ABSTRAK
PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU
RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN
ATMOSFER TERMODIFIKASI
OLEH
TITO YASSIN
Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju
metabolisme pada komoditi pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi gas terhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat kemanisan dan tingkat kekerasan pisang janten yang disimpan pada dua suhu yang berbeda (suhu ruang (29 oC) dan suhu dingin (15 oC)).
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2013 di Laboratorium Bioproses Pasca Panen, Universitas Lampung. Pisang janten tua optimalyang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Kecamatan Negeri Sakti Lampung Selatan. Laju respirasi di ukur menggunakan spektrofotometer denganmengukur absorbansi CO2. Total asam ditentukan dengan metode titrasi NaOH 0,1 N. Tingkat kemanisan di ukur menggunakan alat refraktometer. Tingkat kekerasan di ukur menggunakanalat fruit hardness tester.
Hasil menunjukkan pada masing-masing komposisi laju respirasi pisang janten meningkat selama penyimpanan pada kedua suhu. Nilai total asam pisang janten terlihat menurun pada suhu ruang tetapi terlihat fluktuatif pada suhu dingin. Tingkat kemanisan pisang janten masing-masing perlakuan komposisi gas terlihat meningkat pada kedua suhu. Tingkat kekerasan masing-masing komposisi gasterlihat menurunselama penyimpanan pada kedua suhu.
Atmosfir termodifikasi dapat mempertahankan umur simpan pisang janten selama 12 hari pada suhu ruang dan 26 hari pada suhu dingin. Komposisi gas terbaik pada penyimpanan atmosfir termodifikasi untuk pisang janten yaitu 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2(dalamvolume) pada 15 oC. Pada kondisi tersebut laju respirasi meningkat dari 19 mg/kg/jam pada hari ke-2 menjadi 80,07 mg/kg/jam pada hari ke-26. Total asam terlihat fluktuatif dengan nilai total asam 1,55 % pada hari ke-2 menjadi 1,78 % pada hari ke-26. Tingkat kemanisan meningkat dari 8,6 oBrix pada hari ke-2 menjadi 19,67 oBrix pada hari ke-26. Tingkat kekerasan menurun dari 3,07 kg.s/mm pada hari ke-2 menjadi 2,81 kg.s/mm pada hari ke-26.
DAFTAR ISI
2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi ... 21
iv
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56
5.1. Kesimpulan ... 56
5.2. Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh
masyarakat Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya lahan pekarangan kosong dan kebun yang banyak ditanami tanaman
pisang. Biaya produksi dan biaya perawatan yang tidak terlalu tinggi pada
tanaman ini mendorong banyak orang terutama petani untuk
membudidayakannya.
Jika dilihat dari prospek jual buah pisang cukup menjanjikan karena sebagian
besar masyarakat Indonesia menyukai buah pisang baik dimakan secara langsung
ataupun dijadikan produk olahan. Selain itu bertambahnya produksi olahan buah
pisang oleh industri rumah tangga seperti kripik dan sale pisang juga akan
mendorong meningkatnya permintaan akan produksi buah pisang guna mencukupi
kebutuhan produksi makanan olahan tersebut.
Menurut Prabawati et al.. (2008), produksi pisang di Indonesia menempati
peringkat tertinggi diikuti oleh mangga pada urutan kedua dan jeruk di urutan
ketiga. Pada tahun 2001 jumlah produksi pisang di Indonesia mencapai 4.300.422
ton dengan kontribusi terbesar dari Jawa Barat (1.431.941 ton), diikuti oleh Jawa
Timur (700.846 ton) dan Jawa Tengah (522.261 ton). Berdasarkan data diatas
2
Melihat hal tersebut maka pemanfaatan pisang sebagai produk olahan dan hasil
sampingnya dalam bentuk olahan lain sangat diperlukan.
Buah pisang yang telah dipanen akan terus mengalami proses pematangan,
penuaan, dan perusakan. Proses perusakan ini akan menjadi masalah baik pada
tingkat produsen maupun konsumen. Hal ini karena buah pisang yang telah
dipanen masih melakukan proses respirasi dan juga metabolisme.
Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang banyak dibudidayakan di
Indonesia. Pisang jenis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan
baku pembuatan keripik, sale pisang, tepung pisang, dll. Dengan meningkatnya
kebutuhan pisang janten sebagai bahan baku olahan maka kebutuhan akan pisang
janten akan terus meningkat. Peningkatan produksi pisang janten membutuhkan
penanganan pasca panen untuk mempertahankan umur simpan dari pisang janten
ini. Salah satu metode penyimpanan yang dapat dilakukan selain penyimpanan
pada suhu rendah adalah metode atmosfir termodifikasi.
Metode atmosfir termodifikasi merupakan metode menghambat laju respirasi
menggunakan tempat atau kemasan yang mengisolasi buah terhadap kondisi udara
di luar kemasan sehingga konsenterasi gas dalam kemasan dapat dirubah sehingga
dapat menurunkan laju respirasi, mengurangi pertumbuhan mikroba dan juga
kerusakan lain yang disebabkan pengaruh udara luar sehingga umur simpan buah
akan lebih lama.
Penyimpanan buah pisang pada kondisi udara termodifikasi sudah diterapkan
pada beberapa varietas pisang. Diketahui bahwa kondisi atmosfir termodifikasi
3
CO2, dan 92% N2. Pisang yang dikemas menggunakan polietilen dengan tebal
0.025 mm dan 0.037 mm dengan kondisi udara termodifikasi memberikan mutu
buah pisang yang baik dan juga memperpanjang umur simpan 5 hari lebih panjang
dibandingkan penyimpanan pisang tanpa kemasan (Chauhan et al., 2006).
