• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN ATMOSFER TERMODIFIKASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN ATMOSFER TERMODIFIKASI"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH KOMPOSISI GAS TERHADAP LAJU

RESPIRASI PISANG JANTEN PADA PENYIMPANAN

ATMOSFER TERMODIFIKASI

OLEH

TITO YASSIN

Laju respirasi pada umumnya digunakan sebagai indikator laju

metabolisme pada komoditi pertanian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh komposisi gas terhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat kemanisan dan tingkat kekerasan pisang janten yang disimpan pada dua suhu yang berbeda (suhu ruang (29 oC) dan suhu dingin (15 oC)).

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga September 2013 di Laboratorium Bioproses Pasca Panen, Universitas Lampung. Pisang janten tua optimalyang digunakan pada penelitian ini didapatkan dari Kecamatan Negeri Sakti Lampung Selatan. Laju respirasi di ukur menggunakan spektrofotometer denganmengukur absorbansi CO2. Total asam ditentukan dengan metode titrasi NaOH 0,1 N. Tingkat kemanisan di ukur menggunakan alat refraktometer. Tingkat kekerasan di ukur menggunakanalat fruit hardness tester.

Hasil menunjukkan pada masing-masing komposisi laju respirasi pisang janten meningkat selama penyimpanan pada kedua suhu. Nilai total asam pisang janten terlihat menurun pada suhu ruang tetapi terlihat fluktuatif pada suhu dingin. Tingkat kemanisan pisang janten masing-masing perlakuan komposisi gas terlihat meningkat pada kedua suhu. Tingkat kekerasan masing-masing komposisi gasterlihat menurunselama penyimpanan pada kedua suhu.

Atmosfir termodifikasi dapat mempertahankan umur simpan pisang janten selama 12 hari pada suhu ruang dan 26 hari pada suhu dingin. Komposisi gas terbaik pada penyimpanan atmosfir termodifikasi untuk pisang janten yaitu 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2(dalamvolume) pada 15 oC. Pada kondisi tersebut laju respirasi meningkat dari 19 mg/kg/jam pada hari ke-2 menjadi 80,07 mg/kg/jam pada hari ke-26. Total asam terlihat fluktuatif dengan nilai total asam 1,55 % pada hari ke-2 menjadi 1,78 % pada hari ke-26. Tingkat kemanisan meningkat dari 8,6 oBrix pada hari ke-2 menjadi 19,67 oBrix pada hari ke-26. Tingkat kekerasan menurun dari 3,07 kg.s/mm pada hari ke-2 menjadi 2,81 kg.s/mm pada hari ke-26.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi ... 21

(7)

iv

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1. Kesimpulan ... 56

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(8)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pisang merupakan salah satu komoditi yang banyak di budidayakan oleh

masyarakat Indonesia khususnya di Provinsi Lampung. Hal ini dibuktikan dengan

banyaknya lahan pekarangan kosong dan kebun yang banyak ditanami tanaman

pisang. Biaya produksi dan biaya perawatan yang tidak terlalu tinggi pada

tanaman ini mendorong banyak orang terutama petani untuk

membudidayakannya.

Jika dilihat dari prospek jual buah pisang cukup menjanjikan karena sebagian

besar masyarakat Indonesia menyukai buah pisang baik dimakan secara langsung

ataupun dijadikan produk olahan. Selain itu bertambahnya produksi olahan buah

pisang oleh industri rumah tangga seperti kripik dan sale pisang juga akan

mendorong meningkatnya permintaan akan produksi buah pisang guna mencukupi

kebutuhan produksi makanan olahan tersebut.

Menurut Prabawati et al.. (2008), produksi pisang di Indonesia menempati

peringkat tertinggi diikuti oleh mangga pada urutan kedua dan jeruk di urutan

ketiga. Pada tahun 2001 jumlah produksi pisang di Indonesia mencapai 4.300.422

ton dengan kontribusi terbesar dari Jawa Barat (1.431.941 ton), diikuti oleh Jawa

Timur (700.846 ton) dan Jawa Tengah (522.261 ton). Berdasarkan data diatas

(9)

2

Melihat hal tersebut maka pemanfaatan pisang sebagai produk olahan dan hasil

sampingnya dalam bentuk olahan lain sangat diperlukan.

Buah pisang yang telah dipanen akan terus mengalami proses pematangan,

penuaan, dan perusakan. Proses perusakan ini akan menjadi masalah baik pada

tingkat produsen maupun konsumen. Hal ini karena buah pisang yang telah

dipanen masih melakukan proses respirasi dan juga metabolisme.

Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang banyak dibudidayakan di

Indonesia. Pisang jenis ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan

baku pembuatan keripik, sale pisang, tepung pisang, dll. Dengan meningkatnya

kebutuhan pisang janten sebagai bahan baku olahan maka kebutuhan akan pisang

janten akan terus meningkat. Peningkatan produksi pisang janten membutuhkan

penanganan pasca panen untuk mempertahankan umur simpan dari pisang janten

ini. Salah satu metode penyimpanan yang dapat dilakukan selain penyimpanan

pada suhu rendah adalah metode atmosfir termodifikasi.

Metode atmosfir termodifikasi merupakan metode menghambat laju respirasi

menggunakan tempat atau kemasan yang mengisolasi buah terhadap kondisi udara

di luar kemasan sehingga konsenterasi gas dalam kemasan dapat dirubah sehingga

dapat menurunkan laju respirasi, mengurangi pertumbuhan mikroba dan juga

kerusakan lain yang disebabkan pengaruh udara luar sehingga umur simpan buah

akan lebih lama.

Penyimpanan buah pisang pada kondisi udara termodifikasi sudah diterapkan

pada beberapa varietas pisang. Diketahui bahwa kondisi atmosfir termodifikasi

(10)

3

CO2, dan 92% N2. Pisang yang dikemas menggunakan polietilen dengan tebal

0.025 mm dan 0.037 mm dengan kondisi udara termodifikasi memberikan mutu

buah pisang yang baik dan juga memperpanjang umur simpan 5 hari lebih panjang

dibandingkan penyimpanan pisang tanpa kemasan (Chauhan et al., 2006).

Dengan melihat hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komposisi gas dalam kemasan dalam

hal ini toples plastik terhadap laju respirasi buah pisang janten selama proses

penyimpanan pada kondisi udara termodifikasi.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh komposisi gas dalam

ruang penyimpananterhadap laju respirasi serta perubahan total asam, tingkat

kemanisan, dan tingkat kekerasan pisang jantenselama penyimpanan suhu ruang

(29 oC) dan suhu dingin (15 oC).

