• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis dan Karakterisasi Profil Karotenoid sebagai Antioksidan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis dan Karakterisasi Profil Karotenoid sebagai Antioksidan"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI KAROTENOID DARI KEPALA UDANG

SECARA ENZIMATIS DAN KARAKTERISASI

PROFIL KAROTENOID SEBAGAI ANTIOKSIDAN

DIAH LESTARI AYUDIARTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis dan Karakterisasi Profil Karotenoid sebagai Antioksidan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

Diah Lestari Ayudiarti

(4)
(5)

ABSTRACT

DIAH LESTARI AYUDIARTI. Extraction of Carotenoid through Enzymatic from Shrimp Head and Characterization of Carotenoid Profile as Antioxidant. Supervised by JOKO SANTOSO, SRI PURWANINGSIH and ROSMAWATY PERANGINANGIN.

Shrimp head is fisheries waste that contains minerals, chitin and pigments. These waste can be extracted as an antioxidant source since it’s contains carotenoids such as astaxanthin and beta carotene. The purpose of this research was to determine the optimum concentration of HCl on demineralizing shrimp head and to determine the optimum concentration of enzymes (pepsin or papain) on carotenoid pigments extracting and to characterize it’s antioxidant properties. The research consisted of two steps, i.e. preliminary and main research. The preliminary research was carried out to find out the optimum HCl concentration on demineralizing of shrimp head; whereas the main research was conducted to determine the optimum concentration of pepsin and papain enzymes on extracting of carotenoid pigments. Demineralization of shrimp head was initiated by cooking for 10 minutes (70-80 oC), continued by soaking in HCl in concentration of 0; 0.75; 1.00 and 1.25M for 30 minutes. The optimum condition to demineralize of shrimp head waste was using HCl 1,25M for 30 minutes, whereas the optimum activities of pepsin and papaine enzymes were pH 4 at 45 oC and pH 6.2 at 55 oC respectively. The concentration optimum of pepsin enzyme on carotenoid pigments extracting was 3%, which obtained phenolic compound of 83.76 mg GAE/l, inhibited oxidation of 32.87% (equal to 285.79 mgAAE/100 g), had IC50 2.05 μg/ml and contained 15.58% of beta carotene and 13.65% of astaxanthin; whereas the optimum concentration of papain enzyme was 8%, produced phenolic compound of 49.35 mgGAE/L, inhibited oxidation 17.27% (equal to 150.00 mgAAE/100 g), had IC50 3.85 μg/ml, contained 15,58% of beta caroten and 11,62% of astaxanthin.

(6)
(7)

RINGKASAN

DIAH LESTARI AYUDIARTI. Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis dan Karakterisasi Profil Karotenoid sebagai Antioksidan. Dibimbing oleh JOKO SANTOSO, SRI PURWANINGSIH dan ROSMAWATY PERANGINANGIN.

Udang di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Volume ekspor udang Indonesia tahun 2010 mencapai 140.940 ton yang memiliki nilai sebesar US$ 989.708.000. Potensi ekspor udang beku di Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Ekspor udang beku tanpa kulit dan kepala sebesar 60% dari total ekspor. Limbah padat hasil produksi olahan udang vanname sebesar 36-47% dari total ekspor. Penanganan limbah harus ditangani secara tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Kepala dan kulit udang banyak mengandung protein, senyawa kitin dan pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid terdiri dari beberapa jenis seperti likopen, karoten, xantophil, zeaxanthin dan astaxanthin. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstrak karotenoid dari limbah kepala udang secara enzimatis untuk dikarakterisasi sebagai antioksidan.

Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah kepala udang yang diperoleh dari limbah hasil pengolahan perusahaan di daerah Muara Baru. Hasil karakteristik bahan baku kepala udang vanname adalah kadar air 75,13%, kadar abu 7,05%, kadar lemak 1,98%, dan kadar protein 15,31%.

Pada penelitian pendahuluan dilakukan proses demineralisasi menggunakan HCl yang berfungsi untuk mengurangi jumlah mineral seperti kalsium. Proses demineralisasi dilakukan dengan cara merendam kepala udang dalam HCl 0; 0,75; 1,00 dan 1,25 M selama 30 menit, sehingga jumlah mineral (kalsium) dalam kepala udang dapat berkurang. Hasil demineralisasi kepala udang terbaik adalah menggunakan asam klorida sebesar 1,25 M karena dapat mendemineralisasi kadar abu yang terdapat dalam kepala udang sebesar 4,09%.

Ekstraksi karotenoid dari kepala udang dilakukan dengan menggunakan enzim pepsin dan enzim papain yang merupakan modifikasi dari metode Babu et al. (2008). Kepala udang diagitasi dalam larutan enzim pepsin menggunakan pelarut buffer fosfat-sitrat dengan konsentrasi 2, 3 dan 4% (b/b) selama 2 jam (pH 4 dan suhu 45 °C) atau enzim papain menggunakan buffer fosfat-sitrat dengan konsentrasi 4, 6 dan 8% (b/b) (pH 6,2 dan suhu 55 °C) selama 2 jam. Ekstraksi menggunakan enzim pepsin 3% dapat menghasilkan senyawa fenolat sebesar 83,76 mgGAE/L, memiliki kandungan beta karoten sekitar 15,58 ppm dan astaxanthin sebesar 13,65 ppm yang dapat menghambat terjadinya oksidasi sebesar 32,87% yang setara dengan 285,79 mgAAE/100g dan memiliki IC50 sebesar 2,05μg/mL. Hasil ekstraksi menggunakan enzim papain 8% dapat

(8)
(9)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

Kegiatan penelitian dalam rangka penulisan Tesis ini dibiayai oleh :

Balai Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

(12)
(13)

EKSTRAKSI KAROTENOID DARI KEPALA UDANG

SECARA ENZIMATIS DAN KARAKTERISASI

PROFIL KAROTENOID SEBAGAI ANTIOKSIDAN

DIAH LESTARI AYUDIARTI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

Judul Tesis : Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis dan Karakterisasi Profil Karotenoid sebagai Antioksidan Nama Mahasiswa : Diah Lestari Ayudiarti

NRP : C351070091

Mayor : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si Ketua

Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si Prof(R). Dr. Rosmawaty P., MS Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(16)
(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Ekstraksi Karotenoid dari Kepala Udang secara Enzimatis

dan Karakterisasi Profil karotenoid sebagai Antioksidan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Joko Santoso, M.Si, Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si, dan

Prof. Dr. Rosmawaty Peranginangin, MS selaku Pembimbing, yang telah

membimbing, memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam

menyelesaikan tesis ini;

2. Dra. Ella Salamah, M.Si selaku Penguji, yang telah memberikan arahan dan

masukan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini;

3. Dr. Tati Nurhayatai, S.Pi, M.Si selaku Ketua Program Studi Pasca Sarjana

yang telah memberikan masukan kepada penulis;

4. Bapak Wayan Lendra dan Ibu Mariyam yang telah memberikan dukungan

dan motivasi;

5. Kepala Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan

Perikanan, Prof. Dr. Hari Eko Irianto;

6. Prof. Dr. Sumpeno Putro (alm) yang telah membantu dalam memilih Program

Studi di IPB serta memotivasi dalam kelancaran studi, dan beasiswa;

7. Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) sebagai sponsor beasiswa;

8. Ibu Dwi Suryaningrum, dan Ibu Murniyati sebagai Koordinator kegiatan di

Pengolahan Produk;

9. Teman dekat dan sahabat, Ekin, yang selalu ada disetiap saat, serta kakakku

Meivi Janti;

10.Teman-teman atau sahabat-sahabatku di BBRP2B seperti Mba Ema, Mba Ida,

Devi, Mba Yeni, dan Mba Yanti yang selalu mendukung, dan membagi

informasi selama proses penelitian ini;

11.Teman-teman THP angkatan 2007, Mba Elin, Mba Tati, Krisan, Ulin, Sevri,

(18)

seperti Mba Uci yang teman berjuang di garis finish serta Lilis, Vivin, dan

Indah (THP S1);

12.Teman-teman kos Lia, Mba Mila, dan Dian yang selalu mendoakan

kelulusanku;

13.Teman-teman di BBRP2B lainnya yang selalu membantu dan memotivasi

selama proses penelitian ini seperti Pak Tazwir, Pak Nurul, Mba Dewi Zilda,

Gintung, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu;

14.Mba Ema dan Mas Ismail staff administrasi THP yang selalu membantu

Saya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih ada kekurangan, oleh

karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan agar dapat

memberikan informasi dalam pengembangan karya tulis ini lebih lanjut. Semoga

karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2011

(19)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 15 Maret 1981 sebagai anak

kedua dari dua bersaudara, pasangan Wayan Lendra dan Mariyam. Penulis

memasuki jenjang Sekolah Dasar tahun 1987 dan lulus tahun 1993 di

SDN Dr. Soetomo VII, Surabaya; melanjutkan ke jenjang SMP tahun 1993

sampai 1996 di SMPN 10 Surabaya; jenjang SMU di tahun 1996 sampai 1999 di

SMUN 21 Surabaya. Penulis melanjutkan kuliah Strata 1 tahun 1999 di Program

Studi Kimia (FMIPA) Universitas Airlangga sampai tahun 2003.

