ANALISIS PENERAPAN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI DENGAN
PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN LEAN
SIX SIGMA PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGHASIL SEPATU DAERAH BOGOR
(TAHUN 2016)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Annisa Rivelia Prawiro NIM: 1112081000017
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
i
ANALISIS PENERAPAN PENGENDALIAN MUTU PRODUKSI DENGAN
PENDEKATAN STATISTICAL QUALITY CONTROL (SQC) DAN LEAN
SIX SIGMA PADA USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGHASIL SEPATU DAERAH BOGOR
(TAHUN 2016)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Annisa Rivelia Prawiro NIM: 1112081000017
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Annisa Rivelia Prawiro
No. Induk Mahasiswa : 1112081000017
Jurusan/ Konsentrasi : Manajemen/ Keuangan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya:
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan
dan mempertanggungjawabkan
2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber
asli atau tanpa pemilik karya
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data
5. Mengerjakan sendiri karya dan mampu bertanggung jawab atas
karya ini
Jikalau dikemudiak hari terdapat tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan diatas, maka saya siap
untuk dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Ciputat, 10 Maret 2016 Yang menyatakan,
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
IDENTITAS DIRI
Nama : Annisa Rivelia Prawiro
Tempat/ Tanggal Lahir : Bogor/ 10 Maret 1994
Agama : Islam
Alamat : Kp. Telukpinang RT 003/001 Kec. Teluk Pinang
Kab. Bogor
Telp/ HP : 02189940464/ 085715389801
Email : riveliaannisa10@gmail.com
PENDIDIKAN FORMAL
2001 – 2006 SDI Amaliah
2006 – 2009 SMPI Cikal Harapan
2009 – 2012 SMAN 4 Bogor
2012 – 2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
PENDIDIKAN NON FORMAL
2011 English Course, LBPP LIA Bogor
2013 Peserta Sosialisasi Kebijakan Fiskal dengan Materi
“Kibjakan Fiskal dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Ekonomi Hijau” yang
diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
2013 Peserta Diskusi Enterpreneurship Chairul Tanjung
vi
2014 Peserta Seminar Pasar Modal bersama Panin
Sekuritas, Panin Asset Management dan Bursa Efek
Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2014 Peserta International Seminar “Toward ASEAN
Economic Community 2015; Fair Governments
Policies in Islamic Finance Sectors Among ASEAN
Countries”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2014 Peserta Seminar “Inspiring Leadership and Legacy
of Muhammad (PBUH): A Prophet and An
Enterpreneur”, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2014 Peserta Sosialisasi Kebijakan Fiskal dengan Materi
“ASEAN 2015, Threat od Opportunity dan Peran
Indonesia dalam Forum APEC dan Kebijakannya”, yang diselenggarakan oleh Badan Kebijakan Fiskal,
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
PENGALAMAN ORGANISASI
2012 Panitia Divisi Saman dalam Acara Dekan Cup 2012
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2013 Panitia dalam Management Camp “Together with
vii
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2013-2014 Koordinator Divisi Hubungan Luar Kampus
Himpunan Mahasiswa Jurusan Manajemen UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2014 Panitia dalam Acara One Day with Wardah Be
Smart, Energic, and Inspiring, Wardah Beauty
Agent.
PENGALAMAN BEKERJA
2014 – sekarang Wardah Beauty Agent pada PT. Paragon
viii ABSTRACT
This research is purpose to analyze the production quality control, the quality of production process, identify the causes of defects/ damage to the production process and to know the main factors that effect the quality of SMEs. Sampling method that used in this research is non-probability purposeful sampling with homogeneous sampling strategy, which 30 SMEs producing shoes in Bogor is the research sample for the data normality test, and then was re-selected to 15 SMEs producing shoes in Bogor as a sample for Statistical Quality Control Analysis and Lean Six Sigma Analysis. The data obtained were processed with Smart PLS Software for data normality test, and Microsoft Excel Software to analyze data with the approach of Statistical Quality Control and Lean Six Sigma. The results of data normality test is the quality control of 30 SMEs producing shoes can not be assessed through the quality control of raw materials, product quality control in production and quality control of end product. The results of the statistical quality control analysis is the production quality of SMEs are in controlled. And the results of the lean six sigma analysis is the cause of the damage/ defects in the production process occurs largely in the gluing process. There are five main factors that most effect the quality of SMEs are labor, raw materials, machinery and equipment, working methods and the environment.
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengendalian mutu produksi, menganalisis kualitas proses produksi, mengidentifikasi penyebab kecacatan/ kerusakan pada proses produksi serta mengetahui faktor utama yang mempengaruhi mutu UKM. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode non-probability purposeful sampling dengan strategi homogeneous sampling, dimana 30 UKM penghasil sepatu daerah Bogor adalah sampel penelitian untuk Uji kenormalan data, kemudian dipilih kembali menjadi 15 UKM penghasil sepatu daerah Bogor sebagai sampel untuk analisis Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma. Data-data yang diperoleh diolah dengan Software Smart PLS untuk uji kenormalan data, serta Software Microsoft Excel untuk menganalisis data dengan pendekatan Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma. Hasil dari uji kenormalan data yaitu kualitas pengendalian mutu pada 30 UKM penghasil sepatu daerah Bogor tidak dapat dinilai melalui kualitas pengendalian bahan baku, kualitas pengendalian mutu produk dalam produksi serta kualitas pengendalian mutu produk akhir. Hasil dari analisis Statistical Quality Control yaitu kualitas produksi UKM adalah dalam keadaan yang terkontrol. Dan hasil dari analisis Lean Six Sigma yaitu penyebab kerusakan/ kecacatan pada proses produksi sebagian besar terjadi pada proses pengeleman. Terdapat lima faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM yaitu tenaga kerja, bahan baku, mesin dan peralatan, metode kerja serta lingkungan.
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul
“Analisis Penerapan Pengendalian Mutu Produksi dengan Pendekatan
Statistical Quality Control dan Lean Six Sigma pada Usaha Kecil dan
Menengah Penghasil Sepatu Daerah Bogor (Tahun 2016)”, semata-mata
bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan dari berbagai pihak yang
memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi. Oleh karena itu, sudah sepatutnya
penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. The one and only Mama Lia Aisyah, SE., yang selalu mendoakan dengan tulus
dan ikhlas, memberikan kasih sayang indah sepanjang masa, serta dukungan
tiada henti baik moril maupun materil. Semoga kelak saya bisa menjadi
kebanggaan bagi Mama baik di dunia maupun di akhirat nanti.
2. Adik tersayang Aldo Febrian Yasin, terimakasih atas berbagai musik yang
dimainkan untuk menemani dan menghibur saat penyusunan skripsi.
3. Bapak Dr. Arief Mufrainy. Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan dukungan
serta motivasi kepada penulis selama menimba ilmu di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Titi Dewi Warninda, M.Si., selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
xi
memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis sejak awal perkuliahan
hingga akhir.
5. Bapak Indo Yama Nasarudin, SE., MBA., selaku dosen pembimbing I yang
telah meluangkan waktunya dan tak pernah lelah dalam membimbing serta
memberikan semangat kepada penulis sejak awal hingga akhirnya skripsi ini
bisa terselesaikan.
6. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA., sebagai dosen pembimbing II yang
telah bersedia meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan yang
positif serta membangun kepada penulis.
7. Seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah sabar dan ikhlas dalam mendidik dan memberikan ilmu kepada
penulis yang Insyaallah akan bermanfaat.
8. Seluruh staf pengajar dan karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan bantuan kepada penulis.
9. Fauzi Raziz, SE., yang selalu memberikan motivasi dan dorongan agar
menjadi pribadi yang lebih baik.
