• Tidak ada hasil yang ditemukan

Munafik menurut hadis: kritik sanad dan matan dalam musnad ahmad

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Munafik menurut hadis: kritik sanad dan matan dalam musnad ahmad"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

IBRAHIM ZAKI BIN LONG

NIM: 108034000045

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

MUNAF IK MENURUT HADIS:

Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh :

IBRAHIM ZAKI BIN LONG

NIM: 108034000045

PROGRAM STUDI TAFSIR-HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I)

Oleh:

IBRAHIM ZAKI BIN LONG NIM: 108034000045

Di Bawah Bimbingan:

DR. BUSTAMIN M.Si NIP: 19630701 199803 1 003

PROGRAM STUDI TAFSIR HADIS

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “MUNAFIK MENURUT HADIS: Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad” telah diujikan dalam sidang Munaqasyah

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat “UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” pada tanggal

27 Juli 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Program Strata Satu (S1) Pada Jurusan Tafsir Hadis.

Jakarta, 27 Juli 2009

(5)

i

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kepada-Nya kami berlindung dari kejahatan nafsu dan kejelekan amal perbuatan kami, selawat dan salam atas junjungan mulia Nabi Muhammad Saw. serta seluruh keluarganya, para sahabatnya dan siapa pun yang setia dengan sunnahnya. Amma ba‟du.

Dengan rasa syukur ke hadrat Ilahi atas pertolongan dan petunjuk-Nya dalam memberi kesempatan untuk menghirup udara di Indonesia dan menjadi salah seorang mahasiswa di Universitas yang terke nal di Jakarta, maka penulis membentangkan skripsi yang berjudul Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad dan Matan, penulis menyusun dalam rangka memenuhi dan melengkapi pensyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuludd in dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis juga menyedari atas usaha sama dari berbagai pihak, pada kesempatan yang ada kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan S1.

2. Negara Republik Indonesia yang telah memberikan izin tinggal.

3. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, M.A., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan

(6)

ii

5. Dr. Bustamin, M.Si, selaku Pembimbing skripsi ini, yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga, fikiran, serta tunjuk ajar kepada penulis, juga selaku ketua Jurusan Tafsir Hadis dan Dr. Edwin Syarif, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Tafsir Hadis.

6. Seluruh dosen dan staf pengajar pada program studi Tafsir Hadis (TH) atas segala ilmu yang dicurahkan.

7. Seluruh pengelola dan karyawan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Akademik Pusat, dan Rektorat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Pimpinan, staf dan karyawan di Perpustakaan Utama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat serta Perpustakaan Iman Jama‟ dan sekitar Indonesia yang telah memberi fasilitas kepada penulis.

9. Salam kerinduan kepada seluruh saudara- mara penulis. Terutama ayahanda Haji Long bin Ibrahim dan ibunda tersayang Fatimah binti Hassan, juga saudara penulis yang dicintai Kak Yati, Kak Ros, Kak Umiey, Kak Zai, Abang Azahar, Abang Azwan, Abang Shah, Adik Nor dan Adik Syafie. Serta anak kecil Fadhilah dan Haikal.

(7)

iii

Hadi, Mohd. Zaki, Hafiz, Razman, Kamal, Akram, Shafie, Ismayuddin, Tarmizi, Amir dan juga para ustazah yang berada di Asrama Putri UIN. Jutaan terima kasih atas teguran dan sumbangan yang telah diberikan oleh Ust. Mawardhi, Ust. Mustafa, Ust. Harun, Ust. Baihaki, Ust. Hadi, Ust. Faizal, Ust. Aminuddin dan Ust. Khairi . Tidak lupa juga sahabat-sahabat dari APID, KIDU, IPA yang telah bersama kecimpung dalam menegakkan kalimat Allah.

12.Terakhir, jutaan terima kasih kepada teman-teman di Malaysia terutama Khasie, Ibrahim dan Muslimat yang tidak dapat hadir berjuang bersama, juga kepada semua pihak yang mungkin penulis tidak dapat sebutkan satu persatu, insyaAllah, semoga amal kebaikan mereka dapat balasan yang layak di sisi Allah Swt..

Semoga Allah Swt. menjadikan usaha kecil ini sebagai amal yang berpanjangan dan bermanfaat bagi pembaca.

“Siru „ala barakatillah”

Jakarta, 26 Juli 2009

(8)

iv

„ koma terbalik diatas hadap kanan

(9)

v

a fathah

i kasra

u dammah

Adapun Vokal Rangkap

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i

و

au a dan u c. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan â a dengan topi di atas huruf qamariyyah. Contoh = al-syamsiyyah, = al-qamariyyah.

e. Tasydîd

Dalam alih-aksara, tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda tasydîd itu. Tetapi hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tasydîd itu terletak setelah kata sandang yang diikuti huruf- huruf samsiyyah.

f. Ta Marbûtah

Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/. begitu juga jika ta marbûtah tersebut diikuti kata sifat (na„t). Namun jika ta marbûtah diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

g. Huruf Kapital

(10)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

PEDOMAN TRANSLITERASI ... iv

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 01

A. Latar Belakang Masalah ... 01

B. Identifikasi, Pembatasan Masalah dan Perumusannya ... 08

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Tinjauan Kepustakaan ... 11

E. Metodologi Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II IMAM AHMAD DAN KITAB MUSNADNYA ... 15

A. Biografi Imam Ahmad ... 15

B. Sistematika Penulisan Musnad ... 21

C. Metode Periwayatan Dalam Musnad ... 23

D. Tanggapan Ulama Atas Musnad Ahmad ... 25

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG MUNAFIK ... 29

A. Pengertian Munafik ...29

B. Tingkatan-tingkatan Munafik ...31

(11)

vii

B. Kritik Matan ... 52

C. Fiqh al-Hadîts ... 59

BAB V PENUTUP ... 66

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran-saran ...67

(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Hadits1

merupakan sumber yang terpenting setelah al-Qur‟ân al-Karîm2 dan kajian penelitian hadis adalah kajian yang kritis dalam agama Islam, ini karena hadis merupakan sumber hukum yang kedua setelah al-Qur‟an. Sejak sekian lama kaum muslimin telah mengenal dan telah menjadi kebiasaan dalam ilmu pengetahuan warisan mereka dan telah menganggap bahwa sunnah merupakan sumber tasyrî‟ Islam yang kedua.3

Hadis Nabi Saw. bersumber dari wahyu Allah Ta‟ala, atau ijtihâd dari Rasulullah Saw. sendiri, hanya saja tidak ada pengakuan bahwa beliau melakukan ijtihâd yang salah, dengan demikian, rujukan al-Sunnah adalah wahyu. Al-Qur‟an adalah wahyu al-Matlû (yang terbaca) sedangkan al-Sunnah

merupakan wahyu Ghair al-Matlû (yang tidak terbaca).4

1

al-Hadits me rupakan sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw. baik

berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan sebagainya”. Lihat Fatchur Rahman, Ik htisâr Musthalâh al-Hadits, (Bandung: Pt Al-Ma‟arif 1974), cet. ke-1, h. 20

2

Al-Quran adalah k alâmullah, sebagai mu kjizat yang diturunkan kepada nabi

Muhammad Saw. dengan perantaraan Malaikat Jibrîl „Alaihis-salâm dalam bahasa arab yang

ditulis di dalam mushaf-mushaf, dianggap sebagai ibadah bagi orang-orang yang membacanya,

yang dinyatakannya secara mutawâtir, diawali surat al-Fâtihah dan diakhiri surat an-Nâs. Lihat

Tim Se mb ilan , Tasir Maudhui Al-Muntaha Jilid 1, (Yogyakarta : Pustaka Pesantren 2004), cet.

ke-1, h. 6

3

Yusuf al-Qardhawi, Sunnah, Ilmu Pengetahuan Dan Peradaban, penerje mah Abad

Badru zza man, (Yogyakarta: PT Tia ra Wacana 2001), Cet. ke-1. h. 1

4 Perta ma, wahyu yang terbaca yang disusun secara rapi dan mengandung nilai mu‟jizat,

itulah al-Qur‟an, kedua, wahyu yang diriwayatkan yang diamb il tanpa susunan yang mengandung

nila i mu‟jizat, tidak terbaca meskipun terbaca dalam solat. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib,

(13)

Penerimaan hadis sebagai sumber ajaran dan hukum Islam, adalah realisasi iman kepada Rasulullah Saw. dan dua kalimat syahadah yang diikrarkan oleh setiap muslim. Selain itu, hadis berfungsi sebagai penjelas kepada ayat-ayat al-Qur‟an yang bersifat umum. Sebagaimana yang tercantum dalam Q.S

an-Nahl /16: 64.

Cukup banyak ayat al-Qur‟an yang memerintahkan orang-orang yang beriman untuk patuh dan mengikuti petunjuk-petunjuk Nabi Muhammad Saw.. Sebagian dari ayat-ayat al-Qur‟an itu adalah sebagai yang tertera dalam Q.S an-Nûr/ 24: 54

“Katakanlah: "Taat kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata- mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.”

