• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2013"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KEBIASAAN PENCUCIAN RASKIN DAN RESIDU ZAT PEMUTIH (KLORIN) DI KELURAHAN SIDORAME TIMUR

KECAMATAN MEDAN PERJUANGAN KOTA MEDAN TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH:

ADELINA IRMAYANI LUBIS NIM. 091000080

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.

Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.

Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.

Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.

(5)

ABSTRACT

Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.

This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.

Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.

Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.

Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Adelina Irmayani Lubis

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/ 11 Agustus 1991

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 3 dari 5 bersaudara

Status Perkawinan : Belum Menikah

Alamat Rumah : Jl. Madio Utomo No. 80c Medan

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 1996-1997 : TK Aisyiyah Bustanul Athfal 2. Tahun 1997-2003 : SD Negeri No.060879 Medan 3. Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 12 Medan

4. Tahun 2006-2009 : SMA Negeri 3 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan

skripsi dengan judul “Kebiasaan Pencucian Raskin Dan Residu Zat Pemutih (Klorin) Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota

Medan Tahun 2013”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah Drs.

Asrin Lubis, M.Pd dan Ibu Dra. Rosdiana, M.Pd yang tiada henti memberikan kasih

sayang, mendidik, mendoakan penulis tiada henti, serta selalu memberikan

bimbingan, arahan dan motivasi kepada penulis dalam menulis skripsi ini. Terima

kasih juga kepada kakak, abang dan adik-adikku yang selalu mendukung dan

mendoakan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya tidak lupa

penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara (FKM USU).

2. Prof. Dr. Albiner Siagian, M.Si selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak

meluangkan waktu dan memberikan saran, dukungan, bimbingan serta arahan

(8)

4. Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH, selaku Dosen Pembimbing II skrips yang telah

banyak meluangkan waktu, memberikan bimbingan, pengarahan, serta saran

dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, selaku Dosen Penguji yang telah banyak

memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes, selaku Dosen Penguji yang telah banyak

memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Ibu Dra. Lina Tarigan, Apt, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

memberikan dukungan dan saran-saran selama penulis menjalani pendidikan.

8. Bapak Marihot Samosir, ST yang sudah banyak meluangkan waktu, saran serta

tenaga untuk mengurus segala keperluan yang harus dipersiapkan demi

terselesaikannya skripsi ini.

9. Seluruh Dosen dan Staff serta seluruh civitas Akademika FKM USU yang telah

membimbing dan membantu selama perkuliahan.

10.Bapak Hermanto, SE selaku Lurah Sidorame Timur dan ibu Sri Pinangsih Selaku

Sekretaris Lurah Sidorame Timur yang telah mengizinkan saya melakukan

penelitian dan membantu saya dalam memperoleh data-data yang mendukung

dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Kak Ayu dan Bang Ilman yang telah meluangkan waktu dalam membantu

penelitian saya dan memberikan saran serta masukan sehingga penelitian dapat

terlaksana dengan baik.

12.Sahabat dan keluarga kecilku Dewi Juliatin, SKM, Dwi Putri SN, SKM, Fadillah

(9)

SKM atas segala doa, perhatian, semangat dan dukungannya selama ini. Terima

kasih juga sudah menjadi tempat berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan berbagi

suka duka.

13.Sahabat-sahabatku Suliyanti, Rahmawati Hasibuan, Defi Wahyuningsih, Isnatur

Rahmi, Nur Aswat, SKM, Shafratul Husna atas segala doa, motivasi, semangat,

dan dukungan selama ini.

14.Seluruh teman-teman peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Yati, Ayu, Anggi,

Puput, Santi, Atina, Kak Lamria, Kak Angel, Kak Rani, Kak Farah, Kak Taty,

Nurmaida, Cristi dan seluruh rakan-rekan angkatan 2009 Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang

telah banyak membantu, meberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis

selama ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk

itu penulis mengharapkan sarran dan kritik yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

kita semua.

Medan, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan ... 21

2.4 Kebiasaan Pencucian Beras ... 22

2.5 Kerangka Konsep ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 26

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

3.3 Populasi dan Sampel ... 26

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4.1 Data Primer ... 28

3.4.2 Data Sekunder ... 28

3.5 Instrumen Penelitian ... 29

3.6 Definisi Operasional ... 29

3.7 Aspek Pengukuran ... 29

(11)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 33

4.1.1 Geografis ... 33

4.1.2 Demografi ... 33

4.2 Karakteristik Ibu ... 36

4.2.1 Tingkat Penghasilan Keluarga ... 38

4.3 Kondisi Raskin ... 38

4.4 Pendapat Keluarga Tentang Raskin dan Nasi ... 38

4.5 Bahan yang di Campur dalam Memasak Raskin ... 39

4.6 Cara Mencuci Raskin ... 39

4.7 Frekuensi Penggantian Air Cucian ... 40

4.8 Hasil Pemeriksaan Klorin Pada Beras ... 41

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Klorin Pada Beras Sebelum Dilakukan Pencucian dan Sesudah Dilakukan Pencucian ... 43

5.2 Kondisi Raskin dan Pendapat Masyarakat Mengenai Rasa dari Raskin ... 46

5.3 Kebiasaan Pencucian Raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 60

6.2 Saran ... 61

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) ... 11

Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih... 31

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame

Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 34

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

Tahun 2012 ... 35

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 35

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012 ... 36

Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan

Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 37

Tabel 4.6 Distribusi Responden yang Mencampur Raskin dengan Bahan Lain dalam Memasak Nasi dan Jenis Bahannya di Kelurahan Sidorame Timur

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 39

Tabel 4.7 Distribusi Berdasarkan Frekuensi Penggantian Air Cucian di Kelurahan

Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013 ... 40

Tabel 4.8 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

2013 ... 40

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu dan Frekuensi Penggantian Air Cucian Di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

2013 ... 41

Tabel 4.10 Hasil Pemeriksaan Kadar Klorin Pada Beras Miskin yang Belum Dicuci dan Residu Klorin Pada Pencucian Beras Pertama Sampai dengan

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner

Lampiran 2 Hasil Pemeriksaan Klorin

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 4 Surat Keterangan Selesai Penelitian dari Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Tahun 2013

(15)

ABSTRAK

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Raskin merupakan beras yang diterima oleh rumah tangga miskin yang disubsidi oleh pemerintah untuk menjamin agar masyarakat dapat mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi. Namun, akhir-akhir ini, banyak penggunaan bahan kimia tambahan untuk mempercantik tampilan, memperlama daya simpan, dan lain-lain. Diduga ada klorin yang digunakan pada raskin yang diterima masyarakat di Kelurahan Sidorame Timur Karena memiliki warna yang putih bersih, tidak banyak butiran yang patah, tidak berkutu dan baunya sedikit menyengat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih (klorin) dalam raskin di Kelurahan Sidorame Timur.

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif, dengan raskin dan keluarga yang memperoleh raskin sebagai sampel penelitian. Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dengan menggunakan metode Argentometri. Cara pengambilan sampel keluarga dengan systematic random sampling sebanyak 84 KK yang mendapat dan yang mengonsumsi raskin. Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang memperoleh raskin.

Berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa klorin ditemukan dalam raskin. Kandungan klorin pada raskin sebelum pencucian sebesar 17,70%. Setelah pencucian pertama kandungan klorin turun menjadi 14,16%, pencucian kedua menjadi 10,18%, pencucian ketiga menjadi 5,75% dan pada pencucian keempat kandungan klorin menurun menjadi 3,98%.

