KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI
NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG
DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
OKE ANANDIKA LESTARI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Oke Anandika Lestari
NRP F251060191
ABSTRACT
OKE ANANDIKA LESTARI. Physicochemical Characterization and Biological Value Evaluation of Dried Corn Noodle Substituted with Physically Modified Corn Flour. Supervised by DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI and DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.
Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodle. The technology of corn noodle has been developed, but the result showed that the corn noodle had high cooking loss, low elasticity, sticky and low sensory acceptability. One of method to overcome by the above problem was by substituting the corn flour with physically modified Heat Moisture Treated (HMT) corn flour in corn noodle formulation.
This research was objected to improve the physical and sensory characteristic of corn noodle substituted with HMT modified corn flour. The effect of HMT corn flour on biological value of corn noodle was also studied. The research was conducted in the following steps (1) to determine temperature (100oC, 110 oC, and 120oC) and time (3, 6, and 9 hours) of modified corn flour using HMT method, (2) to determine level substitution (0, 5, 10, 15, and 20%) of HMT corn flour in noodle formulation, (3) to evaluate the biological value of corn flour and dried corn noodle of the best formulation.
Corn flour Heat Moisture Treated (HMT) at 110oC for 6 hour changed it gelatinization profile from B type to C type. The swelling volume and amylose leaching of HMT corn flour decreased to 32% and 45% respectively. Substituted of corn flour with 10% HMT corn flour in corn noodle formulation yield corn noodle with lower cooking loss, less firm, and less sticky, and better sensory acceptability compare to that of corn noodle without HMT corn flour. However the elasticity was not improved. HMT modified of corn flour increased the amount the resistance starch and insoluble dietary fiber, but it the decreased starch digestibility and protein digestibility. The glycemic index of corn noodle substituted with 10% HMT corn flour had low glycemic index (51).
RINGKASAN
OKE ANANDIKA LESTARI. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Dibimbing oleh DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI dan DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.
Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan, diantaranya adalah mi jagung. Mi jagung memiliki tingkat kekerasan yang tinggi, kekenyalan rendah, kelengketan tinggi, kehilangan padatan selama pemasakan tinggi, dan nilai sensori terhadap kesukaan secara keseluruhan rendah (Putra 2008). Cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung tersebut adalah melakukan modifikasi tepung jagung dengan metode
Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metode tersebut dapat memperbaiki karakteristik mi dari pati sagu (Purwani et al
2006), dan dari pati ubi (Collado et al 2001). Hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan karakteristik fisik pati setelah perlakuan HMT sehingga sesuai untuk digunakan dalam produk mi, yaitu perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, menurunkan kemampuan mengembang dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan. Tetapi belum ditemukan penelitian yang melakukan modifikasi dalam bentuk tepung untuk memperbaiki karakteristik mi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan sensori mi jagung kering dengan mensubstitusi sebagian tepung jagung dengan sebagian tepung jagung yang telah dimodifikasi secara fisik dengan metode HMT dan mengevaluasi nilai gizi biologis mi kering jagung yang dihasilkan. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 1) Penentuan suhu (100oC, 110oC, dan 120oC) dan waktu (3 jam, 6 jam, dan 9 jam) modifikasi tepung jagung dengan metode HMT, 2) Penentuan formulasi (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) mi kering jagung, dan 3) Mengevaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.
Penentuan kondisi modifikasi tepung jagung dengan HMT adalah berdasarkan parameter profil gelatinisasi dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA), swelling volume, dan amilosa leaching. Penentuan formulasi mi jagung kering dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) Menentukan dua formulasi terbaik berdasarkan karakteristik fisik mi berupa kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan Texture Profile Analysis (TPA), (2) Menentukan satu formulasi terbaik dari dua formulasi terpilih berdasarkan karakteristik fisik dengan uji sensori. Parameter pengukuran nilai biologis yang diukur terhadap tepung jagung dan mi jagung kering adalah kadar pati resisten, kadar serat pangan, daya cerna pati, dan daya cerna protein, sedangkan pengukuran nilai indeks glikemik hanya dilakukan pada mi jagung kering.
120:6, 110:9, 110:6, 110:3, dan 100:9. Perlakuan (suhu:waktu) yang memiliki jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan terendah adalah tepung jagung dengan perlakuan 120:3, 120:6, 110:9, dan 110:6. Berdasarkan hasil tersebut dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya, dan terutama rendahnya jumlah amilosa yang lepas, maka diperoleh perlakuan suhu dan waktu HMT terbaik adalah suhu 110oC selama 6 jam. Perlakuan HMT tersebut menyebabkan penurunan viskositas puncak sebesar 52%, kemampuan untuk meretrogradasi (setback) 81.3%, kemampuan pengembangan 32.4%, dan jumlah amilosa yang lepas 45 %, serta terjadi peningkatan kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) 92.6%. Selain itu terjadi pula perubahan karakteristik kimia pada perlakuan HMT suhu 110oC selama 6 jam, yaitu penurunan kadar air sebesar 12.5%, karoten total 42.13%, dan beta karoten 28.99%.
Penentuan formulasi mi jagung kering terbaik dari formulasi substitusi tepung jagung HMT 0, 5, 10, 15, dan 20% berdasarkan karakteristik fisik menunjukkan bahwa formulasi 10% dan 20% adalah formulasi terpilih. Hal tersebut didasarkan kepada rendahnya kehilangan padatan selama pemasakan dan terjadinya penurunan tingkat kekerasan mi jagung yang berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Hasil uji sensori terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan menunjukkan bahwa formulasi 10% paling disukai diantara tiga formulasi (0%, 10%, dan 20%), yaitu dengan tingkat kesukaan agak suka hingga suka. Mi kering jagung terpilih yaitu formulasi 10% dapat memperbaiki karakteristik fisik dengan menurunkan kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) sebesar 12.5%, kekerasan 20.4%, dan kelengketan 21.3%, tetapi hasil Texture Profile Analysis
(TPA) menunjukkan tidak adanya perbedaan elastisitas dengan mi formulasi 0% (tanpa HMT). Sedangkan hasil uji sensori menunjukkan bahwa formulasi 10% memiliki tingkat elastisitas yang paling tinggi dibandingkan formulasi 0%. Berdasarkan hal tersebut maka dengan melakukan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% sudah dapat memperbaiki karakteristik fisik dan sensori mi jagung, sedangkan karakteristik kimia yang dipengaruhi hanya terjadi penurunan kadar air sebesar 20.4%.
Evaluasi nilai biologis pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar pati resisten sebesar 105%, serat pangan tidak larut 22.8%, serta menurunkan daya cerna pati 38.4%, dan daya cerna protein 4.9%. Sedangkan pada mi jagung kering HMT terjadi peningkatan pati resisten sebesar 19.1% dan serat pangan tidak larut 14.6%, serta menurunkan daya cerna pati 12%, dan perubahan indeks glikemik dari sedang menjadi rendah.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI
NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG
DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
OKE ANANDIKA LESTARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi
Nama : Oke Anandika Lestari Nim : F 251060191
Program Studi : Ilmu Pangan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan,
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini ialah Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc selaku dosen penguji, Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan, dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi yang turut memberikan pengarahan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Junaedi dan Bapak Deni beserta staf teknisi Seafast Center IPB, Bapak Nurwahid beserta staf Teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Bapak Taufik beserta staf teknisi Laboraturium Kimia Pangan Seafast Center IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Caing AJ MT (ayah), Sri Yetty Hartati (ibu), Agus Sugih Harto (kakak), Kusminah (nenek), Willy Yanuwar atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu angkatan 2006: bu Lisna, Mathelda, Santi, Reza, Findya, Silvana, Sylviana, mba Dian, bu Puspitasari, Ray, Yoga, mba Oktavrina, pa Agus, Ayusta, Azis, bu Triana, dan bu Yusda. Teman-teman kos Wisma Flora: Margaretha, Venty, Ira, Yeni, Teti, Vindya, Enif, mas Sandi, mas Man, mba Siti, Marsel, dan Randi. Panelis indeks glikemik: Akhyar, Edy, Findya, Silvana, Sylviana, Mathelda, Andri, Ary, Arief, Astrida (AU), Tomi, dan Anca, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala doa dan bantuannya untuk kelancaran penyelesaian tesis ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada mba Tika, mba Dewi, mba Mar, bu Sofi, mba Eno, dan mba Ratmi.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc, atas bantuan dana penelitian dari program KKP3T (Kerjasama Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Departemen Pertanian dan RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Kementerian Riset dan Teknologi yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
KARAKTERISASI SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI
NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG
DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
OKE ANANDIKA LESTARI
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Karakteristik Sifat Fisiko-Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Februari 2009
Oke Anandika Lestari
NRP F251060191
ABSTRACT
OKE ANANDIKA LESTARI. Physicochemical Characterization and Biological Value Evaluation of Dried Corn Noodle Substituted with Physically Modified Corn Flour. Supervised by DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI and DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.
