• Tidak ada hasil yang ditemukan

Korelasi Streptococcus Mutans Dengan Ecc Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di Pendidikan Anak Usia Dini Al-Raudhatul Hasanah Medan Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Korelasi Streptococcus Mutans Dengan Ecc Pada Anak Usia 2-5 Tahun Di Pendidikan Anak Usia Dini Al-Raudhatul Hasanah Medan Tahun 2009"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KORELASI STREPTOCOCCUS MUTANS DENGAN ECC

PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DI PENDIDIKAN ANAK

USIA DINI AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

NANDA ISWA MAYSFERA NIM. 060600017

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak

Tahun 2010

Nanda Iswa Maysfera

Korelasi Streptococcus mutans dengan ECC pada anak usia 2-5 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Al-Raudhatul Hasanah Medan Tahun 2009

xiii + 67 halaman

Early Childhood Caries masih merupakan masalah yang cukup serius

dimasyarakat dan memiliki prevalensi yang cukup tinggi terutama di negara berkembang. ECC di sebabkan oleh multifaktorial etiologi dan Streptococcus mutans

dipercayai menjadi bakteri penyebab utama. Tujuan penelitian untuk mengetahui korelasi antara pengalaman karies dan jumlah Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko terhadap Early Childhood Caries pada anak usia 2-5 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Sampel penelitian ini adalah plak yang berasal dari 30 orang anak usia 2-5 tahun.

Peneitian ini merupakan penelitian analitik dengan observational

cross-sectional. Indeks deft yang digunakan adalah menurut American Academy of

Pediatric Denstistry (AAPD). Streptococcus mutans dihitung dengan colony counter

Analisis Statistik menggunakan uji Korelasi Pearson dan Regresi.

(3)

9589,9 CFU/ml. Jumlah bakteri Streptococcus mutans ini masih termasuk dalam kategori rendah karena < 100.000 CFU/ml. Berdasarkan analisis statistik, terdapat nilai korelasi yang cukup tinggi antara indeks def-t dan jumlah bakteri Streptococcus mutans yaitu 0,958.

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya keparahan ECC maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah Streptococcus mutans.

Bertambahnya nilai 1 def-t akan diikuti dengan kenaikan jumlah Streptococcus mutans sebesar 1828,55.

(4)

KORELASI STREPTOCOCCUS MUTANS DENGAN ECC

PADA ANAK USIA 2-5 TAHUN DI PENDIDIKAN ANAK

USIA DINI AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH :

NANDA ISWA MAYSFERA NIM. 06 06 00017

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Januari 2010

Pembimbing Utama: Tanda Tangan

Yati Roesnawi, drg ………

(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 2 Februari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Essie Octiara, drg., Sp.KGA ANGGOTA : 1. T. Hermina, drg

(7)

KATA PENGANTAR

Saya ucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat dan salam saya sampaikan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita dari zaman kegelapan ke zaman yang penuh dengan cahaya Islam.

Saya sadar sepenuhnya, sebagai manusia saya penuh dengan keterbatasan. Sangat banyak bantuan baik berupa materil maupun moril yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibunda tercinta Hj. Maysarah Bahrum Jamil, Ssos, MM dan ayahanda Alm H. Effendi A.R yang telah begitu bayak melakukan pengorbanan untuk membesarkan, mendidik, memberikan kasih sayang, cinta, bimbingan dan juga telah menjadi penyemangat saya. Terima kasih juga untuk Alm H. Bahrum Jamil SH (Kakek) dan Alm Hj. Tuty Samsmita (nenek) dan abangku Bobi Faisal, dr. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yati Roesnawi, drg selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pemikiran dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi.

2. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

(8)

4. Siti Bahirah, drg., selaku dosen wali yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam bidang akademik kepada penulis.

5. Prof. Trimurni Abidin, drg., SpKG (K) yang telah memberikan masukan yang sangat berarti kepada penulis.

6. Kepala Sekolah, Umi Dini, pengajar dan seluruh murid di Pendidikan Anak usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan.

7. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU teutama bagian Ilmu Kedokteran Gigi Anak yang telah memberikan bantuan dan bimbingan sepada penulis.

8. Prof. Dwi Suryanto dan Seluruh Staf Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU yang turut membantu dalam mengerjakan penelitian ini.

9. Kak Nia, Bang Mitra, Kak Tassa, Bang Gatot, Bang Irfan, Bang Akbar, Bang Andri, Bang Eza, Kak Ade, Bang Agung, Bang Adi Wika, Kak Dian, Kak Fany, Bang Daus, Bang Ranu, Bang Efril, Kak Luthfi, Bang Husni, Bang Widi, Bang Iskandar, Bang Syahbana, Kak Sulfia, Kak Elsa, Kak Ani, Kak Irni, Kak Nita, Kak Marta, Kak Nurul, Bang Adi P, Kak Mala, Kak Citra, Kak Ridha, Adinda-adindaku Coni, Habib, Nuria, Ika, Uta. Seluruh Pengurus dan Keluarga besar HMI Komisariat FKG USU, yang telah memberikan hangatnya kekeluargaan dan mengajariku banyak hal.

(9)

11.Calvin, Kak Ina, Bang Aeri dan Kak Maslah yang ikut membantu penyelesaian skripsi.

12.Seluruh teman-teman angkatn 2006 dan adik-adik 2007, 2008, 2009 terima kasih atas bantuannya.

13.Semua pihak yang telah banyak membantu penulisan yag tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Kesempurnaan hanya milik Allah, kekurangan ada pada manusia. Saya mohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan. Kritik sansaran yang membagun sangat saya harapkan untuk perbaikan kedepan. Penulis juga menghapkan skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua. Yakin Usaha Sampai.

Medan, Januari 2010

Penulis,

Nanda Iswa M

(10)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR DIAGRAM... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

1.5 Hipotesis Penelitian... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Early Childhood Caries... 7

2.1.1 Gambaran Klinis Early Childhood Caries... 10

2.1.2 Etiologi Early Childhood Caries... 13

2.1.3 Faktor Resiko Early Childhood Caries... 19

2.2 Streptococcus mutans... 22

2.2.1 Taksonomi dan Morfologi... 22

2.2.2 Karakteristik Streptococcus mutans... 23

2.2.3 Hubungan Streptococcus mutans dengan Karies... 23

2.2.4 Kerangka Teori... 25

(11)

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian... 27

4.2 Populasi... 27

4.3 Sampel... 27

4.4 Variabel Penelitian... 27

4.5 Defenisi Operasional... 29

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian... 30

4.7 Alat dan Bahan Kerja... 30

4.8 Cara Kerja... 31

4.9 Pengolahan dan Analisis Data... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN... 35

BAB 6 PEMBAHASAN... 54

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN... 61

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tahap inisial ECC... 11

2 Tahap kedua ECC... 12

3 Tahap ketiga ECC... 12

4 Tahap keempat ECC... 13

5 Plak yang telah di swab... 33

6 Hasil swab yang di vortex... 33

7 Media TYCSB yang telah dituang ke cawan petri... 34

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1 Data indeks karies dan jumlah Streptococcus mutans Pada Murid

PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan……… 37 2 Rata-rata dan standard deviasi indeks karies dan jumlah

Streptococcus mutans dada murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah

Medan……… 38 3 Analisis korelasi antara pengalaman karies dan jumlah bakteri

Streptococcus mutans………. 39

4 Analisis regresi antara pengalaman karies dan jumlah bakteri

Streptococcus mutans………. 40

5 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan jenis kelamin……… 41

6 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan umur………. 42

7 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan pendidikan ibu……….. 43 8 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

Berdasarkan Penghasilan Orang Tua………. 44 9 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan usia kelahiran anak……….. 45 10 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan cara kelahiran anak………. 46 11 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan riwayat pemberian ASI……… 48 12 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan frekuensi pemberian ASI………. 49 13 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

(14)

14 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan riwayat pemberian minuman botol………. 52 15 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan usia anak mulai menyikat gigi………... 53 16 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan frekuensi sikat gigi anak……… 54 17 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

berdasarkan penggunaan pasta iigi berfluor………... 55 18 Frekuensi distribusi murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan

(15)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram Halaman

1 Proses terjadinya ECC……… 14

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat informasi kepada orang tua dan pernyataan kesediaan orang tua subjek

2 Lembaran pemeriksaan keadaan gigi-geligi pada rongga mulut subjek 3 Kuesioner orang tua mengenai hubungan faktor resiko terhadap ECC 4 Surat persetujuan komisi etik pelaksanaan penelitian

(17)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Anak

Tahun 2010

Nanda Iswa Maysfera

Korelasi Streptococcus mutans dengan ECC pada anak usia 2-5 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Al-Raudhatul Hasanah Medan Tahun 2009

xiii + 67 halaman

Early Childhood Caries masih merupakan masalah yang cukup serius

dimasyarakat dan memiliki prevalensi yang cukup tinggi terutama di negara berkembang. ECC di sebabkan oleh multifaktorial etiologi dan Streptococcus mutans

dipercayai menjadi bakteri penyebab utama. Tujuan penelitian untuk mengetahui korelasi antara pengalaman karies dan jumlah Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko terhadap Early Childhood Caries pada anak usia 2-5 tahun di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Sampel penelitian ini adalah plak yang berasal dari 30 orang anak usia 2-5 tahun.