Sebagian besar masyarakat mencuci beras dengan cara mengaduk-aduk beras sambil mengalirkan air. Sebesar 38,55% masyarakat mencuci beras sebanyak 1 kali. Sebesar 31,33% masyarakat mencuci beras sebanyak 2 kali. Umumnya masyarakat mencuci beras 1 sampai 2 kali tetapi hal ini masih meninggalkan klorin yang cukup besar pada beras jika dibandingkan dengan yang mencuci raskin sampai 4 kali.

Disarankan bagi Bulog agar memperhatikan lagi kualitas beras yang didistribusikan kepada masyarakat dari segi keamanan pangan pada beras. Bagi masyarakat sebaiknya mencuci raskin sebanyak 4 kali atau lebih untuk mengurangi residu klorin.

(16)

ABSTRACT

Rice is the fundamental food material for most of Indonesian people. Raskin is rice received by poor household which subsidized by the government to ensure that people can access rice in sufficient quantities. However, lately, there are many use of chemical additives to enhance the appearance, prolong shelf life, etc. The estimated, there are chlorine used in the Raskin which received by people in the village of East Sidorame because has a white color, not much grain is broken, and it has a little sting smell. The aim of this study is to describe the habit of washing Raskin and the residual chlorine in Raskin in the village of East Sidorame.

This is the descriptive survey study, with Raskin and the poor family who receive it as a sample. Measurement of chlorine is using argentometry method. The sample is taken with systematic random sampling for 84 families who getting and consuming the Raskin. Raskin sample is obtainable with buy from poor family who receive raskin.

Base on the laboratory test show that the chlorine found in the Raskin. It has 17,70% chlorine before washing. After the first wash of rice, there was chlorine content decreased to 14,16%, the second wash decreased to 10,18%, the third wash to 5,75%, and the fourth wash, chlorine content decreased to 3,98%.

Almost the people wash the rice by stirring the rice and draining the water at the same time while washing the rice. 38,55% of them washing the rice once. 31,33% of them washing the rice twice. Almost of them washing rice once or twice, but there is still chlorine in great enough quantities if compared washing Raskin to four times.

Suggested for Bulog to attention to the quality of rice which distributed to people in terms of food security in rice. Recommended to people to washing Raskin to fourth wash or more to reduce residual chlorine.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha

memenuhi kebutuhan primernya, dan salah satu kebutuhan primer tersebut adalah

makanan. Salah satu kebutuhan makanan pokok adalah nasi (Ahmad, 1990).

Makanan pokok yaitu makanan yang paling banyak dan paling sering dimakan.

Pengertian kata makan tersebut menunjukkan keterkaitan dan keterikatan yang kuat,

yang menjadikan perasaan belum makan kalau belum makan nasi, meskipun sudah

makan makanan yang lainnya (Haryadi, 2006).

Pangan pokok umumnya banyak mengandung karbohidrat sehingga berfungsi

sebagai sumber kalori utama. Beras merupakan bahan makanan pokok terpenting

yang memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya netral, beras setelah dimasak

memberikan volume yang cukup besar dengan kandungan kalori cukup tinggi serta

dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein dan

beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Menurut FAO tahun 2001 dalam buku karangan Haryadi, beras merupakan

salah satu padi-padian paling penting di dunia untuk konsumsi manusia.

Negara-negara Asia yang penduduknya padat, khususnya Bangladesh, Myanmar, Kamboja,

Cina, Indonesia, Korea, Laos, Filipina, Sri Lanka, Thailand, dan Vietnam, beras

merupakan pangan pokok. Sebanyak 75% masukan kalori harian masyarakat di

negara-negara Asia tersebut berasal dari beras. Lebih dari 50% penduduk dunia

(18)

Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar rakyat Indonesia

dan penduduk daerah tropik lainnya. Selain rakyat di wilayah ini sudah begitu mahir

dalam teknologi bercocok tanam padi, teknik pengolahan dan pemasakan terhadap

beras juga sangat mudah. Tingkat daya beli, pengetahuan mengolah dan menyajikan

yang telah dikuasai oleh masyarakat Indonesia sangat sesuai dengan beras sebagai

bahan makanan pokok (Sediaoetama, 2009).

Beras mengandung nilai gizi yang cukup tinggi yaitu kandungan karbohidrat

sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti kalsium dan

zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg. Vitamin yang utama pada beras adalah tiamin,

riboflavin, niasin, dan piridoksin (Astawan, 2004).

Di zaman seperti sekarang ini, banyak berbagai macam makanan di Indonesia

yang sudah mengandung zat kimia tambahan yang berbahaya bagi kesehatan. Kasus

beras dicampur pemutih ini sudah ada sejak tahun 2006. Balai Pengawasan Obat dan

Makanan Kota Tangerang menemukan pedagang menjual beras ini dengan bebas.

Untuk membuat beras terlihat lebih putih, biasanya beras dicampur dengan klorin.

Balai Pengawasan Obat dan Makanan Kota Tangerang menemukan kadar klorin

seberat 0,05 ppm dalam beras curah yang diperdagangkan di pasar Tradisional,

Tangerang (Lukman, 2010).

Klorin merupakan bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai pemutih

pakaian. Sekarang klorin tidak hanya digunakan sebagai bahan pemutih pakaian saja,

tetapi juga telah digunakan sebagai bahan pemutih/pengilat beras agar beras yang

berkualitas rendah dapat telihat lebih putih. Dampak dari beras yang mengandung

(19)

20 tahun mendatang, khususnya jika beras tersebut dikonsumsi secara terus menerus.

Zat klorin yang ada dalam beras akan menggerus usus pada lambung (korosit).

Akibatnya, lambung akan rawan terhadap penyakit maag. Dalam jangka panjang,

klorin akan mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal (Departemen Luar Negeri

Republik Indonesia, 2007).

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Dian Novita pada

tahun 2009 di Laboratorium Daerah Kesehatan Medan bahwa terdapat beras yang

mengandung klorin di salah satu Pasar Tradisional Kota Medan. Kadar klorin yang

terdapat dalam beras tersebut relatif tinggi yaitu sebesar 45,361 ppm. Hal ini berarti

masih cukup tingginya kandungan klorin yang terdapat pada beras dan beras

berklorin pun ternyata masih beredar di masyarakat.

Sebagian besar penduduk di Indonesia masih mengalami kondisi rawan

pangan diantaranya adalah penduduk miskin. Bahkan mereka sampai tidak dapat

memenuhi kebutuhan yang paling dasar yaitu kebutuhan akan pangan. Permintaan

akan beras yang terus-menerus meningkat pada gilirannya menimbulkan masalah

dimana persediaan yang tidak mencukupi. Hal ini menjadikan masalah pangan

kemudian diartikan sebagai masalah kecukupan beras sehingga pemerintah lebih

memprioritaskan upaya penyediaan beras.

Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2009), pemerintah telah mengembangkan

program subsidi/bantuan pangan berupa beras untuk meningkatkan akses pangan

rumah tangga miskin yang berpendapatan di bawah garis kemiskinan. Mengingat

beras adalah bahan pangan pokok yang paling banyak dikonsumsi, maka prioritas

(20)

dalam jumlah yang mencukupi melalui program subsidi pangan untuk rumah tangga

miskin. Beras yang diterima oleh rumah tangga miskin tersebut disebut dengan istilah

raskin. Melalui program ini pemerintah mendistribusikan beras dengan harga

bersubsidi sehingga masyarakat miskin yang daya belinya sangat terbatas bisa

mendapatkan bahan pangan pokok yaitu beras.

