• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Efektifitas Rejimen Pengobatan Pasien HIV/AIDS yang Mengandung Kombinasi Zidovudin, Lamivudin, Efavirenz dengan Tenofovir, Lamivudin, Efavirenz

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Efektifitas Rejimen Pengobatan Pasien HIV/AIDS yang Mengandung Kombinasi Zidovudin, Lamivudin, Efavirenz dengan Tenofovir, Lamivudin, Efavirenz"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS REJIMEN PENGOBATAN

PASIEN HIV/AIDS YANG MENGANDUNG KOMBINASI

ZIDOVUDIN, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ DENGAN

TENOFOVIR, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ

TESIS

Oleh

RUMBANG SEMBIRING

NIM : 080141005

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS REJIMEN PENGOBATAN

PASIEN HIV/AIDS YANG MENGANDUNG KOMBINASI

ZIDOVUDIN, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ DENGAN

TENOFOVIR, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Penyakit Dalam dan Spesialis Penyakit Dalam

dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitan Sumatera Utara

Oleh

RUMBANG SEMBIRING

NIM: 080141005

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Tesis : PERBANDINGAN EFEKTIFITAS REJIMEN PENGOBATAN PASIEN HIV/AIDS YANG MENGANDUNG KOMBINASI ZIDOVUDIN,

LAMIVUDIN, EFAVIRENZ DENGAN TENOFOVIR, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ

Nama Mahasiswa : Rumbang Sembiring NIM : 080141005

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu Penyakit Dalam

Menyetujui, Pembimbing Pertama

dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI NIP. 1954122 198603 1 003

Pembimbing Kedua

dr. Tambar Kembaren Sp.PD-KPTI NIP. 1955122 198110 2 001

Program Magister Kedokteran Klinik Dekan

Sekretaris Program Studi

dr. Murniati Manik, MSc, Prof.dr.Gontar A Siregar,

SpKK,SpGK SpPD-KGEH

NIP. 19530719 198003 2 001 NIP.19540220 198011 1 001

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar

Nama Mahasiswa : Rumbang Sembiring

NIM : 080141005

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rumbang Sembiring

NIM : 080141005

Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

Perbandingan Efektifitas Rejimen Pengobatan Pasien HIV/AIDS yang Mengandung Kombinasi Zidovudin, Lamivudin, Efavirenz dengan

Tenofovir, Lamivudin, Efavirenz

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian penyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada tanggal : 24 Oktober 2014 Yang menyatakan,

(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Oktober 2014

Panitia Penguji Tesis

Ketua : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH Anggota :

1. DR. dr. Rustam Effendi YS, Sp.PD-KGEH 2. dr. Mardianto, Sp.PD-KEMD

(7)

Abstrak

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS REJIMEN PENGOBATAN PASIEN HIV/AIDS YANG MENGANDUNG KOMBINASI ZIDOVUDIN, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ DENGAN TENOFOVIR, LAMIVUDIN,

EFAVIRENZ

Rumbang Sembiring, Tambar Kembaren, Armon Rahimi Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Latar belakang: Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia akan memerlukan penanganan yang komprehensif termasuk dalam pemilihan terapi yang tepat sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas. Kombinasi obat zidovudi, lamivudin, efavirenz atau tenofovir, lamivudin, efavirenz masih digunakan sebagai lini pertama pengobatan.

Tujuan Penelitian: Menilai efektifitas kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz sebagai kombinasi terapi antiretroviral pada penderita HIV/AIDS.

Metode: Penelitian dilakukan dengan metode quasi experimental terhadap 80 pasien yang baru didiagnosa HIV/AIDS yang dibagi ke dalam kelompok kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz. Pemeriksaan CD4 dan hemoglobin, fungsi ginjal dilakukan sebelum dan setelah pemberian terapi antiretroviral.

Hasil: Dari 80 subyek, setelah pemberian antiretroviral selama tiga bulan pada kedua kelompok dijumpai peningkatan yang bermakna kadar sel CD4 dan berat badan (p<0,05). Dijumpai perubahan hemoglobin yang bermakna pada kelompok kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirenz (p<0,05).

Kesimpulan: Pemberian kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz sama efektif dibanding kombinasi obat tenofovir, lamivudin, efavirenz sebagai kombinasi terapi antiretroviral dan penyebab anemia yang paling banyak disebabkan oleh rejimen kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirez.

(8)

Abstract

COMPARISON THE EFFECTIVENESS OF THE TREATMENT REGIMEN OF PATIENTS HIV/AIDS COMBINATION OF ZIDOVUDINE, LAMIVUDINE, EFAVIRENZ WITH TENOFOVIR,

LAMIVUDINE, EFAVIRENZ

Rumbang Sembiring, Tambar Kembaren, Armon Rahimi Division of Tropical and Infectious Diseases

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of Sumatera Utara

Background: The increasing number of people with HIV/AIDS in Indonesia will requirement as a comprehensive treatment, including the choice of appropriate therapy that can reduce of morbidity and mortality. The drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz or tenofovir, lamivudine, efavirenz is still used as first-line therapy.

Aim: The assesed the effectiveness drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz with tenofovir, lamivudine, efavirenz as combination antiretroviral therapy in patients with HIV/AIDS.

Methods: The study was designed by quasi experimental methode that include new 80 HIV/AIDS patients who are divided into drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz group and tenofovir, lamivudine, efavirenz group. The examination of CD4, haemoglobine and renal function test were done before and after study.

Results: From 80 samples, after treatment antiretroviral for three months, there were significant increment in CD4 plasma concentration and body weight for both groups (p<0.05). Anemia was found in drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz group approximately 22 sample where was statistically significant

Conclusion: The administration drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz was as effective as drug combination of tenofovir, lamivudine,

efavirenz for antiretroviral combination therapy and anemia is most often caused by drug combination ofzidovudine, lamivudine, efavirenz regimen.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan kasih dan berkatNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul :

Perbandingan efektifitas rejimen pengobatan pasien HIV/AIDS yang mengandung kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz.

Tesis ini merupakan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan dokter ahli di bidang llmu Penyakit Dalam pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dengan selesainya tesis ini, maka penulis ingin menyampaikan terima kasih dan rasa hormat serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. (Alm) dr. Salli Roseffi Nasution, SpPD-KGH dan dr. Refli Hasan, Sp.PD, Sp.JP(K) selaku Ketua dan Sekretaris Departemen llmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan buat penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

2. (Alm) dr. Zulhelmi Bustami, SpPD-KGH, dan dr. Zainal Safri, Sp.PD, Sp.JP, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi llmu Penyakit Dalam yang dengan sungguh-sungguh telah membantu dan membentuk penulis menjadi ahli penyakit dalam yang berkualitas, handal dan berbudi luhur serta siap untuk mengabdi bagi nusa dan bangsa.

3. Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, SpPD-KGH, selaku Ketua TKP-PPDS ketika penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis llmu Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis llmu Penyakit Dalam

(10)

ketika penulis diterima sebagai peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan dalam menyelesaikan pendidikan.

5. (Alm) dr. Zulhemi Bustami, Sp.PD-KGH yang telah bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk mengikuti ujian masuk Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam serta bimbingan dan arahan untuk terus berjuang agar penulis bisa mengikuti pendidikan ini

6. Khusus mengenai tesis ini, kepada dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI dan

dr.Tambar Kembaren, Sp.PD-KPTI selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama mengadakan penelitian juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesai tesis ini.

7. Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPD-KKV, SpJP (K), selaku Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan persetujuan untuk pelaksanaan penelitian ini 8. Para Guru Besar Departemen llmu Penyakit Dalam FK USU/ RSUD dr

Pirngadi/ RSUP H. Adam Malik Medan : Prof. dr. Harun Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Bachtiar Fanani Lubis, Sp.PD-KHOM, Prof. dr. Habibah Hanum Nasution, SpPD-Kpsi, Prof. dr. Sutomo Kasiman Sp.PD-KKV, Prof. dr. Azhar Tanjung, Sp.PD-KP-KAl, Sp.MK, Prof. dr. Pengarapen Tarigan, KGEH, Prof. dr. OK Moehad Sjah Sp.PD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM, Prof Abdul Madjid, Sp.PD-KKV, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan Sp.PD, Sp.JP(K), dan Prof. DR. dr. Harun Alrasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

(11)