(14)

3

kepada Rasulullah Saw. bentuk-bentuk ayat seperti ini menunjukkan betapa pentingnya kewajiban taat kepada semua yang disampaikan oleh Rasulullah Saw.5

Al-Qur‟an dan hadis ibarat jantung yang memompa darah peradaban Islam. Secara hirarkis kedudukan hadis terletak di bawah al-Qur‟an. Hadis sebagai penjelas kepada al-Qur‟an, perbedaan lain yang sangat substansial bahwa al-Qur‟an dinukil secara Mutawâtir6 karena dijamin kebenarannya. Sedangkan hadis tidak demikian, kebanyakan hadis merupakan khabar ahad7

sehingga memerlukan kepada kaedah takhrîj8 hadis untuk memastikan kesahihannya.9

Meskipun hadis dan al-Qur‟an adalah sama-sama sumber ajaran Islam

dan dipandang sebagai wahyu yang berasal dari Allah swt., keduanya adalah tidak sama. Al-Qur‟an diterima oleh para sahabat dengan mutawâtir, telah dikumpul, ditulis dan dibukukan pada zaman Khalifah „Utsman ibn „Affan.10

5

H. Mudasir, Il mu Hadis, (Bandung: Pustaka Setia 2005), cet. ke -1, h. 70

6 Hadis yang diriwayatkan daripada perawi yang ra mai pada setiap peringkat sahabat,

tabi‟in dan tabi‟ tabi‟in yang mustahil pada kebiasaannya untuk mereka sepakat berdusta mencipta

atau mengubah hadis tersebut. Lihat Qurratul A in binti Fatah Yasin, Ilmu Mustholah

Hadits,(Kuala Lu mpur: ISP Shahab Trading 2006), cet. ke-1, h. 106.

7 Hadits Ahad adalah yang diriwayatkan oleh seorang perawi atau lebih tetapi bilangan

yang melebihi satu itu tidak mencapai bilangan perawi dala m hadits mutawâtir (hadis yang

diriwayat oleh seorang sahaja). Lihat Qurratul Ain b inti Fatah Yasin, Il mu Mustholah Hadits, h.

112.

8

Takhrîj ialah petunjuk jalan ke tempat letak hadis pada sumber-su mbernya yang orisinal

yang tak hrîj-nya berikut sanadnya kemudian menjelaskan ma rtabatnya jika diperlukan. Lihat

Mahmud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Tak hrij Dan Studi Sanad, penerje mah. Masykur Ha kim,

H.A. Agil Husin, (Se marang: Dina Uta ma 1995) cet. ke -1, h. 18

9

Manna‟ Khalil a l-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al -Quran, penerje mah. Mudza kir S.A (Bogor:

Pt Pustaka Litera Antarnusa 2007). Cet ke-10, h. 26

10 Perhatian sahabat pada masa ini terfokus pada usaha me me lihara dan menyebarkan

al-Qur‟an. Ini terbukti dengan dilakukan pembukuan al-Qur‟an pada masa Abu Bak r atas saran Umar al-Khattab. Usaha pembukuan ini pula dilaku kan pada masa Utsmân ibn Affân, sehingga

me lahirkan mushaf al-Usmani. Satu disimpan di Madinah dan dinamai mushaf al-Imam dan empat

buah lagi di Mek ah, Basrah, Siria dan Kûfah. Lihat H. Mudasir, Il mu Hadis, h. 96 dan lihat juga

(15)

Adapun sebagian besar hadis Nabi Saw. tidak diriwayatkan secara

mutawâtir dan pembukuannya tidak resmi pada zaman sahabat,11

pembukuan hadis dilakukan pada zaman khalifah Bani Umayyah yaitu khalifah „Umar„Abdul

„Aziz (61-101 H).12

Ini karena khalifah merasakan kepentingan dan kebutuhan umat untuk menghindar dari hadis-hadis palsu yang dilakukan oleh kaum Syîah,

Mu‟âwiyyah dan kaum Zhindîq,13 walaupun pada zaman Khulafa‟ al-Râsyidîn ada

yang mengusulkan untuk membukukan al-Qur‟ân al-Karîm namun khalifah ketika itu merasa takut akan bercampur dengan al-Qur‟an.14

Pada awal pemerintahan Khalifah Mesir „Umar„Abdul „Aziz ibn Marwân ibn al-Hakam al-Amawi, muncul lagi ide untuk membukukan hadis, karena ia

yang meminta izin untuk menulis untuk membuat koleksi pribadi seperti Zaid ibn Thabit, „Amru ibn „As, Jabir ibn Abdillah ibnu „Amr al-Anshari, Abu Hurairah ad-Dausi, Abu Syah Uma r ibn

Sa‟ad dan dan ada pula yang tidak diberi izin dari Nabi saw seperti Abu Sa‟id al-Khudri. Lihat

Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M Qadirun Nur Ahmad Musyafiq. h. 131-135.

12

Na ma lengkapnya adalah Umar ibn Abdul Aziz ibn Marwan ibn Haka m ibn Abil „Ash,

lahir di He lwan, Mesir pada tahun 61 H. Beliau dibai‟at pada 99 H, yang merupakan khalifah yang

ke VIII Bani Umayyah. Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tok oh-Tok oh Besar Islam Sepanjang

Munzier Suparta, Il mu Hadis, (Jaka rta: Ra ja Gra findo Pe rsada 2008), cet. ke -1, h. 184-185.

14

Uma r al-Khattab pernah berpikir untuk menghimpun sunnah, tetapi tidak la ma

ke mudian beliau mengurungkan pikiran itu. Diriwayatkan dari „Urwah ibn Zubair bahwa Umar

hendak menulis sunnah, lalu beliau me minta saran dari sahabat -sahabat yang lain. Mereka

mengusulkan agar tetap menulis. Ke mudian Uma r istikhârah selama satu bulan. Suatu pagi, Allah

swt. me mberikan ke jelasan bagi beliau. Lalu Umar berkata, “sesungguhnya aku hendak menulis

sunnah, dan ak u teringat akan k aum sebelum kalian yang menulis k itab -k itab selain kitabullah. Dan sesek ali tidak ak an mencampurk an kitabullah dengan sesuatu pun.” Lihat Muhammad „Ajjaj

(16)

5

merasa hadis sangatlah penting untuk umat seterusnya. Lalu pembukuannya dilakukan dengan menggunakan ilmu hadis yang dipelajarinya dari kecil.15

Sebelumnya, dalam sejarah Islam klasik, hadis cukup kuat dalam pegangan sahabat ketika berada bersama Nabi Saw., namun begitu, terdapat juga kaum yang tidak mempercayai akan kerasulan Muhammad, yaitu mereka yang terdiri dari kalangan kafir Quraisy dan setengah Yahudi yang berada di Madinah,16

selain itu, terdapat juga kelompok yang bernama kaum munafik yang merupakan kaum yang paling bahaya dan digelar juga dengan gelaran musuh dalam selimut.

Munafik adalah sifat dalaman yang bagian luarnya adalah Islam dan dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan.17 munâfiq adalah orang yang menampakkan sesuatu yang sejalan dengan kebenaran di depan orang banyak, padahal kondisi batinnya atau perbuatan yang sebenarnya tidak demikian. Kepercayaan atau perbuatannya itu disebut nifâq.18

Mereka muncul pada saat Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah dan mulai diketahui saat peristiwa perang Bani Musthaliq dan al-Muraisi.19

15Muhammad „Ajjaj al

-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M Qadirun Nur Ah mad

Musyafiq. h. 195

16

Yahudi di Madinah terdiri dari 3 golongan iaitu Yahudi Qainuqa, Yahudi Nadhir dan

Yahudi Quarizhah. Lihat Syafiyyur Rah man a l-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penerje mah

Kathur Suhardi, (Ja karta: Pustaka al-Kautsar 2009), cet ke-2, h. 201

17

Ku mpulan Bahasa Arab, al-Mu‟jam Al-Wa jiz, (Mesir: Tarb iyyah wa al-Ta‟lim 2004),

h. 628

18 Ibrahim ibn Muhammad ibn Abdullah al-Bura iqan, Pengantar Ilmu Studi Aqidah

Islam, penerje mah Muhammad Anis Matta, (Jaka rta: Litbang Pusat Studi Islam Al-Manar). h . 220

19

Setelah Nabi menyelasaikan urusan Bani Musthaliq, orang dan hewan-hewan mere ka

telah mendekati al-Muraisi, saat itu, bertemulah al-Ghufâri (Muhâjirin) dan al-Juhli (Ansâr)

me reka saling me mbangkitkan ha l kejah ilan mere ka dahulu dan meneria kkan fanatis me sehingga

(17)

Setelah Negara Islam dirasmikan di Madinah, keberhasilan dan kekuatan dakwah Islam inilah yang menjadi pemicu munculnya golongan munafik. Mereka mulai menerima Islam, namun di dalam hati mereka menyimpan dendam pada Islam.

Keberadaan orang munafik di antara umat Islam, memang dirasakan bagaikan duri dalam daging yang menusuk tubuh, dengan memiliki dua karakter yang berlawanan, mereka selalu melakukan propaganda dan provokasi terhadap segala macam bentuk perjuangan, agar tujuan mereka untuk memecah-belah umat Islam dapat tercapai.

Dalam menjalani realita kehidupan kaum munafik yang selalu berubah karakternya, terutama dalam interaksi sesama manusia, yaitu dalam percakapan atau perbualan mereka. Oleh karena itu, manusia yang lainnya dapat mengetahui sosok pribadi mereka melalui sifat bicaranya, yaitu dengan memperhatikan kesesuaian antara apa yang diucapkan dengan apa yang diyakini dalam hatinya. Biasanya dilakukan karena seseorang memiliki suatu kepentingan yang ingin dicapai. Karakter seperti ini, seringkali muncul dalam kehidupan masyarakat.

