PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
T E S I S
Oleh
KARTIKA EMAILIJATI 117032144/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
KARTIKA EMAILIJATI 117032144/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
Nama Mahasiswa : Kartika Emailijati Nomor Induk Mahasiswa : 117032144
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H) (Drs. Tukiman, M.K.M Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Drs. Tukiman, M.K.M
2. Dra. Syarifah, M.S
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR PERSONAL DAN LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP RISIKO PENYALAHGUNAAN NARKOBA
PADA ANAK REMAJA DI DESA MABAR KECAMATAN MEDAN DELI
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
ABSTRAK
Perkembangan pencandu dan penyalahgunaan narkoba khususnya pada anak remaja di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya terus meningkat. Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Jumlah tersangka kasus narkoba di Kota Medan tahun 2011 tercatat sebanyak 409 kasus dan tahun 2012 meningkat menjadi 481 kasus. Salah satu kelurahan di Kota Medan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan anak remaja terdapat di Kelurahan Mabar.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli. Jenis penelitian menggunakan survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh anak remaja di desa Mabar Kecamatan Medan Deli berjumlah 2.411 jiwa, sampel berjumlah 138 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner DAST (Drug Abuse Screening Test), dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0,05
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor personal meliputi (pengetahuan, sikap, efikasi diri) dan faktor lingkungan sosial meliputi (teman sebaya, teman sekolah, anggota keluarga, dan pengawasan orang tua) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Pengetahuan tentang narkoba memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,798.
Disarankan kepada : (1) Pemerintah dan lintas sektoral seperti BNN, dinas kesehatan, kepolisian. LSM, tokoh agama serta tokoh masyarakat perlu meningkatkan penyuluhan tentang narkoba dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja, keluarga, dan masyarakat. (2) Orang tua; (a) berupaya menciptakan suasana yang akrab dan menjalin komunikasi secara terbuka dilingkungan keluarga, mengarahkan anak remaja sesuai potensinya serta sedini mungkin harus di mulai menjalankan ibadah agama dalam keluarga dan (b) waspada untuk mendeteksi secara dini perilaku anak remaja dan meningkatkan pengetahuan tentang narkoba serta menegur anak yang pulang malam, atau menginap dirumah temannya tanpa sepengetahuan orang tua. (3) Bagi remaja; meningkatkan pengetahuan tentang narkoba dengan cara, membaca buku, mengikuti penyuluhan tentang narkoba, menghindari kebiasaan penggunaan obat terlarang, menghindari kebiasaan merokok, minuman keras dan ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah serta kegiatan perkumpulan dimasyarakat. (4) Masyarakat dan Aparat yang terkait; (a) aparat kepolisian perlu meningkatkan sosialisasi tentang bahaya, pencegahan serta penanggulangan narkoba kepada para anak remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya, (b) masyarakat harus ikut berpartisipasi mengikuti penyuluhan dan memerangi bandar maupun pengguna atau pengedar narkoba dengan melaporkan segera kepada pihak yang berwenang.
ABSTRACT
Drug abuse and the development of drug addicts in Indonesia and Sumatera Utara in particular is increasing. In the City of Medan, the provincial capital, the case of drug abuse is more increasing and has expanded to most of the teenagers who belong to the productice age group. In 2011, there were 409 drug cases, and in 2012 it increased to 481 cases. One of the kelurahan (urban villages) which is vulnerable to drug case among the teenagers is Kelurahan Mabar, then City of Medan.
The purpose of this explanatory survey study conducted from April to July 2013 was to analyze the influence of personal factor and social environment factor on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The population of this study was all of the 2,411 teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict and 138 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and DAST (Drug Abuse Screening Test). The data obtained were analyzed through multiple
logistic regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically personal factor (knowledge, attitude, self-efficacy) and social environment factor (peers, school mates, family members, and parental control) had a positive and significant influence on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The knowledge about drug was the most influencing factor with the value of coefficient (B) = 2.798.
It is suggested that (1) the government and inter-sectoral agancy such as BNN (National Narcotics Board), Health Service, Police, NGO, religious figures, and public figures need to increase the extension on narcotics to the teenagers, families and community members; (2) Parents (a) try to create an intimate atmosphere and openly establish communication in their family, to direct their teenage-children in accordance with the potential of the children themselves in growing self-confidence and self-respect as earlier as possible through doing religious practice in the family, and (b) must be alert to earlier detect the behavior of their teenage children and improve their knowledge about narcotyics and reprimand the children who go back home late at night or stay in their friends’ house without parental consent; and (3) the teenagers must improve their knowledge about narcotics and avoid the habit of using drugs other than those required for medical reasons, avoid smoking habit and drinking strong drinks in facing the pressure in social relationship, and actively participate in the extracurricular activities at school and community organization.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli ".
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,
M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
5. Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H selaku ketua komisi pembimbing dan Drs. Tukiman,
M.K.M, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan
kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk
membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Dra. Syarifah, M.S, dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
7. Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan yang telah berkenan memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus
memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
8. Kepala Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli beserta staf yang telah
berkenan memberikan kesempatan melakukan penelitian dalam penyelesaian tesis
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.
8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
9. Ayahanda drg. Harjono M, DDPH atas segala jasanya sehingga penulis selalu
mendapat pendidikan terbaik.
10 Suami tercinta Imtar Tarigan dan anak-anak; Monika Eymi Srininta
br.Tarigan, Spd, Yohan Setiawan Tarigan serta abang serta adik tersayang yang
penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam
setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa
menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Oktober 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Kartika Emailijati, lahir pada tanggal 16 Maret 1968 di Yogyakarta, anak
keempat dari enam bersaudara dari pasangan Ayahanda, drg. Harjono M, DDPH dan
Ibunda Sahayati Siregar
Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan dasar di Sekolah Dasar
Negeri No 060799 di Medan, selesai Tahun 1981, Sekolah Menengah Pertama di
SMP Negeri 6 Medan, selesai Tahun 1984, Sekolah Pengatur Rawat Gigi Medan,
selesai tahun 1987, Program D3 Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam di IKIP Bandung, selesai Tahun 1996 dan Fakultas Kesehatan
Masyarakat di USU Medan, selesai Tahun 2007.
