PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(IFRSUD) PANDAN TAHUN 2008
TESIS
Oleh
MELVA ADVENIA VERONICA SAMOSIR
067013020/ARS
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(IFRSUD) PANDAN TAHUN 2008
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) dalam Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MELVA ADVENIA VERONICA SAMOSIR
067013020/ARS
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (IFRSUD) PANDAN TAHUN 2008
Nama Mahasiswa : Melva Advenia Veronica Samosir
Nomor Pokok : 067013020
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Konsentrasi : Administrasi Rumah Sakit
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. dr. Aznan Lelo, SpFK, PhD) (Dra. Lina Tarigan, Apt, MS)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)
Telah diuji pada
Tanggal : 25 Februari 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Aznan Lelo, SpFK, PhD
Anggota : 1. Dra. Lina Tarigan, Apt, MS
2. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
PERNYATAAN
PENGARUH MUTU PELAYANAN TERHADAP PEMANFAATAN
INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
(IFRSUD) PANDAN TAHUN 2008
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Februari 2009
ABSTRAK
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Banyak pasien mengeluh terhadap pelayanan Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (IF-RSUD) Pandan, karena tidak semua obatnya dapat diperoleh.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati) terhadap pemanfaatan IF-RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 2008. Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh pasien di RSUD Kabupaten Tapanuli Tengah dengan jumlah sampel 200 orang. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 33,5% responden berpendapat tidak baik tentang bukti fisik, 37,5% keandalan tidak baik, 45% daya tanggap tidak baik, 38,5% jaminan tidak baik dan 34,5% empati tidak baik. Berdasarkan analisis statistik diperoleh ada pengaruh mutu pelayanan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati) terhadap pemanfaatan IF-RSUD Pandan (p<0,05). Variabel yang paling dominan mempengaruhi pemanfaatan IF-RSUD Pandan adalah bukti fisik (nilai B=2,955).
Mengingat bukti fisik merupakan variabel yang dominan dalam pemanfaatan IF-RSUD Pandan, diusulkan kepada RSUD Pandan agar meningkatkan mutu pelayanan khususnya bukti fisik, seperti melengkapi obat-obat, menjaga kebersihan, serta kenyamanan IF-RSUD Pandan.
ABSTRACT
The increasing demands of the citizen on the quality of health it is therefor the function of health services especially in the hospital, should be gradually increased to be more effective and efficient for the patients, the family, and all citizen. There were many complaints from patients to the service of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital, one of them is related to unavailable of medicines.
The present study is purposed to analyze the influence of quality service (physical proof, reliability, response, guarantee and empathy) on the utilization of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital in the Tapanuli Tengah District in 2008. It is an analytical study with the cross sectional approach. The populations are all patients in Pandan Hospital, consist of 200 subjects. The primary data are obtained from interviews by using the questionnaires. The data obtained were then analyzed through multiple logistic regression test.
The results show that respondent stated that the physical proof is not good 33,5%, the reliability is not good 37,5%, the responsiveness is not good 45%, the guarantee is not good 38,5% and the empathy is not good 34,5%. Based on statistic analysis the service quality (physical proof, reliability, response, guarantee and empathy) have influence on the utilization of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital (p<0.05). The most dominant variable which has influenced the utilization of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital is the physical proof (result B=2.955).
Considering the physical proof is the most dominant variable toward the utilization of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital, it is suggested to the director of Pandan Hospital for increasing the service quality especially the physical proof, such as provide adequate medicines, hygiene and comfortness of Pharmaceutical Installation of Pandan Hospital.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Tesis ini berjudul Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Pandan Kabupaten Tapanuli
Tengah Tahun 2008, dikerjakan untuk memenuhi syarat melaksanakan penelitian.
Penulisan ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam pembuatan tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana
USU.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS sebagai Ketua Program Studi, dan Prof. Dr. Dra. Ida
Yustina, MSi, serta seluruh jajarannya yang telah memberikan bimbingan dan
3. Prof. Dr. Aznan Lelo, Sp.FK, PhD dan Dra. Lina Tarigan, Apt, MS sebagai Ketua
dan Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan waktu, pikiran,
serta tenaga dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penyusunan
tesis ini.
4. Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE dan Dra. Jumirah, Apt, M.Kes sebagai
Dosen Pembanding yang telah memberikan pemikiran dan masukan demi
perbaikan tesis ini.
5. Drs. Tuani Lumbantobing, MSi selaku Bupati Tapanuli Tengah yang telah
memberikan izin dan dukungan kepada penulis untuk mengikuti Sekolah
Pascasarjana.
6. dr. H. S. Arif Simatupang, Sp.S, selaku Direktur RSUD Pandan yang telah
memberikan izin dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan studi dan
penyusunan tesis ini.
7. Suami tercinta Frans Edhy Suarno Silalahi, SE yang selalu setia memberikan
motivasi selama pendidikan, anak-anakku Margaretha, Monica dan Fernanda
yang tetap sabar dan mendukung penulis dalam pendidikan.
8. Ayahanda tercinta BA. Samosir, BA dan ibunda (Alm) S.L. Sihombing, Bapak
dan Ibu mertua yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan pendidikan.
9. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa “MARS Angkatan 2006” yang telah
membantu penulis selama proses penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini mempunyai kekurangan, untuk itu
diharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan tesis ini. Segala saran dan kritik
yang disampaikan untuk perbaikan tesis ini sebelumnya diucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Terakhir penulis mohon maaf yang setulusnya kepada semua pihak jika
ditemui kekurangan dan kekhilafan selama penulis mengikuti penelitian berlangsung.
Medan, Januari 2009 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Melva Advenia Veronica Samosir, lahir pada tanggal 9 Desember 1968
di Medan. Anak keempat dari Bapak B.A. Samosir, BA dan Ibu S.L Sihombing
(Alm). Menikah dengan Frans Edhy Suarno Silalahi, SE dikaruniai tiga putri
Margaretha Felicia Silalahi, Monica Elisabeth Silalahi, dan Fernanda Nadya Marito
Silalahi.
Pada tahun 1975-1981, sekolah di SD RK Setia Budi Medan dengan status
berijazah. Tahun 1981-1984 SMP ST. Thomas Medan dengan status berijazah. Tahun
1984-1987 SMA ST. Thomas Medan dengan status berijazah. Tahun 1988-1994
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dengan status berijazah, serta
pada tahun 2006-2009 melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Program
Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
Universitas Sumatera Utara.
Bekerja sejak tahun 1997-2000 sebagai Dokter Gigi PTT di Puskesmas Batu
Enam Kabupaten Simalungun. Tahun 2000-2002 Dokter Gigi PTT di Puskesmas
Tapian Dolok Kabupaten Simalungun. Tahun 2002-sekarang Dokter Gigi di RSUD
Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Medan, Pebruari 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... vi
2.2.Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)... 8
2.3.Manajemen Logistik ... 13
2.4.Proses Logistik IFRS ... 15
2.5.Kebutuhan Pelanggan ... 19
2.6.Landasan Teori... 20
2.7.Kerangka Konsep Penelitian ... 22
BAB 3. METODE PENELITIAN... 23
3.1.Jenis Penelitian... 23
3.2.Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 23
3.3.Populasi dan Sampel ... 23
3.4.Metode Pengumpulan Data ... 24
3.5.Variabel dan Definisi Operasional ... 25
3.6.Metode Pengukuran ... 26
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 28
4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit ... 28
4.2. Mutu Pelayanan... 31
4.3. Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan ... 40
4.4. Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi RSUD Pandan ... 42
BAB 5. PEMBAHASAN ... 43
5.1. Pengaruh Bukti Fisik terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan ... 43
5.2.Pengaruh Keandalan terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan... 44
5.3. Pengaruh Daya Tanggap terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan 45 5.4. Pengaruh Jaminan Kepastian terhadap Keputusan Pasien ... 45
5.5. Pengaruh Empati terhadap Keputusan Pasien... 46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
6.1. Kesimpulan ... 48
6.2. Saran... 48
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul Halaman
1.1. Distribusi Pelayanan Resep Instalasi Farmasi RSUD Pandan Tahun
2004-2007 ... 5
3.1. Nama Variabel, Kategori Jawaban, Nilai Interval, Kategori Variabel, dan Skala Ukur... 26
4.1. Data Ketenagaan RSUD Pandan Tahun 2007... 29
4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Bukti Fisik IF-RSUD Pandan ... 32
4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Bukti Fisik IF- RSUD Pandan ... 33
4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Keandalan IF-RSUD Pandan ... 33
4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Keandalan IF-RSUD Pandan ... 34
4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Daya Tanggap Pegawai IF-RSUD Pandan... 35
4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Daya Tanggap IF-RSUD Pandan ... 36
4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Jaminan dari Pegawai IF-RSUD Pandan... 37
4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Jaminan IF-RSUD Pandan ... 38
4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Empati IF-RSUD Pandan ... 39
4.12. Pengaruh Mutu Pelayanan (Berdasarkan Bukti Fisik, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati) Terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan ... 40
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Halaman
2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... ... 22
4.1. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Bukti Fisik
IF-RSUD Pandan... 32
4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Keandalan
IF-RSUD Pandan... 34
4.3. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Daya Tanggap IF-RSUD Pandan... 35
4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Jaminan
Kepastian IF-RSUD Pandan... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian... 52
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas... 54
3. Hasil Analisis Univariat... 55
4. Hasil Analisis Bivariat... 62
5. Hasil Analisis Multivariat... 65
6. Distribusi Proporsi Jawaban Responden... 66
7. Master Data Penelitian... 67
8. Surat Izin Penelitian... 73
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup
sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat
yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional.
Untuk itu perlu ditingkatkan upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau
(Depkes RI, 1999).
Dengan berakhirnya Pembangunan Jangka Panjang Tahap Pertama dan
dimulainya Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua, salah satu prakondisi yang
harus dipenuhi adalah meningkatnya mutu pelayanan sesuai dengan kebutuhan yang
nyata. Peningkatan mutu pelayanan merupakan prioritas utama di semua rumah sakit.