Corn flour is potentially used as a raw material in the production of corn noodle. The technology of corn noodle has been developed, but the result showed that the corn noodle had high cooking loss, low elasticity, sticky and low sensory acceptability. One of method to overcome by the above problem was by substituting the corn flour with physically modified Heat Moisture Treated (HMT) corn flour in corn noodle formulation.
This research was objected to improve the physical and sensory characteristic of corn noodle substituted with HMT modified corn flour. The effect of HMT corn flour on biological value of corn noodle was also studied. The research was conducted in the following steps (1) to determine temperature (100oC, 110 oC, and 120oC) and time (3, 6, and 9 hours) of modified corn flour using HMT method, (2) to determine level substitution (0, 5, 10, 15, and 20%) of HMT corn flour in noodle formulation, (3) to evaluate the biological value of corn flour and dried corn noodle of the best formulation.
Corn flour Heat Moisture Treated (HMT) at 110oC for 6 hour changed it gelatinization profile from B type to C type. The swelling volume and amylose leaching of HMT corn flour decreased to 32% and 45% respectively. Substituted of corn flour with 10% HMT corn flour in corn noodle formulation yield corn noodle with lower cooking loss, less firm, and less sticky, and better sensory acceptability compare to that of corn noodle without HMT corn flour. However the elasticity was not improved. HMT modified of corn flour increased the amount the resistance starch and insoluble dietary fiber, but it the decreased starch digestibility and protein digestibility. The glycemic index of corn noodle substituted with 10% HMT corn flour had low glycemic index (51).
RINGKASAN
OKE ANANDIKA LESTARI. Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi. Dibimbing oleh DR. IR NURHENI SRI PALUPI, MSI dan DR. IR FERI KUSNANDAR, MSC.
Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan digunakan sebagai bahan baku untuk produk pangan, diantaranya adalah mi jagung. Mi jagung memiliki tingkat kekerasan yang tinggi, kekenyalan rendah, kelengketan tinggi, kehilangan padatan selama pemasakan tinggi, dan nilai sensori terhadap kesukaan secara keseluruhan rendah (Putra 2008). Cara yang dapat digunakan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung tersebut adalah melakukan modifikasi tepung jagung dengan metode
Heat Moisture Treatment (HMT). Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa metode tersebut dapat memperbaiki karakteristik mi dari pati sagu (Purwani et al
2006), dan dari pati ubi (Collado et al 2001). Hal tersebut dikarenakan terjadinya perubahan karakteristik fisik pati setelah perlakuan HMT sehingga sesuai untuk digunakan dalam produk mi, yaitu perubahan profil gelatinisasi menjadi tipe C, menurunkan kemampuan mengembang dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan. Tetapi belum ditemukan penelitian yang melakukan modifikasi dalam bentuk tepung untuk memperbaiki karakteristik mi.
Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik dan sensori mi jagung kering dengan mensubstitusi sebagian tepung jagung dengan sebagian tepung jagung yang telah dimodifikasi secara fisik dengan metode HMT dan mengevaluasi nilai gizi biologis mi kering jagung yang dihasilkan. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap, yaitu 1) Penentuan suhu (100oC, 110oC, dan 120oC) dan waktu (3 jam, 6 jam, dan 9 jam) modifikasi tepung jagung dengan metode HMT, 2) Penentuan formulasi (0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%) mi kering jagung, dan 3) Mengevaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.
Penentuan kondisi modifikasi tepung jagung dengan HMT adalah berdasarkan parameter profil gelatinisasi dengan menggunakan Rapid Visco Analyzer (RVA), swelling volume, dan amilosa leaching. Penentuan formulasi mi jagung kering dibagi menjadi dua tahap, yaitu (1) Menentukan dua formulasi terbaik berdasarkan karakteristik fisik mi berupa kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan Texture Profile Analysis (TPA), (2) Menentukan satu formulasi terbaik dari dua formulasi terpilih berdasarkan karakteristik fisik dengan uji sensori. Parameter pengukuran nilai biologis yang diukur terhadap tepung jagung dan mi jagung kering adalah kadar pati resisten, kadar serat pangan, daya cerna pati, dan daya cerna protein, sedangkan pengukuran nilai indeks glikemik hanya dilakukan pada mi jagung kering.
120:6, 110:9, 110:6, 110:3, dan 100:9. Perlakuan (suhu:waktu) yang memiliki jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan terendah adalah tepung jagung dengan perlakuan 120:3, 120:6, 110:9, dan 110:6. Berdasarkan hasil tersebut dengan mempertimbangkan efisiensi waktu, biaya, dan terutama rendahnya jumlah amilosa yang lepas, maka diperoleh perlakuan suhu dan waktu HMT terbaik adalah suhu 110oC selama 6 jam. Perlakuan HMT tersebut menyebabkan penurunan viskositas puncak sebesar 52%, kemampuan untuk meretrogradasi (setback) 81.3%, kemampuan pengembangan 32.4%, dan jumlah amilosa yang lepas 45 %, serta terjadi peningkatan kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) 92.6%. Selain itu terjadi pula perubahan karakteristik kimia pada perlakuan HMT suhu 110oC selama 6 jam, yaitu penurunan kadar air sebesar 12.5%, karoten total 42.13%, dan beta karoten 28.99%.
Penentuan formulasi mi jagung kering terbaik dari formulasi substitusi tepung jagung HMT 0, 5, 10, 15, dan 20% berdasarkan karakteristik fisik menunjukkan bahwa formulasi 10% dan 20% adalah formulasi terpilih. Hal tersebut didasarkan kepada rendahnya kehilangan padatan selama pemasakan dan terjadinya penurunan tingkat kekerasan mi jagung yang berbeda nyata dengan tanpa perlakuan. Hasil uji sensori terhadap tingkat kesukaan secara keseluruhan menunjukkan bahwa formulasi 10% paling disukai diantara tiga formulasi (0%, 10%, dan 20%), yaitu dengan tingkat kesukaan agak suka hingga suka. Mi kering jagung terpilih yaitu formulasi 10% dapat memperbaiki karakteristik fisik dengan menurunkan kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) sebesar 12.5%, kekerasan 20.4%, dan kelengketan 21.3%, tetapi hasil Texture Profile Analysis
(TPA) menunjukkan tidak adanya perbedaan elastisitas dengan mi formulasi 0% (tanpa HMT). Sedangkan hasil uji sensori menunjukkan bahwa formulasi 10% memiliki tingkat elastisitas yang paling tinggi dibandingkan formulasi 0%. Berdasarkan hal tersebut maka dengan melakukan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% sudah dapat memperbaiki karakteristik fisik dan sensori mi jagung, sedangkan karakteristik kimia yang dipengaruhi hanya terjadi penurunan kadar air sebesar 20.4%.