1.3. Kegunaan Penelitian

1) Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di jurusan Teknik Pertanian,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung

2) Sebagai bahan rujukan dalam memperpanjang umur simpan dan mutu buah

(11)

4

1.4. Hipotesa Penelitian

Semakin rendah kandungan O2 dan semakin tinggi kandungan CO2 di udara

dalam ruang penyimpananmaka laju respirasi semakin rendah dan umur simpan

(12)
(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pisang

Potensi produksi buah pisang di Indonesia memiliki daerah sebaran yang luas,

hampir seluruh wilayah merupakan tempat produksi pisang, ditanam di

pekarangan maupun di ladang, dan sebagian telah membudidayakanya menjadi

sebuah perkebunan. Jenis pisang yang ditanam oleh masyarakat beraneka ragam

mulai dari pisang untuk olahan (plantain) sampai jenis pisang komersial (banana)

yang bernilai ekonomi yang tinggi. Sentra produksi pisang di Indonesia adalah

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Sumatera Selatan, Lampung, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara

Barat (Prabawati et al., 2008). Gambar pisang dapat dilihat pada Gambar 1.

(14)

6

Pisang pada umumnya dipanen pada umur 12 – 15 bulan atau 4 – 6 bulan setelah

berbunga. Waktu pemanen buah biasanya disesuaikan dengan waktu penjualan

yang ingin dicapai. Hal ini karena apabila waktu pemanenan tidak tepat maka

buah pisang cenderung akan rusak sebelum sampai ditangan konsumen. Namum

pada umunya pisang dipanen pada saat tua penuh. Pemanenan dilakukan dengan

memotong 1/2 – 1/3 bagian batang dengan tujuan untuk mempermudah pada

proses pemanenan. Pada saat pemanenan diusahakan agar pisang tidak terluka

atau memar (Uma, 2008).

Besarnya volume produksi nasional dan luas panen dibandingkan komoditi

lainnya, buah pisang merupakan salah satu tanaman unggulan di Indonesia.

Namun demikian pengolahan pisang masih sebatas tanaman pekarangan atau

tanaman perkebunan rakyat yang kurang dikelola secara intensif. Penanaman

pisang berskala besar telah dilakukan dibeberapa daerah di pulau Halmahera

(Maluku Utara), Lampung, Mojokerto (Jawa Timur), dan beberapa tempat

lainnya, sehingga Indonesia pernah mengekspor pisang dengan volume mencapai

100.00 ton pada tahun 1996, tetapi pada tahun-tahun berikutnya mengalami

penurunan dengan titik terendah pada tahun 2004 yaitu hanya 27 ton. Melihat hal

tersebut di atas Indonesia sebenarnya mempunyai potensi yang sangat besar untuk

meningkatkan ekspor buah pisang pada tahun-tahun mendatang. Hal ini tentunya

ditunjang oleh ketersedian lahan yang cukup luas di beberapa provinsi di

Indonesia, iklim yang mendukung, keragaman varietas pisang yang tinggi, sumber

daya manusia serta inovasi teknologi untuk pengolahan tanaman pisang

(15)

7

Tanaman pisang yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat untuk diambil

beberapa manfaatnya seperti buah dan juga bongkolnya sebenarnya berasal dari

jenis tanaman herba berumpun yang hidup menahun. Menurut Hotman, 2009

secara garis besar pisang dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

1. Pisang Serat (Musa Tekstilis)

Pisang Serat merupakan pisang yang tidak diambil buahnya , tetapi diambil

seratnya. Pada awal abad ke-16, penduduk asli Filipina memanfaatkan serat

pisang sebagai bahan baku pembuatan pakaian. Oleh karena itu, pisang ini

dinamakan Musa Tekstilis.

2. Pisang Hias (Heliconia indica Lamk)

Seperti halnya pisang serat, pisang hias juga tidak dimanfaatkan untuk

diambil buahnya. Pisang jenis ini memiliki morfologi daun yang indah

sehingga penggunaanya banyak digunakan sebagai tanaman hias halaman

rumah atau sebagai penghias di pinggiran jalan. Berdasarkan jenisnya

pisang hias terbagi menjadi dua jenis, yaitu pisang kipas dan

pisang-pisangan. Disebut pisang kipas karena bentuknya mirip dengan kipas.

Sedangkan pisang-pisangan memiliki batang semu berukuran kecil-kecil

dan tumbuh secara berumpun sehingga indah saat dipandang.

3. Pisang Buah (Musa paradisiaca Linnaeus)

Menurut Satuhu dan Supriyadi (2000) dalam Hotman (2009), pisang buah

dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Pisang yang dapat dimakan langsung setelah matang, misalnya pisang

kepok, pisang susu, pisang hijau, pisang mas, pisang raja, dan pisang

(16)

8

b. Pisang yang dapat dimakan setelah diolah terlebih dahulu, seperti pisang

tanduk, pisang uli, pisang kapas dan pisang bangkahulu.

c. Pisang yang dapat dimakan secara langsung setelah matang maupun

diolah terlebih dahulu seperti pisang kepok dan pisang raja.

d. Pisang yang dapat dikonsumsi pada saat mentah, misalnya pisang klutuk

atau sering disebut pisang batu untuk campuran dalam pembuatan rujak.

Buah pisang merupakan buah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia,

yang dapat dikonsumsi kapan saja dan pada segala tingkatan usia. Di daerah

sentra buah pisang dengan ketersediaan buah pisang dengan jumlah besar dan

jenis varietas yang luas dapat membantu dalam mengatasi kerawanan pangan.

Pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan pangan pokok karena

mengandung karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat menggantikan sebagian

konsumsim beras dan terigu. Untuk keperluan tersebut, digunakan pisang mentah

yang kemudian diolah menjadi berbagai macam produk pangan, baik melalui

pembuatan geplek dan tepungnya maupun olahan langsung dari buahnya.

Karbohidrat pada buah pisang merupakan karbohidrat kompleks tingkat sedang

dan tersedia secara bertahap sehingga dapat menyediakan energi dalam waktu

yang tidak terlalu cepat (Prabawati et al., 2008).

