• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (Cod) Pada Air Limbah Rumah Sakit Di Kota Medan Di Balai Laboratorium Kesehatan Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kadar Chemical Oxygen Demand (Cod) Pada Air Limbah Rumah Sakit Di Kota Medan Di Balai Laboratorium Kesehatan Medan"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

LAMPIRAN A : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, NOMOR : KEP-51/MENLH/10/1995

TENTANG : Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit TANGGAL : 21 Desember 1995

No Parameter BAKU MUTU

1 Ph 6,9-9,0(mg/l)

2 BOD 30(mg/l)

3 COD 80(mg/l)

4 TSS 30(mg/l)

5 NITROGEN TOTAL (NH3-N) 0,1(mg/l)

(3)

LAMPIRAN B :Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup

NOMOR :KEP-58/MENLH/12/1995

TENTANG :Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit TANGGAL :21 Desember 1995

PARAMETER KADAR MAKSIMUM

FISIKA

Suhu <30oC

KIMIA

pH 6-9

BOD5 30mg/l

COD 80mg/l

TSS 30mg/l

NH3 Bebas 0,1mg/l

PO4 2mg/l

MIKROBIOLOGIK

MPN-Kumna Golongan Kolo/100mL 10.000

RADIOAKTIVITAS 32

7x10

P 2 Bq/L

35

2x10

S 3 Bq/L

45

3x10

Ca 2 Bq/L

51

7x10

Cr 4 Bq/L

67

1x10

Ga 3 Bq/L

85

4x10

Sr 3 Bq/L

99

7x10

Mo 3 Bq/L

113

3x10

Sn 3 Bq/L

125

1x10

I 4 Bq/L

131

7x10

I 4 Bq/L

192

1x10

Ir 4 Bq/L

201

1x10

(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agusnar,H.2008. Analisa Pencemaran dan Pengendalian Lingkungan. Medan: USU Press

Alaerts,G. 1986. Metode Penelitian Air.Surabaya : Usaha Nasional

Chandra,B. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan.Jakarta : Penerbit kedokteran EGC

Effendi,H. 2003. Telaah Kualitas Air.Yogyakarta : kanisius

Greenberg,A.E. 1917. Standar Method For The Examination Of Water and Wastewater.Sixteenth Edition.New York : American Public Health Assciation Press

http : // www.Wikipedia.org. Diakses tanggal 04-03/2012

Khopkar,S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia

Kristanto,P . 2004. Ekologi Industri. Surabaya : Penerbit andi

Linsley,K.R. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Edisi jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga

Mulia,R.M. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu

Situmorang,M. 2007. Kimia Lingkungan. Medan : Unimed University Press

Vogel,1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC

(5)

BAB 3

METODE DAN BAHAN

3.1.Alat dan Bahan

3.1.1. Alat

- Pipet volume pyrex

- Gelas ukur

- Erlemeyer pyrex

- Alat refluks (COD reaktor)

- Botol aquadest

- Buret digital

- Pipet tetes

3.1.2.Bahan

- Aquadest

- Sampel air

- K2Cr2O7

- H

0,25N

(6)

- Indikator feroin

- FAS 0,01N (Fero ammonium sulfat / Fe (NH4)2 (SO4)2

3.1.3 Prosedur Percobaan

)

- Dimasukkan 1ml K2Cr2 O7

- Ditambahkan 3ml H

0,01N ke dalam tabung COD

2SO4 dalam AgSO

- Ditambahkan

4

40mg HgSO

- Ditambahkan 2ml sampel 4

- Direfluks atau dimasukan ke dalam COD reaktor (150o

- Setelah 2 jam didinginkan, pindahkan sampel kedalam erlemeyer dan

ditambahkan aquadest 2x volume awal

C) selama 2 jam

- Ditambahkan indikator feroin 2-3 tetes

- Dititrasi dengan ferro amonium sulfat 0,01N sampai terjadi perubahan dari

warna (larutan kuning-hijau-biru-bening-merah orange)

- Dicatat volume titrannya

(7)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

[image:7.595.95.400.300.453.2]

4.1.Data Hasil Percobaan

Tabel : Data Hasil Penentuan COD (Chemical Oxgen Demand)

Data Analisa COD

Kode Sampel/Minggu Konsentrasi Mg/l

Kode 0209 39,6mg/l

Kode 0415 65,2mg/l

Kode 0398 56mg/l

Kode 0210 67,2mg/l

4.2. Perhitungan

Kadar COD (mg/l) = 8000

)

(sampel xNx

ml b a

Dimana a = ml titrasi blanko

b = ml titrasi sampel

N = Normalitas Fe (NH4)2 (SO4)

Limbah 1 (kode sampel 0209)

(8)

Kadar COD (mg/l) = 0,01 8000 2 93 , 26 92 , 27 Nx x ml

= 0,01 8000 2 99 , 0 Nx x ml ml =39,6mg/l

1.3. Pembahasan

Dari hasil uji yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter COD maka

kadar COD yang diperoleh pada sampel tersebut masih dapat ditoleransi karena

tidak melebihi batas maksimum yang ditentukan sehingga tidak terlalu bahaya

bila di buang kebadan air, di dalam perlakuan dilakukan pemanasan sampai suhu

150oC, apabila di atas 150oC maka akan hilang zat-zat organik dan dapat

merusak pereaksi yang ada di dalamnya sehingga nilai COD nya sulit untuk

ditentukan. Apabila di bawah 150oC belum terbentuk reaksi yang diinginkan.

Penambahan katalisator perak sulfat (AgSO4) untuk mempercepat reaksi.