Beras untuk rumah tangga miskin (Raskin), pada awalnya disebut Operasi

Pasar Khusus (OPK), diluncurkan sejak bulan Juli 1998. Program ini diterapkan

sebagai salah satu upaya untuk menanggulangi kekurangan pangan pada rumah

tangga miskin yang pada masa krisis ekonomi paling menderita (Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional, 2007).

Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu kelurahan dari Kecamatan

Medan Perjuangan. Jumlah penduduk yang mendapat raskin di kelurahan ini adalah

sebanyak 534 KK. Mereka mendapat raskin dengan membelinya di kantor kelurahan

dengan harga Rp 24.000. Jatah beras yang mereka dapat setiap bulan adalah 15

kg/KK. Harga raskin ini jauh lebih murah jika dibandingkan harga beras yang dijual

di pasar. Dengan begitu masyarakat miskin dapat tercukupi kebutuhan pokok

keluarganya.

Berdasarkan survei pendahuluan, dari segi fisik raskin yang diterima warga

memiliki tampilan yang bagus, yaitu putih bersih dan bentuk berasnya masih bagus

dan utuh. Namun, dari segi aroma, raskin tidak memiliki aroma seperti beras lain.

Raskin baunya sedikit menyengat. Air cucian raskin tidak keruh dan kotor ketika

dicuci sehingga masyarakat merasa tidak perlu mencuci beras berulang kali karena

(21)

ini pun lebih tahan lama disimpan dan tidak memiliki kutu beras apabila disimpan

dalam waktu yang lama. Apabila raskin dimasak dengan jumlah air yang biasa, nasi

yang dihasilkan akan keras. Oleh karena itu, pada saat pengolahan warga

membutuhkan air yang lebih banyak untuk memasak raskin ini daripada beras biasa.

Setelah dimasak menjadi nasi, apabila dibiarkan nasinya akan menjadi keras. Dari

segi rasa, raskin ini juga kurang enak apabila dikonsumsi.

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian untuk melihat apakah terdapat zat pemutih dalam raskin yang

diterima masyarakat dan residu zat pemutih setelah dilakukan pencucian serta

kebiasaan masyarakat dalam melakukan pencucian raskin.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana kebiasaan pencucian raskin dan residu zat pemutih

(klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan

Tahun 2013.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kebiasaan pencucian

raskin dan residu zat pemutih (klorin) di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan

Medan Perjuangan Kota Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui apakah ada kandungan zat pemutih (klorin) dalam raskin yang

(22)

2. Mengetahui residu zat pemutih (klorin) setelah beberapa kali pencucian raskin

3. Mengetahui berapa kali pencucian raskin yang biasa dilakukan oleh

masyarakat pada saat setiap kali akan memasak raskin di Kelurahan Sidorame

Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai beras berpemutih dan

penanganannya serta bagaimana pencucian beras yang sebaiknya.

2. Memberikan informasi kepada Bulog dan Kelurahan Sidorame Timur

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras

Tanaman padi (Oryza sativa L) diduga berasal dari Asia. Terdapat sekitar

20.000 varietas padi di dunia. Tanaman padi tradisional di Asia yang beriklim tropis

bersifat tinggi dan lemah, dengan daun-daun yang melengkung ke bawah dan masa

dormansinya lama (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar beras yang dikonsumsi secara garis besar berupa beras

sosoh, yaitu beras sosoh lazimnya dan atau parboling (dikukus pada tekanan tinggi

sebelum digiling). Beras juga dikonsumsi dalam bentuk bihun, hasil fermentasi beras

ketan, dan makanan cemilan yang dibuat dengan cara pemasakan ekstruksi (Haryadi,

2006).

Beras adalah bahan pokok terpenting dalam menu makanan Indonesia.

Sebagai makanan pokok, beras memberikan beberapa keuntungan. Selain rasanya

netral, beras setelah dimasak memberikan volume yang cukup besar dengan

kandungan kalori cukup tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang

penting bagi tubuh, seperti protein dan beberapa jenis mineral (Moehyi, 1992).

Beras merupakan butir padi yang telah dibuang kulit luarnya (sekamnya) yang

menjadi dedak kasar. Beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan

cara digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling serta alat

penyosoh (Astawan, 2004).

Menurut Hadrian (1981), beras merupakan suatu bahan makanan yang

(24)

oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai

nilai gizi yang sangat tinggi. Beras diperkirakan menyumbang kalori sebesar 60-80%

dan protein 45-55% bagi rata-rata penduduk.

Menurut Timbul Haryono (1997) yang dikutip oleh Haryadi, Kebiasaan

makan beras dalam bentuk nasi terbentuk melalui sejarah yang panjang. Beras berasal

dari kata weas dalam bahasa Jawa kuno, seperti tertulis dalam prasasti Taji yang

bertahun 901. Jenis pangan pokok dipilih antara lain berdasarkan pemikiran apakah

pangan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lama tanpa kerusakan yang berat.

Beras dipilih menjadi pangan pokok karena sumber daya alam lingkungan

mendukung penyediaannya dalam jumlah yang cukup, mudah dan cepat

pengolahannya, memberi kenikmatan pada saat menyantap, dan aman dari segi

kesehatan (Haryadi, 2006).

2.1.1 Proses Pasca Panen

Pada biji yang dipanen muda, karena ikatan antargranula patinya masih

longgar dan kadar air seimbangnya tinggi, maka lebih mudah pecah oleh

penggilingan dan lebih mudah rusak oleh serangan serangga dan jasad renik selama

penyimpanan. Sebaliknya biji yang dipanen lewat tua, sudah banyak mengalami

keretakan mulai dari sawah yang mengakibatkan mudah pecah pada saat

penggilingan. Oleh sebab itu, pemanenan pada umur yang tepat diperlukan untuk

mendapatkan beras dalam jumlah dan mutu yang optimal (Haryadi, 2006).

Selama penyimpanan, kerusakan dan kehilangan gabah dapat terjadi karena

metabolisme jaringan biji, kegiatan jasad renik, dan serangan serangga dan tikus.

(25)

Enzim-enzim ini diantaranya menghasilkan panas yang dapat meningkatkan suhu dan

kemudian mengakibatkan penurunan viabilitas (kemampuan biji berkecambah),

perubahan dan penurunan kandungan karbohidrat, protein, lemak dan lain-lain.

Kerusakan biji karena penyimpanan yang kurang baik atau karena serangan serangga

dapat mengakibatkan biji pecah selama penggilingan (Haryadi, 2006).

Pengupasan gabah dengan alat pemecah kulit menghasilkan sekam dan beras

pecah kulit yang berwarna kecoklatan (brown rice). Secara keseluruhan, sekam

tersusun atas lemma, palea, lemma steril dan rachilla. Beras pecah kulit tersusun atas

beberapa bagian pericarp, seed-coat, mucellus, lembaga dan endosperm. Penyososhan

terhadap beras pecah kulit menghasilkan bekatul dan beras giling (Hadrian, 1981).

Penurunan mutu beras selama penyimpanan dapat disebabkan ketengikan.