Mulai bekerja sebagai Pelayanan perawatan gigi di Sekolah Pengatur Rawat
Gigi Medan, tahun 1988 sampai tahun 1995, staf pengajar di Sekolah Pengatur Rawat
Gigi Medan, tahun 1996 sampai tahun 1999, staf pengajar di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Medan, tahun 2000 sampai dengan sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan
DAFTAR ISI
2.1.4. Remaja Sebagai Kelompok Risiko Menyalahgunakan Narkoba ... 17
2.4.3 Faktor-Faktor yang Berperan pada Perilaku Penyalahgunaan Narkoba ... 38
2.4.4 Akibat Kecanduan Narkoba ... 40
2.4.5 Tempat-Tempat yang Rawan Bagi Peredaran Narkoba ... 42
2.5 Penggolongan Tingkat Penyalahgunaan Narkoba ... 43
2.5 1. Gejala Dini Penyalahgunaan Narkoba ... 44
2.5 2 Pencegahan Primer ... 44
2.6 Landasan Teori ... 47
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 51
3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 54
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 56
3.5.1 Variabel Bebas ... 56
3.5.2 Variabel Terikat ... 57
3.6 Metode Pengukuran ... 57
3.6.1 Aspek Pengukuran Variabel Bebas ... 57
3.6.2 Aspek Pengukuran Variabel Terikat ... 58
3.7 Metode Analisis Data ... 59
3.8 Proses Penelitian ... 60
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 61
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian... 61
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 61
4.1.2 Sarana Kesehatan ... 61
4.2 Analisis Univariat... 62
4.2.1 Identitas Responden ... 63
4.2.2 Faktor Personal ... 65
4.2.3 Lingkungan Sosial ... 71
4.2.4 Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 76
4.3 Analisis Bivariat ... 80
4.3.1 Faktor Personal ... 80
4.3.2 Lingkungan Sosial ... 82
4.4 Analisis Multivariat ... 85
4.4.1 Menilai Kelayakan Model Regresi... 85
4.4.2 Menilai Keseluruhan Model (Overall Model Fit) ... 85
4.4.3 Pengujian Hipotesis ... 87
BAB 5 PEMBAHASAN ... 90
5.1.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Risiko Penyalahgunaan
Narkoba pada Anak Remaja ... 90
5.1.2 Pengaruh Sikap terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 94
5.1.3 Pengaruh Efikasi Diri terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 97
5.2 Pengaruh Faktor Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli ... 99
5.2.1 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 100
5.2.2 Pengaruh Teman Sekolah terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 102
5.2.3 Pengaruh Anggota Keluarga terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Rem ... 104
5.2.4 Pengaruh Pengawasan Orang Tua terhadap Risiko Penyalahgunaan Narkoba pada Anak Remaja ... 107
5.3 Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 109
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
6.1 Kesimpulan ... 113
6.2 Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 115
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Distribusi Sampel Menurut Desa ... 53
3.2 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 58
3.3 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 59
4.1 Distribusi Jumah Penduduk ... 62
4.2 Distribusi Identitas Responden ... 63
4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 66
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 66
4.5 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Sikap terhadap Narkoba ... 68
4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap terhadap Narkoba... 68
4.7 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Efikasi Diri ... 70
4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Efikasi Diri ... 70
4.9 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Teman Sebaya ... 71
4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Teman Sebaya... 72
4.11 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Teman Sekolah ... 73
4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Teman Sekolah ... 73
4.13 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Anggota Keluarga ... 74
4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Anggota Keluarga ... 74
4.15 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Pengawasan Orang Tua ... 75
4.16 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengawasan Orang Tua ... 76
4.18 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Risiko Penyalahgunaan
Narkoba ... 79
4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Risiko ... 79
4.20 Hubungan Pengetahuan dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 80
4.21 Hubungan Sikap dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 81
4.22 Hubungan Efikasi Diri dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 81
4.23 Hubungan Teman Sebaya dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 82
4.24 Hubungan Teman Sekolah dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 83
4.25 Hubungan Anggota Keluarga dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba .... 84
4.26 Hubungan Pengawasan Orang Tua dengan Risiko Penyalahgunaan Narkoba ... 84
4.27 Hasil Pengujian Kelayakan Model Regresi... 85
4.28 Uji Omnibus (overall test) ... 86
4.29 -2 Log Likehood Awal Awal ... 86
4.30 -2 Log Likehood Awal Akhir ... 86
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Candu (Opium Papaver Somniverum) Sebagai Bahan Dasar Opium ... 31
2.2 Opium Olahan ... 31
2.3 Morfin dalam Bentuk Pulvis ... 32
2.4 Tanaman Ganja ... 33
2.5 Kokain ... 34
2.6 Methodone ... 34
2.7 Benzodiazepine ... 35
2.8 Ekstasi ... 36
2.9 Shabu ... 37
2.10 Halusinogen ... 37
2.11 Landasan Teori ... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 120
2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 126
3 Uji Univariat dan Bivariat ... 131
4 Uji Multivariat ... 156
5 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 157
6 Surat Izin Selesai Penelitian dari Kelurahan Mabar Kecamatan Medan Deli 158 5. Dokumentasi Penelitian ... 154
6. Surat Izin Penelitian dari Pascasarjana USU ... 155
ABSTRAK
Perkembangan pencandu dan penyalahgunaan narkoba khususnya pada anak remaja di Indonesia dan Sumatera Utara khususnya terus meningkat. Kota Medan sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara juga mengalami peningkatan penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Jumlah tersangka kasus narkoba di Kota Medan tahun 2011 tercatat sebanyak 409 kasus dan tahun 2012 meningkat menjadi 481 kasus. Salah satu kelurahan di Kota Medan yang rentan tentang perkara narkoba di kalangan anak remaja terdapat di Kelurahan Mabar.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli. Jenis penelitian menggunakan survei explanatory. Penelitian ini dilaksanakan bulan April sampai dengan Juli 2013. Populasi adalah seluruh anak remaja di desa Mabar Kecamatan Medan Deli berjumlah 2.411 jiwa, sampel berjumlah 138 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner DAST (Drug Abuse Screening Test), dianalisis dengan regresi logistik berganda pada pengujian α=0,05
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor personal meliputi (pengetahuan, sikap, efikasi diri) dan faktor lingkungan sosial meliputi (teman sebaya, teman sekolah, anggota keluarga, dan pengawasan orang tua) berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja. Pengetahuan tentang narkoba memiliki pengaruh yang terbesar dengan nilai koefisien (B)= 2,798.
Disarankan kepada : (1) Pemerintah dan lintas sektoral seperti BNN, dinas kesehatan, kepolisian. LSM, tokoh agama serta tokoh masyarakat perlu meningkatkan penyuluhan tentang narkoba dalam rangka meningkatkan kesadaran remaja, keluarga, dan masyarakat. (2) Orang tua; (a) berupaya menciptakan suasana yang akrab dan menjalin komunikasi secara terbuka dilingkungan keluarga, mengarahkan anak remaja sesuai potensinya serta sedini mungkin harus di mulai menjalankan ibadah agama dalam keluarga dan (b) waspada untuk mendeteksi secara dini perilaku anak remaja dan meningkatkan pengetahuan tentang narkoba serta menegur anak yang pulang malam, atau menginap dirumah temannya tanpa sepengetahuan orang tua. (3) Bagi remaja; meningkatkan pengetahuan tentang narkoba dengan cara, membaca buku, mengikuti penyuluhan tentang narkoba, menghindari kebiasaan penggunaan obat terlarang, menghindari kebiasaan merokok, minuman keras dan ikut aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah serta kegiatan perkumpulan dimasyarakat. (4) Masyarakat dan Aparat yang terkait; (a) aparat kepolisian perlu meningkatkan sosialisasi tentang bahaya, pencegahan serta penanggulangan narkoba kepada para anak remaja khususnya dan masyarakat pada umumnya, (b) masyarakat harus ikut berpartisipasi mengikuti penyuluhan dan memerangi bandar maupun pengguna atau pengedar narkoba dengan melaporkan segera kepada pihak yang berwenang.
