• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI BERBANTUAN TEKNIK PROBING DAN PROMPTING DI SMP NEGERI 4 SEI SUKA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS ANTARA PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN METAKOGNISI BERBANTUAN TEKNIK PROBING DAN PROMPTING DI SMP NEGERI 4 SEI SUKA."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

NADRAN HAMDANI SIREGAR. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis antara Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing dan Prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan Penalaran matematis siswa antara yang diajar melalui pendekatan metakognisi

berbantuan teknik probing dan prompting; interaksi antara pendekatan

pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap kemampuan Penalaran matematis; proses jawaban soal kemampuan Penalaran matematis siswa pada masing-masing pembelajaran, serta respon siswa terhadap pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini

merupakan jenis penelitian quasi eksperiment. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa SMP Negeri 4 Sei Suka pada kelas VII yang terdiri dari 6 kelas parallel dan terpilih secara acak dua kelas. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari tes kemampuan Penalaran matematis dan angket respon siswa. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,819 untuk tes kemampuan Penalaran matematis. Analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalur dan analisis deskriptif proses jawaban matematika dan respon siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara yang diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan

teknik probing dan yang diajar dengan pendekatan teknik prompting; (2)

Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa; (3) Proses jawaban siswa pada kemampuan penalaran

matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognisi

berbantuan teknik prompting lebih baik dibanding dengan pendekatan

metakognisi berbantuan teknik probing; dan (4) respon positif terhadap

pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting lebih

kuat daripada respon positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan

metakognisi berbantuan teknik probing.

Kata Kunci: Kemampuan Penalaran Matematis, pendekatan metakognisi

berbantuan teknik probing, pendekatan metakognisi berbantuan

(6)

ii

ABSTRACT

NADRAN HAMDANI SIREGAR. The Difference Between Mathematical

Reasoning Skills Improvement By Learning with Metacognitive Approach aided Probing and Prompting Techniques in SMP Negeri 4 Sei Suka. Thesis. Medan: Mathematics Education Graduate Study Program Medan State University, 2016.

This study aimed to analyze the differences in students' mathematical reasoning skills improvement taught by metacognition approach aided probing and prompting techniques; interaction between the learning approach with prior

knowledge of students’ mathematics (high, medium, low) to the mathematical

reasoning skills; the answers process to students’ the mathematical reasoning

skills in each learning, as well as the students' response to the individual learning. This study is a quasi experimental research. The population in this study are all students of SMP Negeri 4 Sei Suka in the seventh grade consists of six parallel classes and randomly selected two classes. The research instrument consisted of both mathematical reasoning ability test and student questionnaire responses. The instrument has been declared eligible the content validity, and reliability coefficient of 0.819 for tests of mathematical reasoning skills. The data analysis used was ANOVA two ways and a descriptive analysis of the answers to math and student response. The results showed that (1) There are differences in students' mathematical reasoning skills improvement which are taught by metacognition approach aided probing techniques and the students taught by prompting technical approach; (2) There is no interaction between learning approach and the initial ability of students (high, medium, and low) to increase students' mathematical reasoning skills; (3) The process of students’ answers on students' mathematical reasoning skills through learning with metacognition approach aided prompting techniques is better than metacognition approach aided probing techniques; and (4) The positive response to the learning with metacognition approach aided prompting techniques is stronger than the positive response to the learning with the approach of metacognition aided probing techniques.

.

Keywords: Mathematical Reasoning Skills, Metacognition approach aided probing techniques, Metacognition approach aided prompting

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrohmaanirrohiim

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, Puji Syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat

menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perbedaan Peningkatan Kemampuan

Penalaran Matematis antara Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi

Berbantuan Teknik Probing dan Prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka”.

Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW

sebagai pembawa risalah ummat beserta para keluarga dan para sahabatnya yang

telah membawa kita ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus

dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah

membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak

langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan

yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya

penulis sampaikan kepada:

1. Kedua dosen pembimbing, Dr.Kms.Muhammad Amin Fauzi, M.Pd, sebagai

Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, sebagai Dosen

Pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan untuk

memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi

penulis.

2. Ketiga dosen narasumber, Prof.Dr.Edi Syahputra,M.Pd, Dr.Elvis

Napitupulu,MS, dan Dr.Izwita Dewi,M.Pd yang telah memberi saran dan

masukan dalam penulisan tesis ini.

3. Pengurus prodi pendidikan matematika, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd

sebagai ketua prodi, Bapak Dr. Mulyono, M.Si sebagai sekretaris prodi, dan

Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si sebagai staf prodi.

4. Direktur Program Pascasarjana UNIMED, Prof. Dr. Bornok Sinaga, MPd

beserta staf dan jajarannya;

5. Kedua orangtua, Ayahanda Yusli Suhardi Siregar dan Ibunda Besti Marbun

(8)

iv

memberikan doa dan dukungan dalam segala hal, semua keluarga besar yang

tidak dapat disebutkan namanya satu persatu;

6. Teristimewa kepada istri tercinta Siti Zakia,S.Pd yang telah memberikan

dukungan dan menjadi penyemangat penulis dari awal hingga akhir

perkuliahan dan terselesaikannya tesis ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana

UNIMED yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama

perkuliahan;

8. Seluruh teman-teman seperjuangan prodi DIKMAT kelas B-1 Eksekutif;

9. Bapak Drs.Frans H Rajagukguk,M.Si selaku Kepala SMP Negeri 4 Sei Suka

beserta staf dan para guru.

10. Saudara/I yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tidak dapat

disebutkan namanya satu persatu.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini

nantinya dapat memberikan masukan dan manfaat bagi para pembaca, dan dapat

memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut. Amin.

