• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi"

Copied!
304
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI

NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG

DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

OKE ANANDIKA LESTARI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Oke Anandika Lestari

NRP F251060191

(3)

ABSTRACT

OKE ANANDIKA LESTARI. Physicochemical Characterization and Biological Value Evaluation of Dried Corn Noodle Substituted with Physically Modified Corn Flour. Supervised by DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI and DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.

Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodle. The technology of corn noodle has been developed, but the result showed that the corn noodle had high cooking loss, low elasticity, sticky and low sensory acceptability. One of method to overcome by the above problem was by substituting the corn flour with physically modified Heat Moisture Treated (HMT) corn flour in corn noodle formulation.

This research was objected to improve the physical and sensory characteristic of corn noodle substituted with HMT modified corn flour. The effect of HMT corn flour on biological value of corn noodle was also studied. The research was conducted in the following steps (1) to determine temperature (100oC, 110 oC, and 120oC) and time (3, 6, and 9 hours) of modified corn flour using HMT method, (2) to determine level substitution (0, 5, 10, 15, and 20%) of HMT corn flour in noodle formulation, (3) to evaluate the biological value of corn flour and dried corn noodle of the best formulation.

Corn flour Heat Moisture Treated (HMT) at 110oC for 6 hour changed it gelatinization profile from B type to C type. The swelling volume and amylose leaching of HMT corn flour decreased to 32% and 45% respectively. Substituted of corn flour with 10% HMT corn flour in corn noodle formulation yield corn noodle with lower cooking loss, less firm, and less sticky, and better sensory acceptability compare to that of corn noodle without HMT corn flour. However the elasticity was not improved. HMT modified of corn flour increased the amount the resistance starch and insoluble dietary fiber, but it the decreased starch digestibility and protein digestibility. The glycemic index of corn noodle substituted with 10% HMT corn flour had low glycemic index (51).

(4)

RINGKASAN

OKE ANANDIKA LESTARI. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Dibimbing oleh DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI dan DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.

Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan, diantaranya adalah mi jagung. Mi jagung memiliki tingkat kekerasan yang tinggi, kekenyalan rendah, kelengketan tinggi, kehilangan padatan selama pemasakan tinggi, dan nilai sensori terhadap kesukaan secara keseluruhan rendah (Putra 2008). Cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung tersebut adalah melakukan modifikasi tepung jagung dengan metode

Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metode tersebut dapat memperbaiki karakteristik mi dari pati sagu (Purwani et al

2006), dan dari pati ubi (Collado et al 2001). Hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan karakteristik fisik pati setelah perlakuan HMT sehingga sesuai untuk digunakan dalam produk mi, yaitu perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, menurunkan kemampuan mengembang dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan. Tetapi belum ditemukan penelitian yang melakukan modifikasi dalam bentuk tepung untuk memperbaiki karakteristik mi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan sensori mi jagung kering dengan mensubstitusi sebagian tepung jagung dengan sebagian tepung jagung yang telah dimodifikasi secara fisik dengan metode HMT dan mengevaluasi nilai gizi biologis mi kering jagung yang dihasilkan. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 1) Penentuan suhu (100oC, 110oC, dan 120oC) dan waktu (3 jam, 6 jam, dan 9 jam) modifikasi tepung jagung dengan metode HMT, 2) Penentuan formulasi (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) mi kering jagung, dan 3) Mengevaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.

Penentuan kondisi modifikasi tepung jagung dengan HMT adalah berdasarkan parameter profil gelatinisasi dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA), swelling volume, dan amilosa leaching. Penentuan formulasi mi jagung kering dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) Menentukan dua formulasi terbaik berdasarkan karakteristik fisik mi berupa kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan Texture Profile Analysis (TPA), (2) Menentukan satu formulasi terbaik dari dua formulasi terpilih berdasarkan karakteristik fisik dengan uji sensori. Parameter pengukuran nilai biologis yang diukur terhadap tepung jagung dan mi jagung kering adalah kadar pati resisten, kadar serat pangan, daya cerna pati, dan daya cerna protein, sedangkan pengukuran nilai indeks glikemik hanya dilakukan pada mi jagung kering.

(5)

120:6, 110:9, 110:6, 110:3, dan 100:9. Perlakuan (suhu:waktu) yang memiliki jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan terendah adalah tepung jagung dengan perlakuan 120:3, 120:6, 110:9, dan 110:6. Berdasarkan hasil tersebut dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya, dan terutama rendahnya jumlah amilosa yang lepas, maka diperoleh perlakuan suhu dan waktu HMT terbaik adalah suhu 110oC selama 6 jam. Perlakuan HMT tersebut menyebabkan penurunan viskositas puncak sebesar 52%, kemampuan untuk meretrogradasi (setback) 81.3%, kemampuan pengembangan 32.4%, dan jumlah amilosa yang lepas 45 %, serta terjadi peningkatan kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) 92.6%. Selain itu terjadi pula perubahan karakteristik kimia pada perlakuan HMT suhu 110oC selama 6 jam, yaitu penurunan kadar air sebesar 12.5%, karoten total 42.13%, dan beta karoten 28.99%.

Penentuan formulasi mi jagung kering terbaik dari formulasi substitusi tepung jagung HMT 0, 5, 10, 15, dan 20% berdasarkan karakteristik fisik menunjukkan bahwa formulasi 10% dan 20% adalah formulasi terpilih. Hal tersebut didasarkan kepada rendahnya kehilangan padatan selama pemasakan dan terjadinya penurunan tingkat kekerasan mi jagung yang berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Hasil uji sensori terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan menunjukkan bahwa formulasi 10% paling disukai diantara tiga formulasi (0%, 10%, dan 20%), yaitu dengan tingkat kesukaan agak suka hingga suka. Mi kering jagung terpilih yaitu formulasi 10% dapat memperbaiki karakteristik fisik dengan menurunkan kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) sebesar 12.5%, kekerasan 20.4%, dan kelengketan 21.3%, tetapi hasil Texture Profile Analysis

(TPA) menunjukkan tidak adanya perbedaan elastisitas dengan mi formulasi 0% (tanpa HMT). Sedangkan hasil uji sensori menunjukkan bahwa formulasi 10% memiliki tingkat elastisitas yang paling tinggi dibandingkan formulasi 0%. Berdasarkan hal tersebut maka dengan melakukan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% sudah dapat memperbaiki karakteristik fisik dan sensori mi jagung, sedangkan karakteristik kimia yang dipengaruhi hanya terjadi penurunan kadar air sebesar 20.4%.