Departemen Kesehatan telah melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan
secara bertahap. Upaya tersebut dilaksanakan melalui pembangunan sarana,
prasarana, pengadaan peralatan dan ketenagaan sejalan dengan pembangunan rumah
sakit pada umumnya.
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan sosial
ekonomi masyarakat maka sistem nilai dan orientasi dalam masyarakat pun mulai
dengan lebih ramah dan lebih bermutu termasuk pula pelayanan kesehatan. Dengan
semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan tadi maka fungsi
pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara bertahap perlu
terus ditingkatkan agar menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan
terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya
bukanlah hal yang mudah (Depkes, 1994).
Ada 5 revenue center dalam rumah sakit yaitu instalasi rawat jalan, instalasi
gawat darurat, instalasi laboratorium patologi klinik dan patologi anatomi, instalasi
radiologi, dan instalasi farmasi. Instalasi farmasi merupakan salah satu revenue center
utama mengingat lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit menggunakan
perbekalan farmasi (obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan alat kesehatan
habis, alat kedokteran, dan gas medik) dan 50% dari seluruh pemasukan rumah sakit
berasal dari pengelolaan perbekalan farmasi. Di samping luasnya peran instalasi
farmasi dalam kelancaran pelayanan kesehatan dan juga merupakan instalasi yang
memberikan sumber pemasukan terbesar di rumah sakit. Sudah dapat diprediksi
bahwa pendapatan rumah sakit akan mengalami penurunan jika masalah perbekalan
farmasi tidak dikelola secara cermat serta penuh tanggung jawab (Yusmainita, 2005).
RSUD Pandan adalah rumah sakit milik pemerintah Kabupaten Tapanuli
Tengah kelas C, memiliki instalasi farmasi yang dipimpin oleh seorang apoteker.
Apotik Instalasi Farmasi RSUD Pandan terletak di bagian samping rumah sakit
sehingga tidak terlalu strategis terutama bila dilihat dari UGD. Apotik tersebut
melayani seluruh keperluan obat baik dari poli rawat jalan dan rawat inap. Untuk
perawat (kecuali atas permintaan untuk membeli di luar) sehingga tidak perlu
merepotkan keluarga pasien. Untuk rawat jalan resep obat yang ditulis oleh dokter
akan langsung diserahkan kepada pasien atau keluarga pasien dan mereka bebas
menentukan menebusnya di apotik mana saja.
Dari kotak saran yang ada di RSUD Pandan diperoleh informasi bahwa
pembelian obat-obatan melalui resep tidak semua dapat dilayani. Informasi tidak
lengkap mengenai obat-obatan yang ada ataupun tidak ada. Hal ini menyebabkan
banyak pasien mengeluh terhadap pelayanan apotik, karena tidak semua obatnya
dapat diperoleh dari apotik tersebut. Sebagai akibat dari kondisi ini diperlukan biaya
tambahan untuk pergi ke apotik lain. Selain hal tersebut dari pengelola apotik
berkeluh kesah karena banyaknya obat-obatan yang harus dimusnahkan karena sudah
kadaluarsa. Adanya obat yang rusak dan kadaluarsa akan merugikan apotik. Oleh
karena itu perlu dicari jalan keluar agar apotik dapat memenuhi kebutuhan obat dari
pasien, tetapi di lain pihak tidak mengalami kerugian akibat kerusakan obat dan
kadaluarsa.
Walaupun instalasi farmasi merupakan salah satu bagian dalam rumah sakit,
tetapi keberadaannya sangat penting untuk menunjang keberhasilan perkembangan
profesionalisme rumah sakit dan juga terhadap ekonomi dan biaya operasional total
rumah sakit (Siregar, 2004). Obat merupakan salah satu faktor penting untuk
meningkatkan kesembuhan pasien. Oleh karena itu pelayanan kefarmasian penting
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah satu-satunya bagian di rumah
sakit yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan lainnya. Sehingga seluruh peredaran obat berada di bawah kendali dari
instalasi farmasi di rumah sakit (sistem 1 pintu). Namun kenyataannya hampir semua
IFRS belum menerapkannya. Hal ini berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan
farmasi klinik (Yusmianita, 2005).
Di sekitar rumah sakit juga terdapat apotik-apotik swasta, yang terus
bertambah, bahkan ada yang semakin besar, ini menunjukkan secara tidak langsung
resep-resep yang dikeluarkan rumah sakit sebagian besar dilayani di apotik-apotik ini.
Hal ini mengakibatkan IFRS sulit untuk mengendalikan peredaran perbekalan farmasi
dan kesehatan di rumah sakit, sehingga tugas dan fungsinya di rumah sakit tidak
dapat dilakukan dengan sempurna (Siregar, 2004).
Manajemen apotik yang baik sangat penting untuk meningkatkan efisiensi
operasional rumah sakit yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumah
sakit. Dengan demikian rumah sakit dapat tetap bertahan dan melaksanakan fungsi
sosioekonominya.