Beras pecah kulit lebih mudah rusak daripada gabah. Kegiatan enzim lipase memecah

lemak menghasilkan asam lemak bebas. Oksidasi asam lemak bebas menghasilkan

senyawa-senyawa yang berbau tengik. Pada penyimpanan biji utuh, ketengikan lebih

banyak terjadi pada biji yang berkadar air tinggi. Biji yang rusak karena penggilingan

juga rentan terhadap ketengikan (Haryadi, 2006).

Pada penggilingan gabah, kulit atau sekam dipisahkan. Dari penggilingan

gabah, dihasilkan biji beras atau disebut beras pecah kulit. Beras ini jarang langsung

digunakan untuk konsumsi tetapi perlu penyosohan lebih dahulu. Pada penyosohan

beras, kulit ari dan lembaga terpisahkan yang berarti juga kehilangan protein, lemak,

vitamin, dan mineral yang lebih banyak terdapat pada bagian luar tersebut (Haryadi,

(26)

2.1.2 Komposisi Gizi Beras

Beras merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia.

Beras sebagai bahan makanan mengandung nilai gizi cukup tinggi yaitu kandungan

karbohidrat sebesar 360 kalori, protein sebesar 6,8 gr, dan kandungan mineral seperti

kalsium dan zat besi masing-masing 6 dan 0,8 mg (Astawan, 2004).

Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75%

karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Penyusun lainnya adalah lemak,

serat, dan abu yang terdapat dalam jumlah sedikit. Bagian endosperm atau bagian

gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling,

mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein (Haryadi, 2006).

Sebagian terbesar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil

pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering

beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0 – 2,5% dan gula 0,6 – 1,4% dari

berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras

terutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati

(Haryadi, 2006).

Berdasarkan kadar amilosanya, beras (tidak termasuk beras ketan) dapat

dikelompokkan menjadi beras beramilosa rendah, yaitu kadar amilosanya 10-20%;

beras beramilosa sedang, yaitu mengandung 20-25% amilosa; dan beras beramilosa

tinggi yang lazim disebut “beras keras” mengandung amilosa 25-33% (Juliano,

1994).

Protein merupakan penyusun utama kedua beras setelah pati. Beras pecah

(27)

giling. Vitamin pada beras yang utama adalah tiamin, riboflavin, niasin, dan

piridoksin, masing-masing terdapat dalam 4µg/g, 0,6 µg/g dan 50 µg/g.

Vitamin-vitamin tersebut tidak semuanya dalam bentuk bebas, melainkan terikat. Misalnya

riboflavin sebanyak 75% terdapat dalam bentuk ester. Beras mengandung vitamin A

dan vitamin D sangat sedikit, tidak mengandung vitamin C. Kadar abu dari beras

giling 0,5% atau kurang. Mineral pada beras terutama terdiri atas unsur-unsur fosfor,

magnesium dan kalium. Selain itu terdapat kalsium, klor, natrium, silica, dan besi

(Haryadi, 2006).

Tabel 2.1 Komposisi Gizi Beras Giling (dalam 100 gr bahan) No. Komposisi Gizi Beras Giling

1. Energi (kal) 360

Sumber : Departemen Kesehatan RI, 2005

2.1.3 Sifat-Sifat Beras 2.1.3.1 Sifat Fisikokimia

Sifat-sifat fisikokimia beras sangat menentukan mutu tanak dan mutu rasa

nasi yang dihasilkan. Lebih khusus lagi, mutu ditentukan oleh kandungan amilosa,

kandungan protein, dan kandungan lemak. Pengaruh lemak terutama muncul setelah

gabah atau beras disimpan. Kerusakan lemak mengakibatkan penurunan mutu beras.

(28)

dengan tingkat kelunakan, kelekatan, warna dan kilap (Haryadi, 2006). Beras yang

mengandung amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan kering, sebaliknya

beras yang mengandung amilosa rendah menghasilkan nasi yang lengket dan lunak

(Juliano, 1994).

Selain kandungan amilosa dan protein, sifat fisikokimia beras yang berkaitan

dengan mutu beras adalah sifat yang berkaitan dengan perubahan karena pemanasan

dengan air, yaitu suhu gelatinasi padi, pengembangan volume, penyerapan air,

viskositas pasta dan konsistensi gel pati. Sifat-sifat tersebut tidak berdiri sendiri,

melainkan bekerja sama dan saling berpengaruh menentukan mutu beras, mutu tanak,

dan mutu rasa nasi (Haryadi, 2006).

Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan

amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan

mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan

membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Juliano, 1994).

2.1.3.2 Mutu Beras

Beras yang dijual di pasar bermacam-macam jenisnya dan berbeda-beda pula

mutunya. Berikut dikemukakan secara umum kriteria dan pengertian mutu beras yang

meliputi mutu pasar, mutu rasa, mutu tanak (Haryadi, 2006).

Tinggi rendahnya mutu beras bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies

dan varietas, kondisi lingkungan, waktu dan cara pemanenan, metode pengeringan,

dan cara penyimpanan (Astawan, 2004).

Di Indonesia, tingkat mutu didasarkan antara lain pada kesepakatan oleh

(29)

beragam. Menurut Haryadi (2006), secara umum mutu beras dapat dikelompokkan

menjadi empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu gizi, mutu berdasar

ketampakan dan kemurnian biji.

a. Mutu giling

Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang menentukan

mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras giling,

rendemen beras kepala, persentase beras pecah dan derajat sosoh beras.

(Balittan Sukamandi, 1987 dalam Damardjati dan Endang Y. Purwani, 1991).

b. Mutu rasa dan mutu tanak

Di Indonesia, mutu tanak belum dijadikan syarat dalam menetapkan

mutu beras. Lain halnya dengan dunia internasional, khususnya di Amerika

Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan terutama dalam

pengolahan beras. Ciri-ciri umum yang memengaruhi mutu tanak ialah

perkembangan volume, kemampuan mengikat air, stabilitas pengalengan nasi

parboiling, lama waktu penanakan dan sifat viskositas pati.

c. Mutu gizi

Beras pecah kulit hanya disenangi oleh sejumlah persentase kecil

konsumen meskipun beras pecah kulit mengandung protein, vitamin, mineral,

dan lipid lebih banyak daripada beras sosoh.

d. Mutu berdasar ketampakan dan kemurnian biji

Ketampakan biji pada umunya ditemukan berdasarkan keburaman

(30)

biji, sisi ventral, maupun tengah biji. Keburaman biji menentukan mutu beras

yang dalam persyaratan mutu dikenal sebagai butir mengapur.

2.1.4 Beras Berklorin

Untuk mempercantik penampilan beras menjadi putih cemerlang, ada

produsen nakal yang menambahkan klorin pada beras. Ciri-ciri beras berklorin adalah

jika dicium berbau bahan kimia, sedangkan beras alami memiliki bau alami beras.

Warnanya sangat putih atau putih bersih, sedangkan beras alami warna putihnya

wajar bahkan sedikit kusam. Beras berklorin setelah dimasak menjadi nasi lebih cepat

kuning dan lebih cepat basi dibandingkan beras alami (Ide, 2010).

Ada pabrik yang mencampur beras yang tidak baik kualitasnya yang telah

diputihkan dengan klorin atau bahan pemutih tekstil atau oksidator seperti benzoil

peroksida. Beras oplosan berklorin inilah yang menyebabkan kualitas nasi menurun

drastis.

