• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rice Varieties Screening and Use of Flexible Plastic Package to Extent Storage Durability: Case Study Rice at Central Kalimantan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rice Varieties Screening and Use of Flexible Plastic Package to Extent Storage Durability: Case Study Rice at Central Kalimantan"

Copied!
219
0
0

Teks penuh

(1)

ELMI KAMSIATI

 

 

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

SCREENING

VARIETAS PADI DAN PENGGUNAAN KEMASAN

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Screening Varietas Padi dan Penggunaan Kemasan Plastik Fleksibel untuk Meningkatkan Daya Tahan Simpan Beras: Studi Kasus Beras di Kalimantan Tengah. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Elmi Kamsiati

(4)
(5)

Extent Storage Durability: Case Study Rice at Central Kalimantan. Under supervision of EMMY DARMAWATI dan YADI HARYADI.

Rice is an important commodity because being the staple food of the most of Indonesian people. During storage, the rice can be damaged due to environmental factors as well as postharvest pest. Sitophilus oryzae is postharvest insect pest that attack rice during storage causing quantity and quality losses. The objective of this research is to screening resistance of several local rice variety of Central Kalimantan, study effect of packages on S.oryzae mortality and determine appropriate packaging for rice storage. Eight rice varieties were tested against S.oryzae and then taken three variety (Siam Jurut, Siam Unus and Karang Dukuh) that packaged using “hermetic” laminat, polypropilen (PP) and low density polyetylen (LDPE). Result of the research showed that the lowest index of susceptibility was Siam Jurut, followed by Siam Palun, Siam Palas and Bayar Pahit that were be resistant varieties. Siam Unus had medium index of susceptibility. Rantul, Siam Pandak and Karang Dukuh had high Index of susceptibility. After storage, the resistant group had lower quantity losses, damaged grain and moisture content than susceptible group. The kind of plastic significantly effect to S.oryzae mortality. Total mortality of S.oryzae reached after three day for Siam Jurut, Siam Unus and Karang Dukuh in “hermetic” laminat plastic, six day for Siam jurut in PP plastic, seven day for Siam Unus and Karang Dukuh. In LDPE, total mortality reached after 20 storage day.

Keywords: rice, screening, S.oryzae, packaging

 

(6)
(7)

Fleksibel untuk Meningkatkan Umur Simpan Beras: Studi Kasus Beras di Kalimantan Tengah. Dibimbing oleh EMMY DARMAWATI dan YADI HARYADI.

Beras merupakan komoditas penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, termasuk di provinsi Kalimantan Tengah. Konsumsi beras per kapita penduduk Kalimantan Tengah pada tahun 2011 adalah sebesar 121.27 kg/kapita/tahun (Radius 2011). Ketersediaan beras senantiasa dijaga untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain masalah produksi, pasca panen merupakan bagian penting dalam penyediaan beras untuk masyarakat.

Penyimpanan menjadi bagian penting dalam kegiatan pasca panen pada rantai pasok beras dari produsen sampai ke konsumen. Menurut Direktorat Penanganan Pasca Panen Deptan dan BPS (2007) yang diacu dalam Haryadi 2010, susut pascapanen padi pada tahun 2007 sebesar 11.27%. Selama penyimpanan, beras dapat mengalami kerusakan baik karena pengaruh lingkungan maupun hama penyakit. Serangga hama Sitophilus oryzae banyak menyerang beras dalam penyimpanan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan beras selama penyimpanan adalah penggunaan varietas yang resisten. Perlindungan beras selama penyimpanan juga dapat dilakukan melalui pengemasan yang baik. Penelitian ini bertujuan melakukan screening

ketahanan beberapa varietas beras asli Kalimantan Tengah terhadap serangan hama Sitophilus oryzae, mempelajari pengaruh jenis kemasan terhadap tingkat dan lama waktu kematian serangga Sitophilus oryzae dalam penyimpanan serta menentukan jenis kemasan yang sesuai untuk penyimpanan beras.

(8)

Dukuh, Siam Jurut, Siam Pandak, Siam Palun, Siam Palas, Bayar Pahit Rantul dan Siam Unus) yang discreening, varietas Siam Jurut merupakan varietas yang paling resisten dengan nilai indeks perkembangan (ID), total populasi (Nt) dan laju perkembangan intrinsik (Rm) paling rendah. Varietas lain yang juga masuk kelompok resisten adalah Siam Palun, Siam Palas dan Bayar Pahit. Varietas Karang Dukuh dan Siam Pandak merupakan varietas dengan Nt tertinggi, periode perkembangan (D) yang rendah, ID dan λ tertinggi. Sedangkan varietas Siam Unus memiliki nilai medium, yaitu diurutan kelima untuk paremeter Nt, ID dan

λ, serta pada urutan keenam untuk nilai D.

Kelompok varietas yang resisten (memiliki nilai ID rendah) tersebut juga memiliki persentase susut bobot dan biji berlubang yang rendah, sedangkan varietas yang rentan memiliki persentase susut bobot dan biji berlubang yang tinggi. Kelompok varietas dengan susut bobot dan biji berlubang yang rendah adalah Siam Palas, Bayar Pahit, Siam Jurut, Siam Palun dan Siam Unus. Karang Dukuh, Siam Pandak dan Rantul merupakan kelompok dengan persentase susut bobot dan biji berlubang yang tinggi. Populasi S.oryzae berkorelasi positif dengan persentase susut bobot (nilai r = 0.94), persentase biji berlubang (r = 0.85) dan kadar air (0.79)

Pada penelitian tahap dua, beras varietas Siam Jurut, Siam Unus dan Karang Dukuh diinfestasi dengan S.oryzae dikemas dan disimpan. Hasil analisis ragam menunjukkan pada hari ketiga penyimpanan, jenis plastik dan interaksinya dengan varietas beras berpengaruh nyata pada persentase kematian S.oryzae. Persentase kematian S.oryzae mencapai 100% setelah tiga hari penyimpanan untuk ketiga varietas pada plastik hermetik dan tujuh hari pada plastik PP. Pada plastik LDPE, kematian S.oryzae mencapai 100% setelah 20 hari penyimpanan untuk varietas Siam Unus dan Karang Dukuh dan masih tersisa 3% S.oryzae yang hidup untuk varietas Siam Jurut. Jenis plastik berpengaruh pada komposisi udara dan persentase kematian S.oryzae dalam kemasan. Plastik “hermetik” laminat lebih mampu mempertahankan komposisi oksigen dan karbondioksida di dalam kemasan selama penyimpanan daripada plastik PP dan LDPE.

(9)

®Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagaian atas seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

ELMI KAMSIATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

SCREENING

VARIETAS PADI DAN PENGGUNAAN KEMASAN

(12)
(13)

Nama : Elmi Kamsiati NRP : F153100081

 

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Emmy Darmawati, M.Si. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Teknologi Pasca Panen

Dr.Ir. Sutrisno, M.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(14)
(15)

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Screening Varietas Padi dan Penggunaan Kemasan Plastik Fleksibel untuk Meningkatkan Daya Tahan Simpan Beras: Studi Kasus Beras di Kalimantan Tengah.

Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Emmy Darmawati, M.Si dan Dr.Ir. Yadi Haryadi, M.Sc. selaku dosen pembimbing saya yang memberikan saran, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan proposal sampai penulisan karya ilmiah ini. Juga saya ucapkan terimakasih kepada Dr.Ir. Ridwan Rachmat, M.Agr. yang berkenan menjadi dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran untuk perbaikan tesis ini. Kepada Dr.Sutrisno, M.Agr. selaku Koordinator Mayor Teknologi Pasca Panen dan staf pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem (Ibu Siti Rusmiyati dan Bapak Ahmad Mulyatulloh). Kepada staf Laboratorium TPPHP Departemen TMB (Bapak Sulyaden dan Bapak Firman). Kepada Kepala BPTP Kalimantan Tengah & teman-teman peneliti yang atas saran dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini.

Rasa terimakasih tak terhingga penulis sampaikan untuk Ibu dan Bapak atas curahan kasih sayang, bimbingan dan do’a yang tak pernah putus, untuk suamiku tercinta, Mas Aji Bayu atas cinta, kasih sayang, dukungan dan kesabarannya. Untuk Kakak-kakakku kang Ali, kang Topa dan mbak Puji, atas motivasi dan nasehatnya. Untuk Umi atas pengertian dan do’anya, untuk adik-adikku dek Nanda dan dek Tami atas pengertiannya dan seluruh keluarga yang memberikan motivasi dan nasehat kepada penulis dalam menapaki hidup ini. Untuk teman-teman senasib dan seperjuangan, TPP 2010 (teh Susi, Tajul, Cicih, Ani, Mbak Sandra, Putri, Fajri dan Syahirman) atas motivasi dan kebersamaan yang terus terjalin, teman-teman TMP 2010, TPP 2011, TEP 2010 dan TEP 45 (Kania, Bekti). Teman-teman di Kost Putri Kartika (Tyas, teh Yunny, Bu Yana, Niken, Dara, Uchi) atas kebersamaan dan motivasi yang diberikan. Serta masih banyak lagi ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang mohon maaf tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu dalam tulisan ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2013

(16)

sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Saidi dan Ibu Tukirah. Penulis lulus SMUN 2 Ponorogo pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan Sarjana di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya Malang, lulus pada tahun 2004. Sejak tahun 2005, penulis bekerja sebagai staf peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Badan Litbang Kementrian Pertanian. Pada tahun 2010, penulis melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Pasca Panen, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa dari Badan Litbang Kementrian Pertanian.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(17)

sehingga diketahui varietas yang tahan dan yang rentan terhadap serangan hama ataupun penyakit tertentu.

