• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong Dengan Penambahan Penyerasi Alkanolamida"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN A

DATA PENELITIAN

A.1 DATA HASIL DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK

DENSITY)

Tabel A.1 Data Hasil Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)

Waktu Vulkanisasi

Kadar Alkanolamida

Sampel 1 x 105

Sampel 2 x 105

Sampel 3 x 105

Rata-Rata x 105

10 Menit

Murni 5,470 2,147 3,393 3,670

0 5,470 2,147 3,393 3,670

0,5 6,610 6,917 8,276 7,268

1,0 12,70 13,57 11,69 12,65

1,5 24,50 20,36 19,12 21,33

2,0 33,40 31,65 29,20 31,41

2,5 33,77 32,50 35,48 33,91

20 Menit

Murni 7,525 6,450 6,292 6,756

0 7,525 6,450 6,292 6,756

0,5 9,510 12,28 11,71 11,16

1,0 20,81 17,45 20,99 19,75

1,5 26,16 28,60 27,94 27,57

2,0 38,38 40,99 37,41 38,92

2,5 40,89 42,83 41,31 41,68

A.2 DATA HASIL KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

Tabel A.2 Data Hasil Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Waktu Vulkanisasi

Kadar

Alkanolamida Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

10 Menit

Murni 15,97 13,72 15,19 14,96

0 15,48 14,21 14,01 14,56

0,5 16,56 14,99 15,88 15,81

1,0 17,44 16,37 17,44 17,09

1,5 16,86 16,46 16,66 16,66

2,0 18,33 14,60 15,88 16,27

2,5 16,56 15,48 16,27 16,10

20 Menit

Murni 17,19 14,63 16,13 15,98

0 17,64 15,78 16,95 16,79

0,5 18,23 16,46 17,67 17,45

1 19,31 16,95 17,93 18,07

1,5 19,40 16,37 17,44 17,34

2,0 19,31 15,78 17,25 17,44

(2)

A.3 DATA HASIL MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN 100% (M100)

Tabel A.3 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 100% (M100)

Waktu Vulkanisasi

Kadar

Alkanolamida Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

10 Menit

Murni 0,57 0,39 0,49 0,48

0 0,59 0,37 0,51 0,49

0,5 0,62 0,43 0,54 0,53

1,0 0,66 0,54 0,59 0,60

1,5 0,51 0,36 0,45 0,44

2,0 0,50 0,30 0,43 0,41

2,5 0,49 0,29 0,40 0,39

20 Menit

Murni 0,69 0,47 0,61 0,59

0 0,68 0,50 0,60 0,59

0,5 0,71 0,51 0,62 0,61

1,0 0,80 0,59 0,69 0,69

1,5 0,79 0,55 0,67 0,67

2,0 0,67 0,42 0,53 0,54

2,5 0,67 0,44 0,57 0,56

A.4 DATA HASIL MODULUS TARIK SAAT PEMANJANGAN 300% (M300)

Tabel A.4 Data Hasil Modulus Tarik Saat Pemanjangan 300% (M300)

Waktu Vulkanisasi

Kadar

Alkanolamida Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

10 Menit

Murni 0,80 0,40 0,74 0,65

0 0,99 0,79 0,86 0,88

0,5 0,98 0,84 0,94 0,92

1,0 1,10 0,89 0,98 0,99

1,5 0,90 0,79 0,80 0,83

2,0 0,92 0,71 0,77 0,80

2,5 0,85 0,66 0,84 0,78

20 Menit

Murni 0,86 0,65 0,74 0,75

0 1,02 0,82 0,89 0,91

0,5 1,06 0,92 1,02 1,00

1,0 1,20 0,99 1,08 1,08

1,5 1,13 1,02 1,03 1,06

2,0 1,05 0,84 0,89 0,93

(3)

A.5 DATA HASIL PEMANJANGAN SAAT PUTUS (ELONGATION AT

BREAK)

Tabel A.5 Data Hasil Pemanjangan Saat Putus (Elongation at Break)

Waktu Vulkanisasi

Kadar

Alkanolamida Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata-Rata

10 Menit

Murni 1243,73 1114,82 1226,29 1194,95 0 1140,13 1009,30 1156,24 1101,89 0,5 1101,64 883,71 1072,82 1019,39

1,0 993,12 808,79 996,84 932,92

1,5 1010,71 865,31 871,65 915,89

2,0 989,22 771,81 821,27 860,77

2,5 948,71 752,85 873,83 858,46

20 Menit

Murni 1235,62 1093,87 1224,90 1184,80

0 1105,51 996,95 1063,27 1045,25

0,5 1036,29 924,11 993,73 984,71

1,0 973,12 809,88 923,91 902,30

1,5 979,73 829,27 875,87 894,96

2,0 992,16 795,18 881,91 889,75

(4)

LAMPIRAN B

CONTOH PERHITUNGAN

B.1 PERHITUNGAN

KRISTANILITAS

SELULOSA

MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Dari Persamaan Segal [57] :

Dimana :

CrI = Indeks kristanilitas

I002 = Intensitas pada range 2θ = 20-22o

Iam = Intesitas pada range 2θ = 18o

Dari grafik X-Ray Diffraction didapat nilai sebagai berikut : I002 = 22857,00

Iam = 1714,27

Maka :

CrI =

= 92,59% Position [°2Theta]

20 30 40 50 60 70

Counts

0 10000 40000

(5)

Ukuran partikel kristalin selulosa mikrokristal dihitung berdasarkan persamaan Debye-Schererr [46] :

   cos k D Dimana :

D = ukuran partikel (nm)

K = konstanta (nilai k yang biasa digunakan = 0,9)

λ = panjang gelombang = 1,78897 x 10-10 (m)

β = lebar penuh setengah maksimal dari sudut 2θ (rad)

θ = sudut difraksi dari puncak (rad)

Dari grafik X-Ray Diffraction didapat nilai sebagai berikut :

β = 0,000003487 θ = 22,09

sehingga : m D m x D x x D x x x D  83 , 49 10 98 , 4 10 23 , 3 10 610073 , 1 09 , 22 cos 000003487 , 0 10 78897 , 1 9 , 0 5 6 10 10        

(6)

B.2 PERHITUNGAN DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK

DENSITY) PRODUK LATEKS KARET ALAM

Dari persamaan Flory Rehner :

                     1 1 u u s s r r W W W v

(

)

(

/

2

)

)

(

)

1

ln(

2

1

1

3 / 1 2 r r r r r s

c

v

v

v

v

v

v

M

v

Dimana :

v = densitas sambung silang Mc = berat molekul

Vr = fraksi volum dari karet

χ = parameter interaksi antara jaringan karet dengan pelarut = 0,393

ρr = densitas karet = 0,913 gr/cm3

ρs = densitas pelarut = 0,856 gr/cm3

Ws = berat karet yang membengkak

Wu = berat karet yang tidak membengkak

Untuk perhitungan sampel produk lateks karet alam : Massa awal produk lateks karet alam (Wu) = 0,2318 gram Massa botol kosong = 50,6971 gram

Massa produk lateks karet alam yang membengkak + massa botol = 51,9315 gram Massa produk lateks karet alam yang membengkak (Ws) = 1,2344 gram

Massa produk lateks karet alam setelah pengeringan konstan = 0,2055 gram

(7)

Tabel B.1 Perhitungan Densitas Sambung Silang (Crosslink Density)Produk Lateks Karet Alam

Rumus Perhitungan Hasil

0,913

0,856 1,0665 cm3

1,2344 0,23180,2318 5,3252 cm3

1,0665 x 5,3252 5,6793

Vr 1

5,6793 0,1760

1-Vr 1- 0,1760 0,8240

-ln(1-Vr) -ln(0,8240) 0,1935

(Vr)2 (0,1760)2 0,0310

(Vr)1/3 (0,1760)1/3 0,5604

-ln(1-Vr) - Vr - X. (Vr)2 0,1935 - 0,1760 - 0,393 (0,0310) 0,0056 2.Vo [(Vr)1/3-(Vr/2)] 2. 106,52. [0,5604-0,088] 101,5603

) ( . . 2 . ) 1 ln( 3 / 1 0 2 r NRL r r r V V V V V

   

101,5603 5,470 x 10-5

Berdarsarkan perhitungan diatas, nilai densitas sambung silang produk lateks karet alam adalah sebesar 5,470 x 10-5 gram.mol/gram karet.

