EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TEAMS GAMES
TOURNAMENT (TGT) DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA
“3 IN 1” DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
KELAS IX DI SMP NEGERI 13 SEMARANG
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
oleh
Abid Khoirul Ismail 4101408207
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: “Efektivitas Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Menggunakan Media “3 In 1” dalam Pembelajaran Matematika Kelas IX di SMP Negeri 13 Semarang” dan seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, bebas plagiat, dan apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Semarang, 27 Februari 2013
Abid Khoirul Ismail NIM 4101408207
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul
Efektivitas Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Menggunakan Media “3 In 1” dalam Pembelajaran Matematika Kelas IX di SMP Negeri 13 Semarang
disusun oleh
Abid Khoirul Ismail 4101408207
telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA Universitas Negeri Semarang pada tanggal 27 Februari 2013.
Panitia
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Drs. Arief Agoestanto, M.Si.Putut NIP. 196310121988031001 NIP. 196807221993031005
Penguji Utama
Dr. Isti Hidayah, M.Pd.
NIP. 196503151989012002
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Drs. Sugiman, M.Si. Putriaji Hendikawati, S.Si., M.Pd., M.Sc.
NIP. 196401111989011001 NIP. 198208182006042001
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al-Baqarah: 286)
… Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika engkau minta tolong, minta tolonglah hanya kepada Allah “(H.R Ahmad, atTirmidzi, AlHakim, dan Ibnu Hibban)
Tujuan hidup memerlukan target, biarkan alam semesta bekerja dengan sendirinya.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
1. Bapak (Suwono) dan Ibu (Siti Munjayanah) tercinta atas kasih sayang, bimbingan, dan doa yang selalu diberikan.
2. Kakakku, Rofi’ Arif Wibowo yang selalu memotivasi dan mendukungku.
3. Adikku, Kusuma Nur Inayah tersayang. 4. Keluarga besar Guslat MIPA Unnes. 5. Sahabat-sahabatku.
6. Semua dosen dan teman-teman Pendidikan Matematika 2008.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis percaya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini tidak dapat berjalan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Semarang.
3. Drs. Arief Agoestanto, M.Si., Ketua Jurusan Matematika yang telah memberikan kemudahan administrasi dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Sugiman, M.Si., Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
5. Putriaji Hendikawati, S.Si., M.Pd., M.Sc., Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
6. Drs. Siswanto, S.Pd. M.Pd., Kepala SMP Negeri 13 Semarang yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis.
7. Tri Hartati, S.Pd., Guru Matematika SMP Negeri 13 Semarang yang telah membantu dan membimbing penulis pada saat pelaksanaan penelitian.
8. Peserta didik kelas IX SMP Negeri 13 Semarang yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.
9. Dosen-dosen Jurusan Matematika yang telah memberikan bekal ilmu.
10.Ayah, Ibu, Kakak dan Adikku yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.
11.Sahabat-sahabatku, Prastomo, Erni, Nurul, Laely, Putri, Galant, Umi, Diana, Eko, dan Isti yang telah memberikan semangat dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
12.Keluarga Guslat MIPA yang telah memberikan motivasi dan dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
13.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini. Dengan segala keterbatasan, penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran dari para pembaca. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Semarang, 27 Februari 2013
Penulis
ABSTRAK
Ismail, A. K. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Menggunakan Media “3 In 1” dalam Pembelajaran Matematika Kelas IX di SMP Negeri 13 Semarang. Skripsi, Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Drs. Sugiman, M.Si dan Pembimbing Pendamping Putriaji Hendikawati, S.Si., M.Pd.,M.Sc.
Kata kunci: Teams Games Tournament (TGT), Media “3 In 1”, Hasil Belajar. Sebagian besar peserta didik SMP kesulitan dalam memahami konsep yang bersifat abstrak. Hasil belajar materi kesebangunan peserta didik kelas IX SMP N 13 Semarang Tahun 2010/2011 masih banyak yang belum mencapai KKM. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT dengan menggunakan media ”3 In 1” merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk membuat peserta didik lebih aktif dalam pembelajaran dan membantu peserta didik dalam berpikir secara abstrak sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam materi kesebangunan.
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) hasil belajar peserta didik yang diterapkan model pembelajaran ekspositori dengan menggunakan media “3 In 1” lebih baik dari model pembelajaran ekspositori dan (2) hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media “3
In 1” lebih baik dibandingkan model pembelajaran ekspositori dengan
menggunakan media “3 In1” dan model pembelajaran ekspositori.
Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IX SMP Negeri 13 Semarang. Dengan teknik random sampling terpilih tiga kelas sampel yaitu kelas IX F sebagai kelas eksperimen 1, IX E sebagai kelas eksperimen 2, dan kelas kelas IX G sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan metode tes. Teknik analisis data menggunakan uji kesamaan rata-rata satu pihak (pihak kanan), analisis varians satu arah (anava), dan uji lanjut Tukey-Kramer.
Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata hasil belajar kelas eksperimen 1 adalah 80,93, kelas eksperimen 2 adalah 70,49, dan kelas kontrol 60,04. Berdasarkan hasil analisis uji kesamaan rata-rata satu pihak (pihak kanan) menunjukkan bahwa rata-rata hasil belajar kelas eksperimen 2 lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis anava dan diuji lanjut dengan Tukey-Kramer menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen 1 lebih baik dibandingkan kelas eksperimen 2 maupun kelas kontrol. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TGT dengan menggunakan media “3 In 1” efektif terhadap hasil belajar peserta didik kelas IX SMP Negeri 13 Semarang pada materi kesebangunan.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
KATA PENGANTAR ... v
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Penegasan Istilah ... 8
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ... 12
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 14
2.1 Landasan Teori... 14
2. 1. 1 Belajar dan Pembelajaran ... 14
2. 1. 2 Teori Belajar ... 15
2.1.2.1 Teori Belajar Piaget... 16
2.1.2.2 Teori Belajat Vygotsky ... 17
2.1.2.3 Teori Belajar Bruner ... 18
2.1.2.4 Teori Belajar Van Hiele ... 19
2. 1. 3 Pembelajaran Kooperatif ... 21
2.1.3.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif... 21
2.1.3.2 Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif ... 22
2.1.3.3 Tujuan Pembelajaran Kooperatif ... 23
2.1.3.4 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 25
2.1.3.5 Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ... 25
2.1.3.6 Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) ... 26
2. 1. 4 Hasil Belajar ... 30
2. 1. 5 Media Pembelajaran ... 32
2. 1. 6 Media “3 In 1” ... 35
2.1.6.1 Media Presentasi dengan Memanfaatkan Media Flash ... 35
2.1.6.2 Alat Peraga Matematika ... 37
2.1.6.3 Kartu Berpasangan ... 38
2. 1. 7 Materi Kesebangunan ... 39
2.1.7.1 Kesebangunan Bangun Datar ... 39
2.1.7.2 Kesebangunan pada Segitiga... 40
2.1.7.3 Menghitung Panjang Sisi pada Bangun yang
Sebangun ... 41
2.2 Kerangka Berpikir ... 46
2.3 Hipotesis Penelitian ... 48
3. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 49
3.2 Pelaksanaan Penelitian ... 50
3.3 Metode Penentuan Subyek Penelitian ... 51
3.3.1 Populasi ... 51
3.3.2 Sampel ... 52
3.4 Variabel Penelitain ... 53
3.4.1 Variabel Bebas... 53
3.4.2 Variabel Terikat ... 53
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 53
3.6 Analisis Instrumen ... 54
3.6.1 Validitas ... 54
3.6.2 Reliabilitas ... 55
3.6.3 Taraf Kesukaran ... 56
3.6.4 Daya Pembeda ... 57
3.7 Analisis Data Awal ... 58
3.7.1 Uji Normalitas ... 58
3.7.2 Uji Homogenitas Varians Populasi ... 59
3.7.3 Analisis Varians Satu Arah (Anava) ... 60
3.8 Analisis Data Akhir... 62
3.8.1 Uji Normalitas ... 62
3.8.2 Uji Homogenitas Varians Populasi ... 63
3.8.3 Uji Kesamaan Rata-rata (Uji Pihak Kanan) ... 64
3.8.4 Analisis Varians Satu Arah (Anava) ... 65
3.8.5 Uji Lanjut Tukey-Kramer ... 67
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 68
4.1.1Proses Penelitian ... 68
4.1.2Analisis Data Awal ... 69
4.1.2.1Uji Normalitas ... 69
4.1.2.2Uji Kesamaan Varians (Uji Homogenitas) ... 70
4.1.2.3Analisis Varians Satu Arah (Anava) ... 71
4.1.3Hasil Analsisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian ... 72
4.1.3.1Validitas Soal ... 72
4.1.3.2Reliabilitas Soal ... 72
4.1.3.3Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 72
4.1.3.4Analisis Daya Pembeda Soal ... 73
4.1.3.5Penentuan Instrumen ... 73
4.1.4Analisis Tahap Akhir ... 73
4.1.4.1Uji Normalitas Data ... 73
4.1.4.2Uji Homogenitas ... 75
4.1.4.3Uji Hipotesis I ... 76
4.1.4.4Uji Hipotesis II ... 77
4.2 Pembahasan... 79
4.2.1 Pembelajaran Kelas Eksperimen 1 dengan Model Pembelajaran TGT Menggunakan Media “3In 1” ... 80
4.2.2 Pembelajaran Kelas Eksperimen 2 dengan Model Pembelajaran Ekspositori Menggunakan Media “3In 1” ... 90
4.2.3 Pembelajaran Kelas Kontrol dengan Model Pembelajaran Ekspositori ... 90
5. PENUTUP 5.1 Simpulan ... 95
5.2 Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
LAMPIRAN ... 100
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Uji Coba ... 100
2 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen 1 ... 101
3 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Eksperimen 2 ... 102
4 Daftar Nama Peserta Didik Kelas Kontrol ... 103
5 Kisi-kisi Soal Tes Uji Coba... 104
6 Soal Tes Uji Coba ... 105
7 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Tes Uji Coba ... 108
8 Analisis Uji Coba Tes Hasil Belajar ... 113
9 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal ... 116
10 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 118
11 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Butir Soal ... 119
12 Contoh Perhitungan Reliabilitas Tes ... 120
13 Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir, Daya Beda Butir, Validitas Butir, dan Reliabilitas Tes ... 122
14 Kisi-kisi Soal Tes Hasil Belajar ... 123
15 Soal Tes Hasil Belajar ... 124
16 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Tes Hasil Belajar ... 126
17 Silabus ... 129
18 RPP Pertemuan 1 Kelas Eksperimen 1 ... 132
19 RPP Pertemuan 2 Kelas Eksperimen 1 ... 140
20 RPP Pertemuan 3 Kelas Eksperimen 1 ... 148
21 RPP Pertemuan 4 Kelas Eksperimen 1 ... 157
22 RPP Pertemuan 5 Kelas Eksperimen 1 ... 166
23 RPP Pertemuan 1 Kelas Eksperimen 2 ... 171
24 RPP Pertemuan 2 Kelas Eksperimen 2 ... 178
25 RPP Pertemuan 3 Kelas Eksperimen 2 ... 185
26 RPP Pertemuan 2 Kelas Eksperimen 2 ... 193
27 RPP Kelas Kontrol ... 201
28 LKPD Pertemuan 1 ... 213
29 LKPD Pertemuan 2 ... 215
30 LKPD Pertemuan 3 ... 218
31 LKPD Pertemuan 4 ... 221
32 Kunci Jawaban LKPD 1 ... 224
33 Kunci Jawaban LKPD 2 ... 225
34 Kunci Jawaban LKPD 3 ... 226
35 Kunci Jawaban LKPD 4 ... 228
36 Desain Alat Peraga Pertemuan 1 ... 230
37 Desain Alat Peraga Pertemuan 2 ... 231
38 Desain Alat Peraga Pertemuan 3 ... 232
39 Desain Alat Peraga Pertemuan 4 ... 233
40 Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 1 ... 234
41 Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 2 ... 235
42 Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 3 ... 237
43 Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 4 ... 238
44 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 1 ... 239
45 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 2 ... 241
46 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 3 ... 243
47 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Desain Kartu Berpasangan Pertemuan 4 ... 244
48 Soal Turnamen ... 246
49 Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran Soal Turnamen ... 249
50 Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen 1 ... 251
51 Perolehan Skor Game ... 252
52 Pembagian Kelompok Meja Turnamen ... 253
53 Perolehan Skor Turnamen ... 254
54 Daftar Nilai Rapor Kelas VIII Semester 2 Siswa Kelas IX E, IX F,
dan IX G SMP Negeri 13 Semarang ... 255
55 Uji Normalitas Data Awal ... 256
56 Uji Homogenitas Data Awal ... 258
57 Uji Kesamaan Rata-rata Data Awal (Anava) ... 259
58 Daftar Nilai Tes hasil Belajar ... 261
59 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen 1 ... 262
