• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Antara Suami Dan Istri Dalam Dual Career Family

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Kepuasan Pernikahan Antara Suami Dan Istri Dalam Dual Career Family"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEPUASAN PERNIKAHAN ANTARA

SUAMI DAN ISTRI DALAM DUAL CAREER FAMILY

SKRIPSI

Guna memenuhi persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh

NUZUL RAHMI DAENG

061301004

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Adapun judul skripsi yang penulis susun untuk memenuhi tugas akhir ini, yaitu “Perbedaan Kepausan Pernikahan Antara Suami dan Isteri Dalam Dual Career Family”.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua saya, yang telah memberikan semangat dan dukungan, baik itu dukunganmateril maupun dukungan moril. Apa yang telah kalian berikan kepada saya merupakan kekuatan terbesar saya untuk menyelesaikan skripsi saya ini.

2. Bapak Prof. Dr. Chairul Yoel, Sp(AK) selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.

3. Kak Debby. A. Daulay, Mpsi selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah banyak memberikan saran-saran, bantuan, dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Meidriani Ayu Siregar, MKes selaku dosen pembimbing akademik saya, yang telah memberikan semangat dan masukan-masukan yang bermanfaat kepada saya selama dalam proses perkuliahan.

(3)

6. Penguji III, yang telah bersedia memberikan masukan-masukan demi menyempurnakan skripsi ini.

7. Saudara-saudara saya, yang telah memberikan semangat kepada saya saat menyelesaikan skripsi ini.

8. Hendro Setyo tercinta yang telah memberikan dukungan yang sangat berarti buat saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat saya satu stambuk 2006 yang telah bersedia menjadi tempat yang nyaman untuk curhat.

10. Kak Erna, Pak As, Pak Is, Kak Devi, Kak Ari, Bu Rini, Pak Anton, Bang Hendra, Bang Sono, Bang Ari, yang telah membantu saya mengurus segala administrasi yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu atas sumbangsihnya dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis,

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 7

C. Tujuan Penelitian 8

D. Manfaat Penelitian 8

1. Manfaat teoritis 8

2. Manfaat praktis 8

E. Sistematika Penulisan 9

BAB II LANDASAN TEORI 11

A. Kepuasan Pernikahan 11

1. Definisi Kepuasan Pernikahan 11 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan

(5)

B. Peran Gender 21

1. Definisi Peran Gender 21

2. Stereotipe Peran Gender 22

C. Dual Career Family 23

1. Defnisi Dual Career Family 23 2. Keuntungan dan Kerugian Dual Career Family 24 D.Perbedaan Kepuasan Pernikahan Antara Suami dan Isteri

Dalam Dual Career Family 25

E. Hipotesa Penelitian 28

BAB III METODE PENELITIAN 29

A. Identifikasi Variabel Penelitian 29

1. Variabel tergantung 29

2. Variabel bebas 29

B. Definisi Operasional 29

1. Variabel tergantung : Kepuasan Pernikahan 29 2. Variabel bebas : Peran Gender 30

C. Subjek Penelitian 31

1. Populasi dan Sampel 31

2. Metode Pengambilan Sampel 33

D. Alat Ukur yang Digunakan 33

1. Validitas alat ukur 35

(6)

E. Hasil ujicoba alat ukur 37 F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian 39

1. Tahap persiapan 39

2. Tahap pelaksanaan 40

3. Tahap pengolahan data 40

G. Metode Analisa Data 41

1. Korelasi item total 41

2. Reliabilitas alpha cronbach 41

3. Uji normalitas 41

4. Uji homogenitas 42

5. Independent sample t test 42

BAB IV. ANALISA DATA 43

A. Gambaran Subjek Penelitian 43

B.Gambaran Kepuasan Pernikahan Subjek Penelitian 44

C. Uji Asumsi Penelitian 45

1. Uji normalitas 46

2. Uji homogenitas 46

D. Uji Hipotesis Utama 47

E. Hasil Tambahan 48

1. Perbedaan Kepuasan Pernikahan Berdasarkan

(7)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 53

B. Saran 54

1. Saran praktis 54

2. Saran metodologis 54

(8)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Juni 2010

Nuzul Rahmi Daeng

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Antara Suami dan Isteri dalam Dual Career Family

Bentuk keluarga yang dominan terjadi sekarang ini adalah dual career family. Muchinsky (2003) menjelaskan bahwa pasangan dalam dual career family dicirikan sebagai pasangan suami isteri yang memiliki karir masing-masing dan mencoba untuk menyeimbangkan karir mereka dengan urusan rumah tangga. Dalam dual career family, ketegangan-ketegangan yang dirasakan oleh suami dan isteri akan lebih sering muncul dibandingkan dengan keluarga tradisional. Walters dan McKanry (dalam Rini,2002) menyatakan bahwa ketika suami dan isteri tidak dapat menyeimbangkan peran mereka, maka akan menghasilkan stres yang akan berdampak pada kepuasan pernikahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sejumlah data mengenai perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family. Subjek dalam penelitian berjumlah 54 orang atau 27 pasang suami isteri yang sama-sama bekerja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan, yaitu dengan metode skala kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1989).

Semua pengolahan datayang dilakukan dengan memakai program SPSS versi 15. hasil reliabilitas yang didapat sebesar 0,966. Hasil utama penelitian diperoleh sebesar t = -1,124 dengan nilai p = 0,266 dimana p > 0,05, maka Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family.

(9)

ABSTRAK

Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Juni 2010

Nuzul Rahmi Daeng

Perbedaan Kepuasan Pernikahan Antara Suami dan Isteri dalam Dual Career Family

Bentuk keluarga yang dominan terjadi sekarang ini adalah dual career family. Muchinsky (2003) menjelaskan bahwa pasangan dalam dual career family dicirikan sebagai pasangan suami isteri yang memiliki karir masing-masing dan mencoba untuk menyeimbangkan karir mereka dengan urusan rumah tangga. Dalam dual career family, ketegangan-ketegangan yang dirasakan oleh suami dan isteri akan lebih sering muncul dibandingkan dengan keluarga tradisional. Walters dan McKanry (dalam Rini,2002) menyatakan bahwa ketika suami dan isteri tidak dapat menyeimbangkan peran mereka, maka akan menghasilkan stres yang akan berdampak pada kepuasan pernikahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan sejumlah data mengenai perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family. Subjek dalam penelitian berjumlah 54 orang atau 27 pasang suami isteri yang sama-sama bekerja. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah incidental sampling. Alat ukur yang digunakan, yaitu dengan metode skala kepuasan pernikahan yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1989).

Semua pengolahan datayang dilakukan dengan memakai program SPSS versi 15. hasil reliabilitas yang didapat sebesar 0,966. Hasil utama penelitian diperoleh sebesar t = -1,124 dengan nilai p = 0,266 dimana p > 0,05, maka Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia mengalami banyak transisi dalam kehidupannya. Menurut Santrock masa dewasa awal ditandai dengan adanya transisi fisik, intelektual, dan peran sosial. Masa transisi peran sosial menuntut individu untuk segera menikah agar dapat membentuk dan memelihara kehidupan rumah tangga yang baru, yaitu terpisah dari kedua orangtua. Hal ini sejalan dengan tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Havighurst, yaitu mencari dan menemukan calon pasangan hidup serta menikah dan membina kehidupan rumah tangga (Dariyo, 2003).

