• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

HAMA DAN PENYAKIT JAMBU AIR

(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry)

DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Kridaningtyas Purwandari

(4)
(5)

ABSTRAK

KRIDANINGTYAS PURWANDARI. Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Dibimbing oleh TITIEK SITI YULIANI dan IDHAM SAKTI HARAHAP.

Jambu air merupakan buah icon di Kabupaten Demak. Salah satu kendala budidaya jambu air adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit utama pada tanaman jambu air di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: pengamatan dan koleksi, identifikasi spesimen di laboratorium, serta wawancara petani jambu air. Pengamatan dilakukan pada empat lahan jambu air, dengan mengambil sepuluh tanaman contoh pada setiap lahan. Setiap tanaman diambil empat ranting contoh yang mewakili arah mata angin barat, timur, utara, dan selatan. Wawancara petani menggunakan blangko tertulis untuk mengetahui identitas pemilik lahan jambu air, teknik budidaya jambu air, dan menejemen OPT yang sudah dilakukan. Hama yang ditemukan antara lain kutukebul (Aleurodicus dispersus), ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae), kumbang penggulung daun (Apoderus trinotatus), ulat pengorok daun (Lepidoptera:Gracillaridae), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat buah (Bactrocera albistrigata), dan ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae). Penyakit yang ditemukan antara lain karat merah pada daun (Cephaleuros sp.), embun jelaga (Capnodium sp.), jamur upas (Corticium salmonicolor), serta Antraknosa (Gloeosporium sp.).

(6)
(7)

ABSTRACT

KRIDANINGTYAS PURWANDARI. Pests and Diseases of Water apple (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) in Demak Regency, Central Java. Supervised by TITIEK SITI YULIANI and IDHAM SAKTI HARAHAP.

Water apple is a fruit icon of Demak Regency. Pests and diseases are major problems in water apple cultivation. This research aims to inventory the main pests and diseases of water apple in Demak Regency, Central Java. Research was conducted in three steps: field observation and collection, species identification in the laboratory, and interview water apple farmers. Field observation was conducted in four water apple plantations in Bintoro district. Ten water apple trees were sampled diagonally from each plantation and observation was conducted on four twigs that were determinated based on cardinal direction: west, east, north, and south. Interview farmer was based on questionaire specially designed to reveal farmer’s identity, cultivation techniques, pests and diseases management in water apple plantation. There were some pests found such as spiralling white fly (Aleurodicus dispersus), white moth cicada (Sanurus indecora), fruit flies (Bactrocera albistrigata), leaf-roller weevils (Apoderus trinotatus), leaf borer (Lepidoptera: Gracillaridae), leaf folder (Lepidoptera: Tortricidae), and shoot roller (Lepidoptera: Tortricidae). The diseases were found such as red rust (Cephaleuros sp.), sooty mold (Capnodium sp.), pink disease (Corticium salmonicolor), and anthracnose (Gloeosporium sp.).

(8)
(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

HAMA DAN PENYAKIT JAMBU AIR

(Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry)

DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

KRIDANINGTYAS PURWANDARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hama dan Penyakit Jambu Air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) di Kabupaten Demak, Jawa Tengah”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr Ir Titiek Siti Yuliani, SU dan Dr Ir Idham Sakti Harahap, MSi sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan saran, pengarahan, serta motivasi hingga diselesaikannya skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Dadan Hindayana, MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa pendidikan penulis di Departemen Proteksi Tanaman. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir R Yayi Munara Kusumah, MSi selaku dosen penguji tamu, seluruh staff pengajar Departemen Proteksi Tanaman atas ilmu dan motivasi yang telah diberikan, serta seluruh civitas akademik Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas pertanian, dan Institut Pertanian Bogor atas bantuan serta fasilitas yang diberikan kepada penulis.

Terimakasih penulis ucapkan kepada orang tua (Drs Enang Basuki dan Mulyantini, Spd) yang telah memberikan fasilitas, motivasi, do’a dan kasih sayangnya. Kepada adik penulis (Desinta Kridaningrum dan Mia Bangun Kridaningsih) yang selalu memberikan dukungan serta perhatian, kepada keluarga besar penulis terutama keluarga Pakde Mulyoko dan keluarga Bulek Tri Arini, terimakasih atas fasilitas dan bantuan yang telah diberikan. Ucapan terimakasih kepada seluruh sahabat Proteksi Tanaman 48, IKAMADE, Faisal Aji Wibowo, Slamet, Iis, Widya, Anik, Yeni, Iyun, Pebe, Ani, Trini, Novi, Nova, Upi, Dede, Suci, Cicik, Sri, Gicem dan Anggota laboratorium mikologi serta laboratorium taksonomi serangga atas bantuan, dukungan serta do’a yang diberikan. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada petani jambu air, Mbah Sudar, Pak Pri, Pak Sarmadi, Pak Sunarto, dan Pak Munadhirin, serta pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, namun belum disebutkan.

