pemerintah Indonesia di bawah pengawasan Indonesia Power yang bekerja sama
4
Universitas Sumatera Utara
Engineering Group.,Co.LTD) dari Tiongkok, dan PT. Bagus Karyadari Indonesia
yang telah dimulai pada Tahun 2008 lalu.
Dalam pembangunan proyek PLTU tersebut, PT.GPEC menyertakan para
pekerjanya langsung dari Tiongkok baik dari tenaga kerja ahli seperti, Supervisor,
engineer, maintenance, civilmaupun pekerja umum (buruh).Ratusan orang pekerja
yang dibawa untuk dipekerjakan oleh perusahaan keseluruhannya didominasi oleh
laki-laki. Adapun wanita hanya ditempatkan di beberapa bagian saja seperti
bagian keuangan,dan administrasi.
Tidak hanya dari perusahaan asing saja, pihak Indonesia yang diwakili
oleh PT Bagus Karya dan PT. Andema ikut serta dalam pembangunan proyek
PLTU tersebut. Perusahaan ini selain menjadi mitra kerja juga menyuplai tenaga
kerja dari penduduk lokal untuk menjadi pekerja harian, buruh dan juga tenaga
profesional dari luar Kota seperti Kota Medan, pulau Jawa dan Jakarta, sehingga
dalam proses pembangunan tersebut baik para imigran Tiongkok maupun pekerja
Pribumi membaur dan bekerja sama dalam pembangunan Proyek PLTU.
Perbedaan budaya yang dimiliki oleh para pekerja imigran Tiongkok
dengan pekerja masyarakat pribumi sangat jauh, baik dari sisi bahasa, simbol –
simbol nonverbal, ideologi, adat-istiadat serta norma yang berlaku. Perbedaan
budaya yang sangat besar ini mengakibatkan masing-masing pihak yang
berinteraksi tidak saling mengerti dan memahami makna bahasa yang mereka
ucapkan. Masing-masing pihak yang berinteraksi tidak saling mengerti dari
nilai-nilai budaya yang mereka miliki, walaupun antara imigran Tiongkok dan
penduduk Pribumi mempunyai perbedaan budaya yang tergolong sangat besar,
serta masing-masing pihak tidak mampu mengalihbahasakan pesan yang
disampaikan,akan tetapi kedua etnis antarbudaya ini mampu berinteraksi dan
bekerjasama dalam membangun Proyek PLTU tersebut. Hingga kini
pembangunan PLTU telah mencapai penyelesaian tahap akhir dan sedang menuju
tahap peresmian untuk selanjutnya akan diserahkan oleh pemerintah Indonesia
yang akan dikelola oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara).
Dari proses penyelesaian pembangunan proyek tersebut tentunya
mengindikasikan jika para imigran Tiongkok dan masyarakat pribumi sudah
suatu hubungan komunikasi. Untuk mencapai kesepahaman dalam interaksi antara
ke dua belah pihak beda budaya ini, tidak serta-merta terjadi secara instan, butuh
waktu yang lama dan pertemuan yang terjadi secara berkelanjutan dan
terus-menerus, sehingga mencapai kesamaan persepsi. Hal ini dijelaskan pula oleh
Mulyana dan Rakhmat dalam bukunya yang berjudul“Komunikasi Antarbudaya”
(1998:140) yang mengatakan jika melalui pengalaman–pengalaman
berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara
bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk
menghadapi lingkungannya. Artinya ialah, dalam mencapai hubungan saling
pengertian satu sama lainnya, sangat dibutuhkan proses pembelajaran yang
kontinu, dan bertahap, sehingga dari proses tersebut, para imigran Tiongkok dapat
mengidentifikasi dan menginternalisasi lambang-lambang yang mereka terima
dari pekerja lokal, untuk kemudian dijadikan pedoman dalam berkomunikasi.
Lingkungan tempat tinggal pekerjaTiongkok atau yang biasa disebut
dengan mess ini berbeda lingkungan dengan proyek pembangunan PLTU. Tempat
tinggal merekaberlokasi di desa Tanjung Pasir, Jalan Paluh Tabuhan, Dusun III
pertanian. Pemukiman pekerja ini dibangun didekat perkampungan penduduk desa
Tanjung Pasir yang mayoritasnya beragama Islam dan berasal dari suku Banjar.
Dalam kehidupan mereka sehari-hari, perusahaan tempat mereka bekerja
memfasilitasi mereka dalam berbagai hal termasuk perusahaan menjamin soal
kesehatan, makanan dan minuman. Para pekerja Tiongkok juga sering
membelimakanan dan minuman serta perlengkapan dasar lainnya seperti
perlengkapan MCK (Mandi,Cuci,Kakus), serta barang dan kebutuhan seperti
rokok,obat-obatan dan jasa seperti pangkas rambut, angkutan umum dan lain
sebagainya kepada masyarakat setempat yang membuka warung-warung kecil di
sekitarmess di mana mereka tinggal. Seperti sudah menjadi rutinitas sehari-hari
para imigran untuk mengunjungi warung-warung tersebut pada malam hari setelah
mereka selesai bekerja.
Tidak hanya di situ saja, mereka juga berinteraksi dengan masyarakat yang
lebih luas artinya mereka berinteraksi tidakhanya dengan masyarakat yang berada
disekitar lingkungan tempat tinggal mereka, melainkan mereka juga melakukan
6
Universitas Sumatera Utara
masyarakat mereka lakukan pada sore hari pada saat waktu luang biasanya mereka
berolahraga seperti, lari sore, jalan santai, dan juga mengunjungi kolam renang
rekreasi. Adapun aktivitas lainnya mereka lakukan untuk berbelanja ke pasar
membeli berbagai macam keperluan hidup atau bahkan pergi ke pusat hiburan
seperti kota Medan dan kota Pangkalan Susu untuk hanya sekedar refreshing pada
saat diluar jam kerja atau hari libur kerja.