Kelley dan Convey (dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa membangun dan mempertahankan hubungan dengan pasangan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam perkembangan individu dewasa. Dikatakan penting karena ketika individu mengalami kegagalan dalam membangun hubungan, maka individu tersebut akan dianggap tidak matang, tidak berkompeten, dan tidak bertanggung jawab (Santrock, 2007).

(11)

yang diabadikan melalui berbagai tata cara, antara lain melalui agama. Dalam pernikahan, dua orang menjadi satu kesatuan yang saling merindukan, saling menginginkan kebersamaan, saling membutuhkan, saling memberikan dukungan dan dorongan, saling melayani, kesemuanya diwujudkan dalam kehidupan yang dinikmati bersama. Pernikahan harus diawali dengan permulaan yang baik dan akan berhasil mencapai kesejahteraan bila pasangan tersebut memiliki perangkat kepribadian yang baik dan bertanggung jawab atas pengasuhan anak serta selama menikah pasangan ini juga memantapkan pembagian kerja antar mereka (Gunarsa, 2000).

Pembagian kerja pada pasangan menikah sudah ditetapkan sebelumnya yang biasa dikenal dengan marital role. Marital role merupakan peran yang diharapkan dari suami dan isteri dalam rumah tangga. Pada awalnya, peran yang berlaku dalam kehidupan rumah tangga adalah traditional role. Dalam traditional role, suami merupakan kepala rumah tangga dan bertanggung jawab dalam kesejahteraan ekonomi keluarga, sedangkan isteri bertugas melayani suami, mengasuh anak, serta menciptakan kenyamanan dan kehangatan keluarga. Namun seiring perkembangan zaman, traditional role tersebut berubah menjadi egalitarian role dimana suami tidak lagi menjadi satu-satunya orang yang bertanggung jawab dalam kesejahteraan ekonomi keluarga karena isteri juga mengambil peran dalam hal tersebut sehingga tugas-tugas rumah tangga yang seharusnya dilakukan oleh istri tidak sepenuhnya dikerjakan dengan baik (Berk, 2007).

(12)

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, jumlah angkatan kerja pun kian meningkat. Dalam hal ini, wanita merupakan sebagian sumber daya manusia yang tersedia sebagai modal dasar pembangunan sehingga upaya untuk melibatkan wanita dalam pembangunan sangat diperlukan. Dapat dilihat bahwa sekarang ini jumlah wanita bekerja semakin banyak ditemukan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), partisipasi wanita dalam lapangan pekerjaan meningkat secara signifikan. Hal ini bisa dibuktikan bahwa selama bulan Agustus 2006 – Agustus 2007 jumlah pekerja wanita Indonesia bertambah sebanyak 3,3 juta orang (Kuswaraharja, 2008). Peningkatan jumlah angkatan kerja wanita semakin meningkat dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk wanita, semakin luasnya lapangan pekerjaan, dan semakin tinggi tingkat pendidikan mereka sehingga saat ini wanita lebih banyak mempunyai pilihan dalam aktivitas kehidupan ekonominya dibandingkan dengan masa lalu.

Terlepas dari apakah wanita bekerja karena keinginan sendiri atau keharusan (ataupun kedua-duanya), bentuk keluarga yang dominan terjadi sekarang ini adalah dual career family. Rappoport & Rappoport (dalam Wilcox dkk, 1989) menyatakan bahwa dual career family merupakan tipe keluarga dimana suami dan istri aktif dalam mengejar karir dan kehidupan keluarga secara serentak.

(13)

sikap-sikap baru, keinginan-keinginan dan nilai-nilai baru sesuai dengan tugas-tugas baru sebagai pria atau wanita dewasa. Suami dan isteri harus membagi waktu dan perhatian yang seimbang dalam setiap peran tersebut sehingga setiap peran dapat berjalan dengan selaras.

Dalam dual career family, ketegangan-ketegangan yang dirasakan oleh suami maupun isteri akan lebih sering muncul dibandingkan dengan keluarga tradisional dimana hanya suami saja yang bekerja sementara isteri menjaga keluarga di rumah. Ketegangan-ketegangan umumnya berasal dari peran-peran yang sering menjadi tidak jelas serta adanya tuntutan peran dari lingkungan. Seorang isteri menikah yang memutuskan untuk bekerja, peran yang dipikulnya pasti semakin bertambah, yaitu peran sebagai isteri, orang tua, dan peran sebagai pekerja.

Bagi seorang isteri yang bekerja sulit tentunya menjalankan dua peran yang bertentangan antara pekerjaan dan keluarga. Seorang isteri umumnya mengalami beban yang lebih besar dalam kehidupan pernikahannya dibanding suami (Judy, 1985). Alasannya adalah karena isteri yang bekerja harus juga menangani pekerjaan domestik, seperti pengasuhan anak, mengurus suami, dan mengurus kebutuhan rumah tangga. Kesibukan dalam pekerjaan dan keluarga adalah dua hal yang seringkali membuat isteri sulit membagi waktu. Tuntutan pekerjaan biasanya menjauhkannya dari rumah dengan proyek-proyek yang harus segera diselesaikan, pekerjaan yang tidak dapat ditunda menyebabkan isteri sulit meluangkan waktu untuk urusan keluarga, seperti merawat anak yang sedang sakit, mengantar jalan-jalan atau menghadiri kegiatan-kegiatan di sekolah anak (Pratikno, 2005).

(14)

ketertarikan dalam hubungan seksual, menjadi sedikit temperamental terhadap anak, serta harus meninggalkan pekerjaan untuk menghadiri acara anak di sekolah atau acara keluarga lainnya.

Ketika isteri bekerja, peran suami juga bertambah dikarenakan adanya pembagian tugas rumah tangga.. Suami telah menggandakan waktu untuk pekerjaan rumah tangga mulai dari dibawah 5 jam per minggu menjadi di atas 5 jam per minggu bahkan mencapai 14,5 jam per minggu (DeGenova, 2008). Suami juga merasakan kesulitan dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Akan tetapi, suami cenderung lebih mengutamakan waktu mereka untuk bekerja dibandingkan untuk keluarga, mereka merasa kurang terlibat dalam urusan keluarga karena adanya harapan tradisional yang mengatakan bahwa pekerjaan adalah hal utama untuk seorang suami. Selain itu, dikarenakan adanya kesibukan isteri bekerja maka suami akan merasakan kehilangan pelayanan dari seseorang yang bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga, seperti seseorang yang seharusnya berada di rumah pada saat mereka pulang, seseorang yang menyediakan makanan, dan seseorang yang mencuci dan menyetrika pakaian mereka. Hal inilah yang menimbulkan permasalahan pada diri suami (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).

Walters dan McKanry (dalam Rini, 2002) menyatakan bahwa suami dan isteri cenderung merasa bahagia ketika mereka dapat mengintegrasikan kehidupan keluarga dan kehidupan kerja secara harmonis. Sebaliknya, ketika suami dan isteri tidak dapat menyeimbangkan peran mereka, maka akan menghasilkan stres yang akan berdampak pada kepuasan pernikahan.

(15)

orientation, conflict resolution, financial management, sexual orientation, family and friends,

children and parenting, personality issues, dan egalitarian role. Aspek-aspek tersebut sering bermasalah pada pihak suami maupun isteri dalam dual career family. Peran ganda seperti yang harus dijalankan oleh suami dan isteri dalam dual career family yang secara tidak langsung dapat mengakibatkan stress psikologis, turunnya kualitas hubungan suami isteri, peran orangtua yang kurang efektif, menimbulkan masalah pada perilaku anak, hasil pekerjaan yang selalu buruk, dan kehilangan kontrol dalam mengurus rumah tangga (Berk, 2007).

