86
Badrulzaman, Mariam Darus, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
Fuady, Munir, 2010. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.
H S, Salim, 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Mataram.
Khairandy, Ridwan, 2006. Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta.
Marsh S. B. and J. Soulsby, 1978. BusinessLaw, By McGraw-Hill Book: Company(UK).
Martono, K, 1987. Hukum Udara, Angkutan Udara & Hukum Angkasa, Alumni, Bandung.
Martono, K, Amad Sudiro, 2010. Hukum Angkutan Udara Berdasarkan UU RI
No. 1 Tahun 2009, Rajawali Pers, Jakarta.
Martono, K, dkk, 2011. Transportasi Bahan dan/atau Barang Berbahaya dengan
Pesawat Udara,Rajawali Pers, Jakarta.
Miru, Ahmadi, 2007.Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir, 2013.Hukum Pengangkutan Niaga, PT. Citra Bakti, Bandung.
Nasution, M. N, 2008.Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Purba, Hasim, 2005.Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka BangsaPress, Medan.
Purwosutjipto, H.M.N, 2003.Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3
Hukum Pengangkutan,Penerbit Djambatan, Jakarta.
Subekti, R, 1995.Aneka Perjanjian, PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
Tjakranegara,Soegijatna, 1995.Hukum Pengangkutan Barang Dan Penumpang, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Tohir Suriaatmadja, Toto, 2006.Masalah dan Aspek Hukum dalam Pengangkutan
Udara Nasional, Mandar Maju, Bandung.
Uli, Sinta, 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport,Angkatan Laut, Angkatan Darat, dan Angkatan Udara, USU
Press, Medan.
Yahya, M, 1986. Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung.
Peraturan Perundang-Undangan:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara
Perjanjian IATA (International Air Transport Association)
Perjanjian ICAO (International Civil Aviation Organization) Annex 17
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Media Internet:
http://kampoesbiruku.blogspot.com/2013/01/jenis-kargo-udara.html
53
A. Pengaturan Tentang Pengamanan Kargo Pengangkutan Udara
Abdulkadir Muhammad mendefinisikan kargo atau barang muatan adalah
barang yang sah dan dilindungi undang-undang, dimuat dalam alat pengangkut
yang sesuai dengan atau tidak dilarang undang-undang, serta tidak bertentangan
dengan ketertiban umum atau kesusilaan. Dilindungi undang-undang artinya tidak
boleh dirusakkan, dihilangkan, dimusnahkan, atau dicuri oleh siapa pun, yang
berakibat merugikan pemiliknya.56
Pengertian kargo menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan adalah setiap barang yang diangkut oleh pesawat udara termasuk
hewan dan tumbuhan selain pos, barang kebutuhan pesawat selama penerbangan,
barang bawaan, atau barang yang tidak bertuan, sedangkan pengertian barang pos
atau pos menurut Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152
Tahun 2012 ialah kantung atau wadah lain yang berisi himpunan surat pos dan
atau paket pos untuk dipertukarkan. Kargo melalui udara adalah barang yang
dikirim tanpa disertai oleh penumpang yang pengirimannya bisa melalui
maskapai penerbangan ataupun agen kargo (freight forwarder).
Peraturan nasional tentang pengamanan kargo dan pos yang diangkut
melalui pesawat udara pada dasarnya tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, peraturan tersebut masih berupa Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/225/IV/2011 tentang
56
Pemeriksaan Keamanan Kargo dan Pos yang Diangkut dengan Pesawat Udara
yang telah digantikan oleh Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No.KP.152 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut
dengan Pesawat Udara.
Peraturan Internasional tentang pengamanan kargo dan pos diatur ICAO,
lebih tepatnya Bunyi Standar ICAO Annex 17 Standard 4.6.3 berbunyi:
“Each Contracting State shall ensure that cargo and mail to be carried on a passenger commercial aircraft are protected from unauthorized interference from the point screening or other security controls are applied until departure of the aircraft.”
Mengharuskan setiap negara peserta menjamin bahwa kargo dan pos tidak
lagi dilakukan pada pesawat komersial penumpang dan dilindungi dari gangguan
yang tidak sah dari penyaringan (screening) atau kontrol keamanan lainnya yang
diterapkan sampai keberangkatan pesawat Bunyi Standar ICAO Annex 17
Standard 4.6.7 berbunyi:
“Each Contracting State shall ensure that cargo and mail that has been confirmed and accounted for shall then be issued with a security status which shall accompany, either in an electronic format or in writing, the cargo and mail throughout the secure supply chain.”
Yang artinya setiap negara peserta harus menjamin bahwa kargo dan surat
yang telah dikonfirmasi dan terhitung kemudian harus dikeluarkan dengan status
keamanan yang memadai, baik dalam format elekronik atau tertulis, kargo dan pos
di seluruh rantai pasokan harus aman. Bunyi Standar ICAO Annex 17 Standard
4.6.8 yaitu:
Yang artinya setiap negara peserta juga harus menjamin bahwa kargo dan
pos telah mengalami kontrol keamanan yang sesuai sebelum untuk dimuat di
pesawat terbang yang bergerak di operasi transportasi udara dari wilayahnya.
B. Jenis-jenis Kargo Dalam Angkutan Udara
Barang muatan terdiri atas berbagai jenis menurut keperluannya, yaitu:57 a. Barang sandang
Misalnya : tekstil, kain, baju
b. Barang pangan
Misalnya : beras, gula, buar-buahan
c. Barang rumah tangga
Misalnya : mebel, lemari, alat dapur
d. Barang pendidikan
Misalnya : buku, alat peraga, computer
e. Barang pembangunan
Misalnya : kayu, besi, semen
f. Hewan perdagangan
Misalnya : sapi potong, ikan hias, burung piaraan
Secara fisik barang muatan dapat dibagi menjadi enam yaitu:58 a. Barang berbahaya
Misalnya : racun, carbide, binatang buas
b. Barang tidak berbahaya
57
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 116. 58
Misalnya : besi, kayu, tekstil
c. Barang cair
Misalnya : minyak tanah, minyak sawit, bensin
d. Barang berharga
Misalnya : emas, perak, mutiara
e. Barang curah
Misalnya : kacang, minyak tanah
f. Barang khusus
Misalnya : ikan dingin, tembakau, obat-obatan.
Dilihat dari sifat alamiah, barang muatan juga dapat dibagi menjadi empat
golongan yaitu:59 1. Barang padat
Misalnya : besi, kayu balok, suku cadang
2. Barang cair
Misalnya : minyak tanah, bensin, air mineral
3. Barang gas
Misalnya : LNG, LPG, amoniak
4. Barang rongga
Misalnya : mobil, boneka, televisi, cabinet.
59
Dari jenisnya barang dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. General cargo
Barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepak dalam bentuk
unit-unit kecil.
2. Bulk cargo
Barang dengan jumlah basar yangdimuat dengan cara mencurahkan ke dalam
kapal atau tangki.
3. Homogenus cargo
Barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus.
Sedangkan Macam-macam Cargo Udara terbagi atas:60 a. General Cargo
Yang umumnya mempunyai sifat yang tidak membahayakan, tidak mudah
busuk, tidak mudah mati.
Contoh: tas, mobil, motor
b. Special Cargo
Cargo yang memerlukan perhatian khusus dalam pengiriman, penyimpanan,
dan pengangkutan,
Contoh:
1. Live animal
1.1Keadaan binatang hidup harus sehat.
60
1.2Yang diperlukan adalah surat karantina airport setempat.
1.3Apabila untuk eksport harus ada ijin dari Dinas Peternakan.