Penulis bekerja sebagai Pelaksana Peneliti di Kelompok Pengolahan Produk

di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan

sejak tahun 2003. Pada tahun2007 penulis memperoleh kesempatan menjadi karya

siswa BRKP untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke Strata 2 di Sekolah

(20)
(21)

DAFTAR ISI

3.3.1 Penelitian pendahuluan ... 22

(22)

3.4.7 Analisis total fenol dengan metode folin-ciocalteu

(Orak 2006) ... 27 3.4.8 Penentuan komposisi beta karoten (Zhao et al. 2004) ... 28 3.4.9 Penentuan komposisi astaxanthin (Lee et al. 2004) ... 28 3.4.10 Uji aktivitas antioksidan metode

2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) (Okawa 2001)... 28

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data ... 29

4. HASIL PEMBAHASAN ... 31

4.1 Penelitian Pendahuluan ... 31 4.1.1 Karakterisasi bahan baku kepala udang vanname ... 31 4.1.2 Pengaruh demineralisasi terhadap kadar air kulit kepala

udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 32 4.1.3 Pengaruh demineralisasi terhadap kadar abu kulit kepala

udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 33 4.1.4 Pengaruh demineralisasi terhadap kadar lemak kulit kepala

udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 35 4.1.5 Pengaruh demineralisasi terhadap kadar protein kulit kepala

udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 36 4.1.6 Uji aktivitas enzim pepsin dan papain ... 38

4.2 Penelitian Utama ... 40 4.2.1 Karakteristik total fenol hasil ekstraksi dari kepala udang

vanname (Litopeneaus vannamei) ... 40 4.2.2 Profil beta karoten hasil ekstraksi dari kepala udang

vanname (Litopenaus vannamei) ... 42 4.2.3 Profil astaxanthin hasil ekstraksi dari kepala udang

vanname (Litopenaus vannamei) ... 44 4.2.4 Karakteristik aktivitas antioksidan hasil ekstraksi dari

(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia udang vanname ... 9 2 Pengelompokan enzim protease ... 14

3 Komposisi asam amino penyusun papain ... 16

4 Uji aktivitas enzim ... 26

(24)
(25)

DAFTAR GAMBAR

10 Nilai rata-rata kadar lemak kepala udang hasil demineralisasi ... 36

11 Nilai rata-rata kadar protein kepala udang hasil demineralisasi ... 37

12a Uji aktivitas enzim pepsin pada suhu optimum ... 38

12b Uji aktivitas enzim papain pada suhu optimum ... 38

13a Uji aktivitas enzim pepsin pada pH optimum ... 39

13b Uji aktivitas enzim papain pada pH optimum... 39

14a Kandungan total fenol hasil ekstraksi kepala udang menggunakan enzim pepsin ... 41

14b Kandungan total fenol hasil ekstraksi kepala udang menggunakan enzim papain ... 41

15 Profil standar beta karoten ... 42

16a Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 2% ... 43

16b Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 3% ... 43

16c Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 4% ... 43

16d Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain 4% ... 43

16e Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

(26)

16f Profil beta karoten untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain 8% ... 43

17 Profil standar astaxanthin ... 44

18a Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 2% ... 45

18b Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 3% ... 45

18c Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 4% ... 45

18d Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain 4% ... 45

18e Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain 6% ... 45

18f Profil astaxanthin untuk hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain 8% ... 45 19a Persen inhibisi hasil ekstraksi menggunakan enzim pepsin ... 47

19b Persen inhibisi hasil ekstraksi menggunakan enzim papain ... 47

20a Aktivitas antioksidan (AEAC) hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin ... 48

20b Aktivitas antioksidan (AEAC) hasil ekstraksi menggunakan

enzim papain ... 48

21a Aktivitas antioksidan (IC50) hasil ekstraksi menggunakan

enzim pepsin ... 49

21b Aktivitas antioksidan (IC50) hasil ekstraksi menggunakan

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey pada proses demineralisasi terhadap kadar air kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 63 2 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey pada proses demineralisasi

terhadap kadar abu kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 64 3 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey pada proses demineralisasi

terhadap kadar lemak kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 65 4 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey pada proses demineralisasi

terhadap kadar protein kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei) ... 66 5 Kurva kalibrasi asam galat dan kadar total fenol hasil ekstraksi ... 67

6 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar total fenol hasil ekstraksi dari kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei)

menggunakan enzim pepsin. ... 68

7 Tabel analisis ragam dan hasil uji lanjut Tukey terhadap kadar total fenol hasil ekstraksi dari kepala udang vanname (Litopenaeus vannamei)

menggunakan enzim papain ... 69

8 Analisis kemampuan inhibisi asam askorbat dan aktivitas antioksidan

sampel hasil ekstraksi dari kepala udang ... 70

9 Tabel analisis kemampuan inhibisi dan hasil analisis uji lanjut Tukey terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(Litopenaeus vannamei) menggunakan enzim pepsin ... 71 10 Tabel analisis kemampuan inhibisi dan hasil analisis uji lanjut Tukey

terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(Litopenaeus vannamei) menggunakan enzim papain ... 72 11 Tabel analisis aktivitas antioksidan AEAC dan hasil analisis

uji lanjut Tukey terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(Litopenaeus vannamei) menggunakan enzim pepsin ... 73 12 Tabel analisis aktivitas antioksidan AEAC dan hasil analisis

uji lanjut Tukey terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(Litopenaeus vannamei) menggunakan enzim papain ... 74 13 Tabel analisis aktivitas antioksidan IC50 dan hasil analisis

uji lanjut Tukey terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(28)

14 Tabel analisis aktivitas antioksidan IC50 dan hasil analisis

uji lanjut Tukey terhadap hasil ekstraksi dari kepala udang vanname

(Litopenaeus vannamei) menggunakan enzim papain ... 76

(29)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Udang di Indonesia sampai sekarang masih merupakan komoditas perikanan

yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pemerintah melalui Departemen Perdagangan

telah menetapkan udang sebagai komoditas ekspor pada urutan keenam (Departemen

Kelautan dan Perikanan 2008). Komoditas udang saat ini diperoleh dari penangkapan

di alam maupun dari hasil budidaya tambak. Data menunjukkan lahan tambak udang

vanname sebesar 1,2 juta hektar dengan kapasitas produksi tahun 2007 mencapai 352.220 ton, 75% lahan ditangani oleh petambak tradisional dan sisanya oleh

petambak semi-intensif dan petambak intensif oleh perusahaan (Trobos 2009).

Volume ekspor udang Indonesia tahun 2010 mencapai 140.940 ton yang

memiliki nilai sebesar US$ 989.708.000. Potensi ekspor udang beku di Indonesia

tiap tahun semakin meningkat. Ekspor udang beku tanpa kulit dan kepala sebesar

60% (KKP 2011). Hafiz (2009) menyatakan ukuran rata-rata berat per ekor udang

vanname (Litopenaeus vannamei) siap konsumsi adalah 15 g dengan komposisi daging 8,67 g, bobot kepala sebesar 4,33 g, dan bobot kulit sebesar 2 g. Komposisi

rendemen rata-rata per ekor udang vannamei adalah daging sebesar 58%, kepala sebesar 29% dan kulit sebesar 13%. Limbah padat hasil produksi olahan udang

vanname sebesar 36-47%.

Holanda dan Netto (2006) menyatakan pemanfaatan limbah cangkang udang

selama ini hanya terbatas untuk campuran pakan ternak dan pembuatan kitosan.

Kepala dan kulit udang ini banyak mengandung protein, senyawa kitin dan pigmen

karotenoid. Rodriguez-Amaya (2006) menunjukkan bahwa pigmen karotenoid terdiri

dari beberapa jenis, seperti likopen, karoten, xantophil, zeaxanthin, dan astaxanthin.