Dengan melihat hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komposisi gas dalam kemasan dalam
hal ini toples plastik terhadap laju respirasi buah pisang janten selama proses
penyimpanan pada kondisi udara termodifikasi.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi gas dalam
ruang penyimpananterhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat
kemanisan, dan tingkat kekerasan pisang jantenselama penyimpanan suhu ruang
(29 oC) dan suhu dingin (15 oC).
1.3. Kegunaan Penelitian
1) Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung
2) Sebagai bahan rujukan dalam memperpanjang umur simpan dan mutu buah
4
1.4. Hipotesa Penelitian
Semakin rendah kandungan O2 dan semakin tinggi kandungan CO2 di udara
dalam ruang penyimpananmaka laju respirasi semakin rendah dan umur simpan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pisang
Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran yang luas,
hampir seluruh wilayah merupakan tempat produksi pisang, ditanam di
pekarangan maupun di ladang, dan sebagian telah membudidayakanya menjadi
sebuah perkebunan. Jenis pisang yang ditanam oleh masyarakat beraneka ragam
mulai dari pisang untuk olahan (plantain) sampai jenis pisang komersial (banana)
yang bernilai ekonomi yang tinggi. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara
Barat (Prabawati et al., 2008). Gambar pisang dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Pisang pada umumnya dipanen pada umur 12 – 15 bulan atau 4 – 6 bulan setelah
berbunga. Waktu pemanen buah biasanya disesuaikan dengan waktu penjualan
yang ingin dicapai. Hal ini karena apabila waktu pemanenan tidak tepat maka
buah pisang cenderung akan rusak sebelum sampai ditangan konsumen. Namum
pada umunya pisang dipanen pada saat tua penuh. Pemanenan dilakukan dengan
memotong 1/2 – 1/3 bagian batang dengan tujuan untuk mempermudah pada
proses pemanenan. Pada saat pemanenan diusahakan agar pisang tidak terluka
atau memar (Uma, 2008).
Besarnya volume produksi nasional dan luas panen dibandingkan komoditi
lainnya, buah pisang merupakan salah satu tanaman unggulan di Indonesia.
Namun demikian pengolahan pisang masih sebatas tanaman pekarangan atau
tanaman perkebunan rakyat yang kurang dikelola secara intensif. Penanaman
pisang berskala besar telah dilakukan dibeberapa daerah di pulau Halmahera
(Maluku Utara), Lampung, Mojokerto (Jawa Timur), dan beberapa tempat
lainnya, sehingga Indonesia pernah mengekspor pisang dengan volume mencapai
100.00 ton pada tahun 1996, tetapi pada tahun-tahun berikutnya mengalami
penurunan dengan titik terendah pada tahun 2004 yaitu hanya 27 ton. Melihat hal
tersebut di atas Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk
meningkatkan ekspor buah pisang pada tahun-tahun mendatang. Hal ini tentunya
ditunjang oleh ketersedian lahan yang cukup luas di beberapa provinsi di
Indonesia, iklim yang mendukung, keragaman varietas pisang yang tinggi, sumber
daya manusia serta inovasi teknologi untuk pengolahan tanaman pisang
7
Tanaman pisang yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk diambil
beberapa manfaatnya seperti buah dan juga bongkolnya sebenarnya berasal dari
jenis tanaman herba berumpun yang hidup menahun. Menurut Hotman, 2009
secara garis besar pisang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Pisang Serat (Musa Tekstilis)
Pisang Serat merupakan pisang yang tidak diambil buahnya , tetapi diambil
seratnya. Pada awal abad ke-16, penduduk asli Filipina memanfaatkan serat
pisang sebagai bahan baku pembuatan pakaian. Oleh karena itu, pisang ini
dinamakan Musa Tekstilis.
2. Pisang Hias (Heliconia indica Lamk)
Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk
diambil buahnya. Pisang jenis ini memiliki morfologi daun yang indah
sehingga penggunaanya banyak digunakan sebagai tanaman hias halaman
rumah atau sebagai penghias di pinggiran jalan. Berdasarkan jenisnya
pisang hias terbagi menjadi dua jenis, yaitu pisang kipas dan
pisang-pisangan. Disebut pisang kipas karena bentuknya mirip dengan kipas.
Sedangkan pisang-pisangan memiliki batang semu berukuran kecil-kecil
dan tumbuh secara berumpun sehingga indah saat dipandang.
3. Pisang Buah (Musa paradisiaca Linnaeus)
Menurut Satuhu dan Supriyadi (2000) dalam Hotman (2009), pisang buah
dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :
a. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang
kepok, pisang susu, pisang hijau, pisang mas, pisang raja, dan pisang
8
b. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, seperti pisang
tanduk, pisang uli, pisang kapas dan pisang bangkahulu.
c. Pisang yang dapat dimakan secara langsung setelah matang maupun
diolah terlebih dahulu seperti pisang kepok dan pisang raja.
d. Pisang yang dapat dikonsumsi pada saat mentah, misalnya pisang klutuk
atau sering disebut pisang batu untuk campuran dalam pembuatan rujak.
Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia,
yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Di daerah
sentra buah pisang dengan ketersediaan buah pisang dengan jumlah besar dan
jenis varietas yang luas dapat membantu dalam mengatasi kerawanan pangan.
Pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan pangan pokok karena
mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian
konsumsim beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan pisang mentah
yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk pangan, baik melalui
pembuatan geplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya.
Karbohidrat pada buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang
dan tersedia secara bertahap sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu
yang tidak terlalu cepat (Prabawati et al., 2008).
