DISERTASI
MUHAMMAD ARIEF DIRGANTORO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul :
DAMPAK KEBIJAKAN FISKAL TERHADAP PERUBAHAN STRUKTUR OUTPUT DAN TENAGA KERJA
DI PROVINSI JAWA BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Januari 2010
NRP. A161030081/EPN
Output and Labor Structural Change in West Java Province. (SJAFRI MANGKUPRAWIRA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and BONAR M. SINAGA as Members of the Advisory Committee).
The objectives of this research are: (1) to analyze the change on both output and labor structure in West Java Province, (2) to analyze the interrelation among sectors when the change on output and labor structure occur, particularly among agricultural, industrial and service sectors, (3) to analyze the impact of fiscal policies on both output growth and output structural change in West Java Province, and (4) to analyze the impact of fiscal policies on the labor structural change in West Java Province. In order to answer the above, a simultaneous equation model was established, consisting of 32 structural equations and 16 identity equations. Furthermore, this research used data pooling where data were analyzed with descriptive analysis, econometric model, as well as predictions using a variety of policy scenario alternatives. Model was then estimated by 2SLS method. In its development era, West Java Province experienced a change process on output and labor structure. The decrease on agricultural sector contribution was not automatically followed by the increase on labor contribution in industrial sector since it was absorbed by other sectors such as the informal ones. After fiscal decentralization policies were applied, there was an increase not only on output contribution but also on labor of non agricultural sectors; conversely, there was a decrease on both output contribution and labor of agricultural sector. The increase on both receipt and expenditure gave a positive impact on output sector, but increase in output agricultural sector is less than non agricultural sector, and it lead to output structural change. The increase in output sector gave a positive impact on labor sector, but increase on labor of agricultural sector is less than non agricultural sector, and it lead to labor structural change. The increase on income from DAU and expenditure regional gave a positive impact on not only PDRB and labor agricultural sectors but also PDRB and labor non agricultural sectors. Hence, government needs to carry out fiscal policies, for instance by increasing both income from DAU and expenditure to increase the output and labor absorption.
MUHAMMAD ARIEF DIRGANTORO. Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat (SJAFRI MANGKUPRAWIRA selaku Ketua, HERMANTO SIREGAR dan BONAR M. SINAGA masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Pada masa penerapan kebijakan sentralisasi fiskal, walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi tetapi taraf hidup masyarakat tidak berubah. Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi fiskal merupakan salah satu pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, (2) mengkaji keterkaitan antar sektor pada saat berlangsungnya perubahan struktur output dan tenaga kerja, terutama antara sektor pertanian, industri dan sektor lainnya, (3) menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap output dan perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat, (4) mengkaji dampak kebijakani fiskal terhadap perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat. Guna menjawab tujuan tersebut maka dibangun model persamaan simultan yang terdiri dari 32 persamaan struktural dan 16 persamaan identitas. Penelitian ini menggunakan pool data. Data dianalisis dengan analisis desktiptif, model ekonometrika, dan peramalan yang menggunakan berbagai alternatif skenario kebijakan. Model diestimasi dengan menggunakan metode 2SLS menggunakan prosedur SYSLIN. Simulasi peramalan menggunakan prosedur SIMNLIN. Selama berlangsungnya proses pembangunan, Provinsi Jawa Barat mengalami perubahan struktur output dan tenaga kerja. Perubahan struktur output antara sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor lainnya tidak secara langsung diikuti oleh perubahan struktur tenaga kerja. Setelah desentralisasi fiskal, terjadi peningkatan kontribusi output dan tenaga kerja di sektor non pertanian dan terjadi penurunan kontribusi output dan tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan penerimaan daerah berdampak pada peningkatan pengeluaran daerah. Peningkatan pengeluaran daerah berdampak pada peningkatan output sektor. Tetapi peningkatan output sektor pertanian lebih kecil dari non pertanian, sehingga rasio ekonomi menjadi menurun yang menandakan terjadi perubahan struktur output. Peningkatan output sektor berdampak pada peningkatan tenaga kerja sektor. Tetapi peningkatan tenaga kerja sektor pertanian lebih kecil dari non pertanian, sehingga rasio tenaga kerja menjadi menurun yang menandakan terjadi perubahan struktur tenaga kerja. Upaya untuk mempercepat peningkatan output dan penyerapan tenaga kerja sektor, pemerintah dapat menjalankan kebijakan peningkatan pengeluaran daerah yang didanai dari penerimaan daerah, sementara penerimaan daerah dipengaruhi oleh output. Oleh karena itu penting bagi pemerintah daerah untuk mengupayakan peningkatan output.
RINGKASAN
Pada masa penerapan kebijakan sentralisasi fiskal, walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi tetapi taraf hidup masyarakat tidak berubah. Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi fiskal merupakan salah satu pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menganalisis perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, (2) mengkaji keterkaitan antar sektor pada saat berlangsungnya perubahan struktur output dan tenaga kerja, terutama antara sektor pertanian, industri dan sektor lain, (3) menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap peningkatan output dan perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat, dan (4) mengkaji dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat. Guna menjawab tujuan tersebut maka dibangun model persamaan simultan yang terdiri dari 32 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas. Penelitian ini menggunakan pool data. Data dianalisis dengan analisis desktiptif, model ekonometrika, dan simulasi yang menggunakan berbagai alternatif skenario kebijakan fiskal. Model diestimasi dengan menggunakan metode 2SLS menggunakan prosedur SYSLIN. Simulasi kebijakan fiskal menggunakan prosedur SIMNLIN.
Pembangunan yang telah dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat menghasilkan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu terjadi pula perubahan struktur output dan tenaga kerja. Perubahan struktur output antara sektor pertanian, industri pengolahan dan sektor lainnya tidak secara langsung diikuti oleh perubahan struktur tenaga kerja. Peningkatan kontribusi output di sektor industri pengolahan tidak diikuti secara langsung oleh peningkatan kontribusi tenaga kerja di sektor industri pengolahan. Hal ini terjadi karena pengembangan industri lebih pada padat modal daripada padat karya, serta tenaga kerja dari sektor pertanian tidak mudah masuk ke sektor industri.
Ketika kontribusi output sektor pertanian dan sektor lain mengalami penurunan, kontribusi sektor industri pengolahan terus meningkat. Ketika kontribusi tenaga kerja sektor pertanian menurun, kontribusi tenaga kerja sektor industri pengolahan dan sektor lain meningkat. Dengan demikian terdapat suatu pola perubahan penyerapan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor lain terlebih dulu karena produktivitasnya tidak jauh berbeda. Pada tahap selanjutnya terjadi penyerapan tenaga kerja dari sektor lain ke sektor industri setelah melalui pendidikan dan pelatihan.
Pada masa kebijakan desentralisasi fiskal, Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk mengatur keuangan daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran daerah. Pada awal pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal, terjadi peningkatan kontribusi tenaga kerja sektor pertanian, dan penurunan kontribusi tenaga kerja sektor industri pengolahan.
penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah. Peningkatan PAD, penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak dan dana alokasi umum berdampak pada peningkatan total penerimaan daerah. Peningkatan total penerimaan daerah berdampak pada peningkatan pengeluaran sektor daerah. Peningkatan pengeluaran sektor daerah berdampak pada peningkatan total pengeluaran daerah Peningkatan total pengeluaran daerah berdampak pada peningkatan output sektor baik sektor pertanian maupun sektor non pertanian. Tetapi peningkatan output sektor pertanian lebih kecil dari sektor non pertanian, sehingga rasio ekonomi mengalami penurunan. Penurunan rasio ekonomi menandakan terjadinya perubahan struktur output.
Peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah berdampak pada peningkatan PAD. Peningkatan PAD, peningkatan penerimaan dana bagi hasil sumberdaya dan pajak, dan dana alokasi umum berdampak pada peningkatan total penerimaan daerah. Peningkatan total penerimaan daerah berdampak pada peningkatan pengeluaran sektor daerah. Peningkatan pengeluaran sektor daerah berdampak pada peningkatan total pengeluaran daerah. Peningkatan total pengeluaran daerah berdampak pada peningkatan output sektor. Peningkatan output sektor berdampak pada peningkatan tenaga kerja baik sektor pertanian maupun non pertanian. Tetapi peningkatan tenaga kerja sektor pertanian lebih kecil dari sektor non pertanian, sehingga rasio tenaga kerja mengalami penurunan. Penurunan rasio tenaga kerja menandakan terjadinya perubahan struktur tenaga kerja
Berdasarkan hasil analisis penelitian ini maka dapat diajukan implikasi kebijakan sebagai berikut:
1. Kebijakan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mengatasi kekurangan kewenangan mengatur alokasi anggaran yang lebih tepat dibandingkan pada masa kebijakan sentralistik. Dari hasil kajian empiris, dan didukung dengan teori yang diajukan serta beberapa literatur membuktikan bahwa upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dapat dilakukan pemerintah dengan kebijakan fiskal, yaitu dengan meningkatkan penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Oleh karena itu sangat penting bagi Pemerintah Daerah untuk meningkatkan penerimaan daerah dan digunakan secara cermat untuk meningkatkan pengeluaran daerah.
2. Dampak dari hasil pembangunan di Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan kontribusi output sektor maupun kontribusi tenaga kerja sektor. Kontribusi output dan tenaga kerja dari sektor petanian dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Padahal sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat relatif penting, karena faktor lahan yang subur. Guna meningkatkan output di sektor pertanian, pemerintah dapat melakukan peningkatan produktivitas di sektor pertanian, yaitu dengan meningkatkan infrastrukur dan memfasilitasi pengembangan teknologi di sektor pertanian. 3. Sejalan dengan berkembangnya kemajuan kehidupan dan meningkatnya
dipengaruhi secara nyata oleh PDRB. Oleh karena itu penting bagi Pemerintah Daerah untuk mengupayakan peningkatan PDRB.
4. Dampak dari kebijakan peningkatan penerimaan dan pengeluaran daerah adalah terjadi peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian. Namun, tenaga kerja yang masuk ke sektor pertanian dapat mengurangi produktivitas sektor pertanian, sehingga perlu keluar dari sektor pertanian. Tetapi tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian tidak mudah untuk masuk ke sektor non pertanian. Oleh karena itu Pemerintah Daerah perlu menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta bantuan finansial untuk modal usaha bagi tenaga kerja yang keluar dari sektor pertanian.
Berdasarkan dari keterbatasan penelitian ini maka dapat diusulkan untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut:
1. Penelitian ini tidak memasukkan variabel tingkat upah. Oleh karena itu disarankan penelitian selanjutnya memasukkan variabel tingkat upah pada persamaan penyerapan tenaga kerja.
2. Sektor pertambangan pada penelitian ini masih menggabungkan antara sektor minyak dan gas dengan sektor bahan galian. Sementara nilai jual antara produk minyak dan gas sangat jauh berbeda dengan produk bahan galian. Oleh karena itu disarankan agar penelitian selanjutnya untuk memisahkan sektor pertambangan menjadi sektor minyak dan gas dan sektor bahan galian. Hal ini akan mempengaruhi hubungan output dan tenaga kerja di sektor tersebut.
3. Penelitian ini tidak memisahkan tenaga kerja di sektor pertanian. Oleh karena itu disarankan agar penelitian selanjutnya memisahkan tenaga kerja sektor pertanian ke sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan kehutanan.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
STRUKTUR OUTPUT DAN TENAGA KERJA
DI PROVINSI JAWA BARAT
MUHAMMAD ARIEF DIRGANTORO
DISERTASI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Judul Penelitian : Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Nama Mahasiswa : Muhammad Arief Dirgantoro
NRP : A161030081
Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira
Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. Anggota Anggota
Mengetahui,
2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi Pertanian
KATA PENGANTAR
Pada masa penerapan kebijakan sentralisasi fiskal, walaupun terjadi pertumbuhan ekonomi tetapi taraf hidup masyarakat tidak berubah. Oleh karena itu, kebijakan desentralisasi fiskal merupakan salah satu pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kebijakan otonomi daerah dan kebijakan fiskal diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi dan perubahan struktur tenaga kerja yang dapat mengimbangi perubahan struktur output. Berkenaan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan kajian yang mendalam tentang dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja.
Disertasi ini berjudul ”Dampak Kebijakan Fiskal terhadap Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat. Dengan tersusunnya disertasi ini, diharapkan penelitian yang dilaksanakan dapat bermanfaat.
Penulis panjatkan segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang berkat rahmat dan hidayahNya disertasi ini dapat diselesaikan.
bimbingan dan perhatian kepada penulis. Tidak sedikit dorongan dan arahan dari beliau yang penulis dapatkan khususnya saat beliau menjadi Wakil Rektor II.
Bimbingan, perhatian dan dorongan yang tidak sedikit telah penulis terima pula dari Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A. selaku Anggota Komisi Pembimbing. Penulis dapat mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB berkat rekomendasi dari beliau pada saat beliau menjadi Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana IPB. Untuk itu disampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada beliau.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Institut Pertanian Bogor (Bogor Agricultural University) dan Dekan Sekolah Pascasarjana beserta staf.
2. Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti studi pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
3. Staf sekretariat Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
4. Rektor dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo yang telah memberikan kesempatan belajar.
7. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan dana hibah penelitian program doktor, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi.
8. Para penguji prelim pertama dan penguji prelim kedua yakni Dr. Ir. Nunung Kusnadi, M.Si dan Prof. Dr. Ir. W.H. Limbong.
9. Panitia Kolokium dan Panitia Seminar pada Sekolah Pascasarjana IPB. 10. Panitia dan para penguji pada ujian tertutup yakni Dr. Ir. Rina Oktaviani
dan Dr. Ir. Nunung Nuryartono, serta panitia dan para penguji pada ujian terbuka yakni Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc. dan Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto atas masukan dan saran-sarannya.
11. Staf bahasa Inggris IPB, khususnya Bu Any.
12. Rekan-rekan mahasiswa S3 Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, khususnya angkatan 2003, antara lain Pak Tony, Pak Dwi, Pak Arman, Pak Ridwan, Pak Boyke, Bu Lusi, Bu Safrida dan Bu Nimmi yang memberikan masukan-masukan melalui diskusi-diskusi selama penulis mengikuti kuliah.
13. Pimpinan redaksi jurnal Organisasi dan Manajemen Universitas Terbuka, korektor beserta staf.
14. Pimpinan redaksi forum Pascasarjana IPB, korektor dan para staf khususnya Pak Fikri dan Bu Dr. Ir. Eka Intan.
16. Pimpinan dan staf CARE IPB yang telah memberikan fasilitas kepada penulis untuk diskusi dan untuk menyusun disertasi.