Peneitian ini merupakan penelitian analitik dengan observational

cross-sectional. Indeks deft yang digunakan adalah menurut American Academy of

Pediatric Denstistry (AAPD). Streptococcus mutans dihitung dengan colony counter

Analisis Statistik menggunakan uji Korelasi Pearson dan Regresi.

(18)

9589,9 CFU/ml. Jumlah bakteri Streptococcus mutans ini masih termasuk dalam kategori rendah karena < 100.000 CFU/ml. Berdasarkan analisis statistik, terdapat nilai korelasi yang cukup tinggi antara indeks def-t dan jumlah bakteri Streptococcus mutans yaitu 0,958.

Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dengan bertambahnya keparahan ECC maka akan diikuti dengan peningkatan jumlah Streptococcus mutans.

Bertambahnya nilai 1 def-t akan diikuti dengan kenaikan jumlah Streptococcus mutans sebesar 1828,55.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Early Childhood Caries (ECC) yang sering dikenal sebagai karies botol, baby bottle caries, atau babby bottle tooth decay merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius. The American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) mengemukakan sifat unik dan bahaya dari ECC. ECC dapat dijumpai segera setelah erupsi gigi dan berkembang sangat cepat pada permukaan gigi. ECC tidak hanya berdampak pada kesehatan gigi tetapi juga mempengaruhi kesehatan secara luas seperti gangguan pengunyahan, malnutrisi, gangguan gastrointestinal, gangguan pertumbuhan, gangguan artikulasi serta merasa rendah diri terhadap lingkungan sekitar. ECC merupakan penyakit kronik yang paling sering terjadi pada anak-anak bahkan lima kali lebih sering terjadi dibandingkan penyakit asma, tujuh kali dibanding demam dan empat belas kali dibanding kronik bronchitis.1-5

(20)

Sebuah penelitian mengevaluasi kondisi kesehatan rongga mulut anak-anak yang berusia 0-30 bulan di Salvador Brazil menunjukkan prevalensi karies secara keseluruhan sebesar 55,3 %, dan gambaran tersebut bervariasi sesuai dengan umur : 25% pada anak yang berusia antara 0-12 bulan, 51,8% pada anak yang berumur 13-24 bulan dan 71,03 % pada anak dengan usia 25-30 bulan. Data lain juga menunjukan prevalensi yang cukup besar, di Mexico, Rodriguez dkk., menunjukkan prevalensi karies yang tinggi pada anak usia tiga dan lima tahun, dan persentase dari anak usia tiga dan lima tahun yang bebas karies secara berturut-turut sekitar 39 % dan 22 %. Di India (Hubli, Dharwad city), Mahajabeen dkk., menemukan prevalensi karies pada anak usia tiga, empat dan lima tahun adalah 42,6%, 50,7%, 60,9% dengan indeks dmf sebesar 2,31 untuk anak usia tiga tahun, 2,56 untuk anak usia empat dan 2,96 untuk anak usia lima tahun. Penelitian di United States melaporkan 23,7% dari anak usia dua sampai lima tahun memiliki pengalaman karies dan 18,7% anak mempunyai lubang gigi yang tidak dirawat. Mazhar dkk. menunjukan prevalensi ECC dengan lesi kavitas pada anak usia 6-60 bulan di Quchan Iran, sebesar 37% dan meningkat menjadi 595 ketika karies tanpa lesi kavitas diikut sertakan. Berdasarkan penelitian Marinela dkk, insiden ECC di Suceava tahun 2006 sebesar 0,047%. Di UK sekitar 50% dari populasi anak-anak memiliki pengalaman karies pada usia lima tahun.6,8-11

(21)

streptococci) dan nutrisi (karbohidrat yang dapat di fermentasi) merupakan elemen-elemen yang mendukung terjadinya proses karies. AAPD menyebutkan frekuensi konsumsi cairan yang mengandung karbohidrat terfermentasi seperti jus, susu dan soda dapat meningkatkan resiko terjadinya karies.12,13

Rongga mulut menyediakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan dan kolonisasi mutans streptococci dan ketika bakteri ini berinteraksi dengan karbohidrat akan menghasilkan asam organik.14 Penelitian bacteriologic menunjukkan bahwa pada anak yang menderita EEC biasanya dijumpai Streptococcus mutans melebihi 30%.3 Bakteri lain seperti Streptococcus sanguis, Streptococcus sobrinus, Lactobacillus dan Actinomyces spp juga dikatakan memiliki keterkaitan terhadap proses terjadinya karies,2,15-20 namun banyak peneliti mengatakan bahwa kolonisasi dini dari Steptococcus mutans merupakan faktor resiko utama dari terjadinya ECC.5,4,16,17,21,22

Sejak dulu Streptococcus mutans dipercaya dapat berkolonisasi didalam rongga mulut hanya ketika gigi desidui telah ada (Loesche, 1986). Banyak penelitian melaporkan bahwa, awal kolonisasi Streptococcus mutans terjadi setelah gigi desidui erupsi (Masuda et al.,1979), 23 namun penelitian lain mengatakan kolonisasi dari

Streptococcus mutans dapat ditemukan pada anak umur tiga bulan sebelum gigi

desiduinya erupsi (Wan dkk., 2001) dan pada usia enam bulan, hampir 50% dari anak yang lahir prematur dan 60% anak yang lahir normal telah terinfeksi bakteri ini. 21

(22)

anak adalah ibunya sendiri. Streptococcus mutans yang berasal dari saliva ibu diduga menjadi sumber transmisi utama.1,3,15,16,18,24,25

Selain Streptococcus mutans, beberapa faktor resiko juga turut mempengaruhi terjadinya ECC. Kondisi dan struktur dari gigi juga turut mempengaruhi kemungkinan terjadinya karies. Pit dan fisur yang dalam dapat mempermudah terjadinya karies. Pada gigi yang mengalami hipoplasia enamel dipercaya lebih mudah terkena karies.26,27 Penelitian mengatakan bayi yang dilahirkan dengan proses

caesar dan bayi yang dilahirkan prematur beresiko tinggi terkena karies. 27 Frekuensi konsumsi karbohidrat terfermentasi, minum minuman manis menggunakan botol pada saat malam hari, kandungan fluor dalam air minum, kebersihan rongga mulut juga berpengaruh terhadap terjadinya karies.11,13,18,28.27 berdasarkan beberapa penelitian pengaruh sosial ekonomi, pendidikan dan psikologi orang tua juga memiliki andil terhadap proses terjadinya ECC.7,11,25,26,28-30. Pengaruh kebiasaan pemberian ASI ekslusif dan dalam waktu yang lama terhadap terjadinya ECC sampai saat ini masih kontroversial.27, 31-35

(23)

diteliti dari anak yang belajar di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk melihat :

1. Bagaimana korelasi antara jumlah koloni Streptococcus mutans dan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.

2. Bagaimana gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis korelasi antara jumlah koloni Streptococcus mutans dan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.

2. Melihat gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman ECC pada anak usia 2-5 tahun.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat : 1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan

(24)

2. Manfaat untuk masyarakat

Memberikan informasi pada ibu dan anaknya mengenai adanya korelasi jumlah koloni Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman karies pada anak agar memotivasi ibu dan anak untuk menjaga kebersihan rongga mulutnya.

3 Manfaat secara Klinis

Memberikan informasi tentang adanya korelasi jumlah koloni Streptococcus mutans dan gambaran pengaruh faktor resiko dengan pengalaman karies pada anak sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan karies berdasarkan jumlah koloni

Streptococcus mutans pada anak.