Beberapa hal di atas tentu saja tidak sesuai dengan kebutuhan dan harapan suami dan isteri dalam membina kehidupan rumah tangga. Padahal menurut Hughes & Noppe (1985) bahwa kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan pernikahannya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya. Oleh karena itu, peneliti ingin melihat lebih lanjut apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family.

B. Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family?

C. Tujuan Penelitian

(16)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu :

1. manfaat teoretis : memberikan informasi tentang perbedaan kepuasan pernikahan antara

suami dan isteri dalam dual career family sehingga dapat meningkatkan khasanah Psikologi Perkembangan khususnya yang berkaitan dengan kepuasan pernikahan dan fenomena dual career family.

2. manfaat praktis : (1) hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi

peneliti selanjutnya yang ingin meneliti hal yang berkaitan dengan penelitian mengenai kepuasan pernikahan dalam dual career family, (2) untuk suami dan isteri dalam dual career family, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan yang berguna dalam mencermati kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya sehingga dapat menjalani kehidupan pernikahan dan pekerjaan dengan selaras, dan (3) hasil penelitian ini juga dapat dijadikan oleh para psikolog sebagai bahan pertimbangan dalam proses konseling keluarga dan perkawinan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I Pendahuluan

(17)

Bab II Landasan Teori

Bab ini menjelaskan tentang definisi pernikahan, teori kepuasan pernikahan, menjelaskan teori dual career family, dan menjelaskan teori tentang peran gender.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang identifikasi variabel-variabel penelitian, defenisi operasional dari masing-masing variabel penelitian, karakteristik sampel dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisa data.

Bab IV Analisa Data Penelitian

Bab ini menjelaskan mengenai pengolahan data penelitian, gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori-teori yang relevan.

Bab V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kepuasan Pernikahan

1. Definisi Kepuasan Pernikahan

Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan pernikahan. Kepuasan pernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah memuaskan atau tidak (Hendrick & Hendrick, 1992). Menurut Hughes & Noppe (1985) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan yang dirasakan oleh pasangan tergantung pada tingkat dimana mereka merasakan pernikahannya tersebut sesuai dengan kebutuhan dan harapannya.

(19)

Tingkat kepuasan pernikahan berubah seiring berjalannya waktu. Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa tingkat kepuasan pernikahan tertinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kelahiran anak pertama hingga anak mencapai usia remaja. Hal ini terjadi karena anak memerlukan perhatian yang besar dan biasanya pengasuhan anak lebih banyak dilakukan oleh wanita. Pada usia prasekolah, orangtua biasanya sulit untuk meninggalkan anak di rumah. Henslin (1985) menyatakan bahwa kebanyakan pria dan wanita merasa bahwa seorang ibu harus berada di rumah selama anak dalam tahap prasekolah. Ketika anak memasuki usia sekolah, pasangan harus mempersiapkan kebutuhan finansial untuk sekolah anak dan memberi dukungan pada anak dalam memasuki lingkungan yang baru dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah, guru, dan teman-teman. Saat anak memasuki masa remaja merupakan tahap dimana anak mulai mencari jati diri dan keadaan seperti ini memerlukan pengawasan dan bimbingan dari orangtua (Hurlock, 1999). Namun, tingkat kepuasan pernikahan tersebut meningkat kembali saat anak mulai hidup mandiri dan meninggalkan rumah (menikah atau bekerja).

(20)

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan

Menurut Hendrick & Hendrick (1992) terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu :

a. Premarital Factors

1) Latar belakang ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan

harapan akan dapat menimbulkan bahaya dalam hubungan pernikahan.

2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan

merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak mendapatkan stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah.

3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap pasangan terhadap

romantisme, pernikahan, dan perceraian. b. Postmarital Factors

1) Kehadiran anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell, 1984). Penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya anak dapat menambah stres pasangan dan mengurangi waktu bersama pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan dengan harapan akan keberadaan anak tersebut.

(21)

c. Other Factors

1) Jenis kelamin, dimana seperti yang dikemukakan oleh Holahan & Levenson (dalam Lemme, 1995) bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita karena pada umumnya wanita lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.

2) Agama, dimana menurut Abdullah (2003) bahwa jika seseorang mengawali

segalanya dengan motivasi iman dan ibadah pada Tuhan semata akan merasakan kepuasan dalam hidupnya.

3) Pekerjaan. Pekerjaan yang memakan waktu yang cukup lama menyebabkan

berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan isteri untuk anak-anak dan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan rumah, menyediakan makanan, dan lain-lain (DeGenova, 2008).

3. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan

Menurut Olson & Fowers (1989) terdapat beberapa area dalam pernikahan yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pernikahan. Area-area tersebut, antara lain :

a. Communication

(22)

pikirannya. Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima elemen dasar, yaitu : keterbukaan diantara pasangan (openness), kejujuran terhadap pasangan (honesty), kemampuan untuk mempercayai satu sama lain (ability to trust), sikap empati terhadap pasangan (empathy), dan kemampuan menjadi pendengar yang baik (listening skill).

b. Leisure Activity

Area ini menilai pilihan kegiatan yang dilakukan untuk mengisi waktu luang yang merefleksikan aktivitas yang dilakukan secara personal atau bersama. Area ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan dalam mengisi waktu luang bersama pasangan.

c. Religious Orientation

(23)

d. Conflict Resolution

Area ini berfokus untuk menilai persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Area ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain.

e. Financial Management

Area ini menilai sikap dan cara pasangan mengatur keuangan, bentuk-bentuk pengeluaran, dan pembuatan keputusan tentang keuangan. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan-harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangannya dan ketidakpercayaan terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

f. Sexual Orientation

(24)

mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.

g. Family and Friends

Area ini dapat melihat bagaimana perasaan dan perhatian pasangan terhadap hubungan kerabat, mertua serta teman-teman. Area ini merefleksikan harapan dan perasaan senang meenghabiskan waktu bersama keluarga besar dan teman-teman. Pernikahan akan cenderung lebih sulit jika salah satu pasangan menggunakan sebagian waktunya bersama keluarganya sendiri, jika ia juga mudah dipengaruhi oleh keluarganya dan jika ada keluarga yang datang dan tinggal dalam waktu lama (Hurlock, 1999).

h. Children and Parenting

Area ini menilai sikap dan perasaan tentang memiliki dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendidik anak penting halnya dalam pernikahan. Orangtua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

i. Personality Issues

(25)

menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

j. Egalitarian Role

Area ini menilai perasaan dan sikap individu terhadap peran yang beragam dalam kehidupan pernikahan. Fokusnya adalah pada pekerjaan, tugas rumah tangga, peran sesuai jenis kelamin dan peran sebagai orangtua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

4. Kriteria Kepuasan Pernikahan

Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995), ada beberapa kriteria dari pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain :

(26)

b. Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.

c. Model parental role yang baik. Pola orang tua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi

anak-anak mereka. Hal ini bisa membentuk keharmonisan dalam keluarga.

d. Penerimaan terhadap konflik-konflik. Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima

secara normatif, tidak dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan menguntungkan bagi semua anggota keluarga.

e. Kepribadian yang sesuai dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu

sama lain. Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu sama lain.

f. Mampu memecahkan konflik. Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa

kemampuan pasangan untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan untuk menyelesaikan konflik yang dapat mendukung kepuasan pernikahan pasangan tersebut.