17. Pimpinan dan Staf MB IPB yang telah memberi fasilitas kepada penulis untuk ujian prelim kedua dan sidang-sidang komisi.
18. Pimpinan dan Staf Senat Guru Besar IPB.
19. Dokter dan staf poliklinik IPB yang telah memberi pelayanan kesehatan kepada penulis selama masa kuliah.
20. Pimpinan dan staf asuransi yang telah mengganti biaya perawatan penulis selama di rumah sakit Azra.
21. Staf di rumah bapak Prof. Dr. Ir. Sjafri Mangkuprawira yang telah memperlancar pelayanan kepada penulis selama konsultasi.
22. Pembimbing S1 Prof. Dr. Ir. Sri Utami Kuntjoro, M.S. dan Pembimbing S2 Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A., Dr. Ir. S.M.H. Tampubolon (Alm) dan Dr. Ir. Anni Ratnawati, M.S. yang telah membimbing penulis pada pola berpikir ilmiah.
23. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, M.A, Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S. dan Dr. Ir. Parulian Sitorus, M.S. yang telah memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan S3 pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
24. Para staf pengajar mata kuliah yang penulis ikuti selama masa kuliah. 25. Abah Abdurahman dan Jamaah Assyahadatain.
29. Teman-teman alumni SMA Lab School Jakarta angkatan 1983. 30. Teman-teman Hiwacana Sulawesi Tenggara IPB.
31. Sesepuh kami Drs. Sukidjo, Prof. Dr. Ir. Soleh Solahuddin, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Sudarmadi, dan Mas Siswondo yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan studi.
32. Pakde, bude, bule dan pakle serta pihak-pihak lain yang tidak sempat penulis sebutkan namanya satu per satu, yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan studi.
33. Kepada kakak ipar Dra Salmah Hsb, Ir. H. Mukhlishuddin Hsb, Dra Salmiah Hsb, dan adik ipar Dra. Nur Asimah Hsb, Ir. Nur Hafifah Hsb dan Nur Asmah Hsb, S.Ag. yang telah memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan studi.
Bogor, Juli 2010
Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara dari orang tua tercinta Bapak H. Raden Nurdin Hardjoso (almarhum) dan Ibu Hj. Sartini. Penulis dilahirkan pada tanggal 7 April 1964 di Jakarta.
Pada tahun 1976, penulis menamatkan pendidikan dasar di SD Ratih Jakarta. Pada tahun 1980 menamatkan pendidikan menengah di SMP Ksatrya Jakarta dan pada tahun 1983 di SMA Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (Labs School) Jakarta. Melalui sistem Proyek Perintis II penulis diterima untuk melanjutkan pendidikan sarjana di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang dapat diselesaikan pada tahun 1990. Pada tahun 2001 penulis meraih Magister Sains (S2) pada Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian dengan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS). Syukur Alhamdulillah pada tahun 2003 penulis mendapat kesempatan kembali untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) pada perguruan tinggi dan sumber beasiswa yang sama.
Setelah lulus dari Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis mengabdikan diri sebagai Tenaga Sukarela Pembangunan Pedesaan (TSPP) di Sulawesi Tenggara dari tahun 1990-1993. Sejak tahun 1994 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo Kendari, Sulawesi Tenggara.
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Nunung Nuryantono, MS
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS
Staf Pengajar Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka: 1. Dr. Ir. Tahlim Sudaryanto
Kepala Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
2. Prof. Dr. Ir. Mangara Tambunan, MSc.
Halaman
DAFTAR TABEL ………. xxi
DAFTAR GAMBAR ………. xxvii
DAFTAR LAMPIRAN ………. xxviii
I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ……….…….... 6
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 13
2.2. Kebijakan Fiskal ... 15
2.3. Keuangan Daerah ... 18
2.4. Transformasi Struktur Ekonomi ... 22
2.4.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Perubahan Struktural ... 26
2.4.2. Perubahan Struktur Sektor Pertanian ... 34
2.4.3. Keterkaitan antara Sektor Pertanian dengan Sektor Non Pertanian ... 38
2.5. Transformasi Tenaga Kerja ... 40
2.6. Transformasi Ekonomi dan Tenaga Kerja ... 43
2.7. Transformasi Struktural ... 48
2.8. Hasil Penelitian Sebelumnya ... 55
2.9. Sintesis Tinjauan Pustaka ... 68
III. KERANGKA TEORITIS ... 71
3.1. Kebijakan Fiskal pada Perekonomian ... 71
3.2. Desentralisasi Fiskal ... 76
3.3. Sumber-Sumber Pembiayaan Daerah ... 77
xviii
4.1. Keterkaitan Penerimaan Daerah dengan Output pada Perekonomian Kabupaten dan Kota ... 103
4.2. Keterkaitan Pengeluaran Daerah dan Penerimaan Daerah pada Perekonomian Kabupaten dan Kota ... 104
4.3. Keterkaitan Output dengan Pengeluaran Daerah pada Perekonomian Kabupaten dan Kota ... 104
4.4. Keterkaitan Tenaga Kerja dengan Output pada Perekonomian Kabupaten dan Kota ... 105
4.5. Keterkaitan Fiskal dengan Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja pada Perekonomian Kabupaten dan Kota ... 107
4.6. Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja ... 110
6.1. Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat ... 171
6.2. Keragaan Pertumbuhan Perekonomian di Provinsi Jawa Barat ... 187
xix
6.4. Keragaan Perekonomian Kabupaten dan Kota di Provinsi
Jawa Barat ... 215
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PENERIMAAN DAERAH, PENGELUARAN DAERAH,
7.5. Keterkaitan Penerimaan, Pengeluaran, Output dan Tenaga Kerja Pada Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat ... 271
7.6. Hasil Validasi Model ... 272
xx
8.3.1. Kebijakan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi dan Sektor Infrastruktur
Sebesar 20 Persen ... 286 8.3.2. Kebijakan Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Industri dan Sektor Infrastruktur Sebesar
20 Persen ... 288 8.3.3. Kebijakan Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum dan Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur
Sebesar 20 Persen ... 289 8.3.4. Kebijakan Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum, Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi, dan Sektor Infrastruktur Sebesar 20 Persen ... 290
IX. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN ... 293
9.1. Simpulan ... 291 9.2. Implikasi Kebijakan ... 294 9.3. Saran Penelitian Lanjutan ... 296
DAFTAR PUSTAKA ... 298
xxi 3. Hasil Regresi Kontribusi Output Sektor Pertanian terhadap
Waktu di Propinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 ... 175 4. Hasil Regresi Kontribusi Output Sektor Industri Pengolahan
terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 ... 175
Pengolahan terhadap Waktu di Provinsi Jawa Barat
Tahun 1973-2007 ... 179 11. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi
Jawa Barat Tahun 2001-2007 ... 189 12. Pertumbuhan PDRB Sektor di Provinsi Jawa Barat Tahun
2001-2007 ... 190 13. Pertumbuhan Tenaga Kerja Sektor di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2007 ... 190 14. Pertumbuhan Produktivitas Tenaga Kerja Sektor
Provinsi Jawa Barat Tahun 2001-2007 ... 191 15. Pertumbuhan Penerimaan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2003 ... 192 16. Pertumbuhan Penerimaan Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2003 ... 193 17. Pertumbuhan Penerimaan Daerah Provinsi Jawa Barat
xxii
18. Pertumbuhan Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2003 ... 194 19. Pertumbuhan Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005-2007 ... 194 20. Pertumbuhan Pengeluaran Rutin Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2003 ... 195 21. Pertumbuhan Pengeluaran Pembangunan Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000-2003 ... 195 22. Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2005 ... 196 23. Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2007 ... 197 24. Pertumbuhan Defisit Fiskal Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2001-2003 ... 197 25. Pertumbuhan Defisit Fiskal Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2005-2007 ... 198 26. Kontribusi PDRB dan Tenaga Kerja Rata-Rata per Tahun
Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 199 27. Kontribusi PDRB dan Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 199 28. Produktivitas Tenaga Kerja Rata-Rata per Tahun Provinsi
Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 200 29. Produktivitas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 200 30. Kontribusi PDRB Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa
Barat Tahun 2000-2003 ... 201 31. Kontribusi PDRB Sektor Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 202 32. Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi
Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 203 33. Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 203 34. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Rata-Rata per Tahun Provinsi
Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 205 35. Produktivitas Tenaga Kerja Sektor Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 206 36. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Rata-Rata per Tahun
Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 207 37. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 207 38. Kontribusi Penerimaan Asli Daerah Rata-Rata per Tahun Provinsi
xxiii
39. Kontribusi Penerimaan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 208 40. Kontribusi Penerimaan Daerah Rata-Rata per Tahun Provinsi
Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 209 41. Kontribusi Penerimaan Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 209 42. Kontribusi Pengeluaran Daerah Rata-Rata per Tahun Provinsi
Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 210 43. Kontribusi Pengeluaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 .. 211 44. Kontribusi Pengeluaran Rutin Daerah Rata-Rata per Tahun
Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 212 45. Kontribusi Belanja Tidak Langsung Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 212 46. Kontribusi Pengeluaran Pembangunan Daerah Rata-Rata
per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 213 47. Kontribusi Belanja Langsung Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 214 48. Kapasitas Fiskal dan Defisit Fiskal Daerah Rata-Rata per
Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 215 49. Kapasitas Fiskal dan Defisit Fiskal Daerah Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 215 54. Produktivitas Tenaga Kerja Kabupaten dan Kota Rata-Rata
per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 221 55. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Kabupaten dan Kota
Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 222 56. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 222 57. Kontribusi PAD Kabupaten dan Kota Rata-Rata per Tahun Provinsi
xxiv
58. Kontribusi PAD Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat
Tahun 2007 ... 223 59. Kontribusi Penerimaan Daerah Kabupaten dan Kota Rata-Rata per
Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 224 60. Kontribusi Penerimaan Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi
Jawa Barat Tahun 2007 ... 225 61. Kontribusi Pengeluaran Daerah Kabupaten dan Kota Rata-Rata
per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 226 62. Kontribusi Pengeluaran Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi
Jawa Barat Tahun 2007 ... 226 63. Kontribusi Pengeluaran Rutin Daerah Kabupaten dan Kota
Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 227 64. Kontribusi Belanja Tidak Langsung Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 227 65. Kontribusi Pengeluaran Pembangunan Daerah Kabupaten dan Kota
Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 229 66. Kontribusi Belanja Langsung Daerah Kabupaten dan Kota
Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 230 67. Kapasitas Fiskal dan Defisit Fiskal Daerah Kabupaten dan
Kota Rata-Rata per Tahun Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000-2003 ... 230 68. Kontribusi Kapasitas Fiskal dan Defisit Fiskal Daerah
Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat Tahun 2007 ... 231 69. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Daerah
di Provinsi Jawa Barat ... 232 70. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Retribusi Daerah
di Provinsi Jawa Barat ... 234 71. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Dana Bagi Hasil
Sumberdaya dan Pajak di Provinsi Jawa Barat ... 234 72. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Dana Alokasi
Umum Daerah di Provinsi Jawa Barat ... 237 73. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
Sektor Industri di Provinsi Jawa Barat ... 238 74. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
Sektor Infrastruktur di Provinsi Jawa Barat ... 239 75. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
Sektor Pelayanan Umum di Provinsi Jawa Barat ... 240 76. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
xxv
77. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
Sektor Sumberdaya Manusia di Provinsi Jawa Barat ... 242 78. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Pembangunan
Sektor Kesejahteraan Rakyat di Provinsi Jawa Barat ... 243 79. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Tanaman Pangan di Provinsi Jawa Barat ... 244 80. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perkebunan di Provinsi Jawa Barat ... 245 81. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Peternakan di Provinsi Jawa Barat ... 246 82. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Perikanan di Provinsi Jawa Barat ... 248 83. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sub Sektor Kehutanan di Provinsi Jawa Barat ... 249 84. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Industri di Provinsi Jawa Barat ... 250 85. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Jasa di Provinsi Jawa Barat ... 251 86. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Pertambangan di Provinsi Jawa Barat ... 252 87. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Listrik, Gas dan Air di Provinsi Jawa Barat ... 254 88. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto
Sektor Bangunan di Provinsi Jawa Barat ... 255 89. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Perdagangan di Provinsi Jawa Barat ... 256 90. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Angkutan di Provinsi Jawa Barat ... 258 91. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Domestik Regional Bruto Sektor Keuangan di Provinsi Jawa Barat ... 259 92. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Pertanian di Provinsi Jawa Barat ... 261 93. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Industri di Provinsi Jawa Barat ... 262 94. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Jasa di Provinsi Jawa Barat ... ... 263 95. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
xxvi
96. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Listrik Gas dan Air di Provinsi Jawa Barat ... 266 97. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Bangunan di Provinsi Jawa Barat ... 267 98. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Perdagangan di Provinsi Jawa Barat ... 269 99. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Angkutan di Provinsi Jawa Barat ... 270 100. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tenaga Kerja Sektor
Keuangan di Provinsi Jawa Barat ... 270 101. Hasil Validasi Model Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja
di Provinsi Jawa Barat ... 273 102. Dampak Peningkatan Penerimaan terhadap Perekonomian
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat ... 276 103. Dampak Peningkatan Pengeluaran terhadap Perekonomian
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat ... 282 104. Dampak Kombinasi Pengeluaran dan Penerimaan terhadap
xxvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Penawaran Tenaga Kerja Model Fei-Ranis ... 52 2. Dampak Ekspansi Fiskal terhadap Kurva IS ... 72 3. Dampak Ekspansi Fiskal terhadap Permintaan Agregat ... 73 4. Dampak Ekspansi Fiskal terhadap Output dan Penggunaan
Tenaga Kerja …... 74 5. Dampak Ekspansi Fiskal terhadap Penggunaan
Tenaga Kerja dan Upah …... 75 6. Pasar Tenaga Kerja ... 82 7. Surplus Tenaga Kerja pada Usahatani Keluarga ... 86 8. Model Pertumbuhan Sektor Modern dalam Perekonomian Dua
Sektor yang Mengalami Surplus Tenaga Kerja Hasil Rumusan
Lewis ... 91 9. Model Dual Ekonomi Tipe Lewis-Ranis-Fei ... 98 10. Kerangka Pemikiran Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur
Output dan Tenaga Kerja ... 111 11. Model Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output, dan
Tenaga Kerja ... 114 12. Perubahan Kontribusi Output pada Perekonomian di Provinsi
Jawa Barat Tahun 1973-2007 ... 172 13. Perubahan Kontribusi Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Barat Tahun
1973-2007 ... 177 14. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
di Provinsi Jawa Barat Tahun 1973-2007 ... 182 15. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Industri
Pengolahan Tahun 1973-2007 ... 184 16. Perubahan Kontribusi Output dan Tenaga Kerja Sektor Lainnya
xxviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Tahapan Membangun Model Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur Output dan Tenaga Kerja ... 309 2. Prosedur Pembuatan Model Kebijakan Fiskal, Perubahan Struktur
