• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM Elken), 2007.

USU Repository © 2009

ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

DALAM TRANSAKSI MELALUI

MULTI LEVEL MARKETING

(Studi Kasus Pada Perusahaan MLM ELKEN)

S K R I P S I

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

HENNY SEKARTATI

NIM: 030200121

Bagian :

HUKUM KEPERDATAAN / DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena berkat

rahmat dan karunia Nya lah penulis dapat menjalani hari-hari perkuliahan dengan

baik sampai pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan

sebaik-baiknya.

Adapun skripsi penulis ini berjudul “Aspek Hukum Perlindungan Konsumen

Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing Pada Perusahaan Elken”, diajukan

untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Huku m.

Penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah

membantu sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Untuk itu semua,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Wali penulis

selama mengikuti perkuliahan.

2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Jurusan Hukum

Perdata dan juga selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah banyak

meluangkan waktu dan membantu untuk membimbing penulis.

3. Bapak M. Siddik, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II penulis yang

(3)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

4. Bapak dan Ibu Dosen serta Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan

administrasi penulis selama mengikuti perkuliahan.

5. Kedua Orang Tua penulis Bapak Dharmono dan Ibu Hadijah yang sangat

penulis sayangi dan hormati. Juga buat kakak-kakakku Yulisa, SH dan

Ratna Indrawati serta abangku Romy Haryanto, SE yang mengasihi

penulis, memperhatikan kebutuhan penulis dan banyak membantu

kelancaran perkuliahan penulis.

6. Penulis juga mengucapkan terima kasih buat saudara-saudara dan

teman-teman. Buat Ayu, Suci, Novi, Bang Amrin, Ankga, Ucok, dan Firman

yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari

sempurna. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk

menambah wawasan berfikir bagi setiap orang yang membaca skripsi ini. Terima

kasih.

Medan, 04 September 2007

Penulis

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

ABSTRAK ... vi

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 2

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelittian ... 5

D. Keaslian Penulisan ... 6

E. Tinjauan Kepustakaan ... 7

F. Metode Penelitian ... 10

G. Sistematika Penelitian ... 12

BAB II : PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 Tahun 1999 A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN 1. Pengertian Konsumen ...14

2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ...16

B. HAK-HAK SERTA KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 1. Hak-hak dan Kewajiban Konsumen ...19

(5)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

C. PRINSIP-PRINSIP HUKUM

PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 27

D. PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA ... 31

BAB III : SISTEM MULTI LEVEL MARKETING ... 36

A. PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKETING ... 39

B. RUANG LINGKUP MULTI LEVEL MARKETING ... 40

C. JENIS-JENIS MULTI LEVEL MARKETING ... 48

1. Multi Level Marketing (MLM) Murni ... 49

2. Multi Level Marketing (MLM) Palsu ... 53

D. MEKANISME TRANSAKSI MULTI LEVEL MARKETING PADA PERUSAHAAN ELKEN ... 65

BAB IV : ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI MULTI LEVEL MARKETING A. KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG MENURUT KEPMENPERINDAG RI No. 73/MPP/KEP/3/2000... 70

B. KEDUDUKAN DAN PERANAN SELF REGULATION DALAM PERUSAHAAN ELKEN ... 79

(6)

D. PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ... 85

E. WAWANCARA DAN TANGGAPAN ... 88

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN ... 91

B. SARAN ... 92

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi ABSTRAK

Istilah Multi Level Marketing (MLM) memang sudah sangat familiar dengan kita. Tetapi kalau boleh jujur pada awal pemunculannya, MLM sarat dengan kontroversi. Mosi tidak percaya dengan sistem penjualan ini, timbul dikalangan masyarakat. Banyak dari mereka mempertanyakan, apakah benar sistem penjualan ala Multi Level Marketing benar-benar menguntungkan. Apakah benar-benar tidak mengandung resiko bagi sang konsumen, dan masih banyak lagi pertanyaan yang timbul dibenak masyarakat kita.

Beberapa hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan diundangkannya Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang berlaku efektif tanggal 20 April tahun 2000. Undang-undang Perlindungan Konsumen memang telah lama dinantikan oleh banyak pihak karena ketentuan hukum yang melindungi kepentingan konsumen di Indonesia dinilai belum memadai, karena pembangunan perekonomian nasional pada era globalisasi harus dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha, sehingga mampu menghasilkan beraneka barang dan jasa. Tumbuhnya dunia usaha tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat banyak dan sekaligus mendapat kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan tanpa mengakibatkan kerugian bagi konsumen.

Proses globalisasi ekonomi yang sekarang berlangsung akan memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan jasa melintasi batas wilayah negara. Keluar masuknya barang dan jasa akan mempunyai manfaat bagi konsumen. Konsumen mempunyai kebebasan untuk memilih barang dan jasa yang dibutuhkan, banyak alternatif untuk memilih barang dan jasa yang ditawarkan, antara lain dengan sistem penjualan berjenjang atau Multi Level Marketing. Namun disisi lain timbul dampak negatif, yaitu konsumen akan menjadi sasaran atau objek aktivitas bisnis para pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Apalagi tidak sedikit dari emreka yang terjerat dengan perusahaan yang berkedok Multi Level Marketing. Sikap skeptis masyarakat untungnya tidak membuat perusahaan Multi Level Marketing patah arang. Mereka tetap gencar untuk meyakinkan sasarannya bahwa pilihan mereka terhadap MLM bukanlah pilihan yang salah. Mereka yakin sistem ini akan memberikan nilai lebih bagi yang ingin bergabung. Pasalnya, setelah krisis ekonomi berkepanjangan melanda negara kita, sistem ini mampu menyentuh hati konsumen. Apalagi bagi korban PHK, pengangguran, dan bagi mereka yang ekonominya pas-pasan contohnya, sistem Multi Level Marketing dapat dijadikan alternatif solusi. Meskipun, tidak jarang bisnis ini juga diminati dan menjadi gaya hidup serta network sementara kaum profesional, maupun menjadi kerja sampingan. Dan banyak juga orang yang meninggalkan pekerjaan tetap mereka selama ini, karena tertarik dn yakin dengan prospek cerah dan kesuksesan yang akan diraih dengan menjalankan sistem Multi Level Marketing tersebut.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap orang, pada suatu waktu, dalam posisi tunggal, sendiri maupun

berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen

untuk suatu produk barang atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada

beberapa sisi menunjukkan adanya beberapa kelemahan pada konsumen, sehingga

konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”. Oleh karena itu secara

mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukumyang sifatnya universal

juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan

dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam banyak hal, maka

pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting

untuk dikaji ulang.

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formal

makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan

teknologi yang merupakan motor penggerak bagi produktifitas dan efesiensi produsen

atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha.

Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung

atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan

dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang

memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang terpenting dan

(9)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen,

lebih-lebih saat ini Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas.

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang

sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan

distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara seefektif mungkin agar dapat

mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. Untuk itu semua cara pendekatan

diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan

yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal

dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas,

atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan, pemalsuan dan

sebagainya.

