STRATEGI PEMBANGUNAN
PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM
MEMINIMALISIR PERMUKIMAN KUMUH
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
ALEX CANDRO SIDABUTAR
(040903038)
Diajukan guna memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh S-1
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : Alex Candro Sidabutar
NIM : 040903038
Departemen :Ilmu Administrasi Negara
Judul : STRATEGI PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN DALAM MEMINIMALISIR PERMUKIMAN
KUMUH DI KOTA MEDAN
Medan, 11 September 2008
Ketua Departemen
Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara
Hatta Ridho, S.Sos, M.SP Dr. Marlon Sihombing, M.A
NIP. 132 316 817 NIP. 131 568 391
Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
KATA PENGANTAR
Satu hal yang pasti adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Sang
Juru Slamat atas segala karunia-Nya yang sangat berlimpah kepada kita semua.
Terima kasih Tuhan atas kesempatan yang telah Engkau berikan kepada kami
terkhusus kepada penulis atas skripsi yang telah selesai.
Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Bapak Prof DR.Arif Nasution,MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs.Humaizi,MA.selaku Pembantu Dekan I fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak DR.Marlon Sihombing,MA,selaku Ketua Departemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
4. Ibu Dra.Beti Nasution,Msi.selaku Sekretaris Deaprtemen Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
5. Bapak Hatta Ridho, S.Sos, M.SP selaku Dosen Pembimbing yang rela
memberikan waktu, tenaga, pikiran untuk membantu, membimbing
dan mengarahkan penulis dengan sabar hingga selesainya penulisan
skripsi ini.
6. Seluruh Staf dan dosen di Departemen Ilmu Admnistrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah memberikan bekal
menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
7. Kepada seluruh pegawai Bagian Hubungan Antar Kota dan Daerah
dan staf Asosiasi Kota Bersaudara yang telah banyak membantu
penulis dalam memberikan informasi dan data yang penulis butuhkan
dalam penulisan skrispsi ini.
8. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Administrasi Negara angkatan
2004 terimakasih atas kebersamaannya.
9. Kepada rekan-rekan GMKI Kom’s FISIP USU atas sgala
dukungannya.
10.Kepada rekan-rekan kost Citra Camp, kita akan tetap saudara.
Akhir kata penulis berharap laporan ini bisa berguna bagi pihak-pihak yang
terkait dan dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih.
Medan, 15 September 2008
DAFTAR ISI 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Manfaat Penelitian ... 11
1.5 Kerangka Teori ... 11
1.5.1 Strategi ... 11
1.5.2 Perumahan dan Permukiman ... 18
1.5.2.1.Pengertian Perumahan ………...……… 18
1.5.2.2.Pengertian Permukiman………… ... 18
1.5.3. Pembangunan Perumahan dan Permukiman ... 19
I.5.3.1.Pembanguna……… ... 19
I.5.3.1.1.Pengertian Pembangunan……… ... 19
I.5.3.1.2.Alat Ukur Pembangunan……… ... 20
I.5.3.2.Pembangunan Perumahan dan Permukiman……… ... 20
1.5.4. Permukiman Kumuh……… .... 28
1.6 Defenisi Konsep ... 30
1.7 Defenisi Operasional ... 31
1.8 Sistematika Penulisan ... 33
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian... 34
2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35
2.5 Teknik Analisa Data ... 36
2.6 Kerangka Berpikir ... 38
BAB III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Medan ... 40
B. Gambaran Umum Dinas Perumahan dan Permukiman ... 45
BAB IV. PENYAJIAN DATA A. Visi dan Misi Perumahan dan Permukiman Nasional ... 52
B. Visi dan Misi Perumahan dan Permukiman Kota Medan ... 55
C. Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP)... 56
D. Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman di Daerah ... 58
E. Lingkungan Internal ... 60
F. Lingkungan Eksternal ... 74
BAB V. ANALISA DATA A. Analisi SWOT ... 77
A.1. Lingkungan Internal ... 77
A.2. Lingkungan Eksternal ... 81
B. Ringkasan SWOT (SWOR Summary) ... 85
C. Matrik SWOT ... 87
BAB VI.PENUTUP A.Kesimpulan ... 92
B.Saran/ Rekomendasi ... 93
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Jumlah Pegawai Negeri Sipil Menurut Eselon, Fungsional dan
Staf Tahun 2005 ... 49
Tabel 2 : Jumlah Pegawai Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan Berdasarkan Jenjang Pendidikan Tahun 2005 ... 50
Tabel 3 : Jumlah Pegawai Dinas Perumahan dan Permukiman berdasarkan Golonga ... 51
Tabel 4 : Presentase Jenjang Pendidikan ... 61
Tabel 5 : Kepadatan Penduduk Berdasarkan Kecamatan Tahun 2004 ... 63
Tabel 6 : Perbandingan Kepadatan Penduduk 1999-2004 ... 64
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 : Perencanaan Strategik Untuk Sektor Publik Model Bryson (1988) ... 16
Bagan 2 : Matrik SWOT ... 37
Bagan 3 : Kerangka Berpikir Dalam Strategi Pembangunan Perumahan dan
Permukiman ... 39
Bagan 4 : Ringkasan SWOT, Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ... 85
Bagan 5 : Matrik SWOT Pembangunan Perumahan dan Permukiman Dalam
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Struktur Organisasi Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
Lampiran II : Surat Persetujuan Judul Skripsi
Lampiran III : Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
Lampiran IV : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Rancangan Usul Penelitian (RUP) Mahasiswa FISIP-USU
Lampiran V : Jadwal Seminar Proposal
Lampiran VI : Surat Keterangan/ Izin Penelitian Pemko Medan
ABSTRAK
STRATEGI PEMBAGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MEMINIMALISIR PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN
Nama : Alex Candro Sidabutar
NIM : 040903038
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univesitas : Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP
Pembangunan perumahan dan permukiman akan selalu menjadi masalah dalam kehidupan yang ditandai dengan kesenjangan perekonomian, sosial dan budaya. Pembangunan berkelanjutan menjadi fokus utama dalam setiap pembangunan dengan melihat kondisi lingkungan yang ada. Peran pemerintah yang telah diberikan wewenang kepada Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dalam menyelesaikan masalah perumahan dan permukiman serta melakukan koordinasi dengan instansi dan pihak terkait menjadika perlunya suatu tahap perencanaan yang baik. Perencanaan yang melihat lingkungan internal dan eksternal merupakan salah satu tahap dalam penentuan strategi dalam organisasi. Permukiman kumuh yang tidak akan terlepas dari permasalah permukiman menyebabkan strategi pembangunan yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan mempertimbangkannya dan menercemahkan kedalam suatu strategi berupa kebijakan yang urgen.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pembangunan perumahan dan permukiman dalam meminimalisis permukiman kumuh di Kota Medan serta mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan dari segi internal serta peluang dan ancaman dari aspek eksternal dalam mengimplementasikan strategi pembengunan perumahan dan permukiman di Kota Medan.
Untuk Mengarahkan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan objektif penelitian pada saat sekarang, berdasrkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaiman adanya, yang kemudian analisis data yang diambil dalam penelitian ini menggunakan analisis SWOT dengan melihat kekuatan dan kelemahan yang dilihat berdasarkan aspek internal dan peluan serta ancaman yang dilihat dari aspek eksternal. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan, Kepala Sub Dinas Bina Pemeliharaan, Kepala Sub Dinas Program, dan Kepala Seksi Monitoring dan beberapa orang pegawai yang dapat memberikan data-data yang dibutuhkan.