Evaluasi nilai biologis pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar pati resisten sebesar 105%, serat pangan tidak larut 22.8%, serta menurunkan daya cerna pati 38.4%, dan daya cerna protein 4.9%. Sedangkan pada mi jagung kering HMT terjadi peningkatan pati resisten sebesar 19.1% dan serat pangan tidak larut 14.6%, serta menurunkan daya cerna pati 12%, dan perubahan indeks glikemik dari sedang menjadi rendah.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi

(7)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI

NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG

DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

OKE ANANDIKA LESTARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi

Nama : Oke Anandika Lestari Nim : F 251060191

Program Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan,

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini ialah Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc selaku dosen penguji, Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan, dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi yang turut memberikan pengarahan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Junaedi dan Bapak Deni beserta staf teknisi Seafast Center IPB, Bapak Nurwahid beserta staf Teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Bapak Taufik beserta staf teknisi Laboraturium Kimia Pangan Seafast Center IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Caing AJ MT (ayah), Sri Yetty Hartati (ibu), Agus Sugih Harto (kakak), Kusminah (nenek), Willy Yanuwar atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu angkatan 2006: bu Lisna, Mathelda, Santi, Reza, Findya, Silvana, Sylviana, mba Dian, bu Puspitasari, Ray, Yoga, mba Oktavrina, pa Agus, Ayusta, Azis, bu Triana, dan bu Yusda. Teman-teman kos Wisma Flora: Margaretha, Venty, Ira, Yeni, Teti, Vindya, Enif, mas Sandi, mas Man, mba Siti, Marsel, dan Randi. Panelis indeks glikemik: Akhyar, Edy, Findya, Silvana, Sylviana, Mathelda, Andri, Ary, Arief, Astrida (AU), Tomi, dan Anca, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala doa dan bantuannya untuk kelancaran penyelesaian tesis ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada mba Tika, mba Dewi, mba Mar, bu Sofi, mba Eno, dan mba Ratmi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc, atas bantuan dana penelitian dari program KKP3T (Kerjasama Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Departemen Pertanian dan RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Kementerian Riset dan Teknologi yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009

(11)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI

NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG

DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

OKE ANANDIKA LESTARI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Oke Anandika Lestari

NRP F251060191

(13)

ABSTRACT

OKE ANANDIKA LESTARI. Physicochemical Characterization and Biological Value Evaluation of Dried Corn Noodle Substituted with Physically Modified Corn Flour. Supervised by DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI and DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.

Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodle. The technology of corn noodle has been developed, but the result showed that the corn noodle had high cooking loss, low elasticity, sticky and low sensory acceptability. One of method to overcome by the above problem was by substituting the corn flour with physically modified Heat Moisture Treated (HMT) corn flour in corn noodle formulation.

This research was objected to improve the physical and sensory characteristic of corn noodle substituted with HMT modified corn flour. The effect of HMT corn flour on biological value of corn noodle was also studied. The research was conducted in the following steps (1) to determine temperature (100oC, 110 oC, and 120oC) and time (3, 6, and 9 hours) of modified corn flour using HMT method, (2) to determine level substitution (0, 5, 10, 15, and 20%) of HMT corn flour in noodle formulation, (3) to evaluate the biological value of corn flour and dried corn noodle of the best formulation.

Corn flour Heat Moisture Treated (HMT) at 110oC for 6 hour changed it gelatinization profile from B type to C type. The swelling volume and amylose leaching of HMT corn flour decreased to 32% and 45% respectively. Substituted of corn flour with 10% HMT corn flour in corn noodle formulation yield corn noodle with lower cooking loss, less firm, and less sticky, and better sensory acceptability compare to that of corn noodle without HMT corn flour. However the elasticity was not improved. HMT modified of corn flour increased the amount the resistance starch and insoluble dietary fiber, but it the decreased starch digestibility and protein digestibility. The glycemic index of corn noodle substituted with 10% HMT corn flour had low glycemic index (51).

(14)

RINGKASAN

OKE ANANDIKA LESTARI. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Dibimbing oleh DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI dan DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.

Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan, diantaranya adalah mi jagung. Mi jagung memiliki tingkat kekerasan yang tinggi, kekenyalan rendah, kelengketan tinggi, kehilangan padatan selama pemasakan tinggi, dan nilai sensori terhadap kesukaan secara keseluruhan rendah (Putra 2008). Cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung tersebut adalah melakukan modifikasi tepung jagung dengan metode

Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metode tersebut dapat memperbaiki karakteristik mi dari pati sagu (Purwani et al

2006), dan dari pati ubi (Collado et al 2001). Hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan karakteristik fisik pati setelah perlakuan HMT sehingga sesuai untuk digunakan dalam produk mi, yaitu perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, menurunkan kemampuan mengembang dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan. Tetapi belum ditemukan penelitian yang melakukan modifikasi dalam bentuk tepung untuk memperbaiki karakteristik mi.

Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan sensori mi jagung kering dengan mensubstitusi sebagian tepung jagung dengan sebagian tepung jagung yang telah dimodifikasi secara fisik dengan metode HMT dan mengevaluasi nilai gizi biologis mi kering jagung yang dihasilkan. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 1) Penentuan suhu (100oC, 110oC, dan 120oC) dan waktu (3 jam, 6 jam, dan 9 jam) modifikasi tepung jagung dengan metode HMT, 2) Penentuan formulasi (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) mi kering jagung, dan 3) Mengevaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.

Penentuan kondisi modifikasi tepung jagung dengan HMT adalah berdasarkan parameter profil gelatinisasi dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA), swelling volume, dan amilosa leaching. Penentuan formulasi mi jagung kering dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) Menentukan dua formulasi terbaik berdasarkan karakteristik fisik mi berupa kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan Texture Profile Analysis (TPA), (2) Menentukan satu formulasi terbaik dari dua formulasi terpilih berdasarkan karakteristik fisik dengan uji sensori. Parameter pengukuran nilai biologis yang diukur terhadap tepung jagung dan mi jagung kering adalah kadar pati resisten, kadar serat pangan, daya cerna pati, dan daya cerna protein, sedangkan pengukuran nilai indeks glikemik hanya dilakukan pada mi jagung kering.

(15)

120:6, 110:9, 110:6, 110:3, dan 100:9. Perlakuan (suhu:waktu) yang memiliki jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan terendah adalah tepung jagung dengan perlakuan 120:3, 120:6, 110:9, dan 110:6. Berdasarkan hasil tersebut dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya, dan terutama rendahnya jumlah amilosa yang lepas, maka diperoleh perlakuan suhu dan waktu HMT terbaik adalah suhu 110oC selama 6 jam. Perlakuan HMT tersebut menyebabkan penurunan viskositas puncak sebesar 52%, kemampuan untuk meretrogradasi (setback) 81.3%, kemampuan pengembangan 32.4%, dan jumlah amilosa yang lepas 45 %, serta terjadi peningkatan kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) 92.6%. Selain itu terjadi pula perubahan karakteristik kimia pada perlakuan HMT suhu 110oC selama 6 jam, yaitu penurunan kadar air sebesar 12.5%, karoten total 42.13%, dan beta karoten 28.99%.

Penentuan formulasi mi jagung kering terbaik dari formulasi substitusi tepung jagung HMT 0, 5, 10, 15, dan 20% berdasarkan karakteristik fisik menunjukkan bahwa formulasi 10% dan 20% adalah formulasi terpilih. Hal tersebut didasarkan kepada rendahnya kehilangan padatan selama pemasakan dan terjadinya penurunan tingkat kekerasan mi jagung yang berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Hasil uji sensori terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan menunjukkan bahwa formulasi 10% paling disukai diantara tiga formulasi (0%, 10%, dan 20%), yaitu dengan tingkat kesukaan agak suka hingga suka. Mi kering jagung terpilih yaitu formulasi 10% dapat memperbaiki karakteristik fisik dengan menurunkan kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) sebesar 12.5%, kekerasan 20.4%, dan kelengketan 21.3%, tetapi hasil Texture Profile Analysis

(TPA) menunjukkan tidak adanya perbedaan elastisitas dengan mi formulasi 0% (tanpa HMT). Sedangkan hasil uji sensori menunjukkan bahwa formulasi 10% memiliki tingkat elastisitas yang paling tinggi dibandingkan formulasi 0%. Berdasarkan hal tersebut maka dengan melakukan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% sudah dapat memperbaiki karakteristik fisik dan sensori mi jagung, sedangkan karakteristik kimia yang dipengaruhi hanya terjadi penurunan kadar air sebesar 20.4%.