1.4Untuk pengiriman binatang yang dilindungi harus ada izin dari Dinas
Perlindungan dan Pelestarian Alam/Dinas Kehutanan.
1.5Kandang (tempat membawa binatang) ataupun kontainer harus kuat
untuk mencegah terlepasnya binatang yang akan dikirim.
1.6Pengiriman tersebut harus memnuhi syarat Dinas Penerbangan
Internasional (IATA/ICAO).
1.7Minuman dan makanan binatang tersebut harus tersedia selama
pengiriman.
1.8Pengirim harus menandatangani surat berisi pembebasan tanggung
jawab.
2. Human remains
2.1Uncremated in coffin
adalah masih berupa jasad dan pengangkutannya memakai peti yang
dilapisi seng (untuk mencegah kebocoran dan mencegah bau dari
jenazah).
a. Ukuran peti harus sesuai dengan ukuran pintu pesawat.
b. Jenazah tidak dapat diangkut apabila penyebab kematian disebabkan
oleh penyakit menular.
Surat yang diperlukan dalam pengangkutan jenazah adalah:
2. Keterangan kematian/akte kematian
3. Surat izin keluar untuk membawa jenazah
4. Bila WNA harus ada ijin dari kedutaan setempat
5. Surat dalam jawatan kesehatan yang menyatakan bahwa peti
jenazah telah memenuhi persyaratan
6. Surat jaminan dari si pengirim bahwa jenazah akan dijemput
ditempat tujuan, kecuali ada pengantar.
Note : Selainpersyaratan di atas, jenazah sudah disuntik decay
injection dan di balsem.
2.2Cremated in coffin
adalah jenazah yang sudah berupa abu/ashes, biasanya berupa
guci/kotak.
3. Perishable Goods
Barang yang mudah busuk. Contoh: buah-buahan, sayur, ikan, seafood.
a. Pengiriman perishable goods memerlukan perhatian khusus dalam
penerimaan dan pengiriman sehingga tiba di tempat tujuan keadaannya
tidak rusak dan masih segar.
b. Penerima barang perishable, diinformasikan oleh airlines ditempat
keberangkatan ke airport tujuan dengan mengunakan telex ataupun
telepon.
Barang-barang berharga dan mengandung unsur kimia lainnya di
dalamnya.
Contoh: logam mulia, perhiasan, kertas/dokumen berharga.
5. Strongly smelling goods
Pengiriman barang seperti ini memerlukan packing yang baik sehingga
baunya tidak tercium.
6. Dangerous goods
Barang yang termasuk dangerous goods adalah:61
a. Kelas 1 : bahan/barang yang mudah meledak (explosivematerials).
b. Kelas 2 : bahan/barangterbakarjikaditekan(compresseddeeply
refrigerated)
c. Kelas 3 : bahan/barang cairan yang mudah terbakar jikaterkena
gesekan/terkena api (flammable liquid, tinner, alcohol)
d. Kelas 4 : bahan/barang serbuk yang mudah terbakar/terkena air
(carbon dioxide, carbide)
e. Kelas 5 : bahan/barang yang mudah menguap yang apabilaterhirup
oleh manusia/binatang akanmengantuk/pingsan.
f. Kelas 6 : bahan/barang mengandung racun yang sangatberbahaya
bila terkena makanan (pestisida, pupuk)
g. Kelas 7 : bahan/barang yang mengandung radioaktif/zathelium dan
mercury.
61
h. Kelas 8 : bahan/barang yang mengandung karat/garam
i. Kelas 9 : bahan/barang yang dapat menimbulkan magnetyang akan
mempengaruhi kompas pesawat jikacara pemuatannya
salah (besi berbentuk silinder berukuran besar)
Pemuatan barang berbahaya perlu dilakukan dengan teliti, hati-hati, dan
tidak dicampur dengan barang-barang pangan. Sifat berbahaya itu harus
diberitahukan dengan terperinci kepada pengangkut, sebab pengangkut tidak
bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kelalaian pengirim.
Pengangkutan barang berbahaya mengandung resiko besar karena ada
kemungkinan menimbulkan kerugian. Oleh karena itu, pengangkut perlu
memastikan keterangan lengkap mengenai sifat berbahaya sehingga pengangkutan
akan berusaha sedapat mungkin menghindari terjadinya peristiwa yang
merugikan.62
Mengenai Dangerous Good (DG), perlu diketahui bahwa PT. Garuda
Indonesia merupakan satu-satunya maskapai di Indonesia yang dapat mengangkut
Dangerous Good (DG), yang mempunyai penanganan khusus oleh pegawai pada
PT. Garuda Indonesia, Tbk. Maupun pada Ground Handeling (gapura) yang
memiliki Dangerous Good Licence (lisensi DG) bersertifikat resmi yang
dikeluarkan oleh departemen perhubungan , di Medan sendiri sudah ada 7 (tujuh)
dan di gapura PT. Garuda Indonesia memiliki 5 (lima) pegawai yang berlisensi
Dangerous Good (DG) dengan kegunaan apabila ada barang yang tiba-tiba
62
dikirim termasuk Dangerous Good sudah di verifikasi terlebih dahulu oleh
petugas yang mempunyai lisensi Dangerous Good (DG) untuk dilihat apakah
barang tersebut akan diterima atau ditolak, apabila bisa diterima maka barang itu
dikirim,proses penanganannya sama tetap lewat x-ray juga namun ada dokumen
tambahan terkait Dangerous Good.63
C. Prosedur Pengamanan Kargo pada PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
Secara umum Standard Operation Prosedure (SOP) Pengiriman kargo
udara (domestik) terdiri dari:64
1. Menentukan Berat Kargo
Metode untuk menentukan berat barang kiriman didasarkan pada 2 (dua) cara
perhitungan yaitu:
a. Berdasarkan volume barang
Perhitungan berat untuk barang-barang yang berukuran besar tetapi
memiliki berat yang ringan, akan dihitung berdasarkan volumenya dengan
rumus :
(panjang x lebar x tinggi)/ 6000 = Volume
b. Berat asli (Actual Weight)
Perhitungan berat berdasarkan angka yang tertera pada timbangan.
63
Hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang, selaku Cargo Sales Manager PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk Area Sumatera, tanggal 14 Januari 2015.
64
Keterangan : hasil dari kedua pengukuran diatas akan diperhitungkan
mana yang lebih besar.
2. Pengisian Airway bill
Untuk pengisian Airway bill atau Surat Tanda Terima Pengiriman (STTP)
dapat dilakukan oleh petugas kurir cargo dengan lengkap dan jelas. Airway
bill atau STTP sebelum dibawa bersama dengan Shipment (barang kiriman)
harus ditandatangani oleh Shipper (Pengirim) dan kurir akan memberikan
lampiran sebagai tanda bukti pengiriman.
3. Ukuran Kemasan (Packaging)
Ukuran kemasan harus disesuaikan dengan ukuran pintu pesawat yang akan
dipergunakan dengan ukuran sebagai berikut:
Panjang : 150 cm
Lebar : 110 cm
Tinggi : 80 cm
Keterangan : Ukuran tidak mengikat tergantung jenis pesawat pengangkut.65 Pada pengangkutan udara program keamanan kargo dan pos yang diangkut
dengan pesawat udara yang diatur dalam Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 airwaybill sekurang-kurangnya
memuat:
1. Personil
Personil keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara terdiri
dari personil keamanan yang telah bersertifikat, personil penanganan
65
pengangkutan barang berbahaya (dangerous good) yang telah bersertifikat dan
administrasi.