ABSTRACT
Drug abuse and the development of drug addicts in Indonesia and Sumatera Utara in particular is increasing. In the City of Medan, the provincial capital, the case of drug abuse is more increasing and has expanded to most of the teenagers who belong to the productice age group. In 2011, there were 409 drug cases, and in 2012 it increased to 481 cases. One of the kelurahan (urban villages) which is vulnerable to drug case among the teenagers is Kelurahan Mabar, then City of Medan.
The purpose of this explanatory survey study conducted from April to July 2013 was to analyze the influence of personal factor and social environment factor on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The population of this study was all of the 2,411 teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict and 138 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews and DAST (Drug Abuse Screening Test). The data obtained were analyzed through multiple
logistic regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically personal factor (knowledge, attitude, self-efficacy) and social environment factor (peers, school mates, family members, and parental control) had a positive and significant influence on the risk of drug abuse in the teenagers in Mabar Village, Medan Deli Subdistrict. The knowledge about drug was the most influencing factor with the value of coefficient (B) = 2.798.
It is suggested that (1) the government and inter-sectoral agancy such as BNN (National Narcotics Board), Health Service, Police, NGO, religious figures, and public figures need to increase the extension on narcotics to the teenagers, families and community members; (2) Parents (a) try to create an intimate atmosphere and openly establish communication in their family, to direct their teenage-children in accordance with the potential of the children themselves in growing self-confidence and self-respect as earlier as possible through doing religious practice in the family, and (b) must be alert to earlier detect the behavior of their teenage children and improve their knowledge about narcotyics and reprimand the children who go back home late at night or stay in their friends’ house without parental consent; and (3) the teenagers must improve their knowledge about narcotics and avoid the habit of using drugs other than those required for medical reasons, avoid smoking habit and drinking strong drinks in facing the pressure in social relationship, and actively participate in the extracurricular activities at school and community organization.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyalahgunaan obat seperti narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya
merupakan masalah yang sangat kompleks dan memerlukan upaya penanggulangan
secara komprehensif dengan melibatkan kerjasama multidisipliner, multisektor, dan
peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan secara berkesinambungan,
konsekuen dan konsisten. Menurut NIDA (National Institute on Drug Abuse), badan yang banyak meneliti masalah Narkoba (narkotika dan obat berbahaya) di Amerika;
Penyalahgunaan Zat (PGZ) baik illegal dalam bentuk penyalahgunaan narkoba (PGN)
maupun Penyalahgunaan Obat (PGO) yang legal, merupakan masalah yang perlu
mendapat perhatian.
Selama tahun 1992-2007 di Amerika Serikat, penyalahgunaan obat
menduduki peringkat pertama penyebab terjadinya penyakit yang dapat dicegah
(preventable illness) dan kematian. Setiap tahunnya, lebih dari 500.000 kematian atau 1 dari 4 kematian berhubungan dengan penyalahgunaan obat dalam jangka waktu 15
tahun terakhir (NIDA, 2005). Menurut Ardjil (2013) kondisi Indonesia di tahun 2013
tidak jauh berbeda melihat tingginya prevalensi PGZ yang mencapai 2,24 % populasi
(1998;1,99%) dan maraknya peredaran gelap yang diungkap Badan Narkotika
Nasional (BNN). Perhatian lebih dini yang sangat penting adalah upaya pencegahan.
Perlu pemahaman apa yang menjadi penyebab PGZ, sehingga upaya pencegahan bisa
Kasus narkotika di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun maka
seluruh elemen mengharuskan untuk menyatakan perang terhadap narkoba. Sebagai
perbandingan pengungkapan kasus narkotika; pada tahun 2007 sebanyak 11.380
kasus, 2008 sebanyak 10.008 kasus, 2009 sebanyak 11.135 kasus, tahun 2010 adalah
17.834 kasus serta tahun 2011 sebanyak 19.045 kasus (BNN, 2012). Menurut BNN,
meskipun hasil pengungkapan kasus menunjukkan kenaikan, namun hasil ini masih
tergolong kecil jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah kebutuhan konsumsi
narkoba di Indonesia.
Berdasarkan perkiraan tahun 2011, jumlah konsumsi narkoba terdiri dari
Ganja sebanyak 487.242.210 gram, shabu 49.819.381 gram, ekstasi 148.411.620
butir, heroin 1.868.937 gram serta kokain sekitar 33.317 gram. Dari beberapa narkoba
jenis ATS (Amphetamine Type Stimulants) adalah shabu dan ekstasi. Khusus shabu mengalami kenaikan dalam kurun waktu 2007-2011, sementara jenis ganja, heroin
dan ekstasi mengalami penurunan dengan jumlah kerugian materil yang diakibatkan
oleh narkoba lebih dari Rp.41 triliun. Sepanjang tahun 2012, BNN mencatat terdapat
1.314 anggota Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan polisi yang terjerat kasus narkotika.
Jumlah tersebut terdiri dari 405 orang anggota kepolisian dan 909 PNS (BNN, 2012).
Menurut BNN (2012) jumlah kasus narkoba sejak 2007-2011, berdasarkan
jenis yang terbanyak adalah Shabu (Meth) sebanyak 40.612 kasus. Selain jenis
narkoba shabu adalah kasus Ganja merupakan urutan kedua sebanyak 39.305 kasus,
menyusul kasus Miras sebanyak 38.445 kasus. Sedangkan jumlah kasus narkoba
berdasarkan golongan yang terbanyak adalah kasus Narkotika, yaitu sebanyak 69.402
Berdasarkan data BNN (2005) masalah penyalahgunaan narkoba di tanah air
telah merambah pada sebagian besar kelompok usia produktif, yakni yang masih
remaja berstatus pelajar maupun mahasiswa. Jumlah tersangka narkoba selama tahun
2007-2011 berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu sebanyak 11,8% anak SD, sebesar
23,7% anak SMP dan sebesar 61,9% anak SMA. Kenakalan remaja dalam dasawarsa
terakhir, semakin marak. Berbagai macam kejadian negatif yang melibatkan kaum
remaja semakin meningkat. Perkelahian antar pelajar, kebiasaan merokok di kalangan
pelajar, dan penggunaan narkoba, seperti, ekstasi, putauw, ganja, heroin merupakan
contoh bentuk kenakalan remaja di mana frekuensinya semakin meningkat.