Munafik, sebuah sifat yang merupakan virus yang dapat menyebar dan merusak sendi-sendi kehidupan seperti berdusta, menyebut- nyebut pemberian, ejekan, cemohan, julukan jelek, memotong perbicaraan, menghina, mencerca keturunan, mencaci zaman, bersaksi palsu, mengunjing, mengadu domba dan banyak lagi. Adapun di antara sifat-sifat munafik tadi adalah suatu sifat yang telah dikhawatirkan nabi yaitu sifat munafik yang paling bahaya yaitu orang-orang

Lihat Ali Muhammad Al-Baja wi, Untaian Kisah dalam al-Qur‟an, penerje mah Abdul Hamid

(18)

7

munafik yang pandai dalam bertutur. Seperti sabda Nabi Saw. dalam Musnad Ahmad dan Tabrâni (Mu‟jam al-Kabîr) yang diriwayatkan oleh „Umar al-Khattâb:

20

“Yazid memberitahu kepada kami, Dailam ibn Ghazwan

menceritakan, Maimun al-Kurdi memberitahu kepada kami. bahwa Abi Ustman al-Nahdi berkata aku berada di suatu majlis di bawah mimbar ketika Umar r.a. berkhutbah kepada manusia, maka berkatalah beliau

bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda “bahwa Sesungguhnya sesuatu

yang paling aku khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik

yang pandai bersilat lidah”

Dari fenomena- fenomena yang berlaku di atas, maka penulis merasa tertarik untuk meneliti Hadis Nabi Saw. Penulis akan membahas sebuah Hadis dengan menggunakan metode takhrîj al-hadits, diiringi dengan buku-buku yang akan menjadi rujukan, guna memudahkan dalam pencarian hadisnya. Dengan itu, penulis akan meneliti kualitas dan kandungan hadis tersebut yang akan dituangkan dalam skripsi ini dengan judul: Munafik Menurut Hadis: Kritik Sanad Dan Matan Dalam Musnad Ahmad.

B. Identifikasi, Pe mbatasan Masalah dan Perumusannya 1. Identifikasi:

a. Identifikasi Tentang Materi

20

(19)

Sebelum membicarakan lebih lanjut, sangatlah penting untuk mengetahui serba sedikit tentang karakteristik orang munafik, seperti yang dinyatakan dalam al-Qur‟an21 demi terhindar dari sifat-sifat yang dilarang Allah Swt.. Sifat-sifat munafik dalam al-Qur‟an di antaranya:

1. Berdusta dalam perkataan (QS.al-Baqarah/2:8-10) (QS. al-Taubah/9: 77)

2. Berdalih setelah dinasihati dan suka berbuat kerusakan (QS. al-Baqarah/2: 11&12)

3. Menganggap kaum muslimin bodoh (Q.S al-Baqarah/2:13) 4. Berperilaku ganda (Q.S al-Baqarah/2:14&15)

5. Suka mencela dan mengejek (Q.S al-Taubah/9:79)

6. Bersumpah palsu (Q.S al-Munâfiqun/63: 1&2) (Q.S al-Nahl/16:94)

b. Identifikasi Tentang Sumber

Al-Qur‟an dan hadis merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kajian ini, maka penulis mencoba untuk mengkaji dengan mendalam mengenai sifat-sifat munafik yang terkandung dalam Hadis. Demikian sifat al-Munâfiqûn yang terdapat dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal:

21 Di sinilah terlihat je las hikmah dan keadilan Allah ket ika menyebut sifat -sifat manusia

pada awal surat al-Baqarah, dimana sifat-sifat orang mu kmin hanya disebutkan dalam e mpat ayat (QS 2:2-5) se mentara sifat-sifat orang kafir d iterangkan dala m dua ayat (QS 2: 6-7). Na mun, begitu berbicara tentang sifat-sifat orang munafik, A llah men jelaskannya secara detail dan

terperinci dala m tiga belas ayat (QS 2: 8-20). Lihat Ahzami Sami‟un Jazuli, Seri Tafsir Tematik

(20)

9

1. Mengkhianati seseorang, sering berdusta ketika berbicara, mengingkari janji dan melakukan perbuatan keji terhadap musuh (H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 189)

2. Memakan harta rampasan, tidak pergi ke masjid dan mencela umat Islam (H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 293)

3. Shalat yang paling berat adalah shalat Subuh dan Isya‟ (H.R.

Ahmad, Jilid 2, h. 473)

4. Bermuka-dua (H.R. Ahmad, Jilid 2, h. 307)

5. Berkata-kata dengan berdalilkan al-Qur‟an (H.R. Ahmad,Jilid 1, h. 181)

6. Orang yang paling dibencinya adalah orang arab (H.R. Ahmad, Jilid 1, h. 181)

7. Berdebat mengenai al-Qur‟an (H.R. Ahmad,Jilid 4, h. 155) 2. Pembatasan:

Dari penyataan sifat-sifat munafik yang dikeluarkan di atas, adalah berdasarkan kepada kitab Musnad Ahmad. Begitu banyak persoalan yang muncul tatkala berbicara mengenai hadis Nabi Saw., hal itu merupakan suatu indikasi akan menariknya pembahasan ini. Karena hadis yang akan dikaji adalah merupakan sifat yang paling bahaya diantara semua s ifat-sifat di atas seperti hadis munafik yang paling bahaya yang terdapat dalam

Musnad Ahmad dan Tabrâni (Mu‟jam al-Kabîr).

(21)

sanad dan matan. Serta penulis akan mencoba untuk mengeluarkan sebanyak mungkin sifat-sifat munafik yang terdapat di dalam hadis Musnad Ahmad.

Dalam penelitian sanad, penulis tidak akan mengkritisi seluruh sanad dan matan hadis dari mukhârrij yang ada, tetapi penulis lebih mengutamakan sanad dan matan hadis dari kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal melalui jalur

Abu Sa‟id dan Yazîd ibn Hârun.

3. Perumusan:

Dari pembatasan masalah tersebut, penulis dapat merumuskan masalah yang dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana kualitas dan kandungan hadis tentang munafik yang paling bahaya?.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah; 1. Tujuan Penelitian:

Mengetahui otentitas, kualitas dan kandungan pokok hadis munafik yang paling bahaya dengan cara men-takhrij, sehingga ada kejelasan kedudukan hadis tersebut apakah sahih, hasan atau da‟if.

2. Manfaat Penelitian:

Memberi sumbangan ilmiah dalam memperkayakan khazanah kepustakaan Islam, khususnya dalam bidang hadis.

(22)

11

D. Tinjauan Kepustakaan

Ketika penulis bicara mengenai munafik, Penulis mendapati banyak sekali buku-buku mengenai cerita dan sifat-sifatnya, sumber utama penulis adalah

al-Qur‟an, tafsir, kitab hadis terutama Musnad Ahmad juga syarah hadis, adapun

kitab-kitab yang lain hanya mendukung judul skripsi ini seperti penulis menggunakan kamus, kitab sirah nabawiyyah, kisah-kisah dalam al-Qur‟an dan banyak lagi. Materi yang sebenarnya penulis bangk itkan dalam skripsi ini adalah munafik dan lisan. Sehubungan dengan itu, karya-karya tersebut berupa buku-buku ilmiyah, dan skripsi. Diantaranya adalah:

1. Skripsi Muhammad Fikri, Konsep Munafik dalam al-Qur‟an dan Relavansinya dengan Kehidupan Modern: Sebua h Kajian Tematik. Dikeluarkan pada 2007.

2. Abu bakar al-Faryabi, Sifat al-Nifaq wa Dzammu al-Munafiqin, penerbit beirut: Dar al-Kutub „Ilmiyyah 1987. Buku ini penulis gunakan bagi mencari hadis-hadis mengenai munafik karena Faryabi memuatkan 112 hadis dari sekian kitab seperti dari kitab shahih, sunan, musnad, sya‟bu iman dan banyak lagi.

3. Hamdi Ahmad Ibrahim, Karakter Orang-Orang Munafik, Penerjemah Abu Barzani, dalam pembagian sifat munafik, penulis menggunakan buku Hamdi untuk memberi penjelasan mengenai nifaq al-i‟tiqâdi.

4. Penulis mendapat penjelasan yang panjang mengenai munafik dan sifat-sifatnya dari karya Fuad Kauma, Tiga Puluh Lima Karakter Munafik dan

(23)

5. Sa‟id ibn Ali ibn Wahf al-Qahthani menjelaskan mengenai lidah dalam karyanya yang berjudul Bahaya Lidah: Penyakit Lisan dan Terapinya, penerjemah: Haryono dan Aris Munandar.

6. Sa‟id Hawa, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali: Mensucikan Jiwa. Karya ini merupakan terapi yang paling berkesan buat penulis dan karena itu penulis meletakkan terapi atau obat setelah disebut bahaya munafik dan lisan- lisan mereka.

E. Metodologi Penelitian 1. Sumber data:

Skripsi ini disusun dengan metode library research (penelitian kepustakaan) yaitu mencari dan mengumpulkan berbagai literatur yang relevan dengan pokok permasalahan. Dengan itu, penulis menggunakan sumber primer dari kitab al-Qur‟an, kitab-kitab hadis seperti al-Musnad Ahmad, al-Sahîhain dan kitab Sunan, penulis juga menggunakan kitab-kitab

Rijâl al-Hadîts dan kitab-kitab Takhrîj al-Hadîts.