2. Fasilitas/peralatan
Fasilitas/peralatan untuk penanganan kargo dan pos yang diangkut dengan
pesawat udara terdiri dari gedung/ruangan untuk kegiatan penerimaan,
pemeriksaan, dan penumpukan kargo dan pos, peralatan pemeriksaandan
pengawasan pengamanan, dan lebel atau segel keamanan.
Gedung/ruangan penanganan kargo dan pos sebagaimana dimaksudharus
ditetapkan daerah keamanan terbatas, daerah terbatas, daerah publik dan harus
dibuat dalam bentuk peta. Peralatan pemeriksaan dan pengawasan yang
dimaksud meliputi mesin x-ray,detektor pelacak peledak (eksplosive trace
detector), detektor logam genggam (hand held metal detector), gawang
detektor logam (walk through metal detector), kaca detektor (mirror detector),
dan pagar peralatan pemantauan keamanan (close circuit television/CCTV).
3. Prosedur untuk kegiatan
Adapun prosedur keamanan kargo dan pos yang diatur dalam peraturan ini
terdiridari:
a. Penerimaan kargo dan pos
b. Pemeriksaan
c. Penumpukan/storage
d. Pengepakan/build up
e. Pengangkutan/muat ke pesawat udara
f. Penempatan di pesawat udara dan
4. Peta keamanan terbatas dan daerah terbatas.
Peta keamanan terbatas dan daerah terbatas merupakan denah daerah kerja
untuk proses kargo dan pos yang akan diangkut dengan pesawat udara dan
menjadi lampiran program keamanan angkutan udara.
Pada pemeriksaan keamaanan, pemeriksaan dapat dilakukan dengan
menggunakan peralatan pemeriksaan keamanan atau pemeriksaan secara manual,
dalam prosedur penerimaan kargo dan pos harus memuat proses pemeriksaan
terhadap dokumen administrasi, pemberitahuan tentang isi/PTI sesuai contoh pada
lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun
2012, surat, muatan udara, daftar kargo dari perjanjian kerjasama bagi pengirim
pabrikan dan dokumen lain yang diperlukan dalam pengengkutan kargo dan pos
tertentu, adapun dokumen lain yang diperlukan dalam pengangkutan kargo dan
pos tertentu yang diatur pada Pasal 12 (ayat 2) antara lain :
a. Pernyataan pengiriman (shipper declaration) dan lembar data keselamatan barang (material safety data sheet/MSDS) untuk barang berbahaya
b. Surat izin kepemilikan/penggunaan bahan peledak dari instansi berwenang
c. Surat izin karantina untuk hewan dan tumbuhan dari instansi berwenang d. Surat izin kepemilikan/penggunaan barang dan benda purbakala dari
instansi berwenang, dan
e. Surat izin kepemilikan/penggunaan nuklir, biologi, kimia, dan radioaktif dari instansi berwanang.
Diantara berbagai jenis muatan kargo dan pos, ada beberapa yang harus
dilakukan pemeriksaan dengan cara perlakuan khusus. Perlakuan khusus itu antara
lain terhadap jenazah dalam peti, vaksin, plasma darah dan organ tubuh manusia,
barang-barang medis yang mudah rusak dan kargo lain yang ditentukan oleh
Konsep pengamanan kargo dan pos yang ada pada PT. Garuda Indonesia
(Persero), Tbk yang berlaku di Bandar Udara Kuala Namu sampai saat ini ada 4
konsep yaitu:66
1. Screening (oleh pegawai PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
2. Ground Handeling (oleh Avsec PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
3. X-ray Bandara Angkasa Pura
Seperti yang telah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara
No. KP.152 Tahun 2012, peralatan pemeriksaan dan pengawasan keamanan
kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara meliputi mesin x-ray.
4. Security Avsec Angkasa Pura
Selain konsep PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk mempunyai Prosedur
pengamanan pengiriman kargo dan pos yang tidak bertentangan atau sesuai dengan
Peraturan Direktur Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 Pasal 11 yaitu
sebagai berikut:
a. Petugas acceptance di Cargo Service Center (CSC) menerima barang,
menimbang barang, memeriksa kondisi, ukuran dan kemasan barang. Petugas
acceptance juga menanyakan isi barang kepada shipper. Jika tidak laik
diterima berdasarkan persyaratan keamanan dan keselamatan, petugas
acceptance menolak dan mengembalikan barang ke shipper. Jika laik diterima,
petugas acceptance meminta customer mengisi pemberitahuan tentang isi
(PTI) atau Shipper Letter of Instruction(SLI). Petugas acceptance mengeluarkan
bukti timbang barang (BTB) atas kiriman tersebut.
66
b. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima PTI/SLI. BTB, dan JRN (jika ada)
dari costomer direct selling.
c. Staf Cargo Service Center (CSC) mengecek kesediaan stok dengan melakukan Get next pada screen Reservation and Booking-[RES0001]. Pengecekan stok
juga dapat dilakukan pada screen Stock desk-STK0012.
d. Jika stok tidak tersedia maka staf Cargo Service Center (CSC) mengirim
permintaan stok ke Handeling Airport Arrival (FA)/AA
e. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima stok dari FA/AA
f. Jika stok sudah tersedia dan customer belum memiliki Job Reference Number
(JRN), staf Cargo Service Center (CSC) mengecek Availabilty dan harga
untuk kiriman tersebut, kemudian mengkorfirmasi ke Shipper mengenai Space
yang tersedia dan biaya yang harus dibayar. Jika Shipper tidak setuju, staf
Cargo Service Center (CSC) menolak kiriman dan meminta petugas Acceptance mengembalikan barang ke Shipper.
g. Jika Shipper setuju dengan Flight yang tersedia dan harga yang dikenakan, staf Cargo Service Center (CSC) memasukan data pembukuan menggunakan
stok direct selling pada screen AWB Capture - [AWB0001], yaitu agent branch code direct selling caller, pieces, weight, volume/dimension,origin, destination, manifest description, commodity code, routing, flight number, flight date, product code, Special Handling Code (SHC) “Drop And Pick Up point” (DNP) dan Charger Code dan Charge code “PP”. Data-data ini
dimasukan sesuai PTI/SLI dan BTB pada space dan flight yang tersedia. Jika
sehingga status kirimannya akan waiting (NN). Maka staf Cargo Service
Center (CSC) membuat alternatif intinerary agar mendapat status (SS).
- Volume dimention. Jika dimensi memungkinkan untuk diukur,
maka data panjang, lebar, dan tinggi harus dimasukan ke dalam
sistem.Jika tidak dapat dilakukan pengukuran, volum dapat diisi
dengan formula: Vol
h. Jika stok sudah tersedia dan customer sudah memiliki (JRN) maka staf Cargo
Service Center (CSC) memeriksa data pembukuan di screen Reservation and Booking – [RES0001]. Lalu mengubah data pembukuan sesuai kondisi aktual yang tertera pada PTI/SLI dan BTB. Staf Cargo Service Center (CSC)
mengecek harga terhadap pembukuan tersebut lalu mengkonfirmasi shipper
mengenai harga yang harus dibayarkan. Jika shipper tidak setuju dengan harga
tersebut, staf Cargo Service Center (CSC) melakukan Cancel Shipment lalu
meminta petugas acceptance untuk mengembalikan barang ke shipper.
i. Jika shipper setuju dan data pembukuan telah selesai dengan PTI/SLI dan
BTB, maka staf Cargo Service Center (CSC) melakukan Get Nextuntuk
mendapatkan nomor AWB di screen AWB Capture – [AWB0001]. Staf
Cargo Service Center (CSC) memeriksa kembali data alamat shipper dan consignee. Jika belum lengkap dan rinci staf Cargo Service Center (CSC)
meminta shipper untuk memberikan shipper dan consignee yang lengkap dan
rinci, lalu memasukan data tersebut ke dalam sistem. Staf Cargo Service
Center (CSC) memilih issued by e-cargo di tab AWB General mengklik
& Rate menambahkan other charge drop and pick up point (PU) dan tax of PU (Tx) secara manual dan menyimpan data tersebut. Kemudian staf Cargo Service Center (CSC) melakukan proses Show Cashiering, lalu membuat
AWB dan atau invoice. Staf Cargo Service Center (CSC) kemudian
melakukan proses import cashiering bila menggunakan layanan city to city
dan mencetak invoice.
j. Staf Cargo Service Center (CSC) menerima pembayaran dari customer direct
selling sesuai dengan jumlah yang tertera pada AWB ditambah import invoice.
k. Petugas acceptance (CSC) mengembalikan barang ke shipper karena tidak
laik diangkat atau shipper tidak setuju dengan kondisi flight dan space yang
tersedia dan atau shipper tidak setuju dengan harga yang dikenakan.