Plastik “hermetik” laminat : plastik yang dibuat dari laminasi yang memiliki permeabilitas gas dan uap air yang rendah.

Metode penyimpanan hermetik

: sistem penyimpanan tertutup berisi atmosfer termodifikasi yang berasal dari efek respirasi yang menghasilkan kondisi rendah oksigen dan tinggi karbon dioksida dalam atmosfer. Permeabilitas yang rendah dari kemasan dapat mempertahankan kadar air yang tetap rendah dan di dalam kemasan. (Villers et al. 2008).

Void (intergranular space) : ruang udara antar biji-bijian. Serangga hama

pascapanen

: serangga yang menyerang dan merusak komoditas hasil pertanian setelah dipanen termasuk dalam penyimpanan.

Resistensi : ketahanan suatu varietas terhadap serangan serangga tertentu, dalam penelitian ini Sitophilus oryzae.

Repelensi : sifat penolakan suatu bahan terhadap suatu jenis serangga.

Antifeedant : bahan fitokimia yang dapat mencegah serangga

untuk makan (Isman et.al 1996 diacu dalam Negi et al. 2011)

(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Beras ... 5

Penyimpanan Biji-bijian ... 7

Kondisi awal biji-bijian ... 7

Faktor Fisik ... 8

Faktor Biotik dan Pengaruh Perlakuan ... 8

Sitophilus oryzae ... 10

Ketahanan varietas beras terhadap serangan hama pascapanen ... 12

Pengemasan Beras ... 13

Plastik “hermetik” laminat ... 13

Polipropilen (PP) ... 14

Low Density Poli Etilen (LDPE) ... 14

METODE PENELITIAN ... 17

Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Metode Penelitian ... 18

Persiapan ... 18

Screening varietas beras ... 19

Pengemasan Beras ... 23

Metode Analisis ... 25

Perhitungan Hasil Pengamatan Screening ... 27

Karakteristik Resistensi ... 27

Karakteristik Kehilangan Bobot ... 27

Rancangan Percobaan ... 28

Screening varietas beras ... 28

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Karakteristik Beras... 30

Hasil ... 30

Pembahasan ... 32

Resistensi Beras ... 35

Hasil ... 35

Total populasi serangga (Nt) ... 35

Periode Perkembangan (D) ... 36

Indeks Perkembangan (ID) ... 37

Laju Perkembangan intrinsik (Rm) ... 38

Kapasitas multiplikasi mingguan (λ) ... 38

Pembahasan ... 39

Karakteristik Kehilangan Pascapanen... 43

Hasil ... 43

Persentase Susut bobot ... 43

Persentase Biji berlubang ... 44

Jumlah S.oryzae ... 44

Kadar air ... 45

Derajat putih ... 45

Pembahasan ... 46

Pengemasan beras ... 51

Hasil ... 51

Perubahan komposisi udara dalam kemasan selama penyimpanan ... 51

Kadar oksigen ... 52

Kadar karbondioksida ... 53

Kematian S.oryzae dalam kemasan ... 54

Pembahasan ... 59

SIMPULAN DAN SARAN ... 65

Simpulan ... 65

Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(21)

DAFTAR TABEL

1.Syarat khusus beras menurut SNI No. 6128-2008 ... 7

2.Sifat barrier terhadap gas dan uap air dari berbagai plastik film kemasan ... 15

3. Dimensi ukuran panjang, lebar dan rasio panjang/lebar delapan varietas beras di Kalimantan Tengah ... 30

4. Rerata nilai kekerasan dan derajat putih beras ... 31

5. Rerata kadar air, amilosa dan lemak beras ... 32

6. Rerata total populasi (Nt) S.oryzae pada beras ... 36

7. Rerata periode perkembangan (D) S.oryzae pada beras ... 37

8. Rerata nilai Indeks Perkembangan (ID) beras ... 37

9. Rerata laju perkembangan intrinsik (Rm) S.oryzae pada beras ... 38

10. Rerata kapasitas multiplikasi mingguan (λ) S.oryzae pada beras ... 38

11. Rerata nilai total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) ... 39

12. Rerata susut bobot beras dalam penyimpanan ... 43

13. Rerata biji berlubang pada beras dalam penyimpanan ... 44

14. Rerata jumlah total S.oryzae setelah penyimpanan ... 45

15. Rerata kadar air beras setelah penyimpanan ... 46

16. Rerata derajat putih beras setelah penyimpanan. ... 47

17. Persentase susut bobot, biji berlubang, total populasi S.oryzae, kadar air dan derajat putih ... 49

18. Korelasi parameter-parameter susut bobot... 48

19. Korelasi antara kadar lemak dengan parameter kehilangan hasil ... 49

20. Rerata kadar oksigen pada berbagai jenis plastik ... 54

21. Rerata kadar karbondioksida pada berbagai jenis plastik ... 56

22. Rerata persen kematian S.oryzae pada berbagai jenis plastik ... 57

23. Rerata persen kematian S.oryzae pada berbegai varietas dan jenis plastik pada hari ketiga penyimpanan ... 59

24. Rerata kadar air beras dalam berbagai jenis plastik Lama kematian, kadar air dan laju perubahan oksigen pada berbagai ... 57

25. Lama kematian, kadar air dan laju perubahan oksigen pada berbagai jenis plastik dan varietas beras... ... 62

(22)

DAFTAR GAMBAR

1.Struktur Biji Padi ... 5 2.Imago Sitophilus oryzae ... 10 3. Diagram Alir Pembiakan Sitophilus oryzae ... 19 4. Diagram Alir Seri I Screening Varietas Beras... 21 5. Proses penelitian screening varietas beras seri I. ... 22 6. Diagram Alir Seri II Screening Varietas Beras ... 22 7. Proses penelitian screening varietas beras seri II ... 23 8 Diagram alir pengemasan beras ... 24 9. Pengemasan beras dengan berbagai jenis plastik ... 25 10. Beras varietas Karang dukuh, Siam Jurut, Siam Pandak, Siam Palun, Siam

Palas, Rantul, Bayar Pahit dan Siam Unus ... 33 11. Laju pertumbuhan turunan pertama (F1) S.oryzae pada berbagai varietas beras

... 35 12. Pola perubahan kadar oksigen dan karbon dioksida pada tiga jenis kemasan

untuk varietas Siam Jurut ... 51 13. Pola perubahan kadar oksigen dan karbon dioksida pada tiga jenis kemasan

untuk varietas Siam Unus ... 52 14. Pola perubahan kadar oksigen dan karbon dioksida pada tiga jenis kemasan

untuk varietas Karang Dukuh ... 52 15. Persentase S.oryzae hidup dalam berbagai jenis plastik untuk varietas Siam

Jurut selama penyimpanan ... 54 16. Persentase S.oryzae hidupdalam berbagai jenis plastik untuk varietas Siam

Unus selama penyimpanan ... 55 17. Persentase S.oryzae hidup dalam berbagai jenis plastik untuk varietas Karang

Dukuh selama penyimpanan... 55 18. Perubahan kadar air beras dalam berbagai kemasan plastik selama

penyimpanan untuk varietas Siam Jurut ... 57 19. Perubahan kadar air beras dalam berbagai kemasan plastik selama

penyimpanan untuk varietas Siam Unus ... 58 20. Perubahan kadar air beras dalam berbagai kemasan plastik selama

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

 

1. Karakteristik beras yang digunakan dalam penelitian... 75 2. Karakteristik plastik yang digunakan dalam penelitian... 79 3a. Ketersediaan beras di Kalimantan Tengah tahun 2011... 80 3b. Ketersediaan beras di Kalimantan Tengah tahun 2010... 81 3c. Ketersediaan beras di Kalimantan Tengah tahun 2009... 83 4a. Analisis ragam kadar amilosa beras... 83 4b. Uji lanjut Duncan kadar amilosa beras... 83 5a. Analisis ragam kadar lemak beras... 83 5b. Uji lanjut Duncan kadar lemak beras... 83 6a. Analisis ragam kadar air awal beras penelitian Tahap I seri I... 83 6b. Uji lanjut Duncan kadar air awal beras penelitian Tahap I seri I... 84 7a. Analisis ragam dimensi panjang beras ... 84 7b. Uji lanjut Duncan dimensi panjang beras... 84 8a. Analisis ragam dimensi lebar beras... 84 8b. Uji lanjut Duncan dimensi lebar beras... 85 9a. Analisis ragam dimensi rasio panjang:lebar beras... 85 9b. Uji lanjut Duncan dimensi rasio panjang:lebar beras... 85 10. Analisis ragam kekerasan beras... 85 11a. Analisis Ragam derajat putih beras... 86 11b. Uji lanjut Duncan derajat putih beras... 86 12a. Analisis ragam jumlah total populasi S.oryzae seri I... 86 12b. Uji lanjut Duncan jumlah total populasi S.oryzae seri I... 86 13a. Analisis ragam nilai periode perkembangan (D)... 86 13b. Uji lanjut Duncan nilai periode perkembangan (D)... 87 14a. Analisis ragam nilai indeks perkembangan (ID)... 87 14b. Uji lanjut Duncan nilai indeks perkembangan (ID)... 87 15a. Analisis ragam laju perkembangan intrinsik (Rm)... 87 15b. Uji lanjut Duncan laju perkembangan intrinsik (Rm)... 87 16a. Analisis ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ)... 88 16b. Uji lanjut Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ)... 88 17a. Analisis ragam susut bobot... 88 17b. Uji lanjut Duncan susut bobot... 88 18a. Analisis ragam persentase biji berlubang... 88 18b. Uji lanjut persentase biji berlubang... 89 19a. Analisis ragam kadar air beras penelitian Tahap I seri II sebelum

penyimpanan... 89 19b.Uji lanjut Duncan kadar air beras penelitian Tahap I seri II sebelum