Evaluasi nilai biologis pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar pati resisten sebesar 105%, serat pangan tidak larut 22.8%, serta menurunkan daya cerna pati 38.4%, dan daya cerna protein 4.9%. Sedangkan pada mi jagung kering HMT terjadi peningkatan pati resisten sebesar 19.1% dan serat pangan tidak larut 14.6%, serta menurunkan daya cerna pati 12%, dan perubahan indeks glikemik dari sedang menjadi rendah.

(16)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi

(17)

KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI

NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG

DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

OKE ANANDIKA LESTARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi

Nama : Oke Anandika Lestari Nim : F 251060191

Program Studi : Ilmu Pangan

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Pangan,

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(19)
(20)

PRAKATA

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini ialah Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc selaku dosen penguji, Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan, dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi yang turut memberikan pengarahan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Junaedi dan Bapak Deni beserta staf teknisi Seafast Center IPB, Bapak Nurwahid beserta staf Teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Bapak Taufik beserta staf teknisi Laboraturium Kimia Pangan Seafast Center IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Caing AJ MT (ayah), Sri Yetty Hartati (ibu), Agus Sugih Harto (kakak), Kusminah (nenek), Willy Yanuwar atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu angkatan 2006: bu Lisna, Mathelda, Santi, Reza, Findya, Silvana, Sylviana, mba Dian, bu Puspitasari, Ray, Yoga, mba Oktavrina, pa Agus, Ayusta, Azis, bu Triana, dan bu Yusda. Teman-teman kos Wisma Flora: Margaretha, Venty, Ira, Yeni, Teti, Vindya, Enif, mas Sandi, mas Man, mba Siti, Marsel, dan Randi. Panelis indeks glikemik: Akhyar, Edy, Findya, Silvana, Sylviana, Mathelda, Andri, Ary, Arief, Astrida (AU), Tomi, dan Anca, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala doa dan bantuannya untuk kelancaran penyelesaian tesis ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada mba Tika, mba Dewi, mba Mar, bu Sofi, mba Eno, dan mba Ratmi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc, atas bantuan dana penelitian dari program KKP3T (Kerjasama Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Departemen Pertanian dan RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Kementerian Riset dan Teknologi yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 12 Oktober 1984 dari ayah Ir Caing AJ MT dan ibu Sri Yetty Hartati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.

Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Tangerang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Industri UPH, lulus pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu Pangan Pasca Sarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2009.

Bogor, Februari 2009

(22)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1 A Latar Belakang ... 1 B Tujuan ... 3 C Hipotesis ... 4 D Manfaat ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5 A Jagung ... 5 B Tepung Jagung ... 7 C Modifikasi Pati Metode Heat Moisture Treatment (HMT) ... 11 D Mi Jagung ... 15 E Indeks Glikemik ... 16

III METODOLOGI PENELITIAN ... 22 A Bahan dan Alat ... 22 B Waktu dan Tempat Penelitian ... 22 C Tahapan Penelitian ... 22

1 Penentuan suhu dan waktu modifikasi tepung jagung dengan

(23)

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39 A Penentuan suhu dan waktu optimum untuk modifikasi tepung

jagung dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) ... 39 1 Pengaruh perlakuan HMT terhadap karakteristik fisik tepung

jagung ... 41 a Profil gelatinisasi ... 41 b Swelling volume ... 47 c Amylose leaching ... 50 2 Pemilihan waktu dan suhu kondisi optimum perlakuan HMT

terbaik ... 52 3 Pengaruh perlakuan HMT terpilih (110 : 6) terhadap

karakteristik kimia tepung jagung ... 55 B Penentuan formulasi mi jagung kering ... 57

1 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap karakteristik fisik mi jagung kering ... 57

a Waktu pemasakan mi jagung ... 57 b Kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) ... 59 c Texture Profile Analysis (TPA) ... 60 2 Pemilihan dua formulasi mi jagung kering terbaik ... 64 3 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terpilih terhadap mutu sensori mi kering jagung ... 64

4 Perubahan karakteristik fisik dan sensori mi jagung kering formulasi terbaik (10%) ... 68 5 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT terpilih (formulasi 10%)

terhadap karakteristik kimia mi jagung kering ... 70 C Pengaruh perlakuan HMT (110 : 6) terhadap nilai biologis mi

Jagung kering (formulasi 10%) ... 73 1 Pati resisten ... 73 2 Serat pangan ... 75 3 Daya cerna pati ... 77 4 Daya cerna pati ... 78 5 Indeks glikemik (IG) mi jagung ... 79

V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83 A Kesimpulan ... ... 83 B Saran ... ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(24)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi gizi jagung kuning secara umum ... 6

2 Komposisi gizi biji jagung pada masing-masing bagiannya ... 6

3 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum ... 9

4 Katagori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai standar ... 17

5 Nilai indeks glikemik serealia (jagung, beras, dan gandum), mi dari berbegai jenis bahan baku (jagung putih, terigu, kacang hijau, beras, sagu) dan pasta (spageti) ... 21

6 Persentase penggunaan tepung jagung HMT dalam formulasi mi

jagung kering dengan teknologi sheeting ... 26 7 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi

dengan HMT terhadap profil gelatinisasi tepung jagung ... 42

8 Pengaruh perlakuan HMT pada suhu 110oC selama 6 jam (110:6)

terhadap karakteristik fisik tepung jagung ... 54

9 Pengaruh perlakuan HMT pada suhu 110oC selama 6 jam (110:6)

terhadap komposisi kimia tepung jagung ... 56

10 Pengaruh tingkat substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebanyak 10% terhadap komposisi kimia mi kering jagung ... 69

11 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebanyak 10% terhadap komposisi kimia mi jagung kering ... 71

12 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap kandungan serat pangan ... 76

13 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung Jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap daya cerna protein ... 78

14 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebesar 10% pada mi jagung kering baik dikonsumsi bersama kaldu maupun tidak

(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Biji jagung dan bagian-bagiannya ... 5

2 Mekanisme mempertahankan kadar normal glukosa darah dalam

Tubuh ... 18

3 Diagram alir kegiatan penelitian ... 23

4 Diagram alir proses pembuatan tepung jagung HMT ... 25

5 Proses pembuatan mi jagung kering dari tepung jagung yang Sibustitusi tepung jagung HMT ... 27

6 Kurva pengukuran profil pasta dengan Rapid Visco Analyzer (RVA), dimana PT atau Pasting Temperature (suhu awal gelatinisasi), PV atau Peak Viscosity (viskositas puncak), HPV atau High Peak Viscosity (viskositas pada suhu 95oC setelah 5 menit), Breakdown (penurunan viskositas karena pemanasan), CPV atau Cold Peak Viscosity (viskositas pada suhu 50oC), Setback (Kenaikan viskositas selama pendinginan) ... 29

7 Kurva Texture Profile Analysis (TPA) ... 32 8 Hubungan antara persentase penambahan air (15.6%, 21%, dan

31.2%) dengan kadar air akhir tepung jagung ... 40

9 Pengaruh suhu pemanasan 110oC selama 3, 6, dan 9 jam pada

proses modifikasi dengan HMT terhadap profil gelatinisasi ... 41

10 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi

dengan HMT terhadap swelling volume (SV) tepung jagung ... 48 11 Korelasi antara swelling volume (ml/g) dengan viskositas puncak

