• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM

PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA

(Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU

Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu)

Diajukan oleh

Hans Imanuel Prawira Siahaan 110904057

Program Studi Hubungan Masyarakat Ilmu Komunikasi

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

Lembar Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan

NIM : 110904057

Departemen : Ilmu Komunikasi

Skripsi : Studi Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu.

Medan, September 2015

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Lusiana A. Lubis MA.Ph.D Dra. Fatma WardyLubis, MA

NIP. 196704051990032002 NIP: 196208281987012001

Dekan FISIP USU

(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri. Semua sumber baik yang dikutip maupun

yang dirujuk telah dicantumkan sumbernya dengan benar. Jika dikemudian hari saya

terbukti melanggar pelanggaran (plagiat), maka saya akan siap diproses sesuai dengan

aturan yang berlaku.

Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan

NIM : 110904057

Tanda Tangan :

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Esa yang dikenal dalam

pribadi Kristus Yesus Tuhan dan Juruselamat karenaatas segala berkat dan kasih

setia-Nya yang melimpah dari hari ke hari hingga pada akhirnya peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Deskriptif Kualitatif Mengenai

Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan

Susu.” Adapun penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu

syarat untuk mencapai gelar sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

politik ( FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU).

Selama proses pengerjaan skripsi ini tentu saja dibarengi dengan berbagai

macam hambatan dan rintangan, namun dalam pengerjaannya peneliti menyadari jika

peneliti tidaklah sendiri, ada begitu banyak tangan-tangan yang senantiasa membantu

hingga pada akhirnya skripsi ini bisa diselesaikan. Dari sekian banyak pihak-pihak

yang membantu,pertama sekali peneliti ingin menghaturkan ribuan terima kasih

kepada malaikat pelindung yang dikirimkan Tuhan di dunia ini, yaitu orang tua

peneliti Saluat Siahan S.Pd, M.Pd dan Luke br. Sinaga atas segala dukungan dan

kasih sayangnya yang tidak bisa ternilai harganya. Begitu juga kepada Hans Augusta

Jaya Negara Siahaan, Hans Try Brata Prasetia Siahaan, adik-adik yang memberi

semangat dalam proses pengerjaannya.

Peneliti juga ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang

selama ini dengan tulus hati membantu jalannya perkuliahan hingga skripsi ini

behasil diselesaikan. Berterima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera utara

yaitu Bapak Prof. Drs. Badaruddin, M.si beserta jajarannya.

2. Ketua Departemen Ilmu Komunikasi yaitu Ibu Dra. Fatma Wardy Lubis,

(5)

v

3. Dosen pembimbing peneliti yaitu Ibu Dra. Hj. Lusiana Andriani Lubis,

MA Ph.D. yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam

memberi arahan dengan sabar dan penuh keikhlasan.

4. Bapak Safrin selaku dosen sekaligus pembimbing akademik selama

menjalani aktivitas perkuliahan di kampus, Ibu Nurbani, Mrs. Betty, Kak

Yovita, Kak Hanim, Kak Puan, Kak Maya, yang telah membimbing dan

mengajar peneliti selama perkuliahaan di Departemen Ilmu Komunikasi.

Begitu juga seluruh dosen maupun staff pegawai lainnya yang telah

berkontribusi nyata yang tidak disebutkan satu persatu.

5. Bapak Robert Butarbutar selaku Manajer lapangan yang telah

berkontribusi dalam hal memberi perizinan dan berbagai macam fasilitas

kepada peneliti selama melakukan penelitian di PLTU Pangkalan Susudan

tidak lupa pula kepada Bapak Bernard Patralison Girsang selaku

pembimbing sekaligus teman peneliti selama melakukan proses penelitian

lapangan.

6. Para informan yang sudah membantu peneliti dalam banyak hal terkhusus

dalam hal memberikan informasi yang penting bagi penelitian ini serta

telah menyisihkan waktunya terkhusus kepada Mr Tao, Mr Mao Tang, Mr

Yan, Mr. Ding, Ibu Junita, Pak Leo, Pak Suprayitno, Ibu Jessi, Dokter

Reza, Pak Awal.

7. Seluruh sahabat dan teman yang sudah banyak berbagi pengetahuan dan

keceriaan, Davit Pranata Sebayang, David Edward Sihombing, Sondang

Wahyuni Tamba, Ardi Winata Tobing, Beni, K’Liberty Togatorop, Dwy

Murphy, Brawijaya, Ade Grace Sianturi, Bastian Siahaan, Swandi

Perdinan Hutapea, Agusman Harefa, Elisabeth Rumahorbo, Christian

Jonathan Manurung, Laura Uli Siahaan, Liberty Togatorop, Neni Eunike

Waruwu, Rany Valentina, Tabita Martina, Willy Nicolas Sinaga, Eva

Kepot, Yohan, dan seluruh kerabat ANTO Kom 11 yang tidak bisa

(6)

8. Komponen pelayanan UKM KMK USU UP PEMA FISIP, Tim Pengurus

Pelayanan tahun 2015 atas dukungan doa dan semangat yang tidak henti

mengalir.

9. Adik rohani Novarina Lumbangaol dan Ninditha Chrisantheum Purba.

10.Kakak Rohani Rebekka Purba yang telah berbagi banyak hal dalam hidup

peneliti.

Pada akhirnya peneliti hanya berharap Semoga Tuhan senantiasa membalas

dan memberkati semua pihak yang turut serta membantu peneliti. Akhir kata peneliti

sangat berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu terkhusus

dalam lingkup ilmu Komunikasi pada masa-masa yang akan datang.

Medan, 28 September 2015

Peneliti,

(7)

vii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Hans Imanuel Prawira Siahaan

NIM : 110904057

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas : Sumatera Utara

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Sumatera utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non Exclusive

Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : AKULTURASI PEKERJA

ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA. (Studi

Deskriptif Kualitatif mengenai Akulturasi Pekerja Tiongkok di PLTU Tanjung Pasir

Kecamatan Pangkalan Susu).

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Sumatera Utara

berhak menyimpan, mengalihbahasakan, memformat, dan mengelola, serta

mempublikasikan tugas akhir ini selama mencantumkan nama saya sebagai penulis

sekaligus pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan, 28 September 2015

Yang Menyatakan

(8)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif mengenai pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat sejauh mana akulturasi yang telah dialami oleh para Imigran Tiongkok yang bekerja di PLTU desa Tanjung Pasir, selain itu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap dapat menghambat laju akulturasi mereka. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi yaitu terkhusus komunikasi antarbudaya dan akulturasi.Teknik penelitian yang digunakan ialah wawancara mendalam kepada sebelas orang informan yang terbagi menjadi sembilan orang informan utama dan dua orang informan tambahan dengan kriteria: pekerja Tiongkok mampu berbahasa Indonesia, pekerja Tiongkok yang kurang lebih 2 tahun bekerja namun belum mampu berbahasa Indonesia, pekerja lokal, penerjemah dan dokter yang ruang lingkup kerjanya berkaitan erat dengan pekerja Tiongkok beserta masyarakat yang memiliki pengalaman bersama pekerja Tiongkok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa akulturasi yang dialami oleh pekerja Tiongkok tidak terlalu signifikan terlihat.Secara umum akulturasi yang mereka alami hanya terdapat dalam beberapa pola budaya yang bersinggungan dengan budaya pribumi saja. Secara keseluruhan mereka juga mengalami gegar budaya yang bervariasi satu sama lain yakni keadaan lingkungan, penyakit, adanya konflik pada awal pertemuan, merindukan kampung dan sanak saudara. Adapun hambatan dalam akulturasi budaya yang mereka alami dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya yang sangat jauh, persepsi budaya yang dimiliki, tingkat kedekatan pekerja Tiongkok terhadap penduduk pribumi, serta sistem yang dibuat oleh perusahaan.

(9)

ix

ABSTRACT

Title of this research is ACCULTURATION OF THE FOREIGN EMPLOYEE IN THE INTERCULTURAL COMMUNICATION PERSPECTIVE (Descriptive Qualitative Study of Tiongkok employee in PLTU Tanjung Pasir village in Pangkalan Susu subdistrict ). The research use qualitative method and projected to find out as far as possibilities of acculturation who adapted by them and then to find out the obstacles of the Tiongkok acculturation. This research used the communication theory that related to intercultural communication and acculturation.The research is using in-depth interview method to find out the data to the eleven keys person with the nine main person and two addition person with criteria such as : Tiongkok employe who have ability in Indonesia language, Tiongkok employee that work more than 2 years in PLTU and don’t have ability yet in Indonesia language and then the local employee and a medical doctor that have in close relationship partner with Tiongkok employee.The result showed that acculturation who have experienced by Tiongkok employee is not too significant. As a generally, the acculturation that they already have are only in a several culture that related to local border line culture. The whole of their culture shock such as, the environment condition, disease , conflict in the first companionship with the local people, missing the hometown and family. There are some obstacle that they have such as, the level of their different culture, perception that they have, close relationship level with the local society and the system that made by the company.