(8)

LAMPIRAN C

DOKUMENTASI PENELITIAN

C.1 PROSES PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar C.1 Proses Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida

C.2 PROSES EKSTRAKSI BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

(9)

C.3 BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar C.3 Bahan Penyerasi Alkanolamida

C.4 SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Gambar C.4 Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong

C.5 PROSES PENDISPERSIAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN ALKANOLAMIDA

(10)

C.6 LARUTAN HASIL DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN ALKANOLAMIDA

Gambar C.6 Larutan Hasil Dispersi Selulosa Mikrokristalin dan Alkanolamida

C.7 BAHAN KURATIF PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.7 Bahan Kuratif Produk Lateks Karet Alam

C.8 PROSES PRA-VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM

(11)

C.9 PROSES UJI KLOROFORM LATEKS KARET ALAM

Gambar C.9 Proses Uji Kloroform Produk Lateks Karet Alam

C.10 LARUTAN PEMBERSIH PLAT PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.10 Larutan Pembersih Plat Pencelupan Produk Lateks Karet Alam

C.11 WADAH PENCELUPAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

(12)

C.12 PROSES VULKANISASI PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.12 Proses Vulkanisasi Produk Lateks Karet Alam

C.13 PROSES PEMBEDAKAN PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar C.13 Proses Pembedakan Produk Lateks Karet Alam

C.14 PRODUK LATEKS KARET ALAM BERPENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

(13)

LAMPIRAN D

HASIL PENGUJIAN LAB ANALISIS DAN INSTRUMEN

D.1 HASIL FTIR ALKANOLAMIDA

Gambar D.1 Hasil FTIR Alkanolamida

D.2 HASIL FTIR SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

(14)

D.3 HASIL FTIR DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN ALKANOLAMIDA

Gambar D.3 Hasil FTIR Dispersi Selulosa Mikrokristalin dan Alkanolamida

D.4 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM TANPA

PENAMBAHAN PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA

(15)

D.5 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN TANPA PENYERASI ALKANOLAMIDA

Gambar D.5 Hasil FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan Penambahan Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

D.6 HASIL FTIR PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN PENAMBAHAN PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

(16)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Zhou Y., Fan M, Chen L, Zhuang J. Lignocellulosic Fibre Mediated Rubber

Composites. Manuscript Submitted for Publication, 2015.

[2] Lu, Guang., Heping, Yu., Yongzhou, Wang., Yongyue, Luo., Zongqiang, Zeng.

“Preparation and Mechanical Properties of Prevulcanized Natural Rubber

Latex/Chitosan/Poly (3-hydroxybutyrate) Blends”. Asia-Pacific Energy Equipment Engineering Research Conference, AP3ER, 2015.

[3] Jong, Lei. “Influence of Protein Hydrolysis on the Mechanical Properties of

Natural Rubber Composites Reinforced with Soy Protein Particles”. Industrial

Crops and Products 65, 102-109, 2015.

[4] Zhou, Yonghui., Mizi, Fan., Lihui, Chen., Jiandong, Zhuang., “Lignocellulosic

Fibre Mediated Rubber Composites”. Composites Part B, 2015.

[5] Hergenrother, Siwew. “Preparation of Nanocellulosic Material Organic Waste and Their Application, 2012.

[6] Chuayjuljit, S., Su-Uthai., C, Tunwattanaseree., S, Charuchinda. “Preparation

of Microcrystalline Cellulose from Waste-Cotton Fabric for Biodegradability

Enhancement of Natural Rubber Sheets”. Journal of Reinfoced Plastics and

Composites, Vol. 28, No. 10, 2010.

[7] Hassan, Mohammad L. “Bagasse and Rice Straw Nanocellulosic Material and

Their Applications”. Polymer Nanocomposites of Cellulose Nanoparticles,

2015.

[8] Guven, O., Karakas, F., Kaya, M.A., Yildirim, H., Celik, M.S. Composite Films Based on Styrene-Co-Butyl-Acrylate with Colemanite and Calcium Bentonite Mineral Fillers. Mechanics of Composite Material, Vol. 50, No.3, pp. 477-486, 2014.

[9] Tohsan, Atitaya., Ryota, Kishi., Yuko, Ikeda. A Model Filler Network in Nanocomposites Prepared by In Situ Silica Filling and Peroxide Cross-Linking in Natural Rubber Latex. Coloid Poymer Science. 2015.

(17)

[11] Ikawati., Melati. “Pembuatan Karbon Aktif dari Limbah Kulit Singkong UKM

Tapioka Kabupaten pati”. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas

Dipenogoro : Semarang.

[12] Aripin, Ashuvila Mohd., Angzzas Sari Mohd Kassim., Zawawi, Daud., Mohd, Zainuri Mohd Hatta. Comparison of Pineapple Leaf and Cassava Peel by Chemical Properties and Morphology Characterization. Advanced Materials Research, Vol. 974, p. 384-388, 2014.

[13] Bai, Wen., Kaichang, Li. “Partial Replacement of Silice with Microcrystalline

Cellulose in Rubber Composites”. Composites : Part A, 40, 1597-1605, 2009.

[14] Surya, I., Ismail, H., and Azura, A. R. “Alkanolamide as an accelerator, filler

dispersant and a plasticizer in silica-filled natural rubber compounds”. Polymer Testing 32(8) : 1313-1321. 2013.

[15] Prompunjai , Apusraporn., Waranyou, Sridach. Preparation and Some Mechanical Properties of Composite Material Made from Sawdust, Cassava Starch and Natural Rubber Latex. International Scholarly and Scientific Research & Innovation 4 (12), 2010.

[16] Sasidharan, K.K., Rani Joseph., Shiny Palaty., K.S. Gopalakrishnan., G. Rajamal., P. Viswanatha Pillai. Effect of the Vulacanization Time and Storage on the Stability and Physical Properties of Sulfur-Prevulcanized Natural Rubber Latex. Journal of Applied Polymer Science, Vol.97, 1804-1811. 2005 [17] Siagian, Ucok Wandi., Vonny Setiaries Johan., Usman Pato. “Pemanfaatan

Tepung Kulit Singkong Dalam Pembuatan Mi Sage Instan”. Fakultas Pertanian. Pekanbaru : Universitas Riau. 2013.

[18] Nurlaili, Fadhila., Suparwi., Tri Rahardjo Sutardi. “Fermentasi Kulit Singkong (Manihot utilissima Pohl) Menggunakan Aspergillus Niger Pengaruh Terhadap Kecernaan Bahan Kering (KBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KBO) secara in-Vitro”. Fakultas Peternakan. Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman. 2014.

[19] Anggoro. Road Map Peningkatan Produksi Ubi kayu Tahun 2010-2014.

“Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementrian Pertanaian”. 2012.

[20] Daud, Z., Awang, H., Kassim, M., Sari, A., Hatta, M., Zainuri, M., and Mohd

(18)

on Chemical Characterization and Morphological Structures”.Advanced Materials Research, 911 : 331-335. 2014.

[21] Zulharmita., Siska Nola Dewi., Mahyuddin. Pembuatan Mikrokristalin selulosa dari Ampas Tebu (Saccharum officinarum L). Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol.17, No.2. 2012.

[22] Effendi, Devia Bentia., Nurul Huda Rosyid., Asep Bayu Dani Nandiyanto., Ahmad Mudzakir. Review : Sintesis Nanoselulosa. Jurnal Integrasi Proses.Vol.5, No.2. Hal 61-74. 2015.

[23] Wirjosentono, B. 2015. “Preparasi Pembuatan Mikrokristalin selulosa dari Buah Kapuk”. Universitas Sumatera Utara. Medan.

[24] Ibrahim, Maha M., Waleed K, El-Zawawy., Yvonne Juttke., Andreas Koschella., Thomas Heinze. Cellulose and microcrystalline cellulose from rice straw and banana plant waste : preparation and charaterization. Springer

Science 2013.

[25] Amalia, Suci. “Sintesis Senyawa Risinoleil Dietanolamida Melalui Reaksi Amidasi Asam Risinoleat Dengan Dietanolamina”. Jurusan Kimia. Malang. 2012.

[26] Wilpiszewska, kasrer. Microcrystalline Cellulose Reinforcement – properties and application. Journal of Applied Science, Vol. 21, 2014.

[27] Fachry, A. Rasyidi., Tuti Indah Sari., Bobi Andika Putra dan Dwi Aji Kristianto. “Pengaruh Penambahan Filler Kaolin Terhadap Elastisitas dan Kekerasan Produk Souvenir dari karet alam (hevea Brasiliensis)”. Jurusan Teknik Kimia. Pekanbaru : Universitas Brawijaya. 2012.

[28] Muis, Yugia. “Studi Pemanfaatan Bahan Pengemulsi Berbasis Minyak Kelapa Untuk Produk Film Lateks Pekat Karet Alam Dengan Agen Vulkanisasi Sulfur dan Dikumil Peroksida”. Program Doktor Ilmu Kimia. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2011.