(cP) dari tepung jagung yang dimodifikasi dengan HMT... 50

12 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi Dengan HMT terhadap persentase amylose leaching (AL) tepung

jagung ... 51

13 Pengaruh perlakuan proses modifikasi HMT dengan suhu 110oC selama 6 jam (110:6) terhadap profil gelatinisasi tepung jagung. Grafik dibaca setelah 1 menit pengukuran ... 54

14 Korelasi antara tingkat substitusi tepung jagung HMT 110:6 (%) dengan waktu optimum pemasakan (menit) mi jagung kering ... 58

15 Korelasi antara tingkat substitusi tepung jagung HMT 110:6 (%) dengan kehilangan padatan selama pemasakan (%) mi jagung kering ... 60

(26)

17 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap elastisitas mi jagung kering setelah direhidrasi... 62

18 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap kelengketan mi jagung kering setelah direhidrasi ... 63

19 Penampakan mi jagung HMT terpilih (formulasi 10% dan 20%) dan mi jagung tanpa HMT (formulasi 0%) pada kondisi sebelum

(atas) dan setelah (bawah) rehidrasi ... 65

20 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan mi kering jagung berdasarkan uji sensori ... 66

21 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap tingkat

kesukaan secara keseluruhan mi kering jagung berdasarkan uji sensori 68

22 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi

jagung kering terhadap kandungan pati resisten ... 73

23 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap daya cerna pati... 77

24 Pengaruh konsumsi mi kering jagung HMT 110:6 (formulasi 10%) baik yang dikonsumsi bersama kuah maupun tidak terhadap pola

perubahan kadar gula darah setiap 30 menit selama 2 jam ... 80

(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Lembar kuesioner uji sensori ... 91

2 Prosedur analisis beta karoten ... 93

3 Contoh perhitungan beta karotem ... 94

4 Hasil analisis beta karoten standar dengan HPLC ... 96

5 Prosedur analisis nilai biologis ... 97

6 Perhitungan jumlah sampel yang diberikan untuk pengukuran Indeks Glikemik (IG) ... 101

7 Data pada penentuan jumlah air yang ditambahkan ... 102

8 Data hasil pengukuran profil gelatinisasi dengan Brabender ... 103

9 Analisis data profil gelatinisasi ... 104

10 Analisis data swelling volume ... 108 11 Analisis data amilosa leaching ... 110 12 Analisis data karakteristi fisik tepung jagung (kontrol) dan tepung

jagung HMT terpilih ... 111

13 Analisis data kimia tepung jagung ... 113

14 Analisis data waktu pemasakan ... 115

15 Analisis data kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) ... 116

16 Analisis data Texture Profile Analysis (TPA) ... 117 17 Analisis data uji sensori ... 119

18 Analisis data karakteristik fisik mi jagung kering ... 121

19 Analisis data pati reisten ... 123

20 Analisis data serat pangan ... 124

21 Analisis data daya cerna pati ... 125

22 Analisis data daya cerna protein ... 126

(28)

I. PENDAHULUAN

A Latar Belakang

Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang

berpotensi untuk dikembangkan dan diolah menjadi produk pangan. Jenis produk

olahan jagung yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah mi jagung.

Kajian preferensi konsumen terhadap produk pangan non beras menunjukkan

bahwa mi merupakan produk pangan yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian

besar konsumen baik sebagai sarapan maupun sebagai selingan (Juniawati 2003).

Penelitian tentang mi jagung telah banyak dilakukan, diantaranya adalah

pengembangan mi jagung yang dibuat dari pencapuran pati dan tepung jagung

(Soraya 2006) dan mi jagung dari tepung jagung (Juniawati 2003; Putra 2008)

dengan teknologi sheeting, dan teknologi ekstruksi (Hatorangan 2007 dan Fahmi 2007). Karakteristik fisik mi jagung kering setelah direhidrasi adalah memiliki

tingkat kekerasan yang tinggi (2408.4 gf hingga 3135.18 gf), kekenyalan yang

rendah (0.3245 gs hingga 0.4151 gs), kelengketan yang tinggi (-1057.20 gf hingga

-775.18 gf), serta kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) yang tinggi

(9.99% hingga 11.42 %), dan tingkat kesukaan secara keseluruhan yang rendah

yaitu netral (Putra 2008). Karakteristik fisik mi sagu setelah rehidrasi (Purwani et al 2006) memiliki tingkat kekerasan (2137.8 gf hingga 2345.43 gf), kelengketan (-64.43 gf hingga -21.47 gf), KPAP (2% hingga 6.19%) yang lebih rendah dari mi

jagung kering, dan elastisitas mi gandum 0.9 gs (Baik et al 2003) lebih tinggi dari mi jagung.

Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan cara untuk memperbaiki

karakteristik fisik dan sensori mi jagung kering. Cara yang dapat dilakukan adalah

dengan mengubah karakteristik fisik dari tepung jagung yang merupakan bahan

baku dari pembuatan mi jagung. Salah satu pendekatan tersebut adalah profil

gelatinisasi, dimana profil gelatinisasi pati serealia adalah memiliki viskositas

puncak yang tinggi dan kestabilan viskositas terhadap panas yang rendah atau

profil gelatinisasi tipe B (Collado et al 2001). Berdasarkan karakteristik fisik yang ingin diperbaiki yaitu, tingkat kekerasan, kekenyalan, kelengketan, dan

(29)

yang diharapkan adalah meningkatkan kestabilan visositas terhadap panas dan

menurunkan tingkat retrogradasi. Peningkatan kestabilan viskositas terhadap

panas (breakdown) diharapkan dapat memperbaiki tingkat kekenyalan, kelengketan, dan KPAP, sedangkan penurunan tingkat retrogradasi (setback) diharapkan dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh Beta dan Corke (2001), menunjukkan bahwa peningkatan

kestabilan viskositas terhadap panas berkolerasi negatif dengan KPAP dan

berkolerasi positif dengan elastisitas, sedangkan tingkat retrogradasi berkolerasi

positif dengan kekerasan mi sorgum yang dihasilkan. Profil gelatinisasi tipe C

adalah profil gelatinisasi dengan viskositas pegembangan yang lebih rendah dan

kestabilan viskositas terhadap panas yang tinggi (Collado et al 2001). Dengan demikian pendekatan karakteristik fisik utama yang diharapkan pada tepung

jagung diantaranya adalah memiliki profil gelatinisasi tipe C.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merubah karakteristik fisik

pati dalam tepung jagung menjadi profil gelatinisasi tipe C diantaranya adalah

dengan melakukan modifikasi secara fisik yaitu Heat Moisture Treatment (HMT). HMT merupakan metode modifikasi pati secara fisik dengan cara memberikan

perlakuan panas pada suhu diatas suhu gelatinisasi (80 – 120oC) dengan kondisi kadar air terbatas atau dibawah 35% (Collado et al 2001). Pati yang diberi perlakuan HMT mengalami perubahan karakteristik fisik, diantaranya adalah

terjadinya perubahan profil gelatinisasi dari tipe B menjadi tipe C dan penurunan

kemampuan mengembang serta jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan

(Purwani et al 2006; Collado et al 2001; dan Shin et al, 2004). Perubahan karakteristik fisik pati setelah proses HMT tersebut telah diketahui dapat

memperbaiki karakteristik fisik mi ketika pati HMT tersebut diaplikasikan pada

produk mi. Pati sagu HMT yang diaplikasikan pada produk mi dapat

meningkatkan elastisitas dan kekompakan tekstur mi, serta menurunkan

kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan kelengketan pada varietas pati

sagu tertentu (Purwani et al 2006).

