RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN
SKRIPSI
Oleh :
JELITA SIANIPAR/080307042 PEMULIAAN TANAMAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
RESPONS PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) HASIL MUTASI RADIASI SINAR GAMMA TERHADAP
CEKAMAN KEKERINGAN
SKRIPSI
Oleh :
JELITA SIANIPAR/080307042 PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si) (Ir. Syafruddin Ilyas Ketua Anggota
)
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Skripsi : Respons Pertumbuhan Dan Produksi Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman Kekeringan
Nama : Jelita Sianipar
NIM : 080307042
Departemen : Budidaya Pertanian
Program Studi : Pemuliaan Tanaman
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing :
(Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si) (Ir. Syafruddin Ilyas
Ketua Anggota
)
Mengetahui,
(Ir.T.Sabrina, M.Agr. Sc. PhD Ketua Program Studi Agroekoteknologi
)
ABSTRAK
JELITA SIANIPAR : Respons Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman
Kekeringan,dibimbing oleh Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si dan Ir. Syafruddin Ilyas. Permintaan kacang hijau akan terus meningkat, sehingga produksinya harus ditingkatkan, salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni menciptakan varietas unggul melalui teknik mutasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh empat taraf dosis radiasi sinar gamma Cobalt 60 dan cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau (Vigna radiata L.), telah dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, dari Mei 2012 hingga Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda yaitu. Faktor pertama Dosis iradiasi sinar gamma Cobalt 60 dengan 4 taraf : R0: 0 krad (Kontrol), R1: dosis 10 krad, R2: dosis 20 krad, R3: dosis 30 krad. Faktor kedua adalah cekaman kekeringan : C0: 100% KL, C1: 80% KL, C2: 60% KL, C3: 40% KL. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dosis radiasi berbeda nyata terhadap umur panen. Cekaman kekeringan berbeda nyata terhadap volume akar, jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman. Interaksi antara dosis radiasi dan cekaman kekeringan berbeda nyata terhadap parameter umur berbunga
ABSTRACT
JELITA SIANIPAR : Response on Growth and Yield of Mungbean Generation Radiated by
Gamma Ray to Drought Stress, supervised by Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si
and Ir. Syafruddin Ilyas.
Demand of mungbean tends to increase, so the production must be increased. One of efforts is to create superior variety by giving mutation.The destination of this research is to know the effect of four level radiated by gamma ray and drought stress to growth and yield of mungbean (Vigna radiata L.), has finished in greenhouse of agricultural faculty, north sumatera university, Medan conducted from may until august 2012. Experimental was conducted using by Randomize Block Design with double factors.The first factor is dose of gamma ray with four levels : R0: 0 krad (control), R1: 10 krad, R2: 20 krad, R3: 30 krad. The second factors is drought stress: C0: 100% KL, C1: 80% KL, C2: 60% KL, C3: 40% KL. Data were analyzed with ANOVA and continued with HSD.
The result of research showed the radiation significantly affected to the harvesting time. Drought stress significantly affected to the root volume, the number of pod per plant,and weight seeds per plant. The combination between dose of radiation and drought stress significantly affected to flowering time
RIWAYAT HIDUP
Jelita Sianipar, lahir di Sianipar pada tanggal 30 Desember 1989. Anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda J. Sianipar dan Ibunda E. L. Sitorus.
Adapun jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah sebagai berikut :
- SD : Negeri 173574 Lulus Tahun 2002
- SLTP : Negeri 1 Laguboti Lulus Tahun 2005
- SMU : Negeri 1 Laguboti Lulus Tahun 2008
Tahun 2008 penulis lulus Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di
Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis memilih Program Studi Pemuliaan Tanaman,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan Mahasiswa
Departemen Budidaya Pertanian (HIMADITA) sebagai salah satu anggota, mengikuti
organisasi kerohanian di Kebaktian Mahasiswa Kristen (KMK) Unit Pelayanan Fakultas
Pertanian sebagai salah satu anggota. Pada Tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan Nusantara III Kebun Sarang Giting, Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala berkat Rahmat dan Berkat-Nya
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Adapun judul dari skripsi ini adalah “Respons Pertumbuhan dan Produksi Kacang
Hijau (Vigna radiata L.) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman Kekeringan”, yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Komisi Pembimbing, yaitu
Ibu Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si selaku Ketua dan Bapak Ir. Syafruddin Ilyas selaku
Anggota yang telah banyak memberikan saran dan arahan kepada penulis selama melakukan
penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai.
Terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda J.
Sianipar dan Ibunda E. L. Sitorus yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam
mendidik, menyayangi dan memberikan segala kerja kerasnya untuk penulis, dan juga pada
kakak saya (Kak Junika dan Kak Marissa) serta abang dan adik saya (Jimmi, Jogi dan Juandi)
atas nasehat, dukungan dan do’anya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman
terbaikku atas bantuan serta dukungannya kepada penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
bidang ilmu pengetahuan.
September, 2012
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5
Syarat Tumbuh ... 6
Iklim ... 6
Tanah... 6
Pemuliaan Tanaman dengan Radiasi sinar Gamma ... 7
Cekaman Kekeringan ... 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan waktu penelitian ... 15
Bahan dan Alat ... 15
Metode Penelitian ... 15
Uji Progenitas... 17
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan media tanam ... 19
Persiapan benih ... 19
Penanaman benih ... 19
Perlakuan cekaman kekeringan ... 19
Pemeliharaan ... 20
Panen ... 21 cabang produktif (cabang) ... 2
... Jumlah polong Berisi per tanaman (Polong) ... 23
... Bobot biji per
Persentase Perkecambahan (%) ... 25
Tinggi Tanaman (cm) ... 26
Jumlah Klorofil Daun (mg/ml) ... 27
Jumlah Cabang Produktif (Cabang) ... 29
Luas Daun (cm2) ... 29
Bobot Kering Akar (g) ... 30
Volume Akar (ml) ... 31
Bobot Kering Tajuk (g) ... 32
Nisbah Bobot Kering Tajuk-Akar (g) ... 33
Umur Berbunga (HST) ... 34
Umur Panen (HST) ... 36
Jumlah Polong Berisi per Tanaman ... 37
Bobot Biji per Tanaman (g) ... 38
Bobot 100 Biji (g) ... 39
Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan produksi
kacang hijau hasil radiasi sinar gamma (M0) ... 40
Pengaruh tingkat cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau hasil radiasi sinar gamma (M0) ... 41
Pengaruh interaksi antara dosis radiasi dan tingkat cekaman kekeringan ... 43
KESIMPULAN DAN SARAN Persentase perkecambahan dan jumlah kecambah normal dengan perlakuan radiasi sinar gamma ... 25
Rataan tinggi tanaman (cm) pada 2 – 5 MST dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 27
Rataan kandungan klorofil daun (g/ml) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 28
Rataan jumlah cabang produktif (cabang) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 29
Rataan luas daun (cm2) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 30
Rataan bobot kering akar (g) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 31
Rataan volume akar (ml) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 32
Rataan bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 33
Rataan nisbah bobot kering tajuk-akar (g) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 34
Rataan umur berbunga (HST) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 35
Uji progenitas umur berbunga generasi M1 dengan deskripsi varietas ... 35
Rataan umur panen (HST) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 36
Uji progenitas umur panen generasi M1 dengan deskripsi varietas ... 37
Rataan jumlah polong berisi per tanaman (polong) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan... 38
Rataan bobot biji per tanaman (g) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
Bagan Penelitian ... 48
Jadwal Kegiatan Penelitian ... 49
Deskripsi Kacang Hijau Varietas Vima-1... 50
Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST ... 51
Pengamatan Jumlah Klorofil a (mg/ml) ... 55
Sidik Ragam Jumlah Klorofil a (mg/ml) ... 55
Pengamatan Jumlah Klorofil b (mg/ml) ... 56
Sidik Ragam Jumlah Klorofil b (mg/ml) ... 56
Pengamatan Jumlah Total Klorofil (mg/ml) ... 57
Sidik Ragam Jumlah Total Klorofil (mg/ml) ... 57
Pengamatan Jumlah Cabang Produktif (Cabang) ... 58
Sidik Ragam Jumlah Cabang Produktif (Cabang) ... 58
Pengamatan Luas Daun (cm2) ... 59
ABSTRAK
JELITA SIANIPAR : Respons Pertumbuhan dan Produksi Kacang Hijau (Vigna radiata L.) Hasil Mutasi Radiasi Sinar Gamma Terhadap Cekaman
Kekeringan,dibimbing oleh Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si dan Ir. Syafruddin Ilyas. Permintaan kacang hijau akan terus meningkat, sehingga produksinya harus ditingkatkan, salah satu upaya yang dapat dilakukan yakni menciptakan varietas unggul melalui teknik mutasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh empat taraf dosis radiasi sinar gamma Cobalt 60 dan cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau (Vigna radiata L.), telah dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, dari Mei 2012 hingga Agustus 2012. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor ganda yaitu. Faktor pertama Dosis iradiasi sinar gamma Cobalt 60 dengan 4 taraf : R0: 0 krad (Kontrol), R1: dosis 10 krad, R2: dosis 20 krad, R3: dosis 30 krad. Faktor kedua adalah cekaman kekeringan : C0: 100% KL, C1: 80% KL, C2: 60% KL, C3: 40% KL. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dosis radiasi berbeda nyata terhadap umur panen. Cekaman kekeringan berbeda nyata terhadap volume akar, jumlah polong per tanaman dan bobot biji per tanaman. Interaksi antara dosis radiasi dan cekaman kekeringan berbeda nyata terhadap parameter umur berbunga
ABSTRACT
JELITA SIANIPAR : Response on Growth and Yield of Mungbean Generation Radiated by
Gamma Ray to Drought Stress, supervised by Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri, M.Si
and Ir. Syafruddin Ilyas.