Masalah menjadi lebih berbahaya lagi karena penggunaan narkoba, para
remaja tertular dan menularkan HIV/AIDS di kalangan remaja. Hal ini telah terbukti
dari pemakaian narkoba melalui jarum suntik secara bergantian. Berdasarkan data
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA, 2007), dari seluruh jumlah kasus narkoba di
Indonesia, sekitar 8 ribu atau 57,1% kasus HIV/AIDS terjadi pada remaja antara
15-29 tahun (37,8% terinfeksi melalui hubungan seks yang tidak aman dan 62,2%
terinfeksi melalui penggunaan narkoba jarum suntik).
Menurut BNN (2007), narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA)
adalah kejahatan yang sangat meresahkan bagi masyarakat khususnya remaja, sebab
penyalahgunaan NAPZA akan mengakibatkan kondisi yang sangat fatal. NAPZA
juga merupakan ancaman bagi remaja di hampir lebih dari 100 negara di dunia.
Menurut BNN, perkembangan pencandu narkoba di Indonesia semakin pesat. Para
pencandu narkoba itu pada umumnya berusia antara 11 sampai 24 tahun. Artinya usia
mengonsumsi narkoba biasanya diawali dengan perkenalannya dengan rokok. Karena
kebiasaan merokok ini sepertinya sudah menjadi hal yang wajar di kalangan remaja
dan pelajar saat ini. Dari kebiasaan inilah, pergaulan terus meningkat, apalagi ketika
pelajar tersebut bergabung ke dalam lingkungan orang-orang yang sudah menjadi
pencandu narkoba. Awalnya mencoba, lalu kemudian mengalami ketergantungan.
Menurut Gunarsa (1991) remaja merupakan kelompok yang paling rentan
secara fisik terhadap infeksi. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan
antara masa anak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa
anak-anak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut di masa dewasa.
Meskipun remaja sudah matang secara organ seksual, tetapi emosi dan
kepribadiannya masih labil karena masih mencari jati dirinya, sehingga rentan
terhadap berbagai godaan dalam lingkungan pergaulannya. Remaja cenderung ingin
tahu dan mencoba-coba apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
Menurut Soetjiningsih (2007), pada masa remaja, justru keinginan untuk
mencoba-coba, mengikuti tren dan gaya hidup, serta bersenang-senang besar sekali.
Walaupun semua kecenderungan itu wajar-wajar saja, tetapi hal itu bisa juga
memudahkan remaja untuk terdorong menyalahgunakan narkoba. Data menunjukkan
bahwa jumlah pengguna narkoba yang paling banyak adalah kelompok usia remaja.
Hasil penelitian BNN dan Puslitkes Universitas Indonesia serta berbagai
universitas negeri terkemuka menunjukkan prevalensi pengguna narkoba terus naik.
Pada 2012 bahkan diperkirakan sudah mencapai 2,8% atau setara dengan 5,8 juta
penduduk. Angka prevalensi tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan
1,75% pengguna narkoba dari jumlah penduduk di Indonesia. Prevalensi tersebut naik
menjadi 1,99% dari jumlah penduduk pada 2008. Tiga tahun kemudian atau pada
2011, angkanya sudah mencapai 2,2%.
Menurut Hawari (2003), penyalahgunaan narkoba dapat merusak hubungan
kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar dan produktivitas kerja secara drastis,
ketidakmampuan membedakan yang baik dan yang buruk, perilaku maladaptif,
gangguan kesehatan fisik dan mental, tindak kekerasan dan kriminalitas. Peningkatan
upaya preventif dan represif perlu dilakukan pembaharuan terhadap Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, termasuk peningkatan ancaman hukuman
pidana baik dalam bentuk pidana minimal khusus dan maksimal maupun peningkatan
pidana denda yang berkaitan dengan kejahatan narkotika dan penyalahgunaan
prekursor narkotika serta penguatan kelembagaan yang berkaitan dengan pencegahan
penyalahgunaan dan pemberantasan kejahatan narkotika.
Remaja umumnya amat rentan terhadap pengaruh-pengaruh eksternal. Karena
proses pencarian jati diri, mereka mudah sekali terombang-ambing, dan masih merasa
sulit menentukan tokoh panutannya. Remaja juga mudah terpengaruh oleh gaya hidup
masyarakat di sekitarnya. Karena kondisi kejiwaan yang labil dan remaja mudah
terpengaruh. Mereka cenderung mengambil jalan pintas dan tidak mau pusing-pusing
memikirkan dampak negatifnya. Remaja dalam kehidupan sosialnya akan selalu
dihadapkan kepada berbagai peran yang ditawarkan oleh lingkungan, keluarga
maupun kelompok sebayanya. Keadaan seperti ini kelompok remaja mempunyai
risiko untuk menyalahgunakan obat-obatan dan dalam kehidupan sehari-hari
orang yang tidak dikenal. Khususnya pada remaja-remaja yang mempunyai riwayat
kejahatan, bolos sekolah atau mengalami kegagalan di sekolah (Soetjiningsih, 2007).
Kebutuhan remaja untuk bersosialisasi dengan kelompok sebayanya bisa
dimanfaatkan untuk proses sosialisasi yang normatif, sehingga remaja tidak
terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak sehat, tetapi sering sekali kegiatan
bersosialisasi yang dilakukan para remaja dengan kelompok sebayanya malah akan
berdampak pada kegiatan yang bersifat negatif, seperti penyalahgunaan narkoba.
Hubungan secara sosial dengan teman sebayanya dapat menimbulkan dampak positif
atau negatif. Dampak negatif yang diperoleh remaja dalam hal ini pengaruh buruk
jika seorang remaja dengan lingkungan teman sebayanya sudah melakukan
penyalahgunaan narkoba (Soetjiningsih, 2007).
Menurut Ahmadi (1999) peranan orangtua sangatlah penting dalam
membentuk watak dan kepribadian remaja hingga menjelang dewasa. Keluarga
merupakan kelompok sosial yang utama dan terutama tempat anak berada dan
menjadi manusia sosial. Orang tua yang berhasil menjalankan tugas dan fungsinya
dalam keluarga adalah orang tua yang memiliki kemampuan untuk memberikan
kesejahteraan pada anaknya. Hal tersebut tidak terlepas dari status hubungan dan
komunikasi antar anggota keluarga itu sendiri.
