• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Efektivitas Implementasi Program Demonstration Farm Tambak Udang Di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Efektivitas Implementasi Program Demonstration Farm Tambak Udang Di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM

DEMONSTRATION FARM

TAMBAK UDANG

DI KABUPATEN SUBANG

SOFYAN RAHMAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Efektivitas Implementasi Program Demontration Farm di Kabupaten Subang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Sofyan Rahman

(3)
(4)

RINGKASAN

SOFYAN RAHMAN, Kajian Efektivitas Implementasi Program Demonstration Farm Tambak Udang di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA HUBEIS dan WINI TRILAKSANI.

Usaha budi daya udang yang pada awal perkembangannya mengalami peningkatan sangat pesat, dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami berbagai permasalahan, baik yang bersifat teknis maupun yang bersifat non teknis sehingga menyebabkan beberapa tambak tidak berfungsi (idle). Permasalahan yang bersifat teknis mencakup aspek tata ruang, sarana dan prasarana, penyakit, lingkungan, penerapan teknologi, sedangkan permasalahan nonteknis mencakup sumber daya manusia, kelembagaan kelompok, permodalan, tuntutan pasar akan produk berkualitas yang aman untuk dikonsumsi dan keamanan berusaha.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) merumuskan program kegiatan revitalisasi yang difokuskan pada rehabilitasi saluran tambak, penyusunan detail

engeneering desain (DED) saluran tambak dan demonstration farm (Demfarm)

budi daya tambak udang dan Bandeng. Program yang digulirkan pertama kali oleh KKP pada Tahun 2012 menetapkan enam kabupaten sebagai percontohan dengan luas tambak mencapai 1000 Ha, meliputi: Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Kajian efektivitas implementasi program Demfarm difokuskan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang, sebagai salah satu Kecamatan implementasi Demfarm tambak udang. Data diambil pada bulan Oktober - Desember 2014 dengan responden 30 orang yang tergabung dalam 3 kelompok (Mina Mandiri, Mina Samudera dan Putra Mekar) sebagai sasaran Demfarm tambak udang, serta lima pakar yang berpengalaman pada budi daya tambak udang. Metode penelitian menggunakan analisis kualitatif, kuantitatif, analisis SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats), dan AHP (Analytical Hierarcy Process).

Hasil kajian implementasi Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang cukup efektif sebagai area tambak udang yang ideal. Penerapan teknologi dalam sistem Demfarm mampu meningkatkan produktivitas tambak 7-10 ton/ha sedangkan sebelum demfarm hanya 0,017 ton/ha dan sampai sekarang teknologi Demfarm tetap dilakukan para petambak di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Terbentuknya pola kemitraan antara Pokdakan dengan Koperasi Unit Desa Mina Karya Bukti Sejati selain sebagai sarana simpan pinjam juga berperan menjaga stabilitas harga pasar. Bentuk kemitraan Pokdakan dengan PT. Central Proteinaprima sebagai produsen pakan adalah memberikan pendampingan teknis kepada para petambak di Kecamatan Blanakan Subang dengan Feed Conversion

Ratio (FCR) yang sesuai.

(5)

kurangnya sarana dan prasarana 0,339; (5) penjualan dilakukan pada tengkulak 0,209; dan (6) sulit mendapatkan bibit bermutu 0,411. Nilai strategik eksternal EFE 0,459 dengan komponen peluang adalah: (1) kebijakan pemerintah 0,299; (2) potensi lahan tambak yang besar 0,343; (3) bantuan sarana tambak 0,328; (4) tenaga pendamping teknis dan kelembagaan 0,402; (5) penggunaan teknologi mulsa 0,315; dan (6) potensi pasar besar 0,402. Sedangkan komponen ancaman yaitu: (1) cuaca 0,311; (2) harga tidak stabil 0,270; (3) serangan virus 0,402; (4) tengkulak (0.198); 5) alih fungsi lahan tambak (0.248); dan 6) impor udang 0,198. Strategi untuk dikembangkan hasil IFE dan EFE yaitu: (1) optimasi produksi udang secara berkelanjutan; (2) peningkatan teknologi budidaya udang secara intensif; (3) pengaturan pola produksi; (4) pengendalian hama penyakit melalui budidaya intensif; (5) penyusunan kerjasama pemasaran; (6) penguatan kelambagaan petambak melalui pendampingan; (7) akses permodalan melalui lembaga perbankan; (8) memperkuat kelembagaan pasar melalui pemberdayaan kelompok; (9) fasilitasi permodalan, infrastruktur dan sarana prasarana budi daya; (10) penerapan Cara Berbudidaya Ikan yang Baik (CBIB) udang secara berkesinambungan; dan (11) penguatan pola kemitraan dengan lembaga lain.

Pengembangan produktivitas tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang dipengaruhi oleh faktor-faktor: (1) teknologi dengan nilai 0,341; (2) sumber daya manusia 0,258; (3) modal 0,181; (4) sumber daya alam 0,129; dan (5) infrastruktur 0,091.

Usaha tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang melalui program Demfarm menunjukan Break Event Point (BEP) produksi terendah 5.000 kg dan tertinggi 10.000 kg selanjutnya BEP harga terendah Rp.41.000 - dan tertinggi Rp.65.000. Pengembangan usaha tambak melalui Demfarm layak dikembangkan dengan nilai BenefitCostRatio (B/C ratio) > 1, Net Present Value

(NPV) yang dihasilkan > 0, dan IRR > 20%.

(6)

SUMMARY

SOFYAN RAHMAN, The Effectivity Assessment of Shrimp Farming Demonstration Program in District Blanakan, Subang Regency. Thesis supervised by AIDA VITAYALA HUBEIS and WINI TRILAKSANI.

Development of shrimp farming has increased very rapidly since its early stage, however in recent years it faced various problems, including both technical and non-technical issues causing fish ponds malfunction. The technical issues comprise spatial planning, infrastructures, disease, environment, technology application, while the non-technical issues include human resources, institutional framework, asset, market demands of good quality products which safe consumption, and business security.

The Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF) formulated revitalization program that focused on the rehabilitation of the fish pond channels, Detail Engineering Design (DED) for ponds channels, and Demonstration Farm Program (Demfarm) for shrimp and milkfish culture. The first initiated program was held in 2012, covered 6 (six) districts as pilot models with the ponds areas up to 1.000 Ha, including Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu, and Cirebon. The focus location of this study was in Blanakan District, Subang Regency considering Demfarm program of shrimp farming has been implemented in this region. Data was collected in October 2014 involving 30 respondents as members of three groups (Mina Mandiri, Mina Samudera, and Putera Mekar) who the target of Demfarm shrimp farming, as well as five experienced experts. Qualitative and quantitative analysis, SWOT analysis (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats), and AHP analysis (Analytical Hierarchy Process) have been applied to this research.

The assessment result of Demfarm in Blanakan District, Subang Regency is moderately effective. Blanakan District, Subang Regency is an ideal shrimp farm area, it has been identified that the technology application of Demfarm system was able to increase ponds productivity arround 7–10 ton/Ha, whereas before applying Demfarm system the ponds productivity was only 0.007 ton/Ha, and currently Demfarm technology remains be implemented by the farmers of Blanakan District, Subang Regency. The establishment of partnership scheme between Pokdakan and Koperasi Unit Desa Mina Karya Bakti has function as saving-loan facility and also serves in maintaining market price stability, while another partnership scheme, between Pokdakan and PT. Central Protein Prima as a feed producer, provides technical assistance to the farmers of Blanakan District, Subang Regency with proper Feed Conversion Ratio (FCR).