Prosedur diatas adalah prosedur pengiriman sekaligus pengamanan
pengangkutan kargo domestikdan internasional, prosedur pengiriman kargo
domestik dengan prosedur pengiriman kargo internasional pada dasarnya
samasaja yang membedakan hanya jika pada prosedur pengiriman Internasional
melewati pemeriksaan bea cukai yang jelas lebih ketat diikuti dengan dokumen
tambahan yaitu dokumen bea cukai.
Pada pengiriman kargo internasional PT. Garuda Indonesia mengikuti dan
tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada pada IATA (International Air
Transport Association).67
D. Pelaksanaan Pengangkutan Kargo oleh PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
Sebelum membahas tentang bagaimana pelaksanaan pengangkutan kargo
perlu diketahui bahwa PT. Garuda Indonesia pada saat sekarang ini memiliki tiga
produk pengiriman kargo yaitu:
1. Door to door
Kargo diangkut dari rumah ke rumah bekerjasama dengan agen.
2. City to city (CSC)
Dari kota ke kota, misalnya pengiriman dari cargo service center Medan ke
cargo service center Jakarta, jadi tidak perlu ke bandara cukup ke cargo
service center saja.
3. Port to port
Dari bandara ke bandara, yang paling lazim dilakukan untuk pengiriman
kargo.
Pelaksanaan pengangkutan kargo, proses penerimaan cargo dari gedung
keberangkatan Pada PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., adalah sebagai berikut
:68
a. Petugas cargo ground handeling melakukan check status cargo di dalam
sistem Skychain.
b. Status tidak confirm dan tidak tersedia lokasi space maka cargo ditolak dan
dikembalikan ke shipper.
c. Jika status pembukuan cargo telah confirm, maka lakukan proses acceptance:
1. Check fisik: periksa kemasan (packing) cargo dan mail.
68
2. Timbang barang: timbang kembali cargo dan mail.
3. Check dimensi: pastikan kesesuaian ukuran kemasan dengan dokumen.
4. Check jumlah barang: pastikan kesesuaian jumlah barang dengan dokumen
cargo (AWB).
5. Check berat barang: pastikan kesesuaian berat barang dengan dokumen cargo
(AWB).
6. Check marking: pastikan marking pada kemasan yang ada sesuai dan
benar.
Check labelling: pastikan labelling pada kemasan yang ada sesuai dan
benar.
7. Check kelengkapan dokumen pendukung: pastikan pengiriman special
shipment dilengkapi dengan dokumen pendukung.
d. Jika terdapat ketidaksesuaian pada cargo tersebut, maka cargo tersebut ditolak
dan dikembalikan pada shipper untuk dilakukan perbaikan.
e. Lakukan proses screening (x-ray) melalui terminal keberangkatan penumpang
dan diberikan label security check.
f. Jika terdapat suspeck cargo pada proses x-ray, maka cargo ditolak dan
dikembalikan ke shipper dengan dibuatkan berita acara.
g. Jika tidak terdapat suspeck cargo maka lakukan proses b/up di baggage make
up area dengan menggunakan b/up checklist.
h. Petugas cargo melakukan finalisasi pada skychain (proses depart dan produce
manifect).
i. Cargo bersama dokumennya (AWB & Manifect) ditarik ke pesawat untuk
72
DIANGKUT MELALUI PESAWAT UDARA DIKAITKAN
DENGAN PERATURAN DIREKTUR
JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA
NO. KP. 152 TAHUN 2012
A. Penerapan dan Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara Dikaitkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 Di PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk.
Setiap pengangkutan udara dengan menggunakan pesawat udara sudah
semestinya selalu memperhatikan keamanan penerbangan, keamanan penerbangan
ialah suatu keadaan dimana perlindungan diberikan kepada penerbangan dari
tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya
manusia, fasilitas, dan prosedur. Pada saat ini proses pengamanan pengangkutan
kargo dan pos masih belum maksimal, dapat dilihat dengan masih banyaknya
pencurian barang kargo yang sering terjadi pada bandar udara, penyelundupan
kargo berbahaya yang akan diangkut melalui pesawat udara atau pengangkutan
udara dan kelalaian lainnya didalam pelaksanaan pengamanan pada pengangkutan
udara.
Pemeriksaan keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat
udara dapat dilakukan oleh Badan Hukum Indonesia selain Badan Usaha
Angkutan Udara, setelah memiliki izin regulated agent untuk badan hukum yang
bergerak di bidang bandar udara atau pengirim barang dan pos dengan pesawat
untuk badan hukum yang bergerak di bidang produksi barang yang bersifat
reguler Untuk meningkatkan pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui
pesawat udara, Direktur Jenderal Perhubungan Udara membuat suatu kebijakan
berupa Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012,
berisikan antara lain yaitu membuat daerah keamanan terbatas (Security
Restricted Area) , daerah keamanan terbatas ialah daerah-daerah tertentu didalam
bandar udara maupun diluar bandar udara yang diidentifikasi sebagai daerah
beresiko tinggi untuk digunakan kepentingan keamanan penerbangan,
penyelenggara bandar udara dan kepentingan lain untuk digunakan kepentingan
penerbangan dimana daerah tersebut dilakukan pengawasan dan untuk masuk
dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku.
Daerah terbatas ialah daerah-daerah tertentu yang digunakan kepentingan
penerbangan, dimana daerah tersebut dilakukan pengawasan dan untuk masuk
dilakukan pemeriksaan keamanan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain membuat
daerah keamanan terbatas, daerah terbatas, kebijakan lainnya ialah menyangkut
Regulated agent, Regulated agent adalah Badan Hukum Indonesia yang
melakukan kegiatan usaha dengan badan usaha angkutan udara yang memiliki
izin dari Direktur Jenderal untuk melaksanakan pemeriksaan keamanan terhadap
kargo udara.
Program keamanan kargo dan pos yang diangkut dengan pesawat udara
sesuai dengan peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152
sekurang-kurangnya memuat personil, fasilitas/ peralatan, prosedur untuk
keamanan kargo dan pos sebagaimana diatur dalam pasal 11 Peraturan Direktorat
Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 terdiri dari:
a. Penerimaan kargo dan pos b. Pemeriksaan
c. Penumpukan/storage d. Pengepakan/build up
e. Pengangkutan/muat ke pesawat udara f. Penempatan di pesawat udara dan g. Pengangkutan dengan pesawat udara.