Dari penjelasan singkat di atas mengenai aktivitas komunikasi antarbudaya
yang dilakukan oleh pekerja imigran mengindikasikan bahwa kontak sosial dan
intensitas pertemuan ke dua pihak antarbudaya ini tergolong tinggi, sekaligus hal
ini juga yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk melihat sejauh
mana proses akulturasi yang telah dialami para pekerja Tiongkok terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat pribumi.
1.2Fokus Masalah
Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus
masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Akulturasi Budaya yang di
alami oleh para pekerja asal Tiongkok di PLTU desaTanjung Pasir Kecamatan
Pangkalan Susu?”
1.2.1 Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan dari Penelitian ini sebagai berikut:
1.Untuk mengetahui proses akulturasi budaya yang dialami oleh para pekerja
asing asal Tiongkok terhadap budaya masyarakat desa Tanjung Pasir.
2.Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses akulturasi
budaya para pekerja imigran asal Tiongkok.
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan
dalam bidang komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu
Komunikasi FISIP USU.
2. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan
budaya Tiongkok terhadap kebudayaan pribumi dalam perspektif
komunikasi antarbudaya
3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat member masukan bagi
pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian
8 Universitas Sumatera Utara
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Paradigma Interpretif
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu
distruktur atau bagaimana bagian-bagian berfungsi. Dalam definisi lainnya
menurut Harmon (dalam Moleong, 2009:49) Paradigma merupakan cara yang
mendasar untuk mempersepsi, berpikir,menilai, dan melakukan dua hal:
1. Membangun dan mendefinisikan batas-batas
2. Menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di
dalam batas-batas tersebut sehingga menjadi berhasil.
Dalam keilmuannnya ada bermacam-macam paradigma yang berlaku,
akan tetapi ada 2 yang mendominasi ilmu pengetahuan, yaitu, scientific paradigm
(paradigma ilmiah) atau yang biasa disebut sebagai kuantitatif dan naturalistic
paradigm (paradigma natural) yang biasa disebut sebagai penelitian kualitatif.
Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma
alamiah bersumber dari fenomenologisme.
Penelitian sosial merupakan suatu penelitian yang mengacu kepada pola
dinamis manusia yang selalu berbeda-beda atau berubah setiap harinya. Dalam
penelitian ini mempunyai ruang lingkup humanistik yang berusaha mengkaji
bagaimana sebenarnya akulturasi yang terjadi terhadap pekerja Tiongkok yang
bekerja di Indonesia. Maka dalam kajian penelitian ini paradigma yang tepat
adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interpretif.
Kualitatif-interpretif merupakan metode yang berasal dari paradigma
konstruktivis yang memandang jika manusia merupakan makhluk sosial yang
melibatkan niat, kesadaran dan motif atau alasan-alasan tertentu, yang tidak dapat
dijabarkan melalui pendekatan positivistik atau paradigma ilmiah. Selain karna
ruang lingkup penelitian yang diteliti ini berada dibidang sosial, penulis memakai
pendekatan interpretif karena ia juga mampu menjabarkan realitas sosial secara
berasal dari data lapangan, studi kepustakaan dan sudut pandang atau kacamata
peneliti.
2.2Kerangka Teori
Kerangka teoretis adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur
yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teoretis
secara logis dikembangkan, digambarkan, dan dielaborasi jaringan-jaringan dari
asosiasi antara variabel-variabel yang diidentifikasi melalui survey atau telaah
literatur (Silalahi, 2009:92). Maka dari penelitian ini didapatkan beberapa teori
dasar sebagai penghubung dalam masalah yang sedang peneliti ini, adapun teori
yang dipakai sebagai berikut:
2.2.1 Komunikasi
Sejak dahulu kala manusia sudah mulai mempelajari cara untuk
berinteraksi dengan sesamanya. Para ahli memperkirakan manusia mulai mampu
berinteraksi sekitar 90.000 sampai 40.000 tahun yang lalu. Pada masa itu bentuk
bahasa lisan biasanya mulai dipakai untuk menjembatani pemikiran, hasrat,
pengetahuan, dalam mempertahankan hidup dan eksistensi mereka di kehidupan
yang liar (Amir dkk, 2010:5). Sejak saat itu komunikasi manusia pada zaman
dahulu terus mengalami perkembangan,seiring dengan perkembangan populasi
manusia kuno, mereka mulai berusaha merepresentasikan apa yang ada di dalam
pikirannya dan dituangkan kedalam relif dan goresan-goresan abstrak seperti
lukisan atau gambar didinding-dinding gua.
Salah satu contoh dari perkembangan komunikasi yang mulai mengarah
ke bentuk tulisan ini ialah ditemukannya lukisan cap tangan dan gambar pada saat
berburu binatang, gambar benda-benda angkasa dan gambar-gambar lainnya yang
abstrak. Lukisan tersebut diperkirakan berumur kurang lebih 15.000 tahun.
selanjutnya manusia terus mengembangkan teknik komunikasinya agar lebih
efektif dan menjangkau khalayak luas, manusia pada zaman dahulu tepatnya
seperti pada masyarakat kuno Sumeria dan Mesir mulai mengembangkan
komunikasi tulisan menggunakan daun papirus yang dijemur hingga kering. Tidak
hanya mereka yang mulai berinovasi dalam mengembangkan komunikasi,
10
Universitas Sumatera Utara
menggunakan alat atau media seperti bangsa Romawi yang merupakan salah satu
contoh peradaban manusia yang menggunakan media dalam proses komunikasi
mereka.