Seiring dengan pertumbuhan buah pisang selama proses pematangan dari

perubahan warna mulai dari hijau kemudian berubah warna menjadi kuning buah

pisang mengalami perubahan komposisi kimia, salah satunya kandungan pati dan

kandungan gula. Kandungan pati selama proses pematangan akan cenderung

berkurang sedangkan kandungan gula pada buah pisang akan terus bertambah

(17)

9

kandungan gula selama proses pematangan buah pisang dapat dilihat pada

Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan kandungan pati dan gula selama proses pematangan pisang

No Warna Kulit % pati % gula Kriteria

1 Hijau 20 0,5 Keras, belum matang

2 Hijau Kekuningan 18 2,5 Mulai terjadi pematangan

3 Hijau lebih banyak

buah lunak, aroma sangat

kuat

Sumber : Satuhu dan Supriyadi (2000)

Buah pisang yang akan dikonsumsi dalam keadaan segar harus memenuhi syarat

dan kriteria dengan kualitas yang baik. Dalam membeli pisang konsumen

biasanya memperhatikan nilai kualitas pisang dari tekstur, aroma, penampilan,

kekerasan/tekstur, dan tingkat keamanan. Standar kematangan pisang

(18)

10

Gambar 2. Standar kematangan pisang berdasarkan warna (Caussiol, 2001)

Dapat dilihat pada gambar di atas menerangkan tingkat kematangan buah pisang

berdasarkan perubahan warna. Mulai dari warna hijau yang menunjukkan tingkat

kematangan pisang masih muda hingga berwarna kuning cerah dengan bintik

coklat yang menandakan tingkat kematangan pisang yang telah tinggi dan apabila

dibiarkan akan menuju ke proses perusakan baik oleh mikroorganisme atau proses

metabolismenya.

Penyakit pada pisang biasanya muncul pada saat pematangan dan pada saat

penjualan (pasar dan toko) atau setelah sampai ditangan konsumen. Terjadinya

penyakit ini banyak disebabkan oleh kurangnya penanganan yang tepat pada

pisang, tempat penyimpanan yang kotor, dan penanganan pascapanen yang tidak

tepat. Penyakit pada pisang ini dapat menyebabkan kerugian yang serius bagi

(19)

11

Secara umum perbandingan kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam

100 gr bahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam 100 gr bahan

Komposisi Mentah (%) Matang (%)

Sumber : Caussiol (2001)

2.2. Potensi Buah PisangJanten

Pisang janten merupakan salah satu varietas pisang yang ada di Indonesia yang

memiliki potensi besar untuk dijadikan produk olahan yang berbahan baku pisang.

Pada umumnya pisang janten banyak dikonsumsi dengan cara direbus atau

digoreng. Dengan melihat potensi sebagai bahan baku olahan yang berbahan

dasar pisang janten ini berpotensi untuk dikembangkan lagi menjadi produk

olahan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis di pasar Bambu Kuning Kota

Bandar Lampung didapati bahwa pedagang pisang lebih banyak memilih untuk

(20)

12

dengan kisaran 40 % pisang janten, 20% pisang kepok, 20% pisang muli, 10%

pisang ambon, 10% pisang raja sere. Hal ini karena pemanfaatan pisang janten

sebagai bahan olahan sangat diminati masyarakat.

Menurut pedagang, pisang janten banyak dimanfaatkan konsumen sebagai bahan

baku dalam usaha penjualan pisang coklat dan pisang keju. Rasa pisang janten

yang manis dan harga yang tidak terlalu tinggi dibandingkan jenis pisang lain

menjadikan pisang jenis ini menjadi alternatif yang tepat untuk dijadikan usaha

pisang coklat dan pisang keju tersebut. Dewasa ini penggunaan pisang janten ini

mulai berkembang menjadi keripik pisang, sale pisang, dan dodol pisang.

Observasi lapangan menunjukkan bahwa menurut pedagang, pisang janten

berpotensi besar jika dijadikan sale pisang telah ia buktikan bahwa harga pisang

janten apabila dijual dalam keadaan segar menjadi produk olahan sale dapat

berkembang dari harga Rp, 140/buah menjadi Rp. 1000/buah.

Melihat hal tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa varietas pisang janten

sangatlah memiliki nilai ekonomi tinggi apabila di kembangkan menjadi produk

olahan. Dengan meningkatnya produk olahan dari pisang janten maka

diperkirakan tingkat produksinya akan terus meningkat oleh karena itu diperlukan

suatu perlakuan untuk dapat mempertahankan umur simpan pisang janten pasca

panen. Salah satu perlakuan yang dapat dilakukan adalah penyimpanan dengan

teknik atmosfir termodifikasi.

2.3. Respirasi

Respirasi adalah suatu proses metabolisme biologis dengan menggunakan oksigen

(21)

13

protein dan lemak) untuk menghasilkan CO2, air dan sejumlah elektron. Pada

umumnya bahan hasil pertanian setelah dipanen masih mengalami proses

metabolisme dan respirasi hingga produk tersebut cenderung mengalami

kerusakan baik secara fisik maupun kimia.

Proses pematangan buah disertai dengan perubuhan fisiologis dan kimiayang

merupakan ciri khas dari semua jenis buah dan sayur. Pematangan merupakan

proses transformasi pectic yang menyebabkan pelunakan, perubahan warna,

hilangnya/berkurangnya pigmen klorofil dan munculnya pigmen sekunder baru,

dan senyawa-senyawa lain pada buah (Millerd et al., 1952).

Reaksi kimia pada proses respirasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

C6H12O6 + 6 O2 6 CO2 + 6H2O + 673 kcal

Dengan melihat reaksi tersebut di atas maka laju respirasi dapat dijadikan

petunjuk sebagai parameter daya simpan pasca panen. Laju respirasi dianggap

sebagai ukuran dari laju metabolisme sehingga laju respirasi sering digunakan

sebagai petunjuk dari daya simpan buah. Kecepatan respirasi yang tinggi akan

menurunkan umur simpan buah.

Berdasarkan kebutuhan oksigennya respirasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu

respiras aerob dan anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang

membutuhkan oksigen. Sedangkan respirasi anaerob merupakan proses respirasi

yang tidak menggunakan oksigen, tetapi menggunakan senyawa tertentu seperti

(22)

14

Glikolisis, Silklus Krebs, dan Transport Elektron dengan hasil akhir CO2, air, dan

energi. Sedangkan pada respirasi anaerob hanya berlangsung dalam satu tahap

yaitu glikolisis yang akan menghasilkan alkohol, CO2, dan energi (Dimas, 2011).

Pisang merupakan buah klimakterik dan juga masuk kedalam kategori buah

dengan laju respirasi sedang. Oleh karena itu hal-hal yang berkaitan dengan

produksi gas CO2 dan gas etilen pada saat proses pematangan di dalam ruang

penyimpanan sangat perlu untuk diperhatikan. Hubungan antara respirasi dengan

pertumbuhan padabuah klimakterik dan nonklimakterik dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 3. Grafikpola pertumbuhan dan laju respirasibuah klimakterik dan non klimakterik(Santoso, 2012).