Berdasarkan pertimbangan harga pati yang relatif mahal, maka dalam

penelitian bertujuan untuk memodifikasi pati dalam bentuk tepung jagung.

(30)

Takahashi et al (2005), terhadap tepung beras. Perlakuan HMT pada tepung beras menyebabkan terjadinya perubahan profil gelatinisasi tepung beras dari tipe B

menjadi tipe C, yaitu profil gelatinisasi dengan viskositas puncak dan tingkat

retrogradasi yang lebih rendah, serta kestabilan viskositas terhadap panas yang

lebih tinggi. Hingga saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi

tentang profil gelatinisasi ataupun karakteristik fisik tepung jagung varietas

Pionner 21. Penelitian ini akan melihat perubahan karakteristik fisik dan kimia

pada tepung jagung varietas Pioneer 21 akibat perlakuan modifikasi secara fisik

dengan metode HMT.

Sisi lain yang dapat dimanfaatkan dari proses HMT adalah terjadinya

peningkatan jumlah pati resisten (Shin et al 2004). Terbentuknya pati resisten selama proses HMT tepung jagung dapat menurunkan indeks glikemik (IG) mi

kering jagung yang dihasilkan. Haliza et al (2006), melaporkan bahwa tingginya kandungan pati resisten pada mi sagu menyebabkan rendahnya indeks glikemik

mi sagu. Indeks glikemik mi jagung kering menurut Marsono et al (2007) adalah sedang atau 57 (glukosa sebagai standar). Substitusi tepung jagung HMT dengan

tepung jagung diharapkan dapat menurunkan indeks glikemik mi kering jagung.

Makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dibutuhkan oleh penderita

diabetes, dimana penderita diabetes dunia pada tahun 1995 adalah sebanyak 135

juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025 (Marsono

et al 2007). Menurut the british diabetic association bagi penderita diabetes, dianjurkan paling sedikit mengkonsumsi 50% dari total asupan nasi adalah

makanan yang memiliki indeks glikemik rendah. Penelitian ini selain mempelajari

pengaruh HMT terhadap karakteristik fisik tepung jagung juga mempelajari

pengaruhnya terhadap nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.

B Tujuan

Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu

diantaranya adalah:

1. Menentukan kondisi optimum modifikasi tepung jagung dengan metode HMT

sehingga menghasilkan karakteristik yang sesuai untuk bahan baku mi jagung

(31)

2. Menentukan tingkat substitusi tepung jagung HMT yang dapat memperbaiki

mutu fisik dan sensori mi jagung kering.

3. Mengevaluasi pengaruh perlakuan tepung jagung HMT terhadap nilai biologis

mi jagung kering yang dihasilkan.

C Hipotesis

1. Perlakuan modifikasi fisik dengan HMT pada tepung jagung dapat merubah

profil gelatinisasi tepung jagung menjadi tipe C yang sesuai dengan

karakteristik tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mi jagung.

2. Substitusi tepung jagung dengan tepung jagung HMT dapat memperbaiki

mutu fisik dan sensori mi kering jagung.

3. Substitusi tepung jagung dengan tepung jagung HMT mempengaruhi nilai gizi

biologis mi kering jagung yang dihasilkan.

D Manfaat

1. Informasi perubahan karakteristik tepung jagung yang terjadi karena

perlakuan HMT dapat digunakan sebagai acuan untuk bahan baku produk

pangan, selain mi jagung.

2. Memberikan informasi pada penderita diabetes tentang nilai indeks glikemik

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A Jagung

Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rerumputan/graminae. Terdapat tiga varietas jagung yang populer di Indonesia

yaitu BISI, Pioneer, dan NK (Takdir et al 2007). Pioneer 21 merupakan salah satu varietas yang berpotensi untuk dikembangkan karena telah banyak di tanam oleh

petani di Indonesia. Pioneer 21 adalah kelompok jagung kuning yang merupakan

produk jagung hibrida yang telah banyak di tanam oleh petani jagung di Lampung

Timur dan Selatan, dan Tanggamus. Keunggulan dari jagung varietas Pioneer 21

adalah tahan kekeringan dan kondisi cuaca yang tidak normal serta mempunyai

[image:32.595.134.464.373.615.2]

potensi hasil yang cukup tinggi yaitu 13.3 MT/hektar pipilan kering (Anonim1, 2008).

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).

Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp

menyatu dengan kulit biji atau testa membentuk daging buah. Bagian utama biji

jagung terdiri dari tiga, yaitu pericarp, endosperm, dan embrio atau lembaga

(33)

lapisan aleuron serta berfungsi mencegah kerusakan biji dari organisme

pengganggu dan kehilangan air. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji

jagung yaitu 75% dari bobot biji. Fungsi endosperm adalah sebagai tempat

penyimpanan cadangan makanan. Lembaga merupakan tempat perkecambahan

biji, yang terdiri atas plumula, meristem, skutelum, dan koleoptil (Subekti et al, 2007).

Tabel 1 Komposisi gizi jagung kuning secara umum

Kadar Gizi Jagung Kuning

Energi (Kal/100g) 350

Air (g/100g) 14.5

Protein (g/100g) 8.6

Lemak (g/100g) 5.0

Karbohidrat (g/100g) 70.6

Abu (g/100g) 1.3

Karoten (πg) 150

Retinol ekuifalen (πg) 26

Serat larut (g) 0.6

Serat tidak larut (g) 8.4

Total serat pangan (g) 9

Sumber: FAO (2005).

Komposisi gizi (Tabel 1) terbesar pada jagung adalah karbohidrat yang

terdapat dalam bentuk pati. Sebanyak 86.4% pati terdapat pada bagian endosperm

jagung yang merupakan bagian terbesar pada jagung (Tabel 2). Bagian terbesar

pada jagung selain endosperm adalah lembaga, yaitu sekitar 12% dari biji jagung.

Lembaga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu 33.2%. Jagung mengandung

asam lemak jenuh 1.1 – 1.61 % dan asam lemak tidak jenuh 2.31 – 5.06 % (Suarni dan Widowati 2007). Bagian lain dari jagung adalah kulit dan tip cap.

Tabel 2 Komposisi gizi biji jagung pada masing-masing bagiannya

Komponen Jumlah (%bk)

Pati Protein Lemak Serat Lain-lain

Endosperm 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4

Lembaga 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4

Kulit 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4

Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1

(34)

Protein dalam jagung kuning yang memiliki jumlah terbesar adalah zein

(prolamin) dan glutelin, persentasenya berurutan adalah 5% dan 3.15% dari biji

jagung kuning, sedangkan 0.45% terdiri dari protein lain yaitu globulin, albumin,

dan enzim (FAO, 1968). Zein memiliki sifat tidak larut dalam air karena protein

tersebut mengandung asam amino hidrofobik yaitu, leusin, prolin, dan alanin.

Selain asam amino tersebut zein memiliki komposisi asam amino asam glutamat

yang tinggi, tetapi rendah kandungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin.

Glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein

larut garam dan alkohol. Komposisi asam amino pada glutelin yang berada dalam

jumlah yang lebih tinggi dibandingkan zein adalah lisin, arginin, histidin, dan

triptofan, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Lasztity 1986). Oleh

sebab itu jagung tidak dapat membentuk gluten yang merupakan komponen

penting sebagai pembentuk tekstur yang kenyal dan elastis pada mi. Gluten

terbentuk dari gliadin dan glutenin pada kondisi tertentu setelah dicampurkan

dengan air (Indreswari, 2005).