Penulis menggunakan sumber sekunder untuk mendukung dalam skripsi ini sebagai bahan pelengkap, seperti buku-buku mengenai munafik, menjaga tutur kata, kitab tauhid dan banyak lagi.

2. Metode pembahasan:

(24)

13

Dalam kegiatan takhrîj al-hadits, penulis akan men-takhrîj sanad hadis dengan menggunakan kitab takhrîj, diantaranya yang disusun oleh Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-„Asqâlani yaitu Tahdzib al-Tahdzib, Imam Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad ibn Uthman al-Dzahabi yaitu Siyâr A‟lâm al-Nubalâ‟ dan Jamal al-Din Abi al-Hajjaj Yusuf al-Mizzi dengan kitabnya Tahdzîb al-Kamâl.

Dalam kegiatan takhrîj matan hadits, penulis akan menggunakan metodologi penelitian matan hadis yang dikemukakan oleh M. Syuhudi Ismail dan kegiatan mencari matannya pula, penulis akan mencari dengan dua cara yaitu: pertama, dengan melakukan penelusuran hadis melalui matan, dan yang kedua, dengan melalui kata-kata dalam matan. Untuk keperluan itu, penulis akan menggunakan kitab Mausû‟ah al-Athrâf al-Hadits al-Nabawi al-Syarîf yang telah dikarang oleh Abu Hajar Muhammad al-Sa‟id ibn Basuni

Za‟lûl. Sedangkan untuk kegiatan yang kedua, penulis menggunakan al-Mu‟jam al-Mufahras lil alfâz al-Hadits al-Nabawi yang dikarang oleh A. J.

Weinsinck.

3. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini penulis mengacu kepada kepada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan

Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta” yang diterbitkan oleh

(25)

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membagikannya dalam lima bab, di mana setiap sub bab mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu, yaitu:

Pada bab pertama, penulis akan memberikan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah yang akan dibahaskan, identifikasi tentang materi dan identifikasi tentang sumber serta pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua adalah merupakan pembahasan mengenai biografi atau sosok Imam Ahmad, sistematika Musnad-nya, metode periwayatan dalam Musnad Ahmad serta respon para ulama atas Musnad Ahmad.

Pada bab ketiga, penulis akan menjelaskan makna dan pengertian munafik dari segi perkataan dan istilah, tingkatan- tingkatan orang munafik juga menyentuh karakteristik atau sikap manusia yang bersifat munafik dalam

Musnad Ahmad.

Bab keempat penulis akan memaparkan kegiatan takhrîj hadits tentang munafik yang paling bahaya yang sesuai dengan menjadi kritik sanad dan matan bagi mengetahui kualitas hadis munafik yang paling bahaya tersebut, juga dibahaskan kandungan matan hadis yaitu Fiqh al-Hadits.

Penulis akan menyimpulkan masalah, pembahasan dan kualitasnya dalam

(26)

15 BAB II

IMAM AHMAD DAN KITAB MUSNADNYA

A. Biografi Imam Ahmad ibn Hanbal

Nama lengkap beliau adalah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal ibn

Muassasah al-Risalah 1980). cet. ke-1, Jilid 1, h. 442 23

Lihat Syafiyyur Rah man a l-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, Penerje mah Kathur

(27)

kerajaan „Abbasiyah. Kakeknya adalah mantan Gubernur Sarkhas di masa Kerajaan Bani Umayyah, dan juga menjadi da'i yang kritis.26

Kebanyakan ilmu yang dipelajari Imam Ahmad adalah di Baghdad, setelah itu beliau telah mengembara ke negeri- negeri untuk menuntut ilmu sehingga memasuki Kûfah, Basrah, Mekah, Madînah, Yamân, Syâm dan semenanjung Arab.27

Sejak kecil Imam Ahmad tinggal dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya Safiyyah28 yang solehah, beliau mampu menjadi manusia yang mencintai ilmu. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti. Sehingga beliau harus berkirim surat kepada ulama- ulama hadis di beberapa negeri.29

Imam Ahmad ibn Hanbal berguru kepada banyak ulama sehinggalah beliau menjadi ahli hadis dan ahli fiqh, jumlahnya lebih dari dua ratus delapan puluh orang yang tersebar di berbagai negeri. Misalnya, guru Imam Ahmad dari kalangan ahli hadis adalah Yahya ibn Sa'id al-Qatân, Abdurrahman ibn Mahdî, Yazid ibn Hârun, Sufyân ibn „Uyainah dan Abu Daud al-Thayâlisi. Dari kalangan

26Inayah Roh maniah, Studi Kitab Hadis, (Yo kyakarta : Te ras 2003), cet. ke-1, h. 25

27 Ja mal al-Din Abi al-Ha jjaj Yusuf al-Mizzi, Tahdzîb al-Kamâl, Jilid 1, h. 442

28 Ibunya bernama Safiyyah binti Maimunah ibn Abd al-Malik ibn Sawadah ibn Hindur

al-Syaibâni. Berasal dari Bani „Amir. Lihat Ahmad ibn Ali ibn Hajar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni,

al-Musnad li Imâm Ahmad ibn Hanbal, (Be irut: Da r a l-Fikr 1991), cet. ke -1, Jilid 1, h. 5

29 Ilmu yang pertama kali dikuasai adalah Al Qur‟an hingga beliau hafal pada usia 15

tahun, beliau juga mahir baca-tulis dengan sempurna hingga dikenal sebagai orang yang terindah tulisannya. Lalu beliau mu lai konsentrasi belajar ilmu hadits di awal u mur 15 tahun itu pula. Be liau telah me mpela jari hadis sejak kecil dan untuk me mpela jari Had its ini beliau pernah pindah

atau merantau ke Syâm (Sy iria), Hi jâz, Yamân dan negara-negara lainnya sehingga beliau akh irnya

men jadi tokoh ulama yang bertakwa, s oleh, dan zuhud. Lihat Fatchur Rahman, Ik htisâr Musthalâh

(28)

17 Kemudian isterinya juga meninggal, beliau menikah lagi dengan seorang hamba perempuan yang bernama Husinah dan dianugerahi lima anak, yaitu Zainab,

Hasan, Husin, Muhammad dan Sa‟îd.31

Pada zaman kehidupan Imam Ahmad, kemasyhuran Imam Ahmad disebabkan penolakannya terhadap dogma-dogma agama dan politik yang

disebarkan oleh Khalifah „Abbasiyyah yang menurut Ahmad tidak berdasarkan

pada al-Qur‟an dan hadis, maka dengan itu, Imam Ahmad terjerumus dalam

Hamid, Abdullah ibn Namiri, Ali ibn „Iyash al-Hamsyi Mu‟tamar ibn Sulaiman. Lihat Ahmad ibn

Ali ibn Ha jar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, Tahdzîb at-Tahdzîb, h. 62.

31

Setelah me mpunyai beberapa orang putra yang di antaranya bernama „Abdullah,

Ima m Ahmad lebih sering dipanggil Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan ma zhabnya, ma ka kau m muslimin lebih menyebutnya sebagai Mazhab Hanbali dan sama sekali tidak menisbahkannya dengan gelaran tersebut. Lihat Ima m Sya msuddin Muhammad ibn Ahmad

ibn Uth man a l-Dzahabi, Siyâr A‟lâm al-Nubalâ‟, (Qah irah: Da r a l-Hadits 2006). cet. ke -1. Jilid 11,

h. 185

32

(29)

Ketika Khalifah al-Ma‟mun memegang jabatan sebagai Khalifah, untuk meneruskan jabatan ayahnya Hârun ar-Rasyid, saat itu aliran Mu‟tazilah33 sedang meraih kegemilangannya. Kelompok ini mengajak khalifah untuk bergabung dengannya. Al-Ma‟mun menjadikan aliran mu‟tazilah sebagai mazhab utama Negara. Maka kelompok mu„tazilah secara khusus mendapat sokongan dari penguasa, terutama dari Khalifah al-Ma‟mun.34

Berangkat dari pengingkaran itulah, pada tahun 212 H, Khalifah al- Ma‟mun kemudian memaksa kaum muslimin untuk meyakini kemakhlukan al-Quran. Imam Ahmad terus melakukan penolakan bersama dengan temannya

Muhammad ibn Nuh al-Jundiy. Akhirnya, keduanya ditangkap dan dilaporkan kepada khalifah, namun saat dalam perjalanan terdengarlah jeritan atas kematian

al-Ma‟mun pada sepertiga malam terakhir.35

Sepeninggal al-Ma‟mun (w. 218), sistem kekhalifahan berpindah ke tangan putranya, al-Mu'tasim. Beliau telah mendapat wasiat dari al-Ma‟mun agar meneruskan pendapat kemakhlukan al-Qur'an tersebut, lalu membawa tawanan ke Baghdad sehingga tawanan disiksa dan dirantai kaki. Sehinggalah teman Imam Ahmad yaitu Muhammad ibn Nuh al-Jundiy wafat dalam perjalanan ini,

33 Mu‟tazilah diambil dari kata I‟tazala. Adalah faham yang membawa persoalan

-persoalan teologi yang lebih mendala m dan bersifat filosofis dengan banyak me ma kai a ka l dala m setiap pembahasannya, kaum yang mengikuti daham ini desebut dengan kaum rasional Isla m. Dan

me reka ada lah ke lo mpok yang menyatakan al-Qur‟an adalah makhluk dan terlepas dari sifat-sifat

Allah. Lihat Ha run Nasution, Teologi Islam, (Ja karta : UI Pers 2008), cet ke-5, h. 40.