Dapat dilihat pada kurva di atas laju respirasi pada buahklimakterik mulai dari

fase maturation (penuaan)sampai fase ripening (pematangan)cenderung

meningkat sampai mendekati fase senescence (pelayuan) nilai laju respirasi

mengalami penurunan, sedangkan perbedaan laju respirasi pada buah non

klimakterik terlihat pada saat fase maturation, ripening, dan senescence laju

(23)

15

Pada penyimpanan atmosfir termodifikasi kadar oksigen sangat harus

diperhatikan. Semakin rendah kandungan oksigen di dalam udara penyimpanan

maka laju respirasi akan semakin menurun. Hal ini karena apabila kandungan

oksigen di dalam udara penyimpanan pada komoditi buah di bawah 2% maka

buah tersebut akan mengalami proses respirasi anaerob yang akan mengakibatkan

timbulnya aroma yang tidak sedap pada produk yang disimpan (Dimas, 2011).

Pengukuran laju respirasi sangat penting untuk dilakukan agar dapat mengetahui

akifitas metabolisme pada produk yang sedang kita tangani. Selama proses

respirasi aerob penyimpanan produk akan menghasilkan CO2, air, dan energi yang

mempengaruhi pertumbuhan sel dan kualitas dari komoditi tersebut. Menurut

Saltveit (2003), ada beberapa parameter untuk mengukur tingkat laju respirasi

produk selama penyimpanan, diantaranya mengukur kehilangan substrat,

konsumsi oksigen, produksi karbondioksida, dan produksi energi.

Dalam perkembangannya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi laju

respirasi komodit pertanian. Menurut Hotman (2009), proses respirasi

dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor Internal

Semakin tinggi tingkat perkembangan organ, maka semakin tinggi jumlah CO2

yang dihasilkan. Susunan kimiawi jaringan mempengaruhi laju respirasi, dimana

pada buah-buahan yang banyak mengandung karbohidrat, maka laju respirasinya

akan semakin meningkat. Laju respirasi rendah terjadi pada produk yang

(24)

16

b. Faktor Eksternal

Adapun faktor eksternal yang umum dalam mempengaruhi laju respirasi antara

lain :

1. Suhu

Kenaikan suhu 100 C pada umumnya akan meningkatkan laju respirasi 2 – 2.5 kalinya.

2. Konsenterasi O2

Konsenterasi gas oksigen diudara sangat perlu diperhatikan karena semakin

tinggi kadar oksigen di udara maka akan meningkatkan laju respirasi buah

3. Konsentrasi CO2

Kandungan CO2 di udara yang sesuai akan memperpanjang umur simpan

buah-buahan dan sayur-sayuran, hal ini karena CO2 tersebut dapat

menggangu proses respirasi pada buah tersebut.

4. Etilen

Penambahan gas etilen pada tingkatan pra-klimakterik dapat meningkatkan

laju respirasi pada buah klimakterik.

5. Kerusakan/Memar

Kerusakan/memar pada permukaan produk dapat meningkatnya laju

respirasi produk akibat kerusakan fisik buah tersebut sehingga umur simpan

produk pasca panen akan relatif menurun.

Faktor-faktor tersebut di atas sangat berpengaruh pada laju respirasi komoditi

pertanian, sehingga dalam proses perkembangan atau penyimpanan faktor-faktor

tersebut sangat perlu diperhatikan sehingga umur simpan komoditi pertanian

(25)

17

Komoditi pertanian berdasarkan laju respirasinya memiliki beberapa klasifikasi

berdasarkan jenis komoditi tersebut. Klasifikasi laju respirasi berdasarkan

kecepatan respirasi komoditi tersebut digolongkan dalam beberapa klasifikasi.

Klasifikasi dari beberapa komoditi hortikultura menurut laju respirasinya dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifiaksi komoditi hortikultura berdasarkan laju respirasinya

Kelas Produksi CO2 pada suhu 5 0

C

(Mg CO2/kg.jam)

Komoditi

Sangat rendah <5 Kurma,

kacang-kacangan, buah kering

Rendah 5-10 Apel, jeruk anggur,

kentang, bawang, ubi

jalar

Sedang 10-20 Apricot, pisang, kubis,

tomat, lobak

Tinggi 20-40 Strawberry, alpukat

Sangat tinggi 40-60 Artichoke, bunga potong

Sangat-sangat tinggi >60 Brokoli, asparagus,

bayam, jagung manis

Sumber : Weichmann (1992)dalam Hotman (2009)

Menurut Hotman (2009), proses respirasi erat hubunganya dengan produksi etilen

pada saat buah disimpan. Oleh karena itu apabila produksi etilen meningkat maka

laju respirasi akan meningkat peningkatan penggunaan oksigen oleh tanaman

merupakan tanda aktivitas respirasi mulai meningkat. Pada tanaman klimakterik

dan non klimakterik pemacuan respirasi dengan menggunakan gas etilen memiliki

(26)

18

banyak pada proses respirasinya, sedangkan buah non klimakterik makin tinggi

produksi gas etilen, aktivitas respirasi akan semakin meningkat.

2.4. Perilaku Buah Pisang Setelah Panen

Selama proses perkembangan dan pematangannya, pisang seperti halnya

buah-buahan lain sangat dipengaruhi oleh proses fotosintesis, serta absorbsi air dan

mineraloleh induknya. Setelah dipanen buah masih mengalami proses respirasi

dan transpirasi walaupun telah dipetik atau terpisah dari induknya. Pada saat buah

masih pada tangkai atau induknya kehilangan air akibat transpirasi masih

digantikan oleh aliran air yang diabsorbsikan oleh akar dan ditransalokasikan

menuju buah. Sesudah buah mengalami proses panen dan terpisah dari induknya

pasokan air dari akar tidak terjadi lagi maka kehilangan substrat dan air tidak

dapat digantikan lagi sehingga terjadilah proses kemunduran atau deteriorasi

(Meiyani, 1991). Oleh karena itu komposisi dan mutu buah pisang mengalami

perubahan-perubahan, misalnya perubahan warna, perubahan kekerasan/tekstur,

perubahan kandungan pati, kandungan pati, perubahan kadar air,dan perubahan

berat.

a. Perubahan Warna Kulit

Perubahan warna kulit merupakan salah satu aktivitas produk pertanian yang

masih berlangsung setelah panen. Perubahan warna pada pisang selama proses

pematangan disebabkan oleh degredasi pigmen klorofil. Hal ini menyebabkan

perubahan warna pisang yang mulanya berwarna hijau akan berubah menjadi

kuning. Perubahan warna merupakan indikator yang paling baik dalam

(27)

19

b. Tekstur

Perubahan tekstur merupakan perubahan fisik buah yang umum dijumpai pada

saat proses pematangan buah. Perubahan tekstur pada buah ini sebagian besar

ditentukan oleh kadar air dan kandungan lemak, jenis dan jumlah struktur

karbohidrat seperti selulosa dan pektinserta dipengaruhi oleh perubahan

kandungan protein pada saat proses pematangan. Perubahan zat-zat tersebut di

dalam buah akan merubah tekstur buah dari keras akan cenderung melunak

(Fellows, 2000).

c. Perubahan Kandungan Pati dan Kandungan Gula

Penurunan kandungan pati dan penambahan kandungan gula pada buah

merupakan sifat yang paling menonjol pada proses pematangan buah pisang.