10.Yulvie Sabriani, Fikri Choirunnisa, Hersinta Pusdika, Larassanti Dewi, Asri
Lestari dan Rizka Azizi yang sudah bersama-sama sejak awal perkuliahan
saling mendukung satu sama lain dalam suka maupun duka, dan juga kepada
Alif Mughofir, Lutfi Wijaya dan Achmad Fauzi yang telah memberikan warna
indah pertemanan.
11.Kawan-kawan seperjuangan Manajemen 2012 yang bersama-sama saling
xii
in forgetting what one gives and remembering what one receives”– Alexander Dumas.
12.Siti Julaika dan Aldita teman seperjuangan dalam menyusun skripsi, yang
sama-sama saling mendukung dan memberikan saran serta bimbingan.
Akhir kata, dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga segala bentuk bantuan yang telah kalian berikan mendapatkan pahala
yang berlipat dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi penulis serta para pembaca.
Ciputat, 10 Maret 2016
xiii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ... i
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... ii
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iii
Lembar Pernyataan Keaslian Skripsi ... iv
Daftar Riwayat Hidup ... v
Abstract ... viii
Abstrak ... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi ... xiii
Daftar Tabel ... xvi
Daftar Gambar ... xvii
Daftar Lampiran ... xix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori ... 11
2.1.1 Produksi dan Operasi (Production and Operation) ... 11
xiv
2.1.3 Pengendalian Mutu atau Kualitas (Quality Control) ... 15
2.1.4 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) .. 23
2.1.5 Sistem Pengawasan Kualitas Statistikal (Statistical Quality Control) ... 35
2.1.6 Lean Six Sigma ... 35
2.1.7 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 36
2.2 Penelitian Terdahulu ... 42
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 46
2.4 Hipotesis ... 47
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 48
3.2 Populasi dan Teknik Pemilihan Sample ... 48
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 49
3.4 Metode Analisis Data ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54
4.1.1 Profil UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor ... 56
4.1.2 Bahan Baku serta Alat dan Mesin Produksi pada UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor ... 60
4.1.3 Tahapan Produksi UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor 61
4.2 Uji Kenormalan Data ... 62
4.2.1 Validitas Konvergen (Convergent Validity) ... 62
xv
4.2.3 Average Variance Extracted (AVE) ... 66
4.2.4 Outer Weights ... 67
4.2.5 Effect Size ... 68
4.2.6 Pengujian Hipotesis ... 68
4.3 Analisis Statistical Quality Control ... 71
4.4 Analisis Lean Six Sigma ... 87
4.4.1 Tahap Define dan Measure ... 88
4.4.2 Tahap Analyze ... 98
4.4.3 Tahap Improve ... 101
4.4.4 Tahap Control ... 102
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 104
5.2 Saran ... 105
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Keterangan Halaman
1.1 Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, 2
Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun
2012-2013
2.1 Penelitian Terdahulu 42
4.1 Profil UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor 56
4.2 Nama Alat dan Mesin pada UKM Penghasil 60
Sepatu Daerah Bogor
4.3 Nilai Composite Reliability 66
4.4 Nilai Average Variance Extracted 66
4.5 Nilai Outer Weights 67
4.6 Nilai Effect Size 68
4.7 Nilai Path Coefficient Hipotesis H1 68
4.8 Nilai Path Coefficient Hipotesis H2 69
4.9 Nilai Path Coefficient Hipotesis H3 69
4.10 Nilai Path Coefficient Hipotesis H4 70
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Keterangan Halaman
2.1 Sistem Produksi dan Operasi 12
2.2 Indikator-indikator untuk Mengukur UKM 41
yang Bermutu
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis 45
2.4 Hipotesis 46
3.1 Contoh Diagram Pareto 52
4.1 Output PLS Algorithm Variabel (X1) 62
4.2 Output PLS Algorithm Variabel (X2) 63
4.3 Output PLS Algorithm Variabel (X3) 63
4.4 Output PLS Algorithm Variabel (X4) 64
4.5 Output PLS Algorithm Variabel (Y1) 65
4.6 Kusnadi Home IndustryP Chart of Damage 73
4.7 Assenda Sepatu Sendal P Chart of Damage 74
4.8 Mutiara Sepatu Sendal P Chart of Damage 75
4.9 Meliska P Chart of Damage 76
4.10 Azfa Collection P Chart of Damage 77
4.11 Endang Home Industry P Chart of Damage 78
4.12 Uyung Home Industry P Chart of Damage 79
4.13 VIVAN Shoes P Chart of Damage 80
4.14 Bengkel Dr. Kevin P Chart of Damage 81
xviii
4.16 UKM Abdul ShoesP Chart of Damage 83
4.17 Nugraha Sugih P Chart of Damage 84
4.18 Bengkel H. Endang P Chart of Damage 85
4.19 Monita Shoes P Chart of Damage 86
4.20 She Must Wear P Chart of Damage 87
4.21 Diagram Pareto Kusnadi Home Indsutry 88
4.22 Diagram Pareto Assenda Sepatu Sendal 89
4.23 Diagram Pareto Mutiara Sepatu Sendal 90
4.24 Diagram Pareto Meliska 91
4.25 Diagram ParetoAzfa Collection 92
4.26 Diagram Pareto Endang Home Industry 93
4.27 Diagram Pareto Uyung Home Industry 93
4.28 Diagram Pareto VIVAN Shoes 93
4.29 Diagram Pareto Bengkel Dr. Kevin 94
4.30 Diagram Pareto Balete Shoes 95
4.31 Diagram Pareto UKM Abdul Shoes 95
4.32 Diagram Pareto Nugraha Sugih 96
4.33 Diagram Pareto Bengkel H. Endang 97
4.34 Diagram Pareto Monita Shoes 97
4.35 Diagram Pareto She Must Wear 98
4.36 Diagram Sebab - Akibat 100
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Keterangan Halaman
1 Kuesioner Penelitian 109
2 Jawaban Kuesioner 114
3 Output PLS Algorithm 116
4 Hasil Perhitungan untuk Diagram Kendali P 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Diakui, bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memiliki peran
penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di
negara-negara sedang berkembang (NSB) tetapi juga di negara-negara maju
(NM). Pada negara maju, UMKM sangat penting, tidak hanya karena
kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan
usaha besar, seperti halnya negara sedang berkembang, tetapi juga
kontribusinya terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik
bruto (PDB) paling besar dibandingkan kontribusi dari usaha besar (Tulus
Tambunan, 2012: 1).