1.5 Hipotesis Penelitian

(25)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Early Childhood Caries

Early Childhood Caries adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah karies botol atau nursing caries yang digunakan sebelumnya untuk menjelaskan suatu bentuk karies rampan pada gigi sulung yang disebabkan oleh penggunaan susu botol atau cairan lainnya termasuk karbohidrat dalam jangka waktu yang lama.10 Baby Bottle Tooth Decay (BBTD) telah dijelaskan lebih kurang 37 tahun lalu sebagai karies yang mengenai seluruh gigi desidui anterior rahang atas, molar satu desidui rahang atas dan bawah dan kaninus desidui rahang bawah. Keempat gigi desidui anterior rahang bawah tidak terinfeksi karies. Hal ini disebabkan oleh karena, anak-anak yang menderita karies ini meminum susu ataupun minuman mengandung gula di dalam botol selama tidur. Penggunaan botol bayi memiliki pengaruh terhadap terjadinya karies karena dot botol bayi menutup akses incisivus desidui anterior maksila terhadap aliran saliva, sementara itu incisivus desidui mandibula berada dekat dengan kelenjar saliva dan terlindungi dari cairan manis yang diminum bayi oleh adanya lidah dan juga dot botol bayi tersebut.32

(26)

dengan bakteri yang berasal dari ibunya, dan persamaan ini ditemukan pada plak dental anak yang berumur empat belas bulan.36

ECC merupakan bagian dari karies gigi yang progresif terjadi segera setelah gigi anak erupsi, prosesnya sangat cepat berkaitan dengan infeksi yang menyeluruh dan berhubungan dengan diet serta mungkin saja berdampak buruk pada pertumbuhan anak.3 National Institude of Dental and Craniofasial Research

(NIDCR) mengeluarkan definisi ECC yaitu adanya satu atau lebih karies pada permukaan gigi desidui.37 ECC juga didefinisikan sebagai bentuk karies yang destruktif pada anak. Ada pula yang mendefinisikan ECC adalah adanya minimal satu gigi insisivus desidui maksila yang terkena karies, hilang, atau ditambal karena karies.38 Definisi ECC yang dikeluarkan oleh AAPD adalah satu atau lebih karies (tanpa kavitas atau lesi), adanya gigi yang hilang karena karies atau gigi yang ditambal pada gigi desidui anak usia 0-71 bulan.1,5,32 Berdasarkan defenisi ini, istilah

severe ECC (S-ECC) diadopsi sebagai pengganti istilah Rampan Karies, yang

ditandai dengan salah satu kriteria sebagai berikut : a) adaya tanda dini terjadinya karies di permukaan gigi pada anak dibawah 3 tahun; b) dijumpainya lubang (decayed), gigi yang hilang karena karies (missing) maupun tambalan (filled) pada permukaan anteroposteror dari gigi desidui pada anak yang berusia 3-5 tahun; c) indeks dmft lebih besar atau sama dengan empat pada anak berumur 3 tahun, lima pada anak usia empat tahun dan enam pada anak usia lima tahun.32

Hampir seluruh penelitian mengenai proses terjadinya karies mendukung teori

(27)

karies diawali dengan fermentasi dari konsumsi gula menjadi asam organik oleh mikroorganisme di dalam plak yang melekat pada permukaan gigi. Pembentukan asam organik akan terjadi sangat cepat, ketika pH pada permukaan enamel berada di bawah pH kritis maka pada saat itulah kerusakan struktur gigi dimulai. Ketika kadar gula yang tersedia berkurang, pH plak akan meningkat seiring dengan pengurangan pembentukan asam dan pada saat ini remineralisasi enamel terjadi. Karies dental sendiri terjadi apabila proses demineralisasi yang terjadi pada permukaan gigi tidak dapat diimbangi dengan proses remineralisasinya.6

EEC masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan upaya pencegahan terhadap penyakit ini merupakan prioritas utama sejak diketahuinya efek ECC terhadap maloklusi gigi permanen dan menyebabkan masalah fonetik.32 Beberapa penelitian cross-sectional lainnya menunjukkan interaksi kompleks antara faktor sosial ekonomi dan terjadinya ECC.7 Di negara maju, frekuensi rata-rata ECC bekisar 1-12% sedangkan di negara berkembang frekuensi rata-rata ECC berkisar 70% dari populasi anak prasekolah.9 Di Brazil , The Oral Health Project – 2003 menunjukan 27 % dari anak yang berusia 18-36 bulan dan hampir 60% dari anak yang berusia lima tahun telah memiliki setidaknya satu gigi desidui yang terkena karies.32

(28)

yang berusia 3-5 tahun adalah 12%.3 Di California, prevalensi ECC dijumpai lebih tinggi di beberapa masyarakat berpenghasilan rendah dan etnik tertentu. Penelitian oleh Pollick dkk (1999) dan Shiboski dkk (2003) menunjukan prevalensi karies sebesar 14 % dari seluruh anak usia prasekolah, tetapi prevalensi lebih besar didapati dari keluarga berpenghasilan rendah yang tergabung dalam program The Head Start, 44 % orang Asia dan 39% orang Latin.

Penelitian yang dilakukan di Santiago, Chili pada anak prasekolah didapat hasil hanya 43,2% yang bebas karies. Data yang diperoleh dari Benua Afrika menunjukan persentase anak-anak umur tiga, empat dan lima tahun yang menderita karies di Provinsi Mpumalanga Afrika Selatan sebesar 25,4%, 55,8% dan 53,4 %. Ferro et al., melaporkan prevalensi karies dan rata-rata indeks dmft pada anak-anak usia prasekolah di Veneto Italia sebesar 13,28% dan 0,53 pada anak usia tiga tahun, 18,95% dan 0,83 pada anak usia empat tahun dan 26,9% dan 1,34 pada anak usia lima tahun. 8

2.1.1 Gambaran Klinis Early Childhood Caries

Menurut literatur gambaran klinis ECC terdiri dari empat tahap yaitu:38 a. Tahap inisial

(29)

Lesi karies yang terjadi pada tahap ini bersifat reversibel. Namun, orang tua dan dokter sering kali mengabaikannya. Lesi ini dapat didiagnosis dengan jelas setelah seluruh permukaan gigi dikeringkan.

Gambar 1. Tahap Inisial ECC.39

b. Tahap kedua

Tahap kedua terjadi pada saat anak mencapai usia enam belas sampai dua puluh empat bulan. Pada tahap ini dentin sudah mulai terinfeksi ketika lesi putih berkembang dengan cepat sehingga mengakibatkan kerusakan yang parah pada permukaan enamel. Dentin terpapar dan terlihat lunak serta berwarna kuning. Molar desidui maksila terkena lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal dan oklusal.

(30)

Gambar 2. Tahap Kedua ECC.38 c. Tahap ketiga

Tahap ini terjadi saat usia anak 20-36 bulan. Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi. Anak akan mengeluh sakit saat mengunyah dan menyikat gigi. Pada malam hari anak akan merasa kesakitan spontan.

Pada tahap ini, molar desidui maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar desidui mandibula dan kaninus desidui maksila pada tahap inisial.

(31)

d. Tahap keempat

Tahap ini terjadi ketika anak sudah berusia 30-48 bulan. Mahkota gigi anterior maksila sudah fraktur akibat dari rusaknya enamel dan dentin. Pada tahap ini insisivus desidui maksila biasanya sudah nekrosis dan molar desidui maksila berada pada tahap tiga. Molar kedua desidui dan kaninus desidui maksila serta molar pertama desidui mandibula pada tahap kedua. Anak sangat menderita, susah mengekspresikan rasa sakitnya, susah tidur, dan tidak mau makan

Gambar 4. Tahap Keempat ECC.38

2.1.2 Etiologi Early Childhood Caries

(32)

Faktor-faktor tersebut mempengaruhi keseimbangan antara demineralisasi dan juga remineralisasi struktur enamel gigi yang pada akhirnya menyebabkan karies.

Diagram 1. Proses terjadinya ECC.1

2.1.2.1 Host

(33)

gugusan kristal terpenting yaitu hidroksil apatit. Proses karies pada gigi sulung lebih cepat dibanding gigi tetap, hal ini terjadi karena gigi sulung mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit dbanding gigi tetap dan ketebalan enamel gigi sulung hanya setengah dari gigi tetap. Faktor genetik dapat mempengaruhi anatomi dari gigi baik mempengaruhi bentuk pit dan fisur gigi, perubahan enamel gigi, dan berpengaruh terhadap level pH (tingkat keasaman) dari saliva. Anatomi dari gigi desidui juga dapat mempengaruhi kemungkinan terjadinya karies. Malposisi, pit dan fisur yang dalam dapat memperbesar kemungkinan terjadinya karies. Plak juga lebih mudah melekat pada permukaan gigi yang kasar dan mempercepat perkembangan karies. 13,40

(34)

karena struktur gigi terdiri dari kalsium dan fosfat, konsentrasi kalsium dan fosfat dalam saliva juga berperan mencegah terjadinya karies.6,32,41

Faktor-faktor yang mempengaruhi pada saat kehamilan seperti demam atau penyakit lainnya, malnutrisi, kekurangan zat besi, stress, atau penggunaan antibiotik dapat menyebabkan perkembangan dari kelainan enamel pada gigi bayi, yang dikenal sebagai hypoplasia. Kelainan dari enamel juga merupakan faktor resiko yang dapat mempermudah terjadinya karies. Anak-anak dengan kelainan enamel menunjukan resiko terjadinya karies lima kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. Resiko terjadinya karies yang lebih tinggi ditunjukkan oleh anak yang menderita enamel hipoplasia (Li et al., 1996). 26,40

2.1.2.2 Substrat atau diet

AAPD mengatakan bahwa frekuensi konsumsi minuman yang mengandung karbohidrat terfermentasi seperti susu, jus dan soda dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya karies.12 Konsumsi karbohidrat terfermentasi dapat mempengaruhi pembentukan asam dan menyebabkan demineralisasi dan terjadinya karies pada permukaan gigi.13

(35)