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR ORSINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah ... 1

1.2.Fokus Masalah ... 6

1.3.Tujuan Penelitian ... 6

1.4.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Paradigma Kajian ... 7

2.1.1 Paradigma Interpretif ... 8

2.2.Kerangka Teori ... 9

2.2.1. Komunikasi ... 9

2.2.1.1.Dimensi Ilmu Komunikasi ... 10

2.2.2. Komunikasi Antarbudaya... 12

2.2.3. Akulturasi ... 16

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

(11)

xi

3.1. Metode Penelitian ... 21

3.2. Objek Penelitian ... 21

3.3. Subjek Penelitian ... 22

3.4. Unit Analisis ... 22

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 23

3.6. Teknik Analisis Data ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 26

4.1.1. Deskripsi Unit Analisis ... 26

4.1.1.1.Deskripsi Lokasi Pembangunan PLTU ... 26

4.1.1.2.Deskripsi Sejarah Proyek PLTU ... 27

4.1.1.3.Deskripsi Aktivitas Pekerja Tiongkok ... 29

4.1.1.4.Deskripsi Subjek Penelitian ... 31

4.1.2. Hasil WawancaraAkulturasi Budaya Pekerja Tiongkok ... 40

4.2. Pembahasan ... 76

4.2.1. Akulturasi Budaya Pekerja Tiongkok Terhadap Pribumi ... 77

4.2.1.1.Akulturasi Terhadap Nilai Dan Norma Yang Berlaku ... 79

4.2.1.2.Akulturasi Terhadap Pola Perilaku Masyarakat ... 85

4.2.1.3.Akulturasi Terhadap Sistem Lambang ... 89

4.2.2. Gegar Budaya ... 97

4.2.3. Hambatan Dalam Akulturasi ... 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 107

5.2. Saran ... 110

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

2.1.2 Model komunikasi antar budaya Samovar & Porter 13

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

1. .. Hasil wawancara

2. .. Surat Izin Perusahaan PLTU 3. Biodata Peneliti

(14)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul AKULTURASI BUDAYA PEKERJA ASING DALAM PERSPEKTIF KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif mengenai pekerja Tiongkok di PLTU Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat sejauh mana akulturasi yang telah dialami oleh para Imigran Tiongkok yang bekerja di PLTU desa Tanjung Pasir, selain itu untuk mengetahui hal-hal apa saja yang dianggap dapat menghambat laju akulturasi mereka. Penelitian ini menggunakan teori komunikasi yaitu terkhusus komunikasi antarbudaya dan akulturasi.Teknik penelitian yang digunakan ialah wawancara mendalam kepada sebelas orang informan yang terbagi menjadi sembilan orang informan utama dan dua orang informan tambahan dengan kriteria: pekerja Tiongkok mampu berbahasa Indonesia, pekerja Tiongkok yang kurang lebih 2 tahun bekerja namun belum mampu berbahasa Indonesia, pekerja lokal, penerjemah dan dokter yang ruang lingkup kerjanya berkaitan erat dengan pekerja Tiongkok beserta masyarakat yang memiliki pengalaman bersama pekerja Tiongkok.Hasil penelitian menunjukkan bahwa akulturasi yang dialami oleh pekerja Tiongkok tidak terlalu signifikan terlihat.Secara umum akulturasi yang mereka alami hanya terdapat dalam beberapa pola budaya yang bersinggungan dengan budaya pribumi saja. Secara keseluruhan mereka juga mengalami gegar budaya yang bervariasi satu sama lain yakni keadaan lingkungan, penyakit, adanya konflik pada awal pertemuan, merindukan kampung dan sanak saudara. Adapun hambatan dalam akulturasi budaya yang mereka alami dipengaruhi oleh tingkat perbedaan budaya yang sangat jauh, persepsi budaya yang dimiliki, tingkat kedekatan pekerja Tiongkok terhadap penduduk pribumi, serta sistem yang dibuat oleh perusahaan.

(15)

ix

ABSTRACT

Title of this research is ACCULTURATION OF THE FOREIGN EMPLOYEE IN THE INTERCULTURAL COMMUNICATION PERSPECTIVE (Descriptive Qualitative Study of Tiongkok employee in PLTU Tanjung Pasir village in Pangkalan Susu subdistrict ). The research use qualitative method and projected to find out as far as possibilities of acculturation who adapted by them and then to find out the obstacles of the Tiongkok acculturation. This research used the communication theory that related to intercultural communication and acculturation.The research is using in-depth interview method to find out the data to the eleven keys person with the nine main person and two addition person with criteria such as : Tiongkok employe who have ability in Indonesia language, Tiongkok employee that work more than 2 years in PLTU and don’t have ability yet in Indonesia language and then the local employee and a medical doctor that have in close relationship partner with Tiongkok employee.The result showed that acculturation who have experienced by Tiongkok employee is not too significant. As a generally, the acculturation that they already have are only in a several culture that related to local border line culture. The whole of their culture shock such as, the environment condition, disease , conflict in the first companionship with the local people, missing the hometown and family. There are some obstacle that they have such as, the level of their different culture, perception that they have, close relationship level with the local society and the system that made by the company.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Manusia merupakan makhluk sosial sekaligus makhluk dinamis yang

selalu berkembang dalam seluruh aspek. Kebutuhan akan kehidupan yang lebih

layak, alasan perekonomian, perkembangan dari teknologi yang semakin

meningkat dan skill tertentu yang dibutuhkan untuk menciptakan suatu inovasi

membuat manusia harus berpindah-pindah dari suatu tempat menuju ke tempat

yang lain. Dalam proses perpindahannya tersebut, manusia juga mengikutsertakan

kebudayaan yang melekat di dalam dirinya untuk masuk kedalam suatu wilayah

yang memiliki kebudayaan bahkan jauh dari kebudayaannya sendiri. Hal ini tentu

akan menyebabkan gesekan-gesekan antarbudaya yang disebabkan oleh

perbedaan persepsi yang dimiliki antara komunikator dan komunikan.

Bukan suatu hal yang aneh ketika perbedaan kebudayaan akan

menimbulkan efek negatif pada psikologis para pendatang yang baru memasuki

wilayah dengan budaya barunya tersebut, seperti merasa ditolak atau merasa

diasingkan, tertekan, bahkan mendapat stereotipe atas budaya yang kita miliki dari

penduduk pribumi. Contoh kecilnya saja, jika masyarakat kota Jakarta

menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Medan punya

tempramen yang tinggi, kasar, asal bicara, begitu juga masyarakat pada umumnya

akan menganggap masyarakat pendatang yang berasal dari kota Padang adalah

orang yang kikir atau pelit, perhitungan dan lain sebagainya.

Hal-hal di atas tentu akan menjadi semacam jurang pemisah dari

terjalinnya suatu interaksi antarbudaya. Akan tetapi sudah menjadi sifat dasar

manusia sebagai makhluk belajar sehingga ketika para pendatang tersebut bertemu

di dalam suatu wilayah, cepat atau lambat mereka akan mencoba mengenal dan

mempelajari setiap budaya baru yang berbeda dari kediriannya dan berusaha

untuk menyesuaikan diri serta membaur dengan keadaan lingkungan tersebut.

(17)

2

Universitas Sumatera Utara

Akulturasi merupakan suatu proses di mana imigran menyesuaikan diri

dengan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi

(Mulyana dan Rakhmat, 1993: 148). Dalam akulturasi terjadi proses

pencampuran antarbudaya masyarakat pendatang terhadap masyarakat pribumi,

pada umumnya akulturasi ini dirasakan dampaknya lebih besar kepada masyarakat

pendatang (Mulyana dan Rakhmat, 1993:149). Hal tersebut bisa terjadi

disebabkan oleh adanya dominasi kultural yang berasal dari penduduk pribumi

yang sudah mendarah daging di daerah tersebut dan menjadi tradisi di daerah

tersebut dan juga adanya dominasi masyarakat pribumi yang mengontrol berbagai

sumber daya yang ada di daerah tersebut. Sehingga secara alami masyarakat

tempatan akan memiliki power yang lebih besar terkait dibandingkan para

pendatang yang baru akan menetap di daerah tertentu.

Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan internalisasi lambang-lambang

masyarakat pribumi yang signifikan, sehingga peran komunikasi sangat penting di

dalam proses hubungan pribadi antarbudaya, sebab lewat komunikasi identifikasi

dan internalisasi dari masyarakat yang berbeda budaya tersebut terjadi. Selain itu

faktor penting lainnya yang mempengaruhi proses akulturasi beda budaya ini juga

disebabkan oleh adanya keterbukaan diri dari masing-masing pihak baik para

pendatang maupun penduduk pribumi.

Pada awalnya percampuran budaya diawali dengan aksen-aksen yang

mendasar yang dimulai dari merespon interaksi dengan cara komunikasi

nonverbal seperti tersenyum, menganggukkan kepala, melambaikan tangan dan

lain sebagainya. Aksen-aksen dari komunikasi nonverbal ini akan terus

berkembang menuju asimilasi seiring dengan intensitas pertemuan dan juga

keterbukaan diri, kebutuhan serta keingintahuan masing-masing individu untuk

saling belajar mengenal lebih dalam lagi kebudayaan yang dimiliki oleh penduduk

asal, akan tetapi asimilasi akan terhambat dengan pola budaya yang jauh berbeda

yang dimiliki oleh penduduk pribumi dengan pendatang, hal ini juga yang

dituangkan oleh Tubbs dan Moss dalam bukunya Human Communication (1996 :

254) yang menyatakan, jika semakin berbeda kedua budaya, semakin besar

perbedaan antara kedua kelompok itu, dan semakin sedikit kemungkinan untuk

(18)

dimiliki oleh masing-masing pihak baik pribumi maupun pendatang, maka

semakin sulit pula masing-masing budaya baik dari pihak imigran maupun

pribumi untuk saling mengenal.

Negara Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya

manusia yang ditinjau dari segi kuantitas, sedang berada pada urutan ke 4

terpadatdi dunia yaitu dengan jumlah yang tergolong cukup banyak dibandingkan

dengan negara lain, mencapai sekitar 241.452.952 (dua ratus empat puluh satu

juta empat ratus lima puluh dua ribu Sembilan ratus lima puluh dua

penduduk)(id.m.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_jumlah_penduduk).

Selain dianugerahkan dengan jumlah populasi penduduk yang cukup

besar, Indonesia juga mempunyai beragam macam suku, etnis, ras, dan agama.

Tidak hanya di situ saja, negeri ini juga mempunyai kekayaan yang melimpah.

Banyak bahan tambang, produk pertanian dan produk kelautan yang potensial

yang menjadikan Indonesia makmur dan sejahtera.

Walaupun telah disinggung jika jumlah penduduk yang dimiliki oleh

Indonesia cukup banyak, namun sumber daya manusia yang dimiliki belum terlalu

berkompeten untuk membangun teknologi canggih yang mampu mengubah

kekayaan potensial tersebut menjadi aset kekayaan negara yang berguna untuk

meningkatkan taraf hidup kesejahteraan masyarakat. Sehingga pemerintah

mengambil kebijakan untuk mengundang investor-investor luar negeri

membangun peralatan canggih untuk menggali, mengolah dan memproduksi

kekayaan yang masih belum di eksplorasi dengan baik. Sehingga tidak bisa

dipungkiri dari kebijakan ini banyak imigran asing yang datang untuk bekerja dan

menetap serta membaur di tengah-tengah keberagaman masyarakat di Indonesia.

Contoh nyata dari kerjasama negara Indonesia dan Pihak asing tampak

pada pembangunan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 x 200 MW

(Mega Watt) di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten

Langkat, Sumatera Utara. Pembangunan yang nantinya diharapkan mampu untuk

membantu mengatasi masalah krisis listrik di Sumatera utara ini diprakarsai oleh

pemerintah Indonesia di bawah pengawasan Indonesia Power yang bekerja sama

(19)

4

Universitas Sumatera Utara

Engineering Group.,Co.LTD) dari Tiongkok, dan PT. Bagus Karyadari Indonesia

yang telah dimulai pada Tahun 2008 lalu.

Dalam pembangunan proyek PLTU tersebut, PT.GPEC menyertakan para

pekerjanya langsung dari Tiongkok baik dari tenaga kerja ahli seperti, Supervisor,

engineer, maintenance, civilmaupun pekerja umum (buruh).Ratusan orang pekerja

yang dibawa untuk dipekerjakan oleh perusahaan keseluruhannya didominasi oleh

laki-laki. Adapun wanita hanya ditempatkan di beberapa bagian saja seperti

bagian keuangan,dan administrasi.

Tidak hanya dari perusahaan asing saja, pihak Indonesia yang diwakili

oleh PT Bagus Karya dan PT. Andema ikut serta dalam pembangunan proyek

PLTU tersebut. Perusahaan ini selain menjadi mitra kerja juga menyuplai tenaga

kerja dari penduduk lokal untuk menjadi pekerja harian, buruh dan juga tenaga

profesional dari luar Kota seperti Kota Medan, pulau Jawa dan Jakarta, sehingga

dalam proses pembangunan tersebut baik para imigran Tiongkok maupun pekerja

Pribumi membaur dan bekerja sama dalam pembangunan Proyek PLTU.

Perbedaan budaya yang dimiliki oleh para pekerja imigran Tiongkok

dengan pekerja masyarakat pribumi sangat jauh, baik dari sisi bahasa, simbol –

simbol nonverbal, ideologi, adat-istiadat serta norma yang berlaku. Perbedaan

budaya yang sangat besar ini mengakibatkan masing-masing pihak yang

berinteraksi tidak saling mengerti dan memahami makna bahasa yang mereka

ucapkan. Masing-masing pihak yang berinteraksi tidak saling mengerti dari

nilai-nilai budaya yang mereka miliki, walaupun antara imigran Tiongkok dan

penduduk Pribumi mempunyai perbedaan budaya yang tergolong sangat besar,

serta masing-masing pihak tidak mampu mengalihbahasakan pesan yang

disampaikan,akan tetapi kedua etnis antarbudaya ini mampu berinteraksi dan

bekerjasama dalam membangun Proyek PLTU tersebut. Hingga kini

pembangunan PLTU telah mencapai penyelesaian tahap akhir dan sedang menuju

tahap peresmian untuk selanjutnya akan diserahkan oleh pemerintah Indonesia

yang akan dikelola oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara).

Dari proses penyelesaian pembangunan proyek tersebut tentunya

mengindikasikan jika para imigran Tiongkok dan masyarakat pribumi sudah

(20)

suatu hubungan komunikasi. Untuk mencapai kesepahaman dalam interaksi antara

ke dua belah pihak beda budaya ini, tidak serta-merta terjadi secara instan, butuh

waktu yang lama dan pertemuan yang terjadi secara berkelanjutan dan

terus-menerus, sehingga mencapai kesamaan persepsi. Hal ini dijelaskan pula oleh

Mulyana dan Rakhmat dalam bukunya yang berjudul“Komunikasi Antarbudaya”

(1998:140) yang mengatakan jika melalui pengalaman–pengalaman

berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara

bertahap memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk

menghadapi lingkungannya. Artinya ialah, dalam mencapai hubungan saling

pengertian satu sama lainnya, sangat dibutuhkan proses pembelajaran yang

kontinu, dan bertahap, sehingga dari proses tersebut, para imigran Tiongkok dapat

mengidentifikasi dan menginternalisasi lambang-lambang yang mereka terima

dari pekerja lokal, untuk kemudian dijadikan pedoman dalam berkomunikasi.

Lingkungan tempat tinggal pekerjaTiongkok atau yang biasa disebut

dengan mess ini berbeda lingkungan dengan proyek pembangunan PLTU. Tempat

tinggal merekaberlokasi di desa Tanjung Pasir, Jalan Paluh Tabuhan, Dusun III

pertanian. Pemukiman pekerja ini dibangun didekat perkampungan penduduk desa

Tanjung Pasir yang mayoritasnya beragama Islam dan berasal dari suku Banjar.