Medan, 29 Juli 2016

(9)

v

2.2. Pendekatan Metakognisi ... 27

2.3. Teknik Probing ... 32

2.4. Teknik Prompting ... 34

2.5. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Probing dan Prompting ... 35

2.6. Perbedaan Pembelajaran Menggunakan Teknik Probing dan Prompting . 36 2.7. Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 39

2.8. Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Prompting ... 40

2.9. Hubungan Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing dan Prompting Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 41

2.10. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 43

2.11. Proses Jawaban Siswa ... 44

2.12. Respon Siswa ... 45

2.13. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran ... 46

2.14. Penelitian yang Relevan ... 52

2.15. Kerangka Konseptual ... 54

(10)

vi

3.7.1 Tes Kemampuan Awal Matematika ... 67

3.7.2 Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 68

3.7.3 Proses Jawaban Siswa ... 69

3.7.4 Angket Respon Siswa ... 71

3.7.5 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 72

3.8 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 73

3.11. Jadwal dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 85

4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Inatrumen Penelitian . 86

4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 88

4.1.3 Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis ... 94

4.1.4 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran Kemampuan Awal Matematika ... 100

4.1.5 Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis BerdasarkanFaktor Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika ... 107

4.1.6 Deskripsi Proses Jawaban Matematika Siswa Pada Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 121

4.1.7 Analisis Deskriptif Proses Jawaban Matematika Siswa ... 140

4.1.8 Deskripsi Angket Respon Siswa ... 144

4.1.9 Deskripsi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran ... 146

4.2 Temuan Penelitian ... 149

4.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 150

(11)

vii

4.2.3 Temuan Lainnya ... 153

4.3 Pembahasan ... 154

4.3.1 Faktor Pembelajaran ... 154

4.3.2 Faktor Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 156

4.3.3 Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 157

4.3.4 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 158

4.3.5 Proses Jawaban Matematika Siswa ... 161

4.3.6 Respon Siswa Tehadap Pembelajaran ... 162

4.3.7 Keterbatasan Penelitian ... 162

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 165

5.2 Implikasi ... 166

5.3 Saran ... 167

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Rata-rata Persentase Capaian dalam TIMSS ... 4

Tabel 2.1 Perbedaan Paedagogik Pembelajaran menggunakan Teknik Probing dan Teknik Prompting... 37

Tabel 3.1 Keterkaitan Antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 63

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 64

Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokn Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 68

Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis ... 69

Tabel 3.5 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Penalaran Matematis ... 70

Tabel 3.6 Interpretasi Respon Siswa ... 71

Tabel 3.7 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 72

Tabel 3.8 Daftar Validator ... 74

Tabel 3.9 Interpretasi Validitas ... 75

Tabel 3.10 Interpretasi Reliabilitas ... 76

Tabel 3.11 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis Statistik, Data dan Uji Statistik ... 77

Tabel 3.12 Kriteria Indeks Gain ... 79

Tabel 3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian SMP Negeri 4 Sei Suka ... 83

Tabel 3.14 Rincian Kegiatan Pelaksanaan Penelitian dan Penulisan Tesis ... 84

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 86

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Penilaian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 87

Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 88

Tabel 4.4 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 89

Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas KAM Siswa (SPSS 22) ... 90

Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis dari Normalitas KAM Siswa ... 92

Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas KAM Siswa (SPSS22) ... 92

Tabel 4.8 Sebaran Sampel Penelitian ... 93

Tabel 4.9 Deskripsi Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 94

Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 96

Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 97

Tabel 4.12 Deskripsi Postes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 98

(13)

ix

Penalaran Matematis Siswa ... 100

Tabel 4.15 Deskripsi N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Kedua

Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ... 101 Tabel 4.16 Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis untuk

Setiap Indikator ... 104

Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa ... 106

Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa ... 107

Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan

Penalaran Matematis ... 108

Tabel 4.20 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Pada Indikator Mengajukan Dugaan... 111

Tabel 4.21 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Pada Indikator Melakukan Manipulasi Matematika ... 113

Tabel 4.22 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran

Matematis Pada Indikator Menarik Kesimpulan dan Memberikan

Alasan atau Bukti Terhadap Kebenaran Solusi ... 115

Tabel 4.23 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran

Matematis pada Indikator Menemukan Pola atau Sifat dari

Gejala Matematis untuk Membuat Generalisasi ... 117

Tabel 4.24 Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan

Penalaran Matematis pada Tiap Indikator ... 117 Tabel 4.25 Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemampuan

Penalaran Matematika ... 121 Tabel 4.26 Kriteria Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan

Penalaran Matematis Kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 ... 139 Tabel 4.27 Perolehan Skor Butir Soal Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran

dan KAM ... 141 Tabel 4.28 Hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting .. 145

Tabel 4.29 Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

Melalui Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 147

Tabel 4.30 Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran

(14)

x

Gambar 4.4. Diagram Rerata N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Kategori KAM... 102

Gambar 4.5. Diagram Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis untuk Setiap Indikator ... 105

Gambar 4.6. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa... 120

Gambar 4.7. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori baik aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 122

Gambar 4.8. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori baik aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 123

Gambar 4.9. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori cukup aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 123

Gambar 4.10. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori cukup aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 123

Gambar 4.11. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori kurang baik mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 124

Gambar 4.12. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori kurang baik mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 124

Gambar 4.13. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 1 ... 125

Gambar 4.14. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 2 ... 125

Gambar 4.15. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 1 ... 126

Gambar 4.16. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 2 ... 126

Gambar 4.17. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori baik aspek melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 1 ... 127

(15)

xi

Gambar 4.19. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori cukup aspek

melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 1 ... 128

Gambar 4.20. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori cukup aspek

melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 2 ... 128

Gambar 4.21. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori kurang baik aspek melakukan manipulasi matematika di kelas

eksperimen 1 ... 129 Gambar 4.22. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori kurang baik

aspek melakukan manipulasi matematika di kelas

eksperimen 2 ... 129 Gambar 4.23. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori baik aspek

Menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 130 Gambar 4.24. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori baik aspek

menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2... 130 Gambar 4.25. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori cukup aspek

menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 131 Gambar 4.26. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori cukup aspek

menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2 ... 131 Gambar 4.27. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori kurang baik

aspek menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 132 Gambar 4.28. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori kurang baik

aspek menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2 ... 132 Gambar 4.29. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori baik aspek

mengajukan dugaan di eksperimen 1 ... 133 Gambar 4.30. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori baik aspek

mengajukan dugaan di eksperimen 2 ... 133 Gambar 4.31. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori cukup aspek

mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 134 Gambar 4.32. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori cukup aspek

mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 134 Gambar 4.33. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori kurang baik

aspek mengajukan beberapa dugaan kelas eksperimen 1 ... 135

Gambar 4.34. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 136 Gambar 4.35. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori baik aspek

menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

(16)

xii

Gambar 4.36. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 137 Gambar 4.37. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori cukup

aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

membuat generalisasi kelas eksperimen 2 ... 137 Gambar 4.38. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori kurang baik

aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 138 Gambar 4.39. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori kurang baik

aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tujuan utama diselenggarakan proses belajar adalah berhasilnya siswa

dalam belajar, baik pada suatu mata pelajaran tertentu maupun pendidikan pada

umumnya. Berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, mulai dari

penyempurnaan kurikulum, penyesuaian materi pelajaran, dan metode

pembelajaran terus dilakukan sehingga benar-benar tercipta sebuah terobosan

pembelajaran yang cocok dengan kondisi siswa di lapangan.

Salah satu upaya tersebut adalah dengan pemberlakuan Kurikulum 2013.

Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompentensi sehingga

pengembangannya diarahkan pada pencapaian kompentensi yang dirumuskan dari

standar kompentensi lulusan (SKL). Berkaitan dengan pemberlakuan kurikulum

2013 saat ini khususnya dalam pelajaran matematika maka diharapkan peserta

didik memiliki kemampuan kompentensi inti yaitu bidang sikap, pengetahuan dan

keterampilan.

Kemampuan yang diharapkan tersebut tertuang dalam tujuan Kurikulum

2013 dalam bentuk tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep

matematika, (2) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah,

(3) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik

dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam

pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (4)

(18)

2

matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap

menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, (6) Memiliki sikap dan

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya,

(7) Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan

matematika. Berdasarkan pada pentingnya dan tujuan pembelajaran matematika,

diharapkan proses pembelajaran matematika mampu mendorong berkembangnya

pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai, dan proses

matematika. Hal ini akan membuka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berpikir

logis, sistematik, kritis, dan kreatif, bahkan siswa senang mempelajari

matematika.

Namun, masalah serius dalam prestasi akademik peserta didik di Indonesia

adalah rendahnya mutu pendidikan. Khususnya dalam pembelajaran matematika,

siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Menurut Saragih

& Habeahan (2014:123) bahwa: “This happens because of the mathematics

presented in a form that is less appealing and seems difficult for students to learn;

as a result students often feel bored and do not respond well lesson”. Inti dari

pernyataan tersebut bahwa dalam pembelajaran matematika disajikan dalam

bentuk minim aplikasi dan sulit untuk dipelajari sehingga siswa merasa bosan dan

tidak memberi respon positif. Hal yang senada juga dinyatakan Asrori (2008: 214)

bahwa “Pelajaran matematika seringkali sulit dirasakan oleh siswa sehingga

cenderung tidak disenangi anak. Bahkan tidak jarang anak memandang

matematika sebagai momok yang menakutkan, meskipun ada sebagian siswa

(19)

3

saja ada siswa yang menganggap matematika itu ibarat “monster” yang

menakutkan. Akibatnya tidak sedikit siswa yang malas untuk mempelajari

matematika dan akhirnya menjadikan siswa mengalami kesulitan belajar

matematika.

National Council of Teacher Mathematics (2000), menetapkan ada lima

standar proses yang harus dikuasai siswa melalui pembelajaran matematika,

yaitu: pemecahan masalah, penalaran, koneksi, komunikasi dan representasi.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa salah satu kompetensi yang diharapkan

muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika dan memberi peran yang

besar dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal yaitu kemampuan

penalaran. Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan untuk

menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Siswa yang

mempunyai kemampuan penalaran matematis yang baik adalah siswa yang

mempunyai kemampuan mengajukan dugaan, dapat melakukan manipulasi

matematika, dapat menarik kesimpulan, menyusun bukti dengan memberikan

alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi dan menemukan pola atau sifat dari

gejala matematis untuk membuat generalisasi. Depdiknas (Shadiq,2004)

menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui

penalaran dan penalaran di pahami dan dilatihkan melalui belajar materi

matematika. Dengan kata lain, belajar matematika tidak terlepas dari aktivitas

bernalar.