Catatan penting distribusi pelayanan resep di Instalasi Farmasi RSUD Pandan
Tabel 1.1. Distribusi Pelayanan Resep Instalasi Farmasi RSUD Pandan Tahun
Sumber: Sub Bagian Penyusunan Program dan Laporan di RSUD Pandan
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa setiap tahunnya resep yang
masuk ke IFRSUD Pandan cukup banyak, namun hanya sebagian yang terlayani.
Dari banyaknya resep yang masuk apabila dikelola dengan baik oleh pihak RSUD
Pandan, sangat diyakini akan mampu menjadi revenue center bagi rumah sakit.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk meneliti pengaruh mutu
pelayanan terhadap pemanfaatan instalasi farmasi RSUD Pandan tahun 2008.
1.2. Permasalahan
Dari uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut
bagaimanakah pengaruh mutu pelayanan terhadap pemanfaatan instalasi farmasi
RSUD Pandan tahun 2008.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh mutu pelayanan terhadap pemanfaatan instalasi
1.4. Hipotesis
1. Ada pengaruh bukti fisik terhadap pemanfaatan pelayanan instalasi farmasi
RSUD Pandan.
2. Ada pengaruh keandalan terhadap pemanfaatan pelayanan instalasi farmasi
RSUD Pandan.
3. Ada pengaruh daya tanggap terhadap pemanfaatan pelayanan instalasi farmasi
RSUD Pandan.
4. Ada pengaruh jaminan terhadap pemanfaatan pelayanan instalasi farmasi RSUD
Pandan.
5. Ada pengaruh empati terhadap pemanfaatan pelayanan instalasi farmasi RSUD
Pandan.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUD Pandan tentang mutu pelayanan
IF-RSUD Pandan mengatasi kendala-kendala yang ada.
2. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam mengkaji mutu pelayanan
IF-RSUD Pandan dan bagaimana cara memenuhi kebutuhan pelanggan.
3. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu kesehatan masyarakat bagi
Sekolah Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya bidang administrasi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut WHO (1981) rumah sakit didefinisikan sebagai suatu bagian
menyeluruh dari organisasi sosial dan medis yang berfungsi memberikan pelayanan
kesehatan lengkap kepada masyarakat, baik kuratif maupun rehabilitatif, baik
pelayanan kepada keluarga maupun lingkungan, sedangkan ke dalamnya rumah sakit
merupakan pusat latihan tenaga kesehatan serta bio sosial.
Willan (1990) menyebutkan bahwa istilah hospital berasal dari bahasa latin
hospitum yang artinya suatu tempat untuk menerima tamu. Yu (1997) menyebutkan
bahwa istilah hospital berasal dari bahasa Perancis kuno dan medieval English yang
didefinisikan sebagai:
a. Tempat untuk istirahat dan hiburan.
b. Institusi sosial untuk mereka yang membutuhkan akomodasi, lemah dan sakit.
c. Institusi sosial untuk pendidikan kaum muda.
d. Institusi untuk merawat mereka yang sakit dan cedera.
Dalam perkembangannya definisi tentang rumah sakit terus mengalami
penyempurnaan dan oleh American Hospital Association pada tahun 1978 disebutkan
memberikan pelayanan kepada pasien-diagnostik dan terapeutik untuk berbagai
penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah.
Rumah sakit merupakan salah satu bagian dari sistem pelayanan kesehatan
yang bertanggung jawab untuk pelayanan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
IFRS adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit
di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten
secara profesional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab
atas seluruh pekerjaan serta pelayanan paripurna, mencakup perencanaan; pengadaan;
produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispending obat
berdasarkan resep bagi penderita rawat tinggal dan rawat jalan; pengendalian mutu;
dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit; pelayanan farmasi klinik umum dan spesialis, mencakup pelayanan langsung
pada penderita dan pelayanan klinik merupakan program rumah sakit secara
keseluruhan (Siregar, 2004).
IFRS merupakan satu-satunya unit di rumah sakit yang bertugas dan
bertanggung jawab sepenuhnya pada pengelolaan semua aspek yang berkaitan dengan
obat/perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan di rumah sakit tersebut,
Mengacu pada akreditasi RS dan SK Dirjen Yanmed Nomor 0428/YAPI/
LED/RSKS/K/1989 Bab II Pasal 9 dalam Yusmainita (2005), yaitu:
1) Sebagai penanggung jawab atas pelaksanaan pengelolaan obat-obat di RS maka
IFRS berkewajiban dan harus mampu mengelola obat-obatan secara berdaya guna
dan berhasil guna.
2) Untuk tercapainya tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) maka
pengadaan obat-obatan RS didasarkan atas prosedur perencanaan yang baik.
Dalam menyusun rencana pengadaan dan pengelolaan obat-obatan RS, Instalasi
Farmasi menggunakan data pemakaian obat-obatan di lapangan yang berasal dari
semua unit instalasi RS.
3) Untuk dapat melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelayanan
obat-obatan di RS, maka pelayanan obat-obatan di RS harus melalui 1 pintu.
4) Dengan sistem 1 pintu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), maka unit
distribusi IFRS (Apotek RS) secara bertahap harus difungsikan sepenuhnya
sebagai satu-satunya apotik RS yang berkewajiban melaksanakan pelayanan
obat-obatan di RS.