A. Latar Belakang

Pada situasi ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya

mempertahankan pelanggan/konsumen, atau mempertahankan pasar atau memperoleh

kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen,

mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang makin ketat

ini juga dapat memberikan dampak negatif terhadap konsumen pada umumnya. Pada

saat ini sasaran setiap negara, setiap perusahaan (setiap produsen) adalah menuju

pada pemasaran global. Orientasi pemasaran global pada dasarnya dapat merubah

berbagai konsep, cara pandang dan cara pendekatan mengenai banyak hal termasuk

strategi pemasaran. Salah satu strategi pemasaran yang sedang marak saat ini adalah

(10)

berjenjang ini tumbuh dan mekar dimana-mana serta mengesankan “idaman masa

depan”.

Indonesia merupakan salah satu sasaran empuk bisnis Multi Level Marketing

Internasional. Menurut laporan Tabloid Network Indonesia Edisi Agustus 2001,

bahwa jumlah perusahaan MLM yang berkembang pada saat ini di Indonesia

mencapai 101 jenis dan itu belum termasuk bisnis MLM yang muncul dengan

mengendap-endap (tanpa kantor). Diantaranya ada yang sudah terdaftar pada APLI

(Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia) atau yang belum terdaftar sebagai anggota

APLI. Tetapi pada umumnya yang tidak terdaftar sebagai anggota APLI, adalah

perusahaan yang hanya berkedok MLM, namun dalam menjalankan bisnisnya

cenderung menipu. Sedangkan di Medan saat ini diperkirakan telah muncul 57

perusahan MLM. Sebagian besar diantarnya berasal dari Amerika dan negara-negara

barat lainnya. Dan adapula yang berasal dari negara Jepang. Belakangan ini banyak

juga yang berasal dari Malaysia. Dinegara jiran ini, peraturan tentang MLM sangat

ketat, antara lain; pemberlakuan pajak sampai 26 % terhadap bisnis MLM. Hal itu

tentunya memberatkan pengusaha. Akibat kewajiban yang memberatkan itu, maka

tidak sedikit pengusaha MLM di Malaysia yang hijrah ke Sumatera Utara sebagai

daerah potensial yang terdekat dari Malaysia.1

Oleh karena itu, perlindungan konsumen dalam era pasar global menjadi

sangat penting, karena konsumen disamping mempunyai hak-hak yang bersifat

universal juga mempunyai hak-hak yang bersifat sangat spesifik (baik situasi maupun

kondisi). Era perdagangan bebas merupakan suatu era dimana pemasaran merupakan

1

(11)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

suatu disiplin universal. Konsep-konsep pemasaran dipandang dari strategi pemasaran

global telah berubah dari waktu kewaktu, sebagaimana tahapan sebagai berikut:

Konsep pemasaran pada awalnya adalah memfokuskan pada produk dan pada

membuat produk yang lebih baik yang berdasarkan pada standar dan nilai internal.

Hal ini dilakukan dengan tujuan memperoleh laba, dengan menjual atau membujuk

pelanggan potensiil untuk meukar uangnya dengan produk perusahaan. Kedua, pada

dekade enam puluhan, mengalihkan fokus pemasaran pada pelanggan, sasaran masih

tetap pada laba, tetapi cara pencapaian menjadi lebih luas yaitu dengan

pembaharuan/marketing mix atau 4 P (product, price, promotion, and place) yaitu

produk, harga, promosi, dan saluran distribusi. Konsep ketiga sebagai konsep baru

pemasaran, yaitu dengan pembaharuan dari konsep pemasaran menjadi konsep

strategi. Konsep strategi pemasaran pada dasarnya merubah fokus pemasaran dari

pelanggan atau produk kepada pelanggan dalam konteks lingkungan eksternal yang

lebih luas lagi. Disamping itu juga terjadi perubahan pada tujuan pemasaran, yaitu

dari laba menjadi keuntungan pihak berkepentingan. Untuk itu harus memanfaatkan

pelanggan yang ada termasuk pesaing, kebijakan yang berlaku, peraturan pemerintah

serta kekuatan makro, ekonomi, sosial, politik secara luas.2

Bertolak dari rangkaian perubahan konsep pemasaran tersebut, perlidungan

terhadap konsumen juga membutuhkan pemikiran yang lebih luas lagi. Pemikiran

konsep secara luas dan kajian dari aspek hukum pun juga membutuhkan wawasan

hukum yang lebih luas, sehingga tidak dapat dikaji dari satu aspek hukum

semata-mata. Hal ini sangat penting mengingat kepentingan konsumen pada dasarnya sudah

2

(12)

ada sejak awal sebelum barang atau jasa diproduksi, selama dalam proses produksi,

sampai pada saat distribusi sehingga sampai ditangan konsumen untuk dimanfaatkan

secara maksimal.

B. Perumusan Masalah

Dari uraian singkat yang telah dikemukakan diatas dapat dirumuskan

beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini sebagai berikut :

1. Bagaimana Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang menurut

KEPMENPERINDAG RI No. 73/MPP/KEP/3/2000?

2. Bagaimana peranan Self Regulation (Kode Etik) untuk melindungi konsumen

dalam melakukan transaksi melalui Multi Level Marketing pada Perusahaan

MLM Elken?

3. Bagaimana kepastian hokum perlindungan konsumen di Multi Level

Marketing?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan usah Multi Level

Marketing serta mencari alternatif upaya perlindungan konsumen yang dapat

dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

2. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen melalui peningkatan

(13)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

3. Untuk memberikan gambaran upaya yang dapat dilakukan oleh konsumen

terhadap sikap pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab.

4. Agar masyarakat mengetahui bagaimana sesungguhnya sistem pemasaran

berjenjang atau Multi Level Marketing.

Pada dasarnya suatu penulisan yang dibuat, diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Adapun manfaat dari penelitian ini antara

lain :

1. Menumbuhkan sikap kritis terutama bagi pribadi penulis sendiri, dalam

menghadapi fenomena yang belakangan ini berkembang ditengah-tengah

masyarakat, yaitu munculnya berbagai jenis usaha yang menggunakan sistem

pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing .

2. Memberikan tambahan pengetahuan bagi masyarakat selaku konsumen, agar dapat

membedakan sistem Multi Level Marketing (MLM) yang asli atau semi dengan

sistem Multi Level Marketing (MLM) yang palsu atau semu.

3. Agar masyarakat lebih waspada terhadap jenis-jenis usaha yang menjanjikan

keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu singkat namun tanpa usaha dan

kerja keras.

4. Menambah wawsan dan khasanah bacaan bagi setiap orang yang berkenaan

membaca tulisan ini.

4. Sebagai tugas akhir bagi penulis dalam usaha memperoleh gelar kesarjanaan

(14)

D. Keaslian Penelitian

Penulisan skripsi ini pada awalnya didasarkan pada ide, gagasan, pemikiran

dan yang utama adalah ketertarikan terhadap sistem pemasaran berjenjang atau Multi

Level Marketing yang sedang marak berkembang ditengah-tengah masyarakat.