Apabila dalam bahan buangan organik diperkirakan ada unsur Chlorida yang

dapat menggangu reaksi maka perlu ditambahkan merkuri sulfat untuk

menghilangkan gangguan tersebut. Selain Chlorida, nitrit juga menjadi

gangguan dalam analisa COD nitrit pada analisa COD tidak boleh > 2 mg/l

maka perlu ditambahkan asam sulfamat. Untuk memastikan bahwa hampir

semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih

(9)

tersebut ditentukan melalui titrasi dengan fero amonium sulfat (FAS). Indikator

feroin digunakan untuk menentukkan titik akhir titrasi yaitu disaat warna

hijau-biru larutan berubah menjadi coklat merah. (Alaert, 1987). Bila dibandingkan

dengan reaksi COD yang hanya memakan waktu sekitar 2 jam sedangkan uji

BOD relatif sangat lambat karena tergantung cara kerja bakteri. Reaksi uji COD

relatif lebih cepat karena tidak tergantung pada cara kerja bakteri.

Masing-masing cara pengujian, baik reaksi uji COD maupun reaksi uji BOD mempunyai

keterbatasan yang tidak dapat mengoksidasi segala macam buangan. Dalam uji

BOD apabila kandungan oksigen dalam air lingkungan menurun maka

kemampuan bakteri aerobik untuk memecahkan bahan buangan organik akan

menurun pula. Bahkan mungkin pula apabila oksigen terlarut sudah habis maka

bakteri aerobik akan mati semua. Dalam keadaan seperti ini bakteri anaerobik

akan memecahkan bahan buangan yang ada di dalam air lingkungan. Pada uji

COD jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadap bahan

buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai. Makin

banyak kalium dikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin

banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak

yang tercemar oleh bahan buangan organik. Dengan demikian maka seberapa

jauh tingkat pencemaran air lingkungan dapat ditentukan. (Wardhana, 1995).

(10)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari analisis yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter COD pada sampel

1 diperoleh kadar COD sebesar 39,6 mg/l, pada sampel 2 diperoleh kadar COD sebesar

65,2mg/l, pada sampel 3 kadar COD sebesar 56 mg/l, pada sampel 4 diperoleh kadar

COD sebesar 67,2 mg/l sampel 5 diperoleh kadar COD sebesar 48,8 mg/l. Menurut

Kementrian Lingkungan Hidup No.Kep 58/MENKLH/12/1995 kadar maksimum COD

80-100 mg/l. Kadar maksimum baku mutu air limbah cair rumah sakit yang telah

ditetapkan maka kandungan COD pada air limbah tersebut telah layak untuk dibuang

ke badan air.

5.2. Saran

Untuk sampel yang terlalu pekat sebaliknya dilakukan pengenceran terlebih dahulu agar

tidak mengganggu proses analisa.

Untuk sampel yang tidak melewati batas maksimum selain parameter COD yang

dilakukan perlu dianalisa parameter yang lain untuk mendapatkan kualitas air limbah

tersebut

Untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan terutama perairan maka sebaliknya

(11)

dibuang langsung ke badan air serta dapat mengolah limbahnya sehingga sesuai standart

baku mutu yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan hidup

(12)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah

2.1.1 Pengertian limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari

rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung

bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu

kelestarian lingkungan (Chandra, 2006).

2.1.2 Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber antara lain

a) Rumah tangga

Contoh : air bekas cucian, air memasak, air bekas mandi, dan sebagainya

b) Perkotaan

Contoh : air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan dan dari

tempat-tempat ibadah

c) Industri

(13)

2.2 Ciri-Ciri Air Limbah

2.2.1 Ciri-ciri fisik limbah

a. Bahan Padat Total

Bahan buangan industri yang berbentuk padat kalau tidak dapat larut sempurna

akan mengendap di dasar sungai dan yang dapat larut sebagian akan menjadi koloidal.

Bahan padat total terdiri dari bahan padat tak telarut atau bahan padat terapung serta

senyawa-senyawa yang terlarut dalam air (zat padat yang lolos filter kertas) dan bahan

tersuspensi (zat yang tidak lolos saringan filter)

b. Warna

Bahan buangan industri dan air limbah dari kegiatan industri yang berupa bahan

anorganik dan bahan organik seringkali dapat larut didalam air. Apabila bahan buangan

dan air limbah industri dapat larut dalam air maka akan terjadi perubahan warna air. Air

dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna sehingga tampak bening dan

jernih. Selain itu degradasi bahan buangan industri dapat pula menyebabkan terjadinya

perubahan warna air. Tingkat pencermaran tidak mutlak tergantung pada warna air,

karena bahan buangan industri yang memberikan warna belum tentu lebih berbahaya

dari bahan buangan yang tidak memberikan warna. Seringkali zat-zat yang beracun

justru terdapat didalam bahan buangan industri yang tidak mengakibatkan perubahan

(14)

c. Bau

Bau yang keluar dari dalam air dapat berlangsung berasal dari bahan buangan

atau limbah dari kegiatan industri atau dapat pula berasal dari hasil degradasi bahan

buangan oleh mikroba yang hidup di dalam air. Bahan buangan industri yang bersifat

organik atau bahan buangan dan air limbah dari kegiatan industri pengolahan bahan

makanan seringkali menimbulkan bau yang sangat menyengat hidung. Mikroba didalam

air akan mengubah bahan buangan organik, terutama gugus protein secara degradasi

menjadi bahan yang mudah menguap dan berbau. Timbulnya bau pada air lingkungan

secara mutlak dapat dipakai sebagai salah satu tanda terjadinya tingkat pencemaran air

yang cukup tinggi.