(7)

potential areas for ponds 0.343; (3) aid for ponds infrastructure 0.328; (4) institutional and technical assistance 0.402; (5) using mulch technology 0.315; and (6) the great potential market 0.402. While the threat components consist of (1) weather 0.311; (2) unstable price 0.270; (3) virus attack 0.402; (4) middlemen 0.198; (5) ponds conversion 0.248; and (6) shrimp import 0.198. Strategies for improving IFE and EFE results are (1) optimizing of sustainable shrimp production; (2) improving of shrimp culture technology intensely; (3) managing the pattern of production; (4) controlling diseases by intensive culture; (5) formulating joint market; (6) strengthening farmer institution through assistances; (7) capital access through banking institutions; (8) strengthening market institution by community empowerment; (9) assisting in capital, infrastructures and facilities of shrimp culture; (10) applying sustainable shrimp CBIB; and (11) strengthening partnership.

The shrimp farming development in Blanakan District, Subang Regency affected by the following factors: (1) technology with value 0.341; (2) human resources with value 0.258; (3) capital with value 0.181; (4) natural resources with value 0.129; and (5) infrastructure with value 0.091.

Shrimp farming in Blanakan District, Subang Regency, through Demfarm program showed Break Event Point (BEP) of the lowest production is 5.000 kg and 10.000 kg as the highest, furthermore, BEP of the lowest price is Rp.41.000,- and the highest price is Rp.65.000,-. Demfarm program deserves further development for shrimp farming considering the result of Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) > 1, and Net Present Value (NPV) > 0 and IRR >20%

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

KAJIAN EFEKTIVITAS IMPLEMENTASI PROGRAM

DEMONSTRATION FARM

TAMBAK UDANG

DI KABUPATEN SUBANG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Efektivitas Program Demonstration Farm Tambak Udang di Kabupaten Subang

Nama : Sofyan Rahman NIM : P054124275

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Aida Vitayala Hubeis Ketua

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Industri Kecil Menengah

Dr Ir Musa Hubeis, MS Dipl.Ing DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian “Efektivitas Implemtasi Program Demonstration Farm Tambak Udang

di Kabupaten Subang” dilaksanakan sejak bulan Mei sampai bulan Desember 2014 berlokasi di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala Hubeis dan Ibu Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. Penghargaan penulis sampaikan kepada Pokdakan Mina Mandiri, Mina Samudra dan Jaya Mukti tempat penulis melakukan penelitian, Direktorat Sarana Prasarana Ditjen Perikanan Budidaya KKP, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Subang, seluruh pengajar, mahasiswa Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah serta pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu (alm), serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pelaku perikanan.

Bogor, Desember 2015

(14)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Gambaran Umum Demonstration Farm (Demfarm) 6

Terminologi Program 13

Analisis Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) 15

Analytical Hierarchy Process (AHP) 16

3 METODE 17 Kerangka Pikir 17 Lokasi dan Waktu Penelitian 19 Metode Kerja 19 4 PROFIL TAMBAK UDANG KECAMATAN BLANAKAN 25 Krakteristik Petani Tambak Udang 25 Potensi Tambak Udang di Kecamatan Blanakan 29 5 ANALISIS SWOT IMPLEMENTASI TAMBAK UDANG 36 Faktor Kekuatan 36 Faktor Kelemahan 37 Faktor Peluang 38

Faktor Ancaman 40

IFE dan EFE 41

Analytical Hierarchy Process (AHP) 46

Analisa Data Kuantitatif 69

Implikasi Manajerial 74

6 SIMPULAN DAN SARAN 74 Simpulan 74

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kegiatan revitalisasi tambak Tahun 2012 6

2 Perkembangan produksi demfarm udang Tahun 2012 10

3 Penelitian terdahulu 11

4 Matriks SWOT 23

5 Usia responden Tambak Udang Demfarm Kecamatan Blanakan 27 6 Tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan

Subang 27

7 Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang 28

8 Luas Tambak Pembudidaya Udang di Kecamatan Blanakan Subang 28 9 Pengalaman usaha petambak di Kecamatan Blanakan Subang 28 10 IFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten

Subang 41

11 EFE Pengembangan usaha udang Kecamatan Blanakan Kabupaten

Subang 42

12 Produktivitas tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 69

13 Keuntungan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 70

14 Pendapatan tambak udang melalui program Demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 71

15 B/C Ratio tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 71

16 BEP Produksi tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 72

17 BEP Harga udang melalui program demfarm di Kecamatan Blanakan

Kabupaten Subang 72

18 NPV usaha tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 73

19 IRR usaha tambak udang melalui program demfarm di Kecamatan

Blanakan Kabupaten Subang 73

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir tahapan pelaksanaan Demfarm udang 7 2 Diagram alir penetapan lokasi Demfarm dan Pokdakan 8

3 Analisis SWOT 15

4 Kerangka kerja penelitian 18

5 Hirarki model strategi pengembangan budidaya tambak udang 24 6 Penerapan model pola kemitraan pada revitalisasi tambak 30 7 Posisi Strategi Internal dan Eksternal dalam Pengmbangan Usaha

Udang Di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang 43

8 Matriks Analisis SWOT 45

9 Kriteria terpenting dalam pengembangan produktivitas tambak di

(16)

10 Aktor terpentingan dalam pengembangan sumber daya alam di

Kecamatan Blanakan Subang 47

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabel responden 79

2 Tabel analisis finansial 80

3 Tabel kelayakan usaha 82

(17)

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan produksi udang di tanah air mengalami pasang surut, setelah budi daya udang sempat menjadi tren pada era 80-an dengan udang windu sebagai primadonanya. Usaha budi daya udang yang pada awal perkembangannya mengalami peningkatan sangat pesat, dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan produksi. Shang et al (1998) yang menyatakan bahwa industri tambak udang di seluruh dunia mengalami peningkatan pesat pada dekade 1980an karena adanya terobosan teknologi

(hatchery dan pakan), dan tingginya permintaan udang yang memicu

tingginya harga dan keuntungan tambak udang. Namun pertumbuhan tambak udang tersebut mulai mengalami penurunan sejak tahun 1991 karena adanya serangan virus di hampir seluruh negara penghasil udang. Penurunan tersebut juga disebabkan oleh menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal lainnya yang bersifat teknis antaralain: tata ruang, sarana dan prasarana, penyakit, lingkungan, penerapan teknologi, dan yang non teknis diantaranya: sumber daya manusia, kelembagaan kelompok, permodalan, tuntutan pasar akan produk berkualitas yang aman untuk dikonsumsi dan keamanan berusaha.

Minimnya dukungan penelitian dan pengembangan stakeholder serta keterbatasan pengetahuan dan teknologi budi daya udang yang dimiliki petambak berdampak pada sulitnya meningkatkan hasil produksi. Disatu sisi berdasarkan pada pengalaman empirik posisi tawar petambak sangat rendah, karena para petambak tidak memiliki kemampuan meningkatkan nilai jual hasil panen, sehingga harga rata-an panen udang sangat tergantung oleh tengkulak. Hal ini tentu akan berbeda jika para petambak mau berkelompok membentuk suatu kelembagaan yang tujuannya adalah agar mereka memiliki daya saing dan nilai tawar yang tinggi dan dapat menentukan harga panennya sendiri tanpa ketergantungan pada tengkulak. Chusnul (2010), menyatakan bahwa campur tangan pemerintah mutlak diperlukan utamanya untuk memberikan kepastian harga udang kepada petambak dan pembinaan usaha budi daya secara intensif dengan cara demoplot.

Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas tambak saat ini tidaklah mudah. Secara umum terdapat keengganan petambak menerima teknologi baru yang belum dipraktekkan dan dilihat secara langsung ketepatannya dalam meningkatkan produktivitas, serta trauma yang dialami karena kegagalan dan kerugian materil yang tidak sedikit yang diinvestasikan di tambak dan hilang dengan serangan penyakit dalam waktu singkat, menyebabkan kondisi tambak saat ini banyak dibiarkan oleh pemilik dan menjadi rusak serta tidak berfungsi (idle), bahkan sebagian beralih fungsi menjadi lahan pertanian.