Disamping itu juga mengapa sistem pemasaran ini digemari banyak orang, dan

terbukti sistem Multi Level Marketing ini dapat bertahan ditengah-tengah krisis

berkepanjangan yang sampai saat ini melanda Indonesia. Hingga akhirnya diputuskan

untuk masuk menjadi anggota salah satu perusahaan Multi Level Marketing, untuk

mengetahui lebih jelas bagaimana sesungguhnya sistem tersebut dan bagaimana

upaya perlindungan hukum yang dapat diberikan oleh setiap perusahaan MLM

kepada setiap member, pelanggan, ataupun konsumennya. Artinya tulisan ini

bukanlah hasil ciplakan atau penggandaan dari perpustakaan karya tulis orang lain.

Oleh karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya. Kalaupun ada pendapat dan

kutipan dari penulisan ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam

usaha menyusun dan menyelesaikan tulisan ini. Karena hal tersebut memang sengat

dibutuhkan untuk melengkapi tulisan ini.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam salah satu konsiderans UU No. 8 Tahun 1999, isu hukum perlindungan

konsumen merupakan suatu hal yang ada keterkaitannya dengan era globalisasi.

Secara tekstual, pertimbangan poin (c) menegaskan bahwa semakin terbukanya pasar

(15)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

kesejahteraan masyarakat serta kepastian mutu, jumlah, dan keamanan barang

dan/atau jasa yang diperolehnya di pasar.

Dalam era ekonomi global rentang jarak antara produsen dan konsumen

semakin bias. Terlebih dalam era digital, produsen dapat menjual produknya

keberbagai negara melalui electronic business, distance selling, direct selling,

ecommerce, multi level marketing, dan online marketing tanpa menghadapi kendala

perdagangan (trade barries) yang kompleks dari negara pembeli. Suatu pertanyaan

yang krusial untuk dicarikan solusinya adalah apakah dengan maraknya sistem-sistem

tersebut membawa dampak yang signifikan terhadap perlindungan konsumen?

Dengan kemajuan teknologi informasi yang begitu cepat, berbagai perangkat yang

sudah ada dituntut untuk secara terus-menerus menyesuaikan dengan dinamika dan

perubahan zaman, termasuk masalah perlindungan konsumen yang dalam hukum

nasional Indonesia tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999.

Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 2 UU. No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang

dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Sedangkan menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 15 UU. No. 8 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Konsumen

adalah setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau jasa, baik untuk

(16)

Ekonomi, menyatakan bahwa Consumer-Konsumen berarti seorang yang menikmati

penggunaan fisik sesuatu benda ekonomi atau jasa ekonomi.3

Secara harfiah arti kata “Consumer” itu adalah “(lawan dari produsen) setiap

orang yang menggunakan barang”.4 Tujuan penggunaan barang atau jasa itu nanti

menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula

Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata “Consumer” sebagai pemakai

atau konsumen.5

Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 1, UU. No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang

menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.

Selanjutnya untuk memberi pemahaman yang lebih jelas mengenai objek

pembahasan, yakni mengenai Multi Level Marketing, amak penulis akan memberi

sedikit uraian terlebih dahulu. “Marketing” atau pemasaran adalah aktivitas dunia

usaha yang berhubungan dengan benda-benda serta jasa-jasa dari produksi sampai Sementara itu perlu juga diketahui pengertian dari pelaku usaha.

Menurut bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 butir 3, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang

didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam wilayah hukum

negara RI, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelanggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

3

Winardi, Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) Gramedia- Jakarta 1986, halaman 135.

4

A.S Hornby (Gen.Ed), Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current English,oxford University Press.Oxford 1987, halaman 183,”(opp To producer) person who use goods”.

5

(17)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

pada konsumsi, di dalam mana termasuk tindakan membeli, menjual,

menyelenggarakan reklame, menstandardisir, pemisahan menurut nilai, mengangkut,

menyimpan benda-benda, memodali, serta fungsi informasi pasar. Ada

macam-macam defenisi mengenai marketing seperti misalnya defenisi dari Nystrum dalam

bukunya “handbook of marketing” yang menyatakan bahwa “marketing” meliputi

segala aktivitas dunia usaha dalam bidang penyaluran benda-benda dan jasa-jasa dari

produsen ke konsumen.6

Penulisan skripsi ini menggunakan dua metode penelitian yaitu studi lapangan

atau field research dan studi kepustakaan atau library research. Berkenaan dengan

metode field research (studi lapangan) yang dipergunakan, penelitian dilaksanakan Selanjutnya secara lebih luas akan dijelaskan pengertian dari

Multi Level Marketing. Menurut Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI),

lembaga yang menaungi perusahaan MLM di Indonesia, Multi Level Marketing

(Pemasaran Multi Tingkat), adalah metode pemasaran barang dan/atau jasa dari

sistem penjualan langsung melalui program pemasaran berbentuk lebih dari satu

tingkat, dimana mitra usaha mendapatkan komisi penjualan dan bonus penjualan dari

hasil penjualan barang dan/atau jasa, yang dilakukannya sendiri dan anggota jaringan

kelompoknya. Tetapi ada juga yang menyatakan bahwa Multi Level Marketing adalah

sebuah sistem pemasaran modern melalui jaringan distribusi yang dibangun secara

permanen dengan memposisikan pelanggan perusahaan sekaligus sebagai tenaga

pemasaran.

F. Metode Penelitian

6

(18)

pada salah satu perwakilan atau Business Centre Perusahaan ELKEN di Sumatera

Utara-Medan, yaitu Business Centre (BC) Perusahaan ELKEN yang berkedudukan

di Jalan Diponegoro No. 16 Medan. Sedangkan metode studi kepustakaan (library

research) yang digunakan, mengacu kepada bahan-bahan bacaan berupa buku-buku

terutama yang membahas Hukum Perlindungan Konsumen dan Multi Level

Marketing walaupun sangat terbatas jumlahnya, serta majalah-majalah yang

membahas seputar sistem dan prospek usaha Multi Level Marketing, baik di

Indonesia maupun di dunia. Tulisan ini juga menggunakan data pendukung atau

penunjang berupa berita-berita dan artikel-artikel yang berasal dari internet yang

sangat berpengaruh dan penting artinya bagi penyempurnaan tulisan ini.

Adapun bentuk penelitian yang dipergunakan adalah dengan melihat kepada

sifat penelitian yaitu deskriptif. Alasannya bahwa penelitian ini bertujuan untuk

menggambarkan atau melukiskan tentang bagaimana sesungguhnya perlindungan

hukum yang diberikan terhadap konsumen dalam melakukan transaksi melalui Multi

Level Marketing, khususnya pada perusahaan MLM Elken. Hal tersebut selanjutnya

diperoleh melalui penjelasan mulai dari sebelum transaksi, pada saat transaksi,

sampai pada tahap setelah transaksi.

Alat pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu studi

kepustakaan berupa bahan bacaan seputar perkembangan dunia Multi Level

Marketing. Kemudian dokumen lainnya dalam hal ini berupa katalog/ buku panduan

atau dalam dunia MLM disebut dengan Starter Kit yang berisi : mekanisme menjadi

member, tingkatan member, bagaimana cara membangun bisnis MLM, garis-garis

(19)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

pajak, serta ketentuan atau syarat untuk dapat mendirikan Business Centre (BC) pada

Perusahaan Elken. Selain itu hasil wawancara yang dilakukan pada Business Centre

(BC). Dan analisa data yang dipergunakan pada penelitian ini adalah analisa

kualitatif.