Pengarapen Tarigan, KGEH, Prof. dr. OK Moehad Sjah Sp.PD-KR, Prof. dr. Lukman Hakim Zain, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. M Yusuf Nasution, Sp.PD-KGH, Prof. dr. Azmi S Kar, Sp.PD-KHOM, Prof Abdul Madjid, Sp.PD-KKV, Prof. dr. Gontar A Siregar, Sp.PD-KGEH, Prof. dr. Harris Hasan Sp.PD, SpJP(K), Prof. DR. dr. Harun Alrasyid Damanik, Sp.PD, Sp.GK, dr. Nur Aisyah, Sp.PD-KEMD, dr. A Adin St. Bagindo Sp.PD-KKV, dr. Lufti Latief, Sp.PD-KKV, (Alm) dr. Syafii Piliang, Sp.PD-KEMD, dr. T Bachtiar Panjaitan, Sp.PD, dr. Abiran Nababan, Sp.PD-KGEH, (Alm) dr. Betthin Marpaung, Sp.PD-KGEH, dr. Sri M Sutadi, Sp.PD-KGEH, dr. Mabel Sihombing, Sp.PD-KGEH., DR. dr. Juwita Sembiring, KGEH, dr. Alwinsyah Abidin, Sp.PD-KP, dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, Sp.PD-KGH, dr. (Alm) Salli Roseffi Nasution, Sp.PD-KGH, (Alm) dr. Zulhelmi Bustami, Sp.PD-KGH, DR. dr. Dharma Lindarto, Sp.PD-KEMD, Dr.dr. Umar Zein, Sp.PD-KPTI-DTM&H-MHA, dr. Yosia Ginting, Sp.PD-KPTI, dr. Armon Rahimi, Sp.PD-KPTI, dr. Tambar Kembaren, Sp.PD-KPTI, dr. Refli Hasan Sp.PD,Sp.JP(K), dr.Pirma Siburian Sp.PD, dr. EN Keliat, Sp.PD-KP, DR. dr. Rustam Effendi YS, Sp.PD-KGEH, dr. Ilhamd, Sp.PD-KGEH, dr. Zuhrial Zubir, Sp.PD-KAI, (Alm) dr. R. Tunggul Ch. Sukendar, Sp.PD-KGH, DR. dr. Blondina Marpaung Sp.PD-KR, dr. Leonardo

Basa Dairy, Sp.PD-KGEH., Dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM, dr. Soegiarto Gani, Sp.PD, dr. Savita Handayani, Sp.PD, dr. Mardianto,

(12)

Tarigan, Sp.PD, dr. Leny Evalina Sihotang, Sp.PD, dr. Ameliana Purba, Sp.PD, dr. Imelda Ray, Sp.PD, dr. Taufik Sungkar, Sp.PD, dr. Henny Syahrini Lubis, Sp.PD, dr. Riri Andri Muzasti, Sp.PD, dr. Dina Aprillia Aristine, Sp.PD, dr. Melati Silvanni Nasution, Sp.PD, dr. Sumi Ramadhani, Sp.PD, dr. Aron Pase, Sp.PD, dr. Restuti Hidayani Saragih, Sp.PD, serta para guru yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang merupakan guru-guru saya yang telah banyak memberikan arahan dan petunjuk kepada saya selama mengikuti pendidikan.

10. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan dan RSUD dr. Pirngadi Medan, dan RSU Tembakau Deli Medan yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menggunakan fasilitas dan sarana Rumah Sakit untuk menunjang pendidikan keahlian ini.

11. Direktur RSUD Aceh Singkil dan RSUD Pak-Pak Bharat, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis selama ditugaskan sebagai Konsultan Penyakit Dalam dalam rangka pendidikan ini.

12. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP-PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan izin dan menerima saya, sehingga dapat mengikuti pendidikan keahlian ini. 13. Teman-teman seangkatan yang telah memberikan dorongan semangat, dr.

Riky Marlantua Sihombing Sp.PD, dr. Feldy Gazali Nasution, Sp.PD, dr. Mario Tambunan Sp.PD, dr. Inva Yolanda, dr. Koko Invana Tarigan, dr. Barry M. Sidabutar, dr. Nova Damayanti, dr. Leo Widia syahputra, dr. Novrin, dr. Ali Imran Harahap, dr. M. Isa Ansari Harahap, dr.Afandi al amin Tarigan dan dr. Ferry Merbawanto, yang telah bersama mengalami suka dan duka selama mengikuti pendidikan. 14. Abang, kakak dan adik-adik peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis

Ilmu Penyakit Dalam yang telah banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan ini.

15. Seluruh Perawat/Paramedis di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama pendidikan.

(13)

17. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah memberikan bantuan dan bimbingan yang tulus dalam menyelesaikan penelitian ini.

18. Bapak Syarifuddin Abdullah, kakanda Lely Husna Nasution, saudara

Erjan dan Deny Mahyudi, saudari Julita Ramadayanti, Sriwati, Tanti, Indriyanti, Ita, Fitri dan seluruh pegawai administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK-USU, yang telah banyak membantu memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.

Rasa hormat dan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis tujukan kepada Ayahanda Pt. Rasita S. Gurukinayan, dan Ibunda Riah Ukur Br Kembaren yang sangat ananda sayangi dan kasihi, tiada kata-kata yang paling tepat untuk mengucapkan perasaan hati, rasa terima kasih atas segala jasa – jasa ayahanda dan ibunda yang tiada mungkin terucapkan dan terbalaskan.

Kepada Ayah mertua penulis Manase Tarigan dan Ibu mertua (Alm) Pulo Br P Menjerang yang telah memberikan dorongan semangat dalam menyelesaikan pendidikan ini, saya ucapkan terima kasih yang setulusnya, kiranya Bapa yang di surga selalu memberikan kesehatan dan kebijaksaaan kepada kalian orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi.

Teristimewa kepada suami tercinta Bersatu Tarigan, ST, terima kasih atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan dan dukungan yang telah diberikan selama ini, semoga apa yang kita capai ini dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi kita dan senantiasa diberkati oleh Tuhan Yesus.

Terima kasihku yang tak terhingga untuk kakanda Pengarapenta Sembiring, ST, Wiewie widia ningsih, Rasmita Br Tarigan, AMK, dan

Nusantara Sembiring, AMD dan adinda Damel Superady Sembiring, SS, Tripena Br Sembiring, SKep Ners, Brigadir Ribana Asmawet Sembiring, SH, Lista Br Ginting, SPsi, Harry Fernanta Tarigan, ST, Helmi Br Tarigan, AMK, dan Serka Zulkifli Surbakti dan seluruh anggota keluarga yang telah banyak membantu, memberi semangat dan dukungan doa selama pendidikan.

(14)

Akhirnya izinkanlah penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan dan petunjuk yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Tuhan Kita Yesus Kristus.

Medan, Oktober 2014

(15)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar... xii

Daftar Singkatan dan Lambang... xiii

Daftar Lampiran... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang…... 1

1.2 Perumusan Masalah... 3

1.3 Hipotesis Penelitian... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Sejarah ………... 5

2.2 Defenisi……… 5

2.3 Epidemiologi……… 6

2.4 Patogenesis Infeksi HIV………. 7

2.5 Siklus Hidup HIV……… 8

2.6 Kriteria Diagnosis infeksi HIV……… 2.7 Antiretroviral (ARV)………. 2.8 Zidovudine……….. 2.9 Tenofovir………... 2.10 Tatalaksana Pemberian ARV……….. ... 2.11 Pemantauan klinis dan laboratorium selama terapi antiretroviral lini pertama……….. BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 23 3.1 Kerangka Konsep... 23

3.2 Definisi Operasional……… 23

BAB IV BAHAN DAN METODE... 25

4.1 Desain Penelitian... 4.2 Waktu dan Tempat Penelitian……….. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………..

(16)

4.4 Kriteria Inklusi………... 4.5 Kriteria Eksklusi………

25 25 4.6 Besar Sampel……...

4.7 Cara Kerja………...………. 4.8 Identifikasi Variabel……….. 4.9 Analisis Data………. 4.10 Ethical Clearance dan Informed Consent……….. 4.11 Kerangka Operasional………

26 26 27 27 27 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN………

5.1 Hasil Penelitian……… 5.2 Efektivitas………. 5.3 Pembahasan………..

29

29 33 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………

6.1 Kesimpulan………... 6.2 Saran………

43

43 43

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV 11 2.2 Klasifikasi klinis HIV berdasarkan kriteria WHO 13