(18)

2

lampau dan perencanaan kebijakan yang lebih sistemik. Oleh karenanya pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencanangkan program revitalisasi tambak dengan pendekatan yang berbeda dari sebelumnya.

Potensi pengembangan budi daya udang di Indonesia sangat terbuka karena kondisi biofisik perairan yang sangat mendukung budi daya tambak dan pasar yang masih sangat terbuka, baik di mancanegara maupun nasional. Program revitalisasi tambak difokuskan pada rehabilitasi saluran tambak, penyusunan Detail Engeneering Desain (DED) saluran tambak dan

Demonstration Farm (Demfarm) budi daya tambak udang dan Bandeng.

Program Demfarm dirancang untuk mengoptimalkan lahan ideal yang ramah lingkungan, meminimalisir kegagalan, meningkatkan produktivitas dan menjaga keberlangsungan usaha, dengan harapan dapat dibandingkan pengembangannya ke daerah lain, mulai dari skala kecil sampai skala besar. Pendekatan dan pemanfaatan teknologi diyakini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dalam jangka panjang karena kedua unsur tersebut saling memiliki keterkaitan (Aminullah 2004).

Kegiatan percontohan Demfarm bersifat stimulan dengan harapan dapat dijadikan sebagai peluang usaha yang menguntungkan dan memberikan lapangan usaha serta menyerap banyak tenaga kerja dalam rangka mewujudkan empat pilar pembangunan nasional, yaitu keberpihakan pada masyarakat miskin (pro-poor) peningkatan lapangan pekerjaan (pro-job), meningkatkan pertumbuhan ekonomi (pro-growth), kepedulian terhadap kelestarian dan keberlanjutan pada lingkungan ( pro-environment).

Program yang digulirkan pertama kali oleh KKP pada Tahun 2012 menetapkan enam kabupaten sebagai percontohan dengan luas tambak mencapai 1000 hektar meliputi: Kabupaten Serang, Tangerang, Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon. Berdasarkan data KKP, perkembangan kegiatan demfarm udang pada enam lokasi percontohan tersebut sangat prospektif. Hasil produksi Demfarm udang pada Tahun 2012 sebesar 1.404.236 ton berkontribusi 15 persen dari target produksi sektor perikanan budidaya 9,42 juta ton, selain hasil panen yang bagus, efek stimulan dari kegiatan tersebut merangsang minat petambak udang untuk membuka kembali lahan-lahan tambak yang selama ini dianggap sudah tidak berfungsi (idle) KKP (2012).

(19)

bioflok dikembangkan untuk meningkatkan pengendalian lingkungan dalam produksi pada wilayah yang memiliki keterbatasan air dan lahan. Insentif ekonomi yang kuat untuk bisnis perikanan budidaya menjadi lebih efisien dengan input produksi, khususnya yang berbiaya tinggi (pakan) dan kondisi yang paling terbatas (air atau lahan). Hal senada dikemukakan oleh Yuniartik et al (2013), bahwa selain sebagai substitusi pakan, bioflok dapat berfungsi meningkatkan kualitas air dan pertumbuhan udang. Hasil penelitiannya telah membuktikan keuntungan sistem bioflok dalam tambak udang berfungsi untuk meningkatkan kualitas air (penurunan nitrit), meningkatkan pertumbuhan udang, dan lebih efektifnya penggunaan pakan. Mengingat pakan merupakan biaya tertinggi dalam budidaya udang maka teknologi biofloc akan menjadi lebih menarik untuk budidaya udang di Indonesia. Biaya tambahan yang diperlukan untuk menyediakan ekstra oksigen akan terbayarkan. Untuk itu, pemulihan intensif tambak udang di Indonesia nampaknya akan tergantung pada kemampuan tambak individu dalam memelihara sistem biofloc selama periode pertumbuhan. dan teknologi plastik mulsa menjadi pilihan yang tepat saat ini sebagai bagian dari teknologi adaptif program Demfarm tambak udang dengan konsep klaster (kelompok).

Kelebihan budi daya udang dengan sistem kelompok atau klaster dalam satu kawasan memiliki banyak manfaat diantaranya: pengelolaan tambak secara bersama akan lebih mudah, transfer teknologi dapat dilaksanakan secara cepat, dapat mencegah timbulnya penyakit dan permasalahan dalam berbudidaya, mempermudah pemerintah pusat dan daerah melakukan pembinaan, serta memudahkan perbankan dalam memberikan penguatan modal dan meningkatkan posisi tawar dan daya saing.

Saat ini telah tumbuh dan berkembang di masyarakat kelompok-kelompok pelaku utama perikanan yang dikelola secara tradisonal dan tersebar. Oleh karenanya pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu dalam bentuk fasilitasi dan pemberdayaan kelembagaan pelaku utama perikanan yang dikenal dengan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan). Asosiasi ataupun bentuk kelembagaan lain yang berkaitan dengan petambak memiliki peran penting untuk memberikan informasi teknologi. Hal senada dinyatakan Florina (2012), dengan mempertimbangkan rumitnya aktivitas tambak udang, maka direkomendasikan untuk lebih fokus pada sharing informasi dan diseminasi teknologi. Hal ini juga disarankan dibentuknya usaha bersama antar institusi. Asosiasi yang ada pada saat ini dapat berfungsi sebagai titik hubung terdekat dengan petambak. Institusi formal dapat memberikan kontribusi dengan mengaktualisasi informasi terkini secara teratur”.

(20)

4

menetapkan, mengelola dan mengendalikan berbagai keputusan-keputusan untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Sholahuddin 2001).

Urgensi penelitian dilatarbelakangi oleh rekomendasi beberapa hasil penelitian sejalan dengan program Demfarm tambak udang, efektivitas program berbasis pemberdayaan masyarakat serta memberikan motivasi kepada petambak untuk memulai usaha dan mengaktifkan kembali tambak dengan pengelolaan secara klaster (kelompok), penggunaan teknologi adaptif dan melibatkan stakeholders. Hal inilah yang mendasari sehingga menjadi penting untuk dikaji sejauh mana keberhasilan dan efektivitas program tersebut.

Perumusan Masalah

Sebagai salah satu daerah potensial tambak udang, lahan tambak di Pantura Jawa sudah lama kurang produktif, kondisi tambak rusak serta belum terjalin bentuk kerjasama ataupun kemitraan sehingga menyulitkan petambak untuk memulai usaha dan membuka tambak kembali. Upaya optimalisasi produksi dan produktivitas memerlukan teknologi adaptif yang efektif dan efisien melalui percontohan usaha budidaya (Demfarm) udang yang dapat direplikasi oleh masyarakat dalam rangka industrialisasi perikanan budi daya.

Belajar dari kegagalan budi daya tambak udang pada era sebelumnya, dengan kondisi pengelolaan tambak udang yang dilakukan oleh perseorangan selalu mengalami kesulitan untuk mengembangkan usahanya dan diperparah bila terjadi serangan hama yang menyebabkan gagal panen sehingga kerugian yang ditanggung amat besar dan kesulitan modal untuk memulai kembali usahanya, maka pengembangan budi daya tambak udang di Blanakan penting untuk dikaji faktor internal dan eksternal yang memengaruhi dan alternative solusi pakar dalam pengembangan tambak udang kedepan. Dari uraian yang telah dikemukakan maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut.

1. bagaimanakah efektivitas implementasi program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang?

2. faktor-faktor internal dan eksternal apakah yang memengaruhi keberhasilan usaha budi daya tambak udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.

3. bagaimanakah kelayakan usaha budi daya tambak udang anggota kelompok peserta program Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.

Tujuan

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

(21)

2. menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang memengaruhi budi daya tambak udang serta strategi pengembangannya di Kecamatan Blanakan Kabuaten Subang.