B. Peran Gender

1. Definisi Peran Gender

(27)

Kepentingan di dalam membedakan antara jenis kelamin dan peran gender berangkat dari pentingnya untuk membedakan antara aspek-aspek biologi dengan aspek-aspek sosial di dalam menjadi pria atau wanita.

Oleh karena itu, peran gender dikonstruksikan oleh manusia lain, bukan secara biologi, melainkan dibentuk oleh proses-proses sejarah, budaya, dan psikologis (Basow, 1992). Kini istilah peran gender lebih banyak digunakan daripada jenis kelamin di dalam mempelajari tingkah laku pria dan wanita dalam suatu konteks sosial.

Peran gender merupakan pola tingkah laku yang dianggap sesuai untuk masing-masing jenis kelamin yang didasarkan pada harapan masyarakat. Menurut Myers (1996), peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang diharapkan (berupa norma) untuk pria dan wanita. Hal ini meliputi sikap dan pola tingkah laku yang dianggap cocok untuk pria dan wanita yang dikaitkan dengan ciri-ciri feminin dan maskulin sesuai dengan yang diharapkan dalam masyarakat. Dilanjutkan oleh Santrock (1998) bahwa setiap kebudayaan mendefinisikan peran gender dari berbagai tugas, aktivitas, dan kepribadian yang dianggap pantas bagi seorang laki-laki dan perempuan.

(28)

2.Stereotipe Peran Gender

Menurut Wrightsman (1981) stereotipe merupakan konsep yang relatif kaku dan luas dari kelompok-kelompok manusia dimana setiap individu di dalam suatu kelompok dicap dengan karakter dari kelompok tersebut. Stereotipe peran seks ternyata berbeda dengan stereotipe peran gender. Menurut Hurlock (1991) stereotipe peran seks merupakan sekumpulan arti yang dihubungkan dengan kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Hal tersebut berhubungan dengan penampilan dan bentuk tubuh individu yang sesuai, jenis pakaian, cara berbicara dan berperilaku, perilaku yang baik dalam menghadapi lawan seks, serta cara yang sesuai untuk mencapai nafkah pada masa dewasa. Sedangkan menurut Ashmore dan Del Boca (dalam Basow, 1992) stereotipe peran gender merupakan serangkaian kepercayaan dan harapan yang dibentuk oleh masyarakat mengenai atribut-atribut personal pada laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan stereotipe gender, perempuan diharapkan untuk berfungsi dengan baik pada tingkatan umum (communal) yaitu dalam berhubungan dengan orang lain (relationship) dan diarahkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan yang berkaitan dengan orang lain, seperti sensitivitas interpersonal, empati, pengekspresian emosi, dan pengasuhan (nurturant). Keterampilan-keterampilan ini akan memfasilitasi peran utama seorang perempuan yaitu menjadi seorang ibu sehingga identitas diri yang dibentuk oleh kebanyakan perempuan adalah identitas diri yang berorientasi hubungan dengan orang lain (Basow, 1992).

(29)

Menurut Basow (1992) stereotipe peran gender bersifat normatif dimana orang yang mengikutinya akan mendapat penerimaan sosial yang baik. Sebaliknya, orang yang tidak mengikutinya akan memperoleh sanksi secara sosial.

C. Dual Career Family

1. Definisi Dual Career Family

Dual Career Family didefinisikan sebagai suatu bentuk keluarga dimana suami dan isteri terlibat dalam suatu pekerjaan (Rachin, 1987). Pasangan tersebut memiliki pekerjaan atau profesi yang secara intrinsik mendapatkan reward, memerlukan pendidikan atau pelatihan sebagai dedikasi dan keterlibatan, serta menawarkan janji akan kelanjutan perkembangan profesi dan kemajuan (DeGenova, 2008).

Dalam dual career family, suami dan isteri memiliki dua komitmen pekerjaan yaitu pada profesi dan keluarga dimana mereka mencoba untuk menyeimbangkan kedua hal tersebut. Tanggung jawab yang lebih besar dan posisi yang tinggi menyebabkan kurangnya waktu yang diberikan untuk pasangan dan anak. Seseorang yang berkarir sangat sulit untuk menyeimbangkan hubungan suami dan isteri serta tanggung jawab sebagai orang tua.

(30)

2. Keuntungan dan Kerugian Dual Career Family

Terdapat keuntungan dan kerugian yang nyata dalam dual career family, yaitu :

1. keuntungan : peningkatan status ekonomi, berkontribusi pada hubungan yang lebih setara

antara suami dan isteri, meningkatkan harga diri bagi perempuan, kebutuhan kreativitas, self-expression, dan self-achievement.

2. kerugian : adanya tuntutan waktu dan tenaga tambahan, konflik antara peran pekerjaan dan

peran keluarga, persaingan antara suami dan isteri, dan perhatian yang kurang terhadap kebutuhan anak.

D. Perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family

(31)

Terlepas dari apakah wanita bekerja karena keinginan sendiri atau keharusan (ataupun kedua-duanya), bentuk keluarga yang dominan terjadi sekarang ini adalah dual career family. Rappoport & Rappoport (dalam Wilcox dkk,1989) menyatakan bahwa dual career family merupakan tipe keluarga dimana suami dan istri aktif dalam mengejar karir dan kehidupan keluarga secara serentak. Menurut Penelitian Apperson dkk (2002) mayoritas pria dan wanita sekarang ini, mempunyai kedudukan ganda sebagai karyawan dengan jenis pekerjaan full time. Dikatakan Primastuti (dalam Prawitasari dkk, 2007) bahwa banyak dari mereka yang mempunyai peranan ganda dalam dunia kerja untuk mendapatkan penghasilan ataupun kepuasan hidup.

Dalam dual career family, ketegangan-ketegangan akan lebih sering muncul dibandingkan dengan keluarga tradisional. Ketegangan-ketegangan umumnya berasal dari peran-peran yang sering menjadi tidak jelas serta adanya tuntutan peran dari lingkungan. Seorang isteri menikah yang memutuskan untuk bekerja, peran yang dipikulnya pasti semakin bertambah, yaitu peran sebagai isteri, orang tua, dan peran sebagai pekerja. Tuntutan-tuntutan pekerjaan mengakibatkan isteri pulang kerja dalam keadaan lelah sehingga ia tidak memiliki cukup energi untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya. Selain itu, dengan adanya jumlah jam kerja yang cukup panjang menyebabkan ibu tidak selalu ada pada saat dimana ia sangat dibutuhkan oleh anak atau pasangannya.

(32)

terlibat dalam urusan keluarga karena adanya harapan tradisional yang mengatakan bahwa pekerjaan adalah hal pertama untuk seorang suami. Selain itu, dikarenakan adanya kesibukan isteri bekerja maka suami akan merasakan kehilangan pelayanan dari seseorang yang bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga, seperti seseorang yang seharusnya berada di rumah pada saat mereka pulang, seseorang yang menyediakan makanan, dan seseorang yang mencuci dan menyetrika pakaian mereka. Hal inilah yang menimbulkan permasalahan pada diri suami (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).