Menurut Simmonds (1982), konsentrasi pati pada daging buah meningkat sampai

70 hari pada masa pertumbuhan buah pisang dan kemudian menurun. Kandungan

pati di dalam buah yang belum masak berkisar antara 20 - 25 % dari total berat

segarnya dan sekitar 2 – 5 % saja yang mampu diubah menjadi gula dan

sebagianya dilepas dalam bentuk CO2 melalui proses respirasi. Pada awal

pertumbuhan buah konsentrasi gula di dalam buah sangat rendah. Tetapi pada

saat proses pemasakan gula dalam buah akan meningkat dengan tajam dalam

bentuk glukosa dan fruktosa (Sumadi et al., 2004).

d. Perubahan Kadar Air

Proese perubahan kadar air pada buah dan sayur pada saat pasca panen merupakan

hasil dari penguapan air di dalam bahan. Perubahan kadar air sangat

mempengaruhi dari bobot bahan, sehingga penurunan kadar air harus ditangani

(28)

20

Salah satu cara untuk menurunkan penguapan bahan yaitu menyimpannya pada

ruangan bersuhu rendah. Proses transpirasi atau penguapan pada suhu rendah

akan lebih lambat jika dibandingkan pada suhu tinggi. Dengan tingkat transpirasi

yang rendah maka susut bobot produk menjadi rendah (Paramita, 2009).

e. Perubahan Kandungan Asam

Selama proses pematangan sayur-sayuran dan buah-buahan mengalami penurunan

asam-asam organik, hal ini diduga disebabkan penggunaan asam organik pada

proses respirasi atau terkonversi menjadi gula. Asam-asam organik yang paling

banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan adalah asam malat dan

asam sitrat. Selain itu terdapat asam organik tertentu pada komoditi misalnya

asam tartrat pada jeruk, asam oksalat pada bayam, asam isositrat pada buah berri

dan asam quinat pada buah kiwi. Pada buah pisang asam yang palin dominan

adalah asam malat. Nilai pH pada buah pisang yang masih berwarna hijau yaitu

5,02 – 5,6 dan pada pisang matang berkisar antara 4,2 – 4,75 (Pujimulyani, 2009).

f. Perubahan Berat

Pengurangan berat pada komoditas pertanian terutama buah-buahan mempunyai

hubungan yang erat dengan jumlah gas CO2 dan air yang dikeluarkan. Proses

penguapan air pada produk hortikultura merupakan proses yang terus menerus

akan berlangsung pada semua jenis buah dan sayur. Hal ini merupakan penyebab

(29)

21

2.5. Penyimpanan Dalam Atmosfir Termodifikasi

Penyimpanan dalam atmosfir termodifikasi merupakan teknik penyimpanan

komoditi hasil pertanian dengan merubah komposisi udara dalam kondisi

penyimpanan dengan pengurangan atau penambahan gas tertentu kedalam

kandungan udara normal (78.08 %,N2, 20.95 % O2, dan 0.03 % CO2). Pada

umumnya proses penyimpanan komoditi pada kondisi atmosfir termodifikasi

dilakukan dengan peningkatan karbondioksida (CO2) dan penurunan oksigen (O2)

didalam udara ruang penyimpan. Perubahan komposisi udara dapat dilakukan

menggunakan bahan atau tempat yang dapat mengisolasikan bahan dengan udara

luar sehingga komposisi udara di dalam ruangan dapat diatur sesuai dengan

keinginan (Sugiarto, 2005).

Menurut Zagory dan Kader (1988), kondisi udara selama penyimpanan pada

ruang penyimpanan disebabkan oleh (i) konsumsi oksigen oleh komoditi selama

proses penyimpanan, (ii) produksi karbon dioksida oleh komoditi selama proses

penyimpanan, dan (iii) pertukaran gas dalam ruang penyimpanan dengan

lingkungan menggunakan film kemasan.

Komposisi udara dalam atmosfir termodifikasi yang tepat pada suatu komoditi

dapat menghambat laju kehilangan/degredasi klorofil. Hal ini diduga karena

penghambatan proses penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna

seperti pheophytin serta penurunan produksi klrofilase sebagai akibat penurunan

produksi etilen dari produk. Penurunan produksi CO2 pada atmosfir termodifikasi

juga dapat menurunkan produksi etilen sehingga proses penguraian klorofil akan

(30)

22

Penyimpanan atmosfir termodifikasi juga dapat mengahambat proses pencoklatan

(browning) yang diakibatkan dari proses oksidai, perubahan warna buah, dan

penyimpangan lainnya selama proses penyimpanan (Zagory dan Kader, 1988).

Kandungan karbondioksida yang rendah dapat menghambat aktifitas enzim

polifenol oksidase yang akan mengakibatkan terjadinya proses oksidasi senyawa

fenol dan menghasilkan senyawa yang berwarna gelap (Sugiarto, 2005). Batas

minimum O2 dan maksimum konsentrasi CO2 untuk berbagai komoditas pertanian

pada saat penyimpanan atmosfir termodifikasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Batas maksimum CO2 dan batas minimum O2 untuk beberapa komoditi

Jenis

Sumber : Fellows (2000)

Menurut Jobling (2001), peningkatan kandungan CO2 diudara sebesar 2% atau

lebih pada kemasan dapat menguntungkan pada proses penyimpanannya.

Kenaikan CO2 dapat mengurangi sensitivitas produk terhadap etilen serta dapat

memperlambat proses perombakan klorofil pada buah-buahan dan sayuran.

(31)

23

merusak produk. Sedangkan apabila konsentrasi CO2di bawah batas toleransi

akan menyebabkan kerusakan fisiologis pada buah-buahan dan sayur-sayuran.

Komposisi yang tepat pada ruang penyimpanan produk buah-buahan dan

sayur-sayuran dapat menghambat laju kehilangan klorofil. Hal ini karena penghambatan

penguraian klorofil menjadi senyawa yang tidak berwarna seperti pheophytin dan

penurunan produksi klorofilase sebagai tanda penurunan produksi etilen.