Hingga sekarang manusia seakan tak pernah berhenti mengeluarkan
terobosan-terobosan penting melalui teknologi dan inovasi yang pada hakekatnya
dapat mempengaruhi kualitas dan cara berkomunikasi umat manusia modern.
Seiring dengan majunya teknologi dan kebutuhan informasi yang semakin cepat
maka komunikasi akan terus mengalami perkembangan dalam kehidupan
manusia, sehingga tak bisa dipungkiri lagi jika komunikasi merupakan hal yang
sangat vital yang telah mempengaruhi peradaban manusia.
Secara epistemologi, komunikasi berasal dari bahasa latin (communicatio)
dan bersumber dari kata communis yang artinya “sama.” Sama di sini
dimaksudkan dalam “sama makna”, secara sederhana proses komunikasi
bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada
subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut.
Dalam definisi para ahli seperti menurut Carl L. Hovland menyatakan
bahwa komunikasi merupakan proses di mana seorang (Komunikator)
menyampaikan perangsang-perangsang (lambang-lambang dalam bentuk
kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Komunikan). Harold D. Laswell
menjelaskan jika kegiatan komunikasi dilakukan dengan cara menjawab
pertanyaan “Siapa-berkata apa-melalui saluran apa-kepada siapa-dengan efek apa
(who-says what-in which channel-to whom-with what effect) yang kemudian
rangkaian proses ini dikenal dengan sebutan model Laswell.
2.2.1.1Dimensi Ilmu Komunikasi
A. Bentuk / Tatanan Komunikasi
Dalam bentuk/ tatanannya komunikasi juga dapat dibagi menjadi beberapa
bagian, yaitu:
1. Komunikasi antar pribadi
a. Komunikasi antarpribadi
b. Komunikasi Intrapribadi
2. Komunikasi Kelompok
b. Komunikasi Kelompok Besar
3. Komunikasi Organisasi
4. Komunikasi Massa
a. Komunikasi massa cetak
b. Komunikasi massa elektronik
B.Sifat Komunikasi
Berdasarkan sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Komunikasi Verbal
a. Komunikasi lisan
b. Komunikasi Tulisan
2. Komunikasi nonverbal
a. Komunikasi kial
b. Komunikasi gambar
3. Komunikasi tatap muka
4. Komunikasi bemedia
C.Tujuan Komunikasi
Berdasarkan tujuannya, komunikasi terbagi empat, yakni:
1. Untuk mengubah sikap
2. Untuk mengubah opini/pendapat
3. Untuk mengubah perilaku
4. Untuk mengubah masyarakat
D. Fungsi Komunikasi
1. Menginformasikan
2. Mendidik
3. Menghibur
4. Mempengaruhi
E. Bidang Komunikasi
1. Komunikasi Sosial
2. Komunikasi Bisnis
3. Komunikasi Politik
4. Komunikasi Internasional
12
Universitas Sumatera Utara
6. Komunikasi Pembangunan
7. Komunikasi Tradisonal
8. Komunikasi Lingkungan.
2.2.2 Komunikasi AntarBudaya
Komunikasi merupakan suatu sarana yang digunakan manusia sebagai alat
untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial
dengan orang di sekitar,untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa berfikir,
berperilaku seperti yang kita inginkan dan juga mengendalikan lingkungan fisik
dan psikologis manusia.Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi suatu
Pengantar (2007:7) mengatakan jika komunikasi merupakan sebuah mekanisme
untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat baik secara horizontal,
maupun vertikal, dari suatu generasi ke generasi lainnya.
Komunikasi sebenarnya dipengaruhi oleh budaya-budaya yang melekat
dalam kedirian manusia sehingga kita bisa mengenal identitas kebudayaan
seseorang hanya dari bahasa yang dipakainya, tutur kata yang diucapkan dan
kalimat pesan yang disampaikannya.
Budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu atau
kelompok. Budaya juga merupakan pewarisan sosial yang mengandung
pandangan yang sudah dikembangkan jauh sebelum kita lahir. Dalam praktiknya
budaya sangat berkaitan dengan komunikasi, sebab budaya mempengaruhi cara
orang untuk berkomunikasi dan budaya dapat pula dikenal dan dipelajari melalui
komunikasi. Secara umum, komunikasi antarbudaya ialah suatu alat untuk
menyatakan identitas sosial dan menjembatani perbedaan antarbudaya melalui
proses perolehan informasi baru, mempelajari sesuatu yang baru yang tidak
pernah ada dalam kebudayaan,serta sekedar mendapat hiburan atau melepaskan
diri. Menurut Tubbs dan Moss, komunikasi antarbudaya terjadi di antara
orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (ras,etnis,sosio ekonomi,atau
Menurut Samovar dan Porter (dalam Lubis, 2014 : 18) kebudayaan itu
dapat dipelajari dan budaya itu dapat juga dipertukarkan, oleh karena itu budaya
bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikasi dan makna
yang dimiliki tiap-tiap individu. Konsekuensinya, perbendaharaan inilah yang
akan menimbulkan segala macam kesukaran dalam keberlangsungan komunikasi.