Dalam memilih beras, tentunya kita menginginkan beras yang putih,

mengkilap, dan licin. Padahal beras yang baik adalah beras yang berwarna putih

kekuningan. Sekarang banyak beredar beras berpemutih yang diduga mengandung zat

yang dapat membahayakan kesehatan lambung. Adapun ciri-ciri beras yang

mengandung pemutih sebagai berikut (Salim, 2008):

1. Warnanya putih bersih, mengkilap, licin dan tercium bau bahan kimia

2. Jika dicuci warna air hasil cuciannya agak putih bersih

3. Jika beras direndam dalam air selama 3 hari tetap putih dan tidak berbau

4. Ketika sudah dimasak dan ditaruh dalam penghangat nasi dalam semalam nasi

(31)

2.2 Program Raskin

Program Raskin adalah program nasional yang bertujuan membantu rumah

tangga miskin dalam memenuhi kecukupan kebutuhan pangan dan mengurangi beban

finansial melalui penyediaan beras bersubsidi. Program ini merupakan kelanjutan

Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998. Pada 2007,

Program Raskin menargetkan penyediaan 1,9 juta ton beras bagi 15,8 juta rumah

tangga miskin dengan total biaya Rp 6,28 triliun (Mawardi, dkk, 2008).

Raskin merupakan program bantuan pangan dengan tujuan awal

menanggulangi kerawanan pangan akibat krisis moneter 1997/1998. Program ini

berlanjut hingga saat ini dengan tujuan utama mengurangi beban rumah tangga

sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.

Program yang sebelum tahun 2002 bernama Operasi Pasar Khusus (OPK) ini

awalnya merupakan program darurat bagian dari jaring pengaman sosial, namun

kemudian fungsinya diperluas menjadi bagian dari program perlindungan sosial,

khususnya program penanggulangan kemiskinan klaster pertama (Hastuti, dkk,

2012).

Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik

Indonesia (2011), Program Raskin adalah program nasional yang bersentuhan

langsung dengan masyarakat. Melalui program ini Pemerintah memberikan bantuan

kepada masyarakat untuk mendapatkan hak atas pangan. Jika rata-rata kebutuhan

beras sebesar 139 kg/jiwa/tahun dan setiap RTS-PM terdiri atas 4 (empat) jiwa, maka

Program Raskin memberikan bantuan sebesar 32% dari kebutuhan beras setiap

(32)

Operasi Pasar Khusus (OPK) memberikan subsidi beras secara targeted

kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002 nama OPK diubah

menjadi Program Beras untuk Keluarga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan

untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat (Kementrian Koordinator

Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Sejak 2006, RTS-PM raskin didefinisikan sebagai rumah tangga sangat

miskin, miskin, dan hampir miskin berdasarkan pendataan Badan Pusat Statistik

(BPS) melalui Pendataan Sosial Ekonomi (PSE) 2005 dan hasil verifikasinya, yang

kemudian diperbarui melalui Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2008.

Hingga pelaksanaan tahun 2007, RTS-PM raskin hanya mencapai 47% - 83% dari

RTM terdata, dan baru sejak 2008 mencakup seluruh RTM terdata. Pada 2011,

RTS-PM raskin berjumlah 17,5 juta rumah tangga atau mencakup 28,6% dari total rumah

tangga di Indonesia (Hastuti, dkk, 2012).

Penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin bertujuan

untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan

pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat miskin dalam

pemenuhan kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Kementrian

Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Pelaksanaan program raskin melibatkan berbagai lembaga di semua tingkat

pemerintahan, dengan Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra)

sebagai penanggung jawab utama program. Secara teknis, penanggung jawab

(33)

desa/kelurahan) adalah BULOG dan penanggung jawab untuk menyampaikan beras

dari titik distribusi ke setiap RTS-PM adalah pemerintah daerah (Hastuti, dkk, 2012).

Pemerintah Pusat berperan dalam membuat kebijakan program, sedangkan

pelaksanaannya sangat tergantung kepada Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, peran

Pemerintah Daerah sangat penting dalam peningkatan efektifitas Program Raskin.

Pedoman Umum Raskin 2011 menyatakan bahwa indikator kinerja Program Raskin

adalah tercapainya target “Enam Tepat”, yaitu Tepat Sasaran Penerima Manfaat,

Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Administrasi, dan Tepat Kualitas

(Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2011).

Melalui program raskin, setiap RTS-PM dapat membeli sejumlah beras di titik

distribusi dengan harga yang lebih murah dari harga di pasaran (bersubsidi). Selama

pelaksanaan program, jumlah beras yang dialokasikan untuk setiap RTS-PM

mengalami beberapa kali perubahan, namun tetap pada kisaran 10-20 kg per

distribusi dan pada tahun 2011 berjumlah 15 kg. Harga beras bersubsidi yang harus

dibayar RTS-PM pada awal pelaksanaan program adalah Rp 1.000 per kg di titik

distribusi. Sejak 2008 harganya dinaikkan menjadi Rp 1.600 per kg. Frekuensi

distribusi juga mengalami perubahan antara 10-13 distribusi per tahun rata-rata satu

kali setiap bulan (Hastuti, dkk, 2012).

Berdasarkan Pedum, beras Raskin adalah beras berkualitas medium kondisi

baik dan tidak berhama sesuai dengan standar kualitas pembelian pemerintah yang

diatur dalam perundang-undangan. Pembagian beras dikatakan tepat kualitas apabila

terpenuhinya persyaratan kualitas yang sesuai dengan kualitas beras BULOG

(34)

2.3 Zat Pemutih (Klorin)

Klor adalah desinfektan kimia yang digunakan secara luas, terutama

digunakan dalam klorinasi air untuk air minum dan tujuan pengolahan. Paling efektif

bekerja pada harga pH yang rendah (Desrosier, 1988).

Klor yang biasa digunakan sebagai pemutih jenis dasar adalah Sodium

Hipoklorit dan Kalsium Hipoklorit. Kedua senyawa tersebut juga bisa sebagai

penghilang noda atau desinfektan. Pemutih jenis dasar terdiri atas dua yaitu padat dan

cair. Pemutih padat adalah Kalsium Hipoklorit (CaOCl2) berupa bubuk putih atau

yang biasa dikenal sebagai kaporit. Sedangkan pemutih cair adalah Sodium

Hipoklorit (NaOCl) yang merupakan cairan berwarna sedikit kekuningan, beraroma

khas dan menyengat (Parnomo, 2003).

Menurut Suryatin (2008), Bahan pemutih dibedakan berdasarkan jenis

penggunaannya. Terdapat beberapa jenis bahan pemutih yang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya bahan untuk memutihkan pakaian, bahan pemutih

kulit, dan bahan pemutih untuk makanan.

a. Bahan Pemutih Pakaian

Bahan pemutih untuk pakaian adalah senyawa klorin. Senyawa ini dapat

mengoksidasi zat warna yang melekat pada pakaian sehingga pakaian menjadi

putih. Zat warna yang melekat pada pakaian dapat berasal dari luar pakaian, dapat

pula dari zat warna pada pakaian itu sendiri. Efek negatif bahan pemutih pakaian

diantaranya dapat menyebabkan kita terbakar, bersifat racun, berbahaya jika

(35)

b. Bahan pemutih kulit

Bahan pemutih untuk kulit tubuh manusia biasanya digunakan para wanita

agar kulitnya kelihatan lebih putih. Bahan pemutih untuk kulit sangat berbeda

dengan bahan pemutih pakaian. Aluminium Stearat merupakan salah satu contoh

bahan pemutih kulit.

c. Bahan pemutih makanan

Bahan pemutih untuk makanan biasanya digunakan untuk memutihkan

terigu, tepung sagu, dan tepung jagung agar makanan yang dihasilkan kelihatan

bersih dan tidak kusam warnanya.