2.3 ARV golongan Reverse Transcriptase Inhibitor 14

2.4 ARV golongan protease inhibitor 15

2.5 Dosis TDF pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau

yang menjalani hemodialisis 19

2.6 Indikasi Pemberian ARV berdasarkan kriteria WHO 20

2.7 Panduan ARV lini pertama 21

5.1 Data karakteristik dasar subyek dengan HIV/AIDS secara

keseluruhan 29

5.2 Data karakteristik subyek HIV/AIDS masing-masing

kelompok 31

5.3 Parameter hematologi dan CD4 dari subyek penelitian sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi zidovudin,

lamivudin, efavirenz selama tiga bulan 32

5.4 Parameter hematologi dan CD4 dari subyek penelitian sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi tenofovir,

lamivudin, efavirenz selama tiga bulan 32

5.5 Perubahan kadar CD4 sebelum dan sesudah terapi ARV 33 5.6 Perbandingan gejala klinis setelah intervensi antiretroviral 34 5.7 Perubahan parameter hemoglobin dari subyek penelitian

sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi

zidovudine, lamivudin, efavirenz selama tiga bulan 35 5.8 Perubahan parameter hemoglobin dari subyek penelitian

sebelum dan sesudah pemberian kombinasi terapi tenofovir,

(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Struktur HIV 6

2.2 Siklus hidup dan pathogenesis HIV 9

2.3 Perjalanan infeksi HIV 10

2.4 Struktur kimia Zidovudine 16

(19)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

Singkatan Nama Pemakaian pertama

kali pada halaman

ABC Abicavir 15

AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome 1

ARV Antiretroviral 2

ART Antiretroviral therapy 18

AZT Azido Deoxy Thymidine 2

CCR5 Chemokine Reseptor 5 8

CD Cluster of Differentiation 2

CYP sitokrom P 19

CXCR4 Chemokine Reseptor 4 8

ddI Didanosine 14

Ditjen P2PL Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 1

DKI Daerah Khusus Ibukota 1

DNA Deoxyribo nucleic acid 7

ELISA Enzyme-linked Immunosorbent Assay 12

EFV Efavirenz 2

FTC Emtricitabine 2

Gp Glycoprotein 7

gr/dl Gram/desiliter 30

HAART Highly Active Antiretroviral Therapy 2

Hb Hemoglobin 29

HCV Hepatitis C Viral 26

HIV Human Immunodeficiency Virus 1

Kb Kilobases 6

Kg kilogram 16

Kg/mm2 Kilogram/meter kuadrat 25

LAV Lymphadenopathy virus 6

mm3 milimeter kubik 2

(20)

NAPZA Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan

Zat Aditif lain 1

NFP Nelfinavir 19

NVP Nevirapine 2

NNRTI Non-nucleoside reverse transcriptase

inhibitor 2

NRTI Nucleoside reverse transcriptase

inhibitors 2

NtRTI Nucleotide reverse transcriptase

inhibitor 3

ODHA Orang dengan HIV dan AIDS 1

PI Protease Inhibitor 14

PMPA Phospo-nemothoxypropyl adenine 18

Pusyansus Pusat pelayanan khusus 3

rRNA ribosomal RNA 8

RNA Ribonucleic acid 2

RT Reverse transcriptase 18

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat 25

SD/sd Standard Deviasi 26

SD Sekolah Dasar 31

SDF Sel Dendritik Folikuler 10

SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas 30

SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 31

SGOT Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminase 26

SGPT Serum Glutamic Pyruvate Transaminase 26

ssRNA single strand RNA 7

TDF Tenofovir disoproxil fumarat 2

TDF-DP Tenofovir difosfat 19

TDF-MP Tenofovir monofosfat 19

tRNA transfer RNA 8

(21)

VL Viral load 21

WHO World Health Organization 1

Lambang

N Jumlah subyek penelitian 29

P Tingkat kemaknaan 32

X2 Chi-Square 27

) 2 / 1 (−α

Z Derivat baku α 26

) 1 (−β

Z Derivat baku β 26

2 1 µ

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian………. 48 2 Lembar Surat Persetujuan Setelah Penjelasan………. 49

3 Lembar Data Peserta……… 50

4 Lembar Persetujuan Komite Etik Penelitian……… 51

5 Uji Statistik……….. 52

(23)

Abstrak

PERBANDINGAN EFEKTIFITAS REJIMEN PENGOBATAN PASIEN HIV/AIDS YANG MENGANDUNG KOMBINASI ZIDOVUDIN, LAMIVUDIN, EFAVIRENZ DENGAN TENOFOVIR, LAMIVUDIN,

EFAVIRENZ

Rumbang Sembiring, Tambar Kembaren, Armon Rahimi Divisi Penyakit Tropis dan Infeksi

Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Latar belakang: Meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia akan memerlukan penanganan yang komprehensif termasuk dalam pemilihan terapi yang tepat sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas. Kombinasi obat zidovudi, lamivudin, efavirenz atau tenofovir, lamivudin, efavirenz masih digunakan sebagai lini pertama pengobatan.

Tujuan Penelitian: Menilai efektifitas kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz sebagai kombinasi terapi antiretroviral pada penderita HIV/AIDS.

Metode: Penelitian dilakukan dengan metode quasi experimental terhadap 80 pasien yang baru didiagnosa HIV/AIDS yang dibagi ke dalam kelompok kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz. Pemeriksaan CD4 dan hemoglobin, fungsi ginjal dilakukan sebelum dan setelah pemberian terapi antiretroviral.

Hasil: Dari 80 subyek, setelah pemberian antiretroviral selama tiga bulan pada kedua kelompok dijumpai peningkatan yang bermakna kadar sel CD4 dan berat badan (p<0,05). Dijumpai perubahan hemoglobin yang bermakna pada kelompok kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirenz (p<0,05).

Kesimpulan: Pemberian kombinasi obat zidovudin, lamivudin, efavirenz sama efektif dibanding kombinasi obat tenofovir, lamivudin, efavirenz sebagai kombinasi terapi antiretroviral dan penyebab anemia yang paling banyak disebabkan oleh rejimen kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirez.

(24)

Abstract

COMPARISON THE EFFECTIVENESS OF THE TREATMENT REGIMEN OF PATIENTS HIV/AIDS COMBINATION OF ZIDOVUDINE, LAMIVUDINE, EFAVIRENZ WITH TENOFOVIR,

LAMIVUDINE, EFAVIRENZ

Rumbang Sembiring, Tambar Kembaren, Armon Rahimi Division of Tropical and Infectious Diseases

Department of Internal Medicine Medical Faculty, University of Sumatera Utara

Background: The increasing number of people with HIV/AIDS in Indonesia will requirement as a comprehensive treatment, including the choice of appropriate therapy that can reduce of morbidity and mortality. The drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz or tenofovir, lamivudine, efavirenz is still used as first-line therapy.

Aim: The assesed the effectiveness drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz with tenofovir, lamivudine, efavirenz as combination antiretroviral therapy in patients with HIV/AIDS.

Methods: The study was designed by quasi experimental methode that include new 80 HIV/AIDS patients who are divided into drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz group and tenofovir, lamivudine, efavirenz group. The examination of CD4, haemoglobine and renal function test were done before and after study.

Results: From 80 samples, after treatment antiretroviral for three months, there were significant increment in CD4 plasma concentration and body weight for both groups (p<0.05). Anemia was found in drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz group approximately 22 sample where was statistically significant

Conclusion: The administration drug combination of zidovudine, lamivudine, efavirenz was as effective as drug combination of tenofovir, lamivudine,

efavirenz for antiretroviral combination therapy and anemia is most often caused by drug combination ofzidovudine, lamivudine, efavirenz regimen.

(25)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Penyakit infeksi HIV&AIDS masih merupakan masalah kesehatan global, termasuk Indonesia. Masalah yang berkembang sehubungan dengan angka kejadian dan kematian yang masih tinggi.1,2

Badan World Health Organization (WHO) tahun 2011 melaporkan adanya sebanyak 34 juta orang terifeksi HIV, setiap tahunnya di jumpai 2,2 juta sampai 2,5 juta kasus baru infeksi HIV dan 1,7 juta orang meninggal karena AIDS. 3

(26)

Pemberian kombinasi obat anti HIV diharapkan dapat menekan progresivitas replikasi HIV hingga kadar yang tak terdeteksi bersamaan dengan meningkatnya kadar lymphocyte cluster designation 4 (CD4) serta memperbaiki sistem imun, sehingga dapat menurunkan morbiditas, mortalitas dini akibat infeksi HIV serta meningkatkan kualitas hidup ODHA.1,7

Terapi kombinasi antiretroviral merupakan landasan utama dalam penatalaksanaan infeksi HIV.7 Terapi antiretroviral diberikan pada semua individu dengan kadar Cluster of Differentiation 4 (CD4) <350 sel/mm3 tanpa memandang stadium klinis, serta semua pasien HIV dengan TB aktif, ibu hamil dan koinfeksi Hepatitis B terapi ARV diberikan tanpa memandang berapapun kadar CD4.4

Berdasarkan rekomendasi WHO, lini pertama pengobatan yang direkomendasikan adalah kombinasi antara non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI) misalnya nevirapine (NVP) atau efavirenz (EFV), dengan dua jenis golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) misalnya lamivudine (3TC/FTC) dan zidovudine (AZT) atau tenofovir (TDF).4,8

Paduan obat antiretroviral harus menggunakan 3 jenis obat, yang menjadi perhatian tertuju untuk mendapatkan rejimen ARV yang poten, efektif, dapat ditoleransi dengan baik, sederhana, dan mudah diaplikasikan oleh pasien, dan efek samping yang minimal dengan tujuan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan sehingga meningkatkan keberhasilan terapi seumur hidup.1,4,8 Tingkat efektifitas pemberian HAART pada penderita HIV dinilai dari kadar HIV-1 RNA, kadar CD4 serta efek samping pada penggunaan obat.4

Kombinasi obat antiretroviral lini pertama yang umumnya digunakan di Indonesia adalah kombinasi zidovudin (AZT)/lamivudin(3TC), dengan nevirapin (NVP)/efavirens (EVF). Atau kombinasi tenofovir (TDF)/lamivudin (3TC) dengan nevirapin (NVP)/efavirens (EVF).1,4

(27)

meliputi jenis obat yang digunakan dalam paduan, bentuk paduan, jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan), karakteristik dan efek samping obat.4

Gallant trial dengan mengikuti 500 pasien HIV/AIDS yang menggunakan kombinasi terapi antiretroviral AZT + 3TC + EFV dengan TDF + FTC + EFV menemukan bahwa efikasi , kenyamanan dan keamana serta respon virology pada kedua kombinasi tersebut adalah sama. Kombinasi ARV AZT + 3TC + EFV efek toksisitas yang paling sering adalah anemia, sedangkan kombinasi ARV TDF + FTC + EFV adalah gangguan fungsi ginjal. Efek samping ini bersifat reversible jika obat dihentikan.9,10 Namun hasil ini mungkin bukan hanya dipengaruhi oleh jenis obat yang diberikan tetapi juga kadar sel CD4 sebelum terapi dan faktor nutrisi.