3. menilai kelayakan usaha budi daya tambak udang anggota kelompok Demfarm di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran untuk pengembangan usaha budi daya udang di tambak dan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis hasil dari penelitian ini diharapkan sebagai indikator efektivitas program Demfarm dan referensi budi daya tambak udang terhadap berbagai pihak seperti:

a. Masyarakat (Pembudidaya), memberikan pengetahuan umum dan masukan bagi masyarakat tentang usaha budi daya udang serta membantu pihak lain dalam penyajian informasi untuk penelitian selanjutnya.

b. Pemerintah (KKP), sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program sejenis.

(22)

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

Gambaran Umum Demonstration Farm (Demfarm)

Rencana Program Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010, yang menempatkan sektor perikanan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan produksi perikanan dengan penyediaan benih/bibit unggul dan dukungan terhadap pengembangan industri hilirnya. Tekad pemerintah untuk menjadikan udang sebagai primadona produk perikanan seperti yang pernah terjadi beberapa tahun silam ditunjukkan dengan komitmen kementerian kelautan dan perikanan untuk mengembalikan kejayaan udang nasional dengan program revitalisasi tambak.

Upaya untuk tercapainya program tersebut memerlukan sinergitas kegiatan, baik yang bersifat sektoral maupun lintas sektor dengan melibatkan berbagai stakeholders (pemerintah, swasta, kelompok pembudidaya dan non government organization/NGO). Tujuan dan sasaran dari kegiatan revitalisasi tambak adalah; (1) mengoptimalkan fungsi tambak yang kurang produktif atau idle, (2) meningkatkan produktivitas dan produksi tambak, (3) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petambak, (4) menyediakan lapangan pekerjaan, (5) memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan dalam negeri, dan (6) meningkatkan nilai volume ekspor udang nasional. Kegiatan revitalisasi tambak pada tahap awal tersebar di Pulau Jawa, Sulawesi, Lampung dan Banten, sebagaimana dimuat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kegiatan revitalisasi tambak Tahun 2012

No Kegiatan Provinsi Kabupaten

1 Rehabilitasi

(23)

a. Pengembangan kawasan tambak secara bertahap dan berkesinambungan guna mewujudkan usaha budidaya udang berdaya saing, bertanggung jawab dan berkelanjutan.

b. Pengembangan kawasan percontohan tambak (Demfarm) dalam kesatuan (klaster), guna mewujudkan pengelolaan tambak yang efisien dan optimal.

c. Penyediaan sarana dan prasarana tambak secara komprehensif, meliputi rehabilitasi lahan sesuai persyaratan teknis dan penyediaan sarana produksi.

d. Pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan.

e. Penerapan teknologi melalui Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) sesuai kondisi daya dukung lingkungan dan kemampuan pembudidaya. f. Fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, supplier sarana produksi dan

lembaga lain

g. Fasilitasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan pokdakan untuk mengakses lembaga keuangan perbankan.

Tahapan pelaksanaan Demfarm meliputi: (a) pemilihan lokasi bagi pelaksanaan Demfarm yang harus memenuhi kelayakan teknis untuk kegiatan usaha budidaya udang vanamme, status kepemilikan lahan yang tidak dalam sengketa, telah tersedia infrastruktur pendukung seperti akses jalan, dan sudah diusulkan dan diverifikasi oleh pihak dinas yang membidangi perikanan, (b) pemilihan kelompok pembudidaya ikan sebagai penerima manfaat kegiatan percontohan usaha budidaya Demfarm udang, (c) mitra pelaku usaha atau investor yang menjalin kerjasama dengan pembudidaya udang dalam pengelolaan Demfarm dengan prinsip saling menguntungkan. Diagram alir tahapan pelaksanaan demfarm dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir tahapan pelaksanaan Demfarm udang (KKP,2012) Sholahuddin (2001) berpendapat bahwa kelembagaan memiliki peran kunci dan sangat membantu kelancaran dan efektivitas program kerja dari organisasi tersebut melalui penempatan personel yang sesuai dengan

Pemilihan dan Penetapan Lokasi Budidaya

 Penetapan Layout

 Konstruksi Tambak

 Penetapan Kelompok dan Mitra

Perikanan Budidaya Udang (Operasional Demfarm)

Mekanisme Serah Terima Barang

(24)

8

keahlian dan memberikan dampak positif dalam menjalankan fungsi mencapai tujuan yang ditetapkan.

Struktur hirarki pelaksanaan Demfarm adalah: Pemerintah pusat (KKP) bertindak sebagai penanggung jawab dan pembina program di tingkat nasional berperan sebagai koordinator pelaksanaan kegiatan Demfarm, menetapkan kelompok pembudidaya ikan, mengawal pelaksanaan kegiatan. Peran campur tangan (intervensi) pemerintah pusat mutlak dilakukan karena semakin kompleksnya interaksi diantara dan antar instansi-instansi pemerintah yang terlibat didalamnya. Pemerintah daerah (Pemda) memiliki tugas untuk mengkoordinir kegiatan Demfarm di tingkat provinsi dan kabupaten, melakukan verifikasi Pokdakan calon penerima manfaat, mengusulkan calon mitra yang akan bekerjasama dengan pembudidaya ikan, mengawal pelaksanaan Demfarm dan melaporkan perkembangan pelaksanaan. Pemda sebagai kepanjangan pemerintah pusat di daerah, mewujudkan kebijakan dengan program dan rencana aksi yang meliputi serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengesahan atau legislasi, pengorganisasian dan pengerahan maupun penyediaan sumber-sumber daya yang diperlukan. Pemda juga berperan untuk meminimalisir orientasi subordinasi, memberikan inisiatif dan prakarsa terhadap pemerintah pusat, fungsi koordinasi sangat berperan dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan kerja dalam menentukan keberhasilan tujuan suatu organisasi (Puspitasari 2013).

Gambar 2 Diagram alir penetapan lokasi Demfarm dan Pokdakan

Pokdakan merupakan gabungan pembudidaya ikan yang terorganisir dan tercatat pada Dinas KP, yang memiliki fungsi berikut: (a) menyiapkan lahan/wadah/tambak, (b) memanfaatkan kegiatan Demfarm dengan baik benar dan bertanggung jawab sesuai aturan yang disepakati, (c) menandatangani surat pernyataan kesediaan dan bertanggung jawab dalam kegiatan demfarm, (d) menandatangani surat perjanjian kerjasama dengan mitra, (e) menerapkan prinsip cara budidaya ikan yang baik melalui teknologi anjuran (f) melaporkan hasil pemanfaatan bantuan kepada dinas kabupaten, (g) menjalin kerjasama dengan Pokdakan lainnya dan anggota

Verifikasi calon lokasi dan calon Pokdakan oleh Dinas

Pengusulan calon lokasi dan calon Pokdakan oleh Dinas ke DJPB

Penetapan lokasi dan Pokdakan oleh Direktur Jenderal Perikanan Budidaya

(25)

UPP dalam pengembangan usaha dan (h) memanfaatkan dan memelihara sarana budidaya yang diberikan untuk kegiatan Demfarm yaitu kincir, pompa, genset, plastik untuk pelaksanaan kegiatan tambak udang minimal dua kali musim tebar setelah kegiatan Demfarm.

Mitra adalah pelaku usaha atau investor yang menjalin kerjasama dengan pembudidaya udang dalam pengelolaan Demfarm dengan prinsip saling menguntungkan. Mitra berkewajiban melakukan perbaikan tambak, menambah pendanaan untuk kegiatan seperti penambahan kepadatan benih dan pakan selama masa budi daya, menjamin hasil produksi udang untuk dapat dipasarkan dan menyusun Standar Operation Procedure (SOP) teknologi tambak udang yang diterapkan dalam budi daya udang. Bentuk pola kemitraan program Demfarm senada dengan apa yang diungkapkan oleh Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa melalui pendekatan kelembagaan (institutional approach) dengan cara melakukan penataan wewenang dan kelembagaan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Pola kemitraan bertujuan untuk melindungi kalangan usaha kecil dari kompetitor (perusahaan besar) yang secara teori sulit untuk disaingi dari segi finansial, kemampuan pekerja, segi mutu, harga maupun sistem promosi dan distribusinya (Nurmianto 2004).