Seiring dengan pertumbuhan buah pisang selama proses pematangan dari
perubahan warna mulai dari hijau kemudian berubah warna menjadi kuning buah
pisang mengalami perubahan komposisi kimia, salah satunya kandungan pati dan
kandungan gula. Kandungan pati selama proses pematangan akan cenderung
berkurang sedangkan kandungan gula pada buah pisang akan terus bertambah
9
kandungan gula selama proses pematangan buah pisang dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Perubahan kandungan pati dan gula selama proses pematangan pisang
No Warna Kulit % pati % gula Kriteria
1 Hijau 20 0,5 Keras, belum matang
2 Hijau Kekuningan 18 2,5 Mulai terjadi pematangan
3 Hijau lebih banyak
buah lunak, aroma sangat
kuat
Sumber : Satuhu dan Supriyadi (2000)
Buah pisang yang akan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi syarat
dan kriteria dengan kualitas yang baik. Dalam membeli pisang konsumen
biasanya memperhatikan nilai kualitas pisang dari tekstur, aroma, penampilan,
kekerasan/tekstur, dan tingkat keamanan. Standar kematangan pisang
10
Gambar 2. Standar kematangan pisang berdasarkan warna (Caussiol, 2001)
Dapat dilihat pada gambar di atas menerangkan tingkat kematangan buah pisang
berdasarkan perubahan warna. Mulai dari warna hijau yang menunjukkan tingkat
kematangan pisang masih muda hingga berwarna kuning cerah dengan bintik
coklat yang menandakan tingkat kematangan pisang yang telah tinggi dan apabila
dibiarkan akan menuju ke proses perusakan baik oleh mikroorganisme atau proses
metabolismenya.
Penyakit pada pisang biasanya muncul pada saat pematangan dan pada saat
penjualan (pasar dan toko) atau setelah sampai ditangan konsumen. Terjadinya
penyakit ini banyak disebabkan oleh kurangnya penanganan yang tepat pada
pisang, tempat penyimpanan yang kotor, dan penanganan pascapanen yang tidak
tepat. Penyakit pada pisang ini dapat menyebabkan kerugian yang serius bagi
11
Secara umum perbandingan kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam
100 gr bahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam 100 gr bahan
Komposisi Mentah (%) Matang (%)
Sumber : Caussiol (2001)
2.2. Potensi Buah PisangJanten
Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang ada di Indonesia yang
memiliki potensi besar untuk dijadikan produk olahan yang berbahan baku pisang.
Pada umumnya pisang janten banyak dikonsumsi dengan cara direbus atau
digoreng. Dengan melihat potensi sebagai bahan baku olahan yang berbahan
dasar pisang janten ini berpotensi untuk dikembangkan lagi menjadi produk
olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di pasar Bambu Kuning Kota
Bandar Lampung didapati bahwa pedagang pisang lebih banyak memilih untuk
12
dengan kisaran 40 % pisang janten, 20% pisang kepok, 20% pisang muli, 10%
pisang ambon, 10% pisang raja sere. Hal ini karena pemanfaatan pisang janten
sebagai bahan olahan sangat diminati masyarakat.
Menurut pedagang, pisang janten banyak dimanfaatkan konsumen sebagai bahan
baku dalam usaha penjualan pisang coklat dan pisang keju. Rasa pisang janten
yang manis dan harga yang tidak terlalu tinggi dibandingkan jenis pisang lain
menjadikan pisang jenis ini menjadi alternatif yang tepat untuk dijadikan usaha
pisang coklat dan pisang keju tersebut. Dewasa ini penggunaan pisang janten ini
mulai berkembang menjadi keripik pisang, sale pisang, dan dodol pisang.
Observasi lapangan menunjukkan bahwa menurut pedagang, pisang janten
berpotensi besar jika dijadikan sale pisang telah ia buktikan bahwa harga pisang
janten apabila dijual dalam keadaan segar menjadi produk olahan sale dapat
berkembang dari harga Rp, 140/buah menjadi Rp. 1000/buah.
Melihat hal tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa varietas pisang janten
sangatlah memiliki nilai ekonomi tinggi apabila di kembangkan menjadi produk
olahan. Dengan meningkatnya produk olahan dari pisang janten maka
diperkirakan tingkat produksinya akan terus meningkat oleh karena itu diperlukan
suatu perlakuan untuk dapat mempertahankan umur simpan pisang janten pasca
panen. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan adalah penyimpanan dengan
teknik atmosfir termodifikasi.
2.3. Respirasi
Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen
13
protein dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron. Pada
umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih mengalami proses
metabolisme dan respirasi hingga produk tersebut cenderung mengalami
kerusakan baik secara fisik maupun kimia.
Proses pematangan buah disertai dengan perubuhan fisiologis dan kimiayang
merupakan ciri khas dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan merupakan
proses transformasi pectic yang menyebabkan pelunakan, perubahan warna,
hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya pigmen sekunder baru,
dan senyawa-senyawa lain pada buah (Millerd et al., 1952).
Reaksi kimia pada proses respirasi dapat dinyatakan sebagai berikut :
C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal
Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi dapat dijadikan
petunjuk sebagai parameter daya simpan pasca panen. Laju respirasi dianggap
sebagai ukuran dari laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan
sebagai petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan respirasi yang tinggi akan
menurunkan umur simpan buah.
Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu
respiras aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang
membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi anaerob merupakan proses respirasi
yang tidak menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa tertentu seperti
14
Glikolisis, Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir CO2, air, dan
energi. Sedangkan pada respirasi anaerob hanya berlangsung dalam satu tahap
yaitu glikolisis yang akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas, 2011).