Penurunan produksi CO2 juga dapat menurunkan sensitivitas terhadap produksi

etilen sehingga penguraian klorofil juga akan terhambat

(Zagory dan Kader, 1988).

Teknik atmosfir termodifikasi juga dapat menurunkan laju pencoklatan pada

prduk terutama buah-buahan yang diakibatkan proses oksidasi, perubahan warna

atau penyimpangan dan juga pelunakan dari berbagai jenis buah. Karbondioksida

pada ruang penyimpanan dapat menurunkan aktivitas enzim polifenol oksidase

yang dapat menyebabkan terjadinya oksidasi senyawa fenol yang akan

menghasilkan senyawa berwarna gelap (Zagory dan Kader, 1988).

Dewasa ini penyimpanan menggunakan metode atmosfir termodifikasi telah

berkembang dengan sangat pesat, hal ini didukung oleh publikasi dan juga

kemajuan pabrikasi jenis-jenis kemasan yang umum digunakan untuk

penyimpanan udara termodifikasi yang memiliki sifat permeabelitas yang luas

serta tersedianya bahan penyerap O2, CO2, etilen dan air selama penyimpanan

(Hotman, 2009).

Keterbatasan dalam dalam mengatur kondisi atmosfir termodifikasi secara pasif

(32)

24

termodifikasi dapat dilakukan dengan mengeluarkan semua gas dari dalam

ruang/kemasan penyimpanan kemudian mengisinya kembali dengan konsentrasi

gas yangs sesuai (Hotman, 2009).

Berikut adalah beberapa produk yang disimpan pada kondisi udara termodifikasi,

yang ternyata memiliki umur simpan produk lebih lama dibandingkan produk

yang disimpan pada kondisi udara normal dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan umur simpan produk pada udara normal dan udara termodidikasi

(33)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga bulan September 2013 di

laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

A. Alat

Alat yang digunakan pada penelitian kali ini antara lain tempat

penyimpanan berupa toples plastik, tabung gas CO2, O2, dan N2,selang,

pompa vacum, alat pemotong, suntikan,venojack, termometer,

refraktometer atago PR 201α, fruit hardness tester (5 kg KM tokyo), buret,

erlenmeyer, timbangan digital, gelas ukur, pipet tetes,kain kasa, tabung

reaksi, spektrofotometer (Hitachi U2900).

B. Bahan penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini adalah pisang

janten dengan kondisi tingkat kematangan hijau (tua optimal). Buah pisang

janten ini diperoleh dari petani pisang janten di Kecamatan Negeri Sakti

Kabupaten Lampung Selatan. Pisang diangkut ke tempat penelitian 1 hari

(34)

26

3.3. Prosedur Penelitian

1. Cara Penyimpanan dalam Atmosfer Termodifikasi

a. Buah pisang disortasi dengan tingkat kematangan seragam serta tidak

mengalami kerusakan. Kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan, lalu

dicelupkan dalam larutan fungisida sebanyak 2ml yang telah dicampurkan 1

liter air untuk menghindari tumbuhnya jamur. Setelah larutan fungisida

kering, kemudian buah pisang ditimbang bobotnya dan dihitung volumenya

sebagai data awal untuk mengetahui besarnya ruang kosong didalam kemasan

penyimpan. Kemudian buah disimpan dalam kotak plastik dengan ukuran

(33 cm x 27 cm x 7 cm) yang masing-masing berisi 15 buah. Pada atas

permukaan tutup ruang penyimpan yang terbuat dari plastik diberi lubang dan

dilapisi karetvenojackuntuk memasukkan gas dan mengambil sampel gas.

b. Setelah itu, pada kotak plastik ditutup rapat dengan menambahkan sekat/wax

pada leher kotak plastik untuk mencegah kebocoran. Kotak plastik yang

sudah diisi dengan sampel sebanyak 15 buah/kotak penyimpanan kemudian

divacum menggunakan pompa vacum sampai keadaan hampa udara dengan

indikator tutup kotak berbentuk cekung kedalam. Kemudian gas N2dengan

komposisi tertinggi dimasukkan menggunakan selang kedalam kotak plastik

sampai kotak terisi penuh oleh gas N2, kemudian kotak penyimpanan yang

berisi N2dihisap kembali sejumlah volume O2dan CO2yang akan

dimasukkan. Setelah itu disusul pemasukan gas O2kemudian CO2

menggunakan selang dengan satuan ml/detik. Hal ini dilakukan pada

(35)

No

27

CO2, dan N2yang telah ditentukan. Perhitungan komposisi gas yang

dimasukkan kedalam kotak plastik dapat dilihat pada Lampiran II.

c. Kotak plastik yang telah berisi sampel buah pisangdengan komposisi gas

yang telah ditentukan disimpan dalam suhu dingin (15oC) dan suhu ruang ( 29oC).

d. Komposisi udara penyimpanan dikembalikan pada kondisi semula setiap dua

harisekali pada saat pengambilan sampel bahan dan sampel gas untuk

menganalisis produksi gas CO2, total asam, tingkat kemanisan dan tingkat

kekerasan pisang janten.

e. Perbandingan gas dan suhu perlakuan selama penyimpanan dapat dilihat pada

Tabel 6 serta tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 1. Perbandingan komposisi gas dan suhu dalam ruang penyimpanan dengan CO2awal 5 % (atas) dan O2awal 6 % (bawah)

(36)

28

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

2. Analisis Gas CO2

a. Pembuatan larutan standar

Larutan standar dibuat dengan menggunakanbromthymol blue(BTB) dan

sodium bikarbonat yang dilarutkan dengan aquades dengan perbandingan

campuran yaitu 0,01 grambromthymol bluedengan 0,2 gram sodium

bikarbonat dilarutkan dalam 1 liter air (aquades). Larutan standar

dimasukkan ke dalam 5 buah venojackmasing-masing sebanyak 4 ml dan

(37)

Ab

yang berisi larutan standar, diinjeksikan gas CO2murni dengan variasi

volume 0 ;0,1; 0,2; 0,3; 0,4;0,5dan 1 ml. Venojackyang telah diinjeksikan

gas CO2kemudian dikocok ± 2 detik sampai terjadi perubahan warna pada larutan tersebut. Larutan tersebut kemudian diukur nilai absorbansi CO2

dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 615 Nm.