Program revitalisasi tambak udang melalui tambak Demfarm yang digulirkan oleh KKP sejak Tahun 2012 telah mengubah cara bertambak para pembudidaya udang di wilayah Pantura, khususnya di wilayah Banten dan Jawa Barat. Tujuan awal dari program ini adalah untuk mengubah

mindset petambak dari semula bertambak secara individual menjadi

komunal (sistim klaster/kelompok) serta memperkuat jiwa kewirausahaan di

kalangan petambak tradisional. Sistim klaster diperlukan sekali agar petambak bisa mengendalikan musim tanam, asal usul benih yang berkualitas dan prosedur pemeliharaannya yang sangat bermanfaat bagi pengendalian serta isolasi penyakit. Senada yang dinyatakan oleh Lelono (2010) berpendapat bahwa budi daya tambak memerlukan strategi musim tanam yang tepat sebagai salah satu keberhasilan dalam produksi.

(26)

10

Tabel 2 Perkembangan produksi Demfarm udang Tahun 2012

No Kabupaten

Cara tradisional yang dilakukan pembudidaya udang terutama kawasan pantai utara Jawa (Pantura) pada masa lalu, kini mulai beralih pada penggunaan teknologi plastik mulsa yang memiliki beberapa keunggulan. Hal ini mereka lakukan atas dasar teknologi anjuran yang diterapkan pada Demfarm. Peningkatan teknologi budi daya tidak terlepas dari pembinaan kelembagaan kelompok pembudidaya untuk dapat berusaha secara ekonomis dan menguntungkan (Sukadi 2002). Hal lainnya bahwa dengan meningkatkan produktivitas lahan tambak lebih memberikan dampak positif dibandingkan dengan memperperlua lahan budi daya

(Mu’tamar et al 2013). Kelebihan dari program ini lainnya adalah terbangunnya kerjasama dan sinergi yang baik antara pembudidaya dan pemerintah, mitra dan stakeholder guna memajukan dan mengembangkan industri udang nasional sebagaimana yang pernah diraih pada dasawarsa sebelumnya.

Peningkatan produksi udang setelah digulirkannya program Demfarm menambah motivasi pemerintah untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat pembudidaya pada khususnya dan masyarakat pesisir pada umumnya serta menggerakkan seluruh potensi perikanan yang dikemas dengan kebijakan industrialisasi perikanan. Dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan untuk masa depan diperlukan adanya suatu pergeseran paradigma dari strategi import substitution industry menjadi

resource based industry (Mudiastuti, et al 2014).

Pengembangan tambak di Kabupaten Tegal pada Tahun 2002 menunjukkan bahwa hasil produksi maupun luasan lahan tambak kecenderungannnya menurun pada kisaran 30,78 persen per tahun, oleh karenanya disarankan partisipasi masyarakat dan Pemda dalam

pengembangan usaha budi daya tambak udang. Hasil penelitian Ma’in

(27)

tebar benih yang tinggi, penggunaan energi listrik dan pakan berkontribusi besar pada biaya operasional, hal tersebut dapat diminimalisir dan dapat disubstitusi dengan bioflok.

Hasil penelitian Adriyanto (2013) menunjukkan bahwa beberapa kasus jenis penyakit yang sering ditemukan menyerang udang vanname di tambak adalah Bacterial White Spot Syndrome (BWSS), Taura Syndrome

Virus (TSV), Fouling Disease (FD) dan Infectious Hypodermal

Hematopoetitic Necrosis Virus (INHHNV) belum dapat ditanggulangi

secara efektif, sehingga dibutuhkan tindakan yang tepat dilakukan salah satunya dengan cara manajemen kualitas air secara teratur dan kontinyu dan membatasi kepadatan benur berdasarkan spesifikasi teknologi yang diterapkan. Hasil penelitian diperkuat oleh Kharisna (2012), yang mempublikasikan bahwa parameter fisika dan kimia mutu air yang tidak baik serta kepadatan populasi udang sebagai penyebab melimpahnya bakteri.

Suatu kebijakan belum dapat dikatakan efektif sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan dan menimbulkan akibat tertentu dalam masyarakat. Tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Van Meter dalam Wahab 2004). Pendapat tersebut memiliki makna bahwa setiap kebijakan akan efektif bila didukung oleh pihak-pihak terkait dan dapat diimplementasikan oleh masyarakat. Artinya adalah bahwa pada tahap implementasi pelaksanaan demfarm akan berdampak positif jika dilakukan pengawalan sejak awal dengan tahapan pembinaan, monitoring dan pelaporan hasil kegiatan tersebut.

Pemberdayaan masyarakat menjadi isu utama dalam program dan orientasi pembangunan nasional dewasa ini seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan sejenisnya. Mencuatnya model pembangunan yang berbasis komunitas ini tidak hanya didasarkan pada pengalaman kegagalan strategi dan kebijakan pembangunan nasional pada masa lalu, tetapi juga pengalaman negara-negara maju yang kemudian mendorong terjadinya reorientasi dan perubahan paradigma pembangunan dari ekonomi sebagai sentral kepada manusia sebagai pusat utama pembangunan (Munandar 2008). Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan topik bahasan sebagaimana dimuat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penelitian terdahulu

(28)
(29)

Lanjutan

Sistem production by

84%, while the

Syafiie (2006) menyatakan bahwa kebijakan (policy) kerapkali diartikan dengan berbagai istilah seperti tujuan, program, keputusan, perundang-undangan dan sebagainya. Bagi kalangan pembuat kebijakan istilah tersebut tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda karena memiliki kesamaan referensi akan tetapi bagi mereka yang berada diluar sistem istilah tersebut akan membingungkan. Kebijakan (policy) semestinya dibedakan dengan kebijaksanaan

(wisdom), karena kebijaksanaan merupakan penjabaran aturan yang sudah

(30)

14

sebagai jawaban dan upaya untuk memecahkan, mengurangi dan mencegah suatu keburukan untuk sebaliknya menjadi penganjur, inovasi, dan pemuka terjadinya kebaikan dengan cara terbaik dan tindakan terarah (Tahir 2011).

Menurut Wahab (2008), banyak ragam terminologi kebijakan dan salah satu diantaranya diartikan sebagai suatu program yaitu suatu lingkup kegiatan pemerintah yang relatif khusus dan cukup jelas batas-batasnya. Biasanya akan mencakup serangkaian kegiatan yang menyangkut pengesahan/legislasi, pengorganisasian dan pengerahan atau penyediaan sumber-sumber daya yang diperlukan. Argumentasi Wahab diperkuat oleh Tahir (2011) yang berpendapat bahwa setiap produk kebijakan haruslah memperhatikan substansi dari keadaan sasaran, melahirkan sebuah rekomendasi yang memperlihatkan berbagai program yang dapat dijabarkan dan diimplementasikan sebagaimana tujuan dari kebijakan tersebut.

Dunn (1998) berpendapat bahwa proses pembuatan kebijakan dihasilkan dari aktivitas intelektual yang dilakukan melalui proses kegiatan yang bersifat politis dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung berdasar urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Pendapat tersebut

diperkuat oleh Tahir (2011) menyatakan bahwa “rumusan kebijakan yang telah

dibuat tidak akan mempunyai arti apa-apa kalau tidak diimplementasikan”. Dari dua pendapat tersebut terdapat kesamaan pandangan bahwa tolak ukur keberhasilan suatu kebijakan terletak pada implementasi kebijakan itu sendiri.

Suatu kebijakan baik berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Instruksi Presiden maupun Instruksi Menteri, belum akan menimbulkan akibat tertentu dalam masyarakat sebelum keputusan itu dilaksanakan. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar menyangkut mekanisme penjabaran keputusan politik kedalam prosedur - prosedur rutin melalui saluran birokrasi, tetapi implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh manfaat dari kebijaksanaan itu sehingga implementasi itu penting (Widiarto 2011).