Kebiasaan pemberian nutrisi melalui botol bayi selama bayi tertidur dapat meningkatkan resiko terjadinya ECC. Hal ini mungkin diakibatkan kebersihan rongga mulut yang tidak baik dan juga menurunnya laju aliran saliva pada saat anak tertidur.3

Peran pemberian ASI ataupun kebiasaan menyusui pada bayi sebagai faktor resiko terjadinya karies sendiri masih kontroversial. Beberapa peneliti seperti Rugg-Gunn dkk. (1985); Thomson dkk. (1996); Bowen dan Lawrence (2005), menyatakan bahwa ASI memiliki sifat kariogenik lebih tinggi dibandingkan dengan susu sapi. Penelitian di Swedia menemukan bahwa anak-anak yang masih menyusui pada umur 18 bulan memiliki resiko karies lebih tinggi dibandingkan anak-anak dengan jangka waktu menyusui lebih pendek. Birkhed et al. menunjukan ASI dan susu sapi dapat menurunkan nilai pH plak dental. Streptococcus sendiri dapat memfermentasi laktosa apabil frekuensi kontak dengan susu cukup tinggi. Berdasarkan hal ini Birkhed et al. mengambil kesimpulan bahwa kebiasaan menyusui dapat memberikan dampak pada karies apabila dilakukan dalam jangka waktu yang panjang. Tetapi walaupun begitu, pemberian ASI dalam kondisi yang normal tidak menyebabkan dampak klinik, kecuali terjadi penurunan laju aliran saliva seperti pada saat tidur dan penderita xerestomia.25,32,33

(36)

direkomendasikan untuk melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih. Oleh karena itu, seorang dokter gigi seharusnya memberikan solusi kepada ibu menyusui untuk tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayinya namun didukung dengan perhatian terhadap kebersihan rongga mulut bayi sedini mungkin.33,34

2.1.2.3 Mikroorganisme pada dental plak

Dental plak adalah lapisan microbial biofilm yang mengandung ratusan mikroorganisme yang berada di rongga mulut dan melekat di permukaan gigi. Menurut Dawes dkk (1963), plak dental adalah lapisan lembut yang melekat pada permukaan gigi yang tidak dapat dibersihkan dengan mudah hanya dengan mengunakan air. Diperkirakan dari setiap 1 mm3 plak dental, dan sekitar 1 mg plak dental terdapat sekitar lebih dari 200 miliar bakteri (Schele, 1994). Mikroorganisme lain seperti mikoplasma, jamur, dan protozoa juga dijumpai di plak matang.19,42

Banyak penelitian yang menghubungkan bakteri Streptococcus mutans

dengan terjadinya karies, dan beberapa penelitian laboratorium menunjukan kemampuan bakteri Stretpococcus mutans untuk memproduksi asam yang menyebabkan karies. Selain itu, bakteri penghasil asam lainnya yaitu Streptococcus

sobrinus juga dihubungkan dengan penyebab terjadinya karies, walaupun

(37)

Penelitian bakteriologi menunjukan bahwa pada anak-anak yang menderita ECC ditemukan 30 % bakteri Streptococcus mutans pada plak dentalnya. Sebaliknya, hanya ditemukan sekitar 10 % bakteri S. mutans pada anak-anak yang tidak menderita karies.3 Streptococcus mutans dipercaya sebagai bakteri terpenting yang berperan terhadap proses awal terjadinya karies.2,3 Selanjutnya, setelah terjadi karies enamel peran Lactobacilli meningkat. Selama proses karies berlangsung, ketika pH menurun dibawah level kritis yaitu sekitar 5,5, asam akan diproduksi dan dimulailah proses demineralisasi enamel. Proses ini akan berlangsung sekitar dua puluh menit atau lebih tergantung dari kandungan substrat yang tersedia.32

2.1.2.4 Waktu

Ketika asam dihasilkan kristal enamel akan rusak dan terjadi kavitas. Proses ini bisa terjadi selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun Di rongga mulut akan selalu terjadi proses demineralisasi dan remineralisasi.41

Rentang waktu antara kolonisasi bakteri Streptococcus mutans dengan proses terjadinya karies sekitar 13 - 16 bulan. Pada bayi yang memiliki resiko karies tinggi seperti bayi yang lahir prematur, atau lahir dengan berat badan di bawah normal dan bayi dengan gigi yang hipomineralisasi rentang waktunya dapat lebih sempit lagi.1

2.1.3 Faktor Resiko Early Childhood Caries

(38)

pada keseimbangan antara bakteri yang menyerang agen (pada umumnya Mutans streptococci), ketahanan dari host (kekuatan struktur enamel, saliva, unsur protektif) dan juga faktor lingkungan (sosial, kultural, demografi, kebiasaan, dan status ekonomi). ECC biasanya dijumpai pada anak-anak yang berasal dari keluarga dengan penghasilan rendah ataupun anak-anak yang berasal dari ras minoritas dan keluarga imigran, anak yang diasuh oleh orang tua tunggal, anak dari orang tua yang berpendidikan rendah dan anak yang dilahirkan dari ibu yang memiliki penyakit tertentu.7,18,28,32,33 Di negara yang belum berkembang, pengalaman karies pada anak sering dihubungkan dengan penghasilan orang tua, malnutrisi, dan juga tingginya kemungkinan infeksi pada anak. (Pascoe dan Seow, 1994).26

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh KB Hallet tahun 2003, anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang memiliki satus sosio-ekonomi rendah (penghasilan dibawah $ 35.000) dan berasal dari keluarga non-Caucasian memiliki kemungkinan terkena ECC dua kali lebih besar pada usia prasekolah. Status sosial ekonomi yang rendah mempengaruhi terjadinya ECC dari beberapa segi. Menurut Chen, keluarga yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah kurang menaruh perhatian kepada kesehatannya, penyakit yang diperoleh dianggap sudah merupakan nasib yang harus diterima. Sehingga penyakit yang berhubungan dengan gigi dianggap tidak memerlukan perhatian khusus.7

(39)

oleh ibu dibawah usia 25 tahun dan pada anak kelahiran keempat atau lebih memiliki resiko karies lebih besar. Oleh karena kurangnya pengetahuan dan juga perhatian terhadap kesehatan, ibu tunggal yang masih muda biasanya memiliki kebiasaan yang kurang baik terhadap kesehatan dibandingkan ibu dengan usia lebih tua dan memiliki pasangan.7

Bayi yang dilahirkan dengan berat badan kurang dan bayi prematur diperkirakan memiliki level kolonisasi Streptococcus mutans yang tinggi.32 Beberapa pendapat menyatakan bahwa bayi yang dilahirkan melalui cesar, bayi prematur, bayi dari ibu yang merokok memiliki resiko tinggi terkena karies.40 Malnutrisi dapat menyebabkan hipoplasia enamel, dan seperti anemia akibat kekurangan zat besi, malnutrisi juga dapat menurunkan produksi saliva dan menurunkan kapasitas buffer. Malnutrisi pada anak masih merupakan permasalahan utama di Brazil, terutama di bagian utara dan timur laut, yang mungkin berkontribusi terhadap besarnya kasus gigi berlobang.32 Malnutrisi dapat menunda erupsi gigi dan mempengaruhi komposisi struktur gigi permanen dan tulang yang akan meningkatkan prevalensi karies.25

(40)

Kebiasaan menyikat gigi memiliki hubungan yang kuat dengan proses terjadinya karies (Pienihakkinen dkk., 2004; Routtinen dkk., 2004).Oral Hygine yang baik merupakan hal yang penting bagi anak. Ketika gigi permanen mulai tumbuh, orang tua harus menyikat gigi anak minimal dua kali sehari menggunakan sikat gigi yang kecil dan lembut. Orang tua harus mengawasi dan memperhatikan cara anak menyikat giginya sampai usia anak sekitar tujuh tahun dan sudah mampu membersihkan gigi mereka dengan baik. Fluor memiliki peran pentng dalam pertumbuhan gigi anak. Fluor dapat meningkatkan kualitas dan kekuatan dari enamel gigi dan menciptakan lebih banyak permukaan yang resisten terhadap asam di permukana gigi. Fluor dapat menurunkan insiden terjadinya karies sekitar 50-70%. Oleh karena itu, kandungan fluor dalam pasta gigi dan air minum juga penting untuk diperhatikan.11,25,32,40

2.2 Streptococcus mutans

2.2.1 Taksonomi dan Morfologi

Streptococcus mutans seperti telah disebutkan di atas merupakan bakteri utama penyebab karies. 2,15,16,19,22-24 S. mutans masuk ke dalam genus mutans streptococci. Streptococcus mutans merupakanbakteri gram positif. 25

(41)

2.2.2 Karakteristik Streptococus mutans

Streptococcus mutans bersifat acidogenik dan acidurik yang berkolonisasi di rongga mulut dan berhubungan dengan perkembangan karies.23 Bakteri ini dapat membentuk sistem pertahanan untuk melindungi diri atau mendominasi ekosistem mikroba dalam rongga mulut. Streptococcus mutans tumbuh pada pH yang sangat rendah yaitu sekitar 4,5. Pada level pH ini, tidak hanya akan menambah sifat kariogenik dari bakteri Streptococcus mutans tetapi juga akan membunuh bakteri lain yang tidak bersifat kariogenik. Streptococcus mutans seperti bakteri gram positif lainnya, memproduksi antibiotiknya sendiri yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.25