Samovar dan porter juga menggambarkan suatu model komunikasi antarbudaya
yang menggambarkan perubahan budaya yang terjadi ketika ada interaksi
antarbudaya, seperti gambar di bawah ini:
Gambar 2.1.2 : Model Komunikasi Antarbudaya Samovar dan Porter
Sumber: Lubis (2014 : 20)
Komunikasi antar budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sisi
komunikasi antarpribadi, sebab komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi
antarpribadi yang dengan perhatian khusus dilihat pada faktor-faktor kebudayaan
yang mempengaruhinya. Pada kajian komunikasi antarbudaya, benang merah
yang harus diperhatikan adalah prinsip-prinsip hubungan antarpribadi seperti yang
dituangkan oleh Lubis dalam bukunya Pemahaman Praktis Komunikasi
Antarbudaya (2014 : 102) yaitu :
A B B
14
Universitas Sumatera Utara
a. Homofili
Homofili merupakan derajat kesamaan antara individu-individu yang terlibat
dalam interaksi antarpribadi. Seringkali kita mendapatkan bahwa kita lebih
percaya pada orang-orang yang sudah dikenal daripada orang yang masih asing,
atau kadang-kadang sesudah berkenalan dengan seseorang kita telah merasakan
kecocokan dengannya. Salah satu yang dapat menjelaskan ini ialah adanya
persepsi akan identifikasi, yakni dirasakan semacam hubungan karena adanya
kesamaan, baik dalam segi penampilan,unsure, pendidikan, etnisitas, tempat
tinggal atau wilayah geografi, pandangan politik moral, dan lain sebagainya. Hal
ini merupakan modal dasar sebelum berlanjut kepada interaksi yang lebih akrab
dilakukan. Intensitas hubungan antarpribadi yang baik akan memunculkan
kepercayaan terhadap komunikan atau sebaliknya penilaian komunikan terhadap
komunikator.
b. Kredibilitas
Percaya atau tidaknya seseorang kepada orang lain tergantung kepada
beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas komunikasi yang dilakukan,
yaitu:
1. Kompetensi: dengan kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu yang
dipersepsikan dengan orang lain.
2. Karakter : persepsi tentang moral, nilai-nilai, etika, dan integritas komunikasi.
3. Ko-orientasi : derajat kesamaan yang dipersepsikan mengenai tujuan dan nilai.
4. Kharisma : derajat kepercayaan akan kualitas-kualitas kepemimpinan khusus
yang dipersepsikan, terutama dalam keadaan krisis.
5. Dinamika: derajat tentang entusiasme dan perilaku-perilaku nonverbal yang
dipersepsikan.
6. Jiwa sosial : derajat keramahan dari seseorang.
c. Kesediaan membuka diri (Self-disclosure)
Self Disclosureterjadi bilamana seseorang menyampaikan informasi tentang
dirinya sendiri pada orang lain. Kesediaan membuka diri menunjukkan adanya
kepercayaan yang terjalin ketika komunikasi dilakukan antara komunikan dan
menjalin interaksi mendapatkan kepercayaan dan kesukaan. Jika saling percaya
meningkat maka makin meningkat pula keterbukaan (self disclosure).
d. Dominasi dan Submisi
Dalam kesediaan membuka diri tingkat hubungan antarpribadi tidak sama
antara pelaku komunikasi. Hubungan antarpribadi diatur oleh suatu hubungan
dominasi dan submisi, misalnya antara majikan dan bawahan, dokter dan pasien,
orang tua dan anak, guru-murid dan lain sebagainya. Dominasi dan submisi
dipengaruhi oleh peranan sosial dalam masyarakat dan status dari satu individu di
dalam organisasinya.
e. Formalitas dan Informalitas
Formalitas dan Informalitas juga mengatur keterbukaan diri, sebab dalam suatu
sistem telah diatur sebuah tata cara yang disebut dengan manajemen, sistem ini
terkait dengan tingkatan atau hirarki, pangkat, status sosial, umur, rekan sebaya
dan lain sebagainya. Konsep formalitas – dan informalitas ini dipandang sebagai
tolak ukur kedekatan antar pribadi seseorang.
f. Ketertarikan AntarPribadi
Ketertarikan antarpribadi sangat jelas menggambarkan keterbukaan diri
seseorang, sebab dari sinilah awal mula pelaku komunikasi memulai interaksi, dan
berlanjut menuju akulturasi.
g. Hubungan-Hubungan Kerja Antarpribadi
Hubungan kerja antar pribadi jika ditinjau dalam konteks komunikasi antar
budaya juga memengaruhi keterbukaan diri seseorang, sebab hubungan ini mau
tak mau harus diterapkan dalam interaksi sehari-hari seperti dalam pekerjaan,
persahabatan, pergaulan.
Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari
komunikasi yang efektif, sebab telah disinggung di atas jika komunikasi
antarbudaya merupakan suatu alat untuk menjembatani perbedaan budaya yang
dimiliki oleh masing-masing individu, maka dari itu, efektivitas komunikasi
antarbudaya sangat di tentukan oleh kesadaran pada setiap individu, untuk
berusaha mempelajari tatanan kebudayaan yang berasal dari luar dirinya, dan
menciptakan suatu hubungan berkelanjutan, dan semakin meningkat, sehingga
16
Universitas Sumatera Utara
budaya berbeda, kemudian efektivitas Komunikasi antarbudaya (dalam Liliweri,
2001 :171) yang efektif harus memperhatikan empat syarat, yaitu:
1. Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia
2. Menghormati budaya lain sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang
kita kehendaki
3. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara
bertindak dan
4. Komunikator antarbudaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup
bersama orang lain.
Dalam komunikasi antarbudaya juga diperlukan kemampuan atau kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh tiap-tiap komunikator maupun komunikan
antarbudaya yang meliputi:
1. kemampuan seseorang untuk menyampaikan semua maksud atau isi hati secara
profesional sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dia tampilkan
secara prima
2. kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara baik, misalnya mampu
mengalihbahasakan semua maksud dan isi hatinya secara tepat.
3. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan kebudayaan pribadinya dengan
kebudayaan yang sedang dihadapinya meskipun dia harus berhadapan dengan
berbagai tekanan dalam proses tersebut.
4. Kemampuan seseorang untuk memberikan fasilitas atau jaminan bahwa dia
bisa menyesuaikan diri atau bisa mengelola pelbagai tekanan kebudayaan lain
terhadap dirinya. (Lubis, 2014 : 145 ).
2.2.3 Akulturasi Budaya
Pada awalnya manusia mempelajari dan menginternalisasi pola-pola
budaya yang ada di sekitarnya untuk kemudian dijadikan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan individu tersebut. Hal inilah yang dinamakan dengan
sebutan enkulturasi. Kemudian ketika individu atau kelompok tertentu mulai
memasuki budaya yang berbeda dari budaya awalnya dan berusaha untuk
mempelajari serta mengadopsi nilai-nilai dari budaya barunya tersebut, maka
Akulturasi sendiri merupakan suatu proses di mana imigran menyesuaikan
diri dengan memperoleh budaya pribumi. Akulturasi mengacu pada proses di
mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung
dengan kultur lain. Akan tetapi walaupun kedua nya terlibat pertukaran budaya,
menurut Mulyana & Rakhmat akulturasi akan terlihat lebih dominan terhadap
masyarakat pendatang dibandingkan dengan masyarakat pribumi.
Proses komunikasi sangat mendasari proses akulturasi seorang imigran,
karena melalui komunikasi para imigran yang datang ke suatu wilayah tertentu
memperoleh pola-pola budaya yang ada di wilayah tersebut. Lewat komunikasi
juga para pendatang akan memahami dan mengidentifikasi dan menginternalisasi
lambang-lambang yang berlaku baik segi bahasa, struktur sosial masyarakat, dan
lain sebagainya. Dalam proses identifikasi tersebut para imigran biasanya
mengalami trial dan error dalam interaksinya baik dalam hal bahasa,
simbol-simbol nonverbal, perbedaan dan pengaturan ruang serta jarak antar pribadi,
ekspresi wajah, gerak mata, gesture tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting
tidaknya perilaku nonverbal serta dimensi-dimensi budaya pribumi yang
tersembunyi, yang mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh masyarakat pribumi.
Hal di atas semakin mengokohkan pernyataan jika semakin jauh perbedaan
kebudayaan yang dimiliki oleh para imigran terhadap penduduk pribumi maka
semakin sulit pula masing-masing budaya, baik dari pihak imigran maupun
pribumi untuk mengenal.
Menurut Samovar & Porter dalam bukunya Komunikasi Lintas Budaya
(2010 : 482) sukses atau tidaknya akulturasi yang terjadi didasarkan pada strategi
adaptasi yang dilakukan oleh pendatang asing terhadap kultur tuan rumah, adapun
strategi adaptasi yang dijelaskan yaitu:
1. Buatlah Hubungan Pribadi dengan Budaya Tuan Rumah
Hubungan langsung dengan budaya tuan rumah mendorong dan
memfasilitasi sukses atau tidaknya proses adaptasi dengabn suatu budaya.
Seorang pendatang diwajibkan untuk melakukan kontak langsung melalui
percakapan sehari-hari dari orang yang memiliki budaya tersebut serta melakukan
hubungan pertemanan terhadap mereka.
18
Universitas Sumatera Utara
Mengembangkan pandangan dan pengetahuan mengenai budaya baru yang
akan dimasuki merupakan langkah terpenting di dalam meningkatkan kemampuan
komunikasi antarbudaya, sehingga dari proses tersebut kita akan mendapatkan
kesadaran budaya yang berarti mengenal pola budaya sendiri dan juga sekaligus
memahami jika pola budaya orang lain berbeda dengan budaya yang kita miliki.
3. Berpartisipasi dalam kegiatan budaya
Cara terbaik dalam mempelajari budaya baru ialah ikut serta berperan aktif
di dalam budaya tersebut. Hadirilah kegiatan sosial, religius dan budaya dan
cobalah terus berinteraksi dengan mereka maka dalam beberapa kesempatan
penduduk tuan rumah akan mempersilahkan anda untuk membaur dan
membagikan budaya mereka dengan anda.
Manusia dalam perjalanan hidupnya pasti akan bersinggungan dengan
kebudayaan lain. Singgungan antarbudaya ini akan memiliki efek psikologis yang
biasanya dirasakan langsung oleh para pendatang baru yang memasuki wilayah
kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan yang telah ada dan yang telah
terenkulturasi di dalam dirinya. Kejanggalan-kejanggalan yang berasal dari
budaya yang berlainan ini disebut dengan kejutan budaya (culture shock).
Culture shockdidefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul
akibat kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang yang familiar dalam
hubungan sosial. Tanda-tanda atau petunjuk–petunjuk itu meliput seribu satu cara
yang kita lakukan dalam mengendalikan diri kita sendiri untuk menghadapi situasi
sehari-hari (Mulyana dan Rakhmat dalam Lubis, 2014: 177). Culture shock
dibedakan menjadi 2 bagian yaitu pendatang yang tinggal menetap untuk
sementara waktu pada suatu wilayah tertentu dan pendatang yang memilih untuk
menetap secara permanen di dalam wilayah tertentu.