Analisis kebijakan adalah salah satu diantara banyak aktor lainnya di dalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola institusional termasuk di dalamnya kebijakan yang dibuat, mencakup hubungan timbal balik diantara tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan (Dunn 1998). Lebih lanjut Dunn berpendapat kebijakan publik (public policies) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah. Oleh karenanya analisis kebijakan dilakukan untuk menciptakan, secara kritis menilai, dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan dalam satu atau lebih tahap proses pembuatan kebijakan.

(31)

program disusun untuk mengefektifkan kebijakan berdasar tujuan dan capaian yang ditentukan dan disertai dengan dukungan anggaran.

Efektivitas implementasi program dapat dilihat dari berbagai perspektif. Menurut Syukur (1988), implementasi program akan berjalan efektif apabila didalam proses implementasi program tersebut terdapat tiga unsur pendukung yang penting dan mutlak. Ketiga unsur itu adalah :

1. Adanya program (kebijaksanaan) yang akan dilaksanakan.

2. Target Group, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran yang

diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan.

3. Unsur Pelaksana (Implementator) baik organisasi, atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan proses implementasi tersebut.

Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa kebijakan akan efektif bila didukung dengan kemauan pemerintah pusat dan daerah, diwujudkan dengan kebijakan melalui anggaran yang memadai dan diperkuat dengan sumber daya manusia. Namun demikian pada program pemberdayaan seperti halnya Demfarm maka faktor sarana dan prasarana menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari efektivitas program. Senada apa yang dikemukakan oleh Walangitan (2014), sedikitnya terdapat empat dalam faktor kunci keberhasilan pencapaian efektivitas kebijakan, yaitu: Sarana dan prasarana, pengelolaan potensi yang optimal, dukungan anggaran, dan SDM.

Analisis Strengths, Weakness Opportunities Threats (SWOT)

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats) (Rangkuti, 1997). Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi strategik usaha budi daya tambak udang di Subang .

Kelemahan Internal

Berbagai Ancaman Berbagai Peluang

Kekuatan Internal Kuadran I

(mendukung strategi agresif) Kuadran III

(mendukung strategi turn-around)

Kuadran II

(mendukung strategi diversifikasi) Kuadran IV

(mendukung strategi difensif)

(32)

16

Tahapan Analisis SWOT

Proses penyusunan perencanaan strategi pada analisis SWOT melalui tiga tahap analisis:

1. Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis, data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan internal. Data dieroleh dari hasil wawancara, kuesioner maupun data perusahaan. 2. Tahap analisis dilakukan setelah menghimpun semua informasi yang

berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan, tahapan berikutnya adalah memanfaatkan data dan informasi tersebut dalam model kuantitatif perumusan strategi, model yang digunakan adalah Matrik TOWS atau Matrik SWOT.

3. Tahap pengambilan keputusan merujuk pada matrik internal dan eksternal dan melihat posisi perusahaan dalam kuadran untuk menghasilkan kombinasi strategi yang tepat.

Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP atau Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Saaty (1991). Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi sebuah bagian dan tertata dalam suatu hierarki (Marimin 2010). Konsep yang dikembangkan oleh Saaty (1991) memiliki tiga prinsip dasar proses hirarki analitik.

1. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis, yaitu memecah-mecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.

2. Pembedaan prioritas dan sintesis yang disebut dengan penetapan prioritas yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut kepentingan relatif.

3. Konsistensi logis yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten, sesuai dengan kriteria yang logis.

(33)

3. METODE KAJIAN

Kerangka Pikir

Kegiatan percontohan usaha budi daya dengan pengembangan Demfarm untuk komoditas udang vanamae (Litopenaeus Vannamei) di tambak adalah salah satu upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas sektor perikanan budidaya. Indikator keberhasilan implementasi program Demfarm ditinjau dari tiga aspek yaitu: (1) Program (kebijakan), (2) Target Kelompok, yaitu pembudidaya udang yang menerima manfaat dari program ini dengan harapan dapat terjadi perubahan atau peningkatan dan (3) unsur pelaksana Demfarm, pemerintah pusat (KKP) yang mengordinir, mengawal dan mengawasi proses implementasinya. Indikator efektivitas implementasi program Demfarm dilihat pada dua faktor: (1) program, membandingkan output dengan sasaran program Demfarm, dan (2) target kelompok, dengan melihat dampak implementasi Demfarm terhadap peningkatan kesejahteraan pembudidaya tambak udang.

Keterpaduan dalam pembangunan perikanan memerlukan koordinasi mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengendaliannya. Untuk itu dibutuhkan visi, misi, strategi, kebijakan dan perencanaan program yang dinamis (Umar 2011). Pendapat Umar tersebut diperkuat oleh Wibowo (2009) yang menyatakan bahwa kewenangan pembangunan perikanan dapat dilakukan oleh institusi negara yang memiliki kewenangan terbatas seperti KKP oleh karenanya diperlukan suatu kebijakan pembangunan yang bersifat terintegrasi antar institusi pemerintah dan sektor pembangunan. Sektor perikanan kedepan diharapkan mampu menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi mengingat prospek pasar yang potensial, baik di dalam maupun luar negeri seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan gizi. Harapan yang diemban pada perikanan budi daya adalah mampu bersaing pada tataran perdagangan global, utamanya melalui peningkatan produksi yang diiringi dengan peningkatan jaminan mutu dan keamanan pangan. Dengan demikian, sinergi dan kerjasama seluruh pemangku kepentingan udang nasional sangat mutlak diperlukan dalam mendorong program industrialisasi udang nasional.

(34)

18

Gambar 4 Kerangka kerja penelitian

Percontohan Usaha Budi Daya Tambak Udang

Demonstration Farm (Demfarm)

Analisis Kualitatif (SWOT dan

AHP)

Analisis Kuantitatif: Produktivitas, kelayakan usaha (BEP, B/C Ratio,

NPV, IRR)

Simpulan Output

Strategi Pengembangan Tambak udang

Demonstration Farm

Tambak Udang

Output

Peningkatan Produktivitas & Pendapatan

Latar Belakang

- Produktifitas tambak rendah. - Kondisi tambak menganggur,

Petambak sulit modal dan trauma

(35)

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi kajian dilaksanakan di kecamatan Blanakan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, yaitu didasarkan pada pertimbangan : lokasi tersebut merupakan daerah pesisir dan merupakan salah satu lokasi penerima program Demfarm. Waktu yang diperlukan untuk penyelesaian kajian kurang lebih dua belas bulan mulai Maret 2014 – Februari 2015.

Metode Kerja

1. Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pengumpulan data primer dan sekunder (Widiarto 2012). Data primer merupakan data pokok yang diperoleh langsung dari responden yang berkaitan dengan obyek penelitian seperti data usaha pembudidaya udang pada keadaan sebelum dan sesudah implementasi program Demfarm. Pengumpulan data primer dilakukan dengan mengajukan kuesioner, wawancara dan observasi langsung. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi literatur (desk study), laporan kegiatan Demfarm, Dinas dan instansi pemerintah meliputi KKP, Dinas KP, BPS dan laporan penelitian terdahulu tentang budi daya tambak udang.

Target populasi dari penelitian seluruh anggota kelompok Demfarm udang di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang yang berjumlah 30 (tiga puluh) orang yang terbagi dalam tiga kelompok, yaitu kelompok Mina Mandiri, Mina Samudera dan Putra Mekar.

2. Pengolahan dan Analisa Data

a. Analisa Data Kualitatif dan Kuantitatif

Data Kualitatif adalah data yang berupa pendapat (pernyataan) atau

judgement sehingga tidak berupa angka akan tetapi berupa kata-kata atau

kalimat (Effendy 2010). Data Kualitatif diperoleh dari hasil analisis dokumen, observasi lapangan, diskusi dan wawancara yang kemudian dituangkan dalam bentuk transkrip.

