• Tidak ada hasil yang ditemukan

Afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta tahun pelajaran 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta tahun pelajaran 2013/2014"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Anggraini Prastikasari 1110013000112

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas limu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Anggraini Prastikasari

NrM. 1110013000112

Di Bawah Bimbingan,

trry

Dioko Kentiono, MA

JURUS$I

PENDIDIKAI\I BAHASA

DA}t SASTRA

INDONESIA

FAKULTAS

ILMU

TARBTYAII

DAN

KEGURUAN

UNTYERSITAS TSLAM

NEGERI SYARIF

IIIDAYATT]LLAH

JAKARTA

(3)

Darul Muttaqien Jakarta Tahun Pelajaran 201312014" disusun oleh A,ggraini prastikasari,

NIM

1110013000112, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada 07 April 2015 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana SI (S.pd) dalam bidang PendiCikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta, 16 April 2015

Panitian

Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (PLT Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal

lG

An,:l

Av\h

I

Dra. Hindun. M.Pd

NIP. 19701 215 200912 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi) Dona Aii Kanrnia p. N{.A

NiP. 1 984A4092A1 101 10 i 5

Penguji I

Dona Aii Karunia p" M.A

NIP. 1984040920n 01 101s

Penguji II

Dra. Hindun. l\l.Pd

NrP. 19701 215 200912 2 001

lb

h,i

t

aos

It

knl

aou

IC

Mengetahui, Dekan Fak Ilmu Tarbiyah da

(4)

Nama

Tempat, Tanggal Lahir

NIM

Fakultas Jurusan Semester Judul Skripsi

: Anggraini Prastikasari

: Jakartq'12 Agustus 1992 :1110013000112

: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

: Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

:fX

: Afilcsasi Pembentuk Verba Dalam Telcs Berita Siswa

Kelas VIII di SllP Darul Muttaqien Jakarta

Tahun Pelajoran 20 I 3/201 4

: Djoko Kentionq, MA

Dosen Pembimbing

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Jakart4 19 Maret 2015

(5)

i

Tahun Pelajaran 2013/2014”, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing: Djoko Kentjono, MA.

Penelitian ini menganalisis penggunaan afiksasi pembentuk verba pada teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra Indonesia. Menulis berita termasuk keterampilan menulis yang ada dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas VIII SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi. Penelitian ini dilakukan dengan memberikan tes kepada siswa. Data yang terkumpul sebanyak 30 data, tetapi hanya 12 data yang dianalisis berdasarkan pertimbangan banyaknya penggunaan afiksasi verba di dalam data tersebut. Data tersebut dianalisis menggunakan teori afiksasi pembentuk verba.

Afiksasi verba yang digunakan siswa cukup beragam, diantaranya mencakup 10 jenis afiks, yaitu prefiks me-, prefiks ber-, prefiks di-, prefiks ter-, prefiks ke-, sufiks –kan, sufiks -i, konfiks ber-an, konfiks ke-an dan klofiks ber-an. Dengan demikian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa telah memahami penggunaan afiksasi verba.

(6)

ii

AnggrainiPrastikasari, 1110013000112, 2014, "Verbalizer Affixes in News Item of 8th Grade Student in SMP DarulMuttaqien, Jakarta 2013/2014", majoring Indonesia Language and Literature Education, Faculty of Education, Islamic State University SyarifHidayatullah, Jakarta.

Advisor: DjokoKentjono, MA.

This research analyses verbalizer affixes in the news item written by 8th grade students of SMP DarulMuttaqien, Jakarta. Learning Bahasa Indonesia aims to increase students' communicating skill in Bahasa Indonesia both written and spoken, and also to enhance appreciation toward Indonesians literature. Writing news item is the skill that should be learnt based on the lesson plan for 8th grade students. This research aims to describe the use of verbalizer affixes in students’ news item.

This research uses qualitative approach. The purpose of this research is to describe the use of verbalizer affixes in students’ news item. The researcher collects the data by using observation methodology. She conducted this research by giving a task to students. There are 30 samples collected, but only 12 samples that have been analyzed by considering the number of verbalizer affixes in those samples. Later, those samples are analyzed by using verbalizer affixes theory.

Verbalizer affixes which are used by students were various, consist of ten kinds of affixes: prefix me-, prefix ber-, prefix di-, prefix ter-, prefix ke-, suffix kan, suffix –i, circumfix ber-an, circumfix ke-an, klofix ber-an. By seeing those samples, the result of this research shows that students have understood the usage of verbalizer affixes.

(7)

iii

sehat serta kekuatan-Nya kepada penulis sehingga diberikan kemudahan untuk dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Afiksasi Pembentuk Verba dalam Teks Berita Siswa Kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta Tahun Pelajaran

2013/2014”.

Penulis menyusun skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini merupakan hasil kerja penulis yang tidak terlepas dari dukungan banyak pihak, baik dukungan berupa doa, semangat, maupun bahan-bahan yang dibutuhkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah mempermudah dan melancarkan penyelesaian skripsi ini;

2. Ibu Dra. Hindun, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah melancarkan penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Djoko Kentjono, MA., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan ilmu dan bimbingan yang sangat berharga bagi penulis selama ini;

4. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selama ini telah membekali penulis dengan ilmu yang tak ternilai harganya;

(8)

iv

7. Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan maksimalnya dalam hal lahir dan batin yang begitu tulusnya;

8. Penyemangat yang selalu memberi semangat serta doa yang begitu tulusnya; 9. Sahabat-sahabat penulis, Naila Sa’adah, Nurfayerni, Nurfitria Harnia, Ihda

Auliaunnisa, Nissa Kurniasih dan Eva Aulia, yang selalu setia memberi dukungan, movitasi, dan doa;

10.Teman-teman seperjuangan, mahasiswa PBSI angkatan 2010, khususnya kelas C, terima kasih atas informasi serta semangat, canda, dan tawa yang diberikan selama kuliah.

Semoga semua bantuan, dukungan serta doa yang diberikan kepada penulis senantiasa mendapat balasan pahala dari Allah SWT. Aamiin.

Akhirnya, penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi wawasan bagi cakrawala ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang pendidikan dan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Jakarta, 19 Maret 2015

(9)

v

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR

...

iii

DAFTAR ISI

...

v

DAFTAR TABEL

...

viii

DAFTAR LAMPIRAN

...

ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan dan Rumusan Masalah ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kata ... 6

1. Hakikat Kata... 6

(10)

vi

c. Sisispan atau Infiks ... 12

d. Akhiran atau Sufiks ... 12

B. Kata Kerja (Verba) ... 13

C. Afiksasi Pembentuk Kata Kerja (verba) ... 15

1. Prefiks ber- ... 15

2. Prefiks per- ... 17

3. Prefiks me- ... 18

4. Prefiks di- ... 21

5. Prefiks ter- ... 21

6. Prefiks ke- ... 23

7. Konfiks dan Klofiks ber-an ... 23

8. Klofiks ber-kan ... 24

9. Konfiks per-kan ... 24

10.Konfiks per-i ... 25

11.Konfiks ke-an ... 25

12.Sufiks –kan ... 26

13.Sufiks –i ... 26

D. Berita ... 28

1. Hakikat Berita ... 28

2. Menulis Berita ... 29

E. Penelitian yang Relevan ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33
(11)

vii

F. Teknik Analisis Data ... 35

BAB IV ANALISIS

A. Profil Sekolah ... 36 B. Deskripsi Data Secara Umum ... 44 C. Analisis ... 44

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 104 B. Saran ... 105

(12)

viii

Tabel 2.1 Proses Afiksasi Awalan atau Prefiks ... 10

Tabel 2.2 Proses Afiksasi Imbuhan Terbagi atau Konfiks ... 11

Tabel 2.3 Proses Afiksasi Imbuhan Gabungan atau Klofiks ... 11

Tabel 2.4 Proses Afiksasi Sisipan atau Infiks ... 12

Tabel 2.5 Proses Afiksasi Akhiran atau Sufiks ... 12

Tabel 4.1 Jumlah Personal di SMP Darul Muttaqien ... 42

Tabel 4.2 Jumlah Siswa di SMP Darul Muttaqien ... 43

Tabel 4.3 Analisis Afiksasi Verba Data 1 ... 53

Tabel 4.4 Analisis Afiksasi Verba Data 2 ... 57

Tabel 4.5 Analisis Afiksasi Verba Data 3 ... 61

Tabel 4.6 Analisis Afiksasi Verba Data 4 ... 66

Tabel 4.7 Analisis Afiksasi Verba Data 5 ... 70

Tabel 4.8 Analisis Afiksasi Verba Data 6 ... 74

Tabel 4.9 Analisis Afiksasi Verba Data 7 ... 77

Tabel 4.10 Analisis Afiksasi Verba Data 8 ... 82

Tabel 4.11 Analisis Afiksasi Verba Data 9 ... 86

Tabel 4.12 Analisis Afiksasi Verba Data 10 ... 89

Tabel 4.13 Analisis Afiksasi Verba Data 11 ... 96

(13)

ix

Lampiran 2 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Lampiran 3 : Teks Berita Siswa