Berdasarkan uraian diatas peneliti berminat melakukan suatu penelitian untuk menilai perbandingan efektifitas pegobatan pasien HIV/AIDS yang mendapat terapi antiretroviral dengan kombinasi AZT + 3TC + EFV dengan TDF + 3TC + EFV. Selain itu, hingga saat ini penelitian sejenis belum pernah dilakukan di Medan khususnya di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adan Malik Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan efektifitas pemberian rejimen pengobatan yang mengandung kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dibandingkan dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz pada penderita HIV/AIDS?

1.3 Hipotesis Penelitian

(28)

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menilai efektifitas rejimen pengobatan yang mengandung kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dibandingkan dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz pada penderita HIV/AIDS.

2. Mengetahui tingkat kepatuhan pasien yang mendapat rejimen pengobatan yang mengandung kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz

dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz yang dikonsumsi penderita HIV/AIDS.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektifitas pemberian ARV dengan kombinasi yang mengandung

rejimen kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin, efavirenz pada penderita HIV/AIDS.

2. Dapat dijadikan sebagai dasar alternatif pilihan dalam menentukan rejimen ARV.

(29)

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Sejarah

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala atau penyakit yang disebabkan menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi dari virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981. Penemuan sampel dari jaringan potongan beku dan serum dari seorang pria berusia 15 tahun di St. Louis Amerika Serikat, yang dirawat dan meninggal akibat Sarkoma Kaposi diseminata dan agresif pada 1968. Virus penyebab AIDS diidentifikasi oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 pada saat itu diberi nama LAV (Lymphadenopathy virus) sedangkan Robert Gallo menemukan virus penyebab AIDS pada tahun 1984 yang saat itu dinamakan HTLV-III.1,7 Sejak tahun 1986 telah banyak dilakukan penelitian tentang HIV. HIV-2 berhasil diisolasi dari pasien AIDS di Afrika hingga pada tahun 1996-1997 obat highly active antiretroviral therapy (HAART) digunakan untuk menekan replikasi HIV. Luc Montagneir tahun 2008 menerima penghargaan nobel atas penelitian yang berhasil mengisolasi HIV dari pasien dengan limfadenopati.11

2.2 Defenisi

Human Immunodeficiency virus (HIV) adalah virus sitopatik

diklasifikasikan dalam family Retroviridae, subfamily Lentivirinae, genus

(30)

dua non-kovalen rangkaian protein membrane glycoprotein 120 (gp 120), protein membran luar dan glycoprotein 41 (gp 41).2,12

Gambar 2.1 Struktur HIV 7

2.3 Epidemiologi

Penularan HIV/AIDS terjadi akibat kontak melalui cairan tubuh yang mengandung virus HIV yaitu melalui hubungan seksual, baik homoseksual maupun heteroseksual, jarum suntik pada pengguna narkotika, transfusi komponen darah dan dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayi yang dilahirkan.1

Badan WHO tahun 2011 melaporkan ada sebanyak 34 juta orang terinfeksi HIV, setiap tahun dijumpai 2,2 juta sampai 2,5 juta orang kasus baru infeksi HIV dan 1,7 juta orang meninggal karena AIDS. Sejak tahun 1985-1996 kasus AIDS masih amat jarang di Indonesia, namun sebagian besar dari kelompok homoseksual.1,3

(31)

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen P2PL) Kementerian Kesehatan RI (2013), sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai dengan Maret 2013, HIV/AIDS tersebar di 345 (69,4%) dari 497 Kabupaten/Kota di seluruh provinsi di Indonesia dilaporkan 103.759 kasus HIV, 43.347 kasus AIDS dan 8.288 kasus yang meninggal, dimana persentase AIDS laki-laki sebesar 55,4%, perempuan sebesar 28,8% dan yang tidak melapor jenis kelamin sebesar 15,8%. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2013), sampai Maret 2013 terdapat 6.824 kasus HIV terdiri dari 4.920 laki-laki dan 1.748 perempuan.6

2.4 Patogenesis Infeksi HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertikal, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang menembus dinding pembuluh darah secara tidak langsung melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak seksual.

Fase selanjutnya HIV akan berusaha masuk kedalam sel target. Sel yang menjadi target HIV adalah sel yang mampu mengekspresikan reseptor CD4. Untuk bisa masuk ke sel target, gp120 HIV perlu berikatan dengan reseptor CD4. Reseptor CD4 ini terdapat pada permukaan limfosit T, monosit, makrofag,

langerhan’s, sel dendrite, astrosit, dan makroglia. Kemudian untuk masuk ke sel HIV memerlukan chemokine receptor yaitu CXCR4 dan CCR5, beberapa reseptor lain yang memiliki peran adalah CCR2b dan CCR3. Intensitas ikatan gp120 HIV dengan reseptor CD4 ditentukan melalui peran regio V terutama V3. Stabilitas dan potensi ikatan diperkuat oleh ko-reseptor CCR5 dan CXCR4. Semakin kuat dan meningkatnya intensitas ikatan tersebut akan diikuti oleh proses interaksi lebih lanjut yaitu terjadi fusi membrane HIV dengan membrane sel target atas peran gp41 HIV. Dengan terjadinya fusi kedua membran, seluruh sitoplasma HIV termasuk enzim reverse transcriptase dan inti masuk ke dalam sitoplasma sel target. Setelah masuk ke sel target, HIV melepaskan single strand RNA (ssRNA). Enzim reverse transcriptase akan menggunakan RNA sebagai template untuk mensintesis DNA. Kemudian RNA dipindahkan oleh ribonuklease dan enzim

(32)

strand DNA yang disebut sebagai provirus. Provirus masuk ke dalam nukleus, menyatu dengan kromosom sel host dengan perantara enzim integrase. Penggabungan ini menyebabkan provirus menjadi tidak aktif untuk melakukan transkripsi dan translasi. Kondisi provirus yang tidak aktif ini disebut sebagai keadaan laten.2,12

2.5 Siklus Hidup HIV

HIV merupakan retrovirus obligat intraseluler dengan replikasi sepenuhnya di dalam sel host (gambar 2.2). Di dalam siklus hidup HIV, rangkaian asam nukleat berperan pada fungsi intrinsik. Asam nukleat merupakan zat kimia yang bertanggung jawab atas penyimpanan dan penyampaian semua informasi genetik untuk yang di perlukan guna perencanaan pembentukan fungsi sel. Asam nukleat mengandung deoksiribosa disebut asam deoksiribo nukleat atau DNA. Yang mengandung ribosom disebut asam ribonukleat atau RNA. DNA berperan membawa informasi genetik untuk sintesis protein. RNA termasuk mRNA (messenger RNA), tRNA (transfer RNA) dan rRNA (ribosomal RNA) bertugas melaksanakan instruksi yang dibawa DNA.2

Untuk terjadinya infeksi HIV diperlukan reseptor spesifik pada sel host

(33)

diferensiasi sel host (limfosit-T CD4) yang terinfeksi, sampai suatu saat terjadi suatu stimulasi yang dapat memicu dan memacu terjadinya replikasi dengan kecepatan yang sangat tinggi.2,12

Gambar 2.2 Siklus Hidup dan Patogenesis HIV 13

Perjalanan infeksi HIV, jumlah limfosit T-CD4, jumlah virus dan gejala klinis melalui 3 fase:

2.5.1 Fase Infeksi Akut

(34)

imun. Jumlah limfosit T pada fase ini masih di atas 500 sel/mm3 dan kemudian akan mengalami penurunan setelah 6 minggu terinfeksi HIV.2,12