Evaluasi nilai biologis pada tepung jagung HMT menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kadar pati resisten sebesar 105%, serat pangan tidak larut 22.8%, serta menurunkan daya cerna pati 38.4%, dan daya cerna protein 4.9%. Sedangkan pada mi jagung kering HMT terjadi peningkatan pati resisten sebesar 19.1% dan serat pangan tidak larut 14.6%, serta menurunkan daya cerna pati 12%, dan perubahan indeks glikemik dari sedang menjadi rendah.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi
KARAKTERISTIK SIFAT FISIKO-KIMIA DAN EVALUASI
NILAI GIZI BIOLOGIS MI JAGUNG KERING YANG
DISUBSTITUSI TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI
OKE ANANDIKA LESTARI
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Karaktersisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Kering Jagung yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi
Nama : Oke Anandika Lestari Nim : F 251060191
Program Studi : Ilmu Pangan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi Ketua
Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Ilmu Pangan,
Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB,
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 ini ialah Karakterisasi Sifat Fisiko Kimia dan Evaluasi Nilai Gizi Biologis Mi Jagung Kering yang Disubstitusi Tepung Jagung Termodifikasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi dan Bapak Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Eko Hari Purnomo, MSc selaku dosen penguji, Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc selaku Ketua Program Studi Ilmu Pangan, dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi yang turut memberikan pengarahan kepada penulis. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Junaedi dan Bapak Deni beserta staf teknisi Seafast Center IPB, Bapak Nurwahid beserta staf Teknisi Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta Bapak Taufik beserta staf teknisi Laboraturium Kimia Pangan Seafast Center IPB. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ir Caing AJ MT (ayah), Sri Yetty Hartati (ibu), Agus Sugih Harto (kakak), Kusminah (nenek), Willy Yanuwar atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu Penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman satu angkatan 2006: bu Lisna, Mathelda, Santi, Reza, Findya, Silvana, Sylviana, mba Dian, bu Puspitasari, Ray, Yoga, mba Oktavrina, pa Agus, Ayusta, Azis, bu Triana, dan bu Yusda. Teman-teman kos Wisma Flora: Margaretha, Venty, Ira, Yeni, Teti, Vindya, Enif, mas Sandi, mas Man, mba Siti, Marsel, dan Randi. Panelis indeks glikemik: Akhyar, Edy, Findya, Silvana, Sylviana, Mathelda, Andri, Ary, Arief, Astrida (AU), Tomi, dan Anca, serta teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas segala doa dan bantuannya untuk kelancaran penyelesaian tesis ini. Tidak lupa juga ucapan terima kasih kepada mba Tika, mba Dewi, mba Mar, bu Sofi, mba Eno, dan mba Ratmi.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc, atas bantuan dana penelitian dari program KKP3T (Kerjasama Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi) Departemen Pertanian dan RUSNAS (Riset Unggulan Strategis Nasional) Kementerian Riset dan Teknologi yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Subang pada tanggal 12 Oktober 1984 dari ayah Ir Caing AJ MT dan ibu Sri Yetty Hartati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Tangerang. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Industri UPH, lulus pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama penulis diterima di Fakultas Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu Pangan Pasca Sarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2009.
Bogor, Februari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
I PENDAHULUAN ... 1 A Latar Belakang ... 1 B Tujuan ... 3 C Hipotesis ... 4 D Manfaat ... 4
II TINJAUAN PUSTAKA ... 5 A Jagung ... 5 B Tepung Jagung ... 7 C Modifikasi Pati Metode Heat Moisture Treatment (HMT) ... 11 D Mi Jagung ... 15 E Indeks Glikemik ... 16
III METODOLOGI PENELITIAN ... 22 A Bahan dan Alat ... 22 B Waktu dan Tempat Penelitian ... 22 C Tahapan Penelitian ... 22
1 Penentuan suhu dan waktu modifikasi tepung jagung dengan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39 A Penentuan suhu dan waktu optimum untuk modifikasi tepung
jagung dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) ... 39 1 Pengaruh perlakuan HMT terhadap karakteristik fisik tepung
jagung ... 41 a Profil gelatinisasi ... 41 b Swelling volume ... 47 c Amylose leaching ... 50 2 Pemilihan waktu dan suhu kondisi optimum perlakuan HMT
terbaik ... 52 3 Pengaruh perlakuan HMT terpilih (110 : 6) terhadap
karakteristik kimia tepung jagung ... 55 B Penentuan formulasi mi jagung kering ... 57
1 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap karakteristik fisik mi jagung kering ... 57
a Waktu pemasakan mi jagung ... 57 b Kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) ... 59 c Texture Profile Analysis (TPA) ... 60 2 Pemilihan dua formulasi mi jagung kering terbaik ... 64 3 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terpilih terhadap mutu sensori mi kering jagung ... 64
4 Perubahan karakteristik fisik dan sensori mi jagung kering formulasi terbaik (10%) ... 68 5 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT terpilih (formulasi 10%)
terhadap karakteristik kimia mi jagung kering ... 70 C Pengaruh perlakuan HMT (110 : 6) terhadap nilai biologis mi
Jagung kering (formulasi 10%) ... 73 1 Pati resisten ... 73 2 Serat pangan ... 75 3 Daya cerna pati ... 77 4 Daya cerna pati ... 78 5 Indeks glikemik (IG) mi jagung ... 79
V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83 A Kesimpulan ... ... 83 B Saran ... ... 84
DAFTAR PUSTAKA ... 85
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi gizi jagung kuning secara umum ... 6
2 Komposisi gizi biji jagung pada masing-masing bagiannya ... 6
3 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum ... 9
4 Katagori pangan menurut indeks glikemik (IG) dengan glukosa murni sebagai standar ... 17
5 Nilai indeks glikemik serealia (jagung, beras, dan gandum), mi dari berbegai jenis bahan baku (jagung putih, terigu, kacang hijau, beras, sagu) dan pasta (spageti) ... 21
6 Persentase penggunaan tepung jagung HMT dalam formulasi mi
jagung kering dengan teknologi sheeting ... 26 7 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi
dengan HMT terhadap profil gelatinisasi tepung jagung ... 42
8 Pengaruh perlakuan HMT pada suhu 110oC selama 6 jam (110:6)
terhadap karakteristik fisik tepung jagung ... 54
9 Pengaruh perlakuan HMT pada suhu 110oC selama 6 jam (110:6)
terhadap komposisi kimia tepung jagung ... 56
10 Pengaruh tingkat substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebanyak 10% terhadap komposisi kimia mi kering jagung ... 69
11 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebanyak 10% terhadap komposisi kimia mi jagung kering ... 71
12 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap kandungan serat pangan ... 76
13 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung Jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap daya cerna protein ... 78
14 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) sebesar 10% pada mi jagung kering baik dikonsumsi bersama kaldu maupun tidak
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Biji jagung dan bagian-bagiannya ... 5
2 Mekanisme mempertahankan kadar normal glukosa darah dalam
Tubuh ... 18
3 Diagram alir kegiatan penelitian ... 23
4 Diagram alir proses pembuatan tepung jagung HMT ... 25
5 Proses pembuatan mi jagung kering dari tepung jagung yang Sibustitusi tepung jagung HMT ... 27
6 Kurva pengukuran profil pasta dengan Rapid Visco Analyzer (RVA), dimana PT atau Pasting Temperature (suhu awal gelatinisasi), PV atau Peak Viscosity (viskositas puncak), HPV atau High Peak Viscosity (viskositas pada suhu 95oC setelah 5 menit), Breakdown (penurunan viskositas karena pemanasan), CPV atau Cold Peak Viscosity (viskositas pada suhu 50oC), Setback (Kenaikan viskositas selama pendinginan) ... 29