G. Sistematika Penelitian

Keseluruhan sistematika yang ada dalam penulisan skripsi ini merupakan satu

kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak

terpisahkan. Demi memberikan kemudahan dalam penulisan ini, maka penulis

menggunakan sistematika sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : latar belakang, perumusan masalah,

tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II adalah mengenai Perlindungan Konsumen menurut UU. No. 8 Tahun

1999, yang terdiri dari pengertian konsumen, hukum konsumen, dan hukum

perlindungan konsumen; tahap-tahap transaksi konsumen; hak-hak serta kewajiban

konsumen dan pelaku usaha; prinsip-prinsip hukum perlindungan konsumen dan

perlindungan konsumen dalam hukum positif Indonesia.

Bab III adalah mengenai sistem MLM yang terdiri dari pengertian MLM,

ruang lingkup MLM, jenis-jenis MLM dan mekanisme transaksi melalui MLM pada

perusahaan Elken.

Bab IV membahas mengenai Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam

transaksi melalui Multi Level Marketing yang memuat ketentuan mengenai kegiatan

(20)

Kedudukan dan peranan self regulation dalam perusahaan Elken; Kepastian hukum

perlindungan konsumen; Penyelesaian sengketa konsumen dan disertai wawancar dan

tanggapan dari nara sumber.

Bab V sebagai penutup; terdiri dari kesimpulan dari seluruh tulisan atau

(21)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

BAB II

PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UU No. 8 TAHUN

1999

Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan

menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-undang tentang

Perlindungan Konsumen. Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan

berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang

dan cabang hukum senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”.

Dengan memahami pengertian konsumen, maka perbedaan antar hukum

konsumen dan hukum perlindungan konsumen, anata hak-hak pokok konsumen dan

keterkaitan hukum perlindungan konsumen dengan bidang-bidang hukum yang lain

dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang hukum perlindungan konsumen.

A. PENGERTIAN KONSUMEN DAN HUKUM PERLINDUNGAN

KONSUMEN

1. Pengertian Konsumen

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah “konsumen”

sebagai defenisi yuridis formal ditemukan pada Undang-undang Nomor 8 Tahun

1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Pasal 1 Angka (2) UUPK

menyatakan, konsumen adalah “setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang

(22)

maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Sebelum muncul

UUPK yang diberlakukan pemerintah mulai 20 April 2000, praktis hanya sedikit

pengertian normatif yang tegas tentang konsumen dalam hukum positif di Indonesia.

Diantara ketentuan normatif itu terdapat Undang-undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(diberlakukan 5 Maret 2000; satu tahun setelah diundangkan). UU ini memuat suatu

defenisi tentang konsumen, yaitu “setiap pemakai dan/atau pengguna barang dan/atau

jasa, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan orang lain”. Batasan

itu mirip dan garis besar maknanya diambil alih oleh UUPK.7

Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan konsumen

dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen pemakai terakhir. Masalahnya,

apakah pengertian konsumen hanya menyangkut orang atau termasuk bukan orang?

Di Perancis, berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang berkembang, konsumen

Istilah lain yang agak dekat dengan konsumen adalah “pembeli” (koper).

Istilah ini dapat dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian

konsumen jelas lebih luas daripada pembeli. Pakar masalah hukum konsumen di

Belanda, Hondius sebagaimana dikutip oleh Tim FH UI & Depdagri disimpulkan

bahwa, para ahli hukum pada umunya sepakat mengartikan konsumen sebagai,

pemakai produksi terakhir dari benda dan/atau jasa; (uiteindelijk gebruiker van

goederenen diesten). Dengan rumusan itu, Hondius ingin membedakan antara

konsumen bukan pemakai terakhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai

terakhir.

7

(23)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

diartikan sebagai, “The person who obtains goods and services for personal or family

purposes.”8

Hukum Perlindungan Konsumen merupakan bagian dari Hukum Konsumen

yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga

mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Secara universal,

berdasarkan hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen umumnya

berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungannya dengan pengusaha, baik Dari defenisi itu terkandung dua unsur, yaitu (1) konsumen hanya orang,

dan (2) barang atau jasa yang digunakan untuk keperluan pribadi atau keluarganya.

Sekalipun demikian, makna kata “memperoleh” (to obtain) masih kabur, apakah

hanya melalui hubungan jual beli atau lebih luas dari pada itu ?

2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen

Istilah Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen sudah sangat

sering terdengar. Namun sampai saat ini belum jelas, apa saja yang termasuk didalam

cabang Hukum Konsumen dan/atau Hukum Perlindungan Konsumen. Sekalipun

demikian, hampir semua orang sudah menyebutkan tentang Hukum Konsumen,

terutama Hukum Perlindungan Konsumen. Kemungkinan besar meningkatnya

kebutuhan masyarakat akan perlindungan konsumen terhadap dampak (negatif)

hubungan penyediaan barang atau jasa kebutuhan konsumen oleh pengusaha dan

penggunaannya oleh konsumen merupakan salah satu penyebab. Tentu saja tidak

dapat dihindarkan juga pengaruh global perkembangan kehidupan antar bangsa

umumnya dan kehidupan sosial-ekonomi-hukum pada khususnya.

8

(24)

secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun kemampuan atau daya bersaing/daya

tawar. Kedudukan konsumen ini, baik yang tergabung dalam suatu organisasi apalagi

secara individu, tidak seimbang dibandingkan dengan kedudukan pengusaha. Oleh

sebab itu, untuk menyeimbangkan kedudukan tersebut, dibutuhkan perlindungan pada

konsumen.

Adapun Hukum Konsumen diartikan sebagai “keseluruhan asas-asas dan

kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak

satu sama lain, berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen didalam pergaulan

hidup”.9 Sejalan dengan batasan Hukum Konsumen, maka Hukum Perlindungan

Konsumen adalah “keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur

melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia barang

dan atau jasa konsumen”.10

Hukum Konsumen pada pokoknya lebih berperan dalam hubungan dan

masalah konsumen yang kondisi para pihaknya berimbang dalam kedudukan sosial,

ekonomi, daya saing maupun tingkat pendidikan. AZ.Nasution mengakui, asas-asas

dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah konsumen itu

tersebar dalam berbagai bidang hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis. Ia Dari dua batasan tersebut diatas, hendaknya tidak

dilupakan bahwa peran regulasi sendiri (self regulation) dikalangan pengusaha dan

profesi, juga mempunyai pengaruh pada konsumen dan perlindungan konsumen

seperti termuat dalam bentuk kode etik, kode praktek, kode pemasaran dan

sebagainya.

9

AZ.Nasution, Konsumen..., op.cit., hal 64-65

10

(25)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

menyebutkan, seperti hukum perdata, hukum internasional, terutama

konvensi-konvensi yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan konsumen.11

Adapun yang masih belum jelas dari pernyataan AZ. Nasution berkaitan

dengan kaidah-kaidah hukum perlindungan konsumen yang senantiasa bersifat

mengatur. Apakah kaidah yang bersifat memaksa, tetapi memberikan perlindungan

kepada konsumen tidak termasuk hukum dalam perlindungan konsumen? Untuk

jelasnya dapat dilihat ketentuan Pasal 383 KUHP berikut ini :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang

penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : (1) karena sengaja menyerahkan

barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, (2) mengenai jenis keadaan atau

banyaknya barang yang diserahkan dengan menggunakan tipu muslihat”.