Mohon maaf penulis sampaikan atas segala kekurangan pada skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi petani jambu air khususnya di Demak dan dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, 16 Juni 2015

(14)
(15)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu Penelitian 3

Alat dan Bahan 3

Penentuan Lahan Pengamatan dan Tanaman Contoh 3 Pengamatan Lapangan Hama dan Penyakit 3 Wawancara Petani Jambu Air 4 Identifikasi Hama dan Penyakit 5

Prosedur Analisa Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum Lahan Pertanaman Jambu Air

dan Teknik Budidaya 6

Hama Jambu Air yang Ditemukan 8 Penyakit Jambu Air yang Ditemukan 15

KESIMPULAN DAN SARAN 19

Kesimpulan 19

(16)
(17)

DAFTAR TABEL

1. Penentuan nilai numerik tingkat serangan hama berdasarkan

Holliday and Mowat (1963) dengan modifikasi 4 2. Penentuan nilai numerik tingkat serangan penyakit

berdasarkan Suwandi (2003)dengan modifikasi 5 3. Kondisi umum empat lahan pertanaman jambu air di wilayah

Kabupaten Demak, Jawa Tengah 6

4. Teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di empat lahan jambu air berdasarkan hasil wawancara 7

5. Keberadaan hama di empat lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak, Jawa Tengah 8

6. Tingkat kerusakan akibat hama utama diempat lahan jambu air 8 7. Keberadaan penyakit di empat lahan pertanaman jambu air di Kabupaten Demak, Jawa Tengah 15

DAFTAR GAMBAR

1. Pola diagonal pengambilan contoh tanaman di lapangan 3 2. Hama kutukebul (A.dispersus) 9 6. Hama kumbang penggulung daun (A.trinotatus) 11

(18)
(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jambu air (Syzygium samarangense (Blume) Merr. & L.M. Perry) merupakan buah tropika yang masuk ke dalam famili Myrtaceae. Tanaman jambu air banyak dibudidayakan di India dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tanaman jambu air merupakan tanaman tahunan yang memliki tinggi mencapai 3-10 meter. Tekstur daging buah jambu air tebal. Daging buah berwarna putih atau

merah muda, renyah dengan struktur seperti “spons”. Rasa buah manis atau asam dan biasa dikonsumsi secara langsung atau sebagai salad (Morton 1987). Kandungan gizi jambu air cukup tinggi. Di dalam 100 g jambu air terkandung protein 0.6 g, karbohidrat 11.8 g, kalsium 7.5 mg, fosfor 9.0 mg, besi 1.1 S.I., vitamin C 5.0 mg, air 87.0 gram dan kalori 46 kkal (Karmini et al. 2004).

Jambu air merupakan icon Kabupaten Demak menggantikan buah belimbing yang produksinya semakin sedikit. Varietas yang ditanaman adalah jambu air Citra dan jambu air Merah Delima. Jambu air Merah Delima dinyatakan sebagai varietas unggul hortikultura Kabupaten Demak berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor 521/ Kpts/ SR.120/ 12/ 2005. Sebagian besar tanaman jambu air hanya ditanam di pekarangan rumah sebagai konsumsi keluarga.

Produksi jambu air di Indonesia dari tahun 2008 sampai tahun 2012 mengalami fluktuasi. Pada Tahun 2008, produksi jambu air di Indonesia mencapai 111 495 ton. Penurunan produksi terjadi pada tahun 2009 dengan hasil 104 885 ton dan 85 973 ton pada tahun 2010. Hasil produksi meningkat kembali pada tahun 2011 dan 2012 mencapai 103 156 ton dan 104 392 ton (BPS 2013). Kabupaten Demak merupakan produsen jambu air terbesar di Jawa Tengah, dengan produksi mencapai 81 707 kuintal. Kabupaten Demak menghasilkan 45.97% dari total 177 740 kuintal produksi jambu air di Jawa Tengah (BPS 2014). Hasil produksi jambu air di Demak pada tahun 2013 tersebut mengalami penurunan sebesar 7 241 kuintal dari tahun 2012 (BPS 2013).

Kendala petani dalam budidaya jambu air adalah serangan hama dan penyakit tanaman, serta keadaan cuaca yang fluktuatif. Hama dan penyakit menyerang seluruh bagian tanaman jambu air. Pengetahuan yang rendah mengenai jenis hama dan penyakit jambu air mengakibatan petani melakukan pengendalian yang kurang tepat.

(20)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menginventarisasi hama dan penyakit jambu air. Menghitung luas serangan dan tingkat kerusakan akibat hama utama, serta menghitung kejadian dan keparahan penyakit utama di empat lahan jambu air di wilayah Kabupaten Demak.

Manfaat Penelitian

(21)

5

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada pertanaman jambu air milik petani di Desa Tempuran, Desa Betokan, dan Desa Bintoro, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak. Identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Taksonomi dan Biosistematika Serangga serta Museum Serangga. Identifikasi penyakit dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2015.

Alat dan Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, antara lain: tanaman jambu air, alkohol 70 %, dan air. Alat-alat yang digunakan antara lain: alat tulis, kamera, kantong plastik, kertas koran, botol koleksi, mikroskop coumpound, mikroskop stereo, kaca objek dan penutup, blanko pengamatan lapang, serta buku kunci identifikasi.

Penentuan Lahan Pengamatan dan Tanaman Contoh

Pengamatan dilakukan pada empat lahan jambu air monokultur yang memiliki jumlah tanaman antara 42-97 pohon. Tanaman contoh diamati sebanyak 10 tanaman di setiap lahan, dengan metode pengambilan tanaman contoh secara diagonal. Pada setiap tanaman diambil 4 ranting pada bagian tengah tanaman. Ranting yang diambil mewakili arah mata angin: utara, selatan, barat, dan timur. Sehingga dalam satu lahan diperoleh 40 ranting pengamatan.