Lampiran 4 : Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 5 : Surat Permohonan Izin Penelitian dari Ketua Jurusan PBSI

Lampiran 6 : Surat Keterangan Mengadakan Penelitian dari SMP Darul Muttaqien Jakarta

Lampiran 7 : Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian dari SMP Darul Muttaqien Jakarta

(14)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat komunikasi antaranggota masyarakat, berupa lambang bunyi-suara, yang dihasilkan oleh alat-ucap manusia.1 Bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan

mengidentifikasikan diri”.2

Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah sistem yang teratur berupa lambang bunyi yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran; bahasa juga merupakan alat untuk berkomunikasi satu sama lain.

Bahasa memang sangat dibutuhkan dalam berkomunikasi. Sebagai alat komunikasi dalam kehidupan, pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus semakin ditingkatkan. Hal itu dapat dilakukan pada semua bidang bahasa yang dianggap tepat dan dapat menunjang kesempurnaan bahasa Indonesia. Pada bidang morfologi misalnya, pembinaan dan pengembangan biasanya diarahkan pada proses pembentukan kata. Proses pembentukan kata tersebut dapat dilakukan dengan cara pembubuhan afiks atau afiksasi, pemajemukan, dan pengulangan atau reduplikasi.

Proses pembentukan kata melalui afiksasi atau pembubuhan afiks (imbuhan), pada umumnya sangat berpotensi mengubah makna dan bentuk kata. Sebagai contoh: dapat dilihat pada kata kerja (verba) seperti baca, makan, dan jalan. Pembubuhan afiks pada kata-kata itu akan menghasilkan kata membaca,

1 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1969), h. 16.

(15)

memakan dan berjalan. Jadi, proses pembubuhan afiks atau afiksasi sangat penting dan memerlukan ketelitian karena jika salah maka makna dan bentuknya akan menjadi tidak komunikatif. Kata-kata yang dapat dibubuhi imbuhan tidak hanya kata kerja (verba), tetapi juga kata benda (nomina), kata sifat (adjektiva), kata keterangan (adverbia), dan kata bilangan (numeralia). Akan tetapi untuk membatasi pembahasan penelitian ini hanya dititikberatkan pada afiksasi dalam kata kerja (verba).

Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses morfologis yang mengubah sebuah leksem menjadi kata setelah mendapat afiks, yang dalam bahasa kita cukup banyak jumlahnya.3 Dalam bukunya Ramlan, kata kerja (verba) adalah kata yang menyatakan tindakan. Dalam bukunya Alwi, ciri-ciri kata kerja (verba) dapat diketahui dengan mengamati perilaku semantis, perilaku sintakstis, dan bentuk morfologisnya.4 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, penulis akan lebih terperinci memaparkan afiksasi verba di dalam pembahasan.

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu aspek penting yang perlu diajarkan kepada para siswa di sekolah. Tidak heran apabila mata pelajaran ini kemudian diberikan sejak di bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra Indonesia. Penggunaan afiksasi sangat penting dalam membentuk kata-kata sehingga memiliki arti yang dapat dimengerti. Atas dasar itulah penulis bertujuan untuk menelaah hasil tulisan siswa di SMP Darul Muttaqien dalam bentuk teks berita yang dibuat oleh siswa kelas VIII.

3 E. Zaenal Arifin dan Junaiyah, Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. 2009), Cet. III, h. 10.

(16)

Menulis berita termasuk keterampilan menulis yang ada dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas VIII SMP. Berita adalah cerita atau keterangan mengenai kejadian ataupun peristiwa yang sedang hangat.5 Banyak informasi penting yang terkandung di dalam berita. Berita utama biasanya terkandung di awal isi berita. Unsur-unsur dalam sebuah berita adalah 5W+1H (what, who, why, when, where, dan how). Teknik menulis berita pada dasarnya sama dengan menulis atau mengarang pada umumnya. Perbedaannya hanyalah terletak pada sumber tulisan. Jika kita menulis cerita sumbernya adalah imajinasi, tetapi jika kita menulis berita sumbernya adalah peristiwa atau hal-hal nyata yang benar-benar terjadi.

Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menulis berita adalah sebagai berikut.6 Pertama, menentukan peristiwa sebagai objek berita; kedua, mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan peristiwa tersebut; ketiga, menyusun kerangka penulisan; keempat, mengembangkan kerangka penulisan dalam bentuk berita; kelima, menyunting atau mengedit berita hasil penulisan; keenam, mempublikasikan tulisan melalui majalah dinding atau media massa. Dalam menulis berita perlu diketahui hal-hal berikut:7 pertama, judul berita sesuai dengan keseluruhan isi berita dan menarik sehingga dapat menimbulkan minat pembaca untuk mengetahui isi berita, isi berita singkat, padat dan mudah dipahami; kedua, isi berita hendaknya meliputi 5W dan 1H. Dari pembahasan di atas, diharapkan siswa dapat mengekspresikan kemampuan menulisnya ke dalam teks berita.

Dalam pemaparan di atas, penulis akan mengkaji kata kerja (verba) yang mengandung imbuhan. Kata-kata berimbuhan (berafiks) dapat dibagi atas kata-kata yang mengandung prefiks, infiks, sufiks, konfiks, dan klofiks. Sebagaimana

5 Tim penulis. TAKTIS Strategi Akurat dan Praktis Bahasa Indonesia untuk SMP, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), h. 1.

6 Sri Ety Muchtinah, dkk. Bahan Ajar Smart Bahasa Indonesia, (Jakarta: t.p., t.t.), h. 40.

(17)

yang telah diuraikan di atas kata-kata yang mengandung afiks tidak hanya kata kerja (verba), tetapi juga kata benda (nomina), kata sifat (adjektiva), kata keterangan (adverbia), dan kata bilangan (numeralia). Akan tetapi agar uraian ini lebih menyempit, maka yang dititikberatkan adalah afiksasi pembentuk verba (kata kerja) dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah-masalah yang dapat timbul adalah sebagai berikut:

1 Kurangnya pemahaman siswa dalam penggunaan afiks pembentuk verba. 2 Rendahnya minat siswa dalam menulis.

3 Kurang tepatnya metode dan media pembelajaran yang digunakan oleh guru.

C.

Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah masalah afiksasi. Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan terperinci, penulis membatasi ruang lingkup penelitian pada aspek afiks yang membentuk verba dalam teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta.

2. Rumusan Masalah

(18)

D.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa.

E.

Manfaat Penelitian

1. Bagi guru Bahasa Indonesia, penelitian ini dapat memberikan gambaran terhadap kemampuan dan pemahaman siswa terhadap afiksasi pembentukan verba.

2. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi pengetahuan dalam bidang linguistik, khususnya pemakaian afiksasi pembentuk verba. 3. Bagi mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan sumber penelitian lebih

(19)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A.