Seharusnya ketentuan memaksa dalam Pasal 383 KUHP itu juga memenuhi

syarat untuk dimasukkan ke dalam wilayah hukum perlindungan konsumen. Artinya,

inti persoalannya bukan terletak pada kaidah yang harus “mengatur” atau “memaksa”.

Dengan demikian, seyogianya dikatakan, hukum konsumen berskala lebih luas

meliputi berbagai aspek hukum yang terdapat kepentingan pihak konsumen

didalamnya. Kata aspek hukum ini sangat tergantung pada kemauan kita mengartikan

“hukum” termasuk juga hukum diartikan sebagai asas dan norma. Salah satu bagian

dari hukum konsumen ini adalah aspek perlindungan, misalnya bagaimana cara

mempertahankan hak-hak konsumen terhadap gangguan pihak lain.

11

(26)

B. HAK-HAK SERTA KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum. Oleh

karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek hukum. Adapun materi yang

mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebih-lebih

hak-haknya bersifat abstrak. Dengan perkataan lain, perlindungan konsumen

sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak

konsumen.

1. Hak-hak dan Kewajiban Konsumen

Secara umum dikenal ada empat hak dasar konsumen, yaitu: (1). Hak untuk

mendapatkan keamanan (the right to safety), (2). Hak untuk mendapatkan informasi

(the right to be informed), (3). Hak untuk memilih (the right to choose), (4). Hak

untuk didengar (the right to be heard).

Empat hak dasar ini diakui secara internasional. Dalam perkembangannya,

organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International

Organization of Consumers Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak, seperti

hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian, dan hak

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun tidak semua organisasi

konsumen menerima penambahan hak-hak tersebut. Mereka bebas untuk menerima

semua atau sebagian. YLKI misalnya, memutuskan untuk menambah satu hak lagi

sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen, yaitu hak mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat sehingga keseluruhannya dikenal dsebagai panca hak

(27)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

Akhirnya, jika semua hak-hak yang disebutkan itu disusun kembali secara

sistematis (mulai dari yang diasumsikan paling mendasar), akan diperoleh urutan

sebagai berikut :

1. Hak konsumen mendapatkan keamanan

Konsumen berhak mendapatkan keamanan dari barang dan jasa yang

ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika

dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau rohani. Hak

untuk memperoleh keamanan ini penting ditempatkan pada kedudukan utama, karena

selama berabad-abad berkembang suatu falsafah berpikir bahwa konsumen (terutama

pembeli) adalah pihak yang wajib berhati-hati, bukan pelaku usaha.

2. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar

Setiap produk yang diperkenalkan kepada konsumen harus disertai informasi

yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai

gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini disampaikan dengan

berbagai cara, seperti lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau

mencantumkan dalam kemasan produk (barang).

Hak untuk mendapatkan informasi menurut Prof. Hans W. Micklitz12

12

RUUPK di mata pakar Jerman, Warta Konsumen Tahun XXIV No. 12 (Desember, 1998) hal.33-34

, seorang

ahli hukum konsumen dari Jerman, dalam ceramah di Jakarta, 26-30 Oktober 1998

membedakan konsumen berdasarkan hak ini. Ia menyatakan, sebelum kita melangkah

lebih detail dalam perlindungan konsumen, terlebih dahulu harus ada persamaan

persepsi tentang tipe konsumen yang akan mendapatkan perlindungan. Menurutnya,

(28)

terinformasi (well informed) dan konsumen yang tidak terinformasi. Ciri-ciri tipe

pertma, antara lain (1) memiliki tingkat pendidikan tertentu, (2) mempunyai sumber

daya ekonomi yang cukup, sehingga dapat berperan dalam ekonomi pasar, dan (3)

lancar berkomunikasi. Dengan memiliki tiga potensi, konsumen jenis ini mampu

bertanggung jawab dan relatif tidak memerlukan perlindungan. Tipe konsumen kedua

memiliki ciri-ciri, antara lain (1) kurang berpendidikan, (2) termasuk kategori kelas

menengah ke bawah, dan (3) tidak lancar berkomunikasi. Konsumen jenis ini perlu

dilindungi, dan khususnya menjadi tanggung jawab negara untuk memberi

perlindungan.

Selain ciri-ciri konsumen yang tidak terinformasikan, karena hal-hal khusus

dapat juga dimasukkan kelompok anak-anak, orang tua, dan orang asing (yang tidak

dapat berkomunikasi dengan bahasa setempat) sebagai jenis konsumen yang wajib

dilindungi oleh negara. Informasi ini harus diberikan secara sama bagi semua

konsumen (tidak diskriminatif).

3. Hak untuk didengar

Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi adalah hak

untuk didengar. Ini disebabkan informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan

atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen. Untuk itu, konsumen

berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut.

4. Hak untuk memilih

Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentukan

pilihannya. Ia tidak boleh mendapatkan tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi

(29)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

menentukan produk mana yang akan dibeli. Hak untuk memilih erat kaitannya dengan

situasi pasar.

Jika terdapat monopoli oleh perusahaan yang tidak berorientasi pada

kepentingan konsumen, akhirnya konsumen pasti didikte untuk mengkonsumsi

barang atau jasa itu tanpa dapat berbuat lain. Dalam keadaan seperti itu, pelaku usaha

dapat secara sepihak mempermainkan mutu barang dan harga jual. Monopoli juga

dapat timbul akibat perjanjian-perjanjian antar pelaku usaha yang bersifat membatasi

hak konsumen untuk memilih.13

Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang

dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak

mendapatkan ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu

5. Hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan

nilai tukar yang diberikan

Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang

tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang

dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.

Namun, dalam ketidak bebasan pasar, pelaku usaha dapat saja mendikte pasar dengan

menaikkan harga, dan konsumen menjadi korban dari ketiadaan pilihan. Konsumen

dihadapkan pada kondisi take it or leave it.

6. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian

13

(30)

saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan

masing-masing pihak.

7. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum

Hak untuk mendapatkan ganti kerugian hatus ditempatkan lebih tinggi dari

pada pelaku usaha (produsen/penyalur produk) untuk membuat klausula eksonerasi

secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak

mendapatkan tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait dalam hubungan hukum

dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelesaian hukum, termasuk

advokasi. Dengan kata lain konsumen berhak menuntut pertanggungjawaban hukum

dari pihak-pihak yang dipandang merugikan, karena mengkonsumsi produk itu.

Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak

untuk mendapatkan ganti ekrugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik.

Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya

hukum terlebih dahulu. Sebaliknya, setiap upaya hukum pada hakikatnya berisikan

tuntutan memperoleh ganti kerugian oleh salah satu pihak.

8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

Hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak

yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi

konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan

setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup

meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan non fisik.