Astaxanthin merupakan pigmen dominan dalam kulit udang yang akan mengalami

perubahan warna dari biru-hijau-coklat menjadi merah keoranyean bila terkena panas.

Astaxanthin adalah pigmen golongan karotenoid yang termasuk karoten

(30)

2

menyatakan karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia, sebab karotenoid dapat

mencegah aktivitas kanker paru-paru, kanker prostat, penyakit jantung, katarak,

infeksi Human Immune Virus.

Ciapara et al. (2006) menunjukkan bahwa karotenoid juga dapat mencegah infeksi bakteri, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah peradangan dan

sebagai pelindung kerusakan Deoxyribonucleic Acid akibat sinar ultra violet. Furr dan Clark (1997) menyatakan karotenoid berfungsi sebagai antikolesterol karena

dapat membentuk emulsi dengan lemak membentuk kilomikron dan mudah

terabsorpsi pada lapisan pencernaan. Penelitian Kurashige et al. (1990) dan Shimidzu et al. (1996) menunjukkan karotenoid mempunyai aktivitas sebagai antioksidan 100 kali lebih kuat dibandingkan vitamin E. Berdasarkan hasil penelitian

Chew et al. (1999) karotenoid dapat mengurangi pertumbuhan tumor payudara sebesar 50% melalui uji in vivo.

Metode ekstraksi karotenoid pada udang telah dilakukan baik dengan pelarut

bahan kimia, super kritikal karbondioksida, dan enzim. Ekstraksi menggunakan

pelarut bahan kimia memerlukan jumlah bahan kimia yang banyak sehingga akan

menghasilkan banyak limbah cair pada akhir proses dan dimungkinkan pada hasil

ekstraksi masih terdapat residu bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan.

Ekstraksi karotenoid menggunakan metode super kritikal karbondioksida

menghasilkan rendemen yang kecil. Babu et al. (2008) menyatakan ekstraksi karotenoid secara enzimatis menghasilkan rendemen yang tinggi dan ramah

lingkungan. Shacindra et al. (2005) telah melakukan ekstraksi karotenoid menggunakan pelarut aseton pada berbagai bagian tubuh udang dan menghasilkan

rendemen sebesar 10,4-17,4 g/g pada daging udang, 35,8-153,1 µg/g pada kepala,

59,8-104,7 g/g pada kulit udang. Lopez et al. (2004) membandingkan bahwa ekstraksi karotenoid menggunakan superkritikal karbondioksida menghasilkan

rendemen 71% lebih kecil dibandingkan dengan cara manual. Hasil penelitian Babu

(2008) menunjukkan ekstraksi karotenoid menggunakan enzim juga telah

diaplikasikan pada kepala udang, hasil rendemen yang diperoleh sebesar 75,7–96,8

(31)

3

Chakrabarti (2002) telah melakukan penelitian ekstraksi karotenoid

menggunakan enzim protease dan rendemen yang dihasilkan sebesar 30-40 ppm.

Enzim protease berfungsi untuk memutus ikatan peptida sehingga pigmen yang

terdapat dalam kulit dan kepala udang dapat diekstrak dan diperoleh pigmen

karotenoid bebas. Mineral dalam kulit udang seperti kalsium, karbonat, dan fosfor

akan menghambat proses ekstraksi. Mineral dapat berasosiasi dengan protein dan

menguatkan ikatan peptida. Proses pemanasan tidak dapat menghilangkan mineral

tetapi penambahan asam atau basa dapat memutuskan ikatan mineral (demineralisasi)

dan meningkatkan daya tolak menolak elektrostatik sehingga melonggarkan jaringan

protein. Penelitian untuk melihat pengaruh proses demineralisasi terhadap ekstraksi

karotenoid dari kepala udang menggunakan enzim papain dan pepsin komersial perlu

dilakukan serta menguji karakteristik hasil ekstraksi sebagai antioksidan.

1.2 Perumusan Masalah

Pada umumnya udang diekspor dalam bentuk segar dan beku. Ekspor beku

dapat menggunakan atau tanpa menggunakan kepala dan kulit. Kepala dan kulit

udang sisa pengolahan pembekuan digolongkan sebagai limbah padat. Selama ini

limbah padat tersebut hanya dimanfaatkan sebagai pakan dan sebagai sumber kitin

serta kitosan. Padahal limbah kepala dan kulit udang mengandung pigmen

karotenoid yang mempunyai banyak manfaat antara lain sebagai antioksidan.

Ekstraksi karotenoid telah banyak dilakukan dengan berbagai metode baik

dengan pelarut bahan kimia, super kritikal karbondioksida ataupun enzim. Proses

ekstraksi menggunakan pelarut bahan kimia menghasilkan banyak limbah cair pada

akhir proses dan dimungkinkan pada hasil ekstraksi masih terdapat residu bahan

kimia yang berbahaya bagi kesehatan. Ekstraksi karotenoid menggunakan metode

super kritikal karbondioksida menghasilkan rendemen yang kecil. Alternatif proses

ekstraksi karotenoid yang lebih murah, menghasilkan rendemen yang tinggi, dan

(32)

4

Penelitian untuk melihat pengaruh proses demineralisasi terhadap ekstraksi

karotenoid dari kepala udang menggunakan enzim pepsin dan papain perlu dilakukan

serta menguji karakteristik hasil ekstraksi sebagai antioksidan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat menemukan metode ekstraksi secara enzimatis

untuk mendapatkan karotenoid terbaik serta dapat menjadi salah satu alternatif dalam

pemenuhan kebutuhan antioksidan yang berasal dari limbah kepala udang. Tujuan

umum penelitian ini adalah mengekstrak karotenoid dari limbah kepala udang secara

enzimatis untuk dikarakterisasi sebagai antioksidan. Tujuan khusus penelitian ini

adalah:

1) Menentukan konsentrasi HCl optimum dalam proses demineralisasi.

2) Menentukan konsentrasi enzim pepsin terbaik untuk mengekstraksi karotenoid

sebagai antioksidan.

3) Menentukan konsentrasi enzim papain terbaik untuk mengekstraksi karotenoid

sebagai antioksidan.

1.4 Hipotesis

Adapun hipotesis penelitian ini adalah:

(1) Penggunaan HCl akan berpengaruh terhadap proses demineralisasi.

(2) Penggunaan konsentrasi enzim pepsin akan berpengaruh terhadap ekstrak

karotenoid sebagai antioksidan.

(3) Penggunaan konsentrasi enzim papain akan berpengaruh terhadap ekstrak

karotenoid sebagai antioksidan.

1.5 Kerangka Pemikiran

Saat ini udang beku diekspor tanpa menggunakan kepala dan kulit sehingga

menghasilkan banyak limbah padat. Kepala dan kulit udang mengandung pigmen

(33)

5

diantaranya sebagai antioksidan. Proses ekstraksi karotenoid dapat dilakukan dengan

pelarut bahan kimia, super kritikal karbondioksida dan secara enzimatis. Proses

ekstraksi menggunakan pelarut bahan kimia menghasilkan banyak limbah cair dan

berbahaya bagi kesehatan. Ekstraksi karotenoid menggunakan metode super kritikal

karbondioksida menghasilkan rendemen yang kecil. Ekstraksi karotenoid secara

enzimatis lebih ramah lingkungan dan menghasilkan rendemen yang tinggi.

Ekstraksi karotenoid dari limbah kepala udang dengan enzim dapat lebih ekonomis

bila menggunakan enzim komersial yang berharga rendah, misalnya enzim papain

dibandingkan menggunakan enzim murni, seperti enzim pepsin. Enzim papain dan

pepsin merupakan enzim protease yang memiliki spesifitas tinggi, hanya

mengkatalisis substrat tertentu, tidak membentuk produk samping yang tidak

diinginkan, mempunyai produktivitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi biaya.

Produk akhir pada umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya

purifikasi dan mengurangi efek kerusakan terhadap lingkungan. Kerangka pemikiran

(34)

6

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian. Kulit udang

Proses demineralisasi menggunakan HCl

Proses ekstraksi menggunakan enzim

enzim

Enzim papain dan pepsin

Karotenoid

Profil karotenoid dan aktivitas antioksidan Spesifitas tinggi

(35)

7

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Udang Vanname (Litopenaeus vannamei)

Udang vanname (Litopnaeus vannamei) merupakan organisme akuatik asli pantai Pasifik Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Udang vanname

memiliki nama umum Pacific white shrimp, camaron blanco, dan longostino. Udang vaname dapat tumbuh sampai 230 mm, menyukai dasar yang berpasir dengan 5 pasang kaki renang (pleopod) serta sepasang uropod (mirip ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Sifat udang vaname aktif pada kondisi gelap dan dapat hidup pada kisaran salinitas lebar dan suka memangsa sesama jenis (kanibal), tipe

pemakan lambat tapi terus menerus (continous feeder) serta mencari makan lewat organ sensor. Spesies ini memiliki 6 stadia naupli, 3 stadia protozoa, 3 stadia mysis,

(36)

8

menjadi juvenil dan akhirnya menjadi dewasa. Anatomi tubuh udang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Anatomi udang (Pustekom 2005).