Pisang merupakan buah klimakterik dan juga masuk kedalam kategori buah
dengan laju respirasi sedang. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan
produksi gas CO2 dan gas etilen pada saat proses pematangan di dalam ruang
penyimpanan sangat perlu untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan
pertumbuhan padabuah klimakterik dan nonklimakterik dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar 3. Grafikpola pertumbuhan dan laju respirasibuah klimakterik dan non klimakterik(Santoso, 2012).
Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada buahklimakterik mulai dari
fase maturation (penuaan)sampai fase ripening (pematangan)cenderung
meningkat sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju respirasi
mengalami penurunan, sedangkan perbedaan laju respirasi pada buah non
klimakterik terlihat pada saat fase maturation, ripening, dan senescence laju
15
Pada penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar oksigen sangat harus
diperhatikan. Semakin rendah kandungan oksigen di dalam udara penyimpanan
maka laju respirasi akan semakin menurun. Hal ini karena apabila kandungan
oksigen di dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah 2% maka
buah tersebut akan mengalami proses respirasi anaerob yang akan mengakibatkan
timbulnya aroma yang tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).
Pengukuran laju respirasi sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui
akifitas metabolisme pada produk yang sedang kita tangani. Selama proses
respirasi aerob penyimpanan produk akan menghasilkan CO2, air, dan energi yang
mempengaruhi pertumbuhan sel dan kualitas dari komoditi tersebut. Menurut
Saltveit (2003), ada beberapa parameter untuk mengukur tingkat laju respirasi
produk selama penyimpanan, diantaranya mengukur kehilangan substrat,
konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, dan produksi energi.
Dalam perkembangannya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi laju
respirasi komodit pertanian. Menurut Hotman (2009), proses respirasi
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
a. Faktor Internal
Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi jumlah CO2
yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, dimana
pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasinya
akan semakin meningkat. Laju respirasi rendah terjadi pada produk yang
16
b. Faktor Eksternal
Adapun faktor eksternal yang umum dalam mempengaruhi laju respirasi antara
lain :
1. Suhu
Kenaikan suhu 100 C pada umumnya akan meningkatkan laju respirasi 2 – 2.5 kalinya.
2. Konsenterasi O2
Konsenterasi gas oksigen diudara sangat perlu diperhatikan karena semakin
tinggi kadar oksigen di udara maka akan meningkatkan laju respirasi buah
3. Konsentrasi CO2
Kandungan CO2 di udara yang sesuai akan memperpanjang umur simpan
buah-buahan dan sayur-sayuran, hal ini karena CO2 tersebut dapat
menggangu proses respirasi pada buah tersebut.
4. Etilen
Penambahan gas etilen pada tingkatan pra-klimakterik dapat meningkatkan
laju respirasi pada buah klimakterik.
5. Kerusakan/Memar
Kerusakan/memar pada permukaan produk dapat meningkatnya laju
respirasi produk akibat kerusakan fisik buah tersebut sehingga umur simpan
produk pasca panen akan relatif menurun.
Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh pada laju respirasi komoditi
pertanian, sehingga dalam proses perkembangan atau penyimpanan faktor-faktor
tersebut sangat perlu diperhatikan sehingga umur simpan komoditi pertanian
17
Komoditi pertanian berdasarkan laju respirasinya memiliki beberapa klasifikasi
berdasarkan jenis komoditi tersebut. Klasifikasi laju respirasi berdasarkan
kecepatan respirasi komoditi tersebut digolongkan dalam beberapa klasifikasi.
Klasifikasi dari beberapa komoditi hortikultura menurut laju respirasinya dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Klasifiaksi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya
Kelas Produksi CO2 pada suhu 5 0
C
(Mg CO2/kg.jam)
Komoditi
Sangat rendah <5 Kurma,
kacang-kacangan, buah kering
Rendah 5-10 Apel, jeruk anggur,
kentang, bawang, ubi
jalar
Sedang 10-20 Apricot, pisang, kubis,
tomat, lobak
Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat
Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga potong
Sangat-sangat tinggi >60 Brokoli, asparagus,
bayam, jagung manis
Sumber : Weichmann (1992)dalam Hotman (2009)
Menurut Hotman (2009), proses respirasi erat hubunganya dengan produksi etilen
pada saat buah disimpan. Oleh karena itu apabila produksi etilen meningkat maka
laju respirasi akan meningkat peningkatan penggunaan oksigen oleh tanaman
merupakan tanda aktivitas respirasi mulai meningkat. Pada tanaman klimakterik
dan non klimakterik pemacuan respirasi dengan menggunakan gas etilen memiliki
18
banyak pada proses respirasinya, sedangkan buah non klimakterik makin tinggi
produksi gas etilen, aktivitas respirasi akan semakin meningkat.
2.4. Perilaku Buah Pisang Setelah Panen
Selama proses perkembangan dan pematangannya, pisang seperti halnya
buah-buahan lain sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, serta absorbsi air dan
mineraloleh induknya. Setelah dipanen buah masih mengalami proses respirasi
dan transpirasi walaupun telah dipetik atau terpisah dari induknya. Pada saat buah
masih pada tangkai atau induknya kehilangan air akibat transpirasi masih
digantikan oleh aliran air yang diabsorbsikan oleh akar dan ditransalokasikan
menuju buah. Sesudah buah mengalami proses panen dan terpisah dari induknya
pasokan air dari akar tidak terjadi lagi maka kehilangan substrat dan air tidak
dapat digantikan lagi sehingga terjadilah proses kemunduran atau deteriorasi
(Meiyani, 1991). Oleh karena itu komposisi dan mutu buah pisang mengalami
perubahan-perubahan, misalnya perubahan warna, perubahan kekerasan/tekstur,
perubahan kandungan pati, kandungan pati, perubahan kadar air,dan perubahan
berat.