7 Kurva Texture Profile Analysis (TPA) ... 32 8 Hubungan antara persentase penambahan air (15.6%, 21%, dan
31.2%) dengan kadar air akhir tepung jagung ... 40
9 Pengaruh suhu pemanasan 110oC selama 3, 6, dan 9 jam pada
proses modifikasi dengan HMT terhadap profil gelatinisasi ... 41
10 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi
dengan HMT terhadap swelling volume (SV) tepung jagung ... 48 11 Korelasi antara swelling volume (ml/g) dengan viskositas puncak
(cP) dari tepung jagung yang dimodifikasi dengan HMT... 50
12 Pengaruh suhu dan waktu pemanasan pada proses modifikasi Dengan HMT terhadap persentase amylose leaching (AL) tepung
jagung ... 51
13 Pengaruh perlakuan proses modifikasi HMT dengan suhu 110oC selama 6 jam (110:6) terhadap profil gelatinisasi tepung jagung. Grafik dibaca setelah 1 menit pengukuran ... 54
14 Korelasi antara tingkat substitusi tepung jagung HMT 110:6 (%) dengan waktu optimum pemasakan (menit) mi jagung kering ... 58
15 Korelasi antara tingkat substitusi tepung jagung HMT 110:6 (%) dengan kehilangan padatan selama pemasakan (%) mi jagung kering ... 60
17 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap elastisitas mi jagung kering setelah direhidrasi... 62
18 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap kelengketan mi jagung kering setelah direhidrasi ... 63
19 Penampakan mi jagung HMT terpilih (formulasi 10% dan 20%) dan mi jagung tanpa HMT (formulasi 0%) pada kondisi sebelum
(atas) dan setelah (bawah) rehidrasi ... 65
20 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap tingkat kekerasan, elastisitas, dan kelengketan mi kering jagung berdasarkan uji sensori ... 66
21 Pengaruh substitusi tepung jagung HMT (110:6) terhadap tingkat
kesukaan secara keseluruhan mi kering jagung berdasarkan uji sensori 68
22 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi
jagung kering terhadap kandungan pati resisten ... 73
23 Pengaruh proses HMT suhu 110oC selama 6 jam pada tepung jagung dan substitusi tepung jagung HMT sebesar 10% pada mi jagung kering terhadap daya cerna pati... 77
24 Pengaruh konsumsi mi kering jagung HMT 110:6 (formulasi 10%) baik yang dikonsumsi bersama kuah maupun tidak terhadap pola
perubahan kadar gula darah setiap 30 menit selama 2 jam ... 80
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Lembar kuesioner uji sensori ... 91
2 Prosedur analisis beta karoten ... 93
3 Contoh perhitungan beta karotem ... 94
4 Hasil analisis beta karoten standar dengan HPLC ... 96
5 Prosedur analisis nilai biologis ... 97
6 Perhitungan jumlah sampel yang diberikan untuk pengukuran Indeks Glikemik (IG) ... 101
7 Data pada penentuan jumlah air yang ditambahkan ... 102
8 Data hasil pengukuran profil gelatinisasi dengan Brabender ... 103
9 Analisis data profil gelatinisasi ... 104
10 Analisis data swelling volume ... 108 11 Analisis data amilosa leaching ... 110 12 Analisis data karakteristi fisik tepung jagung (kontrol) dan tepung
jagung HMT terpilih ... 111
13 Analisis data kimia tepung jagung ... 113
14 Analisis data waktu pemasakan ... 115
15 Analisis data kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) ... 116
16 Analisis data Texture Profile Analysis (TPA) ... 117 17 Analisis data uji sensori ... 119
18 Analisis data karakteristik fisik mi jagung kering ... 121
19 Analisis data pati reisten ... 123
20 Analisis data serat pangan ... 124
21 Analisis data daya cerna pati ... 125
22 Analisis data daya cerna protein ... 126
I. PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu makanan pokok sesudah beras yang
berpotensi untuk dikembangkan dan diolah menjadi produk pangan. Jenis produk
olahan jagung yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah mi jagung.
Kajian preferensi konsumen terhadap produk pangan non beras menunjukkan
bahwa mi merupakan produk pangan yang paling sering dikonsumsi oleh sebagian
besar konsumen baik sebagai sarapan maupun sebagai selingan (Juniawati 2003).
Penelitian tentang mi jagung telah banyak dilakukan, diantaranya adalah
pengembangan mi jagung yang dibuat dari pencapuran pati dan tepung jagung
(Soraya 2006) dan mi jagung dari tepung jagung (Juniawati 2003; Putra 2008)
dengan teknologi sheeting, dan teknologi ekstruksi (Hatorangan 2007 dan Fahmi 2007). Karakteristik fisik mi jagung kering setelah direhidrasi adalah memiliki
tingkat kekerasan yang tinggi (2408.4 gf hingga 3135.18 gf), kekenyalan yang
rendah (0.3245 gs hingga 0.4151 gs), kelengketan yang tinggi (-1057.20 gf hingga
-775.18 gf), serta kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) yang tinggi
(9.99% hingga 11.42 %), dan tingkat kesukaan secara keseluruhan yang rendah
yaitu netral (Putra 2008). Karakteristik fisik mi sagu setelah rehidrasi (Purwani et al 2006) memiliki tingkat kekerasan (2137.8 gf hingga 2345.43 gf), kelengketan (-64.43 gf hingga -21.47 gf), KPAP (2% hingga 6.19%) yang lebih rendah dari mi
jagung kering, dan elastisitas mi gandum 0.9 gs (Baik et al 2003) lebih tinggi dari mi jagung.
Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan cara untuk memperbaiki
karakteristik fisik dan sensori mi jagung kering. Cara yang dapat dilakukan adalah
dengan mengubah karakteristik fisik dari tepung jagung yang merupakan bahan
baku dari pembuatan mi jagung. Salah satu pendekatan tersebut adalah profil
gelatinisasi, dimana profil gelatinisasi pati serealia adalah memiliki viskositas
puncak yang tinggi dan kestabilan viskositas terhadap panas yang rendah atau
profil gelatinisasi tipe B (Collado et al 2001). Berdasarkan karakteristik fisik yang ingin diperbaiki yaitu, tingkat kekerasan, kekenyalan, kelengketan, dan
yang diharapkan adalah meningkatkan kestabilan visositas terhadap panas dan
menurunkan tingkat retrogradasi. Peningkatan kestabilan viskositas terhadap
panas (breakdown) diharapkan dapat memperbaiki tingkat kekenyalan, kelengketan, dan KPAP, sedangkan penurunan tingkat retrogradasi (setback) diharapkan dapat menurunkan tingkat kekerasan mi jagung. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Beta dan Corke (2001), menunjukkan bahwa peningkatan
kestabilan viskositas terhadap panas berkolerasi negatif dengan KPAP dan
berkolerasi positif dengan elastisitas, sedangkan tingkat retrogradasi berkolerasi
positif dengan kekerasan mi sorgum yang dihasilkan. Profil gelatinisasi tipe C
adalah profil gelatinisasi dengan viskositas pegembangan yang lebih rendah dan
kestabilan viskositas terhadap panas yang tinggi (Collado et al 2001). Dengan demikian pendekatan karakteristik fisik utama yang diharapkan pada tepung
jagung diantaranya adalah memiliki profil gelatinisasi tipe C.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk merubah karakteristik fisik
pati dalam tepung jagung menjadi profil gelatinisasi tipe C diantaranya adalah
dengan melakukan modifikasi secara fisik yaitu Heat Moisture Treatment (HMT). HMT merupakan metode modifikasi pati secara fisik dengan cara memberikan
perlakuan panas pada suhu diatas suhu gelatinisasi (80 – 120oC) dengan kondisi kadar air terbatas atau dibawah 35% (Collado et al 2001). Pati yang diberi perlakuan HMT mengalami perubahan karakteristik fisik, diantaranya adalah
terjadinya perubahan profil gelatinisasi dari tipe B menjadi tipe C dan penurunan
kemampuan mengembang serta jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan
(Purwani et al 2006; Collado et al 2001; dan Shin et al, 2004). Perubahan karakteristik fisik pati setelah proses HMT tersebut telah diketahui dapat
memperbaiki karakteristik fisik mi ketika pati HMT tersebut diaplikasikan pada
produk mi. Pati sagu HMT yang diaplikasikan pada produk mi dapat
meningkatkan elastisitas dan kekompakan tekstur mi, serta menurunkan
kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) dan kelengketan pada varietas pati
sagu tertentu (Purwani et al 2006).
Berdasarkan pertimbangan harga pati yang relatif mahal, maka dalam
penelitian bertujuan untuk memodifikasi pati dalam bentuk tepung jagung.