Output dan Tenaga Kerja... 310 3. Daftar Perda Terkait dengan Fiskal Daerah Kabupaten Bogor ... 311 4. Data Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat
Tahun 2000-2003 ... 312 5. Karakteristik Perekonomian Wilayah Utara dan Selatan Rata-Rata
per Tahun di Provinsi Jawa Barat Tahun 2000-2003 ... 335 6. Program Estimasi Parameter Model Menggunakan Prosedur
SYSLIN, Metode 2 SLS dan Program SAS/ETS 9.1 ... 336 10. Program Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Pajak
Daerah Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode
Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 380 11 . Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Pajak
Daerah Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode
Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 383 12. Program Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan
Retribusi Daerah Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 386 13. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Retribusi
Daerah Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode
Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 389 14. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Dana
Bagi Hasil Sumberdaya dan Pajak Sebesar 20 % Menggunakan
Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan Program SAS/ETS 9.1 .. 392 15. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi
Umum Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode
xxix
16. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Belanja Pegawai Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode
Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 398 17. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Pertanian dan Irigasi Sebesar 20 % Menggunakan
SIMNLIN, Metode Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 401 18. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Industri Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN,
Metode Newton, dan Program SAS/ETS 9.1 ... 404 19. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Infrastruktur Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 407 20. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Pertanian dan irigasi dan Sektor Infrastruktur Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan Program
SAS/ETS 9.1 ... 410 21. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Pengeluaran Pembangunan
Sektor Industri dan Infrastruktur Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan Program SAS/ETS 9.1 ... 413 22. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi
Umum dan Pengeluaran Pembangunan Sektor Infrastruktur Sebesar 20 % Menggunakan Prosedur SIMNLIN, Metode Newton dan
Program SAS/ETS 9.1 ... 416 23. Hasil Simulasi Model Skenario Peningkatan Penerimaan Dana Alokasi Umum, Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian dan Irigasi, dan
1.1. Latar Belakang
Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja, dan memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Guna mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada tahap awal pembangunan,
diperlukan intervensi pemerintah. Intervensi pemerintah diperlukan dalam bentuk pengeluaran pemerintah untuk membiayai fasilitas umum, terutama untuk
membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum.
Intervensi pemerintah diperlukan karena adanya kegagalan pasar dalam alokasi sumberdaya. Kegagalan pasar dapat terjadi karena adanya barang publik,
pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. Menurut Musgrave (1989), peranan pemerintah dalam perekonomian meliputi 3 hal, yakni:
(1) peran alokasi, (2) peran distribusi, dan (3) peran stabilisasi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembangunan, pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur hal-hal yang berhubungan dengan alokasi sumberdaya, distribusi faktor
input dan hasil-hasil pembangunan, serta mengatur stabilisasi ekonomi.
Tujuan pembangunan perekonomian Indonesia adalah untuk mencapai: (1)
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, (2) pemerataan hasil-hasil pembangunan, dan (3) stabilisasi ekonomi. Intervensi pemerintah untuk mencapai ketiga tujuan tersebut adalah membuat berbagai instrumen kebijakan baik kebijakan moneter
maupun fiskal.
Instrumen kebijakan moneter yang dilaksanakan oleh pemerintah pada
intrumen kebijakan fiskal adalah pajak dan subsidi. Kebijakan fiskal yang akan dilaksanakan oleh pemerintah dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan setiap tahun.
Dalam memacu pertumbuhan ekonomi, biasanya pemerintah memprioritaskan pada satu sektor. Hal ini dapat dilihat dari besaran anggaran
pemerintah untuk suatu sektor tertentu. Pada tahap awal pembangunan perekonomian Indonesia mulai Pelita I (1968-1974) hingga Pelita III (1979-1984), pemerintah memprioritaskan sektor pertanian khususnya tanaman padi dan
tanaman pangan lainnya, sebagian besar anggaran diarahkan untuk pembangunan sektor pertanian. Berbagai program dibuat untuk mendorong peningkatan
produksi pertanian. Dalam program swasembada beras, kebijakan untuk mendorong peningkatan produksi tanaman padi, antara lain dengan subsidi input, dukungan harga output, subsidi kredit, penyuluhan, kelembagaan, serta
pengeluaran pemerintah untuk membangun infrastruktur, seperti sarana jalan, pencetakan sawah baru dan jaringan irigasi.
Setelah tercapai swasembada beras dan ada keinginan pemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai negara industri baru, maka sejak tahun 1984 kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia mulai bergeser dari sektor pertanian
ke sektor non pertanian terutama sektor industri dan jasa. Dukungan pemerintah terhadap kebijakan sektor industri ini ditujukan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi dan mempercepat transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor non pertanian.
Berbagai usaha dan program dibuat untuk mendorong percepatan
fiskal seperti deregulasi di bidang perbankan, kebijakan perdagangan, dan alokasi anggaran untuk pengembangan infrastruktur sektor industri. Kebijakan pengembangan sektor industri ini akan berdampak langsung maupun tidak
langsung pada sektor pertanian.
Pertumbuhan di sektor industri seharusnya dapat menyerap angkatan kerja
yang terus meningkat sebagai akibat dari jumlah penduduk yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Namun karena peningkatan angkatan kerja lebih besar dari peningkatan kesempatan kerja maka tingkat pengangguran terus
mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah pengangguran menimbulkan permasalahan sosial seperti terjadinya berbagai bentuk tindak kriminal. Dampak
lain bertambahnya jumlah pengangguran terhadap perekonomian adalah berkurangnya penghasilan pemerintah dari pajak, berkurangnya kapasitas dari mesin-mesin produksi dan pada akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya
produk domestik bruto (PDB). Tetapi penurunan PDB sebagai dampak dari peningkatan pengangguran lebih kecil dari peningkatan PDB sebagai akibat dari
penggunaan kapital intensif pada sektor industri, sehingga secara keseluruhan PDB menjadi meningkat. Peningkatan penggunaan kapital intensif pada sektor industri akan mempengaruhi pasar tenaga kerja
Pasar tenaga kerja selalu dipengaruhi oleh dua sisi, yakni sisi permintaan tenaga kerja dan sisi penawaran tenaga kerja (jumlah angkatan kerja).
Keseimbangan pada pasar tenaga kerja akan tercapai apabila tingkat permintaan sama dengan tingkat penawaran. Jika terjadi peningkatan harga barang dan jasa, sementara tingkat upah nominal tidak berubah maka akan menyebabkan
dan menciptakan kelebihan permintaan (excess demand) tenaga kerja. Sebaliknya, jika terjadi kenaikan upah nominal, sementara tingkat harga tetap maka akan menyebabkan upah riil meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan
penawaran (excess supply) tenaga kerja dan terjadi pengangguran. Peningkatan upah riil dapat juga terjadi akibat peningkatan permintaan tenaga kerja di suatu
daerah. Hal ini akan menimbulkan excess demand tenaga kerja dan akan mendorong mobilitas tenaga kerja ke daerah tersebut (Hadi, 2002).
Pergerakan tingkat upah dan tingkat penyerapan tenaga kerja dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Kurva permintaan tenaga kerja dipengaruhi oleh indikator
makroekonomi, seperti upah riil, inflasi, investasi, pertumbuhan ekonomi, dan konsumsi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kurva penawaran tenaga kerja adalah populasi penduduk dan mobilitas tenaga kerja.