Menurut Data BNN (2012), di Sumatera Utara tahun 2010 jumlah tersangka
kasus narkoba berdasarkan jenis tercatat sebanyak 33.274 kasus dan tahun 2011
meningkat menjadi 36.392 kasus. Berdasarkan golongan tahun 2010, sebanyak
tersangka kasus narkoba selama tahun tahun 2007-2011 berdasarkan kelompok usia
yang terbanyak adalah kelompok usia remaja 16-29 tahun, yaitu sebanyak 55,8%.
Berdasarkan data bagian narkoba Polda Sumut (2012), jumlah penangkapan
kasus narkotika di Kota Medan menduduki peringkat ketiga setelah DKI Jakarta dan
Jawa Timur. Satuan Res Narkoba Polresta Medan, melaporkan jumlah kasus narkoba
mengalami peningkatan. Tahun 2011, berjumlah 409 kasus dan 2012, berjumlah 481
kasus. Kota Medan, bukan hanya sebagai transit peredaran narkoba tetapi juga
menjadi pasar. Hal ini yang menjadi lebih mengkhawatirkan karena jumlah peredaran
narkoba di Kota Medan semakin berkembang. Besarnya peluang peredaran narkoba
masuk ke Kota Medan dan Sumut, tergambar dari penanganan kasus narkoba per
bulannya di Sumut rata-rata 250-300 kasus. Bahkan bagian narkoba Polda
menyebutkan tidak ada satu kelurahan di Kota Medan bersih dari kasus narkoba dan
kasus narkoba ini ibarat gunung es yang tampak hanya dipermukaan tetapi di bawah
sebenarnya ada yang lebih besar lagi.
Berdasarkan survei pendahuluan pada PIMANSU (Pusat informasi
masyarakat anti narkoba Sumatera Utara) tahun 2012, merupakan salah satu lembaga
anti narkoba di Sumatera Utara, diperoleh informasi bahwa salah satu kelurahan yang
rentan tentang perkara narkoba di kalangan remaja terdapat di Kelurahan Mabar
Polsek Medan Deli. Selanjutnya dilakukan wawancara terhadap sebanyak 10 orang
para remaja di Kelurahan Mabar. Hasil wawancara ditemukan sebanyak 80%
menyatakan bahwa secara rutin belum ada program penyuluhan pada kelurahan
jarang melakukan komunikasi dengan anak remajanya tentang bahaya narkoba,
karena orang tua sibuk dengan pekerjaan sehari-hari.
Remaja dengan karakteristiknya yang cenderung ingin tahu dan
mencoba-coba dikhawatirkan dapat terpengaruh dari lingkungannya, sehingga mereka
cenderung lebih permisif terhadap perilaku penyalahgunaan narkoba. Adanya
berbagai perilaku remaja tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Secara garis besar
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku remaja dalam penyalahgunaan
narkoba terdiri dari faktor personal dan faktor lingkungan sosial. Faktor lingkungan
sosial merupakan faktor di luar individu remaja tersebut berada; baik itu di
lingkungan keluarga, teman sekolah, kelompok sebaya (peer group), dan lingkungan tempat tinggal. Sedangkan faktor personal merupakan faktor di dalam individu seperti
pengetahuan, sikap dan efikasi diri. Pengetahuan yang kurang baik diikuti dengan
sikap permisif dan efikasi diri (kemampuan menghadapi suatu situasi) secara individu
tentang narkoba maka berisiko dalam penyalahgunaan narkoba. Sementara sikap
permisif ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Suatu kelompok yang tidak permisif terhadap penyimpangan perilaku akan
menekan anggotanya yang bersifat permisif. Dengan demikian kontrol sosial akan
mempengaruhi sikap permisif terhadap kelompok tersebut. Dalam keadan demikian
peranan keluarga sangat diperlukan. Orang tua meluangkan waktunya untuk
mendampingi anaknya, memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasihat.
Meluangkan waktu bersama merupakan syarat mutlak untuk terciptanya komunikasi
keintiman dan keakraban di antara anggota keluarga. Kondisi komunikasi yang
demikian, diharapkan remaja dapat terhindar dari risiko penyalahgunaan narkoba.
Menurut Bandura (1977) dalam konsepnya reciprocal determinism terkenal dengan teori pembelajaran sosial (social learning theory) yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu perilaku, kognitif dan lingkungan mengungkapkan bahwa seseorang
akan bertingkah laku dalam situasi yang ia pilih secara aktif. Dalam menganalisis
perilaku seseorang, ada tiga komponen yang harus ditelaah, yaitu individu itu sendiri
(P: Person), lingkungan (E : Environment), serta perilaku individu tersebut (B:
Behavior). Individu akan memunculkan satu bentuk perilaku yang berbeda meskipun lingkungan serupa, namun individu akan bertingkah laku setelah ada proses kognisi
atau penilaian terhadap lingkungan sebagai stimulus yang akan ditindaklanjuti.
Bandura menyatakan proses meniru perilaku dan sikap seorang model merupakan
salah satu proses pembelajaran. Melalui proses tersebut akan terjadi interaksi timbal
balik antara kognitif, lingkungan, dan perilaku.
Berbagai penelitian yang dilakukan terhadap para remaja tentang risiko
penyalahgunaan narkoba seperti hasil penelitian Husni (2012) tentang perkembangan
pemulihan penyalahgunaan narkotika pada remaja menyimpulkan bahwa
perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika dipengaruhi oleh dukungan
orang tua dan teman sebaya. Sedangkan variabel yang paling dominan berpengaruh
terhadap perkembangan pemulihan penyalahgunaan narkotika adalah dukungan orang
tua.
Hasil penelitian Lufthiani (2011) meneliti tentang pengaruh pendidikan
penyalahgunaan narkoba di SMA Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan,
menyimpulkan ada pengaruh pendidikan kelompok sebaya terhadap pengetahuan
remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba, dan pendidikan kelompok sebaya
berpengaruh terhadap sikap remaja tentang risiko penyalahgunaan narkoba.
Hasil penelitian BNN Kabupaten Pati (2011) khususnya dikalangan para
pelajar sekolah menengah di Kabupaten Pati menyimpulkan berdasarkan pengakuan
responden (pelajar sekolah menengah) yang berjumlah 300 orang, ditemukan
sebanyak 50 orang (16,7%) menyatakan pernah merokok. Responden yang pernah
minum minuman keras sebanyak 17 orang (5,7%). Sementara responden yang pernah
menggunakan narkoba jenis obat-obatan berbahaya sebanyak 3 orang (1,0%).
Responden yang merokok dan berlanjut minum sebanyak 32,0 %. Responden yang
minum dan berlanjut pada penggunaan narkoba jenis obat sebanyak 11,8 %. Mereka,
para pengguna narkoba belum banyak mengalami gangguan kesehatan. Namun ini
bukan berarti mereka aman dari risiko/dampak merokok, minum dan narkoba.