Pada udang betina, gonad pada awal perkembangannya berwarna

keputih-putihan yang kemudian berubah menjadi coklat keemasan atau hijau kecoklatan pada

saat pemijahan. Pada masa pemijahan, telur akan dibuahi oleh sperma. Telur-telur

yang telah dibuahi akan terdapat pada bagian dasar atau melayang-layang di air.

Telur jenis udang ini tergantung dari ukuran individu, udang dengan berat 30g sampai

45 g menghasilkan telur sebanyak 100.000 sampai 250.000 butir. Telur yang

memiliki diameter 0,22 mm, proses claeveage pada tingkat nauplius terjadi kira-kira 14 jam setelah proses bertelur (Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah 2009).

Hafiz (2009) menyatakan udang vanname memiliki berat kepala sebesar 29%, daging sebesar 58%, dan pada kulit sebesar 13%. Ukuran rata-rata tiap bagian-bagian

udang didapatkan berat total rata-rata sebesar 15 g, tanpa kepala sebesar 10,67 g,

tanpa kepala dan kulit sebesar 8,67 g, bobot kepala sebesar 4,33 g, dan bobot rata-rata

(37)

9

Tabel 1 Komposisi kimia udang vanname

Parameter Jumlah (%)

Karotenoid adalah pigmen alami yang disintesis oleh tanaman, alga, jamur,

kapang dan bakteri. Karotenoid juga ditemukan dalam ikan (salmon, trout, sea beam, kakap merah, dan tuna), kulit, cangkang atau kerangka luar hewan air, seperti

moluska (clam, oyster, scallop) dan crustacea (lobster, kepiting, udang). Gimeno et al. (2007) menyatakan pigmen ini tidak dapat disintesis sendiri oleh hewan-hewan tersebut tetapi diperoleh dari makanan, yaitu alga.

Jenis pigmen karotenoid terdiri dari beberapa jenis, seperti likopen, karoten,

xantophil, zeaxanthin, dan astaxanthin. Hal ini disebabkan karotenoid dapat

mengalami reaksi kimia yang menghasilkan turunannya dengan sifat kimia yang

masih sama (Rodriguez-Amaya et al. 2006). Struktur karotenoid merupakan turunan dari likopen yang masing-masing terdiri dari 40 atom C dengan dua cincin pada

bagian ujungnya. Cincin yang terdapat pada karotenoid dihubungkan oleh atom C

yang terkonjugasi atau sistem polien. Dua pigmen karotenoid, yaitu α dan β-karoten

hanya disusun oleh atom C dan H yang pada bagian ujungnya mengalami siklisasi.

Xanthophil merupakan turunan karotenoid yang mengalami substitusi oksigen,

zaexanthin merupakan turunan karotenoid yang mengalami hidrogenasi dan

mengandung gugus hidroksi. Gugus oksi terdapat dalam canthaxanthin, sedangkan

kombinasi gugus hidroksi dan oksi terdapat dalam astaxanthin. Ikatan ganda

terkonjugasi pada karotenoid merupakan gugus kromofor yang memberikan warna.

Setiap ikatan rangkap pada rantai alifatisnya akan memberikan dua bentuk

konfigurasi geometri, yaitu isomer cis dan trans. Isomer cis lebih stabil dibandingkan

(38)

10

pigmen yang memberikan warna kuning, oranye atau merah pada ikan dan udang

(Ciapara et al. 2006). Struktur Pigmen karotenoid dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Jenis karotenoid(Ciapara et al. 2006).

Hasil penelitian Babu et al. (2008) menunjukkan bahwa astaxanthin merupakan komposisi pigmen karotenoid terbesar dalam crustacea (lobster, kepiting, udang). Gugus hodroksil dan keton pada cincin dalam molekul astaxanthin mengindikasikan

bahwa senyawa tersebut lebih polar dibandingkan karotenoid lainnya dan memiliki

aktivitas antioksidan yang sangat tinggi. Gugus hidroksi dapat bereaksi dengan satu

atau dua asam lemak membentuk monoester dan diester. Bentuk teresterifikasi ini

mengakibatkan astaxanthin bersifat hidrofobik (tidak larut dalam air), diester bersifat

lebih hidrofobik dibandingkan dengan bentuk monoester. Astaxanthin dalam

(39)

11

bentuk terkonjugasi dengan protein atau membentuk ester dengan asam lemak seperti

palmitat, oleat atau linoleat (Hussein et al. 2006).

Karotenoid memiliki sifat tidak larut dalam air, sedikit larut dalam minyak,

larut dalam hidrokarbon alifatik dan aromatik serta larut dalam hidrokarbon

terklorinasi, seperti kloroform dan metilen klorida (Simpson 1982). Karotenoid

sangat bermanfaat bagi kesehatan karena dapat mencegah oksidasi asam lemak tak

jenuh (Khanafari 2007).

Karotenoid bermanfaat bagi kesehatan manusia, sebab karotenoid dapat

mencegah aktivitas kanker paru-paru, kanker prostat, penyakit jantung dan katarak

(Olson 1999). Ciapara et al. (2006) menyatakan bahwa karotenoid juga dapat mencegah infeksi bakteri, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mencegah

peradangan dan sebagai pelindung kerusakan DNA akibat sinar UV. Olson (1999)

menyatakan beta karoten dapat mencegah beberapa aktivitas kanker, seperti kanker

tenggorokan dengan konsumsi sebesar 15 mg selama 6 tahun, kanker usus dengan

dosis sebesar 25 mg selama 5 tahun, kanker kulit dengan dosis 50 mg selama 5 tahun,

dan kanker prostat dengan dosis 20 mg selama 5-8 tahun. Astaxanthin dapat

mencegah aktivitas kanker karena dapat menekan pertumbuhan kanker dan

meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan antigen. Chew et al. (1999) menyatakan bahwa 0,1 dan 0,4% astaxanthin dapat mencegah kanker payudara pada

tikus. Astaxanthin juga dapat mencegah penyakit jantung, sebab astaxanthin dapat

mencegah oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) yang merupakan kolesterol jahat penyebab arteriosclerosis.

Astaxanthin dapat berfungsi sebagai antibakteri dari Helicobacter pylori

penyebab kanker usus. Koloni H. pylori di lapisan mukosa usus dihambat karena adanya astaxanthin pada lapisan mukosa usus (Wadstron & Alejung 2001).

Astaxanthin memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat sitokin dan chemokin.

Astaxanthin bisa mencegah kelelahan mata, katarak diabetik, mempertajam

penglihatan. meningkatkan daya tahan otot, dan mencegah kerut (Hussein et al.

(40)

12

2.3Ekstraksi Karotenoid

Ekstraksi karotenoid merupakan suatu proses untuk memperoleh karotenoid

dari bahan yang diduga mengandung karotenoid, seperti kulit udang. Karotenoid

dalam kulit udang merupakan senyawa kompleks yang berikatan secara nonkovalen

dengan protein (Gimeno et al. 2007).

Babu et al. (2008) menyatakan ekstraksi karotenoid telah banyak dilakukan dengan berbagai metode, yaitu menggunakan pelarut kimia, minyak, superkritikal

karbondioksida, bakteri, dan enzim. Ekstraksi karotenoid meggunakan pelarut kimia

telah banyak dilakukan diantaranya menggunakan heksana, aseton, metanol, dan

etanol. Ekstraksi karotenoid menggunakan pelarut kimia memang efektif akan tetapi

memiliki beberapa kekurangan, yaitu proses pemisahan pelarut kimia dengan

karotenoid sangat sulit sehingga dapat mendegradasi karotenoid dan hasil

ekstraksinya tidak aman bagi kesehatan. Maoka dan Akimoto (2008) telah

mengekstraksi karotenoid dari kulit udang menggunakan aseton menghasilkan

rendemen sebesar 0,1 mg/g. Gimeno et al. (2007) menyatakan bahwa ekstraksi karotenoid menggunakan aseton lebih efektif dibandingkan dengan etanol.