Dalam proses pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat
udara PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk telah melakukan proses pengamanan
pengangkutan kargo dengan menggunakan empat konsep pengamanan kargo dan
pos yang berlaku di Bandar Udara Kuala Namu yaitu:
1. Screening (oleh pegawai PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
Pemeriksaan kargo dan pos melalui mesin x-ray
2. Ground Handeling (oleh Avsec PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
3. X-ray Bandara Angkasa Pura
Seperti yang telah diatur pada Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan
Udara No. KP. 152 Tahun 2012, peralatan pemeriksaan dan pengawasan
keamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara meliputi
mesin x-ray.
4. Security Avsec Angkasa Pura
Proses penerimaan cargo dari gedung keberangkatan sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 sebagai berikut :
1. Petugas cargo ground handeling melakukan check status cargo di dalam
2. Status tidak confirm dan tidak tersedia lokasi space maka cargo ditolak
dan dikembalikan ke shipper.
3. Jika status pembukuan cargo telah confirm, maka lakukan proses
acceptance:
a. Check fisik
Berupa periksa kemasan (packing) cargo dan mail.
b. Timbang barang
Minimbang kembali cargo dan mail.
c. Check dimensi
Memastikan kesesuaian antara ukuran kemasan dengan dokumen
yang ada.
d. Check jumlah barang
Memastikan kesesuaian jumlah barang yang ada dengan dokumen
cargo (AWB).
e. Check berat barang
Memastikan kesesuaian berat barang dengan dokumen cargo (AWB).
f. Check marking
Memastikan marking pada kemasan yang ada telah sesuai dan
sudah benar.
g. Check labeling
Memastikan labelling pada kemasan yang ada sesuai dan benar.
h. Check kelengkapan dokumen pendukung
Memastikan pengiriman special shipment dilengkapi dengan
4. Jika terdapat ketidaksesuaian pada cargo tersebut, maka cargo tersebut
ditolak dan dikembalikan pada shipper untuk dilakukan perbaikan.
5. Lakukan proses screening (x-ray) melalui terminal keberangkatan
penumpang dan diberikan label security check, security check label
mempunyai ketentuan mempunyai warna dasar biru dengan tulisan warna
kuning untuk pengirim pabrikan, warna dasar orange dengan tulisan warna
hitam untuk pengirim non pabrikan, label berlogo dan nama perusahaan
yang berukuran 29,7 cm x 21 cm, tercantum nomor seri label pemeriksaan
keamanan, melekat erat dan mudah rusak bila dibuka dan ditempel
diantara kedua daun pintu kendaraan pengangkut.
6. Jika terdapat suspeck cargo pada proses x-ray, maka cargo ditolak dan
dikembalikan ke shipper dengan dibuatkan berita acara.
7. Jika tidak terdapat suspeck cargo maka lakukan proses b/up di baggage
make up area dengan menggunakan b/up checklist.
8. Petugas cargo melakukan finalisasi pada skychain (proses depart dan
produce manifect).
9. Cargo bersama dokumennya (AWB &Manifect) ditarik ke pesawat untuk
dilakukan proses loading.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Leonard Sitanggang selaku
Cargo Sales Manager area Sumatera PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk telah
melakukan prosedur pengamanan yang tepat sesuai dengan peraturan yang ada,
tetapi pada dasarnya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152
Tahun 2012 masih belum sepenuhnya berlaku di Bandar Udara Kuala Namu,
Namu, jadi sampai saat ini peraturan tersebut masih sebagian di jalankan contonya
daerah keamanan terbatas (Security Restricted Area)69, daerah keamanan terbatas
dan daerah terbatas yang sama artinya dengan lini satu dan lini dua.
Bandar Udara Kuala Namu belum melaksanakan ketentuan-ketentuan
Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2015 secara
sepenuhnya karena sampai saat ini pada bandar udara kuala namu x-ray masih
menjadi tulang punggung, ketentuan-ketentuan tersebut tersebut juga belum
dijalankan sepenuhnya karena Stakeholder di medan belum siap, sumber daya
manusia yang ada saat ini belum memadai, orang yang mempunyai izin/lisensi
Regulated Agent masih terbatas,dan faktor lainnya.
B. Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012
Hambatan yang terjadi pada pengangkutan udara saat ini mencakup
ketidak disiplinan waktu keberangkatan. Waktu keberangkatan sering tertunda
bahkan pembatalan tanpa alasan logis dan tanpa pemberitahuan sebelumnya
menunjukkan kurang siapnya pengangkut udara dalam penyediaan pesawat udara.
Hambatan yang serius pada pengangkutan udara lain ialah gangguan keamanan
dan ketertiban, yang paling sering terjadi adalah pencurian barang bagasi dengan
cara membuka paksa atau mendongkel koper bagasi untuk mencuri isinya.
69
Hambatan yang di hadapi oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk
sebagai maskapai penerbangan dalam pelaksanaan pengamanan kargo dan pos
yang diangkut melalui pesawat udara sebelum dan sesudah adanya Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012 ialah:
1. Setelah adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152
Tahun 2012 proses pengiriman kargo menjadi lebih lama, karena di bandar
udara sebelum adanya ketentuan KP. 152 hanya ada satu lini di bandar udara,
pengiriman kargo dapat langsung masuk ke lini satu hanya membutuhkan
waktu beberapa menit tetapi setelah adanya peraturan tersebut maka pola
diperpanjang karena membagi antara daerah keamanan terbatas dengan daerah
terbatas menjadikan lini pada bandar udara menjadi dua.
2. Petugas acceptance yang ada di bandar udara harus terbagi menjadi dua
bagian yaitu pada lini satu dan lini dua. Yang artinya petugas pada lini
menjadi berkurang misalnya ada empat petugas yang awalnya hanya di 1 lini
saja sekarang menjadi hanya dua petugas acceptance.
3. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk harus memperpanjang Closing time yang
tadinya hanya dua jam menjadi empat jam yang artinya apabila pesawat
berangkat jam 6 sore maka pada jam 4 sore PT. Garuda Indonesia sudah tidak
menerima pembukuan, karena adanya kebijakan tersebut sekarang apabila
pesawat berangkat jam 6 maka batas waktu booking hanya sampai jam 2 saja,
4. Proses Screening yang ada pada bandar udara menjadi dua kali, yang artinya
proses penimbangan kargo, pemeriksaan kargo dilakukan dua kali, yaitu pada
lini dua dan pada lini satu yang menyebabkan terkadang hasil timbangan atau
hasil pemeriksaan di lini dua dan lini satu tidak sesuai, contohnya pada saat
barang ditimbang pada lini dua berjumlah 22kg tetapi sampai di lini satu
hanya 21kg dan kekurangan tersebut harus ditanggung oleh PT. Garuda
Indonesia.
5. Hambatan mengapa ketentuan Peraturan Direktur Perhubungan Udara No.
KP. 152 Tahun 2012 belum sepenuhnya berlaku ialah meskipun gudang
Regulated Agent telah lama ada di bandar udara Kuala Namu namun konsep
Regulated Agent yang diatur dalam Peraturan Direktur Perhubungan Udara
No. KP. 152 Tahun 2012 sampai saat ini belum juga terlaksana, salah satunya
ialah karena stakeholder yang ada di medan belum siap, dan karena belum
banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang memiliki izin atau lisensi
Regulated Agent itu sendiri sehingga bandar udara belum melaksanakan
peraturan ini secara sepenuhnya yang kemungkinan sampai akhir tahun 2015
juga belum dapat terlaksana.