[29] Fachry, A., Rasyidi. Tuti Indah Sari., Sthevanie., Susi Susanti. “Pengaruh Filler Campuran Silika dan Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Mekanis Kompon Sol Sepatu dari Karet Alam”. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Brawijaya. 2014. [30] Tampubolon, Harry Laksana., Darwis Syaifuddin Hutapea., Indra Surya.

(19)

Kekerasan Vulkanisat Karet Alam Berpengisi Silika”. Departemen Teknik Kimia. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2012.

[31] Umar, Siproni. Taufikurrahman. “Rancangan Cetak Spesimen Uji Retak Lentur”. Jurusan Teknik Mesin. Palembang : Politeknik Negeri Sriwijaya. 2010.

[32] Sahly, Achmad Fariz. “Pembuatan Perekat Karet pada Logam Menggunakan Campuran Karet Siklo dan Karet Alam. Fakultas Teknologi Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

[33] Puspitasari, Santi. Hani Handayani dan Yoharmus Syamsu. “Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Aditif Terhadap Karakteristik Faktis Coklat dari Minyak Jarak Pagar”. Bogor : Pusat Penelitian Karet. 2013.

[34] Yanti, Nengsi., Nirwana., Bahruddin. “Pengaruh Nisbah Compatibilizer

MNR/MAPP dan Watu Pencampuran terhadap Morfologi dan Sifat Thermoplastic Vulcanizate Berbasis Karet Alam. Fakultas Teknik. Riau : Universitas Riau.

[35] Maulida. “Campuran Limbah Padat Organik Dan Anorganik Pulp Sebagai

Bahan Pengisi Mikrokomposit Termoplastik Poliolefin”. Disertasi Doktor.

Program Doktor Universitas Sumatera Utara, Medan. 2010.

[36] Sinuhaji, Alvina. “Pra Rancangan Pabrik Benang Karet dari Lateks dengan Kapasitas 4100 ton/bulan di kawasan Industri Medan Tanjung Morawa, Propinsi Sumatera Utara”. 2010

[37] Frida, Erna. “Penggunaan Anhidrida Maleat-Grafted-Polipropilena (AM-g-PP) dan Anhidrida Maleat-Grafted-Karet Alam (AM-g-KA) pada Termoplastik Elastomer (TPE) Berbasis Polipropilena, Kompon Karet Alam SIR-20 Dan Serbuk Ban Bekas. Program Doktor Ilmu Kimia

[38] Ali, Farida., M. Mezal R.D., Valencia Darmawan H. Pengaruh Penambahan Zeolit dan Kulit Kerang Darah Terhadap Sifat Mekanis Rubber Compound, Jurnal Teknik Kimia, No. 3, Vol. 20, 2014.

[39] Chandrasekaran. V.C. “Essential Rubber Formulary. William Andrew Publishing. United States of America. 2007.

(20)

[41] Harahap, H., Baharin, A., and H. Rosamal.“Effect of Soaking In Curatives on

the Morphology and Tensile Properties of NR Latex Films”, Malaysian

Journal of Microscopy. 40 (5) : 205-216. 2007.

[42] Sae-Heng, Kewwarin, Noriaki Iso, Kenichiro Kosugi, Seiichi Kawahara. Prevulcanization of Isoprene Rubber Latex. Colloid Polym Sci, 2015.

[43] Sitorus, Antonius. “Penyediaan Film Mikrokomposit PVC menggunakan Pemlastis Stearin dengan Pengisi Pati dan Penguat Serat Alam”. Sekolah PascaSarjana, Universitas Sumatera Utara, 2009.

[44] Sunariyo. “Karakteristik Komposit Termoplastik Polipropilena Dengan Serat Sabut Kelapa Sebagai Pengganti Bahan Palet Kayu”. Tesis Magister, Sekolah

Pascasarjana. Medan : Universitas Sumatera Utara. 2008.

[45] Septorini, Ragil. 2008. Perbedaan Kadar Glukosa pada Onggok Yang Dihidrolisis dengan Asam Klorida, Asam Sulfat, dan Asam Oksalat”. Universitas Muhammadiyah, Semarang.

[46] Subagja, Bagus. 2011. “Pengaruh Variasi Perseb Berat Bi dan Pemberian Tekanan pada Parameter Kisi dan Ukuran Kristal Sistem Material Sn-Cu-Bi dan Sn-Cu”. Fakultas MIPA. Universitas Indonesia, Depok.

[47] Adisasmita, Sakti Adji., H.Nur Ali., A. Arwin Amiruddin., H. Iskandar Renta.,

“Studi Karakteristik Perkerasan HRS-WC Menggunakan Aspal Minyak dan Penambahan Aditif lateks”. Universitas Hasanuddin, 2012.

[48] Annisa, Maysarah Nurul., A.Rahim, Matondang., Rosnani, Ginting. Penerapan Metode Kano Untuk Peningkatan Mutu Produk Sarung Tangan karet. E-Journal Teknik Industri, pp. 67-71, 2014.

[49] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2007. “Peluang Investasi Industri Sarung Tangan Karet. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Jakarta.

[50] Kamil, E., Khoesoema, E., dan Harahap, H. “Pengaruh Biodegradasi Dengan Teknik Penanaman Pada Produk Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit

Pisang Yang Diputihkan Dengan Hidrogen Peroksida”. Jurnal Teknik Kimia

USU Vol. 1, No. 2. 2012.

(21)

Products Filled With Kaolin Modified Alkanolamide”. Journal of Asean ++ 2013 : Moving Forward. 2013.

[52] Chen, D., Lawton, D., Thompson, M, R., Liu, Q. Biocomposites Reinforced with Cellulose Nanocrystal Derived from Potato Peel Waste. Carbohydrate Polymers, 90, 709-716, 2012.

[53] Azubuike, Chukwuemeka P., Jimson O. Odulaja., Augustine O. Okhamafe. Physicotechnical, Spectroscopic and Thermogravimetric Properties of Powdered Cellulose and Microcrystalline Cellulose Derived From Groundnut Shells. Journal of Excipients and Food Chemical. 3. 2012.

[54] Endika, M. Farandi.. Modifikasi Pati Ketela Pohon Secara Kimia. Jurnal Rekayasa Proses. Vol.10. No. 2. 2013.

[55] Pavia, D.L., Lampman, G.M., and Kriz, G.S., Introduction To Spectroscopy : A Guide for Students of Organic Chemistry. Brooks/Cole Thomson Learning. Singapore. 2001.

[56] Merci, A., Urbano, A., Grossman, M.V.E., Tischer, C.A dan Mali, S., Properties of Microcrystalline Cellulose Extracted From Soybean Hulls By Reactive Extrusion. Food Research International. 2015.

[57] L. Segal, J.J Creely, A. E. Jr. Martin, dan C. M. Conrad. An Emperical Method for Estimating the Degree of Crystallnility of Native Cellulose using X-Ray Diffractometer, Tex. Res. J. 29, 768-794. 1959.

[58] Kenkare, D. B., and Robbins, C. R. “U.S. Patent No. 4,154,706”. Washington, DC : U.S. Patent and Trademark Office. 1979.

[59] Hadinatan, Kelvin. “Pengaruh Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Produk Film Lateks Karet Alam Berpengisi Tepung Kulit Singkong Termodifikasi Penyerasi Alkanolamida”. Departemen Teknik Kimia. Universitas Sumatera Utara : Medan.

[60] Sudari, A. K., A.A Shamsuri., E.S Zainudin dan P. M. Tahir. Exploration on Compatibilizing Effect on Nonionic, Anionic and Cationic Surfactants on Mechanical, Morphological, and Chemical Properties of High-Density PolyEthlene/Low-Density Polyethlene/Cellulose Biocomposites. Journal of

(22)

[61] El-Sabbagh, S.H. dan A.A Yehia. Detection of Crosslink Density by Different Methods for Natural Rubber Blended with SBR and NBR. Egypt J. Solids, Vol.30. No. 2. 2007.

[62] Vert, 2007. Rubber Chemistry. www.tutu.fi. Diakses pada 14 November 2015. [63] Zhao, Fei., Weina Bi dan Shugao Zhao. Influence of Crosslink Density on

(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lateks, Fakultas Teknik, Departemen Teknik Kimia, Universitas Sumatera Utara.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN

3.2.1 BAHAN

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.1.1 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut [14] :

1. Dietanolamina (C4H11NO2)

2. Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) 3. Natrium Metoksida (CH3ONa)

4. Metanol (CH3OH)

5. Dietil eter ((C2H5)2O)

6. Natrium Sulfat Anhidrat (Na2SO4)

7. Natrium Klorida (NaCl)

3.2.1.2 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong adalah sebagai berikut [50] :

1. Kulit singkong 2. Aquadest (H2O)

(24)

4. Hidrogen Peroksida (H2O2)

5. Asam Klorida (HCl)

3.2.1.3 BAHAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut [50] :

1. High Ammonia Lateks dengan kandungan 60% karet kering 2. Zinc Oksida (ZnO)

3. Zinc Diethyl Dithiocarbamate (ZDEC) 4. Kalium Hidroksida (KOH)

5. Sulfur (S)

6. Kloroform (CHCl3)

7. Kalsium Karbonat (CaCO3)

8. Kalsium Nitrat (Ca(NO3)2)

9. Tepung kulit singkong ukuran 100 mesh 10. Alkanolamida

3.2.2 PERALATAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida, pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan pembuatan senyawa lateks karet alam.