a. Perubahan Warna Kulit
Perubahan warna kulit merupakan salah satu aktivitas produk pertanian yang
masih berlangsung setelah panen. Perubahan warna pada pisang selama proses
pematangan disebabkan oleh degredasi pigmen klorofil. Hal ini menyebabkan
perubahan warna pisang yang mulanya berwarna hijau akan berubah menjadi
kuning. Perubahan warna merupakan indikator yang paling baik dalam
19
b. Tekstur
Perubahan tekstur merupakan perubahan fisik buah yang umum dijumpai pada
saat proses pematangan buah. Perubahan tekstur pada buah ini sebagian besar
ditentukan oleh kadar air dan kandungan lemak, jenis dan jumlah struktur
karbohidrat seperti selulosa dan pektinserta dipengaruhi oleh perubahan
kandungan protein pada saat proses pematangan. Perubahan zat-zat tersebut di
dalam buah akan merubah tekstur buah dari keras akan cenderung melunak
(Fellows, 2000).
c. Perubahan Kandungan Pati dan Kandungan Gula
Penurunan kandungan pati dan penambahan kandungan gula pada buah
merupakan sifat yang paling menonjol pada proses pematangan buah pisang.
Menurut Simmonds (1982), konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai
70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan
pati di dalam buah yang belum masak berkisar antara 20 - 25 % dari total berat
segarnya dan sekitar 2 – 5 % saja yang mampu diubah menjadi gula dan
sebagianya dilepas dalam bentuk CO2 melalui proses respirasi. Pada awal
pertumbuhan buah konsentrasi gula di dalam buah sangat rendah. Tetapi pada
saat proses pemasakan gula dalam buah akan meningkat dengan tajam dalam
bentuk glukosa dan fruktosa (Sumadi et al., 2004).
d. Perubahan Kadar Air
Proese perubahan kadar air pada buah dan sayur pada saat pasca panen merupakan
hasil dari penguapan air di dalam bahan. Perubahan kadar air sangat
mempengaruhi dari bobot bahan, sehingga penurunan kadar air harus ditangani
20
Salah satu cara untuk menurunkan penguapan bahan yaitu menyimpannya pada
ruangan bersuhu rendah. Proses transpirasi atau penguapan pada suhu rendah
akan lebih lambat jika dibandingkan pada suhu tinggi. Dengan tingkat transpirasi
yang rendah maka susut bobot produk menjadi rendah (Paramita, 2009).
e. Perubahan Kandungan Asam
Selama proses pematangan sayur-sayuran dan buah-buahan mengalami penurunan
asam-asam organik, hal ini diduga disebabkan penggunaan asam organik pada
proses respirasi atau terkonversi menjadi gula. Asam-asam organik yang paling
banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan
asam sitrat. Selain itu terdapat asam organik tertentu pada komoditi misalnya
asam tartrat pada jeruk, asam oksalat pada bayam, asam isositrat pada buah berri
dan asam quinat pada buah kiwi. Pada buah pisang asam yang palin dominan
adalah asam malat. Nilai pH pada buah pisang yang masih berwarna hijau yaitu
5,02 – 5,6 dan pada pisang matang berkisar antara 4,2 – 4,75 (Pujimulyani, 2009).
f. Perubahan Berat
Pengurangan berat pada komoditas pertanian terutama buah-buahan mempunyai
hubungan yang erat dengan jumlah gas CO2 dan air yang dikeluarkan. Proses
penguapan air pada produk hortikultura merupakan proses yang terus menerus
akan berlangsung pada semua jenis buah dan sayur. Hal ini merupakan penyebab
21
2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi
Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi merupakan teknik penyimpanan
komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam kondisi
penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam
kandungan udara normal (78.08 %,N2, 20.95 % O2, dan 0.03 % CO2). Pada
umumnya proses penyimpanan komoditi pada kondisi atmosfir termodifikasi
dilakukan dengan peningkatan karbondioksida (CO2) dan penurunan oksigen (O2)
didalam udara ruang penyimpan. Perubahan komposisi udara dapat dilakukan
menggunakan bahan atau tempat yang dapat mengisolasikan bahan dengan udara
luar sehingga komposisi udara di dalam ruangan dapat diatur sesuai dengan
keinginan (Sugiarto, 2005).
Menurut Zagory dan Kader (1988), kondisi udara selama penyimpanan pada
ruang penyimpanan disebabkan oleh (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama
proses penyimpanan, (ii) produksi karbon dioksida oleh komoditi selama proses
penyimpanan, dan (iii) pertukaran gas dalam ruang penyimpanan dengan
lingkungan menggunakan film kemasan.
Komposisi udara dalam atmosfir termodifikasi yang tepat pada suatu komoditi
dapat menghambat laju kehilangan/degredasi klorofil. Hal ini diduga karena
penghambatan proses penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna
seperti pheophytin serta penurunan produksi klrofilase sebagai akibat penurunan
produksi etilen dari produk. Penurunan produksi CO2 pada atmosfir termodifikasi
juga dapat menurunkan produksi etilen sehingga proses penguraian klorofil akan
22
Penyimpanan atmosfir termodifikasi juga dapat mengahambat proses pencoklatan
(browning) yang diakibatkan dari proses oksidai, perubahan warna buah, dan
penyimpangan lainnya selama proses penyimpanan (Zagory dan Kader, 1988).