60 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen 2 ... 263
61 Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 264
62 Uji Homogenitas Data Akhir ... 265
63 Uji Kesamaan Rata-rata Satu Pihak, Pihak Kanan... 266
64 Analisis Varians Satu Arah (Anava) Data Akhir ... 267
65 Uji Lanjut Tukey-Kramer ... 269
66 Tabel Uji Statistika ... 271
67 Dokumentasi Penelitian ... 278
68 Surat Penetapan Dosen Pembimbing ... 280
69 Surat Permohonan Ijin Penelitian... 281
70 Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 282
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 25
3.1 Desain Penelitian Postes Hanya Grup Kontrol dengan Random Subjek (Randomized Subjects Posttest Only Control Group Design) ... 49
3.2 Uji Bartlett Data Awal ... 59
3.3 Data Sampel Dari k Buah Populasi Berdistribusi Normal Data Awal ... 60
3.4 Daftar Analisis Varians Data Awal ... 61
3.5 Uji Bartlett Data Akhir ... 63
3.6 Data Sampel Dari k Buah Populasi Berdistribusi Normal Data Akhir ... 66
3.7 Daftar Analisis Varians Data Akhir ... 66
4.1 Deskripsi Hasil Belajar ... 69
4.2 Hasil Uji Normalitas Data Awal ... 69
4.3 Hasil Uji Hormogenitas Data Awal ... 70
4.4 Analisis Varians Satu Arah (Anava) Data Awal ... 71
4.5 Hasil Uji Normalitas Data Akhir... 74
4.6 Hasil Uji Hormogenitas Data Akhir ... 75
4.7 Hasil Uji Kesamaan Rata-Rata Satu Pihak, Pihak Kanan ... 76
4.8 Analisis Varians Satu Arah (Anava) Hasil Belajar ... 77
4.9 Perbandingan Beda Mean dan Beda Kritik ... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Distribusi Peserta Didik dalam Turnamen ... 34
2.2 Persegi Panjang yang Sebangun... 39
2.3 Perbesaran Segitiga ABC Sebesar 2x Terhadap Titik O ... 40
2.4 Segitiga ABC Sebangun dengan Segitiga DEF ... 41
2.5 Segitiga yang Memiliki Sepasang Sisi Sejajar ... 41
2.6 Sisi-sisi Sejajar pada Segitiga Terpancung ... 42
2.7 Kesebangunan pada segitiga siku-siku... 43
4.1 Contoh Tampilan Media Flash Pertemuan Pertama ... 83
4.2 Contoh Alat Peraga Pertemuan Pertama ... 84
4.3 Contoh Kartu Berpasangan Pertemuan Pertama ... 86
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di masa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global akan selalu mengalami perubahan setiap saat. Di era globalisasi ini, para generasi muda dituntut untuk menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya untuk menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Dengan pendidikan yang tinggi, pola pikir masyarakat akan semakin meningkat sehingga dapat beradaptasi terhadap perubahan kehidupan masyarakat karena pengaruh dari globalisasi dan mampu mengaktualisasikan diri dalam pembangunan nasional.
Dengan pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), berarti implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan sehingga dapat menghasilkan sumber daya manusia berkualitas yang mampu membawa masyarakat, bangsa, dan negara ke luar dari krisis multidimensi yang sudah lebih dari sepuluh tahun belum menunjukkan adanya pemulihan (Mulyasa, 2009:132). Penerapan KTSP secara bertahap memberikan otonomi kepada sekolah untuk mengelola (termasuk merencanakan, melaksanakan, dan mengontrol) program-program peningkatan mutu, tanpa harus menunggu atau dibatasi oleh petunjuk dari birokrasi pendidikan di atasnya (Mulyasa, 2009:103). Mars dalam Mulyasa (2009:180) mengemukakan tiga faktor yang mempengaruhi implementasi
kurikulum., yaitu dukungan kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru, dan dukungan internal yang datang dari dalam diri guru sendiri. Keberhasilan implementasi KTSP di sekolah sangat ditentukan oleh guru karena jika guru tidak memahami dan melaksanakan tugas dengan baik, hasil implementasi kurikulum (pembelajaran) tidak memuaskan.
Mata pelajaran matematika sejak dulu telah diajarkan di semua jenjang pendidikan dimulai dari TK, SD, SMP, SMA, bahkan di perguruan tinggi pun matematika masih diajarkan. Di dalam pelajaran matematika tentu saja banyak rumus-rumus yang diajarkan. Rumus-rumus tersebut merupakan bagian yang tidak akan terpisahkan di dalam pelajaran matematika. Di setiap bab maupun subbab pasti ada rumus yang telah ditemukan.
Rumus-rumus matematika yang begitu banyaknya membuat peserta didik jenuh dengan pelajaran matematika. Banyak peserta didik yang menganggap bahwa matematika itu pelajaran yang sulit. Dengan anggapan tersebut peserta didik merasa tidak mampu mempelajari mata pelajaran matematika dengan tuntas. Perasaan itulah yang membuat peserta didik tidak berusaha belajar maksimal atau belajar dengan kemampuan apa adanya yang dimiliki peserta didik.
yang mengakibatkan peserta didik kurang mampu dalam memahami konsep untuk menyelesaikan soal matematika. Dengan pembelajaran yang membosankan membuat peserta didik kurang memperhatikan penjelasan dari guru sehingga peserta didik tidak mendapatkan hasil dari pembelajaran tersebut secara maksimal. Hasil pembelajaran peserta didik yang kurang akan berpengaruh dalam cara berpikir peserta didik untuk menyelesaikan persoalan dalam pelajaran matematika. Cara berpikir peserta didik yang sederhana membuat hasil belajar peserta didik kurang maksimal.
Upaya meningkatkan kualitas hasil pendidikan senantiasa dicari dan diteliti melalui kajian berbagai komponen pendidikan. Perbaikan dan penyempurnaan proses pembelajaran dilakukan untuk memajukan dan meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Teknologi pengajaran adalah salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengajaran. Konsep teknologi pengajaran merupakan suatu sistem dari teknologi pendidikan yang memberikan alternatif terhadap rancangan program pengajaran. Pendayagunaan media pembelajaran dapat memperbaiki efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Pembelajaran dengan metode ceramah membuat peserta didik kurang tertarik pada materi yang disampaikan guru, peserta didik cenderung pasif dan kurang serius dalam proses pembelajaran. Sehingga materi yang disampaikan oleh guru tidak tertanam dalam benak peserta didik (Suyitno, 2004: 2).
adalah pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) akan dapat melatih peserta didik mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam bentuk tulisan. Tugas-tugas kelompok akan dapat memacu peserta didik untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan-pengetahuan yang telah dimilikinya. Selain itu pembelajaran kooperatif (cooperative learning) dalam matematika akan dapat membantu peserta didik meningkatkan sikap positif dalam matematika. Peserta didik secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk memecahkan masalah-masalah matematika, sehingga akan mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (math anxiety) yang banyak dialaimi peserta didik. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) juga telah terbukti sangat bermanfaat bagi peserta didik yang heterogen. Model belajar ini dapat membuat peserta didik menerima peserta didik lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda dengan menonjolkan interaksi dalam kelompok (Suherman, 2003: 259).
Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan peserta didik dapat belajar lebih rileks,
menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat, dan keterlibatan belajar.