B Tepung Jagung

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh

dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN) yang baik dan bersih. Tahap awal dalam pembuatan tepung jagung adalah melakukan pemisahan kulit,

endosperm, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah endosperm, sehingga bagian lain harus dipisahkan. Kulit

mengandung serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan tepung jagung, kulit

harus dipisahkan dari endosperm karena batas maksimal jumlah serat kasar dalam

tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995, adalah 1.5%. Lembaga merupakan

bagian dari biji jagung yang mengandung lemak tertinggi (Tabel 2), sehingga

harus dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi

lemak. Tip cap harus dipisahkan dalam pembuatan tepung karena dapat menyebabkan adanya butir-butir hitam pada tepung jagung. Adanya butir hitam

pada tepung jagung dapat mengkontaminasi produk sehingga dapat menurunkan

(35)

Pembuatan tepung jagung telah dilakukan oleh Putra (2008), dengan

menggunakan metode penggilingan kering. Proses penggilingan kering pada

pembuatan tepung jagung dapat menghasilkan tepung sebanyak 2.9 kg dari 10 kg

jagung pipil atau rendemen sekitar 29%. Tepung jagung yang dibuat dengan

menggunakan metode penggilingan kering dilakukan dengan beberapa tahap yaitu

penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta

pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan dengan menggunakan hammer mill yang akan menghasilkan penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan

tip cap. Pemisahan kulit, lembaga, dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman, grits akan mengandap dan kulit serta lembaga akan mengapung.

Grits jagung dikering anginkan selama 2 jam (hingga kadar air + 17%) untuk

mempermudah ke tahap penggilingan seanjutnya. Kadar air grits yang tinggi dapat

menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan pertikel

tepung setelah penggilingan lebih besar (tidak halus). Penggilingan tahap akhir

adalah penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill (penggiling halus) untuk menghasilkan tepung jagung yang lebih kecil ukurannya. Tepung

jagung dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak dengan menggunakan

pengayak berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel

tepung seragam, karena menurut Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran

partikel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama

untuk menyerap air, sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan

membentuk noda berwarna putih.

Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil

penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO 2005) dapat

dilihat pada Tabel 3. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat,

dimana sebagain besar adalah terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan

karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi

manusia (Almatsier 2003). Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yeng

terdiri dari fraksi bercabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah

(36)

1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan

ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan sugiyono 1998). Komposisi amilosa

dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi

[image:36.595.111.518.218.408.2]

umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier 2003).

Tabel 3 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum

Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 * Jagung kuning **

Kadar air (%) 5.46 14

Kadar protein (%) 6.32 6.6

Kadar abu (%) 0.31 0.5

Kadar lemak (%) 1.73 2.8

Kadar karbohidrat (%) 86.18 76.1

Kadar Amilopektin (%) 43.52 -

Kadar Amilosa (%) 23.04 -

Kadar karoten (ppm) - 1.3

Retinol equivalen (ppm) - 0.21

Kadar serat larut (%) - 0.2

Kadar serat tidak larut (%) - 1.5

Total serat pangan (%) - 1.7

Keterangan: (-) Tidak tercantum.

Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005).

Pati merupakan komponen yang penting pada proses pembuatan mi,

terutama mi dari bahan baku non gluten (jagung). Hal tersebut disebabkan karena

pati merupakan komponen yang membentuk tekstur pada produk mi, oleh sebab

itu karakteristik fisik pati penting untuk diketahui. Karakteristik fisik pati pada

produk tepung maupun pati dapat digambarkan dengan melakukan analisis profil

gelatinisasi. Profil gelatinisasi menurut Schoch and Maywad (1968) dikutip oleh

Collado et al (2001), dibagi menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A memiliki ciri kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya

viskositas puncak bila diukur dengan Rapid Visco Analyzer (RVA), contoh tipe A adalah pati kentang, tapioka, dan waxy cereals. Tipe B memiliki ciri kemampuan mengambang sedang (moderate) yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak bila diukur dengan RVA dan viskositas turun selama

pemanasan, contoh tipe B adalah pati dari serealia. Tipe C memiliki ciri

(37)

viskositas konstan bahkan meningkat selama pemanasan, contoh pati tipe C

adalah pati yang dimodifikasi dengan metode ikatan silang dan pati

kacang-kacangan. Tipe D memiliki ciri pengembangan sangat terbatas bahkan tidak dapat

mengambang sehingga tidak dapat membentuk viskositas pada pasta, contoh pati

tipe ini adalah pati dengan kandungan amilosa > 55%.

Hingga saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang

profil gelatinisasi ataupun karakteristik fisik tepung jagung varietas pioneer 21.

Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan melakukan karakterisasi sifat fisik

termasuk profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21, sehingga dapat

diketahui tipe profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21. Profil

gelatinisasi tepung dari jenis serealia lain yaitu beras, diketahui memiliki profil

gelatinsasi tipe B (Takahashi et al 2005). Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa tepung jagung memiliki tipe profil gelatinisasi yang sama dengan tepung beras

yaitu tipe B. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa contoh tipe profil

gelatinisasi pada pati serealia adalah tipe B. Shimelis et al (2006), menunjukkan bahwa terdapat kesamaan tipe profil gelatinisasi pada pati dengan tepung dari

bahan yang sama.

Tipe profil gelatinisasi yang sesuai sebagai bahan baku mi adalah tipe C

(Collado et al 2001). Hal tersebut disebabkan karena bahan baku yang memiliki profil gelatinisasi tipe C menggambarkan bahwa bahan baku tersebut memiliki

memiliki kestabilan pasta atau viskositas yang relatif konstan pada kondisi

pemanasan dan pengadukan. Sifat tersebut dibutuhkan sebagai bahan baku mi

karena, dengan bahan baku yang memiliki kestabilan viskositas selama

pemanasan dapat menghasilkan mi yang memiliki tekstur kompak atau tidak

mudah hancur setelah direhidrasi dan kehilangan padatan selama pemasakan

(KPAP) yang rendah. Pati kacang hijau memiliki profil tipe C, dimana ketika

diaplikasikan pada produk mi, dapat menghasilkan mi dengan tekstur yang

kompak dan kehilangan padatan selama pemasakan yang rendah (Collado et al

2001). Sehingga dibutuhkan cara untuk merubah karakteristik fisik tepung jagung.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakuakan modifikasi.

(38)

pertimbangan harga pati yang relatif mahal maka akan dilakukan modifikasi pati

dalam bentuk tepung jagung.

Perbedaan yang dapat terlihat jelas antara jagung dengan jenis serealia

lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan

kandungan karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung

karoten 1.3 ppm (Tabel 3) dan beta karoten antara 0.7 hingga 1.46 ppm (Howe

dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan varietas yang berbeda memungkinkan

untuk memiliki kandungan karoten yang berbeda pula. Pengukuran vitamin A

(retinol equivalen) pada 19 varietas jagung rata-rata adalah 6.4 ppm (5 ppm

hingga 7.7 ppm), atau setara dengan jumlah karoten 72 ppm dan beta karoten

38.4 ppm (FAO 1968). Adanya pigmen warna kuning tersebut memberikan nlai

tambah lain pada jagung yaitu memiliki aktivitas provitamin A terutama karena

adanya beta karoten. Pigment tersebut memiliki sifat mudah rusak selama

pemanasan. Pengeringan pada suhu 50oC selama 4 jam dapat menurunkan kadar beta karoten sebesar 38.38%, sedangkan kehilangan meningkat menjadi 40.5%

pada pengeringan selama 24 jam (Erawati 2006). Berdasarkan hal tersebut maka

akan dilihat pula pengaruh perlakuan modifikasi pada tepung jagung terhadap

karakteristik kimia tepung jagung.