Desakan pemenuhan hak konsumen atas lingkungan hidup yang baik dan

(31)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

baik dan sehat merupakan bagian dari hak-hak subjektif (subjective rights) sebagai

bentuk yang paling luas dari perlindungan seseorang.14

Hak konsumen untuk dihindari dari akibat negative persaigan curang dapat

dikatakan sebagai upaya pre-emptive yang harus dilakukan, khususnya oleh

pemerintah, guna mencegah munculnya akibat-akibat langsung yang merugikan

konsumen. Itulah sebabnya, gerakan konsumen sudah selayaknya menaruh perhatian

terhadap keberadaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak ini,

seperti yang ada saat ini, yaitu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang

Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

9. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang

Persaingan curang atau dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut

dengan “persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha

menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau

memperluas penjualan atau pemasarannya, dengan menggunakan alat atau sarana

yang bertentangan dengan iktikad baik dan kejujuran dalam pergaulan perekonomian.

15

Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru.

Oleh sebab itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari

hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran hukum.

Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi

penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen

10. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen

14

Shidarta, oop.cit. hal 24-25

15

(32)

tidak selalu harus melewati jenjang pendidikan formal, tetapi dapat melalui media

massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat.

Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen

untuk mendapatkan “pendidikan konsumen” ini. Pengertian pendidikan konsumen ini

tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya,

makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan suatu produk

menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen.

Bentuk informasi yang lebih komprehensif dengan tidak semata-mata menonjolkan

unsur komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan

konsumen.16

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

Di pihak lain, konsumen juga dibebani dengan kewajiban atau tanggung jawab

terhadap pihak penjual atau pelaku usaha, dimana kewajiban konsumen meliputi

sebagai berikut :

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen

secara patut.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Dalam UU No. 8 Tahun 1999 diperinci apa saja yang menjadi hak dan

kewajiban pelaku usaha. Pelaku usaha juga mempunyai hak-hak yang harus dihargai

16

(33)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

dan dihormati oleh konsumen, pemerintah, serta masyarakat pada umumnya karena

penguasaha tanpa dilindungi hak-haknya akan mengakibatkan macetnya aktivitas

perusahaan. Hal ini sejalan dengan asas-asas perlindungan konsumen yaitu: (1) Asas

Manfaat, (2) Asas Keadilan, (3) Asas Keseimbangan, (4) Asas Keamanan dan

Keselamatan Konsumen, (5) Asas Kepastian Hukum.

Adapun hak-hak pelaku usaha yang dimuat dalam Pasal 6 Undang-undang

Perlindungan Konsumen meliputi sebagai berikut:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beritikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian

hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa

kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan

lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen, masyarakat, dan

pemerintah yang dimuat dalam Pasal 7 Undang-undang Perlindungan Konsumen

meliputi:

(34)

2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan, dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, gantirugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian, dan/atau pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, gantirugi, dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.17

C. PRINSIP-PRINSIP HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Menurut Prof. Hans W. Micklitz,18

17

Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 65-66

dalam perlindungan konsumen secara

(35)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi

yang memadai kapada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan

kompensatoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan

ekonomi konsumen (hak atas keamanan dan kesehatan).

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam

hukum perlindungan konsumen. Secara umum, prinsip-prinsip tanggung jawab dalam

hukum dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsure kesalahan

Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau

liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum namun berlaku dalam

hukum pidana dan perdata. Dalam KUH Perdata, khususnya Pasal 1365, 1366, dan

Pasal 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru

dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan

yang dilakukannya. Pasal 1365 KUHP Perdata, yang lazim dikenal sebagai pasal

tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsure poko,

yaitu: (1) Adanya perbuatan, (2) Adanya unsur kesalahan, (3) Adanya kerugian yang

diderita, (4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.

Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.

Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga

kepatuhan dan kesusilaan dalam masyarakat.

Ketentuan diatas juga sejalan dengan teori umum dalam hukum acara, yakni

asas audi et alteram partem atau asas kedudukan yang sama antara semua pihak yang

18

(36)

diperkara. Disini hakim harus memberi para pihak beban yang seimbang dan patut,

sehingga masing-masing memiliki kesempatan yang sama untuk memenangkan

perkara tersebut.

2. Prinsip praduga untuk selalu betanggung jawab

Prinsip ini menyatakan, Tergugat selalu dianggap bertanggung jawab

(presumption of liability principle), samapi ia membukt ikan, ia tidak bersalah. Jadi,

beban pembuktian ada pada si Tergugat. Tampak beban pembuktian terbalik

(omkering van bewijslast) diterima dalam prinsip tersebut. UUPK pun mengadopsi

sistem pembukt ian terbalik ini, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19, 22, 23, (lihat

ketentuan Pasal 28 UUPK).

Dasar demikian dari Teori Pembalikan Beban Pembuktian adalah seseorang

dianggap tidak bersalah sampai yang bersangkutan dapat membuktikan sebaliknya.

Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of

innocence) yang lazim dikenal dalam hukum. Namun, jika diterapkan dalam kasus

konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka

yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada di pihak pelaku usaha yang

digugat. Tergugat ini yang harus menghadikan bukti-bukti dirinya tidak bersalah.

Tentu saja konsumen tidaklah berarti dapat sekehendak hati mengajukan

gugatan-gugatan. Posisi konsumen sebagai Penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh

pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan si Tergugat.

3. Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab

Prinsip inilah adalah kebalikan dari prinsip kedua. Prinsip praduga untuk tidak

(37)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas dan pembatasan demikian biasanya

secara common sense dapat dibenarkan.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan

prinsip tanggung jawab absolut(absolut liability). Kendati demikian ada pula para ahli

yang membedakan kedua terminology diatas. Ada pendapat yang mengatakan, strict

liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai

factor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan

untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya keadaan force majeure. Sebaliknya,

absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada

pengecualiannya.

Biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena: (1) konsumen

tidak dalam posisi menguntungkan untuk membuktikan adanya kesalahan dalam

suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, (2) waktu ada gugatan atas

kesalahannya, misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu

pada harga produknya, (3) asas ini dapat memaksa produsen lebih berhati-hati.

5. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan

Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle)

sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi

dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya,

ditentukan bila film yang dicuci cetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat

kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh

(38)

bila diterapkan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru,

seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan kalusula yang

merugikan konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada

pembatasan mutlak harus ada peraturan perundang-undangan yang jelas.19

D. PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM HUKUM PERDATA

Hukum Keperdataan secara substansial merupakan area hukum yang sangat

luas dan paling dinamis. Keluasan hukum keperdataan sekilas segera tampak dari

judul-judul buku dalam KUH Perdata dan KUHD. KUHD merupakan lex specialis,

sementara KUH Perdata adalah lex generalis-nya. Dalam asas hukum dikatakan, jika

terjadi perselisihan pengaturan antara undang yang khusus dan

Undang-undang yang lebih umum, maka yang khusus inilah yang digunakan (lex specialis

derogat lege generalis).