Beberapa contoh pemutih makanan yaitu benzoil peroksida, kalium bromat,

kalsium iodat, dan asam askorbat. Bahan pemutih makanan ini akan mengoksidasi

pigmen karotenoid pada makanan sehingga makanan menjadi putih.Fungsi bahan

pemutih makanan adalah mengoksidasi gugus sulfhibrid dalam gluten menjadi

ikatan disulfide. Ikatan ini bersifat menahan gas pada roti atau kue sehingga roti

atau kue itu mengembang dan berongga-rongga.

Penggunaan pemutih makanan juga ada ambang batasnya agar tidak

berbahaya jika digunakan oleh manusia. Penggunaan yang berlebihan akan

menyebabkan rusaknya makanan.

2.3.1 Kegunaan Klorin

Klorin digunakan secara besar-besaran pada proses pembuatan kertas, zat

pewarna, tekstil, produk olahan minyak bumi, obat-obatan, antiseptik, insektisida,

pelarut, cat, plastik, dan banyak produk lainnya. Kebanyakan klorin diproduksi untuk

(36)

desinfektan, dan proses tekstil. Lebih jauh lagi, klorin digunakan untuk pembuatan

klorat, kloroform, karbon tetraklorida, dan ekstraksi brom (Anonim, 2009).

Klorin memiliki titik didih dan titik leleh/beku yang lebih rendah dari suhu

kamar (250C). Oleh karena itu, ketika klorin berada dalam suhu kamar, maka klorin

akan berwujud gas (Fitrah, 2008).

Kimia organik sangat membutuhkan klorin, baik sebagai zat oksidator

maupun sebagai subtitusi, karena banyak sifat yang sesuai dengan yang diharapkan

dalam senyawa organik ketika klor mensubtitusi hidrogen, seperti dalam salah satu

bentuk karet sintetis (Anonim, 2009).

Menurut Sari (2011), adapun kegunaan dari klorin adalah sebagai berikut:

1. Desinfektan. Klorin digunakan untuk desinfeksi air termasuk air untuk mandi,

kolam renang dan juga air minum. Klorin digunakan sebagai desinfektan air

minum karena mempunyai efek dapat membunuh bakteri E. Coli serta Giardia

dan harganya murah. Penambahan klorin pada air minum menjadi standar yang

harus dipenuhi penyedia layanan air minum hingga sekarang. Di bidang

kesehatan, larutan klorin 0,5% telah sejak lama digunakan untuk dekontaminasi

alat-alat bedah seperti jahit set dan partus set.

2. Pemutih. Pada proses produksi kertas dan pakaian, klorin digunakan sebagai

cairan pemutih (bleaching). Di pasaran, klorin dikemas sebagai pemutih pakaian

dengan berbagai merk. Bahan dasarnya dibuat dari natrium hidroksida dan gas

klor (gas klorin dialirkan ke dalam larutan natrium hidroksida sehingga

(37)

3. Senjata kimia. Karena efeknya yang sangat iritatif, gas klorin telah digunakan

sebagai senjata kimia pada perang dunia II.

2.3.2 Bahaya Klorin Tehadap Kesehatan

Selain memiliki banyak manfaat, ternyata klorin juga sangat berbahaya bagi

kesehatan dan kelestarian lingkungan. Hal ini disebabkan karena klorin sangat reaktif

dan dapat bereaksi dengan segala jenis unsur untuk membentuk senyawa baru.

Senyawa baru yang terbentuk antara lain adalah organoklorin yang bersifat toksik dan

mempunyai efek karsinogenik.

Klorin merupakan zat asam yang korosif.Klorin akan berperan sebagai iritan

kuat pada jaringan yang sensitif. Kontak jangka panjang dengan klorin dapat

menyebabkan terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas adalah zat karsinogenik

yang dapat menyebabkan kerusakan sel (Sari, 2011).

Klor dapat mengiritasi sistem pernafasan. Bentuk gasnya mengiritasi lapisan

lendir dan bentuk cairnya bisa membakar kulit. Baunya dapat dideteksi pada

konsentrasi sekecil 3,5 ppm dan pada konsentrasi 1000 ppm berakibat fatal setelah

terhisap dalam-dalam. Klorin dapat masuk ke tubuh dengan cara (Sari, 2011):

1. Terhirup melalui saluran nafas. Klorin sangat berbahaya bila terhirup ke saluran

pernafasan. Paparan klorin pada anak-anak dapat menyebabkan serangan asma.

2. Kontak dengan kulit atau mata. Efek klorin sangat negatif untuk kosmetik. Klorin

dapat menyebabkan hilangnya kelembaban kulit dan rambut sehingga terlihat

keriput dan kering. Kontak dengan cairan klorin dapat menyebabkan kulit dan

(38)

3. Masuk ke saluran cerna melaui air atau makanan yang terkontaminasi. Menurut

U.S. Council of Environmental Quality, risiko terjadinya kanker meningkat

sebesar 93% pada penduduk yang mengonsumsi air berklorinasi dibandingkan

dengan yang tidak mengandung klorin. Pada penelitian binatang, tikus yang

terpapar klorin dan kloramin menderita tumor ginjal dan usus.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen (2008), dampak penggunaan

klorin dalam beras bagi kesehatan tubuh manusia adalah dapat menimbulkan kanker

darah, merusak sel-sel darah, mengganggu fungsi hati, dapat merusak sistem

pernafasan dan selaput lendir dalam tubuh, dapat mengganggu kesehatan mata, kulit

dan batuk-batuk serta dapat menyebabkan kematian apabila terlalu banyak klorin

yang masuk ke dalam tubuh secara terus-menerus.

2.3 Kebiasaan Pencucian Beras

Beras mengandung bekatul meskipun dalam jumlah sedikit. Adanya bekatul

ini yang menyebabkan air cucian beras menjadi keruh atau kotor. Bekatul berasal dari

proses penyosohan beras atau gesekan antarbutir beras. Keberadaan bekatul pada

beras sebenarnya tidak dikehendaki karena dianggap sebagai kotoran. Namun dalam

jumlah sedikit, keberadaan bekatul pada beras dipandang wajar dan dapat diterima

(Khalimah, 2010).

Dari aspek gizi, bekatul memang baik bagi tubuh. Oleh karena itu, sebenarnya

beras dapat langsung dimasak tanpa harus mencucinya terlebih dahulu. Hal ini dapat

dilakukan terutama jika keadaan beras sudah bersih. Tetapi nasi yang dihasilkan dari

beras yang dimasak tanpa dicuci kemungkinan memiliki aroma dan rasa yang kurang

(39)

Proses pencucian beras akan menghilangkan bekatul. Hal itu berarti mengurangi zat

gizi beras seperti vitamin B (Khalimah, 2010).

Beras yang bersih tidak perlu dicuci lagi. Namun, sudah merupakan kebiasaan

ibu untuk mencuci beras sampai bersih baru ditanak. Mencuci beras akan membuang

zat-zat gizi yang sangat diperlukan tubuh, terutama bagi anak-anak dalam masa

pertumbuhannya (Sitorus, 2009).