Namun dalam proses pembelajaran matematika di sekolah belum

(20)

4

bernalar siswa tidak sesuai dengan jenjang pendidikan yang seharusnya.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa akan mempengaruhi hasil

belajar siswa, yang berdampak pula terhadap rendahnya prestasi belajar siswa di

sekolah. Hal ini juga terlihat dari capaian rata-rata peserta didik Indonesia pada

TIMSS 2011 yang berada pada level rendah. Rendahnya capaian rata – rata

peserta Indonesia pada TIMSS 2011 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1 Rata – rata persentase capaian dalam TIMMS

Negara Bilangan Aljabar Geometri dan Pengukuran

Data dan

Peluang Knowing Applyinug Reasoning

Singapura 77 (0.9) 72 (1.1) 71 (1.0) 72 (0.9) 82 (0.8) 73 (1.0) 62 (1.1)

Korea Ref. 77 (0.5) 71(0.7) 71 (0.6) 75(0.5) 80 (0.5) 73 (0.6) 65 (0.6)

Jepang 63 (0.7) 60 (0.7) 67 (0.7) 68 (0.6) 70 (0.6) 64 (0.6) 56 (0.7)

Malaysia 39 (1.3) 28 (0.9) 33 (1.1) 38 (0.9) 44(1.2) 33 (1.0) 23 (0.9)

Thailand 33 (1.0) 27 (0.9) 29 (0.9) 38 (0.8) 38 (1.0) 30 (0.8) 22 (0.8)

Indonesia 24 (0.7) 22 (0.5) 24 (0.6) 29 (0.7) 37 (0.7) 23 (0.6) 17 (0.4)

Rata-rata

Internasional 43 (0.1) 37 (0.1) 39 (0.1) 45 (0.1) 49 (0.1) 39 (0.1) 30 (0.1) Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, 2011

Dari tabel di atas terlihat bahwa kemampuan rata-rata peserta didik

Indonesia pada tiap domain masih jauh di bawah negara tetangga yaitu Malaysia,

Thailand dan Singapura. Rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai

oleh peserta didik Indonesia adalah pada domain kognitif pada level penalaran

(reasoning) yaitu 17%. Jadi, rendahnya kemampuan matematika peserta didik

(21)

5

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di kelas VIII SMP Negeri 4

Sei Suka menunjukkan bahwa siswa belum mampu menggunakan penalarannya

dengan baik. Rendahnya kemampuan penalaran siswa dapat dilihat pada salah

satu soal yang diberikan sebagai berikut : “Bu Lia mempunyai selembar plastik

untuk sampul buku. Bu Lia bermaksud untuk membaginya kepada dua orang

anaknya secara merata. Plastik tersebut berukuran panjang 14 cm lebih panjang

dari dua kali lebarnya. Luas plastik tersebut 816 cm2

. Berapa ukuran plastik yang

didapat setiap anak ?”. Adapun pola jawaban siswa dalam menyelesaikan soal

yang diajukan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar 1.1 : Pola jawaban siswa

Dari jawaban soal siswa tersebut pada gambar 1.1 terlihat bahwa kemampuan

penalaran siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari 30 siswa

hanya 13% (4 orang) yang menjawab benar dan lengkap. Berdasarkan indikator

kemampuan penalaran, 27% (8 orang) dapat mengajukan dugaan, 33% (10 orang)

(22)

6

kesimpulan dan memberikan alasan terhadap beberapa solusi dan 20% (6 orang)

dapat menemukan pola persamaan yang diminta soal. Hal ini terlihat dari jawaban

siswa yang membuat panjang =10+2 dan lebar =10+2 sebagai bentuk kalimat

matematika dari penambahan panjang dan lebarnya dengan ketentuan

penambahan panjang sama dengan penambahan lebarnya ditambah 2 meter. Dari

Gambar 1.1 terlihat bahwa siswa tidak mampu mengajukan dugaan atau pola

persamaan yang diminta soal yang terlihat dari jawaban siswa membuat hubungan

keliling dengan sisinya yaitu � = 86 − 4 = 4 − 4 + �. Lalu siswa juga tidak

mampu memberikan alasan terhadap solusi terlihat dari jawaban siswa 86 = x

menjadi 862 = �, kemudian siswa juga tidak mampu menarik kesimpulan yang

terlihat dari siswa menuliskan ukuran plastik 43 cm2, seharusnya siswa

menuliskan plastik memiliki ukuran dengan panjang dan lebarnya bukan luasnya.

Kemudian diberikan soal lain untuk melihat kemampuan penalaran siswa,

dengan karakteristik soal yaitu meminta siswa untuk menarik kesimpulan,

menyusun bukti, dan memberikan alasan terhadap kebenaran jawaban sebagai

berikut: Misalkan a, m dan n adalah tiga buah bilangan bulat positif. Dari kedua

pernyataan berikut, pernyataan manakah yang benar ? Tuliskan alasanmu !

a. � × � = � +

b. � × � = �

Berikut adalah salah satu jawaban siswa :

Pernyataan yang benar b. (a)m.(a)n=(a)m x n

karena kalau 2 bilangan dikalikan, maka pangkatnya juga dikalikan

(23)

7

Terlihat dari jawaban di atas, siswa keliru dalam menggunakan rumus perkalian

bilangan bulat berpangkat yaitu � × � = � + siswa menjawab “karena

kalau bilangannya dikalikan, maka pangkatnya juga dikalikan”. Seharusnya untuk

meyakinkan apakah jawabannya sudah tepat atau belum, siswa masih dapat

bernalar dengan mengambil contoh-contoh yang induktif dan menjabarkan

perkaliannya, misalnya :

42. 42 =(4.4).(4.4.4) = 4.4.4.4.4 = (4)5= (4)2+3

(5)2.(5)3= (5.5).(5.5.5 ) = 5.5.5.5.5 = (5)5= (5)2+3

Sehingga dapat disimpulkan bahwa : � × � = � + .

Namun siswa tidak melakukan penalaran ini, dan hanya mengandalkan

ingatannya untuk menjawab, sehingga kekeliruan terjadi dalam menjawab soal

tersebut. Soal tersebut dapat diselesaikan, diharapkan siswa dapat menggunakan

kemampuan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari soal tersebut

dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari, tapi tidak seperti yang

diharapkan. Hal tersebut menggambarkan kemampuan penalaran siswa sangat

rendah karena siswa tidak dapat menggunakan kemampuan berpikirnya untuk

menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka pelajari.

Rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa tidak terlepas dari

peran guru dalam mengelola pembelajaran. Guru cenderung memindahkan

pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa, mementingkan hasil daripada

proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas

keterkaitan antara konsep – konsep atau masalah. Guru yang dapat

mendemonstrasikan kemampuan matematika tanpa buku di depan siswa, itulah

(24)

8

matematika yang diberikannya dan siswa yang dapat “mengkopi” dan menguasai

dengan baik bagaimana guru menguraikan bahan matematika (mathematical

knowledge), itulah siswa yang dipandang sebagai siswa yang sukses. Pendidikan

kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai

seperangkat fakta-fakta yang harus dihapal.

Berdasarkan hasil observasi terhadap guru matematika SMP Negeri 4 Sei

Suka sebelumnya (Lutaria Sembiring, S.Pd) dimana para siswa cenderung

bersikap negatif terhadap dalam pembelajaran matematika dalam arti siswa

cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar dan acuh

terhadap aktivitas belajar. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar yang

dilakukan beliau adalah menyampaikan materi dengan metode ceramah, sesekali

bertanya kemudian memberikan contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal

latihan dengan rutin. Dengan kata lain proses pembelajaran yang terjadi masih

saja berpusat pada guru. Dengan pembelajaran yang demikian tersebut maka

aktivitas siswa yang terjadi di ruang kelas tidak menunjang siswa memahami

materi dengan baik. Aktivitas siswa yang terjadi masih sangat minim. Masih

banyak siswa yang tidak memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru, tidak

mengerjakan latihan soal, memilih diam dalam diskusi, dan memilih untuk

bermain sendiri dengan teman sebangkunya. Ditambah lagi karakteristik

matematika yang bersifat abstrak membuat siswa enggan memperhatikan materi

yang disampaikan.

Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemampuan penalaran siswa masih

tergolong rendah maka betapa pentingnya metode atau pendekatan pembelajaran

(25)

9

bahwa “Sebagai seorang guru profesional, maka kita mempunyai tugas untuk

memilih dan menentukan metode apa yang dapat digunakan untuk mempermudah

penyampaian bahan ajar agar dapat diterima dengan mudah oleh siswa”. Untuk

mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan para pendidik teristimewa guru

dalam membimbing murid-muridnya amat dituntut, jika guru dalam keadaan siap

dan memiliki profesional dalam melaksanakan kewajibannya, harapan terciptanya

sumber daya yang berkualitas akan tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat

Asrori (2008:1 5) “Pada aspek inovasi pembelajaran, guru perlu memiliki

keinginan untuk senantiasa mengubah, mengembangkan, meningkatkan gaya

mengajarnya agar mampu menghasilkan model pembelajaran yang sesuai dengan

tuntutan kelasnya”.

Salah satu tugas guru adalah bagaimana menyelenggarakan pembelajaran

efektif yaitu pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan

kemampuan siswa, siswa dapat mengkonstruksi secara maksimal pengetahuan

baru yang dikembangkan dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika perlu

didukung oleh metode dan pendekatan yang tepat sesuai perkembangan

intelektual siswa. Penekanan guru pada proses pembelajaran matematika harus

seimbang antara melakukan (doing) dan berpikir (thinking). Guru harus dapat

menumbuhkan kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran

sehingga siswa tidak hanya memiliki keterampilan melakukan sesuatu tetapi harus

memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan apa implikasinya. Guru tidak

hanya memberikan penekanan pada pencapaian tujuan kognitif tetapi juga harus

memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan

(26)

10

melibatkan proses dan aktivitas berpikir siswa secara aktif dengan

mengembangkan perilaku metakognitif. Untuk itu diperlukan kreativitas guru

dalam penyampaian materi dengan melaksanakan pembelajaran matematika

dengan pendekatan metakognisi.

Metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang

tidak diketahui. Sedangkan pendekatan metakognisi merujuk kepada cara untuk

meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku

sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya

dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya. Proses berpikir

biasa terjadi ketika aktivitas belajar berlangsung, sehingga kemampuan

metakognisi berkaitan erat dengan aktivitas belajar siswa. Latifah (2010)

menambahkan bahwa:

ketika siswa memilih strategi, memonitor proses belajar, mengoreksi apabila terjadi kesalahan, menganalisis keefektifan dalam belajar dan bahkan merubah kebiasaan serta strategi belajar, itu semua merupakan aktivitas belajar yang memerlukan kemampuan metakognisi. Semakin siswa menyadari proses berpikir mereka ketika belajar, maka mereka akan semakin bisa mengontrol hal-hal seperti: tujuan, disposisi, dan attention (perhatian).

Marzano (Peirce,2003: 2) menyatakan bahwa:

If students are aware of how committed (or uncommitted) they are to reaching goals, of how strong (or weak) is their disposition to persist, and of how focused (or wandering) is their attention to a thinking or writing task, they can regulate their commitment, disposition, and attention.

Dengan hal yang sama, Facione et al (Haryani, 2012) menyatakan bahwa:

(27)

11

percaya diri, toleransi, dan bertanggung jawab ketika menyampaikan alternatif.

Dari permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan dan didukung

oleh pemaparan para ahli tersebut maka metakognisi penting untuk dikembangkan

pada diri peserta didik agar mereka memiliki kemampuan penalaran matematis.

Karena untuk mendukung proses pembelajaran yang meningkatkan kemampuan

penalaran matematis siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran

matematika yang difokuskan pada kesadaran tentang pengetahuan dan proses

berpikir siswa. Mereka harus memiliki kesadaran bahwa mereka perlu tahu

tentang konsep yang melandasi untuk memecahkan suatu masalah, sadar akan

kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki. Akibatnya dengan kesadaran ini

diharapkan siswa mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis untuk

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Proses penyadaran kemampuan

kognitif ini merupakan upaya secara metakognisi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2014) bahwa:

“Penerapan Pendekatan Metakognisi dapat meningkatkan kemampuan penalaran

matematis siswa”. Hal yang senada juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Bano (2012)bahwa: “Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi dapat

meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis yang lebih baik

dari pada pembelajaran konvensional/biasa”.

Untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan

pembelajaran siswa diperlukan suatu teknik pembelajaran. Teknik bertanya

merupakan salah satu teknik yang cocok dalam pembelajaran pendekatan

metakognisi. Karena dalam proses belajar mengajar bertanya memegang peranan

(28)

12

partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, membangkitkan minat dan rasa

ingin tahu siswa terhadap suatu masalah, mengembangkan pola berpikir dan cara

belajar aktif siswa, menuntun proses berpikir siswa, dan memusatkan perhatian

siswa terhadap masalah yang sedang dibahas (Marno dan Idris, 2008). Teknik

probing dan prompting merupakan salah satu teknik bertanya yang efektif dalam

menuntun dan menggali proses berpikir siswa sehingga siswa dapat menemukan

sendiri pengetahuan yang ingin dicapai.

Suyatno (2009:63) mengemukakan bahwa:

Teknik pembelajaran probing dan prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada siswa akan membuat siswa berpikir lebih rasional tentang pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya, dan mengaitkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehingga timbul pengetahuan baru.

Menurut Mutmainnah (2013), kelebihan dari teknik pembelajaran probing

dan prompting dalah dapat mendorong keterlibatan siswa, meningkatkan

keberhasilan, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan aman

secara emosional dan dapat mempermudah siswa melakukan akomodasi dan

membangun pengetahuanya sendiri. Siswa mengkonstruksi sendiri konsep,

prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru.

Dalam penelitian Fauzi (2011) menyatakan bahwa: “Guru dapat bertindak

sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan dengan memberi

pertanyaan-pertanyaan menggiring (prompting questions) atau

(29)

13

kemampuan kognitif yang dimilikinya dan mengaitkan pengetahuan siswa dengan

pengatahuan baru yang sedang dipelajarinya”.

Dengan melihat karakteristik dan kelebihan dari teknik probing dan

prompting, jika dua teknik pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan

metakognisi penulis berharap dapat meningkatkan kemampuan penalaran

matematis siswa. Untuk melihat apakah pendekatan metakognisi berbantuan

teknik probing atau teknik prompting yang lebih baik untuk meningkatkan

kemampuan penalaran matematis siswa, maka penulis perlu untuk meneliti

perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara

pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan

prompting.

Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih

perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang

berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam

kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang

dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah adanya

interaksi dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang pada akhirnya

dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Sebagaimana dikemukakan oleh

Hamalik (2009:179), yang mangatakan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan

perbedaan individu dalam situasi pengajaran. Untuk mencapai tingkat

pertumbuhan dan perekembangan yang diharapkan pada diri siswa, maka guru

harus memperhatikan keadaan individu, seperti: minat, kemampuan, dan

(30)

14

mempunyai kemampuan yang berbeda satu sama lain dalam memahami

matematika.

Oleh karena itu, keputusan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran

dalam suatu proses pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan

kemampuan matematika siswa. Menurut Soekamto (1993:90) bahwa kemampuan

siswa dapat diketahui melalui beberapa cara misalnya dengan mengadakan tes

awal, tes bakat, tes inteligensi, hasil prestasi belajar sebelumnya, prestasi belajar

selama mengikuti program, umpan balik dari siswa, dan sebagainya.

Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal

siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut Ruseffendi (1991)

setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada

yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang

dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi

juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan

belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk

dipertimbangkan artinya pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat

meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.

Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila

pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan,

sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan

lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis.

Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar

pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal

(31)

15

Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

penulis perlu menelaah perbedaan antara teknik pembelajaran probing dan teknik

pembelajaran prompting dalam peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa. Sehingga penelitian ini berjudul “ Perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa antara pembelajaran dengan pendekatan metakognisi

berbantuan teknik probing dan prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka masalah-masalah

yang teridentifikasi antara lain:

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa.

2. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran matematika adalah

respon negatif.

3. Aktivitas aktif siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah.

4. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih

belum bervariasi dan belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian

yang baik.

5. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika belum

sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan.

6. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing

dan prompting belum diterapkan.

(32)

16

1.3. Batasan Masalah

Melihat banyaknya permasalahan dalam pembelajaran matematika, agar

penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis membatasi masalah

sebagai berikut:

1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa.

2. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran matematika adalah

respon negatif.

3. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih

belum bervariasi dan belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian

yang baik.

4. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing

dan prompting belum diterapkan.

5. Kurangnya perhatian guru terhadap kemampuan awal siswa

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan di atas, maka masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis

antara siswa yang diajar melalui pendekatan metakognisi berbantuan

teknik probing dan siswa yang diajar berbantuan teknik prompting?

2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

kemampaun awal siswa (KAM) terhadap peeningkatan kemampuan

(33)

17

3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal

penalaran matematis setelah memperoleh pembelajaran dengan

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting?

4. Bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan pendekatan

metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting?

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi

tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

1. Menelaah apakah terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan metakognisi

berbantuan teknik probing dan yang diajar berbantuan teknik prompting.

2. Menelaah apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan

kemampaun awal siswa (KAM) terhadap peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa

3. Mendeskripsikan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal

penalaran matematis setelah memperoleh pembelajaran dengan

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting.

4. Medeskripsikan respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang

menyeluruh baik terhadap peneliti, siswa, institusi pendidikan dan pengembangan

(34)

18

1. Bagi peneliti, melatih kemampuan melaksanakan penelitian serta

memperluas pemahaman peneliti tentang pendekatan dan teknik-teknik

pembelajaran dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.

2. Bagi siswa, dengan pendekatan dan teknik pembelajaran yang dilakukan

dalam penelitian ini diharapkan siswa lebih terbantu untuk menumbuh

kembangkan kemampuan penalaran matematis di kalangan siswa.

3. Bagi Institusi pendidikan, menjadi bahan masukan bagi guru-guru

matematika agar lebih memperhatikan sistem pengajaran sehingga

menimbulkan interaksi dan respon positif di kelas.

4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat dijadikan

bukti empiris yang dapat mendukung kajian secara teoritis manakah di

antara teknik probing atau teknik prompting dengan pendekatan

(35)

165

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan temuan peneliti dari lapangan tentang

perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara yang

diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan

prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka, diperoleh beberapa kesimpulan yang

merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah,

diantaranya:

1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

antara yang diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik

probing dan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting. Hal ini

terlihat dari hasil analisis Anava dua jalur dimana diperoleh nilai nilai F0 pada

pendekatan pembelajaran (PMTB dan PMTT) sebesar 12,958 dengan nilai

signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Rata- rata gain

kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar dengan pendekatan

metakognisi berbantuan teknik probing adalah 0,643 sedangkan pada kelas

dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting adalah 0,757.

2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampaun awal

siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran

matematis siswa. Hal ini diartikan bahwa interaksi antara pendekatan

pembelajaran (pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting)

dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah) siswa tidak

(36)

166

kemampuan penalaran matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan

penalaran matematis siswa disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang

digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.

3. Proses jawaban siswa pada kemampuan penalaran matematis siswa melalui

pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting

lebih baik dibanding dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing.

Hal ini dapat dilihat dari empat indikator kemampuan penalaran, tiga indikator

proses jawaban siswa dengan kategori baik lebih dominan pada kelas

eksperimen 2 yang diberi pembelajaran dengan pendekatan metakognisi

berbantuan teknik prompting, sedangkan pada kelas eksperimen 1 yang diberi

pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing hanya

1 indikator dengan kategori baik yang menonjol.

4. Dari hasil angket siswa menunjukkan bahwa respon terhadap pembelajaran

dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting lebih baik

daripada respon terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognisi

berbantuan teknik probing. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata skor respon

siswa pada pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan prompting

adalah 75% sedangkan persentase rata-rata skor respon siswa pada

pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing adalah 72%.

5.2. IMPLIKASI

Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan penalaran matematis

siswa melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting di

SMP Negeri 4 Sei Suka Kabupaten Batu bara. Oleh karena itu, beberapa implikasi

(37)

167

1. Pembelajaran melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan

prompting dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran

matematis siswa, baik siswa yang memiliki kemampuan awal matematika

tinggi, sedang maupun rendah, walaupun demikian pembelajaran melalui

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting memberikan

keuntungan yang lebih besar pada siwa dengan kemampuan awal matematika

tinggi.

2. Pembelajaran melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan

prompting dapat diterapkan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam

pembelajaran matematika agar menjadi lebih aktif,

5.3. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan pembelajaran

dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing dan prompting,

memberikan beberapa hal untuk perbaikan kedepannya. Untuk itu peneliti

menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil

penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Guru

a. Untuk memperhatikan kemampuan penalaran matematis siswa khususnya

pada materi persamaan garis lurus, umumnya materi-materi yang lain.

b. Berdasarkan hasil penelitian peneliti, pada materi persamaan garis lurus,

teknik prompting lebih cocok diterapkan daripada teknik probing.

c. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing

(38)

168

meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dan mendapat

respon positif yang kuat.

d. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori

pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif), dan dapat

menerapkannya dalam pembelajaran.

e. Dalam setiap pembelajaran guru harus mampu memilih dan

memadukan berbagai model pembelajaran serta menyesuaikan

dengan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.

2. Kepada Lembaga terkait

a. Pembelajaran melalui pendekatan pendekatan metakognisi berbantuan

teknik probing dan prompting dengan menekankan kemampuan penalaran

matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya

perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan

dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya

meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

b. Pembelajaran melalui pendekatan pendekatan metakognisi berbantuan

teknik probing dan prompting dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi

persamaan garis lurus sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah

untuk dikembangkan sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang

efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.

3. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian mengenai

(39)

169

memuat semua atau beberapa indikator kemampuan penalaran matematis

siswa.

b. Untuk penelitian lebih lanjut, hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi

dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematik yang lain

yaitu kemampuan pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan

representasi matematik secara lebih terperinci dan melakukan penelitian di

tingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.

c. Hasil penelitian atas tiap kelompok kategori KAM siswa menunjukkan

pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing cocok digunakan di

sekolah yang siswanya berkemampuan level tinggi dan sedang. Sebaliknya

tidak sesuai untuk sekolah yang siswanya berkemampuan level rendah.

Sedangkan dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting

(40)

170

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, V. 2014. Penerapan Strategi Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan

Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang. Jurnal

Pendidikan Matematika UNP. Vol. 3 No. 1 Part 2: 2014.

Asmin. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan

Modern, Medan: Larispa Indonesia.

Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Primaikasi.

Bano, E. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa

SMA Melalui Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph. Bandung: Pps UPI.

Ciftci, H. D. 2013. The Effect of Using Simultaneous Prompting to Teach Opposite

Concepts to Intellectually Disabled Children. International Journal of Human

Sciences. Vol.10. Issue.2. 2013.

Copi, I.M. 2001. Logic and Language. USA: Printed in the United States of America.

Dahar. R .W. 2011.Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga

Darmawan. 2013. Implementasi Model TPS dengan Probing Prompting Berbantuan CD

Pembelajaran Pada Dimensi Tiga. Jurnal Kreano.Vol. 4 No. 1: 2013

Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Djamarah, S.B, & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Fakultas Pascasarjana. 2014. Pedoman Pembimbing Tesis : PPS Unimed.

Fauzi. A. 2011. Peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar

siswa dengan pendekatan pembelajaran metakognitif di sekolah menengah pertama. Bandung: Pps UPI.

Fisher, D.2013. Penggunaan Model Core Melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif

dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP. Other thesis, UNPAS.

Hahkioniemi, M. 2013. Probing Student Explanation. Proceedings of the 37th Conference

of the International. Vol.2,401-408:2013.

Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika

Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Bandung : Pps UPI.

Hasratuddin. 2015.Mengapa Harus Belajar Matematika?.Medan:Perdana Publishing.

Hidayat, M. 2014. Peninggkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kecerdasan

Emosional Siswa MTsN Medan Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal

(41)

171

Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hutajulu, M. 2014. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah

Atas. Prosiding Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol.2:2014.

Jayapraba, G. 2013. Metacognitive Instruction and Cooperative Learning- Strategies for

Promoting Insightful Learning in Science. International Journal on New Trends

in Education and Their Implications. Vol. 4 Issue: 1: 2013.

Kadir. 2013. Statistika Terapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Kerlinger, Frend. 2000. Azas-azas Penelitian Behavoiral. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press.

Kurniasari, Y. 2012. Penerapan Teknik Pembelajaran Probing Prompting untuk

Mengetahui Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 7 G Di SMP N 1 Rejoso.Semarang:Pps Unesa.

Marlina. 2014. Peninggkatan Kemampuan Komunikasi dan Motivasi Belajar Siswa

Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal pendidikan

matematika,Paradigma. Vol.7,No.3.2014.

Mayasari, Y. dkk. 2014. Penerapan Teknik probing-prompting dalam Pembelajaran

Matematika Siswa Kelas VIII MTSN Lubuk Buaya Padang. Jurnal Pendidikan

Matematika UNP. Vol.3.No.1.2014.

McKay , A. 2014. Comparison of Prompting Hierarchies on the Acquisition of Leisure and

Vocational Skills. Behavior Analysis in Practice.ISSN 1998-1929,Vol.7 No. 2,

91-102: 2014.

Mirna. 2014. Penerapan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Matematika

Siswa Kelas VIII MTSN Lubuk Buaya Padang. Jurnal pendidikan matematika

Part 2. Vol.3 No.1,2014: 56-61.

Murti. 2011. Metakognisi Dan Theory Of Mind (ToM). Jurnal Psikologi Pitutur.Vol.1

No.2: 2011.

National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Evaluation Standard

for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.

Pratiwi. 2014. Penerapan Strategi Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan

Kemampuan Heuristik dalam Penalaran Matematis dan Self-Efficacy Matematis Siswa SMP. Bandung: Pps UPI.

Polya. 1973. How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University

Press.

Riyanto, Y. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Ruseffendi. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya.

Bandung : Tarsito.

(42)

172

Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi

Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Pps UPI.

Saragih, S. & Habeahan, W.L. 2014. The Improving of Problem Solving Ability and

Students’ Creativity Mathematical by Using Problem Based Learning in SMP

Negeri 2 Siantar. Journal of Education and Practice. 5(35): 123.

Setiadi, Agung. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematis

Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pendekatan Probing-Prompting. Bandung: Pps UPI.

Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta:

Depdiknas.

Shannon, V.S.& College, W.S. 2008. Using Metacognitive Strategies and Learning Styles to Create Self-Directed Learners. Institute for Learning Styles Journal . Vol. 1. 2008.

Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media.

Sudjana. N. 2009. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alphabeta.

Sumarno, U. 2005. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum

Tahun 2002 Sekolah menengah. Hand Out perkuliahan. Bandung: Pps UPI.

Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.

Tim MKPMB Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika

Kontemporer. Bandung: JICA.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif konsep, landasan, dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana.

Ulya, M, dkk. 2012. Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Tipe Probing-Prompting

dengan Penilaian Produk. Unes Journal of Mathematics Education. Vol.1.2012.

Veenman, M. 2006. Metacognition and Learning: Conceptual and Methodological.

Theoretical Article:Metacognition Learning . Vol.1: 2006.

Walle, J.A. 2008. Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah

Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Yılmaz, I. 2010. Effects of Most to Least Prompting on Teaching Simple Progression

Swimming Skill for Children with Autism. Education and Training in Autism and

Gambar

Gambar 4.36. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori cukup aspek
Tabel 1.1 Rata – rata persentase capaian dalam TIMMS
Gambar 1.1 : Pola jawaban siswa
Gambar 1.1 terlihat bahwa siswa tidak mampu mengajukan dugaan atau pola

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. © Asep Nurudin 2014

The aim of this study was todetermine whether there is association between 25(OH)Dwith bone health parameter differ by body weight and also its association

Bagi meningkatkan pencapaian subjek Sains dan Matematik agar setanding dengan negara lain, setiap pelaksanaan program pendidikan negara perlu diperhalus.. Selain

Mahasuci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka” (QS. Al -Imran: 190- 191) Mengutip ayat dalam Surat Ali-Imran, Allah SWT menciptakan seluruh alam semesta

Menurut Kunti Aprilia Risanti (2012) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Pengaruh Motivasi Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah Air Minum

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Hubungan Curah Hujan, Hari Hujan dan Umur Tanaman Terhadap Produksi Tanaman Kelapa Sawit. Menurut penelitian Manalu (2008) Di Kebun Kelapa Sawit

Dari hasil perhitungan didapat persamaan regresi bergandanya : y = 153,45 + 31,9x1 + 76,4x2 ini berarti, jika perusahaan tidak mengeluarkan biaya untuk promosi maka hasil penjualan