(24)

20. Analisis ragam kadar air beras penelitian Tahap I seri II setelah

simpan... 89 21a. Derajat putih setelah penyimpanan... 89 21b. Uji lanjut Duncan derajat putih setelah penyimpanan penelitian Tahap I

seri II... 90 22a. Analisis ragam kadar oksigen hari ke-3... 90 22b. Uji lanjut Duncan kadar oksigen hari ke-3... 90 23. Analisis ragam kadar oksigen hari ke-7... 90 24a. Analisis ragam kadar karbon dioksida hari ke-3... 91 24b. Uji lanjut Duncan kadar karbondioksida hari ke-3... 91 25. Analisis ragam kadar karbon dioksida hari ke-7... 91 26a. Analisis ragam persentase S.oryzae mati hari ke-3... 91 26b. Uji lanjut Duncan persentase S.oryzae mati karena pengaruh varietas

hari ke-3... 92 26c. Uji lanjut Duncan persentase S.oryzae mati karena pengaruh jenis plastik hari ke-3... 92 26d. Uji lanjut Duncan persentase S.oryzae mati karena pengaruh interaksi

varietas dan jenis plastik hari ke-3... 92 27. Analisis ragam persentase S.oryzae mati hari ke-7... 92 28. Analisis ragam kadar air awal beras yang dikemas pada penelitian

Tahap II... 92 29a. Analisis ragam kadar air beras yang dikemas hari ke-3 penelitian

Tahap II... 93 29b. Uji lanjut Duncan kadar air beras yang dikemas hari ke-1 penelitian

Tahap II... 93 30a. Analisis ragam kadar air beras yang dikemas hari ke-7 penelitian

Tahap II... 93 30b. Uji lanjut Duncan kadar air beras yang dikemas hari ke-7 penelitian

Tahap II... 93

   

 

 

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan komoditas penting di Indonesia, karena merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, termasuk di provinsi Kalimantan Tengah. Konsumsi beras per kapita penduduk Kalimantan Tengah pada tahun 2011 adalah sebesar 121.27 kg/kapita/tahun, dengan jumlah penduduk sebesar 2.25 juta orang, setidaknya diperlukan 273.86 ribu ton beras untuk memenuhi konsumsi penduduk tersebut. Kebutuhan ini dipenuhi dari produksi padi sebesar 610.24 ribu ton yang setara dengan 301.60 ribu ton beras (dengan rendemen giling 55.7% dan susut pascapanen 11.27%). Berdasarkan jumlah produksi dan jumlah konsumsi beras masih ada surplus beras sebesar 66.05 ribu ton. (BPS Kalimantan Tengah 2010, 2011; Radius 2011)

Meskipun secara kuantitas kebutuhan beras secara regional terpenuhi, namun kuantitas produksi padi yang dihasilkan tiap kabupaten/kota tidaklah selalu mencukupi kebutuhan daerahnya. Dari 14 kabupaten/kota di Kalimantan Tengah ada 6 kabupaten yang mengalami surplus ketersediaan beras yaitu Kabupaten Kapuas, Lamandau, Katingan, Pulang Pisau, Barito Timur dan Murung Raya. Delapan lainnya, yaitu Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Barito Selatan, Barito Utara, Sukamara, Seruyan, Gunung Mas dan Palangka Raya mengalami minus ketersediaan beras (Lampiran 3a).

(26)

Upaya untuk menurunkan susut pascapanen akan dapat meningkatkan ketersediaan beras untuk masyarakat.

Salah satu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam rangkaian kegiatan pascapanen beras adalah penyimpanan. Menurut Direktorat Penanganan Pasca Panen Deptan dan BPS (2007) yang diacu dalam Haryadi (2010), susut penyimpanan beras pada tahun 2007 sebesar 1.68%, yang jika dikonversikan dengan produksi beras di Kalimantan Tengah pada tahun 2011, nilai ini setara dengan 5 710 ton.

Selama penyimpanan, beras dapat mengalami kerusakan baik karena pengaruh lingkungan maupun hama penyakit. Suhu dan kelembaban udara yang tinggi dapat mempercepat kerusakan beras yang disimpan, selain itu hama pasca panen, seperti tikus dan serangga lain dapat menyebabkan susut bobot dan penurunan kualitas.

Salah satu serangga hama primer yang menyebabkan kerusakan yang besar pada beras dalam penyimpanan adalah Sitophilus oryzae. Kumbang bubuk beras tergolong hama primer dan paling dominan menimbulkan kerusakan beras dalam penyimpanan. Imago merusak beras dari luar sedangkan larva memakan beras dari dalam. Gejala serangan adalah adanya biji yang berlubang (yang disebut exit hole). Dalam keadaaan ekstrim, beras yang diserang S.oryzae akan rusak dan hancur menjadi tepung (Anggara dan Sudarmaji, 2009).

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi kerusakan beras dalam penyimpanan dari serangan hama pascapanen di antaranya adalah menanam varietas padi yang resisten. Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa varietas yang berbeda memiliki resistensi yang berbeda.

(27)

perkembangan Tribolium castaneum (Herbst), Rhyzopertha dominica (F.) and

Trogoderma granarium Everts pada padi, beras pecah kulit dan beras giling dari empat varietas padi pada kondisi laboratorium. Varietas yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap feeding preference, perkembangan dan kehilangan berat biji. Abebe et al. (2009) juga telah melaporkan ketahanan beberapa varietas jagung terhadap serangan hama gudang Sitophilus zeamais

(Motsch.), salah satu hama penting dalam penyimpanan jagung. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dari 13 varietas yang di screening, diperoleh satu varietas resisten sedangkan yang lain cukup resisten. Haryadi (1991) diacu dalam Tarmudji (2008) telah mengembangkan metode screening untuk menyeleksi berbagai varietas serealia yang tahan terhadap serangan hama. Metode ini memberikan informasi yang lebih lengkap dibanding metode yang lain.

Disamping penggunaan varietas yang resisten, penggunaan kemasan yang baik dapat melindungi beras yang disimpan dari serangan hama pascapanen. Kemasan plastik memiliki fungsi pasif melindungi produk yang dikemas terhadap kerusakan yang disebabkan faktor eksternal terkait dengan penanganan dan serangan mikro dan makroorganisme (seperti serangga) (Riudavets et al. 2007).

Pemilihan jenis kemasan dan kadar air yang tepat, efektif dalam mengurangi infestasi hama Sitrotoga cerealella, Sitophilus oryzae dan Tribolium

castaneum dan kehilangan berat padi yang disimpan (Dharmasena dan

Abeysiriwardena 2003). Penggunaan plastik hermetik pada beras pecah kulit menunjukkan bahwa terjadi penurunan kondisi oksigen penyimpanan selama 8 bulan, yaitu dari 21% turun ke taraf 8-10 % yang berarti dapat menekan populasi serangga hidup, dibandingkan dengan kemasan lainnya (Rachmat 2009).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk melakukan screening varietas beras lokal Kalimantan Tengah berdasarkan ketahanan terhadap serangan Sitophilus oryzae dan pemilihan jenis kemasan yang tepat untuk melindungi beras selama penyimpanan.

Perumusan Masalah

(28)

kebutuhan penduduknya, namun kuantitas ketersediaannya tidak merata di setiap kabupaten. Upaya menjamin ketersediaan beras tidak hanya dari aspek produksi tetapi juga harus diikuti penanganan pascapanen yang tepat untuk mengurangi kehilangan hasil. Penyimpanan merupakan salah satu rantai dalam pascapanen beras sebelum sampai ke konsumen. Dalam penyimpanan beras dapat mengalami kerusakan karena faktor lingkungan serta serangan hama dan penyakit. Serangga hama Sitophilus oryzae merupakan hama yang banyak menyerang beras dalam penyimpanan. Ketahanan setiap varietas beras terhadap hama penyakit berbeda karena bentuk, kandungan gizi akan mempengaruhi kesukaan serangga hama terhadap suatu bahan pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan screening varietas untuk menentukan varietas beras yang tahan terhadap serangan Sitophilus oryzae. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan untuk melindungi beras yang disimpan adalah teknik pengemasan yang baik. Pengemasan akan melindungi produk yang disimpan dari kerusakan yang disebabkan serangan hama pascapanen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Melakukan screening ketahanan beberapa varietas beras asli Kalimantan Tengah terhadap serangan hama Sitophilus oryzae.

2. Mempelajari pengaruh jenis kemasan terhadap tingkat dan lama waktu kematian serangga Sitophilus oryzae dalam penyimpanan.

3. Menentukan jenis kemasan yang sesuai untuk penyimpanan beras.

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Beras

Beras adalah gabah yang bagian sekam dan pericarp (kulit ari)nya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (hull), disebut beras pecah kulit. Beras sosoh atau beras slyp atau beras putih adalah butiran beras yang telah terbebas dari bekatul dan telah disosoh untuk mendapatkan warna putih mengkilap (Rahmad 2009; Patiwiri 2006).