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mencatat
bahwa pada tahun 2013 terdapat 57.895.721 unit UMKM atau menempati
pangsa pasar Indonesia sekitar 99,99%. Dapat dilihat bahwa UMKM
mengalami perkembangan sebesar 1.361.129 unit sejak tahun 2012 sampai
2013. Dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebesar 6.486.573 atau
sebesar 6,03% dan peningkatan Pendapatan Domestik Bruto sebesar
2
Tabel 1.1
Data Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar Tahun 2012-2013
No Indikator Satuan Tahun 2012 Tahun 2013 Perkembangan Tahun 2012-2013 Jumlah Pangsa
(%)
Jumlah Pangsa (%)
Jumlah Pangsa (%) 1 Unit Usaha
(A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB)
(unit) 56.539.560 56.534.592 55.856.176 629.418 48.997 4.968 99,99 98,79 1,11 0,09 0,01 57.900.787 57.895.721 57.189.393 654.222 52.106 5.066 99,99 98,77 1,13 0,09 0,01 1.361.227 1.361.129 1.333.217 24.803 3.110 98 2,41 2,41 2,39 3,94 6,35 1,97 2 Tenaga Kerja
(A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB)
3 3 PDB atas
Dasar Harga Berlaku (A+B) A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB) (Rp. Milyar ) 8.241.864,3 4.869.568,1 2.951.120,6 798.122,2 1.120.325,3 3.372.296,1 59,08 35,81 9,68 13,59 40,92 9.014.951,2 5.440.007,9 3.326.564,8 876.385,3 1.237.057,8 3.574.943,3 60,34 36,90 9,72 13,72 39,66 773.086,9 570.439,8 375.444,2 78.263,1 116.732,5 202.647,2 9,38 11,71 12,72 9,81 10,42 6,01 4 PDB atas
Dasar Harga Konstan 2000 A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) - Usaha Mikro (UM) - Usaha Kecil (UK) - Usaha Menen gah (UM) B. Usaha Besar (UB) (Rp. Milyar ) 2.525.120,4 1.451.460,2 790.825,6 294.260,7 366.373,9 1.073.660,1 57,48 31,32 11,65 14,51 42,52 2.670.314,8 1.536.918,8 807.804,50 342.579,19 386.535,07 1.133.396,05 57,56 30,25 12,83 14,48 42,44 145.194,4 85.458,5 16.978,9 48.318,5 20.161,1 59.735,9 5,75 5,89 2,15 16,42 5,50 5,56 Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Berkembangnya Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia harus diikuti
4
mampu bertahan menghadapi berbagai peluang serta ancaman, baik ancaman
eksternal maupun ancaman internal. Peluang sekaligus ancaman yang akan
dihadapi oleh UKM salah satunya adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN atau
yg disingkat dengan MEA, yang diberlakukan pada akhir tahun 2015.
MEA merupakan sebuah gagasan dari para pemimpin ASEAN dan seluruh
negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk menciptakan pembangunan
negara-negara ASEAN dengan melakukan integrasi ekonomi yaitu aliran
bebas barang, jasa, investasi dan tenaga kerja terdidik antar negara ASEAN.
Dengan adanya MEA maka akan terjadi perdagangan bebas (free trade),
penghilangan tarif perdagangan antar negara ASEAN, serta pasar tenaga kerja
dan pasar modal yang bebas. Deklarasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
bertujuan membentuk ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang
menggerakan para pelaku usaha, suatu kawasan dengan membangun ekonomi
yang merata, kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi serta kawasan yang
terintegrasi penuh dengan ekonomi global.
Usaha kecil dan menengah (UKM) termasuk usaha mikro merupakan
bagian tulang punggung perekonomian Negara-negara anggota ASEAN.
UKM merupakan sumber terbesar dari pendapatan lokal disamping semua
sektor ekonomi, baik pada area pedesaan dan perkotaan. Sektor UKM yang
kuat, dinamis dan efisien menentukan perkembangan ekonomi yang
berkelanjutan. Oleh sebab itu, dorongan dan promosi UKM yang kompetitif
dan inofatif dibutuhkan dalam memberikan kontribusi pada pertumbuhan
5
Development, 2009: 1). Untuk menghadapi MEA para pelaku UKM harus mengambil langkah-langkah strategis agar dapat menghadapi persaingan
dengan para pelaku UKM dari Negara ASEAN lainnya. Yang menjadi
pertanyaan besar bagi para pelaku UKM di Indonesia tentunya adalah tentang
kesiapan mereka dalam mempersiapkan strategi-strategi bersaing dan kesiapan
dalam menghadapi berbagai jenis produk asing yang sampai saat ini sudah
dapat ditemukan dibanyak tempat di Indonesia.
Michael Porter menawarkan dua strategi bersaing untuk mengungguli para
pesaing dalam bisnis yaitu biaya rendah dan diferensiasi. Biaya rendah adalah
kemampuan perusahaan atau sebuah unit bisnis untuk merancang, membuat
dan memasarkan sebuah produk sebanding dengan cara yang lebih efisien
daripada pesaingnya. Sedangkan diferensiasi adalah kemampuan untuk
menyediakan nilai unik dan superior kepada pembeli dari segi kualitas,
keistimewaan/ciri-ciri khusus atau layanan purna-jual (J. David Hunger dan
Thomas L. Wheelen, 2003: 245).Dari kedua strategi tersebut, strategi
diferensiasi lebih unggul dalam menghasilkan laba yang lebih tinggi daripada
strategi biaya rendah karena dengan adanya diferensiasi mengakibatkan
produk sulit untuk tersaingi.
Karena keunggulan strategi diferensiasi tersebut, maka para pelaku usaha
perlu untuk meningkatkan kualitas produknya. Russel dalam Ariani (2002:9)
mengidentifikasi tujuh peran kualitas, yaitu:
1. Meningkatkan reputasi perusahaan
6
3. Meningkatkan pangsa pasar
4. Dampak internasional
5. Adanya pertanggungjawaban produk
6. Penampilan produk
7. Mewujudkan kualitas yang dirasa penting.
Untuk menciptakan produk yang berkualitas, maka diperlukan suatu
pengendalian mutu proses produksi yang berkelanjutan. Sehingga nantinya
UKM mampu menghasilkan produk dengan mutu yang baik sesuai dengan
kebutuhan konsumen yang berdampak pada kesetiaan konsumen terhadap
produk UKM.
Dalam proses pengendalian mutu produksi tidak hanya dapat diketahui
produk memenuhi standar atau tidak, tetapi dapat membantu para pelaku
usaha untuk memusatkan perhatiannya pada perbaikan mutu. Produk yang
dihasilkan oleh UKM harus selalu diperiksa agar selalu terjaga kualitasnya
dan agar dapat mengetahui produk-produk yang tidak memenuhi standar agar
tidak sampai ketangan konsumen.
Gambaran mengenai kualitas produk UKM dapat diketahui melalui
metode Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management). Manajemen
Mutu Terpadu adalah sebuah metode dengan budaya, sikap dan struktur
organisasi dari sebuah perusahaan yang berusaha untuk menyediakan
pelanggan dengan produk dan jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan
mereka dengan melibatkan manajemen dan seluruh karyawan dalam perbaikan
7
kerugian akibat praktik-praktik pemborosan, pembuangan dan cacat (Thomas
Sumarsan, 2010: 185). Christine Dwi dalam penelitiannya pada tahun 2012
yang berjudul Kajian Teoritis Sistem Manajemen Mutu pada Usaha Kecil
Menengah Menghadapi Tantangan Globalisasi menyimpulkan bahwa Sistem
Manajemen Mutu terbaik yang diterapkan untuk Usaha Kecil Menengah
adalah:
1. Kegiatan untuk menjamin mutu produk pada UKM ada tiga hal:
perencanaan mutu, pengendalian mutu dan perbaikan mutu, agar mutu
produk selalu terjamin kualitasnya.
2. Untuk menjamin kualitas produk secara sah ada ketentuan standarisasi
di Indonesia yang berlaku adalah SNI (Standar Nasional Indonesia),
ada proses dan biaya sertifikasinya, SNI ini diterapkan secara wajib
bagi produk-produk tertentu yang berlisensi beredar resmi di pasaran
dengan skala nasional dan internasional. Karena SNI sudah
mengadopsi ISO.
3. Untuk Produk yang diekspor secara internasional sebaiknya
menerapkan ISO dalam Sistem Manajemen Mutu Produk yang
dihasilkan ISO 9001:2000.
4. Penerapan model sistem Manajemen Mutu pada UKM dalam bentuk
EFQM yang diterapkan di Eropa dapat diterapkan di UKM yang
ekspor ke Eropa yang mengukur kinerja sistem dan hasil yang dicapai
8
5. TQM menggambarkan penekanan mutu yang memacu seluruh
organisasi dalam UKM, mulai dari pemasok sampai konsumen untuk
kualitas produk terbaik.