Proses belajar peserta didik dan proses mengajar guru merupakan keterpaduan yang memerlukan pengaturan dan perencanaan yang seksama sehingga menimbulkan minat belajar peserta didik. Minat belajar peserta didik akan dapat tumbuh dan terpelihara apabila proses mengajar guru dilaksanakan secara bervariasi, antara lain dengan bantuan media pembelajaran.
Pembelajaran materi geometri yang diterapkan di SMP Negeri 13 Semarang seperti bangun datar, bangun ruang sisi tegak, dan bangun ruang sisi lengkung sudah memanfaatkan media alat peraga. Namun, pada materi kesebangunan belum ada media untuk mendukung proses pembelajaran, padahal untuk menjelaskan materi kesebangunan diperlukan media yang bisa membantu peserta didik berpikir secara abstrak. Selain itu, sarana dan prasarana yang ada di SMP Negeri 13 Semarang dapat digunakan untuk mendukung proses pembelajaran seperti adanya LCD.
didik pada materi kesebangunan banyak yang tidak memenuhi nilai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 71, serta peserta didik kurang percaya akan kemampuannya dalam menyelesaikan soal tes dengan tipe pemahaman konsep maupun tipe pemecahan masalah. Hal ini terlihat dari data hasil ulangan harian materi kesebangunan beberapa kelas IX tahun ajaran 2010/2011, dimana dari 3 kelas yaitu kelas IX F terdiri dari 28 anak, kelas IX G terdiri dari 29 anak, dan kelas IX H terdiri dari 29 anak. Peserta didik yang nilainya di bawah KKM untuk kelas IX F ada 13 anak, kelas XI G 14 anak, dan IX H ada 17 anak. Jika dilihat rata-rata kelasnya, kelas IX F memiliki rata-rata nilai 67,38, kelas IX G memiliki rata-rata nilai 66,37, dan kelas IX H memiliki rata-rata nilai 67,01.
menerapkan konsep yang telah dipelajari. Dengan menggunakan tiga media dalam satu waktu pembelajaran akan memudahkan peserta didik untuk mempelajari matematika dan akan membuat peserta didik memahami konsep sehingga dapat menyelesaikan masalah dalam matematika.
Faktor-faktor itulah yang mengakibatkan peserta didik merasa sulit dalam mempelajari matematika. Sehingga diperlukan cara untuk membuat peserta didik lebih aktif dalam pelajaran matematika. Cara yang akan digunakan yaitu dengan menerapkan model pembelajaran TGT dengan menggunakan media “3 in 1”
artinya tiga media yang terdiri dari media presentasi dengan menggunakan software adobe flash CS3, alat peraga matematika, dan kartu berpasangan yang
akan digunakan dalam satu waktu pembelajaran. Oleh karena itu, penulis mengambil judul “Efektivitas Model Pembelajaran Teams Games Tournament
(TGT) dengan Menggunakan Media “3 In 1” dalam Pembelajaran Matematika
Peserta didik SMP Kelas IX di SMP Negeri 13 Semarang”.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
(1) Apakah hasil belajar peserta didik yang diterapkan model pembelajaran ekspositori dengan menggunakan media “3 in 1” lebih baik dari model
pembelajaran ekspositori?
pembelajaran ekspositori dengan menggunakan media “3 In 1”, atau model pembelajaran ekspositori?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini antara lain.
(1) Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik yang diterapkan model pembelajaran ekspositori dengan menggunakan media “3 In 1” lebih baik dari model pembelajaran ekspositori.
(2) Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik dalam pembelajaran matematika model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan
menggunakan media “3 In 1” lebih baik dibandingkan model pembelajaran
ekspositori dengan menggunakan media “3 In 1” dan model pembelajaran
ekspositori.
1.4
Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian tentang konsep-konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan istilah sebagai berikut.
(1) Efektivitas
dengan menggunakan media “3 In 1” dimana akan mendorong peserta didik lebih
termotivasi dalam belajar yang nantinya dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik.
(2) Model Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT)
Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang peserta didik yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda (Isjoni, 2010: 83). Pelaksanaan model pembelajaran TGT terdiri 5 komponen yaitu presentasi kelas, tim, game, turnamen, dan rekognisi tim (Slavin, 2011: 163)
(3) Media “3 in 1”
Media “3 in 1” yang dimaksud dalam penelitian ini adalah alat untuk
menyampaikan informasi pengajaran dalam bentuk 3 media yaitu media presentasi dengan menggunakan software adobe flash CS3, alat peraga matematika, dan kartu berpasangan yang akan digunakan dalam waktu bersamaan pada pembelajaran matematika.
bangun-bangun datar yang di dalamnya ada pasangan bangun yang saling sebangun. Di mana nantinya peserta didik melakukan proses belajar mengajar dengan melihat, memperagakan, serta mempraktikan media.
(4) Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang diselenggarakan guru untuk membelajarkan peserta didik guna memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan matematika. Pembelajaran matematika dalam penelitian ini adalah kegiatan penyampaian materi oleh guru kepada peserta didik melalui penggunaan media “3 in 1”, yang bertujuan agar peserta didik lebih termotivasi untuk belajar
matematika.
(5) Peserta didik Kelas IX
Kelas IX di SMP N 13 Semarang yang berjumlah 8 kelas dengan jumlah peserta didik 251. Pada kelas IX untuk mata pelajaran matematika diampu oleh tiga orang Guru. Guru I mengampu kelas IX A, IX B, IX C, IX D, guru II mengampu kelas IX E, IX F dan IX G, dan guru III mengampu kelas IX H.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
1.5.1 Bagi Peserta Didik
(1) Memperoleh suasana baru dalam belajar.
(2) Meningkatkan kemandirian, daya imajinasi, dan kreativitas peserta didik. (3) Meningkatkan kemampuan dalam pemecahan masalah dengan
(4) Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengembangkan pengetahuan yang telah dimilikinya melalui pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media ”3 In 1” sehingga dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik.
(5) Terciptanya suasana pembelajaran yang menyenangkan, di mana peserta didik dapat lebih menyerap materi yang berupa pengetahuan.
1.5.2 Bagi Guru
(1) Memberikan masukan kepada guru bahwa model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media ”3 In 1” dapat
dipakai dalam proses pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran matematika.
(2) Memberikan motivasi bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam proses pembelajaran melalui kreativitas dengan pemilihan berbagai model & media pembelajaran.
1.5.3 Bagi Penulis
(1) Dapat menambah pengalaman dan rasa kepedulian terhadap dunia pendidikan.
(2) Memberikan motivasi untuk menjadi guru yang profesional.
1.5.4 Bagi Sekolah
(1) Digunakan sebagai masukan dalam usaha meningkatkan prestasi belajar peserta didik.