Kandungan karbondioksida yang rendah dapat menghambat aktifitas enzim
polifenol oksidase yang akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi senyawa
fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap (Sugiarto, 2005). Batas
minimum O2 dan maksimum konsentrasi CO2 untuk berbagai komoditas pertanian
pada saat penyimpanan atmosfir termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa komoditi
Jenis
Sumber : Fellows (2000)
Menurut Jobling (2001), peningkatan kandungan CO2 diudara sebesar 2% atau
lebih pada kemasan dapat menguntungkan pada proses penyimpanannya.
Kenaikan CO2 dapat mengurangi sensitivitas produk terhadap etilen serta dapat
memperlambat proses perombakan klorofil pada buah-buahan dan sayuran.
23
merusak produk. Sedangkan apabila konsentrasi CO2di bawah batas toleransi
akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada buah-buahan dan sayur-sayuran.
Komposisi yang tepat pada ruang penyimpanan produk buah-buahan dan
sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini karena penghambatan
penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin dan
penurunan produksi klorofilase sebagai tanda penurunan produksi etilen.
Penurunan produksi CO2 juga dapat menurunkan sensitivitas terhadap produksi
etilen sehingga penguraian klorofil juga akan terhambat
(Zagory dan Kader, 1988).
Teknik atmosfir termodifikasi juga dapat menurunkan laju pencoklatan pada
prduk terutama buah-buahan yang diakibatkan proses oksidasi, perubahan warna
atau penyimpangan dan juga pelunakan dari berbagai jenis buah. Karbondioksida
pada ruang penyimpanan dapat menurunkan aktivitas enzim polifenol oksidase
yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol yang akan
menghasilkan senyawa berwarna gelap (Zagory dan Kader, 1988).
Dewasa ini penyimpanan menggunakan metode atmosfir termodifikasi telah
berkembang dengan sangat pesat, hal ini didukung oleh publikasi dan juga
kemajuan pabrikasi jenis-jenis kemasan yang umum digunakan untuk
penyimpanan udara termodifikasi yang memiliki sifat permeabelitas yang luas
serta tersedianya bahan penyerap O2, CO2, etilen dan air selama penyimpanan
(Hotman, 2009).
Keterbatasan dalam dalam mengatur kondisi atmosfir termodifikasi secara pasif
24
termodifikasi dapat dilakukan dengan mengeluarkan semua gas dari dalam
ruang/kemasan penyimpanan kemudian mengisinya kembali dengan konsentrasi
gas yangs sesuai (Hotman, 2009).
Berikut adalah beberapa produk yang disimpan pada kondisi udara termodifikasi,
yang ternyata memiliki umur simpan produk lebih lama dibandingkan produk
yang disimpan pada kondisi udara normal dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan umur simpan produk pada udara normal dan udara termodidikasi
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di
laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
A. Alat
Alat yang digunakan pada penelitian kali ini antara lain tempat
penyimpanan berupa toples plastik, tabung gas CO2, O2, dan N2,selang,
pompa vacum, alat pemotong, suntikan,venojack, termometer,
refraktometer atago PR 201α, fruit hardness tester (5 kg KM tokyo), buret,
erlenmeyer, timbangan digital, gelas ukur, pipet tetes,kain kasa, tabung
reaksi, spektrofotometer (Hitachi U2900).
B. Bahan penelitian
Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah pisang
janten dengan kondisi tingkat kematangan hijau (tua optimal). Buah pisang
janten ini diperoleh dari petani pisang janten di Kecamatan Negeri Sakti
Kabupaten Lampung Selatan. Pisang diangkut ke tempat penelitian 1 hari
26
3.3. Prosedur Penelitian
1. Cara Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi
a. Buah pisang disortasi dengan tingkat kematangan seragam serta tidak
mengalami kerusakan. Kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan, lalu
dicelupkan dalam larutan fungisida sebanyak 2ml yang telah dicampurkan 1
liter air untuk menghindari tumbuhnya jamur. Setelah larutan fungisida
kering, kemudian buah pisang ditimbang bobotnya dan dihitung volumenya
sebagai data awal untuk mengetahui besarnya ruang kosong didalam kemasan
penyimpan. Kemudian buah disimpan dalam kotak plastik dengan ukuran
(33 cm x 27 cm x 7 cm) yang masing-masing berisi 15 buah. Pada atas
permukaan tutup ruang penyimpan yang terbuat dari plastik diberi lubang dan
dilapisi karetvenojackuntuk memasukkan gas dan mengambil sampel gas.
b. Setelah itu, pada kotak plastik ditutup rapat dengan menambahkan sekat/wax
pada leher kotak plastik untuk mencegah kebocoran. Kotak plastik yang
sudah diisi dengan sampel sebanyak 15 buah/kotak penyimpanan kemudian
divacum menggunakan pompa vacum sampai keadaan hampa udara dengan
indikator tutup kotak berbentuk cekung kedalam. Kemudian gas N2dengan
komposisi tertinggi dimasukkan menggunakan selang kedalam kotak plastik
sampai kotak terisi penuh oleh gas N2, kemudian kotak penyimpanan yang
berisi N2dihisap kembali sejumlah volume O2dan CO2yang akan
dimasukkan. Setelah itu disusul pemasukan gas O2kemudian CO2
menggunakan selang dengan satuan ml/detik. Hal ini dilakukan pada
No
27
CO2, dan N2yang telah ditentukan. Perhitungan komposisi gas yang
dimasukkan kedalam kotak plastik dapat dilihat pada Lampiran II.
c. Kotak plastik yang telah berisi sampel buah pisangdengan komposisi gas
yang telah ditentukan disimpan dalam suhu dingin (15oC) dan suhu ruang ( 29oC).
d. Komposisi udara penyimpanan dikembalikan pada kondisi semula setiap dua
harisekali pada saat pengambilan sampel bahan dan sampel gas untuk
menganalisis produksi gas CO2, total asam, tingkat kemanisan dan tingkat
kekerasan pisang janten.