6. Hambatan lain yang dihadapi juga terkait Ketidak jelasan masalah tarif
C. Penyelesaian Hambatan-hambatan yang Dihadapi Dalam Pelaksanaan Pengamanan Kargo dan Pos yang Diangkut melalui Pesawat Udara di PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk. Sebelum dan Sesudah Adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012
Pada dasarnya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152
Tahun 2012 sedikit memberatkan untuk proses pelaksanaan pengamanan kargo dan
pos yang diangkut melalui pesawat udara, yang sebenarnya kurang efisien yang
dengan maksud agar tidak terjadi penumpukan kargo dan pos pada gudang
penyimpanan pada bandara ternyata tidak berpengaruh banyak, penumpukan kargo
juga masih terjadi, dari berbagai hambatan yang ada maka penyelesaian hambatan
yang dilakukan oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk dalam pelaksanaan
pengamanan kargo dan pos yang diangkut melalui pesawat udara terkait adanya
peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. KP. 152 Tahun 2012 ialah:
1. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk merubah perjanjian yang telah ada
antara perusahaan dengan petugas Ground Handeling, perubahan itu
mencakup penambahan sumber daya manusia (SDM) agar proses
pemeriksaan kargo dan pos menjadi lebih cepat. Permintaan penambahan
sumber daya manusia tersebut diajukan untuk mempercepat pemeriksaan yang
ada pada bandara yang membagi dua lini.
2. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk juga meminta penambahan fasilitas
untuk proses pemeriksaan pengamanan kargo dan pos yang akan diangkut
melalui pesawat udara. Penambahan fasilitas tersebut berupa penambahan
mesin x-ray dan lainnya.
3. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk melakukan upaya sosialisasi kepada
penerbangan , contoh info yang telah dikeluarkan oleh perusahaan ini ialah
info tentang perubahan closing time yang tadinya 2 jam menjadi 4 jam guna
mengantisipasi kebijakan yang ada.
4. PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk juga meminta operator di lini dua untuk
penambahan kendaraan/angkutan dari lini dua ke lini satu dan meminta
operator yang ada pada lini dua mengangkut barang ke lini satu tidak lebih
dari 1 jam.70
5. Secepatnya menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, bertanggung
jawab, menguasai fasilitas dan peralatan pemeriksaan keamanan dan telah
memiliki izin dan berlisensi keamanan penerbangan serta lisensi penanganan
pengangkutan barang berbahaya (dangerous good) untuk menjadi regulated
agent yang seharusnya sudah berlaku pada setiap bandar udara yang ada di
Indonesia sebagaimana Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No.
KP. 152 Tahun 2012.
70
82 A. Kesimpulan
1. Dalam menerapkan dan melaksanakan pengamanan kargo dan pos yang
diangkut melalui pesawat udara PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk
dikaitkan dengan Peraturan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No.
KP. 152 Tahun 2012, PT. Garuda Indonesia telah melakukan pelaksanaan
dan penerapan kebijakan dengan baik dan mengutamakan pengamanan
dalam pengiriman kargo dan pos, di dalam pelaksanaan pengamanan PT.
Garuda Indonesia memiliki 4 konsep pengamanan yaitu:
1) Screening (oleh pegawai PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
2) Ground Handeling (oleh Avsec PT.Garuda Indonesia (Persero), Tbk)
3) X-ray Bandara Angkasa Pura
4) Security Avsec Angkasa Pura
Dengan berpatokan pada prosedur keamanan kargo dan pos
sebagaiman diatur pada Pasal 11 Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Udara No.KP. 152 Tahun 2012 yang terdiri dari:
1) Penerimaan kargo dan pos
2) Pemeriksaan
3) Penumpukan/ storage
4) Pengepakan/ build up
6) Penempatan di pesawat udara, dan
7) Pengangkutan dengan pesawat udara.
2. Hambatan yang dialami oleh PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk terkait
adanya Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152
Tahun 2012dalam pelaksanaan pengamanan kargo dan pos yang diangkut
melalui pesawat udara ialah proses pengiriman kargo menjadi lebih lama
karena adanya daerah keamanan terbatas dan daerah terbatas yang lebih
dikenal dengan lini satu dan lini dua pada bandar udara yang menyebabkan
pola diperpanjang dan memakan waktu lebih lama dari biasanya.
Dengan adanya penambahan lini PT. Garuda Indonesia juga harus
membagi petugas acceptance mereka untuk ditempatkan pada lini satu dan
lini dua.
PT. Garuda Indonesia juga harus mengubah closing timeyang tadinya 2
jam menjadi 4 jam.
Belum berlakunya konsep Regulated Agent pada bandar udara Kuala
Namu.
3. Dalam menyelesaikan permasalahan pelaksanaan pengangkutan kargo dan
pos yang diangkut melalui pesawat udara terkait adanya Peraturan
Direktur Jenderal Perhubungan Udara No. Kp. 152 Tahun 2012, PT.
Garuda Indonesia (Persero), Tbk melakukan perubahan perjanjian dengan
Ground Handeling untuk menambah SDM dan fasilitas agar proses lebih
PT. Garuda Indonesia (Persero), Tbk., melakukan Sosialisasi kepada
agen-agen melalui Garuda Indonesia (GA) Info, contohnya perubahan closing
time yang tadinya 2 jam menjadi 4 jam guna mengantisipasi kebijakan
tersebut.
Meminta operator di lini dua untuk penambahan kendaraan/angkutan dari
lini dua ke lini satu dan meminta operator yang ada pada lini dua
mengangkut barang ke lini satu tidak lebih dari 1 jam.
B. Saran
1. Dalam pelaksanaan penerapan dan pelaksanaan pengamanan kargo dan
pos yang diangkut melalui pesawat udara, PT. Garuda Indonesia telah
melaksanakannya dengan baik, saya menyarankan agar hal tersebut dapat
selalu dipertahankan demi terciptanya kenyamanan pengangkutan udara.
2. PT. Garuda Indonesia terus selalu mengutamakan para pengguna jasa
pengangkutan baik pengangkutan barang ataupun penumpang.
3. PT. Garuda Indonesia seterusnya dapat selalu memberikan info-infoterkait
penerbangannya.
4. Dalam membuat regulasi seharusnya pemerintah lebih mampu
mensosialisasikan kebijakan yang ada kepada pihak-pihak yang terkait
dengan kebijakan tersebut agar semua regulasi tersebut dapat berjalan
dengan baik.
5. Pemerintah lebih bisa dengan tegas memberikan sanksi-sanksi bagi
6. Sebelum membuat peraturan seharusnya pemerintah dapat berfikir secara
matang terhadap kebijakan yang akan diberlakukan agar kebijakan
tersebut tidak merugikan ataupun menguntungkan salah satu atau sebagian
15
A. Pengartian dan Landasan Hukum Pengangkutan Udara 1. Pengertian Pengangkutan Udara
Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti
“mengangkut atau membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan
sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang).10
Pengertian pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara
pengangkut dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri
untuk membayar uang angkutan.11
Pengangkutan dalam arti luas dapat diartikan sebagai pemindahan barang
dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan M. N Nasution menyatakan
pengangkutan adalah hal yang membuat sebuah bangsa menjadi besar dan
makmur, yakni tanah yang subur, kerja keras, dan kelancaran pengangkutan orang
dan barang dari satu bagian negara ke bagian bagian lainnya.12
10
Hasim Purba, Op. Cit, hal. 3.
11
H. M. N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal. 2.
12
Dalam hal ini unsur-unsur pengangkutan ialah sebagai berikut :13 a. Ada sesuatu yang diangkut
b. Tersedianya kendaraan sebagai alat angkutnya, dan
c. Ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Proses pengangkutan itu merupakan gerak dari tempat asal dari mana
kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angkutan itu diakhiri.