Demand of mungbean tends to increase, so the production must be increased. One of efforts is to create superior variety by giving mutation.The destination of this research is to know the effect of four level radiated by gamma ray and drought stress to growth and yield of mungbean (Vigna radiata L.), has finished in greenhouse of agricultural faculty, north sumatera university, Medan conducted from may until august 2012. Experimental was conducted using by Randomize Block Design with double factors.The first factor is dose of gamma ray with four levels : R0: 0 krad (control), R1: 10 krad, R2: 20 krad, R3: 30 krad. The second factors is drought stress: C0: 100% KL, C1: 80% KL, C2: 60% KL, C3: 40% KL. Data were analyzed with ANOVA and continued with HSD.
The result of research showed the radiation significantly affected to the harvesting time. Drought stress significantly affected to the root volume, the number of pod per plant,and weight seeds per plant. The combination between dose of radiation and drought stress significantly affected to flowering time
Sidik Ragam Nisbah Bobot Kering Tajuk-Akar (g) ... 63
Pengamatan Umur Berbunga (HST) ... 64
Sidik Ragam Umur Berbunga (HST) ... 64
Pengamatan Umur Panen (HST) ... 65
Sidik Ragam Umur Panen (HST) ... 65
Pengamatan Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong) ... 66
Sidik Ragam Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong) ... 66
Pengamatan Bobot Biji per Tanaman (g) ... 67
Sidik Ragam Bobot Biji per Tanaman (g) ... 67
Pengamatan Bobot 100 Biji (g)... 68
Sidik Ragam Bobot 100 Biji (g) ... 68
Foto Lahan Percobaan... 69
Foto perkecambahan tanaman setelah diradiasi sinar gamma ... 70
Foto Polong pada Beberapa Kombinasi Perlakuan ... 71
Foto Akar pada Beberapa Kombinasi Perlakuan ... 74
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan
yang banyak dimakan rakyat Indonesia, seperti: bubur kacang hijau dan isi onde-onde, dan
lain-lain. Kecambahnya dikenal sebagai tauge. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara
lain: amylum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin,
vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat digunakan untuk
pengobatan hepatitis, terkilir, beri-beri, demam nifas, memulihkan kesehatan, kurang darah,
jantung mengipas, dan kepala pusing (Atman, 2007)
Produksi kacang hijau tahun 2006 di Provinsi Sumatera Utara sebesar 6.537 ton
dengan luas lahan 6.173 ha, namun pada tahun 2007 mengalami penurunan hingga 1.782 ton
akibat penurunan luas lahan sebesar 1.504 ha. Penurunan produksi yang drastis kemudian
mengalami peningkatan produksi sebesar 638 ton, dengan peningkatan tersebut disebabkan
oleh kenaikan luas panen sebesar 591 ha atau 12,93% produktivitas juga mengalami kenaikan
produksi hingga 2.148 ton akibat penurunan luas lahan sebesar 2.050 ha dari tahun 2008 dari
luas lahan yang mencapai 6.173 ha menjadi 3.110 ha (BPS, 2011).
Di lahan kering selain ditanam secara monokultur, sebagian besar ditanam secara
tumpangsari dengan palawija lainnya seperti jagung atau ubi kayu. Petani sampai saat ini
tidak jarang yang menggunakan benih asal-asalan artinya benih yang digunakan menyisihkan
sedikit hasil panen sebelumnya, membeli dari tetangga atau membeli di pasar sehingga
kebanyakan tidak menggunakan benih unggul bermutu dan berlabel. Hal ini yang dilakukan
dari tahun ke tahun, karena berdasarkan hasil pengamatan di lapang sangat sulit sekarang ini
ditemukan benih kacang hijau unggul nasional yang tersedia dipasaran atau penangkar benih
(Sudarto, dkk, 2003).
Peningkatan produksi kacang hijau dengan intensifikasi dapat dilakukan melalui
kegiatan seleksi varietas/galur yang dapat beradaptasi pada lingkungan yang spesifik. Hal ini
akan mendukung program ekstensifikasi terutama pada lahan marginal, seperti lahan pasang
surut, lahan salin dan lahan kering lainnya. Dengan demikian diperlukan teknik budidaya
yang sesuai dan penggunaan varietas yang tahan untuk mengurangi pengaruh buruk
lingkungan marginal (Farid dan Dariati, 2003).
Pertambahan penduduk Indonesia pada khususnya dan pada populasi pada umumnya
mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap semua jenis tanaman. Hal ini akan
mengundang hadirnya kultivar/varietas yang lebih unggul dari seluruh tanaman budidaya.
Kultivar atau varietas yang unggul dapat diperoleh dengan dua cara yakni melalui introduksi
dan program pemuliaan tanaman (Makmur, 1992).
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah menemukan varietas unggul. Untuk
merakit varietas unggul tersebut, ketersediaan sumber genetik yang mempunyai keragamanan
peluang untuk memperoleh varietas unggul baru yang mempunyai sifat yang diinginkan
(Indriani, dkk, 2008).
Pemanfaatan radiasi telah banyak digunakan dalam penelitian dan pengembangan varietas
tanaman baru. Beberapa varietas padi yang dihasilkan dari teknologi radiasi dilaporkan
mempunyai keunggulan produktivitas, umur yang lebih genjah, dan ketahanan terhadap
kekeringan sesaat. Selain jenis padi, uji coba dan pelepasan varietas unggul juga telah
dilakukan pada jenis kapas, sorgum, kedelai dan kacang hijau. Radiasi juga pada beberapa
jenis benih telah diterapkan untuk meningkatkan perkecambahan benih. Radiasi 10 Gy pada
benih pepaya mampu meningkatkan perkecambahan dari 30% (kontrol) menjadi 50%
(Sudrajat dan Zanzibar, 2009).
Dasar berfikirnya adalah bahwa induksi radiasi sinar gamma merupakan salah satu program
pemuliaan tanaman untuk mendapatkan keragaman genetik yang dapat menghasilkan varietas
unggul dan benih merupakan pembawa sifat menurun, termasuk sifat tahan kekeringan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai respons
pertumbuhan dan produksi kacang hijau (Vigna radiata L.) hasil mutasi radiasi sinar gamma
terhadap cekaman kekeringan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh empat taraf dosis radiasi sinar gamma Cobalt 60 dan cekaman
kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.
Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh dosis radiasi sinar gamma Cobalt 60 dan cekaman kekeringan serta
interaksinya terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau.
Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak
membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Steenis (2003), tanaman kacang hijau diklasifikasikan dalam Kingdom :
Plantae, Divisio : Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo :
Rosales, Famili : Papilionaceae, Genus : Vigna, Spesies : Vigna radiata L.
Tanaman kacang hijau berakar tunggang. Sistem perakarannya dibagi menjadi dua yaitu
mesophytes dan xerophytes. Mesophytes mempunyai banyak cabang akar pada permukaan tanah dan tipe pertumbuhannya menyebar, sementara xerophytes memiliki akar cabang lebih
sedikit dan memanjang ke arah bawah (Humaedah, 2011).
Tanaman kacang hijau berbatang tegak dengan ketinggian sangat bervariasi, antara 30-60 cm,
tergantung varietasnya.cabangnya menyamping pada batang utama, berbentuk bulat, dan
berbulu. Warna batang dan cabangnya ada yang hijau ada yang ungu
Daun kacang hijau trifoliat (terdiri dari tiga helaian) dan letaknya berseling. Tangkai daunnya
cukup panjang, lebih panjang dari daunnya. Warna daunnya hijau muda sampai hijau tua
(http://kaasimipb.wordpress.com)
Bunga kacang hijau berwarna kuning, tersusun dalam tandan, keluar pada cabang serta
batang, dan dapat menyerbuk sendiri. Proses penyerbukan terjadi pada malam hari sehingga
pada pagi harinya bunga akan mekar dan pada sore hari menjadi layu
(http://kaasimipb.wordpress.com)
Polong kacang hijau berbentuk silendris dengan panjang antara 6-15 cm dan biasanya berbulu
pendek. Sewaktu muda polong berwarna hijau dan setelah tua berwarna hitam atau cokelat.
Setiap polong berisi 10-15 biji (http://kaasimipb.wordpress.com).
Biji kacang hijau lebih kecil dibanding biji kacang-kacangan lain. Warna bijinya kebanyakan
hijau kusam atau hijau mengkilap, beberapa ada yang berwarna kuning, cokelat, dan hitam.
Biji kacang hijau berbentuk bulat. Bijinya sering dibuat kecambah atau taoge (Humaedah,
2011).
Syarat Tumbuh Iklim
Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, kacang hijau menghendaki curah hujan
optimal 50 - 200 mm/bln dengan temperatur 25- 270C dengan kelembaban udara berkisar 50 -
80% dan cukup mendapat sinar matahari (Humaedah, 2011).
Tanaman kacang hijau termasuk tanaman golongan C3. Artinya, tanaman ini tidak
menghendaki radiasi dan suhu yang terlalu tinggi. Fotosintesis tanaman kacang hijau akan
mencapai maksimum pada sekitar pukul 10.00. Radiasi yang terlalu terik tidak diinginkan
oleh tanaman kacang hijau. Panjang hari yang diperlukan minimum 10 jam/hari (Humaedah,
2011).
Tekstur tanah yang cocok untuk tanaman kacang hijau adalah tanah liat berlempung banyak
mengandung bahan organik, aerasi dan drainase yang baik. Struktur tanah gembur, dengan
tingakt keasaman (pH) 5,8 - 7,0 optimal 6,7 (Humaedah, 2011).
Kacang hijau dapat tumbuh pada semua jenis tanah sepanjang kelembaban dan tersedianya
unsur hara yang cukup. Untuk itu lahan yang akan dipergunakan harus dipersiapkan
sebaik-baiknya. Pada lahan sawah setelah panen padi, tidak perlu dilakukan pengolahan tanah (tanpa
olah tanah = TOT). Menurut Sunantara (2000) dan Balitkabi (2005), jerami cukup dipotong
pendek atau rata dengan tanah. Sementara itu, pada lahan sawah yang sudah agak lama tidak
ditanami perlu dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menghindari air
tergenang pada musim hujan perlu dibuat saluran drainase dengan lebar dan kedalaman 20-30
cm dan jarak antar saluran maksimum 4 m (Atman, 2007).
Pemuliaan Tanaman Dengan Radiasi Sinar Gamma
Penggunaan sinar gamma neutron dalam pemuliaan mutasi berkembang dengan pesat setelah
perang Dunia II. Lebih dari 10 tahun berbagai penelitian ditujukan untuk meneliti pengaruh
perlakuan radiasi atau perlakuan tambahan sebelum dan sesudah radiasi sehingga hasilnya
akan lebih terarah dan lebih praktis. Semenjak itu penggunaan mutasi buatan dalam
pemuliaan tanaman mulai berkembang di negara-negara berkembang terutama di Asia.
Beberapa varietas tanaman hasil mutasi buatan telah diperoleh dan dikembangkan sebagai
varietas baru (Mugiono, 2001).
Mutasi radiasi menyebabkan pecahnya benang kromosom dan menyebabkan
terjadinya perubahan struktur kromosom yang dapat berupa translokasi, inversi, duplikasi dan
delesi. Kromosom terdiri dari gen-gen yang bertanggung jawab atas pengendalian sifat-sifat
yang diturunkan dari tetua ke generasi selanjutnya (Amien dan Carsono, 2008).
Tujuan pemuliaan mutasi adalah (1) untuk memperbaiki satu atau beberapa karakter khusus
dan lain-lain) sebagai identitas pada galur-galur harapan, (3) untuk membentuk galur mandul
jantan yang berguna bagi pembentukan kultivar hibrida, (4) untuk mendapatkan karakter
khusus dalam genotipe yang telah beradaptasi (Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih
banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji
dan sebagainya. Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya
perubahan urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pada protein yang dihasilkan (Oeliem, dkk, 2008).
Perlakuan dengan mutagen dapat menyebabkan pula sterilitas, yaitu : hambatan pertumbuhan
sehingga menghalangi pembungaan, terbentuknya bunga yang tidak sempurna, terbentuknya
bunga dengan tepung sari mandul, pembentukan embrio yang gugur sebelum masak, biji
terbentuk tetapi tidak mampu berkecambah (Mugiono, 2001).
Pengaruh peningkatan dosis mutagen terhadap kerusakan fisiologis memberikan kurva
sigmoid, dan kerusakan atau kematian tidak terjadi sekaligus sesuai dengan meningkatnya
dosis. Hal ini menunjukkan bahwa suatu molekul atau sel yang peka maka molekul atau sel
tersebut akan rusak atau mati. Sebaliknya apabila yang terkena radiasi adalah molekul atau
sel yang tidak peka maka sel atau molekul tersebut tidak mati. Makin tinggi dosis makin
banyak terjadi mutasi dan makin tinggi pula kerusakannya (Mugiono, 2001).
Penggunaan energi seperti sinar gamma pada tanaman akan memberikan pengaruh yang baik
di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar gamma dengan dosis yang tepat
diperoleh tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang seperti hasil tinggi, umur pendek, tahan
terhadap penyakit tetapi kenyataan yang ditimbulkan tidak semuanya memenuhi harapan
(Suryowinoto, 1987).
Pada dasarnya radiasi dapat merusak makluk hidup namun kalau dosis radiasi yang diberikan
diberikan terlalu rendah maka benih yang diradiasi tidak berubah, dan sebaliknya jika
radiasinya terlalu tinggi maka benih-benih tersebut akan mati. Dengan radiasi yang optimal
maka akan menaikkan frekwensi mutasi sebesar 100.000 kali. Dosis optimal untuk induksi
mutasi bervariasi menurut materi tanaman, varietas tanaman, dosis radiasi sinar gamma atau
sinar X yang digunakan. Dengan dosis di bawan 5 krad, frekwensi mutasi berkurang,
sedangkan pada dosis lebih dari 25 krad radiasi terlalu tinggi dan banyak organisme yang
mati (Sudrajat dan Zanzibar, 2009).