Kata

1. Hakikat Kata

Istilah kata memang sering kita dengar bahkan kita gunakan dalam berbagai kesempatan dan untuk segala keperluan. Tetapi kata kata ini merupakan satu masalah yang sering dihadapi oleh para linguis dalam linguistik. Para linguis hingga dewasa ini, belum pernah mempunyai kesamaan pendapat mengenai konsep apa yang disebut kata. Kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa.1 Lain halnya dengan pengertian kata menurut Leonard Bloomfield, kata adalah satu bentuk yang dapat diujarkan tersendiri dan bermakna, tetapi bentuk itu tidak dapat dipisahkan atas bagian-bagian yang satu di antaranya (mungkin juga semua) tidak dapat diujarkan tersendiri (bermakna).2 Linguis lainnya mengungkapkan bahwa kata adalah satuan ujaran bebas terkecil yang bermakna.3

Dalam bahasa ada bentuk (seperti kata) yang dapat “dipotong-potong” menjadi bagian yang lebih kecil, yang kemudian dapat dipotong lagi menjadi bagian yang lebih kecil lagi sampai ke bentuk yang, jika dipotong lagi, tidak mempunyai makna.4

Kata mempercepat misalnya, dapat kita potong sebagai berikut:

mem-percepat per-cepat

1 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), Edisi IV, Cet. I, h. 633.

(20)

Jika kata cepat dipotong lagi, maka ce- dan –pat masing-masing tidak

mempunyai makna. Bentuk mem-, per-, dan cepat disebut morfem. Morfem adalah kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata dan yang dapat dibedakan artinya.5

Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap

kata berdasarkan arti dan ortografi. Menurut mereka kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti.6 Kata mendapatkan tempat yang penting dalam analisis bahasa dan kata adalah satu kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat. Kata dapat merupakan satu kesatuan penuh dan komplet dalam ujar sebuah bahasa, kecuali partikel. Kata dapat ditersendirikan atau dapat dipisahkan dari yang lain dan dipindahkan pula.7

Dari uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa dengan adanya proses

morfologis maka akan terbentuk kata. Proses morfologis ialah cara pembentukan kata-kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain.8 Dari pengertian tersebut, penulis menyimpulkan bahwa proses morfologis ialah peristiwa pembentukan kata dari morfem. Suatu kata yang sudah terbentuk belum tentu dapat dikatakan jadi atau siap pakai. Artinya, pemakaian kata dasar saja tidak cukup dalam suatu kalimat, tetapi memerlukan kata-kata yang berbentuk lain, dalam hal ini misalnya kata berimbuhan (berafiks).

2. Hakikat Kata Berimbuhan (Afiksasi)

Berkomunikasi merupakan kebutuhan menyampaikan pesan atau informasi kepada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Kelancaran

5 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1969), h. 52. 6 Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), Cet. III, h. 162.

(21)

komunikasi sangat dibutuhkan semua orang, oleh karena itu susunan-susunan kata yang digunakan harus baik dan benar. Maka, jika pesan disampaikan dengan baik dan benar, pastilah komunikasi yang terjadi berjalan dengan lancar, sesuai yang diharapkan. Agar dapat berkomunikasi dengan lancar, maka kita perlu mengetahui susunan-susunan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, salah satunya pembubuhan afiks.

Afiks ialah suatu satuan gramatikal terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau bentuk kata baru.9 Dalam buku Francis Katamba menulis “an affix is a morpheme which only occurs when attached to some other morpheme or

morphemes such as a root or stem or base.”10

Menurutnya afiks adalah morfem yang muncul hanya jika menempel pada satu morfem lain atau lebih. Lebih lanjut Rochelle Lieber dalam bukunya mengungkapkan “linguists define a morpheme as the smallest unit of language that has its own

meaning.”11

Ia mendeskripsikan morfem sebagai bentuk terkecil dari bahasa. Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa imbuhan (afiks) sangat diperlukan dalam pembentukan kata-kata baru yang akan mengalami proses morfologis. Kata berimbuhan (berafiks) dapat dibagi atas kata-kata yang mengandung prefiks, konfiks, klofiks, infiks, dan sufiks. Penulis akan menguraikan kata-kata berimbuhan (berafiks) pembentuk verba, yaitu mula-mula prefiks, konfiks, klofiks, kemudian infiks, dan akhirnya sufiks.

9 M. Ramlan, Ilmu Bahasa IndonesiaMORFOLOGI Suatu Tinjauan Deskriptif , (Yogyakarta: C.V. Karyono, 2009), Cet. 13, h. 55.

10 Francis Katamba, Modern Linguistics: Morphology, (London: The Macmillan Press LTD, 1993), h. 44.

(22)

3. Jenis Imbuhan (Afiks)

Kata berimbuhan adalah kata yang telah mengalami proses pengimbuhan (afiksasi). Imbuhan atau afiks adalah morfem terikat yang digunakan dalam bentuk dasar untuk pembentukan kata.12 Berkenaan dengan jenis afiksnya, proses afiksasi itu dibedakan atas prefiksasi, yaitu proses pembubuhan prefiks (awalan), konfiksasi yaitu proses pembubuhan konfiks (imbuhan terbagi), infiksasi (sisipan) yaitu proses pembubuhan yang dilekatkan di tengah dasar, dan sufiksasi yaitu proses pembubuhan sufiks (akhiran). Imbuhan (afiks) menurut posisinya terbagi atas empat bentuk.

a. Awalan atau Prefiks

Awalan atau prefiks adalah suatu unsur yang secara struktural diikatkan di depan sebuah kata dasar atau bentuk dasar.13 Jenisnya adalah sebagai berikut: ber-, me-, pe-, per-, di-, ke-, ter-, dan se-. Awalan (prefiks) memiliki variasi yang berbeda-beda sesuai dengan fonem awal bentuk dasar yang dibubuhinya. Bentuk semacam itu disebut alomorf. Alomorf yaitu anggota morfem yang sama, yang variasi bentuknya disebabkan pengaruh lingkungan yang dimasukinya, misalnya morfem ber- mempunyai alomorf ber-, be-, dan bel.14

Awalan me- memiliki alomorf mem-, men-, me-, meny-, meng-, menge-; awalan ber- memiliki alomorf ber-, be-, dan bel-. Selanjutnya awalan per- juga memiliki alomorf awalan pe-, dan pel-. Selanjutnya awalan pe- juga memiliki alomorf peng-, pem-, peny-, pen-, pe-, penge-. Berikutnya awalan yang memiliki alomorf adalah awalan ter- yaitu te-, dan tel-.

12 Achmad HP, Linguistik Umum, (Jakarta: Depdikbud, 1996), cet. 1, h. 68. 13 Gorys Keraf, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Nusa Indah, 1969), h. 94.

(23)

Contoh:

Tabel 2.1

No Bentuk Dasar Imbuhan (prefiks) Kata berimbuhan

1. cair me- mencair

2. jalan ber- berjalan

3. lihat di- dilihat

4. kaya ter- terkaya

5. tari pe- penari

6. ajar per- pelajar

7. tahun se- setahun

8. tua ke- ketua

b. Imbuhan Terbagi atau Konfiks

Konfiks adalah gabungan dari dua macam imbuhan atau lebih yang bersama-sama membentuk satu arti.15 Konfiks yang terdapat dalam Bahasa Indonesia adalah me-kan, ke-an, memkan, dikan, ber-an, pe-an, per-an, di-i, di-kper-an, dan se-nya.16 Dalam buku Abdul Chaer Morfologi Bahasa Indonesia (Pendekatan proses) selain konfiks ada pula klofiks. Klofiks yaitu

gabungan imbuhan yang tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah dasar. Adapun klofiks tersebut adalah: ber-an, dan ber-kan.