34

Ahmad Ibnu Abi Duad adalah ketua pimp inan ke lo mpok mu‟tazilah dan telah

me mpengaruhi al-Ma‟mun untuk me mbenarkan dan menyebarkan pendapat-pendapat mere ka,

di antaranya pendapat yang mengingkari sifat-sifat Allah, termasuk sifat kala m (berbica ra).

Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tok oh-Tok oh Besar Islam Sepanjang Sejarah, penerje mah Khoirul Amru dan Ach mad Fao zan, h. 343

35 Muhammad Sa‟id Mursi,

(30)

19

sesampai mereka di Baghdad pada bulan Ramadhan. Setelah itu Ahmad dimasukkan ke penjara antara 28 hingga 30 bulan.36

Pada 25 Ramadhan 241 H, Khalifah Mu'tasim bertaubat dan memerintahkan supaya Ahmad ibn Hanbal dibebaskan. Setelah itu, umat Islam dan Khalifah sangat bahagia. Imam Ahmad ibn Hanbal memaafkan kesemua mereka yang menganiayanya kecuali anggota kumpulan mu‟tazilah yang berfahaman sesat.37 Imam Ahmad ibn Hanbal hanya dilepaskan setelah 2 tahun selepas itu. Tetapi beliau dilarang mengajar dan menyebarkan ilmu Allah. Larangan ini terus berlanjut sehingga pemerintahan Khalifah al-Watsîq purta al-Mu'tasim.38

Khalifah al-Watsîq melarang Imam Ahmad keluar berkumpul bersama orang-orang. Akhirnya, Imam Ahmad bersembunyi di rumahnya, tidak keluar untuk keluar mengajar atau menghadiri shalat jamaah selama kurang lebih 5 tahun, yaitu sampai al-Watsîq meninggal tahun 232 H.39

Sesudah al-Watsîq wafat, al-Mutawakkil naik menggantikannya. Setelah 2 tahun masa pemerintahannya, peraturan tentang kemakhlukan al-Qur'an masih diteruskan. Kemudian pada tahun 234 H, dia menghentikan peraturan tersebut. Beliau mengumumkan ke seluruh wilayah kerajaannya mengenai larangan atas pendapat tentang kemakhlukan al-Qur'an dan ancaman hukuman mati bagi yang

36 Muhammad Sa‟id Mursi,

Tok oh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, penerje mah Khoirul A mru dan Achmad Faozan, h. 345

37 Muhammad Sa‟id Mursi,

Tok oh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, penerje mah Khoirul A mru dan Achmad Faozan, h. 345

(31)

melibatkan diri dalam hal itu. Beliau juga memerintahkan kepada para ahli hadis untuk menyampaikan hadis-hadis tentang sifat-sifat Allah.40

Imam Ahmad lama dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya, ia mendapat penghargaan dan kepujian dari sultan. Ajarannya semakin ramai diikuti orang dan mazhabnya tersebar di seputar „Iraq dan Syâm. Tidak lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka parah yang peroleh dari penjara. Beliau wafat pada hari Jumat, 12 Rabi'ul Awal 241 H/855 M di Baghdad pada umur 77 tahun dan dikebumikan di Marwaz. Pada hari itu tidak kurang dari 140.000 Muslimin dan Muslimat yang hendak mensolatkannya dan 20.000 orang Yahudi, Nasrani dan Majusi41 yang telah masuk Islam.42

Sebelum Imam Ahmad meninggal, beliau sempat sakit selama 9 hari dan sakitnya semakin parah sehari sebelum dipanggil kehadrat Ilahi. Kepergian Imam Ahmad membawa duka yang dalam bagi umat Islam pada waktu itu karena keberadaanya sangat memberi arti dan dibutuhkan umat Islam. Menurut sejarah, belum pernah terjadi jenazah disolatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu

Rah man al-Mubarakfu ri, Sirah Nabawiyah, Penerje mah Kathur Suhardi, h. 28

42

Fatchur Rah man, Ik tisâr Musthalâh al-Hadits, h 375.

43

Na ma lengkapnya Ahmad Halim ibn Abdussalam ibn Abdullah ibn Taimiyah (661-728

H). Lihat Muhammad Sa‟id Mursi, Tok oh-Tok oh Besar Islam Sepanjang Sejarah, penerje mah

Khoirul A mru dan Achmad Faozan, h. 364.

44

Ahmad ibn Ali ibn Ha jar Abu al-Fadhl a l-‟Asqalâni, al-Musnad li Al-imam Ahmad ibn

(32)

21

B. Sistematika Kitabnya

Al-Musnad ialah kitab-kitab hadis yang disusun para pengarangnya bersandar pada nama-nama sahabat. Mereka menghimpun hadis-hadis tiap sahabat secara kritis. Musnad yang disusun para ahli hadis cukup banyak. Dalam

al-Risâlah al-Mutathârifah”, al-Kattany menyebut terdapat 82 musnad.45

Salah satu karya besar Imam Ahmad adalah al-Musnad yang memuat 40.000 hadis. Di samping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits sahih dan layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahlu al-hadits.46

Di dalam al-Musnad terdapat 14 musnad. Imam Ahmad menyusun kitabnya dengan cara yang menyalahi cara penyusun-penyusun kitab hadis yang lain, seperti yang dilakukan oleh Sunan al-Sittah. Imam Ahmad menyusun kitabnya menurut nama sahabat sebagai yang biasa dilakukan oleh pengarang-pengarang al-Musnad, seperti contohnya: hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakar al-Siddiq, kemudian dikumpulkan dalam satu bab walaupun berbeda judul atau tema hadisnya dan dinamakan dengan Musnad Abu Bakar. Ahmad menyebutkan tiap-tiap sahabat itu, hadis-hadisnya dengan sanad yang sempurna,

45

Kitab Musnad seperti dikatakan pengarang bahwa terdapat lebih dari seratus Musnad

yang ada, dan diantaranya adalah Musnad Ahmad ibn Hanbal, al-humaidy, at-Thayâlisy,

al-Umawi, al-Asadî, Nu‟aim ibn Hammâd, al-Absi, Abu Khaitsamah, Abu Ya‟ala, „Abd Ibn Humaid

dan lain-lain lagi. Lihat Mah mud al-Thohhan, Dasar-Dasar Ilmu Tak hrij Dan Studi Sanad,

penerje mah Masykur Ha kim, H.A. Agil Husin, h. 41

46

Muhammad Uwaidhah, Ahmad Ibn Hanbal Imam Ahl Sunnah wa al Jamâ‟ah, (Be irut: Da r al Fikr

(33)

jumlah isinya lebih dari 30.000 hadis yang dipilih dari 750.000 hadis yang dipandang sahih dan kuat menurut hasil ijtihâd dan penelitiannya. Imam Ahmad men-takhrij hadis-hadis yang disebutkan dalam Musnad- nya dari hampir 800 sahabat, ada juga hadis-hadis yang sudah di-takhrîj-kan oleh para pemilik Sunan al-Sittah, ada pula yang belum di-takhrîj-kan.47

Menurut Fatchur Rahman, bahwa kitab ini berisi 40.000 buah hadis, yang 10.000 dari jumlah itu merupakan hadis ulangan. Sesuai dengan masanya, maka kitab hadis tersebut belum diatur bab per bab, sehingga seorang ulama ahli hadis yang terkenal di Mesir, Ahmad Muhammad Syakîr berusaha menyusun daftar isi kitab musnad tersebut.48

Menurut penelitian para ulama hadis, bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam al-Musnad adalah mengandung hadis sahih, hasan dan da‟if. Di dalamnya terdapat hadis-hadis sahih yang diriwayatkan dan yang tidak diriwayatkan oleh penyusun Enam (Sunan al-Sittah), dan terdapat di dalamnya pula hadis hasan dan hadis da‟if yang boleh dijadikan hujjah.49

Sistematika demikian itu masih jarang digunakan dalam susunan kitab hadis. Oleh karena itu, ia merupakan keistimewaan sistematika Musnad Ahmad

dalam mencari dan mengetahui Fiqh Sahâbi.50

47 Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M Qad irun Nur Ahmad

Musyafiq, h. 292

48

Fatchur Rah man, Ik htisâr Musthalâh al-Hadits, h. 375

49

Al-Ima m as-Suyuthi berkata: “Segala hadis yang terdapat dalam Musnad Ahmad, maka

hadis itu dapat diterima, karena sesungguhnya hadis yang didha‟ifkan yang terdapat di dalamnya adalah mendekati hasan”. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M

Qadirun Nur Ah mad Musyafiq, h. 292 dan lihat T.M Hasbi al-Shiddieqy, Pok ok -Pok ok Ilmu

Dirayah Hadits Jilid 1, (Jaka rta: Bu lan Bintang 1976). H 204

50

Muhammad Abu Zahra, Tarik h al-Madzâhib al-Islâmiyyah, (Beirut: Dar a l-Fikr 1966),

(34)

23

Menurut penelitian penulis, bahwa Imam Ahmad menyusun kitabnya dengan membagi sub bab seperti berikut:

1. Musnad al-„Asyarah al-Mubasyîrina bi al-Jannah.

2. Musnad Khulafâ‟ al-Râsyidin

3. Musnad Sahabat Ba‟da al-„Asyarah.

4. Musnad Ahl al-Bait.

5. Musnad Bani Hâsyim.

6. Musnad al-Muktsirîna mina al-Sahâbat.

7. Bâqi Musnad al-Muktsirîn

8. Musnad al-Makiyyin.

9. Musnad al-Madaniyyin.

10.Musnad al-Syâmiyyin.