2.5.2 Fase Infeksi Laten

Pembentukan respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam Sel Dendritik Folikuler (SDF) dipusat germinativum kelenjar limfe menyebabkan virion dapat dikendalikan, gejala hilang, dan mulai memasuki fase laten. Pada fase ini jarang ditemukan virion diplasma sehingga jumlah virion diplasma menurun karena sebagian besar virus terakumulasi di kelenjar limfe dan terjadi replikasi di kelenjar limfe. Sehingga penurunan limfosit-T terus terjadi walaupun virion diplasma jumlahnya sedikit. Pada fase ini jumlah limfosit T-CD4 menurun hingga sekitar 500 sampai 200 sel/mm3, setelah terjadi serokonversi positif individu umumnya belum menunjukkan gejala klinis (Asimptomatis).2,12

2.5.3 Fase Infeksi Kronik

Selama berlangsungnya fase ini, di dalam kelenjar limfe terus terjadi replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian SDF karena banyaknya virus. Pada fase ini terjadi peningkatan jumlah virion secara berlebihan di dalam sirkulasi sistemik. Respons imun tidak mampu meredam jumlah virion yang berlebihan tersebut. Limfosit semakin tertekan karena intervensi HIV yang semakin banyak. Terjadi penurunan jumlah limfosit T-CD4 hingga dibawah 200 sel/mm3. Penurunan limfosit-T ini mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan terhadap berbagai macam penyakit infeksi sekunder. Perjalanan penyakin semakin progresif yang mendorong kearah AIDS.2,12

(35)

2.6 Kriteria Diagnosis Infeksi HIV

Diagnosis HIV/AIDS ditegakkan berdasarkan klasifikasi klinis WHO dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan laboratorium mulai dari uji penapisan. Dengan pemeriksaan serologi untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Sebagai penyaring digunakan tehnik ELISA (enzyme-linked immunusorbent assay), aglutinasi atau dot-blot immunobinding assay. Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan nasional yang berlaku pada saat ini, selalu didahului dengan konseling pra-test

atau informasi singkat. Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu menjalani serangkaian pemeriksaan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis (pemeriksaan jumlah CD4) dengan tujuan untuk menentukan apakah penderita sudah memenuhi syarat untuk mendapatkan ARV atau tidak dan pemeriksaan laboratorium dilakukan sebelum memulai terapi.2,4

Tabel 2.1 Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV 4

Keadaan Umum

Kehilangan berat badan > 10% dari berat badan dasar

Demam (terus menerus atau intermiten, temperature oral > 37,50C) yang lebih dari satu bulan

Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan Limfadenopati meluas

Kulit

• PPE dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genitalia (genital Warts), folikulitis dan psoriasis sering terjadi pada ODHA tapi tidak selalu terkait dengan HIV.

Infeksi

Infeksi Jamur • Kadidiasis Oral

• Dermatitis seboroik

• Kandidiasis vagina berulang

Infeksi Viral • Herpes Zoster (berulang atau melibatkan lebih dari satu dermato)

• Herpes genital (berulang)

• Moluskum kontangiosum

• Kondiloma

Gangguan • Batuk lebih dari satu bulan

(36)

Pernafasan • Tuberkulosis

• Pneumonia berulang

• Sinusitis kronis atau berulang

Gejala Neurologis • Nyeri kepala yang semakin parah (terus-menerus dan tidak jelas penyebabnya

• Kejang demam

• Menurunnya fungsi kognitif

2.6.1 Stadium Klinis

Pada tahun 1990, WHO mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan virus HIV-1. Penilaian stadium klinis (Tabel 2.2) ditentukan setelah diagnosis infeksi HIV ditegakkan (serologi dan/atau virologi). Stadium klinis bermanfaat untuk menilai status penderita saat diagnosis HIV ditegakkan dan

follow-up penatalaksanaan, serta menjadi pedoman untuk memulai terapi profilaksis kotrimoksazol dan/atau intervensi lainnya yang berhubungan dengan infeksi HIV, termasuk kapan memulai terapi ARV. Stadium klinis berhubungan dengan angka harapan hidup prognosis dan progresifitas penyakit tanpa terapi ARV.14

Tabel 2.2 Klasifikasi Klinis HIV berdasarkan kriteria WHO

Stadium

I

Gambaran Klinis

.Asimptomatik

2.Limfadenopati generalisata

II 1. Berat badan menurun < 10%

2. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti dermatitis seboroik, prurigo, onikomikosis, ulkus oral yang rekuren, kheilitis angularis

3. Herves zoster dalam 5 tahun terakhir

4. Infeksi saluran nafas atas atau seperti sinusitis Bakterialis

III Berat badan menurun > 10 %.

Diare kronis yang berlangsung > 1 bulan. Demam > 1 bulan.

Kandidiasis orofaringeal. Oral Hairy Leukoplakia. TB paru dalam tahun terakhir.

(37)

piomiositis

IV HIV wasting syndrome.

Pneumonia Pneumocystis Carini. Toksoplasmosis Otak.

Diare kriptosporidiosis > 1 bulan. Kriptokokosis ekstrapulmonal. Retinitis virus Citomegalo.

Herves simpleks mukokutan > 1 bulan. Leukoensefalopati multifokal progresif. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis.

.Kandidiosis esofagus, trakhea, bronchus dan paru. .Mikobakteriosis atipikal diseminata.

.Septisemia salmonelosis non tifoid. .Tuberkulosis di luar paru.

.Limfoma.

.Sarkoma Kaposi. .Ensefalopati HIV

2.7 Antiretroviral (ARV)

Prinsip pengobatan ARV tidak menyembuhkan tetapi dapat menghentikan proses penyakit pada penderita HIV untuk beberapa tahun. Pemberian ARV tidak serta merta segera diberikan begitu saja pada penderita yang dicurigai. Sebelum mendapatkan terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidup. ARV harus diberikan secara kombinasi, paling tidak melibatkan 3 jenis obat untuk mendapatkan efek optimal serta memperkecil resistensinya.2,4

Terdapat tiga kelompok obat ARV, masing-masing ARV memiliki cara yang berbeda dalam merusak atau menghambat HIV yaitu 4,14-16:

2.7.1 Reverse Transcriptase Inhibitors

HIV membutuhkan suatu enzim yang dikenal dengan reverse transcriptase

untuk menginfeksi sel inang dan mereproduksi dirinya. Seperti namanya obat ini memperlambat produksi dari enzim transkriptase enzim dan membuat HIV tidak dapat menginfeksi sel dan menduplikasi sel. Golongan obat reverse transcriptase

(38)

2.7.1.1 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

Obat nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs) Juga dikenal sebagai nukleoside analog, adalah obat jenis pertama untuk menghambat HIV. Dikenal mulai tahun 1987.

2.7.1.2 Non- Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors

Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) mulai dikenal pada tahun 1997 dan secara umum dikenal sebagai non-nukleosid.

2.7.1.3 Nukleotide Reverse Transcriptase Inhibitors

Sebenarnya hanya ada satu jenis obat ini yaitu tenofovir. Obat ini bekerja dengan mencegah reverse transkriptase enzim tapi dalam cara yang berbeda dengan obat reverse transcriptase lain.

Tabel 2.3 ARV golongan Reverse Transcriptase Inhibitors

Nukleosid analog Reverse Transcriptase Inhibitos

-Abacavir (Ziagen, ABC) -AZT (Retrovir,

zidovudine)

-Combivir (AZT/3TC) -Trizivir

(AZT/3TC/abacavir) -D4T (Zerit, stavudine) -ddC (Hivid, zalcitabine) -ddI (Videx (tablet) Videx

- Efavirenz (Sustiva) - Nevirapine

(Viramune)

Tenofovir (Viread)

2.7.2 Protease Inhibitor (PI)

(39)

enzim digestif yang memecah protein dan merupakan salah satu dari banyak enzim yang digunakan oleh HIV untuk menduplikasikan dirinya. PI berperan dalam mencegah sebelum enzim protease dalam HIV merusak dan memotong rantai enzim dan protein.17

Tabel 2.4 ARV Golongan Protease Inhibitor

Protease Inhibitor (PI) Lopinavir/ritonavir (Kaletra) Amprenavir (Agenerase) Atazanavir (Reyataz) Indinavir (Crixivan) Nelfinavir (Viracept) Ritonavir (Norvir)

Saquinavir (Fortovase (soft gel) Invirase (hard gel)) Tipranavir (PNU)

2.7.3 Fusion atau Inhibisi Entry

Permukaan dari HIV bermuatan protein yang dikenal sebagai gp 41 dan gp120. Ini adalah protein yang mempersiapkan HIV untuk melekatkan dirinya atau masuk kedalam sel. Dengan mencegah salah satu dari protein tersebut, akan memperlambat proses reproduksi dari HIV. Sebagai contoh T20 adalah fusi inhibitor yang melekat pada gp41. Obat T20 berbeda dari obat lainnya karena harus disuntikkan. T20 adalah suatu protein karena itu tidak dapat diberikan secara oral karena tidak dapat dicerna. Salah satu T20 adalah fruzeon atau enfuvirtid.