Gambar 1 Pola diagonal pengambilan contoh tanaman di lapang.

Pengamatan Lapangan Hama dan Penyakit

(22)

4

laboratorium. Pengambilan bagian tanaman yang terinveksi penyakit diambil pada pengamatan terakhir agar spesimen tidak rusak.

Pengamatan Hama

Pengamatan hama tanaman jambu air dilakukan dengan cara mengamati secara langsung dengan memperhatikan jenis hama, gejala serangan, luas serangan dan tingkat kerusakan. Pengamatan luas serangan dan tingkat kerusakan hanya dilakukan terhadap hama utama yang menyerang empat lahan pegamatan.

Luas serangan hama dihitung menggunakan rumus:

Luas Serangan = n

N × 100%

n = jumlah sampel yang terserang N = jumlah sampel yang diamati

Tingkat kerusakan dihitung menggunakan rumus:

Tingkat Kerusakan = ∑(ni .vi )

N.V × 100%

ni = jumlah sampel yang terserang dalam kategori ke-i vi = nilai numerik dari kategori

N = jumlah sampel yang diamati setiap tanaman V = nilai numerik dari kategori tertinggi

Tabel 1 Penentuan nilai numerik tingkat kerusakan berdasarkan Holliday and Mowat(1963) dengan modifikasi

Luas serangan (%) Nilai numerik Keterangan

0 0 Tidak ada serangan

Pengamatan gejala penyakit akibat serangan penyakit dilakukan secara langsung dengan memperhatikan patogen penyebab penyakit, gejala inveksi, kejadian dan keparan penyakit. Perhitungan kejadian dan keparahan penyakit hanya dilakukan pada penyakit utama yang menyerang empat lahan pengamatan.

Kejadian penyakit dihitung menggunakan rumus:

Kejadian Penyakit = n

N × 100%

(23)

5

Keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus:

Keparahan Penyakit = ∑(ni .vi )

N.V X100%

ni = jumlah sampel terinveksi dalam kategori ke-i vi = nilai numerik dari kategori

N = jumlah sampel yang diamati setiap tanaman V = nilai kategori serangan tertinggi

Tabel 2 Penentuan nilai numerik keparahan penyakit berdasarkan Suwandi (2003) dengan modifikasi

Luas serangan (%) Nilai numerik Keterangan

0 0 Tidak ada serangan digunakan untuk penelitian. Wawancara menggunakan media blangko tertulis yang berisi pertanyaan mengenai identitas pemilik lahan, status kepemilikan lahan, cara budidaya jambu air, serta hama dan penyakit penting menurut petani yang menyerang di lahan tersebut.

Identifikasi Hama dan Penyakit

Pengamatan hama yang sudah imago dilakukan dengan mengamati bagian morfologi menggunakan mikroskop stereo. Serangga yang ditemukan pada fase pradewasa, dipelihara sampai fase imago. Identifikasi hama dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi Borror et al. (1996) dan Kalshoven (1981). Identifikasi spesies lalat buah menggunakan Siwi et al. (2006).

Pengamatan penyakit dilakukan terhadap sampel bagian tanaman yang bergejala sakit. Identifikasi cendawan penyebab penyakit menggunakan mikroskop compound di Laboratorium Mikologi. Identifikasi penyakit berdasarkan Barnett dan Hunter (1998).

Prosedur Analisis Data

(24)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lahan Pertanaman Jambu Air dan Teknik Budidaya

Desa Tempuran, Bintoro, dan Betokan merupakan sentra produksi jambu air di Kecamatan Demak, Kabuapten Demak. Wilayah tiga desa tersebut berada di dataran rendah dengan ketinggian 3 mdpl. Pengamatan dilakukan diempat lahan yang secara umum memiliki kondisi lingkungan dan teknik budidaya sama. Kondisi sekitar lahan pengamatan antara lain adalah pertanaman jambu air (kebun polikultur), tanah lapang, dan perumahan warga.

Tabel 3 Kondisi umum empat lahan pertanaman jambu air di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah

Informasi lahan Lahan

A B C D

Lokasi Desa Tempuran Bintoro Betokan Betokan Jumlah tanaman

jambu air (pohon)

80 56 42 97

Varietas Citra Citra Citra Citra, Merah Delima Umur tanaman

(tahun)

12 9 6-8 >10

Jarak tanam (m x m) 6 x 7 8 x 8 7 x 7 5 x 6

Kondisi lahan Terawat Terawat Kurang terawat

Petani memperoleh bibit jambu air pertama dari Deptan Kabupaten Demak (lahan A dan lahan D) dan membeli dari produsen bibit (lahan B dan lahan D). Perbanyakan tanaman menggunakan cangkok yang berasal dari tanaman induk sebelumnya. Bibit hasil cangkok ditanam terlebih dahulu di dalam plastik polybag

berisi tanah selama 2 bulan untuk proses adaptasi dan pertumbuhan perakaran. Hal tersebut dikarenakan bibit hasil cangkok tidak memiliki akar tunggang, sehingga tidak cukup kuat apabila langsung ditanam di lahan.