1.6
Sistematika Penulisan Skripsi
Secara garis besar sistematika skripsi ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir yang masing-masing diuraikan sebagai berikut.
1.6.1 Bagian Awal Skripsi
Berisi judul, pernyataan, lembar pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran, dan daftar tabel.
1.6.2 Bagian Isi Skripsi
BAB 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, penegasan istilah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan skripsi. BAB 2 Landasan Teori
Berisi uraian teoritis atau teori-teori yang mendasari pemecahan tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan judul skripsi dan rumusan hipotesisnya.
BAB 3 Metode Penelitian
Berisi tentang jenis penelitian, penentuan obyek penelitian, variabel penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis uji coba instrumen, dan metode analisis data.
BAB 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi semua hasil penelitian dan pembahasannya. BAB 5 Penutup
1.6.3 Bagian Akhir Skripsi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan proses kegiatan yang penting bagi setiap orang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya (Suprijono, 2010: 3). Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2003: 28). Menurut Gagne (Suprijono, 2010: 2), belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai seseorang melalui aktivitas.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Amri dan Ahmadi, 2010: 89). Pembelajaran adalah sesuatu yang dilakukan peserta didik, bukan dibuat untuk peserta didik. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar (Isjoni, 2010: 14). Belajar dan pembelajaran memegang peranan penting dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar dan pembelajaran,
seseorang mampu memahami bahwa belajar dan pembelajaran memegang peranan penting dalam kehidupan.
Pengertian belajar dan pembelajaran sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan. Merupakan hal yang wajar bila definisi-definisi yang dikemukakan para ahli tersebut berbeda-beda karena masing-masing ahli diwarnai oleh aliran yang diikutinya dan dari sudut pandang yang tidak sama. Hal ini justru sangat menguntungkan karena semakin banyak wawasan dan pengetahuan tentang pengertian belajar.
Berdasarkan uraian tersebut, belajar diberi batasan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan yang relatif konstan dan berbekas sebagai hasil dari latihan dan pengalaman individu itu sendiri dan interaksinya dengan lingkungan yaitu membangun suatu pemahaman berdasarkan pengetahuan-pengetahuan atau ide-ide yang relevan. Pembelajaran diberi batasan sebagai usaha individu menciptakan keadaan agar dapat berinteraksi secara optimal dengan individu lain dan lingkungan untuk membantu tercapainya tujuan belajar.
2.1.2 Teori Belajar
2.1.2.1Teori Belajar Piaget
Menurut Jean Piaget (dalam Trianto, 2010: 70), seorang anak maju melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lahir dan dewasa, yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi formal. Tiap tahap ditandai dengan munculnya kemampuan-kemampuan intelektual baru yang memungkinkan orang memahami dunia dengan cara yang semakin kompleks. Perkembangan sebagian bergantung pada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan berinteraksi aktif dengan lingkungan. Selanjutnya menurut Piaget (dalam Trianto, 2010: 72) bahwa anak membangun sendiri skemata-skemata dari pengalaman sendiri dengan lingkungannya. Di sini peran guru adalah sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemberi informasi.
Guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang memadai agar peserta didik dapat menemukan pengalaman-pengalaman nyata dan terlibat langsung dengan alat dan media. Beberapa implikasi teori piaget dalam pembelajaran, menurut Slavin (dalam Trianto, 2010: 73) sebagai berikut.
1) Memfokuskan pada proses berpikir anak, tidak sekedar pada produknya. 2) Pengenalan dan pengakuan atas peranan anak-anak yang penting sekali dalam
inisiatif diri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
kelompok klasikal. Mengutamakan peran peserta didik dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Dari implikasi teori Piaget di atas, jelaslah guru harus mampu menciptakan keadaan peserta didik yang mampu untuk belajar sendiri. Artinya, guru tidak sepenuhnya mengajarkan suatu bahan ajar kepada peserta didik, tetapi guru dapat membangun peserta didik yang mampu belajar dan terlibat aktif dalam pembelajaran.
Implementasi teori belajar Piaget pada pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media “3 In 1” ditunjukkan melalui sebuah pembelajaran yang mampu membuat peserta didik belajar dan terlibat aktif dalam pembelajaran.
2.1.2.2Teori Belajar Vygotsky
Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak
selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dan dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan peserta didik dapat mandiri.
Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pembelajaran sains. Pertama, dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antarpeserta didik, sehingga peserta didik dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal development. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan scaffolding sehingga peserta didik semakin lama semakin bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri (Trianto, 2010: 77). Dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media “ 3 in 1”, implikasi dari teori
Vygotsky yaitu susunan kelas yang berbentuk pembelajaran kooperatif dan memunculkan strategi pemecahan masalah yang efektif serta tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran.
2.1.2.3Teori Belajar Bruner
pembelajaran penemuan (inkuiri) adalah salah satu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari, perlunya belajar aktif sebagai dasar pemahaman sebenarnya, dan nilai dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi).
Menurut Bruner ( Trianto, 2010: 79), belajar akan lebih bermakna bagi peserta didik jika mereka memusatkan perhatiannya untuk memahami struktur materi yang dipelajari. Untuk memperoleh informasi, peserta didik harus aktif di mana mereka harus mengidentifikasi sendiri prinsip-prinsip kunci daripada hanya sekedar menerima penjelasan dari guru. Oleh karena itu, guru harus memunculkan masalah yang mendorong peserta didik untuk melakukan kegitan penemuan.
Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk (Trianto, 2010: 80) digambarkan sebagai berikut: (1) memberikan contoh dan bukan contoh dari yang dipelajari; (2) membantu peserta didik mencari hubungan antara konsep; (3) mengajukan pertanyaan dan membiarkan peserta didik menemukan sendiri jawabannya; (4) mendorong peserta didik untuk membuat dugaan yang bersifat intuitif. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan menggunakan media “3 in 1”, implikasi dari teori Bruner yaitu dengan
menggunakan media “3 In 1” peserta didik mampu menemukan dan
mengidentifikasi sendiri konsep-konsep yang dipelajarinya. 2.1.2.4Teori Belajar Van Hiele
Menurut Van Hiele (Suherman, 2003: 51), tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan. Jika ditata secara terpadu akan dapat meningkatkan kemampuan berfikir anak kepada tingkatan berfikir yang lebih tinggi.
Van Hiele (Suherman, 2003: 51) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu: tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan tahap akurasi yang akan diuraikan sebagai berikut. 1) Tahap pengenalan (visualisasi) adalah tahap di mana anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya.
2) Tahap analisis yaitu tahap di mana anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya.
3) Tahap pengurutan (deduksi informal) yaitu tahap di mana pemahaman anak lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.