Reaksi terhadap culture shockatau gegar budaya biasanya bervariasi antara
individu satu dengan individu lainnya, dan gegar budaya dapat juga muncul pada
waktu yang berbeda-beda. menurut Samovar porter & Mc.Daniel (dalam Lubis,
2014; 178) mengatakan jika ada 9 reaksi yang biasanya terjadi,dan sering dialami
oleh individu saat mengalami culture shock, yaitu:
1. Antagonis/ memusuhi lingkungan baru
3. Rasa penolakan
4. Gangguan lambung dan sakit kepala
5. Homesick/rindu rumah
6. Rindu pada teman dan keluarga
7. Merasa kehilangan status dan pengaruh
8. Menarik diri
9. Menganggap orang – orang dalam budaya tuan rumah tidak peka.
Fase dalam culture shock terbagi dalam 4 tingkatan, yaitu:
1. Fase Optimistik, fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan
euphoria, sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.
2. Fase Masalah Kultural, Fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru
mulai berkembang, fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan
ketidakpuasan akan harapan awal. Ini adalah periode krisis dalam periode
culture shock, di mana ke Sembilan tekanan yang telah dijelaskan di atas
terjadi.
3. Fase Kesembuhan, fase ketiga di mana orang mulai mengerti dan mengenal
budaya barunya.
4. Fase Penyesuaian, fase terakhir di mana orang telah mengerti elemen kunci
dari budaya barunya(nilai-nilai khusus, keyakinan dan pola komunikasi) fase
inilah yang nantinya akan mengarahkan suatu individu menuju ketahap
selanjutnya dari akulturasi, yaitu tahap asimilasi.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran merupakan dasar pemikiran dari peneliti dilandasi
dengan konsep-konsep dan teori yang relevan guna memecahkan masalah
penelitian. Hal ini juga sama halnya seperti yang dikatakan jika kerangka konsep
sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan
memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat
mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,2001:40). Dalam
kerangka pemikiran ini, peneliti membuat konsep sederhana yang bermula melihat
bagaimana para imigran Tiongkok mempelajari, dan menggali budaya barunya
20
Universitas Sumatera Utara
terakulturasi dalam diri mereka masing-masing. Berikut adalah kerangka
pemikiran dari penelitian ini.
Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran
Akulturasi Budaya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian akulturasi pekerja
Tiongkok terhadap masyarakat pribumi ini menggunakan pendekatan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif sendiri merupakan data yang
dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka, sehingga laporan
penelitian ini akan berisi mengenai kutipan-kutipan data untuk memberikan
gambaran penyajian dari laporan tersebut(Moleong, 2009:11).
Selanjutnya Denzin & Lincoln (dalam Moleong, 2009:5) mengatakan jika
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan
maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan
melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam Moleong (2009:14) juga
menjelaskan berbagai macam karakteristik dari penelitian kualitatif itu sendiri,
antara lain:
a. Berlatar alamiah
b. Manusia sebagai alat(instrument)
c. Metode kualitatif
d. Analisis data secara induktif
e. Teori dari dasar (grounded theory)
f. Deskriptif
g. Lebih mementingkan proses daripada hasil
h. Adanya batas yang ditentukan oleh focus
i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data
j. Desain yang bersifat sementara
22
Univeristas Sumatera Utara 3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian merupakan poin dari permasalahan yang ingin diteliti.
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Akulturasi Pekerja Asal Tiongkok
terhadap masyarakat Pribumi di desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu.
3.3Subjek Penelitian
Subjek Penelitian adalah informan yang dimintai keterangan yang
berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun subjek penelitian ini
adalah para pekerja imigran Tiongkok yang berjumlah 168 orang (sumber: Bagus
Karya, Januari 2015) yang terdaftar bekerja dalam Pembangunan Proyek PLTU
desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu.
3.4 Unit Analisis
Unit analisis pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang
umum dan menyeluruh tentang situasi yang diteliti objek penelitian. Unit analisis
dalam penelitian ini meliputi 3 komponen menurut Speadly (dalam Sugiono,2007:
68)
1. Tempat
Tempat penelitian ini sendiri diadakan di PLTU (Pembangkit Listrik
tenaga Uap) 2 x 220 MW (Mega Watt) Pangkalan Susuyang terletak di desa
Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara,
lokasi ini berjarak sekitar 68 Km dari Kabupaten Langkat dan sekitar 120 KM dari
kota Medan atau sekitar 3 jam perjalanan dari KNIA (Kuala Namu International
Airport).
2. Pelaku
Pelaku dalam penelitian ini adalah subjek penelitian sebagai informan
yang sesuai dengan penelitian, yaitu pekerja imigran Tiongkok di Proyek PLTU
desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu. Adapun pelaku yang terlibat
dalam penelitian ini ialah :
a. Pekerja Tiongkok yang mampu berbahasa Indonesia
b. Pekerja Tiongkok yang belum mampu berbahasa Indonesia namun sudah
c. Pekerja dan masyarakat lokal yang pekerjaan atau kehidupannya
berhubungan langsung dengan para pekerja Tiongkok.
d. Informan tambahan untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai
akulturasi budaya Tiongkok yaitu tranlator atau penerjemah bahasa, dan
dokter yang khusus menangani pekerja Tiongkok.
3. Kegiatan
Kegiatan ataupun aktivitas yang berlangsung ialah interaksi antara pekerja
Tiongkok dan penduduk pribumi baik di dalam pembangunan proyek PLTU
Pangkalan Susu, maupun dalam kehidupan sehari-hari di Mess.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan dataadalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan periset dalam mengumpulkan data (Kriyantono, 2006:91). Penelitian
ini menggunakan 2 metode pengumpulan data yaitu:
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama dan
tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2006 : 43 ). Adapun data untuk
mendapatkan data primer, yaitu :
a. Metode wawancara mendalam
Tipe wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau
informasi untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau
tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan
terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian keabsahan
wawancara adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007 :
108).