11.Musnad al-Kûfiyyin.

12.Musnad Basriyyin.

13.Musnad al-Ansâr.

14.Musnad al-Qabâ‟il.51

C. Metode Periwayatan Dalam Musnad Periwayatan52

hadis bermula dari hasil kesaksian sahabat Nabi terhadap sabda, perbuatan dan pengakuan atau hal ihwal Nabi Muhammad Saw.. Apa yang

51

Lihat Ah mad ibn A li ibn Haja r Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, al-Musnad li al-Imâ m

(35)

disaksikan oleh sahabat itu lalu disampaikan kepada orang lain, orang lain menerima riwayat hadis itu mungkin saja berstatus sahabat, al-Muhadhramîn53

atau tâbi‟in. Mereka pula menyampaikan hadis tersebut kepada tâbi‟ tâbi‟in. Demikian seterusnya, sehinggalah hadis itu sampai kepada periwayat yang melakukan penghimpunan hadis.54

Sebagai ahli hadis, Imam Ahmad memiliki syarat tersendiri dalam menentukan hadis yang dijadikan hujjah olehnya. Menurut Ahmad Muhammad Syakir, syarat rawi yang hadisnya bisa diterima yaitu hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang jujur, taat pada agama, tidak berkhianat dan yang terakhir mengamalkan hadis yang diriwayatkan. Menurutnya lagi, hadis yang tidak

muttasil sanad-nya55 pada Nabi Muhammad meskipun diriwayatkan oleh perawi

tsiqah termasuk kategori hadis da‟if. 56

Menurut istilah ilmu hadis, yang dimaksudkan dengan al-riwayat ialah kegiatan penerimaan dan penyampaian hadis, serta penyandaran hadis itu kepada rangkaian para periwayatnnya dengan bentuk-bentuk tertentu. Sebagaimana M.Syuhudi menyatakan, terdapat tiga unsur yang harus dipenuhi dalam periwayatan hadis, yakni: 1- keg iatan menerima hadis dari periwayat hadis. 2- kegiatan menya mpaikan hadis kepada orang lain. 3- susunan rangkaian

tersebut perlu disebutkan Lihat Muhammad Syuhudi Isma il, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis,

(Jaka rta: Bu lan Bintang 1991), cet. ke-3, h. 24

53al-Muhadhramîn : adalah orang yang mendapati masa jahiliyyah dan masa nabi saw

dan masuk Isla m na mun tidak se mpat me lihat. Lihat Muhammad „Ajjaj al-Khâtib, Ushul

al-Hadits, Penerje mah H.M Qad irun Nu r Ah mad Musyafiq, h. 402

54

Muhammad Syuhudi Isma il, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, h. 37

55

Sanadnya bersambung-sambung tidak putus yang dimaksud adalah sanad yang selamat dari keguguran. Dengan kata lain, bahwa tiap -tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima

langsung dari guru yang me mberikannya. Lihat Qurratul A ien, Il mu Musthalâh Hadits, h. 241

56

Ahmad Muhammad Syakir, Thalâi‟ al Musnad, (Ca iro : Maktabah al-Turas Isla mi, tt),

(36)

25

yang kadzab. Oleh karena itu, Ahmad membuang hadis-hadis yang tidak sesuai dengan syaratnya untuk penyempurnaan musnad-nya.57

Imam Ahmad bersungguh-sungguh dalam menghimpun hadis Nabi Saw.. Beliau tidak akan men-takhrij kecuali bagi orang-orang yang beliau sangat percayai. Beliau juga sangat cermat terhadap matan- matan dalam kitab beliau, seperti ketegasan beliau terhadap perawi-perawinya. Oleh karena itu, layak bagi

beliau untuk berkata kepada putra beliau “Jagalah musnad ini karena kelak ia

akan menjadi imam bagi masyarakat”.58

D. Tanggapan Ulama Atas Musnad Ahmad

Banyak ulama yang telah memberi tanggapan, perhatian dan apresiasi terhadap kitab al-Musnad. Seorang ulama ahli hadis yang terkenal di Mesir,

Ahmad Muhammad Syakîr berusaha menyusun daftar isi kitab musnad tersebut dengan nama Fihris Musnad Ahmad.59 Di samping itu, Ahmad Muhammad Syakîr

juga memberi kritikan yang sangat bagus, berharga dan menyanggah beberapa kerancuan seputar kitab itu. Dari kitab yang beliau tahqiq-kan telah dicetak 15 juz yang besarnya masing- masing sekitar sepertiga kitab aslinya, hanya saja sebelum selesai, beliau telah terlebih dahulu menghadap kehadrat Ilahi.60

Muhammad Abu

57

Badri Khaeru man, Otentisitas Hadis, Studi Kritis atas Kajian Hadis Kontemporer, ,

(Bandung: PT Re maja Rosdakarya 2004), h.191

58 Muhammad „Ajjaj al

-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M Qad irun Nur Ahmad

Musyafiq, h. 292

59

Fatchur Rah man, Ik tisâr Musthalâh al-Hadits, h. 375

60 Muhammad „Ajjaj al

-Khâtib, Ushul al-Hadits, Penerje mah H.M Qad irun Nur Ahmad

(37)

Zahra memuji keistimewaan Musnad Ahmad karena Imam Ahmad menyusun

Musnad-nya dengan urutan Fiqh Sahâbi.61

Pada Awalnya, Abdullah ibn Ahmad telah memberi daftar urut kitab

musnad milik ayahnya, dan Imam Ahmad belum sempat memperbaikinya karena telah dipanggil kehadrat ilahi terlebih dahulu. Adapun yang menyusun berdasarkan daftar urut hijâiyyah (abjad) adalah al-Hafidz Abu Bakr Muhammad Abdillah al-Maqaddasi al-Hanbali.62

Imam Ahmad menyusun hadis Nabi berdasarkan tempat. Oleh karena itu, setiap orang yang ingin mengetahui hadis dari musnad tertentu, ia perlu memeriksa pada daftar isi setiap jilid sehingga ia mengetahui di mana letaknya. Mereka (para pengelola Perpustakaan Islam dan Penerbit Beirut) melengkapi daftar isi nama- nama sahabat berdasarkan urutan huruf ensiklopedi. Di depan nama setiap sahabat terdapat nomor jilid dan halaman. Mereka menyebutkan bahwa Nashiruddin al-Bani (1333H-1420H) telah menyiapkan daftar isi ini untuk dirinya secara pribadi agar mudah merujuknya pada musnad-musnad. Nama kitabnya adalah Muhtawa Burhân bi Asmâ‟ al-Sahâbat al-Marwî „Anhum fi Musnad Ahmad.63

Usaha yang dilakukan oleh Ahmad Muhammad Syakîr juga dilakukan oleh

Ahmad ibn Abdirrahman al-Bana, yang lebih dikenal dengan nama al-Sa‟ati, salah seorang ulama Mesir abad ke-14 Hijriah. Beliau menyusun secara sistematis berdasarkan bab, seperti bagian tauhîd dan usul al-din, lalu di bagi lagi menjadi

61

Muhammad Abu Zahra, Tarik h al-Madzâhib al-Islamiyyah, h. 527.

(38)

27

kitab tauhîd, bab-bab dan fasal- fasal. Beliau menguraikan sebagian hadis yang perlu diuraikan, meng-takhrîj hadis-hadisnya dan mengisyaratkan tambahan-tambahan dari Abdullah ibn Ahmad. Beliau membagi 1 kitab kepada 2 jilid dan

Dari analisis yang telah dibuat bahwa Hamdi Abdul Majîd telah menyusun kitab tersebut dengan daftar isi (fihris) dari alif sampai seterusnya, kitab ini telah dicetak ulang sehingga dua kali.65 Jalaluddin al-Suyûti juga menyusun kitab

Musnad Ahmad serta telah menambah syarahan yang panjang seperti memuatkan penilaian dan persamaan hadis Imam Ahmad dengan kitab yang lain seperti

Bukhâri, Muslim, Fathul Bâri, Muawatta‟ dan sebagainya.66

Ghulam ibn Tsa‟labah (w. 345H) telah mengumpulkan lafaz- lafaz yang

gharib serta memaknainya. Ibn al-Mulaqqin al-Syafi‟i (w. 804 H) membuat ringkasan dari Musnad tersebut dan al-Sindy (w. 1199 H) membuat syarahnya.67

Ibnu Hajar al-„Asqalâni menyusun kitab Musnad Ahmad dengan menambah biografi Imam Ahmad, syarat-syarat Ahmad dalam menyusun

Musnad, keistimewaan Musnad dan sebagainya. Kitab ini pertama kali dicetak

Lihat Ha md i Abdul Ma jid, Mursyidu al-Mukhtâr ila ma fî Musnad al-Imâ m Ahmad ibn

Hanbal min al-Ahâdits wa al-Atsâr, (Be irut:Ma ktabah Nahdhah Arabiyyah 1987), cet. ke-2, h. 7

66

Jala luddin Abdul Rah man ibn Abu Baka r al- Suyûti, „Uqûdu al-Zabarjad ala

al-Musnad al-Imâm Ahmad, (Beirut: Dar a l-Kutub Ilmiyyah 1987), cet. ke -1, h. 2

67

(39)

tanpa “Muntakhâb Kanzil „Ummal”. Oleh karena itu, tulisan di dalam kitabnya

besar dan amat jelas untuk membacanya.68

Akhirnya kitab Musnad Ahmad dicetak sebanyak 6 jilid. Pada garis marginnya kiri-kanan dicetak kitab “Muntakhâb Kanzil „Ummal Fi Sunanil Aqwâl wa al-Af‟âl”, yang diterbitkan di Cairo Mesir tahun 1313 H, karangan „Ali Ibn

Hisyamuddin, yang dikenal dengan nama al-Muttaqi.69

Dari hasil penelitian penulis, bahwa perhatian orang ramai dalam memahami hadis Musnad Ahmad menjadi suatu usaha bagi pihak penerjemah yaitu Fathur Rahman Abdul Majid, Ahmad Khatib dan Ahmad Rasyid Wahab telah melakukan penerjemahan ke atas kitab ini denga n judul Musnad Imam Ahmad. Kitab ini telah diterbitkan sebanyak 10 jilid oleh Pustaka Azam pada tahun 2006.