Upaya penanggulangan masalah narkoba sudah dilaksanakan semenjak
munculnya masalah tersebut bahkan bahaya penyalahgunaan narkoba telah ditetapkan
sebagai ancaman nasional karena dapat mempengaruhi kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Berkaitan dengan itu, salah satu upaya yang dipandang
strategis adalah melalui kegiatan penyebarluasan informasi tentang bahaya
penyalahgunaan narkoba sehingga masyarakat akan mampu membentengi diri untuk
tidak menjadi korban ataupun pelaku penyalahgunaan narkoba itu sendiri dengan
tidak mengkonsumsi narkoba ataupun mengambil keuntungan dari peredaran gelap
mitra kerja aparat penegak hukum dengan memberikan informasi seluas-luasnya
tentang penyalahgunaan dan peredaran narkoba (Yusuf, 2008).
Berdasarkan uraian di atas penulis merasa perlu dikaji tentang "Pengaruh
Faktor Personal dan Lingkungan Sosial terhadap Risiko Penyalahgunaan narkoba
pada Anak Remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli "
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko
penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor personal dan
lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan narkoba pada anak remaja di Desa
Mabar Kecamatan Medan Deli.
1.4. Hipotesis
Faktor faktor personal dan lingkungan sosial terhadap risiko penyalahgunaan
narkoba pada anak remaja di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi dan pengembangan ilmu
pengetahuan dalam lingkup pendidikan ilmu kesehatan masyarakat tentang
narkoba, sehingga dapat berguna dalam penerapan upaya promotif dan preventif
kepada masyarakat.
2. Penelitian ini merupakan dasar yang dapat digunakan sebagai informasi bagi
petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya bagi
kelompok remaja, melalui kegiatan penyuluhan dapat merubah perilaku remaja
tentang risiko penyalahgunaan narkoba.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran perilaku
penyalahgunaan narkoba pada remaja, sehingga masyarakat diharapkan dapat
lebih waspada terhadap pergaulan dan perilaku anak remajanya.
4. Sebagai wahana pengembangan kemampuan penelitian di bidang ilmu promosi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Remaja
2.1.1. Pengertian Remaja
Remaja, atau sering disebut adolescene, berasal dari bahasa latin adolescere, yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan. Santrock (2003)
mengartikan remaja sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan
masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.
Walaupun remaja mempunyai ciri unik, yang terjadi pada masa remaja akan saling
berkaitan dengan perkembangan dan pengalaman pada masa anak-anak dan dewasa.
Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescene sesungguhnya memiliki arti yang luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 2005).
Masa awal remaja adalah waktu di mana konflik orang tua dengan remaja
meningkat lebih dari konflik orang tua dengan anak. Peningkatan ini bisa terjadi
karena beberapa faktor yang melibatkan pendewasaan remaja dan pendewasaan orang
tua, meliputi perubahan biologis, pubertas, perubahan kognitif termasuk
meningkatnya idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berpusat pada
kebebasan dan jati diri, dan harapan yang tak tercapai (Santrock, 2003)
Pandangan ini didukung oleh Piaget (Hurlock, 2005) yang menyatakan bahwa
secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke
dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak
sejajar. Memasuki masyarakat dewasa ini mengandung banyak aspek efektif, lebih
atau kurang dari usia pubertas (Ali dan Asrori, 2010).
Masa remaja menurut Mappiare (1982), berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.
rentang usia remaja ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun
sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat
saat ini, individu di anggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan
bukan usia 21 tahun seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini,
umumnya anak sedang duduk di bangku sekolah menengah (Ali dan Asrori, 2010).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik,
emosi dan psikis. Masa remaja yakni antara usia 10-19 tahun yang merupakan suatu
periode masa pematangan organ reproduksi manusia dan sering disebut masa
pubertas. Masa remaja adalah masa periode peralihan dari masa anak ke masa
dewasa. Pada remaja tersebut terjadilah suatu perubahan organ-organ fisik
(organobiologik) secara cepat dan perubahan tersebut tidak seimbang dengan
perubahan kejiwaan (mental emosional). Terjadinya kematangan seksual atau
alat-alat reproduksi yang berkaitan dengan sistem reproduksi, merupakan suatu bagian
penting dalam kehidupan remaja sehingga diperlukan perhatian khusus, karena bila
timbul dorongan-dorongan seksual yang tidak sehat akan menimbulkan perilaku
Ditinjau dari sudut batas usia tampak bahwa golongan remaja sebenarnya
tergolong kalangan yang transisional. Mereka sudah tidak termasuk golongan
anak-anak, tetapi belum juga diterima secara penuh untuk masuk ke golongan orang
dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa. Oleh karena itu, remaja sering
kali dikenal dengan fase mencari jati diri atau fase topan dan badai. Remaja masih
belum mampu menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun
psikisnya (Monks dkk, 1989). Namun, yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa
fase remaja merupakan fase perkembangan yang tengah berada pada masa amat
potensial, baik di lihat dari aspek koginitif, emosi maupun fisik (Ali dan Asrori,
2010).
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kriteria remaja dilihat
berdasarkan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi. Ditinjau dari bidang
kesehatan WHO, masalah yang dirasakan paling mendesak berkaitan dengan
kesehatan remaja adalah kehamilan yang terlalu awal. Berdasarkan permasalahan
tersebut, WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batas usia remaja.
Kehamilan pada usia tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi daripada usia di
atasnya. WHO membagi kurun usia tersebut dalam dua bagian, yaitu remaja awal
10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun(Sarwono, 2005).
2.1.2. Ciri-Ciri Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi
ciri perkembangannya, masa (rentang waktu) remaja ada tiga tahap (Widyastuti dkk,
2009).
1) Masa Remaja Awal (10-12 tahun)
a) Tampak dan memang merasa lebih dekat dengan teman sebaya.
b) Tampak dan merasa ingin bebas.
c) Tampak dan memang lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang khayal (abstrak).
2) Masa Remaja Tengah (13-15 tahun)
a) Tampak dan ingin mencari identitas diri.
b) Ada keinginan untuk berkencan atau ketertarikan pada lawan jenis.
c) Timbul perasaan cinta yang mendalam.
3) Masa Remaja Akhir (16-19 tahun)
a) Menampakkan pengungkapan kebebasan diri.
b) Dalam mencari teman sebaya lebih selektif.
c) Memiliki citra (gambaran, keadaan, peranan) terhadap dirinya.
d) Dapat mewujudkan perasaan cinta.
e) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak (Widyastuti dkk, 2009).
2.1.3. Tugas Perkembangan Masa Remaja
Terdapat perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meninggalkan
sikap dan perilaku kekanak-kanakan untuk mencapai kemampuan bersikap dan
berperilaku dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut
1) Mampu menerima keadaan fisiknya.
2) Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa.
3) Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis.
4) Mencapai kemandirian emosional.
5) Mencapai kemandirian ekonomi.
6) Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan
untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.
7) Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua.
8) Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki
dunia dewasa.
9) Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan.
10)Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.
Tugas-tugas perkembangan fase remaja ini amat berkaitan dengan
perkembangan kognitifnya, yaitu fase operasional formal. Kematangan pencapaian
fase kognitif akan sangat membantu kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas
perkembangannya itu dengan baik. Agar dapat memenuhi dan melaksanakan
tugas-tugas perkembangan, diperlukan kemampuan kreatif remaja. Kemampuan kreatif ini
banyak diwarnai oleh perkembangan kognitifnya (Ali dan Asrori, 2010).
2.1.4. Remaja Sebagai Kelompok Risiko Menyalahgunakan Narkoba
Risiko dalam bahasa Inggris risk, istilah risiko (risk) dapat juga berarti bencana atau bahaya yang dapat menimbulkan kerugian bila terjadi (kamus bahasa
dihubungkan dengan peningkatan kemungkinan adanya kejadian penyakit.
(McMurray, 2003). Hal ini bukan berarti jika faktor risiko tersebut ada pasti akan
menyebabkan penyakit, tetapi dapat berakibat potensial terjadi sakit atau kondisi yang
membahayakan kesehatan secara optimal dari populasi. Selanjutnya McMurray
(2003) menjelaskan bahwa remaja merupakan populasi risiko karena beberapa hal
1. Tahap perkembangan remaja cukup rawan, sehingga perlu antisipasi dengan cara
mencegah timbulnya berbagai masalah baik individu, keluarga, maupun
kelompok.
2. Transisi dari anak-anak menjadi dewasa, dimana remaja mempunyai karakteristik:
suka ingin tahu, suka tantangan, ingin coba-coba sesuatu hal yang baru, dan ingin
mencari identitas diri. Inilah yang sering membuat remaja gagal menemukan
identitas yang sebenarnya.
3. Usia menjadi salah satu faktor risiko, dimana remaja berada pada masa mencari
identitas diri. Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga akan
mencoba sesuatu yang menurutnya menarik dan tidak peduli dengan akibatnya,
maka jika tidak tersedia informasi yang benar akan mengakibatkan perilaku yang
merugikan remaja termasuk menyalahgunakan narkoba.
4. Besarnya pengaruh lingkungan fisik, menyebabkan remaja terbawa arus
menyalahgunakan narkoba.
5. Sistem layanan kesehatan yang belum memadai khususnya remaja dengan
Menurut Satanhope dan Lancaster, (1996), at risk terdiri dari beberapa kategori, diantaranya sebagai berikut; 1) Biologic risk, yaitu faktor genetik atau fisik yang berkontribusi terjadinya risiko menyalahgunakan pada remaja. 2) Social risk,
yaitu faktor kehidupan yang tidak teratur, tingkat kriminal yang tinggi, lingkungan
yang terkontaminasi oleh pengguna narkoba. 3) Economic risk, dalam hal ini bisa jadi remaja yang mempunyai ekonomi berlebihan, sehingga rasa ingin coba-coba terhadap
narkoba dapat dipenuhi dengan adanya dana. 4) Life-style risk, yaitu perubahan paradigma remaja terhadap kondisi lingkungan modern, dan 5) Life-event risk, yaitu kejadian dalam kehidupan yang dapat berisiko terjadinya masalah kesehatan, seperti;
pindah tempat tinggal, adanya anggota keluaga baru.
2.2. DAST (Drug Abuse Screening Test)
DAST (Drug Abuse Screening Test) dipublikasikan oleh Harvey A. Skinner pada tahun 1982. DAST merupakan salah satu metode skrining yang digunakan untuk
menemukan seseorang dalam menyalahgunakan narkoba. Skrining bertujuan untuk
mendeteksi masalah kesehatan atau faktor risiko pada tahap awal sebelum terjadinya
penyakit yang serius atau masalah-masalah lain. Metode DAST dari NIH (National Institutes of Health), U.S. Department of Health and Human Services telah banyak digunakan dalam penelitian untuk mengetahui tingkat penyalahgunaan narkoba,
sehingga dapat membantu dokter untuk mengenali pasien yang berisiko tinggi atau
yang telah mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih zat-zat tersebut
DAST telah digunakan selama lebih dari dua dekade. Dalam waktu tersebut,
hanya satu review dari psikometri telah diterbitkan (Skinner, 2001). review yang hanya berisikan sebuah deskripsi singkat dari alat dan dibahasnya sifat psikometrik
yang diterbitkan oleh penulis dalam awal 1980-an (Skinner, 1982). Dalam dua dekade
terakhir, kesepakatan penelitian telah dilakukan untuk menilai sifat psikometrik
DAST tersebut dan menyediakan kajian mendalam literatur yang membahas isu-isu
tentang reliabilitas dan validitas dari DAST untuk (a) membantu dokter untuk lebih
memahami kekuatan dan kelemahan DAST, dan (b) untuk menunjukkan area yang
diperlukan untuk penelitian lebih lanjut.
Hasil penelitian Skinner et al. (1989) mengungkapkan kevalidan diagnostik
DAST dalam penilaian gangguan obat mencapai akurasi keseluruhan 85%. DAST ini
juga berkorelasi dengan variabel-variabel demografis, riwayat psikiatri, dan
penggunaan narkoba. Penelitian ini menyimpulkan bahwa estimasi yang cukup akurat
kriteria penyalahgunaan obat. Hasil penelitian Yudko et al. (2006), sebuah tinjauan
komprehensif sifat psikometrik dari DAST menyimpulkan bahwa keandalan dan
validitas DAST versi remaja tersebut cenderung memiliki moderat tingkat tinggi
untuk tes-tes ulang, inter item, dan item-total reliabilitas. DAST juga cenderung
memiliki moderat untuk tingkat tinggi validitas, sensitivitas, dan spesifisitas. Secara
umum, semua versi DAST menghasilkan langkah reliabilitas dan validitas yang
memuaskan untuk digunakan sebagai alat klinis atau penelitian. Selanjutnya, tes ini
Hasil penelitian French et al. (2001) di Universitas Miami menyimpulkan
bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dan total biaya merupakan faktor penting
bagi pengguna narkoba yang bermasalah yang ditentukan melalui jumlah frekuensi
(yaitu, CDU, IDU) dan kriteria diagnostik (menggunakan kuesioner DAST-10).
Temuan menunjukkan bahwa kriteria kuantitas/frekuensi penggunaan narkoba
bermasalah adalah perkiraan yang wajar untuk pengukuran berbasis diagnostik.