Kegiatan wawancara mendalam juga tidak dinilai dari skala waktu,
dikarenakan kedalaman data hingga menghasilkan data jenuh tidak ditentukan
oleh lama atau tidaknya wawancara, akan tetapi bagaimana upaya peneliti
menghasilkan data dari setiap proses wawancara mendalam. Wawancara
mendalam juga tidak terlalu kaku pada daftar pertanyaan yang telah dibuat
24
Univeristas Sumatera Utara
peneliti juga menggunakan berbagai macam strategi untuk menghimpun data yang
diperlukan seperti catatan kecil,alat rekam audio dan video serta foto
dokumentasi.
Pedoman wawancara yang telah peneliti susun berkisar tentang identitas
pribadi pekerja Tiongkok dan para pekerja lokal lainnya yang terlibat dan telah
memenuhi kriteria yang dijelaskan dibagian unit analisis di atas. kemudian setelah
itu wawancara ini berkisar mengenai motivasi mendasar dari pekerja Tiongkok
bekerja ditempat tersebut, seperti mengapa memilih bekerja di proyek ini,
sebelum memutuskan untuk bekerja di sini apakah sudah pernah mencoba untuk
belajar dan mengetahui bagaimana lingkungan tempat kerja sekarang, kemudian
frekuensi interaksi antara pekerja Tiongkok dan masyarakat pribumi yang akan
menggali sejauh mana para pekerja Tiongkok mampu membaur dengan ruang
lingkup sosial budaya yang ada di desa Tanjung Pasir tersebut. Kemudian dari sisi
bahasa yang dilihat dari para pekerja Tiongkok yang mahir berbahasa Indonesia,
nilai-nilai serta kebiasaan yang berubah yang dialami oleh pekerja Tiongkok, yang
dilihat dari kacamata pekerja Tiongkok itu sendiri maupun pekerja lokal dan
masayarakat setempat yang memiliki intensitas interaksi yang tergolong tinggi
dan hambatan yang terjadi pada para imigran yang belum mampu berbahasa
Indonesia. Serta mengetahui dalam tahap mana Culture shock atau gegar budaya
yang dialami oleh para pekerja Tiongkok(daftar pertanyaan terlampir dilampiran).
b. Observasi
Observasi diartikan sebagai aktivitas pencatatan fenomena yang ada yang
dilakukan secara sistematis dan terfokus pada hal yang hendak diteliti. Kegiatan
ini juga melakukan pengamatan secara langsung dan dengan tujuan mengetahui
kegiatan yang dilakukan objek yang akan diobservasi.
Untuk melihat proses interaksi dan akulturasi secara detail dan mendalam
maka peneliti harus masuk kedalam aktivitas sehari-hari mereka, seperti
mengobservasi bagaimana mereka bekerja, berinteraksi dengan para pekerja lokal
dan masyarakat setempat, mengobservasi pola hidup dan sikap yang mereka
tonjolkan sehari-hari hingga data yang dibutuhkan tercapai.
Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi
oleh lembaga tertentu (Ruslan,2003:138). Pengumpulan data dilakukan dengan
cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situs-situs,
atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.
3.6 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, memilah-milihnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan
kepada orang lain (Moleong, 2009 : 248). Dengan teknik analisis data model
Miles & Huberman peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. Melakukan Reduksi Data
Mereduksi artinya ialah merangkum,memilih hal yang pokok,
memfokuskan hal yang penting untuk penelitian. Data yang diperoleh dari
lapangan jumlahnya banyak sehingga diperlukan analisis data melalui reduksi
data, dengan demikian akan terlihat jelas gambaran dari penelitian yang bertujuan
untuk mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan
mencarinya jika diperlukan.
2. Penyajian Data
Data yang didapatkan dari pengamatan dan metode lainnya akan disajikan
berupa teks naratif, grafik,Chart (grafik) dan lain sebagainya.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat harus didukung dari data-data yang valid dan konsisten
yang berasal dari penelitian di lapangan. Kegiatan analisis data ini akan dimulai
dengan pengumpulan data dan dilanjutkan dengan menelaah data yang terkumpul
baik primer ataupun data sekunder. Hasil data yang diperoleh melalui teknik
pengumpulan data kemudian akan disusun membentuk laporan sistematis. Hasil
penelitian kemudian disajikan dalam pembahasan yang didukung dengan teori dan
kemudian akan dianalisis untuk mengetahui “ Bagaimanakah Akulturasi yang
26 Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1Deskripsi Unit Analisis
4.1.1.1 Deskripsi Lokasi Pembangunan PLTU
Pangkalan Susu merupakan suatu kecamatan yang berada di Kabupaten
Langkat, Sumatera Utara. Dengan luas daerah sekitar 272,31 KM (Kilometer)
persegi, Pangkalan Susu dihuni oleh beraneka ragam jenis suku,dan agama.
Adapun suku mayoritas yang berada di kecamatan tersebut berasal dari suku
Melayu, Jawa, Aceh, Karo, Mandailing, Tionghoa. Tidak hanya itu, masyarakat
Pangkalan Susu juga dihuni oleh beberapa suku yang tidak tergolong mayoritas
namun pada umumnya mereka hidup berkoloni di suatu daerah dan membentuk
sebuah komunitas homogeni, suku tersebut antara lain suku Banjar dan Batak
Toba.