Takahashi et al (2005), terhadap tepung beras. Perlakuan HMT pada tepung beras menyebabkan terjadinya perubahan profil gelatinisasi tepung beras dari tipe B
menjadi tipe C, yaitu profil gelatinisasi dengan viskositas puncak dan tingkat
retrogradasi yang lebih rendah, serta kestabilan viskositas terhadap panas yang
lebih tinggi. Hingga saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi
tentang profil gelatinisasi ataupun karakteristik fisik tepung jagung varietas
Pionner 21. Penelitian ini akan melihat perubahan karakteristik fisik dan kimia
pada tepung jagung varietas Pioneer 21 akibat perlakuan modifikasi secara fisik
dengan metode HMT.
Sisi lain yang dapat dimanfaatkan dari proses HMT adalah terjadinya
peningkatan jumlah pati resisten (Shin et al 2004). Terbentuknya pati resisten selama proses HMT tepung jagung dapat menurunkan indeks glikemik (IG) mi
kering jagung yang dihasilkan. Haliza et al (2006), melaporkan bahwa tingginya kandungan pati resisten pada mi sagu menyebabkan rendahnya indeks glikemik
mi sagu. Indeks glikemik mi jagung kering menurut Marsono et al (2007) adalah sedang atau 57 (glukosa sebagai standar). Substitusi tepung jagung HMT dengan
tepung jagung diharapkan dapat menurunkan indeks glikemik mi kering jagung.
Makanan yang memiliki indeks glikemik rendah dibutuhkan oleh penderita
diabetes, dimana penderita diabetes dunia pada tahun 1995 adalah sebanyak 135
juta dan diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025 (Marsono
et al 2007). Menurut the british diabetic association bagi penderita diabetes, dianjurkan paling sedikit mengkonsumsi 50% dari total asupan nasi adalah
makanan yang memiliki indeks glikemik rendah. Penelitian ini selain mempelajari
pengaruh HMT terhadap karakteristik fisik tepung jagung juga mempelajari
pengaruhnya terhadap nilai biologis tepung jagung dan mi kering jagung.
B Tujuan
Penelitian ini dilaksanakan untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu
diantaranya adalah:
1. Menentukan kondisi optimum modifikasi tepung jagung dengan metode HMT
sehingga menghasilkan karakteristik yang sesuai untuk bahan baku mi jagung
2. Menentukan tingkat substitusi tepung jagung HMT yang dapat memperbaiki
mutu fisik dan sensori mi jagung kering.
3. Mengevaluasi pengaruh perlakuan tepung jagung HMT terhadap nilai biologis
mi jagung kering yang dihasilkan.
C Hipotesis
1. Perlakuan modifikasi fisik dengan HMT pada tepung jagung dapat merubah
profil gelatinisasi tepung jagung menjadi tipe C yang sesuai dengan
karakteristik tepung jagung sebagai bahan baku pembuatan mi jagung.
2. Substitusi tepung jagung dengan tepung jagung HMT dapat memperbaiki
mutu fisik dan sensori mi kering jagung.
3. Substitusi tepung jagung dengan tepung jagung HMT mempengaruhi nilai gizi
biologis mi kering jagung yang dihasilkan.
D Manfaat
1. Informasi perubahan karakteristik tepung jagung yang terjadi karena
perlakuan HMT dapat digunakan sebagai acuan untuk bahan baku produk
pangan, selain mi jagung.
2. Memberikan informasi pada penderita diabetes tentang nilai indeks glikemik
II. TINJAUAN PUSTAKA
A Jagung
Jagung (Zea mays L) adalah tanaman semusim dan termasuk jenis rerumputan/graminae. Terdapat tiga varietas jagung yang populer di Indonesia
yaitu BISI, Pioneer, dan NK (Takdir et al 2007). Pioneer 21 merupakan salah satu varietas yang berpotensi untuk dikembangkan karena telah banyak di tanam oleh
petani di Indonesia. Pioneer 21 adalah kelompok jagung kuning yang merupakan
produk jagung hibrida yang telah banyak di tanam oleh petani jagung di Lampung
Timur dan Selatan, dan Tanggamus. Keunggulan dari jagung varietas Pioneer 21
adalah tahan kekeringan dan kondisi cuaca yang tidak normal serta mempunyai
[image:32.595.134.464.373.615.2]potensi hasil yang cukup tinggi yaitu 13.3 MT/hektar pipilan kering (Anonim1, 2008).
Gambar 1 Biji jagung dan bagian-bagiannya (Subekti et al 2007).
Biji jagung disebut kariopsis yaitu memiliki dinding ovari atau perikarp
menyatu dengan kulit biji atau testa membentuk daging buah. Bagian utama biji
jagung terdiri dari tiga, yaitu pericarp, endosperm, dan embrio atau lembaga
lapisan aleuron serta berfungsi mencegah kerusakan biji dari organisme
pengganggu dan kehilangan air. Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji
jagung yaitu 75% dari bobot biji. Fungsi endosperm adalah sebagai tempat
penyimpanan cadangan makanan. Lembaga merupakan tempat perkecambahan
biji, yang terdiri atas plumula, meristem, skutelum, dan koleoptil (Subekti et al, 2007).
Tabel 1 Komposisi gizi jagung kuning secara umum
Kadar Gizi Jagung Kuning
Energi (Kal/100g) 350
Air (g/100g) 14.5
Protein (g/100g) 8.6
Lemak (g/100g) 5.0
Karbohidrat (g/100g) 70.6
Abu (g/100g) 1.3
Karoten (πg) 150
Retinol ekuifalen (πg) 26
Serat larut (g) 0.6
Serat tidak larut (g) 8.4
Total serat pangan (g) 9
Sumber: FAO (2005).
Komposisi gizi (Tabel 1) terbesar pada jagung adalah karbohidrat yang
terdapat dalam bentuk pati. Sebanyak 86.4% pati terdapat pada bagian endosperm
jagung yang merupakan bagian terbesar pada jagung (Tabel 2). Bagian terbesar
pada jagung selain endosperm adalah lembaga, yaitu sekitar 12% dari biji jagung.
Lembaga mengandung lemak cukup tinggi, yaitu 33.2%. Jagung mengandung
asam lemak jenuh 1.1 – 1.61 % dan asam lemak tidak jenuh 2.31 – 5.06 % (Suarni dan Widowati 2007). Bagian lain dari jagung adalah kulit dan tip cap.
Tabel 2 Komposisi gizi biji jagung pada masing-masing bagiannya
Komponen Jumlah (%bk)
Pati Protein Lemak Serat Lain-lain
Endosperm 86.4 8.0 0.8 3.2 0.4
Lembaga 8.0 18.4 33.2 14.0 26.4
Kulit 7.3 3.7 1.0 83.6 4.4
Tip cap 5.3 9.1 3.8 77.7 4.1
Protein dalam jagung kuning yang memiliki jumlah terbesar adalah zein
(prolamin) dan glutelin, persentasenya berurutan adalah 5% dan 3.15% dari biji
jagung kuning, sedangkan 0.45% terdiri dari protein lain yaitu globulin, albumin,
dan enzim (FAO, 1968). Zein memiliki sifat tidak larut dalam air karena protein
tersebut mengandung asam amino hidrofobik yaitu, leusin, prolin, dan alanin.
Selain asam amino tersebut zein memiliki komposisi asam amino asam glutamat
yang tinggi, tetapi rendah kandungan lisin, triptofan, histidin, dan metionin.
Glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein
larut garam dan alkohol. Komposisi asam amino pada glutelin yang berada dalam
jumlah yang lebih tinggi dibandingkan zein adalah lisin, arginin, histidin, dan
triptofan, tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Lasztity 1986). Oleh
sebab itu jagung tidak dapat membentuk gluten yang merupakan komponen
penting sebagai pembentuk tekstur yang kenyal dan elastis pada mi. Gluten
terbentuk dari gliadin dan glutenin pada kondisi tertentu setelah dicampurkan
dengan air (Indreswari, 2005).
B Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh
dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays LINN) yang baik dan bersih. Tahap awal dalam pembuatan tepung jagung adalah melakukan pemisahan kulit,
endosperm, lembaga, dan tip cap. Bagian yang digunakan dalam pembuatan tepung adalah endosperm, sehingga bagian lain harus dipisahkan. Kulit
mengandung serat yang tinggi sehingga dalam pembuatan tepung jagung, kulit
harus dipisahkan dari endosperm karena batas maksimal jumlah serat kasar dalam
tepung jagung menurut SNI 01-3727-1995, adalah 1.5%. Lembaga merupakan
bagian dari biji jagung yang mengandung lemak tertinggi (Tabel 2), sehingga
harus dipisahkan untuk mencegah tepung cepat rusak karena reaksi oksidasi
lemak. Tip cap harus dipisahkan dalam pembuatan tepung karena dapat menyebabkan adanya butir-butir hitam pada tepung jagung. Adanya butir hitam
pada tepung jagung dapat mengkontaminasi produk sehingga dapat menurunkan
Pembuatan tepung jagung telah dilakukan oleh Putra (2008), dengan
menggunakan metode penggilingan kering. Proses penggilingan kering pada
pembuatan tepung jagung dapat menghasilkan tepung sebanyak 2.9 kg dari 10 kg
jagung pipil atau rendemen sekitar 29%. Tepung jagung yang dibuat dengan
menggunakan metode penggilingan kering dilakukan dengan beberapa tahap yaitu
penggilingan awal, pencucian dan perendaman, penggilingan tahap akhir, serta
pengayakan. Penggilingan tahap awal dilakukan dengan menggunakan hammer mill yang akan menghasilkan penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan
tip cap. Pemisahan kulit, lembaga, dan tip cap dilakukan dengan pencucian dan perendaman, grits akan mengandap dan kulit serta lembaga akan mengapung.
Grits jagung dikering anginkan selama 2 jam (hingga kadar air + 17%) untuk
mempermudah ke tahap penggilingan seanjutnya. Kadar air grits yang tinggi dapat
menyebabkan bahan menempel pada disc mill sehingga menimbulkan kemacetan pada alat, sedangkan kadar air yang terlalu rendah akan menyebabkan pertikel
tepung setelah penggilingan lebih besar (tidak halus). Penggilingan tahap akhir
adalah penggilingan grits jagung dengan menggunakan disc mill (penggiling halus) untuk menghasilkan tepung jagung yang lebih kecil ukurannya. Tepung
jagung dari penggilingan tahap akhir kemudian diayak dengan menggunakan
pengayak berukuran 100 mesh. Pengayakan ini bertujuan agar ukuran partikel
tepung seragam, karena menurut Faridi dan Faubion (1995), perbedaan ukuran
partikel tersebut dapat menyebabkan terbentuknya specks (noda) berwarna putih karena ukuran partikel yang lebih besar membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk menyerap air, sehingga bagian yang tidak menyerap air tersebut akan
membentuk noda berwarna putih.
Komposisi kimia tepung jagung varietas Pioneer 21 berdasarkan hasil
penelitian Etikawati (2007) dan jagung kuning secara umum (FAO 2005) dapat
dilihat pada Tabel 3. Komposisi terbesar pada tepung jagung adalah karbohidrat,
dimana sebagain besar adalah terdiri dari pati. Pati merupakan simpanan
karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan merupakan sumber karbohidrat bagi
manusia (Almatsier 2003). Pati tersusun atas rangkaian unit-unit glukosa yeng
terdiri dari fraksi bercabang dan rantai lurus. Fraksi bercabang dari pati adalah
1,6-D-glukopiranosa, sedangkan fraksi rantai lurus adalah amilosa dengan
ikatan 1,4-D-glukopiranosa (Muchtadi dan sugiyono 1998). Komposisi amilosa
dan amilopektin berbeda dalam pati berbagai jenis bahan makanan, tetapi
[image:36.595.111.518.218.408.2]umumnya jumlah amilopektin lebih besar dibandingkan amilosa (Almatsier 2003).
Tabel 3 Komposisi kimia tepung jagung dari varietas Pioneer 21 dan tepung jagung kuning secara umum
Komposisi kimia Varietas Pioneer 21 * Jagung kuning **
Kadar air (%) 5.46 14
Kadar protein (%) 6.32 6.6
Kadar abu (%) 0.31 0.5
Kadar lemak (%) 1.73 2.8
Kadar karbohidrat (%) 86.18 76.1
Kadar Amilopektin (%) 43.52 -
Kadar Amilosa (%) 23.04 -
Kadar karoten (ppm) - 1.3
Retinol equivalen (ppm) - 0.21
Kadar serat larut (%) - 0.2
Kadar serat tidak larut (%) - 1.5
Total serat pangan (%) - 1.7
Keterangan: (-) Tidak tercantum.
Sumber: *Etikawati (2007) dan **FAO (2005).
Pati merupakan komponen yang penting pada proses pembuatan mi,
terutama mi dari bahan baku non gluten (jagung). Hal tersebut disebabkan karena
pati merupakan komponen yang membentuk tekstur pada produk mi, oleh sebab
itu karakteristik fisik pati penting untuk diketahui. Karakteristik fisik pati pada
produk tepung maupun pati dapat digambarkan dengan melakukan analisis profil
gelatinisasi. Profil gelatinisasi menurut Schoch and Maywad (1968) dikutip oleh
Collado et al (2001), dibagi menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D. Tipe A memiliki ciri kemampuan mengembang yang tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya
viskositas puncak bila diukur dengan Rapid Visco Analyzer (RVA), contoh tipe A adalah pati kentang, tapioka, dan waxy cereals. Tipe B memiliki ciri kemampuan mengambang sedang (moderate) yang ditunjukkan dengan lebih rendahnya viskositas puncak bila diukur dengan RVA dan viskositas turun selama
pemanasan, contoh tipe B adalah pati dari serealia. Tipe C memiliki ciri
viskositas konstan bahkan meningkat selama pemanasan, contoh pati tipe C
adalah pati yang dimodifikasi dengan metode ikatan silang dan pati
kacang-kacangan. Tipe D memiliki ciri pengembangan sangat terbatas bahkan tidak dapat
mengambang sehingga tidak dapat membentuk viskositas pada pasta, contoh pati
tipe ini adalah pati dengan kandungan amilosa > 55%.
Hingga saat ini belum ada penelitian yang memberikan informasi tentang
profil gelatinisasi ataupun karakteristik fisik tepung jagung varietas pioneer 21.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan melakukan karakterisasi sifat fisik
termasuk profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21, sehingga dapat
diketahui tipe profil gelatinisasi tepung jagung dari varietas Pioneer 21. Profil
gelatinisasi tepung dari jenis serealia lain yaitu beras, diketahui memiliki profil
gelatinsasi tipe B (Takahashi et al 2005). Berdasarkan hal tersebut diduga bahwa tepung jagung memiliki tipe profil gelatinisasi yang sama dengan tepung beras
yaitu tipe B. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa contoh tipe profil
gelatinisasi pada pati serealia adalah tipe B. Shimelis et al (2006), menunjukkan bahwa terdapat kesamaan tipe profil gelatinisasi pada pati dengan tepung dari
bahan yang sama.
Tipe profil gelatinisasi yang sesuai sebagai bahan baku mi adalah tipe C
(Collado et al 2001). Hal tersebut disebabkan karena bahan baku yang memiliki profil gelatinisasi tipe C menggambarkan bahwa bahan baku tersebut memiliki
memiliki kestabilan pasta atau viskositas yang relatif konstan pada kondisi
pemanasan dan pengadukan. Sifat tersebut dibutuhkan sebagai bahan baku mi
karena, dengan bahan baku yang memiliki kestabilan viskositas selama
pemanasan dapat menghasilkan mi yang memiliki tekstur kompak atau tidak
mudah hancur setelah direhidrasi dan kehilangan padatan selama pemasakan
(KPAP) yang rendah. Pati kacang hijau memiliki profil tipe C, dimana ketika
diaplikasikan pada produk mi, dapat menghasilkan mi dengan tekstur yang
kompak dan kehilangan padatan selama pemasakan yang rendah (Collado et al
2001). Sehingga dibutuhkan cara untuk merubah karakteristik fisik tepung jagung.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakuakan modifikasi.
pertimbangan harga pati yang relatif mahal maka akan dilakukan modifikasi pati
dalam bentuk tepung jagung.