Atas dasar begitu rumit serta pentingnya proses produksi dalam
menentukan kualitas sebuah produk sepatu yang dihasilkan UKM di daerah
Bogor, memberikan ide kepada peneliti untuk melakukan analisis terhadap
pengendalian mutu produksi. Dengan menggunakan pendekatan Statistical
Quality Control (SQC) dapat diketahui kualitas proses produksi dan kualitas
hasil akhir yang ditunjukan dengan jumlah produk cacat/rusak berada pada
batas hasil Upper Control Limit (UCL) atau Lower Control Limit (LCL).
Sedangkan dengan menggunakan pendekatan Lean Six Sigma dengan metode
Define, Measure, Analyze, Improve, dan Control (DMAIC) dapat
mengidentifikasi dan mengeliminasi pemborosan, pembuangan dan cacat pada
proses produksi akibat non value added activity yang membuat proses
produksi menjadi semakin lama.
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengendalian mutu pada proses produksi UKM Penghasil
Sepatu Daerah Bogor?
2. Bagaimana kualitas proses produksi pada UKM Penghasil Sepatu Daerah
9
3. Apa penyebab kecacatan/kerusakan pada proses produksi UKM Penghasil
Sepatu Daerah Bogor?
4. Apa faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM Penghasil
Sepatu Daerah Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengendalian mutu proses produksi UKM Penghasil Sepatu
Daerah Bogor.
2. Menganalisis kualitas proses produksi pada UKM Penghasil Sepatu
Daerah Bogor.
3. Mengidentifikasi penyebab kecacatan/kerusakan pada proses produksi
UKM Penghasil Sepatu Daerah Bogor.
4. Mengidentifikasi faktor utama yang paling mempengaruhi mutu UKM
Penghasil Sepatu Daerah Bogor .
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua pihak,
diantaranya:
a. Bagi UKM, memberikan informasi yang baik untuk mengetahui kinerja
pengendalian mutu produksi dan kualitas produk akhir dalam rangka
meningkatkan kualitas UKM. Serta membantu pula menyelesaikan
10
proses produksi, sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan
meningkatkan laba UKM.
b. Sebagai referensi dan informasi bagi peneliti yang lain yang akan
melakukan penelitian pada ruang lingkup yang sama dalam rangka
mengkaji lebih jauh lagi tentang masalah ini.
c. Dalam penelitian ini, peneliti mengharapkan dapat menambah informasi
dan pengetahuan serta dapat dijadikan sebagai pengembang ilmu
pengetahuan khususnya tentang analisis pengendalian mutu produksi pada
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Produksi dan Operasi (Production and Operation)
Pengertian produksi dan operasi dalam ekonomi adalah merupakan
kegiatan yang berhubungan dengan usaha untuk menciptakan dan
menambah kegunaan atau utilitas suatu barang atau jasa (Sofjan Assauri,
2008: 18).Produksi dan operasi adalah kegiatan mengolah masukan (input)
menjadi produk barang atau jasa (output)dengan menggunakan berbagai
sumber daya yang dimiliki. Masukan yang dimaksud dalam proses produksi
dan operasi ini adalah bahan baku, listrik, bahan bakar, sumber daya
manusia dan dana atau modal.
Fungsi utama dari proses produksi dan operasi ini adalah menghasilkan
barang atau jasa yang berkualitas dan memilik manfaat bagi konsumen,
sehingga dapat memberikan hasil pendapatan bagi suatu usaha. Selain fungsi
tersebut, menurut Prof. Dr. Sofjan Assauri terdapat empat fungsi terpenting
dalam fungsi produksi dan operasi, yaitu:
a. Proses pengolahan, merupakan metode atau teknik yang digunakan
untuk pengolahan masukan (inputs).
b. Jasa-jasa penunjang, merupakan sarana yang berupa
12
yang akan dijalankan, sehingga proses pengolahan dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien.
c. Perencanaan, merupakan penetapan keterkaitan dan
pengorganisasian dari kegiatan produksi dan operasi yang akan
dilakukan dalam suatu dasar waktu atau periode teretentu.
d. Pengendalian atau pengawasan, merupakan fungsi untuk menjamin
terlaksananya kegiatan sesuai dengan yang direncanakan, sehingga
maksud dan tujuan untuk penggunaan dan pengolahan masukan
[image:32.595.134.512.107.587.2](inputs) pada kenyataannya dapat dilaksanakan.
Gambar 2.1
Sistem Produksi dan Operasi
Informasi Umpan Balik
Sumber: Prof. Dr. Sofjan Assauri (2008)
Sistem produksi dan operasi tidak dapat dilakukan sendiri, tetapi
dilakukan dengan kerjasama oleh sejumlah orang. Sehingga dalam proses
produksi dan operasi diperlukan suatu manajemen untuk
Masukan:
- Bahan
- Tenaga kerja
- Mesin
- Energi
- Modal
- Informasi
Transformasi:
Proses Konversi
Keluaran:
13
mengoordinasikan dan mengatur faktor-faktor produksi agar proses
produksi dan operasi dapat berjalan secara efektif dan efisien. Manajemen
produksi dan operasi merupakan proses pencapaian dan pengutilisasian
sumber-seumber daya untuk memproduksi atau menghasilkan
barang-barang atau jasa-jasa yang berguna sebagai usaha untuk mencapai tujuan
dan sasaran organisasi (Sofjan Assauri, 2008: 19). Dalam manajemen
produksi dan operasi terdapat beberapa hal yang dilakukan, seperti: (1)
Penyusunan rencana produksi dan operasi. (2) Perencanaan dan
pengendalian persediaan dan pengadaan bahan baku. (3) Pemeliharaan
atau perawatan (maintenanace) mesin dan peralatan. (4) Pengendalian
mutu. (5) Pengelolaan tenaga kerja dalam proses produksi dan operasi,
desain tugas dan pekerjaan, dan pengukuran kerja.
2.1.2 Mutu atau Kualitas (Quality)
Mutu atau kualitas merupakan hal terpenting dalam membuat sebuah
produk barang atau jasa. Dengan adanya mutu atau kualitas yang baik dapat
menciptakan keinginan pelanggan untuk menggunakan barang atau jasa
yang kita tawarkan. Sejalan dengan perkembangan dalam dunia usaha dan
bidang teknologi, maka para pelaku usaha berusaha untuk menjaga reputasi
dan nama baik dengan mempertahankan bahkan meningkatkan kualitas
produk barang atau jasanya agar mampu menghadapi para pesaing dan
14
Mutu atau kualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menentukan
bahwa suatu barang dapat memenuhi tujuannya (Sofjan Assauri, 293: 2008):
a. Fungsi Suatu Barang
Suatu barang yang dihasilkan hendaknya memerhatika fungsi
untuk apa barang tersebut digunakan atau dimaksudkan, sehingga
barang-barang yang dihasilkan harus dapat benar-benar memenuhi
fungsi tersebut.
b. Wujud Luar
Salah satu faktor yang penting dan sering digunakan oleh
konsumen dalam melihat suatu barang pertama kalinya, untuk
menentukan mutu barang tersebut, adalah wujud luar barang
tersebut.
c. Biaya Barang Tersebut
Umumnya biaya dan harga suatu barang akan dapat menentukan
mutu barang tersebut. Hal ini terlihat dari barang-barang yang
mempunyai biaya atau harga yang mahal, dapat menunjukkan bahwa
mutu barang tersebut relatif lebih baik. Demikian pula sebaliknya,
bahwa barang-barang yang mempunyai biaya atau harga yang murah
dapat menunjukkan bahwa mutu barang tersebut relatif lebih rendah.
Ini terjadi, karena biasanya untuk mendapatkan mutu yang baik
dibutuhkan biaya yang lebih mahal.