Biji padi atau gabah terdiri atas dua penyusun utama, yaitu 72-82% bagian yang dapat dimakan atau kariopsis (disebut beras pecah kulit atau brown rice), dan 18-28% kulit gabah atau sekam. Kariopsis tersusun dari 1-2% perikarp, 4-6% aleuron dan testa, 2-3% lemma (sekam kelopak), dan 89-94% endosperm. Sumber lain mengatakan kisaran yang berbeda, kemungkinan disebabkan oleh perbedaan varietas gabah, keadaan daerah penanaman dan perbedaan pola budidaya (Juliano, 1984 diacu dalam Haryadi, 2008). Perlu dikemukakan juga hasil penelitian lain yang menyatakan bahwa kariopsis terdiri atas 6,5% perikarp, teta, nuselus dan aleuron; 2-2,1% skutelum; 0,8-1,1% lembaga atau embrio; dan 90,4-90,6% endosperm. (Juliano, 1980 diacu dalam Haryadi 2008). Stuktur biji padi dapat dilihat pada Gambar 1.

   

(30)

Komponen terbesar penyusun beras adalah pati. Oleh sebab itu ciri-ciri inderawi yang utama, khususnya teksturnya, ditentukan oleh sifat dan perilaku pati. Berdasar kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan yang mengandung amilosa 0-2% bobot kering, beras berkandungan amilosa rendah yaitu antara 9-20%, beras berkandungan amilosa menengah yaitu 20-25%, dan beras berkandungan amilosa tinggi, yaitu lebih dari 25%. Beras ketan digunakan untuk membuat olahan manis dan olahan yang mempunyai tekstur lunak dan liat. Beras berkadar amilosa rendah digunakan untuk membuat makanan bayi, sereal sarapan pagi dan roti dengan pengembangan volume menggunakan ragi (Haryadi 2008).

Subspesies padi yang di tanam didunia secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 subspesies, yaitu japonica (tipe A), javanica (tipe B) dan indica (tipe C). Pengelompokan ini didasarkan pada bentuk gabah baik dari panjang maupun lebarnya. Perbedaan yang paling menonjol dari kedua sub spesies antara javonica dan indica adalah perbedaan ukuran butiran. Japonica memiliki bentuk butiran yang pendek membulat, sedangkan indica memiliki bentuk memanjang. Rasio panjang-lebar japonica lebih kecil dari 2.0 sedangkan indica memiliki rasio panjang-lebar lebih tinggi hingga 4.0. Rasio lebar-tebal japonica berkisar antara 1.4 sampai 1.6, sedangkan indica 1.3 sampai 1.6. Berat per butir japonica umumnya lebih tinggi daripada indica (Patiwiri 2006).Sedangkan subspesies javanica memiliki ukuran butiran yang besar, yaitu memiliki panjang dan lebar butiran yang tinggi. Indica memiliki rentang lebar butiran antara 2.0-3.5 mm dan panjang 6.7 mm atau lebih, japonica memiliki rentang lebar butiran 2.7 mm atau lebih dan panjang 7.7 mm atau lebih (Patiwiri 2006).

Varietas-varietas padi yang ditanam di Indonesia termasuk dalam subspesies indica. Rasio panjang-lebar paling rendah 2.0 ditunjukkan oleh PB 36 dengan panjang butiran 6.4 mm, sedangkan rasio panjang-lebar yang tinggi ditunjukkan oleh varietas Rojolele dan Semeru sebesar 2.9 dengan panjang butiran 6.5-7.5 mm (Patiwiri 2006).

(31)

dan merugikan. Sedangkan syarat khusus beras menurut SNI No.6128-2008 ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat khusus beras menurut SNI No. 6128-2008 No Komponen mutu Satuan Mutu

I

Mutu II

Mutu III

Mutu IV

Mutu V 1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 85 2 Kadar air (maks) (%) 14 14 14 14 15 3 Beras kepala (min) (%) 95 89 78 73 60 4 Butir patah (maks) (%) 5 10 20 25 35

5 Butir menir (max) (%) 0 1 2 2 5

6 Butir merah (max) (%) 0 1 2 3 3

7 Butir kuning/rusak (max) (%) 0 1 2 3 5

8 Butir mengapur (max) (%) 0 1 2 3 5

9 Butir asing (max) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,2 10 Butir gabah (max) (butir/

100 g)

0 1 1 2 3

Sumber: BSN (2011)

Penyimpanan Biji-bijian

Penyimpanan adalah salah satu bentuk tindakan pengamanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Tujuan penyimpanan dari biji-bijian adalah menjaga kualitas, termasuk nilai nutrisi dan menjaga biji-bijian dalam kondisi yang bagus untuk pemasaran dan pengolahan. Kualitas dari bahan yang disimpan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu (a) kondisi awal biji-bijian, (b) kondisi lingkungan selama periode penyimpanan, (c) faktor biotik, seperti serangga, tikus dan mikroorganisme dan (d) berbagai perlakuan yang diaplikasikan pada biji-bijian selama periode penyimpanan (seperti aerasi, pengeringan, fumigasi, kontrol atmosfer, grain protectan) (Rajendran 2003).

Kondisi awal biji-bijian

(32)

mempengaruhi pertumbuhan serangga hama dan organisme perusak lainnya. Kadar air tidak akan seragam pada penyimpanan curah dan akan bervariasi antar daerah, antar lot dan dalam penyimpanan karung akan berbeda antara yang lapisan berbatasan dengan kemasan dengan yang di dalam, dan di penyimpanan curah antara lapisan atas dengan lapisan luar atau di dalam. Pada penyimpanan curah, kadar air tertinggi di beberapa bagian lebih penting daripada kadar air rata-rata (Rajendran 2003).

Faktor Fisik

Faktor fisik yang berpengaruh terhadap penyimpanan biji-bijian adalah suhu, aktivitas air/kadar air biji dan kelembaban udara. Aktivitas hama bergantung pada suhu, sehingga suhu memiliki peran penting dalam penyimpanan. Serangga dan kapang memiliki kondisi suhu optimum pertumbuhan, masing-masing 25-31°C dan 25°C. Penurunan suhu akan menurunkan aktivitas dan perkembangan serangga dan kapang. Kenaikan suhu akan menyebabkan peningkatan aktivitas respirasi dari biji-bijian dan serangga, sehingga reaksi deteriorasi lebih cepat terjadi. Faktor lain yang yang berkorelasi dengan suhu adalah kadar air atau aktivitas air dari biji. Kadar air antara 12-14% baik untuk pertumbuhan serangga. Jika aktivitas air (Aw) 0,9 atau lebih, kapang akan tumbuh. Jika Aw rendah, aktivitas hama akan turun. Suhu dan kadar air secara bersama-sama menentukan lama penyimpanan. Respirasi dari biji-bijian dan hama serangga akan mengkonsumsi oksigen dan melepaskan karbon dioksida selama penyimpanan. Kadar oksigen dan karbon dioksida juga mempengaruhi populasi dan pertumbuhan serangga (Rajendran 2003).

Interaksi antara faktor fisik dengan proses biologi dalam ekosistem penyimpanan biji-bijian berperan utama dalam perubahan komposisi biji-bijian dan sifat fungsionalnya. Perubahan tersebut diantaranya penurunan kadar karbohidrat termasuk penurunan jumlah gula reduksi dan total gula. Penurunan kadar lemak dan peningkatan kadar asam lemak bebas karena aktivitas enzim lipase serta penurunan kadar vitamin A dan B (Rajendran 2003).

Faktor Biotik dan Pengaruh Perlakuan

(33)

Pada kasus yang ekstrim dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan (Rajendran 2003).

Serangga merupakan hama yang pertama berinteraksi dengan biji-bijian dan menjadi ancaman utama dalam mempertahankan kualitas biji-bijian selama penyimpanan. Serangga ini mengkonsumsi, mengkontaminasi dan menyebarkan mikroflora. Serangga hama menyebabkan susut bobot terutama karena aktivitas makan, dan kerusakan terjadi jika serangga meletakkan telur. Hal ini menyebabkan kehilangan gula non reduksi, gula reduksi dan total gula dari biji-bijian yang diinfestasi. Serangga hama juga mengeluarkan kotoran yang mengandung asam urat, selain itu juga kontaminasi juga berupa potongan tubuh dan serangga mati. Kontaminasi serangga dapat menurunkan harga produk dan dapat juga menyebabkan penolakan produk. Serangga juga berperan dalam menyebarkan cendawan penyimpanan (Rajendran 2003).

Perlindungan biji-bijian dari kerusakan dapat dilakukan secara fisik dengan (a) manipulasi suhu, aktivitas air dan komposisi udara; (b) aplikasi “inert dust” dan (c) pemisahan secara mekanis untuk membuang serangga hama, digunakan sebelum perlindungan secara kimia dan fumigasi diperkenalkan. Perlakuan fisik memiliki kelebihan karena bebas residu dan tidak mempengaruhi kualitas biji, namun umumnya biayanya mahal, tetapi beberapa perlakuan telah dilakukan pada skala komersial (Rajendran 2003). Kerusakan selama penyimpanan dapat dicegah dengan fungisida, insektisida, cara pengemasan dan pengaturan ruangan serta pengaturan kadar air dan suhu selama penyimpanan (Wardana 2010).

(34)

Sitophilus oryzae

Sitophilus oryzae merupakan hama yang yang paling merusak pada biji-bijian yang disimpan. S.oryzae merupakan kumbang moncong kecil yang bervariasi dalam ukuran, tapi rata-rata 2-3 mm. Moncong S.oryzae panjang (1 mm), hampir 1/3 bagian dari total panjangnya. Kepala dengan moncong hampir sama panjangnya dengan protorak maupun elytra. Warnanya bervariasi dari merah coklat kusam sampai hitam, dan biasanya ditandai dengan 4 bintik merah sampai kuning pada bagian punggung (Gambar 2). Sayap bawah dari S.oryzae akan berkembang dan dapat terbang. Thorak ditutupi oleh bintik-bintik padat yang disebut puncture dan elytra memiliki memiliki barisan bintik menurut garis membujur. Tahap larva dari dari serangga ini berwarna putih, lembut, tak berkaki dan berada didalam biji, memakan biji dari dalam. Setelah berkembang, larva akan menjadi pupa dan akhirnya menjadi imago (Kohler 2008; Jacobs dan Calvin 2001).

 

Gambar 2.Imago Sitophilus oryzae (Makarov 2002)

Selama musim panas, periode perkembangan lebih pendek, yaitu sekitar 26 hari. Periode ini akan lebih lama pada kondisi cuaca dingin. S.oryzae dapat terbang, dan infestasi kemungkinan terjadi saat di lahan terlebih dahulu daripada pada saat panen. S.oryzae merupakan hama yang merusak biji-bijian. Berkembang di dalam biji menyebabkan kerusakan hampir semua biji-bijian dalam elevator atau tempat penyimpanan (Jacobs dan Calvin 2001).

(35)

tetapi beberapa individu mampu hidup hingga satu tahun. Betina bertelur selama hidupnya dengan fekunditas total 300-400 butir, tetapi hanya ± 150 telur yang diletakkan dengan puncak oviposisi pada umur imago 4-5 minggu (Anggara dan Sudarmadji 2009).

Rentang waktu perkembangan serangga pradewasa bergantung pada kualitas beras dan suhu lingkungan penyimpanan. Imago betina membuat lubang kecil pada permukaan beras, bertelur di lubang tersebut, dan menutupnya kembali dengan semacam zat lilin (egg-plug) yang disekresi mulutnya. Telur menetas setelah telur diletakkan 3-6 hari. Larva tidak bertungkai (apoda), dan berkembang melalui empat instar selama ± 25 hari (3-4 minggu) sebelum menjadi pupa. Pada suhu 18°C, stadia larva berlangsung ± 98 hari. Setelah tujuh hari sebagai pupa, imago muncul dan hanya menyisakan selaput kulit luar beras. Apabila menyerang gabah, imago keluar dengan membuat lubang (emergence hole) pada sekam (Anggara dan Sudarmadji 2009).

Kumbang bubuk beras merupakan salah satu hama penting dalam penyimpanan biji-bijian. Hama ini berasal dari India dan telah menyebar ke seluruh dunia melalui perdagangan. Baik serangga dewasa maupun larva makan keseluruhan biji. Sitophilus oryzae dapat menyerang biji-bijian utuh yang disimpan seperti, gandum, sorgum, barley dan beras (Kohler 2008).

Kerusakan beras yang disebabkan serangga susah diukur secara keseluruhan. Akibat serangan serangga pada beras secara nyata dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat terjadi karena serangga yang memakan beras, mengkontaminasi beras dan merusak struktur penyimpanan; kerusakan tidak langsung terjadi terkait dengan pemanasan massa biji-bijian, distribusi mikroorganisme dalam beras dan resistensi konsumen terhadap produk yang terkontaminasi (Howell Jr 2003).

(36)

Ketahanan Varietas Beras terhadap Serangan Hama Pascapanen

Salah satu metode preventif yang dapat dilakukan untuk mengurangi serangan hama pascapanen yang dapat menimbulkan kerusakan dan kehilangan bahan pangan adalah dengan menyimpan serealia yang tahan terhadap serangan hama pascapanen. Secara alamiah, ada varietas-varietas hasil panen yang rentan dan adapula varietas tanaman yang resisten terhadap serangan hama pascapanen. Haryadi (1991) telah mengembangkan metode screening untuk menyeleksi berbagai varietas serealia yang tahan terhadap serangan hama pascapanen. Berdasarkan metode yang dikembangkan tersebut, diketahui bahwa varietas eksotik (di tanam di daerah tropis) lebih tahan terhadap serangan Sitophilus oryzae

dibanding beras varietas sub-tropis (Haryadi 2010).

Dengan rekayasa genetik atau teknik pemuliaan tanaman lainnya dimungkinkan diciptakan varietas serealia yang menghasilkan biji yang resisten terhadap serangan hama pascapanen. Selama ini telah dihasilkan berbagai varietas baru serealia. Pada umumnya dihasilkan varietas yang unggul dari sisi produksi, seperti tahan hama prapanen, tahan penyakit, produktivitas tinggi, rasa yang enak, umur tanam yang lebih pendek, tahan keasaman tinggi, tahan kekerinagn dan keunggulan lainnya. Akan tetapi penemuan varietas-varietas tersebut tidak bermakna, apabila pada tahap penyimpanan, varietas-varietas baru tersebut tidak tahan serangan agen-agen perusak khususnya serangan hama pascapanen (Haryadi 2010).

Screening varietas beras/padi terkait dengan ketahanannya terhadap serangan hama pascapanen telah dilakukan. Rashid et al. (2009), telah melakukan pengujian resistensi tujuh varietas beras terhadap serangan Sitophilus oryzae (L), dan hasilnya menunjukkan ada beberapa varietas beras yang resisten dengan susut bobot yang rendah. Selanjutnya preferensi makan dari Sitophilus oryzae pada empat varietas beras (Taroum, Hashemi, Ali Kazemi dan Dylamani) juga telah dilaporkan oleh Hasheminia (2011) yang menunjukkan bahwa Sitophilus oryzae memiliki preferensi makan yang berbeda terhadap beras dari varietas yang berbeda. Nadeem

et al. (2011) juga telah meneliti preferensi makan dan periode perkembangan

(37)

padi pada kondisi laboratorium. Varietas yang berbeda memberikan respon yang berbeda terhadap feeding preference, perkembangan dan kehilangan berat biji. Abebe et al. (2009) melaporkan ketahanan beberapa varietas jagung terhadap serangan hama gudang Sitophilus zeamais (Motsch.), salah satu hama penting dalam penyimpanan jagung. Dari 13 varietas yang di screening, diperoleh satu varietas resisten sedangkan yang lain cukup resisten.

Pengemasan Beras

Kemasan adalah suatu benda yang digunakan untuk wadah atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan tujuannya. Adanya kemasan dapat membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat goni, plastik, kertas dan gelombang karton (Syarief et al. 1989).

Kerusakan atau umur simpan dari bahan pangan dipengaruhi oleh faktor intrinsik yang merupakan sifat dari produk itu sendiri dan faktor ekstrinsik (lingkungan). Faktor ekstrinsik diantaranya adalah profil suhu dan waktu selama

processing, kontrol suhu, RH, paparan terhadap cahaya selama penyimpanan dan distribusi, komposisi gas di dalam kemasan dan penanganan oleh konsumen (Brown dan Williams 2003).

Pengemasan produk akan memberikan efek yang signifikan pada berbagai faktor ekstrinsik tersebut. Perkembangan bahan kemasan diarahkan oleh kebutuhan untuk mengurangi akibat dari pengaruh lingkungan dan meningkatkan umur simpan. Pada beberapa kasus kemasan sendiri dapat secara efektif meningkatkan umur simpan seperti menjadi barrier yang sempurna terhadap cahaya dan oksigen, sedangkan pada banyak kasus, berbagai faktor akan mempengaruhi efektitivitas kemasan (Brown dan Williams 2003).

(38)

ekosistem penyimpanan biji-bijian memeliki efek mematikan pada serangga dan cendawan dan meningkatkan umur simpannya (Jaya and Jeyamkondan 2002).

Perintis penyimpanan kedap udara modern telah menghasilkan penggunaan penyimpanan kedap udara yang ekstensif, aman dan bebas dari pestisida yang cocok untuk berbagai jenis komoditas dan biji-bijian, terutama pada daerah yang beriklim panas dan lembab. Metode penyimpanan yang digunakan adalah penyimpanan hermetis organik, yang lebih dikenal dengan penyimpanan hermetik yaitu modifikasi udara untuk mempertahankan oksigen tetap rendah yang didasarkan pada aktivitas metabolik dan respirasi serangga, mikroflora dan komoditi itu sendiri di dalam ruang simpan/kemasan (Villers et al. 2007).

Plastik “Hermetik” laminat

Plastik hermetik adalah kantong plastik yang dibuat dari bahan dan teknik khusus untuk menciptakan lingkungan hermetik (kedap dari pengaruh udara luar). Jenis plastik ini memiliki ketebalan 0.078 mm dengan lapisan pelindung dibagian luar dan barier gas di tengah. Plastik ini memiliki permeabilitas yang rendah pada uap air dan gas (8 g.m-2.24 jam untuk uap air dan 0.3 cm3.m-2.24 jam oksigen) (Villers dan Gummert 2009).

Polipropilen (PP)

Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi dan cukup mengkilap. Monomer polipropilen diperoleh dengan pemecahan secara termal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propilene dan homolog yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada temperatur rendah. Titik didih PP 1600C dan dapat digunakan dalam autoklaf (Syarief et al. 1989). Tembus pandang dan jernih dalam bentuk film, tapi tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku.

Low Density Poli Etilen (LDPE)

(39)

dan toksisitasnya yang rendah. LDPE memiliki derajat elongasi yang tinggi maka plastik ini mempunyai kekuatan terhadap kerusakan dan ketahanan untuk putus yang tinggi. Titik lelehnya berkisar anatar 105-115°C. Digunakan untuk film kemasan, mangkuk, botol dan wadah/kemasan. Sifat mekanis LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60°C sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen. (Syarief 1989; Baker dan Mead 2000). Sifat barier terhadap gas dan uap air dari berbagai plastik film kemasan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Sifat barrier terhadap gas dan uap air dari berbagai plastik film kemasan Film

(tebal 25µm)

Laju transmisi uap air (WVTR) g m-2/24 jam

Laju transmisi oksigen cm3 m-2/24 jam. LDPE HDPE OPP Cast PP EVOH PVdC PA PS PET Aluminium 10-20 7-10 5-7 10-12 1 000 0.5-1.0 300-400 70-150 15-20 0

6 500-8 500 1 600-2 000 2 000-2 500 3 500-4 500

0,5 2-4 50-75 4 500-6 000

100-150 0 Keterangan: WVTR pada kondisi tropis dengan RH 90% pada 38°C Sumber: Kirwan dan Strawbridge (2003)

Beberapa penelitian penggunaan plastik untuk mengemas biji-bijian telah dilakukan, diantaranya penggunaan plastik LDPE untuk pengemas beras Pandan Wangi, dapat mempertahankan aroma beras dan disukai oleh panelis pada minggu kedelapan pengamatan (Natalia 2007). Selanjutnya hasil penelitian Subarna et al.

(40)
(41)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium TPPHP, Laboratorium Leuwikopo dan Laboratorium Kimia Pangan BB Pascapanen Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2011-Oktober 2012.

Bahan dan Alat

Pada penelitian ini, ada delapan varietas beras lokal Kalimantan Tengah yang digunakan, yaitu Karang Dukuh, Siam Unus, Siam Palas, Siam Pandak, Siam Jurut, Bayar Pahit, Rantul dan Siam Palun yang berasal dari kabupaten Kapuas. Karakteristik beras dapat dilihat pada Lampiran 1. Kadar air sampel beras tersebut berkisar antara 12-14%. Gabah Kering Giling (GKG) diperoleh dari petani. Gabah yang telah dibersihkan dikemas dalam kantong plastik kemudian disimpan sampai saat digunakan dalam penelitian. GKG dikirim ke Bogor dalam kantong plastik kemudian dimasukkan karung plastik dan dikemas lagi dengan kardus. Pengiriman melalui jasa pengiriman cepat. GKG selanjutnya digiling di laboratorium untuk menghasilkan beras sosoh.

Serangga uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Sitophilus oryzae, yang merupakan salah satu serangga hama pascapanen yang banyak menyerang beras selama penyimpanan. S.oryzae diperoleh dari SEAMEO BIOTROP (Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology) yang selanjutnya diperbanyak sendiri dalam penelitian ini.

Bahan pengemas yang digunakan adalah (i) kantong kemasan “hermetik” laminat (ii) kantong plastik PP dan (iii) kantong LDPE dengan ketebalan 0.05 mm. Plastik dibeli dalam bentuk kantong ukuran besar. Pembuatan kantong ukuran kecil (8 x 12 cm) dilakukan dengan cara memotong plastik sesuai ukuran yang selanjutnya dirapatkan dengan sealer. Karakteristik plastik yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2.

(42)

spektrofotometer, Whiteness Meter Kett, Hardness tester Fujihara Seisakusho, dial caliper, dan termometer.

Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, screening varietas beras dan pengemasan beras.

Persiapan

Tahap persiapan terdiri atas pembiakan serangga Sitophilus oryzae untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Pembiakan Sitophilus oryzae dilakukan dengan cara sebagai berikut: 250 ekor serangga Sitophilus oryzae yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP diinfestasikan pada media beras merah (yang cocok untuk nutrisi Sitophilus oryzae) sebanyak 750 gram dalam wadah toples kaca yag ditutup dengan kain kasa dan diinkubasi selama empat minggu pada suhu dan kelembaban ruang. Sebelumnya, beras merah yang digunakan sebagai media, dipanaskan dalam oven pada suhu 60ºC selama dua jam dengan tujuan untuk memastikan tidak ada serangga yang hidup pada medium beras merah.

(43)
[image:43.595.115.509.85.513.2]

Gambar 3. Diagram Alir Pembiakan Sitophilus oryzae

Screening varietas beras

Penelitian ini terdiri atas dua seri, seri I untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi S.oryzae dan seri II untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan S.oryzae.

Seri I. Sebanyak 200 butir beras kepala dimasukkan ke dalam gelas plastik, kemudian diinfestasi dengan lima pasang S.oryzae. Wadah kemudian ditutup dengan kain blacu dan diikat dengan karet gelang. Setelah tujuh hari masa infestasi, serangga S.oryzae dikeluarkan dan dibuang. Beras kemudian dibiarkan untuk memberi kesempatan telur berkembang sesuai siklus hidup serangga. Setelah 14 hari mulai dilakukan pengamatan setiap hari untuk mengetahui

Beras merah

S.oryzae berumur 1 hari Dioven pada suhu 60 °C, 2 jam

S.oryzaedipisahkan dari beras Didinginkan pada suhu ruang, ditimbang 750 g, dimasukkan

toples plastik

S.oryzae 250 ekor

Diinkubasi selama 1 bulan, suhu ruang

Beras merah serangga

Diinkubasi selama 1 hari, suhu ruang

Diinfestasikan pada media beras baru selama 7-15 hari

(44)

keluarnya serangga turunan pertama (F1). Serangga dewasa yang keluar diangkat, dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga tidak ada lagi serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut. Diagram alir penelitian Seri I dapat dilihat pada Gambar 4 dan proses alurnya dapat dilihat pada Gambar 5.

Parameter yang diamati adalah jumlah total populasi S.oryzae, total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), kapasitas multiplikasi mingguan (λ . (Haryadi 1991).

Selain itu juga dilakukan analisis kimia dan fisik beras yang meliputi analisis kadar air dengan metode oven, analisis kadar lemak (AOAC, 1995) dan kadar amilosa beras. Analisis fisik meliputi analisis kekerasan dengan Hardness

meter, derajat putih (Whiteness meter) dan ukuran beras.

Seri II. Pada seri II, 10 ekor S.oryzae yang dipilih secara acak kemudian diinfestasikan ke dalam 25 gram beras masing-masing varietas yang ditempatkan ke dalam gelas plastik yang ditutup dengan kain kasa dan diikat dengan karet gelang. Setelah 60 hari masa inkubasi, serangga S.oryzae dihitung dan dibuang.

(45)
[image:45.595.66.557.75.581.2]

 

Gambar 4. Diagram alir seri I screening varietas beras

 

 

Ditutup dengan kain blacu

S.oryzae

dipisahkan dari beras

Beras 200 butir dalam wadah

Hitung jumlah serangga baru Kadar air Kadar amilosa

Kadar lemak Derajat putih Kekerasan

Ukuran

Beras sosoh

Inkubasi dilanjutkan sampai semua serangga baru muncul

S.oryzae baru muncul Inkubasi dilanjutkan sampai 14

hari

Diinkubasi pada suhu ruang, selama 7 hari

S.oryzae 5 pasang

Hitung jumlah serangga baru

Nt (total populasi serangga)

D (periode perkembangan) ID (indeks perkembangan) Rm (laju perkembangan

intrinsik) λ (kapasitas multiplikasi

(46)

 

 

Keterangan:

a. 200 butir beras diletakkan pada gelas plastik, b. Diinfestasi dengan lima pasang S.oryzae,

c. Ditutup dengan kain blacu dan diletakkan pada keranjang,

[image:46.595.116.472.83.378.2]

d. Setelah tujuh hari, S.oryzae dipisahkan, dan mulai hari ke-14 diamati turunan pertama S.oryzae yang keluar.

Gambar 5. Proses penelitian screening varietas beras seri I.

Gambar 6.

Ditimbang Hitung jumlah biji

berlubang Berat biji berlubang Hitung jumlah biji utuh

Berat biji utuh Kadar air Derajat putih Kadar air Derajat putih

Beras 25 g dalam wadah

S.oryzae 10 ekor Ditutup dengan kain kasa dan diikat karet gelang

[image:46.595.93.486.96.716.2]

Disimpan pada suhu ruang, selama 60 hari

Gambar 6. Diagram alir seri II screening varietas beras

 

c d

(47)

 

 

Keterangan:

a. 25 g beras diinfestasi dengan 10 ekor S.oryzae, ditutup dengan kain kasa dan diletakkan pada keranjang.

b. Setelah 60 hari, S.oryzae tutup dibuka.

c. S.oryzae dipisahkan dari beras dan dihitung, kemudian diambil 1000 bulir beras sebagai sampel dipisahkan untuk menghitung biji berlubang dan susut bobot.

[image:47.595.157.464.85.484.2]

d. Biji utuh. e. Biji berlubang.

Gambar 7. Proses penelitian screening varietas beras seri II

Pengemasan Beras

Dari hasil screening dipilih tiga varietas (resisten, medium resisten dan rentan) yang akan dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan. Kemasan yang digunakan adalah “hermetik’ laminat, PP (dua lapis) dan LDPE (dua lapis) dengan ukuran 8 x 12 cm (yang merupakan dimensi miniatur dari dimensi ukuran kemasan beras 2 kg dengan ukuran 18 x 27 cm). Plastik PP dan LDPE digunakan dua lapis karena menurut penelitian Sanon et al. (2011), dua lapis plastik HDPE

e

a b

c

(48)

dapat menghambat perkembangan serangga hama pascapanen pada kacang tunggak dibandingkan satu lapis pada tingkat ketebalan yang sama. Plastik PP dan PE dipilih sebagai kemasan yang banyak digunakan. Sedangkan plastik “hermetik” laminat merupakan plastik laminat yang memiliki permeebilitas gas yang rendah.

Beras dibersihkan, dipisahkan dari kotoran, kemudian ditimbang, 100 g untuk setiap perlakuan dan dimasukkan dalam berbagai jenis kemasan. Selanjutnya ke dalam masing-masing kemasan dilakukan infestasi Sitophilus oryzae sebanyak 100 ekor, kemudian kemasan ditutup rapat dengan menggunakan

sealer. Beras yang telah dikemas diletakkan pada suhu ruang sampai seluruh serangga yang diinfestasikan dalam kemasan mati, sampel disiapkan untuk pengamatan selama 20 hari. Untuk setiap kombinasi perlakuan dibuat 3 ulangan.

Pengamatan dilakukan setiap hari, tiga sampel untuk setiap perlakuan. Parameter yang diamati adalah jumlah serangga mati, jumlah serangga hidup, kadar air, kadar oksigen dan kadar karbon dioksida. Pertama diukur O2 dan CO2

dalam kemasan, selanjutnya kemasan dibuka untuk menghitung jumlah S.oryzae

yang hidup dan yang mati, kemudian diambil sampel untuk kadar air. Diagram alir pengemasan beras dapat dilihat pada Gambar 8 dan pengemasan beras dapat dilihat pada Gambar 9.

Beras bersih

Pengamatan setiap hari sampai seluruh serangga mati.

Benda asing

Ditimbang @ 100 g Beras sosoh

Infestasi S.oryzae

100 ekor

Sortasi

Pengemasan

(“hermetik” laminat, PP dan LDPE)

Analisis: Kadar O2, CO2

[image:48.595.56.519.88.753.2]

Jumlah serangga mati, hidup Kadar air

(49)

 

 

Keterangan:

a. kemasan “hermetik”, laminat . b. plastik polipropilen.

[image:49.595.109.484.84.574.2]

c. plastik polietilen densitas rendah (LDPE)

Gambar 9. Pengemasan beras dengan berbagai jenis plastik 

Metode Analisis

Analisis Kadar air metode oven.

Sampel sebanyak ± 5 gram, ditimbang lalu dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 105°C selama 6 jam, lalu dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai

a b

(50)

diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:

Kadar air (%bb) = (a-b) x 100% c

Dimana: a = berat cawan dan sampel awal (g) b = berat cawan dan sampel akhir (g) c = berat sampel awal (g)

Analisis Kadar Amilosa Beras

Analisis kadar amilosa menggunakan metode kolorimetri. Sebanyak 100 mg beras yang ditepungkan dimasukkan labu ukur 100ml, kemudian diberi 1 ml alkohol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan didiamkan pada suhu ruang selama 23 jam, kemudian ditambah air destilata sampai tera, lalu dikocok. Dari larutan tersebut diambil 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml yang telah diisi 85 ml air destilata dan diberi 1 ml asetat 1 N dan 2 ml KI 2%, lalu diencerkan sampai tanda tera. Nilai penyerapan cahaya dari larutan ini diukur dengan spektrofotometer. Klasifikasi kadar amilosa dapat digolongkan sebagai berikut: tinggi (>25%), sedang (20.1-25%, rendah (12.1-20,0%), dan sangat rendah (5.1-12.0%) (Juliano dan Villareal 1993 dalam Lestari et al. 2007).

Analisis Kadar Lemak

Sampel sebanyak 5 gram ditempatkan dalam saringan timbel dan ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Timbel yang berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut N-Hexan dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya. Di refluks selama 5 jam sampai pelarut yang ada dalam labu lemak dan ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven 105°C. Setelah mencapai berat yang tetap, sampel didinginkan dalam desikator, labu dan lemaknya ditimbang. (Subarna et al. 2006)

Derajat putih

Pengukuran derajat putih dilakukan dengan Whiteness Meter Kett

menggunakan standar BaSO4.

Kekerasan beras

(51)

Ukuran Beras

Sepuluh butir beras kepala diukur panjangnya secara manual menggunakan alat dial caliper. Bentuk beras diperoleh dari rasio panjang dibanding lebar beras (Lestari et al. 2007)

Perhitungan Hasil Pengamatan Screening

Karakteristik Resistensi

Hasil pengamatan dihitung dengan parameter sebagai berikut:

a. Jumlah total populasi (Nt), dengan menghitung semua serangga yang ke luar ditambah dengan serangga awal yang diinfestasikan.

b. Periode perkembangan (D), yaitu lamanya waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus oryzae.

c. Indeks perkembangan (ID), yang dihitung dari nilai Nt dan D, dengan formula: ID = (ln Nt / D) x 100

d. Laju perkembangan intrinsik (Rm), dihitung dengan formula: Rm= Loge R

Dm Dimana: R = Nt/No

No = Jumlah serangga yang diinfestasikan

Dm = periode perkembangan dalam satuan minggu e. Kapasitas multiplikasi minggunan (λ), dengan formula:

λ   

Karakteristik Kehilangan Bobot

a. Persen Biji Berlubang

Diketahui dengan menghitung jumlah biji berlubang setelah masa infestasi dan dibandingkan dengan jumlah biji awal yang utuh, dihitung dengan formula: Persen Biji Berlubang = Jumlah biji berlubang x 100%

(52)

b. Persen Kehilangan Bobot

Dihitung menggunakan formula Adam, yaitu: Persen kehilangan bobot = U.Nd – D.Nu x 100%

U.N Dimana:

U = Bobot Biji Utuh Nu = Jumlah Biji Utuh D = Bobot Biji Berlubang Nd = Jumlah Biji Berlubang N = Nu + Nd

Rancangan Percobaan

Screening varietas beras

Rancangan percobaan untuk screening varietas beras menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan varietas beras sebagai faktor dengan 3 kali ulangan. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Model matematiknya sebagai berikut:

Yij

=

μ

+

Ai

+

єij

Yij = Nilai pengamatan µ = nilai rata-rata umum Aij = pengaruh varietas ke-i

Єij = galat percobaan

Pengemasan beras

(53)

Model matematiknya sebagai berikut:

Yijk

=

μ

+

Ai

+

Βj + (AB)ij + єijk

Yijk = Nilai pengamatan µ = nilai rata-rata umum Ai = pengaruh varietas ke-i Bj = pengaruh kemasan ke j

(AB)ij = pengaruh interaksi varietas dan kemasan

Єijk = galat percobaan

(54)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Beras

Hasil

Varietas beras yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas lokal dari Kalimantan Tengah, ada delapan varietas yaitu Karang Dukuh, Siam Jurut, Siam Pandak, Siam Palun, Siam Palas, Bayar Pahit, Rantul dan Siam Unus. Varietas-varietas ini merupakan Varietas-varietas padi yang ditanam di lahan pasang surut tipe A maupun B. Varietas-varietas ini berumur panjang, yaitu baru bisa dipanen setelah 8-9 bulan. Varietas-varietas tersebut memiliki karakteristik fisik maupun nutrisi yang berbeda. Karakteristik fisik dan kimia menjadi parameter yang diamati karena terkait dengan sifat ketahanan varietas tersebut terhadap serangan S.oryzae.

Dimensi ukuran beras menjadi salah satu parameter fisik yang diamati. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor varietas beras memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada dimensi ukuran beras yang meliputi panjang, lebar dan rasio panjang/lebar. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa varietas Rantul, Siam Pandak, dan Bayar Pahit memiliki bentuk sedang (medium) yang berbeda nyata dengan varietas Siam Jurut, Siam Unus, Siam Palun dan Karang Dukuh (ramping). (Tabel 3)

Tabel 3. Dimensi ukuran panjang, lebar dan rasio panjang/lebar delapan varietas beras di Kalimantan Tengah

No. Varietas Panjang (mm) Lebar (mm) Rasio P/L

1. Karang Dukuh 5.97c 1.53a 3.90e

2. Siam Jurut 5.57b 1.83b 3.07bc

3. Siam Pandak 5.70b 2.30c 2.50a

4. Siam Palun 5.93c 1.80b 3.37d

5. Siam Palas 5.07a 1.87b 2.87b

6. Bayar Pahit 5.57b 2.17c 2.57a

7. Rantul 5.23a 2.30c 2.37a

8. Siam Unus 5.77bc 1.87b 3.10c

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05)

(55)

terendah Bayar Pahit. Berdasarkan analisis ragam, faktor varietas memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kekerasan beras dan berdasarkan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kekerasan varietas Siam Palas berbeda nyata dengan ketujuh varietas lainnya, varietas dengan nilai kekerasan yang tidak berbeda nyata adalah varietas Siam Jurut, Siam Pandak dan Rantul, kemudian kekerasan varietas Siam Jurut tidak berbeda nyata dengan Siam Unus.

Tabel 4. Rerata nilai kekerasan dan derajat putih beras

No. Varietas Kekerasan (Kg.F) Derajat putih

1. Karang Dukuh 6.1e 46.9b

2. Siam Jurut 4.8bc 47.9c

3. Siam Pandak 5.3c 49.6e

4. Siam Palun 5.4d 49.2d

5. Siam Palas 6.9f 49.8e

6. Bayar Pahit 3.9a 50.9g

7. Rantul 5.3c 50.4f

8. Siam Unus 4.7b 45.3a

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama dibelakang nilai rata rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05)

Derajat putih menunjukkan tingkat warna putih dari butiran beras. Warna beras sosoh akan berada diantara warna kuning dan putih. Derajat putih beras merupakan kombinasi antara sifat fisik beras dengan derajat sosoh. Rerata nilai derajat putih dari delapan varietas beras lokal Kalimantan Tengah berkisar antara 45.3-50.9 (Tabel 4). Nilai terendah dimiliki oleh Siam Unus dan nilai tertinggi dimiliki oleh Bayar Pahit. Berdasarkan analisis ragam, faktor varietas memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada derajat putih beras. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa setiap varietas memiliki derajat putih yang berbeda nyata.

(56)
[image:56.595.40.490.54.839.2]

Tabel 5. Rerata kadar air, amilosa dan lemak beras

No. Varietas Kadar air (%) Kadar amilosa (%) Kadar lemak (%)

1. Karang Dukuh 10.85a 27.55c 0.41bc

2. Siam Jurut 11.56c 26.23a 0.41bc

3. Siam Pandak 11.72de 27.51c 0.47d

4. Siam Palun 11.81e 29.17e 0.42c

5. Siam Palas 11.29b 27.93c 0.37b

6. Bayar Pahit 11.81e 27.57c 0.40bc

7. Rantul 11.65cd 26.86b 0.62e

8. Siam Unus 11.72de 28.61d 0.32a

Keterangan: Huruf yang sama pada kolom yang sama dibelakang nilai rata-rata menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0.05)

Kadar air beras berkisar antara 10.85-11.81%. Berdasarkan hasil analisis ragam, antar varietas beras memiliki kadar air yang berbeda nyata. Varietas dengan kadar air terendah adalah Karang Dukuh dan varietas dengan kadar air tertinggi adalah Siam Palun.

Parameter nutrisi yang juga diamati adalah kadar amilosa. Kadar amilosa berkisar antara 26.23-29.17%. Berdasarkan analisis ragam, varietas beras memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap amilosa beras. Varietas beras dengan kadar amilosa yang terendah adalah Siam Jurut yang berdasarkan uji lanjut Duncan berbeda nyata dengan ketujuh varietas lainnya, sedangkan varietas dengan kadar amilosa tertinggi adalah Siam Palun.

Kadar lemak juga menjadi parameter yang diamati dalam penelitian ini. Kadar lemak beras berkisar antara 0.32-0.62%. Analisis ragam menunjukkan bahwa varietas beras yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada kadar lemak beras. Varietas Siam Unus memiliki kadar lemak yang paling rendah, diikuti dengan varietas Siam Palas. Varietas dengan kadar lemak tertinggi adalah Rantul.

Pembahasan

(57)

serangan Sitophilus oryzae. Paramater fisik yang diamati adalah dimensi panjang, lebar, dimensi panjang/lebar, kekerasan dan derajat putih.

Beras yang digunakan memiliki panjang berkisar antara 5.07-5.97 mm, lebar antara 1.53-2.30 mm dan rasio panjang/lebar berkisar antara 2.50-3.90. Menurut IRRI (1996) diacu dalam Sutaryo dan Sudaryo (2011), klasifikasi panjang dan bentuk biji beras berdasarkan panjang beras adalah sangat panjang (> 7.5 mm), panjang (6.61-7.50 mm); sedang (5.51-6.60 mm) dan pendek (< 5.51 mm. Sedangkan menurut bentuknya (rasio panjang/lebar), adalah ramping (slender) > 3.0; sedang (medium) 2.1-3.0; dan bulat (bold) 1.0-2.0. Dari delapan varietas beras lokal pada penelitian, empat varietas masuk kategori sedang (medium) dan empat lainnya masuk kategori ramping (slender). Menurut Setyono dan Wibowo (2008), karakter ukuran panjang dan bentuk beras diketahui banyak dipengaruhi oleh sifat genetik, agroekosistem dan kesuburan lahan. Varietas beras yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.

[image:57.595.110.521.360.719.2]

 

(58)

Pada parameter kekerasan, nilai kekerasan berkisar antara 3.9-6.1 Kg.F. Menurut Widiatmoko (2005), kekerasan beras merupakan sifat fisik beras yang dipengaruhi oleh kandungan nutrisi dan kadar air, lama penyimpanan beras dan derajat sosohnya. Semakin banyak air yang terkandung dalam beras, maka beras akan semakin rapuh sehingga nilai kekerasannya akan lebih kecil.

Nilai derajat putih beras berkisar antara 45.3-50.9. Suismono (2003) dalam Aryunis (2009) menyatakan bahwa derajat putih beras di Indonesia berkisar antara 42-60%. Derajat putih akan mempengaruhi kilap beras.

Selain sifat sifik, sifat kimia beras juga dianalisis. Sifat kimia yang dianalisa yaitu kadar air, kadar amilosa dan kadar lemak. Kadar air beras berkisar antara 10.85-11.81%. Menurut SNI No.6128-2008, standar kadar air maksimum untuk beras adalah 14%. Kadar air beras yang lebih dari 14% menyebabkan kerusakan yang lebih cepat pada saat penyimpanan.

Kadar amilosa delapan varietas beras yang digunakan berkisar antara 26.23-29.17%. Hariyadi (2008) menyatakan bahwa berdasarkan kandungan amilosanya, beras dikelompokkan menjadi beras ketan yang mengandung amilosa 0-2% berat kering, beras dengan kandungan amilosa rendah yaitu antara 9-20%, beras dengan kandungan amilosa menengah yaitu 20-20% dan beras dengan kandungan amilosa tinggi, yaitu lebih dari 25% bobot kering. Sutaryo dan Sudaryono (2011) menyatakan bahwa beras yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi menghasilkan tekstur nasi yang pera. Oleh karena itu diketahui bahwa kedelapan varietas beras yang digunakan dalam penelitian ini termasuk beras dengan kandungan amilosa tinggi yang memiliki tekstur nasi pera.

(59)

mengakibatkan bau menjadi apek. Beras dengan kandungan lemak yang tinggi lebih cepat mengalami kerusakan.

Resistensi Beras

Pengembangan beras yang resisten terhadap serangan hama pascapanen dapat menjadi salah satu alternatif dalam upaya menurunkan kerusakan beras dalam penyimpanan. Tingkat resistensi beras terkait dengan mudah tidaknya suatu jenis beras diserang oleh hama. Pada penelitian ini resistensi beras diukur dengan parameter total populasi, periode perkembangan, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik serta kapasitas multiplikasi mingguan.

Hasil

Total populasi serangga (Nt)

Total populasi (Nt) Sitophilus oryzae dihitung dengan menjumlahkan

S.oryzae yang diinfestasikan dengan keseluruhan turunan pertamanya (F1). Pertumbuhan populasi serangga berkembang secara cepat dengan pola eksponensial. Hasil pengamatan F1 pada delapan varietas beras lokal Kalimantan Tengah dapat dilihat pada Gambar 11.

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00

0 10 20 30 40 50 60

Ju

m

lah

F

1

S

.or

yz

ae

Gambar

Gambar 3. Diagram Alir Pembiakan Sitophilus oryzae
Gambar 4. Diagram alir seri I screening varietas beras
Gambar 6. Diagram alir seri II Gambar 6.  screening varietas beras
Gambar 7. Proses penelitian screening varietas beras seri II
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk memahami lirik-lirik puitis dalam saluang dperlukan suatu pengetahuan yang memadai tentang beberapa sistem nilai budaya dalam masyarakat Minangkabau, misalnya sistem

Menggadai Tanah Harta Pusaka Tinggi Dalam Masyarakat Adat Minangkabau di. Kabupaten Agam Nagari

Amerika Serikat adalah sebuah republik konstitusional federal, di mana Presiden (kepala negara dan kepala pemerintahan), Kongres, dan lembaga peradilan

Dampak degradasi hutan terhadap meluasnya lahan kritis di provinsi tersebut menjadi signifikan karena tidak terdapat lagi vegetasi pohon yang sebenarnya mempunyai fungsi

Oleh yang demikian, penggunaan etanol dalam industri pembuatan makanan dan minuman untuk tujuan mempercepatkan proses pertumbuhan makanan atau minuman (seperti ragi)

engklek pada materi sistem pencernaan makanan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian One Shot Case Study. Langkah-langkah pengembangan media yang digunakan dalam

Untuk itu dilakukan penelitian tentang hal tersebut dengan tujuan untuk menganalisis kondisi ADIZ Indonesia saat ini, upaya-upaya apa yang telah dilakukan untuk

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pengembangan ilmu pengetahuan tentang karakteristik udang air tawar yang hidup di sungai jalur pendakian Candi