3.2.2.1 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut [14] :

1. Rotary Evaporator 2. Oven

(25)

7. Selang

8. Magnetic Stirer 9. Labu Leher Tiga 10. Gelas Ukur 11. Beaker Glass 12. Corong Gelas 13. Kertas Saring 14. Spatula

3.2.2.2 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN

SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan tepung kulit singkong adalah sebagai berikut [50] :

1. Neraca Analitik 2. Oven

3. Blender

4. Ayakan 100 mesh 5. Vacuum pump 6. Hotplate

7. Magnetic stirrer 8. Beaker Glass 9. Gelas ukur 10. Termometer 11. Spatula

3.2.2.3 PERALATAN YANG DIGUNAKAN UNTUK PEMBUATAN

SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Peralatan yang digunakan untuk pembuatan senyawa lateks karet alam adalah sebagai berikut [50] :

1. Vessel Flask 2. Cawan Penguap 3. Stirrer

(26)

5. Termometer 6. Neraca Elektrik 7. Plat Seng 8. Oven

3.3 FORMULASI BAHAN

Formulasi bahan dalam penelitian ini terdiri dari formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif, serta formulasi dispersi Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida.

3.3.1 FORMULASI LATEKS KARET ALAM DAN BAHAN KURATIF

Formulasi lateks karet alam dan bahan kuratif terdiri dari campuran lateks karet alam dengan bahan vulkanisasi, pencepat reaksi, pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi seperti yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dibawah ini.

Tabel 3.1 Formulasi Lateks Karet Alam dan Bahan Kuratif [50]

Bahan Kadar (phr)

High Ammonia Lateks 60 % karet kering 100

Larutan Sulfur 50 % 1,8

Larutan ZDEC 50 % 1,8

Larutan ZnO 30 % 0,5

Larutan Antioksidan 50 % 1,2

Larutan KOH 10 % 1,8

3.3.2 FORMULASI DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Formulasi dispersi tepung kulit singkong dan alkanolamida menunjukkan perbandingan komposisi antara Selulosa Mikrokristalin tepung kulit singkong, alkanolamida dan air dalam larutan dispersi.

Tabel 3.2 Formulasi Dispersi Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong dan Alkanolamida [51]

Bahan Persentase (%)

Selulosa Mikrokristalin 10 10 10 10 10 10

Alkanolamida 0 0,5 1 1,5 2 2,5

(27)

3.4 PROSEDUR PENELITIAN

3.4.1 PROSEDUR PEMBUATAN BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pembuatan bahan penyerasi alkanolamida adalah sebagai berikut [14] :

1. Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS), dan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina dalam labu leher tiga.

2. Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (terlebih dahulu dilarutkan dalam 20 ml metanol).

3. Dirangkai alat refluks kondensor dengan pendingin bola.

4. Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 5 jam.

5. Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya.

6. Residu yang diperoleh dilarutkan dalam 100 ml dietil eter.

7. Kemudian dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml.

8. Setelah terbentuk dua lapisan, diambil lapisan atas dan lapisan bawah dibuang. 9. Lapisan atas ditambahkan natrium sulfat anhidrat, diamkan selama ± 45 menit,

lalu disaring dengan menggunakan kertas saring.

10. Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan alat rotary evaporator sampai pelarutnya habis, kemudian residu yang diperoleh dianalisis dengan analisa FTIR.

3.4.2 PROSEDUR PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI

TEPUNG KULIT SINGKONG

Adapun prosedur pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong adalah sebagai berikut [2,52] :

1. Kulit singkong dibersihkan dari kotoran.

(28)

4. Kulit singkong yang telah kering diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh.

5. Tepung kulit singkong yang lolos ayakan 100 mesh disimpan dalam wadah kering dan ditutup.

6. Tepung kulit singkong didelignifikasi dengan larutan NaOH 2% dengan perbandingan tepung kulit singkong dan NaOH sebesar 1:20 pada suhu 80oC selama 2 jam.

7. Tepung kulit singkong yang telah didelignifikasi disaring dan dicuci dengan air distilat hingga tercapai pH netral.

8. Tepung kulit singkong yang telah didelignifikasi dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 12 jam.

9. Tepung kulit singkong yang telah didelignifikasi kemudian diputihkan dengan penggunaan larutan H2O2 3% pada suhu 80oC selama 2 jam.

10. Tepung kulit singkong yang telah diputihkan disaring dan dicuci dengan air distilat.

11. Tepung kulit singkong yang telah diputihkan dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 12 jam.

12. Hasil dari proses pemutihan kemudian dihidrolisis dengan larutan HCl 1,5 N pada suhu 45oC selama 45 menit.

13. Selulosa Mikrokristalin yang diperoleh disaring dan dicuci dengan air distilat hingga pH netral.

14. Mikrokristalin selulosa kemudian dikeringkan pada suhu 60oC selama 12 jam. 15. Selulosa Mikrokristalin yang dihasilkan kemudian diuji dengan analisa pH ,

analisa amilum, analisa XRD, FTIR dan SEM.

3.4.3 PROSEDUR ANALISA KANDUNGAN AMILUM PADA SELULOSA

MIKROKRISTALIN

Adapun prosedur analisa kandungan amilum pada Selulosa Mikrokristalin sesuai dengan standar British Pharmacopoeia adalah sebagai berikut [21]:

1. Selulosa Mikrokristalin sebanyak 10 miligram dicampur dengan 90 ml quadest

(29)

3. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 0,1 ml iodium 0,01 M. 4. Diamati apakah terjadi perubahan warna atau tidak.

3.4.4 PROSEDUR PENDISPERSIAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur pendispersian Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida adalah sebagai berikut [51] :

1. Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dimasukan ke dalam ball mill.

2. Ditambahkan aquadest dan alkanolamida dengan perbandingan formulasi yang telah ditentukan dalam tabel 3.2.

3. Ball mill dihidupkan selama 24 jam dan diuji apakah sistem dispersi telah terbentuk.

3.4.5 PROSEDUR ANALISA HASIL DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Adapun prosedur analisa hasil dispersi Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida adalah sebagai berikut [51] :

1. Diambil 3 hingga 4 tetes sistem dispersi yang diperoleh dari prosedur 3.4.4. 2. Tetesan sistem dispersi diteteskan dalam cawan yang berisi air.

3. Apabila tetesan tersebut langsung menyebar dalam air, maka Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida telah terdispersi dengan sempurna.

3.4.6 PROSEDUR ANALISA KANDUNGAN PADATAN TOTAL (TSC) DARI LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet alam adalah sebagai berikut [50] :

1. Ditimbang berat cawan porselen.

2. Diambil 5 gram lateks dan dimasukan dalam cawan porselen. 3. Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga bahan mengering. 4. Diletakkan dalam desikator dan ditimbang massanya.

(30)

3.4.7 PROSEDUR PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Pembuatan senyawa lateks karet alam terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra-vulkanisasi, vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam.

3.4.7.1 PROSEDUR PRA-VULKANISASI LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [50] :

1. Bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu sesuai dengan tabel 3.1. 2. Bahan kuratif, lateks, dan dispersi Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit

singkong dan alkanolamida dimasukan dalam vessel flask dan ditutup rapat. 3. Diaduk selama 1 jam.

4. Diaduk di atas penangas air pada suhu 70 °C.

5. Setiap selang 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform.

6. Bila campuran telah mencapai tingkat 3, maka pemanasan dan pengadukan dihentikan.

7. Campuran didiamkan selama 24 jam.

3.4.7.2 PROSEDUR UJI KLOROFORM PADA LATEKS KARET ALAM PRA-VULKANISASI

Adapun prosedur uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi adalah sebagai berikut [50] :

1. Setiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi. 2. Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukan dalam cawan berisi 10 ml

kloroform.

3. Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan selama 2-3 menit.

4. Apabila kematangan campuran telah mencapai tingkat 3, maka lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang.

Tingkat pematangan lateks karet alam pra-vulkanisasi melalui tes koagulasi-kloroform ditunjukan tabel 3.3 di bawah ini [50] :

Tabel 3.3 Tingkat Pematangan Lateks Karet Alam Pra-Vulkanisasi Melalui Tes Koagulasi-Kloroform

No.