C Modifikasi Pati Metode HMT (Heat Moisture Treatment)

Modifikasi pati dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan modifikasi yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan

kombinasi kadar air dan pemanasan diatas suhu gelatinisasi (Purwani et al 2006). Menurut Collado et al (2001), modifikasi pati metode HMT adalah memberikan perlakuan pada pati diatas suhu gelatinisasinya (80 hingga 120oC) dengan kondisi kadar air terbatas (< 35%). Salah satu kelebihan modifikasi pati dengan metode

HMT adalah tidak melibatkan reaksi kimia dengan menggunakan reagen tertentu,

sehingga tidak akan meninggalkan residu pada hasil pati termodifikasi.

Salah satu pesyaratan bahan baku berbahan dasar pati untuk digunakan

pada poduk mi, adalah memiliki profil gelatinisasi tipe C (Collado et al 2001). Profil gelatinisasi tipe C dimiliki oleh pati kacang hijau (kacang-kacangan) yang

(39)

memberikan kekuatan gel yang tinggi dan kehilangan padatan selama pemasakan

yang rendah. Hal tersebut dipercaya karena pati kacang hijau memiliki kandungan

amilosa yang tinggi, pengembangan terbatas, dan profil gelatinisasi tipe C

(Collado et al 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kacang-kacangan memiliki profil gelatinisasi tipe C yang ditunjukkan dengan terjadinya kenaikan

viskositas pada suhu 95oC yang dipertahankan selama 30 menit (Hoover dan Ratnayake 2002) bila dilakukan pengukuran profil gelatinisasi.

Kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) menggambarkan ketahanan pasta yang terbentuk ketika dipanasakan. Berdasarkan hal tersebut

maka akan mempengaruhi KPAP, elastisitas, dan kelengketan mi yang dihasilkan.

Viskositas yang stabil mengindikasikan kekompakan struktur pati yang terbentuk,

sehingga kemungkinan padatan yang keluar selama pemasakan akan semakin

rendah. Komponen pati yang kemungkinan akan terlarut atau keluar dari matriks

gel yeng terbentuk selama pemanasan adalah amilosa. Amilosa yang berada di

permukaan mi setelah dimasak (jumlah amilosa yang keluar dari matriks gel yang

terbentuk setelah pemanasan) mempengaruhi kelengketan mi, tetapi dengan

terbentuknya kompleks antara amilosa dengan lemak dapat menurunkan

kelengketan mi dengan menurunkan jumlah amilosa pada permukaan mi yang

telah direhidrasi (Matsuo et al 1986 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Selain itu tingginya kandungan amilosa pada matriks gel dapat menurunkan kehilangan

elastisitas (Toyokama et al 1989 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Berdasarkan hal tersebut maka kestabilan viskositas terhadap panas dan jumlah amilosa yang

lepas selama pemanasan memberikan pengaruh terhadap KPAP, elastisitas, dan

kelengketan mi yang dihasilkan.

Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa

yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel

terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang

mempengaruhi adalah retrogradasi. Proses retrogradasi merupakan pembentukkan

ikatan kembali antara amilosa dengan amilosa setelah pemanasan atau pada

kondisi pendinginan (Winarno 2004). Oleh sebab itu banyaknya kandungan

amilosa pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama

(40)

kandungan amilosa dan kemampuan meretrogradasi, maka tingkat kekerasan mi

yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Selain itu jumlah amilosa yang lepas

selama pemanasan juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan.

Pemilihan metode modifikasi pati didasarkan kepada pemenuhan kriteria

proses dan mutu akhir dari produk. Berdasarkan kriteria proses metode modifikasi

HMT telah dilaporkan dapat merubah karakteristik fisik pati diantaranya adalah

profil gelatinisasi, kemampuan mengembang, dan jumlah amilosa yang lepas

selama pemanasan. Perlakuan HMT dapat mengubah profil gelatinisasi pati sagu

dari tipe A menjadi tipe C dengan perlakuan HMT (Purwani et al 2006), pati ubi (sweet potato) dari tipe A menjadi tipe C (Collado et al 2001), tepung beras (pada kondisi pH 6.3) dari tipe B menjadi tipe C (Takahashi et al 2005), dan pati jagung dari tipe B menjadi tipe C (Widaningrum dan Purwani 2006). Kemampuan

mengembang pati setelah perlakuan HMT menurun pada pati ubi (Collado et al

2001), pati jagung (Pukkahuta et al 2007) dan pati ubi jalar (Gunaratne dan Hoover 2002). Jumlah amilosa yang lepas selama pemasakan terjadi penurunan

pada pati ubi jalar setelah perlakuan HMT (Gunaratne dan Hoover 2002 serta

Jacob dan Delcour 1998).

Berdasarkan kriteria mutu akhir dari produk metode modifikasi pati HMT

telah dilaporkan dapat meningkatkan kulitas mi dengan ditunjukkannya perubahan

pada kehilangan padatan selama pemasakan, kekenyalan, kelengetan,

kekompakan tekstur mi. Mi sagu yang di substitusikan dengan pati sagu HMT

(50:50) menunjukkan terjadinya penurunan kehilangan padatan selama

pemasakan, peningkatan kekenyalan, menurunkan kelengketan, dan peningkatan

kekompakan tekstur mi (Purwani et al 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa mi pati ubi HMT (100%) dapat menurunkan kelengketan mi. Penelitian Putra

(2008), pada pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan teknologi

sheeting menghasilkan kisaran kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) antara 10 hingga 11%. Kehilangan padatan selama pemasakan pada beberapa

produk mi non gluten menurut Purwani et al (2006), adalah 3.21 – 6.19% pada mi sagu, 1.5% pada mi ubi, 0.2 – 1.2% pada pati kentang, dan 2.93 – 7.68% pada pati kacang hijau. Berdasarkan lebih tingginya kehilangan padatan selama pemasakan

(41)

pada kualitas mi kering jagung terutama dalam hal kehilangan padatan selama

pemasakan.

Perubahan sifat fungsional pati setelah modifikasi HMT menurut beberapa

penelitian disebabkan karena proses HMT mempengaruhi penyusunan kembali

molekul pati antara amilosa dengan amilopektin, sehingga memperkuat ikatan pati

(Franco et al, 1995; Gunaratne dan Hoover, 2002 dikutip oleh Shin et al, 2004). Fenomena lain menurut Jacob dan Delcour (1998), perlakuan HMT pada pati

dapat menyebabkan pembentukkan kristal kompleks yang disebabkan karena

terbentuknya ikatan antara amilosa dengan amilosa, amilosa dengan rantai cabang

amilopektin, dan amilosa dengan lemak dalam granula pati berdasarkan beberapa

penelitian Donovon et al (1983), Hoover dan Vasantan (1994), serta Hoover dan Manuel (1996).

Perlakuan HMT pada pati tidak hanya merubah sifat fungsional pati tetapi

juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten. Terbentuknya pati resisten selama

proses HMT disebabkan karena terjadinya pemotongan rantai lurus dari

amilopektin dan pembentukkan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau

lemak sehingga membentuk struktur yang lebih kompak (Miyoshi 2002).