Dalam kehidupan mereka sehari-hari, perusahaan tempat mereka bekerja

memfasilitasi mereka dalam berbagai hal termasuk perusahaan menjamin soal

kesehatan, makanan dan minuman. Para pekerja Tiongkok juga sering

membelimakanan dan minuman serta perlengkapan dasar lainnya seperti

perlengkapan MCK (Mandi,Cuci,Kakus), serta barang dan kebutuhan seperti

rokok,obat-obatan dan jasa seperti pangkas rambut, angkutan umum dan lain

sebagainya kepada masyarakat setempat yang membuka warung-warung kecil di

sekitarmess di mana mereka tinggal. Seperti sudah menjadi rutinitas sehari-hari

para imigran untuk mengunjungi warung-warung tersebut pada malam hari setelah

mereka selesai bekerja.

Tidak hanya di situ saja, mereka juga berinteraksi dengan masyarakat yang

lebih luas artinya mereka berinteraksi tidakhanya dengan masyarakat yang berada

disekitar lingkungan tempat tinggal mereka, melainkan mereka juga melakukan

(21)

6

Universitas Sumatera Utara

masyarakat mereka lakukan pada sore hari pada saat waktu luang biasanya mereka

berolahraga seperti, lari sore, jalan santai, dan juga mengunjungi kolam renang

rekreasi. Adapun aktivitas lainnya mereka lakukan untuk berbelanja ke pasar

membeli berbagai macam keperluan hidup atau bahkan pergi ke pusat hiburan

seperti kota Medan dan kota Pangkalan Susu untuk hanya sekedar refreshing pada

saat diluar jam kerja atau hari libur kerja.

Dari penjelasan singkat di atas mengenai aktivitas komunikasi antarbudaya

yang dilakukan oleh pekerja imigran mengindikasikan bahwa kontak sosial dan

intensitas pertemuan ke dua pihak antarbudaya ini tergolong tinggi, sekaligus hal

ini juga yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk melihat sejauh

mana proses akulturasi yang telah dialami para pekerja Tiongkok terhadap kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat pribumi.

1.2Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, maka fokus

masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Akulturasi Budaya yang di

alami oleh para pekerja asal Tiongkok di PLTU desaTanjung Pasir Kecamatan

Pangkalan Susu?”

1.2.1 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari Penelitian ini sebagai berikut:

1.Untuk mengetahui proses akulturasi budaya yang dialami oleh para pekerja

asing asal Tiongkok terhadap budaya masyarakat desa Tanjung Pasir.

2.Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi proses akulturasi

budaya para pekerja imigran asal Tiongkok.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan

dalam bidang komunikasi, khususnya bagi mahasiswa Departemen Ilmu

Komunikasi FISIP USU.

2. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan

(22)

budaya Tiongkok terhadap kebudayaan pribumi dalam perspektif

komunikasi antarbudaya

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat member masukan bagi

pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan yang berkenaan dengan penelitian

(23)

8 Universitas Sumatera Utara

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Paradigma Interpretif

Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu

distruktur atau bagaimana bagian-bagian berfungsi. Dalam definisi lainnya

menurut Harmon (dalam Moleong, 2009:49) Paradigma merupakan cara yang

mendasar untuk mempersepsi, berpikir,menilai, dan melakukan dua hal:

1. Membangun dan mendefinisikan batas-batas

2. Menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu di

dalam batas-batas tersebut sehingga menjadi berhasil.

Dalam keilmuannnya ada bermacam-macam paradigma yang berlaku,

akan tetapi ada 2 yang mendominasi ilmu pengetahuan, yaitu, scientific paradigm

(paradigma ilmiah) atau yang biasa disebut sebagai kuantitatif dan naturalistic

paradigm (paradigma natural) yang biasa disebut sebagai penelitian kualitatif.

Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma

alamiah bersumber dari fenomenologisme.

Penelitian sosial merupakan suatu penelitian yang mengacu kepada pola

dinamis manusia yang selalu berbeda-beda atau berubah setiap harinya. Dalam

penelitian ini mempunyai ruang lingkup humanistik yang berusaha mengkaji

bagaimana sebenarnya akulturasi yang terjadi terhadap pekerja Tiongkok yang

bekerja di Indonesia. Maka dalam kajian penelitian ini paradigma yang tepat

adalah menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan interpretif.

Kualitatif-interpretif merupakan metode yang berasal dari paradigma

konstruktivis yang memandang jika manusia merupakan makhluk sosial yang

melibatkan niat, kesadaran dan motif atau alasan-alasan tertentu, yang tidak dapat

dijabarkan melalui pendekatan positivistik atau paradigma ilmiah. Selain karna

ruang lingkup penelitian yang diteliti ini berada dibidang sosial, penulis memakai

pendekatan interpretif karena ia juga mampu menjabarkan realitas sosial secara

(24)

berasal dari data lapangan, studi kepustakaan dan sudut pandang atau kacamata

peneliti.

2.2Kerangka Teori

Kerangka teoretis adalah suatu kumpulan teori dan model dari literatur

yang menjelaskan hubungan dalam masalah tertentu. Dalam kerangka teoretis

secara logis dikembangkan, digambarkan, dan dielaborasi jaringan-jaringan dari

asosiasi antara variabel-variabel yang diidentifikasi melalui survey atau telaah

literatur (Silalahi, 2009:92). Maka dari penelitian ini didapatkan beberapa teori

dasar sebagai penghubung dalam masalah yang sedang peneliti ini, adapun teori

yang dipakai sebagai berikut:

2.2.1 Komunikasi

Sejak dahulu kala manusia sudah mulai mempelajari cara untuk

berinteraksi dengan sesamanya. Para ahli memperkirakan manusia mulai mampu

berinteraksi sekitar 90.000 sampai 40.000 tahun yang lalu. Pada masa itu bentuk

bahasa lisan biasanya mulai dipakai untuk menjembatani pemikiran, hasrat,

pengetahuan, dalam mempertahankan hidup dan eksistensi mereka di kehidupan

yang liar (Amir dkk, 2010:5). Sejak saat itu komunikasi manusia pada zaman

dahulu terus mengalami perkembangan,seiring dengan perkembangan populasi

manusia kuno, mereka mulai berusaha merepresentasikan apa yang ada di dalam

pikirannya dan dituangkan kedalam relif dan goresan-goresan abstrak seperti

lukisan atau gambar didinding-dinding gua.

Salah satu contoh dari perkembangan komunikasi yang mulai mengarah

ke bentuk tulisan ini ialah ditemukannya lukisan cap tangan dan gambar pada saat

berburu binatang, gambar benda-benda angkasa dan gambar-gambar lainnya yang

abstrak. Lukisan tersebut diperkirakan berumur kurang lebih 15.000 tahun.

selanjutnya manusia terus mengembangkan teknik komunikasinya agar lebih

efektif dan menjangkau khalayak luas, manusia pada zaman dahulu tepatnya

seperti pada masyarakat kuno Sumeria dan Mesir mulai mengembangkan

komunikasi tulisan menggunakan daun papirus yang dijemur hingga kering. Tidak

hanya mereka yang mulai berinovasi dalam mengembangkan komunikasi,

(25)

10

Universitas Sumatera Utara

menggunakan alat atau media seperti bangsa Romawi yang merupakan salah satu

contoh peradaban manusia yang menggunakan media dalam proses komunikasi

mereka.

Hingga sekarang manusia seakan tak pernah berhenti mengeluarkan

terobosan-terobosan penting melalui teknologi dan inovasi yang pada hakekatnya

dapat mempengaruhi kualitas dan cara berkomunikasi umat manusia modern.

Seiring dengan majunya teknologi dan kebutuhan informasi yang semakin cepat

maka komunikasi akan terus mengalami perkembangan dalam kehidupan

manusia, sehingga tak bisa dipungkiri lagi jika komunikasi merupakan hal yang

sangat vital yang telah mempengaruhi peradaban manusia.

Secara epistemologi, komunikasi berasal dari bahasa latin (communicatio)

dan bersumber dari kata communis yang artinya “sama.” Sama di sini

dimaksudkan dalam “sama makna”, secara sederhana proses komunikasi

bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada

subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut.

Dalam definisi para ahli seperti menurut Carl L. Hovland menyatakan

bahwa komunikasi merupakan proses di mana seorang (Komunikator)

menyampaikan perangsang-perangsang (lambang-lambang dalam bentuk

kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain (Komunikan). Harold D. Laswell

menjelaskan jika kegiatan komunikasi dilakukan dengan cara menjawab

pertanyaan “Siapa-berkata apa-melalui saluran apa-kepada siapa-dengan efek apa

(who-says what-in which channel-to whom-with what effect) yang kemudian

rangkaian proses ini dikenal dengan sebutan model Laswell.