Varietas yang ditanam di empat lahan tersebut adalah varietas Citra, sedangkan untuk varietas Merah Delima hanya di tanam pada lahan D. Buah jambu air varietas Citra rata-rata memiliki ukuran lebih besar jika dibandingkan dengan jambu air Merah Delima. Bentuk buah jambu air Citra lebih panjang dan terdapat lekukan di bagian tengah buah.

(25)

7

itu, dibutuhkan jarak tanam yang cukup luas untuk menanam jambu air. Ashari (2006) menjelaskan jarak tanam ideal untuk menanam jambu air adalah 5-7 m.

Jenis pupuk yang diaplikasikan antara lain pupuk NPK, KCL, dan TSP (lahan A,B, dan C), pupuk kandang (semua lahan) serta pupuk Urea (lahan D). Dosis pemberian pupuk kandang di empat lahan tersebut sama, yaitu antara 100-150 kg/pohon yang diaplikasikan pada musim kemarau. Pupuk kandang bermanfaat untuk menambah bahan organik dalam tanah, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya ikat air, serta dapat memacu aktivitas mikroorganisme (Kartikawati 2012). Dosis pemberian pupuk NPK, KCL, dan TSP (lahan A, B, dan C) ±1 kg/pohon yang diaplikasikan setiap 4 bulan, sedangkan dosis pemberian pupuk Urea (lahan D) adalah 2 kg/pohon dengan waktu aplikasi setiap 15 hari.

Masalah utama yang dialami petani dalam budidaya jambu air adalah serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Teknik pengendalian OPT yang dilakukan oleh empat petani jambu air secara umum hampir sama. Waktu aplikasi pestisida biasanya dilakukan pada pagi hari.

Tabel 4 Teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di empat lahan jambu air berdasarkan hasil wawancara

Manual Manual Manual Manual, Kimia

(26)

8

Hama Jambu Air yang Ditemukan

Hama yang ditemukan pada lahan penelitian antara lain kutukebul (Aleurodicus dispersus), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat buah (Bactrocera albistrigata), ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae), ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae), kumbang penggulung daun (Apoderus trinotatus), dan ulat pengorok daun (Lepidoptera: Gracillaridae). Keberadaan hama di empat lahan penelitian disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5 Keberadaan hama di empat lahan pertanaman jambu air di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah

Keanekaragaman hama tertinggi yaitu pada lahan A. Pertanaman di lahan A sedang mengalami masa pembungaan dan muncul pucuk. Hal tersebut memungkinkan adanya serangan hama wereng pucuk mete, dimana hama tersebut tidak ditemukan pada tiga lahan lainnya. Hama utama yang ditemukan diempat lahan pertanaman jambu air antara lain A.dispersus, ulat pemakan pucuk,

A.trinotatus, dan ulat pengorok daun.

Tabel 6 Tingkat kerusakan akibat hama utama diempat lahan jambu air

Hama Lahan

Angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 0.05.

S.indecora Hemiptera Flatidae Ranting muda, pucuk,daun,

Lepidoptera Gracillaridae Daun muda dan daun tua

   

Ulat pemakan pucuk

(27)

9

Kondisi lahan yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan akibat hama A.dispersus, ulat pengorok daun, dan ulat pemakan pucuk, namun tidak berpengaruh nyata terhadap serangan hama A.trinotatus. Tingkat kerusakan tertinggi diakibatkan oleh ulat pengorok daun. Ulat pengorok daun menyerang semua fase daun mulai dari pucuk, daun muda, dan daun tua sehingga tingkat kerusakannya tinggi.

Tingkat kerusakan A.dispersus tertinggi yaitu pada lahan B. Lahan B dikelilingi oleh lahan jambu air pada semua sisi, sehingga kelembaban lahan B lebih tinggi dibandingkan dengan Lahan A, C, dan D yang dikelilingi rumah warga, tanah lapang, dan jalan. Tingkat kerusakan akibat hama ulat pucuk di Lahan D berbeda nyata dengan lahan A, B, dan C. Hal tersebut dikarenakan tanaman di lahan D tidak berada dalam fase pemucukan.

Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae)

Kutukebul (A. dispersus) disebut juga spiralling whitefly karena perilaku imago yang meletakkan telur membentuk pola spiral (Gambar 2a). Imago berwarna putih dan memiliki sayap (Gambar 2b). Imago dan nimfa menyelimuti permukaan bawah daun dengan lapisan lilin yang disekresikan, menghisap karbohidrat dan nutrisi di dalam floem (Kalshoven 1981). Populasi yang tinggi mengakibatkan daun keriting (daun muda), mengering, kemudian rontok (Marwoto dan Inayati 2011). Secara tidak langsung keberadaan A. dispersus

menyebabkan munculnya cendawan embun jelaga (Gambar 2c) .

Gambar 2 Hama kutukebul (A. dispersus): a. telur yang diletakkan spiral; b. imago

Gambar 3 Luas serangan dan tingkat kerusakan hama A. dispersus selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D

Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat A. dispersus di lahan penelitian mengalami fluktuasi. Penurunan tingkat kerusakan akibat A. dispersus disebabkan

Waktu pengamatan (minggu)

(28)

10

oleh faktor abiotik yaitu hujan yang turun diantara minggu-minggu pengamatan. Hujan menyebabkan A. dispersus tersapu dari permukaan daun. Sehingga populasi hama kutu kebul menjadi menurun. Sebalikanya, pada saat tidak hujan, suhu lingkungan naik dan kelembaban rendah menyebabkan serangan kutu kebul meningkat (Marwoto dan inayati 2011). Luas serangan dan tingkat kerusakan terendah terjadi pada lahan C. Kondisi lahan C dikelilingi oleh rumah warga (2 sisi), tanah lapang, dan pertanaman jambu air lain. Hal tersebut menyebabkan kelembaban di lahan C rendah, sehingga kutukebul tidak banyak menyerang.

Ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae)

Ulat pemakan pucuk merupakan salah satu hama utama pada tanaman jambu air. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan pucuk tidak dapat berkembang menjadi daun sempurna. Aktivitas makan ulat menyebabkan pucuk berlubang-lubang dan luasan berkurang. Sisa aktivitas makan biasanya menjadi busuk dan kering (Gambar 4a). Pada satu pucuk kadang ditemukan beberapa ulat. Keberadaan ulat ini ditandai dengan adanya pucuk yang melengkung akibat jalinan benang putih yang dikeluarkannya. Benang menghubungkan sisi daun, namun tidak sampai terlipat atau tergulung.

Gambar 4 Hama ulat pemakan pucuk: a. gejala serangan disertai larva; b. imago

Gambar 5 Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pemakan pucuk selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D

Luas serangan dan tingkat kerusakan di lahan D rendah. Hal tersebut dikarenakan pertanaman jambu air pada lahan tersebut sedang tidak mengalami fase pemucukan. Pada lahan A dan B mengalami penurunan yang signifikan pada minggu ketiga. Penurunan luas serangan dan tingkat kerusakan diakibatkan aplikasi insektisida pada pengamatan minggu pertama.

Waktu pengamatan (minggu)

(29)

11

Kumbang penggulung daun (Coleoptera: Attelabidae)

Kumbang penggulung daun (A. trinotatus) menyebabkan daun jambu air tergulung dan mengering (Gambar 6a). Gulungan daun dibentuk imago betina berisi telur, larva, atau pupa dari A. trinotatus. Imago memakan daun menyebabkan daun berlubang. Kumbang penggulung daun termasuk hama utama di lahan pertanaman jambu air.

Gambar 6 Hama kumbang penggulung daun (A. trinotatus); a. daun tergulung; b. uret; c. Imago

Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat hama penggulung daun di empat lahan penelitian selama empat minggu mengalami fluktuasi. Penyemprotan insektisida di lahan A pada minggu pertama diduga mempengaruhi luas serangan dan tingkat kerusakan yang menurun signifikan pada minggu ketiga. Keragaman tingkat serangan tersebut dapat dipengaruhi berbagai faktor yaitu antara lain keberadaan musuh alami, faktor lingkungan dan teknik budidaya tanaman.

Gambar 7 Luas serangan dan tingkat kerusakan A. trinotatus selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D

Ulat pengorok daun (Lepidoptera: Gracillaridae)

Pengorok daun jambu air mengakibatkan kerusakan pada pucuk, daun muda dan daun tua. Permukaan daun muda yang terserang menggelembung (gambar 8a), apabila dibuka akan tampak ulat pengorok daun. Ulat memakan jaringan dalam daun muda dan menyisakan lapisan epidermis daun. Pola korokan daun tidak beraturan dan biasannya dimulai dari bagian tepi daun. Bekas korokan menjadi kering saat daun sudah tua.

Selama berada dalam fase larva, ulat pengorok daun jambu air tinggal di dalam jaringan daun. Ulat berwarna putih dengan garis cokelat di sepanjang tubuh. Kepala berwarna cokelat dan bentuk abdomen beruas-ruas (Gambar 8b).

Waktu pengamatan (minggu)

b c

(30)

12

Ulat membuat lubang kecil untuk keluar dari dalam jaringan daun. Perkembangan larva menjadi pupa berada dipermukaan daun.

Gambar 8 Hama ulat pengorok daun; a. gejala serangan; b. larva; c. pupa

Gambar 9 Luas serangan dan tingkat kerusakan ulat pengorok daun selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D

Luas serangan dan tingkat kerusakan akibat ulat pengorok daun sangat tinggi. Hal tersebut dikarenakan kerusakan yang terjadi pada daun muda juga akan berlangsung pada daun jambu air yang sudah tua. Penurunan tingkat kerusakan terjadi selama empat minggu pengamatan, namun tidak signifikan. Aplikasi insektisida yang disemprotkan tidak mempengaruhi tingkat serangan ulat pengorok daun. Hal tersebut dikarenakan insektisida yang di aplikasikan merupakan racun lambung dan racun kontak, sedangkan ulat berada di dalam jaringan daun.

Wereng pucuk mete (Hemiptera: Flatidae)

Populasi S. indecora pada pertanaman jambu air tidak tinggi. S. indecora

menyerang tanaman jambu air di lahan A bagian daun, pucuk, bunga, serta ranting muda. Gejala serangan ditandai adanya lilin putih yang dihasilkan nimfa menyelimuti bagian tanaman (Gambar 10a). Lilin putih pada bunga menghalangi proses penyerbukan (Mardiningsih 2007). Kerusakan diakibatkan tusukan stilet berupa bintik-bintik hitam pada bagian tanaman. Nimfa dan imago berpotensi menyebabkan kerusakan pada tanaman jambu air.