Untuk melaksanakan tugasnya IFRS memerlukan manajemen farmasi yang
sistematis yang tentu tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik, di mana
unsurnya meliputi: pengadaan yang berencana, pengangkutan eksternal yang
terjamin, distribusi internal yang selamat dan aman dan pengendalian yang teliti
2.2.1. Organisasi IFRS
Menurut Hassan dalam Yusmainita (2005), IFRS harus mempunyai organisasi
yang jelas dan memadai serta dipimpin oleh seorang apoteker yang mampu dan
profesional karena IFRS mempunyai organisasi yang jelas dan memadai, serta terdiri
dari (Yusmainita, 2005):
1. Pimpinan dan bagian administrasi.
2. Bagian penelitian.
3. Bagian pelayanan penderita rawat inap.
4. Bagian penderita rawat jalan.
5. Bagian informasi obat.
6. Bagian pengadaan perbekalan kesehatan.
7. Bagian pusat pelayanan perbekalan.
2.2.2. Sumber Daya Manusia IFRS
Untuk melaksanakan tugas IFRS, diperlukan:
1. Apoteker Farmasi RS (Hospital Pharmachist)
Yaitu seorang apoteker berpengalaman dan telah memperoleh gelar master
di bidang farmasi RS.
2. Apoteker di RS
Yaitu seorang apoteker penunjang dalam penyempurnaan pelayanan kepada
penderita. Dalam IFRS dibutuhkan beberapa apoteker sesuai fungsi RS. Peranan
a. Pemantauan terapi obat.
b. Sejarah pengobatan penderita (SPP).
c. Profil pengobatan penderita (P3).
d. Konsultasi dengan profesional kesehatan penderita.
e. Pendidikan dan konseling penderita.
f. Manajemen obat untuk gawat darurat.
g. Pengendalian konsumsi obat di ruang penderita.
h. Pemantauan, deteksi, dokumentasi, pelaporan dan pengelolaan Reaksi Obat
Merugikan (ROM).
i. Pendidikan obat in service bagi praktisi pelayanan kesehatan.
j. Partisipasi dalam evaluasi penggunaan obat dan program jaminan mutu lain.
k. Partisipasi mengambil keputusan dalam Panitia Farmasi dan Terapi (PFT).
l. Anggota berbagai komite di RS.
m. Sentra informasi obat.
n. Penelitian sendiri dan partisipasi dalam penelitian yang berkaitan dengan obat,
termasuk penyelidikan obat secara klinik.
3. Diploma Farmasi.
4. Asisten Apoteker.
5. Analisis Farmasi.
6. Tenaga Administrasi.
7. Operator/STM Mesin.
2.2.3. Prosedur/Kebijakan yang Berlaku di IFRS
Sesuai dengan Keputusan Menkes RI No. 1197/Menkes/SK/2004 dalam
Menkes RI (2005), bahwa kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan
tercantum tanggal dikeluarkannya peraturan tersebut, serta harus mencerminkan
standard pelayanan farmasi yang mutakhir, sesuai dengan peraturan dan tujuan pada
pelayanan farmasi itu sendiri.
Beberapa peraturan yang mendasari sebagai dasar pengelolaan perbekalan
farmasi yang mendasari pelaksanaan pelayanan farmasi di RS:
1. Undang-Undang No. 9 Tahun 1976 tentang Penyimpanan Narkotika.
2. SK Menkes RI No. 453/Menkes/Per/XI/1983 tentang Bahan Berbahaya.
3. Surat Edaran Dirjen Yanmed No. 1476/Yanmed/RS UMDIK/YMD/XI/89 tentang
Juklak Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi di RS.
4. SK Menkes RI No. 983/Menkes/SK /XI/1992 tentang Pedoman Rumah Sakit
Umum.
5. SK Dirjen Yanmed No. YM 00.03.2.3.951/95 tentang Juknis Panitia Farmasi dan
Farmasi RS.
6. SK Dirjen Yanmed No. YM 00.06.2.3.730 tentang Pembentukan dan Tata Kerja
Komite RS.
7. Pedoman Standar Farmasi RS (ISFI) tahun 2001.
8. Kode Etik Apoteker Indonesia.
9. Undang-Undang Kesehatan No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
11.Standar Pelayanan RS – Depkes (1999).
2.2.4. Sarana dan Prasarana IFRS
Menurut Yusmainita (2005), Sarana dan Prasarana yang cukup merupakan
penunjang bagi terlaksananya farmasi RS yang baik, terutama:
1. Peralatan farmasi untuk persediaan, peracikan dan pembuatan obat, baik non
steril maupun steril.
2. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip yang baik
3. Kepustakaan yang memadai melaksanakan pelayanan informasi obat dan
ruang konseling.
4. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotik.
5. Lemari pendinginan dan AC untuk obat termolabil.
6. Ruangan-ruangan yang cukup untuk seluruh kegiatan farmasi RS, baik
gudang, ruang peracikan, produksi, distribusi, administrasi, informasi obat,
maupun arsip.
7. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah yang baik.