Contoh Konfiks:

Tabel 2.2

No Bentuk Dasar Imbuhan (konfiks) Kata berimbuhan

1. main me-kan memainkan

15 Keraf, op. cit., h. 115.

[image:23.612.115.534.153.706.2]
(24)

2. ada ke-an keadaan

3. soal memper- kan mempersoalkan

4. malu diper-kan dipermalukan

5. gugur ber-an berguguran

6. kirim pe-an pengiriman

7. istirahat per-an peristirahatan

8. sayang di-i disayangi

9. bawa di-kan dibawakan

10. pintar se-nya sepintar-pintarnya

Contoh Klofiks:

Tabel 2.3

No Bentuk Dasar Imbuhan (klofiks) Kata berimbuhan 1.

pakai

ber-an

-an

ber-

pakai + an = pakaian ber + pakaian = berpakaian

2. istri ber-kan

ber-

kan-

ber + istri = beristri

beristri + kan = beristrikan

c. Sisipan atau Infiks

Sisipan atau infiks adalah semacam morfem terikat yang disisipkan pada sebuah kata antara konsonan pertama dan vokal pertama.17 Pemakaian infiks

[image:24.612.121.532.111.589.2]
(25)

terbatas pada beberapa kata saja. Infiks yang ada dalam bahasa Indonesia hanyalah: -el-, -er-, dan –em-.18

Contoh :

Tabel 2.4

No Bentuk Dasar Imbuhan (infiks) Kata berimbuhan

1. tunjuk -el- telunjuk

2. gigi -er- gerigi

3. gertak -em- gemertak

d. Akhiran atau Sufiks

Akhiran atau sufiks adalah semacam morfem terikat yang diletakkan di belakang suatu morfem dasar.19 Macam-macam sufiks yang terdapat dalam bahasa Indonesia adalah: -an, -i, -kan, -nya, -man, -wan, -wati, sufiks asing seperti -isme, -is, -er, -if, -ir, -wi, -iah, -ni, -il (akhiran –il menurut Pedoman EYD lebih baik diganti dengan -al), -nda atau –anda.20

Contoh :

Tabel 2.5

No Bentuk Dasar Imbuhan (sufiks) Kata berimbuhan

1. bulan -an bulanan

2. masuk -i masuki

3. bicara -kan bicarakan

4. luas -nya luasnya

5. seni -man seniman

[image:25.612.117.534.171.668.2]
(26)

6. usaha -wan usahawan

7. peraga -wati peragawati

8. ego -isme egoisme

9. agama -is agamais

10. produk -if produktif

11. ayah -nda / -anda ayahanda

B.

Kata Kerja (verba)

Kata kerja (verba) adalah kata yang menyatakan tindakan. Ciri-ciri kata kerja (verba) dapat diketahui dengan mengamati (1) perilaku semantik, (2) perilaku sintaksis, dan (3) bentuk morfologisnya.21 Secara umum verba dapat diidentifikasi dan dibedakan berdasarkan kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva karena ciri-ciri berikut :

Pertama, verba memiliki fungsi utama sebagai predikat dalam kalimat

walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. Kedua, verba mengandung makna inheren perbuatan (aksi), proses, atau keadaan yang bukan sifat atau kualitas. Ketiga, verba, khususnya yang bermakna keadaan, tidak dapat diberi prefiks ter-

yang berarti „paling’. Verba, seperti mati atau suka, misalnya tidak dapat diubah menjadi termati atau tersuka. Keempat, pada umumnya, verba tidak dapat digabung dengan kata-kata yang menyatakan kesangatan. Tidak ada bentuk seperti agak belajar, sangat pergi, dan bekerja sekali, meskipun ada bentuk seperti sangat berbahaya, agak mengecewakan, dan mengharapkan sekali.22

Dari segi sintaksisnya, ketransitifan verba ditentukan oleh dua faktor, yaitu

(1) adanya nomina yang berdiri di belakang verba yang berfungsi sebagai objek

21 Ida Bagus Putrayasa, Analisis Kalimat (fungsi, kategori, peran), (Bandung: PT. Refika Aditama. 2007), Cet. I. h. 76.

(27)

dalam kalimat aktif dan (2) kemungkinan objek itu berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Dengan demikian, pada dasarnya verba terdiri atas verba transitif dan verba taktransitif (intransitif).23 Verba transitif adalah verba yang memerlukan nomina sebagai objek dalam kalimat aktif, dan objek itu dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif. Verba taktransitif adalah verba yang tidak memerlukan nomina di belakangnya yang dapat berfungsi sebagai subjek dalam kalimat pasif.

Pada dasarnya, bahasa Indonesia mempunyai dua bentuk verba, yakni (1) verba asal adalah verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis, dan (2) verba turunan adalah verba yang harus atau dapat memakai afiks bergantung pada tingkat keformalan / dan atau pada posisi sintaksisnya. Selanjutnya, verba turunan dibagi menjadi tiga subkelompok, yakni (a) verba yang dasarnya adalah dasar bebas (misalnya, darat), tetapi memerlukan afiks supaya dapat berfungsi sebagai verba (mendarat), (b) verba yang dasarnya adalah bebas (misalnya, baca) yang dapat pula memiliki afiks (membaca), dan (c) verba yang dasarnya adalah dasar terikat (misalnya, temu) yang memerlukan afiks (bertemu).24

C.

Afiksasi Pembentuk Kata Kerja (verba)

Kata berimbuhan ialah bentuk kata jadian dengan menambahkan imbuhan (afiks) terhadap kata dasar.25 Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan,

a

fiksasi pembentuk verba adalah pembubuhan morfem terikat yang berupa afiks kepada morfem dasar untuk membentuk verba. Dalam bahasa Indonesia, verba merupakan kata yang pada umumnya mempunyai ciri bentuk berawalan me-, di-,

23 Ibid., h. 78. 24Ibid., h. 79-80.

(28)

ber-, ter-, per-, dan ada pula yang berbentuk ke-an.26 Menurut Abdul Chaer, ada 13 afiks pembentuk verba, yaitu sebagai berikut:

1. Prefiks ber-

Bentuk dasar dalam pembentukan verba dengan prefiks ber- dapat berupa: (1) morfem dasar terikat, misalnya (pada kata bertempur, berkelahi), (2) morfem dasar bebas, misalnya (pada kata bekerja, bernyanyi), (3) bentuk turunan berafiks, misalnya (berpakaian, beraturan), (4) bentuk turunan reduplikasi, misalnya (berlari-lari, berkeluh-kesah), (5) bentuk turunan hasil komposisi, misalnya, (pada kata berjual beli, bertemu muka).27

Makna gramatikal verba berprefiks ber- yang dapat dicatat, antara lain yang menyatakan:28 „mempunyai (dasar)’ atau „ada (dasar) nya’, apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna ( + benda), ( + umum), ( + milik) dan atau ( + bagian). Contoh: berayah „mempunyai ayah’, berkewajiban „mempunyai kewajiban’, beristri „mempunyai istri’, berjendela

„ada jendelanya’. Makna gramatikal „memakai’ atau „mengenakan’ apabila

bentuk dasarnya mempunyai komponen makna ( + pakaian) atau ( + perhiasan). Contoh: bertopeng „memakai topeng’,berkalung „memakai

kalung’, bersepatu „memakai sepatu’.

Selanjutnya, mempunyai makna gramatikal „mengendarai’, „menumpang’

atau „naik’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

kendaraan). Contoh: bermobil „naik mobil’, berkereta „menumpang kereta’, berkuda „naik kuda’. Makna gramatikal „berisi’ atau „mengandung’ apabila

bentuk dasarmya memiliki komponen makna ( + benda), ( + dalaman), atau (

26 Dendy Sugono dan Titik Indiyastini, Verba dan Komplementasinya, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1994), h. 16.

27 Abdul Chaer, Morfologi Bahasa Indonesia (pendekatan proses), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), Cet. I. h. 106-107.

(29)

+ kandungan). Contoh: beracun „mengandung racun’, berkuman

„mengandung kuman’, berair „berisi air’. Makna „mengandung’ atau „berisi’,

bisa juga bermakna „mempunyai’ atau „ada (dasar)nya’. Makna gramatikal „mengeluarkan’ atau „menghasilkan’ apabila bentuk dasarnya memiliki

komponen makna ( + benda), ( + hasil) atau ( + keluar). Contoh: bertelur

„mengeluarkan telur’, berproduksi „menghasilkan produk’. Makna gramatikal

„mengusahakan’ atau „mengupayakan’ apabila bentuk dasarnya memiliki

komponen makna ( + bidang usaha). Contoh: bersawah „mengerjakan sawah’, bercocok tanam „mengusahakan cocok tanam’.

Berikutnya, mempunyai makna gramatikal „melakukan kegiatan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + benda) dan ( + kegiatan). Contoh: berdiskusi „melakukan diskusi’, berekreasi „melakukan rekreasi’.