2.8 Zidovudine

Zidovudine (3’-Azido-3’-deoxythymidine) pertama kali disintesa pada tahun 1960 yang digunakan sebagai anti kanker namun tidak efektif. Pada tahun 1985 digunakan sebagai bahan aktif secara in vitro dan obat penting yang digunakan untuk pengobatan lini pertama infeksi HIV-1. Secara struktur merupakan timidin nukleosida endogen dan merupakan kelompok azido (N3) pada

(40)

replikasi DNA virus.30,31 Obat ini tergolong analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI).20

Gambar 2.4 Struktur kimia Zidovudine21

Nama dagang : Retrovir®, Adovi®, Avirzid® Rumus molekul : C10H13H5O4

Berat molekul : 267,2 gr/mol

Sinonim : Azido deoksitimidin, Azidotimidin, AZT, Zidovudinum, 3’-Azido-3’-deoksitimidin

Fungsi : Antiretroviral

2.8.1 Farmakokinetik dan Metabolisme

Pemberian zidovudine secara oral sangat cepat diserap melalui saluran pencernaan pada saat lambung tidak kosong. Distribusi obat tersebut terjadi secara difusi pasif dan lipofilik relatif dengan bioavailabilitas mencapai 63% . Konsentrasi plasma maksimal tercapai dalam 0,4-1,4 jam setelah pemberian obat. Sekitar 25% AZT terikat protein terutama albumin.19,21 Zidovudin dapat di temukan di seluruh cairan tubuh selain plasma dengan volume distribusi sekitar 1,4 L/kg . Waktu paruh plasma dari zidovudin sekitar 1 jam.19 Zidovudin dimetabolisme terutama di mitokondria sel hati oleh enzim sitokrom p3A4

melalui 5-’glikoronidase membentuk metabolit glukoronidase yang stabil yang diekskresi melalui ginjal. Sekitar 14-20% obat tersebut tidak berubah namun 60-70% dari metabolisme utama di ekskresi melalui urin. Zidovudin secara

(41)

2.8.2 Farmakodinamik

Zidovudin merupakan suatu nukleosida analog sintesis. Secara intraseluler, zidovudin difosforilasi untuk metabolit 5’-triphospat aktif (AZT-TP) yang berfungsi untuk menghambat reverse transcriptase (RT) melalui pemutusan rantai DNA setelah bergabung dengan nukleosida analog. AZT-TP adalah inhibitor lemah dari seluler rantai DNA polymerase α dan gama . Dalam studi

kombinasi obat AZT memiliki hubungan sinergis dengan NRTI abacavir, ddI, Lamivudin dan zalcitabine, NNRTI delavirdine dan nevirapine, dan protease inhibitor (PI) indinavir, nelfinavir, ritonavir dan saquinavir dan bekerja secara aditif dengan interferon alfa.22

2.8.3 Keamanan, Toleransi dan efek samping

Zidovudin termasuk golongan NRTI, bila di kombinasi dengan lamividin dan efavirenz merupakan pengobatan yang sangat efektif untuk pasien HIV yang naïf.8,23 Respon imunologi dalam peningkadan kadar CD4 dalam penggunaa obat tersebut selama 48 minggu dapat mencapai 155 sel/mm3.23

(42)

retrospektif melaporkan bahwa insidensi anemia pada pasien HIV yang menggunakan pengobatan dengan zidovudin tinggi.9 Efek samping yang muncul saat pengobatan dapat menimbulkan efek yang merugikan yaitu tingkat kepatuhan makan obat menjadi rendah sehingga mempengaruhi tingkat keberhasilan terapi, kegagalan virology dan memperburuk kualitas hidup penderita.9,17 Studi Lesotho di Zambia menyatakan bahwa tingkat mortalita sangat tinggi pada pasien yang menggunakan regimen AZT. Semua efek samping ini bersifat reversible jika obat tersebut dihentikan.23,25

2.9 Tenofovir

Tenofovir (TDF) adalah obat yang dipakai sebagai bagian dari terapi antiretroviral (ART). Obat ini sejak tahun 2001 di Amerika Serikat digunakan sebagai obat antiretroviral untuk penderita HIV. Tenofovir termasuk golongan analog nukleotida atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI) dan merupakan 9-R-2phospho-nomethoxypropyl adenin (PMPA).22,26

Gambar 2.5 Struktur kimia Tenofovir 22

Nama dagang : Viread®

Rumus molekul :C19H30N5O10P.C4H4O4

Berat molekul : 305.2 gr/mol

(43)

2.9.1 Farmakokinetik dan Metabolisme

Tenofovir mudah larut dalam air dan mudah diabsorbsi melalui usus, bioavaibilitasnya adalah 30% setelah mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan 25% bila berpuasa. Penelitian secara in vitro menyatakan bahwa TDF tidak memiliki sitokrom (CYP) 450 dan tidak dimetabolisme di hati. TDF dieliminasi secara luas dan cepat, obat tersebut 80% tidak berubah dalam urine selama 3-4 hari dengan waktu paruh yang relative lama 12-18 jam, dengan volume distribusi sekitar 0,51 L/jam/kg.27

Tabel 2.5 Dosis TDF pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau yang menjalani hemodialisis.27

Renal impairment classification

Creatinine clearance (mL/min)

Administration

Normal >50 Every 24 hours

Moderate 30-49 Every 48 hours

Severe 10-29 Every 72 to 96 hours

Hemodialysis <10 12 hours of dialysis

2.9.2 Farmakodinamik

Tenofovir termasuk golongan NtRTI yang berfungsi menghambat enzim

reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV

(44)

interaksi antagonis. Obat tersebut aktivitas sinergis kuat dengan AZT dan

nevirapine (NVP) dan aktivitas sinergis ringan dengan ddI dan nelfinavir (NFV).27

2.9.3 Keamanan, Toleransi dan efek samping

Mulai tahun 2010 WHO mulai menyarankan regimen pengobatan lini pertama antiretroviral yaitu zidovudin (AZT) dan tenofovir (TDF). Dari dua pilihan ini TDF memiliki keuntungan yang lebih banyak karena obat tersebut ditoleransi dengan baik, dalam memonitoring efek samping lebih sedikit dalam pemeriksaan laboratorium, memiliki sitotoksik yang minimal, harga yang murah dan memiliki efek imunomodulator. Suatu penelitian selama 12 minggu menyatakan bahwa terdapat kegagalan virologi sebesar 91% pada pasien yang

mendapatkan pengobatan yang mengandung TDF, ddI, dan 3TC. Efek samping

yang sering dijumpai adalah mual, muntah, hilang nafsu makan. Tenofovir dapat

mengakibatkan kerusakan pada ginjal sehingga sebaiknya fungsi ginjal harus

dipantau.27,28

Studi 907 yang merupakan studi randomaized double-blaind yang menggunakan terapi tenofovir 300 mg sekali sehari terbukti menunjukkan kemampuan untuk mempertahankan penekanan virus dalam jangka panjang pada sebagian besar pasien HIV dan memiliki frekuensi rendah untuk terjadinya mutasi K65R.26

2.10 Tatalaksana Pemberian ARV

(45)

Tabel 2.6 Indikasi Pemberian ARV berdasarkan kriteria WHO:4

Target populasi Stadium klinis

Jumlah sel CD4

Rekomendasi

ODHA dewasa Stadium klinis 1 dan 2

> 350 sel/mm3 Belum mulai terapi Monitor gejala klinis dan jumlah sel CD4 setiap 6-12 bulan

< 350 sel/mm3 Mulai terapi Stadium klinis

3 dan 4

Berapapun jumlah sel CD4

Mulai terapi jumlah sel CD4

Mulai terapi Pasien dengan

ko-infeksi Hepatitis B kronik aktif

Apapun stadium klinis

Berapapun jumlah sel CD4

Mulai terapi

Ibu hamil Apapun

stadium klinis

Berapapun jumlah sel CD4

Mulai terapi

Untuk pasien baru HIV/AIDS, ada 4 pilihan panduan ARV sebagai lini pertama pengobatan yang direkomendasikan oleh WHO dan juga dipakai di Indonesia (Tabel 2.7).4

Tabel 2.7 Panduan ARV lini pertama AZT + 3TC +

NVP

(Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine) ATAU

AZT + 3TC + EFV

(Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz) ATAU

TDF + 3TC ( ATAU FTC) + NVP

(Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Nevirapine)

ATAU

TDF + 3TC (atau FTC) + EFV

(Tenofovir + Lamivudine (atau Emtricitabine) + Efavirenz)

AZT= Zidovudine, 3TC=Lamivudine, NVP=Nevirapine, TDF=Tenofovir, FTC=Emtricitabine, EFV=Efevirenz

2.11 Pemantauan klinis dan laboratorium selama terapi ARV lini pertama

(46)
(47)

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Keterangan:

Subyek penelitian

Perlakuan yang diberikan

Hasil yang diharapkan

3.2 Definisi Operasional

1. Jenis subyek penelitian (penderita HIV/AIDS) adalah seseorang yang didiagnosa dengan HIV/AIDS yang telah dikonfirmasi positif dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV menggunakan Rapid test dengan tiga metode yang berbeda dan baru pertama kali mendapatkan obat

antiretroviral.