Hasil pembacaan dengan satuan absorbansi dari CO2diplotkan dalam bentuk

grafik dan dihasilkan kurva standar. Kurva dan persamaan dapat dilihat pada

Gambar 5.

b. Penentuan konsentrasi CO2selama penyimpanan

Gas yang dihasilkan selama penyimpanan diambil sebanyak 1,5 ml dengan

menggunakan suntikan kemudian diinjeksikan ke dalamvenojackberisi 4 ml

larutan standar yang telah divakumkan dan ditutup rapat dengan karet

penyumbat. Absorbansi gas diukur dengan spektrofotometer dengan panjang

gelombang 615 Nm dan banyaknya gas CO2diketahui berdasarkan nilai

absorbansi sampel gas setelah dikonversi dengan kurva standar. Pengambilan

(38)

30

3.4. Pengukuran Parameter

1. Laju Respirasi (Produksi CO2)

Pengukuran laju respirasi pada buah pisang yang disimpan dalam atmosfer

termodifikasi pada suhu ruang dan suhu rendah dilakukan dengan menggunakan

alat spektrofotometer (Hitachi U2900). Data aborbansi CO2tersebut

digunakanuntuk memperoleh kurva standar yang nantinya akan digunakan untuk

menghitung laju respirasi buah pisang.Hasil absorbansi CO2murni kemudian

dibuat kurva standar sehingga diperoleh persamaan kurva standar. Persamaan

digunakan untuk menghitung produksi CO2buah pisang selama penyimpanan.

Persamaan kurva standar didapat dari hasil pengukuran CO2murni yang telah

diplotkan kemudian diregresi maka akan didapat persamaan kurva standar yang

akan digunakan dalam penentuan volume CO2 yang dihasilkan selama

penyimpanan. Tahapan dalam penentuan laju respirasi dapat dicari dengan rumus

sebagai berikut :

a. Persamaan kurva standarY = 0,52x2- 0,787x + 0,325...(1) b. Nilai Konsentrasi CO2(% volume)

x 100%...(2)

c. Laju Produksi CO2buah pisang (mg/kg/jam)

( )

(39)

31

dimana :

m = massa bahan (kg)

bj CO2 = 1,975 (mg/ml)

t = waktu simpan (jam)

freespace = volume toples–volume buah pisang janten (ml)

x = nilai konsentrasi CO2(% volume) y = nilai absorbansi dari spektrofotometer

2. Total asam (acidity)

Pengukuran tingkat keasaman buah pisang selama penyimpanan dilakukan dengan

metode titrasi. Langkah kerjanya sebagai berikut :

1. Bahan ditimbang sebanyak 10 gram, kemudian diekstrak. Ekstrak dari

bahan tadi ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml sampai batas tanda tera

kemudian dihomogenkan.

2. Sampel diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

3. Sampel ditambahkan indikatorPhenolftaleinuntuk uji total asam sebanyak

2 hingga 3 tetes.

4. Sampel kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N untuk uji total

asamhingga terjadi perubahan warna merah muda.

5. Mencatat volume NaOH yang terpakai

% Total Asam = x 100%...(4)

dimana:

NaOH = NaOH yang terpakai (ml)

(N) NaOH = Normalitas NaOH (0,1 N)

(40)

32

3. Tingkat Kemanisan

Pengukuran tingkat kemanisan pada buah pisang janten dilakukan dengan

menggunakan alat refraktometer Atago PR 201α. Pertama-tama buah pisang

dipotong pada tiga bagian yang berbeda yaitu pangkal, tengah, dan ujung setelah

itu diperas sarinya menggunakan kain kasa kemudian sari tersebut diteteskan pada

sensor alat refraktometer kemudian akan dilakukan pembacaan tingkat kemanisan

oleh alat tersebut dengan satuanoBrix kemudian di ambil nilai rata-ratanya dari pembacaan tiga bagian tersebut.

4. Tingkat Kekerasan (kulit dan daging buah)

Tingkat kekerasan pisang jantendiukur menggunakan alat ukur kekerasan yaitu

Fruit Hardness Tester (5 kg KM Tokyo). Pengukuran dilakukan sebanyak tiga

kali pada tiap bagian yang berbeda untuk setiap buah (pangkal, tengah dan ujung)

dalam satuan kg.s/mm untuk di ambil nilai rata-ratanya. Untuk pengukurannya,

ujung alat yang berupa mata jarum diletakkan pada bagian sampel yang ingin di

ukur kemudian tuas ditekan sampai mata jarum masuk kedalam kulit dan daging

buah, kemudian baca besarnya gaya yang dibutuhkan mata jarum untuk masuk

kedalam bahan sedalam 10 mm.

3.5. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan anilis statistik sederhana dengan

membandingkan kurva antara perlakuan komposisi gas pada tiap-tiap parameter

yang digunakan yaitu laju respirasi, total asam, tingkat kemanisan, dan tingkat

(41)
(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian pengaruh komposisi gas terhadapa laju respirasi pisang

jantenini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perbandingan komposisi gas yaitu O2, CO2, dan N2serta pengaruh suhu

ruang dan dingin memberikan perbedaan pada laju respirasi pisang janten

selama penyimpanan meskipun pada perbandingan komposisi tidak

memberikan perbedaan yang terlalu besar padamasing-masing parameter.

2. Perbandingan komposisi gas 4 % O2, 5 % CO2, dan 91 % N2adalah

perbandingan komposisi gas terbaik dalam menekan laju respirasi serta

menghambat perubahan total asam, tingkat kemanisan dan juga tingkat

kekerasan pisang janten selama penyimpanan.

3. Nilai total asam masing-masing komposisi gas pada penyimpanan suhu

ruang (29oC) cenderung turun sampai akhir penyimpanan, sedangkan total asam pada penyimpanan dingin (15oC) cenderung terlihat fluktuatif.

4. Nilai tingkat kemanisan pisang janten baik pada suhu ruang (29oC) maupun suhu dingin (15oC) masing-masing komposisi gas terlihat maningkat dari awal sampai akhir penyimpanan, meskipun pada penyimpanan suhu ruang

kenaikan tingkat kemanisan cenderung lebih besar dibandingkan suhu

(43)

57

5. Tingkat kekerasan pisang janten pada suhu ruang (29oC) dan suhu

dingin(15oC) terlihat menurun sampai akhir masa simpan, meskipun pada penurunannya suhu ruang terlihat lebih besar penurunannya jika

dibandingkan suhu dingin.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk dilakukannya

penelitian lanjutan tentang penyimpanan pisang janten atau komoditi lainya dalam

penyimpanan atmosfir termodifikasi dengan komposisi CO2dan O2di dalam

ruang penyimpanan dengan interval cukup tinggi agar dampak dari penghambatan

laju respirasi antara perlakuan satu dengan lainya memberikan perbedaan yang

signifikan terhadap nilai total asam, tingkat kemanisan, tingkat kekerasan dan

(44)
(45)

DAFTAR PUSTAKA

Caussiol, L. 2001.Postharvest quality conventional and organically grown

Banana fruit.Master of science by Research in Postharvest

Technology. Institute of Agrriculture of Agritecnology. Cranfield

University. Silsoe, Pp 160.