2.2.3 Hubungan Streptococcus mutans dengan Karies

Sejak lama diyakini bahwa bakteri Streptococcus mutans merupakan bakteri penyebab utama karies. Menurut Loesche (1986), Carlsson dkk (1987) bakteri

Streptococcus mutans lebih banyak dijumpai pada plak gigi dibandingkan

Streptococcus sobrinus.16 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khisi M dkk

(2009) dijumpai bakteri Streptococcus mutans pada 31 anak dari 54 anak berumur 2-5 tahun yang dijadkan subjek penelitian atau sekitar 57,4%. Skor dft yang didapati pada anak yang memiliki kolonisasi Streptococcus mutans pada plaknya juga lebih tinggi dibandingkan yang tidak.24

(42)

per milimeter, maka individu tersebut diduga memiliki resiko tinggi terkena karies (Klock and Krasse, 1976).41 Menurut Kohler dkk. 89% anak-anak yang dijumpai kolonisasi Streptococcus mutans pada usia 2 tahun memiliki aktivitas karies yang tinggi pada usia 4 tahun.3

Streptococcus mutans dapat terus bertahan di rongga mulut dengan

membentuk kolonisasi yang melekat pada permukaan gigi ataupun hidup bebas dalam saliva.3 Reservoir utama Streptococcus mutans pada anak adalah ibunya.1,3,15,25,41 Konsep ini lahir berdasarkan beberapa penelitian klinis yang mengisolasi bakteri

Streptococcus mutans dari ibu dan anaknya dan keduanya menunjukan gambaran

bacteriocin, plasmid, dan cromosom DNA yang identik. Berkowitz dkk

melaporkanan bahwa frekuensi infeksi infan akan lebih besar 9 kali ketika level organisme di dalam saliva ibu lebih besar dari 105 CFU/mL.3

(43)

2.2.4 Kerangka Teori

EARLY CHILDHOOD

CARIES Fermentasi Karbohidrat

Host (Struktur Gigi)

Mikroorganisme

Streptococcus mutans

Demineralisasi

Faktor Resiko Internal dan Eksternal

Umur, Jenis Kelamin, Pola makan, Sosial ekonomi, Pendidikan, Populasi minoritas,

Transmisi S.mutans, Enamel Hipoplasia,Kebiasaan menyusui, Status

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

Early Childhood Caries

Host Mikroorganisme Substrat Waktu

Faktor Resiko Internal : 1. umur

2. jenis kelamin

Faktor Resiko Eksternal : 1.pola makan dan nutrisi 2.saliva

3.transmisi bakteri dari rongga mulut ibu

4.Kebiasaan menyusui 5.penggunaan fluor

6.latar belakang sosial ekonomi 7.populasi minoritas

8.pendidikan

10.status kelahiran anak 11. oral hygiene

12. kelainan struktur enamel STATUS

KARIES

Jumlah

(45)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional cross-sectional.

4.2 Populasi

Populasi penelitian ini adalah anak yang berusia 2-5 tahun, melakukan pendidikan di Pendidikan Anak Usia Dini Al - Raudhatul Hasanah Medan. Sampel pada penelitian ini dengan mengikut sertakan seluruh anak yang menderita karies.

Kriteria inklusi :

- anak yang berusia 2-5 tahun

- anak berada pada periode gigi desidui

- keadaan umum anak baik dan tidak mengkonsumsi obat-obatan Kriteria eksklusi :

- anak yang tidak mendapatkan persetujuan dari orang tua - anak yang menolak untuk diperiksa.

4.3 Sampel

Besar sampel penelitian ini adalah seluruh anak yang bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan sebanyak 30 orang.

4.4 Variabel Penelitian

(46)

b. Variabel tergantung (efek): Jumlah koloni Streptococcus mutans pada anak

c. Variabel terkendali : Anak yang bersekolah di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ar-Raudhatul Hasanah Medan, umur, jenis kelamin.

d. Variabel tidak terkendali : Pola makan dan nutrisi, saliva, transmisi bakteri, kebiasaan menyusui, fluor, sosial ekonomi, pendidikan, status kelahiran, oral hygine, kelainan struktur enamel.

Diagram 2. Identifikasi variabel penelitian

Variabel tergantung

- Jumlah koloni S. mutans

pada anak Variabel bebas

Pengalaman ECC pada anak : - Rendah (def-t ≤ mean-sd) - Sedang (mean-sd < deft <

mean+sd )

- Tinggi (def-t ≥ mean+sd) Variabel terkendali

- Anak yang besekolah di PAUD Ar-Raudhaul Hasanah Medan, Umur, Jenis Kelamin

Variabel tidak terkendali :

(47)

4.5 Definisi Operasional

4.5.1 ECC adalah satu atau lebih karies (tanpa kavitas atau lesi), adanya gigi yang hilang karena karies atau adanya gigi yang ditambal pada gigi desidui anak 0-71 bulan. Berdasarkan rata-rata indeks def-t murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan, pengalaman karies dibagi menjadi :

1. Pengalaman karies rendah pada ECC adalah anak dengan nilaid def-t

≤ mean-sd (def-t ≤ 5,66-5,02)

2. Pengalaman karies sedang pada ECC adalah anak dengan nilai mean-sd < deft < mean+mean-sd (5,66-5,02 < def-t < 5,66 +5,02)

3. Pengalaman karies tinggi pada ECC adalah anak dengan nilai deft ≥ mean +sd (def-t ≥ 5,66+5,02)

4.5.2 Indeks deft yang digunakan adalah menurut AAPD :

d=decayed=gigi dengan lesi karies dengan atau tanpa kavitas dan masih dapat ditambal

e=extracted=gigi yang proses kariesnya sudah sedemikian rupa sehingga tidak mungkin dapat ditambal lagi dan atau gigi yang hilang karena karies f=filled=gigi yang mempunyai satu atau lebih tambalan yang sempurna t=tooth= gigi

4.5.3 Usia 2-5 tahun adalah usia sesuai penanggalan kelahiran yang berumur di antara 24 bulan sampai 71 bulan.

4.5.4 Jumlah koloni Streptococcus mutans adalah jumlah koloni

(48)

suasana aerob diinkubasi pada suhu 370 C kemudian yang dihitung dengan counter colony.

4.5.5 Media adalah TYCSB yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Air Langga dengan melarutkan 98 gr TYCSB dalam 1 L air. Didiamkan selama 10 menit, diaduk dan dimasukkan ke autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C. Didinginkan sampai suhu 47 0C dan diaduk sebelum dituang ke cawan petri dan kemudian keringkan permukaan agar.

4.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu :

a. Pendidikan Anak Usia Dini Ar- Raudhatul Hasanah Medan b. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Sumatera Utara Waktu melakukan penelitian ini lebih kurang 4 bulan.

4.7 Alat dan bahan kerja

a. Alat penelitian : 1. Tiga serangkai

2. Masker 3. Gelas 4. Senter

5. Sarung tangan 6. Cotton steril

7. Box cooler

(49)

9. Kompor 10.Autoklaf 1 unit 11.Colony counter

12.Ose

13.Lampu spiritus 14.Pinset

15.Cawan Petri 16.Tabung reaksi 17.Rak tabung reaksi 18.Gelas ukur 19.Vortex

b. Bahan penelitian 1. Dettol

2. Alkohol 3. Media TYCSB 4. Aquadest

5. Larutan NaCL 0,9 %

6. Plak

4.8 Cara Kerja

(50)

b. Subjek yang sudah dikelompokkan dipilih menjadi sampel kemudian diambil plaknya.

c. Plak diambil pada pagi hari antara pukul 08.00 WIB-10.00 WIB menggunakan metode swab pada seluruh permukaan gigi sampel dengan memakai

cotton steril.

d. Cotton steril diletakkan di tabung apendof 5 mL yang mengandung 2mL NaCl 0,9 % dan disimpan dalam cooler box sebelum dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU dan disimpan pada suhu 4 0C sampai dibiakkan.

Gambar 5. Plak yang telah di swab.

(51)

Gambar 6. Plak yang di vortex.

(52)

f. Cawan petri diinkubasi selama 48 jam dalam suhu 370 C dalam kondisi aerob

Gambar 8. Inkubator

g. Setelah itu koloni pada cawan petri dihitung dengan menggunakan colony counter.

4.9 Pengolahan dan Analisis Data

(53)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini di lakukan pada bulan September sampai dengan Desember 2009 di Pendidikan Anak Usia Dini Ar-Raudhatul Hasanah Medan dengan jumlah murid sebanyak 35 orang. Tetapi, lima orang anak diantaranya tidak menjadi subjek penelitian karena menolak untuk diperiksa dan orang tuanya tidak mengizinkan.Sehingga anak yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang.