Kloroform Keadaan Pematangan Bentuk Koagulan

1 Tak tervulkanisasi Koagulan lengket

(31)

3 Tervulkanisasi sederhana Koagulan antara lengket dan tidak 4 Tervulkanisasi sepenuhnya Koagulan berupa butiran kering

3.4.7.3 PROSEDUR VULKANISASI DAN PEMBUATAN FILM LATEKS KARET ALAM

Adapun prosedur vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam adalah sebagai berikut [47] :

1. Disiapkan larutan asam asetat (CH3COOH) 10 %, kalium hidroksida (KOH)

10 %, aquadest (H2O) dan kalsium nitrat (Ca(NO3)2) 10 %.

2. Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas.

3. Plat seng dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C selama 5 menit.

4. Plat seng didinginkan selama 10 menit lalu dicelupkan ke dalam lateks karet alam pra-vulkanisasi.

5. Plat seng dengan lateks karet alam pra-vulkanisasi kemudian divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C selama 10 dan 20 menit.

(32)

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN

3.5.1 FLOWCHART PEMBUATAN BAHAN PENYERASI

ALKANOLAMIDA

Berikut ini merupakan flowchart pembuatan bahan penyerasi alkanolamida : Mulai

Dimasukkan 0,05 mol (50 gram) sampel Refined Bleached

Deodorized Palm Stearin (RBDPS) dalam labu leher tiga

Ditambahkan 0,24 mol (25,6 gram) dietanolamina

Ditambahkan 0,093 mol (5 gram) katalis natrium metoksida (dilarutkan dalam 20 ml metanol)

Dipanaskan pada suhu 60 - 70 °C sambil diaduk dengan magnetic stirrer selama 5 jam

Hasil reaksi diuapkan dengan alat rotary evaporator untuk menguapkan pelarutnya

Apakah semua pelarut telah teruapkan ?

A

Tidak

(33)

Selesai

Dicuci dengan larutan NaCl jenuh sebanyak tiga kali masing-masing 25 ml

Diambil lapisan atas dan ditambahkan natrium sulfat anhidrat, kemudian

didiamkan selama ± 45 menit

Filtrat yang diperoleh diuapkan dengan

alat rotary evaporator

Residu yang diperoleh dianalisa dengan analisa FTIR Residu yang diperoleh dilarutkan

dalam 100 ml dietil eter A

Apakah sudah terbentuk dua lapisan ?

Filtrat disaring dengan menggunakan kertas saring

Apakah semua pelarut telah teruapkan?

Tidak

Tidak Ya

[image:33.595.146.505.72.732.2]

Ya

(34)

3.5.2 FLOWCHART PEMBUATAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI

TEPUNG KULIT SINGKONG

Berikut ini merupakan flowchart pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong :

Mulai

Kulit singkong dibersihkan dari kotoran

Kulit singkong yang telah bersih dipotong dengan ukuran lebih kurang 1 cm2

Kulit singkong dikeringkan dalam oven hingga massa konstan

Kulit singkong yang telah kering diblender hingga halus dan diayak dengan ayakan ukuran 100 mesh

Tepung kulit singkong didelignifikasi dengan larutan NaOH 2% dengan perbandingan 1 : 20 pada

suhu 80oC selama 2 jam

Tepung kulit singkong yang telah didelignifikasi disaring dan dicuci dengan air distilat hingga tercapai pH netral dan dikeringkan dengan oven pada suhu 60oC selama 12 jam

Tepung kulit singkong kemudian diputihkan dengan larutan H2O2 3% pada suhu 80oC selama 2 jam

(35)
[image:35.595.104.543.73.426.2]

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong

A

Tepung kulit singkong yang telah diputihkan disaring dan dicuci dengan air distilat hingga tercapai pH netral dan dikeringkan

dengan oven pada suhu 60oC selama 12 jam

Tepung kulit singkong kemudian dihidrolisis dengan larutan HCl 1,5 N pada suhu 45oC selama 45 menit

Selulosa Mikrokristalin yang diperoleh disaring dan dicuci dengan air destilat hingga pH netral dan dikeringkan pada suhu

60oC selama 12 jam

(36)

3.5.3 FLOWCHART PROSEDUR ANALISA KANDUNGAN AMILUM PADA SELULOSA MIKROKRISTALIN

[image:36.595.99.555.162.528.2]

Berikut ini merupakan flowchart prosedur analisa kandungan amilum pada Selulosa Mikrokristalin.

Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kandungan Amilum pada Selulosa Mikrokristalin Ya

Tidak Mulai

Selulosa Mikrokristalin sebanyak 10 mg dicampur dengan 90 ml aquadest

Campuran dipanaskan selama 15 menit dan disaring

Ditambahkan 0,1 ml iodium 0,01 M

Apakah terbentuk warna biru?

Selesai

Dilakukan pembuatan Selulosa Mikrokristalin dengan variasi kondisi

(37)

3.5.4 FLOWCHART PENDISPERSIAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Berikut ini merupakan flowchart pendispersian Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida :

Mulai

Mikrokristalin selulosa dimasukkan

ke dalam ball mill

Ball mill dihidupkan dan campuran didispersi

selama 24 jam

Selesai

Ditambahkan aquadest dan alkanolamida

dengan perbandingan formulasi yang telah ditentukan

Ball mill dihentikan dan larutan dispersi ditampung dalam wadah

Apakah mikrokristalin selulosa telah terdispersi semua ?

Tidak

[image:37.595.148.488.179.610.2]

Ya

(38)

3.5.5 FLOWCHART ANALISA HASIL DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN ALKANOLAMIDA

Berikut ini merupakan flowchart analisa hasil dispersi Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong dan alkanolamida :

Mulai

Diambil 3 hingga 4 tetes mikrokristalin selulosa yang telah didispersikan

Ditambahkan ke dalam cawan yang telah berisi air

Selesai

Mikrokristalin selulosa telah terdispersi dengan baik Apakah hasil dispersi langsung

menyebar dalam air?

Tidak

Ya

[image:38.595.177.518.187.574.2]

Didispersikan kembali

(39)

3.5.6 FLOWCHART ANALISA KANDUNGAN PADATAN TOTAL (TSC)

DARI LATEKS KARET ALAM

Berikut ini merupakan flowchart analisa kandungan padatan total (TSC) dari lateks karet alam :

Mulai

Dimasukkan 5 gram lateks pekat dalam cawan porselin

Dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C hingga lateks pekat mengering

Selesai

Diletakkan dalam desikator, ditimbang dan dicatat massanya

Apakah massa yang diperoleh telah konstan ?

Tidak

Ya

[image:39.595.182.483.182.617.2]

Dihitung kadar kandungan padatan total (TSC)

(40)

3.5.7 FLOWCHART PRA-VULKANISASI LATEKS KARET ALAM

Berikut ini merupakan flowchart pra-vulkanisasi lateks karet alam :

Mulai

Seluruh bahan kuratif ditimbang dengan formulasi tertentu

Campuran diaduk selama ± 1 jam

Selesai

Bahan kuratif, lateks, dan dispersi mikrokristalin selulosa dan alkanolamida dimasukan dalam vessel flask dan ditutup rapat

Pemanasan dan pengadukan dihentikan dan didiamkan selama ± 24 jam

Apakah tes kloroform telah mencapai tingkat 3 ?

Tidak

Ya

Setiap selang waktu 5 menit, campuran diuji dengan tes kloroform

Campuran diaduk di atas penangas air pada suhu ± 70 °C

Apakah ada variasi dispersi mikrokristalin selulosa dan

alkanolamida yang lain ?

Tidak

[image:40.595.137.528.127.741.2]

Ya

(41)

3.5.8 FLOWCHART UJI KLOROFORM PADA LATEKS KARET ALAM PRA-VULKANISASI

Berikut ini merupakan flowchart uji kloroform pada lateks karet alam pra-vulkanisasi :

Mulai

Tiap 5 menit pemanasan, diambil 10 ml lateks karet alam pra-vulkanisasi

Campuran diaduk hingga terjadi penggumpalan dan dibiarkan selama 2-3 menit

Selesai

Lateks karet alam pra-vulkanisasi dimasukkan dalam cawan yang berisi 10 ml kloroform

Lateks karet alam pra-vulkanisasi telah matang Apakah kematangan

campuran telah mencapai tingkat 3 ?