Analisis data kualitatif diperlukan untuk mengetahui efektivitas implementasi program ditinjau dari proses tujuan Demfarm, yaitu: (1) proses pemilihan dan penetapan lokasi, (2) pembentukan kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan), (3) rehabilitasi tambak dan saluran, (4) mekanisme serah terima barang dan (5) pelaksanaan budidaya (operasional Demfarm).

(36)

20

cost ratio(NetB/C),net present value (NPV) dan internal rate of return (IRR).

1) Produktifitas tambak udang

Hasil produktifitas didapat dari hasil pembagian antara jumlah udang dalam satuan ton yang dihasilkan selama musim tebar sampai masa panen udang dengan luas lahan tambak, yang dirumuskan dengan:

Produktifitas = Jumlah Hasil Produksi Luas Lahan

Sebagai pembanding, hasil produktivitas tambak udang dihitung dari hasil sebelum dan sesudah diimplementasikannya program Demfarm. 2) Analisis Finansial (Umar, 2001)

Analisa keuntungan usaha digunakan untuk mengetahui komponen-komponen input dan output yang terlibat dalam usaha dan besarnya keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Kusumawardani (2010), selanjutnya secara matematik Pramudya (1992) menggunakan parameter dengan persamaan berikut:

� = P - F V

Keterangan:

� = Jumlah produk yang dihasilkan

� = Biaya tetap

� = Harga jual V = Biaya tidak tetap

Total pendapatan adalah besaran yang mengukur jumlah pendapatan Petambak yang diperoleh dari hasil panen usaha budidaya tambak udang Demfarm. Lestariono (2013), mengacu pada persamaan berikut:

TR = Q x P Keterangan :

TR = Total pendapatan Q = Hasil panen udang P = Harga jual

Total biaya adalah hasil penjumlahan dari biaya tetap (fixed cost

atau FC) dan biaya tidak tetap (Variable Cost atau VC) yang dirumuskan dengan:

TC = FC + VC

(37)

penelitian ini adalah penerimaan yang diperoleh sebelum dan sesudah program demfarm bergulir.

3) Kelayakan Finansial (Pramudya, 1992)

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Salah satu metode yang digunakan dalam kelayakan usaha atau investasi adalah Benefit Cost Ratio (B/C ratio), metode ini lebih menekankan pada benefit (manfaat) dan pengorbanan (biaya atau cost) suatu investasi. Kelayakan usaha budidaya dihitung dengan metode ini dimana kelayakan usaha ditentukan oleh perbandingan antara pendapatan dengan total biaya (Utomo 2012). Jika nilai B/C ratio < 1 maka usaha budidaya udang tidak layak untuk dilanjutkan, begitupun sebaliknya jika nilai BCR > 1 maka usaha layak untuk dilanjutkan. Perhitungan yang digunakan adalah:

B/C = Jumlah Penerimaan

Jumlah Pengeluaran

Kelayakan usaha dapat juga menggunakan perhitungan titik impas usaha Break even point (BEP). BEP terbagi menjadi dua jenis analisis yatu (1) titik impas produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan harga satuan produk per kilogram sebagai perhitungan titik impas usaha dicapai pada jumlah produksi; dan (2) titik impas harga produksi yang merupakan perbandingan antara total biaya dengan total produksi, sebagai perhitungan titik impas usaha yang dapat dicapai pada harga komoditas tertentu per kg (Widiarto 2011), persamaan dinyatakan dengan:

BEP Produksi = Harga Satuan ProdukTotal Biaya

BEP Harga Produksi = Total ProdukTotal Biaya

si

Net Present Value (NPV)

NPV merupakan nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa yang akan datang, dengan menghitung selisih antara manfaat (benefit) dan biaya (cost) sat ini, persamaan untung menghitung NPV adalah:

Dimana:

Bt = pendapatan kotor tahunan Ct = Biaya kotor tahunan (1+i)t = discount factor(DF)

T = tingkat suku bunga

Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada:

NPV =

t t t

i) (1

C -B

(38)

22

NPV > 0, artinya usaha budidaya tambak udang layak untuk diusahakan NPV = 0, artinya usaha budidaya tambak udang sama besarnya nilai yang diinvestasikan dengan dengan besar nilai yang dihasilkan

NPV < 0 artinya usaha budidaya tambak udang tersebut layak untuk diusahakan

Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga dari unit usaha dalam jangka waktu tertentu, dimana nilai NPV-nya sama dengan nol. Dalam persamaan dapat dinyatakan dengan.

��� = �++ ∆ �+ + �− ���+

���++ ���

Keterangan:

� = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif pada tingkat suku bunga ���

� = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif pada tingkat suku bunga ���

Kriteria pengambilan keputusan didasarkan pada:

IRR> � = usaha budidaya tambak udang dianggap layak IRR< � = usaha budidaya tambak udang dianggap tidak layak

b. Analisis Strengths Weakness Opportunities Threats (SWOT) (Rangkuti, 1991)

Untuk menganalisis faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi maka diperlukan analisis SWOT, dimana analisisnya didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths

dann peluang (Opportunity), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats). (Rangkuti 1997). Analisis ini digunakan untuk memilih alternatif strategi kebijakan berdasar dari data primer yang diperoleh dari hasil wawancara/kuesioner/data survai maupun data sekunder dari instansi pusat dan daerah yang membidangi perikanan, penyuluh perikanan, mitra dan ketua kelompok pembudidaya ikan di Kecamatan Blanakan Kabupaten Subang. Ada empat bentuk strategi matriks SWOT yaitu: 1. Strategi S-O

Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran pembuat kebijakan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. Strategi S-T

(39)

3. Strategi W-O

Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.

4. Strategi W-T

Strategi ini berdasarkan kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Tabel 4 Matriks SWOT

c. Analytical Hierarcy Process (AHP) (Saaty, 1997)

Proses Hirarki Analitik (AHP) adalah suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. AHP adalah suatu metode yang sederhana dan fleksibel menstrukturkan masalah dalam bentuk hirarki dan memasukan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas relatif (Saaty 1997).

Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor dalam suatu struktur multi level, dimana level pertama adalah tujuan yang diikuti oleh level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan struktur hirarki permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. AHP pada penelitian ini digunakan untuk menentukan kebijakan pengembangan usaha budi daya tambak udang di Kabupaten Subang.

(40)

24

Gambar 5 Hirarki model strategi pengembangan budidaya tambak udang Pengembangan Produktivitas

Tambak

Sumberdaya Alam

Infrastruktur Sumberdaya

Manusia

1. Pengembangan kawasan tambak secara berkesinambungan

2. Pengembangan kawasan percontohan tambak (demfarm)

3. Penyediaan sarpras tambak secara komprehensif

4. Pembinaan dan pendampingan yang intensif dan berkelanjutan

5. Penerapan teknologi melalui CBIB sesuai daya dukung lingkungan

6. Fasilitasi pola kemitraan dengan swasta, suplier saprodi dan lembaga lain

7. Fasilitasi akses permodalan melalui pembinaan kelembagaan pokdakan

Alternatif strategi Kriteria Tujuan

Pokdakan

Aktor Pemerintah Mitra

Usaha

Perbankan

Teknologi

(41)

4.