5) Tahap akurasi yaitu tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri, pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
2.1.3 Pembelajaran Kooperatif
2.1.3.1Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah peserta didik sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap peserta didik anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Isjoni, 2010: 14). Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010: 15), pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan Sunal dan Hans (dalam Isjoni, 2010: 15) mengemukakan pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberikan dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi peserta didik untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
2.1.3.2Unsur-Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Menurut Nurhadi & Senduk serta Lie (dalam Wena, 2009: 190) ada berbagai elemen yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu:
1) Saling ketergantungan positif
Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana belajar yang mendorong agar peserta didik merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan antara peserta didik satu dengan peserta didik yang lain inilah yang disebut saling ketergantungan positif.
2) Interaksi tatap muka
3) Akuntabilitas individual
Untuk mencapai tujuan kelompok (hasil belajar kelompok), setiap peserta didik (individu) harus bertanggung jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai kelompok. Kondisi belajar yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggung jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu peserta didik.
4) Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing peserta didik agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antaranggota kelompok. Oleh karena itu, peserta didik yang tidak dapat menjalin hubungan antarpribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga teguran sesama peserta didik. Dengan adanya teguran tersebut peserta didik secara perlahan dan pasti akan berusaha menjaga hubungan antarpribadi.
Menurut Lie dalam Wena (2009:192) ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas model pembelajaran kooperatif, yaitu (a) pengelompokan, (b) semangat pembelajaran kooperatif, dan (c) penataan ruang kelas. Ketiga faktor tersebut harus diperhatikan dan dijadikan pijakan dasar oleh guru dalam menerapkan pembelajaran kooperatif dalam kelas.
2.1.3.3Tujuan Pembelajaran Kooperatif
1) Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi peserta didik atau tugas-tugas akademis lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu peserta didik memahami konsep-konsep sulit.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi peserta didik dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling ketergantungan pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada peserta didik keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting untuk dimiliki oleh para peserta didik sebagai masyarakat, bangsa, dan negara, karena mengingat kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks.
2.1.3.4Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
[image:42.595.117.514.209.558.2]Terdapat enam langkah utama dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik agar rajin belajar. Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan cara mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
Fase 3 Mengorganisasikan peserta didik kedalam
kelompok-kelompok
Guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas.
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang dipelajari dan juga memberikan kesempatan
masing-masing kelompok untuk
mempresentasikan hasil kerja mereka. Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Sumber: Ibrahim (2000: 10) 2.1.3.5Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dapat melakukan melalui berbagai berbagai model pembelajaran. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Terdapat beberapa variasi model pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan, yaitu di antaranya: 1) Student Teams Achievement Division (STAD), 2) Jigsaw, 3) Teams Games Tournament
2.1.3.6Pembelajaran Kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang peserta didik yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku kata atau ras yang berbeda (Isjoni, 2010: 83). Secara umum TGT sama saja dengan STAD kecuali satu hal: TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana para peserta didik berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja akademik sebelumnya setara seperti mereka (Slavin, 2011: 163). Sedangkan menurut Devries, Mescon & Shackman dalam (Wyk, 2010 : 33) yaitu:
Teams-Games-Tournaments were originally developed by David DeVries and Keith Edwards at the University of Johns Hopkins as a cooperative learning method. It uses the same teacher presentations and team work as in STAD, but replaces the quizzes with weekly tournaments, in which students play academic games with members of other teams to contribute points to their team scores.
Tim-Games-Tournaments awalnya dikembangkan oleh David DeVries dan Keith Edwards di Universitas Johns Hopkins sebagai metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran ini menggunakan presentasi guru dan kerja tim seperti dalam STAD, tetapi menggantikan kuis dengan turnamen mingguan, di mana peserta didik memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk berkontribusi poin bagi skor tim mereka.
(1) Presentasi Kelas
Materi dalam TGT mula-mula diperkenalkan melalui presentasi di dalam kelas. Presentasi ini paling sering menggunakan pengajaran langsung atau diskusi yang dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual (Slavin, 2011: 143). Pada saat presentasi kelas ini peserta didik harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu peserta didik bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok, games/turnamen.
(2) Tim
Tim terdiri dari empat atau lima peserta didik yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa bekerja dengan baik saat game/turnamen (Salvin, 2010: 144).
(3) Game
Gamenya terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan materi yang dirancang untuk menguji pengetahuan peserta didik yang diperolehnya dari presentasi di kelas dan pelaksanaan kerja tim.
(4) Turnamen
kelas dan tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap lembar kegiatan. pada turnamen pertama, guru menunjuk peserta didik untuk berada dalam meja turnamen dengan ketentuan meja 1 ditempati oleh peserta didik berprestasi tertinggi di masing-masing tim, pada meja 2 ditempati oleh peserta didik berikutnya, dan seterusnya. Gambar 2.1 mengilustrasikan hubungan antara tim heterogen dan meja turnamen homogen.
Gambar 2.1 Distribusi Peserta Didik dalam Turnamen (Slavin, 2011: 168) (5) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim peserta didik dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT dilakukan dengan langkah kegiatan yang dideskripsikan sebagai berikut.
A-1 A-2 A-3 A-4 Tinggi Rata-rata Rata-rata Rendah
B-1 B-2 B-3 B-4 Tinggi Rata-rata Rata-rata Rendah
C-1 C-2 C-3 C-4 Tinggi Rata-rata Rata-rata Rendah Meja
Turnamen
Meja Turnamen
Meja Turnamen
Meja Turnamen Tim A
(1) Guru membagi peserta didik dalam beberapa kelompok atau tim heterogen (masing-masing terdiri dari 4 sampai 5 orang), menentukan tempat diskusi kelompok, dan meminta tiap kelompok menentukan ketua kelompok. (2) Guru membagikan Lembar Kerja dan kuncinya pada ketua kelompok dan
meminta ketua kelompok membagikan pada anggotanya (sebuah lembar kerja dipergunakan 2-3 peserta didik).
(3) Berdasarkan kehidupan sehari-hari, guru mengarahkan peserta didik untuk dapat memberikan contoh benda-benda yang berhubungan dengan materi. (4) Guru meminta peserta didik mendiskusikan materi yang terdapat pada
Lembar Kerja bersama dengan kelompoknya.
(5) Selama diskusi, guru memantau kegiatan peserta didik dan memperbolehkan peserta didik bertanya pada guru apabila ada masalah dan guru membantu secara proporsional setelah peserta didik dalam kelompok tersebut tidak mampu menanganinya sendiri.
(6) Guru memberikan contoh dan latihan soal.
(7) Guru memberikan games pada akhir pembelajaran.
(8) Guru memberikan turnamen pada akhir pekan. Awali turnamen dengan menentukan tempat meja turnamen, menjelaskan peraturan turnamen, dan meminta tiap kelompok mengirimkan wakilnya pada masing-masing meja turnamen.