Pengangkutan juga dapat diartikan dalam arti sempit yang meliputi kegiatan
membawa penumpang atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/bandara
tempat pemberangkatan ke stasiun/terminal/pelabuhan/bandara tujuan. Untuk
menentukan pengangkutan itu dalam arti luas atau arti sempit bergantung pada
perjanjian pengangkutan yang dibuat oleh pihak-pihak, bahkan kebiasaan
masyarakat.14
Fungsi Pengangkutan ialah memindahkan barang atau orang dari suatu
tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan
nilai merupakan tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai
di tempat baru itu tidak naik, maka pengangkutan tidak perlu diadakan, sebab
merupakan suatu perbuatan yang merugikan bagi si pedagang. Fungsi
pengangkutan yang demikian itu tidak hanya berlaku di dunia perdagangan saja,
13
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, FH UII Press, Yogyakarta, 2006, hal. 178.
14
tetapi juga berlaku di bidang pemerintahan, politik, sosial, pendidikan, hankam
dan lain-lainnya.15
Subjek hukum pengangkutan terdiri dari :
a. Pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan
b. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan
Objek hukum pengangkutan terdiri dari :
a. Alat pengangkut
b. Muatan yang diangkut
c. Biaya pengangkutan
d. Dokumen pengangkutan
Adapun tujuan dari pengangkutan ialah untuk tiba di tempat tujuan dengan
selamat dan meningkatkan nilai guna bagi penumpang ataupun barang yang
diangkut. Tiba di tempat tujuan artinya proses pemindahan dari satu tempat ke
tempat ke tempat tujuan berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan, sesuai
dengan waktu yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam
keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang mengakibatkan luka, sakit, atau
meninggal dunia.Jika yang diangkut itu barang, selamat artinya barang yang
diangkut tidak mengalami kerusakan, kehilangan, kekurangan, atau kemusnahan.16 Adapun jenis-jenis pengangkutan sesuai dengan alat angkut yang ada
sesuai dengan wilayah pengangkutannya, Ridwan Khairandy mengklasifikasikan
macam-macam moda pengangkutan sebagai berikut:17
15
H. M. N Purwosutjipto,Op. Cit., hal. 1-2.
16
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit., hal. 15.
17
a. Pengangkutan Darat :
1. Pengangkutan melalui jalan (raya)
2. Pengangkutan dengan kereta api
b. Pengangkutan Laut
c. Pengangkutan Udara
Sedangkan Hasim Purba membedakan jenis-jenis pengangkutan itu sebagai
berikut:18
a. Pengangkutan di darat, yang terdiri dari:
1. Pengangkutan dengan kendaraan bermotor
2. Pengangkutan dengan kereta api
3. Pengangkutan dengan tenaga hewan
b. Pengangkutan di perairan yang terdiri dari:
1. Pengangkutan di laut
2. Pengangkutan di sungai dan danau
3. Pengangkutan penyeberangan
c. Pengangkutan udara.
Pengertian angkutan udara atau pengangkutan udara itu sendiri telah
diuraikan pada ketentuan umum Undang-Undang No.1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan yang berbunyi:
“Setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.”
Pengangkutan udara ialah pengangkutan yang diangkut dengan pesawat
udara, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer
18
karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap
permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.
Pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara,
bersayap tetap, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri.
Kegiatan angkutan udara terbagi dua, angkutan udara niaga dan angkutan
udara bukan niaga, tujuan khusus pengangkutan udara dengan pesawat udara
niaga ialah:19
1. Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat,
aman, nyaman, dengan harga yang wajar, dan menghindari praktik persaingan
usaha yang tidak sehat
2. Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan
mengutamakan dan melindungi pengangkutan udara dalam rangka memperlancar
kegiatan perekonomian nasional
3. Membina jiwa kedirgantaraan
4. Menjunjung kedaulatan Negara
5. Menciptakan daya saing dengan pengembangan teknologi dan industri
pengangkutan udara nasional
6. Menunjang, menggerakan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan
nasional
19
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hal. 22.
7. Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan
Wawasan Nusantara
8. Meningkatkan ketahanan nasional, dan
9. Mempererat hubungan antar bangsa
2. Landasan Hukum Pengangkutan Udara
Peraturan-peraturan yang menjadi dasar-dasar hukum pengangkutan udara
di Indonesia ialah:20
a. Undang-undang
Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan yang
telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
1992 tentang Penerbangan, kemudian dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku lagi setelah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan.
b. Ordonansi
1. Luchtverkeersverordening (S. 1936 - 425), yang mengatur lalu
lintas udara, misalnya: mengenai penerangan, tanda-tanda dan
isyarat-isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan
lain-lain.
2. Verordening Toezicht Lucthtvaart (S.1936 - 426), yang merupakan
peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain
pengawasan atas personil penerbangan, selanjutnya pemeriksaan
20
sebab-sebab kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di wilayah
Indonesia dan lain-lain.
3. Luchtvaartquarantine Ordonnantie (S. 1939 - 149, jo S.1939 - 150)
yang mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan
pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-
penumpang pesawat terbang.
4. Luchtvervoerordonnantie (S. 1939 –100), Ordonansi Pengangkutan udara, yang mengatur pengangkutan penumpang, bagasi, dan
pengangkutan barang serta pertanggung jawab pengangkutan
udara. Pada Ordonansi ini negara-negara di dunia tunduk secara
global (umum), termasuk Indonesia kecuali jika telah ada
peraturan khusus yang dibuat oleh masing-masing negara.
c. Peraturan Pemerintah
1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan
Udara yang diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun
2000.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1996 tentang
Kebandarudaraan.
d. Perjanjian-Perjanjian Internasional dan Perjanjian Khusus
1. Perjanjian Warsawa 1929
Perjanjian Warsawa tanggal 12 Oktober 1929, yang berlaku di
Indonesia mulai tanggal 29 September 1933.Perjanjian ini sangat
100). Bunyi konsiderans “Luchtvervoerordonnantie” sebagai
berikut :
“Dat Hij, in aansluiting aan het op 12 October 1929 te Waarschau gesloten en op 29 September 1933 voor Indonesia in werking getreden verdrag tot het brengen van eenheid in enige bepalingen inzake het internasional luchtvervoer (S. 1933 - 344) voorzieningen willende treffen inzake het binnenlandsch luchtvervoer, zoveel mogelijk overeenkomstig de bij de wet van 10 September 1936 (Ned. S. 1936 - 523) voor Nederland vestgestelde
voorschriften; enz.”
(Bahwa dia dengan menghubungkan perjanjian Warsawa tanggal
12 Oktober 1929, yang berlaku di Indonesia mulai tanggal 29
September 1933, yang mempersatukan beberapa ketentuan
mengenai pengangkutan udara internasional (S. 1933 - 344),
hendak mengatur tentang pengangkutan udara nasional yang
sedapat mungkin disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dengan
undang-undang Nederland tanggal 10 September 1936 (Ned. S.
1936 -523). Pasal 1, “Lechtvervoerordonnantie” (S. 1939 - 100)
berbunyi:
“De bepalingen van deze ordonnantie vinden toepassing,
voozoveel niet ingevolgen het op 12 October 1929 te Waarschau gesloten en op 29 September 1933 voor Indonesia in werking getreden verdrag tot het brengen van eenheid in enige bepalingen inzake het interrnationale luchtvevoer (S. 1933 - 344), hierna te
noemen “het vengrdrag”, een andere voorzieningen geldt”
(Ketentuan-ketentuan dari ordonansi ini berlaku, bila perjanjian
tanggal 12 Oktober 1929 di Warsawa, yang berlaku di Indonesia
mulai tanggal 29 September 1933 untuk mempersatukan
(S. 1933 - 344) selanjutnya disebut “Perjanjian”, tidak menetapkan
ketentuan lain).21 2. Perjanjian Roma 1933
Perjanjian Roma tanggal 29 Mei 1933, tentang “Convention on
Damage caused by Foreign Aircraft to Third Parties on The
Surface”. Perjanjian ini mengatur tentang tanggung jawab
pengangkut udara mengenai kerusakan/kerugian yang ditimbulkan
pada pihak ketiga di muka bumi. Perjanjian ini diperbaharui pada
tahun 1952.