Strategi pembangunan yang dilakukan oleh sebagian negara-negara di dunia sampai pada dekade 1960-an masih menitikberatkan pada pertumbuhan
ekonomi. Namun mulai awal tahun 1960-an pola pembangunan ekonomi yang masih menitikberatkan kepada pertumbuhan ekonomi mulai berubah. Karena pada kenyataannya di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, walaupun
telah mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi, tetapi ternyata taraf hidup sebagian besar masyarakatnya tidak berubah.
Pada umumnya taraf hidup masyarakat Indonesia yang masih tergolong rendah diperparah lagi dengan perkembangan perekonomian Indonesia yang tidak stabil. Goncangan terhadap perekonomian Indonesia terjadi pada tahun 1997,
ekonomi dan krisis moneter. Krisis ekonomi dan moneter tersebut berdampak buruk terhadap sektor riil sehingga mengakibatkan taraf hidup masyarakat menjadi turun.
Beberapa tahapan untuk mengatasi krisis ekonomi mulai dilakukan. Nilai tukar rupiah mulai mengalami penguatan kembali, tingkat inflasi menurun dan
pertumbuhan ekonomi meningkat. Namun, masyarakat menginginkan bukan hanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan hasil-hasil pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya secara optimal untuk kesejahteraan
masyarakat.
Pada tahun 2001, Indonesia mulai menerapkan pola pembangunan dengan
kebijakan desentralisasi fiskal. Dengan desentralisasi fiskal ini Pemerintah Daerah diberi kebebasan untuk menyusun sendiri program-program kerja dan merealokasikan anggaran sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas daerah yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi daerah serta mengurangi kesenjangan antar daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal akan berdampak pada
perubahan struktur output dan perubahan struktur tenaga kerja serta transformasi kelembagaan.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang telah siap
melaksanakan UU No 22 dan 25 tahun 1999 (Nuriana, 2000). Pada masa pelaksanaan otomoni daerah, di Provinsi Jawa Barat telah terjadi perubahan
pangsa sektor pertanian dan sektor non pertanian (Tabel 1). Namun demikian tenaga kerja di sektor pertanian masih termasuk kategori over supply sehingga
dampak kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
1.2. Perumusan Masalah
Pada waktu pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan sentralistik, pemerintah pusat tidak mendelegasikan kekuasaannya kepada daerah. Hal ini menyebabkan terabaikannya aspirasi dan kemampuan kreativitas dari masyarakat
lokal dan daerah. Kondisi tersebut berimplikasi kepada kinerja pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat lokal dan
daerah.
Pada Undang-Undang No. 5 tahun 1979 tentang pemerintahan desa, pola pemerintahan desa diambil dari pola pemerintahan desa di Jawa dan diseragamkan
ke seluruh wilayah-wilayah di luar Jawa yang mempunyai tatanan kelembagaan serta adat istiadat dan ekosistem wilayah yang berbeda-beda. Akibatnya posisi
tawar menawar masyarakat dan inisiatif masyarakat lokal menjadi lemah (Anwar, 2000).
Masyarakat menjadi tidak mempunyai kekuatan untuk menolak kebijakan
Pemerintah Pusat yang dicirikan oleh terkonsentrasinya kekuasaan yang bias ke perkotaan. Keadaan ini mendorong terjadinya net transfer sumberdaya lokal dari
wilayah pedesaan ke pusat-pusat perkotaan di lokasi kekuasan, khususnya Jakarta, yang disebut backwash process.
Dampak dari adanya backwash process ini akan menyebabkan terjadinya
aglomerasi industri serta menjadikan populasi penduduk di pusat-pusat perkotaan meningkat. Aglomerasi ekonomi yang besar-besaran tersebut akan menciptakan
menurunkan efisiensi ekonomi kota dan tingkat kesejahteraan masyarakat keseluruhan. Dalam hal ini, teori penetesan pembangunan (trickle down effect)
seperti yang diharapkan tidak pernah terjadi, bahkan sebaliknya justru yang terjadi
adalah proses ke arah backwash effect.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 mengenai
Otonomi Daerah akan berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah di tingkat lokal dimana otonomi tersebut diletakkan pada tingkat kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang tersebut Pemerintah Daerah
akan memiliki kewenangan yang lebih besar di dalam merencanakan arah pembangunan daerahnya sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada. Di
samping itu Pemerintah Daerah juga akan semakin dituntut untuk lebih mandiri dalam memecahkan masalah-masalah pembangunan di daerahnya dengan lebih memberdayakan masyarakatnya.
Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal didasarkan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan kebijakan desentralisasi fiskal ini diharapkan fungsi alokasi akan lebih baik. Fungsi alokasi yang lebih baik ini akan
mengarahkan pembangunan ekonomi yang lebih baik.
Pembangunan ekonomi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja, partisipasi dan kesejahteraan masyarakat secara lebih merata. Pertumbuhan ekonomi yang dialami oleh hampir setiap negara selalu disertai dengan perubahan
meningkatnya pangsa sektor non pertanian, baik dalam hal sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), maupun dalam penyerapan kesempatan kerja.
Pembangunan Nasional yang dimulai pada tahun 1969 telah membawa
hasil yang baik, khususnya bagi Provinsi Jawa Barat. Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Provinsi Jawa Barat merupakan bukti membaiknya kondisi perekonomian
Provinsi Jawa Barat.
Sumbangan sektor pertanian dan non pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Kontribusi PDRB sektor pertanian semakin menurun, sementara kontribusi sektor non pertanian terhadap PDRB relatif meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini
masih perlu dikaji lebih lanjut bagaimana pengaruh kontribusi sektor non pertanian terhadap kontribusi sektor pertanian.
Angkatan kerja merupakan salah satu faktor produksi yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Namun peningkatan angkatan kerja tersebut membawa permasalahan yakni penyediaan lapangan kerja. Apabila angkatan kerja tidak
dapat terserap seluruhnya di pasar kerja maka akan terjadi pengangguran. Oleh karena itu peningkatan jumlah angkatan kerja dan pertumbuhan angkatan kerja mengharuskan pemerintah untuk menyediakan dan memperluas lapangan kerja
yang diperuntukkan bagi angkatan kerja baru tersebut.
Pergerakan kontribusi tenaga kerja pada sektor pertanian dan sektor non
pertanian terhadap angkatan kerja yang bekerja di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Kontribusi tenaga kerja di sektor pertanian relatif menurun, sementara kontribusi tenaga kerja di sektor non pertanian relatif meningkat. Tetapi
penurunan kontribusi output sektor pertanian, sehingga kesejahteraan petani tidak berubah. Oleh karena itu masih perlu dikaji lebih jauh dampak dari kebijakan fiskal pada kontribusi tenaga kerja sektor pertanian maupun kontribusi tenaga
kerja di sektor non pertanian.