2.2.1.1Dimensi Ilmu Komunikasi

A. Bentuk / Tatanan Komunikasi

Dalam bentuk/ tatanannya komunikasi juga dapat dibagi menjadi beberapa

bagian, yaitu:

1. Komunikasi antar pribadi

a. Komunikasi antarpribadi

b. Komunikasi Intrapribadi

2. Komunikasi Kelompok

(26)

b. Komunikasi Kelompok Besar

3. Komunikasi Organisasi

4. Komunikasi Massa

a. Komunikasi massa cetak

b. Komunikasi massa elektronik

B.Sifat Komunikasi

Berdasarkan sifatnya komunikasi diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Komunikasi Verbal

a. Komunikasi lisan

b. Komunikasi Tulisan

2. Komunikasi nonverbal

a. Komunikasi kial

b. Komunikasi gambar

3. Komunikasi tatap muka

4. Komunikasi bemedia

C.Tujuan Komunikasi

Berdasarkan tujuannya, komunikasi terbagi empat, yakni:

1. Untuk mengubah sikap

2. Untuk mengubah opini/pendapat

3. Untuk mengubah perilaku

4. Untuk mengubah masyarakat

D. Fungsi Komunikasi

1. Menginformasikan

2. Mendidik

3. Menghibur

4. Mempengaruhi

E. Bidang Komunikasi

1. Komunikasi Sosial

2. Komunikasi Bisnis

3. Komunikasi Politik

4. Komunikasi Internasional

(27)

12

Universitas Sumatera Utara

6. Komunikasi Pembangunan

7. Komunikasi Tradisonal

8. Komunikasi Lingkungan.

2.2.2 Komunikasi AntarBudaya

Komunikasi merupakan suatu sarana yang digunakan manusia sebagai alat

untuk menyatakan dan mendukung identitas diri, untuk membangun kontak sosial

dengan orang di sekitar,untuk mempengaruhi orang lain untuk merasa berfikir,

berperilaku seperti yang kita inginkan dan juga mengendalikan lingkungan fisik

dan psikologis manusia.Deddy Mulyana dalam bukunya Ilmu Komunikasi suatu

Pengantar (2007:7) mengatakan jika komunikasi merupakan sebuah mekanisme

untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat baik secara horizontal,

maupun vertikal, dari suatu generasi ke generasi lainnya.

Komunikasi sebenarnya dipengaruhi oleh budaya-budaya yang melekat

dalam kedirian manusia sehingga kita bisa mengenal identitas kebudayaan

seseorang hanya dari bahasa yang dipakainya, tutur kata yang diucapkan dan

kalimat pesan yang disampaikannya.

Budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan

ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh

sekelompok orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu atau

kelompok. Budaya juga merupakan pewarisan sosial yang mengandung

pandangan yang sudah dikembangkan jauh sebelum kita lahir. Dalam praktiknya

budaya sangat berkaitan dengan komunikasi, sebab budaya mempengaruhi cara

orang untuk berkomunikasi dan budaya dapat pula dikenal dan dipelajari melalui

komunikasi. Secara umum, komunikasi antarbudaya ialah suatu alat untuk

menyatakan identitas sosial dan menjembatani perbedaan antarbudaya melalui

proses perolehan informasi baru, mempelajari sesuatu yang baru yang tidak

pernah ada dalam kebudayaan,serta sekedar mendapat hiburan atau melepaskan

diri. Menurut Tubbs dan Moss, komunikasi antarbudaya terjadi di antara

orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (ras,etnis,sosio ekonomi,atau

(28)

Menurut Samovar dan Porter (dalam Lubis, 2014 : 18) kebudayaan itu

dapat dipelajari dan budaya itu dapat juga dipertukarkan, oleh karena itu budaya

bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan perilaku komunikasi dan makna

yang dimiliki tiap-tiap individu. Konsekuensinya, perbendaharaan inilah yang

akan menimbulkan segala macam kesukaran dalam keberlangsungan komunikasi.

Samovar dan porter juga menggambarkan suatu model komunikasi antarbudaya

yang menggambarkan perubahan budaya yang terjadi ketika ada interaksi

antarbudaya, seperti gambar di bawah ini:

Gambar 2.1.2 : Model Komunikasi Antarbudaya Samovar dan Porter

Sumber: Lubis (2014 : 20)

Komunikasi antar budaya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sisi

komunikasi antarpribadi, sebab komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi

antarpribadi yang dengan perhatian khusus dilihat pada faktor-faktor kebudayaan

yang mempengaruhinya. Pada kajian komunikasi antarbudaya, benang merah

yang harus diperhatikan adalah prinsip-prinsip hubungan antarpribadi seperti yang

dituangkan oleh Lubis dalam bukunya Pemahaman Praktis Komunikasi

Antarbudaya (2014 : 102) yaitu :

A B B

(29)

14

Universitas Sumatera Utara

a. Homofili

Homofili merupakan derajat kesamaan antara individu-individu yang terlibat

dalam interaksi antarpribadi. Seringkali kita mendapatkan bahwa kita lebih

percaya pada orang-orang yang sudah dikenal daripada orang yang masih asing,

atau kadang-kadang sesudah berkenalan dengan seseorang kita telah merasakan

kecocokan dengannya. Salah satu yang dapat menjelaskan ini ialah adanya

persepsi akan identifikasi, yakni dirasakan semacam hubungan karena adanya

kesamaan, baik dalam segi penampilan,unsure, pendidikan, etnisitas, tempat

tinggal atau wilayah geografi, pandangan politik moral, dan lain sebagainya. Hal

ini merupakan modal dasar sebelum berlanjut kepada interaksi yang lebih akrab

dilakukan. Intensitas hubungan antarpribadi yang baik akan memunculkan

kepercayaan terhadap komunikan atau sebaliknya penilaian komunikan terhadap

komunikator.

b. Kredibilitas

Percaya atau tidaknya seseorang kepada orang lain tergantung kepada

beberapa faktor yang mempengaruhi kreativitas komunikasi yang dilakukan,

yaitu:

1. Kompetensi: dengan kemampuan untuk menyelesaikan sesuatu yang

dipersepsikan dengan orang lain.

2. Karakter : persepsi tentang moral, nilai-nilai, etika, dan integritas komunikasi.

3. Ko-orientasi : derajat kesamaan yang dipersepsikan mengenai tujuan dan nilai.

4. Kharisma : derajat kepercayaan akan kualitas-kualitas kepemimpinan khusus

yang dipersepsikan, terutama dalam keadaan krisis.

5. Dinamika: derajat tentang entusiasme dan perilaku-perilaku nonverbal yang

dipersepsikan.

6. Jiwa sosial : derajat keramahan dari seseorang.

c. Kesediaan membuka diri (Self-disclosure)

Self Disclosureterjadi bilamana seseorang menyampaikan informasi tentang

dirinya sendiri pada orang lain. Kesediaan membuka diri menunjukkan adanya

kepercayaan yang terjalin ketika komunikasi dilakukan antara komunikan dan

(30)

menjalin interaksi mendapatkan kepercayaan dan kesukaan. Jika saling percaya

meningkat maka makin meningkat pula keterbukaan (self disclosure).

d. Dominasi dan Submisi

Dalam kesediaan membuka diri tingkat hubungan antarpribadi tidak sama

antara pelaku komunikasi. Hubungan antarpribadi diatur oleh suatu hubungan

dominasi dan submisi, misalnya antara majikan dan bawahan, dokter dan pasien,

orang tua dan anak, guru-murid dan lain sebagainya. Dominasi dan submisi

dipengaruhi oleh peranan sosial dalam masyarakat dan status dari satu individu di

dalam organisasinya.

e. Formalitas dan Informalitas

Formalitas dan Informalitas juga mengatur keterbukaan diri, sebab dalam suatu

sistem telah diatur sebuah tata cara yang disebut dengan manajemen, sistem ini

terkait dengan tingkatan atau hirarki, pangkat, status sosial, umur, rekan sebaya

dan lain sebagainya. Konsep formalitas – dan informalitas ini dipandang sebagai

tolak ukur kedekatan antar pribadi seseorang.

f. Ketertarikan AntarPribadi

Ketertarikan antarpribadi sangat jelas menggambarkan keterbukaan diri

seseorang, sebab dari sinilah awal mula pelaku komunikasi memulai interaksi, dan

berlanjut menuju akulturasi.

g. Hubungan-Hubungan Kerja Antarpribadi

Hubungan kerja antar pribadi jika ditinjau dalam konteks komunikasi antar

budaya juga memengaruhi keterbukaan diri seseorang, sebab hubungan ini mau

tak mau harus diterapkan dalam interaksi sehari-hari seperti dalam pekerjaan,

persahabatan, pergaulan.

Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya tidak terlepas dari

komunikasi yang efektif, sebab telah disinggung di atas jika komunikasi

antarbudaya merupakan suatu alat untuk menjembatani perbedaan budaya yang

dimiliki oleh masing-masing individu, maka dari itu, efektivitas komunikasi

antarbudaya sangat di tentukan oleh kesadaran pada setiap individu, untuk

berusaha mempelajari tatanan kebudayaan yang berasal dari luar dirinya, dan

menciptakan suatu hubungan berkelanjutan, dan semakin meningkat, sehingga

(31)

16

Universitas Sumatera Utara

budaya berbeda, kemudian efektivitas Komunikasi antarbudaya (dalam Liliweri,

2001 :171) yang efektif harus memperhatikan empat syarat, yaitu:

1. Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia

2. Menghormati budaya lain sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang

kita kehendaki

3. Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak berbeda dari cara

bertindak dan

4. Komunikator antarbudaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup

bersama orang lain.

Dalam komunikasi antarbudaya juga diperlukan kemampuan atau kompetensi

dasar yang harus dimiliki oleh tiap-tiap komunikator maupun komunikan

antarbudaya yang meliputi:

1. kemampuan seseorang untuk menyampaikan semua maksud atau isi hati secara

profesional sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dia tampilkan

secara prima

2. kemampuan seseorang untuk berinteraksi secara baik, misalnya mampu

mengalihbahasakan semua maksud dan isi hatinya secara tepat.

3. Kemampuan seseorang untuk menyesuaikan kebudayaan pribadinya dengan

kebudayaan yang sedang dihadapinya meskipun dia harus berhadapan dengan

berbagai tekanan dalam proses tersebut.

4. Kemampuan seseorang untuk memberikan fasilitas atau jaminan bahwa dia

bisa menyesuaikan diri atau bisa mengelola pelbagai tekanan kebudayaan lain

terhadap dirinya. (Lubis, 2014 : 145 ).

2.2.3 Akulturasi Budaya

Pada awalnya manusia mempelajari dan menginternalisasi pola-pola

budaya yang ada di sekitarnya untuk kemudian dijadikan bagian yang tidak

terpisahkan dari kehidupan individu tersebut. Hal inilah yang dinamakan dengan

sebutan enkulturasi. Kemudian ketika individu atau kelompok tertentu mulai

memasuki budaya yang berbeda dari budaya awalnya dan berusaha untuk

mempelajari serta mengadopsi nilai-nilai dari budaya barunya tersebut, maka

(32)

Akulturasi sendiri merupakan suatu proses di mana imigran menyesuaikan

diri dengan memperoleh budaya pribumi. Akulturasi mengacu pada proses di

mana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan langsung

dengan kultur lain. Akan tetapi walaupun kedua nya terlibat pertukaran budaya,

menurut Mulyana & Rakhmat akulturasi akan terlihat lebih dominan terhadap

masyarakat pendatang dibandingkan dengan masyarakat pribumi.

Proses komunikasi sangat mendasari proses akulturasi seorang imigran,

karena melalui komunikasi para imigran yang datang ke suatu wilayah tertentu

memperoleh pola-pola budaya yang ada di wilayah tersebut. Lewat komunikasi

juga para pendatang akan memahami dan mengidentifikasi dan menginternalisasi

lambang-lambang yang berlaku baik segi bahasa, struktur sosial masyarakat, dan

lain sebagainya. Dalam proses identifikasi tersebut para imigran biasanya

mengalami trial dan error dalam interaksinya baik dalam hal bahasa,

simbol-simbol nonverbal, perbedaan dan pengaturan ruang serta jarak antar pribadi,

ekspresi wajah, gerak mata, gesture tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting

tidaknya perilaku nonverbal serta dimensi-dimensi budaya pribumi yang

tersembunyi, yang mempengaruhi apa yang dipikirkan oleh masyarakat pribumi.

Hal di atas semakin mengokohkan pernyataan jika semakin jauh perbedaan

kebudayaan yang dimiliki oleh para imigran terhadap penduduk pribumi maka

semakin sulit pula masing-masing budaya, baik dari pihak imigran maupun

pribumi untuk mengenal.

Menurut Samovar & Porter dalam bukunya Komunikasi Lintas Budaya

(2010 : 482) sukses atau tidaknya akulturasi yang terjadi didasarkan pada strategi

adaptasi yang dilakukan oleh pendatang asing terhadap kultur tuan rumah, adapun

strategi adaptasi yang dijelaskan yaitu:

1. Buatlah Hubungan Pribadi dengan Budaya Tuan Rumah

Hubungan langsung dengan budaya tuan rumah mendorong dan

memfasilitasi sukses atau tidaknya proses adaptasi dengabn suatu budaya.

Seorang pendatang diwajibkan untuk melakukan kontak langsung melalui

percakapan sehari-hari dari orang yang memiliki budaya tersebut serta melakukan

hubungan pertemanan terhadap mereka.

(33)

18

Universitas Sumatera Utara

Mengembangkan pandangan dan pengetahuan mengenai budaya baru yang

akan dimasuki merupakan langkah terpenting di dalam meningkatkan kemampuan

komunikasi antarbudaya, sehingga dari proses tersebut kita akan mendapatkan

kesadaran budaya yang berarti mengenal pola budaya sendiri dan juga sekaligus

memahami jika pola budaya orang lain berbeda dengan budaya yang kita miliki.

3. Berpartisipasi dalam kegiatan budaya

Cara terbaik dalam mempelajari budaya baru ialah ikut serta berperan aktif

di dalam budaya tersebut. Hadirilah kegiatan sosial, religius dan budaya dan

cobalah terus berinteraksi dengan mereka maka dalam beberapa kesempatan

penduduk tuan rumah akan mempersilahkan anda untuk membaur dan

membagikan budaya mereka dengan anda.

Manusia dalam perjalanan hidupnya pasti akan bersinggungan dengan

kebudayaan lain. Singgungan antarbudaya ini akan memiliki efek psikologis yang

biasanya dirasakan langsung oleh para pendatang baru yang memasuki wilayah

kebudayaan yang berbeda dari kebudayaan yang telah ada dan yang telah

terenkulturasi di dalam dirinya. Kejanggalan-kejanggalan yang berasal dari

budaya yang berlainan ini disebut dengan kejutan budaya (culture shock).

Culture shockdidefinisikan sebagai kegelisahan yang mengendap yang muncul

akibat kehilangan tanda-tanda dan lambang-lambang yang familiar dalam

hubungan sosial. Tanda-tanda atau petunjuk–petunjuk itu meliput seribu satu cara

yang kita lakukan dalam mengendalikan diri kita sendiri untuk menghadapi situasi

sehari-hari (Mulyana dan Rakhmat dalam Lubis, 2014: 177). Culture shock

dibedakan menjadi 2 bagian yaitu pendatang yang tinggal menetap untuk

sementara waktu pada suatu wilayah tertentu dan pendatang yang memilih untuk

menetap secara permanen di dalam wilayah tertentu.

Reaksi terhadap culture shockatau gegar budaya biasanya bervariasi antara

individu satu dengan individu lainnya, dan gegar budaya dapat juga muncul pada

waktu yang berbeda-beda. menurut Samovar porter & Mc.Daniel (dalam Lubis,

2014; 178) mengatakan jika ada 9 reaksi yang biasanya terjadi,dan sering dialami

oleh individu saat mengalami culture shock, yaitu:

1. Antagonis/ memusuhi lingkungan baru

(34)

3. Rasa penolakan

4. Gangguan lambung dan sakit kepala

5. Homesick/rindu rumah

6. Rindu pada teman dan keluarga

7. Merasa kehilangan status dan pengaruh

8. Menarik diri

9. Menganggap orang – orang dalam budaya tuan rumah tidak peka.

Fase dalam culture shock terbagi dalam 4 tingkatan, yaitu:

1. Fase Optimistik, fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan

euphoria, sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru.

2. Fase Masalah Kultural, Fase kedua di mana masalah dengan lingkungan baru

mulai berkembang, fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan

ketidakpuasan akan harapan awal. Ini adalah periode krisis dalam periode

culture shock, di mana ke Sembilan tekanan yang telah dijelaskan di atas

terjadi.

3. Fase Kesembuhan, fase ketiga di mana orang mulai mengerti dan mengenal

budaya barunya.