2. Usia diperoleh berdasarkan data yang tertera pada kartu tanda penduduk yang dinyatakan dalam satuan tahun.

3. Jenis kelamin diperoleh berdasarkan data yang tertera pada kartu tanda penduduk yang dinyatakan sebagai pria atau wanita.

PENDERITA HIV/AIDS

EVALUASI KLINIS

CD4 KOMBINASI

AZT+3TC+EFV

(48)

menanyakan secara langsung.

5. ARV merupakan obat yang tidak menyembuhkan tapi dapat menghentikan proses penyakit pada HIV.

6. Penilaian efektifitas pengobatan adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target pengobatan telah tercapai, ukuran tersebut berdasarkan perbaikan gejala klinis, penurunan kadar viral load dan peningkatan kadar CD4 yang di timbulkan.

7. Kombinasi terapi tenofovir, lamivudin, efavirenz adalah obat yang dipakai sebagai kombinasi terapi antiretroviral (ART) golongan analog nukleosida atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI) digabung dengan gulongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor

8. Kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz adalah obat yang dipakai untuk terapi antiretroviral (ART) golongan analog nukleosida atau nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI) dengan golo non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor ngan . Obat ini menghambat

enzim reverse transcriptase.

9. Kadar CD4 merupakan jumlah absolut CD4 yang diperoleh dari hasil pemeriksaan menggunakan alat FACS Calibur (Becton Dickinson

(49)

BAB IV

BAHAN DAN METODE

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimental.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dimulai pada bulan Juni – Agustus 2014, atau hingga jumlah sampel mencukupi di Instalasi Rawat Jalan Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi (Poliklinik Pusyansus) RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi adalah pasien HIV/AIDS yang berobat jalan di Poliklinik pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan.

b. Sampel adalah pasien HIV/AIDS yang memenuhi syarat untuk mendapatkan ARV.

4.4 Kriteria Inklusi:

a. Pasien HIV/AIDS yang belum pernah mendapat HAART b. Pasien HIV/AIDS pria atau wanita usia ≥18 tahun

c. Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent

4.5 Kriteria Eksklusi:

a. Penderita HIV/AIDS yang tidak teratur dalam pengobatan b. Penderita HIV/AIDS wanita dalam keadaan hamil

c. Penderita HIV/AIDS anemia (laki-laki Hb <13gr/dl dan wanita Hb <12gr/dl) d. Penderita HIV/AIDS dengan gangguan fungsi ginjal

(50)

4.6 Besar Sampel

Studi ini menggunakan sampel tunggal untuk uji hipotesis proporsi suatu populasi.

Perkiraan besar sampel:

(

)

Jadi besar sampel minimal 37 orang masing-masing kelompok

Dimana :

Pada semua semua subyek yang dilakutkan dalam penelitian diminta untuk memberikan persetujuan tertulis (informed concern).

Tahap-tahap dari penelitian adalah sebagai berikut:

a. Dilakukan pencatatan data pribadi untuk mendapatkan data umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dari kartu tanda penduduk dan faktor resiko dengan menanyakan secara langsung.

b. Dilakukan pengambilan sampel darah pada daerah fossa cubiti subjek penelitian untuk dilakukan pemeriksaan Hemoglobin, Ureum, Creatinin, SGOT, SGPT, HbsAg, Anti HCV dan Kadar CD4 sebelum pemberian ARV dari rekam medik.

c. Pada akhir bulan ke-3, dilakukan pengambilan sampel darah untuk

(51)

d. Selanjutnya dicari perbandingan efektifitas rejimen pengobatan setelah pemberian ARV selama tiga bulan.

4.8 Identifikasi Variabel

a. Variabel bebas

• Perubahan kadar CD4 b. Variabel tergantung

•Perubahan Hemoglobine dan creatinin.

4.9 Analisis Data

- Untuk menjelaskan data variable penelitian secara tunggal disajikan dalam bentuk tabulasi.

- Untuk melihat pengaruh pemberian obat Zidovudine dan Tenofovir sebelum dan sesudah intervensi digunakan Uji Mc Nemar.

- Untuk melihat efek samping pengobatan yang mengandung kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan tenofovir, lamivudin,

efavirenz di gunakan uji Chi-Square (X2), dan efek samping yang tidak dianalisis secara statistik dinarasikan dan diidentifikasi.

- Taraf nyata (α) = 5%.

4.10 Ethical Clearance dan Informed Consent

Ethical Clearance (izin untuk melakukan penelitian) diperoleh dari Komite Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang ditanda tangani oleh Prof. Dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP(K) pada tanggal 18 Juni 2014 dengan nomor 301/KOMET/FK USU/2014.

(52)

4.11 Kerangka Operasional

Keterangan:

Subyek penelitian

Pemeriksaan yang dilakukan Perlakuan yang diberikan Hasil yang diharapkan Kriteria inklusi

Pasien Baru HIV/AIDS

Kriteria yang dikeluarkan

1. Penderita tidak teratur dalam pengobatan 2. Wanita dalam keadaan hamil

3. Anemia (laki-laki Hb <13 g/dl dan wanita Hb < 12 g/dl)

4. Gangguan fungsi ginjal

5. Ko-infeksi Hepatitis B dan Hepatitis C dan TBC

Grup 1 : AZT + 3TC +

EFV Selama 3 bulan

Grup 2 : TDF + 3TC +

EFV Selama 3 bulan Darah lengkap

Ureum, Creatinin SGOT, SGPT

HBsAg Anti HCV

Kriteria Inklusi

(53)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Selama periode penelitian (Juni s/d Agustus 2014) diperoleh 80 subyek penelitian dengan HIV/AIDS yang baru didiagnosa dan memiliki indikasi mendapatkan terapi antiretroviral di pusyansus RSUP H. Adam Malik Medan disertakan dalam penelitian ini, terdiri dari 52 pria (65,0%) dan 28 wanita (35,0%) dengan rerata usia 34.4 ± 8.4 (rentang 21-74 tahun, kelompok umur yang paling banyak dijumpai adalah 30-39 tahun sebanyak 50 orang (62,5%).

Faktor risiko terbanyak penularan infeksi HIV adalah heterosexual 65 orang (81,3%) diikuti tato 2 orang (2,5%), melalui transfusi 1 orang (1,3%), 12 orang ( 14,9%) subyek dengan faktor risiko lebih dari satu. Dari keseluruhan pasien 50 orang (62,5%) berpendidikan SLTA dan sederajat. Rerata kadar CD4 115,8±113,4 sel/mm3, sebagian besar pasien memmiliki CD4 <200 sel/mm3, yaitu 60 orang (75,0%). Rerata Hemoglobin (Hb) dan fungsi ginjal dalam batas normal sesuai dengan kriteria penelitian yaitu kadar Hb 13,5±1,3, ureum 21,1±8,2, kreatinin 0,71±0,2.

Gejala klinis yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini, adalah penurunan berat badan 26/80 orang (32,5%), diare kronis 17/80 (21,3%), kandidiasis oral 12/80 orang (15,0%), demam 3/80 orang (3,8%), herpes zoster 1/8 (1,3%), dan 21/80 orang lebih dari satu gejala klinis ( 26,4%) (Tabel 5.1)

Tabel 5.1 Data karakteristik dasar subyek dengan HIV/AIDS secara Keseluruhan

No Karakteristik Hasil

1. Jenis Kelamin, n (%) Pria

Wanita

52 (65,0) 28 (35,0) 2. Umur, Tahun

Mean (±SD) 34.4 ± 8,4

(54)

30 – 39 Tahun

SLTA dan sederajat Akademi

Penurunan berat badan Kandidiasis oral Diare Kronis Demam Herper Zoster

Diare Kronis dan Kandidiasis oral Demam dan Kandidiasis oral

Penurunan berat badan dan kandidiasis oral

26 (32,5)

5.1.1 Karakteristik Dasar Kelompok Penelitian

Keselururan penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok rejimen yang menggunakan kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz serta kelompok rejimen yang menggunakan kombinasi tenofovir, lamivudin, efavirenz memiliki jumlah pasien yang sama yaitu 40 orang.

(55)

(SD) (33,9±7,8 ; 34,9±8,9), dengan gejala klinis penurunan berat badan (12;14) orang (30.0%; 35.0%), kandidiasis oral (8;4) orang (20.0%; 10.0%), Diare kronis (10;7) orang (25.0%; 17,5%), demam (0;3) orang (0%, 7; 5%), herpes zoster (0;1) orang (0%; 2.5%), diare kronis dan kandidiasis oral (7;6) orang (17.5%; 15.0%), deman dan kandidiasis oral (0;3) orang (0%; 7,5%), dan penurunan berat badan dan kandidiasis oral (3;2) orang (7.5%;5.0%).