ABSTRAK
STRATEGI PEMBAGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DALAM MEMINIMALISIR PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA MEDAN
Nama : Alex Candro Sidabutar
NIM : 040903038
Departemen : Ilmu Administrasi Negara Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univesitas : Universitas Sumatera Utara Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos, M.SP
Pembangunan perumahan dan permukiman akan selalu menjadi masalah dalam kehidupan yang ditandai dengan kesenjangan perekonomian, sosial dan budaya. Pembangunan berkelanjutan menjadi fokus utama dalam setiap pembangunan dengan melihat kondisi lingkungan yang ada. Peran pemerintah yang telah diberikan wewenang kepada Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dalam menyelesaikan masalah perumahan dan permukiman serta melakukan koordinasi dengan instansi dan pihak terkait menjadika perlunya suatu tahap perencanaan yang baik. Perencanaan yang melihat lingkungan internal dan eksternal merupakan salah satu tahap dalam penentuan strategi dalam organisasi. Permukiman kumuh yang tidak akan terlepas dari permasalah permukiman menyebabkan strategi pembangunan yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan mempertimbangkannya dan menercemahkan kedalam suatu strategi berupa kebijakan yang urgen.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi pembangunan perumahan dan permukiman dalam meminimalisis permukiman kumuh di Kota Medan serta mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan dari segi internal serta peluang dan ancaman dari aspek eksternal dalam mengimplementasikan strategi pembengunan perumahan dan permukiman di Kota Medan.
Untuk Mengarahkan penelitian, maka metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan objektif penelitian pada saat sekarang, berdasrkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaiman adanya, yang kemudian analisis data yang diambil dalam penelitian ini menggunakan analisis SWOT dengan melihat kekuatan dan kelemahan yang dilihat berdasarkan aspek internal dan peluan serta ancaman yang dilihat dari aspek eksternal. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan, Kepala Sub Dinas Bina Pemeliharaan, Kepala Sub Dinas Program, dan Kepala Seksi Monitoring dan beberapa orang pegawai yang dapat memberikan data-data yang dibutuhkan.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Rumah dan pemukiman tidak akan pernah berhenti sebagai sumber
masalah dalam sejarah kehidupan manusia. Sejak jaman manusia purba hidup di
gua-gua, kurang lebih sebelas ribu tahun yang lalu, sampai jaman orang masa kini
hidup di udara, dalam kapsul gedung pencakar langit atau rumah-rumah susun,
masalah pemukiman selalu muncul. Bahkan semakin rumit dan kompleks.
Perkembangan tuntutan manusia yang tak pernah terpuaskan inilah yang
menyebabkan selalu munculnya berbagai masalah baru dalam proses
pembangunan perumahan dan permukiman, terutama pada kota-kota besar yang
sangat pesat perkembangannya baik itu tingginya laju pertumbuhan penduduk,
aspek ekonomi, aspek politik, aspek teknologi dan budaya.
Gerakan Penanganan Pemukiman Kumuh dalam sayembara/lomba foto
menyatakan bahwa (Direktorat Jenderal Cipta Karya dan Departemen Pekerjaan
Umum dalam penyelenggaraan sayembara/lomba foto, pada tanggal 19 september
2005)
Kompleksitas masalah pemukiman masih saja masalah yang belum dapat
diselesaikan. Abdulrahman Wahid menyatakan ada empat alasan masalah
pemukiman di wilayah perkotaan (dalam Budiharjo, 1998:24)
Pertama, karena daerah perkotaan merupakan titik rawa terbesar dalam
dislokasi sosial, seperti terbukti dari meningkatnya kejahatan didalamnya. Perubahan ini juga terjadi dengan semakin beratnya masalah pencemaran lingkungan yang dihadapi serta cepatnya perubahan yang terjadi dalam pola-pola demografisnya yang semakin memusatnya penguasaan tanah pemukiman. Kedua, daerah perkotaan merupakan wilayah pemukiman yang sudah terjamah oleh perencanaan yang terperinci, ditunjang oleh sarana keuangan dan organisasi yang memungkinkan pengembangan inisiatif.
Ketiga, daerah perkotaan bagaimanapun juga akan merupakan konsentrasi
penduduk terbesar di kemudian hari, bila dibandingkan dengan daerah pedesaan. Hal ini akan memudarkan ikatan-ikatan tradisional di pedesaan sebagai akibat perubahan mandasar dalam pola kehidupan di dalamnya.
Keempat, secara sosiologi dapat dikemukakan bahwa daerah perkotaan
merupakan sumber pengembangan manusia atau sebaliknya sumber kemungkinan konflik sosial massa, yang akan merubah seluruh hubungan antar lapisan masyarakat di perkotaan.
Sejalan dengan perkembangan waktu, persoalan pemukiman kumuh akan
semakin kompleks, baik dilihat dari aspek sosial, ekonomi maupun secara fisik
seperti kenyamanan hidup, kesehatan, keamanan dan kesempurnaan hidup.
Sementara itu dalam makna luas, pemukiman harus mampu membuka jalan dan
memberikan saluran bagi kecenderungan, kebutuhan, aspirasi, dan keinginan
manusia secara penuh, menuju perbaikan taraf hidup dan kesejahteraan manusia.
Secara teoritis, pelaku dalam pembangunan perumahan dan pemukiman
dapat dibagi dalam tiga pihak, yaitu: pemerintah, swasta (pengembang), dan
masyarakat. Ketiga pihak ini mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri,
serta mempunyai kepentingannya masing-masing. Pada dasarnya tanggung jawab
diarahkan untuk mengurangi kemiskinan dan melaksanakan pemerataan
pendapatan dan kesejahteraan.
Dari segi empiris, pembangunan pemukiman hanya terpola sebagai
kelanjutan struktur kota lama atau usaha pembangunan secara partial, seperti
program perbaikan kampung, peremajaan kota, atau pembangunan kawasan
kawasan perumahan. Kondisi ini rupanya berjalan terus, dan lagi pula ditambah
cepatnya pertumbuhan penduduk kota, baik secara alamiah maupun karena
migrasi, yakni perpindahan penduduk dari desa ke kota. Keadaan jumlah
penduduk dengan pertumbuhan penduduk kota yang tidak diimbangi dengan
pembangunan pemukiman dan jumlah rumah yang layak huni, menyebabkan
banyak tumbuhnya hunian liar atau pemukiman kumuh, baik dilihat dari kualitas
lingkungan, kualitas tata ruang, maupun kualitas manusia penghuninya.
Kenyataan yang ada tidak semua perumahan dan pemukiman memiliki
sarana dan prasarana serta fasilitas umum dan sosial yang memadai. Sehingga
keberadaannya tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan sebagai perumahan
dan pemukiman yang sehat dan layak huni. Pemukiman ini lazim disebut sebagai
pemukiman kumuh (slum area), dan diantaranya ada yang disebut sebagai
pemukiman liar (squatter’s settlement).
Peran pemerintah dalam pembangunan perumahan dan pemukiman sudah
dituangkan dalam Undang-Undang N0. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman dimana dengan peningkatan pembangunan perumahan dan
pemukiman masyarakat pada umumnya dan terkhusus pada masyarakat yang
layak huni. Dalam Undang-Undang tersebut diuraikan secara jelas pada pasal 30
UUPP yaitu:
1) Pemerintah malakukan pembinaan dibidang perumahan dan permukiman
dalam bentuk pengaturan dan pembimbingan, pemberi bantuan dan
kemudahan, penelitian dan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan,
serta pengawasan dan pengendalian
2) Pemerintah melakukan pembinaan badan usaha dibidang perumahan dan
permukiman
3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan perundang-undangan yang dituangkan dalam Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Pemukiman yang mulai berlaku
pada tanggal 10 maret 1992 dan memiliki 41 pasal menjadi landasan pemerintah
pusat pada umumnya dan pemerintah daerah pada khususnya dalam merancang
pembangunan perumahan dan pemukiman. Pembangunan perumahan dan
pemukiman sebagai bagian dari program pembangunan nasional sebetulnya sudah
dicanangkan semenjak masa pemerintahan Orde Baru dalam Program Jangka
Panjang Tahap I, dengan target terpenuhinya kebutuhan akan sarana dan prasarana
dasar serta meningkatkannya mutu lingkungan perumahan dan pemukiman baik
perkotaan maupun pedesaan dan inilah nantinya akan dibentuk dalam suatu
rencana strategis yang akan dilakukan terkhusus pada dinas yang bersangkutan
untuk mengimplementasikan program yang sudah terencana.
Pembangunan perumahan dan permukiman yang telah direncanakan
permukiman terutama pada permukiman kumuh (slum area). Sesuai rencana
strategis Kementerian Negara Perumahan Rakyat disiapkan program fasilitasi,
subsidi, dan stimulasi pembangunan pembangunan rumah baru layak huni
1.265.000 unit, Rusunawa 60.000 unit, dan Rusunami 25.000 unit sampai dengan
2009
dalam suat kebijakan dalam pembanguan perumahan dan permukiman.
Permukiman tidak hanya berbicara secara fisik dari bangunan, akan tetapi juga
harus memperhatikan dan mempertimbangkan faktor manusianya sebagaipelaku
kehidupan yang utama.
Untuk menciptakan lingkungan permukiman yang memenuhi persyaratan
keamanan, kesehatan, kenyamanan, kepadatan bangunan sangat tinggi, prasarana
lingkungan yang tidak memenuhi persyaratan rawan serta dapat membahayakan
kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagai permukiman kumuh (Alvi Syahrin, 2003: 46)
Berdasarkan Inpres No. 5 tahun 1990 dalam pelaksanaan program
peremajaan permukiman kumuh ada beberapa tujuan peremajaan permukiman
kumuh. Salah satu tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu kehidupan dan
penghidupan, harkat dan derajat martabat masyarakat penghuni permukiman
kumuh terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah guna
memperoleh perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat dan teratur. Hal
inilah wujud pemerintah dalam meminimalisir permukiman kumuh. Namun
dengan segala keadaan yang ada dalam suatu pemerintah terkhusus pada
Kondisi perumahan dan permukiman di Indonesia pada saat ini masih
ditandai oleh (1) belum mantapnya sistem penyelenggaraan termasuk sistem
kelembagaab yang diperlukan; (2)rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan
perumahan yang layak dan terjangkau; dan (3) menurunnya kualitas lingkungan
permukiman, dimana secara fungsional kualitas pelayanan sebagian besar
perumahan dan permukiman yang ada masih terbatas dan belum memenuhi
standar pelayanan yang memadai. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak
dan terjangkau masih belum dapat diimbangi dengan kemampuan penyediaan baik
oleh masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah. Secara nasional kebutuhan
perumahan masih relatif besar. Sebagai gambaran status kebutuhan perumahan
pada saat ini meliputi: Pertama, kebutuhan rumah yang belum terpenuhi (backlog)
sebanyak 4,3 juta unit rumah,Kedua, pertumbuhan kebutuhan rumah baru setiap
tahunnya sebesar 800 ribu unit rumah; serta Ketiga, kebutuhan peningkatan
kualitas perumahan yang tidak memenuhi persyaratan layak huni sebanyak 13 juta
unit rumah (25%). Dari segi kualitas pelayanan prasarana dan sarana dasar
lingkungan, masih terdapat banyak kawasan yang tidak dilengkapi dengan
berbagai prasarana dan sarana pendukung, fasilitas sosial dan fasilitas umum.
Secara fisik lingkungan, masih banyak ditemui kawasan perumahan dan
permukiman yang telah melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.
Dampak dari semakin terbatas atau menurunnya daya dukung lingkungan di
antaranya adalah meningkatnya lingkungan permukiman kumuh pertahunnya,
sehingga pada saat ini luas lingkungan permukiman kumuh telah mencapai 47.500
Seperti yang tertulis pada Harian Kompas kamis, 24 januari 2008 (Rumah
untuk Rakyat Hanya Jadi Jargo) tertulis pembangunan perumahan semakin lama
semakin berkembang namun, hal ini selalau ditandai dengan kondisi Indonesia
yang selalu memburuk baik itu pada kondisi perekonomian. Ditengah situasi yang
memburuk tersebut, Grup Podomoro melakukan gebrakan dengan memecahkan
kebuntuan. Kelompok usaha yang banyak membangun apartemen, pusat
pembelanjaan, dan perumahan ini segara membangun 14 menara rumah susun
sederhana. Menara setinggi 22 lantai tersebut seluruhnya akan berjumlah 6.000
unit. Sebagian terdiri dari rusun dua kamar (lebih kurang Rp. 144 juta) dan
sebagian lagi rusun satu kamar (lebih kurang Rp. 90 juta).
Dalam suatu lokakarya nasional bidang perumahan dan pemukiman telah
di rumuskan beberapa issue pokok dalam bidang perumahan dan pemukiman
wilayah barat, tengah dan timur yaitu (Lokakarya Nasional Bidang Perumahan
dan Pemukiman, Jakarta 29 Oktober 2002)
1. Aspek tata ruang dan pertanahan :
a. Ketersediaan data dan skenario pengembangan perumahan dan permukiman
b.Skenario yang dikembangkan dalam bentuk kebijakan dan strategi
penanganannya di daerah sesuai rencana detail tata ruang di daerah dengan
kawasan siap bangun sebagai rinciannya
c. Penerapan kebijakan pertanahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
2. Aspek kelembagaan :
a. Lembaga yang secara structural tepat ditetapkan untuk menangani
b. Forum Perumahan dan Permukiman sebagai bentuk jejaring Forum Kota/
Kabupaten
c. Mekanisme koordinasi dan sinkronisasi yang diselenggarakan secara
terpadu antar lembaga/ instansi terkait serta stakeholder lainnya pada tingkat
Provinsi/ Kabupaten/Kota
d. Penguatan wadah informasi dan komunikasi bidang peruma han dari
permukiman
3. Aspek pembiayaan perumahan dan permukiman :
a. Pengembangan dan perumahan/ Housing Fund untuk skala Provinsi/
Kabupaten/ Kota
b. Pengembangan program bantuan perumahan untuk masyarakat
berpenghasilan tetap dan atau tidak tetap
c. Sistem kemitraan dalam pemupukan dana perumahan dan permukiman
sebagai upaya terselenggaranya subsidi silang antara pengusaha dan pekerja
d. Sistem sewa perumahan bagi masyarakat luas dengan adanya kemudahanan
dan fasilitasi yang mampu diberikan oleh Pemerintah Kabuhaten/ Kota
4. Aspek teknologi perumahan dan permukiman serta bahan bangunan lokal :
a. Pemanfaatan teknologi lokal, dalam rangka efisiensi sumber daya, melalui
database teknologi dan sosialisasi teknologi
b. mengangkat arsitektur lokal sebagai ciri khas daerah
Kota Medan sebagai salah satu kota yang padat di Indonesia, merupakan
suatu masalah yang kompleks dimana beragamnya sosial dan kultur yang ada
akan semakin kompleksnya masalah yang akan dihadapai. Ada beberapa daerah
Daerah-daerah yang rawan dengan permukiman kumuh adalah daerah yang
berada pada daerah aliran sungai, terkhusus pada daerah aliran sungai deli. Data
menunjukkan bahwa jumlah penghuni pemukiman kumuh pada kelurahan
Kampung Baru, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Sukaraja adalah 8.285 jiwa atau
1.506 kepala keluarga (hhtp//litagama.org). Masyarakat yang berpenghasilan
rendah banyak mendirikan bangunan yang kurang layak pada pinggiran sungai,
hal ini disebabkan karena kurangnya koordinasi pemerintah dengan masyarakat
untuk mendirikan pemukiman bagi para masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Adanya indikasi-indikasi tersebut membuat pemerintah dalam hal ini Dinas
Perumahan dan Permukiman Kota Medan melakukan kebijakan dalam hal
pembangunan perumahan dan permukiman dalam meminimalisir permukiman
kumuh.
Melalui Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 Tahun 2001 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tetakerja Dinas-Dinas Daerah di Lingkungan
Pemerintah Kota Medan, maka berdirilah Dinas Perumahan dan Permukiman
sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang bangunan dan
perumahan. Untuk menyempurnakan tugas pemerintah tersebut melalui
Keputusan Walikota Medan Nomor 11 Tahun 2002 tentang Tugas Pokok dan
Fungsi Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan, Dinas Perumahan dan
Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga
daerah dalam bidang perumahan dan pemukiman, antara lain menyangkut bina
lingkungan, pembangunan, pemeliharaan dan pengelolaan bangunan pemerintah
dan rumah dinas, bina teknik dan pemberdayaan masyarakat serta melaksanakan
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan diatas maka penulis
tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “ Strategi Pembangunan
Perumahan dan Permukiman Dalam Meminimalisir Permukiman Kumuh di
Kota Medan”.
I.2. Perumusan Masalah
Dalam suatu penelitian, yang sangat signifikan untuk dapat memulai
penelitian adalah adanya masalah yang akan diteliti. Menurut Arikunto, agar dapat
dilaksanakan penelitian dengan sebaik-baiknya maka peneliti haruslah
merumuskan masalah dengan jelas, sehingga akan jelas darimana harus mulai,
kemana harus pergi dan dengan apa (Arikunto, 1996:19).
Berdasarkan uraian tersebut dan berdasarkan latar belakang yang sudah
diuraikan, maka perumuskan masalah dalam penelitian ini adalah; “Bagaimana
Strategi yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Kota
Medan dalam Meminimalisir Permukiman Kumuh di Kota Medan”.
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pembangunan perumahan dan
permukiman yang dilakukan oleh dinas perumahan dan permukiman kota
medan dalam meminimalisir permukiman kumuh di kota Medan
2. Untuk mengidentifikasikan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
dalam mengimplementasikan strategi pembangunan perumahan dan
I.4. Manfaat Penelitian
1. Secara Subyektif, sebagai suatu sarana dalam melatih dan
mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan metodologi
dalam menyusun karya ilmiah
2. Secara Akademis, sebagai suatu kontribusi baik secara langsung atau tidak
langsung bagi perpustakaan jurusan Ilmu Administrasi Negara dan bagi
kalangan penulis yang tertarik dalam masalah penelitian ini.
3. Secara Praktis, sebagai bahan masukan pemikiran bagi semua kalangan
terkhusus pada Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dalam
memahami lebih lanjut pembangunan perumahan dan pemukiman.
I.5. Kerangka Teori
Sebagai landasan berpikir dalam menyelesaikan atau memecahkan
masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan
bahan referensi dalam penelitian.
I.5.1. Strategi
Penggunaan istilah strategi pada awalnya lebih memperoleh tempat
dikalangan militer pada akhir abab ke-18, ketika peperangan masih relatif
sederhana dan terbatas. Kala itu istilah strategi lebih poluler dikalangan perwira
dalam menghadapi musuhnya (salusu, 1996:86). Namun pada dekade berikutnya,
faktor militer telah bercampur dengan faktor politik, teknologi, ekonomi dan
psikologi. Seperti pengertian strategi adalah ilmu siasat perang; muslihat untuk
berkembang dan telah digunakan diberbagai sektor dalam meningkatkan
lingkungan organisasi yang bersangkutan.
Hakekat pengertian strategi adalah penyesuaian institusi, organisasi atau
badan pemerintahan terhadap perubahan lingkungan eksternalnya. Institusi atau
organisasi yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi
pada lingkungan eksternalnya akan mengalami kemunduran atau kegagalan
(Tangkilisan, 2003:53).
Menurut Summer, strategi merupakan suatu jaringan kebijaksanaan yang
luas, komprehensif, dan holistic yang menggambarkan tentang produk barang dan
jasa yang akan ditawarkan ketengah masyarakat; kebijaksanaan itu secara logis
berkaitan dengan jaringan sumber daya dalam organisasi yang diperlukan untuk
menghasilkan produk barang dan jasa (Salusu, 1996:91)
Strategi merupakan terminology yang digunakan luas oleh organisasi laba
(profit oriented) yang kemudian dalam perkembangannya digunakan pula oleh
organisasi nirlaba atau organisasi publik lainnya, baik di sektor birokrasi
pemerintah maupun oleh kalangan organisasi voluntir (NGO = Non Govermental
Organization) atau lebih dikenal sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat.
(Tangkilisan, 2003:54)
Strategi dapat dikatakan sebagai alat untuk mencapai tujuan, dalam
perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang. Strategi biasanya
dikembangkan guna menghadapi isu strategi dengan cara membuat garis besar
tanggapan organisasi terhadap pilihan kebijakan fundamental dan strategi pada
umumnya akan mengalami kegagalan apabila tidak mempersiapkan langkah
Dalam strategi diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang nantinya
pertimbangan tersebut akan dijadikan landasan dalam pembuatan strategi dalam
organisasi. Oleh sebab itu menurut Hofer dan scheldel (1978) mangajukan empat
komponen strategi yang perlu dipertimbangkan yaitu: (Tangkilisin,2003:54)
1. Ruang lingkup (Scope), yaitu ruang gerak interaksi antara organisasi atau
institusi dengan lingkungan eksternalnya, baik masa kini maupun masa
yang akan datang
2. Pengarahan sumber daya (Resource deployments), yaitu pola pengarahan
sumber daya dan kemampuan untuk mencapai tujuan atau sasaran
organisasi atau instansi.
3. Keunggulan kompetitif (Competitive advantage), yaitu posisi unik yang
dikembangkan institusi atau organisasi
4. Sinergi, yaitu efek bersama dari pengerahan sumber daya atau keputusan
seluruh komponen yang ada mampu begerak secara terpadu dan efektif.
Menurut Hatten (1988) ada beberapa petunjuk dalam strategi agar strategi
tersebut dapat dilaksanakan dan dapat berjalan sukses sesuai dengan mandat, visi,
dan misi dari organisasi tersebut adalah (Salusu, 1996:108):
1. Strategi haruslah konsinten dengan lingkungannya. Jangan membuat
strategi yang melawan arus. Ikutilah arus perkembangan dalam
masyarakat, dalam lingkungan yang memberi peluang untuk bergerak
2. Setiap organisasi tidak hanya membuat satu strategi. Hal ini harus
tergantung pada ruang lingkup kegiatannya dan hendaknya diserasikan
satu sama lainya.
3. Strategi yang efektif hendaknya memfokuskan dan menyatukan semua
sumber daya dan tidak menceraiberaikan satu dengan yang lain.
Persaingan tidak sehat antara barbagai unit kerja dalam suatu organisasi
sering kali mengklaim sumber dayanya, membiarkan terpisah dari unit
kerja lainnya sehingga kekuatan-kekuatan yang tidak menyatu itu justru
merugikan posisi organisasi.
4. Strategi hendaknya memusatkan perhatian pada apa yang merupakan
kekuatannya dan tidak pada titik-titik yang justru adalah kelemahannya.
Setiap strategi yang dibuat harus mengetahui lingkungan dalam organisasi
baik itu kekuatan dan kelemahan yang sangat mempengaruhi kinerja dari
organisasi tersebut.
5. Sumber daya adalah sesuatu yang kristis. Artinya strategi harus mampu
melihat sesuatu yang memang layak dikerjakan dalam organisasi.
6. Strategi hendaknya memperhitungkan resiko yang tidak terlalu besar.
Setiap sesuatu pasti memiliki resiko, namun resiko tersebut dapat
diminimalisir dengan mengetahui lingkungan internal maupun lingkungan
eksternal dalam organisasi dan haruslah hati-hati dalam menetapkan
strategi.
7. Strategi hendaknya disusun diatas landasan keberhasilan yang telah
landasan organisasi untuk menjadikan strategi berikutnya menjadi suatu
keberhasilan yang lebih.
8. Tanda-tanda dari suksesnya strategi ditampakkan dengan adanya
dukungan dari pihak-pihak yang terkait. Pihak-pihak yang dimaksud
adalah seluruh yang ada dalam organisasi tersebut dan juga stakehonder
yang ada dalam organisasi tersebut.
Proses perencanaan strategi sudah barang tentu memerlukan kerangka
kerja gabungan dari berbagai tingkat manajer atau pimpinan dengan harapan
bahwa masing-masing dari mereka dapat mengemukakan apa yang menjadi
permasalahannya, sehingga dapat ditemukan strategi pemecahan yang tepat dan
memiliki implikasi luas dan berjangka panjang. Salah satu model kerangka kerja
(frame work) yang dapat digunakan melalui adaptasi perencanaan strategic adalah
Bagan 1.
Perencanaan Strategik Untuk Sektor Publik Model Bryson (1988)
Lingkungan internal dan eksternal merupakan dua hal yang sangat
berkaitan satu sam lain. Hal inilah yang sangat dijadikan sebagai dasar dalam
mengidentifikasikan isu-isu strategi dalam suatu organisasi. Dalam lingkungan
internal terdapat kekuatan dan kelemahan yang ada dalam ruang lingkup
organisasi, dimana organisasi tersebut menemukan apa yang menjadi kekuatan
dan kelemahan dalam organisasi tersebut sehingga organisasinya dapat mengenal
diri sendiri sebelum melakukan tindakan. Lingkungan internal ini terdiri dari
sumber daya yang ada dalam organisasi tersebut baik itu sumber daya manusia
maupun sumber daya fisik berupa sarana dan prasarananya. Sedangkan untuk
yaitu peluang dan ancaman. Lingkungan eksternal ini terdiri dari beberapa factor
yaitu perkembangan social yang ada pada lingkungan di luar organisasi, factor
ekonomi maupun factor politik. Dengan kedua lingkungan inilah perencanaan
strategi yang di lakukan dapat berhasil sesuai dengan yang di harapkan kemasa
depan organisasi tersebut.
Menurut Bryson (1988) dalam perencanaan strategik ada beberapa
pendekatan dasar yang dapat dipergunakan untuk mengenali isu strategis (dalam
Tangkilisan, 2003: 51)
1. Pendekatan Langsung (direct approach), yaitu pendekatan yang akan
bekerja sangat baik bagi senagian besar lembaga pemerintah dan lembaga
public. Pendekatan langsung meliputi jalan lurus dari ulasan terhadap
mandat, misi dan SWOT (Kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman)
hingga identifikasi isu-isu strategis.
2. Pendekatan Tidak Lansung (indirect approach), yaitu pendekatan yang
secara khusus digunakan ketika isu utama harus diarahkan kembali.
3. Pendekatan Sasaran (goals approach), yaitu pendekatan yang lebih sejalan
dengan teori perencanaan konvensional, yang menetapkan bahwainstitusi
atau organisasi harus menciptakan sasaran dan tujuan bagi dirinya sendiri
dan kemudian mengembangkan strategi untuk mencapainya.
4. Pendekatan Visi Keberhasilan (vision of success), yaitu pendekatan yang
mengembangkan suatu gambar yang terbaik atau ideal mengenai institusi
atau organisasi diwaktu yang akan datang sebagai organisasi yang sangat
I.5.2. Perumahan dan Permukiman
Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan dan kepribadian
bangsa. Ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dengan perumahan dan
permukiman, antara lain (Alvi Syahrin, 2003: 120): Pertama, Adanya tempat
hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia sebagai individu dalam
lingkungan terkecil. Kedua, Tempat hunian yang berfungsi lebih luas yang
memperhatikan adanya kaitan unsur-unsur lainnya seperti sosial, ekonomi, budaya
dan lainnya. Ketiga, Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia
sebagai individu atau masyarakat menjalankan kehidupan dan penghidupannya.
Keempat, Adanya unsur perbatasan yang terkait dengan tingkah laku manusia
sebagai individu dan masyarakat dalam menjalankan kehidupan dan
penghidupannya.
I.5.2.1. Pengertian Perumahan
Berdasarkan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Pemukman (UUPP), perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan
prasarana dan sarana lingkungan.
I.5.2.2. Pengertian Permukiman
Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman (UUPP), permukiman mengandung pengertian sebagai bagian
lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan.
Permukiman yang dimaksud dalam Undang-undang ini mempunyai
lingkup tertentu yaitu kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan
fungsi utama sebagai tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana, sarana
lingkungan, dan tempat kerja yang memberikan pelayanan dan kesempatan kerja
terbatas untuk mendukung perikehidupan dan penghidupan sehingga fungsi
permukiman tersebut dapat berdaya guna dan berhasil guna (UUPP Pasal 3)
Kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak hanya berasal dari
satu kata, namun jika ditinjau dari struktur katanya, kata permukiman terdiridari
dua kata yang mempunyai arti yang berbeda, yaitu: pertama, isi yaitu mempunyai
implementasi yang menunjukkan kepada manusia sebagai penghuni maupun
masyarakat dilingkungan sekitarnya dan yang kedua, wadah yaitu menunjuk pada
fisik hunian yang terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia.
I.5.3. Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
I.5.3.1. Pembangunan
I.5.3.1.1. Pengertian Pembangunan
Myndal memberikan arti bahwa (dalam Agus Suryono, 2001: 56):
Pembangunan harusnya merupakan suatu proses yang saling terkait antara proses partumbuhan ekonomi, perubahan sosial, dan demokrasi politik yang terjadi dalam lingkaran sebab akibat kumulatif (circular cumulative
causation)
Pembangunan sudah menjadi kata kunci bagi segala hal. Secara umum,
kata pembangunan diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan
I.5.3.1.2. Alat Ukur Pembangunan
Menurut Arif Budiman dalam bukunya Teori Pembangunan Dunia Ketiga,
diuraikan indicator-indikator pembangunan. Indicator tersebut adalah (Arif
Budiman, 1995: 2)
a. Kekayaan Rata-Rata. Kemajuan ekonomi masyarakat biasanya
ditandai degan pemerataan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut
kemajuan ekonomi menjadi hal yang signifikan dalam
pembangunan.
b. Pemerataan. Bangsa atau Negara yang berhasil melakukan
pembangunan adalah mereka yang disamping tingginya
produktivitasnya, penduduknya juga makmur dan sejahtera secara
relatif merata.
c. Kualitas Kehidupan. Kualitas yang dimaksud adalah rata-rata
harapan hidup, rata-rata jumlah kematian bayi, dan rata-rata
presentasi buta huruf.
d. Kerusakan Lingkungan. Pembangunan tidak akan jauh
pengaruhnya terhadap lingkungan sebagai objek yang sangat dekat
dengan pembangunan.
e. Keadilan Sosial dan Kesinambungan. Adanya pembangunan yang
berkelanjutan adalah bukti bahwa pembangunan tersebut akan
berhasil.
I.5.3.2. Pembangunan Perumahan dan Pemukiman
Dalam Keputusan Presiden (kepres) No. 63 Tahun 2000 Tentang Badan
tertulis bahwa pembangunan perumahan dan permukiman merupakan kegiatan
yang bersifat lintas sektoral, yang pelaksanaannya perlu memperhatikan
aspek-aspek prasarana dan sarana lingkungan, rencana tata ruang, pertanahan, industri
bahan, jasa kontruksi dan rancang bangun, pembiayaan, sumber daya manusia,
kemitraan antar pelaku, peraturan perundang-undangan, dan aspek penunjang
lainnya.
A. Asas Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Dalam Undang-Undang Perumahan dan Pemukiman tepatnya pada pasal 3
dikatakan ada beberapa asas yang digunakan dalam pembangunan perumahan dan
permukiman yaitu :
a) Asas manfaat, memberikan landasan agar pelaksanaan pembangunan
perumahan dan permukiman yang menggunakan sumber daya yang
terbatas dapat dimanfaatkan sebasar-besarnya bagi kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat.
b) Asas adil dan merata, memberikan landasan agar hasil-hasil pembangunan
perumahan dan permukiman dapat dinikmati secara adil dan merata oleh
seluruh rakyat.
c) Asas kebersamaan dan kekeluargaan, memberikan landasan agar golongan
masyarakat yang kuat membantu golongan masyarakat yang lemah dan
mencegah terjadinya lingkungan permukiman yang ekslusif.
d) Asas kepercayaan kepada diri sendiri, memberikan landasan agar segala
usaha dan kegiatan dalam pembangunan perumahan dan pemukiman
mampu membangkitkankepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri.
e) Asas keterjangkauan, memberikan landasan agar hasil pembangunan
perumahan dan permukiman dapat dijangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah.
f) Asas kelestarian lingkungan hidup, memberikan landasan untuk
menunjang pembangunan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan
bagi generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.
Alvi Syahrin dalam bukunya Pengantar Hukum dan Kebijakan
Pembangunan Perumahan dan Permukiman Berkelanjutan menguraikan beberapa
asas selain asas yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Perumahan dan
Permukiman, yaitu (Alvi, 2003, 106):
a. Asas Demokrasi, artinya pembangunan perumahan dan permukiman harus
memperhatikan pengelolaan sumber daya alam serta adanya adanya
pengakomodasian kekuasaan dan kewenangan dalam mengelola antara
pusat dan daerah, transparan dalam pengambilan keputusan, meningkatkan
partisipasi semua pihak yang terkait, tidak dikriminasi dalam perbuatan
dan implementasi kebijakan, bertanggung jawab kepada public,
penyelesaian konflik penguasaan dan pemanfaatan secara bijaksana, dan
menghargai hak-hak asasi manusia dalam pengelolaan sumber daya alam.
b. Asas Transpansi, artinya keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan membuka ruang bagi peningkatan partisipasi dan pengawasan
permukiman, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi.
c. Asas Koordinasi dan Keterpaduan antar sektor, artinya pengelolaan
pembangunan perumahan dan permukiman dilakukan secara terintegrasi
dengan saling memperhatikan kepentingan antar sektor,sehingga dapat
dibina hubungan yang saling mendukung dan kerja sam, yang menepatkan
kepentingan pelestarian fungsi lingkungan dan keberlanjutan fungsi
perumahan dan permukiman diatas kepentingan masing-masing sector.
d. Asas Efisiensi, artinya pemanfaatan sumber daya alam bagi pembangunan
perumahan dan permukiman di dasarkan pada pengelolaan secara
bijaksana dengan memperhatikan sifat dapat diperbaharukan (renewable)
dan tidak terbaharukan (nonrenewable), dengan selalu memperhitungkan
keberlanjutan fungsi danmanfaat sumber daya alam bagi kepentingan
generasi kini dan mendatang.
e. Asas Desentralisasi, yaitu penyerahan wewenang tanggung jawab
pengelolaan perumahan dan permukiman serta keterkaitannya dengan
lingkungan hidup oleh pemerintah kepada daerah otonom, atau Mentei
kepada tingkat birokrasi dibawahnya, sehingga pengambilan keputusan
dapat dilakukan sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing
daerah.
f. Asas Partisipasi Publik, artinya pengelolaan perumahan dan permukiman
dalam kaitannya dengan kelestarian fungsi lingkungan, membuka
kesempatan kepada masyarakat dan semua pihak yang terkait
perumahan dan permukiman serta pelestarian lingkungan, mulai dari
kegiatan identifikasi dan inventarisasi, perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, pemantauan, dan evaluasi.
g. Asas Pengawasan Publik, artinya mekanisme dan prosedur pengawasan
masyarakat dan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam pengelolaan
perumahan dan permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, dengan
mengambil bagian aktif dalam melakukan pengawasan yang efektif.
h. Asas Akuntabilitas Publik, artinya upaya yang harus direncanakan dan
dilaksanakan oleh pihak pengelola pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelestarian fungsi lingkungan, khususnya mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan public dan kepentingan masyarakat,
sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada rakyat atas segala tindakan
yang dilakukan dalam pengelolaan secara trasparan.
i. Asas Informasi dan Persetujuan, artinya memberikan informasi yang benar
dan meminta persetujuan masyarakat dalam pembangunan perumahan dan
permukiman serta pelstarian fungsi lingkungan, dengan persetujuan
tersebut didasarkan pada prinsip kebebasan dari pihak yang memberi
persetujuan (free and prior informed consent).
B. Sistematisasi Proses Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Dalam pembangunan perumahan dan pemukiman diperlukan sistematisasi
proses yang mendukung proses pembangunan bagi perumahan dan permukiman.
Sistematisasi proses pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut terdiri
a. Tahap Persiapan
Ketentuan pasal 3 dan pasal 4 UUPP diantaranya menyebutkan
pembangunan perumahan dan pemukiman berdasarkan pada asas kelestarian
lingkungan, bertujuan mewujudkan perumahan dan pemukiman yang layak dalam
lingkungan sehat, aman, serasi, dan teratur, memberi arah pada pertumbuhan
wilayah dan persebaran penduduk yang rasional. Pada pasal 7 UUPP menetapkan
dalam membangun rumah atau perumahan wajib mengikuti persyaratan teknis,
ekologi dan administrative, melakukan pemantauan lingkungan yang terkena
dampak berdasarkan Rencana Pemantauan Lingkungan dan melakukan
pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelola lingkungan.
b. Tahap Penyediaan Tanah
Berdasarkan pasal 32 UUPP, dinyatakan bahwa penyediaan tanah untuk
pembangunan perumahan dan pemukiman diselenggarakan dengan: Pertama,
penggunaan tanah yang langsung dikuasai oleh Negara. Kedua, konsolidasi tanah
oleh pemilik tanah. Ketiga, pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah yang
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai upaya pengadaan tanah, konsolidasi tanah diperkotaan dapat
dikatakan sebagai salah satu alternative kebijakan tanah perkotaan untuk
menaggulangi masalah tanah perkotaan, diantaranya mengenai permukiman yaitu
sekitar ketidakjelasan dan ketidakteraturan penguasaan dan penggunaan tanah,
sebab perkampungan di perkotaan (permukiman kumuh) mempunyai ciri-ciri:
masyarakatnya heterogen dan umumnya berpenghasilah rendah, rumah
lingkungannya rendah, bentuk dan batas pemilikan tanahnya kecil dan tidak
teratur.
c. Tahap Perencanaan
Peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan
permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga
merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan
ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu
menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan
manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Dalam
pembangunan perumahan dan permukiman terkait aspek peningkatan jumlah
penduduk dan penyebarannya, perluasan kesempatan kerja dan usaha.
d. Tahap Perancangan
Setelah mendapat izin perencanaan yang dikeluarkan oleh pemerinta
kabupaten/kota, penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman
membuat dan mengajukan rancangan bangunan kepada pemerintah
kabupaten/kota. Usulan rancangan tersebut disusun secara terperinci yang dapat
memberikan petunjuk yang jelas dan mudah dalam pelaksanaan fisik bangunan.
Pada tahap ini pembangunan perumahan dan permukiman dilaksanakan secara
keterpaduan dan memperhatikan permukiman yang ada, tanpa mengeklusifkan
diri.
Pada tahap perancangan ini pembangunan perumahan dan permukiman
dirancang berdasarkan lingkungan hunian yang berimbang, guna mewujudkan:
a.1. Kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman yang sehat, aman,
a.2 Kawasan dan lingkungan perumahan dan permukiman yang terdiri dari
rumah mewah, rumah menengah dan rumah sederhana agar dapat
menampung dan terciptanya secara serasi berbagai kelompok masyarakat.
a.3. Rasa ketidakkawanan sosial, rasa kekeluargaan, kebersamaan,
kegotong-royongan antara kelompok masyarakat, dimana masyarakat yang mampu
dapat membantu masyarakat yang kurang mampu melalui perusahaan
pembangunan perumahan, khususnya dengan mengadakan subsidi silang
dari kaveling tanah matang-matang untuk rumah mewah dan menengah
kepada kaveling tanah matang untuk rumah sederhana.
a.4.Pencapaian target pembangunan perumahan dan permukiman, khusus
target pembangunan rumah sederhana.
e. Tahap Konstruksi
Pada tahap konstruksi ini, penyelenggara pembangunan perumahan dan
permukiman harus melaksanakan pembangunan sesuai dengan
persyaratan-persyaratan terknis yang telah ditetapkan dalam izin perencanaan dan izin
mendirikan bangunan. Pada tahap konstruksi ini perlu dibuat ketentuan yang
mewajibkan pengembangan untuk memberi jaminan sejumlah uang kepada
pemerintah daerah dalam penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, yang
nilainya dapat dihitung berdasarkan perencanaan biaya yang akan dikeluarkan
pengembang.
f. Tahap Pengusahaan
Penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman masih tetap
mempunyai kewajiban untuk menyelesaikan pembangunan prasarana lingkungan,
perumahan tersebut terjual serta memelihara paling lama satu tahun sejak
pembangunan proyek secara keseluruhan.
g. Tahap Pengelolaan
Setelah selesai dilaksanakan pembangunan perumahan dan permukiman
secara keseluruhan, prasarana dan sarana lingkungan yang telah dibangun oleh
penyelenggara pembangunan perumahan dan permukiman tersebut
pengelolaannya diserahkan kepada pemerintah daerah.
I.5.4. Permukiman Kumuh
Kumuh mengandung pengertian tidak layak yang juga dapat berarti
ketidakteraturan, ketidak sehatan, dan ketidaktertiban pembangunan dan
keselamatan. Permukiman kumuh dapat diartikan sebagai permukiman tidak layak
huni yang dapat membahayakan kehidupan penghuninya, karena keadaan
keamanan dan kesehatan serta kenyamanan dan keandalan bangunan dalam
lingkungan tersebut tidak memenuhi standar pembakuan yang berlaku, baik
dilihat dari segi tata ruang, kepadatan bangunan, kualitas bangunan serta
prasarana dan sarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat
Lahirnya pemukiman kumuh (slum area) adalah akibat pertumbuhan
penduduk yang lebih cepat dari penataan pemukiman. Sementara pada sisi lain,
pembangunan perumahan oleh masyarakat dalam beberapa hal juga ternyata lebih
cepat dari pada penataan dan pengawasan oleh pemerintah, sehingga munculnya
perumahan dan pemukiman di atas tanah yang dikuasai oleh negara atau milik
Selain itu, lahirnya pemukiman kumuh (slum area) di daerah perkotaan
tidak terlepas dari perkembangan dan pertambahan penduduk kota, yang antara
lain akibat urbanisasi atau migrasi. Para migran yang datang ke kota dengan
berbagai motif dan tujuan, mereka tidak memiliki pendidikan dan ketrampilan
yang memadai untuk bekerja di sektor-sektor formal. Mereka terpaksa harus
mengadu nasib di sektor-sektor informal dengan penghasilan rendah, tapi jumlah
jam kerja relatif lebih tinggi. Sedangkan untuk tempat tinggal, mereka memilih
daerah pemukiman kumuh karena harganya lebih murah.
Penghuni pemukiman kumuh yang umumnya bekerja di sektor informal
dan berpenghasilan rendah dapat digolongkan sebagai penduduk miskin
(prasejahtera). Lebih jauh kemiskinan juga dapat membahayakan akidah, akhlak,
mengganggu pemikiran, membahayakan keluarga dan mengancam kestabilan
masyarakat (http://litagama.org).
Ada beberapa ciri-ciri pemukiman kumuh yaitu (Seminar Usaha Perbaikan
Pemukiman Kumuh di Petukangan – Jakarta Selatan):
1. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai
2. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta pengunaan
ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya kurang mampu atau miskin
3. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi dalam
penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman kumuh sehingga
mencerminkan adanya kesembrautan tata ruang dan
4. Pemukiman kumuh kerupakan suatu satuan-satuan komuniti yang
hidup secara sendiri dengan batas-batas kebudayaan da social yang
jelas
5. Penghuni pemukiman kumuh secara social dan ekonomi tidak
homogen, warga mempuyai mata pencaharian dan tinggat
kepadatan yang beragam
6. Sebagian besar penghuni pemukiman kumuh adalah mereka yang
bekerja di sektor informal atau mempunyai tambahan pencarian di
sektor informal.
Dengan adanya kemampuan untuk menghidupkan diri dengan layak inilah
diharapkan warga negara bisa menikmati taraf hidup yang layak. Ada beberapa
indicator yang bisa muncul dalam hidup yang layak, yaitu: Pertama, perumahan
yang layak huni dari kuantitas (luas) maupun dari segi kualitas (jenis lantai dan
bahan baku yang digunakan). Kedua, ketersediaan dan kemampuan mengonsumsi
air yang layak. Ketiga, ketersediaan udara yang sehat untuk dihirup. Keempat,
ketersediaan dan kemampuan menggunakan penerangan rumah yang baik (listrik)
serta kondisi dan perkembangan lingkungan hidup (Revrison Baswir dkk,
1999:193).
I.6. Defenisi Konsep
Singarimbun menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi
untuk menggambarkan secara abstrak fenomena sosial ataupun alami
diuraikan maka dapat diuraikan defenisi konsep dalam penelitian ini sebagai
berikut:
a. Strategi adalah suatu pola perencanaan dalam menyesuaikan
seluruh sumber daya yang ada baik internal maupun eksternal
organisasi untuk menggunakan dan mengelola sumber daya yang
ada.
b. Pembangunan Perumahan dan Pemukiman adalah suatu proses
pemanfaatan sumber daya yang ada baik sumber daya manusia
maupun sumber daya alam dalam kajian tempat tinggal atau tempat
hunian.
c. Permukiman Kumuh adalah suatu keadaan yang kompleks dimana
keadaan tersebut dapat membahayakan karena keadaan yang tidak
layak dan tidak teratur.
d. Strategi Pembangunan Perumahan dan Pemukiman dalam
Meminimalisir Permukiman Kumuh adalah pola perencanaan yang
dilakukan oleh dinas terkait dalam menyesuaikan masalah internal
dan eksternal dalam meningkatkan taraf hidup yang layak sesuai
dengan sumber daya yang ada.
I.7. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan
bagaimana caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang
amat membantu penelitian lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
penelitian dengan cara memberikan indicator-indikator permasalahan yang akan
di teliti.
Adapaun indikator Strategi Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Dalam Meminimalisir Permukiman Kumuh adalah:
1. Lingkungan Internal, terdiri dari :
a. Sumber daya yang dimiliki dalam mempermudah tugas dan tanggung jawab,
meliputi :
a.1. Sumber daya manusia
a.2. Sumber dana dalam pembangunan perumahan dan permukiman
a.3. Fasilitas yang ada, baik berupa sarana dan prasarana
b. Strategi-strategi yang dilakukan oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman
Kota Medan
c. Prioritas pembangunan perumahan dan permukiman yang dilakukan oleh
Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan
2. Lingkungan eksternal, terdiri dari:
a. Perkembangan dan kondisi sosial masyarakat
b. Kemitraan yang dilakukan
I.8. Sistematika Penulisan
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, dan
sistematika penulisan.
BAB II: METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi, informan,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB III: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian
sebagai objek penelitian yang relevan degan topik penelitian.
BAB IV: PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan
dokumentasi yang akan dianalisis.
BAB V: ANALISA DATA
Bab ini berisikan pembahasan atau interpretasi dari data-data yang
disajikan dan diperoleh dari lokasi penelitian.
BAB VI: PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan penelitian dan saran-saran dari hasil
penelitian yang dilakukan serta untuk kemajuan objek penelitian dimasa akan
BAB II
METODE PENELITIAN
II.1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode penelitian
deskriptif dengan analisis data kualitatif yaitu prosedur pemecahan masalah yang
diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek penelitian pada saat
sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adaya.
Nawawi dan Martini (1994: 174) menyatakan bahwa penelitian kualitatif
juga disebut penelitian naturalistic yaitu penelitian yang bersifat atau memliki
karakteristik, bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sebenarnya atau
sebagaimana mestinya, dengan tidak diubah dalam bentuk symbol-simbol atau
bilangan.
Dengan demikian penelitian ini akan mengumpulkan data sebanyak
mungkin tetang permasalahan yang diteliti lalu diuraikan, digambarkan dan
diinterpretasikan secara rasional dan diambil kesimpulan dari penelitian yang
telah diteliti.
II.2. Lokasi Penelitian
Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah pada Dinas Perumahan
II.3. Informan
Untuk memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah
penelitian yang sedang diteliti, maka dipergunakan teknik informan. Dalam
penelitian ini, ada dua jenis informan yaitu: informan kunci (key informan) dan
informan biasa. Informan kunci adalah informan yang mengetahui secara
mendalam permasalahan yang sedang diteliti dan mendapat posisi atau jabatan
yang mengetahui jelas objek yang sedang diteliti, sedangkan informan biasa
adalah informan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan peneliti dengan dasar
mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan penelitian.
Oleh sebab itu, dengan dasar pertimbangan tersebut maka yang menjadi
informan kunci adalah:
1. Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan
2. Sub Dinas Bina Pemeliharaan dan Pengelolaan
3. Sub Dinas Bina Program
4. Kepala Seksi Monitorning
Untuk memperkaya data yang akan diolah, maka diambil juga informan
biasa yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yaitu pegawai dari dinas
perumahan dan pemukiman serta pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan
penelitian.
II.4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan secara jelas
dalam penelitian, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
1. Data primer
Data dapat diperoleh melalui:
a. Observasi/pengamatan, yaitu mengadakan pengamatan langsung
dari objek penelitian dan mencatat hal-hal yang dianggap
berhubungan dengan permasalahan penelitian serta menjaring data
yang tidak terjangkau.
b. Wawancara Mendalam, yaitu melakukan Tanya jawab secara
mendalam kepada pihak-pihak yang dianggap mengetahui
permasalah penelitian yang dilakukan.
2. Data sekunder
Data ini dapat diperoleh melalu
a. Studi kepustakaan, yaitu dengan menggunakan berbagai literature
seperti buku-buku, majalah, jurnal, dan laporan penelitian serta
yang lainnya.
b. Dokumentasi, yaitu dengan melakukan penelaaan terhadap
catatan-catatan tertulis yang ada pada lokasi penelitian.
II.5. Teknik Analisa Data.
Data yang telah didapat dalam penelitian ini akan dianalisis dengan
menggunakan teknik analisa SWOT yang merupakan tahap awal dan upaya untuk
menentukan isu strategis yang nantinya berkaitan dengan penemuan strategi
pengembangan organisasi publik. Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis
informasi, dan data-data dengan melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman sehingga diperoleh kejelasan dari permasalahan yang telah diuraikan
yang kemudian diambil kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.
Untuk mempermudah dalam teknik analisa SWOT maka dipergunakan
matriks SWOT.
Bagan 2.
Matriks SWOT
KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)
PELUANG (O)
Sumber :Tangkilisan, Hesel Nogi (2003 : 46)
Beberapa strategi yang diperoleh dari teknik analisis SWOT adalah
sebagai berikut :
1. Strategi SO (Strength Opportunity): memanfaatkan kekuatan internal
untuk memperoleh keuntungan dari peluang yang tersedia di lingkungan
ekstenal
2. Stragegi WO (Weakness Opportunity): memperbaiki kelemahan internal
3. Strategi ST (Strength Threat): menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk
menghindari ancaman yang datang dari lingkungan luar
4. Strategi WT (Weakness Threat): memperkecil kelemahan internal dan
menghindari ancaman yang datang dari lingkungan luar.
II.6. Kerangka Berpikir
Untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan dan mempermudah
penyajian dalam memperoleh data dan analisis data maka di perlukan kerangka
berpikir yang nantinya digunakan dalam penelitian. Kerangka berpikir merupakan
pola pikir yang digunakan peneliti secara sistematis.
Kerangka berpikir akan menjadi acuan dan arahan peneliti dalam
mendapatkan data-data yang diinginkan serta dijadikan sebagai acuan pertanyaan
dalam mendapatkan jawaban yang dilakukan dengan wawancara secara
mendalam. Oleh karena itu, kerangka berpikir ini berfungsi untuk menemukan
stategi yang di ambil oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Kota Medan dalam
meminimalisir pemukiman kumuh di Kota Medan. Kerangka berpikir yang
Bagan 3
Kerangka Berpikir Dalam Strategi Pembangunan Perumahan dan
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum Kota Medan
Perkembangan Kota Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi
dan karakteristik Kota Medan itu sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban
fungsi yang luas dan besar (metro), serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota
metropolitan terbesar di Indonesia. Realitasnya, Kota Medan kini berfungsi
("http://www.pemkomedan.go.id/selayang_informasi.php" \l "top"):
1. Sebagai pusat Pemerintahan daerah, baik pemerintah Propinsi Sumatera
Utara, maupun Kota Medan, sebagai tempat kedudukan
perwakilan/konsulat Negara-negara sahabat, serta wilayah kedudukan
berbagai perwakilan Perusahaan, Bisnis, Keuangan di Sumatera Utara.
2. Sebagai Pusat pelayanan kebutuhan sosial, ekonomi masyarakat Sumatera
Utara seperti: Rumah sakit, Perguruan Tinggi, Stasiun TVRI, RRI, dll,
termasuk berbagai fasilitas yang dikembangkan Swasta, khususnya
pusat-pusat Perdagangan.
3. Sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, perdagangan, keuangan, dan jasa
secara regional maupun internasional.
4. Sebagai pintu gerbang regional/Internasional/Kepariwisataan untuk
kawasan indonesia bagian barat.
A.1. Kondisi Geografis
Secara geografis, Kota Medan terletak pada 3°30¨ - 3°43¨ Lintang Utara
miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan
laut.
Kota Medan mamiliki luas 26.510 hektar (265,10 km2) atau sekitar 3,6 %
dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan
dengan kota/ kabupaten lainny, Kota Medan memiliki luas wilayah yang relative
kecil, tetapi dengan jumlah penduduk yang relative besar.
Kota Medan memiliki batas-batas geografis yaitu
a. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
d. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Di samping itu sebagai daerah yang pada pinggiran jalur pelayaran Selat
Malaka, Maka Kota Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu
masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik
maupun kuar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Kota Medan ini telah
mendorong perkembangan kota dalam 2 kutub pertumbuhan secara fisik , yaitu
daerah terbangun Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
A.2. Kondisi Demografi
Penduduk asli Kota Medan adalah Melayu dan Karo tetapi saat ini kota ini
merupakan kota multietnis. Populasi Kota Medan saat ini didominasi beberapa
suku yaitu suku Melayu, Jawa, Batak dan Tionghoa. Berdasarkan data
kependudukan tahun 2005, penduduk Kota Medan saat ini diperkirakan telah
mencapai 2.036.018 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduknya sebesar 1,50%
sedangkan penduduk tidak tetap/penglaju (komuter) diperkirakan mencapai lebih
dari 500.000 jiwa.
Dilihat dari struktur umur penduduk, Kota Medan dihuni lebih kurang
1.377.751 jiwa berusia produktif yaitu dalam kisaran usia 15-59 tahun.
Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan rata-rata lama sekolah penduduk telah
mencapai 10,5 tahun. Laju pertumbuhan penduduk Kota Medan periode tahun
2000-2004 cenderung mengalami peningkatan, dimana tingkat pertumbuhan
penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004.
Sedangkan tingkat kepadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa
per km2 pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di kecamatan
Medan Deli, disusul kecamatan Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah
penduduk yang paling sedikit terdapat di kecamatan Medan Baru, Medan
Maimum dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan penduduk tertinggi di
Kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area dan Medan Timur.
Berdasarkan data kependudukan tahun 2007, Kota Medan diperkirakan
telah mencapai 2.006.142 jiwa, dengan jumlah wanita (1.010.174 jiwa) lebih besar
dari pada pria (995.968 jiwa)
A.3. Keadaan Sosial
Kondisi sosial yang terbagi atas pendidikan, kesehatan, kemiskinan,
keamanan dan ketertiban, agama dan lainnya, merupakan faktor penunjang dan
penghambat bagi pertumbuhan ekonomi Kota Medan. Keberadaan sarana
pendidikan kesehatan dan fasilitas kesehatan lainnya, merupakan sarana vital bagi
masyarakat untuk mendapat pelayanan hak dasarnya yaitu hak memperoleh