Dalam pembagian wilayah geografisnya, Pangkalan Susu terdiri dari 11
Desa atau Kelurahan yakni;
1. Kelurahan/Desa Alur Cempedak
2. Kelurahan/Desa Beras Basah
3. Kelurahan/Desa Bukit Jengkol
4. Kelurahan/Desa Pangkalan Siata
5. Kelurahan/Desa Paya Tampak
6. Kelurahan/Desa Pintu air
7. Kelurahan/Desa Pulau Kampai
8. Kelurahan/Desa Pulau Sembilan
9. Kelurahan/Desa Sei Meran
10. Kelurahan/Desa Sei Siur
11. Kelurahan/Desa Tanjung Pasir (sumber:
Dari ke sebelas desa atau kelurahan yang ada di Pangkalan Susu, proyek
pemerintah dan pihak kontraktor mengingat banyak keuntungan potensial yang
bisa dikelola ketika PLTU dibangun di atas areal ini. Alasan pertama PLTU
dibangun di desa Tanjung Pasir dikarenakan letak desa tersebut strategis
berdekatan dengan laut. Kebijakan membangun PLTU dipinggiran laut
dikarenakan alasan pendistribusian batu bara yang diangkut oleh kapal-kapal
pengangkut batu bara dan juga kapal-kapal tersebut bisa dengan mudah
bersandar dipinggiran laut tersebut untuk menyuplai batu bara yang menjadi
bahan bakar utama pembangkit ini.
Alasan lainnya yang mendasari dibangunnya PLTU di desa ini ialah
dikarenakan letak desa Tanjung Pasiryang berada di pesisir pantai dan langsung
berhadapan dengan laut, sehingga lingkungan yang berada di tempat tersebut
dianggap cukup baik dalam hal mendegradasi polusi yang ditimbulkan oleh asap
hasil dari sisa pembakaran.
Desa Tanjung Pasir dihuni oleh penduduk yang mayoritasnya beragama
Islam dan mayoritas penduduknya berasal dari suku Banjar Kalimantan. Mereka
hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah. Penduduk yang
tinggal di desa ini bermata pencaharian sebagai petani dan mayoritas dari mereka
menjadi petani padi sehingga tak bisa dipungkiri, jika hasil alam yang dominan
yang berada di daerah ini adalah padi dan sekaligus desa Tanjung Pasir
merupakan salah satu dari lumbung padi daerah yang menyuplai makanan pokok
masyarakat di kecamatan Pangkalan Susu.
4.1.1.2Deskripsi singkat mengenai sejarah Proyek PLTU Pangkalan Susu
Sejarah berdirinya Pembangkit listrik ini dilatarbelakangi oleh buah pikiran
dari pemerintah Indonesia. Setelah dibuatnya Peraturan Presiden RI (Perpres)
Nomor 71 Tahun 2006 yang menginstruksikan program percepatan
Pembangunan Pembangkit Listrik menggunakan Batu bara. Perpres ini langsung
direspon positif dan menjadi cikal bakal dari pembangunan 35 PLTU yang
dibangun di seluruh Indonesia. Dalam percepatan pembangunan tersebut
pemerintah telah mencanangkan program pembangunan energi listrik
menggunakan batu bara yang dirincikan, 10 PLTU akan dibangun di pulau Jawa
dan 10 lokasi tersebut diproyeksikan akan menyuplai sekitar 7430 MW (Mega
28
Universitas Sumatera Utara
konsumsi di luar pulau Jawa dan akan diproyeksikan menyuplai listrik sekitar
2.121 MW (Mega Watt).
Tidak hanya menggunakan batu bara, pemerintah juga merencanakan sumber
daya listrik menggunakan energi terbarukan seperti memanfaatkan tenaga air dan
Gas serta transmisi yang terkait kemudian rencana ini dinamakan dengan proyek
percepatan 10.000 MW (ESDM.go.id).
Energi alternatif merupakan suatu hal yang dipandang baik dikerjakan
oleh Indonesia, karena mengingat begitu besar suplai Bahan Bakar Minyak
(BBM) yang dibutuhkan Indonesia dan anggaran untuk subsidi BBM yang
semakin tahun semakin membengkak serta semakin meningkatnya kebutuhan
listrik yang dibutuhkan penduduk Indonesia terkhusus dalam ruang lingkup
Sumatera Utara. Maka dengan pertimbangan dan tujuan yang telah dijelaskan di
atas pada akhir tahun 2008, di bawah pengawasan Indonesian Power
pembangunan proyek PLTU 2 x 200 MW dengan luas lahan sekitar 105 Ha
(Hektare) ini dimulai.
Pada proyek pembangunan tahap awal pemerintah menunjuk GPEC yang
berasal dari perusahaan Tiongkok sebagai kontraktor utama dan PT. Ninceek
Multidimensi serta PT. Bagus Karya yang berasal dari Indonesia sebagai mitra
kerja. Mereka berfungsi untuk mengawasi dan memberi masukan kepada
perusahaan GPEC sendiri. Namun pada proses pembangunan PLTU ini, beragam
masalah timbul baik dari sisi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.
Sehingga pada Tahun 2011 Ninceek dinyatakan pailit atau merugi sehingga
dalam penyelesaiaannya GPEC dan Bagus Karya yang melanjutkan proyek
tersebut dan kedua perusahaan tersebut bergabung menjadi partner J.O GPEC &
Bagus Karya (Join Operation GPEC dan Bagus Karya).
Proyek PLTU ini sebenarnya diprediksi akan selesai pada akhir 2013 silam,
namun pada kenyataannya pembangunan ini berjalan lambat, hal ini disebabkan
karena Begitu banyak hambatan yang terjadi selama proses pembangunannya.
Hambatan tersebut disebabkan oleh kondisi sosial yang ada di desa ini seperti,
masyarakat yang sering berunjuk rasa, ada sekelompok warga yang menutup
akses jalan menuju lokasi pembangunan proyek yang sering menghambat truk