Dalam KUH Perdata memang sama sekali tidak pernah disebut-sebutkata

“konsumen”. Istilah lain yang sepadan dengan itu adalah seperti pembeli, penyewa,

dan si berutang (debitur). Pasal-pasal yang dimaksud adalah:

1. Pasal 1235 (jo. Pasal 1033, 1157, 1236, 1365, 1444, 1473, 1474, 1482,

1550, 1560, 1706, 1744):

“Dalam tiap-tiap perikatan untuk memberikan sesuatu adalah termaksud

kewajiban si berutang untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk

merawatnya sebagai seorang bapak rumah yang baik, sampai pada saat penyerahan”.

19

(39)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap

persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk

dalam bab-bab yang bersangkutan.

2. Pasal 1236 (jo. Pasal 1235, 1243, 1264, 1275, 1391, 1444, 1480):

“Si berutang adalah berwajib memberikan ganti biaya, rugi dan bunga kepada

si berpiutang, jika ia membawa dirinya dalam keadaan tidak mampu untuk

menyerahkan keadaannya, atau tidak merawatnya sepatutnya guna

menyelamatkannya”.

3. Pasal 1504 (jo. Pasal 1322, 1473, 1474, 1491, 1504 s/d 1511):

“Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat tersembunyi pada barang

yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang

dimaksudkan itu, sehingga seandainya si pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali

tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang

kurang”.

Ketentuan dalam KUH Perdata diatas, jelas masih terlalu umum untuk

mengantisipasi perkembangan bidang hukum perdata yang sangat dinamis itu.

Dinamika yang dimaksud dapat diamati dari makin banyaknya bentuk-bentuk

perjanjian yang dibuat oleh para pihak (individu dan individu, atau lembaga dan

lembaga, atau individu dan lembaga). Dinamika hukum perdata ini disadari pula oleh

perancang KUHPerdata pada abad ke-19, antara lain dengan mencantumkan kriteria

perjanjian yang bernama (benoemd, specified)dan tidak bernama (onbenoemd,

unspecified). Dalam KUH Perdata , perjanjian bernama ini diatur dalam Bab V

(40)

bernama. Dapatlah dibayangkan, betapa banyak jenis-jenis perjanjian yang belum

diatur ketiga belas itu. Salah satunya tentunya adalah perjanjian yang menjadi

pembahasan dalam tulisan ini yakni mengenai Multi Level Marketing.

Dalam Hukum Perlindungan Konsumen, aspek perjanjian ini merupakan

factor yang sangat penting, walaupun bukan factor mutlak yang harus ada. Adanya

hubungan hukum berupa perjanjian tentu saja sangat membantu memperkuat posisi

konsumen dalam berhadapan dengan pihak yang merugikan hak-haknya. Perjanjian

ini perlu dikemukakan karena merupakan salah satu sumber lahirnya perikatan.

Perikatan dapat bersumber dari perjanjian dan Undang-undang (Pasal 1233

KUH Perdata). Dalam hukum positif Indonesia, masalah perikatan secara umum

diatur dalam Buku III KUHPerdata. Perikatan dalam kodifikasi hukum itu adalah

perikatan dalam lapangan hukum kekayaan. Artinya, perikatan tersebut dikaitkan

dengan hak-hak tertentu yang mempunyai nilai ekonomis. Jika hak itu tidak dipenuhi,

ada konsekuensi yuridis untuk menggantinya dengan sejumlah uang tertentu. Jadi

disini selalu terkait kepentingan ekonomis (geldelijke belang), bukan sekedar

kepentingan moral kesusilaan(zedelijke belang).

Pengaturan perikatan dalam KUHPerdata merupakan pengaturan secara

umum saja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1319 KUHPerdata. Pengaturan yang

bersifat umum tersebut dengan demikian juga mengingat perikatan-perikatan yang

dibuat dalam dunia perdagangan, khususnya yang diatur dalam KUHD. Hal ini

ditegaskan pula dalam Pasal 1 KUHD: “KUHPerdata berlaku juga bagi hal-hal yang

(41)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

tidak diatur secara khusus menyimpang. Anak kalimat terakhir dari Pasal tersebut

mengisyaratkan berlakunya asas “lex specialis derogat lege generali”.

Dengan demikian dalam transaksi konsumen, baik produsen maupun

konsumen keduanya dapat saja berdiri dalam posisi sebagai kreditur atau debitur,

tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Agar perjanjian itu memenuhi harapan

kedua pihak, masing-masing perlu memiliki itikad baik untuk memenuhi prestasinya

secara bertanggung jawab. Hukum disini berperan untuk memastikan bahwa

kewajiban itu memang dijalankan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan

kesepakatan semula. Jika terjadi pelanggaran dari kesepakatan itu, atau yang lazim

disebut wan prestasi, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pemenuhannya

berdasarkan perjanjian tersebut. Penuntutan ini ditegaskan dalam Pasal 1338 Ayat (1)

KUHPerdata. Pasal 1338 tersebut memberikan kesempatan untuk diadakan gugatan

kehadapan pengadilan. Pengadilanlah yang akan memutuskan apakah gugatan

tersebut dapat dibenarkan. Tidak semua jenis perikatan yang bersumber dari

perjanjian itu dapat dituntut pemenuhannya. Hukum hanya mencakupi perikatan yang

memenuhi syarat yang dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1320.

Dalam kaitan dengan Hukum Perlindungan Konsumen, kategori kedua yaitu

perbuatan melawan hukum sangat penting untuk dicermati lebih lanjut, karena paling

memungkinkan untuk digunakan oleh konsumen sebagai dasar yuridis penuntutan

terhadap lawan sengketanya. Sepanjang unsur-unsur Pasal 1365 KUHPerdata

terpenuhi, yaitu: ada kesalahan (yang dilakukan pihak lain atau tergugat), ada

kerugian (yang diderita si penggugat) dan ada hubungan kualitas antara kesalahan dan

(42)

senantiasa terbuka. Masalah lain yang timbul dalam lapangan hukum perdata

berkenaan dengan Perlindungan Konsumen justru dalam rangka membagi beban

pembuktiannya. Asas penerapan, asas pembalikan beban pembuktian (omkering van

bewijslast) seperti dianut dalam Pasal 19, 22, 23, dan 29 UUPK tentu merupakan

langkah maju, sekalipun masih perlu diuji, sejauh mana dapat dilaksanakan dalam

praktek.20

20

(43)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

BAB III

SISTEM MULTI LEVEL MARKETING

Dilihat dari berbagai ciri dari sistem Multi Level Marketing ini, ada beberapa

hal yang menurut hemat penulis memberikan pesona atau daya tarik kepada mereka

yang belum mendapatkan pekerjaan, atau mereka yang sudah bekerja, dan ingin

menambahpenghasilannya. Karena penghasilan besar di dapat tiap bulannya. Dengan

bekerja di sebuah perusahaan konvensional, baik swasta maupun negeri, belum

menjamin peningkatan taraf hidup yang diharapkan. Karena rendahnya tingkat gaji

bagi para pekerja di Indonesia.

Ditambah lagi, dalam suatu sistem Multi Level Marketing (MLM) semua

orang berpeluang untuk mencapai jenjang tinggi dengan waktu yang relatif singkat.