e. Perbandingan gas dan suhu perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada
Tabel 6 serta tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 1. Perbandingan komposisi gas dan suhu dalam ruang penyimpanan dengan CO2awal 5 % (atas) dan O2awal 6 % (bawah)
28
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
2. Analisis Gas CO2
a. Pembuatan larutan standar
Larutan standar dibuat dengan menggunakanbromthymol blue(BTB) dan
sodium bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan
campuran yaitu 0,01 grambromthymol bluedengan 0,2 gram sodium
bikarbonat dilarutkan dalam 1 liter air (aquades). Larutan standar
dimasukkan ke dalam 5 buah venojackmasing-masing sebanyak 4 ml dan
Ab
yang berisi larutan standar, diinjeksikan gas CO2murni dengan variasi
volume 0 ;0,1; 0,2; 0,3; 0,4;0,5dan 1 ml. Venojackyang telah diinjeksikan
gas CO2kemudian dikocok ± 2 detik sampai terjadi perubahan warna pada larutan tersebut. Larutan tersebut kemudian diukur nilai absorbansi CO2
dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 Nm.
Hasil pembacaan dengan satuan absorbansi dari CO2diplotkan dalam bentuk
grafik dan dihasilkan kurva standar. Kurva dan persamaan dapat dilihat pada
Gambar 5.
b. Penentuan konsentrasi CO2selama penyimpanan
Gas yang dihasilkan selama penyimpanan diambil sebanyak 1,5 ml dengan
menggunakan suntikan kemudian diinjeksikan ke dalamvenojackberisi 4 ml
larutan standar yang telah divakumkan dan ditutup rapat dengan karet
penyumbat. Absorbansi gas diukur dengan spektrofotometer dengan panjang
gelombang 615 Nm dan banyaknya gas CO2diketahui berdasarkan nilai
absorbansi sampel gas setelah dikonversi dengan kurva standar. Pengambilan
30
3.4. Pengukuran Parameter
1. Laju Respirasi (Produksi CO2)
Pengukuran laju respirasi pada buah pisang yang disimpan dalam atmosfer
termodifikasi pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan menggunakan
alat spektrofotometer (Hitachi U2900). Data aborbansi CO2tersebut
digunakanuntuk memperoleh kurva standar yang nantinya akan digunakan untuk
menghitung laju respirasi buah pisang.Hasil absorbansi CO2murni kemudian
dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan
digunakan untuk menghitung produksi CO2buah pisang selama penyimpanan.
Persamaan kurva standar didapat dari hasil pengukuran CO2murni yang telah
diplotkan kemudian diregresi maka akan didapat persamaan kurva standar yang
akan digunakan dalam penentuan volume CO2 yang dihasilkan selama
penyimpanan. Tahapan dalam penentuan laju respirasi dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut :
a. Persamaan kurva standarY = 0,52x2- 0,787x + 0,325...(1) b. Nilai Konsentrasi CO2(% volume)
x 100%...(2)
c. Laju Produksi CO2buah pisang (mg/kg/jam)
( )
31
dimana :
m = massa bahan (kg)
bj CO2 = 1,975 (mg/ml)
t = waktu simpan (jam)
freespace = volume toples–volume buah pisang janten (ml)
x = nilai konsentrasi CO2(% volume) y = nilai absorbansi dari spektrofotometer
2. Total asam (acidity)
Pengukuran tingkat keasaman buah pisang selama penyimpanan dilakukan dengan
metode titrasi. Langkah kerjanya sebagai berikut :
1. Bahan ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diekstrak. Ekstrak dari
bahan tadi ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera
kemudian dihomogenkan.
2. Sampel diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.
3. Sampel ditambahkan indikatorPhenolftaleinuntuk uji total asam sebanyak
2 hingga 3 tetes.
4. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total
asamhingga terjadi perubahan warna merah muda.
5. Mencatat volume NaOH yang terpakai
% Total Asam = x 100%...(4)
dimana:
NaOH = NaOH yang terpakai (ml)
(N) NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N)
32
3. Tingkat Kemanisan
Pengukuran tingkat kemanisan pada buah pisang janten dilakukan dengan
menggunakan alat refraktometer Atago PR 201α. Pertama-tama buah pisang
dipotong pada tiga bagian yang berbeda yaitu pangkal, tengah, dan ujung setelah
itu diperas sarinya menggunakan kain kasa kemudian sari tersebut diteteskan pada
sensor alat refraktometer kemudian akan dilakukan pembacaan tingkat kemanisan
oleh alat tersebut dengan satuanoBrix kemudian di ambil nilai rata-ratanya dari pembacaan tiga bagian tersebut.
4. Tingkat Kekerasan (kulit dan daging buah)
Tingkat kekerasan pisang jantendiukur menggunakan alat ukur kekerasan yaitu
Fruit Hardness Tester (5 kg KM Tokyo). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga
kali pada tiap bagian yang berbeda untuk setiap buah (pangkal, tengah dan ujung)
dalam satuan kg.s/mm untuk di ambil nilai rata-ratanya. Untuk pengukurannya,
ujung alat yang berupa mata jarum diletakkan pada bagian sampel yang ingin di
ukur kemudian tuas ditekan sampai mata jarum masuk kedalam kulit dan daging
buah, kemudian baca besarnya gaya yang dibutuhkan mata jarum untuk masuk
kedalam bahan sedalam 10 mm.