(10) Guru mengoreksi jawaban soal turnamen 1, memberikan pengaturan skor, dan mengingatkan perpindahan untuk skor tertinggi dan terendah.
(11) Guru membagikan soal masing-masing meja turnamen, kemudian memberikan instruksi mengerjakan soal (turnamen 2).
(12) Guru mengoreksi jawaban soal turnamen 2, memberikan pengaturan skor, dan mengingatkan perpindahan untuk skor tertinggi dan terendah. Banyaknya turnamen menyesuaikan alokasi waktu pembelajaran.
(13) Guru meminta peserta didik kembali pada teman-teman sekelompok, menghitung skor kelompok, dan meminta hasil skor kelompok.
(14) Guru bertanya apakah ada soal yang sulit, jika ada guru meminta salah satu peserta didik untuk maju mengerjakannya.
(15) Guru mengumumkan kelompok dengan skor tertinggi dan memintanya maju untuk menerima reward.
2.1.4 Hasil Belajar
Menurut Abdurrahaman (Jihad, 2008: 14) hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Peserta didik yang berhasil dalam belajar adalah peserta didik yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.
Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance)(Jihad, 2008: 14).
Menurut Jarolimek dan Foster (dalam Dimyati, 2002: 202) tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembangan keterampilan intelektual. Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas/tingkat yaitu: (1) pengetahuan, (2) pemahaman, (3) penggunaan/ penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi. Menurut Davies, Jarolimek dan Foster (dalam Dimyati, 2002: 205), tujuan ranah afektif berhubungan dengan hierarki perhatian, sikap, penghargaan, nilai, perasaan, dan emosi. Kratwohl, Bloom, dan Masia mengemukakan taksonomi tujuan ranah afektif sebagai berikut: (1) menerima, (2) merespon, (3) menilai, (4) mengorganisasi, dan (5) karakterisasi (dalam Dimyati, 2002: 205-206). Sedangkan ranah psikomotorik berhubungan dengan keterampilan, motorik, manipulasi benda atau kegiatan yang memerlukan koordinasi saraf dan koordinasi badan (Davies dalam Dimyati, 2002:207). Kibler, Barket, dan Miles (dalam Dimyati, 2002:207) mengemukakan taksonomi ranah tujuan psikomotorik sebagai berikut: (1) gerakan tubuh yang mencolok, (2) ketepatan gerakan yang dikoordinasikan, (3) perangkat komunikasi nonverbal, dan (4) kemampuan berbicara.
tes setiap selesai menyajikan materi yang diberikan pada peserta didik. Dari hasil tes inilah dapat diketahui tingkat keberhasilan peserta didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam mengajar.
2.1.5 Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Jadi media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi teknologi dan komunikasi pendidikan (Association of Education and Communi-cation Technology /AECT) di Amerika membatasi media sebagai segala bentuk dan
saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik dan dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu Briggs berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta didik untuk belajar (Sadiman dkk, 2011:6). Menurut Reid dalam (Reeves, 1998: 1), yaitu:
Media has many definitions ranging from “a particular form of communication” as in “print versus video” to “the industry that
provides news and entertainment” as in “the media.” For the purposes
of this report, media is defined as “all means of communication, whatever its format”. In this sense, media include symbol systems as diverse as print, graphics, animation, audio, and motion pictures.
didefinisikan sebagai "semua sarana komunikasi, apapun formatnya". Dalam pengertian ini, media termasuk sistem simbol yang beragam seperti cetak, grafis, animasi, audio, dan gambar gerak. Asosiasi Pendidikan Nasional (Nasional Education Association / NEA) memberikan pengertian yang berbeda. Media
adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercatat maupun audiovisual serta perantaranya. Media dirancang untuk dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian peserta didik sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi (Sadiman dkk, 2011:7).
Tujuan pemanfaatan media adalah untuk menciptakan komunikasi yang baik antara guru dan peserta didik. Menurut Waluyo dalam Sugiarto (2009: 8) , prinsip pemanfaatan media adalah “theright aid at the right time in the right place
in the right manner” merupakan kunci pemanfaatan media yang dapat meningkatakan kualitas komunikasi antara guru dan peserta didik yang akhirnya meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Menurut Kemp dan Dayton dalam Arsyad (2005:19), media pembelajaran dapat memenuhi tiga fungsi utama apabila media itu digunakan untuk perorangan, kelompok, atau kelompok pendengar yang besar jumlahnya, yaitu: (1) memotivasi minat dan tindakan, (2) menyajikan informasi, dan (3) memberi instruksi.
(1) pengajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.
(2) bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh peserta didik dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan pembelajaran.
(3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga peserta didik tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran.
(4) peserta didik dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain
Macam-macam media dilihat dari jenisnya yaitu sebagai berikut. (1) Media auditif
Media auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja seperti radio, casette recorder, piringan hitam.
(2) Media visual
Media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan seperti film strip, slides, foto, gambar atau lukisan, dan cetakan.
(3) Media audiovisual
[image:51.595.109.516.109.624.2]2.1.6 Media “3 In 1”
Media “ 3 In 1” adalah media yang terdiri dari tiga macam media yaitu
media animasi flash, alat peraga matematika, dan kartu berpasangan di mana tiga media ini akan digunakan dalam satu waktu pembelajaran. Untuk penjelasan masing-masing media adalah sebagai berikut.
2.1.6.1Media Presentasi dengan MemanfaatkanAnimasi Flash
Animasi menurut Thalmami (Budianto, 2011) animasi berasal dari kata 'to animate' yang berarti menggerakkan. menghidupkan. Animasi adalah proses penciptaan efek gerak atau efek perubahan bentuk yang terjadi selama beberapa waktu. Animasi juga merupakan suatu teknik menampilkan gambar berurut sedemikian rupa sehingga penonton merasakan adanya ilustrasi gerakan (motion) pada gambar yang ditampilkan. Animasi adalah proses penciptaan efek gerak atau efek perubahan bentuk yang terjadi selam beberapa waktu. Animasi bisa berupa gerak sebuah objek dari tempat yang satu ke tempat yang lain, perubahan warna, atau perubahan bentuk (Salim, 2005: 1).
Media presentasi yang berupa animasi digunakan untnk menarik perhatian para peserta presentasi terhadap materi yang disampaikan oleh narasumber. Penambahan animasi pada media presentasi membawa suasana presentasi menjadi tidak kaku. Penambahan animasi diharapkan dapat tercapai penyampaian infoimasi atau terjadinya komunikasi yang baik dalam kegiatan presentasi.
proses belajar mengajar akan meningkatkan efisiensi, meningkatkan motivasi, memfasilitasi belajar aktif, memfasilitasi belajar eksperimental, konsistensi dengan belajar yang berpusat pada peserta didik, dan memandu untuk belajar lebih baik.