Mutasi tidak dapat diamati pada generasi M1, kecuali yang termutasi adalah gamet haploid.
Adanya mutasi dapat ditentukan pada generasi M2 dan seterusnya. Semakin tinggi dosis,
maka semakin banyak terjadi mutasi dan makin banyak pula kerusakannya. Hubungan antara
tinggi bibit dan kemampuan hidup tanaman M1 dengan frekuensi mutasi, membuktikan
bahwa penilaian kuantitatif terhadap kerusakan tanaman M1 dapat digunakan sebagai
indikator dalam permasalahan pengaruh dosis pada timbulnya mutasi (Mugiono, 2001).
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan antara lain adalah besarnya dosis
iradiasi. Dosis iradiasi diukur dalam satuan Gray (Gy). 1 Gy sama dengan 0.10 krad yakni 1 J
energi per kilogram iradiasi yang dihasilkan. Dosis iradiasi dibagi tiga, yaitu tinggi (>10 k
Gy), sedang (1-10 k Gy), dan rendah (< 1 k Gy). Perlakuan dosis tinggi akan mematikan
bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilitas. Pada umumya dosis yang rendah dapat
mempertahankan daya hidup atau tunas, dapat memperpanjang waktu kemasakan pada
buah-buahan dan sayuran, serta meningkatkan kadar pati, protein, dan kadar minyak pada biji
jagung, kacang dan bunga matahari. Tanaman mutan juga memiliki daya tahan yang lebih
baik terhadap serangan patogen dan kekeringan. Warna bunga atau daun dapat pula berubah
sehingga diperoleh mutan yang komersial (Soedjono, 2003).
Dosis iradiasi yang digunakan untuk menginduksi keragaman sangat menentukan
jenis tanaman hias, dan untuk tanaman anyelir kisaran yang telah dicobakan berada pada
selang yang masih cukup lebar, yaitu antara 25-120 gray. Jika iradiasi dilakukan pada benih
pada umumnya kisaran dosis yang efektif lebih tinggi dibandingkan jika dilakukan pada
bagian tanaman lainnya. Semakin banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) dalam materi
yang diiradiasi, maka akan semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga
tanaman menjadi lebih sensitif. Untuk itu maka perlu dicari dosis optimum yang dapat efektif
menghasilkan tanaman mutan yang pada umumnya terjadi pada atau sedikit dibawah nilai
LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah dosis yang menyebabkan 50% kematian dari populasi
yang diradiasi (Ritonga dan Aida, 2010).
Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami
kekurangan air dari lingkungannya yaitu media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman
dapat disebabkan kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang
berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air walaupun
keadaan air tanah tersedia cukup (Toruan, dkk, 2001).
Ketahanan tanaman terhadap kekeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sifat
dan kemampuan akar tanaman untuk mengekstrak air dari dalam tanah secara maksimal.
Rendahnya potensi air tanah dan terjadinya cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat dan produktivitasnya rendah. Kekurangan air sangat berpengaruh
terhadap proses fisiologis dan metabolisme tanaman. Pengaruh awal dari kekurangan air pada
tanaman adalah terhambatnya pembukaan stomata daun serta terjadinya perubahan
morfologis (pertumbuhan tanaman) dan fisiologis daun (Toruan, dkk, 2001).
Sebagian lahan di dunia mengalami kekurangan air pada tingkat yang berbeda. Terhadap
diatas cekaman air ini adalah terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman.
Perubahan morfologi meliputi (1) gugur daun, yaitu fenomena umum sebagai mekanisme
tanaman dalam usaha mengurangi cekaman terutama daun bagian bawah. Dengan
mengurangi daun, luas permukaan transpirasi juga menurun, (2) mengubah sudut daun pada
posisi sejajar dengan berkas cahaya, sehingga suhu daun tidak segera meningkat dengan
demikian transpirasi dapat ditekan, (3) perakaran berkembang lebih cepat terutama kearah
bawah menyebabkan nisbah pupus akar mengecil. Tanaman meningkatkan kemampuan
penghisapan air dari lapisan tanah yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas
tanaman menurun, (4) perkembangan daun peka terhadap kekurangan air. Setelah terjadi
cekaman pada umumnya terjadi percepatan pertumbuhan, akan tetapi ukuran daun lebih kecil
dibandingkan dengan daun tanaman yang ada dalam keadaan normal. Tanaman yang
tercekam mempunyai akar lateral bergaris tengah sama dengan akar primer, berkembang
lebar kearah apikal meristem, akar primer bercabang dekat ujungnya dan seterusnya akar
sekunder akan bercabang juga dekat ujungnya dan seterusnya percabangan akan selalu terjadi
di dekat ujung akar dengan panjang akar yang semakin berkurang dan semakin gemuk.
Cekaman juga mengganggu permeabilitas membran-membran sel akar dan mengganggu
sintesis protein sehingga fungsi akar rusak dan tidak efisien dalam menyerap air dan unsur
hara (Herawati dan Setiamihardja, 2000).
Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar dari tingkat
optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan
tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman akan memberikan reaksi
(tanggapan) terhadap perubahan lingkungan tersebut. Pada keadaan lingkungan yang tidak
optimum, manipulasi sering dilakukan untuk menciptakan keadaan lingkungan mendekati
keadaan optimum agar kapasitas genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan.
Dalam penelitian Nurhayati (2007) mengatakaan bahwa mekanisme toleransi tanaman
terhadap cekaman kekeringan berbeda-beda tergantung kemampuan genetiknya, kekurangan
defisit air yang parah ditunjukkan dengan perkembangan sistem pembungaan, toleransi
dengan potensial air jaringan yang tinggi yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial
jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Tanaman
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, regulasi stomata dan
penurunan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun dan pengguguran daun.
Dalam penelitian Barus dan Yusuf (2004) mengatakan bahwa pengaruh lamanya waktu
penyiraman menunjukkan pengurangan yang nyata terhadap berat kering tanaman. Semakin
lama waktu penyiraman menunjukkan pengurangan yang nyata terhadap berat kering
tanaman. Lamanya waktu penyiraman secara nyata menurunkan berat kering dan total
serapan N pada tanaman kedelai. Hal ini disebabkan keterbatasan air sebagai salah satu faktor
dalam proses fotosintesis serta metabolisme pada jaringan tanaman akan mengurangi tingkat
kecepatan pertumbuhan.
Dalam penelitian Sufianto (2004) mengatakan bahwa antara cekaman dengan jumlah ginofor
pada pembudidayaan kacang tanah terjadi interaksi yang berarti. Hal ini menunjukkan fungsi
air bagi tanaman memegang peranan penting dalam aktivitas tanaman. Jika kebutuhan air
terpenuhi maka aktivitas tanaman dapat maksimal, namun kebutuhan air tidak terpenuhi
maka menurunkan atau menghambat aktivitas atau bagian tertentu. Peranan air dalam proses
pembungaan dapat mempercepat munculnya bunga. Pemberian air per hari sesuai dengan
kebutuhannya maka waktu bunga muncul lebih cepat dibandingkan dengan jika hanya baik
diberikan setengah atau sepertiga dari kebutuhan setiap harinya.
Respon tercepat terhadap munculnya cekaman ditandai dengan keadaan fisik dari luas daun
daripada perubahan kimia. Jika kandungan air dari tumbuhan berkurang maka sel akan
tekanan hidrostatik menurun atau tekanan turgornya juga menurun. Peningkatan dari
penurunan air lebih nyata terlihat didalam sel. Membran plasma menjadi menyempit dan
lebih tertekan, daunnya lebih mengecil dari sebelumnya karena telah kehilangan tekanan
yang merupakan pengaruh yang nyata terhadap fisik dari penurunan cekaman air. Dapat
disimpulkan tekanan turgor sangat mempengaruhi aktivitas yang menyebabkan sensitif
terhadap kekeringan. Pertahanan tanaman dalam menghadapi cekaman kekeringan: (1)
membatasi perkembangan luas daun, (2) perkembangan akar untuk mencapai daerah yang
masih basah, (3) penutupan stomata untuk mengurangi transpirasi (Taiz dan Zeiger, 1991).
Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang
dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat
cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian
berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (Mapegau,
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
Medan dengan ketinggian tempat ± 25 m di atas permukaan laut pada bulan Mei 2012
hingga Agustus 2012.
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih kacang hijau varietas
Vima hasil radiasi sinar gamma sesuai dosis perlakuan, top soil, kompos, polybag ukuran 10
kg, pupuk urea (50 kg/ha), SP-36 (60 kg/ha) dan KCl (50 kg/ha), insektisida,
fungisida, aseton 80%, aquades, dan air untuk menyiram tanaman.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cangkul, meteran, handsprayer, gelas
ukur untuk mengukur volume pemberian air, timbangan analitik, papan nama, mortar, kuvet,
spektrofotometri, kertas whatman 41, kalkulator, alat tulis, dan ember.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari
2 faktor yaitu:
Faktor I : Dosis iradiasi sinar gamma Cobalt 60 dengan 4 taraf
R0: Benih tanpa radiasi 0 krad (Kontrol)
R1: Benih yang diradiasi dengan dosis 10 krad
R2: Benih yang diradiasi dengan dosis 20 krad
Faktor II: Cekaman kekeringan dengan 4 taraf
C0: 100% Kapasitas Lapang (Kontrol)
C1: 80% Kapasitas Lapang
C2: 60% Kapasitas Lapang
C3: 40% Kapasitas Lapang
Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan yaitu:
R0C0 R1C0 R2C0 R3CO
R0C1 R1C1 R2C1 R3C1
R0C2 R1C2 R2C2 R3C2
R0C3 R1C3 R2C3 R3C3
Jumlah ulangan : 3 ulangan
Jumlah plot : 48 plot
Jumlah polybag/plot : 3 polybag
Jumlah tanaman/polibag : 1 tanaman
Jumlah sampel/plot : 1 tanaman
Jumlah seluruh tanaman : 144 tanaman
Jumlah seluruh sampel : 48 tanaman
Ukuran plot : 70 x 50 cm
Data yang dikumpulkan, dianalisis dengan model linear yaitu sebagai berikut :
Yijk= μ + ρi+ αj+ βk+ (αβ) jk+ εijk i = 1, 2, 3 j = 1, 2, 3, 4 k = 1, 2, 3, 4
Dengan :
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i terhadap perlakuan dosis radiasi pada taraf ke-j dan cekaman kekeringan pada taraf ke-k
μ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok pada taraf ke-i
αj = Pengaruh dosis radiasi sinar gamma pada taraf ke-j
βk = Pengaruh cekaman kekeringan pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara dosis radiasi sinar gamma ke-j dan cekaman kekeringan
pada taraf ke-k
εijk = Galat pada blok ke-i dengan perlakuan dosis radiasi sinar gamma pada taraf ke-j
dan aplikasi cekaman kekeringan pada taraf ke-k
Jika dari sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji beda
jujur (BNJ) pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1993).
Uji Progenitas
Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan umumnya dilakukan
tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung dan t tabel (daftar). Dalam hal ini yang di
uji umur berbunga dan umur panen.
T hitung
=
[
�1−y
]
�2
/
√�
jika hitung t < t. 05/2 (dbe) → tn (Ho diterima)
t ≥ t.05/2 (dbe) → * (Ho ditolak)
dimana :
S2 = KT error
n = jumlah ulangan
y = Hasil sebelumnya (deskripsi) y1 = Hasil panen(Penelitian
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah jenis tanah ultisol. Tanah yang diambil adalah
tanah bagian atas (top soil) sesuai dengan jumlah tanah yang dibutuhkan. Polibag ukuran 10
kg diisi dengan tanah yang disediakan yang telah dikeringanginkan.
Persiapan Benih
Benih kacang hijau diradiasi terlebih dahulu di pusat aplikasi teknologi isotop dan
radiasi (PATIR-BATAN) dengan dosis yang berbeda-beda sesuai perlakuan, lalu direndam
kedalam larutan fungisida selama 15 menit untuk menghindari penjamuran.
Penanaman Benih
Benih ditanam pada polibag yang telah disediakan dengan lubang tanam sedalam 2-3 cm
sebanyak 2 benih per lubang tanam, setelah itu lubang tanam ditutup dengan kompos.
Perlakuan Cekaman Kekeringan
Untuk perlakuan 100% KL dilakukan sejak waktu tanam sampai umur 3 minggu
setelah tanam. Setelah itu, pemberian air dilakukan sesuai dengan perlakuan sampai tanaman
panen. Pemberian air pada kapasitas lapang dilakukan dengan cara menyiram air pada
kemudian selisih antara volume air yang diberikan dengan air yang ditampung menjadi
volume 100% kapasitas lapang. Pemberian air dilakukan yaitu sekali dalam 3 hari.
Pemeliharaan Tanaman Penjarangan
Penjarangan dilakukan pada 2 MST, yakni dipilih tanaman yang pertumbuhannya
kurang baik atau abnormal, penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman.
Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tumbuh abnormal. Agar
pertumbuhannya seragam, penyulaman dilakukan pada umur 5 – 15 Hari Setelah Tanam
(HST).
Pemupukan
Pemupukan dilakukan sebanyak 2 kali dengan menggunakan pupuk urea (0,2
g/tanaman), SP-36 (0,3 g/tanaman), KCl (0,2 g/tanaman). Untuk N diberikan 1/3 dosis yaitu
sebanyak 0,06 g/tanaman yang diberikan bersamaan dengan pemberian kompos pada saat
penanaman, pada 4 MST diberi lagi 2/3 dosis sebanyak 0,14 g/tanaman dengan cara ditugal.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut gulma dengan
tangan, ini dilakukan untuk mengurangi persaingan antara tanaman utama dengan gulma
untuk mendapatkan air dan unsur hara dari dalam tanah. Penyiangan dilakukan sesuai kondisi
lapangan.
Pembumbunan
Agar tanaman berdiri tegak dan kokoh dilakukan pembumbunan dengan menambahkan tanah
disekeliling tanaman. Pembumbunan dilakukan sesuai dengan kondisi lapangan.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menyemprotkan insektisida dan
fungisida pada masing-masing tanaman yang terkena serangan hama dan penyakit.
Panen
Panen dilakukan pada saat polong berwarna kecoklatan atau hitam disesuaikan
dengan deskripsi dalam batas kurang lebih dua minggu dengan cara dipetik secara bertahap.
Pengamatan Parameter
Persentase Perkecambahan (%)
Persentase perkecambahan dihitung dengan melakukan uji kecambah selama 1 minggu pada
media pasir. Dalam satu bak kecambah ditanam benih sebanyak 30 benih, kemudian dihitung
persentase perkecambahan dan jumlah kecambah abnormalnya.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dimulai dari pangkal sampai titik tumbuh dengan menggunakan
meteran, untuk menghindari kekeliruan dibuat pacak sampel. Pengukuran dilakukan mulai 2
Minggu Setelah Tanam (MST ) sampai 5 MST.
Jumlah Cabang Produktif (Cabang)
Jumlah cabang produktif dihitung pada saat panen. Pengamatan ini dilakukan dengan
menghitung jumlah cabang yang terdapat pada batang utama.