PROFIL TAMBAK UDANG KECAMATAN BLANAKAN

Karakteristik Petani Tambak Udang

Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat dengan luas wilayah administratif 205.176,95 hektar atau 6,34 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Adapun batas-batas wilayah dengan Kabupaten/Kota yang berdekatan letaknya secara geografis meliputi: Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat; sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang; sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa; dan sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Indramayu dan Sumedang

Berdasarkan topografi, Kabupaten Subang terbagi kedalam tiga zona /klasifikasi daerah yaitu:

a. Daerah Pegunungan; Daerah ini memiliki ketinggian antara 500 - 1500 m dpl dengan luas 41.035,09 hektar atau 20 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayah ini meliputi Kecamatan Sagalaherang, Serangpanjang, Ciater, Jalancagak, Kasomalang, Cisalak dan Kecamatan Tanjungsiang.

b. Daerah Bergelombang/Berbukit; Daerah ini memiliki ketinggian antara 50 - 500 m dpl dengan luas wilayah 71.502,16 hektar atau 34,85 persen dari

seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Wilayahnya meliputi Kecamatan Cijambe, Kecamtan Subang, Cibogo, Dawuan, Kaljati, Cipeundeuy, Sebagian Besar Kecamatan purwadadi dan Cikaum.

c. Daerah Dataran Rendah; Daerah ini memiliki ketinggian antara 0 – 50 m dpl dengan luas 92.639,7 hektar atau 45,15 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Subang. Ini adalah wilayah Pantura (Pantai Utara) meliputi Kecamatan Pagaden, Pagaden Barat, Binong, Tambakdahan, Cipunagara, Compreng, Ciasem, Sukasari, Pusakanagara, Pusakajaya, Pamanukan, Legonkulon, Blanakan, Patokbeusi, sebagian kecil Kecamatan Cikaum dan Purwadadi. (Subang dalam angka 2010).

Potensi tambak terbesar di Kabupaten Subang terdapat di Kecamatan Blanakan. Di Kecamatan Blanakan, terdapat 2.527 rumah tangga/perusahaan perikanan dengan produksi 13.610 ton. Luas tambak Kecamatan Blanakan 568,25 Ha dengan status milik sendiri dan 2.849, 68 Ha milik Perhutani. Dalam menjalankan usahanya pembudidaya tambak terbagi dua yaitu usaha perorangan dan usaha kelompok.

(42)

26

Tabel 5 Kegiatan revitalisasi tambak di Tahun 2012

No Kegiatan Provinsi Kabupaten

1 Rehabilitasi Saluran Tambak 2 Penyusunan Detail

Engeneering Desain 3 Demfarm budidaya

tambak ( Udang dan

Perkembangan hasil produksi udang di Kabupaten Subang cukup prospektif. Dari luas areal 360 Ha Demfarm tambak udang diproduksi sebanyak 846,760 ton dengan tambahan areal budidaya seluas 50 Ha, sebagaimana dimuat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perkembangan produksi Demfarm udang Tahun 2012 No Kabupaten Luas Areal

Karakteristik petambak udang di Kecamatan Blanakan yang menjadi responden dalam penelitian dilihat dari lima aspek, yaitu: (1) usia, (2) pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) Luas Tambak, dan (5) Pengalaman Usaha. 1. Usia

(43)

Tabel 7 Usia responden tambak udang Demfarm Kecamatan Blanakan

No Usia

(tahun)

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 20-25 2 6,67

2 31-35 2 6,67

3 36-40 7 23,33

4 41-45 7 23,33

5 46-50 6 20,00

6 51-55 2 6,67

7 61-65 4 13,33

Jumlah 30 100,00

Usaha tambak udang banyak diminati oleh kalangan usia 36–45 tahun 23,33 persen, kalangan usia 46–50 tahun sebanyak 20 persen, usia 61–65 tahun 13,33 persen, usia 20–34 tahun masing – masing 6,67 persen. Berdasarkan data tersebut rataan pembudidaya tambak udang di Kecamatan Blanakan Subang banyak diminati oleh usia 36-45 tahun, yaitu usia produktif sehingga memungkinkan usaha tambak dapat berkembang dengan baik.

2. Pendidikan

Berdasarkan Tabel 8, tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang menunjukkan sebagian besar berpendidikan SD 56,67 persen, SMA 20,00 persen, pendidikan SMP 16,67 persen dan yang berpendidikan sarjana hanya 6,67 persen. Minimnya pendidikan merupakan indikator lemahnya SDM pembudidaya udang.

Tabel 8 Tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang

No Tingkat

Pendidikan

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 SD 17 56,66

2 SMP 5 16,67

3 SMA 6 20,00

4 Perguruan Tinggi 2 6,67

Jumlah 30 100,00

3. Jumlah Tanggungan Keluarga

Berdasarkan Tabel 9. Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang 73,33 persen memiliki tanggungan 3-4 orang. Hal ini menunjukkan beban tanggungan keluarga para pembudidaya cukup banyak, sehingga mereka memaksimalkan mata pencaharian sebagai pembudidaya udang dan 3,33 persen responden memiliki tanggungan lebih dari tujuh orang.

(44)

28

Tabel 9 Jumlah tanggungan keluarga pembudidaya udang No Jumlah Tanggungan

(orang)

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 1-2 0 0,00

2 3-4 22 73,33

3 5-6 7 23,33

4 > 7 1 3,33

Jumlah 30 100

4. Luas Tambak

Berdasarkan Tabel 10, luas lahan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan 56,67 persen responden pembudidaya tambak memiliki 1–2 hektar, 26,67 persen responden petambak memiliki 3–5 hektar, 6,67 persen responden petambak memiliki 6–10 hektor dan 10 persen responden petambak memiliki > 10 hektar.

Tabel 10 Luas tambak pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang

No Luas Tambak

yang Dimiliki (Ha)

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 1-2 17 56,67

2 3-5 8 26,67

3 6-10 2 6,67

4 > 10 3 10,00

Jumlah 30 100

5. Pengalaman Usaha

Pengalaman usaha tambak di Kecamatan Blanakan Subang beragam, yaitu 46,67 persen responden telah berpengalaman selama 6–10 tahun, 30,00 persen petambak berpengalaman 3–5 tahun, 16,67 persen petambak berpengalaman 1–2 tahun dan 6,67 persen petambak telah berpengalaman lebih dari 10 tahun.

Tabel 11 Pengalaman usaha petambak di Kecamatan Blanakan Subang No Pengalaman Usaha

(tahun)

Jumlah Responden

Persentase (%)

1 1-2 5 16,67

2 3-5 9 30,00

3 6-10 14 46,67

4 > 10 2 6,67

Gambar

Gambar 3 Analisis SWOT, Rangkuti 1997
Gambar 4 Kerangka kerja penelitian
Tabel 5 Kegiatan revitalisasi tambak di Tahun 2012
Tabel 8  Tingkat pendidikan pembudidaya udang di Kecamatan Blanakan Subang
+7

Referensi

Dokumen terkait

2 minggu sebelum masuk RS pasien merasa sakit di perut bagian bawah yang semakin lama semakin bertambah berat, nyeri dirasakan muncul tiba-tiba saja dan dirasakan terus

Tawadhu’ menurut Al-Ghozali adalah mengeluarkan kedudukanmu atau kita dan menganggap orang lain lebih utama dari pada kita (Ihya Ulumudin, jilid III, terj. Tawadhu’ yaitu

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 23 responden (39,7%) berpersepsi baik mengenai bahaya fisik terhadap stres kerja, terdapat 7 responden (12,1%) yang mengalami stres ringan dan

Segala puji bagi Allah SWT atas selesainya karya akhir kami yang berjudul “Nilai Diagnostik Adenosine Deaminase (ADA) Cairan Pleura pada Penderita Efusi Pleura

www.lpsemahkamahagung.go.id Paket Pekerjaan Lanjutan Pembangunan Gedung Kantor Pengadilan Tipikor Tahap III , Lokasi Kota Gorontalo.. Dalam pembukaan penawaran tersebut

Pada pengujian hasil akurasi tidak mencapai 100% karena sistem dalam melakukan pengelompokan yang menggunakan metode electre hanya mendapatkan akurasi sebesar

Melalui rujukan dan interpretasi terhadap bahan-bahan arkib terpilih, kajian membuktikan terdapat perkembangan yang signifikan dalam perkhidmatan kesihatan mental di

Pedagang Minang Perantauan adalah para pedagang yang merupakan berasal. dari etnis Minang yang melakukan aktivitas usaha dagangnya