5.1 Korelasi Antara Status Karies dan Jumlah Streptococcus mutans

Pada Murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan.

Setelah dilakukan pemeriksaan klinis untuk melihat indeks karies dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat jumlah bakteri Streptococcus mutans

didapati bahwa def-t yang paling rendah adalah 0 (bebas karies) sebanyak 4 orang dan def-t yang paling tinggi adalah 16 sebanyak 2 orang. Jumlah Streptococcus

mutans yang paling rendah adalah 440 CFU/ml dan jumlah Streptococcus mutans

(54)

Tabel 1. DATA INDEKS KARIES DAN JUMLAH STREPTOCOCCUS MUTANS

PADA MURID PAUD AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

No. urut sampel Indeks deft Jlh S. mutans

(55)

Tabel 2. RATA-RATA DAN STANDARD DEVIASI INDEKS KARIES DAN JUMLAH STREPTOCOCCUS MUTANS PADA MURID PAUD AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

indeks karies 30 .00 16.00 5.6667 5.02637

strep. mutans 30 460.00 29920.00 11824.0000 9589.90187

Dari hasil analisis statistik didapati bahwa Sig 2 tailed (0,000) < α (0,05) hal ini menunjukan adanya hubungan antara pengalaman karies dan jumlah

(56)

Tabel 3. KORELASI ANTARA PENGALAMAN KARIES DAN JUMLAH BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS

indeks karies strep. mutans

indeks karies Pearson Correlation 1 .958**

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

strep. mutans Pearson Correlation .958** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 30 30

**. Korelasi signifikan

Berdasarkan analisis regresi antara def-t sebagai variabel bebas dan jumlah

(57)

Tabel 4. ANALISIS REGRESI ANTARA PENGALAMAN KARIES DAN JUMLAH BAKTERI STREPTOCOCCUS MUTANS

Koefisiena

Model

Unstandardized Coefficients

t Sig.

B Std. Error

1 Konstanta 1462.198 773.786 1.890 .069

def-t 1828.553 102.913 17.768 .000

a. Variabel tergantung : Streptococcus mutans

5.2Gambaran Faktor Resiko Terhadap Pengalaman Karies

Dari keseluruhan murid yang berusia 2-5 tahun di PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan terdapat 4 orang anak yang memiliki karies dengan kategori rendah sebanyak 4 orang (13,3%), 17 orang (56,7%) anak dengan kategori karies sedang dan dijumpai 9 orang (30%) anak dengan kategori karies tinggi. (tabel 5)

Tabel 5. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES PADA MURID PAUD AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Total N 4 17 9 30

% dari Total 13.3% 56.7% 30.0% 100.0%

(58)

tinggi 4 dari 14 orang anak (28,4 %) sedangkan pada kelompok anak perempuan terdapat 5 (31,3%) dari 16 orang anak dengan kategori karies tinggi (tabel 6).

Tabel 6. .FREKUENSI DISTRIBUSI MURID PAUD AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Jenis Kelamin

laki-laki N 1 9 4 14

% dari Jenis Kelamin

7.1% 64.3% 28.6% 100.0%

% dari Total 3.3% 30.0% 13.3% 46.7%

Perempuan N 3 8 5 16

% dari Jenis Kelamin

18.8% 50.0% 31.3% 100.0%

% dari Total 10.0% 26.7% 16.7% 53.3%

(59)

Tabel 7. FREKUENSI DISTRIBUSI MURID PAUD AR-RAUDHATUL HASANAH MEDAN BERDASARKAN UMUR.

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Umur 2 tahun N 0 4 0 4

(60)

Tabel 8. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN

(61)

Tabel 9. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN PENGHASILAN ORANG TUA

Total anak terkena karies pada anak-anak yang dilahirkan dalam usia prematur adalah sebanyak 3 orang anak (10 %). Dua orang diantaranya termasuk dalam golongan karies sedang dan 1 orang termasuk kategori karies tinggi. Sedangkan pada anak yang dilahirkan pada usia normal terdapat 27 orang anak yang terkena karies (90 %), 4 dari 27 orang anak termasuk kategori rendah (14,8 %), 15 orang termasuk kategori sedang (55,6 %) dan 8 orang diantaranya termasuk kategori karies tinggi (29,6 %) (tabel 10).

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

(62)

Tabel 10. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN USIA KELAHIRAN ANAK

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Status

Kelahiran Anak

Prematur N 0 2 1 3

% dari Status Kelahiran Anak

.0% 66.7% 33.3% 100.0%

% dari Total .0% 6.7% 3.3% 10.0%

Normal N 4 15 8 27

% dari Status Kelahiran Anak

14.8% 55.6% 29.6% 100.0%

% dari Total 13.3% 50.0% 26.7% 90.0%

Jumlah anak yang dilahirkan secara operasi caesar yaitu 22 orang (73,3 %) lebih banyak dari pada yang dilahirkan secara normal sebanyak 8 orang anak (26,7%). Tujuh (31,8%) dari 22 orang anak yang dilahirkan dengan operasi caesar

(63)

Tabel 11. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN CARA KELAHIRAN ANAK

Berdasarkan riwayat pemberian ASI, anak-anak yang diberikan ASI sampai umur 12 bulan menunjukkan angka yang paling banyak yaitu sebanyak 14 orang (46,7%) dari total keseluruhan 30 orang anak. Jumlah anak yang paling sedikit terdapat pada kelompok anak yang tidak diberikan ASI dan juga diberikan ASI sampai dengan dibawah 6 bulan yaitu sebanyak 4 orang (13,3%) dari total keseluruhan. Pada anak yang tidak diberikan ASI, 2 (50%) dari 4 orang anak termasuk dalam kategori karies tinggi. Hal ini berbeda pada kelompok anak yang diberikan ASI sampai umur lebih dari 12 tahun. Terdapat 4 (28,6%) dari 14 orang anak yang termasuk kategori karies tinggi, 7 orang (50 %) termasuk kategori karies sedang dan 3 orang (21,4%) termasuk kategori karies rendah (tabel 12)

Kategori Mean

Total rendah sedang tinggi

Cara Kelahiran Anak

Normal N 1 5 2 8

% dari Cara Kelahiran Anak

% dari Cara Kelahiran Anak

13.6% 54.5% 31.8% 100.0%

(64)

Tabel 12. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI

Apabila dilihat dari frekuensi pemberian ASI, jumlah anak yang terkena karies paling banyak pada kelompok anak yang di berikan ASI 6 sampai lebih dari 7 kali sehari yaitu sebanyak 19 orang (63,3 %). Pada kelompok ini 2 (10,5%) dari 19 orang termasuk kategori karies rendah, 11 orang (57,9%) termasuk karies sedang dan 6 orang (31,6%) lainnya termasuk dalam kategori karies tinggi. Jumlah anak terkena karies paling sedikit terdapat pada kelompok anak yang diberikan ASI lebih sedikit

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

(65)

dari 3 kai sehari yaitu sebanyak 2 orang (6,7 %) dan termasuk kategori karies sedang (tabel 13).

Tabel 13. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN FREKUENSI PEMBERIAN ASI

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Durasi

(66)

sambil tertidur terdapat 2 (20%) dari 10 orang anak yang termasuk kedalam kategori kategori karies tinggi (tabel 14).

Tabel 14. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN PEMBERIAN ASI SAMBIL ANAK TERTIDUR

Kategori Mean

Total rendah sedang tinggi

Menyusui

(67)

Tabel 15. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN RIWAYAT PEMBERIAN MINUMAN BOTOL

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Riwayat

(68)

(22,7%). Jumlah anak-anak yang terkena karies paling sedikit terdapat pada kelompok anak yang mulai menyikat gigi di bawah 2 tahun yaitu sebanyak 1 orang dan termasuk kedalam kategori karies tinggi (tabel 16).

Tabel 16. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN USIA ANAK MULAI MENYIKAT GIGI

Berdasarkan frekuensi penyikatan gigi anak, anak-anak pada kelompok anak yang menyikat gigi kurang dari 2 kali sehari menunjukkan jumlah yang paling banyak yaitu 13 orang (43,3 %), dimana 3 orang (21,3%) dari 13 diantaranya temasuk kategori karies rendah, 5 (38,5%) orang termasuk kategori karies sedang dan 5 orang (38,5%) termasuk kategori karies tinggi. Sedangkan jumlah anak terkena karies paling sedikit terdapat pada kelompok anak yang menggosok gigi lebih dari 2 kali

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

(69)

sehari yaitu sebanyak 7 orang (23,3%). Dimana 6 orang termasuk kategori karies sedang (87,1%) dan 1 orang (14,3%) termasuk kategori karies tinggi (tabel 17).