Jumlah Klorofil Daun (g/ml)
Jumlah klorofil daun diukur pada 5 MST. Metode yang digunakan dalam
menghitung jumlah klorofil a dan b adalah metode Hendry dan Grime (1993), dengan
langkah sebagai berikut :
Timbang 0,1 gram daun segar, dan daun yang diambil adalah daun pertama yang telah
Gerus daun dalam mortar, kemudian ditambahkan aseton 80% sebanyak 10 ml secara
bertahap dan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman 41
Filtrat yang diperoleh kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 645 nm dan
663 nm dengan menggunakan spektrofotometri
Kadar klorofil a, klorofil b dan total klorofil dihitung menggunakan rumus:
Klo. a = (12,7 A663 - 2,69 A645) x 10-1
Klo. b = (22,9 A645 – 4,68 A663) x 10-1
Total klo = (20,2 A645 + 8,02 A663) x 10-1
Luas Daun (cm2)
Pengukuran luas daun dilakukan saat panen. Luas daun dihitung dengan menggunakan alat
Leaf Area Meter (LAM).
Volume Akar (ml)
Volume akar diukur pada saat panen. Caranya dengan menggunakan gelas ukur yang diisi air.
Akar dimasukkan kedalamnya, berapa banyak pertambahan volume air merupakan volume
akar.
Umur Berbunga (Hari)
Umur berbunga dihitung pada saat munculnya bunga pertama kali dengan mengamati tiap
tanaman yang baru berbunga dengan bunga berwarna kuning agak kehijauan.
Umur Panen (Hari)
Umur panen ditentukan setelah polong mulai masak kira-kira 50% dari masing-masing plot
yang ditandai dengan berubahnya warna polong menjadi hitam dan mengeringnya batang dan
daun.
Dihitung jumlah polong yang terbentuk pada tanaman sampel kemudian dijumlahkan dan
diambil rataannya.
Bobot Biji per Tanaman (g)
Bobot biji per sampel dihitung dengan cara menimbang bobot biji per tanaman sampel
setiap perlakuan dengan menggunakan timbangan analitik.
Bobot 100 Biji (g)
Diambil biji secara acak sebanyak 100 biji, kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.
Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar ditimbang pada akhir penelitian, masing-masing tanaman /plot
dengan memotong bagian pertautan batang dengan akar tanaman. Akar tanaman diovenkan
selama 24 jam pada temperatur 65oC, setelah itu ditimbang beratnya.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk ditimbang pada akhir penelitian. Tajuk tanaman di ovenkan selama
24 jam pada temperatur 65oC, setelah itu ditimbang beratnya.
Nisbah Bobot kering Tajuk-Akar
Nisbah bobot kering tajuk akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk
dengan bobot kering akar. Untuk memperoleh nisbah tajuk akar digunakan rumus:
Bobot Kering Tajuk Rasio Tajuk Akar =
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan data hasil penelitian dan analisis sidik ragam diketahui bahwa radiasi sinar
gamma berpengaruh nyata pada parameter umur panen dan perlakuan cekaman kekeringan
pada tanaman berpengaruh nyata pada parameter jumlah polong berisi, bobot biji per sampel
dan parameter volume akar. Sedangkan interaksi antara pemberian radiasi sinar gamma
dengan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.
Persentase Perkecambahan (%)
Dari hasil uji perkecambahan diperoleh persentase perkecambahan dan jumlah
kecambah abnormal untuk setiap dosis radiasi sinar gamma. Persentase perkecambahan dan
jumlah kecambah abnormal dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Persentase perkecambahan dan jumlah kecambah normal dengan perlakuan radiasi sinar gamma
Radiasi Persentase Perkecambahan Jumlah Kecambah Normal
R0 (0 krad) 100% 2
R1 (10 krad) 100% 4
R3 (30 krad) 96% 7
Dari tabel 1 diketahui bahwa pada uji perkecambahan diperoleh data dari 30 benih
kacang hijau yang ditanam pada bak kecambah semua benih berkecambah, kecuali pada dosis
radiasi 30 krad (R3) terdapat 1 benih yang tidak tumbuh sehingga persentase perkecambahan
sebesar 96%. Selain data persentase perkecambahan, diperoleh juga data jumlah kecambah
abnormal dengan jumlah kecambah abnormal yang tertinggi adalah pada R3 (30 krad) yaitu
7 kecambah dan terendah pada dosis R0 (0 krad) yaitu 2 kecambah. Hal ini menunjukkan
bahwa efek awal adanya mutasi ditunjukkan oleh perkecambahan, meskipun dari data
persentase perkecambahan menunjukkan hampir semua benih berkecambah, tetapi
ditunjukkan oleh jumlah kecambah abnormalnya. Sudrajat dan Zanzibar (2009) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa pada beberapa percobaan radiasi pada benih, radiasi dengan
dosis rendah dapat meningkatkan persen perkecambahan. Pada benih pepaya, radiasi 10 Gy
(dosis kematian 50% diperoleh pada dosis 42 Gy) meningkatkan persen perkecambahan dari
kontrol 30% menjadi 50% . Pada benih kacang mete yang dosis kematian 50%-nya diperoleh
pada dosis 300 Gy, radiasi dengan dosis 50 Gy meningkatkan persen perkecambahan
sebanyak 5%. Penerapan teknologi radiasi pada benih-benih tersebut kemungkinan dapat
diterapkan karena elektron dari radiasi dapat meningkatkan metabolisme yang diperlukan
selama perkecambahan. Radiasi ionisasi juga dapat merubah struktur molekul lemak pada
membran sel sehingga perkecambahan dapat diperbaiki.
Tinggi Tanaman (cm)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam pada parameter tinggi tanaman
dapat dilihat pada Lampiran 4-11, diketahui bahwa pemberian radiasi sinar gamma dan
pemberian cekaman kekeringan serta interaksi radiasi sinar gamma dengan cekaman
kekeringan belum berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada 2 MST, 3 MST, 4 MST,
Rataan tinggi tanaman dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan tinggi tanaman pada 2 MST, 3 MST, 4MST, 5MST dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
Radiasi
R0 (0 krad) 16,70 18,43 20,38 24,75
R1 (10 krad) 15,33 17,23 19,48 22,88
R2 (20 krad) 14,81 16,60 18,40 22,88
R3 (30 krad) 15,11 17,20 18,55 21,15
Cekaman
C0 (100% Kapasitas Lapang) 15,22 17,40 19,65 24,10 C1 (80% Kapasitas Lapang) 13,96 15,60 17,33 21,40 C2 (60% Kapasitas Lapang) 16,49 18,10 20,23 23,73 C3 (40% Kapasitas Lapang) 16,28 18,35 19,60 22,43
Dari Tabel 2 diketahui perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan serta interaksi
keduanya belum berbeda nyata terhadap parameter tinggi tanaman 2MST, 3MST, 4MST, dan
5MST, tetapi bloknya berpengaruh nyata, dengan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada blok
ke III dan tinggi tanaman terendah terdapat pada blok ke II.
Klorofil Daun (g/ml)
Dari data penelitian kandungan klorofil daun, dapat dilihat pada Lampiran 12-17, diketahui
sinar gamma dengan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata terhadapa parameter
klorofil daun.
Rataan kandungan klorofil daun dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan kandungan klorofil daun (g/ml) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Perlakuan Klorofil a Klorofil b Total Klorofil
Radiasi
R0 (0 krad) 2,04 0,87 2,91
R1 (10 krad) 2,20 0,83 3,04
R2 (20 krad) 2,10 0,81 2,90
R3 (30 krad) 2,14 0,84 2,99
Cekaman
C0 (100% Kapasitas Lapang) 2,03 0,75 2,78
C1 (80% Kapasitas Lapang) 2,05 0,84 2,89
C2 (60% Kapasitas Lapang) 2,22 0,93 3,15
C3 (40% Kapasitas Lapang) 2,17 0,85 3,02
Dari Tabel 3 diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan serta
interaksi keduanya belum berbeda nyata terhadap jumlah klorofil a, jumlah klorofil b dan
total klorofil.
Dari hasil analisis data, rataan kandungan klorofil a lebih tinggi dari klorofil b karena pada
tanaman hijau jumlah klorofil a terdapat sekitar 75% dari total klorofil dan pada proses
fotosintesis, energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid akan diteruskan ke klorofil a
untuk digunakan dalam mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Hal ini sesuai
literatur Nio dan Yunia (2001) yang menyatakan bahwa semua tanaman hijau mengandung
paling kuat menyerap cahaya di bagian merah (600-700 nm), dan paling sedikit menyerap
cahaya hijau (500-600 nm). Sedangkan cahaya berwarna biru diserap oleh karotenoid.