d. Suhu

Dalam kegiatan industri seringkali suatu proses disertai dengan timbulnya panas

reaksi atau panas dari gerakan mesin. Penghilang panas dapat dilakukan dengan proses

pendinginan air. Air pendingin akan mengambil panas yang terjadi. air yang menjadi

panas tersebut kemudian dibuang kelingkungan. Apabila air yang panas tersebut

dibuang ke sungai maka air tersebut akan panas. Air sungai yang suhunya naik akan

menggangu kehidupan hewan air lainnya karena kadar oksigen yang terlarut dalam air

akan turun bersamaan dengan kenaikkan suhu. Makin tinggi kenaikan suhu air makin

sedikit oksigen yang lar

(15)

Karakteristik kimia air limbah ditentukan oleh Biological Oxygen Demand (BOD),

Chemical Oxygen Demand (COD) dan logam-logam berat yang terkandung dalam air

limbah. Tes BOD dalam air limbah merupakan salah satu metode yang paling banyak

digunakan sampai saat ini. Metode pengukuran limbah dengan cara ini sebenarnya

merupakan pengukuran tidak langsung dari bahan organik. Pengujian dilakukan pada

temperatur 200o C selama 5 hari. Kalau disesuaikan dengan temperatur alami Indonesia

maka seharusnya pengukuran dapat dilakukan pada lebih kurang 300o C. Pengukuran

dengan COD lebih singkat tetapi tidak mampu mengukur limbah yang dioksidasi secara

biologis. Nilai-nilai COD selalu lebih tinggi dari nilai BOD (Situmorang, 2007)

2.2.3. Ciri-ciri biologis

Ciri-ciri biologis limbah kadang-kadang merupakan hal yang penting. Karena ada

beribu-ribu bakteri per milimeter dalam air limbah yang belum diolah, maka

perhitungan keseluruhan jarang dilakukan. Walaupun demikian pengujian untuk

coliform pada buangan instalasi kadang-kadang dilakukan untuk mengkaji dapat

tidaknya di buang ke perairan yang dipakai untuk rekreasi. Tergantung pada persyaratan

pembuanganya mungkin diperlukan klorinasi air buangan untuk mengurangi jumlah

bakteri-bakteri tersebut

Berbagai jenis bakteri yang terdapat didalam air limbah sangat berbahaya karena

menyebabkan penyakit. Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah merupakan

bantuan yang sangat penting bagi proses pembusukkan bahan organik. Proses

pengolahan biologis bertumpu pada percepatan siklus perusakan alamiah, sehingga

(16)

mempersiapkan suatu lingkungan yang baik untuk kegiatan bakteri yang menstabilkan

bahan organik dalam air limbah (Linsley, 1996)

2.3. Limbah Rumah Sakit

Limbah rumah sakit adalah semua limbah baik yang berbentuk padat maupun cair yang

berasal dari kegiatan rumah sakit baik kegiatan medis maupun nonmedis yang

kemungkinan besar mengandung mikroorganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif.

Apabila tidak ditangani dengan baik, limbah rumah sakit dapat bermasalah baik dari

aspek pelayanan maupun estetika selain dapat menyebabkan pencemaran lingkungan

dan menjadi sumber penularan penyakit (infeksi nosokomial). Oleh karena itu

pengolahan limbah rumah sakit perlu mendapatkan perhatian yang serius dan memadai

agar dampak negatif yang terjadi dapat dihindari atau dikurangi.

2.4. Jenis limbah rumah sakit

Limbah yang dihasilkan dari rumah sakit dapat dibagi menjadi dua seperti berikut:

1. Limbah medis

a. Padat

b. Cair

c. Radioaktif

2. Limbah nonmedis

a. Padat

(17)

Adapun yang meliputi limbah medis antara lain :

a. Limbah padat medis

Limbah padat medis adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan

diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Termasuk dalam kegiatan tersebut juga

kegiatan medis di ruang poliklinik, perawatan, bedah dan ruangan laboratorium.

b. Limbah cair medis.

Limbah cair medis adalah limbah cair yang mengandung zat beracun seperti

bahan-bahan kimia anorganik. Zat-zat organik yang berasal dari air bilasan ruang bedah

dan otopsi apabila tidak dikelola dengan baik atau langsung dibuang ke saluran

pembuangan umum akan sangat berbahaya dan dapat menimbulkan bau yang tidak

sedap serta mencemari lingkungan

Adapun yang meliputi limbah nonmedis antara lain :

a. Limbah padat nonmedis

Limbah padat nonmedis adalah semua sampah padat diluar sampah padat medis

yang dihasilkan dari berbagai kegiatan seperti ruang tunggu, ruang inap, unit gizi dan

dapur

b. Limbah cair nonmedis

Limbah cair nonmedis merupakan limbah rumah sakit yang berupa :

1. Kotoran manusia seperti tinja, dan air kemih yang berasal dari kloset dan

peturasan di dalam toilet atau kamar mandi

2. Air bekas cucian yang berasal dari lavatory, kitchen sink, atau floor drain dari

(18)

Pengolahan limbah rumah sakit harus dilakukan dengan benar dan efektif dan

memenuhi persyaratan sanitasi. Adapun persyaratan sanitasi yang harus dipenuhi antara

lain :

1. Limbah tidak boleh mencemari tanah, air permukaan atau air tanah dan juga

udara

2. Limbah tidak boleh dihinggapi lalat, tikus dan binatang lainnya

3. Limbah tidak menimbulkan bau busuk dan pemandangan yang tidak baik.

4. Limbah cair yang beracun harus dipisahkan dari limbah cair lain dan harus

memiliki tempat penampungan sendiri (Chandra, 2006).