Tabel 1. Sumbangan Output dan Tenaga Kerja per Sektor Ekonomi di Provinsi Jawa Barat Periode 1973-2007
Tahun
Sektor Pertanian (%) Sektor Industri Pengolahan (%) Sektor Lainnya (%)
Sejalan dengan program pembangunan maka terjadi perubahan struktur output dan struktur tenaga kerja. Salah satu program kebijakan yang bertujuan
untuk memberdayakan masyarakat adalah kebijakan desentralisasi fiskal. Hal yang menarik untuk diteliti adalah apakah setelah pelaksanaan kebijakan fiskal
oleh Pemerintah Daerah ini perubahan struktur output sudah bisa diimbangi dengan perubahan struktur di bidang ketenagakerjaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka masalah pada penelitian ini adalah: (1)
bagaimana perubahan struktur output dan perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat, (2) seberapa besar keterkaitan antar sektor ketika terjadi
perubahan struktur output dan tenaga kerja, (3) seberapa besar pengaruh kebijakan fiskal terhadap peningkatan output dan perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat, dan (4) seberapa besar pengaruh kebijakan fiskal terhadap
peningkatan tenaga kerja dan perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dipaparkan di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Menganalisis perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi
Jawa Barat.
2. Mengkaji keterkaitan antar sektor pada saat berlangsungnya perubahan struktur output dan tenaga kerja, terutama antara sektor pertanian,
3. Menganalisis dampak kebijakan fiskal terhadap peningkatan output dan perubahan struktur output di Provinsi Jawa Barat.
4. Mengkaji dampak kebijakan fiskal terhadap peningkatan tenaga kerja
dan perubahan struktur tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat.
Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi yang baik
bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota, dalam melaksanakan pembangunan daerah, untuk mengatasi masalah distribusi pendapatan, meningkatkan output dan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengambil
kebijakan-kebijakan.
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Cakupan dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak
kebijakan fiskal terhadap perubahan struktur output dan tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini hanya dilakukan untuk Provinsi Jawa Barat sehingga hasilnya belum dapat digeneralisasikan untuk provinsi lain. Pada penelitian tidak
menganalisis dampak investasi yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan perekonomian. Adapun keterbatasan lain pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Tidak membahas perdagangan internasional dan pasar bebas. 2. Tidak memperhitungkan adanya konspirasi dari luar negeri.
3. Tidak membahas kebijakan moneter. 4. Tidak membahas tabungan dan investasi.
6. Tidak membahas kemiskinan. 7. Tidak memasukkan variabel harga. 8. Tidak memasukkan variabel upah.
9. Tidak menggunakan PDRB penggunaan. Di Jawa Barat kontribusi konsumsi non pangan meningkat, tetapi kontribusi konsumsi pangan
masih lebih tinggi (web site Jawa Barat,2008).
10. Simulasi menggunakan data kabupaten dan kota sehingga untuk spesifik daerah perlu penyesuaian kembali.
11. Dianggap kemampuan dan keterampilan masyarakat sama padahal pada kenyataanya kemampuan dan keterampilan masyarakat berbeda.
2.1. Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tujuan dari pembangunan setiap negara. Pertumbuhan ekonomi dapat digerakkan oleh pemerintah melalui
berbagai kebijakan, yaitu kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kebijakan perdagangan ataupun melalui regim nilai tukar yang diberlakukan di negara
tersebut.
Hubungan pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar dikemukan oleh Leamer (1988). Ia menyatakan bahwa nilai tukar dan daya beli nilai tukar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Pertumbuhan ekonomi tersebut terjadi melalui aliran investasi nasional kotor dari negara importir yang
stok kapitalnya tinggi ke negara eksportir. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Fukuchi dan Tokunaga (1999) yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat juga ditentukan oleh nilai tukar. Fluktuasi nilai tukar di Indonesia
dapat disebabkan antara lain oleh net private capital inflow. Penurunan net
private capital inflow akan menjadikan nilai tukar rupiah depresiasi. Hal ini akan
meningkatkan ekspor dan selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan nasional (Produk Domestik Bruto).
Usaha untuk mencanangkan pertumbuhan dari sektor pertanian haruslah
diselaraskan dengan usaha menstabilkan nilai tukar riil (real exchange rate). Hal ini diteliti oleh Cho, Sheldon, dan McCorriston (2002). Mereka mengungkapkan
bahwa ketidakpastian real exchange rate lebih memberi efek pada pertumbuhan perdagangan sektor pertanian dibandingkan dengan sektor lain. Berdasarkan pada
dan hasilnya menunjukkan bahwa ketidakpastian real exchange rate mempunyai efek negatif yang signifikan pada perdagangan sektor pertanian pada periode tersebut. Lebih lanjut, dampak negatif ketidakpastian pada perdagangan sektor
pertanian lebih signifikan dibandingkan dengan sektor lainnya.
Penelitian yang menghubungkan pertumbuhan ekonomi dengan regim
nilai tukar juga dilakukan oleh Yeyati dan Sturzenegger (2003). Mereka mempelajari hubungan antara exchange rate regimes dengan economic growth
untuk 183 negara contoh, dengan menggunakan de facto classification of regimes
yang baru berdasarkan pada perilaku aktual dari variabel-variabel makroekonomi yang relevan. Mereka mendapatkan bahwa untuk negara berkembang flexible
exchange rate regimes diassosiasikan dengan pertumbuhan yang lebih cepat, sementara untuk negara industri, pengaruh regim nilai tukar tidak nampak pengaruhnya secara signifikan pada pertumbuhan.
Bacchetta dan Wincoop (2000) mempunyai pemikiran lain. Mereka berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang disebabkan oleh perdagangan
internasional tidak ditentukan oleh regim nilai tukar. Perdagangan dan kesejahteraan dapat ditingkatkan di bawah masing-masing regim nilai tukar. Hal penting dalam perdagangan adalah harga. Perubahan harga ini tergantung pada
kebijakan moneter yang diterapkan pada masing-masing sistem. Perubahan pada harga memberikan dampak langsung pada perdagangan dan yang mudah
diverifikasi adalah pada regim nilai tukar tetap (fixed exchange rate regimes).
Pertumbuhan ekonomi dapat juga disebabkan oleh peningkatan produktivitas. Penelitian yang berhubungan dengan produktivitas dan
mengungkapkan bahwa dengan adanya liberalisasi perdagangan di India pada tahun 1991, terjadi peningkatan daya saing, yang ditandai dengan menurunnya
price-marginal mark-ups, dan terjadinya peningkatan laju pertumbuhan
produktivitas.
Pertumbuhan ekonomi dapat juga disebabkan oleh peningkatan
pemerataan aset (lahan) dan investasi agregat. Hasil penelitian Deininger dan Squire (1998) menunjukkan bahwa ketidakmerataan aset akan mengurangi pertumbuhan pendapatan masyarakat miskin. Kebijakan untuk meningkatkan
investasi agregat dan mengurangi ketidakmerataan aset dengan cara memfasilitasi penambahan aset bagi masyarakat miskin dapat memperoleh manfaat ganda, yaitu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.
Pertumbuhan perekonomian juga dapat disebabkan karena adanya perbaikan teknologi. Perbedaan dari pertumbuhan perekonomian diantara
provinsi di Indonesia antara lain karena perbedaan penerapan teknologi di masing-masing provinsi (Wibisono, 2005).
2.2. Kebijakan Fiskal
Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan fiskal dapat menggunakan instrumen pajak dan transfer. Dampak yang diakibatkan oleh pajak berbeda dengan transfer. Pada umumnya pajak akan menurunkan pendapatan masyarakat
sedangkan transfer akan meningkatkan pendapatan masyarakat. Salah satu bentuk transfer adalah subsidi harga output. Menurut Chambers dan Quiggin (2005)
dengan adanya subsidi harga output maka penawaran akan meningkat. Peningkatan penawaran ini terjadi karena petani/produsen terdorong untuk meningkatkan penggunaan input, yang selanjutnya akan meningkatkan output dan
permintaan input.