Perbedaan yang dapat terlihat jelas antara jagung dengan jenis serealia
lainnya adalah warna kuning pada jagung. Warna kuning pada jagung dikarenakan
kandungan karoten dan beta karoten, jagung kuning umumnya mengandung
karoten 1.3 ppm (Tabel 3) dan beta karoten antara 0.7 hingga 1.46 ppm (Howe
dan Tanumihardjo, 2006). Jagung dengan varietas yang berbeda memungkinkan
untuk memiliki kandungan karoten yang berbeda pula. Pengukuran vitamin A
(retinol equivalen) pada 19 varietas jagung rata-rata adalah 6.4 ppm (5 ppm
hingga 7.7 ppm), atau setara dengan jumlah karoten 72 ppm dan beta karoten
38.4 ppm (FAO 1968). Adanya pigmen warna kuning tersebut memberikan nlai
tambah lain pada jagung yaitu memiliki aktivitas provitamin A terutama karena
adanya beta karoten. Pigment tersebut memiliki sifat mudah rusak selama
pemanasan. Pengeringan pada suhu 50oC selama 4 jam dapat menurunkan kadar beta karoten sebesar 38.38%, sedangkan kehilangan meningkat menjadi 40.5%
pada pengeringan selama 24 jam (Erawati 2006). Berdasarkan hal tersebut maka
akan dilihat pula pengaruh perlakuan modifikasi pada tepung jagung terhadap
karakteristik kimia tepung jagung.
C Modifikasi Pati Metode HMT (Heat Moisture Treatment)
Modifikasi pati dengan metode Heat Moisture Treatment (HMT) merupakan modifikasi yang dilakukan secara fisik dengan menggunakan
kombinasi kadar air dan pemanasan diatas suhu gelatinisasi (Purwani et al 2006). Menurut Collado et al (2001), modifikasi pati metode HMT adalah memberikan perlakuan pada pati diatas suhu gelatinisasinya (80 hingga 120oC) dengan kondisi kadar air terbatas (< 35%). Salah satu kelebihan modifikasi pati dengan metode
HMT adalah tidak melibatkan reaksi kimia dengan menggunakan reagen tertentu,
sehingga tidak akan meninggalkan residu pada hasil pati termodifikasi.
Salah satu pesyaratan bahan baku berbahan dasar pati untuk digunakan
pada poduk mi, adalah memiliki profil gelatinisasi tipe C (Collado et al 2001). Profil gelatinisasi tipe C dimiliki oleh pati kacang hijau (kacang-kacangan) yang
memberikan kekuatan gel yang tinggi dan kehilangan padatan selama pemasakan
yang rendah. Hal tersebut dipercaya karena pati kacang hijau memiliki kandungan
amilosa yang tinggi, pengembangan terbatas, dan profil gelatinisasi tipe C
(Collado et al 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kacang-kacangan memiliki profil gelatinisasi tipe C yang ditunjukkan dengan terjadinya kenaikan
viskositas pada suhu 95oC yang dipertahankan selama 30 menit (Hoover dan Ratnayake 2002) bila dilakukan pengukuran profil gelatinisasi.
Kestabilan viskositas selama pemanasan (breakdown) menggambarkan ketahanan pasta yang terbentuk ketika dipanasakan. Berdasarkan hal tersebut
maka akan mempengaruhi KPAP, elastisitas, dan kelengketan mi yang dihasilkan.
Viskositas yang stabil mengindikasikan kekompakan struktur pati yang terbentuk,
sehingga kemungkinan padatan yang keluar selama pemasakan akan semakin
rendah. Komponen pati yang kemungkinan akan terlarut atau keluar dari matriks
gel yeng terbentuk selama pemanasan adalah amilosa. Amilosa yang berada di
permukaan mi setelah dimasak (jumlah amilosa yang keluar dari matriks gel yang
terbentuk setelah pemanasan) mempengaruhi kelengketan mi, tetapi dengan
terbentuknya kompleks antara amilosa dengan lemak dapat menurunkan
kelengketan mi dengan menurunkan jumlah amilosa pada permukaan mi yang
telah direhidrasi (Matsuo et al 1986 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Selain itu tingginya kandungan amilosa pada matriks gel dapat menurunkan kehilangan
elastisitas (Toyokama et al 1989 yang dikutip oleh Kusnandar 1998). Berdasarkan hal tersebut maka kestabilan viskositas terhadap panas dan jumlah amilosa yang
lepas selama pemanasan memberikan pengaruh terhadap KPAP, elastisitas, dan
kelengketan mi yang dihasilkan.
Kekuatan gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa. Kandungan amilosa
yang tinggi akan meningkatkan kekuatan gel. Hal tersebut disebabkan karena gel
terbentuk setelah proses pemanasan, sehingga salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah retrogradasi. Proses retrogradasi merupakan pembentukkan
ikatan kembali antara amilosa dengan amilosa setelah pemanasan atau pada
kondisi pendinginan (Winarno 2004). Oleh sebab itu banyaknya kandungan
amilosa pada matriks gel akan memperkuat gel yang terbentuk selama
kandungan amilosa dan kemampuan meretrogradasi, maka tingkat kekerasan mi
yang dihasilkan akan semakin tinggi pula. Selain itu jumlah amilosa yang lepas
selama pemanasan juga dapat mempengaruhi tingkat kekerasan.
Pemilihan metode modifikasi pati didasarkan kepada pemenuhan kriteria
proses dan mutu akhir dari produk. Berdasarkan kriteria proses metode modifikasi
HMT telah dilaporkan dapat merubah karakteristik fisik pati diantaranya adalah
profil gelatinisasi, kemampuan mengembang, dan jumlah amilosa yang lepas
selama pemanasan. Perlakuan HMT dapat mengubah profil gelatinisasi pati sagu
dari tipe A menjadi tipe C dengan perlakuan HMT (Purwani et al 2006), pati ubi (sweet potato) dari tipe A menjadi tipe C (Collado et al 2001), tepung beras (pada kondisi pH 6.3) dari tipe B menjadi tipe C (Takahashi et al 2005), dan pati jagung dari tipe B menjadi tipe C (Widaningrum dan Purwani 2006). Kemampuan
mengembang pati setelah perlakuan HMT menurun pada pati ubi (Collado et al
2001), pati jagung (Pukkahuta et al 2007) dan pati ubi jalar (Gunaratne dan Hoover 2002). Jumlah amilosa yang lepas selama pemasakan terjadi penurunan
pada pati ubi jalar setelah perlakuan HMT (Gunaratne dan Hoover 2002 serta
Jacob dan Delcour 1998).
Berdasarkan kriteria mutu akhir dari produk metode modifikasi pati HMT
telah dilaporkan dapat meningkatkan kulitas mi dengan ditunjukkannya perubahan
pada kehilangan padatan selama pemasakan, kekenyalan, kelengetan,
kekompakan tekstur mi. Mi sagu yang di substitusikan dengan pati sagu HMT
(50:50) menunjukkan terjadinya penurunan kehilangan padatan selama
pemasakan, peningkatan kekenyalan, menurunkan kelengketan, dan peningkatan
kekompakan tekstur mi (Purwani et al 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa mi pati ubi HMT (100%) dapat menurunkan kelengketan mi. Penelitian Putra
(2008), pada pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan teknologi
sheeting menghasilkan kisaran kehilangan padatan selama pemasakan (KPAP) antara 10 hingga 11%. Kehilangan padatan selama pemasakan pada beberapa
produk mi non gluten menurut Purwani et al (2006), adalah 3.21 – 6.19% pada mi sagu, 1.5% pada mi ubi, 0.2 – 1.2% pada pati kentang, dan 2.93 – 7.68% pada pati kacang hijau. Berdasarkan lebih tingginya kehilangan padatan selama pemasakan
pada kualitas mi kering jagung terutama dalam hal kehilangan padatan selama
pemasakan.