Kemudian pada 40 subyek penelitian masing-masing kelompok dilakukan pemeriksaan hemoglobin, kadar ureum, kadar kreatinin, dan kadar CD4. Rerata kadar hemoglobin (13,4±1,09; 13,6±1,4) gr/dl, rerata kadar ureum (22,5±0,7; 19,7±9,6)U/L, kadar kreatinin (0,7±0,1; 0,7±0,2)U/L, rerata kadar CD4 (111,5±113,3; 120,1±114,9) sel/mm3 (Tabel 5.2)

Tabel 5.2 Data karakteristik subyek HIV/AIDS masing-masing kelompok

Variabel Kombinasi

AZT+ 3TC+ EFV

Penurunan berat badan Kandidiasis oral Diare Kronis Demam Herper Zoster

Diare Kronis dan Kandidiasis oral Demam dan Kandidiasis oral

Penurunan berat badan dan kandidiasis oral Laboratorium, Mean ±SD

(56)

Tabel 5.3 Parameter Hematologi dan CD4 dari subyek penelitian sebelum dan sesudah pemberian rejimen kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz selama tiga bulan

Parameter N

Kombinasi AZT+3TC+EFV

Nilai p Sebelum Sesudah

X ± SD X ± SD

Kelompok rejimen yang menggunakan rejimen kombinasi zidovudin, lamivudin, efavirenz dengan analisis uji wilcoxon diperoleh penurunan hemoglobin setelah terapi selama tiga bulan. Dari hasil uji tersebut terjadi penurunan yang bermakna secara statistik (13,55±1,01 menjadi 11,88±2,37; p=0,001 dengan selisih 1,67 ). Dengan menggunakan analisa uji t-berpasangan diperoleh nilai rerata kadar ureum, kadar CD4, dan berat badan yang mengalami peningkatan yang bermakna secar statistik (22,21±6,38 menjadi 24,21±7,41, selisih -1,74, p=0,001; 111,5±113,3 menjadi 191,4±126,2; selisih -79,9, p=0,001; 47,7±5,7 menjadi 52,1±6,1, selisih -4,43 , p=0,001). Nilai rerata kreatinin mengalami peningkatan, namun demikian nilai tersebut tidak bermakna secara statistik (0,68±0,13 menjadi 0,78±0,12, selisih -0,08, p=0,284) (Tabel 5.3).

Tabel 5.4 Parameter Hematologi dan CD4 dari subyek penelitian sebelum dan sesudah pemberian rejimen kombinasi tenofovir, lamivudin, efavirenz selama tiga bulan

Parameter N

Kombinasi TDF+3TC+EFV

Nilai p Sebelum Sesudah

X ± SD X ± SD

(57)

Berat Badan (kg) 40 47,05 ±7,44 50,83 ± 7,16 0,0001≠

Uji T berpasang

Dengan menggunakan uji t-berpasangan yang digunakan pada kelompok yang menggunakan rejimen kombinasi tenofovir, lamivudin, efavirenz nilai rerata kadar ureum, kadar kreatinin mengalami peningkatan, nemun demikian nilai tersebut secara statistik tidak bermakna (19,67±9,55 menjadi 20,28±8,87, selisih -0,61,p=0,715; 0,74±0,21 menjadi 0,71±0,19, selisih -0,61,p=0,715). Nilai rerata Hb mengalami penurunan, nemun demikian nilai tersebut secara statistik tidak bermakna (13,72±1,37 menjadi 13,49±1,26, selisih 0,41,p=0,134). Nilai rerata kadar CD4 dan berat badan mengalami peningkatan yang bermakna (120,1±114,8 menjadi 203,9±137,2, selisih -83,85,p=0,0001; 47,05±7,44 menjadi 50,83±7,16, selisih -3,78,p=0,0001) (Tabel 5.4)

5.2 Efektifitas

5.2.1 Parameter Imunologis

Penilaian utama untuk melihat efektifitas pemberian terapi pada penelitian ini adalah parameter imunologis yaitu kadar CD4, diperiksa sebelum dan sesudah terapi masing masing kelompok. Hasil perubahan pemeriksaan CD4 ditunjukkan dalam (Tabel 5.5)

Tabel 5.5 Perubahan kadar CD4 sebelum dan sesudah terapi

Kelompok Kombinasi AZT+3TC+EFV

Kombinasi TDF+3TC+EFV

Nilai p

CD4, n(%) Meningkat Menurun

37 (92,5%) 3 (7,5%)

38 (95,0%) 2 (5,0%)

1.000*

*Uji Chi-Square

(58)

CD4 dan pada kelompok kombinasi terapi tenofovir, lamivudin, efavirenz dijumpai 2 orang (5,0%) penurunan kadar CD4, tidak berbeda bermakna secara statistik (p>0,05) (Tabel 5.5)

5.2.2 Parameter Klinis

Empat gejala klinis yang paling banyak dijumpai pada penelitian ini adalah penurunan berat badan, diare kronis, diare kronis dan kandidiasis oral serta kandidiasis oral (Tabel 5.1) Pada akhir penelitian gejala klinis secara umum mengalami perbaikan

Tabel 5.6 Perbandingan gejala klinis setelah intervensi terapi antiretroviral

Gejala klinis Kombinasi AZT+3TC+EFV Diare Kronis dan

Kandidiasis oral *Uji Chi-Square

(59)

Semua pasien yang menderita diare kronis mengalami perbaikan setelah diberikan terapi antiretroviral selama tiga bulan, serta diare kronis dan kandidiasis oral, demam dan herpes zoster tidak dijumpai lagi pada subyek setelah mendapat intervensi pemberian antiretroviral selama tiga bulan. (Tabel 5.6)

5.2.3 Efek Samping

Dengan menggunakan analisis uji wilcoxon pada akhir penelitian dijumpai anemia yang bermakna secara statistik pada kelompok yang menggunakan kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirenz (22 orang yang anemia dan 18 orang yang normal, p=0,0001) (Tabel 5.7).

Tabel 5.7 Perubahan parameter hemoglobin dari subyek penelitian sebelum dan setelah pemberian kombinasi terapi zidovudin, lamivudin, efavirenz selama tiga bulan.

Kombinasi AZT+ 3TC+ EFV Efek

samping

Sebelum terapi Sesudah terapi Perubahan Nilai p

Anemia

Dengan menggunakan analisis uji wilcoxon pada akhir penelitian dijumpai anemia pada kelompok yang menggunakan kombinasi terapi tenofovir, lamivudin, efavirenz, namun nilai tersebut tidak bermakna secara statistik (anemia 2 orang, normal 38 orang, p=0,157) (Tabel 5.8).

Tabel 5.8 Perubahan parameter hemoglobin dari subyek penelitian sebelum dan sesudah terapi kombinasi terapi tenofovir, lamivudin, efavirenz selama tiga bulan

Kombinasi TDF+3TC+EFV Efek

samping

Sebelum terapi Sesudah terapi Perubahan Nilai p

Gambar

Gambar 2.1 Struktur HIV 7
Gambar 2.2 Siklus Hidup dan Patogenesis HIV 13
Gambar 2.3 Perjalanan Infeksi HIV 12
Tabel 2.1 Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV  4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap skor keluhan dismotilitas antara pemberian terapi kombinasi lansoprazol &amp; sisaprid dengan

World Health Organization .Antiretroviral therapyforHIV infection in.. adultsand adolescents: Recommendations for

Selamat pagi/siang Bapak/Ibu, pada hari ini saya, dr.Asri Ludin Tambunan, peserta Pendidikan Pasca Sarjana Ilmu Penyakit Dalam / Magister Klinik FK USU Medan akan

Pada ODHA dengan dislipidemia yang berat, pemberian obat penurun kadar lipid single atau kombinasi mungkin tidak cukup untuk mencapai kriteria sesuai NCEP. Sementara

Penelitian yang dilakukan di Belgia oleh Conessa-Botella dkk., yang meneliti hubungan antara kadar vitamin D dengan pemberian ARV yang mengandung NNRTI (nevirapine dan efavirenz)

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pola peng- gunaan flukonazol terkait jenis, dosis, bentuk sediaan, kombinasi, dan rute pemakaian yang diberikan pada

Judul Tesis : PENGARUH TENOFOVIR TERHADAP KEJADIAN MIKROALBUMINURIA PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) YANG MENDAPAT TERAPI ANTIRETROVIRAL (ARV).. Nama :

Pada penelitian ini, rerata kadar CD4 Absolut pada kelompok ODHA yang mendapat terapi ARV yang tidak mengandung tenofovir adalah 44,88 sel/µL lebih tinggi daripada kelompok ODHA