4. Fase Penyesuaian, fase terakhir di mana orang telah mengerti elemen kunci

dari budaya barunya(nilai-nilai khusus, keyakinan dan pola komunikasi) fase

inilah yang nantinya akan mengarahkan suatu individu menuju ketahap

selanjutnya dari akulturasi, yaitu tahap asimilasi.

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan dasar pemikiran dari peneliti dilandasi

dengan konsep-konsep dan teori yang relevan guna memecahkan masalah

penelitian. Hal ini juga sama halnya seperti yang dikatakan jika kerangka konsep

sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan

memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dan dapat

mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi,2001:40). Dalam

kerangka pemikiran ini, peneliti membuat konsep sederhana yang bermula melihat

bagaimana para imigran Tiongkok mempelajari, dan menggali budaya barunya

(35)

20

Universitas Sumatera Utara

terakulturasi dalam diri mereka masing-masing. Berikut adalah kerangka

pemikiran dari penelitian ini.

Gambar 2.3 : Kerangka Pemikiran

Akulturasi Budaya

(36)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian akulturasi pekerja

Tiongkok terhadap masyarakat pribumi ini menggunakan pendekatan metode

penelitian deskriptif kualitatif. Deskriptif sendiri merupakan data yang

dikumpulkan berupa kata-kata,gambar dan bukan angka-angka, sehingga laporan

penelitian ini akan berisi mengenai kutipan-kutipan data untuk memberikan

gambaran penyajian dari laporan tersebut(Moleong, 2009:11).

Selanjutnya Denzin & Lincoln (dalam Moleong, 2009:5) mengatakan jika

penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar ilmiah, dengan

maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan

melibatkan berbagai metode yang ada. Dalam Moleong (2009:14) juga

menjelaskan berbagai macam karakteristik dari penelitian kualitatif itu sendiri,

antara lain:

a. Berlatar alamiah

b. Manusia sebagai alat(instrument)

c. Metode kualitatif

d. Analisis data secara induktif

e. Teori dari dasar (grounded theory)

f. Deskriptif

g. Lebih mementingkan proses daripada hasil

h. Adanya batas yang ditentukan oleh focus

i. Adanya kriteria khusus untuk keabsahan data

j. Desain yang bersifat sementara

(37)

22

Univeristas Sumatera Utara 3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan poin dari permasalahan yang ingin diteliti.

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah Akulturasi Pekerja Asal Tiongkok

terhadap masyarakat Pribumi di desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu.

3.3Subjek Penelitian

Subjek Penelitian adalah informan yang dimintai keterangan yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Adapun subjek penelitian ini

adalah para pekerja imigran Tiongkok yang berjumlah 168 orang (sumber: Bagus

Karya, Januari 2015) yang terdaftar bekerja dalam Pembangunan Proyek PLTU

desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu.

3.4 Unit Analisis

Unit analisis pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang

umum dan menyeluruh tentang situasi yang diteliti objek penelitian. Unit analisis

dalam penelitian ini meliputi 3 komponen menurut Speadly (dalam Sugiono,2007:

68)

1. Tempat

Tempat penelitian ini sendiri diadakan di PLTU (Pembangkit Listrik

tenaga Uap) 2 x 220 MW (Mega Watt) Pangkalan Susuyang terletak di desa

Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara,

lokasi ini berjarak sekitar 68 Km dari Kabupaten Langkat dan sekitar 120 KM dari

kota Medan atau sekitar 3 jam perjalanan dari KNIA (Kuala Namu International

Airport).

2. Pelaku

Pelaku dalam penelitian ini adalah subjek penelitian sebagai informan

yang sesuai dengan penelitian, yaitu pekerja imigran Tiongkok di Proyek PLTU

desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu. Adapun pelaku yang terlibat

dalam penelitian ini ialah :

a. Pekerja Tiongkok yang mampu berbahasa Indonesia

b. Pekerja Tiongkok yang belum mampu berbahasa Indonesia namun sudah

(38)

c. Pekerja dan masyarakat lokal yang pekerjaan atau kehidupannya

berhubungan langsung dengan para pekerja Tiongkok.

d. Informan tambahan untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai

akulturasi budaya Tiongkok yaitu tranlator atau penerjemah bahasa, dan

dokter yang khusus menangani pekerja Tiongkok.

3. Kegiatan

Kegiatan ataupun aktivitas yang berlangsung ialah interaksi antara pekerja

Tiongkok dan penduduk pribumi baik di dalam pembangunan proyek PLTU

Pangkalan Susu, maupun dalam kehidupan sehari-hari di Mess.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan dataadalah teknik atau cara-cara yang dapat

digunakan periset dalam mengumpulkan data (Kriyantono, 2006:91). Penelitian

ini menggunakan 2 metode pengumpulan data yaitu:

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data pertama dan

tangan pertama di lapangan (Kriyantono, 2006 : 43 ). Adapun data untuk

mendapatkan data primer, yaitu :

a. Metode wawancara mendalam

Tipe wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan atau

informasi untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka

antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau

tanpa menggunakan pedoman wawancara, di mana pewawancara dan informan

terlibat dalam kehidupan sosial yang relatif lain. Dengan demikian keabsahan

wawancara adalah keterlibatannya dalam kehidupan informan (Bungin, 2007 :

108).

Kegiatan wawancara mendalam juga tidak dinilai dari skala waktu,

dikarenakan kedalaman data hingga menghasilkan data jenuh tidak ditentukan

oleh lama atau tidaknya wawancara, akan tetapi bagaimana upaya peneliti

menghasilkan data dari setiap proses wawancara mendalam. Wawancara

mendalam juga tidak terlalu kaku pada daftar pertanyaan yang telah dibuat

(39)

24

Univeristas Sumatera Utara

peneliti juga menggunakan berbagai macam strategi untuk menghimpun data yang

diperlukan seperti catatan kecil,alat rekam audio dan video serta foto

dokumentasi.

Pedoman wawancara yang telah peneliti susun berkisar tentang identitas

pribadi pekerja Tiongkok dan para pekerja lokal lainnya yang terlibat dan telah

memenuhi kriteria yang dijelaskan dibagian unit analisis di atas. kemudian setelah

itu wawancara ini berkisar mengenai motivasi mendasar dari pekerja Tiongkok

bekerja ditempat tersebut, seperti mengapa memilih bekerja di proyek ini,

sebelum memutuskan untuk bekerja di sini apakah sudah pernah mencoba untuk

belajar dan mengetahui bagaimana lingkungan tempat kerja sekarang, kemudian

frekuensi interaksi antara pekerja Tiongkok dan masyarakat pribumi yang akan

menggali sejauh mana para pekerja Tiongkok mampu membaur dengan ruang

lingkup sosial budaya yang ada di desa Tanjung Pasir tersebut. Kemudian dari sisi

bahasa yang dilihat dari para pekerja Tiongkok yang mahir berbahasa Indonesia,

nilai-nilai serta kebiasaan yang berubah yang dialami oleh pekerja Tiongkok, yang

dilihat dari kacamata pekerja Tiongkok itu sendiri maupun pekerja lokal dan

masayarakat setempat yang memiliki intensitas interaksi yang tergolong tinggi

dan hambatan yang terjadi pada para imigran yang belum mampu berbahasa

Indonesia. Serta mengetahui dalam tahap mana Culture shock atau gegar budaya

yang dialami oleh para pekerja Tiongkok(daftar pertanyaan terlampir dilampiran).

b. Observasi

Observasi diartikan sebagai aktivitas pencatatan fenomena yang ada yang

dilakukan secara sistematis dan terfokus pada hal yang hendak diteliti. Kegiatan

ini juga melakukan pengamatan secara langsung dan dengan tujuan mengetahui

kegiatan yang dilakukan objek yang akan diobservasi.

Untuk melihat proses interaksi dan akulturasi secara detail dan mendalam

maka peneliti harus masuk kedalam aktivitas sehari-hari mereka, seperti

mengobservasi bagaimana mereka bekerja, berinteraksi dengan para pekerja lokal

dan masyarakat setempat, mengobservasi pola hidup dan sikap yang mereka

tonjolkan sehari-hari hingga data yang dibutuhkan tercapai.

(40)

Pada umumnya data sekunder berbentuk catatan atau laporan dokumentasi

oleh lembaga tertentu (Ruslan,2003:138). Pengumpulan data dilakukan dengan

cara studi kepustakaan yaitu mencari, melihat dan membuka dokumen, situs-situs,

atau buku-buku ilmiah yang berhubungan dengan penelitian.