Para pelaku bisnis cenderung mempertahankan dan meningkatkan
15
menghasilkan kualitas atau mutu tersebut dibutuhkan biaya yang disebut
dengan biaya mutu (Quality Cost). Biaya mutu dikelompokkan menjadi
(Sofjan Assauri, 295: 2008):
a. Biaya Pencegahan (Prevention), biaya-biaya yang diperlukan dalam
melakukan usaha-usaha untuk mencapai suatu mutu tertentu, agar
jangan sampai terjadi barang-barang produk yang cacat.
b. Biaya Penaksiran (Appraisal), biaya-biaya yang dibutuhkan dalam
melakukan pengecekan dan usaha-usaha lainnya yang diperlukan
untuk menjaga mutu. Dengan kata lain, biaya penaksiran merupakan
biaya yang diperlukan untuk melakukan penilaian atas mutu dari
barang-barang yang dihasilkan.
c. Biaya Kegagalan (Failure), biaya-biaya yang disebabkan oleh
faktor-faktor internal yang di dalam hal ini disebut dengan kegagalan
internal, seperti biaya-biaya yang dikeluarkan pada saat pengolahan
(processing). Biaya-biaya yang berhubungan dengan kegagalan
eksternal (external failure) meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk perbaikan atau penggantian dari produk yang gagal atau rusak
sesudah sampai ditangan pembeli, maupun untuk usaha-usaha
penyelidikan dan perubahan desain sebagai akibat gagalnya suatu
produk dalam pasaran.
2.1.3 Pengendalian Mutu atau Kualitas (Quality Control)
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaan)
16
dipertahankan sebagaimana yang direncanakan (Agus Ahyari, 2002:
239).Dimana pengertian kualitas menurut lima pakar Manajemen Mutu
Terpadu yaitu (M.N. Nasution, 2005: 15):
(1) Menurut Juran, kualitas produk adalah kecocokan penggunaan
produk (find for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pelanggan. Kecocokan penggunaan itu didasarkan pada teknologi,
psikologi, waktu, kontraktual, dan etika. Kecocokan penggunaan
suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya tahan
penggunaan yang lama, meningkatkan citra atau status konsumen
yang memakainya, tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas
(quality assurance) dan sesuai etika bila digunakan.
(2) Menurut Crosby, kualitas adalah conformance to requirement, yaitu
sesuai yang diisyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki
kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.
Standar kualitas meliputi bahan baku, proses produksi dan produk
jadi.
(3) Menurut Deming, kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan
pasar.
(4) Menurut Feigenbaum, kualitas adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk dikatakan
berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas
17
(5) Menurut Garvin, kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, manusia atau tenaga kerja, proses dan
tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
pelanggan atau konsumen.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesiapengertian
pengendalian adalah proses, cara, perbuatan mengendalikan; pengekangan;
pengawasan atas kemajuan (tugas) dengan membandingkan hasil dan
sasaran secara teratur serta menyesuaikan usaha (kegiatan) dengan hasil
pengawasan.
Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa pengendalian kualitas
adalahaktivitas pengawasan atau pemeriksaan suatu proses produksi agar
berjalan sesuai dengan standar yang ditetapkan yang melibatkan sumber
daya bahan baku dan manusia, teknologi serta lingkungan yang hasilnya
dapat sesuai bahkan melebihi ekspektasi atau kebutuhan konsumen,
sehingga dapat tercipta suatu loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa
yang dihasilkan.
Ilmu pendidikan selalu berkembang, begitupula dengan konsep
pengendalian mutu yang mengalami lima tahap perkembangan yaitu:
(1) Tahap pertama dikenal sebagai era tanpa mutu. Masa ini dimulai
sebelum abad ke-18 dimana produk yang dibuat tidak diperhatikan
18
ada persaingan (Monopoli) dalam era modern saat ini, praktik seperti
ini masih bisa dijumpai.
(2) Era inspeksi. Era ini mulai berlangsung sekitar tahun 1800-an,
dimana pemilihan produk akhir dilakukan dengan cara melakukan
inspeksi seblum dilepas ke konsumen. Tanggung jawab mutu produk
diserahkan sepenuhnya ke dapertemen inspeksi (quality control).
(3) Statistical Quality Control Era (Pengendalian Mutu Secara Statistik).
Era ini dimulai tahun 1930 oleh Walter Shewart dari Bell Telephone
Laboratories. Departemen inspeksi dilengkapi denngan alat dan
metode statistik untuk mendeteksi penyimpangan yang terjadi pada
produk yang dihasilkan departemen produksi. Departemen produksi
menggunakan data tersebut untuk melakukan perbaikan terhadap
sistem dan proses.
(4) Quality Assurance Era. Era ini mulai berkembang tahun 1950-an.
Konsep mutu meluas dari sebatas tahap produksi ke tahap desain dan
berkoordinasi dengan departemen jasa (Mainenance, Gudang, dan
lain-lain). Manajemen mulai terlibat dalam penentuan supplier.
Konsep biaya mutu mulai dikenal, bahwa aktivitas pencegahan
akang mengurangi pengeluaran daripada upaya perbaikan cacat yang
sudah terjadi. Desain yang salah misalnya akan mengakibatkan
kesalahan produksi atau instalasi, oleh sebab itu sangat dibutuhkan
ketelitian desain untuk mengurangi biaya. Contoh dari era ini adalah
19
(5) Strategic Quality Management / Total Quality Management. Dalam
era ini keterlibatan manajemen puncak sangat besar dalam
menjadikan kualitas sebagai modal untuk menepatkan perusahaan
siap bersaing dengan kompetitor. Sistem ini didefinisikan sebagai
sitem manajemen strategis dan integratif yang melibatkann semua
manajer dan karyawan serta menggunakan metode-metode kualitatif
dan kuantitatif untuk memperbaiki proses-prose organisasi secara
berkesinambungan agar dapat memenuhi dan melampaui harapan
pelanggan. Contoh era ini adalah penggunaan sistem manajemen
mutu ISO 9000 versi 2000 dan 2008.
Untuk dapat memenuhi kepuasan konsumen, maka dibuat
karakteristik-karakteristik mutu produk yang kemudian dirumuskan dalam standar mutu.
Standar mutu berfungsi sebagai batasan mutu yang harus dipenuhi agar
produk yang dihasilkan sesuai dengan apayang diharapkan pelanggan. Oleh
karena itu pengendalian mutu tidak lepas dari penetapan standar mutu yang
diuraikan sebagai berikut (Agus Ahyari, 2002: 246):
a. Standar bahan baku, meliputi :
(1) Standar mutu bahan baku
Mutu bahan baku ini sangat besar pengaruhnya terhadap
terciptanya mutu produk yang baik. Bahan baku yang mempunyai
mutu yang stabil, setidaknya akan menunjang stabilitas dari mutu
20
(2) Standar penggunaan bahan baku
Merupakan alat untuk mengadakan pengendalian penggunaan
bahan baku,sehingga penggunaan bahan baku akan terencana dan
tidak terjadi penyimpangan.
(3) Standar harga bahan baku
Dalam hal ini perusahaan akan dapat memperkirakan kebutuhan
dana untuk bahan baku yang dibutuhkan.
b. Standar tenaga kerja, meliputi :
(1) Standar upah
Pemberian upah atau gaji dengan dasar perhitungan yang mudah
dimengerti oleh para karyawan akan membuat para karyawan puas.
(2) Standar jam kerja
Merupakan suatu standar dari jumlah waktu yang menyelesaikan
suatu unit pekerjaan.
c. Standar peralatan produksi, meliputi :
Standar kapasitas, bentuk dan ukuran. Hal ini sangat erat
hubungannya dalam penentuan tingkat operasi yang optimal.