8. Ruang penyimpanan obat/bahan obat mudah terbakar dan berbahaya.
2.3. Manajemen Logistik
2.3.1. Pengertian Manajemen Logistik
Proses logistik berhubungan dengan aktivitas kehidupan sehari-hari baik
masyarakat, organisasi, industri, dan juga secara individual, maka diperlukan
manajemen di bidang logistik.
Menurut Lumenta dalam Yazid (2004), istilah logistik dalam lingkup rumah
sakit merupakan sub sistem dan menjadi lebih sempit, yakni:
a. Suatu proses pengelolaan secara strategis terhadap pengadaan, penyimpanan,
pendistribusian serta pemantauan persediaan bahan serta barang yang
diperlukan bagi produksi jasa rumah sakit.
b. Bagian dari rumah sakit yang bertugas menyediakan barang dan bahan yang
diperlukan untuk kegiatan operasional rumah sakit dalam jumlah, kualitas dan
pada waktu yang tepat sesuai dengan harga efisien.
Mengacu pada berbagai pengertian manajemen logistik, penulis berpendapat
bahwa manajemen logistik merupakan proses pengolahan perbekalan dengan jumlah,
kualitas, dan pada waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan dengan harga efisien.
Manajemen logistik berfungsi untuk merencanakan, melaksanakan dan
mengendalikan keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang,
pelayanan, dan informasi, terkait dari titik permulaan (point of origin) hingga titik
konsumsi (point of consumtion) dalam tujuannya untuk memenuhi kebutuhan para
pelanggan (Miranda dan Tunggal, 2005).
2.3.2. Peranan Logistik dalam Bidang Organisasi
Menurut Miranda dan Tunggal (2005), sekarang ini manajemen logistik yang
yang kompetitif dari perusahaan. Bersamaan dengan keefisienan dan keefektifan
operasional, orientasi pemasaran menyediakan kesempatan memperoleh keuntungan
yang kompetitif pada organisasi.
2.4. Proses Logistik IFRS
2.4.1. Perencanaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan.
Ada 3 jenis metode yang digunakan dalam perencanaan perbekalan farmasi
rumah sakit (Menkes RI, 2005):
1. Metode Konsumtif, yang didasarkan atas analisis data konsumtif/pemakaian
perbekalan farmasi tahun sebelumnya.
2. Metode Epidemiologi, yang didasarkan pada data jumlah kunjungan frekwensi
penyakit, dan standar pengobatan yang ada.
3. Kombinasi Metode Konsumtif dan Epidemiologi.
2.4.2. Pengadaan dan Penerimaan Perbekalan Farmasi
Pengadaan perbekalan adalah proses untuk memperoleh pasokan perbekalan
kesehatan dari pemasok eksternal melalui pembelian dari manufaktur, distributor,
1. Pemilihan metode pengadaan.
Pengadaan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pembelian
secara langsung dan melalui produksi sendiri.
2. Penetapan/pemilihan pemasok.
3. Penetapan masa kontrak.
4. Pemantauan status pemesanan.
5. Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan.
6. Pembayaran.
7. Penyimpanan.
8. Distribusi.
9. Pengumpulan informasi penggunaan obat.
2.4.3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Menurut Menkes RI (2005), Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan
perbekalan farmasi menurut persyaratan yang ditetapkan disertai dengan sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Menurut Gitosudarmo dan Mulyono (1998), alasan penyimpanan adalah:
1. Produk musiman, yang merupakan produk bersifat musim, karena adanya periode
pertumbuhan.
2. Permintaan yang tidak menentu.
Menurut Miranda dan Tunggal (2005), tempat penyimpanan persediaan
1. Mencapai transportasi yang ekonomis.
2. Memelihara sumber persediaan.
3. Mengantisipasi kondisi perubahan pasar (musiman, kompetisi, dan fluktuasi
permintaan).
Mengacu pada berbagai teori di atas, penulis berpendapat penyimpanan
merupakan kegiatan pengaturan perbekalan di suatu tempat, sehingga menjaga
persediaan tetap ada, dan mengurangi biaya.
Area penyimpanan harus mempertimbangkan faktor ventilasi, pencahayaan,
sirkulasi udara, dan adanya kemungkinan kontaminasi dengan produk lain. Jalan
masuk area penyimpanan harus dengan sistem FIFO (first in first out) (Siregar, 2004).
Distribusi Perbekalan Farmasi
Proses penyampaian sediaan farmasi yang diminta dokter untuk penderita
sampai diterima oleh penderita disebut pendistribusian sediaan farmasi, dan dalam
kegiatan ini terjadi proses pelayanan farmasi klinik dan non klinik. Sesuai dengan
pendapat Siregar dalam buku Farmasi Rumah Sakit (2004), yang menyatakan
“Distribusi perbekalan kesehatan adalah pengantaran perbekalan kesehatan yang
dimulai dari penerimaan order dokter di IFRS sampai di konsumsi oleh penderita”.