Pada waktu membeli beras di pasar dianjurkan untuk membeli beras yang

bersih. Jika beras itu ternyata kurang bersih juga, cukup mencucinya sekali saja.

Itupun dengan cara menuangkan cukup air lalu menggoyang-goyang wadah beras itu,

kemudian ditiriskan airnya. Sebaiknya jangan mengaduk-aduk beras dengan kedua

tangan, karena hanya akan membuang segenap zat-zat gizi yang sangat diperlukan

tubuh. Dalam suatu penelitian, mencuci beras berarti kehilangan 25% vitamin B-nya.

Ini cukup besar artinya bagi yang menggunakan beras sebagai bahan makanan pokok

(Sitorus, 2009).

Dengan pencucian yang berlebihan (digosok dengan kuat), vitamin B1 pada

beras akan larut dan hilang bersama air pencuci. Dianjurkan, pencucian beras

sebaiknya hanya untuk menghilangkan benda-benda asing yang terikut seperti sisa

bekatul dan debu, bukan menggosoknya hingga nutrisi pada lapisan kulit ari larut dan

hilang bersama air pencuci (Khomsan, 2009).

Klorin yang terdapat pada beras sebenarnya dapat hilang dengan pencucian

yang berulang-ulang. Klorin akan larut di dalam air cucian beras. Semakin banyak

(40)

semakin besar. Hilangnya klorin pada beras bergantung juga pada kandungan klorin

itu sendiri.

Kebiasaan ibu-ibu di masyarakat dalam mencuci beras adalah mencuci beras

sampai airnya bersih. Pada beras berklorin, air cucian beras terlihat tidak keruh. Hal

ini membuat para ibu merasa tidak perlu mencuci beras berulang-ulang. Beberapa ibu

hanya mencuci beras sebanyak 1 sampai 3 kali. Padahal klorin pada beras akan larut

ketika dicuci, untuk itu perlu dilakukan pencucian yang berulang-ulang pada beras

berklorin meskipun hal itu akan mengurangi vitaminnya.

Kebiasaan ibu-ibu rumah tangga di Indonesia, beras dicuci sebelum dimasak.

Pencucian dengan air yang banyak atau dengan air yang mengalir dengan diaduk

keras-keras dengan tangan sampai air cuciannya bening, adalah cara yang tidak

dianjurkan. Dengan cara mencuci demikian, banyak zat gizi yang larut dalam air akan

terbuang percuma yang terpenting adalah berbagai vitamin dari kelompok vitamin B

(Lukman, 2010).

Mencuci yang baik adalah beras diletakkan dalam wadah kemudian diberi air

bersih, lalu diaduk dengan ringan saja, agar kotoran yang lebih ringan dari air akan

terapung dan dapat dibuang bersama air pencuci itu. Mencuci cukup satu kali saja,

tidak perlu diulang-ulang sampai air pencucinya menjadi bening (Lukman, 2010).

2.5 Kerangka Konsep

Pada kerangka konsep berikut dapat dilihat bahwa peneliti ingin mengetahui

kebiasaan pencucian raskin di masyarakat dan residu klorinnya. Kebiasaan yang akan

(41)

cucian raskin. Dengan adanya dugaan klorin pada raskin, maka akan dilihat kebiasaan

pencucian raskin di masyarakat, dimana kandungan korin pada beras akan mengalami

penurunan dengan perlakuan pencucian seperti cara mencuci raskin dan berapa kali

penggantian air cucian raskin. Sebagaimana diketahui bahwa klorin memiliki sifat

larut dalam air. Sehingga dari kebiasaan yang ada di masyarakat, akan dilihat

seberapa besar residu klorin dalam beras.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kebiasaan pencucian di masyarakat: 1. Cara mencuci

2. Frekuensi penggantian air cucian

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan survei yang bersifat deskriptif yaitu untuk

mengetahui kebiasaan pencucian raskin di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan

Medan Perjuangan Kota Medan. Setelah dilakukan survei, akan dilanjutkan dengan

melihat kandungan dan residu klorin pada raskin.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian berupa survei kebiasaan pencucian raskin melalui wawancara

dilakukan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan.

Alasan pemilihan lokasi adalah karena daerah tersebut paling banyak KK yang

menerima raskin. Untuk pemeriksaan klorin serta residu klorin akan dilakukan di

Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret sampai dengan Agustus tahun

2013.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua keluarga yang menerima raskin di

Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan yang

diperoleh dari Kantor Kelurahan Sidorame Timur yang terdapat sebanyak 534 KK

(43)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini ada dua yaitu raskin dan keluarga yang

memperoleh raskin.

1. Raskin

Sampel raskin diperoleh dengan cara membeli raskin dari keluarga yang

memperoleh raskin sebagai sampel yang akan diukur. Raskin yang belum dicuci akan

diukur untuk melihat apakah terdapat zat pemutih atau klorin di dalam beras. Jika

terdapat klorin pada beras maka beras akan dilakukan proses pencucian sebanyak 4

kali yaitu pada saat pencucian pertama akan diambil beras untuk dilihat residu

klorinnya, kemudian dilakukan pencucian yang kedua dan diambil berasnya lalu

dilihat residu klorinnya, dan seterusnya dilakukan sampai 4 kali pencucian. Setiap

proses pencucian akan dilihat berapa residu klorin yang terdapat pada beras.

2. Keluarga yang Memperoleh Raskin

Adapun kriteria sampel yaitu keluarga yang mendapatkan raskin dan yang

mengonsumsi raskin. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi yang

diperoleh dengan rumus:

n =

1+�( 2)

Dimana N = Besar Populasi

n = Besar Sampel

d = 0,10

n = 534

(44)

n = 84,22 ≈ 84

Sehingga diperoleh besar sampel adalah 84 KK.

Pengambilan sampel diperoleh dengan teknik systematic random sampling

yaitu dengan cara membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah

sampel yang diinginkan, yang disebut dengan interval sampel. Sampel diambil

dengan membuat daftar elemen atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai

dengan banyaknya anggota populasi. Kemudian ditentukan angka berapa yang akan

dijadikan sampel pertama, setelah itu untuk sampel kedua dan seterusnya akan

ditentukan dengan kelipatan dari interval yang sudah ditetapkan (Notoatmodjo,

2010).

Interval sampel = �� � ℎ � ���

�� �ℎ �� �� � �� �� �

Interval sampel = 534 84

Interval sampel = 6,36 ≈ 6

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Data identitas responden dan kebiasaan pencucian raskin yang meliputi

bagaimana cara mencuci raskin dan berapa kali pencucian beras yang diperoleh

melalui kuesioner. Responden dalam penelitian ini adalah ibu.

b. Data hasil pemeriksaan residu klorin pada raskin

3.4.2 Data Sekunder

(45)

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

3.6 Definisi Operasional

1. Raskin adalah singkatan dari beras miskin yang merupakan program pemerintah

melalui subsidi beras untuk rumah tangga miskin agar masyarakat dapat

mengakses beras dalam jumlah yang mencukupi.

2. Pemeriksaan zat pemutih (klorin) adalah pengukuran yang dilakukan untuk

melihat apakah terkandung zat pemutih (klorin) pada raskin yang dilakukan

pengukuran dengan menggunakan metode Argentometri di Laboratorium Ilmu

Dasar Universitas Sumatera Utara.

3. Residu zat pemutih (klorin) adalah jumlah sisa klorin yang terkandung pada

raskin setelah dilakukan pencucian.