Tidak

[image:41.595.133.518.178.615.2]

Ya

(42)

3.5.9 FLOWCHART VULKANISASI DAN PEMBUATAN FILM LATEKS KARET ALAM

Berikut ini merupakan flowchart vulkanisasi dan pembuatan film lateks karet alam :

Mulai

Disiapkan larutan asam asetat 10 %, kalium

hidroksida 10 %, aquadest dan kalsium nitrat 10 %

Plat seng dicuci bersih lalu dicelupkan secara berurutan ke dalam keempat larutan diatas

Selesai

Dikeringkan dalam oven pada suhu ± 100 °C

selama 5 menit

Apakah ada variasi waktu yang lain ?

Tidak

Ya Didinginkan selama 10 menit lalu dicelupkan ke

dalam lateks karet alam pra-vulkanisasi

Divulkanisasi dalam oven pada suhu 100 °C

selama 10 menit

[image:42.595.184.497.170.699.2]

Plat seng didinginkan dan ditaburkan dengan bubuk kalsium karbonat

(43)

3.6 PENGUJIAN SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN PRODUK

LATEKS KARET ALAM

3.6.1 ANALISA KANDUNGAN AMILUM PADA SELULOSA

MIKROKRISTALIN

Sampel yang akan dianalisa kandungan amilumnya adalah Selulosa Mikrokristalin. Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk menguji bahan yang dihasilkan dari proses hidrolisis berupa Selulosa Mikrokristalin atau glukosa/amilum. Analisa kandungan amilum pada Selulosa Mikrokristalin dilakukan di laboratiorium lateks, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3.6.2 ANALISA X-RAY DIFFRACTION (XRD)

Sampel yang akan dianalisa dengan X-Ray Diffraction (XRD) yaitu berupa: 1. tepung kulit singkong

2. Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong

Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk melihat perbandingan derajat kekristalan dari tepung kulit singkong dan Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong. Analisa X-Ray Diffraction (XRD) dilakukan di Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju (PSTBM) – BATAN, Kawasan Puspitek Serpong, Tangerang Selatan.

3.6.3 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) DENGAN ASTM D 412

(44)
[image:44.595.151.493.83.224.2]

Gambar 3.10 Sketsa Spesimen Uji Tarik ASTM D 412

Produk lateks karet alam dipilih dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian kekuatan tarik (uji tarik) sesuai dengan standar ASTM D 412. Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan 500 mm/menit, kemudian dijepit kuat dengan penjepit yang ada dialat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik ke atas spesimen diamati sampai putus, dicatat tegangan maksimum dan regangannya.

3.6.4 UJI DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) DENGAN ASTM D 471

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

mengkarakterisasi material elastomer. Uji swelling index dan kerapatan sambung silang (crosslink density) dilakukan sebagai berikut. Produk lateks karet alam dipotong sedemikian rupa hingga massanya mencapai 0,2 gram. Uji kerapatan sambung silang (crosslink density) dihitung dengan menggunakan persamaan Flory-Rehner seperti persamaan 3.1 berikut ini [42].

) 2 / ( ) ( ) ( ) 1 ln( 2 1 1 3 / 1 2 r r r r r s

c v v

v v v v M v      

  ...(3.1)

                     1 1 u u s s r r W W W v

 ………...(3.2)

(45)

Mc = berat molekul

Vr = fraksi volum dari karet

 = parameter interaksi antara jaringan karet dengan pelarut = 0,393 ρr = densitas karet = 0,913 gr/cm3

ρs = densitas pelarut = 0,856 gr/cm3

Ws = berat karet yang membengkak

Wu = berat karet yang tidak membengkak

.

3.6.5 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA-RED (FTIR)

Sampel yang akan dianalisa dengan Fourier Transform Infra-Red (FTIR) yaitu berupa :

1. bahan penyerasi alkanolamida

2. Selulosa Mikrokristalin dari tepung kulit singkong

3. larutan dispersi Selulosa Mikrokristalin dan alkanolamida

4. produk lateks karet alam tanpa pengisi Selulosa Mikrokristalin dan tanpa bahan penyerasi alkanolamida

5. produk lateks karet alam dengan penambahan penyerasi alkanolamida dan pengisi Selulosa Mikrokristalin

Tujuan dilakukan analisa ini adalah untuk melihat apakah ada atau tidak terbentuknya gugus amida dalam bahan penyerasi alkanolamida dan gugus baru dalam produk lateks karet alam dengan tambahan pengisi Selulosa Mikrokristalin dan bahan penyerasi alkanolamida. Analisa Fourier Transform Infra-Red (FTIR) dilakukan di Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.6.6 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

Sampel yang akan dianalisa dengan Scanning Electron Microscope (SEM) yaitu berupa :

(46)

2. produk lateks karet alam tanpa pengisi Selulosa Mikrokristalin dan tanpa bahan penyerasi alkanolamida

3. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung Selulosa Mikrokristalin tanpa bahan penyerasi alkanolamida

4. produk lateks karet alam dengan pengisi tepung Selulosa Mikrokristalin dan bahan penyerasi alkanolamida

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 KARAKTERISASI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Bahan yang diperoleh dari hasil hidrolisis asam klorida pada hidrolisis α -selulosa dari tepung kulit singkong dikarakterisasi untuk membuktikan bahwa bahan tersebut merupakan selulosa mikrokristalin. Berikut ini merupakan pembahasan hasil analisa dan karakterisasi dari bahan yang diperoleh.

4.1.1 ANALISA SIFAT FISIKA DAN SIFAT KIMIA SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

[image:47.595.114.524.473.646.2]

Selulosa mikrokristalin diperoleh dari hasil hidrolisis α-selulosa dari tepung kulit singkong dengan menggunakan asam klorida 1,5 N. Selulosa mikrokristalin yang diperoleh dianalisa sifat fisika dan sifat kimianya menurut standar United States pharmacopeia (USP) XXI. Pemeriksaan selulosa mikrokristalin meliputi bentuk, warna, kelarutan dalam air, analisa pH dan analisa kandungan amilum. Berikut ini merupakan hasil pemeriksaan sifat fisika dan sifat kimia dari selulosa mikrokristalin yang diperoleh.

Tabel 4.1 Hasil Pemerikasaan Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit Singkong

Pemeriksaan Persyaratan Hasil Pemeriksaan

Pemeriksaan: -Bentuk

-Warna Serbuk halus

Putih

Serbuk dengan ukuran11µm – 54 µm

Putih kekuningan

Kelarutan dalam air Tidak larut Tidak larut

pH 5,5 – 7 7

Kandungan amilum Tidak bereaksi dengan iodium Tidak Bereaksi

(48)

struktur, yaitu amilosa berantai lurus dan amilopektin berantai cabang. Pati mempunyai struktur molekul yang berbentuk spiral, bila pati berikatan dengan iodin maka akan terbentuk warna biru [54].

Gambar 4.1 Reaksi antara pati dengan iodin [54]

(49)

4.1.2 ANALISA SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM) SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

Berikut ini merupakan hasil karakterisasi Scanning Electron Microscope (SEM) selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong.

[image:49.595.127.522.157.398.2]

(a) (b) Gambar 4.2 Analisa SEM Selulosa Mikrokristalin

(a) Perbesaran 500x (b) Perbesaran 1000x

(50)

4.1.3 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) TEPUNG KULIT SINGKONG DAN SELULOSA MIKROKRISTALIN

Berikut ini merupakan karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) tepung kulit singkong dan selulosa mikrokristalin, dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan gugus fungsi dari selulosa mikrokristalin.

[image:50.595.115.502.180.554.2]

Keterangan analisa gugus fungsi [55] : - 3325,12 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 2890,50 cm-1 : regang alkana (C–H) - 1620,32 cm-1 : regang alkena (C=C) - 1248,24 cm-1 : regang eter (C–O)

Gambar 4.3 Karakteristik FTIR Tepung Kulit Singkong dan Selulosa Mikrokristalin

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa, terjadinya penurunan puncak serapan bilangan gelombang 3325,12 cm-1 pada selulosa mikrokristalin yang menujukkan

keberadaan gugus hidrogen (OH) sebagai gugus fungsi utama dalam selulosa. Kemudian, terdapat puncak serapan dengan bilangan gelombang 2890,50 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkana (C-H) pada ujung struktur selulosa. Selain itu, terdapat penurunan puncak serapan dengan bilangan gelombang 1620,32 cm-1 dan 1248,24 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C=C pada cincin aromatik lignin dan hemiselulosa, jadi selulosa mikrokristalin yang dihasilkan masih mengandung

3325,12

2890,50

(51)

komponen seperti hemiselulosa dan lignin dalam jumlah sedikit jika dibandingkan dengan tepung kulit singkong [55].

4.1.4 KARAKTERISTIK X-RAY DIFFRACTION (XRD) SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG

[image:51.595.156.468.270.555.2]

Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) selulosa mikrokristalin dan tepung kulit singkong dilakukan untuk mengatahui derajat kristalinitas dari selulosa mikrokristalin. Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) selulosa mikrokristalin dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.

Gambar 4.4 Karakterisasi XRD Selulosa Mikrokristalin dan Tepung Kulit Singkong

Gambar 4.4 menunjukkan hasil analisa XRD tepung kulit singkong dan selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong. Dari gambar 4.4 terdapat puncak serapan pada 2θ = 18,85o dan 22,09 o yang menunjukkan daerah amorf dan kristalin

dari selulosa.

Dari gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pada grafik tepung kulit singkong dengan puncak pola difraksi yang semakin rapat, menunjukkan ukuran partikel yang

(52)

besar dan terlihat pada grafik selulosa mikrokristalin yang semakin lebar puncak pola difraksinya yang mengindikasi ukuran partikel selulosa mikrokristalin yang kecil hal ini dibuktikan dari perhitungan ukuran partikel kristal selulosa mikrokristalin dengan metode Debye-Schererr dan didapat ukuran partikel kristal selulosa adalah 49,83 µm [46].

(53)

4.2 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRA RED (FTIR) BAHAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FTIR) bahan penyerasi alkanolamida dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari senyawa alkanolamida. Karakteristik FTIR dari bahan penyerasi alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 4.4 di bawah ini.

[image:53.595.118.515.208.578.2]

Keterangan analisa gugus fungsi [55] : - 3456,44 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 2924,09 cm-1 : regang aldehid (C–H) - 2854,65 cm-1 : regang aldehid (CH) - 1627,92 cm-1 : regang amida (C=O) - 1458,18 cm-1 : regang aldehid (C–H) - 1357,89 cm-1 : regang amina (C–N) - 1049,28 cm-1 : regang alkohol (CO)

Gambar 4.5 Karakteristik FTIR Bahan Penyerasi Alkanolamida

Dari hasil FTIR senyawa alkanolamida dapat dilihat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 3456,44 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus OH. Disamping itu, terdapat munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1049,28 cm-1 yang merupakan keberadaan gugus C–O dari C–OH (alkohol primer). Adanya puncak serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 hingga 2854,65 cm-1 yang didukung dengan munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1458,18 cm-1 menunjukkan adanya keberadaan gugus C–H sp3.

3456,44

2924,09 2854,65

1627,92 1357,89

(54)

Adanya keberadaan gugus C–N (amina) ditunjukkan oleh munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1357,89 cm-1. Selain itu, puncak serapan pada daerah bilangan gelombang 1627,92 cm-1 merupakan ciri khas keberadaan gugus C=O (karbonil) dari gugus amida [58]. Hasil spektrum FTIR jelas menunjukkan terbentuknya gugus-gugus senyawa alkanolamida.

4.3 KARAKTERISTIK FTIR (FOURIER TRANSFORM INFRA RED) DISPERSI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN ALKANOLAMIDA

Karakterisasi FTIR (Fourier Transform Infra Red) dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida. Karakteristik FTIR dari dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini.

[image:54.595.117.513.330.680.2]

Keterangan analisa gugus fungsi [55] : - 3425,14 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 2850,23 cm-1 : regang alkana (CH) - 2341,26 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 1652,85 cm-1 : regang amida (C=O) - 1032,62 cm-1 : regang eter (C–O)

Gambar 4.6 Karakteristik FTIR Dispersi Selulosa Mikrokristalin dan Alkanolamida Dari hasil analisa FTIR dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada gugus fungsi selulosa mikrokristalin

2341,26 3425,14

1032,62 2850,23

(55)

dan alkanolamida. Dapat dilihat pada FTIR dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida, terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 2341,26 yang menunjukkan keberadaan gugus hidrogen (OH) yang semakin berkurang. Hal ini disebabkan terjadi interaksi antara gugus alkohol (O-H) dalam alkanolamida dengan gugus hidroksi (O-H) pada selulosa mikrokristalin. Munculnya puncak serapan pada dispersi Selulosa Mikrokristalin dengan bilangan gelombang 2850,23 cm-1 dan 1652,85 cm-1 yang merupakan gugus alkana H) dari selulosa dan gugus amida (C-O) dari alkanolamida yang menunjukkan bahwa telah terjadi ikatan antara selulosa dengan alkanolamida Munculnya gugus eter (C-O) pada bilangan gelombang 1032,62 cm -1 pada dispersi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida menunjukkan bahwa selulosa mikrokristalin telah terdispersi dan dimodifikasi oleh alkanolamida.

(a) (b)

[image:55.595.143.486.323.584.2]

(c)

Gambar 4.7 Struktur Senyawa Kimia : (a) Alkanolamida, (b) Selulosa Mikrokristalin (c) Interaksi Antara Alkanolamida Dengan Selulosa Mikrokristalin [59]

Alkanolamida Selulosa Mikrokristalin

(56)

4.4 PENGARUH WAKTU VULKANISASI DAN PENAMBAHAN ALKANOLAMIDA PADA PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIK PRODUK LATEKS KARET ALAM

Berikut ini merupakan pembahasan mengenai pengaruh waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong terhadap sifat-sifat mekanik produk lateks karet alam diantaranya adalah sebagai berikut :

4.4.1 DENSITAS SAMBUNG SILANG (CROSSLINK DENSITY) FILM LATEKS KARET ALAM

Gambar 4.8 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong terhadap densitas sambung silang (crosslink density) produk lateks karet alam.

Gambar 4.8 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Selulosa Mikrokristalin Terhadap Densitas Sambung Silang

(Crosslink Density) Produk Lateks Karet Alam

(57)

Dari gambar 4.8 juga dapat dilihat bahwa bahwa nilai densitas sambung silang pada waktu vulkanisasi 20 menit lebih besar dibandingkan pada waktu vulkanisasi 10 menit untuk semua variasi penambahan alkanolamida. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu vulkanisasi, maka jumlah densitas sambung silang yang terjadi dalam partikel karet akan bertambah, menyebabkan meningkatnya ikatan sambung silang [16].

Penambahan bahan penyerasi alkanolamida hingga 2,5% meningkatkan nilai densitas sambung silang, penambahan alkanolamida lebih dari 2,5% juga akan menaikkan densitas sambung silang. Hal ini disebabkan bahan penyerasi yang di tambahkan dalam produk vulkanisat sedikit sehingga tidak berpengaruh secara signifikan pada tingkat pembengkakan (Swell) yang berhubungan terhadap nilai densitas sambung silang [14].

(58)

4.4.2 KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH) FILM LATEKS KARET ALAM

[image:58.595.150.455.198.385.2]

Gambar 4.9 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong terhadap kekuatan tarik (tensile strength) produk lateks karet alam.

Gambar 4.9 Pengaruh Suhu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Selulosa Mikrokristalin Terhadap Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

Produk Lateks Karet Alam

Gambar 4.9 menunjukkan hubungan waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada kekuatan tarik (tensile strength) produk lateks karet alam. Sampel kontrol merupakan sampel lateks karet alam murni (tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida). Kekuatan tarik merupakan besarnya beban maksimum (F maks) yang digunakan untuk memutuskan sampel per luas penampang awalnya (Ao).

Dari Gambar 4.9 juga dapat dilihat bahwa nilai kekuatan tarik pada waktu vulkanisasi 20 menit lebih besar dibandingkan pada waktu vulkanisasi 10 menit untuk semua variasi penambahan alkanolamida. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu vulkanisasi, jumlah densitas sambung silang bertambah yang menyebabkan nilai kekuatan tarik meningkat [16].

(59)

kekuatan tarik tidak berbanding lurus dengan meningkatkannya densitas sambung silang tetapi setelah mencapai nilai optimal kekuatan tarik akan menurun [62].

4.4.3 PEMANJANGAN SAAT PUTUS (ELONGATION AT BREAK) PRODUK LATEKS KARET ALAM

Gambar 4.10 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong terhadap pemanjangan saat putus (elongation at break) produk lateks karet alam.

Gambar 4.10 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Selulosa Mikrokristalin Terhadap Pemanjangan Saat Putus

(Elongation at Break) Produk Lateks Karet Alam

Gambar 4.10 menunjukkan hubungan waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pemanjangan saat putus (elongation at break) produk lateks karet alam. Sampel kontrol merupakan sampel lateks karet alam murni (tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida). Pemanjangan saat putus merupakan persentase panjangnya sampel pada saat di tarik sampai putus.

(60)

menyebabkan bertambahnya ikatan sambung silang yang akan membatasi pergerakan dari rantai makromolekul dalam karet sehingga menurunkan keelastisan dari produk vulkanisat.