Waktu pengamatan (minggu)

(31)

13

Gambar 10 Hama wereng pucuk mete (S. indecora):a. nimfa disertai lilin putih; b. imago

Lalat buah (Diptera: Tephritidae)

Serangan lalat buah (B. albistrigata) dilaporkan menyebabkan kerugian terbesar pada tanaman jambu air. Kehilangan produksi buah jambu air di lahan D pada periode panen November-Desember 2014 mencapai 8 kuintal/ha. Kehilangan hasil di lahan A dan B dilaporkan hampir mancapai 20% dari keseluruhan hasil panen. Petani lahan C tidak dapat melaporkan kehilangan hasil akibat serangan hama lalat buah dikarenakan mengalami kerontokan bunga selama setahun terakhir, sehingga tidak panen.

Gejala awal serangan lalat buah berupa titik gelap akibat tusukan ovipositor imago betina untuk meletakkan telur (Gambar 11a). Gejala lanjut buah menjadi lunak dan busuk, apabila dibelah terlihat larva di dalam buah (Gambar 11b). Busuk pada buah diakibatkan tusukan ovipositor yang kadang disertai infeksi cendawan atau mikroorganisme (Faridah et al. 2013).

Gambar 11 Hama lalat buah (B.albistrigata): a. titik gelap tusukan ovipositor; b. busuk buah disertai larva; c. imago

Pembungkusan dilakukan terhadap calon buah untuk menghindari serangan lalat buah. Perlakuan pemberongsongan (pembungkusan calon buah) bermanfaat untuk menghidari tusukan ovipositor lalat buah (Soesanto 2006). Pembungkusan calon buah dengan plastik dinilai efisien untuk mengurangi kerusakan akibat lalat buah (Faridah et al. 2013). Pemilik lahan A dan lahan B melakukan penguburan terhadap buah-buah yang terserang lalat buah. Hasyim (2014) menjelaskan bahwa tindakan penguburan merupakan salah satu upaya santasi yang dapat mematikan larva. Pengendalian pupa di dalam tanah dapat dilakukan dengan pembalikkan tanah. Tindakan ini akan menyebabkan pupa terpapar sinar matahari dan

b a

(32)

14

selanjutnya gagal menjadi imago (Kalie 1992). Pengendalian lalat buah dapat dilakukan dengan penggunaan perangkap berperekat. Rahayu (2011) menjelaskan metil eugenol dan perekat beraroma dapat digunakan sebagai perangkap lalat buah.

Ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae)

Ulat pelipat daun ditemukan menyerang daun muda pada pertanaman jambu air di lahan A, B, dan C. Luas serangan akibat ulat pelipat daun tidak tinggi. Ulat memakan daun yang masih muda, sehingga daun menjadi berlubang dan luasannya berkurang (Gambar 12a). Ulat berwarna hijau dengan kepala berwarna hitam (gambar 12b). Ulat pelipat daun mengeluarkan benang putih dan lengket. Benang-benang tersebut digunakan untuk merekatkan daun menjadi lipatan, gulungan, atau menjalin daun lain. Hasil dari aktivitas tersebut digunakan untuk tempat perkembangan ulat pelipat daun. Pupa diletakkan di dalam lipatan daun.

Gambar 12 Hama ulat pelipat daun: a. daun melipat dan sisa aktivitas makan; b. larva

(33)

15

Penyakit Jambu Air yang Ditemukan

Penyakit yang ditemukan di empat lahan pengamatan jambu air antara lain karat merah pada daun (Cephaleuros sp.), embun jelaga (Capnodium sp.), jamur upas (Corticium salmonicolor), serta Antraknosa (Gloeosporium sp. ) yang menyerang bagian buah, daun, pucuk, dan ranting. Keberadaan penyakit di empat lahan penelitian disajikan dalam tabel 7.

Tabel 7 Keberadaan penyakit diempat lahan pertanaman jambu air di wilayah Kabupaten Demak, Jawa Tengah

Lahan B memiliki keragaman penyakit tertinggi. Hal tersebut dikarenakan kondisi lahan B yang dikelilingi lahan jambu air pada semua sisi, sehingga keadaan lahan B cukup lembab dan memungkinkan inokulum selalu tersedia. Keragaman serangan penyakit paling rendah yaitu pada lahan C. Kondisi lahan C mendapatkan sinar matahari yang cukup dan cenderung kering. Patogen berkembang dengan baik pada lahan yang yang lembab dan suhu rendah (Agrios 2005). Kondisi lahan jambu air yang beragam menyebabkan penyakit yang tumbuh pada lahan tersebut juga berbeda.

Karat merah

Karat merah disebabkan oleh Cephaleuros sp. Penyakit karat merah menyerang bagian daun jambu air. Gejala yang ditunjukkan adanya bercak merah yang menyebar pada permukaan daun (gambar 13a). Perkembangan karat merah tidak dibatasi oleh tulang daun. Karat merah merupakan alga hijau yang bersifat parasitik pada daun (Nelson 2008).

Kejadian dan keparahan penyakit karat merah pada lahan A, B, dan D cenderung mengalami penurunan sampai dengan minggu ketiga pengamatan. Hal tersebut dikarenakan pada lahan A dan lahan B sedang mengalami perkembangan pucuk dan daun muda, sedangkan Cephaleuros sp. banyak ditemukan pada daun tua (Semangun 2000). Pada lahan D, aplikasi fungisida dilakukan setiap minggu, sehingga memungkinkan infeksi karat merah menjadi rendah.