Makna gramatikal „mengalami’ atau „berada dalam keadaan’ apabila bentuk

dasarnya memiliki komponen makna ( + perasaan batin). Contoh: bergembira

„dalam keadaan gembira’, bersedih „dalam keadaan sedih’. Makna gramatikal

„menyebut’ atau „menyapa’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( + kerabat) dan ( + sapaan). Contoh: berkakak „menyebut kakak’, bertuan „memanggil tuan’. Berkakak dan yang lainnya dapat juga bermakna

gramatikal „mempunyai’. Maka dalam hal ini konteks kalimat sangat

menentukan makna gramatikalnya itu.

Makna gramatikal „kumpulan’ atau „kelompok’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + jumlah) atau ( + hitungan). Contoh: bertujuh

„kumpulan dari tujuh (orang)’, bertiga „kumpulan dari tiga (orang)’. Makna

gramatikal „memberi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

benda) dan ( + berian). Contoh: bersedekah „memberi sedekah’, berceramah

(30)

Ada sejumlah kata berprefiks ber- yang tidak bermakna gramatikal, melainkan bermakna idiomatikal. Misalnya: berpulang dengan makna

„meninggal’, bersalin dengan makna „melahirkan’.29

2. Prefiks per-

Verba berprefiks per- adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif. Verba berprefiks per- dapat digunakan dalam: (1) kalimat imperatif, (2) kalimat pasif yang berpola: (aspek) + pelaku + verba, (3) keterangan tambahan pada subjek atau objek yang berpola: yang + aspek + pelaku + verba.30

Verba berprefiks per- memiliki makna gramatikal, yaitu:31 Makna

gramatikal „jadikan lebih’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( + keadaan) atau ( + situasi). Contoh: percepat, artinya „jadikan lebih

cepat’, perluas, artinya „jadikan lebih luas’, dan sebagainya. Makna

gramatikal „anggap sebagai’ atau „jadikan’ apabila bentuk dasarnya memiliki

komponen makna ( + sifat khas). Contoh: peristri, artinya „jadikan istri’, perteman, artinya „jadikan teman’, dan sebagainya. Makna gramatikal „bagi’

apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + jumlah) atau ( + bilangan). Contoh: perlima, artinya „bagi lima’, perseribu, artinya „bagi

seribu’.

Verba berprefiks per- dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif dalam bentuk verba berklofiks memper-, diper- atau terper-, di samping prefiks per- adapula partikel per yang memiliki makna „tiap-tiap …’

atau „mulai …’. Contoh: per 1 April, artinya „mulai 1 April’.

29Ibid., h. 112. 30Ibid., h. 124.

(31)

3. Prefiks me-

Verba berprefiks me- dapat berbentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-. Bentuk atau alomorf me- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | r, l, w, y, m, n, ny dan ng |.32 Contoh: merawat, melekat, mewarisi, meyakini, memerah, melompati, menyala, menganga.

Bentuk atau alomorf mem- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem | b, p, f, dan v |. Dengan catatan fonem | b, f, dan v | tetap terwujud, sedangkan fonem | p | tidak diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal dari prefiks itu.33 Contoh: membawa, memfitnah, memutuskan. Namun, perlu dicatat dalam kenyataan bahasa ada sejumlah kata, terutama yang berasal dari bahasa asing, yang meskipun diawali dengan fonem | p |, fonem itu tidak diluluhkan. Contoh: mempunyai, memprotes, mempengaruhi. Bentuk men- digunakan apabila bentuk dasarnya dimulai dengan fonem |

d dan t |. Dengan catatan fonem | d | tetap diwujudkan sedangkan fonem | t |

tidak diwujudkan melainkan disenyawakan dengan bunyi nasal yang ada pada prefiks tersebut.34 Contoh: menduda, mendengar, menulis, menerobos. Namun, ada sejumlah kata berprefiks me-, tetapi fonem | t | pada awal bentuk dasarnya tidak diluluhkan atau disenyawakan, seperti mentradisi, mentraktor. Bentuk meny- digunakan apabila fonem awal bentuk dasarnya adalah fonem | c, j dan s |. Bunyi | ny | pada prefiks diganti atau dituliskan dengan huruf n pada dasar yang dengan fonem | c dan j|, sedangkan yang mulai dengan fonem | s |, fonem s-nya diluluhkan.35 Contoh: mencuri (lafalnya: menycuri), mencicil (lafalnya: menycicil), menjual (lafalnya: menyjual), menyikat, menyusul.

32 Ibid., h. 130. 33Ibid.,

(32)

Dalam bahasa keseharian, terutama kata serapan dari bahasa asing, fonem / s / pada bentuk dasarnya tidak diluluhkan. Contoh: mensukseskan,

menstandarkan, mensosialisasikan.

Bentuk meng- digunakan apabila bentuk dasarnya mulai dengan fonem |k, g, h, kh, a, i, u, e, dan o |. Fonem | k | tidak diwujudkan, melainkan disenyawakan dengan nasal yang ada pada prefiks itu, sedangkan fonem-fonem yang lain tetap diwujudkan.36 Contoh: mengirim, menggali, mengiris, mengumpulkan.

Bentuk menge- digunakan apabila bentuk dasarnya terdiri dari sebuah suku kata. Contoh: mengebom, mengecat, mengetes.

Perlu dibedakan adanya dua macam prefiks me-, yaitu prefiks me-inflektif dan prefiks me- derivatif. Beda keduanya prefiks me- inflektif secara gramatikal dapat diganti dengan prefiks di- inflektif atau prefiks ter- inflektif. Prefiks me- derivatif tidak dapat diganti dengan prefiks di- maupun prefiks ter-.37

Bentuk dasar verba berprefiks me- inflektif memiliki komponen makna ( + tindakan) dan ( + sasaran). Jadi, bentuk dasar dalam pembentukan verba inflektif, selain berbentuk morfem dasar atau akar juga termasuk verba bersufiks –kan, bersufiks –i, berprefiks per-, berkonfiks per-kan, dan berkonfiks per-i. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal

„melakukan (dasar)’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

tindakan) dan ( + sasaran). Contoh: menulis, artinya, „melakukan tulis’. Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal „melakukan kerja dengan

alat’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan) dan ( +

36Ibid.,

(33)

alat). Contoh: memahat, artinya „melakukan kerja dengan alat pahat’, mengunci „melakukan kerja dengan alat kunci’.

Verba berprefiks me- inflektif memiliki makna gramatikal „melakukan

kerja dengan bahan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

tindakan) dan ( + bahan). Contoh: mengecat, artinya, „melakukan kerja

dengan bahan cat’, menyemen, artinya „melakukan kerja dengan bahan

semen’. Selanjutnya, verba berprefiks me- inflektif memiliki makna

gramatikal „membuat dasar’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( +tindakan) dan ( + benda hasil). Contoh: mematung, artinya,

„membuat patung’, menggambar, artinya, „membuat gambar’.

Selain verba berprefiks me- inflektif ada juga verba berprefiks

me-derivatif yaitu verba yang memiliki makna gramatikal „makan, minum, mengisap’ bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + makanan) atau ( +

minuman) atau ( + isapan). Contoh: menyate, artinya „makan sate’ dan merokok, artinya „mengisap rokok’. Makna gramatikal menyoto dan menyate

bisa menjadi „membuat’ tergantung pada konteks kalimatnya.

Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „mengeluarkan

(dasar)’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + bunyi) atau (

+ suara). Contoh: mengeong, artinya, „mengeluarkan bunyi ngeong’ dan mencicit, artinya „mengeluarkan bunyi cicit’. Verba berprefiks me- derivatif

memiliki makna gramatikal „menjadi (dasar)’ apabila bentuk dasarnya

memiliki komponen makna ( + keadaan (warna, bentuk, situasi)). Contoh: menua, artinya„menjadi tua’, memerah, artinya „menjadi meah’. Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „menjadi seperti’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + sifat khas). Contoh: membatu,

(34)

Verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal „menuju’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + arah). Contoh: mengudara, artinya „menuju udara’, menepi, artinya „menuju tepi’. Selanjutnya, verba berprefiks me- derivatif memiliki makna gramatikal

„memperingati’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

bilangan), ( + hari) atau ( + bulan). Contoh: menujuh bulan, artinya

„memperingati bulan ketujuh (kehamilan)’, menyeratus hari, artinya

„memperingari hari keseratus (kematian)’.