Permasalahan-permasalahan yang dirasakan suami dan isteri di atas dapat diatasi dengan adanya kemampuan untuk menyeimbangkan antara keluarga dan pekerjaan. Selain itu, permasalahan dalam kehidupan rumah tangga dan pekerjaan dapat juga diatasi bila individu tersebut mampu melakukan penyesuaian. Kegagalan dalam melakukan penyesuaian akan menimbulkan ketidakpuasan dan dapat diakhiri dengan perceraian (Hurlock,1999). Seseorang yang dapat melakukan penyesuaian, baik dalam pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari-hari (Hurlock,1999) akan memperbesar kemungkinan memperoleh kepuasan dalam hidup. Olson & Fowers (1989) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan merupakan hal yang paling menonjol dalam menggambarkan kepuasan hidup individu.

(33)

suami yang bekerja. Dalam memainkan peran ganda, isteri sering kali terlihat kurang mampu untuk mengatur waktu dan pekerjaannya dengan baik sehingga hal ini banyak membawa kesulitan bagi isteri untuk menyeimbangkan tuntutan antara peran sebagai pekerja dan keluarga yang terkadang keadaan tersebut dapat menimbulkan kecemasan bagi isteri.

Hal di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Khanna mengenai depresi pada wanita bekerja ( dalam Pujiastuti & Retnowati, 2004) terhadap 406 orang wanita dan ditemukan bahwa wanita yang sudah menikah dan bekerja lebih banyak mengalami kecemasan dan depresi yang berpengaruh terhadap kepuasan pernikahannya.

Jadi, berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa bentuk keluarga dual cereer family dapat memberikan berbagai macam permasalahan bagi suami maupun istri yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan mereka.

E. Hipotesa Penelitian

Dari beberapa pendapat ahli di atas didapatkan hipotesa penelitian seperti berikut :

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan unsur yang penting dalam suatu penelitian ilmiah karena metode yang digunakan dalam penelitian ini dapat menentukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan atau tidak (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif yang bersifat komparatif, yaitu membandingkan dua gejala untuk melihat persamaan dan perbedaan antar keduanya.

A. Identifikasi Variabel Penelitian

1. Variabel tergantung (Dependent Variable)

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah Kepuasan Pernikahan. 2. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Peran Gender yang dibedakan atas suami dan isteri.

B. Definisi Operasional

1. Variabel tergantung : Kepuasan Pernikahan

(35)

Data mengenai kepuasan pernikahan ini diperoleh melalui skala kepuasan pernikahan. Skala tersebut disusun berdasarkan teori mengenai area-area dalam pernikahan yang dikemukakan oleh Olson & Fowers (1989). Adapun area-area dalam pernikahan tersebut, yaitu communication, leisure activity, religious orientation, conflict resolution, financial management, sexual

orientation, family and friends, children and parenting, personality issues, dan egalitarian role. Kepuasan pernikahan dilihat dari besarnya skor yang diperoleh dari skala. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert dan diberikan kepada pasangan dual career yang berada di kota medan dan sekitarnya. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek dalam skala kepuasan pernikahan yang diberikan, artinya semakin tinggi kepuasan pernikahan yang dirasakan. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek dalam skala kepuasan pernikahan yang diberikan, artinya semakin rendah kepuasan pernikahan yang dirasakan.

2. Variabel bebas : Peran Gender

Peran gender merupakan suatu set tingkah laku yang dianggap sesuai untuk masing-masing jenis kelamin yang didasarkan pada harapan masyarakat.

(36)

C. Subjek Penelitian

1. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh subjek yang dimaksud untuk diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan suami dan isteri dalam dual career family yang berada di kota Medan. Kemudian akan diambil wakil dari dari populasi yang disebut sampel penelitian (Hadi, 2000). Sampel juga harus memiliki sedikitnya satu sifat yang sama agar dapat dilakukan generalisasinya. Sampel harus dapat mencerminkan keadaan populasinya. Untuk dapat memperoleh sampel yang representatif maka harus digunakan teknik pengambilan sampel yang benar. Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 60 orang atau 30 pasang suami dan istri dalam dual career family.

Sampel penelitian yang digunakan harus memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Pasangan suami dan isteri dalam dual career family.

b. Suami dan istri memiliki pekerjaan full time.

c. Pekerjaan full time merupakan suatu pekerjaan yang menuntut individu untuk bekerja sesuai dengan standar lama waktu kerja suatu negara yaitu 40 jam per minggi (ILO, 1997). Pekerjaan yang memakan waktu yang cukup lama menyebabkan berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan isteri untuk anak-anak dan untuk mengurus pekerjaan rumah tangga, seperti membersihkan rumah, menyediakan makanan, dan lain-lain (DeGenova, 2008).

d. Usia subjek 20 s.d 40 tahun.

(37)

e. Pendidikan minimal D3. Diasumsikan pendidikan D3 cukup untuk menjadi bekal dalam memasuki lapangan pekerjaan yang berjenjang karir.

f. Memiliki anak maksimal 3 orang. Menurut Hendrick & Hendrick (1992), anak mempengaruhi

kepuasan pernikahan karena itu subjek yang dipilih yang memiliki anak. g. Usia pernikahan maksimal 8 tahun.

Tingkat kepuasan pernikahan berubah seiring berjalannya waktu. Duvall & Miller (1985) menyebutkan bahwa tingkat kepuasan pernikahan tertinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kelahiran anak pertama hingga anak mencapai usia remaja. Hal ini terjadi karena anak memerlukan perhatian yang besar dari kedua orangtuanya. Pada usia prasekolah, orangtua biasanya sulit untuk meninggalkan anak di rumah. Henslin (1985) menyatakan bahwa kebanyakan pria dan wanita merasa bahwa seorang ibu harus berada di rumah selama anak dalam tahap prasekolah. Ketika anak memasuki usia sekolah, pasangan harus mempersiapkan kebutuhan finansial untuk sekolah anak dan memberi dukungan pada anak dalam memasuki lingkungan yang baru dan beradaptasi dengan lingkungan sekolah, guru, dan teman-teman.

2. Metode pengambilan sampel

(38)

Penggunaan teknik ini dilakukan dengan pertimbangan kurangnya data yang lengkap mengenai subjek penelitian sehingga sampel dipilih berdasarkan kemudahan ditemui dengan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Teknik ini juga peneliti lakukan dengan menemui subjek yang diperkirakan memenuhi karakteristik sampel yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum skala diberikan, peneliti memastikan dengan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan karakteristik sampel. Bila telah memenuhi karakteristik yang telah ditentukan maka subjek dapat menjadi sampel penelitian.

D. Alat Ukur yang Digunakan

Alat ukur merupakan metode pengumpulan data dalam kegiatan penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengungkap fakta mengenai variabel yang diteliti (Hadi, 2000). Metode yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Metode skala digunakan karena data yang ingin diukur berupa konstruk atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2000). Azwar (2000) mengemukakan kebaikan-kebaikan skala dan alasan-alasan penggunaannya, yaitu:

1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan subjek sendiri yang tidak disadari.

2. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal.

3. Subjek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pertanyaan skala.

(39)

dalam pernikahan tersebut, yaitu communication, leisure activity, religious orientation, conflict resolution, financial management, sexual orientation, family and friends, children and parenting,

personality issues, dan egalitarian role.