Pembentukkan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit untuk diserang oleh

enzim pencernaan, sehingga terjadi penurunan kemampuan pati untuk dicerna.

Adanya pati resisten dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena

tingginya kandungan pati resisten menyebabkan lambatnya pelepasan glukosa

sebagai akibat dari sulitnya pati untuk dicerna oleh enzim pencernaan karena

terbentuknya kompleks. Kondisi tersebut dibutuhkan oleh penderita diabetes yang

memiliki keterbatasan atau pun tidak dapat memproduksi insulin. insulin

merupakan hormon yang bertugas untuk mentransport glukosa ke dalam sel dan

mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh sebab itu dalam penelitian ini selain

melihat pengaruh HMT terhadap sifat fisikokimia mi juga akan dilihat

pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi dengan

(42)

D Mi Jagung

Penelitian tentang mi jagung telah banyak dilakukan. Mi jagung yang telah

dikembangkan adalah mi jagung yang dibuat dari pencapuran pati dan tepung

jagung (Soraya 2006) dan mi jagung dari tepung jagung (Juniawati 2003; Putra

2008) dengan teknologi sheeting, dan teknologi ekstruksi (Hatorangan 2007 dan Fahmi 2007). Salah satu keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu adalah mi

jagung tidak memerlukan penambahan pewarna. Mi terigu dalam pengolahannya

ditambahkan dengan pewarna kuning yaitu tartrazine, sedangkan menurut

Asatwan dan Kasih (2008) warna kuning yang dihasilkan dari mi jagung

merupakan warna kuning alami dari karotenoid yang terdapat dalam jagung.

Perbedaan antara mi jagung dengan mi terigu adalah komponen

pembentuk tekstur mi. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mi terigu

adalah gluten. Adanya gluten pada tepung terigu menyebabkan terbentuknya

tekstur yang elastis dan kompak setelah tepung terigu ditambahkan air, sehingga

adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi

ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga dibutuhkan bahan atau proses

tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak.

Berdasarkan Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukkan adonan pada

pembuatan mi jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati.

Soraya (2006) melakukan pembuatan mi jagung basah dengan mengukus 70

bagian tepung jagung yang kemudian dicampurkan dengan 30 bagian tepung

jagung tanpa pengukusan.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Putra (2008), melakukan

pembuatan mi jagung kering dengan mencampurkan tepung jagung yang telah

tergelatinisasi dan tepung jagung tanpa proses gelatinisasi dengan perbandingan

70:30. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fahmi (2007), telah mendapatkan

proses optimasi pembuatan mi basah jagung dengan teknologi ekstruksi yaitu,

dengan jumlah komposisi tepung jagung 60 g dibutuhkan penambahan 70% air,

dan suhu pengolahan 90oC dengan kecepatan 130 rpm, sedangkan penelitian Hatorangan (2007), menunjukkan bahwa proses produksi mi basah jagung dengan

(43)

mi di industri besar maupun kecil adalah dengan menggunakan alat sheeting, sehingga penelitian pembuatan mi dengan menggunakan alat sheeting lebih berpotensi untuk dikembangkan, agar teknologi pembuatan mi jagung dapat

diaplikasikan pada industri besar maupun kecil.

Proses pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan alat sheeting

dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, pengukusan 70 bagian tepung jagung,

pencampuran dengan 30 bagian tepung jagung lainnya, pembentukkan lembaran

dan pemotongan mi, pengukusan mi, serta pengeringan mi (Putra 2008). Proses

pembuatan mi kering jagung diawali dengan mengelatinisasi adonan 1 yaitu

campuran dari 70 bagian tepung jagung dengan 1% guar gam, dan 50% air yang mengadung 1% garam. Adonan 1 dicampurkan dengan adonan 2 (30% tepung

jagung), kemudian dilakukan pembentukkan lembaran. Mi mentah yang

dihasilkan dikukus, kemudian dikeringkan dengan oven.

Penelitian Putra (2008), menghasilkan mi kering jagung yang memiliki

tingkat kesukaan terhadap kekerasan, kekenyalan, dan secara keseluruhan netral

dengan karaktersitik fisik mi yang memiliki tingkat kekerasan 2408.4 gf hingga

3135.18 gf, kekenyalan 0.3245 gs hingga 0.4151 gs, kelengketan -1057.20 gf

hingga -775.18 gf, dan kehilangan padatan selama pemasakan 9.99 % hingga

11.42 %. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dengan melakukan substitusi

tepung jagung dengan tepung jagung HMT dapat memperbaiki karakteristik

sensori mi jagung menjadi lebih disukai dan memperbaiki karakteristik fisik mi

yaitu menurunkan tingkat kekerasan, kelengketan, dan kehilangan padatan selama

pemasakan, serta meningkatkan kekenyalan.

E Indeks Glikemik (IG)

Indeks glikemik merupakan pengukuran kecepatan penyerapan

karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa

darah dalam waktu tertentu. Definisi lain indeks glikemik adalah sebagai respon

glukosa darah terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dalam takaran

dan waktu tertentu (Prijatmoko 2007). Indeks glikemik diukur dengan menghitung

luas kurva kenaikan dan penurunan kadar gula darah setelah mengkonsumsi

(44)

Berdasarkan pengukuran nilai IG tersebut, maka makanan dapat dikatagorikan

menurut IG-nya seperti pada Tabel 4. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan

mengetahui nilai IG suatu makanan diantaranya adalah penderita diabetes melitus

dapat memilih makanan yang tidak akan menaikan kadar glukosa darah dengan

cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat

dikontrol pada kadar yang tetap normal (70-110 mg/dl). Menurut the british diabetic association bagi penderita diabetes, dianjurkan paling sedikit mengkonsumsi 50 % dari total asupan nasi berupa makanan yang me

Gambar

Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).
Tabel 3  Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum
Gambar 2  Mekanisme mempertahankan kadar normal glukosa darah dalam tubuh (Almatsier 2003)
Tabel 5  Nilai indeks glikemik serealia (jagung, beras, dan gandum), mi dari berbagai jenis bahan baku (jagung putih, terigu, kacang hijau, beras, sagu) dan pasta (spageti)
+7

Referensi

Dokumen terkait

too draw the image. But actually, the 3 rd special ray which had been drawn by the students can’t go continually. Basically, the students had been understood that of

Sedangkan faktor eksternal secara umum mencakup lingkungan belajar, sarana dan prasarana belajar ( teaching media ), serta kapabilitas guru dalam menerapkan variasi

Hasil survey di 49 negara Asia, Australia, dan Afrika oleh TIMSS (Trend in International Mathematics and Science Study) pada tahun 2007, menunjukan bahwa prestasi

Alhammdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat melaksanakan Magang

Pengumpulan bahan-bahan koordinasi penyusunan program kerja di bidang Pendidikan Anak Usia Dini(PAUD) formal dan non formal yang meliputi perencanaan penyelenggaraan, pendidikan

Karbohidrat yang terdapat dalam daging (dalam bentuk Tabel 2. Persentase perubahan nilai gizi bakso nikumi itik dibanding P0.. Pengaruh Leaching terhadap Komposisi

Department of International Business Faculty of Business Administration, Department of Marketing and University of Economics in Bratislava, Faculty of Commerce, Departments of

Pemeriksaan proliferasi fibroblas keloid menggunakan MTT assay diawali dengan menghisap semua medium yang ada pada tiap sumuran. Kemudian medium komplit baru