KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR
KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH:
ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.
Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.
Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.
Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.
ABSTRACT
Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.
This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.
Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.
Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.
Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Adelina Irmayani Lubis
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 11 Agustus 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Anak ke : 3 dari 5 bersaudara
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat Rumah : Jl. Madio Utomo No. 80c Medan
Riwayat Pendidikan :
1. Tahun 1996-1997 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal 2. Tahun 1997-2003 : SD Negeri No.060879 Medan 3. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 12 Medan
4. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 3 Medan
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul “Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota
Medan Tahun 2013”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk
memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Drs.
Asrin Lubis, M.Pd dan Ibu Dra. Rosdiana, M.Pd yang tiada henti memberikan kasih
sayang, mendidik, mendoakan penulis tiada henti, serta selalu memberikan
bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menulis skripsi ini. Terima
kasih juga kepada kakak, abang dan adik-adikku yang selalu mendukung dan
mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya tidak lupa
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara (FKM USU).
2. Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan saran, dukungan, bimbingan serta arahan
4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skrips yang telah
banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran
dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, selaku Dosen Penguji yang telah banyak
memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang telah banyak
memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.
7. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
memberikan dukungan dan saran-saran selama penulis menjalani pendidikan.
8. Bapak Marihot Samosir, ST yang sudah banyak meluangkan waktu, saran serta
tenaga untuk mengurus segala keperluan yang harus dipersiapkan demi
terselesaikannya skripsi ini.
9. Seluruh Dosen dan Staff serta seluruh civitas Akademika FKM USU yang telah
membimbing dan membantu selama perkuliahan.
10.Bapak Hermanto, SE selaku Lurah Sidorame Timur dan ibu Sri Pinangsih Selaku
Sekretaris Lurah Sidorame Timur yang telah mengizinkan saya melakukan
penelitian dan membantu saya dalam memperoleh data-data yang mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini.
11.Kak Ayu dan Bang Ilman yang telah meluangkan waktu dalam membantu
penelitian saya dan memberikan saran serta masukan sehingga penelitian dapat
terlaksana dengan baik.
12.Sahabat dan keluarga kecilku Dewi Juliatin, SKM, Dwi Putri SN, SKM, Fadillah
SKM atas segala doa, perhatian, semangat dan dukungannya selama ini. Terima
kasih juga sudah menjadi tempat berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan berbagi
suka duka.
13.Sahabat-sahabatku Suliyanti, Rahmawati Hasibuan, Defi Wahyuningsih, Isnatur
Rahmi, Nur Aswat, SKM, Shafratul Husna atas segala doa, motivasi, semangat,
dan dukungan selama ini.
14.Seluruh teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Yati, Ayu, Anggi,
Puput, Santi, Atina, Kak Lamria, Kak Angel, Kak Rani, Kak Farah, Kak Taty,
Nurmaida, Cristi dan seluruh rakan-rekan angkatan 2009 Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang
telah banyak membantu, meberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis
selama ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan sarran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Medan, Oktober 2013
DAFTAR ISI
2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan ... 21
2.4 Kebiasaan Pencucian Beras ... 22
2.5 Kerangka Konsep ... 24
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26
3.3 Populasi dan Sampel ... 26
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28
3.4.1 Data Primer ... 28
3.4.2 Data Sekunder ... 28
3.5 Instrumen Penelitian ... 29
3.6 Definisi Operasional ... 29
3.7 Aspek Pengukuran ... 29
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 33
4.1.1 Geografis ... 33
4.1.2 Demografi ... 33
4.2 Karakteristik Ibu ... 36
4.2.1 Tingkat Penghasilan Keluarga ... 38
4.3 Kondisi Raskin ... 38
4.4 Pendapat Keluarga Tentang Raskin dan Nasi ... 38
4.5 Bahan yang di Campur dalam Memasak Raskin ... 39
4.6 Cara Mencuci Raskin ... 39
4.7 Frekuensi Penggantian Air Cucian ... 40
4.8 Hasil Pemeriksaan Klorin Pada Beras ... 41
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Klorin Pada Beras Sebelum Dilakukan Pencucian dan Sesudah Dilakukan Pencucian ... 43
5.2 Kondisi Raskin dan Pendapat Masyarakat Mengenai Rasa dari Raskin ... 46
5.3 Kebiasaan Pencucian Raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 60
6.2 Saran ... 61
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) ... 11
Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih... 31
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame
Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 34
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan
Tahun 2012 ... 35
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur
Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 35
Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 36
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 37
Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Mencampur Raskin dengan Bahan Lain dalam Memasak Nasi dan Jenis Bahannya di Kelurahan Sidorame Timur
Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 39
Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Penggantian Air Cucian di Kelurahan
Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 40
Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan
2013 ... 40
Tabel 4.9 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan
2013 ... 41
Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Klorin Pada Beras Miskin yang Belum Dicuci dan Residu Klorin Pada Pencucian Beras Pertama Sampai dengan
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan Klorin
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari FKM USU
Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2013
ABSTRAK
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.
Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.
Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.
Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.
Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.
ABSTRACT
Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.
This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.
Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.
Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.
Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha
memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primer tersebut adalah
makanan. Salah satu kebutuhan makanan pokok adalah nasi (Ahmad, 1990).
Makanan pokok yaitu makanan yang paling banyak dan paling sering dimakan.
Pengertian kata makan tersebut menunjukkan keterkaitan dan keterikatan yang kuat,
yang menjadikan perasaan belum makan kalau belum makan nasi, meskipun sudah
makan makanan yang lainnya (Haryadi, 2006).
Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi
sebagai sumber kalori utama. Beras merupakan bahan makanan pokok terpenting
yang memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak
memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi serta
dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein dan
beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).
Menurut FAO tahun 2001 dalam buku karangan Haryadi, beras merupakan
salah satu padi-padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia.
Negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,
Cina, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, beras
merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di
negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari 50% penduduk dunia
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia
dan penduduk daerah tropik lainnya. Selain rakyat di wilayah ini sudah begitu mahir
dalam teknologi bercocok tanam padi, teknik pengolahan dan pemasakan terhadap
beras juga sangat mudah. Tingkat daya beli, pengetahuan mengolah dan menyajikan
yang telah dikuasai oleh masyarakat Indonesia sangat sesuai dengan beras sebagai
bahan makanan pokok (Sediaoetama, 2009).
Beras mengandung nilai gizi yang cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat
sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti kalsium dan
zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg. Vitamin yang utama pada beras adalah tiamin,
riboflavin, niasin, dan piridoksin (Astawan, 2004).
Di zaman seperti sekarang ini, banyak berbagai macam makanan di Indonesia
yang sudah mengandung zat kimia tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Kasus
beras dicampur pemutih ini sudah ada sejak tahun 2006. Balai Pengawasan Obat dan
Makanan Kota Tangerang menemukan pedagang menjual beras ini dengan bebas.
Untuk membuat beras terlihat lebih putih, biasanya beras dicampur dengan klorin.
Balai Pengawasan Obat dan Makanan Kota Tangerang menemukan kadar klorin
seberat 0,05 ppm dalam beras curah yang diperdagangkan di pasar Tradisional,
Tangerang (Lukman, 2010).
Klorin merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pemutih
pakaian. Sekarang klorin tidak hanya digunakan sebagai bahan pemutih pakaian saja,
tetapi juga telah digunakan sebagai bahan pemutih/pengilat beras agar beras yang
berkualitas rendah dapat telihat lebih putih. Dampak dari beras yang mengandung
20 tahun mendatang, khususnya jika beras tersebut dikonsumsi secara terus menerus.
Zat klorin yang ada dalam beras akan menggerus usus pada lambung (korosit).
Akibatnya, lambung akan rawan terhadap penyakit maag. Dalam jangka panjang,
klorin akan mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Departemen Luar Negeri
Republik Indonesia, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Novita pada
tahun 2009 di Laboratorium Daerah Kesehatan Medan bahwa terdapat beras yang
mengandung klorin di salah satu Pasar Tradisional Kota Medan. Kadar klorin yang
terdapat dalam beras tersebut relatif tinggi yaitu sebesar 45,361 ppm. Hal ini berarti
masih cukup tingginya kandungan klorin yang terdapat pada beras dan beras
berklorin pun ternyata masih beredar di masyarakat.
Sebagian besar penduduk di Indonesia masih mengalami kondisi rawan
pangan diantaranya adalah penduduk miskin. Bahkan mereka sampai tidak dapat
memenuhi kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan akan pangan. Permintaan
akan beras yang terus-menerus meningkat pada gilirannya menimbulkan masalah
dimana persediaan yang tidak mencukupi. Hal ini menjadikan masalah pangan
kemudian diartikan sebagai masalah kecukupan beras sehingga pemerintah lebih
memprioritaskan upaya penyediaan beras.
Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), pemerintah telah mengembangkan
program subsidi/bantuan pangan berupa beras untuk meningkatkan akses pangan
rumah tangga miskin yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Mengingat
beras adalah bahan pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi, maka prioritas
dalam jumlah yang mencukupi melalui program subsidi pangan untuk rumah tangga
miskin. Beras yang diterima oleh rumah tangga miskin tersebut disebut dengan istilah
raskin. Melalui program ini pemerintah mendistribusikan beras dengan harga
bersubsidi sehingga masyarakat miskin yang daya belinya sangat terbatas bisa
mendapatkan bahan pangan pokok yaitu beras.
Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin), pada awalnya disebut Operasi
Pasar Khusus (OPK), diluncurkan sejak bulan Juli 1998. Program ini diterapkan
sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kekurangan pangan pada rumah
tangga miskin yang pada masa krisis ekonomi paling menderita (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional, 2007).
Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu kelurahan dari Kecamatan
Medan Perjuangan. Jumlah penduduk yang mendapat raskin di kelurahan ini adalah
sebanyak 534 KK. Mereka mendapat raskin dengan membelinya di kantor kelurahan
dengan harga Rp 24.000. Jatah beras yang mereka dapat setiap bulan adalah 15
kg/KK. Harga raskin ini jauh lebih murah jika dibandingkan harga beras yang dijual
di pasar. Dengan begitu masyarakat miskin dapat tercukupi kebutuhan pokok
keluarganya.
Berdasarkan survei pendahuluan, dari segi fisik raskin yang diterima warga
memiliki tampilan yang bagus, yaitu putih bersih dan bentuk berasnya masih bagus
dan utuh. Namun, dari segi aroma, raskin tidak memiliki aroma seperti beras lain.
Raskin baunya sedikit menyengat. Air cucian raskin tidak keruh dan kotor ketika
dicuci sehingga masyarakat merasa tidak perlu mencuci beras berulang kali karena
ini pun lebih tahan lama disimpan dan tidak memiliki kutu beras apabila disimpan
dalam waktu yang lama. Apabila raskin dimasak dengan jumlah air yang biasa, nasi
yang dihasilkan akan keras. Oleh karena itu, pada saat pengolahan warga
membutuhkan air yang lebih banyak untuk memasak raskin ini daripada beras biasa.
Setelah dimasak menjadi nasi, apabila dibiarkan nasinya akan menjadi keras. Dari
segi rasa, raskin ini juga kurang enak apabila dikonsumsi.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, maka peneliti tertarik
melakukan penelitian untuk melihat apakah terdapat zat pemutih dalam raskin yang
diterima masyarakat dan residu zat pemutih setelah dilakukan pencucian serta
kebiasaan masyarakat dalam melakukan pencucian raskin.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih
(klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan
Tahun 2013.
1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian
raskin dan residu zat pemutih (klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui apakah ada kandungan zat pemutih (klorin) dalam raskin yang
2. Mengetahui residu zat pemutih (klorin) setelah beberapa kali pencucian raskin
3. Mengetahui berapa kali pencucian raskin yang biasa dilakukan oleh
masyarakat pada saat setiap kali akan memasak raskin di Kelurahan Sidorame
Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beras berpemutih dan
penanganannya serta bagaimana pencucian beras yang sebaiknya.
2. Memberikan informasi kepada Bulog dan Kelurahan Sidorame Timur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beras
Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar
20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis
bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa
dormansinya lama (Haryadi, 2006).
Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras
sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi
sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras
ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi,
2006).
Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia.
Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya
netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan
kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang
penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).
Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang
menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan
cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat
penyosoh (Astawan, 2004).
Menurut Hadrian (1981), beras merupakan suatu bahan makanan yang
oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai
nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80%
dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.
Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan
makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal
dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang
bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah
pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat.
Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan
mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat
pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi
kesehatan (Haryadi, 2006).
2.1.1 Proses Pasca Panen
Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih
longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh
penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama
penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami
keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat
penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk
mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).
Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena
metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus.
Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan
kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah),
perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.
Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga
dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).
Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras
pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam
tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas
beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan
terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).
Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan.
Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah
lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan
senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih
banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan
juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).
Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan
gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung
digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan
beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak,
vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi,
2.1.2 Komposisi Gizi Beras
Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan
karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti
kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).
Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%
karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak,
serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian
gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,
mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).
Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil
pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering
beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari
berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras
terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati
(Haryadi, 2006).
Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat
dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%;
beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa
tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano,
1994).
Protein merupakan penyusun utama kedua beras setelah pati. Beras pecah
giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan
piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g.
Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya
riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A
dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras
giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor,
magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi
(Haryadi, 2006).
Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) No. Komposisi Gizi Beras Giling
1. Energi (kal) 360
Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005
2.1.3 Sifat-Sifat Beras 2.1.3.1 Sifat Fisikokimia
Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa
nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,
kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah
gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras.
dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang
mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya
beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak
(Juliano, 1994).
Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan
dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan
dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air,
viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,
melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak,
dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).
Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan
amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan
mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan
membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).
2.1.3.2 Mutu Beras
Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula
mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang
meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).
Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies
dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan,
dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).
Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh
beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan
menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar
ketampakan dan kemurnian biji.
a. Mutu giling
Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan
mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling,
rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras.
(Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991).
b. Mutu rasa dan mutu tanak
Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan
mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika
Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam
pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah
perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi
parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.
c. Mutu gizi
Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil
konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral,
dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.
d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji
Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman
biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras
yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.
2.1.4 Beras Berklorin
Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada
produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah
jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras.
Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya
wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat
kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).
Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah
diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil
peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun
drastis.
Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih,
mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih
kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat
yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang
mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):
1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia
2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih
3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau
4. Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi
2.2 Program Raskin
Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah
tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban
finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan
Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007,
Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah
tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).
Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal
menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini
berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga
sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini
awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun
kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial,
khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk,
2012).
Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik
Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan
kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan
beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka
Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras setiap
Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted
kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah
menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan
untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator
Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat
miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik
(BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang
kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008.
Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari
RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011,
RTS-PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah
tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).
Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan
untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan
pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam
pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat
pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)
sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab
desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras
dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012).
Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan
pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran
Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin.
Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin
adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat,
Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas
(Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).
Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik
distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama
pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM
mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per
distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus
dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik
distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi
distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu
kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).
Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi
baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang
diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila
terpenuhinya persyaratan kualitas yang sesuai dengan kualitas beras BULOG
2.3 Zat Pemutih (Klorin)
Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama
digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif
bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).
Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium
Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai
penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan
cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau
yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium
Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma
khas dan menyengat (Parnomo, 2003).
Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis
penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih
kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.
a. Bahan Pemutih Pakaian
Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat
mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi
putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat
pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian
diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika
b. Bahan pemutih kulit
Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita
agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda
dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh
bahan pemutih kulit.
c. Bahan pemutih makanan
Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan
terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan
bersih dan tidak kusam warnanya.
Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat,
kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi
pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih.Fungsi bahan
pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi
ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti
atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.
Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak
berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan
menyebabkan rusaknya makanan.
2.3.1 Kegunaan Klorin
Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat
pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida,
pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya. Kebanyakan klorin diproduksi untuk
desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan
klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).
Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu
kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin
akan berwujud gas (Fitrah, 2008).
Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator
maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan
dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu
bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).
Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut:
1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,
kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air
minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia
dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang
harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang
kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi
alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.
2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai
cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian
dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas
klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga
3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan
sebagai senjata kimia pada perang dunia II.
2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan
Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi
kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif
dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru.
Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan
mempunyai efek karsinogenik.
Klorin merupakan zat asam yang korosif.Klorin akan berperan sebagai iritan
kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat
menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik
yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).
Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan
lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada
konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah
terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):
1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran
pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma.
2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin
dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat
keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan
3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut
U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat
sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan
dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang
terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan
klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker
darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem
pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit
dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin
yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.
2.3 Kebiasaan Pencucian Beras
Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul
ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari
proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada
beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam
jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima
(Khalimah, 2010).
Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya
beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat
dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari
beras yang dimasak tanpa dicuci kemungkinan memiliki aroma dan rasa yang kurang
Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat
gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).
Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan
ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang
zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa
pertumbuhannya (Sitorus, 2009).
Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang
bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja.
Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu,
kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua
tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan
tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya.
Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok
(Sitorus, 2009).
Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada
beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras
sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa
bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan
hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).
Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian
yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak
semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin
itu sendiri.
Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras
sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal
ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu
hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut
ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras
berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.
Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak.
Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk
keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak
dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan
terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B
(Lukman, 2010).
Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air
bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan
terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja,
tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).
2.5 Kerangka Konsep
Pada kerangka konsep berikut dapat dilihat bahwa peneliti ingin mengetahui
kebiasaan pencucian raskin di masyarakat dan residu klorinnya. Kebiasaan yang akan
cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan
pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami
penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali
penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat
larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat
seberapa besar residu klorin dalam beras.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Kebiasaan pencucian di masyarakat: 1. Cara mencuci
2. Frekuensi penggantian air cucian
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk
mengetahui kebiasaan pencucian raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan
Medan Perjuangan Kota Medan. Setelah dilakukan survei, akan dilanjutkan dengan
melihat kandungan dan residu klorin pada raskin.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian berupa survei kebiasaan pencucian raskin melalui wawancara
dilakukan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.
Alasan pemilihan lokasi adalah karena daerah tersebut paling banyak KK yang
menerima raskin. Untuk pemeriksaan klorin serta residu klorin akan dilakukan di
Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus tahun
2013.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang menerima raskin di
Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan yang
diperoleh dari Kantor Kelurahan Sidorame Timur yang terdapat sebanyak 534 KK
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini ada dua yaitu raskin dan keluarga yang
memperoleh raskin.
1. Raskin
Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang
memperoleh raskin sebagai sampel yang akan diukur. Raskin yang belum dicuci akan
diukur untuk melihat apakah terdapat zat pemutih atau klorin di dalam beras. Jika
terdapat klorin pada beras maka beras akan dilakukan proses pencucian sebanyak 4
kali yaitu pada saat pencucian pertama akan diambil beras untuk dilihat residu
klorinnya, kemudian dilakukan pencucian yang kedua dan diambil berasnya lalu
dilihat residu klorinnya, dan seterusnya dilakukan sampai 4 kali pencucian. Setiap
proses pencucian akan dilihat berapa residu klorin yang terdapat pada beras.
2. Keluarga yang Memperoleh Raskin
Adapun kriteria sampel yaitu keluarga yang mendapatkan raskin dan yang
mengonsumsi raskin. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang
diperoleh dengan rumus:
n =
�1+�( 2)
Dimana N = Besar Populasi
n = Besar Sampel
d = 0,10
n = 534
n = 84,22 ≈ 84
Sehingga diperoleh besar sampel adalah 84 KK.
Pengambilan sampel diperoleh dengan teknik systematic random sampling
yaitu dengan cara membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah
sampel yang diinginkan, yang disebut dengan interval sampel. Sampel diambil
dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai
dengan banyaknya anggota populasi. Kemudian ditentukan angka berapa yang akan
dijadikan sampel pertama, setelah itu untuk sampel kedua dan seterusnya akan
ditentukan dengan kelipatan dari interval yang sudah ditetapkan (Notoatmodjo,
2010).
Interval sampel = �� � ℎ � ���
�� �ℎ �� �� � �� �� �
Interval sampel = 534 84
Interval sampel = 6,36 ≈ 6
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data identitas responden dan kebiasaan pencucian raskin yang meliputi
bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali pencucian beras yang diperoleh
melalui kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah ibu.
b. Data hasil pemeriksaan residu klorin pada raskin
3.4.2 Data Sekunder
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
3.6 Definisi Operasional
1. Raskin adalah singkatan dari beras miskin yang merupakan program pemerintah
melalui subsidi beras untuk rumah tangga miskin agar masyarakat dapat
mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi.
2. Pemeriksaan zat pemutih (klorin) adalah pengukuran yang dilakukan untuk
melihat apakah terkandung zat pemutih (klorin) pada raskin yang dilakukan
pengukuran dengan menggunakan metode Argentometri di Laboratorium Ilmu
Dasar Universitas Sumatera Utara.
3. Residu zat pemutih (klorin) adalah jumlah sisa klorin yang terkandung pada
raskin setelah dilakukan pencucian.
4. Kebiasaan pencucian raskin adalah kegiatan yang biasanya dilakukan
berulang-ulang seperti cara mencuci dan penggantian air cucian raskin sebelum raskin
dimasak.
5. Cara mencuci raskin adalah cara yang biasa dilakukan oleh ibu dalam mencuci
beras sebelum dimasak.
6. Frekuensi penggantian air cucian adalah berapa kali ibu mengganti air pada saat
mencuci beras.