Tabel 17. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN FREKUENSI SIKAT GIGI ANAK

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Durasi sikat gigi anak

< 2 kali sehari

N 3 5 5 13

% dari Durasi sikat gigi anak

% dari Durasi sikat gigi anak

% dari Durasi sikat gigi anak

.0% 85.7% 14.3% 100.0%

% dari Total .0% 20.0% 3.3% 23.3%

(70)

Tabel 18. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN PENGGUNAAN PASTA GIGI BERFLUOR

Kategori Karies

Total rendah sedang tinggi

Penggunaan

(71)

Tabel 19. FREKUENSI DISTRIBUSI KATEGORI KARIES BERDASARKAN RIWAYAT BEROBAT KE DOKTER GIGI

Kategori Mean

Total rendah sedang tinggi

(72)

BAB 6 PEMBAHASAN

ECC diketahui sebagai penyakit yang disebabkan multifaktorial etiologi. Adanya bakteri penyebab karies seperti Streptococcus mutans, Streptoccus sobrinus

maupun Lactobasillus sp. mendukung terjadinya ECC. Walaupun begitu bakteri

Streptococcus mutans diketahui sebagai bakteri penyebab utama ECC. 2,15,16,19,22-24 Faktor-faktor resiko seperti sosioekonomi, pemberian ASI, pemberian minuman botol, cara kelahiran anak, waktu mulai sikat gigi anak, dan penggunaan pasta gigi berfluor juga dapat mempengaruhi terjadinya ECC.11,13,21,28

Pada penelitian ini didapati bahwa korelasi antara pengalaman karies anak (def-t) dan jumlah Streptococcus mutans pada anak menunjukkan nilai korelasi yang cukup tinggi yaitu sebesar 0,958 (tabel 3). Analisis regresi antara def-t dan jumlah

(73)

nilai korelasi yang tinggi berdasarkan analistik statistik pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Axelsson dkk (1987), Bratthal dan Ericsson (1994). Berdasarkan penelitian tersebut terdapat korelasi yang kuat antara jumlah kolonisasi

Streptococcus mutans dengan lesi karies aproksimal.43

Rata-rata indeks karies yang didapat dari 30 orang anak di PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,66 ± 5,02. Menurut Indeks def-t WHO nilai ini termasuk dalam kriteria tinggi (4,5-6,6). Sedangkan rata-rata jumlah Streptococcus mutans adalah 11824 ± 9589,9 (tabel 2). Menurut Axelsson jumlah Streptococcus mutans > 1juta CFU/ml termasuk kategori resiko karies tinggi sedangkan jumlah Streptococcus mutans < 100.000 CFU/ml termasuk kategori karies rendah. Oleh karena itu, walaupun terdapat korelasi yang cukup kuat antara def-t dan jumah Streptococcus mutans tetapi bakteri Streptococcus mutans tidak dapat dikatakan sebagai satu-satunya penyebab utama terjadinya karies pada murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan. Rata-rata def-t yang cukup tinggi mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah Streptococcus mutans di dalam rongga murut tetapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor resiko lainnya.43

(74)

cepat pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki. Mungkin hal ini lah yang menyebabkan anak dengan kategori karies tinggi lebih banyak pada anak perempuan daripad laki-laki. Walaupun begitu pengaruh orak hygine yang biasanya lebih baik pada anak perempuan dibanding laki-laki, tidak menutup kemungkinan anak laki-laki menunjukkan angka def-t yang lebih tinggi dari anak perempuan.

Dari umur anak didapati bahwa kategori karies tinggi paling banyak pada anak umur 4 tahun yaitu terdapat 5 (45,5%) dari 11 orang anak (tabel 7). Menurut Wan dkk (2003) waktu paling optimal perlekatan Streptococcus mutans adalah pada saat usia anak 0 sampai 24 bulan dan akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah gigi yang bererupsi.21

Berdasarkan status pendidikan ibu dan sosial ekonomi orang tua ternyata anak-anak yang dilahirkan dari ibu dengan latar pendidikan akademis masih banyak yang memiliki pengalaman karies yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) (tabel 8). Pengalaman karies yang tinggi ini mungkin dipengaruhi dengan faktor resiko lain seperti intake gula ataupun oral hygine anak. Sedangkan berdasarkan penghasilan, orang tua yang memiliki penghasilan lebih kecil sama dengan 1 juta sampai 3 juta rupiah menunjukkan anggka yang paling banyak yaitu 16 orang (53,3%) (tabel 9). Namun, apabila dilihat dari persentasi kategori kariesnya dan dibandingkan dengan orang tua yang memiliki penghasilan 3-5 juta per bulan tidak terlalu berbeda.

(75)

kolonisasi Streptococcus mutans yang tinggi.32 Hal ini mungkin berkaitan dengan enamel hipoplasia yang sering terjadi pada anak yang dilahirkan secara prematur.

Anak-anak yang dilahirkan dengan cara operasi caesar juga ternyata cukup banyak yaitu 22 orang (73,3%) dan yang dilahirkan secara normal sebanyak 8 orang (26,7%). Dari anak yang dilahirkan dengan jalan operasi caesar menunjukan jumlah anak dengan kategori karies tinggi paling banyak yaitu 7 dari 22 orang (31,8%) dibandingkan anak yang dilahirkan secara normal (tabel 11). Menurut Li Y dan Caufield (2005) anak-anak yang dilahirkan dengan operasi caesar lebih cepat mengalami perlekatan bakteri Streptococcus mutans dibandingkan dengan anak yang dilahirkan dengan cara normal.1

(76)

Dari tabel 13 anak-anak yang di berikan ASI kurang dari 3 kali sehari hanya 2 orang (6,7%) yang memiliki pengalaman karies dan keduanya termasuk dalam kategori sedang. Frekuensi pemberian yang tidak diberikan secara berlebihan tamapaknya menunjukan efek yang lebih bagus terhadap terjadinya ECC. Tetapi bukan berarti anak tidak perlu diberikan ASI sama sekali. Pada anak yang diberikan ASI sambil tertidur terdapat jumlah anak dengan kategori karies tinggi sebanyak 7 (23,3%) dari 30 orang anak (tabel 14). Sedangkan pada anak yang diberikan ASI sambil tertidur terdapat 7 (23,3%) dari 30 anak yang termasuk kategori karies tinggi. Hal ini mungkin dsebabkan oleh berkurangnya aliran saliva pada saat anak tertidur dan juga menggenangnya cairan ASI didalam rongga mulut anak pada saat dia tertidur, sehingga pemaparan laktosa yang terkandung didalam ASI terhadap pemukaan gigi semakin tinggi.6

Berdasarkam riwayat pemberian minuman botol, terdapat 14 orang anak (46,7%) dari 30 orang anak yang diberikan minuman botol sampai dengan umur 25 bulan atau lebih (tabel 15). Tetapi bila diperhatikan dari distribusi riwayat penggunaan minuman botol dan distribusi riwayat pemberian ASI, tampaknya ada beberapa anak yang diberikan ASI dan juga minuman botol sekaligus. Pemberian minuman botol yang paling banyak adalah susu formula.

(77)

anak-anak yang menyikat gigi kurang dari 2 kali sehari menunjukkan jumlah yang lebih banyak yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) (tabel 17). Lima dari 13 orang anak tersebut termasuk kedalam kategori karies tinggi. Penyikatan gigi anak yang baik seharusnya dilakukan minimal dua kali sehari padasat pagi setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.

Pada umumnya penggunaan pasta gigi berfluor sudah cukup banyak pada murid PAUD Ar-Raudhatul Hasanah Medan yaitu sekitar 21 orang (70%) tetapi masih didapati anak-anak yang hanya menggunakan sikat gigi saja tanpa memakai pasta gigi yaitu sebanyak 2 orang (tabel 18). Fluor memiliki peran penting dalam pertumbuhan gigi anak. Fluor dapat meningkatkan kualitas dan kekuatan dari enamel gigi dan menciptakan lebih banyak permukaan yang resisten terhadap asam di permukana gigi. Fluor dapat menurunkan insiden terjadinya karies sekitar 50-70%. 11,25 Namun, jumlah anak yang termasuk kategori karies tinggi dalam kelompok anak

yang menggunakan pasta gigi berfluor masih cukup tinggi yaitu sebanyak 6 dari 21 orang anak. Hal ini mungkin berhubungan dengan pengawasan ibu terhadap penyikatan gigi anak. Anak-anak yang berusia di bawah 7 tahun sebaiknya di awasi penyikatan giginya. Karena pada usia di bawah 7 tahun perkembangan motorik anak masih belum sempurna.

(78)
(79)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan :

1. Rata-rata indeks def-t pada murid Ar-Raudhatul Hasanah Medan yaitu 5,66 ± 5,02. Menurut Indeks def-t WHO nilai ini termasuk dalam kriteria tinggi (4,5-6,6). Sedangkan rata-rata jumlah Streptococcus mutans adalah 11824 ± 9589,9 CFU/ml dan termasuk kategori rendah. (< 100.000 CFU/ml).

2. Berdasarkan analisis statistik terdapat korelasi yang kuat antara indeks def-t dan jumlah Streptococcus mutans dengan nilai korelasi 0,958.

3. Berdasarkan analisis regresi didapati bahwa setiap kenaikan 1 nilai def-t diikuti oleh kenaikan jumlah Streptococcus mutans sebesar 1828,55.