Karotenoid membantu menyerap cahaya, sehingga spektrum cahaya matahari dapat
dimanfaatkan dengan lebih baik. Energi yang diserap oleh klorofil b dan karotenoid
diteruskan kepada klorofil a untuk digunakan dalam proses fotosintesis fase I (reaksi terang)
yang terdiri dari fotosistem I dan II, demikian pula dengan klorofil b. Klorofil a paling
banyak terdapat pada fotosistem II sedangkan Klorofil b paling banyak terdapat pada
fotosistem I.
Jumlah Cabang Produktif (Cabang)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah cabang produktif, dapat dilihat pada
Lampiran 18-19, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma, cekaman kekeringan dan
interaksi antara radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata
terhadap jumlah cabang produktif.
Rataan jumlah cabang produktif dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan jumlah cabang produktif (cabang) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 2,00 2,00 1,30 1,30 1,65
R1 2,00 2,00 1,70 1,70 1,85
R2 2,00 2,00 2,00 1,70 1,93
R3 2,00 1,30 1,70 1,00 1,50
Rataan 2,00 1,83 1,68 1,43
Dari tabel 4 diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan serta interaksi
Luas Daun (cm2)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam luas daun, dapat dilihat pada Lampiran
20-21, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan serta interaksi
keduanya belum berpengaruh nyata terhadap luas daun.
Rataan luas daun dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Rataan luas daun (cm2) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
Dari Tabel 5 diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan serta interaksi
keduanya belum berbeda nyata terhadap parameter luas daun (cm2).
Bobot Kering Akar (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot kering akar, dapat dilihat pada
Lampiran 22-23, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
serta interaksi keduanya belum berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.
Rataan bobot kering akar dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Rataan bobot kering akar (g) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 0,63 0,37 0,30 0,30 0,40
R2 0,43 0,43 0,37 0,37 0,40
R3 0,47 0,30 0,33 0,23 0,33
Rataan 0,56 0,35 0,37 0,30
Dari tabel 6 diketahui bahwa diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
serta interaksi keduanya belum berbeda nyata terhadap bobot kering akar.
Volume Akar (ml)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam volume akar, dapat dilihat pada Lampiran
24-25, diketahui bahwa cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap volume akar,
sedangkan perlakuan radiasi sinar gamma dan interaksi antara radiasi dan cekaman
kekeringan belum berpengaruh nyata terhadap volume akar.
Rataan volume akar dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rataan volume akar (ml) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 19,33 10,33 21,67 7,67 14,75
R1 15,67 8,33 12,33 10,33 11,67
R2 21,33 11,67 10,00 17,33 15,08
R3 23,33 7,00 13,33 8,33 13,00
Rataan 19,92 a 9,33 b 14,33 ab 10,92 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama satu baris menunjukkan belum berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %
Dari tabel 7 diketahui bahwa rataan volume akar tertinggi terdapat pada perlakuan C0
sebesar 19,92 ml dan rataan terendah pada C1 sebesar 9,33 ml, dengan C0 berbeda nyata
terhadap C1 dan C3, namun belum berbeda nyata terhadap C2 dan C1 tidak berbeda nyata
Bobot Kering Tajuk (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot kering tajuk, dapat dilihat pada
Lampiran 26-27, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma, cekaman kekeringan dan
interaksi antara radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata
terhadap bobot kering tajuk.
Rataan bobot kering tajuk dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Rataan bobot kering tajuk (g) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
Dari tabel 8 diketahui bahwa diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
serta interaksi keduanya belum berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk.
Nisbah Bobot Kering Tajuk - Akar
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam nisbah bobot kering tajuk-akar, dapat
dilihat pada Lampiran 28-29, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan serta interaksi keduanya belum berpengaruh nyata terhadap nisbah bobot kering
tajuk-akar.
Rataan bobot kering tajuk-akar dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rataan nisbah bobot kering tajuk-akar dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
C0 C1 C2 C3
Dari Tabel 9 diketahui bahwa diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
serta interaksi keduanya belum berbeda nyata terhadap parameter nisbah bobot kering
tajuk-akar..
Umur Berbunga (HST)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur berbunga, dapat dilihat pada
Lampiran 30-31, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
belum berpengaruh nyata terhadap umur berbunga, sedangkan interaksi antara radiasi sinar
gamma dan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap umur berbunga.
Rataan umur berbunga dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan umur berbunga (HST) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom menunjukkan belum berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %
Dari Tabel 10 diketahui bahwa interaksi antara perlakuan radiasi sinar gamma dengan
R0C2 yaitu 32,00 HST, sedangkan yang terlama terdapat pada perlakuan R3C2 dan R3C3
yaitu 39,33 HST.
Untuk menduga apakah umur berbunga pada generasi M1 dengan deskripsi varietas sama atau
berbeda dilakukan uji progenitas dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Uji progenitas umur berbunga generasi M1 dengan deskripsi varietas
Perlakuan Rataan |F2-F1| Sy2-Sy1 t hitung t.05
Ket: F1: Deskripsi F2: Hasil penelitian *nyata
Pada tabel 11 dapat diketahui bahwa bila dibandingkan umur berbunga pada generasi
M1 dengan deskripsi varietas, menunjukkan perbedaan yang nyata dimana umur berbunga
pada generasi M1 lebih lama dibandingkan dengan umur berbunga pada deskripsi varietas.
Umur Panen (HST)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam umur panen, dapat dilihat pada Lampiran
32-33, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma berpengaruh nyata terhadap umur
panen, sedangkan perlakuan cekaman kekeringan dan interaksi antara radiasi sinar gamma
dan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata terhadap umur panen.
Rataan umur panen dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rataan umur panen (HST) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R1 56,00 55,67 58,00 55,00 56,17 a
R2 52,00 55,33 51,00 55,00 53,33 b
R3 53,00 55,00 58,67 58,00 56,17 a
Rataan 53,00 54,25 54,75 55,58
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama satu kolom menunjukkan belum berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %
Dari Tabel 12 diketahui bahwa rataan umur panen tercepat pada perlakuan R0 yaitu 51,92
HST dan terlama pada R1 dan R3 yaitu 56,17 HST, dengan R2 berbeda nyata terhadap R1
dan R3, namun belum berbeda nyata terhadap R0.
Untuk menduga apakah umur panen pada generasi M1 dengan deskripsi varietas sama atau
berbeda dilakukan uji progenitas dapat dilihat pada tabel 13.
Tabel 13. Uji progenitas umur panen generasi M1 dengan deskripsi varietas
Perlakuan Rataan |F2-F1| Sy2-Sy1 t.hit t.05
Ket: F1: Deskripsi F2: Hasil penelitian *nyata
Pada tabel 13 dapat diketahui bahwa bila dibandingkan umur panen pada generasi M1
dengan deskripsi varietas, menunjukkan perbedaan yang nyata dimana umur panen pada
generasi M1 lebih cepat dibandingkan dengan umur panen pada deskripsi varietas.
Jumlah Polong Berisi per Tanaman (polong)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam jumlah polong berisi per tanaman, dapat
dilihat pada Lampiran 34-35, diketahui bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh
nyata terhadap jumlah polong berisi per tanaman, sedangkan perlakuan radiasi sinar gamma
dan interaksi antara radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata
Rataan jumlah polong per tanaman dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan
cekaman kekeringan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rataan jumlah polong berisi per tanaman (polong) dengan perlakuan radiasi dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 3,33 3,33 2,67 2,00 2,83
R1 3,67 2,33 1,33 2,00 2,33
R2 4,33 4,00 3,67 2,00 3,50
R3 4,00 2,33 2,67 2,00 2,75
Rataan 3,83 a 3,00 a 2,58 a 2,00 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama satu baris menunjukkan belum berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %
Dari tabel 14 diketahui bahwa cekaman kekeringan menunjukkan beda yang nyata terhadap
jumlah polong per tanaman dengan rataan jumlah polong tertinggi adalah pada perlakuan C0
yaitu 3,83 polong dan terendah adalah pada C3 yaitu 2 polong. Rataan jumlah polong pada
perlakuan C0 berbeda tidak nyata terhadap C1 dan C2, tetapi berbeda nyata dengan
perlakuan C3.
Bobot Biji per Tanaman (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot biji per tanaman, dapat dilihat pada
Lampiran 36-37, diketahui bahwa perlakuan cekaman kekeringan berpengaruh nyata terhadap
bobot biji per tanaman, sedangkan perlakuan radiasi sinar gamma dan interaksi antara radiasi
sinar gamma dengan cekaman kekeringan belum berpengaruh nyata terhadap bobot biji per
tanaman.
Rataan bobot biji per tanaman dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman
Tabel 15. Rataan bobot biji per tanaman (g) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 2,17 1,30 1,53 1,43 1,61
R1 1,77 1,23 0,67 0,97 1,16
R2 2,10 2,37 1,57 0,83 1,72
R3 3,13 0,47 0,97 0,67 1,31
Rataan 2,29 a 1,34 a 1,19 a 0,98 b
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama satu baris menunjukkan belum berbeda nyata pada Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) taraf 5 %
Dari tabel 15 diketahui bahwa cekaman kekeringan menunjukkan beda yang nyata dengan
rataan bobot biji tertinggi adalah C0 sebesar 2,29 g dan terendah pada C3 sebesar 0,98 g.
Perlakuan C0 berbeda nyata terhadap perlakuan C3, tetapi belum berbeda nyata terhadap
perlakuan C1 dan C2.
Bobot 100 Biji (g)
Dari data penelitian dan hasil analisis sidik ragam bobot 100 biji, dapat dilihat pada Lampiran
38-39, diketahui bahwa perlakuan radiasi sinar gamma, cekaman kekeringan dan interaksi
keduanya belum berpengaruh nyata terhadap bobot 100 biji.
Rataan bobot 100 biji dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
\
Tabel 16. Rataan bobot 100 biji (g) dengan perlakuan radiasi sinar gamma dan cekaman kekeringan
Radiasi Cekaman Rataan
C0 C1 C2 C3
R0 5,80 5,27 5,83 5,40 5,58
R1 6,13 5,80 6,73 6,47 6,28
R2 6,37 6,23 6,87 6,57 6,51
R3 7,10 4,53 6,20 4,80 5,66
Rataan 6,35 5,46 6,41 5,81
Dari Tabel 16 diketahui bahwa diketahui bahwa radiasi sinar gamma dan cekaman
kekeringan serta interaksi keduanya belum berbeda nyata terhadap bobot 100 biji.
Pembahasan
Pengaruh dosis radiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau hasil radiasi sinar gamma (M0)
Dari hasil analisis statistik diperoleh data bahwa perlakuan dosis radiasi sinar gamma
berbeda nyata pada parameter umur panen.
Umur panen tercepat terdapat pada perlakuan R2 (20 krad) (51,92 hari setelah tanam) dan
umur panen terlama terdapat pada perlakuan R1 dan R3 (dosis 20 krad dan 30 krad) (56,17
HST), tetapi saat dilakukan uji progenitas rataan umur panen M1 berbeda nyata dengan umur
panen pada deskripsi varietas. Hal itu mungkin saja terjadi akibat adanya mutasi yang
dialami oleh tanaman tersebut, tetapi dapat juga diketahui bahwa pemberian mutasi pada
bidang pertanian dengan dosis yang tepat memberikan pengaruh yang baik dan kenyataan
dilapangan tidak semuanya memenuhi harapan. Sesuai dengan literatur Suryowinoto (1987)
memberikan pengaruh yang baik di bidang pertanian, dengan perlakuan dosis radiasi sinar
gamma dengan dosis yang tepat diperoleh tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang seperti
hasil tinggi, umur pendek, tahan terhadap penyakit tetapi kenyataan yang ditimbulkan tidak
semuanya memenuhi harapan. Mugiono (2001) juga menyatakan bahwa mutasi tidak dapat
diamati pada generasi M1, kecuali yang termutasi adalah gamet haploid. Adanya mutasi
dapat ditentukan pada generasi M2 dan seterusnya. Semakin tinggi dosis, maka semakin
banyak terjadi mutasi dan makin banyak pula kerusakannya. Hubungan antara tinggi bibit
dan kemampuan hidup tanaman M1 dengan frekuensi mutasi, membuktikan bahwa penilaian
kuantitatif terhadap kerusakan tanaman M1 dapat digunakan sebagai indikator dalam
permasalahan pengaruh dosis pada timbulnya mutasi.
Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan dan produksi kacang hijau hasil radiasi sinar gamma (M0)
Dari hasil analisis statistik diperoleh data bahwa tingkat cekaman kekeringan berbeda
nyata pada parameter volume akar, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman.
Volume akar tertinggi yang terdapat pada perlakuan cekaman kekeringan yaitu pada
C0 (100% kapasitas lapang) sebesar 19,92 ml sedangkan yang terendah terdapat pada C1
(80% kapasitas lapang) sebesar 9,33 ml. Ini disebabkan karena pada penyiraman air pada
100% kapasitas lapang sangat sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga perkembangan
akar berkembang dengan baik. Namun ketika kebutuhan air diturunkan menjadi 80%
kapasitas lapang dapat menghambat aktivitas akar dalam mentranslokasi zat hara ke bagian
tanaman dan akar kurang berkembang dengan baik. Sesuai dengan literatur Sufianto (2004)
yang menyatakan bahwa fungsi air bagi tanaman memegang peranan penting dalam aktivitas
tanaman. Jika kebutuhan air terpenuhi maka aktivitas tanaman dapat maksimal, namun
kebutuhan air tidak terpenuhi maka menurunkan atau menghambat aktivitas atau bagian
menghadapi cekaman kekeringan: (1) membatasi perkembangan luas daun, (2)
perkembangan akar untuk mencapai daerah yang masih basah, (3) penutupan stomata untuk
mengurangi transpirasi.
Jumlah polong berisi per tanaman tertinggi yang terdapat pada perlakuan cekaman
kekeringan adalah pada C0 (100% kapasitas lapang) sebesar 3,84 polong sedangkan yang
terendah terdapat pada C3 (40% kapasitas lapang) sebesar 2,0 polong. Hal ini menunjukkan
bahwa pada tingkat cekaman kekeringan yang tinggi produksi tanaman kacang hijau
mengalami penurunan akibat terganggunya proses fisiologis dan metabolisme tanaman
karena jumlah air tersedia cukup sedikit. Mapegau (2006) menyatakan bahwa pengaruh
cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami
dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh awal dari tanaman yang mendapat cekaman
air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian
berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman.
Bobot biji per tanaman tertinggi pada perlakuan cekaman kekeringan adalah pada C0 (100%
kapasitas lapang) sebesar 2,29 g sedangkan yang terendah adalah pada perlakuan C3 (40%
kapasitas lapang) sebesar 0,98 g. Hal ini menunjukkan bahwa pada pemberian air secara
optimal meningkatkan produktivitas tanaman. Pada tingkat cekaman kekeringan yang tinggi,
tanaman kacang hijau masih mampu tumbuh dan beradaptasi dengan baik, namun
produksinya rendah. Sesuai literatur Toruan dkk (2001) yang menyatakan bahwa ketahanan
tanaman terhadap kekeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sifat dan
kemampuan akar tanaman untuk mengekstrak air dari dalam tanah secara maksimal.
Rendahnya potensi air tanah dan terjadinya cekaman kekeringan menyebabkan pertumbuhan
tanaman terhambat dan produktivitasnya rendah. Kekurangan air sangat berpengaruh