Ekstraksi menggunakan pelarut minyak tidak dapat dijadikan sebagai suplemen

kesehatan karena kandungan asam lemak tak jenuhnya sangat tinggi sehingga tidak

baik untuk kesehatan (Lee et al. 1999). Shacindra et al. (2005) telah melakukan ekstraksi karotenoid menggunakan pelarut aseton pada berbagai bagian tubuh udang

dan menghasilkan rendemen sebesar 10,4-17,4 ppm pada daging udang, 35,8-153,1

ppm pada kepala, dan 59,8-104,7 ppm pada kulit udang.

Ekstraksi karotenoid menggunakan superkritikal karbondioksida juga telah

banyak dilakukan. Hasil ekstraksi menggunakan metode ini sangat kecil dan merusak

struktur dari astaxanthin. Lopez et al. (2004) membandingkan bahwa ekstraksi karotenoid menggunakan superkritikal karbondioksida menghasilkan rendemen 71%

lebih kecil dibandingkan dengan cara manual. Chakrabarti (2002) telah melakukan

penelitian ekstraksi karotenoid menggunakan enzim protease dan rendemen yang

dihasilkan sebesar 30 – 40 ppm. Penggunaan enzim protease berguna untuk memutus

(41)

13

enzim dalam ekstraksi karotenoid tidak menghasilkan residu yang berbahaya bagi

tubuh dan lingkungan.

2.4 Enzim Protease

Enzim merupakan suatu kelompok protein yang berperan sangat penting

dalam proses aktivitas biologis. Enzim terdapat pada hewan, tumbuhan, maupun

mikroba. Enzim berperan sebagai katalisator pada sel dan sifatnya sangat khas

karena enzim hanya bekerja pada substrat tertentu dan dengan jenis reaksi tertentu

(Lehninger 1995). Enzim memiliki efisiensi katalitik yang tinggi dimana sebuah

molekul enzim dapat mengurai 10 ribu sampai 1 juta substrat per menit (Richardson

1976).

Kelebihan enzim sebagai katalisator dibandingkan dengan bahan-bahan kimia

lainnya adalah memiliki sifat spesifitas yang tinggi, hanya mengkatalisis substrat

tertentu, tidak terbentuk produk samping yang tidak diinginkan, mempunyai

produktivitas yang tinggi sehingga dapat mengurangi biaya, produk akhir pada

umumnya tidak terkontaminasi sehingga mengurangi biaya purifikasi dan

mengurangi efek kerusakan terhadap lingkungan (Chaplin dan Burke 1990).

Protease adalah enzim yang mengkatalisasi pemecahan ikatan peptide dalam

peptide, polipeptida, dan protein dengan menggunakan reaksi hidrolisis menjadi

molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptide rantai pendek dan asam amino

(Naiola & Widyastusti 2002). Aktivitas enzim ini membutuhkan air sehingga

dikelompokkan dalam kelas hidrolase. Hidrolisis ikatan peptide adalah reaksi

penambahan-penghilangan, dimana protease bertindak sebagai nukleofili membentuk

intermediet tetrahedral dengan atom karbon karbonil pada ikatan peptide (Bauer et al.

1996). Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler yang diperlukan

untuk degradasi protein nutrien, mekanisme patogenisitas, proses koagulasi darah,

proses sporulasi, diferensiasi, sejumlah proses pasca translasi protein, dan mekanisme

(42)

14

Tabel 2 Pengelompokan enzim protease

Pengelompokan Jenis Enzim Keterangan Contoh

Golongan pertama Enzim

Golongan keempat Protease asam Pada sisi aktifnya terdapat dua gugus

mempercepat reaksi yang dikatalisis enzim, tetapi kenaikan suhu dapat

mempengaruhi struktur enzim sehingga terjadi inaktivasi (Reed 1975). Semua enzim

adalah protein, dan aktivitasnya tergantung kepada integritas strukturnya sebagai

protein. Penataan tertentu pada rantai samping asam amino suatu enzim di sisi

aktifnya menentukan tipe molekul yang dapat terikat dan bereaksi di situ. Ada sekitar

lima rantai samping dalam enzim. Banyak molekul-molekul nonprotein kecil yang

terhubung pada sisi aktif enzim, molekul-molekul ini disebut kofaktor atau koenzim

(Ngili 2009). Sumber enzim adalah organisme hidup seperti hewan, tanaman, dan

mikroba. Enzim protease dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eksopeptidase

dan golongan endopeptidase.

2.4.1 Papain

Papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang paling banyak digunakan

dalam industri. Aplikasinya cukup luas, mulai dari bahan pelunak daging hingga

(43)

15

industri biologi lainnya (Winarno 1986). Papain stabil terhadap suhu tinggi pada pH

mendekati netral. Pada pH asam (kurang dari 4) papain akan cepat menjadi inaktif

pada suhu tinggi. Pada pH yang sangat asam (kurang dari 2) inaktivasi sangat cepat

terjadi walaupun pada suhu 25OC. Papain mempunyai pH optimum 7,2 pada substrat

Benzoil Arginil Etil Ester (BAEE), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin,

dan pH 5,0 pada gelatin (Muchtadi et al. 1992).

Berat molekul papain adalah 20.500 kDa, di bawah mikroskop bentuk kristal

papain dari getah kering buah papaya berupa jarum tetapi setelah disimpan beberapa

bulan pada suhu rendah akan berubah hexagonal pipih memanjang. Perubahan

bentuk kristal ini tidak merubah aktivitasnya (Arief 1975). Enzim ini tergolong

protease sulfhidril. Papain mempunyai keaktifan sintetik. Disamping keaktifan

untuk memecah protein, papain mempunyai kemampuan membentuk protein baru

atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut plastein dari hasil hidrolisis

protein (Winarno 1986). Kemurnian aktivitas enzim papain ditandai dengan daya

aktivitas proteolitik yang tinggi dan kelarutan dalam air yang tinggi juga. Daya

proteolitik enzim papain sangat aktif pada suasana reduktif sehingga dengan

penambahan bahan-bahan pereduksi akan menambah aktivitas yang besar terhadap

sisi aktif sehingga enzim menjadi inaktif. Penambahan garam NaCl dan KCl

konsentrasi rendah akan menambah aktivitas enzim, tetapi konsentrasi lebih dari 2%

akan merusak enzim papain (Arief 1975).

Kemampuan papain dalam menghidrolisis sebagian besar substrat protein lebih

ekstensif dibandingkan dengan protease lainnya, seperti tripsin dan pepsin (Leung

1996). Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui hidrolisis yang berlangsung pada

sisi aktif papain. Mekanisme pengikatan enzim terhadap substrat tersusun atas dua

tahap yaitu, tahap pertama reaksi asilasi dengan bentuk intermediet acyl-enzim dan

tahap kedua merupakan deasilasi yang menghidrolisis hasil intermediet (Wong 1989).

(44)

16

Tabel 3 Komposisi asam amino penyusun papain

Asam Amino Jumlah (Unit) Asam Amino Jumlah (Unit)

Lisin 10 Glisin 28

Semua jenis asam amino ikut menyusun struktur papain kecuali metionin.

Aktivitas papain ditentukan oleh 2 gugus sulfhidril bebas dari 6 gugus sulfhidril yang

dimiliki. Protease sulfhidril ini mengandung unsur sulfur sekitar 1,2% (Glazer dan

Smith 1971).

Logam berat seperti Cd2+, Zn2+, Fe2+, Cu2+, Hg2+, dan Pb2+ bersifat menghambat

papain. Papain dapat diaktifkan kembali dengan penambahan sistein serta Etilen Diamin Tetra Asetat (EDTA) dengan cara mengikat logam yang telah terikat pada sisi aktif logam. Aktivitas papain dipengaruhi oleh gugus aktif –SH bebas, maka pelarut

tiol juga bertindak sebagai penghambat papain. Iodoasetat atau iodoasetamida

bereaksi dengan gugus sulfhidril bebas dari papain menyebabkan inaktivasi

irreversibel begitu juga dengan pereaksi aldehida (Liener 1974).