4.4.4 MODULUS TARIK (TENSILE MODULUS) FILM LATEKS KARET ALAM

Gambar 4.11 dan gambar 4.12 menunjukkan pengaruh waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada pengisi selulosa mikrokristalin dari tepung kulit singkong terhadap modulus tarik (tensile modulus) produk lateks karet alam.

Gambar 4.11 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Selulosa Mikrokristalin Terhadap M100 Produk Lateks Karet Alam

Gambar 4.12 Pengaruh Waktu Vulkanisasi dan Penambahan Alkanolamida Pada Pengisi Selulosa Mikrokristalin Terhadap M300

(61)

Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 menunjukkan hubungan waktu vulkanisasi dan penambahan alkanolamida pada modulus tarik (tensile modulus) produk lateks karet alam. Sampel kontrol merupakan sampel lateks karet alam murni (tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan alkanolamida). Modulus tarik saat pemanjangan 100% (M100) merupakan jumlah gaya yang diberikan pada saat sampel

memiliki pemanjangan sebesar 100%. Modulus tarik saat pemanjangan 300% (M300)

merupakan jumlah gaya yang diberikan pada saat sampel memiliki pemanjangan sebesar 300%.

Modulus tarik (tensile modulus) menunjukkan nilai keelastisan (elasticity) dari produk vulkanisat. Nilai modulus tarik yang kecil menunjukkan sifat bahan yang elastis (elastic) sedangkan nilai modulus tarik yang besar menunjukkan sifat bahan yang kaku dan getas (stiff). Oleh karena itu, nilai modulus tarik memiliki hubungan berbanding terbalik dengan pemanjangan saat putus (elongation at break) [59].

Dari Gambar 4.11 dan 4.12 menunjukkan bahwa nilai modulus tarik pada waktu vulkanisasi 20 menit lebih besar dibandingkan pada waktu vulkanisasi 10 menit untuk semua variasi penambahan alkanolamida. Semakin lama waktu vulkanisasi maka nilai modulus tarik dari produk lateks karet alam meningkat.

(62)

4.5 KARAKTERISTIK FOURIER TRANSFORM INFRARED (FTIR)

FILM LATEKS KARET ALAM DENGAN DAN TANPA

PENAMBAHAN PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DARI TEPUNG KULIT SINGKONG DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Berikut ini merupakan karakteristik FTIR dari produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan penyerasi alkanolamida.

Keterangan analisa gugus fungsi [55] : - 3305,99 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 2252,86 cm-1 : regang alkohol (O–H) - 1453,33 cm-1 : regang ester (C–O)

-Gambar 4.13 Karakteristik FTIR Produk Lateks Karet Alam Dengan dan Tanpa Penambahan Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Penyerasi Alkanolamida

Dari hasil analisa FTIR produk lateks karet alam menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada gugus fungsi produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan penyerasi alkanolamida. Terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 3305,99 cm-1 pada produk lateks karet alam berpengisi selulosa mikrokristalin. Bilangan gelombang ini menunjukkan keberadaan gugus O-H yang merupakan gugus fungsi utama selulosa mikrokristalin.

3305,99

2252,86

[image:62.595.118.497.218.508.2]
(63)

Hal ini menunjukkan bahwa penyerasi alkanolamida memodifikasi pengisi selulosa mikrokristalin dengan lateks karet alam.

Penambahan alkanolamida dalam produk lateks karet alam menurunkan puncak serapan pada bilangan gelombang 2252,86 cm-1 yang menunjukkan keberadaan gugus O-H. Hal ini dikarenakan gugus amida dari senyawa alkanolamida telah berikatan dengan gugus O-H dari selulosa mikrokristalin sehingga menghasilkan eter yang ditunjukkan pada bilangan gelombang 1453,33 cm-1.

Gambar 4.14 Kemungkinan Interaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi Selulosa Selulosa Mikrokristalin dan Bahan Kuratif [60]

Gambar 4.14 menunjukkan reaksi antara lateks karet alam dengan bahan kuratif seperti sulfur (S) dan zink oksida (ZnO) dan ZDEC. Reaksi sambung silang diawali dengan reaksi antara bahan pengaktif ZnO dengan bahan pemercepat ZDEC membentuk Zn-cell complex. Oleh karena terbentuk Zn-cell complex reaksi sambung silang akan berlangsung dan pemutusan ikatan rangkap C=C. Oleh karena adanya ikatan sambung silang dan ikatan Zn-cell complex tersebut, bahan kuratif dan selulosa mikrokristalin dapat terdispersi dalam lateks karet alam dan membentuk interaksi kimia (chemical bonding) yang kuat satu sama lain [59].

ZnO

(64)
[image:64.595.113.528.82.297.2]

Lateks Karet Alam Alkanolamida Selulosa Mikrokristalin Gambar 4.15 Kemungkinan Interaksi Antara Lateks Karet Alam Dengan Pengisi

Selulosa Mikrokristalin dan Penyerasi Alkanolamida

Bahan penyerasi alkanolamida mempunyai 2 gugus, dimana gugus rantai lurus yang panjang bersifat non polar akan mengikat gugus hidrokarbon dari lateks karet alam dan gugus amida yang bersifat polar akan mengikat gugus hidroksil (OH) dari selulosa mikrokristalin. Alkanolamida juga mampu meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa tersebut sehingga interaksi antara selulosa mikrokristalin, alkanolamida dan lateks karet alam dapat terjadi. Oleh karena adanya interaksi ini, sifat mekanik dari produk film lateks karet alam meningkat. Hal ini dibuktikan dari hasil kekuatan tarik, modulus tarik film lateks karet alam pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 dimana penambahan alkanolamida terbaik sebesar 1%.

(65)

4.6 KARAKTERISTIK SEM (SCANNING ELECTRON MICROSCOPE) PATAHAN PRODUK LATEKS KARET ALAM DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN PENGISI SELULOSA MIKROKRISTALIN DAN PENYERASI ALKANOLAMIDA

Karaktersitik SEM (Scanning Electron Microscope) patahan produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan penyerasi alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 4.16 dibawah ini.

(a) (b)

[image:65.595.116.517.224.582.2]

(c) (d)

Gambar 4.16 Analisa SEM Patahan Produk Lateks Karet Alam (a) Tanpa Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida

Dengan Perbesaran 2500x

(b) Dengan Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Tanpa Penyerasi Alkanolamida Dengan Perbesaran 1000x

(c) Dengan Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Penyerasi Alkanolamida 1,0% Dengan Perbesaran 1000x

(d) Dengan Pengisi Selulosa Mikrokristalin dan Penyerasi Alkanolamida 2,5% Dengan Perbesaran 1000x

MCC

(66)

Gambar 4.16 menunjukkan hasil analisa SEM produk lateks karet alam dengan dan tanpa penambahan pengisi selulosa mikrokristalin dan penyerasi alkanolamida. Pada Gambar 4.16 (a) terlihat bahwa lateks karet alam mengandung partikel-partikel karet alam yang membuat sifat lateks karet alam menjadi elastis dan kuat. Pada Gambar 4.16 (b) terlihat bahwa telah terdapat partikel pengisi selulosa mikrokristalin dalam lateks karet alam. Namun pengisi selulosa mikrokristalin tidak terdispersi dengan baik

Pada Gambar 4.16 (c) terlihat bahwa pengisi selulosa mikrokristalin telah terdispersi secara baik dalam lateks karet alam jika dibandingkan dengan tanpa penyerasi alkanolamida. Hal ini disebabkan karena penambahan penyerasi alkanolamida mampu memodifikasi sel

Gambar

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Bahan Penyerasi Alkanolamida
Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Selulosa Mikrokristalin dari Tepung Kulit
Gambar 3.3 Flowchart Analisa Kandungan Amilum pada Selulosa Mikrokristalin
Gambar 3.4 Flowchart Pendispersian Selulosa Mikrokristalin dan Alkanolamida
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 41 Rehabilitasi.. Jaringan

Bagi Penyedia Jasa yang merasa keberatan atas hasil pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan melalui aplikasi LPSE Provinsi Jawa Tengah kepada Panitia Pengadaan Konstruksi

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum dan ESDM Kabupaten

[r]

Hasil yang dicapai adalah suatu rancangan jaringan antar cabang (WAN) berbasikan Vitual Private Network (VPN) yang menghubungkan jaringan pada kantor pusat dengan

Perubahan paradigma dan pendekatan dalam perencanaan pembangunan nasional yang dicanangkan melalui penetapan kebijakan peraturan perundang- undangan (Undang-Undang

Saat ini chatting sangat digemari masyarakat karena chatting ini adalah sarana untuk berkomunikasi , kita dapat saling bertukar informasi secara cepat dan akurat walaupun kita