2.3. Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada dasarnya semua makhluk hidup
berperilaku. Sehingga yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung atau yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar. Menurut Skinner, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
Berdasarkan respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua bentuk, yaitu (Notoatmodjo, 2003):
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung
atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata
atau terbuka. Respon terhadap stimulus ini sudah jelas dalam bentuk tindakan atau
praktek, yang dapat dengan mudah dilihat oleh orang lain.
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat
luas. Benyamin Bloom (1908) membagi perilaku manusia ke dalam tiga domain,
yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni (Notoatmodjo,
2003).
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang.
1) Proses adopsi perilaku
Berdasarkan pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasarkan pada pengetahuan akan lebih langgeng daripada yang tidak didasari
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003)
mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri
orang tersebut terjadi proses sebagai berikut :
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus terlebih dahulu
c) Evaluation, yaitu menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya
d) Trial (mencoba), dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikendaki oleh stimulus
e) Adoption, yaitu subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Namun demikian berdasarkan penelitian selanjutnya, Rogers menyimpulkan
bahwa perubahan perilaku tidak selalu melalui proses-proses di atas.
2) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif
Pengetahuan yang tercakup di domain kognitif mempunyai enam tingkatan,
yaitu (Notoatmodjo, 2003)
a) Tahu (know)
Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tahu diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang diterima.
b) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan meramalkan terhadap objek yang
c) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
pengunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau situasi
yang lain.
d) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu terstruktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain.
e) Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulasi yang baru
berdasarkan formulasi-formulasi yang sudah ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu objek atau materi. Penelitian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
b. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003). Sikap manusia didefinisikan
dalam berbagai versi oleh para ahli, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga
kerangka pemikiran, yaitu (Azwar, 1995) :
1) Menurut Louis Thurstone (1932), Rensis Likert (1932), dan Charles Osgood,
sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Menurut Berkowitz
(1972), sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut.
2) Chave (1928), Bogardus (1931), La Pierre (1934), Mead (1934), dan Gordon
Alport (1935) menyatakan bahwa sikap merupakan semacam kesiapan untuk
bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Kesiapan merupakan
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu
dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respons.
3) Menurut kelompok yang berorientasi kepada skema triadik, sikap merupakan
konstelasi komponen-komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling
berinteraksi dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek.
Menurut Alport, sikap mempunyai tiga komponen, yaitu kepercayaan
(keyakinan), ide dari konsep terhadap sesuatu objek, (2) kehidupan emosional atau
evaluasi emosional terhadap suatu objek, (3) kecenderungan untuk bertindak (trend to
attitude). Dalam pembentukan sikap utuh ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar
antara lain (Azwar, 1995):
1) Pengalaman pribadi. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan
seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis.
Tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung
akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
2) Kebudayaan. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena
kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu yang menjadi
anggota kelompok masyarakat asuhnya.
3) Orang lain yang dianggap penting. Umumnya individu cenderung untuk memiliki
sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting atau
orang yang berpengaruh.
4) Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa
mempunyai pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang lain.
Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi
terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Institusi atau lembaga. Institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama
sebagai sistem mempunyai pengaruh pembentukan sikap karena keduanya
6) Emosi dalam diri individu. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi
lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk
sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai
penyalur frustrasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan (Notoatmodjo, 2003) :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan.
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing)
Indikasi sikap dalam tingkatan ini adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan
atau mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko
merupakan indikator sikap yang paling tinggi.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Sikap dapat ditanyakan dengan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
c. Praktek atau Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan nyata. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan. Praktek juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu
(Notoatmodjo, 2003) :
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil adalah tingkatan praktek yang pertama.
2) Respon terpimpin (guided responses)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan
contoh merupakan indikator praktek tingkat kedua.
3) Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang sudah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
praktek yang ketiga.
4) Adopsi (adoption)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan
2.4. Narkoba
Narkoba adalah suatu istilah yang berasal dari terjemahan asing, seperti drug abuse dan drug dependence, di kalangan awam dikenal dengan istilah narkoba, yang merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Ada istilah lain, yaitu
Napza, yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.
Berbagai istilah yang sering digunakan, tidak jarang menimbulkan salah pengertian,
tidak saja di kalangan medis, tapi juga masyarakat awam (Hawari, 2003). Dalam
penelitian ini digunakan istilah narkoba.
Secara etimologis narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose
atau narcosis yang berarti menidurkan dan pembiusan. Narkotika berasal dari bahasa Yunani, yaitu narke atau narkam yang berarti terbius, sehingga tidak merasakan apa-apa. Narkotika berasal dari perkataan narcotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek stupor (bengong),
bahan-bahan pembius dan obat bius.
2.4.1. Pengertian Narkoba
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengistilahkan narkoba atau narkotika adalah
obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
mengantuk atau merangsang. Menurut istilah kedokteran, narkotika adalah obat yang
dapat menghilangkan terutama rasa sakit dan nyeri yang berasal dari daerah viresal
atau alat-alat rongga dada dan rongga perut, juga dapat menimbulkan efek stupor atau
bengong yang lama dalam keadaan yang masih sadar serta menimbulkan adiksi atau
Narkoba itu sendiri sulit untuk diartikan, karena tergantung pada perspektif
masing-masing individu. Berikut ini akan dikemukakan pengertian istilah narkoba
menurut Dinas Kesehatan. narkoba adalah istilah yang digunakan masyarakat dan
aparat penegak hukum, untuk bahan/obat yang masuk kategori berbahaya atau
dilarang untuk digunakan, diproduksi, dipasok, diperjualbelikan, diedarkan, dan
sebagainya, di luar ketentuan hukum (Martono, 2000).
Menurut UU No. 22 thn 1997, narkotika adalah zat/obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Menurut Hawari
(2003), semua zat yang tergolong sebagai narkoba akan menimbulkan adiksi
(ketagihan), yang pada waktunya akan berakibat pada ketergantungan.
2.4.2. Penggolongan Narkoba
Penggolongan narkoba dan zat adiktif lainnya diatur dalam Undang-Undang
Nomor No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1997 tentang Psikotropika.
A. Narkotika
Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997 mengemukakan bahwa defenisi narkotika
adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. narkoba
(1).Narkotika Alam
Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman.
Obat-obatan yang termasuk golongan narkotika alam adalah candu, morfin, ganja,
kokain.
a. Candu atau Opium
Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu
ini dapat dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver Somniferum (Gambar 2.1) yang dibiarkan mengering, sehingga berwarna coklat kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal
lunak (Gambar 2.2). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara
menggunakan candu adalah dengan menghisapnya sama seperti cara orang merokok
(Sasangka, 2003).
Gambar 2.1 Candu (Opium Papaver Somniverum) Sebagai Bahan Dasar Opium