4. Prefiks di-

Ada dua macam verba berprefiks di-, yaitu verba berprefiks di-inflektif dan verba berprefiks di- derivatif. Verba berprefiks di- inflektif adalah verba pasif. Makna gramatikalnya adalah kebalikan dari bentuk aktif verba berprefiks me- inflektif. Selanjutnya, pada verba berprefiks di- derivatif sejauh data yang diperoleh hanya ada kata dimaksud, yang lain tidak ada.38

5. Prefiks ter-

Ada dua macam verba berprefik ter- yaitu verba berprefiks ter- inflektif dan verba berprefiks ter- derivatif. Verba berprefiks ter- inflektif adalah verba pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif.39 Makna gramatikal verba berprefiks ter- inflektif, selain sebagai kebalikan pasif keadaan dari verba berprefiks me- inflektif, juga memiliki makna gramatikal.

Verba berprefiks ter- inflektif memiliki makna gramatikal „dapat/

sanggup’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan)

dan ( + sasaran). Contoh: terbawa, artinya „dapat dibawa’, terangkut, artinya

„dapat diangkut’. Selanjutnya verba ini juga memiliki makna gramatikal „tidak

(35)

sengaja’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan)

dan ( + sasaran). Contoh: terlihat, artinya „tidak sengaja dapat dilihat’, terbaca, artinya „tidak sengaja dibaca’.

Selain itu, verba ini juga memiliki makna gramatikal „sudah terjadi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan) dan ( + keadaan). Contoh: terjepit, artinya „sudah terjadi (jepit)’, tertabrak, artinya

„sudah terjadi (tabrak)’, dan sebagainya. Verba ini juga memiliki makna gramatikal „yang di (dasar)’ apabila digunakan sebagai istilah bidang hukum.

Contoh: tertuduh, artinya „yang dituduh’, terdakwa, artinya „yang didakwa’.

Seperti yang telah dipaparkan di atas, selain verba berprefiks ter- inflektif, verba berprefiks ter- derivatif juga memiliki makna gramatikal, yaitu

makna gramatikal „paling’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna (+ keadaan). Contoh: terbaik, artinya „paling baik’. Selain itu, verba

ini juga memiliki makna gramatikal „dalam keadaan’ apabila bentuk dasarnya

memiliki komponen makna ( + keadaan) dan ( + kejadian). Contoh: terpasang, artinya „dalam keadaan pasang’, terdampar, artinya „dalam

keadaan dampar’. Makna gramatikal yang lain yaitu makna gramatikal „terjadi

dengan tiba-tiba’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + kejadian). Contoh: terpeluk, artinya „tiba-tiba memeluk’, teringat, artinya

„tiba-tiba ingat’.

6. Prefiks ke-

Verba ini digunakan dalam bahasa ragam tidak baku. Fungsi dan makna gramatikalnya sepadan dengan verba berprefik ter-.40 Contoh: kebaca sepadan dengan terbaca, kebawa sepadan dengan terbawa.

(36)

7. Konfiks dan Klofiks ber-an

Verba ini memiliki dua macam proses pembentukan. Pertama, yang berupa konfiks, artinya prefiks ber- dan sufiks –an itu diimbuhkan secara bersamaan sekaligus pada sebuah bentuk dasar. Kedua, yang berupa klofiks artinya prefiks ber- dan sufiks –an itu tidak diimbuhkan secara bersamaan pada sebuah dasar.

Ber-an sebagai konfiks memiliki satu makna, sedangkan ber-an sebagai klofiks memiliki makna yang terpisah. Makna gramatikal verba berkonfiks ber-an adalah: „banyak serta tidak teratur’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan), ( + sasaran) dan ( + gerak). Contohnya: berlompatan „banyak yang lompat dan tidak teratur’. Makna gramatikal

„saling’ atau „berbalasan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna

( + tindakan), ( + sasaran) dan ( + gerak). Contohnya: bermusuhan „saling

memusuhi’.41

Selanjutnya, yang memiliki makna gramatikal „saling berada di’. Apabila

bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + benda), ( + letak) dan ( + tempat). Contohnya: berseberangan „saling berada di seberang’, dan berhadapan „saling berada di hadapan’. Bentuk ber-an pada sebuah verba mungkin bisa berupa konfiks mungkin juga berupa klofiks, tergantung pada konteks kalimatnya. Contoh klofik ber-an misalnya pada kata berpakaian. Imbuhan ber-an pada kata berpakaian dapat diimbuhkan terpisah, misalnya : pakai + an = pakaian, selanjutnya kata pakaian dibubuhi prefiks ber- menjadi berpakaian. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa klofiks ber-an

memiliki makna yang berbeda-beda. Kata pakaian memiliki makna “baju atau kain yang menutupi tubuh” namun kata pakaian jika dibubuhi prefiks

(37)

ber- maka akan membentuk kata berpakaian, kata berpakaian memiliki

makna “menggunakan baju atau menggunakan bahan yg menutupi tubuh”.

8. Klofiks ber-kan

Verba berklofiks ber-kan dibentuk dengan proses, mula-mula kepada bentuk dasar diimbuhkan prefiks ber-, lalu diimbuhkan pula sufiks –kan. Contoh: pada kata dasar senjata diimbuhkan prefiks ber- menjadi bersenjata, lalu pada bersenjata diimbuhkan pula sufiks –kan sehingga menjadi bersenjatakan.42 Verba berklofiks ber-kan juga tidak banyak, contohnya: bermodalkan, berselimutkan, berdasarkan.

9. Konfiks per-kan

Verba berkonfiks per-kan adalah verba yang bisa menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me-, berprefiks di- atau berprefiks ter-).43 Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal „jadikan bahan per-an’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + kegiatan ).

Contohnya: pertanyakan, artinya „jadikan bahan pertanyaan’. Selanjutnya,

memiliki makna gramatikal ’lakukan supaya (dasar)’ apabila bentuk dasarnya

memiliki komponen makna ( + keadaan). Contohnya: perbedakan, artinya

„lakukan supaya beda’.

Verba berkonfiks per-kan memiliki makna gramatikal „jadikan me-’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan). Contoh: perdengarkan, artinya „jadikan (orang lain) mendengar’. Selanjutnya,

memiliki makna gramatikal „jadikan ber-’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + kejadian). Contoh: pertemukan, artinya „jadikan

bertemu’.

(38)

10. Konfiks per-i

Verba berkonfiks per-i adalah verba yang dapat menjadi pangkal dalam pembentukan verba inflektif (berprefiks me- inflektif, di- inflektif, atau ter- inflektif).44 Verba berkonfiks per-i memiliki makna gramatikal „lakukan

supaya jadi’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( +

keadaan). Contoh: perbarui, artinya „lakukan supaya jadi baru’, perbaiki,

artinya „lakukan supaya jadi baik’. Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „lakukan (dasar) pada objeknya’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( + tindakan) dan ( + lokasi). Contoh: persetujui, artinya „lakukan

setuju pada objeknya’.

11. Konfiks ke-an

Ada dua macam konfiks ke-an, yaitu konfiks ke-an yang membentuk verba dan konfiks ke-an yang membentuk nomina.45 Verba berkonfiks ke-an termasuk verba pasif, yang tidak dapat dikembalikan ke dalam verba aktif, seperti verba pasif di- dan verba pasif ter-. Verba berkonfiks ke-an memiliki

makna gramatikal „terkena, menderita, mengalami (dasar)’ apabila bentuk

dasarnya memiliki komponen makna ( + peristiwa alam) atau ( + hal yang tidak enak). Contoh: kebanjiran, artinya „terkena banjir’, kedinginan, artinya

„menderita dingin’.

Selanjutnya, verba berkonfiks ke-an memilik makna gramatikal „agak

(dasar)’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + warna).

Contoh: kebiruan, artinya „agak biru’, kekuningan, artinya „agak kuning’.