Suatu sistem distribusi obat yang efisien dan efektif sangat tergantung pada
desain sistem dan pengelolaan yang baik. Beberapa jenis sistem distribusi obat untuk
penderita rawat inap adalah (Siregar, 2004):
1. Sistem distribusi resep obat individu dapat dilakukan secara sentralisasi dan
penderita. Sentralisasi adalah semua resep disiapkan dan didistribusikan oleh
farmasi pusat. Desentralisasi adalah IFRS memiliki cabang-cabang, yang
berlokasi di daerah perawatan penderita.
2. Sistem distribusi obat persediaan obat lengkap di ruang. Dalam sistem ini, semua
obat yang dibutuhkan penderita tersedia lengkap di ruang penyimpanan obat,
kecuali obat yang jarang digunakan dan atau sangat mahal. Di sini IFRS hanya
memeriksa dan memasok obat, tidak langsung memberi pelayanan, sehingga
tingkat kesalahan obat besar karena order obat tidak dikaji oleh apoteker.
3. Sistem distribusi obat kombinasi resep individu dan persediaan di ruang/
desentralisasi.
4. Sistem distribusi obat dosis unit sentralisasi/desentralisasi obat dosis unit adalah
obat yang di order oleh dokter untuk penderita, terdiri atas 1 atau beberapa jenis
obat yang masing-masing dalam kemasan dosis unit tunggal dalam jumlah
persediaan yang cukup untuk suatu waktu tertentu.
2.4.4. Pengawasan Perbekalan Farmasi
Pengawasan merupakan evaluasi dari suatu pekerjaan yang telah
direncanakan. Pengawasan perbekalan farmasi dilakukan terhadap kualitas, kuantitas
2.5. Kebutuhan Pelanggan
Kebutuhan manusia adalah keadaan merasa kekurangan. Kebutuhan meliputi
kebutuhan dasar dan berupa makanan, pakaian, kehangatan, keamanan, kebutuhan
sosial berupa kebersamaan dan perhatian dan kebutuhan individu yaitu pengetahuan
dan ekspresi diri. Hal ini hakikat biologis dan kondisi manusia, tidak diciptakan oleh
pemasar. Manusia memuaskan kebutuhan dan keinginannya melalui produk, baik itu
berupa barang ataupun jasa (Kotler dan Armstrong, 2001).
Menurut Kotler (2000), kunci pemasaran profesional adalah memenuhi apa
yang sebenarnya diperlukan pelanggannya baik dari saingannya. Terhadap 5 jenis
kebutuhan pelanggan:
1. Kebutuhan yang dikemukakan, pelanggan ingin harga murah.
2. Kebutuhan sebenarnya, pelanggan bukan ingin harga murah, tetapi mudah
didapat.
3. Kebutuhan yang tidak dikemukakan, pelanggan ingin pelayanan yang baik.
4. Kebutuhan kesenangan, pelanggan membeli produk dan dapat hadiah.
5. Kebutuhan rahasia, pelanggan ingin dinilai orang sekitarnya sebagai pembeli
yang in dan berwawasan nilai.
Dalam pekerjaannya, IFRS berinteraksi dengan konsumen melalui pelayanan
farmasi klinik, sehingga pelayanan ini sangat penting untuk mengetahui kebutuhan
Kebutuhan pelanggan farmasi antara lain:
1. Ketersediaan perbekalan farmasi
Menurut Green dalam Damaiaty (2003), “ketersediaan adalah salah satu faktor
yang dapat merealisasikan need”.
2. Kemudahan mendapatkan perbekalan farmasi.
3. Kesesuaian dengan permintaan/resep.
4. Informasi seputar perbekalan farmasi.
5. Kecepatan memproses sampai memberikan obat.
6. Harga perbekalan farmasi.
Sesuai dengan pernyataan Siregar (2004), pelayanan IFRS adalah hasil yang
terjadi oleh kegiatan pada titik temu antara personel IFRS dan konsumen
(penderita dan profesional pelayan kesehatan) serta kegiatan internal IFRS, guna
memenuhi kebutuhan konsumen tersebut, yaitu ketepatan pelayanan, harga,
jadwal penghantaran, dan kesesuaian dalam memenuhi kegunaan.
2.6. Landasan Teori
Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada
pelanggan mereka, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang
dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayannya.
Menurut Parasuraman, et al, dalam Lupiyoadi (2001), bahwa terdapat lima
1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik
(gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang
dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.
2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja
harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan
yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan
dengan akurasi yang tinggi.
3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk membantu dan
memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan
penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa
adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
4. Jaminan (assurance) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para
pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada
(communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi
(competence) dan sopan santun (courtesy).
5. Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya
memahami keinginan konsumen. Di mana suatu perusahaan diharapkan memiliki
pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan
secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi
pelanggan.
2.7. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan kepustakaan dan landasan teori, maka kerangka konsep
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pemanfaatan Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Mutu Pelayanan
1. Bukti fisik
2. Keandalan
3. Daya tanggap
4. Jaminan
5. Empati
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross
sectional yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh mutu pelayanan terhadap
pemanfaatan instalasi farmasi RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah tahun
2008.
3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD Pandan dengan pertimbangan penelitian
seperti ini belum pernah dilakukan di daerah Kabupaten Tapanuli Tengah.