2.4.2 Pepsin

Pepsin adalah kelompok enzim protease asam. Enzim pepsin memiliki

penamaan EC 3.4.4.1 dan mempunyai gugus aktif karbonil. Pepsin merupakan

enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat dengan

pertolongan molekul air (Winarno 1986). Pepsin dapat memecah protein menjadi

fragmen yang lebih kecil. Pepsin adalah enzim pencernaan yang dibentuk di dalam

mukosa lapis lambung berbentuk pepsinogen. Keasaman isi lambung yang tinggi

akan membantu perubahan pepsinogen menjadi pepsin secara autokatalitik

(45)

17

dalam enzim ini suka memecah ikatan peptida yang terdapat diantara gugus aromatik

dari asam amino. Enzim ini akan menghirolisis ikatan peptida antara asam amino

seperti –Leu-Val-, -Glu-Ala-, -Ala-Leu- (Bergmeyer 1983).

Pepsin sangat aktif pada pH rendah (pH1,0). Pada pH di bawah 5, pepsinogen

terpecah dan terbentuklah pepsin yang aktif. Berat molekul pepsin adalah 33.000

kDa mempunyai 321 residu asam amino, sangat stabil pada pH 5-5,3, dan aktif pada

pH 1-4 dengan keaktifan optimum pada pH 1,8 (Winarno 1986).

Enzim pepsin mempunyai daya katalitik yang lebih tinggi pada keasaman yang

tinggi sehingga menguntungkan karena dapat mencegah kontaminasi bakteri dan

pembusukan. Indonesia mempunyai potensi yang besar sebagai penghasil enzim

pepsin, karena enzim pepsin dapat diperoleh dari lambung hewan ruminansia, seperti

sapi, kambing, dan domba dimana populasi hewan ternak tersebut sangat tinggi

(Mahdi dan Aulannia`am 2001)

2.5 Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat mencegah terjadinya oksidasi.

Antioksidan dikelompokkan berdasarkan mekanisme kerjanya menjadi antioksidan

primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer merupakan antioksidan yang

dapat bereaksi dengan radikal lemak dan mengubahnya menjadi produk yang lebih

stabil seperti tokoferol, lesitin, dan asam askorbat. Antioksidan sekunder merupakan

antioksidan yang dapat mereduksi kecepatan rantai inisiasi seperti asam sitrat dan

EDTA (Gordon 1990).

Ranney (1979) mengklasifikasikan antioksidan berdasarkan prinsip kerjanya

dalam mencegah terjadinya proses oksidasi menjadi 3 golongan. Pertama adalah

antioksidan yang memiliki gugus fenol dan amina aromatik seperti Butil Hidroksi

Anisole (BHA) dan Butil Hidroksi Toluen (BHT). Antioksidan bekerja dengan cara

menangkap radikal bebas dan membentuk produk substrat nonradikal dan suatu

radikal antioksidan. Radikal antioksidan ini cukup stabil sehingga dapat mencegah

reaksi berikutnya, sehingga radikal tersebut tidak akan berperan sebagai inisiator dari

(46)

18

seperti dilauril tiodipropionat (DLTP). Antioksidan ini bekerja dengan cara

menangkap molekul-molekul hidroperoksida dalam sistem. Ketiga adalah

antioksidan yang dapat menginaktivasi logam yang bisa mempercepat terjadinya

oksidasi.

Radikal bebas merupakan sekelompok zat kimia yang sangat reaktif karena

memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas adalah

oksidan, tetapi tidak semua oksidan merupakan radikal bebas. Oksidan merupakan

senyawa yang dapat menerima elektron dan radikal bebas merupakan atom atau

gugus yang orbital luarnya memiliki elektron yang tidak berpasangan (Fessenden dan

Fessenden1994).

Tubuh mencerna makanan untuk menghasilkan energi, pada proses ini sejumlah

radikal bebas juga terbentuk. Radikal bebas berfungsi untuk memberikan

perlindungan tubuh terhadap serangan bakteri dan parasit. Radikal bebas tidak

menyerang sasaran spesifik, sehingga akan menyerang asam lemak tidak jenuh ganda

dari membran sel, struktur sel, dan DNA. Tahapan oksidasi lemak dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 4 Mekanisasi oksidasi asam lemak (Bragadóttir 2001).

Mekanisme terjadinya oksidasi lemak diawali dengan terjadinya donor

hidrogen dari lemak (LH) ke radikal bebas(X•) yang terjadi pada tahap inisiasi.

Proses penyerangan radikat bebas akan membentuk radikal peroksidasi lipid (LOO•)

(47)

19

sangat berpotensi memiliki efek menghancurkan. Peroksidasi lipid dapat dikurangi

atau dikontrol dengan menambahkan antioksidan (AH) yang akan menghentikan

proses oksidasi. Deshpande et al. (1996) menyatakan senyawa karotenoid dapat menangkap radikal bebas dan menonaktifkannya. Struktur molekul karotenoid

memiliki rantai karbon terkonjugasi yang sangat reaktif karena terdapat banyak

elektron yang mampu bereaksi dengan radikal peroksil dan senyawa elektrofilik

lainnya. Senyawa karotenoid bereaksi dengan radikal peroksil membentuk radikal

resonansi yang terstabilkan (Burton dan Ingold 1984) atau terjadi transfer elektron

sehingga terbentuk anion peroksida alkil dan kation astaxanthin radikal (Britton

1995). Terao (1989) menyatakan bahwa astaxanthin dan canthaxanthin lebih reaktif

terhadap hidroperoksida dibandingkan β-karoten dan zeaxanthin. Miki (1991)

menyatakan bahwa astaxanthin dapat menangkap reactive oxygen species (ROS) 10 kali lebih kuat dibandingkan zeaxanthin, lutein, tunaxanthin, canthaxanthin, dan β

-karoten serta 100 kali lebih kuat dibandingkan dengan α-tocopherol. Jørgensen dan

Skibsted (1993) menyatakan tingkat keefektifan senyawa karotenoid sebagai

antioksidan adalah astaxanthin > canthaxanthin > β-carotene. Andersen et al. (1990) menyatakan astaxanthin memiliki dua gugus hidroksil pada atom C 3 dan 3´, yang

membuatnya bersifat lebih hidrofobik dibandingkan senyawa karotenoid lainnya

sehingga semakin hidrofobik senyawa antioksidan itu semakin mudah bereaksi

dengan hidrogenperoksida dalam lemak.

2.6 Uji Aktivitas Antioksidan Metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH)

Pengujian aktivitas antioksidan dapat menggunakan metode DPPH

(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) yang merupakan metode serapan radikal. Metode ini sangat efektif

karena metodenya sederhana, mudah, dan menggunakan sampel dalam jumlah yang

sedikit dengan waktu yang singkat (Hanani 2005). Pengukuran aktivitas antioksidan

sampel dilakukan pada panjang gelombang 517 nm yang merupakan panjang

gelombang maksimum DPPH. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel

mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam metanol yang semula

(48)

20

dari ekstrak dinyatakan dalam persentase inhibisinya terhadap radikal DPPH.

Persentase inhibisi ini didapatkan dari perbedaan serapan antara absorban DPPH

dengan absorban sampel yang diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Besarnya

aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai IC50, yaitu konsentrasi larutan sampel yang

dibutuhkan untuk menghambat 50% radikal bebas DPPH.

Mekanisme penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan cukup sederhana,

yaitu berupa donasi proton kepada radikal. Senyawa-senyawa yang memungkinkan

mendonasikan protonnya memiliki aktivitas penangkapan radikal cukup kuat.

Senyawa tersebut adalah golongan fenol, flavonoid, tanin, senyawa yang memiliki

banyak gugus sulfida, dan alkaloid. Donasi proton menyebabkan radikal DPPH

(berwarna ungu) menjadi senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal DPPH tersebut

tidak berwarna. Aktivitas penangkapan radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal

DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur secara spektrofotometri pada panjang

gelombang 517 nm (Blois. 1958; Munim et al. 2008). Mekanisme Donor proton pada uji DPPH dapat dilihat pada Gambar 5.

(49)

21

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2009-November 2010.

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan (BRP2BKP) Slipi, Jakarta. Proses penelitian ini dilakukan di

laboratorium pengolahan hasil perikanan untuk preparasi kepala udang dan ekstraksi

karotenoid, laboratorium kimia untuk uji proksimat kepala udang, laboratorium

bioteknologi untuk uji aktivitas enzim protease, dan laboratorium instrumen untuk

karakterisasi hasil ekstraksi seperti uji aktivitas antioksidan dan komposisi karotenoid

di Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.

3.2 Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan bahan yang terdiri dari bahan untuk proses

ekstraksi dan bahan analisis.