3.6 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan

data, mengorganisasikan data, memilah-milihnya menjadi satuan yang dapat

dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang

penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan

kepada orang lain (Moleong, 2009 : 248). Dengan teknik analisis data model

Miles & Huberman peneliti menganalisis data dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Melakukan Reduksi Data

Mereduksi artinya ialah merangkum,memilih hal yang pokok,

memfokuskan hal yang penting untuk penelitian. Data yang diperoleh dari

lapangan jumlahnya banyak sehingga diperlukan analisis data melalui reduksi

data, dengan demikian akan terlihat jelas gambaran dari penelitian yang bertujuan

untuk mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan

mencarinya jika diperlukan.

2. Penyajian Data

Data yang didapatkan dari pengamatan dan metode lainnya akan disajikan

berupa teks naratif, grafik,Chart (grafik) dan lain sebagainya.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat harus didukung dari data-data yang valid dan konsisten

yang berasal dari penelitian di lapangan. Kegiatan analisis data ini akan dimulai

dengan pengumpulan data dan dilanjutkan dengan menelaah data yang terkumpul

baik primer ataupun data sekunder. Hasil data yang diperoleh melalui teknik

pengumpulan data kemudian akan disusun membentuk laporan sistematis. Hasil

penelitian kemudian disajikan dalam pembahasan yang didukung dengan teori dan

kemudian akan dianalisis untuk mengetahui “ Bagaimanakah Akulturasi yang

(41)

26 Universitas Sumatera Utara

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1Deskripsi Unit Analisis

4.1.1.1 Deskripsi Lokasi Pembangunan PLTU

Pangkalan Susu merupakan suatu kecamatan yang berada di Kabupaten

Langkat, Sumatera Utara. Dengan luas daerah sekitar 272,31 KM (Kilometer)

persegi, Pangkalan Susu dihuni oleh beraneka ragam jenis suku,dan agama.

Adapun suku mayoritas yang berada di kecamatan tersebut berasal dari suku

Melayu, Jawa, Aceh, Karo, Mandailing, Tionghoa. Tidak hanya itu, masyarakat

Pangkalan Susu juga dihuni oleh beberapa suku yang tidak tergolong mayoritas

namun pada umumnya mereka hidup berkoloni di suatu daerah dan membentuk

sebuah komunitas homogeni, suku tersebut antara lain suku Banjar dan Batak

Toba.

Dalam pembagian wilayah geografisnya, Pangkalan Susu terdiri dari 11

Desa atau Kelurahan yakni;

1. Kelurahan/Desa Alur Cempedak

2. Kelurahan/Desa Beras Basah

3. Kelurahan/Desa Bukit Jengkol

4. Kelurahan/Desa Pangkalan Siata

5. Kelurahan/Desa Paya Tampak

6. Kelurahan/Desa Pintu air

7. Kelurahan/Desa Pulau Kampai

8. Kelurahan/Desa Pulau Sembilan

9. Kelurahan/Desa Sei Meran

10. Kelurahan/Desa Sei Siur

11. Kelurahan/Desa Tanjung Pasir (sumber:

Dari ke sebelas desa atau kelurahan yang ada di Pangkalan Susu, proyek

(42)

pemerintah dan pihak kontraktor mengingat banyak keuntungan potensial yang

bisa dikelola ketika PLTU dibangun di atas areal ini. Alasan pertama PLTU

dibangun di desa Tanjung Pasir dikarenakan letak desa tersebut strategis

berdekatan dengan laut. Kebijakan membangun PLTU dipinggiran laut

dikarenakan alasan pendistribusian batu bara yang diangkut oleh kapal-kapal

pengangkut batu bara dan juga kapal-kapal tersebut bisa dengan mudah

bersandar dipinggiran laut tersebut untuk menyuplai batu bara yang menjadi

bahan bakar utama pembangkit ini.

Alasan lainnya yang mendasari dibangunnya PLTU di desa ini ialah

dikarenakan letak desa Tanjung Pasiryang berada di pesisir pantai dan langsung

berhadapan dengan laut, sehingga lingkungan yang berada di tempat tersebut

dianggap cukup baik dalam hal mendegradasi polusi yang ditimbulkan oleh asap

hasil dari sisa pembakaran.

Desa Tanjung Pasir dihuni oleh penduduk yang mayoritasnya beragama

Islam dan mayoritas penduduknya berasal dari suku Banjar Kalimantan. Mereka

hidup dengan memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah. Penduduk yang

tinggal di desa ini bermata pencaharian sebagai petani dan mayoritas dari mereka

menjadi petani padi sehingga tak bisa dipungkiri, jika hasil alam yang dominan

yang berada di daerah ini adalah padi dan sekaligus desa Tanjung Pasir

merupakan salah satu dari lumbung padi daerah yang menyuplai makanan pokok

masyarakat di kecamatan Pangkalan Susu.

4.1.1.2Deskripsi singkat mengenai sejarah Proyek PLTU Pangkalan Susu

Sejarah berdirinya Pembangkit listrik ini dilatarbelakangi oleh buah pikiran

dari pemerintah Indonesia. Setelah dibuatnya Peraturan Presiden RI (Perpres)

Nomor 71 Tahun 2006 yang menginstruksikan program percepatan

Pembangunan Pembangkit Listrik menggunakan Batu bara. Perpres ini langsung

direspon positif dan menjadi cikal bakal dari pembangunan 35 PLTU yang

dibangun di seluruh Indonesia. Dalam percepatan pembangunan tersebut

pemerintah telah mencanangkan program pembangunan energi listrik

menggunakan batu bara yang dirincikan, 10 PLTU akan dibangun di pulau Jawa

dan 10 lokasi tersebut diproyeksikan akan menyuplai sekitar 7430 MW (Mega

(43)

28

Universitas Sumatera Utara

konsumsi di luar pulau Jawa dan akan diproyeksikan menyuplai listrik sekitar

2.121 MW (Mega Watt).

Tidak hanya menggunakan batu bara, pemerintah juga merencanakan sumber

daya listrik menggunakan energi terbarukan seperti memanfaatkan tenaga air dan

Gas serta transmisi yang terkait kemudian rencana ini dinamakan dengan proyek

percepatan 10.000 MW (ESDM.go.id).

Energi alternatif merupakan suatu hal yang dipandang baik dikerjakan

oleh Indonesia, karena mengingat begitu besar suplai Bahan Bakar Minyak

(BBM) yang dibutuhkan Indonesia dan anggaran untuk subsidi BBM yang

semakin tahun semakin membengkak serta semakin meningkatnya kebutuhan

listrik yang dibutuhkan penduduk Indonesia terkhusus dalam ruang lingkup

Sumatera Utara. Maka dengan pertimbangan dan tujuan yang telah dijelaskan di

atas pada akhir tahun 2008, di bawah pengawasan Indonesian Power

pembangunan proyek PLTU 2 x 200 MW dengan luas lahan sekitar 105 Ha

(Hektare) ini dimulai.

Pada proyek pembangunan tahap awal pemerintah menunjuk GPEC yang

berasal dari perusahaan Tiongkok sebagai kontraktor utama dan PT. Ninceek

Multidimensi serta PT. Bagus Karya yang berasal dari Indonesia sebagai mitra

kerja. Mereka berfungsi untuk mengawasi dan memberi masukan kepada

perusahaan GPEC sendiri. Namun pada proses pembangunan PLTU ini, beragam

masalah timbul baik dari sisi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.

Sehingga pada Tahun 2011 Ninceek dinyatakan pailit atau merugi sehingga

dalam penyelesaiaannya GPEC dan Bagus Karya yang melanjutkan proyek

tersebut dan kedua perusahaan tersebut bergabung menjadi partner J.O GPEC &

Bagus Karya (Join Operation GPEC dan Bagus Karya).

Proyek PLTU ini sebenarnya diprediksi akan selesai pada akhir 2013 silam,

namun pada kenyataannya pembangunan ini berjalan lambat, hal ini disebabkan

karena Begitu banyak hambatan yang terjadi selama proses pembangunannya.

Hambatan tersebut disebabkan oleh kondisi sosial yang ada di desa ini seperti,

masyarakat yang sering berunjuk rasa, ada sekelompok warga yang menutup

akses jalan menuju lokasi pembangunan proyek yang sering menghambat truk

Gambar

Gambar 2.1.2 : Model Komunikasi Antarbudaya Samovar dan Porter
Gambar  2.3  : Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait