i
ABSTRAK
NADRAN HAMDANI SIREGAR. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis antara Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing dan Prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan peningkatan kemampuan Penalaran matematis siswa antara yang diajar melalui pendekatan metakognisi
berbantuan teknik probing dan prompting; interaksi antara pendekatan
pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, rendah) siswa terhadap kemampuan Penalaran matematis; proses jawaban soal kemampuan Penalaran matematis siswa pada masing-masing pembelajaran, serta respon siswa terhadap pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini
merupakan jenis penelitian quasi eksperiment. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa SMP Negeri 4 Sei Suka pada kelas VII yang terdiri dari 6 kelas parallel dan terpilih secara acak dua kelas. Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari tes kemampuan Penalaran matematis dan angket respon siswa. Instrumen tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0,819 untuk tes kemampuan Penalaran matematis. Analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalur dan analisis deskriptif proses jawaban matematika dan respon siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara yang diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan
teknik probing dan yang diajar dengan pendekatan teknik prompting; (2)
Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa; (3) Proses jawaban siswa pada kemampuan penalaran
matematis siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan metakognisi
berbantuan teknik prompting lebih baik dibanding dengan pendekatan
metakognisi berbantuan teknik probing; dan (4) respon positif terhadap
pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting lebih
kuat daripada respon positif terhadap pembelajaran dengan pendekatan
metakognisi berbantuan teknik probing.
Kata Kunci: Kemampuan Penalaran Matematis, pendekatan metakognisi
berbantuan teknik probing, pendekatan metakognisi berbantuan
ii
ABSTRACT
NADRAN HAMDANI SIREGAR. The Difference Between Mathematical
Reasoning Skills Improvement By Learning with Metacognitive Approach aided Probing and Prompting Techniques in SMP Negeri 4 Sei Suka. Thesis. Medan: Mathematics Education Graduate Study Program Medan State University, 2016.
This study aimed to analyze the differences in students' mathematical reasoning skills improvement taught by metacognition approach aided probing and prompting techniques; interaction between the learning approach with prior
knowledge of students’ mathematics (high, medium, low) to the mathematical
reasoning skills; the answers process to students’ the mathematical reasoning
skills in each learning, as well as the students' response to the individual learning. This study is a quasi experimental research. The population in this study are all students of SMP Negeri 4 Sei Suka in the seventh grade consists of six parallel classes and randomly selected two classes. The research instrument consisted of both mathematical reasoning ability test and student questionnaire responses. The instrument has been declared eligible the content validity, and reliability coefficient of 0.819 for tests of mathematical reasoning skills. The data analysis used was ANOVA two ways and a descriptive analysis of the answers to math and student response. The results showed that (1) There are differences in students' mathematical reasoning skills improvement which are taught by metacognition approach aided probing techniques and the students taught by prompting technical approach; (2) There is no interaction between learning approach and the initial ability of students (high, medium, and low) to increase students' mathematical reasoning skills; (3) The process of students’ answers on students' mathematical reasoning skills through learning with metacognition approach aided prompting techniques is better than metacognition approach aided probing techniques; and (4) The positive response to the learning with metacognition approach aided prompting techniques is stronger than the positive response to the learning with the approach of metacognition aided probing techniques.
.
Keywords: Mathematical Reasoning Skills, Metacognition approach aided probing techniques, Metacognition approach aided prompting
iii
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, Puji Syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini dengan judul “Perbedaan Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematis antara Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi
Berbantuan Teknik Probing dan Prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka”.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW
sebagai pembawa risalah ummat beserta para keluarga dan para sahabatnya yang
telah membawa kita ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus
dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dengan keikhlasan dan ketulusan baik langsung maupun tidak
langsung sampai terselesainya tesis ini. Semoga Allah Swt memberikan balasan
yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khususnya
penulis sampaikan kepada:
1. Kedua dosen pembimbing, Dr.Kms.Muhammad Amin Fauzi, M.Pd, sebagai
Dosen Pembimbing I dan Prof. Dr. Sahat Saragih, M.Pd, sebagai Dosen
Pembimbing II yang telah meluangkan waktu di sela-sela kesibukan untuk
memberikan bimbingan, arahan dan saran-saran yang sangat berarti bagi
penulis.
2. Ketiga dosen narasumber, Prof.Dr.Edi Syahputra,M.Pd, Dr.Elvis
Napitupulu,MS, dan Dr.Izwita Dewi,M.Pd yang telah memberi saran dan
masukan dalam penulisan tesis ini.
3. Pengurus prodi pendidikan matematika, Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd
sebagai ketua prodi, Bapak Dr. Mulyono, M.Si sebagai sekretaris prodi, dan
Bapak Dapot Tua Manullang, M.Si sebagai staf prodi.
4. Direktur Program Pascasarjana UNIMED, Prof. Dr. Bornok Sinaga, MPd
beserta staf dan jajarannya;
5. Kedua orangtua, Ayahanda Yusli Suhardi Siregar dan Ibunda Besti Marbun
iv
memberikan doa dan dukungan dalam segala hal, semua keluarga besar yang
tidak dapat disebutkan namanya satu persatu;
6. Teristimewa kepada istri tercinta Siti Zakia,S.Pd yang telah memberikan
dukungan dan menjadi penyemangat penulis dari awal hingga akhir
perkuliahan dan terselesaikannya tesis ini;
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana
UNIMED yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga selama
perkuliahan;
8. Seluruh teman-teman seperjuangan prodi DIKMAT kelas B-1 Eksekutif;
9. Bapak Drs.Frans H Rajagukguk,M.Si selaku Kepala SMP Negeri 4 Sei Suka
beserta staf dan para guru.
10. Saudara/I yang selalu memberikan dukungan dan semangat yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga tesis ini
nantinya dapat memberikan masukan dan manfaat bagi para pembaca, dan dapat
memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut. Amin.
Medan, 29 Juli 2016
v
2.2. Pendekatan Metakognisi ... 27
2.3. Teknik Probing ... 32
2.4. Teknik Prompting ... 34
2.5. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Probing dan Prompting ... 35
2.6. Perbedaan Pembelajaran Menggunakan Teknik Probing dan Prompting . 36 2.7. Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 39
2.8. Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Prompting ... 40
2.9. Hubungan Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing dan Prompting Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 41
2.10. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 43
2.11. Proses Jawaban Siswa ... 44
2.12. Respon Siswa ... 45
2.13. Teori Belajar yang Mendukung Pembelajaran ... 46
2.14. Penelitian yang Relevan ... 52
2.15. Kerangka Konseptual ... 54
vi
3.7.1 Tes Kemampuan Awal Matematika ... 67
3.7.2 Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 68
3.7.3 Proses Jawaban Siswa ... 69
3.7.4 Angket Respon Siswa ... 71
3.7.5 Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 72
3.8 Uji Coba Instrumen Penelitian ... 73
3.11. Jadwal dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 83
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 85
4.1.1 Hasil Uji Coba Perangkat Pembelajaran dan Inatrumen Penelitian . 86
4.1.2 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika (KAM) ... 88
4.1.3 Deskripsi Kemampuan Penalaran Matematis ... 94
4.1.4 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran Kemampuan Awal Matematika ... 100
4.1.5 Analisis Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis BerdasarkanFaktor Pendekatan Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika ... 107
4.1.6 Deskripsi Proses Jawaban Matematika Siswa Pada Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 121
4.1.7 Analisis Deskriptif Proses Jawaban Matematika Siswa ... 140
4.1.8 Deskripsi Angket Respon Siswa ... 144
4.1.9 Deskripsi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran ... 146
4.2 Temuan Penelitian ... 149
4.2.1 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 150
vii
4.2.3 Temuan Lainnya ... 153
4.3 Pembahasan ... 154
4.3.1 Faktor Pembelajaran ... 154
4.3.2 Faktor Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 156
4.3.3 Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 157
4.3.4 Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan Kemampuan Awal Matematika Siswa Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 158
4.3.5 Proses Jawaban Matematika Siswa ... 161
4.3.6 Respon Siswa Tehadap Pembelajaran ... 162
4.3.7 Keterbatasan Penelitian ... 162
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 165
5.2 Implikasi ... 166
5.3 Saran ... 167
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Rata-rata Persentase Capaian dalam TIMSS ... 4
Tabel 2.1 Perbedaan Paedagogik Pembelajaran menggunakan Teknik Probing dan Teknik Prompting... 37
Tabel 3.1 Keterkaitan Antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 63
Tabel 3.2 Rancangan Penelitian ... 64
Tabel 3.3 Kriteria Pengelompokn Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 68
Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis ... 69
Tabel 3.5 Kriteria Proses Jawaban Kemampuan Penalaran Matematis ... 70
Tabel 3.6 Interpretasi Respon Siswa ... 71
Tabel 3.7 Kisi-kisi Lembar Observasi Aktivitas Guru ... 72
Tabel 3.8 Daftar Validator ... 74
Tabel 3.9 Interpretasi Validitas ... 75
Tabel 3.10 Interpretasi Reliabilitas ... 76
Tabel 3.11 Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis Statistik, Data dan Uji Statistik ... 77
Tabel 3.12 Kriteria Indeks Gain ... 79
Tabel 3.13 Jadwal Pelaksanaan Penelitian SMP Negeri 4 Sei Suka ... 83
Tabel 3.14 Rincian Kegiatan Pelaksanaan Penelitian dan Penulisan Tesis ... 84
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran ... 86
Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Penilaian Validator Terhadap Instrumen Penelitian Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 87
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 88
Tabel 4.4 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika Siswa Berdasarkan Pembelajaran ... 89
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Uji Normalitas KAM Siswa (SPSS 22) ... 90
Tabel 4.6 Hasil Uji Hipotesis dari Normalitas KAM Siswa ... 92
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas KAM Siswa (SPSS22) ... 92
Tabel 4.8 Sebaran Sampel Penelitian ... 93
Tabel 4.9 Deskripsi Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 94
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Uji Normalitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 96
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ... 97
Tabel 4.12 Deskripsi Postes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran... 98
ix
Penalaran Matematis Siswa ... 100
Tabel 4.15 Deskripsi N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Kedua
Kelompok Pembelajaran untuk Kategori KAM ... 101 Tabel 4.16 Data Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis untuk
Setiap Indikator ... 104
Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Uji Normalitas N-Gain Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa ... 106
Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa ... 107
Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan
Penalaran Matematis ... 108
Tabel 4.20 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Pada Indikator Mengajukan Dugaan... 111
Tabel 4.21 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Pada Indikator Melakukan Manipulasi Matematika ... 113
Tabel 4.22 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis Pada Indikator Menarik Kesimpulan dan Memberikan
Alasan atau Bukti Terhadap Kebenaran Solusi ... 115
Tabel 4.23 Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan Penalaran
Matematis pada Indikator Menemukan Pola atau Sifat dari
Gejala Matematis untuk Membuat Generalisasi ... 117
Tabel 4.24 Rangkuman Hasil Uji ANAVA Dua Jalur N-Gain Kemampuan
Penalaran Matematis pada Tiap Indikator ... 117 Tabel 4.25 Rangkuman Hasil Hipotesis Penelitian Kemampuan
Penalaran Matematika ... 121 Tabel 4.26 Kriteria Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes Kemampuan
Penalaran Matematis Kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 ... 139 Tabel 4.27 Perolehan Skor Butir Soal Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran
dan KAM ... 141 Tabel 4.28 Hasil angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting .. 145
Tabel 4.29 Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Melalui Pendekatan Metakognisi Berbantuan Teknik Probing ... 147
Tabel 4.30 Hasil Observasi Aktivitas Guru dalam Pelaksanaan Pembelajaran
x
Gambar 4.4. Diagram Rerata N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan Faktor Pendekatan Pembelajaran dan Kategori KAM... 102
Gambar 4.5. Diagram Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis untuk Setiap Indikator ... 105
Gambar 4.6. Interaksi Antara Pendekatan Pembelajaran dengan KAM Terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa... 120
Gambar 4.7. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori baik aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 122
Gambar 4.8. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori baik aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 123
Gambar 4.9. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori cukup aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 123
Gambar 4.10. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori cukup aspek mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 123
Gambar 4.11. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori kurang baik mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 124
Gambar 4.12. Contoh proses jawaban siswa butir soal 1 kategori kurang baik mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 124
Gambar 4.13. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 1 ... 125
Gambar 4.14. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 2 ... 125
Gambar 4.15. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 1 ... 126
Gambar 4.16. Contoh proses jawaban siswa butir soal 2 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi pada kelas eksperimen 2 ... 126
Gambar 4.17. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori baik aspek melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 1 ... 127
xi
Gambar 4.19. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori cukup aspek
melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 1 ... 128
Gambar 4.20. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori cukup aspek
melakukan manipulasi matematika di kelas eksperimen 2 ... 128
Gambar 4.21. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori kurang baik aspek melakukan manipulasi matematika di kelas
eksperimen 1 ... 129 Gambar 4.22. Contoh proses jawaban siswa butir soal 3 kategori kurang baik
aspek melakukan manipulasi matematika di kelas
eksperimen 2 ... 129 Gambar 4.23. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori baik aspek
Menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 130 Gambar 4.24. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori baik aspek
menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2... 130 Gambar 4.25. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori cukup aspek
menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 131 Gambar 4.26. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori cukup aspek
menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2 ... 131 Gambar 4.27. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori kurang baik
aspek menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 1 ... 132 Gambar 4.28. Contoh proses jawaban siswa butir soal 4 kategori kurang baik
aspek menarik kesimpulan dan memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi di kelas eksperimen 2 ... 132 Gambar 4.29. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori baik aspek
mengajukan dugaan di eksperimen 1 ... 133 Gambar 4.30. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori baik aspek
mengajukan dugaan di eksperimen 2 ... 133 Gambar 4.31. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori cukup aspek
mengajukan dugaan di kelas eksperimen 1 ... 134 Gambar 4.32. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori cukup aspek
mengajukan dugaan di kelas eksperimen 2 ... 134 Gambar 4.33. Contoh proses jawaban siswa butir soal 5 kategori kurang baik
aspek mengajukan beberapa dugaan kelas eksperimen 1 ... 135
Gambar 4.34. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori baik aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 136 Gambar 4.35. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori baik aspek
menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
xii
Gambar 4.36. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori cukup aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 137 Gambar 4.37. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori cukup
aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi kelas eksperimen 2 ... 137 Gambar 4.38. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori kurang baik
aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi kelas eksperimen 1 ... 138 Gambar 4.39. Contoh proses jawaban siswa butir soal 6 kategori kurang baik
aspek menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Tujuan utama diselenggarakan proses belajar adalah berhasilnya siswa
dalam belajar, baik pada suatu mata pelajaran tertentu maupun pendidikan pada
umumnya. Berbagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa, mulai dari
penyempurnaan kurikulum, penyesuaian materi pelajaran, dan metode
pembelajaran terus dilakukan sehingga benar-benar tercipta sebuah terobosan
pembelajaran yang cocok dengan kondisi siswa di lapangan.
Salah satu upaya tersebut adalah dengan pemberlakuan Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompentensi sehingga
pengembangannya diarahkan pada pencapaian kompentensi yang dirumuskan dari
standar kompentensi lulusan (SKL). Berkaitan dengan pemberlakuan kurikulum
2013 saat ini khususnya dalam pelajaran matematika maka diharapkan peserta
didik memiliki kemampuan kompentensi inti yaitu bidang sikap, pengetahuan dan
keterampilan.
Kemampuan yang diharapkan tersebut tertuang dalam tujuan Kurikulum
2013 dalam bentuk tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep
matematika, (2) Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah,
(3) Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik
dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponen yang ada dalam
pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (4)
2
matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap
menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, (6) Memiliki sikap dan
perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya,
(7) Melakukan kegiatan–kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan
matematika. Berdasarkan pada pentingnya dan tujuan pembelajaran matematika,
diharapkan proses pembelajaran matematika mampu mendorong berkembangnya
pemahaman dan penghayatan siswa terhadap prinsip, nilai, dan proses
matematika. Hal ini akan membuka jalan bagi tumbuhnya daya nalar, berpikir
logis, sistematik, kritis, dan kreatif, bahkan siswa senang mempelajari
matematika.
Namun, masalah serius dalam prestasi akademik peserta didik di Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan. Khususnya dalam pembelajaran matematika,
siswa memandang matematika sebagai mata pelajaran yang sulit. Menurut Saragih
& Habeahan (2014:123) bahwa: “This happens because of the mathematics
presented in a form that is less appealing and seems difficult for students to learn;
as a result students often feel bored and do not respond well lesson”. Inti dari
pernyataan tersebut bahwa dalam pembelajaran matematika disajikan dalam
bentuk minim aplikasi dan sulit untuk dipelajari sehingga siswa merasa bosan dan
tidak memberi respon positif. Hal yang senada juga dinyatakan Asrori (2008: 214)
bahwa “Pelajaran matematika seringkali sulit dirasakan oleh siswa sehingga
cenderung tidak disenangi anak. Bahkan tidak jarang anak memandang
matematika sebagai momok yang menakutkan, meskipun ada sebagian siswa
3
saja ada siswa yang menganggap matematika itu ibarat “monster” yang
menakutkan. Akibatnya tidak sedikit siswa yang malas untuk mempelajari
matematika dan akhirnya menjadikan siswa mengalami kesulitan belajar
matematika.
National Council of Teacher Mathematics (2000), menetapkan ada lima
standar proses yang harus dikuasai siswa melalui pembelajaran matematika,
yaitu: pemecahan masalah, penalaran, koneksi, komunikasi dan representasi.
Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa salah satu kompetensi yang diharapkan
muncul sebagai dampak dari pembelajaran matematika dan memberi peran yang
besar dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal yaitu kemampuan
penalaran. Kemampuan penalaran matematis merupakan kemampuan untuk
menarik kesimpulan berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Siswa yang
mempunyai kemampuan penalaran matematis yang baik adalah siswa yang
mempunyai kemampuan mengajukan dugaan, dapat melakukan manipulasi
matematika, dapat menarik kesimpulan, menyusun bukti dengan memberikan
alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi dan menemukan pola atau sifat dari
gejala matematis untuk membuat generalisasi. Depdiknas (Shadiq,2004)
menyatakan bahwa materi matematika dan penalaran matematis merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui
penalaran dan penalaran di pahami dan dilatihkan melalui belajar materi
matematika. Dengan kata lain, belajar matematika tidak terlepas dari aktivitas
bernalar.
Namun dalam proses pembelajaran matematika di sekolah belum
4
bernalar siswa tidak sesuai dengan jenjang pendidikan yang seharusnya.
Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa akan mempengaruhi hasil
belajar siswa, yang berdampak pula terhadap rendahnya prestasi belajar siswa di
sekolah. Hal ini juga terlihat dari capaian rata-rata peserta didik Indonesia pada
TIMSS 2011 yang berada pada level rendah. Rendahnya capaian rata – rata
peserta Indonesia pada TIMSS 2011 dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1.1 Rata – rata persentase capaian dalam TIMMS
Negara Bilangan Aljabar Geometri dan Pengukuran
Data dan
Peluang Knowing Applyinug Reasoning
Singapura 77 (0.9) 72 (1.1) 71 (1.0) 72 (0.9) 82 (0.8) 73 (1.0) 62 (1.1)
Korea Ref. 77 (0.5) 71(0.7) 71 (0.6) 75(0.5) 80 (0.5) 73 (0.6) 65 (0.6)
Jepang 63 (0.7) 60 (0.7) 67 (0.7) 68 (0.6) 70 (0.6) 64 (0.6) 56 (0.7)
Malaysia 39 (1.3) 28 (0.9) 33 (1.1) 38 (0.9) 44(1.2) 33 (1.0) 23 (0.9)
Thailand 33 (1.0) 27 (0.9) 29 (0.9) 38 (0.8) 38 (1.0) 30 (0.8) 22 (0.8)
Indonesia 24 (0.7) 22 (0.5) 24 (0.6) 29 (0.7) 37 (0.7) 23 (0.6) 17 (0.4)
Rata-rata
Internasional 43 (0.1) 37 (0.1) 39 (0.1) 45 (0.1) 49 (0.1) 39 (0.1) 30 (0.1) Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, 2011
Dari tabel di atas terlihat bahwa kemampuan rata-rata peserta didik
Indonesia pada tiap domain masih jauh di bawah negara tetangga yaitu Malaysia,
Thailand dan Singapura. Rata-rata persentase yang paling rendah yang dicapai
oleh peserta didik Indonesia adalah pada domain kognitif pada level penalaran
(reasoning) yaitu 17%. Jadi, rendahnya kemampuan matematika peserta didik
5
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di kelas VIII SMP Negeri 4
Sei Suka menunjukkan bahwa siswa belum mampu menggunakan penalarannya
dengan baik. Rendahnya kemampuan penalaran siswa dapat dilihat pada salah
satu soal yang diberikan sebagai berikut : “Bu Lia mempunyai selembar plastik
untuk sampul buku. Bu Lia bermaksud untuk membaginya kepada dua orang
anaknya secara merata. Plastik tersebut berukuran panjang 14 cm lebih panjang
dari dua kali lebarnya. Luas plastik tersebut 816 cm2
. Berapa ukuran plastik yang
didapat setiap anak ?”. Adapun pola jawaban siswa dalam menyelesaikan soal
yang diajukan tersebut dapat dilihat dari gambar berikut :
Gambar 1.1 : Pola jawaban siswa
Dari jawaban soal siswa tersebut pada gambar 1.1 terlihat bahwa kemampuan
penalaran siswa masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari 30 siswa
hanya 13% (4 orang) yang menjawab benar dan lengkap. Berdasarkan indikator
kemampuan penalaran, 27% (8 orang) dapat mengajukan dugaan, 33% (10 orang)
6
kesimpulan dan memberikan alasan terhadap beberapa solusi dan 20% (6 orang)
dapat menemukan pola persamaan yang diminta soal. Hal ini terlihat dari jawaban
siswa yang membuat panjang =10+2 dan lebar =10+2 sebagai bentuk kalimat
matematika dari penambahan panjang dan lebarnya dengan ketentuan
penambahan panjang sama dengan penambahan lebarnya ditambah 2 meter. Dari
Gambar 1.1 terlihat bahwa siswa tidak mampu mengajukan dugaan atau pola
persamaan yang diminta soal yang terlihat dari jawaban siswa membuat hubungan
keliling dengan sisinya yaitu � = 86 − 4 = 4 − 4 + �. Lalu siswa juga tidak
mampu memberikan alasan terhadap solusi terlihat dari jawaban siswa 86 = x
menjadi 862 = �, kemudian siswa juga tidak mampu menarik kesimpulan yang
terlihat dari siswa menuliskan ukuran plastik 43 cm2, seharusnya siswa
menuliskan plastik memiliki ukuran dengan panjang dan lebarnya bukan luasnya.
Kemudian diberikan soal lain untuk melihat kemampuan penalaran siswa,
dengan karakteristik soal yaitu meminta siswa untuk menarik kesimpulan,
menyusun bukti, dan memberikan alasan terhadap kebenaran jawaban sebagai
berikut: Misalkan a, m dan n adalah tiga buah bilangan bulat positif. Dari kedua
pernyataan berikut, pernyataan manakah yang benar ? Tuliskan alasanmu !
a. � × � = � +
b. � × � = �
Berikut adalah salah satu jawaban siswa :
Pernyataan yang benar b. (a)m.(a)n=(a)m x n
karena kalau 2 bilangan dikalikan, maka pangkatnya juga dikalikan
7
Terlihat dari jawaban di atas, siswa keliru dalam menggunakan rumus perkalian
bilangan bulat berpangkat yaitu � × � = � + siswa menjawab “karena
kalau bilangannya dikalikan, maka pangkatnya juga dikalikan”. Seharusnya untuk
meyakinkan apakah jawabannya sudah tepat atau belum, siswa masih dapat
bernalar dengan mengambil contoh-contoh yang induktif dan menjabarkan
perkaliannya, misalnya :
42. 42 =(4.4).(4.4.4) = 4.4.4.4.4 = (4)5= (4)2+3
(5)2.(5)3= (5.5).(5.5.5 ) = 5.5.5.5.5 = (5)5= (5)2+3
Sehingga dapat disimpulkan bahwa : � × � = � + .
Namun siswa tidak melakukan penalaran ini, dan hanya mengandalkan
ingatannya untuk menjawab, sehingga kekeliruan terjadi dalam menjawab soal
tersebut. Soal tersebut dapat diselesaikan, diharapkan siswa dapat menggunakan
kemampuan penalarannya untuk menemukan penyelesaian dari soal tersebut
dengan cara mengaitkan materi yang telah dipelajari, tapi tidak seperti yang
diharapkan. Hal tersebut menggambarkan kemampuan penalaran siswa sangat
rendah karena siswa tidak dapat menggunakan kemampuan berpikirnya untuk
menarik kesimpulan dari apa yang telah mereka pelajari.
Rendahnya kemampuan penalaran matematika siswa tidak terlepas dari
peran guru dalam mengelola pembelajaran. Guru cenderung memindahkan
pengetahuan yang dimiliki ke pikiran siswa, mementingkan hasil daripada
proses, mengajarkan secara urut halaman per halaman tanpa membahas
keterkaitan antara konsep – konsep atau masalah. Guru yang dapat
mendemonstrasikan kemampuan matematika tanpa buku di depan siswa, itulah
8
matematika yang diberikannya dan siswa yang dapat “mengkopi” dan menguasai
dengan baik bagaimana guru menguraikan bahan matematika (mathematical
knowledge), itulah siswa yang dipandang sebagai siswa yang sukses. Pendidikan
kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai
seperangkat fakta-fakta yang harus dihapal.
Berdasarkan hasil observasi terhadap guru matematika SMP Negeri 4 Sei
Suka sebelumnya (Lutaria Sembiring, S.Pd) dimana para siswa cenderung
bersikap negatif terhadap dalam pembelajaran matematika dalam arti siswa
cenderung kurang memperhatikan atau mengikuti kegiatan belajar dan acuh
terhadap aktivitas belajar. Hal ini dikarenakan dalam proses belajar mengajar yang
dilakukan beliau adalah menyampaikan materi dengan metode ceramah, sesekali
bertanya kemudian memberikan contoh soal dilanjutkan dengan memberi soal
latihan dengan rutin. Dengan kata lain proses pembelajaran yang terjadi masih
saja berpusat pada guru. Dengan pembelajaran yang demikian tersebut maka
aktivitas siswa yang terjadi di ruang kelas tidak menunjang siswa memahami
materi dengan baik. Aktivitas siswa yang terjadi masih sangat minim. Masih
banyak siswa yang tidak memperhatikan materi yang diajarkan oleh guru, tidak
mengerjakan latihan soal, memilih diam dalam diskusi, dan memilih untuk
bermain sendiri dengan teman sebangkunya. Ditambah lagi karakteristik
matematika yang bersifat abstrak membuat siswa enggan memperhatikan materi
yang disampaikan.
Menyadari kenyataan di lapangan bahwa kemampuan penalaran siswa masih
tergolong rendah maka betapa pentingnya metode atau pendekatan pembelajaran
9
bahwa “Sebagai seorang guru profesional, maka kita mempunyai tugas untuk
memilih dan menentukan metode apa yang dapat digunakan untuk mempermudah
penyampaian bahan ajar agar dapat diterima dengan mudah oleh siswa”. Untuk
mencapai hasil belajar yang ideal, kemampuan para pendidik teristimewa guru
dalam membimbing murid-muridnya amat dituntut, jika guru dalam keadaan siap
dan memiliki profesional dalam melaksanakan kewajibannya, harapan terciptanya
sumber daya yang berkualitas akan tercapai. Hal ini sesuai dengan pendapat
Asrori (2008:1 5) “Pada aspek inovasi pembelajaran, guru perlu memiliki
keinginan untuk senantiasa mengubah, mengembangkan, meningkatkan gaya
mengajarnya agar mampu menghasilkan model pembelajaran yang sesuai dengan
tuntutan kelasnya”.
Salah satu tugas guru adalah bagaimana menyelenggarakan pembelajaran
efektif yaitu pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan siswa, siswa dapat mengkonstruksi secara maksimal pengetahuan
baru yang dikembangkan dalam pembelajaran. Pembelajaran matematika perlu
didukung oleh metode dan pendekatan yang tepat sesuai perkembangan
intelektual siswa. Penekanan guru pada proses pembelajaran matematika harus
seimbang antara melakukan (doing) dan berpikir (thinking). Guru harus dapat
menumbuhkan kesadaran siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran
sehingga siswa tidak hanya memiliki keterampilan melakukan sesuatu tetapi harus
memahami mengapa aktivitas itu dilakukan dan apa implikasinya. Guru tidak
hanya memberikan penekanan pada pencapaian tujuan kognitif tetapi juga harus
memperhatikan dimensi proses kognitif, khususnya pengetahuan metakognitif dan
10
melibatkan proses dan aktivitas berpikir siswa secara aktif dengan
mengembangkan perilaku metakognitif. Untuk itu diperlukan kreativitas guru
dalam penyampaian materi dengan melaksanakan pembelajaran matematika
dengan pendekatan metakognisi.
Metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang
tidak diketahui. Sedangkan pendekatan metakognisi merujuk kepada cara untuk
meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku
sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya
dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya. Proses berpikir
biasa terjadi ketika aktivitas belajar berlangsung, sehingga kemampuan
metakognisi berkaitan erat dengan aktivitas belajar siswa. Latifah (2010)
menambahkan bahwa:
ketika siswa memilih strategi, memonitor proses belajar, mengoreksi apabila terjadi kesalahan, menganalisis keefektifan dalam belajar dan bahkan merubah kebiasaan serta strategi belajar, itu semua merupakan aktivitas belajar yang memerlukan kemampuan metakognisi. Semakin siswa menyadari proses berpikir mereka ketika belajar, maka mereka akan semakin bisa mengontrol hal-hal seperti: tujuan, disposisi, dan attention (perhatian).
Marzano (Peirce,2003: 2) menyatakan bahwa:
If students are aware of how committed (or uncommitted) they are to reaching goals, of how strong (or weak) is their disposition to persist, and of how focused (or wandering) is their attention to a thinking or writing task, they can regulate their commitment, disposition, and attention.
Dengan hal yang sama, Facione et al (Haryani, 2012) menyatakan bahwa:
11
percaya diri, toleransi, dan bertanggung jawab ketika menyampaikan alternatif.
Dari permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan dan didukung
oleh pemaparan para ahli tersebut maka metakognisi penting untuk dikembangkan
pada diri peserta didik agar mereka memiliki kemampuan penalaran matematis.
Karena untuk mendukung proses pembelajaran yang meningkatkan kemampuan
penalaran matematis siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran
matematika yang difokuskan pada kesadaran tentang pengetahuan dan proses
berpikir siswa. Mereka harus memiliki kesadaran bahwa mereka perlu tahu
tentang konsep yang melandasi untuk memecahkan suatu masalah, sadar akan
kekurangan dan kelebihan yang mereka miliki. Akibatnya dengan kesadaran ini
diharapkan siswa mampu meningkatkan kemampuan penalaran matematis untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Proses penyadaran kemampuan
kognitif ini merupakan upaya secara metakognisi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2014) bahwa:
“Penerapan Pendekatan Metakognisi dapat meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa”. Hal yang senada juga dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Bano (2012)bahwa: “Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi dapat
meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematis yang lebih baik
dari pada pembelajaran konvensional/biasa”.
Untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan
pembelajaran siswa diperlukan suatu teknik pembelajaran. Teknik bertanya
merupakan salah satu teknik yang cocok dalam pembelajaran pendekatan
metakognisi. Karena dalam proses belajar mengajar bertanya memegang peranan
12
partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, membangkitkan minat dan rasa
ingin tahu siswa terhadap suatu masalah, mengembangkan pola berpikir dan cara
belajar aktif siswa, menuntun proses berpikir siswa, dan memusatkan perhatian
siswa terhadap masalah yang sedang dibahas (Marno dan Idris, 2008). Teknik
probing dan prompting merupakan salah satu teknik bertanya yang efektif dalam
menuntun dan menggali proses berpikir siswa sehingga siswa dapat menemukan
sendiri pengetahuan yang ingin dicapai.
Suyatno (2009:63) mengemukakan bahwa:
Teknik pembelajaran probing dan prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan sikap siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan pada siswa akan membuat siswa berpikir lebih rasional tentang pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya, dan mengaitkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul sehingga timbul pengetahuan baru.
Menurut Mutmainnah (2013), kelebihan dari teknik pembelajaran probing
dan prompting dalah dapat mendorong keterlibatan siswa, meningkatkan
keberhasilan, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang positif dan aman
secara emosional dan dapat mempermudah siswa melakukan akomodasi dan
membangun pengetahuanya sendiri. Siswa mengkonstruksi sendiri konsep,
prinsip, dan aturan menjadi pengetahuan baru.
Dalam penelitian Fauzi (2011) menyatakan bahwa: “Guru dapat bertindak
sebagai fasilitator yang memberikan arahan dan bimbingan dengan memberi
pertanyaan-pertanyaan menggiring (prompting questions) atau
13
kemampuan kognitif yang dimilikinya dan mengaitkan pengetahuan siswa dengan
pengatahuan baru yang sedang dipelajarinya”.
Dengan melihat karakteristik dan kelebihan dari teknik probing dan
prompting, jika dua teknik pembelajaran tersebut menggunakan pendekatan
metakognisi penulis berharap dapat meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa. Untuk melihat apakah pendekatan metakognisi berbantuan
teknik probing atau teknik prompting yang lebih baik untuk meningkatkan
kemampuan penalaran matematis siswa, maka penulis perlu untuk meneliti
perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara
pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan
prompting.
Melengkapi penelitan-penelitian yang terdahulu, beberapa hal yang masih
perlu diungkap lebih jauh yaitu berkaitan dengan pembelajaran matematika yang
berdasarkan kemampuan awal matematika siswa yang dibedakan ke dalam
kelompok tinggi, sedang, dan rendah terhadap peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa. Dugaan bahwa kemampuan awal matematika siswa yang
dibedakan ke dalam kelompok kemampuan tinggi, sedang, dan rendah adanya
interaksi dengan kemampuan penalaran matematis siswa yang pada akhirnya
dapat mempengaruhi hasil belajar matematika. Sebagaimana dikemukakan oleh
Hamalik (2009:179), yang mangatakan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan
perbedaan individu dalam situasi pengajaran. Untuk mencapai tingkat
pertumbuhan dan perekembangan yang diharapkan pada diri siswa, maka guru
harus memperhatikan keadaan individu, seperti: minat, kemampuan, dan
14
mempunyai kemampuan yang berbeda satu sama lain dalam memahami
matematika.
Oleh karena itu, keputusan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran
dalam suatu proses pembelajaran di kelas perlu mempertimbangkan perbedaan
kemampuan matematika siswa. Menurut Soekamto (1993:90) bahwa kemampuan
siswa dapat diketahui melalui beberapa cara misalnya dengan mengadakan tes
awal, tes bakat, tes inteligensi, hasil prestasi belajar sebelumnya, prestasi belajar
selama mengikuti program, umpan balik dari siswa, dan sebagainya.
Tes awal diberikan kepada siswa untuk mengetahui kemampuan awal
siswa sebelum siswa memasuki materi selanjutnya. Menurut Ruseffendi (1991)
setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda, ada siswa yang pandai, ada
yang kurang pandai serta ada yang biasa-biasa saja serta kemampuan yang
dimiliki siswa bukan semata-mata merupakan bawaan dari lahir (hereditas), tetapi
juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Oleh karena itu, pemilihan lingkungan
belajar khususnya pendekatan pembelajaran menjadi sangat penting untuk
dipertimbangkan artinya pemilihan pendekatan pembelajaran harus dapat
meningkatkan kemampuan matematika siswa yang heterogen.
Bagi siswa yang memiliki kemampuan sedang atau rendah, apabila
pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru menarik dan menyenangkan,
sesuai dengan tingkat kognitif siswa sangat dimungkinkan pemahaman siswa akan
lebih cepat dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis.
Sebaliknya bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi tidak begitu besar
pengaruh pendekatan pembelajaran terhadap kemampuan dalam matematika. Hal
15
Berdasarkan uraian masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
penulis perlu menelaah perbedaan antara teknik pembelajaran probing dan teknik
pembelajaran prompting dalam peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa. Sehingga penelitian ini berjudul “ Perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa antara pembelajaran dengan pendekatan metakognisi
berbantuan teknik probing dan prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka”.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan diatas, maka masalah-masalah
yang teridentifikasi antara lain:
1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa.
2. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran matematika adalah
respon negatif.
3. Aktivitas aktif siswa dalam pembelajaran matematika masih rendah.
4. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih
belum bervariasi dan belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian
yang baik.
5. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran matematika belum
sesuai dengan pembelajaran yang diharapkan.
6. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing
dan prompting belum diterapkan.
16
1.3. Batasan Masalah
Melihat banyaknya permasalahan dalam pembelajaran matematika, agar
penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan, maka penulis membatasi masalah
sebagai berikut:
1. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa.
2. Respon yang diberikan siswa terhadap pembelajaran matematika adalah
respon negatif.
3. Proses jawaban yang diberikan siswa dalam menyelesaikan masalah masih
belum bervariasi dan belum mengikuti langkah – langkah penyelesaian
yang baik.
4. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing
dan prompting belum diterapkan.
5. Kurangnya perhatian guru terhadap kemampuan awal siswa
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan di atas, maka masalah penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis
antara siswa yang diajar melalui pendekatan metakognisi berbantuan
teknik probing dan siswa yang diajar berbantuan teknik prompting?
2. Apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampaun awal siswa (KAM) terhadap peeningkatan kemampuan
17
3. Bagaimana proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
penalaran matematis setelah memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting?
4. Bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan pendekatan
metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka yang menjadi
tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:
1. Menelaah apakah terdapat perbedaan antara peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa yang diajar melalui pendekatan metakognisi
berbantuan teknik probing dan yang diajar berbantuan teknik prompting.
2. Menelaah apakah terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan
kemampaun awal siswa (KAM) terhadap peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa
3. Mendeskripsikan proses jawaban siswa dalam menyelesaikan soal-soal
penalaran matematis setelah memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting.
4. Medeskripsikan respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting.
1.6. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang
menyeluruh baik terhadap peneliti, siswa, institusi pendidikan dan pengembangan
18
1. Bagi peneliti, melatih kemampuan melaksanakan penelitian serta
memperluas pemahaman peneliti tentang pendekatan dan teknik-teknik
pembelajaran dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
2. Bagi siswa, dengan pendekatan dan teknik pembelajaran yang dilakukan
dalam penelitian ini diharapkan siswa lebih terbantu untuk menumbuh
kembangkan kemampuan penalaran matematis di kalangan siswa.
3. Bagi Institusi pendidikan, menjadi bahan masukan bagi guru-guru
matematika agar lebih memperhatikan sistem pengajaran sehingga
menimbulkan interaksi dan respon positif di kelas.
4. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini dapat dijadikan
bukti empiris yang dapat mendukung kajian secara teoritis manakah di
antara teknik probing atau teknik prompting dengan pendekatan
165
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan temuan peneliti dari lapangan tentang
perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa antara yang
diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan
prompting di SMP Negeri 4 Sei Suka, diperoleh beberapa kesimpulan yang
merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan pada rumusan masalah,
diantaranya:
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa
antara yang diajar dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik
probing dan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting. Hal ini
terlihat dari hasil analisis Anava dua jalur dimana diperoleh nilai nilai F0 pada
pendekatan pembelajaran (PMTB dan PMTT) sebesar 12,958 dengan nilai
signifikansi 0,001 yang lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Rata- rata gain
kemampuan penalaran matematis siswa yang diajar dengan pendekatan
metakognisi berbantuan teknik probing adalah 0,643 sedangkan pada kelas
dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting adalah 0,757.
2. Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dan kemampaun awal
siswa (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap peningkatan kemampuan penalaran
matematis siswa. Hal ini diartikan bahwa interaksi antara pendekatan
pembelajaran (pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting)
dengan kemampuan awal matematika (tinggi, sedang, dan rendah) siswa tidak
166
kemampuan penalaran matematis siswa. Perbedaan peningkatan kemampuan
penalaran matematis siswa disebabkan oleh perbedaan pembelajaran yang
digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.
3. Proses jawaban siswa pada kemampuan penalaran matematis siswa melalui
pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting
lebih baik dibanding dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing.
Hal ini dapat dilihat dari empat indikator kemampuan penalaran, tiga indikator
proses jawaban siswa dengan kategori baik lebih dominan pada kelas
eksperimen 2 yang diberi pembelajaran dengan pendekatan metakognisi
berbantuan teknik prompting, sedangkan pada kelas eksperimen 1 yang diberi
pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing hanya
1 indikator dengan kategori baik yang menonjol.
4. Dari hasil angket siswa menunjukkan bahwa respon terhadap pembelajaran
dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting lebih baik
daripada respon terhadap pembelajaran dengan pendekatan metakognisi
berbantuan teknik probing. Hal ini terlihat dari persentase rata-rata skor respon
siswa pada pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan prompting
adalah 75% sedangkan persentase rata-rata skor respon siswa pada
pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing adalah 72%.
5.2. IMPLIKASI
Penelitian ini berfokus pada peningkatan kemampuan penalaran matematis
siswa melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting di
SMP Negeri 4 Sei Suka Kabupaten Batu bara. Oleh karena itu, beberapa implikasi
167
1. Pembelajaran melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan
prompting dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan penalaran
matematis siswa, baik siswa yang memiliki kemampuan awal matematika
tinggi, sedang maupun rendah, walaupun demikian pembelajaran melalui
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan prompting memberikan
keuntungan yang lebih besar pada siwa dengan kemampuan awal matematika
tinggi.
2. Pembelajaran melalui pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing dan
prompting dapat diterapkan untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam
pembelajaran matematika agar menjadi lebih aktif,
5.3. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dengan menerapkan pembelajaran
dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing dan prompting,
memberikan beberapa hal untuk perbaikan kedepannya. Untuk itu peneliti
menyarankan kepada pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan hasil
penelitian ini, diantaranya:
1. Kepada Guru
a. Untuk memperhatikan kemampuan penalaran matematis siswa khususnya
pada materi persamaan garis lurus, umumnya materi-materi yang lain.
b. Berdasarkan hasil penelitian peneliti, pada materi persamaan garis lurus,
teknik prompting lebih cocok diterapkan daripada teknik probing.
c. Pembelajaran dengan pendekatan metakognisi berbantuan probing
168
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa dan mendapat
respon positif yang kuat.
d. Guru diharapkan perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran yang lain (pembelajaran yang inovatif), dan dapat
menerapkannya dalam pembelajaran.
e. Dalam setiap pembelajaran guru harus mampu memilih dan
memadukan berbagai model pembelajaran serta menyesuaikan
dengan kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Pembelajaran melalui pendekatan pendekatan metakognisi berbantuan
teknik probing dan prompting dengan menekankan kemampuan penalaran
matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya
perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya
meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.
b. Pembelajaran melalui pendekatan pendekatan metakognisi berbantuan
teknik probing dan prompting dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
dalam meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa pada materi
persamaan garis lurus sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah
untuk dikembangkan sebagai salah satu pendekatan pembelajaran yang
efektif untuk pokok bahasan matematika yang lain.
3. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Untuk peneliti selanjutnya, hendaknya melakukan penelitian mengenai
169
memuat semua atau beberapa indikator kemampuan penalaran matematis
siswa.
b. Untuk penelitian lebih lanjut, hendaknya penelitian ini dapat dilengkapi
dengan melakukan penelitian aspek-aspek kemampuan matematik yang lain
yaitu kemampuan pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan
representasi matematik secara lebih terperinci dan melakukan penelitian di
tingkat sekolah yang belum terjangkau oleh peneliti saat ini.
c. Hasil penelitian atas tiap kelompok kategori KAM siswa menunjukkan
pendekatan metakognisi berbantuan teknik probing cocok digunakan di
sekolah yang siswanya berkemampuan level tinggi dan sedang. Sebaliknya
tidak sesuai untuk sekolah yang siswanya berkemampuan level rendah.
Sedangkan dengan pendekatan metakognisi berbantuan teknik prompting
170
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, V. 2014. Penerapan Strategi Metakognitif untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 3 Padang. Jurnal
Pendidikan Matematika UNP. Vol. 3 No. 1 Part 2: 2014.
Asmin. 2014. Pengukuran dan Penilaian Hasil Belajar dengan Analisis Klasik dan
Modern, Medan: Larispa Indonesia.
Asrori, M. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: Wacana Primaikasi.
Bano, E. 2012. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematis Siswa
SMA Melalui Pendekatan Metakognitif Berbantuan Autograph. Bandung: Pps UPI.
Ciftci, H. D. 2013. The Effect of Using Simultaneous Prompting to Teach Opposite
Concepts to Intellectually Disabled Children. International Journal of Human
Sciences. Vol.10. Issue.2. 2013.
Copi, I.M. 2001. Logic and Language. USA: Printed in the United States of America.
Dahar. R .W. 2011.Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Erlangga
Darmawan. 2013. Implementasi Model TPS dengan Probing Prompting Berbantuan CD
Pembelajaran Pada Dimensi Tiga. Jurnal Kreano.Vol. 4 No. 1: 2013
Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.
Djamarah, S.B, & Zain, A. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Fakultas Pascasarjana. 2014. Pedoman Pembimbing Tesis : PPS Unimed.
Fauzi. A. 2011. Peningkatan kemampuan koneksi matematis dan kemandirian belajar
siswa dengan pendekatan pembelajaran metakognitif di sekolah menengah pertama. Bandung: Pps UPI.
Fisher, D.2013. Penggunaan Model Core Melalui Pendekatan Keterampilan Metakognitif
dalam Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik dan Mengembangkan Karakter Siswa SMP. Other thesis, UNPAS.
Hahkioniemi, M. 2013. Probing Student Explanation. Proceedings of the 37th Conference
of the International. Vol.2,401-408:2013.
Hasanah, A. 2004. Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika
Siswa Sekolah Menengah Pertama melalui Pembelajaran Berbasis Masalah yang Menekankan pada Representasi Matematik. Bandung : Pps UPI.
Hasratuddin. 2015.Mengapa Harus Belajar Matematika?.Medan:Perdana Publishing.
Hidayat, M. 2014. Peninggkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kecerdasan
Emosional Siswa MTsN Medan Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal
171
Huda, M. 2013. Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hutajulu, M. 2014. Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Metakognitif Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah
Atas. Prosiding Matematika STKIP Siliwangi Bandung. Vol.2:2014.
Jayapraba, G. 2013. Metacognitive Instruction and Cooperative Learning- Strategies for
Promoting Insightful Learning in Science. International Journal on New Trends
in Education and Their Implications. Vol. 4 Issue: 1: 2013.
Kadir. 2013. Statistika Terapan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Kerlinger, Frend. 2000. Azas-azas Penelitian Behavoiral. Yogyakarta: Gadjah Mada Univercity Press.
Kurniasari, Y. 2012. Penerapan Teknik Pembelajaran Probing Prompting untuk
Mengetahui Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas 7 G Di SMP N 1 Rejoso.Semarang:Pps Unesa.
Marlina. 2014. Peninggkatan Kemampuan Komunikasi dan Motivasi Belajar Siswa
Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Jurnal pendidikan
matematika,Paradigma. Vol.7,No.3.2014.
Mayasari, Y. dkk. 2014. Penerapan Teknik probing-prompting dalam Pembelajaran
Matematika Siswa Kelas VIII MTSN Lubuk Buaya Padang. Jurnal Pendidikan
Matematika UNP. Vol.3.No.1.2014.
McKay , A. 2014. Comparison of Prompting Hierarchies on the Acquisition of Leisure and
Vocational Skills. Behavior Analysis in Practice.ISSN 1998-1929,Vol.7 No. 2,
91-102: 2014.
Mirna. 2014. Penerapan Teknik Probing-Prompting dalam Pembelajaran Matematika
Siswa Kelas VIII MTSN Lubuk Buaya Padang. Jurnal pendidikan matematika
Part 2. Vol.3 No.1,2014: 56-61.
Murti. 2011. Metakognisi Dan Theory Of Mind (ToM). Jurnal Psikologi Pitutur.Vol.1
No.2: 2011.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Evaluation Standard
for School Mathematics. Reston, VA : NCTM.
Pratiwi. 2014. Penerapan Strategi Pembelajaran Metakognitif untuk Meningkatkan
Kemampuan Heuristik dalam Penalaran Matematis dan Self-Efficacy Matematis Siswa SMP. Bandung: Pps UPI.
Polya. 1973. How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University
Press.
Riyanto, Y. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Ruseffendi. 2005. Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-eksakta Lainnya.
Bandung : Tarsito.
172
Saragih, S. 2007. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi
Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung : Pps UPI.
Saragih, S. & Habeahan, W.L. 2014. The Improving of Problem Solving Ability and
Students’ Creativity Mathematical by Using Problem Based Learning in SMP
Negeri 2 Siantar. Journal of Education and Practice. 5(35): 123.
Setiadi, Agung. 2013. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Penalaran Matematis
Siswa Sekolah Menengah Atas Melalui Pendekatan Probing-Prompting. Bandung: Pps UPI.
Shadiq, Fajar. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi. Yogyakarta:
Depdiknas.
Shannon, V.S.& College, W.S. 2008. Using Metacognitive Strategies and Learning Styles to Create Self-Directed Learners. Institute for Learning Styles Journal . Vol. 1. 2008.
Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Sudjana. N. 2009. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alphabeta.
Sumarno, U. 2005. Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum
Tahun 2002 Sekolah menengah. Hand Out perkuliahan. Bandung: Pps UPI.
Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka.
Tim MKPMB Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: JICA.
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif konsep, landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta : Kencana.
Ulya, M, dkk. 2012. Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Tipe Probing-Prompting
dengan Penilaian Produk. Unes Journal of Mathematics Education. Vol.1.2012.
Veenman, M. 2006. Metacognition and Learning: Conceptual and Methodological.
Theoretical Article:Metacognition Learning . Vol.1: 2006.
Walle, J.A. 2008. Pengembangan Pengajaran Matematika Sekolah Dasar dan Menengah
Edisi Keenam Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Yılmaz, I. 2010. Effects of Most to Least Prompting on Teaching Simple Progression
Swimming Skill for Children with Autism. Education and Training in Autism and