Mesin-mesin yang tidak mempunyai ukuran standar akan mengalami kesulitan
dalam mencari suku cadang serta akan mengakibatkan sulitnya
perbaikan-perbaikan yang harus dilaksanakan apabila terjadi kerusakan.
d. Standar mutu produk, meliputi :
Daya tahan produk dan daya guna produk, dimaksudkan sebagai
21
adalah kegunaan produk tersebut. Semakin tinggi tingkat kegunaannya
akan semakin besar pula manfaat yang dapat diperoleh oleh
pembeliannya.
Standar mutu diterapkan mulai dari pemilihan bahan baku, proses
produksi dan peralatan yang digunakan, hasil akhir produk, dan distribusi
produk sampai ke tangan konsumen, hingga faktor lain seperti kesejahteraan
karyawan. Semakin kecil tingkat kesalahannya, maka produk yang
dihasilkan akan memiliki kualitas yang baik pula.
Terlepas dari komponen yang dapat dijadikan obyek pengukuran
kualitas, secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas dapat
diklasifikasikan sebagai berikut (Zulian Yamit, 2005: 349)
a. Fasilitas operasi seperti kondisi fisik bangunan
b. Peralatan dan perlengkapan
c. Bahan baku atau material
d. Pekerjaan ataupun staf organisasi
Secara khusus faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas diuraikan
sebagai berikut (Zulian Yamit, 2005: 350):
a. Pasar atau tingkat persaingan
Persaingan sering merupakan penentu dalam menetapkan tingkat
kualitas output suatu perusahaan, makin tinggi tingkat persaingan akan
memberikan pengaruh pada perusahaan untuk menghasilkan produk
22
berharap untuk mendapatkan produk yang berkualitas dengan harga
yang lebih murah.
b. Tujuan Organisasi (Organization obyectives)
Apakah perubahaan bertujuan untuk menghasilkan output tinggi,
barang yang berharga rendah (low price product) atau menghasilkan
barang yang berharga mahal, exklusif (exclusive expensive product).
c. Testing Produk (product testing)
Testing yang kurang memadai terhadap produk yang dihasilkan
dapat berakibat kegagalan dalam mengungkapkan kekurangan yang
terdapat pada produk.
d. Desain Produk (product design)
Cara mendesain produk pada awalnya dapat menentukan kualitas
produk itu sendiri.
e. Proses Produksi (production process)
Prosedur untuk memproduksi produk dapat juga menentukan
kualitas produk yang dihasilkan.
f. Kualitas Input (quality of inputs)
Jika bahan yang digunakan tidak memenuhi standar, tenaga kerja
tidak terlatih, atau perlengkapan yang digunakan tidak tepat, akan
berakibat pada produk yang dihasilkan.
g. Perawatan perlengkapan (equipment maintenance)
Apabila perlengkapan tidak dirawat secara tepat atau suku cadang
23
h. Standar Kualitas (quality standart)
Jika perhatian terhadap kualitas dalam organisasi tidak nampak,
tidak ada testing maupun inspeksi, maka output yang berkualitas tinggi
sulit dicapai.
i. Umpan balik konsumen (customer feedback)
Jika perusahaan kurang sensitif terhadap keluhan-keluhan
konsumen, kualitas tidak akan meningkat.
Produk, bukan hanya ditentukan dari output produk yang
dihasilkan.Faktor-faktor pada lingkungan sekitar seperti kondisi
peralatan-peralatan kerja dan konsistensi perusahaan untuk selalu berinovasi sesuai
dengan selera pasar juga memiliki peranan penting dalam menentukan
berkualitasnya suatu produk.
2.1.4 Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management)
Manajemen Mutu Terpadu adalah sebuah metode dengan budaya, sikap
dan struktur organisasi dari sebuah perusahaan yang berusaha untuk
menyediakan pelanggan dengan produk dan jasa yang memenuhi atau
melebihi kebutuhan mereka dengan melibatkan manajemen dan seluruh
karyawan dalam perbaikan terus-menerus terhadap produk dan jasa yang
diproduksi dengan mengurangi kerugian akibat praktik-praktik pemborosan,
pembuangan dan cacat (Thomas Sumarsan, 2010: 185).Dengan
menggunakan metode Manajemen Mutu Terpadu ini biasanya UKM mampu
24
menjalankan proses produksinya dengan benar sesuai dengan standar yang
berlaku.
Bagi UKM yang menggunakan metode Manajemen Mutu Terpadu
biasanya mengutamakan kepuasan pelanggan, karena pada metode ini mutu
ditentukan oleh pelanggan. Para pelaku UKM beranggapan bahwa
pelanggan merupakan faktor penyebab keberlangsungan hidup, karena
pelanggan yang akan menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan.
Di kutip dari buku Sistem Pengendalian Manajemen karya Thomas
Sumarsan, terdapat beberapa pendapat tentang manajemen mutu terpadu
diantaranya:
a. William Edward Deming mengungkapkan empat belas pokok butiran
yang merupakan ikhtisar dari pandangan beliau mengenai apa yang
harus dilakukan oleh sebuah organisasi untuk sebuah perbaikan secara
berkesinambungan (Continous Improvement):
(1) Menciptakan keinginan yang teguh untuk mencapai
peningkatan mutu produk dan jasa sehingga dapat menjadi
kompetitif, tetap bertahan di dalam dunia usaha dan penyediaan
lapangan kerja.
(2) Menganut filsafat yang baru. Manajem harus belajar bahwa
sekarang berada dalam era perekonomian baru dan bersiaplah
menghadapi tantangan, pahami tanggung jawabnya, dan
25
(3) Berhentilah menggantungkan diri pada inspeksi untuk
mencapai mutu. Bangun mutu sejak dari awal.
(4) Berhentilah memberikan kontrak berdasarkan basis penawaran
palng murah. Tetapi meminimisasikan biaya total dengan
bermitra dengan pemasok dengan membina hubungan jangka
panjang.
(5) Meningkatkan sistem produksi dan pelayanan secara
terus-menerus dan selamanya, untuk meningkatkan mutu dan
produktivitas, dan karenanya secara terus-menerus akan
menurunkan biaya.
(6) Melaksanakan latihan kerja.
(7) Melaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan. Tujuan
kepemimpinan hendaklah untuk menolong orang dan teknologi
bekerja dengan lebih baik.
(8) Membuang jauh-jauh rasa ketakutan pada pekerja sehingga
semua orang dapat bekerja secara efektif.
(9) Membuang jauh-jauh semua hambatan antar departemen
sehingga orang-orang dapat bekerja sebagai sebuah tim.
(10) Membuang semua slogan-slogan, peringatan-peringatan, dan
target-terget bagi tenaga kerja. Semua itu akan menciptakan
hubungan yang bermusuhan.
26
(12) Menyingkirkan hambatan yang dapat mmerampok kebanggan
akan keterampilan para pekerja.
(13) Melaksanakan program pendidikan dan peningkatan pribadi
secara giat.
(14) Mengusahakan agar transformasi menjadi pekerjaan semua
orang dan melibatkan semua orang untuk melakukannya.
Di Indonesia, penerapan prinsip Deming membutuhkan pendidikan
dan pelatihan kepada pekerja untuk menghilangkan pengawasan yang
ketat ataupun menghilangkan seluruh pengawasan.
b. Joseph M. Juran berkontribusi dalam langkah dasar untuk maju, langkah
peningkatan mutu dan trilogi Juran.
Juran – Langkah Dasar untuk Maju
(1) Capailah peningkatan terstruktur dengan basis yang
terus-menerus disertai dengan dedikasi dan keyakinan bahwa hal
itu sangat penting.
(2) Laksanakan program pelatihan yang ekstensif.