Variabel kepuasan pernikahan diukur dengan model skala yang dirancang sendiri oleh peneliti dengan menggunakan model skala Likert. Masing-masing pernyataan terdiri dari empat alternatif jawaban yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Bobot penilaian untuk pernyataan favorable yaitu: SS=4, S=3, TS=2, STS=1, sedangkan bobot penilaian untuk pernyataan unfavorable yaitu: STS=4, TS=3, S=2, SS=1.

Tabel 1

Blue-Print Skala Kepuasan Pernikahan Sebelum Uji Coba Nomor aitem

No Aspek Kepuasan Pernikahan

Favourable Unfavourable Jumlah

1 Communication 1,30,51,71 70,41,40,11 8

2 Leisure activity 2,29,52,47 69,39,12,42 8

3 Religious orientation 68,43,38,13 3,28,53,73 8

4 Conflict resolution 14,37,44,67 74,54,27,4 8

5 Financial management 75,55,26,5 15,45,66,36 8

6 Sexual orientation 65,46,35,16 6,25,56,76 8

7 Family and friend 72,64,34,17 7,24,57,77 8

8 Children and parenting 8,23,58,63 78,48,33,18 8

9 Personality issues 19,32,49,62 9,22,59,79 8

10 Peran egalitarian 20,31,50,61 80,60,21,10 8

(40)

1. Validitas alat ukur

Validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang seharusnya diukur.. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yaitu berkaitan dengan apakah aitem mewakili pengukuran dalam area isi sasaran yang diukur. Validitas isi merupakan hal utama dalam suatu tes yang biasanya dinilai dengan menggunakan pertimbangan pakar (Azwar, 2000).

(41)

2. Reliabilitas alat ukur

Azwar (2000) menyatakan bahwa reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Reliabilitas merupakan alat ukur yang menunjukkan konsistensi alat ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur dihitung dengan menggunakan pendekatan konsistensi internal dimana prosedurnya hanya melakukan satu kali pengenaan tes kepada sekelompok individu sebagai subjek. Pendekatan ini dipandang ekonomis, praktis dan berefisiensi tinggi (Azwar, 2000).

Reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang dari 0 sampai 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas (mendekati angka 1,00), maka semakin tinggi reliabilitasnya. Sebaliknya, jika koefisien semakin rendah (mendekati 0), maka rendahlah reliabilitasnya. Teknik yang digunakan adalah tehnik koefisien alpha Cronbach dengan menggunakan SPSS versi 15 for windows.

E. Hasil uji coba alat ukur

(42)

Tabel 2

Blue-Print Skala Kepuasan Pernikahan Setelah Uji Coba Nomor aitem

No Aspek Kepuasan Pernikahan

Favourable Unfavourable Jumlah

1 Communication 1,30,51,71 70,41,40,11 8

2 Leisure activity 2,29,52,47 69,39,12,42 8

3 Religious orientation 68,43,38,13 3,28,53,73 8

4 Conflict resolution 14,37,44,67 74,54,27,4 8

5 Financial management 75,55,26,5 15,45,66,36 8

6 Sexual orientation 65,46,35,16 6,25,56,76 8

7 Family and friend 72,64,34,17 7,24,57,77 8

8 Children and parenting 8,23,58,63 78,48,33,18 8

9 Personality issues 19,32,49,62 9,22,59,79 8

10 Peran egalitarian 20,31,50,61 80,60,21,10 8

Jumlah 40 40 80

(43)

Pada skala ini dilakukan perubahan tata letak urutan nomor aitem-aitem. Hal ini dilakukan karena aitem yang gugur tidak diikut sertakan lagi dalam skala penelitian. Distribusi aitem-aitem yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3

Blue-Print Skala Kepuasan Pernikahan Yang Digunakan Saat Penelitian

Nomor aitem No Aspek Kepuasan Pernikahan

Favourable Unfavourable Jumlah

1 Communication 1,28,46,64 63,38,37,10 8

2 Leisure activity 2,27,47 62,39,11 6

3 Religious orientation 40,36,61 3,26,48,66 7

4 Conflict resolution 12,35,41,60 4,25,49,67 8

5 Financial management 68,50,24,5 59,42,34,13 8

6 Sexual orientation 14,33,43,58 6,23,69 7

7 Family and friend 65,57,32,15 51,7,22 7

8 Children and parenting 8,21,52,56 16,31,44 7

9 Personality issues 55,45,30,17 70,53,20 7

10 Peran egalitarian 29,54,18 9,19 5

Jumlah 37 33 70

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap persiapan

(44)

pertama yang harus dilakukan adalah menentukan aspek-aspek yang akan diukur. Kemudian disusun sejumlah pernyataan-pernyataan atau aitem-aitem berdasarkan blue print yang telah dibuat mengacu pada aspek-aspek yang akan diukur. Selanjutnya pada saat pembuatan alat ukur peneliti meminta pertimbangan profesional judgment dan melakukan seleksi aitem untuk melihat aitem-aitem mana yang memenuhi syarat berdasarkan blue print sebelum diujicobakan. Setelah melakukan seleksi aitem didapatlah jumlah aitem yang bisa digunakan sebanyak 80 aitem.

Sebelum disajikan alat ukur sebenarnya dalam penelitian, skala tersebut diujicobakan terlebih dahulu kepada sejumlah responden yang sesuai dengan karakteristik populasi yang akan digunakan dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti akan mengujicobakan pada responden yang tidak terpilih sebagai sampel penelitian sebanyak 64 orang atau 32 pasang suami isteri yang sama-sama bekerja. Uji coba skala kepuasan pernikahan dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2010 sampai 24 Mei 2010.

Setelah skala diujicobakan, maka data uji coba yang diperoleh diolah untuk menentukan aitem-aitem mana saja yang dapat digunakan sebagai aitem dalam penelitian yang sebenarnya.

2. Tahap pelaksanaan

(45)

3. Tahap pengolahan data

Pengolahan data penelitian ini seluruhnya dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS (Statistical Package For The Social Service) versi 15.0.

F. Metode Analisa Data

Data yang telah diperoleh dalam penelitian, kemudian akan dianalisa dengan metode statistik. Keseluruhan analisa dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 15.0. analisa yang dilakukan adalah :

1. Korelasi item total

Kriteria pemilihan aitem berdasarkan berdasarkan korelasi aitem total digunakan batasan ≥ 0,30. semua aitem yang mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 daya bedanya dianggap memuaskan. Aitem yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30 diinterpretasikan sebagai aitem yang memiliki daya beda yang rendah.

2. Reliabilitas alpha cronbach

(46)

3. Uji normalitas

Uji normalitas adalah pengujian bahwa sampel yang dipakai berasal dari populasi yang terdistribusi normal. Hal ini penting dilakukan karena kalau populasi sampel diambil tidak bersifat normal, maka tes statistik yang bergantung pada asumsi normalitas itu menjadi cacat sehingga kesimpulannya tidak berlaku (Kerlinger,2002). Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan distribusi Kolmogorov-Smirnov Test. Data penelitian dikatakan terdistribusi secara normal jika nilai p > α, dimana α = 0,05.

4. Uji homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan dalam penelitian ini homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji Levene. Populasi dikatakan homogen, jika nilai p > α, dimana α = 0,05. 5. Independent sample t test

Uji – t digunakan untuk menguji hipotesis apakah ada perbedaan yang signifikan antara 2 kelompok yang berbeda terhadap satu variabel. Taraf signifikansi yang digunakan pada penelitian ini adalah 95 %.