(39)

12. Sufiks –kan

Dalam prosesnya, sufiks –kan, bila diimbuhkan pada dasar yang memiliki komponen makna ( + tindakan) dan ( + sasaran) akan membentuk verba bitransitif, yaitu verba yang berobjek dua. Verba bersufiks –kan memiliki

makna gramatikal „jadikan’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( + keadaan) atau ( + sifat khas). Contoh: tenangkan, artinya „jadikan

tenang’, satukan, artinya „jadikan satu’.46

Selanjutnya, memiliki makna gramatikal „jadikan berada di’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tempat) atau ( + arah). Contoh: daratkan, artinya „jadikan berada di darat’, tempatkan, artinya

„jadikan berada di tempat’, dan sebagainya. Memiliki makna gramatikal „lakukan untuk orang lain’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen

makna ( + tindakan) dan ( + sasaran). Contoh: bacakan, artinya „lakukan baca

untuk (orang lain)’, bawakan, artinya „lakukan bawa untuk (orang lain)’.

Memiliki makna gramatikal „lakukan akan’ apabila bentuk dasarnya memiliki

komponen makna ( + tindakan) dan ( + sasaran). Contoh: kabulkan, artinya

„lakukan kabul akan’, hapuskan, artinya „lakukan hapus akan’. Selanjutnya,

memiliki makna gramatikal „bawa masuk ke’ apabila bentuk dasarnya

memiliki komponen makna ( + ruang). Contoh: asramakan, artinya „bawa

masuk ke asrama’, gudangkan, artinya „bawa masuk ke gudang’.

13. Sufiks –i

Verba bersufiks –i adalah verba transitif, yang berlaku juga sebagai pangkal (stem) dalam pembentukan verba inflektif.47 Bahasa inflektif adalah bahasa yg menggunakan perubahan bentuk kata (dl bahasa fleksi) yg menunjukkan berbagai hubungan gramatikal (spt deklinasi nomina,

(40)

pronomina, adjektiva, dan konjugasi verba).48 Verba bersufiks –i memiliki

makna gramatikal „berulang kali’ apabila bentuk dasarnya memiliki komponen makna ( + tindakan) dan ( + sasaran). Contoh: lempari, artinya

„pekerjaan lempar dilakukan berulang kali’, potongi, artinya „pekerjaan

potong dilakukan berulang kali’, dan sebagainya. Makna gramatikal „tempat’

apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna ( + tempat). Contoh: lewati, artinya „lakukan lewat di …’, jalani, artinya „lakukan jalan di …’.

Makna gramatikal „merasa sesuatu pada’ apabila bentuk dasarnya mempunyai

komponen makna ( + sikap batin) atau ( + emosi). Contoh: kasihi, artinya

„merasa kasih pada’, sukai, artinya „merasa suka pada’.

Memiliki makna gramatikal „memberi’ atau „membubuhi’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen makna ( + bahan berian). Contoh: nasihati,

artinya „beri nasihat pada’, gulai, artinya „beri gula pada’. Makna gramatikal

„jadikan’ atau „sebabkan’ apabila bentuk dasarnya mempunyai komponen

makna ( + keadaan) atau ( +sifat). Contoh: dekati, artinya „jadikan dekat’, kurangi, artinya „jadikan kurang’. Makna gramatikal „lakukan pada’ apabila

bentuk dasarnya mempunyai komponen makna ( + tindakan) dan ( + tempat). Contoh: siasati, artinya „lakukan siasat pada’, tulisi, artinya „lakukan tulis

pada’.

Sufiks –i tidak dapat diimbuhkan pada bentuk dasar yang diakhiri dengan vokal –i atau diftong ai. Contoh bentuk „mandii’, „belii’, tidak berterima.

(41)

D.

Berita

1. Hakikat Berita

Menurut KBBI ada beberapa pengertian berita, yaitu cerita atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat. Berita juga diartikan sebagai kabar, laporan dan pemberitahuan, atau pengumuman.49

Berita menurut Pers Timur dan Pers Barat. Menurut Pers Timur berita

adalah suatu „proses’, proses yang ditentukan arahnya. Berita tidak didasarkan pada maksud untuk memuaskan nafsu „ingin tahu’ segala sesuatu yang „luar

biasa’ dan „menakjubkan’, melainkan pada keharusan ikut berusaha „mengorganisasikan pembangunan dan pemeliharaan Negara sosialis’.

Berbeda dengan Pers Timur, Pers Barat memandang berita itu sebagai

„komoditi’, sebagai „barang dagangan’ yang dapat diperjual belikan.50

Dari pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan berita adalah sebuah peristiwa atau laporan mengenai fakta atau opini yang baru saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak.

Ada dua jenis berita, pertama, berita yang terpusat pada peristiwa yang khas menyajikan peristiwa hangat yang baru terjadi, dan umumnya tidak diinterpretasikan, dengan konteks yang minimal, tidak dihubungkan dengan situasi dan peristiwa yang lain. Kedua, berita yang berdasarkan pada proses yang disajikan dengan interpretasi tentang kondisi dan situasi dalam masyarakat yang dihubungkan dalam konteks yang luas dan melampaui waktu. Berita semacam ini muncul di halaman opini berupa editorial, artikel,

49 Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 27.

(42)

dan surat pembaca, sedangkan di halaman lain berupa komentar, laporan khusus, atau tulisan feature.51

2. Menulis Berita

Dalam menulis berita, struktur penulisan berita mengikuti pola yang disebut sebagai piramida terbalik. Manfaat dari pola piramida terbalik ini antara lain: pertama, nilai sebuah berita dapat ditulis dengan langsung tanpa penjelasan yang lebih panjang atau detail sehingga publik dapat memahami apa maksud dari isi berita tersebut dalam waktu singkat tanpa harus membaca keseluruhan berita tersebut; kedua, keterbatasan kolom atau ruang di surat kabar atau tabloid menyebabkan berita yang ditulis dalam pola piramida terbalik ini memudahkan redaktur atau editor untuk melakukan penyederhanaan panjang tulisan berita dan biasanya pertama kali kalimat yang akan dihilangkan/ dipendekkan adalah kalimat atau paragraf yang berada di kerucut bawah dalam pola piramida terbalik ini.52

Dalam pola piramida terbalik ini jurnalis mempertaruhkan beritanya di dalam lead atau teras berita. Ini dianggap penting, karena lead merupakan paragraf pembuka yang mengantarkan khalayak pembaca untuk masuk ke dalam penjelasan berita. Apabila lead tidak ditulis dengan menarik, maka jangan berharap jika berita akan dibaca.53

Cara menulis berita juga berbeda-beda. Berita langsung biasanya ditulis dengan gaya piramida terbalik, di mana semua yang dianggap paling penting diletakkan pada lead atau intro. Karena itu, lead mencakup semua unsur berita

51 Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara. 2007), Cet. 3. h. 51-52.

52 Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),h. 30.

(43)

yang lazim disebut 5 W + 1 H, yaitu54 what (apa peristiwa yang terjadi); who (siapa yang terlibat dalam peristiwa); where (di mana peristiwa terjadi); when (kapan peristiwa terjadi); why (mengapa terjadi); how (bagaimana peristiwanya).

Gaya penulisan yang biasanya menarik perhatian ialah tulisan yang mampu menjelaskan masalah yang pelik dengan cara sederhana dan mudah dipahami. Agar berita itu mudah dimengerti oleh khalayak, selain logis juga harus dihindari penggunaan istilah-istilah yang tidak lazim bagi khalayak. Selain itu penggunaan kata-kata haruslah ekonomis. Kata-kata yang tidak perlu sebaiknya dibuang, dan kata-kata yang digunakan hendaknya yang sedikit suku katanya. Kata-kata yang terdiri banyak suku katanya sebaiknya dihindari.55 Jadi, dapat ditarik kesimpulan, berita yang berkualitas yaitu berita yang menggunakan kalimat yang baik. Kalimat yang baik ialah kalimat yang tidak lebih dari 20 kata, tetapi juga tidak terlalu pendek. Selain itu, kalimat yang digunakan juga harus efektif sehingga dimengerti oleh khalayak.

E.

Penelitian yang Relevan

Siti Merkhamah (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Afiksasi Pembentukan Nomina dalam Induk Opini Surat Kabar Pos Kota Sebagai Sumber

Belajar”, membahas bentuk afiksasi pembentukan nomina. Data yang diambil yaitu dari surat kabar Pos Kota. Adapun data yaitu berupa kata untuk analisis afiksasi. Penelitian ini difokuskan pada analisis morfologi kata bahasa Indonesia pada surat kabar Pos Kota khususnya pada proses afiksasi nomina. Peneliti juga memfokuskan bahwa media massa bisa dijadikan sumber belajar.