Dalam penelitian ini, media presentasi yang berisi pemaparan materi dan media interaktif dibuat dengan menggunakan software adobe flash CS3. Adobe flash CS3 (dahulu bernama macromedia flash) adalah hasil akuisi dilakukan oleh
Adobe oleh macromedia yang salah satu perangkat lunak komputer yang merupakan produk unggulan adobe sistems. Adobe flash memiliki kemampuan untuk membuat animasi mulai dari yang sederhana hingga kompleks. Adobe flash dapat menggabungkan gambar, suara, dan video ke dalam animasi yang dibuat. Berkas yang dihasilkan dari perangkat lunak ini mempunyai file extension .fla. file ini kemudian dapat dipublikasikan sehingga dihasilkan file .swf. file .swf inilah yang menjadi file final berisi animasi. File .swf harus dimainkan menggunakan softwere khusus, salah satunya flash player yang sudah terintegrasi pada saat instalasi program adobe flash CS3.
Pramono Andi (dalam Husril, 2011) menyatakan bahwa Adobe Flash CS3 adalah satu software dari perusahaan adobe, Inc. yang banyak diminati oleh kebanyakan orang karena kehandalannya yang mampu mengerjakan segala hal yang berkaitan untuk pembuatan film kartun, banner iklan, web site, presentasi, game, dan lain sebagainya. Selain itu flash juga dapat dikombinasikan dengan
pemrograman, seperti ASP, PHP, dan sebagainya”. Menurut Nugraha (dalam Husril, 2011) Kehandalan adobe flash CS3 dibandingkan dengan program lain adalah dalam hal ukuran file dari hasil animasinya yang kecil, untuk animasi yang dihasilkan oleh program adobe flash CS3 banyak digunakan untuk membuat sebuah web agar menjadi tampil lebih interaktif.
2.1.6.2Alat Peraga Matematika
Pada dasarnya anak belajar melalui benda/objek kongkrit. Untuk memahami konsep abstrak anak memerlukan benda-benda kongkrit (riil) sebagai perantara atau visualisasinya. Konsep abstrak yang baru dipahami peserta didik itu akan mengendap, melekat, dan tahan lama bila peserta didik belajar melalui perbuatan dan dapat dimengerti peserta didik, bukan hanya melalui mengingat-ingat fakta (Suherman, 2003: 243). Dalam pembelajaran matematika sering digunakan alat peraga karena dengan menggunakan alat peraga proses belajar mengajar termotivasi baik bagi peserta didik maupun guru, konsep abstrak matematika tersajikan dalam bentuk kongkrit, dan hubungan antara konsep abstrak matematika dengan benda-benda alam di sekitar akan lebih dapat dipahami.
2.1.6.3Kartu Berpasangan
Kartu berpasangan merupakan bagian dari metode pembelajaran make a match atau mencari pasangan. Kartu berpasangan digunakan untuk meningkatkan
partisipasi dan keaktifan peserta didik di dalam kelas. Penerapan teknik mencari pasangan ini dimulai dari peserta didik disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya. Peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin.
Teknik pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Loma Curran (dalam Kartiwi, 2011). Salah satu keunggulan tehnik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Dalam teknik pembelajaran dengan menggunakan kartu berpasangan ini, semua peserta didik diharapkan dapat belajar aktif, teliti, cermat, dan dapat memahami suatu konsep materi pelajaran dalam suasana menyenangkan. Teknik make a match (mencari pasangan) bertujuan untuk memperluas wawasan, kecermatan, dan kemampuan bekerja sama antar peserta didik pada pelajaran matematika materi kesabangunan kelas IX.
2.1.7 Materi Kesebangunan
[image:56.595.107.516.149.584.2]2.1.6.1Kesebangunan Bangun Datar
Gambar 2.2Persegi Panjang yang Sebangun
Perhatikan Gambar 2.2, Pada persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH, perbandingan panjangnya adalah 4 : 8 = 1 : 2. Adapun perbandingan lebarnya adalah 2 : 4 = 1 : 2. Dengan demikian, perbandingan sisi sisi yang bersesuaian pada kedua persegi panjang tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.
Kemudian, perhatikan sudut-sudut yang bersesuaian pada persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH. Oleh karena keduanya berbentuk persegi panjang, setiap sudut besarnya 90° sehingga sudut-sudut yang bersesuaian pada kedua bangun tersebut sama besar. Artinya kedua persegi panjang tersebut memiliki sisi-sisi yang bersesuaian dan sebanding sedangkan sudut-sudut yang bersesuaian sama besar. Oleh karena itu, persegi panjang ABCD dan persegi panjang EFGH dikatakan sebangun.
Jadi, dua atau lebih bangun dikatakan sebangun jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1. Panjang sisi-sisi yang bersesuaian pada bangun-bangun tersebut memiliki perbandingan yang senilai.
2. Sudut-sudut yang bersesuaian pada bangun-bangun tersebut sama besar.
A B
D C
2 cm
4 cm E F
H G
4 cm
2.1.6.2Kesebangun pada Segitiga
Gambar 2.3Perbesaran segitiga ABC sebesar 2x terhadap titik O
adalah bangun hasil dari (segitiga asli) setelah diperbanyak 2x dengan titik pusat O sehingga :
1. a : a1 = b : b1 = c : c1
2. Sudut-sudut tidak berubah jika dikalikan artinya sudut-sudut pada segitiga asli sama dengan sudut-sudut pada segitiga hasil
3. ( )
Definisi
Dua segitiga disebut sebangun jika segitiga yang satu dapat dikalikan sedemikian sehingga hasilnya sama dan sebangun dengan segitiga yang lain.
Teorema
1. Dua segitiga sebangun jika ketiga sisi segitiga yang satu sebanding dengan ketiga sisi yang bersesuaian dari segitiga yang kedua. (S S S)
2. Dua segitiga sebangun jika dua sudut dari segitiga yang satu sama dengan dua sudut dari segitiga yang lain. (Sd Sd)
A
B C
A1
B1
C1
a
b
c
a1
b1
c1
3. Dua segitiga sebangun jika dua segitiga yang satu sebanding dengan dua sisi segitiga yang kedua dan sudut apit kedua sisi itu sama. (S Sd S)
4. Dua segitiga sebangun, jika kedua segitiga itu siku-siku sedangkan sisi miring dan sebuah sisi siku-siku dari segitiga yang satu sebanding dengan sisi miring dan sisi siku-siku dari segitiga yang lain. (S Sm)
2.1.6.3Menghitung Panjang Sisi pada Bangun yang Sebangun
[image:58.595.114.511.254.641.2]2.1.6.3.1 Pada segitiga sembarang
Gambar 2.4Segitiga ABC sebangun dengan segitiga DEF
Perhatikan Gambar 2.4, karena ketiga sudut yang