3.2.1 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kepala udang, yang

diperoleh dari PT. Wirontono Baru, Jakarta. Limbah kepala udang diperoleh dalam

keadaan mentah kemudian dicuci dan disimpan dalam cold storage. Bahan lain yang

digunakan dalam proses ekstraksi adalah enzim papain, enzim pepsin, buffer sitrat

fosfat, Na2SO4,CHCl3, dan metanol. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah

H2SO4, batu didih, folin ciocalteu, NaOH, H3BO3, HCl, larutan dietil eter, buffer

asam, dan basa serta akuades.

3.2.2 Alat

Alat-alat yang digunakan untuk penelitian ekstraksi karotenoprotein terdiri dari

beaker glass, magnetik stirrer, hot plate, mortar, dan corong pisah. Alat-alat yang digunakan untuk analisis adalah spektrofotometer UV (Shimadzhu), tabung Kjeldahl,

destruktor, labu takar, buret, cawan porselen, oven, desikator, labu lemak, alat

(50)

22

3.3 Tahapan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 2 bagian, yaitu penelitian pendahuluan dan

penelitian utama. Penelitian pendahuluan yaitu melakukan proses demineralisasi

menggunakan HCl dan penelitian utama adalah mengekstraksi karotenoid

menggunakan enzim papain dan enzim pepsin kemudian mengkarakterisasi hasil

ekstraksi sebagai antioksidan.

3.3.1 Penelitian pendahuluan

Penelitian pendahuluan ini dilakukan proses demineralisasi menggunakan HCl

yang berfungsi untuk mengurangi jumlah mineral, seperti kalsium. Kepala udang

yang mentah dibersihkan dan dicuci menggunakan air sampai bersih dan dikukus

sampai berubah warna kemerahan selama 10 menit. Proses demineralisasi dilakukan

dengan cara merendam kepala udang dengan menggunakan HCl pada konsentrasi 0;

0,75; 1,00, dan 1,25 M selama 30 menit dengan perbandingan 1:4 (b/v) (limbah

kepala udang : larutan HCl). Kepala udang yang telah direndam dalam HCl

kemudian dicuci menggunakan air bersih sampai pH netral kemudian dianalisis kadar

air, abu, protein, dan lemak. Proses demineralisasi kepala udang dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6 Proses demineralisasi kepala udang (Turana 1997). Kepala udang

(Demineralisasi*)

Penambahan HCl (0; 0,75; 1,00 dan 1,25 M) (kulit udang : HCl (1:4), selama 30 menit

Pembersihan dan Pencucian

Pengukusan

(51)

23

3.3.2 Penelitian utama

Ekstraksi karotenoid dari kepala udang dilakukan menggunakan enzim papain

dan enzim pepsin yang merupakan modifikasi dari metode Babu et al. (2008). Diagram alir proses ekstraksi pigmen karotenoid dari kepala udang dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7 Proses ekstraksi karotenoid dari kepala udang (Babu et al. 2008) Keterangan: = proses yang dilakukan, = bahan.

Kepala Udang

Pemanasan suhu 100 °C (10 menit)

Karotenoid Pembekuan suhu -18 °C Ekstraksi menggunakan

enzim pepsin 2, 3 dan 4% (pH 4 dan suhu 45 °C selama 2 jam)

Agitasi

(2 jam dalam keadaan gelap)

Demineralisasi (HCl 1,25 M, selama 30 menit)

Ekstraksi menggunakan enzim papain 4, 6 dan 8% (pH 6,2 dan suhu 55 °C selama 2 jam)

Penyaringan

Filtrat

Residu

Inkubasi (24 jam, suhu 28 + 2 °C)

(52)

24

Kepala udang diagitasi dalam larutan enzim papain menggunakan pelarut buffer

fosfat-sitrat dengan konsentrasi 4, 6, dan 8% (b/b) selama 2 jam (pH 6.2 dan suhu 55

°C) atau pepsin (pH 4 dan suhu 45 °C) menggunakan pelarut bufer fosfat-sitrat

dengan konsentrasi 2, 3, dan 4% (b/b) selama 2 jam. Larutan disaring menggunakan

penyaring yang berukuran pori 5-10 µm dan filtratnya dipanaskan selama 10 menit

pada suhu 100 °C dan didiamkan selama 24 jam pada suhu 28 + 2 °C, kemudian

filtrat disaring menggunakan kertas whatman 41 dan dibekukan pada suhu -18 °C.

Filtrat yang sudah beku kemudian freeze drying kering.

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis kadar air (AOAC 2000)

Sampel yang sudah homogen ditimbang 2 g dan diletakkan di dalam cawan kosong

yang sudah ditimbang beratnya, cawan dan tutupnya sudah dikeringkan di dalam oven

serta didinginkan di dalam desikator. Cawan yang berisi sampel kemudian ditutup dan

dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 100 °C selama 5 jam atau sampai beratnya

konstan. Cawan lalu didinginkan di dalam desikator dan setelah dingin cawan

ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air (wet basis) (%) = 100%

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (g)

3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 2000)

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan yang telah ditimbang

dan dibakar di dalam tanur serta didinginkan dalam desikator. Cawan yang berisi sampel

dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dan dibakar sampai diperoleh abu berwarna

keabu-abuan. Suhu pemanasan dinaikkan secara bertahap sampai suhu mencapai 650 °C

dan dibiarkan selama 1 jam. Setelah suhu tungku pengabuan turun sekitar 200 °C, cawan

(53)

25

ditimbang beratnya. Perlakuan ini diulang sampai mencapai berat yang konstan. Kadar

abu dapat dihitung dengan rumus:

3.4.3 Analisis kadar lemak (AOAC 2000)

Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator kemudian

ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dibungkus kertas saring, kemudian dimasukkan ke

dalam alat ekstruksi soxhlet. Pelarut lemak dituangkan secukupnya ke dalam labu lemak.

Refluks dilakukan selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam

labu lemak berwarna jernih. Pelarut yang ada di labu lemak tersebut didestilasi, labu yang

berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 100 ºC selama 60 menit atau

sampai beratnya tetap. Labu lemak yang telah didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang

sampai memperoleh berat yang konstan. Berat lemak dapat dihitung dengan rumus:

%

3.4.4 Analisis kadar protein (AOAC 2000)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode mikrokjeldahl. Sampel

ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu destruksi,

ditambahkan kjeltab dan 10 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi sampai terbentuk

larutan hijau bening. Larutan dibiarkan sampai dingin lalu dipindahkan ke dalam alat

destilasi. Labu kjeldahl dicuci menggunakan akuades kemudian larutan tersebut

dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 20 mL NaOH pekat sampai

berwarna coklat kehitaman, kemudian didestilasi. Destilat ditampung ke dalam

erlenmeyer 125 mL yang berisi 10 mL H3BO3 4% dan 2 tetes indikator campuran

metilen merah dan metilen biru sampai berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan

dan destilat dititrasi dengan HCl 0,02 N sampai berwarna merah muda. Larutan

(54)

26

3.4.5 Uji aktivitas enzim (Bergmeyer 1983)

Aktivitas enzim papain dan pepsin diuji berdasarkan jumlah tirosin yang

dibebaskan oleh substrat. Substrat kasein dan standar yang digunakan adalah tirosin.

Perlakuan penentuan suhu optimum papain maka larutan diinkubasi pada suhu 45, 50,

55, 60, dan 65 oC dengan pH buffer 6, sedangkan perlakuan penentuan suhu optimum

pepsin larutan diinkubasi pada suhu 35, 40, 45, 50, dan 55 °C dengan pH buffer 4,5.

Perlakuan penentuan pH optimum papain maka larutan diinkubasi dilakukan dengan

menggunakan pH buffer 5,8; 6,0; 6,2; 6,4; dan 6,6 dengan suhu optimum yang telah

diketahui sedangkan perlakuan penentuan pH optimum pepsin larutan diinkubasi

dengan menggunakan pH buffer 4,1; 4,3; 4,5; 4,7; dan 4,9 dengan suhu optimum

yang telah diketahui. Untuk setiap sampel yang dianalisis, harus disertai dengan

blanko dan standar, dengan perincian seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Uji aktivitas enzim

Pereaksi Sampel (ml) Blanko (ml) Standar (ml)

Buffer fosfat citrate (0,01 M) 1.0 1.0 1.0

Didiamkan pada suhu sesuai perlakuan selama 10 menit lalu disaring dengan kertas saring

Filtrat 1.50 1.50 1.50

Na2CO3 (0,4 M) 5.00 5.00 5.00

Pereaksi Folin 1.00 1.00 1.00

Didiamkan selama 20 menit pada suhu sesuai perlakuan

Diukur dengan spektrofotometer pada = 578 nm(enzim pepsin) dan = 650 nm (enzim papain).