2.5 Metode Menangani Limbah

Penanganan limbah yang terlarut dapat menggunakan metode biologik dan dengan

menggunakan metode fisikokimia. Dengan berbagai kombinasi perlakuan penanganan

limbah maka BOD, partikel-pertikel dan juga mikroba patogen dapat dikurangi. Untuk

menghilangkan zat-zat padat yang terdapat pada limbah dapat dilakukan dengan

penyaringan ataupun pengendapan (sedimentasi). Sedangkan untuk menentralkan asam

atau basa dan menghilangkan bahan-bahan organik tertentu dapat digunakan metode

kimia. Sedangkan metode fisikokimia seperti adsorbsi, pertukaran ion, osmosis,

oksidasi kimia, dan pengendapan biasanya dilakukan untuk menghilangkan

komponen-komponen kimia tertentu yang bersifat mencemari. Pada prinsipnya penanganan limbah

dikelompokkan menjadi empat tahapan tergantung dari jenis limbah dan tujuan

penanganan. Keempat tahapan tersebut adalah sebagi berikut :

(19)

Proses penanganan primer air buangan pada prinsipnya terdiri dari

tahap-tahapan untuk memisahkan air dari limbah padat yaitu dengan membiarkan padatan

tersebut mengandap atau dengan memisahkan bagian-bagian padatan yang mengapung

seperti daun, plastik, kertas dan sebagainya. Pada dasarnya primary treatment

dilakukan dengan dua metode yaitu pengolahan secara fisik dan pengolahan secara

kimia. Pengolahan secara kimia yaitu mengendapkan bahan padatan dengan

penambahan zat kimia. Reaksi antara zat kimia dengan bahan yang akan diendapkan

akan mengakibatkan butiran bahan bertambah besar, sehingga berat jenisnya lebih besar

daripada air. Namun tidak semua reaksi dapat berjalan secara sempurna sebab untuk

senyawa kimia organik tidak dapat mengendap. Pengendapan terjadi bila senyawa

limbah pencemar terdiri dari senyawa anorganik seperti aluminium, besi, nikel dll.

Pengolahan secara fisik dimungkinkan bagi bahan kasar yang telah diolah dengan

pengendapan atau pengapungan. Tujuan penanganan ini adalah untuk menghilangkan

partikel-partikel padat anorganik dan organik melalui proses fisika yaitu sedimentasi

dan flotasi.

2.5.2. Penanganan sekunder (Secondary Treatment )

Perlakuan (treatment) kedua pada umumnya melibatkan proses biologis dengan

tujuan untuk menghilangkan bahan organik melalui oksidasi biokimia. Pilihan proses

biologis tergantung pada banyak faktor misalnya kuantitas air buangan dan luas areal.

Pada proses biologis ini banyak digunakan reaktor lumpur aktif .

(20)

Dalam prakteknya pengolahan air limbah pada tingkat primary, dan secondary

treatment sering kali tidak memuaskan bahkan tidak berhasil sehingga dibutuhkan

pengolahan tingkat lanjut. Proses primer dan sekunder dapat menurunkan nilai BOD air

dan menghilangkan bakteri yang berbahaya tetapi tidak dapat menghilangkan

komponen-komponen organik dan anorganik yang terlarut. Jika air buangan tersebut

harus memenuhi standar mutu air yang ada maka bahan-bahan terlarut tersebut harus

dihilangkan terlebih dahulu yaitu dengan proses perlakuan tersier (tertiary treatment)

atau penanganan lanjut. Tujuannya untuk menghilangkan bahan-bahan terlarut yang

telah dikembangkan, dimulai dari proses biologis untuk menghilangkan

senyawa-senyawa nitrogen dan fosfor sampai pada proses pemisahan fisika-kimia seperti

adsorbsi, destilasi dan osmosis.

2.5.4. Penanganan lanjutan (advanced treatment)

Pada tahap ini pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air

limbah sesuai dengan yang dikehendaki seperti menghilangkan kandungan fosfor

ataupun senyawa-senyawa lainnya dari air limbah (Kristanto, 2004)

Pengelolaan atau penanganan air limbah sebagi suatu usaha untuk mengurangi

pencemaran lingkungan. Oleh karena itu peraturan perundangan yang mengatur

masalah pengelolaan lingkungan hidup perlu diketahui oleh setiap petugas yang

bergerak dalam bidang industri dan teknologi (Wardhana, 1995)

Air limbah sebelum dilepaskan ke pembuangan akhir harus menjalani

(21)

efektif diperlukan rencana pengelolaan yang baik. adapun tujuan dari pengelolaan air

limbah itu sendiri antara lain :

1) Mencegah pencemaran pada sumber air rumah tangga

2) Melindungi hewan dan tanaman yang hidup didalam air

3) Menghindari pencemaran tanah permukaan

4) Menghilangkan tempat berkembang biaknya bibit dan vektor penyakit

Sementara itu sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi

persyaratan berikut :

1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum

2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan

3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air didalam

penggunaanya sehari-hari

4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang menyebabkan penyakit

5) Tidak terbuka dan harus tertutup

6) Tidak menimbulkan bau, atau aroma yang tidak sedap (Chandra, 2006).

2.6. Dampak Buruk Air Limbah

Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak buruk bagi

makluk hidup dan lingkungannya. Beberapa dampak buruk tersebut adalah sebagai

berikut :

(22)

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan penyakit

bawaan air (waterborne disease). Selain itu didalam air limbah mungkin juga terdapat

zat-zat berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi

makluk hidup yang mengkonsumsinya

2. Penurunan kualitas lingkungan

Air limbah yang dibuang langsung ke air permukaan (misalnya : sungai dan

danau) dapat mengakibatkan pencemaran air permukaan tersebut. Air limbah juga dapt

merembes ke dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah

3.Gangguan terhadap keindahan

Air limbah mengandung polutan yang tidak menggangu kesehatan dan

ekosistem, tetapi menggangu keindahan. Contohnya yang sederhana adalah air limbah

yang mengandung pigmen warna yang dapt menimbulkan perubahan warna pada badan

air penerima. Walaupun pigmen tersebut tidak menimbulkan gangguan terhadap

kesehatan, tetapi terjadi gangguan keindahan terhadap badan air penerima tersebut.