3. Perjanjian internasional khusus pengangkutan, International Air
Transport Association (IATA).
Sebagai suatu organisasi internasional, dalam mana tergabung
sebagian besar pengangkutan-pengangkutan udara di seluruh
dunia, mempunyai kekuasaan yang tidak sedikit terhadap
anggota-anggotanya. IATA telah menyetujui “General Condition of
Carriage” (syarat-syarat umum pengangkutan), baik untuk
penumpang, bagasi maupun untuk barang, berdasarkan
ketentuan-ketentuan perjanjian Warsawa. Syarat-syarat umum pengangkutan
ini bertujuan untuk mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat
pengangkutan bagi para anggotanya, berlaku bagi para anggotanya,
berlaku bagi pengangkutan udara internasional yang
diselenggarakan oleh pengangkut udara anggota IATA. Selain
21
daripada itu, setiap pengangkut udara mempunyai pula syarat-syarat
khusus sendiri yang didasarkan pada “General Condition of
Carriage” dari IATA. Syarat khusus itu selalu dapat diminta dan
dilihat oleh setiap orang yang akan membeli tiket atau akan
mengangkut barangnya dengan pesawat terbang dari pengangkut
udara yang bersangkutan. Syarat-syarat khusus ini perlu diketahui
dahulu oleh calon penumpang atau pengirim barang, sebab dalam
tiket penumpang itu selalu disebutkan bahwa pengangkutan udara
dengan tiket itu tunduk pada syarat-syarat khusus pengangkutan
dan Ordonansi Pengangkutan Udara di Indonesia.
B. Pihak-pihak yang Terkait dalam Pengangkutan Udara
Dalam sistem angkutan udara ada beberapa pihak yang terkait dalam
penyelenggaraan pengangkutan yaitu:
a. Pengangkut
Secara umum, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkut, kecuali dalam pengangkutan laut.22 Pengangkut adalah barang siapa yang baik dengan persetujuan charter menurut
waktu (time charter) atau charter menurut perjalanan baik dengan suatu
persetujuan lain mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang
yang seluruhnya maupun sebagian melalui pengangkutan. Pengangkut menurut
Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 adalah suatu badan usaha angkutan udara
22
niaga yang pemegang izin kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan
undang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara
niaga yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.
b. Pengirim
Pengirim tidak didefinisikan dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang, pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan selain itu dia
juga memberikan muatan. Pengangkut mengikatkan diri untuk mengangkut
muatan yang diserahkan kepadanya, selanjutnya menyerahkan kepada orang yang
ditunjuk sebagai penerima dan menjaga keselamatan barang muatan itu. Dalam
sistem angkutan udara dengan multimoda transportasi pihak-pihak dalam
pengangkutan yang dikemukakan Sinta Uli terdiri dari beberapa pihak yaitu:23 1. Pengirim Barang
Pengirim barang dalam sistem angkutan bisa saja bukan pemilik barang,
tetapi pihak yang diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang.
Seperti dalam sistem MTO biasanya pengirim barang adalah forwarding
yang memegang B/L FIATA yang oleh karena tidak mempunyai sistem
angkutan udara sendiri, maka pengangkut tersebut disubkontrakkan
kepada perusahaan angkutan udara. Jadi dalam sistem MTO pihak
pengirim barang bukanlah pemilik barang tetapi perusahaan forwarding
yang memberikan kuasa berdasarkan B/L FIATA mensubkontrakkan
kepada perusahaan angkutan udara.
23
2. Pengangkut
Pihak pengangkut dalam angkutan udara adalah perusahaan angkutan
udara yang diberikan kuasa oleh pengirim untuk melakukan pengangkutan
barang ke suatu tujuan tertentu.
C. Dokumen-dokumen dalam Pengangkutan Udara
Dokumen pengangkutan udara dengan pesawat udara terdiri atas tiket
penumpang, tiket bagasi, dan surat muatan udara. Tiket penumpang dan tiket
bagasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan,
tetapi undang-undang ini tidak memuat perincian keterangan isi dokumen.24 Pengangkutan udara dengan pesawat udara diatur dalam Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Pasal 150 mencantumkan bahwa dokumen
pengangkutan udara terdiri dari tiket penumpang pesawat udar, pas masuk
pesawat udara (boarding pass), tanda pengenal bagasi (baggage
identification/claim tag) dan surat muatan udara (airway bill)
1. Tiket Penumpang Pesawat Udara
Pengertian tiket menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 ialah
dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang
merupakan salah satu bukti adanya perjanjian angkutan udara antara penumpang
dan pengangkut, dan hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau
diangkut dengan pesawat udara.
24
Pengangkut wajib menyerahkan tiket kepada penumpang perseorangan atau
penumpang kolektif. Tiket Penumpang sebagaimana dimaksud dalam pasal 151
ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 paling sedikit memuat :
a. Nomor, tempat, dan tanggal penerbitan b. Nama penumpang dan nama pengangkut
c. Tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan d. Nomor penerbangan
e. Tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada dan
f. Pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Menurut ketentuan OPU Indonesia, tiket penumpang diterbitkan tidak atas
nama (niet op naam) sebab dalam ketentuan tersebut tidak ada ketentuan
mencantumkan nama penumpang. Pasal itu hanya memuat butir-butir berikut
ini:25
a. Tempat dan tanggal penerbitan
b. Bandara pemberangkatan dan tujuan
c. Pendaratan yang direncanakan di tempat antara bandara pemberangkatan dan
tujuan mengingat hak pengangkut udara untuk mengajukan syarat bahwa dia
bila perlu dapat mengadakan perubahan dalam pendaratan
d. Nama dan alamat pengangkut udara
e. Pemberitahuan bahwa pengangkutan udara tunduk pada ketentuan mengenai
tanggung jawab yang diatur oleh ordonansi ini atau Perjanjian Warsawa Pasal
5 ayat (1) OPU Indonesia.
Dalam praktik perjanjian pengangkutan udara, nama penumpang justru
harus dicantumkan dalam tiket penumpang. Tiket penumpang harus diterbitkan
25
“atas nama” (on name). Pencantuman nama penumpang perlu karena dia adalah
pihak dalam perjanjian dan untuk kepastian dalam pengangkutan udara.26 Tiket
tidak perlu dinyatakan merupakan perjanjian pengangkutan udara namun tetap
tiket itu merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan udara, dan
perjanjian pengangkutan udara itu tetap bersifat konsensuil.27
2. Pas Masuk Pesawat Udara (Boarding Pass)
Pengangkut harus menyerahkan pas masuk pesawat udara, pas masuk
pesawat udara pada pasal 152 ayat (2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 paling
sedikit memuat:
a. Nama penumpang b. Rute penerbangan c. Nomor penerbangan
d. Tanggal dan jam keberangkatan e. Nomor tempat duduk
f. Pintu masuk ke ruang tunggu menuju pesawat udara (boarding gate) dan g. Waktu masuk pesawat udara (boarding time).
3. Tanda Pengenal Bagasi (baggage identification/claim tag)
Pasal 153 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2009, mewajibkan
menyerahkan tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada pasal 150 huruf
c kepada penumpang. Tanda pengenal bagasi sebagaimana dimaksud pada Pasal
153 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. Nomor tanda pengenal bagasi
b. Kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan c. Berat bagasi
26
Ibid, 135-136. 27