Menurut pakar dan pemerhati bisnis MLM di Indonesia, Andreas Harefa, untuk

mencapai jenjang Diamond (salah satu jenjang dalam sistem Multi Level Marketing),

umumnya dibutuhkan sekitar 4-10 tahun. Sedangkan untuk mencapai jenjang

Direktur atau CEO (Chief Executief Officer) dalam perusahaan konvensional,

dibutuhkan 15-30 tahun.

Bisnis Multi Level Marketing adalah bisnis dengan modal seadanya. Bisnis

MLM hanya membutuhkan dana awal yang minimal sangat kecil. Untuk bergabung

dengan usaha MLM, pada umumnya modal awal yang harus dikeluarkan berupa

(44)

Business Pack), yang nilainya berkisar Rp. 35.000,- sampai dengan kurang dari Rp.

300.000,-.21

Itulah enaknya sistem penjualan ala Multi Level Marketing (MLM). Tanpa

harus mengaji tenaga pemasaran, karena mereka merupakan individu independen

yang tidak terikat kontrak kerja dengan perusahaan pengelola bisnisnya, dan

produk-produk yang dikeluarkan perusahaan ternyata mampu menembus pasaran di

masyarakat luas. Istilahnya, kedua belah pihak sama-sama mendapatkan

keuntungan.

Menurut Andrias Harefa, seorang pengamat yang concern terhadap

perkembangan Multi Level Marketing di Indonesia, pada dasranya perusahaan yang

berbasis MLM, memberikan nuansa berbeda dalam dunia pemasaran. Jika kita

merujuk pada sistem penjualan konvensional dimana sang penjual hanya

mendapatkan keuntungan pada saat barang terjual, sistem MLM memberikan value

added bagi sang member. Selain mendapatkan keuntungan dari selisih penjualan

barang, mereka juga jika mampu membentuk jaringan kerja untuk memasarkan

produk atau jasa perusahaan, maka setiap bulannya perusahaan yang bersangkutan

akan memperhitungkan bonus atau komisi dari hasil usahanya.

22

Maka wajar rasanya, ketegaran mereka untuk terus meyakinkan masyarakat,

pada akhirnya membuahkan hasil. Ironisnya, Multi Level Marketing bisa dikatakan

tumbuh dan berkembang pada saat negara kita dilanda krisis, ataupun dapat dikatakan

pada saat kondisi ekonomi masyarakat kurang menguntungkan, PHK dimana-mana,

21

Harian Umun Sore SINAR HARAPAN, Rubrik : Konsultasi Eureka, Februari, 2003.

22

(45)

Henny Sekartati : Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi

kejahatan merajarela, pedagang-pedagang sepi pelanggan. Sistem MLM percaya

nggak percaya malah membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat. Mengapa

demikian? Karena dengan modal awal yang relatif kecil tanpa harus memiliki jenjang

pendidikan yang tinggi, mereka akan dituntun melalui pendidikan dan pelatihan

perusahaan untuk menjadi seorang “enterpreneur”. Maka jika memang ingin ditekuni

dengan baik , bisnis MLM diharapkan mampu mengubah banyak orang yang pada

awalnya “biasa-biasa saja” menjadi pribadi yang “luar biasa”, yang penuh percaya

diri, berwawasan luas, dan berpikiran positif. Dan secara otomatis mereka akan

menjadi pribadi yang mandiri.

Untuk itu, disaat krisis moneter yang tidak kunjung bertepi,

perusahaan-perusahaan Multi Level Marketing terus menuai keuntungan. Terbukti dengan

semakin gemarnya masyarakat untuk menjadi salah satu “member” mereka.

Perusahaan-perusahaan yang berbasis MLM pun terus bertambah dan menjamur

akhir-akhir ini, dan ikut meramaikan belantika bisnis Multi Level Marketing. Bahkan

dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat, perusahaan-perusahaan MLM yang

pada awalnya terkenla dengan penjualan produk-produk kesehatan, sekarang

berinisiatifuntuk terus mendiversifikasikan produknya.

Sistem pemasaran MLM yang terus mendapatkan tempat dihati masyarakat

ini, ternyata juga mampu menarik hati perusahaan-perusahaan konvensional untuk

berubah menjadi perusahaan yang memasarkan produknya melalui sistem Multi

Level Marketing. Bahkan, ada juga perusahaan yang menjalankan metode

pemasarannya melalui sistem Multi Level Marketing yang berdasarkan prinsip

(46)

perusahaan MLM yang menggunakan prinsip Syari’ah pertama) untuk ikut terjun di

sistem MLM ini dengan sungguh-sungguh. Berbasis masyarakat muslim,

AHAD-NET lebih mengutamakan dan menghadirkan produk-produk yang lebih halal dan

thoyyib seperti yang dianjurkan Al-Qur’an.

A. PENGERTIAN MULTI LEVEL MARKEING

Multi Level Marketing adalah sebuah sistem pemasaran modern melalui

jaringan distribusi yang dibangun secara permanen dengan memposisikan pelanggan

perusahaan sekaligus sebagai tenaga pemasaran. Jadi, Multi Level Marketing adalah

suatu konsep penyaluran barang (produk dan jasa tertentu) yang memberi kesempatan

kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh

keuntungan dalam garis kemitraannya.

Multi Level Marketing disebut juga Network Marketing, Multi Generation

Marketing, dan Unit Level Marketing. Namun dari semua istilah itu yang paling

sering dipakai dan populer adalah istilah Multi Level Marketing.23

23

Sistem Multi

Level Marketing (selanjutnya disingkat MLM), merupakan salah satu dari beragam

cara yang dapat dipilih oleh sebuah perusahaan (produsen) untuk memasarkan atau

mendistribusikan atau menjual produknya kepada konsumen (pemakai) melalui

distributor independen, tanpa adanya campur tangan langsung dari perusahaan

produsen. Imbal jasa yang diperoleh distributor independen adalah melalui potongan

harga, komisi, atau insentif yang diterapkan oleh perusahaan produsen secara

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian ini, dapat disimpulkan sebagai berikut, (1) Telah disusun seperangkat instrumen pengukuran independen yang berhubungan dengan matematika untuk siswa kelas X

Sedangkan perwujudan nilai-nilai demokrasi yang belum diwujudkan oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Jetis Bantul adalah bersikap menghargai perbedaan pendapat

Berdasarkan perencanaan yang telah didesain oleh Mine Plan, sump tersebut akan dipindahkan ke elevasi yang lebih rendah sehingga selain mengevaluasi kebutuhan

Telah banyak dilakukan penelitian yang difokuskan pada keterlibatan secara langsung siswa dalam investigasi ilmiah melalui praktek yang melibatkan aktivitas mental dan

Dari beberapa faktor yang telah dilakukan penelitian terdapat beberapa faktor risiko yang mempunyai hubungan secara signifikan dengan besar risiko berbeda-beda

Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan kegiatan supervisi, yang dapat

Potensi konflik lainnya dalam pengelolaan air bisa juga timbul karena belum adanya kelembagaan secara formal yang diikuti oleh instrumen-instrumen pendukungnya

* Kursus Minor Sains Komputer yang dibuka untuk pelajar Pusat Pengajian lain # Kursus Minor Teknologi Maklumat yang dibuka untuk pelajar Pusat Pengajian lain @ Kursus Minor