Ani Nurhayati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kata Berimbuhan Dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Nusantara, Legoso,

(44)

Ciputat, Tangerang Tahun Pelajaran 2011/2012”, membahas bentuk kata

berimbuhan dalam karangan deskripsi siswa kelas X SMK Nusantara, Legoso, Ciputat, Tangerang tahun pelajaran 2011/2012. Data yang diambil yaitu dari karangan deskripsi siswa kelas X SMK Nusantara. Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulkan karangan yang telah ditulis oleh siswa. Karangan siswa itulah yang akan dijadikan data penelitian.

Droe Iswatiningsih (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia pada Karya Tulis Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Angkatan 1999/2000 Universitas Muhammadiyah

Malang”, menguraikan pentingnya bahasa dalam berkomunikasi baik bahasa lisan

maupun tulis, penggunaan bahasa dalam berkomunikasi harus cermat dan teliti. Droe Iswatiningsih mengkaji secara keseluruhan kesalahan berbahasa dalam sebuah karya tulis mahasiswa tidak hanya kesalahan dalam bidang morfologi

(pembentukan kata berimbuhan „afiksasi’), tetapi juga kesalahan dalam ejaan,

sintaksis, dan kata mubazir. Sementara penulis skripsi ini membatasi kajian hanya pada analisis bidang morfologi saja, juga penulis lebih sempit lagi membatasi kajiannya, yakni kesalahan pembentukan kata berimbuhan (afiksasi).

Sinta Dewi (2010) meneliti

“Struktur Afiksasi meN- pada Kata Dasar Berfonem awal k/, p/, s/, t/ dan Implementasinya terhadap Masyarakat Pengguna

Bahasa”. Hasil penelitian yang ditemukan Sinta Dewi adalah bentuk-bentuk bersaing kata berimbuhan meN- dengan kata dasar berfonem awal /p, t, k, s/ baik di artikel koran, tayangan berita di televisi, maupun di masyarakat umum.

(45)
(46)

33

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMP Darul Muttaqien yang beralamat di Jl. Haji Gaim Gg. Kasan Misin, Petukangan Utara – Jakarta Selatan. Kegiatan pengambilan data dilakukan di ruang pembelajaran.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret 2014. Pengambilan data dilakukan saat pembelajaran berlangsung.

B.

Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang penting untuk memahami suatu fenomena sosial dan perspektif individu yang diteliti.1 Tujuan pokoknya dalah menggambarkan, mempelajari, dan menjelaskan fenomena itu. Pemahaman fenomena ini dapat diperoleh dengan cara mendeskripsikan dan mengeksplorasikannya dalam sebuah narasi.2 Dalam penelitian ini yang dijadikan objek penelitian yaitu teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan afiksasi pembentuk verba dalam teks berita siswa.

1 Syamsuddin AR, dan Vismaia S. Damaianti, Metode Penelitian Pendidikan Bahasa, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), Cet. II, h. 74.

(47)

C.

Data dan Sumber Data

Data adalah keterangan atau bahan nyata yg dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau kesimpulan).3 Analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap data non angka, seperti hasil wawancara, laporan bacaan dari buku-buku, artikel, foto, gambar, film, dan sebagainya.4 Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah sumber data primer. Data primer yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah teks berita siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien. Selain sumber data primer, penulis juga menggunakan sumber data sekunder. Data sekunder yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah beberapa buku kajian morfologi.

D.

Korpus Data

Korpus data dalam penelitian ini adalah seluruh temuan berupa kata yang mengandung afiks pembentuk verba di teks berita siswa.

E.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisis dokumen yang berupa kajian morfologis dengan teknik catat, yaitu mencatat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah dan tujuan penelitian.

Langkah-langkah pengumpulan data yang dilakukan yaitu sebagai berikut: Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu observasi. Melalui observasi, peneliti dapat mengamati kegiatan pembelajaran yang sedang berlangsung di salah satu kelas VIII Darul Muttaqien Jakarta. Selain mengambil

3 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), Edisi ke-IV. Cet. I, h. 544.

(48)

data yang berbentuk teks berita siswa untuk diteliti lebih lanjut, peneliti juga mengambil data tentang profil sekolah SMP Darul Muttaqien Jakarta.

Teknik pengumpulan data selanjutnya yaitu dengan memberikan tes kepada

siswa untuk menulis teks berita dengan tema dan judul yang tidak ditentukan. Setelah data terkumpul, peneliti membaca hasil tulisan siswa yang berbentuk teks berita tersebut, kemudian peneliti mencatat dan menggolongkan kata yang berbentuk afiksasi verba berdasarkan jenis afiksnya untuk dijadikan data penelitian.

F.

Teknik Analisis Data

(49)

36

Bab ini menyajikan temuan afiks pembentuk verba dalam teks berita yang ditulis oleh siswa kelas VIII di SMP Darul Muttaqien. Dalam data penelitian ditemukan banyak ketidaktepatan dalam menggunaan EYD dan tanda baca, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya menganalisis ketidaktepatan afiks pembentuk verba saja. Proses pembentukan afiks pembentuk verba dibahas guna memudahkan penulis dalam menganalisis ketepatan pembentukkan kata apakah memenuhi kriteria bahasa Indonesia yang baku.

Dengan demikian, penulis bisa menyimpulkan apakah siswa sudah tepat dalam

menggunakan afiks pembentuk verba dalam teks berita. Bab ini mengemukakan temuan penelitian yang merupakan hasil akhir penelitian dan pembahasan yang berlandaskan pada teori-teori yang dipakai.

Pada bagian deskripsi data ini, penulis akan menguraikan hasil pembahasan

temuan yang ada. Temuan yang muncul dianalisis serta dibahas berdasarkan teori yang terkait. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel-tabel disertai keterangan yang menjelaskan temuan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar hasil penelitian lebih mudah untuk dideskripsikan.

A.

Profil Sekolah

1. Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SMP DARUL MUTTAQIEN Alamat : Jalan H. Kasan Misin No.126

Desa : Petukangan Utara

Kecamatan : Pesanggrahan Kab./Kodya : Jakarta Selatan

(50)

Jenjang Akreditasi : DIAKUI Tahun Pendirian : 1986 Tahun Beroperasi : 1986

KepemilikanTanah : Milik Yay

Gambar

No Tabel 2.1 Bentuk Dasar Imbuhan (prefiks)
No Tabel 2.3 Bentuk Dasar Imbuhan (klofiks)
No Tabel 2.4 Bentuk Dasar Imbuhan (infiks)
Tabel 4.1 JUMLAH
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah mengamati semua sampel, berilah nilai sesuai dengan tingkat kesukaan Anda terhadap rasa sampel yang tersedia.. Urutkan nilai sampel dari yang Anda paling sukai (=6)

Carilah medan listrik di sumbu x pada jarak x yang sembarang, dan bandingkan hasil anda dengan hasil yang diperoleh untuk medan pada sumbu sebuah cincin. bermuatan yang jari-jarinya r

Said she didn’t need to worry ’cause he’d look to the children, and she’d laughed at him and said she didn’t need to worry ’cause the children would look to him, and

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kreativitas dan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran di kelas dengan mata pelajaran PKn materi keputusan bersama

Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi adaptasi komunitas Saksi Yehuwa dalam upayanya mempertahankan keberadaan mereka di tengah-tengah masyarakat yang majemuk sifatnya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan komunikasi dalam keluarga peserta didik dan merumuskan layanan bimbingan kelompok yang layak untuk meningkatkan

Hubungan antara komunikasi positif dalam keluarga dengan asertivitas pada siswa SMP Negeri 2 Yogyakarta.. Yogyakarta: Jurnal Penelitian Fakultas Psikologi

mencapai efisiensi dan efektivitas. Upaya reformasi regulasi/peraturan usaha juga perlu dirancang dengan memperhatikan aspek kesetaraan akses usaha‐usaha kecil dan menengah