3.5. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan anilis statistik sederhana dengan
membandingkan kurva antara perlakuan komposisi gas pada tiap-tiap parameter
yang digunakan yaitu laju respirasi, total asam, tingkat kemanisan, dan tingkat
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian pengaruh komposisi gas terhadapa laju respirasi pisang
jantenini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Perbandingan komposisi gas yaitu O2, CO2, dan N2serta pengaruh suhu
ruang dan dingin memberikan perbedaan pada laju respirasi pisang janten
selama penyimpanan meskipun pada perbandingan komposisi tidak
memberikan perbedaan yang terlalu besar padamasing-masing parameter.
2. Perbandingan komposisi gas 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2adalah
perbandingan komposisi gas terbaik dalam menekan laju respirasi serta
menghambat perubahan total asam, tingkat kemanisan dan juga tingkat
kekerasan pisang janten selama penyimpanan.
3. Nilai total asam masing-masing komposisi gas pada penyimpanan suhu
ruang (29oC) cenderung turun sampai akhir penyimpanan, sedangkan total asam pada penyimpanan dingin (15oC) cenderung terlihat fluktuatif.
4. Nilai tingkat kemanisan pisang janten baik pada suhu ruang (29oC) maupun suhu dingin (15oC) masing-masing komposisi gas terlihat maningkat dari awal sampai akhir penyimpanan, meskipun pada penyimpanan suhu ruang
kenaikan tingkat kemanisan cenderung lebih besar dibandingkan suhu
57
5. Tingkat kekerasan pisang janten pada suhu ruang (29oC) dan suhu
dingin(15oC) terlihat menurun sampai akhir masa simpan, meskipun pada penurunannya suhu ruang terlihat lebih besar penurunannya jika
dibandingkan suhu dingin.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya
penelitian lanjutan tentang penyimpanan pisang janten atau komoditi lainya dalam
penyimpanan atmosfir termodifikasi dengan komposisi CO2dan O2di dalam
ruang penyimpanan dengan interval cukup tinggi agar dampak dari penghambatan
laju respirasi antara perlakuan satu dengan lainya memberikan perbedaan yang
signifikan terhadap nilai total asam, tingkat kemanisan, tingkat kekerasan dan
DAFTAR PUSTAKA
Caussiol, L. 2001.Postharvest quality conventional and organically grown
Banana fruit.Master of science by Research in Postharvest
Technology. Institute of Agrriculture of Agritecnology. Cranfield
University. Silsoe, Pp 160.
Chauhan, O.P., P. S. Raju, D.K. Dasgupta and A.S. bawa. 2006. Instrumental . Textural ChangesI in Banana (var. pachabale) During Ripening Under Active and passive modified atmosphere.International journal of
Food Properties.Vol. 9 (2) : 237–253.
Deptan. 2005. Prospek dan ArahPengembangan Agribisnis Pisang. Dikutip
Dariwww.deptan.go.id. Tanggal 28 februari 2013.
Dimas, R.2011.Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 22 pp.
Dwiari, S. R,. 2008.Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan.
Direktorat Pembinaan sSekolah Menengah Kejuruan. Departemen
Pendidikan nasional. 285 pp.
Fellows, P. 2000.Food processing technology: principle and practice. 2ndEd. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Pp 591.
Hakim. A. K., K. Islam, Md. Ibrahim, Md. J. Hossain, N. A. Ara. And K. Md. F. Haque. 2012. Status of the Behavioral Pattern of Biochemical Properties of Banana in the Storage Condition.International Journal
Biosciences (IJB).Vol. 2 (8) : 83–94.
heydari, A. K., Shayesteh, N. Eghbalifam, H. Bordbar. And S. Falahatpisheh. 2010. Studies on the Respiration Rate of Banana Fruit Based on Enzyme Kinetics. International journal of agriculture and biology. Vol. 12 (1) : 145–149.
Houtman, F. S. 2009.Pengguna bahan penjerap etilen pada penyimpanan
Pisang Barangan Dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif.
Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. 87 pp.
Jobling, J, 2011. Modified Atmosphere Pack’aging : Not As Simple As It Seems.
Good Fruit and Vegetables Magazine. Pp 3.
Meiyani. 1991.Pengaruh Penundaan Kematangan Dengan System Atmosfer Termodifikasi serta Pematangan dengan Ethrel Terhadap Kualitas
Fisik dan Kimia Pisang Ambon. Skripsi. IPB–press. Bogor. 68 pp.
Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952.The Climacteric Rise In Fruit
Respiration As Controlled by Phosphorylative Coupling. University of
California, Los angeles, California.
Pantastico, ER. B,. 1989.Fisiologi Pasca Panen. Diterjemahkan oleh Kamariyani. UGM. Jogjakarta. 906 pp.
Paramita, O. 2010. Pengaruh Memar terhadap perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga Var. Gedong Gincu pada Berbagai suhu penyimpanan.Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2 (1) : 29–37.
Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. setyabudi. 2008Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengelola Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Departemen. Pertanian. 64 pp.
Pujimulyani, D. 2009.Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.
Santosa, B. B. 2012.Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Hortikultura
Panenan. Bahan Ajar- Pasca Panen Hortikultura. Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.
Saltveit, M.E. 2003.Measuring respiration. University of California. California, CA, USA. Pp 5.
Sari, F.E, S. Trisnowati, S. Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar Cacl2 dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arummanis.Juranal Ilmu Pertanian. Vol 5 (1) : 21 -26.
Sumadi, B., Sugiharto, suyanto, 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses Pemasukan Buah Pisang yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda.
Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5(1) :21–26.
Sugiarto, 2005. PengemasanAtmosfer Termodifikasi Bawang Daun ( Alium
Ampelopresum) Pajangan. Tesis IPB-Press. Bogor. 92 pp.
Uma, F. J., 2008.Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permagnat
Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu.Skripsi. IPB-Press. Bogor.