2.7Aspek Pengukuran
1. Kebiasaan Pencucian Raskin
Bahwa kebiasaan pencucian raskin diukur melalui kuesioner dan hasilnya akan
2. Karakteristik Responden
a. Pekerjaan
Pekerjaan responden dikelompokkan menjadi:
a). IRT
b). Wiraswasta
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dikelompokkan menjadi:
a). SD
b). SMP
c). SMA
c.Tingkat Penghasilan Keluarga
Tingkat Penghasilan Keluarga dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya
Pendapatan keluarga (Upah Minimum Kota Medan tahun 2013):
a). Tinggi ≥ Rp. 1.650.000
b). Rendah < Rp. 1.650.000
3. Pengukuran zat pemutih (klorin) dan residu klorin
Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dan diperiksa di Laboratorium Ilmu
Dasar Universitas Sumatera Utara. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan
menggunakan metode Argentometri (Yoshida, dkk, 1976). Adapun alat dan bahan
Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih
3) Kemudian tambahkan aquadest secukupnya lalu diaduk
4) Masukkan ke dalam tanur selama 90 menit pada suhu 550o C
5) Setelah di tanur selama 90 menit, keluarkan cawan porselin dari tanur dan
didinginkan
6) Tambahkan 15 ml aquadest panas sambil di hot plate
7) Saring dengan kertas saring whatman
8) Kemudian residunya dicuci lagi dengan aquadest panas sebanyak 10 ml
dan disaring
9) Diukur pH-nya, tambahkan asam asetat sampai dengan pH 6-7
11) Titrasi dengan larutan standar AgNO3 0,05 N hingga terjadi perubahan
warna menjadi coklat kemerahan
12) Ukur volume AgNO3 0,05 N yang digunakan sampai terbentuk warna
coklat kemerahan
Untuk 1 g sampel:
Kadar Klorin = V x N x 0,177 x 100%
Keterangan:
V = Volume AgNO3 0,05 N yang dipakai
N = Normalitas larutan AgNO3
3.8 Teknik Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dilakukan analisa
terhadap data yang diperoleh yang akan disajikan dalam bentuk narasi dengan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Geografis
Berdasarkan letak goegrafisnya, Kelurahan Sidorame Timur terletak di
Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan dengan luas wilayah ± 50 Ha dan terdiri
dari 15 lingkungan. Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu dari 9
kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan. Kelurahan Sidorame
Timur memiliki batasan sebagai berikut:
a. Sebelah timur : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir I
b. Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir II
c. Sebelah barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat
d. Sebelah utara : Berbatasan dengan Kelurahan Tegal Rejo
Keadaan geografis Kelurahan Sidorame Timur berada pada ketinggian 12
meter dari permukaan laut, sedangkan topografi berada pada daratan dan jarak dari
pusat pemerintahan Kelurahan ke pusat Pemerintahan Kecamatan berjarak 2 km.
4.1.2 Demografi a. Jumlah Penduduk
Kelurahan Sidorame Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.071 jiwa.
Dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.566 KK. Jumlah penduduk berasarkan
jenis kelamin adalah dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 5.947 jiwa
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur
Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah
penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012
Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling tinggi
berada pada usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 1.438 orang. Sedangkan jumlah
penduduk terendah berada pada usia ≥ 76 tahun yaitu sebanyak 236 orang.
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1. Taman Kanak-kanak 149
Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah
penduduk berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012
No. Agama Jumlah
1. Islam 6103
2. Kristen Protestan 4772
3. Kristen Katolik 181
4. Hindu 2
5. Budha 13
Jumlah 11071
Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut
e. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah
penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012
No. Pekerjaan Jumlah
Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pekerjaan yang paling banyak
dimiliki oleh penduduk di Kelurahan Sidorame Timur adalah wiraswasta yaitu
sebanyak 1.489 orang.
4.2 Karakteristik Ibu
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 84 KK, maka
Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013
No. Karakteristik Ibu Jumlah %
Sedangkan yang paling sedikit adalah pada kategori umur 60-65 tahun yaitu sebanyak
1 orang (1,19%). Jenis pekerjaan ibu yang paling banyak adalah bekerja sebagai ibu
rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 64 orang (76,19%). Sedangkan yang bekerja
sebagai wiraswasta adalah sebanyak 20 orang (23,81%). Tingkat pendidikan ibu yang
paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 53 orang (63,09%). Sedangkan tingkat