4.Gangguan terhadap kerusakan benda

Adakalanya air limbah mengandung zat-zat yang dapat dikonversi oleh bakteri

anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H2S. Gas ini dapat mempercepat proses

perkaratan pada benda yang terbuat dari besi (misalnya pipa saluran air limbah ) dan

(23)

Perkembangan bakteri anaerob ini terjadi pada tempat-tempat yang sedikit atau

sama sekali tidak mengandung oksigen. Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di

mulut, saluran pencernaan dan vagina serta pada kulit. Umumnya penyakit-penyakit

yang disebabkan oleh bakteri anaerob adalah gas gangren, tetanus dan botulisme.

Bakteri anaerob dapat menyebabkan infeksi jika barier (sawar) normal (seperti kulit,

gusi dan dinding usus) mengalami kerusakkan akibat pembedahan, jejas atau penyakit.

Biasanya sistem kekebalan tubuh akan membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh,

tetapi kadang-kadang bakteri tersebut mampu berkembang dan menyebabkan infeksi.

Bagian tubuh yang mengalami kerusakkan jaringan (nekrosis) atau suplai aliran

darahnya sedikit merupakan tempat-tempat yang disenangi oleh bakteri anaerob untuk

tumbuh dan berkembang karena miskin akan oksigen. Bakteri anaerob menyebabkan

pneumonia, abses paru, infeksi pada salaput pembungkus paru (empiema) dan pelebaran

bronkhus pada paru (bronkiektasis).

2.7. Kebutuhan Oksigen Kimia atau Chemical Oxygen Demand (COD)

Kebutuhan oksigen kimia atau chemical atau Chemical oxigen demand (COD)

didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen untuk mengoksidasi senyawa kimia yang

terdapat di dalam air. Pengujian COD dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa

organik yang dapat dioksidasi di dalam air tetapi dengan menggunakan senyawa kimia

sebagai sumber oksigen. Senyawa kimia yang dipergunakan sebagi oksidator adalah

pengoksida kuat kalium dikromat (K2Cr2O7), karena senyawa ini akan dapat

mengoksidasi senyawa organik menjadi senyawa CO2 dan H2O dengan persamaan

(24)

CxHyOz + Cr2O72- +H+ CO2 + H2O + Cr3+

Penentuan COD di laboratorium dilakukan secara titrasi, dimana banyaknya

bikromat yang di perlukan dalam reaksi oksidasi adalah setara dengan banyaknya

oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senyawa organik. Dalam reaksi ini

senyawa bikromat adalah sebagai sumber oksigen untuk mengoksidasi senyawa

organik. Kelebihan penentuan COD adalah sangat cepat yaitu membutuhkan waktu 1-2

jam untuk menganalisis, hal ini relatif sangat singkat bila dibandingkan dengan

penentuan BOD yang membutuhkan waktu beberapa hari (Situmorang, 2007)

...(1)

COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara

biologis maupun yang sukar didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2

Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi

biologis misalnya selulosa, tanin, lignin, fenol, polisakarida, benzena dan sebagainya

maka lebih cocok dilakukan pengukuran nilai COD dibandingkan dengan nilai BOD O. Pada

prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat

yang diperlukan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988)

Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan

organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat

(kalium dikromat/ K2Cr2O7

Meskipun demikian terdapat juga bahan organik yang tidak dapat dioksidasi ) dalam suasan asam. Dengan menggunakan dikromat

(25)

menguap (volatile). Glukosa dan lignin dapat dioksidasi secara sempurna. Asam amino

dioksidasi menjadi amonia nitrogen. Nitrogen organik dioksidasi menjadi nitrat.

Pada penentuan COD, kalium dikromat yang ditambahkan harus melebihi

kebutuhan untuk mengoksidasi bahan organik. Kelebihan oksidator ini dititrasi kembali

untuk mengetahui oksidator yang sesungguhnya yang terpakai. Asam lemak dan

hidrokarbon aromatik tidak dapat dioksidasi oleh kalium dikromat.

Kalium dikromat dapat mengoksidasi bahan organik secara sempurna apabila

berlangsung dalam suasana asam dan suhu yang tinggi. Oleh karena itu bahan-bahan

mudah menguap (volatile) yang terdapat dalam air akan menguap selama proses

oksidasi berlangsung jika tidak dilakukan pencegahan. Salah satu cara untuk mencegah

terjadinya penguapan bahan-bahan mudah menguap ini adalah dengan menggunakan

kondensor refluks. Pada metode refluks, air sampel dapat didihkan tanpa kehilangan

bahan-bahan mudah menguap.

Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun dari aktivitas rumah

tangga dan industri misalnya pabrik bubur kertas, pabrik kertas dan industri makanan.