4. Kebiasaan pencucian raskin adalah kegiatan yang biasanya dilakukan

berulang-ulang seperti cara mencuci dan penggantian air cucian raskin sebelum raskin

dimasak.

5. Cara mencuci raskin adalah cara yang biasa dilakukan oleh ibu dalam mencuci

beras sebelum dimasak.

6. Frekuensi penggantian air cucian adalah berapa kali ibu mengganti air pada saat

mencuci beras.

2.7Aspek Pengukuran

1. Kebiasaan Pencucian Raskin

Bahwa kebiasaan pencucian raskin diukur melalui kuesioner dan hasilnya akan

(46)

2. Karakteristik Responden

a. Pekerjaan

Pekerjaan responden dikelompokkan menjadi:

a). IRT

b). Wiraswasta

b. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden dikelompokkan menjadi:

a). SD

b). SMP

c). SMA

c.Tingkat Penghasilan Keluarga

Tingkat Penghasilan Keluarga dikelompokkan berdasarkan tinggi rendahnya

Pendapatan keluarga (Upah Minimum Kota Medan tahun 2013):

a). Tinggi ≥ Rp. 1.650.000

b). Rendah < Rp. 1.650.000

3. Pengukuran zat pemutih (klorin) dan residu klorin

Pengukuran zat pemutih (klorin) dilakukan dan diperiksa di Laboratorium Ilmu

Dasar Universitas Sumatera Utara. Pemeriksaan sampel dilakukan dengan

menggunakan metode Argentometri (Yoshida, dkk, 1976). Adapun alat dan bahan

(47)

Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih

3) Kemudian tambahkan aquadest secukupnya lalu diaduk

4) Masukkan ke dalam tanur selama 90 menit pada suhu 550o C

5) Setelah di tanur selama 90 menit, keluarkan cawan porselin dari tanur dan

didinginkan

6) Tambahkan 15 ml aquadest panas sambil di hot plate

7) Saring dengan kertas saring whatman

8) Kemudian residunya dicuci lagi dengan aquadest panas sebanyak 10 ml

dan disaring

9) Diukur pH-nya, tambahkan asam asetat sampai dengan pH 6-7

(48)

11) Titrasi dengan larutan standar AgNO3 0,05 N hingga terjadi perubahan

warna menjadi coklat kemerahan

12) Ukur volume AgNO3 0,05 N yang digunakan sampai terbentuk warna

coklat kemerahan

Untuk 1 g sampel:

Kadar Klorin = V x N x 0,177 x 100%

Keterangan:

V = Volume AgNO3 0,05 N yang dipakai

N = Normalitas larutan AgNO3

3.8 Teknik Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dan dilakukan analisa

terhadap data yang diperoleh yang akan disajikan dalam bentuk narasi dengan

(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Geografis

Berdasarkan letak goegrafisnya, Kelurahan Sidorame Timur terletak di

Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan dengan luas wilayah ± 50 Ha dan terdiri

dari 15 lingkungan. Kelurahan Sidorame Timur merupakan salah satu dari 9

kelurahan yang terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan. Kelurahan Sidorame

Timur memiliki batasan sebagai berikut:

a. Sebelah timur : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir I

b. Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kelurahan Sei Kera Hilir II

c. Sebelah barat : Berbatasan dengan Kelurahan Sidorame Barat

d. Sebelah utara : Berbatasan dengan Kelurahan Tegal Rejo

Keadaan geografis Kelurahan Sidorame Timur berada pada ketinggian 12

meter dari permukaan laut, sedangkan topografi berada pada daratan dan jarak dari

pusat pemerintahan Kelurahan ke pusat Pemerintahan Kecamatan berjarak 2 km.

4.1.2 Demografi a. Jumlah Penduduk

Kelurahan Sidorame Timur memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.071 jiwa.

Dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.566 KK. Jumlah penduduk berasarkan

jenis kelamin adalah dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 5.947 jiwa

(50)

b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah

penduduk berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk paling tinggi

berada pada usia 26-35 tahun yaitu sebanyak 1.438 orang. Sedangkan jumlah

penduduk terendah berada pada usia ≥ 76 tahun yaitu sebanyak 236 orang.

c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah

(51)

Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah

1. Taman Kanak-kanak 149

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah

penduduk berdasarkan agama yang dianut dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Agama Jumlah

1. Islam 6103

2. Kristen Protestan 4772

3. Kristen Katolik 181

4. Hindu 2

5. Budha 13

Jumlah 11071

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa agama yang paling banyak dianut

(52)

e. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan profil Kelurahan Sidorame Timur diperoleh bahwa jumlah

penduduk berdasarkan pekerjaan dapat dilihat pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan Tahun 2012

No. Pekerjaan Jumlah

Sumber: Profil Kelurahan Sidorame Timur Tahun 2012

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pekerjaan yang paling banyak

dimiliki oleh penduduk di Kelurahan Sidorame Timur adalah wiraswasta yaitu

sebanyak 1.489 orang.

4.2 Karakteristik Ibu

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap 84 KK, maka

(53)

Tabel 4.5 Distribusi Karakteristik Ibu di Kelurahan Sidorame Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan 2013

No. Karakteristik Ibu Jumlah %

Sedangkan yang paling sedikit adalah pada kategori umur 60-65 tahun yaitu sebanyak

1 orang (1,19%). Jenis pekerjaan ibu yang paling banyak adalah bekerja sebagai ibu

rumah tangga (IRT) yaitu sebanyak 64 orang (76,19%). Sedangkan yang bekerja

sebagai wiraswasta adalah sebanyak 20 orang (23,81%). Tingkat pendidikan ibu yang

paling banyak adalah SMA yaitu sebanyak 53 orang (63,09%). Sedangkan tingkat

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Tabel 3.1 Alat dan Bahan yang Digunakan untuk Pengukuran Zat Pemutih
Tabel 4.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur di Kelurahan
Tabel 4.2 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
+7

Referensi

Dokumen terkait

daerah tingkat I sumatera utara pada tahun 1967, Gubernur Marah Halim menyetujui. diadakannya perebutan kejuaraan Marah Halim Cup di semua daerah

(Amir, 2017). Banyaknya materi yang harus dipelajari membuat siswa rendah akan mengingat apa saja materi yang sudah dipelajari. Hal ini menyebabkan daya ingat

Hasil eksplorasi gerak dari penari dan gerakan dari tari tradisi gaya Surakarta yang dikembangkan menurut kebutuhan, kemudian dikolaborasi dengan teknik koreografi

Peserta didik dapat menjelaskan Nilai positif dari Adab berpakaian, berhias, perjalanan dan bertamu dan menerima tamu dengan benar 4H. Peserta didik dapat menjelaskan Hikmah

Umum : Mahasiswa dapat memahami konsep dasar perencanaan dan analisis pemodelan transportasi dengan beberapa metode analogi b. Khusus

TUGAS AKHIR NIKEN KUSUMANINGRUM L2B009100 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN ARSITEKTUR SEMARANG OKTOBER 2015..

Hal ini terlihat dari kemampuan mahasiswa calon guru dalam membuat persiapan mengajar, yaitu perumusan indikator serta pemilihan materi ajar yang kurang sesuai dengan

According to the Global Wellness Tourism Congress (GWTC), health tourism is a near half- trillion dollar market, representing 14% of total global tourism revenues ($3.2