(3) Tegakkan komitemen dan kepemimpinan pada manejemen
yang lebih tinggi.
Juran – Kagiatan untuk Perbaikan Mutu
(1) Bangun kesadaran tentang kebutuhan akan peningkatan mutu
dan pelang bagi peningkatan mutu.
27
(3) Pengorganisasian untuk mencapai sasaran yang telah
ditetapkan itu.
(4) Laksanakan pelatihan.
(5) Implementasikan proyek-proyek yang bertujuan untuk
memecahkan masalah.
(6) Buat laporan perkembangan/kemajuan.
(7) Beri penghargaan.
(8) Komunikasikan hasil-hasil yang dicapai.
(9) Pertahankan tingkat keberhasilan.
(10) Jaga momentum dengan cara membuat peningkatan pada
sistem regular perusahaan.
Trilogi Juran
Perencanaan Mutu
(1) Kenali siapa sebenarnya pelanggan.
(2) Pelajari kebutuhan pelanggan.
(3) Buatlah produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
pelanggan itu.
(4) Ciptakan sistem dan proses yang dapat memberi kemampuan
kepada organisasi untuk memproduksi produk.
(5) Sebar luaskan perencanaan tersebut hingga k tingkat
operasional.
Pengendalian Mutu
28
(2) Bandingkan kinerja dengan sasaran.
(3) Lakukan tindakan atas terjadinya perbedaan antara kinerja
dengan sasaran.
(4) Peningkatan mutu.
(5) Peningkatan mutu harus dilaksanakan dan
berkesinambungan.
(6) Ciptakan infrastruktur yang diperlukan untuk melaksanakan
peningkatan mutu secara tahunan.
(7) Identifikasi bidang/daerah yang memerlukan peningkatan dan
laksanakan proyek-proyek peningkatan.
(8) Bentuk tim proyek dengan tanggung jawab untuk
meyelesaikan masing-masing proyek peningkatan.
(9) Lengkapi tim-tim tersebutdengan apa yang dibutuhkan
mereka agar mampu mendiagnosis masalah untuk mencari
akar penyebab masalah, cari solusi, dan ciptakan kendali
yang akan dapat mepertahankan hasil yang diperoleh.
c. Philip B. Crosby mengungkapkan konsep manajemen “zero defects” dan pencegahan (prevention) yang dituangkannya dalam Quality
Vaccine dan kegiatan untuk peningkatan mutu.
Vaksin Mutu (Quality Vaccine)
(1) Kebulatan tekad
(2) Pendidikan
29
Crosby – Kegiatan untuk Peningkatan Mutu
(1) Menunjukan secara jelas bahwa manajemen benar-benar
serius dengan masalah mutu dan akan menjalankannya
untuk jangka yang panjang.
(2) Membentuk tim-tim mutu yang bersifat antar departemen.
(3) Mengidentifikasi dimana masalah yang sekarang ataupun
yang potensial akan timbul.
(4) Meninjau biaya yang diperlukan untuk mutu dan jelaskan
bagaimana hal itu digunakan sebagai alat manajemen.
(5) Meningkatkan kesadaran dan komitmen pribadi semua
pekerja tentang mutu.
(6) Mengambil tindakan secara cepat untuk memperbaiki
masalah yang telah teridentifikasi.
(7) Melaksanakan program tanpa cacat.
(8) Melatih pengawas untuk melaksanakan tanggung jawabnya
dalam program mutu.
(9) Melangsungkan sebuah Hari Tanpa Cacat untuk menjamin
semua pekerja sadar bahwa ada arah baru di perusahaan.
(10) Mendorong semua pribadi dan tim untuk meneteapkan
tujuan peningkatan mutu.
(11) Mendorong semua pekerja agar mau menyampaikan pada
manajemen hambatan yang dihadapi mereka dalam rangka
30
(12) Menghargai pekerja yang mau berpartisipasi.
(13) Membentuk badan mutu untuk mempromosikan
komunikasi yang berkesinambungan.
(14) Mengulangi semua hal untuk menunjukkan bahwa
penigkatan mutu adalah sebuah proses yang tidak pernah
berakhir.
Prinsip Manajemen Mutu sebagaimana yang dikemukakan Masaake
Imae (1971) yang ditulis dalam bukunya berjudul 10 QC Maxims yang
kemudian juga menjadi acuan dalam standar ISO 9001. Instisari dari sepuluh
prinsip itu dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Terapkan PDCA dalam Setiap Tindakan
Pengendalian dan perbaikan mutumerupakan kegiatan yang
berkelanjutan yang harus dijalankan secara sistematis dengan
menerapkan pendekatan manajemen (PDCA) PLAN,DO,CHECK
andACTION(urutan prioritas) dari setiap karakteristik.Setelah
memahami ekspektasi pelanggan terhadapkarakteristik mutu produk, kita
dapatmelanjutkan pertanyaantentang bagaimana kepentingan
relative(urutanprioritas)dari setiap karakteristik itu. Untuk menjawab
pertanyaan ini, kita dapat menggunakan suatu alat yang populer dewasa
ini, yaitu: Penyebaran Fungsi Mutu (Quality Function Deployment =
QFD). Dalam kenyataan, karakteristik mutu yang diinginkan oleh
pelanggan, tingkat ekspektasi pelanggandan kepentinganrelatif dari
31
2. Pengendalian mutu hendaknya dilakukan sejak awal atau sedini mungkin
pada setiap proses, sebab keterlambatan pengendalian akan menjadi
pemborosan yang tidak perlu yang sebenarnya perlu dicegah.
3. Jangan menyalahkan orang lain
Sikap menyalahkan orang lain tidak akan menyelesaikan masalah.
Sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Biladitemukan masalah,
jangan mencari siapa yang bersalah.Tetapi fikirkanlah penyebab
terjadinya masalah dan temukan langkah-langkah perbaikannya.
4. Bertindak berdasarkan prinsip prioritas.
Prinsip prioritas adalah prinsip mengutamakan yang utama, atau
mendahulukan yang penting dalam melakukan suatu tindakan. Sebelum
bertindak, pertimbangkan tingkat kepentingan dari apa yang akan
dilakukan. Bila tindakan itu terkait dengan pemecahan masalah, prioritas
hendaknya diberikan pada masalah yang paling penting atau paling besar
pengaruhnya dalam pencapaian tujuan. Biasanya dalam pemecahan
masalah juga berlaku prinsip pareto atau prinsip 20:80, artinya dalam
pemecahan suatu masalah, hendaknya prioritas diberikan pada 20%
penyebab utamanya yang menimbulakn dampak perbaikan 80%.
5. Proses berikutnya adalah Pelanggan.
Pelanggan adalah proses berikutnya yang menerima atau
menggunakan jasa atau produk dari proses sebelumnya.Konsephubungan
pelanggan-pemasokbiasdiaplikasikan secara internal maupun secara
32
hasil kerja dari unit lain. Secara eksternal semua mata rantai produk,
mulai dari distributor, agen, pengecer sampai pembeli atau pemakai
langsung suatu produk atau jasa adalah termasukdalam pengertian
hubungan pelanggan-pemasok.Setiap proses berikutnya memiliki empat
hal pokok yang sangat penting dan menjadi fokus pemikiran bagi proses
sebelumnya.Empat hal pokok itu adalah kebutuhan, persyaratan,
harapan, dan persepsi.Kedua pihak hendaknya sebelumnya harus
memikirkan apa yang dibutuhkan, diisyaratkan, diharapakan dan
dipersepsikan oleh proses berikutnya. Upaya sistematis untuk
mengidentifikasi dan memenuhi empat hal pokok itu dinamakan fokus
pelanggan.