Perairan yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan

dan pertanian. Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20

mg/liter sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200 mg/liter dan pada

limbah industri dapat mencapai 60.000 mg/liter (Effendi, 2003)

2.8. Gangguan, keuntungan dan, kekurangan tes Chemical Oxygen Demand (COD)

(26)

1. Kadar klorida < 2000 ppm mengganggu bekerjanya katalisator AgSO4

Hg

, dan pada

keadaan tertentu turut teroksidasi oleh dikromat. Gangguan ini dihilangkan dengan

penambaha reagen lainnya. Ion merkurik bergabung dengan ion klorida membentuk

merkuri klorida sesuai dengan reaksi dibawah ini

2+

+ 2Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg

...(2)

2+

ini konsentrasi ion Cl

-2. NO

menjadi sangat kecil dan tidak

menggangu oksidasi zat organis dalam tes COD

2- juga akan teroksidasi menjadi NO3-. Bila konsentrasi NO2- > 2 mg/l maka

perlu penambahan 10 mg Asam sulfamat per mg NO2

-2.8.2. Keuntungan tes COD

, baik dalam sampel maupun

blangko.

Keuntungan dari tes COD dibandingkan tes BOD diantaranya adalah

− Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam sedangkan analisa

BOD memerlukan waktu 5 hari

− Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/l tidak dibutuhkan

pengenceran sampel sedangkan pada umumnya analisa BOD selalu

membutuhkan pengenceran

− Ketelitian dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes

BOD

− Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikro-organisme pada tes BOD

(27)

2.8.3. Kekurangan dari tes COD

Kekurangan tes COD diantaranya adalah

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu reaksi oksidasi

kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi dialam) sehingga

merupakan endekatan saja. Karena hal tersebut maka tes COD tidak dapat membedakan

antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi

secara biologis (Alaerts, 1984)

2.9. Metode penentuan Chemical Oxygen Demand (COD)

Adapun metode yang digunakan dalam menetukan COD diantaranya adalah

A. Metode refluks terbuka

Kebanyakan bahan-bahan organik yang telah teroksidasi oleh suatu campuran

dari pemanasan kromat dan asam sulfat yang mendidih. Suatu sampel merupakan

larutan asam kuat yang diketahui jumlah potasium dikromatnya. Setelah mengalami

proses pencampuran sisa K2Cr2O7 dititrasi dengan menggunakan Ferro Amonium

Sulfat untuk menentukan jumlah K2Cr2O7 yang dipakai atau dipergunakan. Banyaknya

bahan organik yang dioksidasi dihitung sebagai oksigen yang setara dengan kalium

dikromat yang terikat. Untuk menjaga agar volume dan kekuatan reagen agar tetap

konstan maka volue sampel lain berkurang daripada 50 ml dari yang diperlukan.

Standart waktu yang digunakan agar boleh mereduksi selama 2 jam jika ingin

(28)

B. Metode refluks tertutup

Senyawa organik yang bersifat volatil akan teroksidasi secara sempurna dalam

sistem tertutup karena dapat berhubungan langsung dengan oksidas. Sebelum tiap-tiap

pemeriksaan dipergunakan tabung untuk mencapai titik akhir di TFE linier memilih

tabung yang cocok untuk sensitivitas yang diinginkan, digunakan 25x150 mm ukuran

tabung untuk suatu sampel dengan keadaan kadar COD yang umum karena volume

sampel yang dipergunakan banyak.

C. Metode refluks tertutup ( kolorimetri tertutup)

Reaksi kolorimetri yang memakai ampul glass atau sebuah tabung tertutup.

Unsur oksigennya dapat diukur dengan menggunakan standart 600 nm dengan

spektrofotometer (Greenberg, 1917)

2.10. Analisa Titrimetri

Istilah analisis titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan

dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinnya diketahui dengan tepat,

yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan

ditetapkan. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut larutan standar. Proses

penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap disebut titrasi dan zat yang

ditetapkan disebut dititrasi. Titik pada saat reaksi itu tepat lengkap disebut titik

(29)

tidak dapat disalah lihat oleh mata yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri atau

lebih lazim lagi oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang dikenal sebagai

indikator dan titik pada saat mana ini terjadi disebut titik akhir titrasi.

Pada analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut:

1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana yang dapat dinyatakan dengan

persamaan kimia, zat yang akan ditetapkan harus bereaksi dengan

lengkap dengan reagensia dalam proporsi yang stokiometrik atau

ekuivalen

2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan

sangat cepat sekali. Dalam beberapa keadaan penambahan suatu katalis

akan menaikkan kecepatan reaksi tersebut

3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas yang

menimbulkan perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan

pada titik-ekuivalen. Harus tersedia suatu indikator, yang oleh perubahan

sifat-sifat fisika (warna atau pembentukkan endapan), harus dengan

tajam menetapkan titik-akhir reaksi.

Reaksi yang digunakan dalam analisis titimetri dapat dibagi menjadi dua golongan

utama yaitu :

a. Reaksi dalam mana tak terjadi perubahan keadaan oksidasi reaksi ini bergantung

pada bersenyawaanya ion-ion

b. Reaksi oksidasi-reduksi ini melibatkan suatu perubahan kedaaan oksidasi atau dengan

(30)

namun demi kemudahan kedua tipe reaksi ini dibagi dalam empat golongan utama:

1. Reaksi penentralan atau asidimetri dan alkalimetri : ini melibatkan

titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam

yang berasal dari asam lemah, dengan suatu asam standar

(asidimetri) dan titrasi asam bebas, atau asam yang terbentuk dari

hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa

standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawaannya

ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air

2. Reaksi pembentukkan kompleks : reaksi ini bergantung pada

bersenyawaannya ion-ion yang bukan ion hidrogen atau ion

hidroksida untuk membentuk suatu ion atau senyawa yang dapat larut

atau sedikit terdisosiasi seperti titrasi larutan sianida dengan perak

nitrat. Asam etilenadiaminatetraaseta, sebagian besar garam

dinatriumnya, EDTA merupakna reagensia yang sangat penting

untuk pembentukkan kompleks.