(47)

BAB IV

ANALISA DATA

Bab ini menguraikan tentang bagaimana gambaran umum subjek penelitian dan hasil analisa data penelitian.

A. Gambaran Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 54 orang atau 27 pasang suami isteri yang sama-sama bekerja, berada pada rentang usia 20 sampai 40 tahun. Dari kelompok subjek peneltian ini diperoleh gambaran mengenai ciri-ciri demografi subjek penelitian, terdiri dari usia, jumlah anak, usia pernikahan, dan pendidikan terakhir yang akan ditunjukkan pada tabel 4 berikut:

Tabel 4

Gambaran Subjek Penelitian

Kategori Jumlah Persentase

(48)

B. Gambaran Kepuasan Pernikahan Subjek Penelitian

Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang kepuasan pernikahan suami dan isteri dalam dual career family sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian yang diperoleh diketahui bahwa skor tertinggi yang berhasil didapat subjek adalah 277 dan skor terendah adalah 191, dengan deskripsi total sebagai berikut:

Tabel 5

Deskriptif Skor Skala Kepuasan Pernikahan

N Mean Std.Dev Max Min

Empiric 27 223,00 19,983 277 191

Suami

Hipotetic 27 175 35 280 70

Empiric 27 229,11 19,979 277 199

Isteri

Hipotetic 27 175 35 280 70

Berdasarkan tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa baik suami dan isteri memiliki mean empiric > mean hipotetic sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata subjek penelitian memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi.

Berdasarkan mean empiric suami sebesar 223,00 dan mean empiric isteri sebesar 229,11 dengan standard deviasi (SD) empiric suami sebesar 19,983 dan standard deviasi (SD) empiric isteri sebesar 19,979, maka dapat dibuat kategorisasi kepuasan pernikahan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok yang

(49)

Tabel 6

Kategorisasi Norma Nilai Kepuasan Pernikahan

Rentang Nilai Kategiorisasi X < (µ −σ )

Data Tingkat dan Klasifikasi Skor Kepuasan Pernikahan

Kategori Skor

Pengujian hipotesa dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan independent sample t-test. Namun, sebelum dilakukan pengujian hipotesa, maka dilakukan terlebih dahulu uji normalitas dan uji homogenitas.

C.1. Uji normalitas

(50)

one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan bantuan SPSS for Windows version 15. Kaidah yang digunakan yaitu jika p > 0.05 maka data tersebut terdistribusi normal.

Tabel 8 Uji Normalitas

Suami

Isteri

N 27

27

Kolmogorov-Smirnov Z

0,674 0,723

Asymp.sig(2-tailed 0,755

0,673

Hasil analisa data pada tabel 8 di atas menunjukkan bahwa nilai Z untuk suami adalah sebesar 0.674 dengan p = 0.755 (p > 0.05), serta untuk isteri diperoleh nilai Z sebesar 0.723 dengan p = 0.673 (p > 0.05), berarti distribusi data penelitian masing-masing variabel terdistribusi secara normal.

C.2. Uji homogenitas

(51)

Tabel 9 Uji Homogenitas

Hasil ANOVA menunjukkan angka pada Levene Statistic adalah 0,151 dengan signifikansi p = 0.699 (>0.05). berdasarkan nilai ini, maka kelompok sampel bersifat homogen.

D. Uji Hipotesis Utama

Uji hipotesis utama dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan independent sample t-test. Dari hasil analisis uji-t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.266 (p > 0.05), maka dapat diambil kesimpulan bahwa Ha ditolak yang menyatakan bahwa tidak ada perbedan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family di kota Medan. Hasil perhitungan statistik uji-t yang diperoleh lebih lengkapnya dapat dilihat pada tabel 10 berikut ini :

Levene Statistic

df1 df2 Sig.

(52)

Tabel 10

Hasil Perhitungan Utama Uji-t

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

0 .266 -6.111 5.438 -17.024 4.801

E. Hasil Tambahan

E.1. Perbedaan Kepuasan Pernikahan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

(53)

Tabel 11

Gambaran Kepuasan Pernikahan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Group Statistics

D1,D2,D3 9 223.33 24.223 8.074

Kep.Pernikah

an S1,S2 45 226.60 19.360 2.886

Tabel 12

Hasil Perhitungan Uji-t Kepuasan Pernikahan Berdasarkan Pendidikan Terakhir

F. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kepuasan pernikahan antara suami dan isteri dalam dual career family dengan nilai t = -1,124 dan p = 0,266.

Tidak terbuktinya hipotesis dalam penelitian ini bisa disebabkan oleh permasalahan yang sama-sama dialami oleh suami dan isteri dalam dual career family. Isteri yang menikah dan bekerja, peran yang dipikulnya semakin bertambah, yaitu peran sebagai isteri, orangtua, dan

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(54)

pekerja. Tuntutan-tuntutan pekerjaan mengakibatkan isteri pulang kerja dalam keadaan lelah sehingga ia tidak memiliki cukup energi untuk memenuhi semua kebutuhan anggota keluarganya. Selain itu, dengan adanya jumlah jam kerja yang cukup panjang menyebabkan ibu tidak selalu ada pada saat dimana ia sangat dibutuhkan oleh anak dan pasangannya.

Begitu juga dengan suami yang memiliki isteri yang bekerja. Suami merasakan kesulitan dalam membagi waktu antara pekerjaan dan keluarga. Kesibukan isteri bekerja menyebabkan suami merasa kehilangan pelayanan dari seseorang yang seharusnya berada di rumah pada saat mereka pulang, seseorang yang menyediakan makanan, dan seseorang yang mencuci dan menyetrika pakaian mereka (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).

Faktor pendidikan juga mempengaruhi hasil penelitian ini. Menurut Hendrick & Hendrick (1992) pasangan yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan merasakan kepuasan yang lebih rendah karena lebih banyak mendapatkan stressor seperti pengangguran atau tingkat penghasilan rendah. Namun, dalam penelitian ini terdapat subjek yang berpendidikan lebih rendah, tetapi memiliki penghasilan yang lebih tinggi sehingga memungkinkan mereka memiliki peluang yang sama dalam tingkat penghasilan.

Hasil analisa lebih lanjut menunjukkan bahwa skor rata-rata kepuasan pernikahan penelitian lebih tinggi daripada rata-rata populasi secara umum baik pada suami maupun isteri. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa rata-rata kepuasan pernikahan pada suami dan isteri dalam dual career family sudah cukup baik.

(55)

Ketegangan tersebut berasal dari peran-peran yang menjadi tidak jelas. Peran isteri yang seharusnya bertugas melayani suami, mengasuh anak, menciptakan kehangatan dan kenyamanan rumah tangga tidak terlaksana dengan baik (Berk,2007). Keadaan tersebut menuntut suami untuk terlibat dalam tugas-tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang isteri. Namun, mereka merasa kurang terlibat dalam urusan rumah tangga karena adanya harapan tradisional yang menyatakan bahwa pekerjaan adalah tugas utama seorang suami, sedangkan urusan rumah tangga adalah tugas utama suami.

Hal di atas juga didukung oleh Skolnick (dalam Lemme,1995), salah satu kriteria pernikahan yang memiliki kepuasan pernikahan yang tinggi adalah penerimaan terhadap konflik. Dari pernyataan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa suami tidak menerima keadaan ketika seorang isteri tidak menjalankan peran-peran yang seharusnya dijalankan dengan baik. Inilah yang menjadi permasalahan pada diri suami yang menyebabkan kepuasan pernikahan suami banyak tergolong lebih rendah dari isteri.