Sementara, Kniesner dan Ziliak (2002) berpendapat bahwa pajak
penghasilan menciptakan jaminan yang dapat memperkecil variabilitas pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) dan konsumsi. Dengan
menggunakan kerangka kerja (framework) empiris yang diturunkan dari literature
jaminan konsumsi dan data dari Panel Study of Income Dynamics dapat diuji efek dari pajak pendapatan federal yang dibuat pada tahun 1980-an tentang stabilisasi
konsumsi secara otomatis. Hasilnya adalah bahwa dengan diterapkannya pajak penghasilan akan dapat mengurangi stabilitas konsumsi sekitar 50 persen. Biaya kesejahteraan bergerak cukup besar setelah sistem pajak diterapkan pada rumah
tangga yang pendapatannya besar yang relatif takut menghadapi resiko (
risk-averse) tetapi lebih banyak lagi pada tipe rumahtangga yang sederhana.
Peneliti lainnya, yaitu Alesina, et al. (2002) mengevaluasi dampak kebijakan fiskal pada investasi dengan menggunakan panel negara-negara OECD. Dari hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa pajak mempunyai efek yang negatif
pada pengeluaran masyarakat (public spending) - dan khususnya komponen upah – pada profit dan investasi bisnis. Hasilnya konsisten dengan model teoritikal
pada investasi lebih besar dari pajak. Hasil analisis ini dapat menjelaskan apa yang disebut dengan efek “non-Keynesian” (seperti ekspansi) dari hukum fiskal. Sementara, menurut Mahi (2002), peluang bagi akumulasi dana daerah
untuk pembiayaan pembangunan prasarana wilayah berdasarkan UU No. 25/1999 dan UU No. 34/2000 diserahkan sepenuhnya kepada daerah untuk mengelola
sesuai dengan kebutuhannya. Namun demikian dari pengalaman Indonesia yang telah ada di masa lalu maupun sekarang ini, tampaknya tidak banyak jenis pengelolaan dana yang bersifat earmaking seperti yang dilakukan di Jepang.
Berbagai jenis pajak maupun pungutan lainnya sangatlah sedikit yang berkaitan langsung dengan jenis aktivitas yang dibiayainya. Untuk Indonesia, mungkin
hanya dana reboisasi yang dikelola melalui sistem Dana Alokasi Khusus (DAK) yang penggunaannya secara khusus diperuntukkan untuk reboisasi.
Selanjutnya, hasil kajian Lewis (2005) menunjukkan bahwa sebagai hasil
dari program desentralisasi Pemerintah Pusat yang mulai diterapkan pada tahun 2001, Pemerintah Daerah sudah mempunyai tanggung jawab yang lebih nyata
dalam pelayanan masyarakat, lebih leluasa mempergunakan sumber fiskal, dan mempunyai otoritas yang lebih besar dalam mempergunakan sumber-sumber lainnya dibanding sebelumnya. Menjelang akhir tahun 2002, belanja dan
penerimaan daerah lebih dari 2.5 kali lebih besar pada termin yang sama dibanding pada akhir tahun full fiscal sebelum desentralisasi. Total pengeluaran
Sub-Nasional menjadi lebih kecil dari pengeluaran total masyarakat. Meskipun penerimaan Sub-Nasional sumberdaya sendiri (Sub-National own-source revenue)
secara komparatif masih tidak penting, hanya 7 persen dari pendapatan
dari pusat untuk membiayai pengeluaran daerah. Namun secara keseluruhan, Pemerintah Daerah sudah memperlihatkan surplus budget yang nyata sejak
desentralisasi.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kebijakan fiskal dapat mempengaruhi penawaran tenaga kerja. Dampak kebijakan fiskal terhadap
penawaran tenaga kerja diteliti oleh Duncan dan Weeks (1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan diberlakukan kebijakan pajak keuntungan, maka jumlah yang tidak bekerja meningkat, jumlah pekerja yang bekerja paruh waktu
menurun, dan jumlah pekerja yang bekerja penuh meningkat.
2.3. Keuangan Daerah
Keuangan Daerah terdiri atas (1) penerimaan daerah, dan (2) pengeluaran
daerah. Guna kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah memerlukan dana dari beberapa sumber. Berdasarkan UU No 33 tahun 2004, sumber-sumber pembiayaan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri
dari: (1) pendapatan asli daerah, (2) dana perimbangan, (3) pinjaman daerah, dan (4) penerimaan lain-lain yang sah.
A. Penerimaan Daerah
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah (PAD) adalah sumber pendapatan asli yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan. Komponen PAD terdiri dari: (1) hasil
2. Dana Perimbangan
Dana perimbangan ditujukan untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pengurangan
ketimpangan tersebut dilakukan dengan cara sistem bagi hasil penerimaan pajak antara pusat dan daerah. Dana perimbangan antara pusat dan daerah meliputi: (1)
bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea hak atas tanah dan bangunan, dan penerimaan sumberdaya alam, (2) dana alokasi umum, dan (3) dana alokasi khusus.
2.A. Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum (DAU) dialokasikan dengan tujuan pemerataan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, keadaan geografi, jumlah
penduduk, dan tingkat pendapatan masyarakat di daerah, sehingga perbedaan daerah yang maju dengan daerah yang belum berkembang dapat diperkecil. Peranan DAU adalah untuk tujuan pemerataan antar daerah di Indonesia.
Pemerataan dalam hal keuangan daerah, termasuk jaminan kesinambungan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka penyediaan pelayanan dasar
kepada masyarakat dan merupakan satu kesatuan dengan penerimaan umum anggaran dan belanja daerah (APBD). Perubahan DAU akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan kewenangan Pemerintah Pusat kepada daerah dalam
rangka desentralisasi.
2.B. Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus (DAK) adalah dana yang ditujukan untuk membiayai
membiayai investasi pengadaan, peningkatan dan perbaikan prasarana dan sarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang. Dalam keadaan tertentu, DAK dapat membantu biaya pengoperasian dan pemeliharaan prasarana dan sarana tertentu
untuk periode terbatas, tidak melebihi tiga tahun. Pengalokasian DAK memperhatikan ketersediaan dalam APBN yang berarti bahwa besaran DAK tidak
dapat dipastikan setiap tahunnya.
3. Pinjaman Daerah
Pemerintah Daerah dapat meminjam baik dari Pemerintah Pusat atau lembaga keuangan dalam negeri maupun luar negeri dengan persetujuan
Pemerintah Pusat. Pinjaman daerah bisa dalam bentuk pinjaman jangka panjang dan jangka pendek. Pinjaman jangka panjang digunakan untuk pembiayaan
pembangunan prasarana yang merupakan asset daerah yang dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran pinjaman dan dapat memberikan manfaat bagi pelayanan umum. Pinjaman jangka pendek hanya dilakukan dalam rangka
pengelolaan kas daerah (Sidik, 2000 dalam Sumedi, 2005).
B. Pengeluaran Daerah
Pengeluaran daerah terdiri dari: (1) pengeluaran rutin dan (2) pengeluaran
pembangunan. Pengeluaran daerah biasa disebut sebagai belanja daerah. Belanja rutin dapat dibiayai dari pendapatan daerah sendiri sesuai dengan pasal 65 ayat 5
UU No 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Bab VIII tentang Keuangan Daerah pasal 78 sampai 86 (Pakasi, 2005).