3. Reaksi pengendapan : reaksi ini bergantung pada bersenyawanya

ion-ion untuk membentuk suatu endapan sederhana seperti ion-ion perak

dengan suatu larutan klorida. Tak terjadi perubahan kedaan oksidasi

4. Reaksi oksidasi-reduksi : dalam golongan ini termaksuk semua reaksi

yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan

elektron. Larutan standarnya adalah zat pengoksid ataupun zat

pereduksi. Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat,

(31)

bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan adalah senyawa besi

(II) dan timah (II), natrium tiosulfat, dll (vogel, 1994).

Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan

bilangan oksidasi sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan

oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron sedangkan reduksi

memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa dimana atom yang terkandung

mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor atom yang

terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu

berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator

reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak kepada atomnya saja. Jika suatu reagen

berperan baik sebagai reduktor dan oksidator maka dapat dikatakan zat tersebut

mengalami autooksidasi atau disproporsionasi

Banyak sekali metode volumetri yang berprinsipkan pada transfer elektron.

pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponenya yaitu reksi separuhnya

adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesis yang memperoleh maupun

kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron dari

donor ke akseptor. Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi

volumetri asalkan kesetimbangannya yang tercapai setimpa penambahan titran dapat

berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu

menunjukkan titik ekivalen stokiometri dengan akurasi yang tinggi. Banyak titrasi

redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna dua setengah reaksi untuk

setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah

(32)

titik sedangkan potensial E sel berubah selam titrasi, perubahannnya sangat spesifik.

Banyak reaksi redoks yang berlangsung lambat sehingga digunakan katalis untuk

(33)

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata kehidupan,

pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan pencemaran. Gejala

pencemaran dapat dilihat pada jangka waktu singkat maupun panjang, yaitu pada

tingkah laku dan pertumbuhan. Kondisi air, mikroorganisme, unsur hara, dan nilai

estetika mengalami perubahan yang cukup menyedihkan (Agusnar, 2008).

Pada umumnya air lingkungan yang telah tercemar kandungan oksigennya

sangat rendah. Hal ini karena oksigen yang terlarut di dalam air diserap oleh

mikroorganisme untuk memecahkan/mendegradasi bahan buangan organik sehingga

menjadi bahan yang mudah menguap. Selain dari itu bahan buangan organik juga dapat

bereaksi dengan oksigen yang terlarut di dalam air mengikuti reaksi oksidasi biasa.

Makin banyak bahan buangan organik yang ada di dalam air, makin sedikit sisa

kandungan oksigen yang terlarut di dalamnya (Wardhana, 1995).

Air limbah yang berasal dari kegiatan rumah sakit merupakan salah satu sumber

pencemar air yang sangat potensial. Oleh karena air limbah rumah sakit mengandung

senyawa organik bersifat biodegradable yang cukup tinggi, kemungkinan mengandung

senyawa-senyawa kimia lain serta mikro organisme patogen yang dapat menyebabkan

penyakit terhadap masyarakat disekitarnya. Karena potensi limbah rumah sakit terhadap

kesehatan masyarakat sangat besar, maka setiap rumah sakit diharuskan mengolah

(34)

(Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor : Kep-58/MENLH/12/1995

tentang baku mutu limbah cair bagi kesehatan rumah sakit)

Berdasarkan sifat air limbah rumah sakit yang biodegradable, maka pengolahan

air limbah rumah sakit untuk menurunkan kandungan zat organik akan lebih sesuai

dilakukan dengan cara biologi. Pengolahan air limbah rumah sakit dengan proses

biofilter tercelup dengan menggunakan media plastik sarang tawon merupakan proses

sederhana tetapi hasilnya cukup baik. Proses ini mampu mengurangi BOD, COD, TSS,

senyawa ammonium, deterjen, dan phospat yang ada di dalam air baku.

Kemajuan industri dan teknologi seringkali berdampak pula terhadap keadaaan

air lingkungan, baik air sungai, air laut, air danau, maupun air tanah. Dampak ini di

sebabkan oleh adanya pencemaran air oleh berbagai hal. Salah satu cara untuk menilai

seberapa jauh air lingkungan tersebut telah tercemar adalah dengan melihat kandungan

oksigen yang terlarut di dalam air.

Pada kegiatan industri dan teknologi air yang telah digunakan (air limbah

industri) tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan karena dapat menyebabkan

pencemaran. Air tersebut harus diolah terlebih dahulu agar menjadi kualitas yang sama

dengan kualitas air lingkungan. Jadi air limbah industri harus mengalami proses daur

ulang sehingga dapat digunakan lagi atau dibuang kembali kelingkungan tanpa

menyebabkan pencemaran air lingkungan (Wardhana, 1995).

(35)

Dengan adanya kegiatan rumah sakit yang menghasilkan limbah cair, berapa besar

kadar COD pada limbah cair rumah sakit, apakah masih memenuhi standar baku mutu

yang telah ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup

1.3Tujuan

- Untuk mengetahui kadar COD pada limbah cair beberapa rumah sakit di kota

Medan

- Untuk mengendalikan kadar COD agar sesuai dengan standar baku mutu limbah

yang diijinkan oleh MENLH

- Untuk melatih diri bekerja secara langsung dilapangan dengan ilmu Kimia

Analis

1.4Manfaat

Memberikan informasi dan pengetahuan tentang limbah cair rumah sakit dan

kelayakannya dibuang ke badan air tanpa melakukan pencemaran pada perairan di

(36)

ABSTRAK

(37)

DETERMINING CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) CONTENT FROM HOSPITAL’S WASTEWATER IN MEDAN AT LABORATORY HEALTY

MEDAN

ABSTRACT

(38)