Nama Penyakit Patogen Bagian tanaman yang diserang

Lahan

A B C D Karat merah Cephaleuros sp. Daun     Embun jelaga Capnodium sp. Daun yang

terserang

Antraknosa Gloeosporium sp. Buah, daun, pucuk, dan

ranting

(34)

16

Gambar 13 Penyakit karat merah (Cephaleuros sp.): a. bercak merah pada daun; b. sporangium Cephaleuros sp.

Vxvjdh

Gambar 14 Kejadian dan keparahan penyakit karat merah (Cephaleuros sp.) selama empat minggu. ( ) Lahan A, ( ) Lahan B, ( ) Lahan C, ( ) Lahan D

Embun jelaga

Embun jelaga tumbuh pada embun madu yang di sekskresikan A.dispersus. Koloni Capnodium sp. berwarna hitam pekat menyerupai jelaga dan menyelimuti daun jambu air (Gambar 15a). Embun jelaga menyebabkan kerusakan secara tidak langsung, yaitu menghalangi sinar matahari ke daun, sehingga proses fotosintesis menjadi terhambat. Gejala yang ditimbulkan berupa klorotik pada daun. Pertumbuhan tanaman menjadi lambat dan dalam jangka panjang dapat menurunkan vigor tanaman (Lamborn 2009). Tubuh buah berbentuk peritesium atau piknidium.

Gambar 15 Penyakit embun jelaga (Capnodium sp.):a. gejala pada daun; b. piknidium Capnodium sp.

Waktu pengamatan (minggu)

a b

(35)

17

Keberadaan embun jelaga hanya ditemukan pada lahan B. Hal tersebut dikarenakan pengamatan dilakukan pada musim hujan. Laksono et al. (2012) melaporkan tingkat keparahan Capnodium sp. meningkat pada musim kemarau seiring dengan berkembangnya populasi kutukebul.

Pengendalian hama kutukebul dapat mencegah tumbuhnya embun jelaga pada daun jambu air. Semut rang-rang dapat membantu mencegah tumbuhnya embun jelaga di daun. Embun madu yang dihasilkan kutukebul dikonsumsi oleh semut rang-rang, sehingga tidak tersedia media tumbuh bagi embun jelaga (Lamborn 2009).

Jamur upas

Jamur upas (Corticium salmonicolor) menyerang pada bagian ranting tanaman jambu air. Serangan jamur upas ditandai adanya tubuh buah cendawan berwarna jingga (Gambar 16b). Ranting yang terserang menjadi busuk, kering dan menyebabkan daun jambu air rontok. Jamur upas yang ditemukan pada lahan B merupakan stadium kortisium. Ciri stadium ini adalah munculnya kerak berwarna jingga pada permukaan ranting (Semangun 2000).

Inang jamur upas adalah tanaman-tanaman berkayu. Jamur upas menjadi penyakit penting pada beberapa tanaman perkebunan dan hortikultura di Indonesia. Beberapa tanaman yang diserang meliputi kopi, kakao, karet, jeruk, dan cengkeh (Alfieri 1968).

Gambar 16 Penyakit jamur upas (C. salmonicolor) pada ranting

Antraknosa

Penyakit antraknosa pada tanaman jambu air menyerang bagian buah, daun, pucuk, dan ranting. Antraknosa pada jambu air disebabkan oleh Gloeosporium sp.

(36)

18

Gambar 17 Penyakit antraknosa (Gloeosporium sp.):a. busuk pantat buah; b. hawar daun; c. gejala pada ranting; d. kumpulan konidiofor; e. konidia

a b c

10 µm

(37)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hama jambu air yang ditemukan pada lahan penelitian di Kabupaten Demak antara lain kutukebul (Aleurodicus dispersus), ulat pemakan pucuk (Lepidoptera: Tortricidae), kumbang penggulung daun (Apoderus trinotatus), ulat pengorok daun (Lepidoptera: Gracillaridae), wereng pucuk mete (Sanurus indecora), lalat buah (Bactrocera albistrigata), dan ulat pelipat daun (Lepidoptera: Tortricidae). Tingkat kerusakan tertinggi diakibatkan oleh hama ulat pengorok daun sebesar 81.46% di lahan B. Penyakit jambu air yang ditemukan pada empat lahan pengamatan adalah karat merah pada daun (Cephaleuros sp.) dengan keparahan penyakit tertinggi pada lahan B sebesar 34.75%. Penyakit lain yang ditemukan antara lain embun jelaga (Capnodium sp.), jamur upas (Corticium salmonicolor), dan antraknosa (Gloeosporium sp.).

Saran

Teknik pengendalian hama dan penyakit yang perlu diperbaiki oleh petani jambu air di Kabupaten Demak antara lain adalah teknik pengendalian lalat buah dan frekuensi penyemprotan insektisida. Pengendalian lalat buah sebaiknya tidak hanya dengan penguburan buah yang terserang, namun juga dengan pembalikkan tanah. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perkembangan larva menjadi pupa di dalam tanah. Penggunaan perangkap (feromon dan insektisida) dianggap tidak efektif. Hal tersebut dikarenakan waktu pemberongsongan pada area pertanaman jambu air tidak serempak, sehingga apabila perangkap hanya digunakan pada satu lahan saja menyebabkan kerusakan pada lahan lain yang belum masuk pada masa pemberongsongan (masih pembungaan).