Chauhan, O.P., P. S. Raju, D.K. Dasgupta and A.S. bawa. 2006. Instrumental . Textural ChangesI in Banana (var. pachabale) During Ripening Under Active and passive modified atmosphere.International journal of

Food Properties.Vol. 9 (2) : 237–253.

Deptan. 2005. Prospek dan ArahPengembangan Agribisnis Pisang. Dikutip

Dariwww.deptan.go.id. Tanggal 28 februari 2013.

Dimas, R.2011.Respirasi. Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 22 pp.

Dwiari, S. R,. 2008.Teknologi Pangan Untuk Sekolah Menengah Kejuruan.

Direktorat Pembinaan sSekolah Menengah Kejuruan. Departemen

Pendidikan nasional. 285 pp.

Fellows, P. 2000.Food processing technology: principle and practice. 2ndEd. CRC Press LLC, Abington, Cambridge, England. Pp 591.

Hakim. A. K., K. Islam, Md. Ibrahim, Md. J. Hossain, N. A. Ara. And K. Md. F. Haque. 2012. Status of the Behavioral Pattern of Biochemical Properties of Banana in the Storage Condition.International Journal

Biosciences (IJB).Vol. 2 (8) : 83–94.

heydari, A. K., Shayesteh, N. Eghbalifam, H. Bordbar. And S. Falahatpisheh. 2010. Studies on the Respiration Rate of Banana Fruit Based on Enzyme Kinetics. International journal of agriculture and biology. Vol. 12 (1) : 145–149.

Houtman, F. S. 2009.Pengguna bahan penjerap etilen pada penyimpanan

Pisang Barangan Dengan Kemasan Atmosfer Termodifikasi Aktif.

Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan. 87 pp.

Jobling, J, 2011. Modified Atmosphere Pack’aging : Not As Simple As It Seems.

Good Fruit and Vegetables Magazine. Pp 3.

(46)

Meiyani. 1991.Pengaruh Penundaan Kematangan Dengan System Atmosfer Termodifikasi serta Pematangan dengan Ethrel Terhadap Kualitas

Fisik dan Kimia Pisang Ambon. Skripsi. IPB–press. Bogor. 68 pp.

Millerd, A., J. Bonner, B. B Jacob. 1952.The Climacteric Rise In Fruit

Respiration As Controlled by Phosphorylative Coupling. University of

California, Los angeles, California.

Pantastico, ER. B,. 1989.Fisiologi Pasca Panen. Diterjemahkan oleh Kamariyani. UGM. Jogjakarta. 906 pp.

Paramita, O. 2010. Pengaruh Memar terhadap perubahan Pola Respirasi, Produksi Etilen dan Jaringan Buah Mangga Var. Gedong Gincu pada Berbagai suhu penyimpanan.Jurnal Kompetensi Teknik. Vol. 2 (1) : 29–37.

Prabawati, S., Suyanti., dan D. A. setyabudi. 2008Teknologi Pascapanen dan Teknik Pengelola Buah Pisang. Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen. Pertanian. 64 pp.

Pujimulyani, D. 2009.Teknologi Pengelolahan Sayur-Sayuran dan Buah-buahan. Graha Ilmu. Yogyakarta. 285 pp.

Santosa, B. B. 2012.Fisiologi dan Biokimia Pada Komoditi Hortikultura

Panenan. Bahan Ajar- Pasca Panen Hortikultura. Program Studi

Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Mataram.

Saltveit, M.E. 2003.Measuring respiration. University of California. California, CA, USA. Pp 5.

Sari, F.E, S. Trisnowati, S. Mitrowihardjo. 2004. Pengaruh Kadar Cacl2 dan Lama Perendaman Terhadap Umur Simpan dan Pematangan Buah Mangga Arummanis.Juranal Ilmu Pertanian. Vol 5 (1) : 21 -26.

Sumadi, B., Sugiharto, suyanto, 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses Pemasukan Buah Pisang yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda.

Jurnal Ilmu Dasar. Vol 5(1) :21–26.

Sugiarto, 2005. PengemasanAtmosfer Termodifikasi Bawang Daun ( Alium

Ampelopresum) Pajangan. Tesis IPB-Press. Bogor. 92 pp.

Uma, F. J., 2008.Pengaruh Bahan Penyerap Larutan Kalium Permagnat

Terhadap Umur Simpan Pisang Raja Bulu.Skripsi. IPB-Press. Bogor.

(47)

Gambar

Gambar 1. Pisang
Tabel 1. Perubahan kandungan pati dan gula selama proses pematangan pisang
Gambar 2. Standar kematangan pisang berdasarkan warna (Caussiol, 2001)
Tabel 2. Kandungan nutrisi pisang matang dan mentah dalam 100 gr bahan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh asam salisilat (asam 2- hidroksilbenzoat) terhadap laju respirasi dan aktivitas enzim dehidrogenase pada buah jeruk nipis

Tujuan khusus dari penelitian ini: (l)Menentukan laju respirasi irisan jamur champignon segar pada berbagai tingkat -Suhu penyimpanan dan komposisi atmosfir ;

Pada penyimpanan suhu 5 o C dapat mempertahankan kekerasan jamur merang lebih baik dibandingkan peyimpanan pada suhu ruang karena pada suhu yang lebih dingin laju proses

Sehingga, perlu didapatkan nilai gas entrainment dan gas hold-up pada perubahan laju cairan dan gas untuk mengetahui hubungan peningkatan laju gas dan cairan terhadap gas

Sehingga, perlu didapatkan nilai gas entrainment dan gas hold-up pada perubahan laju cairan dan gas untuk mengetahui hubungan peningkatan laju gas dan cairan terhadap gas

Dari hasil yang didapat, peningkatan suhu berpengaruh nyata terhadap Laju respirasi, susut bobot, perubahan wama, dan tingkat kebusukan nenas iris; sedangkan jenis

Dari hasil yang didapat, peningkatan suhu berpengaruh nyata terhadap Laju respirasi, susut bobot, perubahan wama, dan tingkat kebusukan nenas iris; sedangkan jenis

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji karakteristik laju respirasi buah duku terolah minimal pada beberapa tingkat suhu penyimpanan (15 0 C, 20 0 C dan suhu ruang) dan bentuk