Perubahan sifat fungsional pati setelah modifikasi HMT menurut beberapa
penelitian disebabkan karena proses HMT mempengaruhi penyusunan kembali
molekul pati antara amilosa dengan amilopektin, sehingga memperkuat ikatan pati
(Franco et al, 1995; Gunaratne dan Hoover, 2002 dikutip oleh Shin et al, 2004). Fenomena lain menurut Jacob dan Delcour (1998), perlakuan HMT pada pati
dapat menyebabkan pembentukkan kristal kompleks yang disebabkan karena
terbentuknya ikatan antara amilosa dengan amilosa, amilosa dengan rantai cabang
amilopektin, dan amilosa dengan lemak dalam granula pati berdasarkan beberapa
penelitian Donovon et al (1983), Hoover dan Vasantan (1994), serta Hoover dan Manuel (1996).
Perlakuan HMT pada pati tidak hanya merubah sifat fungsional pati tetapi
juga dapat meningkatkan jumlah pati resisten. Terbentuknya pati resisten selama
proses HMT disebabkan karena terjadinya pemotongan rantai lurus dari
amilopektin dan pembentukkan ikatan amilosa dengan amilosa, amilopektin, atau
lemak sehingga membentuk struktur yang lebih kompak (Miyoshi 2002).
Pembentukkan ikatan tersebut menyebabkan pati lebih sulit untuk diserang oleh
enzim pencernaan, sehingga terjadi penurunan kemampuan pati untuk dicerna.
Adanya pati resisten dapat dimanfaatkan dalam bidang kesehatan, karena
tingginya kandungan pati resisten menyebabkan lambatnya pelepasan glukosa
sebagai akibat dari sulitnya pati untuk dicerna oleh enzim pencernaan karena
terbentuknya kompleks. Kondisi tersebut dibutuhkan oleh penderita diabetes yang
memiliki keterbatasan atau pun tidak dapat memproduksi insulin. insulin
merupakan hormon yang bertugas untuk mentransport glukosa ke dalam sel dan
mengubah glukosa menjadi glikogen. Oleh sebab itu dalam penelitian ini selain
melihat pengaruh HMT terhadap sifat fisikokimia mi juga akan dilihat
pengaruhnya terhadap kadar glukosa darah setelah mengkonsumsi mi dengan
D Mi Jagung
Penelitian tentang mi jagung telah banyak dilakukan. Mi jagung yang telah
dikembangkan adalah mi jagung yang dibuat dari pencapuran pati dan tepung
jagung (Soraya 2006) dan mi jagung dari tepung jagung (Juniawati 2003; Putra
2008) dengan teknologi sheeting, dan teknologi ekstruksi (Hatorangan 2007 dan Fahmi 2007). Salah satu keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu adalah mi
jagung tidak memerlukan penambahan pewarna. Mi terigu dalam pengolahannya
ditambahkan dengan pewarna kuning yaitu tartrazine, sedangkan menurut
Asatwan dan Kasih (2008) warna kuning yang dihasilkan dari mi jagung
merupakan warna kuning alami dari karotenoid yang terdapat dalam jagung.
Perbedaan antara mi jagung dengan mi terigu adalah komponen
pembentuk tekstur mi. Pembentuk tekstur yang elastis dan kompak pada mi terigu
adalah gluten. Adanya gluten pada tepung terigu menyebabkan terbentuknya
tekstur yang elastis dan kompak setelah tepung terigu ditambahkan air, sehingga
adonan tersebut dapat dibentuk menjadi lembaran. Hal tersebut tidak dapat terjadi
ketika tepung jagung ditambahkan air, sehingga dibutuhkan bahan atau proses
tertentu agar terbentuk adonan yang memiliki tekstur elastis dan kompak.
Berdasarkan Soraya (2006) dan Putra (2008), pembentukkan adonan pada
pembuatan mi jagung berasal dari matriks yang terbentuk akibat gelatinisasi pati.
Soraya (2006) melakukan pembuatan mi jagung basah dengan mengukus 70
bagian tepung jagung yang kemudian dicampurkan dengan 30 bagian tepung
jagung tanpa pengukusan.
Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Putra (2008), melakukan
pembuatan mi jagung kering dengan mencampurkan tepung jagung yang telah
tergelatinisasi dan tepung jagung tanpa proses gelatinisasi dengan perbandingan
70:30. Penelitian lain yang dilakukan oleh Fahmi (2007), telah mendapatkan
proses optimasi pembuatan mi basah jagung dengan teknologi ekstruksi yaitu,
dengan jumlah komposisi tepung jagung 60 g dibutuhkan penambahan 70% air,
dan suhu pengolahan 90oC dengan kecepatan 130 rpm, sedangkan penelitian Hatorangan (2007), menunjukkan bahwa proses produksi mi basah jagung dengan
mi di industri besar maupun kecil adalah dengan menggunakan alat sheeting, sehingga penelitian pembuatan mi dengan menggunakan alat sheeting lebih berpotensi untuk dikembangkan, agar teknologi pembuatan mi jagung dapat
diaplikasikan pada industri besar maupun kecil.
Proses pembuatan mi kering jagung dengan menggunakan alat sheeting
dilakukan dengan beberapa tahap yaitu, pengukusan 70 bagian tepung jagung,
pencampuran dengan 30 bagian tepung jagung lainnya, pembentukkan lembaran
dan pemotongan mi, pengukusan mi, serta pengeringan mi (Putra 2008). Proses
pembuatan mi kering jagung diawali dengan mengelatinisasi adonan 1 yaitu
campuran dari 70 bagian tepung jagung dengan 1% guar gam, dan 50% air yang mengadung 1% garam. Adonan 1 dicampurkan dengan adonan 2 (30% tepung
jagung), kemudian dilakukan pembentukkan lembaran. Mi mentah yang
dihasilkan dikukus, kemudian dikeringkan dengan oven.
Penelitian Putra (2008), menghasilkan mi kering jagung yang memiliki
tingkat kesukaan terhadap kekerasan, kekenyalan, dan secara keseluruhan netral
dengan karaktersitik fisik mi yang memiliki tingkat kekerasan 2408.4 gf hingga
3135.18 gf, kekenyalan 0.3245 gs hingga 0.4151 gs, kelengketan -1057.20 gf
hingga -775.18 gf, dan kehilangan padatan selama pemasakan 9.99 % hingga
11.42 %. Berdasarkan hal tersebut, diharapkan dengan melakukan substitusi
tepung jagung dengan tepung jagung HMT dapat memperbaiki karakteristik
sensori mi jagung menjadi lebih disukai dan memperbaiki karakteristik fisik mi
yaitu menurunkan tingkat kekerasan, kelengketan, dan kehilangan padatan selama
pemasakan, serta meningkatkan kekenyalan.
E Indeks Glikemik (IG)
Indeks glikemik merupakan pengukuran kecepatan penyerapan
karbohidrat serta kemampuan karbohidrat untuk menaikkan konsentrasi glukosa
darah dalam waktu tertentu. Definisi lain indeks glikemik adalah sebagai respon
glukosa darah terhadap makanan yang mengandung karbohidrat dalam takaran
dan waktu tertentu (Prijatmoko 2007). Indeks glikemik diukur dengan menghitung
luas kurva kenaikan dan penurunan kadar gula darah setelah mengkonsumsi
Berdasarkan pengukuran nilai IG tersebut, maka makanan dapat dikatagorikan
menurut IG-nya seperti pada Tabel 4. Keuntungan yang dapat diperoleh dengan
mengetahui nilai IG suatu makanan diantaranya adalah penderita diabetes melitus
dapat memilih makanan yang tidak akan menaikan kadar glukosa darah dengan
cepat (makanan memiliki IG rendah), sehingga kadar glukosa darah dapat
dikontrol pada kadar yang tetap normal (70-110 mg/dl). Menurut the british diabetic association bagi penderita diabetes, dianjurkan paling sedikit mengkonsumsi 50 % dari total asupan nasi berupa makanan yang me