Begitu bicara mengenai Imam Ahmad, sebenarnya kepribadiannya sebagai ahli hadis dan imam mazhab menjadi pengaruh yang kuat kepada ulama-ulama kemudian untuk mengembangkan al-Musnad karangannya tersebut.

68

Lihat Ah mad ibn Ali ibn Ha jar Abu al-Fadhl al-‟Asqalâni, al-Musnad li Imâm Ahmad

ibn Hanbal, h. 5-13

69

Mahmud al-Thohhan, Dasar-dasar Ilmu Tak hrij Dan Studi Sanad, penerjemah

(40)

29 BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG MUNAFIK

A. Pengertian Munafik

Kata munâfiq adalah isim fâ‟il yang berasal dari ف م - ق ف -قف ي -قف berarti buat-buat atau pura-pura70 dan kata masdarnya pula nifâq berarti kepura-puraan yaitu keluar dari keimanan secara diam-diam.71 Di dalam kamus al-Mu‟jam al-Wajiz menyatakan demikian bahwa munafik berasal dari kata nâfaqa

berarti menzahirkan apa yang berlainan dari batin.72

Adapun pengertian munafik bisa diartikan dengan kata Nafiqa Lil Yarbû‟ (ع ي قف ) yaitu keluar dari lubang persembunyian binatang seperti tikus,73 dalam hal ini, antara lubang tikus dan kemunafikan memang sejajar. Jika dilihat dari sifatnya, bagian atas (luar) liang tikus tertutup dengan tanah, sedangkan bagian bawah berlubang. Demikian pula kemunafikan yang bagian luarnya adalah Islam dan dalamnya merupakan keingkaran serta penipuan.74

Pengertian munafik secara terminologi menurut Syari‟at Islam, munafik adalah orang yang menampakkan sesuatu yang sejalan dengan kebenaran di depan orang banyak, padahal kondisi batinnya atau perbuatan yang

70

Muhammad Idris Abdul Rauf a l-Ma rbawi, Qâmus Idrîs al-Marbawi, (Kua la Lu mpur:

Dar a l-Fikr 2006), cet. ke-3, h. 336

71 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir, Kamus Arab Indonesia, (Yogyakarta:

Pondok Pasentren al-Munawwir 1984), h. 1548

72 Ku mpulan Bahasa Arab, al-Mu‟jam Al-Wajiz, h. 628

73 Husin ibn Awang, Qâmûs al-Tulâb, (Kua la Lu mpur: Da r a l-Fikr 1994), cet. ke-1, h.

1041

74 M. Quraisy Shihab dan dkk, Ensik lopedia al-Qur‟an: Kajian Kosa Kata Dan Tafsirnya,

(41)

sebenarnya tidak demikian. Keperca yaan atau perbuatannya itu disebut

nifâq.75

Dari kata nifâq tersebut, maka al-Raghib al-Asfahâni mengatakan bahwa seorang munafik, bisa terlihat bahwa ia masuk Islam dari pintu satu dan keluar dari pintu lainnya.76 Dalam Syarah Usul I‟tikad Ahl Sunnah wa al -Jama‟ah mengatakan bahwa nifâq itu adalah kekufuran yaitu mengkufurkan Allah

dan menzahirkan keimanan secara terang-terangan.77 Hal demikian, sama sekali dengan firman Allah swt. dalam Q.S al-Taubah /9: 67

“... Sesungguhnya orang munafik itulah orang-orang fâsiq78 ”

Maka dengan itu, penulis mengartikan bahwa kemunafikan dimasukkan dalam kategori kekafiran karena pada hakikatnya, prilaku orang munafik adalah kekafiran yang terselubung. Orang-orang munafik pada dasarnya adalah mereka yang ingkar kepada Allah, kepada RasulNya dan ajaran-ajaran Rasulullah, kendatipun secara lahir mereka memakai baju mukmin.

Karakter-karakter orang munafik menurut hadis yang terdapat dalam

Musnad Ahmad adalah sebagaimana yang akan dibicarakan di bawah;

75

Ibrahim bin Muha mmad b in Abdullah al-Bura iqan, Pengantar Ilmu Studi Aqidah

Islam, penerje mah: Muhammad Anis Matta), h. 220

76

al-Raghib a l-Asfahâni, Mu‟jam Mufradat Alfaz al-Qur‟an, Be irut: Dar al-Fikr 1986), h.

253

77

Habbatullah ibn al-Hasan ibn Mansur, Syarah Usul I‟tikad Ahl Sunnah wa al-Jama‟ah

min al-Kitâb wa al-Sunnah wa Ijma‟ Sahâbat, (Riyadh: Da r a l-Tibah 1983, tt), h. 169

78

Fâsiq berarti keluar dari agama dan syariat. Dari keterangan di atas bisa dipahami bahwa nifâq dalam terminologi aga ma adalah mena mpakkan Isla m dan menye mbunyikan

(42)

31

B. Tingkatan-tingkatan Munafik

Ulama banyak membahas tentang tingkatan-tingkatan munafik. Dalam pandangan syariat Islam, munafik ada dua macam, yaitu munafik i‟tiqad dan munafik „amal.

1. Al-Nifâq al-I‟tiqâdi:

Pandangan syariat menyatakan bahwa al-nifâq al-i‟tiqâdi yaitu mereka yang menonjolkan keislamannya tetapi pada hakekatnya dia tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Seperti Abdullah bin Ubay dan kawan-kawannya.79 Mereka termasuk ke dalam golongan kafir, bahkan lebih jahat. Dan orang-orang itulah yang dijanjikan Allah tempatnya di tingkatan paling bawah sekali dalam neraka. 80

Menurut Sa‟id Hawa, al-nifâq al-nazhari (Konsepsional) yaitu: bahwa

keyakinannya tentang hakekat Islam bertentangan dengan pernyataan keimanannya kepada Islam. 81

Menurut Hamdi Ahmad Ibrahim dalam bukunya Karakter Orang-Orang Munafik, bahwa al-nifâq al-i‟tiqâdi itu ada delapan perkara, yaitu:

1. Mereka mengucapkan dua kalimat syahadat sebagaimana firman Allah Ta‟ala dalam Q.S.al-Munâfiqûn/63:1, dan Q.S. al-Baqarah/2:8-9.

79

Di antara kawannya adalah yang membina Masjid Dhirar yaitu 80

Ima m al-Bukhari, Shahih Buk harijilid 1, (Klang: Book Centre), cet. Ke-6, h. 26. Lihat

juga Ahzami Sami‟un Jazuli, Seri Ta fsir Tematik Fiqh al-Qur‟an, h. 149.

81Sa‟id Hawa, Intisari Ihya „Ulumuddin Al-Ghazali, Mensucikan Jiwa, (Jakarta: Robbani

(43)

2. Mereka memproklamirkan dirinya senantiasa taat terhadap al-Qur‟an dan al-Sunnah, padahal sebenarnya menentang dan

bermaksud jahat terhadap keduanya, sebagaimana firman Allah Ta‟ala dalam Q.S.al-Nisa‟/4: 81, dan Q.S. al-Nûr/24: 27.

3. Mereka melaksanakan shalat namun disertai dengan riya‟, mereka mendirikan shalat dengan bermalas-malasan, mereka suka mengakhirkan shalat samapai waktunya habis, mereka mempercepatkan shalat bagaikan burung gagak mencocok dengan paruhnya dan mereka tidak suka menghadiri shalat jemaah di masjid. Mereka tidak berzikir kepada Allah melainkan sedikit. Hal ini sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S.al-Nisa‟/4: 142. 4. Mereka suka bersedekah tetapi karena terpaksa dan di dorong

dengan sifat riya‟, sebagaimana firman Allah dalam Q.S.

al-Taubah/9: 54, dan Q.S. al-Taubah/9: 98.

5. Mereka suka membaca al-Qur‟an, sebagaimana Nabi bersabda: “Kebanyakan orang-orang munafik dari ummatku adalah para

pembaca al-Qur‟an”. (HR. Ahmad, Jilid 2: 175)

6. Mereka suka menghadiri majlis-majlis ta‟lim, akan tetapi mereka tidak mengerti sedikit pun yang disampaikan da‟i, justru mereka

(44)

33

7. Orang-orang munafik itu senang membangun masjid tetapi mereka menjadikannya sebagai markas tempat mereka mengadakan makar dan mengatur strategi untuk memerangi Allah dan Rasulnya. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam Q.S. al-Taubah /9: 107.