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

KARYA ILMIAH

YESSI JUNIAR R.B SAMOSIR 092401067

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(39)

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya

YESSI JUNIAR R.B SAMOSIR 092401067

PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR CHEMICAL

OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN

Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : YESSI JUNIAR R B SAMOSIR

NIM : 092401067

Program Studi : D3 KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan , Juni 2012 Diketahui/Disetujui Oleh :

Program Studi D III Kimia Pembimbing

Ketua

Dra.Emma Zaidar Nst,M.Si

NIP .1955121181987012001 NIP .1968111101999031001 Dr. Saharman Gea

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua

(41)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM

KESEHATAN MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

NIM.092401067

(42)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang mencurahkan rahmat, berkah dan karunianNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan dan penulisan karya ilmiah ini yang merupakan salah satu syarat guna menyelesaikan Studi Program Diploma 3 pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Karya ilmiah ini ditulis berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN, dengan judul “PENENTUAN KADAR CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) PADA AIR LIMBAH RUMAH SAKIT DI KOTA MEDAN DI BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN”.

Selesainya Karya Ilmiah ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada :

1. Orang tua tercinta Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa restunya yang tiada terhingga, dan telah banyak memberikan pengorbanan moril maupun materil serta kesabaran yang tulus, adik saya Yolanda, Yopi, Ywandes yang memberikan semangat setiap harinya untuk penulis sehingga selalu termotivasi ingin menyelesaikan Tugas Akhir dengan baik. serta seluruh keluarga saya yang telah memberikan dukungan kepada penulis.

2. Bapak Dr Saharman Gea sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan MS, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU, dan Ibu Dra. Emma Zaidar MSi, selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Analis.

4. Ibu Erna dan Bapak M.Yusuf selaku pembimbing praktek kerja lapangan dan manager di BALAI LABORATORIUM KESEHATAN MEDAN 5. Partner saya saat Praktek Kerja Lapangan,Masryana,Tatiana,May

Fransiska,Nurhamidah Sagala,Ulfa terima kasih buat pengertian dan bantuan yang diberikan saat Praktek Kerja Lapangan masih berlangsung sampai Tugas Akhir penulis di selesaikan.

(43)

Penulis menyadari bahwa Karya Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam materi dan penyajian. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak yang dapat menjadi bahan masukan bagi penulis. Semoga penulisan Karya Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Juni 2012

(44)

ABSTRAK

(45)

DETERMINING CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) CONTENT FROM HOSPITAL’S WASTEWATER IN MEDAN AT LABORATORY HEALTY

MEDAN

ABSTRACT

(46)

DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN...i PERNYATAAN...ii PENGHARGAAN...iii ABSTRAK...v ABSTRACT...vi DAFTAR ISI...vii

BAB I PENDAHULUAN...1

DAFTAR PUSTAKA...ix

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Permasalahan...2

1.3. Tujuan...3

1.4. Manfaat...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1. Limbah...4

2.1.1. Pengertian Limbah...4

2.1.2. Sumber Limbah...4

2.2. Ciri-ciri Air Limbah...5

2.2.1. Ciri-ciri Fisik...5

2.2.2. Ciri-ciri Kimia...7

2.2.3. Ciri-ciri Biologis...7

2.3. Limbah Rumah Sakit...8

2.4. Jenis Limbah Rumah Sakit...8

2.5. Metode Menangani Limbah...10

2.5.1. Penanganan Primer...10

2.5.2. Penanganan Sekunder...11

2.5.3. Penanganan Tersier...11

2.5.4. Penanganan Lanjutan...12

2.6. Dampak Buruk Air Limbah...13

2.7. Kebutuhan Oksigen Kimia/Chemical Oxygen Demand(COD)...14

2.8. Gangguan,Keuntungan, dan Kekurangan tes COD...17

2.8.1. Gangguan tes COD...17

2.8.2. Keuntungan tes COD...18

2.8.3. Kekurangan tes COD...18

2.9. Metode Penentuan COD...19

2.10.Analisa Titrimetri...20

BAB III METODOLOGI...24

3.1. Alat-alat...24

3.2. Bahan...24

3.3. Prosedur...25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...26

4.1. Data Hasil PERCOBAAN...26

4.2. Perhitungan...26

4.3. Pembahasan...27

(47)

5.1. Kesimpulan...29 5.2. Saran...29 DAFTAR PUSTAKA...31 LAMPIRAN

Gambar

Tabel : Data Hasil Penentuan COD (Chemical Oxgen Demand)

Referensi

Dokumen terkait

Presentasi penurunan kadar COD tertinggi pada saat perlakuan pengolahan limbah cair IPAL Lingkungan Industri Kecil (LIK) Magetan menggunakan tawas dengan variasi sebesar

Nurhasanah : Penentuan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit, Pabrik Karet Dan Domestik, 2009. mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji

oxygen demand (COD) dalam air limbah rumah sakit yang telah dilakukan proses. pengolahan telah memenuhi standar baku mutu sesuai

Standar Method For The Examination Of Water and Wastewater.Sixteenth Edition.New York : American Public Health Assciation Press.. http :

Universitas

Salah satu teknologi pengolahan limbah yang dapat digunakan untuk menurunkan kadar COD dan TSS pada air limbah rumah makan adalah dengan pengolahan secara biologi dengan

Manfaat penelitian sebagai informasi bagi pembaca, agar mengetahui kadar COD (Chemical Oxygen Demand) yang terkandung dari beberapa sampel limbah cair kelapa sawit

Pembahasan Dari hasil uji yang dilakukan terhadap limbah cair dengan parameter COD diperoleh kadar COD pada sampel limbah cair rumah sakit yang masih memenuhi ambang batas baku mutu