4. Pengalaman ECC pada murid Ar-Raudhatul Hasanah Medan tidak hanya dipengaruhi oleh bakteri Streptococcus mutans tapi dipengaruhi juga oleh faktor-faktor resko lain seperti keadaan sosial ekonomi, riwayat, frekuensi dan cara pemberian ASI, pemberian minuman botol, oral hygine, dan penggunaan pasta gigi berfluor yang tentunya didukung oleh pengawasan orang tua terhadap oral hygine

anak.

7.2 Saran

1. Untuk mendapatkan hasil laboratorium yang maksimal sebaiknya dilakukan pengenceran terhadap larutan plak sebelum ditanam di media TYCSB.

(80)
(81)

DAFTAR PUSTAKA

1. Poureslami HR, Amerongen van E. Early Childhood Caries (ECC) an infectius transmissible oral disease. J Pediatr 2009 ; 76 : 191-3

2. Becker M R, Paster B J, Leys E J, et al. Molekular analisis of bacterial spesies associated with childhood caries. J Clin Microbiol 2002 ; 40(3) : 1001-9

3. Berkowitz R J. Cause, treatment and prevention of Early Childhood Caries : a microbiology perspective. J Can Dent Assoc 2003 ; 69 (5) : 304-6

4. Silk H. Teaching learners about pediatric caries prevention. Fam Med 2004 ; 41(1) : 11-2

5. Originating Group. Policy on Early Childhood Caries (ECC) : unique challenges and treatment options. Oral Health Policies 2000; 30 (7) : 44

6. Welbury RR. Paediatric dentistry. 2 ed. New York : Oxford University Press, 2003 : 117.

7. Hallet KG, O'Rourke PK. Social and behavioural determinants of Early Childhood Caries. Aus Dent J 2003 ; 48(1) : 27-33

8. Lopez IY, Bustos BC, Ramos AA, et al. Prevalence of dental caries in preschool children in Penaflor, Santiago, Chile. Rev Odonto Cienc 2009 ; 24(2) : 117

9. Pasareanu M, Rotaru DC, Encache R. Demographic trends of Early Childhood Caries. J of Prev Med 2006 ; 14 (3-4) : 87-93

(82)

11. Vasquez-Nava F, Vasquez RE, Saldivar GA, et al. Allergic rhinitis, feeding and oral habits, toothbrushing and sosioeconomic status. Caries Res 2008 ; 42 : 141-7

12. Anonymus. Early Childhood Caries. http//wikipedia_early childhood caries/html (28 Agustus 2009)

13. GA Sandra. Rampant caries. The J of School Nurs 2005 ; 21(5) : 272-8 14. Dufour LA, Beaulieu E. Early childhood caries prevention : early intervention by the dental hygienist. The J of Pract Hygiene 2001; 3 : 15-9

15. Klein MI, Florio FM, Pereira AC, et al. Longitudinal study of transmission, diversity, and stability of streptococcus mutans and streptococcus

sobrinus genotypes in Brazilian nursery children. J of Clin Microbiol 2004 ; 42(10) : 4620-6

16. Okada M, Soda Y, Hayasaki F, et al. Longitudinal study of dental caries incidence associated with streptococcus mutans and streptococcus sobrinus in

pre-school children. J Med Microbiol 2005 ; 54 : 661-5

17. Ge Y, Caufield PW, Fisch GS, et al. S. mutans and s. sobrinus colonization correlated experience in children. Caries Res 2008 ; 42(6) : 444-8

18. Helderman WH, Soe W, van 't Hot MA. Risk factors of early childhood caries in a Southeast Asian population. J Dent Res 2006 ; 85(1) : 85-8

(83)

20. Thomson LA, Litte W A, Bowen W H,et al. Prevalense of streptococcus mutans serotype, actinomyces, and other bacteria in plaque of children. J Dent Res 1980 ; 59(10) : 1581-9

21. Wan AKL, Seow WK, Purdie DM et al. A longitudinal study of streptococus mutans colonization in infants after tooth eruption. J Dent Res 2003 ; 82(7) : 504-8

22. Saxena D, Caufield PW, Li Y, et al. Genetic classification of severe early childhood caries by use of subtracted DNA fragment from Streptococcus mutans. J of Clin Microbiol 2008 ; 46(9) : 2868-2873

23. Straetemans MME, van Loveren C, de Soet JJ, et al. Colonization with mutans streptococci and lactobacilli an the caries experience of children after the

age of five. J Dent Res 1998 ; 77(10) : 1851-5

24. M Khishi, A Abe, K Kishi, et al. Relationship of quantitative salivary levels of streptococcs mutans and s. sobrinus in mothers to caries status and

colonization of mutans streptococci in plaque in their 2.5-year-old children.

Community Dent Oral Epidemiol 2009 ; 37 : 241-9

25. Slavkin H C. Streptococcus mutans, Early Chlidhood Caries, and opportunisties. J Am Dent Assoc 1999 ; 130 :1787-8

26. Oliveira AF, Chaves Am, Rosenblatt A. The influence of enamel defects on the development of Early Chlidhood Caries in a population with low

(84)

27. Kagihara L E, Niederhauser V P, Strak M. Assessment, management, and prevention of early chidhood caries. J of Am Ac of Nurse Practitioners 2009; 21 (1) : 1-2

28. Lulic-Dukic O, Juric O, Dukic W, et al. Factors predisposing to early childhood caries in children of pre-school age in the city of zagreb, croatia. Coll Antropol 2007 ; 25 (1) : 297-302

29. Quinonez RB, Keels Ma, Vann WF, et al. Early childhood caries : analysis of psychososial and biological factors in a high-risk population. Caries Res 2001 ; 35 : 376-383

30. Werneck RI, Lawrence HP, Kulkarni GV, et al. Early childhood caries and access to dental care among children of portuguese-speaking immigrants in the

city of Toronto. JCDA 2008 ; 74(9) : 805

31. Valaitis R, hesch R, Passareli C, et al. A systematic review of the relationship between breastfeeding and early childhood caries. J of Pub Health 2000 ; 91(6) : 411-6

32. Ribiero N M, Ribiero M A S. Breastfeeding and early childhood caries: a critical review. J Pediatr 2004 ; 80 (5 suppl) : 199-200

33. Kramer MS, Vanilovich I, Matush L, et al. The effect of prolonged and exclusive breast-feeding on dental caries in early school-age children. Caries Res 2007 ; 41 : 484-8

(85)

35. Sugito F S, Djoharnas H, Darwita R R. Hubungan pemberian ASI dengan kejadian karies (early childhood caries) pada anak usia dibawah tiga tahun di dki

Jakarta. http://www.ui.ac.id/id/directories/scholar/archive/1. (18 Agustus 2009). + (abstrak)

36. Olderog-Hermiston E. Pediatric dentistry. Special Suplement Issue 2000 ; 1-20

37. Livny A, Assali R, Sgan-Cohen H D. Early Childhood Caries among bedoin community residing in the Eastern Outskirts Jerusalem. BMC Pub Res 2007; 7 : 1-2

38. Msefer S. Importance of early diagnosis of Early Chlidhood Caries.

JODQ-Suplemen April 2006; 6-8.

39. California Dental Assosiation. Early Chlidhood Caries. http://www.cda.org/popup/Early_childhood_caries.(15 Oktober 2009)

40. Altshuler A. Early childhood caries : new knowladge has implication for breastfeeding families. LEAVEN 2006 ; 42(2) : 27-31

41. Cameron AC, Widmer RP. Handbook of pediatric dentistry. London : Mosby, 2003 : 44

42. Axelsson P. An introduction to risk prediction and preventive dentistry. Jerman : Quintessence Publishing Co, Inc, 1999 : 21-22

Gambar

Gambar 1. Tahap Inisial ECC.39
Gambar 3. Tahap Ketiga ECC.39
Gambar 5. Plak yang telah di swab.
Gambar 6. Plak yang di vortex.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses akusisi citra tidak dibatasi oleh resolusi kamera yang ada pada smartphone. Citra yang akan diambil merupakan hasil deteksi pola plat menggunakan

Bagi guru bimbingan dan konseling, hendaknya memahami kondisi dan memberikan perhatian lebih terhadap siswa yang mengalami kontrol diri rendah, serta mampu

Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2O11 Nomor 310);. Peraturan Menteri Dalam

(DEFISIT) BELANJA

Kuesioner yang dilakukan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert untuk menanyakan tanggapan konsumen mengenai.. pengaruh hubungan interpersonal dan

Penelitian yang berjudul pengaruh profitabilitas terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan dengan opini audit dan reputasi kantor akuntan publik sebagai

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya dengan judul : “KEKUATAN HUKUM TANAH BEKAS MILIK ADAT ATAU YASAN DITINJ AU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24

Yaitu menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ayat Al-Qur’an, seperti pernyataan Nabi : “Allah tidak mewajibkan zakat melainkan supaya menjadi baik harta-hartamu yang sudah dizakati”,