6. Setiap Tindakan Perbaikan Diikuti Pencegahan.
Tindakan koneksi adalah tindakan awal untuk menghilangkan
fenomena dari suatu kondisi yang tidak diinginkan.Kondisi yang tidak
diinginkan adalah masalah.Misalnya terjadi penyimpangan berat
produk.Setelah penyimpanagan dikoreksi, selanjutnya perlu dianalisa
secara lebih teliti sampai ditemukan akar penyebab yang paling
dalam.Bila akar penyebab telah dapat diidentifikasi, maka selanjutnya
dipikirkan alternatif cara yang paling efektif untuk mencegah
terulangnya masalah yang sama. Tindakan koreksi dan tindakan
pencegahan idealnya dilakukan bersamaan terhadap suatu
maslah.Perusahaan harus mengambil langkah-langkah untuk
33
sama tidak terulang kembali.Tindakan yang diambil haruslah dengan
dampak yang ditimbulkan.Perusahaan harus memastikan
langkah-langkah yang diambil untuk menghilangkan penyebab-penyebab ketidak
sesuaian untuk pencegahan yang diambil haruslah sesuai dengan dampak
potensi yang ditimbulkan. Fokus sistem manajemen mutu pada
hakekatnya adalah mencegah terjadinya kegagalan pada seluruh tahapan
mulai dari input,proses sampai output akhir dengan pendekatan
sistematik holistik, sinergistik dan antisipatif.
7. Berbicara Berdasarkan Data
Data adalah dasar untuk melakukan suatu tinadakan.Dalam
penyelesaian masalah data menjadi landasan bertindak agar keputusan
yang diambil tepat dan benar.Agar pemanfaatan data dapat tepat dan
benar maka pendekatan statistik sangat dianjurkan dalam sistem
manajemen mutu.
8. Perbaikan Diawali dengan Penetapan Sasaran
Tujuan dari suatu tindakan haruslah jelas dan ditentukan sejak awal
agar efektivitas tindakan dapat dinilai secara objektif.Sistem manajemen
mutu ISO 9001 mensyaratkan perusahaan untuk menetapkan
tujuan.Dikatakan sasaran-sasaran mutu, termasuk sasaran lainnya yang
diperlukan untuk mencapai kesesuaian produk ditetapkan pada unit-unit
fungsional pada berbagai tingkatan dalam perusahaan.Sasaran mutu
34
Sasaran perlu ditetapkan agar evaluasi keberhasilan dapat dilakukakn
setelah perbaikan.Dalam penetapan sasaran biasanya digunakan prinsip
“SMART”.
S= Spesific: sasaran harus jelas dan spesifik.
M=Measurable: sasaran harus dapat diukur.
A=Attainable:sasaran harus realistis dan mungkin dicapai.
R=Reasonable: harus ada alasan terhadap pemilihan sasaran.
T=Time: sasaran harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan.
9. Market in Concept
Konsep dasar merupakan suatu pendekatan dalam pengembangan
produk dengan memfokusakan perhatian pada kebutuhan pasar, bukan
pada apa yang mampu diproduksi atau dibuat oleh perusahaan. Hampir
sama dengan konsep fokus pelanggan, konsep pasar lebih menekankan
pada kebutuhan pasar.Sebelum memproduksi secara masal sebaiknya
perusahaan meneliti kebutuhan pasar.Secara lebih fokus kebutuhan pasar
berarti melihat kebutuhan,persyratan, harapan, calon pelanggan pada
segmen yang menjadi target.
10.Biasakan Mencatat, Membuat Prosedur dan Menetapkan Standar.
Menyediakan prosedur tertulis dan penetapan standar mutu/hasil
kerja harus selalu dijadikan kebiasaan dalam setiap kegiatan, sehingga
tindakan pengendalian dan penngkatan mutu dapat lebih konsisten dan
35
2.1.5 Sistem Pengawasan Kualitas Statistikal (Statistical Quality Control)
Statistical Quality Control merupakan metode statistik untuk
mengumpulkan dan menganalisa data hasil pemeriksaan terhadap sampel
dalam kegiatan pengawasan kualitas produksi. Tujuan Statistical Quality
Control adalah untuk menunjukkan tingkat reliabilitas sampel dan
bagaimana cara mengawasi risiko. Statistical Quality Control juga
membantu pengawasan pemrosesan melalui pemberian peringatan kepada
para manejer bila mesin-mesin memerlukan beberapa penyesuaian agar
mereka dapat menghentikannya sebelum banyak produk rusak dibuat (T.
Hani Handoko: 2000:434).
2.1.6 Lean Six Sigma
Lean dapat didefinisikan sebagai suatu pendekatan sitematik dan
unsistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan atau
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (Non-value-adding activities)
melalui peningkatan terus-menerus secara radikal dengan cara mengalirkan
produk (Material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan
sistem tarik (Pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk
mengejar keunggulan dan kesempurnaan (Vincent Gaspersz, 2007:91).
Sigma merupakan simbol standar deviasi pada statistik yang merupakan
suatu ukuran untuk menyatakan variance atau selisih atau ketidaktepatan
sekelompok data, item produksi atau proses produksi. Six Sigma bertujuan
36
dan efisiensi pada proses produksi merupakan hal yang utama. Six Sigma
merupakan suatu pendekatan yang berfokus pada pelanggan (customer focus
oriented) yang memuat asumsi bahwa kesalahan produksi produk atau jasa
perusahaan merupakan biaya yang mahal (Thomas Sumarsan, 2010:243).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa Lean Six
Sigma merupakan gabungan antara Lean dan Six Sigma yang berarti suatu
aktivitas pengendalian proses produksi dengan menghilangkan
aktivitas-aktivitas pemborosan yang tidak bernilai tambah dengan menggunakan suatu
ukuran untuk menyatakan variance atau ketidaktepatan proses
produksiuntuk mencapai tingkat kinerja enam sigma atau hanya
memproduksi sedikit cacat untuk setiap satu juta operasi.
Pendekatan Lean Six Sigma berlandaskan pada prinsip 5P (Profits,
Processes, Project-by-project and People) yang berkaitan satu sama lain
(Vincent Gaspersz, 2007:96).
2.1.7 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
a. Pengertian dan Kriteria UMKM Menurut UU No. 20 Tahun 2008
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
37
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur
dalam Undang-undang.
Kriteria UMKM menurut Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2008 adalah
sebagai berikut:
(1) Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000,00
(lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
300.000.000,0 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima
38
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah adalah sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha; atau
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai
dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh
milyar rupiah).
b. Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Pada tahun 1998, pada saat krisis ekonomi mencapai titik
terburuknya dengan dampak negatif yang sangat besar terhadap hampir
semua sektor ekonomi di Indonesia, banyak perusahaan dari berbagai
skala usaha mengalami kebangkrutan atau mengurangi volume
kegiatan secara drastis. Pada saat itu, Menegkop dan UKM
39
usaha menengah dan usaha besar yang tutup usaha, masing-masing
sekitar 14,2 dan 12,7 persen dari jumlah unit masing-masing
kelompok. Pada tahun 2000, saat ekonomi Indonesia mulai pulih,
tercatat ada sekitar 39,7 juta UMKM, atau 99,85 persen dari jumlah
perusahaan berbagai skala usaha di Indonesia. Pada tahun yang sama,
ada sekitar 78,8 juta usaha menengah, dengan rata-rata nilai penjualan
per tahun berkisar lebih dari Rp 1 juta dan kurang dari Rp 50 miliar,
atau 0,14 persen dari semua usaha yang ada.
Dibalik perkembangan UMKM yang sangat meningkat pasca krisis
ekonomi, perkembangan UMKM dihalangi oleh banyak hambatan.
Hambatan-hambatan tersebut b