(55)

27

Aktivitas total enzim dihitung berdasarkan jumlah tirosin yang dihasilkan per

mL enzim per menit dengan rumus sebagai berikut :

UA = (Asp-Abl) X P X 1/T

(Ast-Abl)

Keterangan :

UA = jumlah tirosin yang dihasilkan per mL enzim per menit Asp = nilai absorbansi sampel

Abl = nilai absorbansi blanko Ast = nilai absorbansi standar P = faktor pengenceran

T = waktu inkubasi (10 menit)

3.4.6 Analisis kadar protein enzim (Lowry et al. 1951)

Pembuatan kurva standar dilakukan dengan memasukkan larutan BSA kedalam

tabung reaksi dengan volume masing-masing 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9

dan 1,0 mL. Blanko dipersiapkan dengan membuat larutan tanpa protein standar.

Pada setiap tabung reaksi ditambahkan air hingga volume total 4 mL dan

5,5 mL pereaksi C, dicampur secara merata dan dibiarkan selama 10-15 menit pada

suhu kamar. Pada masing-masing tabung reaksi ditambahkan 0,5 pereaksi folin

ciocalteu, larutan dikocok merata dengan cepat sesudah penambahan. Larutan

dibiarkan selama lebih kurang 30 menit sampai warna biru terbentuk dan diukur

absorbansinya pada 750 nm, kemudian dibuat kurva standar.

3.4.7 Analisis total fenol dengan metoda folin-ciocalteu (Orak 2006)

Sampel sebanyak 0,3 g dilarutkan sampai 10 mL dengan metanol:air (1:1)

Larutan sampel dipipet 0,2 mL, ditambahkan 15,8 mL akuabidest, dan 1 mL reagen

Folin–Ciocalteu kemudian dikocok. Larutan didiamkan selama 8 menit dan

ditambahkan 3 mL Na2CO3 20% kemudian didiamkan selama 2 jam pada suhu

kamar. Sampel dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang serapan maksimum 765 nm yang akan memberikan komplek biru.

Larutan induk asam galat dibuat dengan menimbang 0,25 g asam galat, ditambahkan

5 mL etanol 96 %, dan ditambahkan akuabidest sampai 50 mL, sehingga diperoleh

(56)

28

konsentrasi 50, 100, 150, 200, 250, dan 300 mg/L asam galat. Larutan asam galat

ditambahkan 1 mL reagen Folin Ciocalteu lalu dikocok. Larutan didiamkan selama 8

menit tambah 3 mL larutan Na2CO3 dikocok sampai homogen kemudian didiamkan

selama 2 jam pada suhu kamar. Larutan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang serapan maksimum 765 nm, lalu dibuat kurva kalibrasinya hubungan

antara konsentrasi asam galat (mg/L) dengan absorban.

3.4.8 Penentuan komposisi beta karoten (Zhao et al. 2004)

Kadar beta karoten ditentukan dengan metode HPLC. Sampel dielusi dengan

HPLC Shimadzu Liquid Chromatograph, kolom C18 15 cm x 4 mm, detector

UV-VIS Photodiode Array, dengan fasa gerak metanol : asetonitril : tetrahidrofuran (75:20:5) pada kecepatan alir 1,2 mL/menit. Eluen dimonitor menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm.

3.4.9 Penentuan komposisi astaxanthin (Lee et al. 1999)

Kadar astaxanthin ditentukan dengan menggunakan metode HPLC. Sampel

sebanyak 0,3 mL direaksikan dalam 5 mL aseton kemudian diinjeksikan dalam

HPLC melalui kolom ODS (25 cm X 4,6 mm dengan ukuran partikel 5µm).

Sampel dielusi menggunakan campuran metanol : diklorometan : asetonitril : air

(67,5:22,5:9,5:0,5) dengan daya alir 1 mL/mnt. Eluen dimonitor menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm.

3.4.10 Uji aktivitas antioksidan metode 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH) (Okawa 2001)

Ekstrak ditimbang sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan 10 mL

metanol dalam labu ukur 10 mL, maka didapatkan konsentrasi 1 mg/mL.

Pengenceran dilakukan dengan menambahkan metanol sehingga diperoleh sampel

dengan konsentrasi (10, 30, 50, 70, 90 g/mL). Penentuan aktivitas antioksidan

masing-masing konsentrasi dipipet sebanyak 0,2 mL larutan sampel dengan pipet

(57)

29

50 M. Campuran dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit ditempat gelap,

serapan diukur dengan spektrofotometer UV - Vis pada panjang gelombang 515 nm,

sebagai pembanding digunakan asam askorbat (konsentrasi 2,3,4,5,6 g/mL) dengan

perlakuan yang sama dengan sampel uji. Aktivitas antioksidan sampel ditentukan

oleh besarnya hambatan serapan radikal DPPH melalui perhitungan persentase

inhibisi serapan DPPH dengan menggunakan rumus :

Inhibisi (%) = 100%

A kontrol = Serapan radikal DPPH 50 M pada panjang gelombang 515 nm.

A Sampel = Serapan sampel radikal DPPH 50 M pada panjang gelombang 515 nm.

Aktivitas antioksidan juga dapat diekspresikan dalam ascorbic acid equivalent antioxidant capacity (AEAC) (Leong dan Shui 2002) menggunakan persamaan sebagai berikut :

Perhitungan IC50 atau inhibiton concentration berdasarkan pada persamaan berikut :

IC50 = IC50 askorbat / AEAC (mgAA /100 g)

100.000

3.5 Rancangan Percobaan dan Analisis Data

Pada penelitian ini variabel proses yang diduga berpengaruh terhadap kualitas

astaxanthin yang dihasilkan adalah konsentrasi HCl dan konsentrasi enzim. Pada

proses demineralisasi dicobakan HCl pada empat konsentrasi yaitu 0; 0,75; 1,00; dan

1,25 dengan tiga kali ulangan. Pada proses ekstraksi astaxanthin dicobakan dua jenis

enzim yaitu pepsin dengan tiga taraf konsentrasi yaitu 2, 3, dan 4% dan papain

dengan tiga taraf konsentrasi yaitu 4, 6, dan 8%. Ulangan dilakukan sebanyak tiga

(58)

30

pengaruh konsentrasi enzim adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan

model linier (Torrie & Steel 1995). Persamaan yang digunakan adalah:

Yij = µ + Ai + εij

Keterangan:

Yij = Respon percobaan karena pengaruh faktor A taraf ke-i, ulangan ke-j

= Nilai tengah umum atau rataan

Ai = Pengaruh taraf ke-i (i = 0; 0,75; 1,00; dan 1,25 M) atau (i = , 2, 3, dan 4%)

atau (i = 4, 6, dan 8%) dimana faktor A (A = Konsentrasi HCl atau enzim pepsin atau papain)

εij = Kesalahan percobaan karena pengaruh faktor ke-A taraf ke-i pada ulangan

ke-j (j= 1, 2, 3)

Jika hasil analisis berbeda nyata, dilanjutkan uji lanjut Tukey (w). Rumus yang

digunakan:

w = qα (p,fe)SY

Keterangan:

qα = (Ymaks– Ymin) / SY ;

fe = derajat bebas galat

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
Gambar 2 Anatomi udang (Pustekom 2005).
Tabel 1  Komposisi kimia udang vanname
Gambar 3 Jenis karotenoid (Ciapara et al.  2006).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

Hasil pengukuran kandungan protein dan penghitungan tingkat penurunannya pada proses deproteinasi kulit udang dalam berbagai kombinasi perlakuan kecepatan agitasi dan

Hasil analisis ragam terhadap aktivitas antioksidan ekstrak kasar lintah laut berdasarkan bagian lintah laut dan jenis pelarut (Lampiran 9) menunjukkan bahwa perbedaan jenis

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim kitinase dari limbah udang yang memiliki aktivitas enzim yang tinggi, genus bakteri, besar aktivitas enzim

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kilikily (2009) dengan sampel yang sama yaitu udang windu, bobot molekul untuk kitosan hasil isolasi selama 2 jam lama

ekstraksi bungkil inti sawit terhadap nilai berat jenis residu BIS hasil perlakuan.. (P˂0,05)

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kilikily 2009 dengan sampel yang sama yaitu udang windu, bobot molekul untuk kitosan hasil isolasi selama 2 jam lama

Ekstraksi dan Karakterisasi Enzim Urease dari Biji Semangka serta Uji Aktivitas terhadap Escherichia coli.. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal