SKRIPSI
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
FREKUENSI PELAKSANAAN LELANG ATAS HAK
TANGGUNGAN DARI KREDITUR PERBANKAN DI KANTOR
PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG MEDAN
OLEH
Muhammad Safiuddin
100523040
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PERCETAKAN
Nama : Muhammad Safiuddin
NIM : 100523040
Departemen : Strata-1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perbankan
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Atas Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan
Tanggal, __________ Ketua Program Studi
NIP 19710503 200312 1 003
Irsyad Lubis, SE, M. Soc. Sc, Ph. D.
Tanggal, __________ Ketua Departemen
NIP 19730408 199802 1 001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN
Nama : Muhammad Safiuddin
NIM : 100523040
Departemen : Strata-1 Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perbankan
Judul Skripsi : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Atas Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan
Tanggal, __________ Pembimbing
NIP 19590912 198703 1 003
Drs. Coki Ahmad Sahwier HSB, M. P.
Tanggal, __________ Pembaca Penilai
Lembar Pernyataan
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Atas Hak Tanggungan Dari
Kreditur Perbankan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan”
adalah benar hasil dari karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas
akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang Medan atau saya kutip hasil karya orang lain telah
mendapat izin dan atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma,
kaidah, dan etika penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan,
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya frekuensi pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan yang berasal dari kreditur perbankan yang terjadi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan. Faktor-faktor yang diteliti adalah jumlah permohonan lelang yang diterima oleh KPKNL Medan dan jumlah objek lelang yang dimohonkan lelang di KPKNL Medan oleh kreditur perbankan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan secara sensus yang diperoleh dari laporan, buku, literatur, internet, dan media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besarnya jumlah permohonan lelang yang diterima oleh KPKNL Medan dan jumlah objek lelang yang dimohonkan lelang di KPKNL Medan oleh kreditur perbankan sama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap besarnya frekuensi pelaksanaan lelang hak tanggungan.
ABSTRACT
The title of this research is The Analysis on the Factors which Influence the Frequency of the Implementation of Mortgage Auction from the Banking Creditor in KPKNL (The State Assets and Auction Service) Office, Medan. The objective of this research was to find out and to analyze the factors which influenced the number of frequencies of the mortgage auction by banking creditor in KPKNL Office, Medan. The factors analyzed in the research were the number of auction request received by KPKNL, Medan and auction objects proposed by Banking Creditors to be held in KPKNL, Medan.
The data used in this research were secondary data. They were collected by using census method from reports, books, literatures, internet, and other media and analyzed by using an SPSS version 17.0 software program.
The result of the research showed that the amount of the proposed auction received by KPKNL, Medan and auction objects proposed in KPKNL, Medan, had positive and significant influence on the number of frequencies of mortgage auction.
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan,
kemampuan, kelapangan pikiran, dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Atas Hak Tanggungan Dari
Kreditur Perbankan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan”
sehingga terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan orang-orang selalu
istiqamah dijalan-Nya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan serta partisipasi dari
semua pihak baik moril maupun materiil, maka penulisan skripsi ini tidak akan
dapat diselesaikan dengan baik. Karena itu sepatutnyalah penulis sampaikan
terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ayahanda H. M. Baidlawi dan Ibunda Suratinah tercinta atas limpahan
dukungan dan doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis, Istri (Fitrohtul
Fauziah) dan putra tercinta (Abdurrahman Ziyad Kanz) yang senantiasa
menjadi hiasan hidup dan penyemangat penulis dalam hidup ini,
Saudara-saudara penulis baik yang di Jogja, Jakarta, dan Cilacap untuk semua
dukungannya.
2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M. Ec. Ac, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S. E., M. Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi
4. Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M. Si. selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera
Utara.
5. Bapak Irsyad Lubis, S. E., M. Soc. Sc., Ph. D. dan Bapak Paidi Hidyat, S. E.,
M. Si. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Drs. Coky Ahmad Syawier HSB, M. P. selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan kepercayaan penuh kepada penulis
terkait apa yang ingin penulis tuangkan dalam tulisan ini.
7. Bapak Kasyful Mahalli, S. E., M. Si. selaku dosen pembaca yang telah
meluangkan waktunya yang berharga untuk membaca dan memberikan
penilaian terhadap skripsi ini.
8. Seluruh Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Departemen Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik
dan mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan kepada penulis sungguh sangat
bermanfaat.
9. Seluruh staf administrasi Jurusan Ekonomi Pembangunan, terutama Bang Sugi
dan Kak Leny yang sabar melayani hingga penulis mampu menyelesaikan
tulisan ini.
10.Bapak Marlais Simanjuntak, S. E., M. Si. Selaku Kepala Kantor Pelayanan
Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan beserta seluruh pegawai
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Medan tempat penulis mengabdikan diri
11.Seluruh teman-teman Ekonomi Pembangunan Ekstensi Stambuk 2010
seperjuangan yang saling membantu dan memberi semangat.
Saya memohon maaf atas segala kekurangan yang ada dan menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna karena semata-mata
kekurangan ilmu dari penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi semua pihak.
Kepada seluruh pihak yang membantu dan mendukung pengerjaan skirpsi
ini, penulis memohon maaf tidak dapat menuliskan satu per satu dan penulis
menyampaikan terima kasih. Semoga budi baik kalian dibalas oleh Allah SWT.
Amin.
Medan,
Penulis
Muhammad Safiuddin
DAFTAR TABEL
NO TABEL JUDUL HALAMAN
1.1 Realisasi Frekuensi Lelang Hak Tanggungan Di
KPKNL Medan ………
5
3.1 Distribusi Frekuensi Lelang Perbulan Tahun 2009 s.d. 2013 ……….
36
4.1 Hasil Analisis Regresi ………... 53
4.2 Hasil Uji Normalitas ... 55
4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ………... 58
4.4 Hasil Uji Koefisien Determinasi ……... 60
4.5 Hasil Uji T ………... 61
DAFTAR GAMBAR
NO JUDUL HALAMAN
2.1 Bagan Struktur Organisasi Lelang Berdasarkan
Vendu Reglement 1908 …... 10
2.2 Alur Perubahan Organisasi Unit Lelang ... 14
2.3 Prosedur Pelaksanaan Lelang ……... 23
2.4 Skema Kerangka Pemikiran …………... 33
4.1 Logo Kementerian Keuangan ... 51
4.2 Analisis Grafik ……….. 56
4.3 Probability Plot ………. 57
DAFTAR LAMPIRAN
NO JUDUL HALAMAN
I Persetujuan Permohonan Izin Melaksanakan
Penelitian Di KPKNL Medan ………... 68
II Surat Keterangan Telah Menyelesaikan
Penelitian ……….. 70
III Laporan Bulanan Realisasi Kegiatan dan Hasil Pelaksanaan Lelang Menurut Jenis/Asal Barang
KPKNL Medan Tahun 2009 s.d. 2013 ………. 72
IV Contoh Surat Permohonan Lelang Eksekusi
Hak Tanggungan dari Kreditur Perbankan …... 147 V Contoh Daftar Objek Yang Dimohonkan Untuk
Dilelang Dari Kreditur Perbankan ……… 150 VI Hasil Pengolahan Data Menggunakan Program
SPSS 17.0 ………. 154
VII Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya frekuensi pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan yang berasal dari kreditur perbankan yang terjadi pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan. Faktor-faktor yang diteliti adalah jumlah permohonan lelang yang diterima oleh KPKNL Medan dan jumlah objek lelang yang dimohonkan lelang di KPKNL Medan oleh kreditur perbankan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Pengumpulan data dilakukan secara sensus yang diperoleh dari laporan, buku, literatur, internet, dan media lainnya. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dengan menggunakan program komputer SPSS versi 17.0.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa besarnya jumlah permohonan lelang yang diterima oleh KPKNL Medan dan jumlah objek lelang yang dimohonkan lelang di KPKNL Medan oleh kreditur perbankan sama-sama memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap besarnya frekuensi pelaksanaan lelang hak tanggungan.
ABSTRACT
The title of this research is The Analysis on the Factors which Influence the Frequency of the Implementation of Mortgage Auction from the Banking Creditor in KPKNL (The State Assets and Auction Service) Office, Medan. The objective of this research was to find out and to analyze the factors which influenced the number of frequencies of the mortgage auction by banking creditor in KPKNL Office, Medan. The factors analyzed in the research were the number of auction request received by KPKNL, Medan and auction objects proposed by Banking Creditors to be held in KPKNL, Medan.
The data used in this research were secondary data. They were collected by using census method from reports, books, literatures, internet, and other media and analyzed by using an SPSS version 17.0 software program.
The result of the research showed that the amount of the proposed auction received by KPKNL, Medan and auction objects proposed in KPKNL, Medan, had positive and significant influence on the number of frequencies of mortgage auction.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era modern ini, peredaran uang dalam perekonomian sudah tidak bisa
lepas dari peran dan fungsi lembaga perbankan. Lembaga ini secara profesional
dapat bertindak menghimpun (funding) dana dari masyarakat yang surplus dana dan kemudian menyalurkannya (lending) kepada masyarakat yang mengalami defisit dana.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, secara umum bank
didefinisikan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Lubis (2010: 10) menyatakan, “rantaian fungsi dan peranan institusi
bank ini dikenal dengan istilah financial intermediary dan hal ini dilaksanakan untuk kepentingan semua pihak sehingga aktivitas perekonomian berjalan
normal.”
Dari definisi di atas, dapat dirumuskan tugas bank adalah sebagai berikut:
1. Menghimpun dana dari masyarakat yang surplus dalam bentuk simpanan;
2. Menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk
3. Meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak dengan cara meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional.
Dalam hal menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan
dalam bentuk kredit akan berakibat tingkat likuiditas bank penyalur kredit turun.
Prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit sangat perlu diterapkan demi
meminimalisir adanya resiko-resiko yang terjadi.
Menurut Matondang (2011 : 1),”meskipun telah diterapkan prinsip
kehati-hatian dalam penyaluran kreditnya, pada kenyataannya resiko kredit macet masih
tetap terjadi. Proses litigasi atau upaya terakhir apabila terdapat kebuntuan dalam
penyelesaian kredit macet dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur.
1. Melalui Pengadilan Negeri, yaitu gugatan terhadap utang jaminan debitur
yang tidak diikat dengan lembaga jaminan hak tanggungan.
2. Melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara/PUPN, yaitu terhadap jaminan
piutang negara.
Selanjutnya Matondang (2011 : 2) menyatakan
selain dengan mekanisme tersebut di atas, dengan berlakunya Undang Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, kreditur dengan syarat-syarat tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, dapat secara langsung mengajukan permohonan lelang kepada Kantor Lelang Negara (sekarang bernama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang disingkat KPKNL), tanpa terlebih dahulu fiat dari lembaga peradilan. Syarat tertentu tersebut antara lain bahwa dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat bersamaan dengan perjanjian kredit diharuskan adanya klausul yang menyatakan bahwa Pemegang Hak Tanggungan Pertama atas kekuasaan sendiri menjual objek hak tanggungan melalui pelelangan umum untuk mengambil pelunasan utang debitor.
Yang dimaksud dengan lelang menurut Pasal 1 Vendu Reglement Jo Pasal
Pelaksanaan Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau
menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan Pengumuman
Lelang.
Dalam rangka penagihan kredit macet, lelang penjualan hak tanggungan
memiliki keunggulan dibandingkan dengan cara non lelang karena tidak saja akan
terjadi kompetisi di antara peserta lelang untuk mencapai harga jual lelang
tertinggi, namun juga menunjukkan transparansi dengan didahuluinya
pengumuman lelang melalui media cetak, sehingga dapat lebih memberikan
kepastian hukum kepada pemenang lelang/pembeli. Besarnya harga lelang yang
terjadi pun akan lebih tinggi atau setidaknya sama dengan nilai limitnya. Nilai
limit merupakan patokan harga terendah atas suatu objek lelang yang ditawarkan
oleh penjual/pemohon lelang. Nilai limit ditetapkan dengan berpedoman pada
nilai taksiran yang dibuat oleh pejabat penilai/appraisal independent (Matondang, 2011: 3)
Dalam Pasal 1a Vendu Reglement Jo Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
disebutkan bahwa setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau di
hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang atau
Peraturan Pemerintah.
Sejauh ini pelaksanaan lelang di Indonesia masih didominasi oleh Pejabat
berasal dari swasta tetap diberikan kewenangan melaksanakan lelang untuk jenis
lelang tertentu, khususnya lelang yang bersifat sukarela. Sehingga lelang eksekusi
objek jaminan hutang berupa hak tanggungan hanya dilaksanakan oleh unit
operasional Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan yang
tersebar di seluruh Wilayah Indonesia, yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
dan Lelang (KPKNL).
Besaran nilai realisasi lelang akan mempunyai makna yang berbeda bagi
masing-masing pihak yang terkait. Bank selaku kreditur akan bermakna
mengurangi jumlah non performaning loan perusahaan. Mengutip pernyataan dari Wimboh oleh Sidik (2011: 23) yang dimaksud dengan non performing loan
adalah jumlah aktiva non produktif dibagi dengan total kredit yang diberikan
bank. Teori mengatakan bahwa semakin tinggi rasio ini maka kemungkinan bank
mengalami permasalahan sangat tinggi (positif).
Bagi pemilik jaminan selaku debitur akan dijadikan sebagai pelunasan
hutang dan tambahan uang kas. Bagi penyelenggara lelang akan dijadikan
sebagai indikator keberhasilan kinerja. Sedangkan bagi negara dapat menambah
penerimaan negara bukan pajak. Ada pun bagi pembeli lelang dapat dijadikan
sebagai investasi awal (Matondang, 2011: 4).
Melihat perkembangan yang terjadi, frekuensi lelang hak tanggungan yang
berasal dari kreditur perbankan menunjukkan tren yang cenderung naik dari tahun
hak tanggungan melalui lelang eksekusi hak tanggungan yang dilakukan oleh
Pejabat Lelang Kelas I KPKNL Medan mengalami tren kenaikan.
Tabel 1.1
Realisasi Frekuensi Lelang Hak Tanggungan Di KPKNL Medan Periode 2009 s.d. 2013
No. Tahun Frekuensi (kali) Kenaikan (%)
1 2009 340 -
2 2010 736 116,47
3 2011 981 33,28
4 2012 1187 20,99
5 2013 1056 11,04
Sumber: Laporan Bulanan Realisasi Kegiatan dan Hasil Pelaksanaan Lelang Menurut Jenis/Asal Barang KPKNL Medan tahun 2009 s.d. 2013, diolah kembali
Berdasarkan data realisasi frekuensi lelang eksekusi Hak Tangggungan di
KPKNL Medan, dari tahun 2009 sampai dengan akhir tahun 2013 terdapat
kenaikan frekuensi lelang eksekusi Hak Tanggungan yang cukup tajam. Dari
tahun 2009 ke tahun 2010 terjadi kenaikan frekuensi sebesar 116,47%. Dari
tahun 2010 ke tahun 2011 terjadi kenaikan sebesar 33,28%. Dari tahun 2011 ke
tahun 2012 terjadi kenaikan sebesar 20,99%. Hanya saja frekuensi lelang dari
tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebesar sebesar 11,04%.
Setidaknya terdapat dua faktor yang dapat kami gali sebagai variabel yang
mempengaruhi besarnya frekuensi lelang hak tanggungan kreditur perbankan
tersebut, di antaranya adalah jumlah permohonan lelang yang diterima KPKNL
Medan dan jumlah objek lelang hak tanggungan yang dimohonkan oleh kreditur
Dengan latar belakang tersebut, penulis sangat ingin melakukan penelitian
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan Dari Kreditur Perbankan Di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Medan”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah faktor jumlah permohonan lelang dari kreditur perbankan yang
diterima oleh KPKNL Medan mempengaruhi jumlah frekuensi lelang eksekusi
hak tanggungan.
2. Apakah faktor jumlah objek lelang hak tanggungan yang dimohonkan oleh
kreditur perbankan mempengaruhi jumlah frekuensi lelang eksekusi hak
tanggungan.
1.3. Tujuan Penelitian
Ada pun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah faktor jumlah permohonan lelang yang diterima oleh
KPKNL Medan mempengaruhi jumlah frekuensi lelang eksekusi hak
tanggungan.
2. Untuk mengetahui apakah faktor jumlah objek lelang hak tanggungan yang
dimohonkan mempengaruhi jumlah frekuensi lelang eksekusi hak tanggungan.
1.4. Manfaat Penelitian
2. Sebagai tambahan informasi bagi instansi terkait, khususnya KPKNL Medan
dalam hal pelaksanaan lelang eksekusi hak tanggungan.
3. Sebagai sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi instansi terkait,
masyarakat, maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya
mengingat masih sangat langkanya tulisan terkait penjualan melalui lelang.
4. Sebagai tambahan studi dan tambahan literature bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Sejarah Lelang
2.1.1.1. Sejarah Lelang Dunia
Para ahli menyatakan bahwa lelang telah dikenal bangsa Yunani sejak 450
SM. Lelang dimaksud adalah lelang terhadap anak perempuan yang telah
menginjak dewasa guna dijadikan istri.
Pada masa kerajaan Romawi sekitar 27 SM sampai dengan 476 M telah
dikenal pula lelang terhadap harta rampasan perang dan penduduk yang kalah
perang untuk dijadikan budak. Hasil dari lelang ini ditujukan untuk membiayai
perang-perang selanjutnya. Bahkan pada masa ini dikenal lelang yang masyur
terhadap Kerajaan Romawi yang dilakukan oleh Praetorian Guard (Tentara
Praetorian).
Di Perancis pada awal abad ke VII telah menjadi kebiasaan melakukan
lelang terhadap barang-barang pemimpin agama yang meninggal dunia. Bahkan
pada abad XIII, Raja Henry VII pada masa itu telah mempunyai juru lelang yang
berlisensi resmi. Dan di tahun 1556, seiring dengan terorganisirnya sistem
penjualan secara lelang, pemerintah Perancis telah mempunyai Juru Sita yang
merangkap Juru Lelang terhadap barang rampasan perang.
Ada pun di Inggris pertama kali melakukan penjualan dengan sistem
Auctions” yang dilakukan secara terbuka dan lisan. Sistem penjualan secara lelang di Inggris semakin berkembang dan terorganisir dengan baik. Bahkan
lelang terhadap barang-barang rumah tangga pun ada yang dikenal dengan
Auction Candle. Pada tahun 1766 di London didirikan Balai Lelang Christie yang merupakan balai lelang terbesar di dunia.
Di Swedia, berkembangnya penjualan dengan sistem lelang ditandai
dengan berdirinya Stockholm Auction House (Stockholms Auktionsverk) yang dikenal sebagai balai lelang tertua di dunia. Sementara di Amerika Serikat
terdapat Balai Lelang Sotheby yang sangat terkenal yang didirikan pada tahun
1744 sebagai tonggak berkembangnya lelang di negara tersebut.
Sekitar tahun 1990-an, sistem penjualan secara lelang semakin marak
seiring dengan berkembangnya teknologi. Juru lelang memanfaatkan beragam
sarana teknologi yang menjadikan bisnis lelang semakin berkembang dan mudah.
Pada awal tahun 1995, seorang pria Jepang bernama Masatakan Fujisaki
menciptakan sistem lelang terbaru, yakni dengan memanfaatkan jaringan internet.
Sistem lelang ini dikenal dengan AUCNET. Kesuksesan AUCNET menginspirasi
lahirnya situs lelang Onsale yang diresmikan pada bulan Mei 1995. Kemudian
pada bulan September di tahun yang sama, situs lelang barang melalui internet
yang sangat terkenal, yakni eBay lahir.
2.1.1.2. Sejarah Lelang Indonesia
Sejarah awal sistem penjualan melalui lelang di Indonesia ditandai dengan
dikeluarkannya Staatsblad 1908 Nomor 189 tentang Vendu Reglement dan
Belanda. Latar belakang dikeluarkannya peraturan tersebut adalah untuk
memfasilitasi permasalahan yang timbul mengenai penjualan barang-barang milik
pejabat yang dimutasi.
Lahirnya peraturan tersebut menuntut terbentuknya Inspeksi Urusan
Lelang sebagai struktur organisasi di tingkat pusat yang secara langsung
bertanggung jawab pada Direktuur van Financient (Menteri Keuangan). Untuk
tingkat daerah dibentuk unit operasional yang dinamakan Kantor Lelang Negeri
(Vendu Kantoren) yang baru terbatas pada beberapa kota besar, yakni: Batavia
(sekarang Jakarta), Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Makasar, Banda Aceh, Medan, dan Palembang.
Gambar 2.1
Bagan Struktur Organisasi Lelang Berdasarkan Vendu Reglement 1908
Sumber: Modul Pengetahuan Lelang, Susanto (2014: 22), diolah kembali
Mengingat frekeunsi lelang yang masih rendah dan kurang menjangkau
daerah-daerah yang tidak terdapat kantor operasional lelang, maka pada tahun Vendu
Reglement (1908)
Direktuur van Financient
Inspeksi Urusan Lelang
Vendu Kantoren (Kantor Lelang Negeri)
1919 Gubernur Jenderal Nederlandsch Indie mengangkat Pejabat Lelang Kelas II
(Vendumesteer Klas II) yang dijabat oleh Pejabat Notaris setempat juga Pejabat
Pemda Tingkat II (bupati dan walikota). Seiring dengan berkembangnya lelang,
jabatan tersebut ditingkatkan menjadi Kantor Lelang Negeri Kelas 1.
Selain Kantor Lelang Negeri dan Kantor Pejabat Lelang Kelas II, terdapat
Balai Lelang atau Komisioner Lelang yang memberikan pelayanan jasa lelang.
Lembaga ini dikelola oleh swasta dan lokasinya hanya terbatas di Surabaya,
Makasar, dan Medan. Namun, dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor D.15.4/D1/16-2 tanggal 2 Mei 1972, lembaga ini dihapuskan.
Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, pemerintah
menggulirkan program pengucuran atau pemberian pinjaman dana untuk kredit
para pengusaha kecil dalam rangka mendorong pertumbuhan perekonomian
rakyat paska penjajahan. Kebijakan ini digariskan oleh Panitia Pemikir Siasat
Ekonomi yang didirikan oleh Muhammad Hatta pada tahun 1946. Dalam
perkembangannya, pengucuran atau pinjaman dana yang diberikan oleh
pemerintah tersebut tidak dapat dikembalikan tepat pada waktunya, bahkan dana
tersebut menjadi kredit macet.
Bila keadaan tersebut tidak segera dilakukan langkah pengamanan, maka
dikhawatirkan akan sangat merugikan keuangan dan kekayaan negara yang
selanjutnya akan memperlambat pertumbuhan perekonomian negara. Atas dasar
pertimbangan tersebut dan mengingat sistem penyelesaian perkara yang ada pada
saat itu berdasarkan pasal 195 HIR tidak mampu melakukan fungsinya dalam
berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat
Nomor Kpts/Peperpu/0241/1958 tanggal 6 April 1958 dibentuklah Panitia
Penyelesaian Piutang Negara (P3N) dengan tugas melakukan penyelesaian
piutang negara dengan cara Parate Eksekusi (melaksanakan sendiri
putusan-putusannya seperti surat paksa, sita, lelang, dan keputusan hukum lainnya tanpa
harus meminta bantuan lembaga peradilan).
Akan tetapi, dengan terbitnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, negara
Indonesia kembali ke keadaan tertib sipil yang dimulai pada tanggal 16 Desember
1960. Dengan demikian, dasar hukum yang memayungi Keputusan Penguasa
Perang Pusat (pada masa itu diberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara
1950) menjadi tidak berlaku lagi, termasuk dasar hukum pembentukan P3N.
Meskipun demikian, tugas dan kewenangan P3N untuk menyelesaikan
piutang negara secara cepat dan efisien masih dipandang relevan untuk tetap
dilaksanakan. Oleh karena itu, pada tanggal 14 Desember 1960 pemerintah
menetapkan Undang-Undang Nomor Prp 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara (PUPN) sebagai pengganti P3N.
Pada tahun yang sama, pada masa pembentukan unit eselon I di
lingkungan Departemen Keuangan, unit lelang masuk di bawah Direktorat
Jenderal Pajak dengan pertimbangan:
1. Penerimaan negara yang dihimpun unit lelang negara berupa bea lelang
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa baru terbit yang menjadikan lembaga lelang sebagai unit yang
sangat diperlukan dalam pelaksanaan penagihan pajak.
Sejak tahun 1971, penyerahan piutang negara yang berasal dari kredit
investasi cukup banyak, namun struktur organisasi dan sumber daya manusia
PUPN sangat terbatas. Atas dasar itu dibentuklah Badan Urusan Piutang Negara
(BUPN) dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 dengan tugas
mengurus penyelesaian piutang negara. Ada pun PUPN selaku panitia
interdeparmental hanya menetapkan produk hukum dalam penyelesaian piutang
negara.
Meningkatnya piutang negara yang pengurusannya diserahkan ke BUPN
menandakan semakin banyaknya piutang negara yang bermasalah (macet), baik
yang berasal dari perbankan yang memiliki aguanan mau pun nonperbankan.
Oleh karena itu, sebagai upaya percepatan pengurusan piutang negara
diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 tanggal 1 Juni 1991
yang menggabungkan fungsi lelang dan seluruh aparatnya dari Direktorat Jenderal
Pajak ke dalam organisasi BUPN sehingga organisasi ini berubah menjadi Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Dengan semakin berkembangnya sistem penjualan lelang di Indonesia,
maka peran serta balai lelang oleh pihak swasta kembali dihidupkan dengan
keluarnya Keputusan Menteri Keuangan Nomor 47/KMK.01/1996 tanggal 25
Januari 1996. Balai lelang dalam menjalankan usahanya berada dalam pembinaan
Seiring dengan proses reorganisasi yang ditandai dengan terbitnya
Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun 2000 tanggal 15 Desember 2000, BUPLN
berubah menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) sebagai
salah satu unit eselon 1 di bawah Departemen Keuangan. Sebagai unit
operasionalnya di daerah adalah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara
(KP2LN).
Proses reorganisasi dalam tubuh Departemen Keuangan terus bergulir
yang ditandai dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor
445/PMK.01/2006 menyebabkan perubahan bagi DJPLN yang berubah menjadi
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dengan kantor operasional di
daerah berubah menjadi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang
(KPKNL) hingga sekarang.
Gambar 2.2
Alur Perubahan Organiasi Unit Lelang
1991 2000 2006
Sumber: Modul Pengetahuan Lelang, Susanto (2014: 36), diolah kembali
2.1.2. Pengertian Lelang
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lelang didefinisikan sebagai
penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi)
dipimpin oleh pejabat lelang.
Sesuai dengan Pasal 1 Vendu Reglement Jo Pasal 1 angka 1 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum
dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat
atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan
Pengumuman Lelang.
Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat
Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal
Departemen Keuangan sebagaimana dikutip oleh Sianturi (2013: 53)
menyebutkan bahwa lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk
umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman
lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat.
Selanjutnya Sianturi (2013: 54) mengutip kembali pengertian lelang
menurut Henry Campbell Black bahwa lelang adalah penjualan di muka umum
atas satu properti kepada penawar tertinggi oleh seorang yang mempunyai lisensi
atau kewenangan untuk itu.
Dari definisi-definisi di atas ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan
bahwa suatu penjualan dapat diartikan sebagai lelang jika mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Lelang merupakan suatu cara penjualan barang;
2. Dilakukan secara terbuka untuk umum, siapa pun diperbolehkan menjadi
peserta lelang;
3. Penawaran lelang dilakukan secara kompetisi, sehingga didapatkan penawar
tertinggi sebagai pemenang lelang;
4. Didahului dengan adanya pengumuman lelang sebagai upaya mengumpulkan
5. Jika penjualan barang telah memenuhi unsur-unsur tersebut di atas, maka
proses pelaksanaannya harus dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat
lelang.
Sebagai dokumen yang menjelaskan adanya pelaksanaan lelang, Pejabat
Lelang menyusun suatu berita acara yang ditandangani oleh para pihak yang
merupakan subjek lelang, yaitu: Pejabat Lelang, Penjual, dan Pembeli Lelang.
Dokumen dimaksud dinamakan Risalah Lelang. Dokumen ini juga berfungsi
sebagai bukti otentik dan mempunyai kekuatan pembuktian sempurna secara
hukum terhadap jalannya penjualan melalui lelang yang memuat subjek dan objek
lelang itu sendiri.
Bagi kreditur perbankan, penjualan barang jaminan berupa hak
tanggungan atas kredit macet melalui mekanisme lelang sangatlah
menguntungkan. Secara prosedural, persyaratan dan proses lelang tidaklah rumit.
Dalam pelaksanaannya pun proses penjualan melalui lelang dapat dikatakan lebih
cepat dan efektif. Biaya yang dikeluarkan untuk terhadap pengajuan lelang ke
KPKNL pun relatif murah dan pasti dikarenakan hanya dikenakan bea lelang saja
yang nilainya sudah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Ada pun
pengumuman lelang menjadi tanggung jawab dari pemohon lelang atau penjual
dalam hal ini kreditur. Dengan adanya penawaran secara kompetisi dari para
penawar mendorong optimalnya harga akhir yang disepakati. Secara legalitas
prosedural telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga
terdapat Risalah Lelang sebagai akta otentik dan alat pembuktian yang sempurna
di muka pengadilan.
2.1.3. Asas Lelang
Dalam Bahan Ajar Pengetahuan Lelang Diklat Teknis Substantif Dasar
Kekayaan Negara (2010: 10) disebutkan bahawa secara normatif sebenarnya tidak
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur asas lelang. Namun apabila
kita cermati klausula-klausula dalam peraturan perundang-undangan di bidang
lelang dapat ditemukan adanya asas lelang, yaitu:
a. Asas Keterbukaan
Menghendaki agar seluruh lapisan masyarakat mengetahui adaya rencana
lelang dan mempunyai kesempatan yang sama untuk mengikuti lelang sepanjang
tidak dilarang oleh Undang-Undang. Oleh karena itu, setiap pelaksanaan lelang
harus didahului dengan pengumuman lelang. Asas ini juga untuk mencegah
terjadinya praktek persaingan usaha tidak sehat dan tidak memberikan
kesempatan adanya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
b. Asas Keadilan
Mengandung pengertian bahwa dalam proses pelaksanaan lelang harus
dapat memenuhi rasa keadilan secara proporsional bagi setiap pihak yang
berkepentingan. Asas ini untuk mencegah terjadinya keberpihakan Pejabat
Lelang kepada peserta lelang tertentu atau berpihak hanya pada kepentingan
menentukan harga limit secara sewenang-wenang yang berakibat merugikan pihak
tereksekusi.
c. Asas Kepastian Hukum
Menghendaki agar lelang yang telah dilaksanakan menjamin adanya
perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan
lelang. Setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh Pejabat Lelang yang
merupakan akte otentik. Risalah Lelang digunakan penjual/pemilik barang,
pembeli dan Pejabat Lelang untuk mempertahankan dan melaksanakan hak dan
kewajibannya.
d. Asas Efisiensi
Akan menjamin pelaksanaan lelang dilakukan dengan cepat dan dengan
biaya yang relatif murah karena lelang dilakukan pada tempat dan waktu yang
telah ditentukan dan Pembeli disahkan pada saat itu juga.
e. Asas Akuntabilitas
Asas ini menghendaki agar lelang yang dilaksanakan oleh Pejabat Lelang
dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Pertanggungjawaban Pejabat Lelang meliputi administrasi lelang dan pengelolaan
uang lelang.
2.1.4. Fungsi Lelang
Susanto dalam Modul Pengetahuan Lelang (2014: 46) menyebutkan 3
1. Fungsi Public
a. Mendukung Law Enforcement di bidang hukum perdata, hukum pidana, hukum perpajakan, dan lain-lain, yaitu sebagai bagian dari eksekusi suatu
putusan;
b. Mendukung tertib administrasi dan efisiensi pengelolaan dan pengurusan
aset yang dimiliki atau dikuasai negara.
2. Fungsi Private
Fungsi ini terletak pada hakekat lelang dilihat dari tinjauan perdagangan di
mana lelang merupakan sarana untuk mempertemukan penjual dan pembeli dalam
transaksi jual-beli barang dengan cara-cara yang diatur oleh undang-undang.
3. Fungsi Budgetair
Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea administrasi dan bea
lelang. Lelang juga dibebani tugas mengamankan pajak dalam kaitannya dengan
pelaksanaan eksekusi lelang, yakni Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atas lelang
tanah atau tanah dan bangunan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau
Bangunan (BPHTB).
2.1.5. Jenis-Jenis Lelang
Dengan melihat fungsi private di atas, dapat dibedakan jenis-jenis lelang, sebagai berikut:
a. Lelang Eksekusi
Sesuai dengan Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud
pengadilan, dokumen-dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau
melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 5 disebutkan bahwa lelang eksekusi termasuk tetapi tidak
terbatas pada: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN),
Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta
Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT),
Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi
Jaminan Fidusia, Lelang Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasi atau Barang
Yang Dikuasai Negara-Bea Cukai, Lelang Barang Temuan, Lelang Eksekusi
Gadai, Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Ada pun pokok bahasan yang penulis ingin jadikan bahan penelitian termasuk
dalam jenis lelang ini, yakni Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-Undang Hak
Tanggungan (UUHT).
b. Lelang Noneksekusi, dibedakan lagi menjadi:
1) Noneksekusi Wajib
Sesuai dengan Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud
dengan lelang noneksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan
penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan
Dalam Pasal 6 disebutkan bahwa lelang noneksekusi wajib termasuk tetapi
tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik Negara/Daerah, Lelang Barang
Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D), Lelang Barang
Yang Menjadi Milik Negara-Bea Cukai, Lelang Benda Berharga Asal
Muatan Kapal Yang Tenggelam (BMKT), dan Lelang Kayu dan Hasil
Hutan Lainnya dari tangan pertama.
2) Noneksekusi Sukarela
Sesuai dengan Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud
dengan lelang noneksekusi sukarela adalah lelang atas barang milik
swasta, orang atau badan hukum/badan usaha yang dilelang secara
sukarela.
Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa lelang noneksekusi sukarela termasuk
tetapi tidak terbatas pada: Lelang Barang Milik BUMN/D berbentuk
Persero, Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain
oleh peraturan perundang-undangan, Lelang Barang Milik Negara Asing,
dan Lelang Barang Milik Swasta.
2.1.6. Subjek dan Objek Lelang
Yang dimaksud dengan subjek lelang adalah antara lain:
a. Penjual, yakni orang, badan hukum/usaha atau instansi yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual
sebagai Pemilik Barang di mana dia adalah orang atau badan hukum/usaha
yang memiliki hak kepemilikan atas suatu barang yang dilelang.
b. Peserta Lelang, yaitu orang atau badan hukum/badan usaha yang telah
memenuhi syarat untuk mengikuti lelang.
c. Pejabat Lelang, yaitu orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan
diberi wewenang khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang.
Pejabat lelang terdapat dua jenis, yakni:
1) Pejabat Lelang Kelas I, yaitu Pejabat Lelang pegawai Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi,
Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela.
2) Pejabat Lelang Kelas II, yaitu Pejabat Lelang swasta yang berwenang
melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela.
Kedua jenis pejabat lelang ini sama-sama harus dikukuhkan terlebih dahulu
dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan.
Sedangkan yang dimaksud dengan objek lelang adalah meliputi seluruh
barang yang akan dijual secara lelang.
2.1.7. Prosedur Lelang
Setiap proses pelaksanaan lelang memiliki tahapan yang harus dilalui dan
tidak boleh ada satu tahapan yang terlewati. Jika satu tahapan saja terlewati, maka
dapat dikatakan proses lelang tidak dapat berjalan. Begitu halnya dalam proses
pelaksanaan lelang eksekusi, khususnya lelang eksekusi hak tanggungan yang
Modul Pengetahuan Lelang (2014: 5) memiliki beberapa tahapan yang dapat
dijelaskan dalam flow chart di bawah ini:
Gambar 2.3
Prosedur Pelaksanaan Lelang
Sumber: Modul Pengetahuan Lelang, Susanto (2014:5), diolah kembali
Keterangan:
1a. Permohanan lelang oleh Pemohon Lelang. Setelah permohonan diterima akan dilakukan pemeriksaan dokumen persyaratan lelang (2 hari).
1b. Penetapan hari dan tanggal lelang.
2. Pemohon Lelang melakukan pengumuman lelang di surat kabar. 3. Calon peserta lelang menyetorkan uang jaminan penawaran lelang. 4. Pelaksanaan Lelang.
5a. Peserta Lelang dengan penawaran tertinggi menjadi pemenang lelang.
5b. KPKNL memberikan dokumen dan kutipan risalah lelang kepada pembeli sebagai bukti untuk balik nama (pemberian dilakukan paling lama 1 hari setelah pembeli menujukkan bukti setor pelunasan pungutan-pungutan lain, seperti BPHTB).
5c. KPKNL menyetorkan hasil bersih lelang kepada pemohon lelang dan menyetorkan bea lelang ke kas negara.
2.2. Lelang Eksekusi Hak Tanggungan
Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan
tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan terutama pada Pasal 1 adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Hak tanggungan menurut Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja (2005: 13)
adalah suatu bentuk jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan
objek (jaminan)-nya berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UU Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang
Pokok Agraria.
Sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria terutama Pasal 16, yang dimaksud dengan hak atas
tanah antara lain adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.
Lelang Eksekusi Hak Tanggungan biasa disebut sebagai Lelang Eksekusi
Pasal 6 Undang Hak Tanggungan (UUHT). Dalam Pasal 6
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta
Benda-Benda Yang Berikatan Dengan Tanah disebutkan bahwa “apabila debitur
cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.”
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
yang dibebankan atas tanah berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut sebagai pelunasan hutang oleh debitur kepada
kreditur. Sesuai dengan bahasan dalam tulisan ini, yang dimaksud dengan
kreditur adalah perbankan. Sedang debitur bisa orang atau badan hukum dan/atau
usaha.
2.3. Dasar Hukum Lelang Eksekusi Hak Tanggungan
Berkembangnya sistem penjualan melalui lelang menunjukkan bahwa
sistem penjualan ini telah diakui masyarakat sebagai sistem penjualan yang sah
dan mempunyai kelebihan dibandingkan dengan penjualan umum biasanya. Oleh
karena itu perlu adanya dukungan perangkat peraturan yang mengatur tentang
sistem penjualan melalui lelang agar proses dan hasil dari sistem penjualan ini
dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini juga dimaksudkan untuk melindungi para
pelaku lelang, baik pejabat lelang, penjual lelang, mau pun pembeli lelang.
Telah disebutkan di atas bahwa lelang eksekusi dilakukan untuk
melaksanakan putusan/penetapan pengadilan, dokumen-dokumen lain yang
dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. Salah satu jenis didalamnya adalah lelang eksekusi hak
tanggungan. Lelang eksekusi ini bermula dari perjanjian hutang-piutang antara
kreditur dan debitur dengan jaminan hak tanggungan. Disebabkan adanya cidera
janji yang dilakukan oleh debitur kepada debitur yang menyebabkan tidak
terlunasinya hutang, maka kreditur sebagai pemegang jaminan berhak untuk
melakukan pelelangan atas jaminan tersebut yang hasilnya digunakan sebagai
dipayungi dengan perangkat-perangkat peraturan, tentunya akan timbul
permasalah di kemudian hari.
Ada pun peraturan-peraturan yang menjadi dasar atas pelaksanaan lelang
eksekusi hak tanggungan antara lain adalah:
a. KUHPerdata (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) Staatsblad 1847:23; b. RIB/HIR (Reglemen Indonesia yang Diperbaharui) Staatsblad 1941:44;
c. Undang-Undang Lelang (Vendu Reglement Ordonantie 28 Februari 1908
Staatsblad 1908:189 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Staatsblad 1941:3);
d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
e. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan;
f. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687);
g. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
i. Instruksi Lelang (Vendu Instructie, Staatsblad 1908:190 sebagaimana telah
beberapa kali diubah dengan Staatsblad 1930:85);
j. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen
Keuangan. Sejak tanggal 2 Februari 2013, Peraturan Pemerintah Republik
Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan dinyatakan berlaku
menggantikan peraturan sebelumnya;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
l. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen
Keuangan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 2007;
m. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2013;
n. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sejak tanggal 24 Juni 2010, Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang dinyatakan berlaku menggantikan peraturan
sebelumnya. PMK ini telah mengalami perubahan beberapa kali terakhir
dengan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 tanggal 26 Juli 2013;
o. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.06/2010 tanggal 30 September
2010 tentang Pejabat Lelang Kelas I sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.06/2013 tanggal 14 November
p. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Keuangan;
q. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.01/2012 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
r. Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor PER-02/PL/2006
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang. Dengan berlakunya PMK
Nomor 93/PMK.06/2010, maka peraturan tersebut dicabut dan digantikan
dengan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
PER-03/KN/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang sebagaiman telah
diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor
6/KN/2013;
2.4. Permohonan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan
Pada dasarnya, permohonan lelang dapat diajukan oleh siapa saja. Namun
dalam lelang eksekusi hak tanggungan, sebagai pemohon lelang adalah kreditur
yang mempunyai piutang macet terhadap debitur. Khusus untuk tulisan ini
kreditur yang dimaksud adalah kreditur perbankan.
Permohonan dapat disampaikan secara tertulis. Sesuai dengan Pasal 10
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2006
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang disebutkan bahwa “Penjual/Pemilik Barang
yang bermaksud melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL,
harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis kepada Kepala KPKNL
untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan lelang
Dalam tahap persiapan lelang, sebelum suatu objek dilaksanakan lelang
harus didahului permohonan lelang yang disampaikan secara tertulis yang
dilengkapi dengan persyaratan lelang menurut jenis lelangnya oleh pemohon
lelang yang kemudian disebut sebagai Penjual/Pemilik Barang. Sesuai dengan
Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April
2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, jika dalam pengajuan permohonan
lelang tersebut telah lengkap persyaratannya dan memenuhi legalitas formal baik
subjek mau pun objek lelangnya, maka Kepala KPKNL tidak boleh menolak
permohonan lelang untuk kemudian ditetapkan jadwal lelangnya dengan batas
waktu paling lama dua hari sejak surat permohonan diterima. Ada pun yang
dimaksud dengan legalitas formal di sini adalah suatu kondisi di mana dokumen
persayaratan lelang telah terpenuhi oleh pemohon lelang/Penjual sesuai jenis
lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara
pemohon lelang/Penjual (subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek
lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak
melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.
Oleh karena itu, tidak akan terjadi jual beli secara lelang atas suatu objek
jaminan hak tanggungan tanpa didahului oleh adanya permohonan lelang secara
tertulis lengkap dengan persyaratannya yang secara legal formal diakui
keabsahannya yang disampaikan oleh kreditur sebagai pemohon lelang.
2.5. Objek Lelang (Hak Tanggungan)
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa objek lelang adalah
yang dimaksud dengan objek lelang adalah hak tanggungan yang dikuasai oleh
kreditur di mana dalam proses lelang akan berperan sebagai Pemohon
Lelang/Penjual/Pemilik Barang.
Ada pun menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berikatan Dengan Tanah
yang dimaksud dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah yang selanjutnya disebut hak tanggungan terutama pada
Pasal 1 adalah
hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Sedangkan Kartini Muljadi-Gunawan Widjaja (2005: 13) menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah suatu bentuk jaminan
pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek (jaminan)-nya berupa
hak-hak atas tanah yang diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-Undang Pokok Agraria.
Sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria terutama Pasal 16, yang dimaksud dengan hak atas
tanah antara lain adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.
Dalam satu permohonan lelang boleh diajukan beberapa objek yang
dimintakan untuk dijual secara lelang. Objek ini dapat diajukan untuk dijual
2.6. Kerangka Teori
Bank adalah salah satu jenis lembaga keuangan, yaitu merupakan suatu
badan usaha yang berfungsi sebagai financial intermediary atau perantara keuangan dari pihak pemilik dana dan pihak pengguna dana. Berdasarkan fungsi
bank tersebut, maka bank disebut dengan lembaga penyaluran dana. Secara
umum bank dapat melakukan dua kegiatan keuangan, yaitu penghimpun dana
(funding) dengan cara menerima simpanan uang masyarakat dalam bentuk giro, deposito dan tabungan serta penyalur dana (lending) dengan cara memberikan kredit pinjaman kepada masyarakat.
Dalam menjalankan kegiatan kredit, tentunya potensi resiko kredit macet
bisa saja terjadi meski prinsip kehatian-hatian dalam penyaluran kredit telah
diterapkan. Ketika hal tersebut terjadi perlu ditempuh upaya demi menjaga
likuiditas bank tetap pada posisi yang aman. Dengan adanya jaminan yang
disyaratkan oleh kreditur atau perbankan memungkinkan untuk dilakukan
eksekusi atas jaminan tersebut sehingga kreditur mendapatkan kembali dana yang
tidak bisa dikembalikan oleh debitur.
Salah satu sarana dan merupakan sarana yang paling efektif, efisien, dan
aman adalah melalui lelang. Persyaratan lelang telah diatur dengan adanya
seperangkat peraturan yang memudahkan para pemohon lelang untuk mengajukan
permohonan lelang dengan melampirkan daftar objek lelang yang dimohonkan
lelang.
Dalam Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
“Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang
yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap
dan telah memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang. Sebelumnya dalam
Ketentuan Umum Pasal 1 disebutkan bahwa Legalitas formal subjek dan objek
lelang adalah
suatu kondisi di mana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh pemohon lelang/Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara pemohon lelang/Penjual (subjek lelang) dengan barang yang akan dilelang (objek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subjek lelang berhak melelang objek lelang, dan objek lelang dapat dilelang.
Dalam Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
tanggal 23 April 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang disebutkan bahwa
“Penjual/Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan barang secara
lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis
kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai
dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya”.
Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah kantor
vertical operasional Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan
merupakan kantor yang memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan lelang.
Dalam penelitian ini penulis mengambil objek KPKNL Medan sebagai salah satu
KPKNL besar di Indonesia yang setiap tahunnya melaksanakan lelang yang
meningkat dari tahun ke tahun sekitar 1000-an frekuensi. Melihat fenomena
tersebut, penulis merasa perlu untuk melakukan kajian terkait banyaknya
Ada pun kerangka pemikiran penulis untuk menulis tulisan ini adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran
2.7. Hipotesis
Diduga bahwa jumlah permohonan lelang dari kreditur perbankan dan
jumlah objek lelang yang dimohonkan lelang oleh kreditur perbankan yang
diterima oleh KPKNL Medan berpengaruh signifikan terhadap frekuensi
pelaksanaan lelang atas hak tanggungan di KPKNL Medan.
Variabel Independen Variabel Dependen
Jumlah permohonan lelang dari kreditur perbankan yang diterima oleh KPKNL Medan
(X1)
Jumlah objek lelang hak tanggungan yang dimohonkan lelang oleh kreditur perbankan yang diterima oleh KPKNL
Medan (X2)
Frekuensi Lelang Eksekusi Hak
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan
dan menguji hipotesis penelitian. Ada pun metode penelitiannya adalah sebagai
berikut:
3.1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganilisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian frekeunsi lelang eksekusi hak tanggungan kreditur
perbankan di KPKNL Medan. Ada pun faktor-faktornya adalah jumlah
permohonan lelang dari kreditur perbankan yang diterima oleh KPKNL Medan
(selanjutnya disebut jumlah permohonan lelang) dan jumlah objek lelang hak
tanggungan yang dimohonkan lelang oleh kreditur perbankan yang diterima oleh
KPKNL Medan (selanjutnya disebut jumlah objek lelang). Dalam hal ini yang
menjadi objek penelitian adalah pencapaian frekuensi pelaksanaan lelang eksekusi
hak tanggungan kreditur perbankan di KPKNL Medan.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dan diolah dalam penelitian ini adalah jenis
data sekunder, yakni data primer yang diolah lebih lanjut yang dapat mendukung
3.3. Metode Pengumpulan Data
Library research adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data-data melalui bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah,
jurnal, laporan penelitian, artikel, dan data elektronik yang bersifat online
(internet) yang berhubungan dengan topik yang diteliti.
3.4. Pengelolaan Data
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengelolaan data dengan
menggunakan program SPSS 17.0. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian frekuensi lelang eksekusi hak
tanggungan kreditur perbankan pada KPKNL Medan.
3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006: 55).
Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui library research atas laporan-laporan terkait lelang pada KPKNL Medan, penulis mendapatkan data populasi
selama lima tahun dari tahun 2009 hingga tahun 2013 terhadap jumlah frekuensi
Ada pun sebaran datanya adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Distribusi Frekuensi Lelang Perbulan Tahun 2009 s.d. 2013
No. Bulan Frekuensi Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
1 Januari 3 41 57 47 56
2 Februari 24 20 44 66 66
3 Maret 43 51 25 62 102
4 April 20 12 85 68 64
5 Mei 22 46 53 95 126
6 Juni 17 78 41 120 84
7 Juli 28 83 65 91 140
8 Agustus 46 54 119 75 43
9 September 14 62 66 137 81
10 Oktober 31 50 140 83 66
11 November 30 130 73 176 81
12 Desember 62 109 213 167 147
Sumber: Laporan Bulanan Realisasi Kegiatan dan Hasil Pelaksanaan Lelang Menurut Jenis/Asal Barang KPKNL Medan tahun 2009 s.d. 2013, diolah kembali
3.5.2. Sampel
Ada pun metode pengambilan data atau sampel dalam tulisan ini
menggunakan metode sensus. J. Supranto (2000: 22) menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan sensus adalah adalah cara pengumpulan data seluruh elemen
populasi diselidiki satu per satu. Sensus merupakan cara pengumpulan data yang
menyeluruh. Data yang diperoleh sebagai hasil pengolahan sensus disebut data
yang sebenarnya (true value).
sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi. Untuk sampel penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 3.1. di atas.
3.6. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah metode penganalisisan dilakukan dengan cara
mengumpulkan, mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpresentasikan
data sehingga dapat menggambarkan dengan jelas masalah yang dihadapi
(Sugiyono, 2004: 132). Setelah data dikumpulkan dengan lengkap baik
kemudian akan dilakukan penyajian data ke dalam bentuk tabel, grafik, dan
selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan penelitian.
3.7. Model Analisa Data
Data yang dikumpukan akan dianalisis untuk dapat memberikan jawaban
dari masalah yang dalam penelitian ini.
3.7.1. Regresi Berganda
Adapun persamaan regresi linier berganda dilakukan untuk mengetahui
besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, serta untuk
mengetahui bagaimana pengaruh variabel independen secara bersama-sama
terhadap variabel dependen. Faktor-faktor yang mempengaruhi frekuensi lelang
eksekusi hak tanggungan kreditur perbankan pada KPKNL Medan adalah jumlah
permohonan lelang dan jumlah objek lelang yang dinyatakan dalam fungsi:
Y = f (X1, X2)
Kemudian fungsi tersebut dimasukkan ke dalam bentuk model persamaan
regresi linier berganda seperti yang ditulis oleh Lubis (2009: 282) pada
Y = a + b1X1 + b2X2 +e
Di mana:
Y = Frekuensi lelang eksekusi hak tanggungan kreditur perbankan a = konstanta
b1-2 = koefisien regresi independen X1 = jumlah permohonan lelang X2 = jumlah objek lelang
Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah:
<
0, Artinya jika terjadi peningkatan pada X1 (jumlah permohonan lelang),maka Y (frekuensi lelang hak tanggungan) akan mengalami peningkatan.
<
0, Artinya jika terjadi peningkatan pada X2 (jumlah objek lelang), maka Y(frekuensi lelang hak tanggungan) akan mengalami peningkatan.
3.8. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.8.1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residul memiliki distribusi normal serta untuk
menghindari bias dalam model regresi. Untuk mendeteksinya dapat digunakan
analisis grafik, yaitu melihat grafik histogram, yang membandingkan data
observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal dan yang lebih
handal lagi adalah dengan melihat normal probability plot, di mana:
1. Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Model
regresi yang baik adalah yang mempunyai distribusi data normal atau
3.8.2. Uji Multikolinearitas
Jika suatu model regresi mengandung multikolineritas, maka kesalahan
standar estimasi akan cenderung meningkat dengan bertambahnya variabel
dependen. Pengujian ada tidaknya terhadap multikolinearitas dapat dilakukan
dengan melihat nilai tolerance dan lawannya, serta variance inflation factor
(VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolineritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan VIF >10.
3.8.3. Uji Heterokedastisitas
Pengujian heterokedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat
apakah suatu regresi tersebut terjadi ketidaksamaan varians residual dari setiap
pengamatan dan dari pengamatan lainnya apakah mengalami perbedaan.
Heterokedastisitas terjadi apabila disturbance terms untuk setiap observasi tidak lagi konstan tetapi bervariasi.
Dasar analisis yang dapat digunakan untuk menentukan heterokedastisitas
adalah:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka ini
mengindikasikan adanya heterkokedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka mengindikasikan tidak terjadinya
Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik scatter plot
antara nilai prediksi variabel independen dengan nilai residualnya.
3.9 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) 3.9.1 Uji Koefisien Determinasi Regresi (R2)
Uji Koefisien determinasi digunakan untuk melihat seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diteliti secara
bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Besarnya
nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1 ( 0 ≤ R2≤ 1).
3.9.2 Uji Signifikan Parsial (T-Test)
Uji t statsitik merupakan suatu pengujan yang bertujuan untuk mengetahui
apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel
dependen dengan menganggap variabel dependen lainnya konstan. Ada pun
model hipotesis pada penelitian ini adalah:
H0 : bᵢ = 0 Artinya: Variabel independen (X) secara parsial tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel
dependen (Y).
H
ₐ
: bᵢ ≠ 0 Artinya: Variabel independen (X) secara parsialberpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel
dependen (Y).
Kriteria pengambilan keputusan, yaitu:
H0 diterima jika thitun g < ttabel padaα = 5 %