(38)

24

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 2005. Plant Phatology. Ed ke-5. San Burlington (US): Elsevier Academic Pr.

Alfieri SA. 1968. Limb blight disease caused Corticium salmonicolor B. & BR.

Plant Pathology Circular. 71.

Ashari S. 2006. Meningkatkan keunggulan bebuahan tropis. Yogyakarta (ID): Andi offset.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Buah-buahan dan Sayuran Tahunan di Indonesia. [Internet] [diunduh 2014 Des 27]. Tersedia pada:

Barnett H L, Hunter B B. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Paul (US): APS Pr.

Borror DJ, Johnson NF, Triplehorn CA. 1981. Introduction to the Study of Insect. Philadelphia (EU): Sounders College Publishing.

Faridah D. 2011. Hama dan penyakit tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) di Kecamatan Rancabungur dan KampusIPB Darmaga Bogor[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Faridah D, Mutaqin KH, Sartiami D. 2013. Lalat buah jambu biji (Bactrocera carambolae (Diptera: Teprithidae). [Internet]. [diunduh 2015 Mei 10]. Tersedia pada: http://apps.cs.ipb.ac.id/ipm/ main/komoditi/detail/25

Hasyim A, Setiawati W, Liferdi L. 2014. Teknologi pengendalian hama lalat buah pada tanaman cabai. Iptek hortikultura. (10): 20-25.

Holliday P, Mowat WP. 1963. Foot rot of Piper nigrum L. (Phytophthora palmivora). London (UK): Commonwealth Mycological Institute.

Kalie MB.1992. Mengatasi Buah Rontok, Busuk, dan Berulat. Depok (ID): Panebar Swadaya.

Kalshoven LGE. 1981. The Pestsof Crops In Indonesia.Vander PA, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Culturgewassen in Indonesië.

Karmini M, Hermana, Rozanna RA, Zulfianto NA, Ngadiarti I, Hartati B, Bernandus, Tinexcelly. 2004. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bogor (ID): Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor.

Kartikawati LD, Sebayang HT, Sumarni T. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan tanaman sela (Crotalaria juncea L.) pada gulma dan pertanaman jagung (Zea mays L.). Malang (ID): Universitas Brawijaya. Laksono KD, Nasahi C, Susniahti N. 2010. Inventarisasi Penyakit pada tanaman

Jarak Pagar (Jatripha curcas L.) pada tiga Daerah di Jawa Barat. Jurnal Agrikultura.21(1).

(39)

23

Mardiningsih TL. 2007. Potensi cendawan Synnematium sp. untuk mengendalikan wereng pucuk jambu mete (Sanurus indecora Jacobi). Jurnal Litbang Pertanian. 26(4): 146-152.

Marwoto, Inayati A. 2011. Kutukebul: Hama kedelai yang pengendaliannya kurang mendapat perhatian. Iptek Tanaman Pangan. 6(1): 87-98.

Morton J. 1987. Fruits of Warm Climates. Miami (US): Florida Flair.

Nelson SC. 2008. Cephaleuros species, the plant parasitic green algae. Plant diease.43.

Rahayu GA. 2011. Keefektifan tiga atraktan menggunakan bola berwarna dalam menangkap imago lalat buah pada jambu biji di Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Semangun H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.

Siwi SS, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius.

(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah pada tanggal 20 Desember 1993 yang merupakan putri pertama dari 3 bersaudara pasangan Drs Enang Basuki dan Mulyantini, Spd. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2011 di SMA N 1 Demak. Pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Undangan.

Gambar

Tabel 3   Kondisi umum empat lahan pertanaman jambu air di wilayah Kabupaten
Tabel 4  Teknik pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) di empat
Tabel 5  Keberadaan hama di empat lahan  pertanaman jambu air di wilayah
Gambar 6  Hama kumbang penggulung daun (A. trinotatus); a. daun tergulung;
+6

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Swt karena berkat rahmat dan hidayah-nya, skripsi yang berjudul " PENGARUH LARUTAN SUKROSA TERHADAP

Pembungkusan dan perawatan lahan yang diaplikasikan pada tanaman jambu air tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat serangan dan keparahan penyakit antraknosa pada

Hasil penelitian menunjukkan serangga yang tertangkap pada lahan jambu biji terdapat dari 11 ordo dan 41 famili, nilai Kerapatan relatif tertinggi sebesar 11.43%, yang

PERTUMBUHAN SETEK JAMBU AIR DELI HIJAU ( Syzygium samarangense (Blume) Merr. & Perry) DENGAN BAHAN TANAM DAN PEMBERIAN IBA ( Indole Butyric Acid) YANG

Jambu Air Varietas Madu Deli (Asal Kota Binjai).UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih IV Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara.. Keanekaragaman Serangga Di Hutan Alam

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik diperkaya berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun dan jumlah cabang primer, tetapi tidak

Penelitian yang telah dilakukan memiliki keterbatasan objek penelitian yaitu penelitian ini hanya terbatas pada aktivitas antioksidan pada ekstrak kasar daun jambu

STRATEGI PENGENDALIAN HAMA LALAT BUAH TERPADU Teknologi budidaya termasuk pengendalian hama terpadu PHT pada jambu air hijau sebagian besar telah ditemukan dan sebagian merupakan