8. Sikap lahiriyah mereka mencegah orang lain sehingga mengira mereka sebagai orang-orang yang bertaqwa dan berilmu pengetahuan. Hal ini dinyatakan dalam sabda Nabi Saw. dalam

Musnad Ahmad: “Sesungguhnya sesuatu yang paling aku

khawatirkan atas umatku adalah setiap orang munafik yang

pandai bersilat lidah”.82

2. Al-Nifâq al-„Amali:

Pandangan syariat menyatakan bahwa al-nifâq al-„amali adalah munafik yang tidak membawa kepada kekafiran yaitu tidak akan menyebabkan seseorang itu keluar dari Islam, tetapi hanya saja pelakunya divonis sebagai orang yang berdosa dan amat merugikan diri serta merusakkan pergaulan.83

Menurut Sa‟id Hawa, al-nifâq al-„amali (Perbuatan): yaitu yang

memiliki akhlaq orang-orang munafik dalam memberikan loyalitas kepada

82

Ha mdi Ah mad Ibrahim, Karak ter Orang-Orang Munafik, Penerje mah Abu Barzan i

(Jaka rta: Pustaka al-Kautsar 1995), cet. ke-1, h. 15-20

83 Ima m a l-Bukhari, Shahih Buk harijilid 1, h. 26. Lihat juga Ahzami Sami‟un Jazuli, Seri

(45)

orang-orang kafir, berkasih sayang kepada mereka, mendukung perjuangan mereka, menyalahi janji, membiasakan dusta atau berkhianat dan curang. 84

Bentuk yang pertama tadi adalah mereka orang munafik menyerupai kafir karena mereka telah mempermainkan keimanannya. Mereka mengatakan dengan lisannya telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal mereka hanya memperolok saja. Karena di hati mereka sesungguhnya telah mengingkari Islam. Padahal hakekat keimanannya itu adalah keyakinan yang letaknya di hati. Mereka telah berdusta dengan lisannya, sehingga syahadah yang mereka ikrarkan sia-sia dan sesungguhnya mereka tidak beriman karena perbuatan tersebut. Dalam hal ini, kemunafikan yang dianggap keluar dari keimanan secara total adalah mencakup kemunafikan yang besar yang menyangkut „aqidah (keyakinan), di mana pelakunya akan menampakkan keislaman serta menyembunyikan kekufuran.

Adapun bentuk yang kedua yaitu kemunafikan dalam bentuk perbuatan, meskipun kemunafikan „amaliah ini tidak sesuai menyebabkan pelaku-pelakunya keluar dari keimanan secara total tetapi merupakan lorong menuju kekufuran. Dalam bentuk ini, menurut „Aidh Abdullah al-Qarni terdapat 30 sifat-sifat yang menunjukkan prilakunya akan menyebabkan terus kepada kemunafikan, yaitu seperti berikut:

1. Dusta 2. Ingkar janji

3. Melampau batas jika berselisih 4. Tidak menepati janji

(46)

35

5. Malas dalam beribadah 6. Lalai dalam beribadah 7. Riya‟ dalam beribadah

8. Tergesa-gesa dalam sembahyang 9. Melecehkan terhadap sosok para saleh 10.Mempermainkan al-qur‟an dan al-sunnah 11.Berlidung di balik sumpah

12.Terpaksa dalam berinfak

13.Meremehkan muslim dan mengunggulkan kafir 14.Membesarkan yang kecil dan mengecilkan yang besar 15.Berpaling dari takdir

16.Mengumpat orang-orang saleh

17.Meninggalkan sembahyang berjemaah 18.Merusak dengan dalih kebaikan

19.Penampilan luar bertolak-belakang dengan yang tersembunyi dalam hati 20.Pengecut terhadap ancaman

21.Mengajukan alasan dusta

22.Memasyarakatkan kemungkaran dan melarang perbuatan makruf 23.Enggan menyumbang kebaikan

24.Melupakan allah karena sedikit berzikir 25.Mendustakan tawaran allah

(47)

28.Tidak memahami agama

29.Malu terhadap manusia, tidak malu dengan Allah ketika bermaksiat 30.Bergembira ria dengan musibah dan merasa sedih dengan rahmat yang

menimpa kaum muslimin85

Menurut perhatian penulis, penulis setuju dengan menyatakan kesemua 30 sifat perbuatan tadi termasuk dalam bagian kedua, andai saja manusia yang mengaku iman kepada Allah dan melakukan hal demikian, maka itu termasuk dalam nifaq „amaliah. Sebenarnya keyakinan orang munafik itu bisa dilihat dengan perbuatannya karena perbuatan akan mengikuti gerak hati seseorang. Lalu, segala perbuatan orang munafik adalah perbuatan nifaq i‟tiqadi. Demikian hal ini telah dinyatakan dengan panjang di dalam al-Qur‟an dan lebih terperinci lagi terdapat dalam hadis. Penulis akan melampirkan 30 sifat di atas secara terperinci pada bagian belakang. Adapun akibat dari perbuatan mereka tadi, maka mereka tidak akan terlepas dari azab Allah Swt., yaitu: Mereka ditempatkan di Neraka paling bawah (Q.S.al-Nisa‟/4: 145), mereka dilaknati dan mendapat azab yang kekal (Q.S. al-Taubah/9: 68), mereka diazab Allah dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat (Q.S. al-Taubah/9: 74).

Ayat al-Qur‟an di atas cukup jelas menerangkan bahwa orang yang melakukan sifat-sifat munafik di atas akan menuju ke neraka. Namun begitu, jika mereka tidak memiliki al-nifâq al-i‟tiqâdi maka mereka tidak akan keluar dari keimanan kepada Allah dan Allah akan memba las atas segala perbuatan yang buruk.

85„Aidh Abdullah al

-Qa rni, Bahaya Kemunafikan di Tengah Kita, Penerje mah H.

(48)

37

C. Karakteristik Munafik Dalam Musnad Ahmad

Di dalam al-Qur‟an banyak sekali membicarakan mengenai orang- orang munafik, terutama dalam surah-surah panjang yang diturunkan di Madinah. Dalam Surat al-Baqarah, yaitu surah kedua dalam susunan al-Qur‟an, terdapat kisah mengenai sifat-sifat orang yang muttaqin dalam empat ayat, orang kafir dua ayat, namun orang munafik dibicarakan tingkah lakunya yang buruk itu dalam tiga belas ayat. Surat-surat ali-Imrân, an-Nisâ‟, al-Anfâl, at-Taubah, Ahzâb, al-Hadîd, al-„Ankabût, al-Fath, al-Tahrîm yang penuh berisi keterangan tentang perangai, kelakuan, kedengkian, pengecut dan kekecilan jiwa orang munafik.86

Munafik adalah suatu sifat yang paling populer yang telah disebut oleh Rasulullah Saw. dengan 3 tanda. Penulis telah melacak dalam al-Musnad

bahwa Imam Ahmad menyebut 4 hadis yang menyatakan hal yang persis demikian.87 Dalam sunan sittah juga meriwayatkan dari sahabat yang sama yaitu Abu Hurairah. Namun demikian, dalam Sunan Ibn Majah saja yang tidak menyebut 3 tanda munafik.

86 HAMKA, Tafsir al-Azhar, (Ja karta: Pustaka Panjimas 2008), Cet. ke-2, Jilid XXVIII,

h. 202

87

Riwayat dari a l-Walid ibn al-Qasim, Sula iman abu al-Rabi‟, Ishaq ibn „isa dan Hasan.

Lihat Ahmad Ibnu Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Ima m Ahmad ibn Hanbal,

(Be irut: Da r a l-Fikr 1987), cet. ke -2, Jilid 2. h. 200, 357, 397 dan 536

88

Ahmad Ibnu Hanbal Abu „Abdullah asy-Syaibâni, Musnad al-Imam Ahmad ibn

Gambar

GAMBARAN UMUM TENTANG MUNAFIK .............. 29

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, maka dengan memperhatikan matan dan juga kandungan hadis-hadis ziarah kubur yang sudah diteliti, pada dasarnya mengandung

Hal tersebut harus dijelaskan kembali agar setiap orang dapat mamahami bahwasanya apa yang dilakukan Nabi sama sekali tidak bertentangan dengan al- Qur’an, bahkan

ulama-ulama salâf dan khalâf , bahwa semua orang meninggal itu di- talqîn- kan, keterangan ini berdasarkan pendapat seorang ulama besar yang dijuluki Hujjâtul Islam yaitu

Setelah melakukan kegiatan penelitian kualitas sanad dan matan bahwasanya hadis Nabi Muhammad saw yang berkenaan tentang Ancaman Allah kepada orang yang melakukan

perlaksanaan qurban dengan satu ekor hewan saja namun diniatkan untuk beberapa orang (contoh: keluarga), ataupun berqurban atas nama orang yang telah meninggal dunia, dan

mendahulukan akalnya dan akal orang lain dari apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. maka dia adalah manusia yang paling durhaka kepada Nabi saw. , paling keras dalam

Dengan demikian, ketika berkas isnad tersebut menyebar untuk pertama kalinya maka di sanalah ditemukan commond link-nya.27 Oleh karena itu, teori ini berangkat dari asumsi dasar bahwa

SIMPULAN Setelah melakukan penelitian terhadap hadis Riwayat Imam Ahmad Ibn Hanbal dan Imam Turmudzi, maka dapat dinatijahkan bahwa hadis yang berkenaan dengan anjuran tahnik terhadap