Hasil penelitian tambahan menunjukkan bahwa tidak terdapat pula perbedaan kepuasan pernikahan pasangan dual career bila ditinjau tingkat pendidikan. Stoltz (2000) mengatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, hasrat dan kinerja yang dihasilkan. Dimana peneliti dalam penelitian ini mengambil pendidikan sampelnya sangat beragam yaitu mulai dari D1, D2, D3, S1, sampai S2 baik dari pihak suami maupun isteri.

(56)
(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Ilham. (2003). Kado Buat Mempelai. Yogyakarta : Absolut. Azwar, S. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Berg, Barbara. (1986). The Crisis Of The Working Mother : Resolving The Cinflict Between Family and Work. [on-line]. Tanggal akses : 19 April 2010. http//www. enotes. com/crisis-working-mother-salem/crisis. working-mother.

Basow, S. (1992). Gender, Stereotype, & Role. California : Brooks/ Cole Pub. Co. Berk, Laura. E. (2007). Through the Life Span. Boston : Person Education.

Dariyo, Agoes. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : P. Grasindo Anggota Ikapi.

DeGenova, Maty Kay. (2009). Intimate, Rletaionship, Marriage & Families. Seventh Edition. New York : McGraw Hill. Companies.

Duvall, E. M & Miller, C. M. (1985). Marriage and Family Development 6th ed. New York : Harper & Row Publisher.

Gunarsa & Gunarsa. (2000). Psikologi Praktis : Anak Remaja dan Keluarga. Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia.

Hadi, S. (2000). Metodologi Research (Jilid 1). Yogyakarta: Penerbit Andi. ---. (2000). Metodologi Research (Jilid 3). Yogyakarta: Penerbit Andi.

(58)

Hughes, F.P & Nopp, L.D. (1985). Human Development Across The Life Span. New York : West Publishing Company.

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu Pnedekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga.

Judi, J. P. (1985). Gender and Communication. Athena : Wm. C. Publishers.

Kail, Robert .V & Cavanaugh. J. C. (2000). Human Development : A life Span View 2th ed. United States : Wadsworth Thomson Leraning.

Kerlinger, Fred. N. (1995). Asas-asas Penelitian Behavioural. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Kuswaraharja, Dadan. (2008). Detikfinance. Pekerja Wanita di Indonesia Bertambah 3,3 Juta Orang. [on-line]. Tanggal akses : 19 April 2010. http://www.deticfinance.com

L’Abate, Luciano. (1994). Handbook of Development Family and Psychopatology. Canada : John Wiley & Sons. Inc.

Lemme, B. H. (1995). Development in Adulthood. USA : Allyn & Bacon.

Matsumoto, D & Juang, L. (2004). Culture and Psychology. 3rd. USA. Wadsworth/Thomson Learning.

Muchinsky, P. M. (2003). Psychology applied to work (7thed). Belmont, CA : Wadsworth/Thompson Leraning.

(59)

Papalia, D.E., Olds. S.W., & Feldman R. D. (2007). Human Development 10th ed. New York : McGraw Hill. Companies.

Pratikno, Ananto. (2005). Keluarga dan Tuntutan Karir. (2003). [on-line]. Tanggal akses : 30 Januari 2010. Available FTP : http://www.vision.net.id/newsdetail.php?var:1609

Prawitasari, A. K ; Purwanto, Y ; Yuwono, S. (2007). Indigenous Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Hubungan Work-Family Conflict Dengan Kepuasan Kerja Pada Karyawati Berperan Jenis Kelamin Androgini di PT. Tiga Putra Abadi Perkasa Cabang Purbalingga. Vol 9, no. 2.

Pujiastuti, E & Retnowati, S. (2004). Humanitas Indonesian Psychological Journal. Vol. 1. No.2. Kepuasan Pernikahan Dengan Depresi Pada Kelompok Wanita Menikah Yang Bekerja Dan Yang Tidak bekerja.

Rini, J. F.(2002). Wanita Bekerja.http://www.e-psikologi.com/keluarga/280502.htm.[online]. Tanggal akses : 1 Desember 2009.

Santrock, John. W. (1998). Adolecence 7th ed. New York : McGraw Hill. Companies.

Santrock, John. W. (2007). Life Span Development 7th ed. New York : McGraw Hill. Companies. Shaevitz, M. H. (2000). Wanita Super. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Stoltz, G.P. (1997). Adversity Quotient: Turning Obstacles into opportunities. USA: John Wiley & Sons, inc.

Sukadji, Soetarlinah. (2000). Menyusun dan Mengevaluasi Laporan Penelitian. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

(60)

Wrightman, L. S. (1993). Social Psychology In The 90’s. USA : Brooks/ Cole Pub. Co

Wilcox, L ; Matthew ; Carole, W. Minor. (1989). Journal of Counseling & Development. The Dual Career Couple : Concern, Benefit, and Counseling Implication. [online]. Tanggal akses : 26 September 2009. Available FTP :

(61)
(62)

Descriptives

Descriptive Statistics

NPar Tests

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

suami isteri

N 26 26

Mean 222.31 229.08

Normal Parameters(a,b)

Std. Deviation 20.045 20.374

Absolute .140 .154

Positive .140 .154

Most Extreme Differences

Negative -.079 -.076

Kolmogorov-Smirnov Z .714 .786

Asymp. Sig. (2-tailed) .687 .567

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

suami 26 191 277 222.31 20.045

isteri 26 199 277 229.08 20.374

Valid N (listwise) 26

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

(63)

Oneway

Test of Homogeneity of Variances

Kep.Pernikahan

Group Statistics

P.Gender N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

suami 26 222.31 20.045 3.931

Kep.Pernikahan

isteri 26 229.08 20.374 3.996

Independent Samples Test

T-Test

Group Statistics

(64)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 Skala Kepuasan Pernikahan Setelah Uji Coba
Tabel 3 Skala Kepuasan Pernikahan Yang Digunakan Saat Penelitian
Tabel 4 Gambaran Subjek Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menyuguhkan tontonan yang mampu mengulas lebih dalam suatu kebudayaan dan memberikan pengetahuan yang lebih luas, Penulis memilih program dokumenter dalam

Pakpak Bharat, kemudian terdakwa dan korban saling menunjang atau tunjang-tunjangan menggunakan kaki mereka, kemudian korban keluar dari kelas menuju lapangan

Tolok ukur kondisi Sosial (sesuai baku mutu/ penera/ volume target Nilai Besaran Parameter Indikator Sosial setelah Pengelolaan Sosial 1 2 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Urutan yang tepat sintesa protein pada pembentukan enzim adalah …. Bila rantai ADN yang melakukan pencetakan RNA d mempunyai urutan kode basa nitrogen : ATG SSA GTG

Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual melalui struktur

Tidak ada pengaruh metode poster terhadap perubahan perilaku jajanan sehat siswa SD X, kecuali untuk perilaku Tindakan responden ada pengaruh perubahan Tindakan

Penelitian ini berjudul: “Pengaruh Lingkungan Kerja, Stres Kerja, Kompensasi dan Kepemimpinan terhadap Motivasi Kerja Karyawan di PT Finansia Multi Finance Cabang Purwokerto.

interaksi yang terjadi antara anak dan orangtua dalam keluarga, dimana interaksi.. ini dapat bersifat langsung maupun tidak langsung yang berfungsi