Perencanaan penelitian dimulai dari persetujuan judul penelitian, survei
pendahuluan, studi kepustakaan, penelitian lapangan terhitung mulai bulan Desember
2007 sampai dengan Oktober 2008.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang datang ke IF-RSUD
Kabupaten Tapanuli Tengah selama waktu pengumpulan data bulan Oktober 2008
Sampel dalam penelitian ini adalah jumlah dari keseluruhan populasi (total
sampling) dengan teknik accidental sampling. Adapun syarat yang ditentukan adalah
responden bisa berkomunikasi dan bersedia untuk diwawancarai.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
merupakan persepsi pasien IF-RSUD Pandan terhadap mutu pelayanan kesehatan
yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner.
Sebelum pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas terhadap kuesioner. Nilai yang ada dalam kolom corrected item total
correlation menunjukkan validitas. Sedangkan nilai cronbach’s alpha if item deleted
menunjukkan reliabilitas (Situmorang, 2008). Menurut Ghozali (2005) dan Kuncoro
(2003) suatu variabel dikatakan reliabel jika nilai cronbach alpha > 0,80 dan
dikatakan valid jika nilai corrected item total correlation > 0,361.
Uji coba kuesioner direncanakan dilaksanakan di RS F.L Tobing Sibolga.
Jumlah responden sebanyak 30 orang. RS F.L Tobing dipilih sebagai lokasi uji coba
karena RS ini merupakan salah satu RS di mana pasien juga dapat memanfaatkan
pelayanan instalasi farmasi. Berdasarkan hasil uji diperoleh nilai corrected item total
correlation > 0,361 dan nilai cronbach’s alpha if item deleted > 0,8. Hal ini
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas terdiri dari mutu pelayanan (bukti fisik, keandalan, daya tanggap,
jaminan kepastian, empati). Variabel terikat adalah pemanfaatan pelayanan instalasi
farmasi RSUD Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Definisi operasional dari variabel penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bukti fisik adalah persepsi pasien terhadap aspek-aspek nyata yang bisa dilihat
dan diraba, meliputi peralatan medis yang lengkap dan canggih, fasilitas fisik
(gedung, fasilitas pendukung di ruangan pasien) yang bersih dan nyaman,
penampilan pegawai yang bersih dan rapi serta lokasi yang strategis.
2. Keandalan adalah persepsi pasien terhadap kemampuan IF-RSUD Pandan dalam
mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan, meliputi ketepatan waktu,
pelayanan yang sama untuk semua pasien tanpa kesalahan dan keakuratan
penanganan/pengadministrasian dokumen.
3. Daya tanggap adalah persepsi pasien terhadap keinginan dalam menyediakan
jasa/pelayanan yang dibutuhkan pasien meliputi kesediaan pegawai dalam
membantu pasien, keluangan waktu pegawai untuk menanggapi permintaan
pasien dengan cepat dan kejelasan informasi waktu penyampaian jasa.
4. Jaminan adalah persepsi pasien terhadap sumber daya yang dimiliki IF-RSUD
Pandan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar, meliputi
pengetahuan, kemampuan, dan sifat dapat dipercaya para petugas di instalasi
5. Empati adalah persepsi pasien terhadap kemudahan mendapatkan pelayanan,
keramahan, komunikasi dan kemampuan memahami kebutuhan konsumen,
meliputi perhatian khusus kepada pasien, komunikasi yang baik dan kemudahan
dalam menjalin relasi.
6. Pemanfaatan instalasi farmasi adalah tindakan pasien untuk menebus atau tidak
menebus obat di IF-RSUD Pandan.
3.6. Metode Pengukuran
Untuk memperjelas variabel penelitian seperti pada kerangka konsep di atas,
maka diberikan metode pengukuran seperti pada tabel berikut:
Tabel 3.1. Nama Variabel, Kategori Jawaban, Nilai Interval, Kategori Variabel, dan Skala Ukur
No Nama Variabel
Kategori Jawaban Nilai Interval Kategori Variabel Skala Ukur
1 2 3 4 5
Variabel Independen
1. Bukti Fisik 1. Sangat Tidak Setuju 2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu 4. Setuju 5. Sangat Setuju
≤ Mean (skor ≤ 12,5) 2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu 4. Setuju 5. Sangat Setuju
≤ Mean (skor ≤ 10) > Mean (skor > 10)
1. Tidak Baik 2. Baik
Interval
3. Daya Tanggap 1. Sangat Tidak Setuju 2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu 4. Setuju 5. Sangat Setuju
≤ Mean (skor ≤ 7,5) > Mean (skor > 7,5)
1. Tidak Baik 2. Baik
Lanjutan Tabel 3.1.
4. Jaminan 1. Sangat Tidak Setuju 2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu 4. Setuju 5. Sangat Setuju
≤ Mean (skor ≤ 12,5) 2. Tidak Setuju 3. Ragu-Ragu 4. Setuju 5. Sangat Setuju
≤ Mean (skor ≤ 5)
1. Tidak Menebus 2. Menebus
Interval
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah dengan analisis bivariat untuk
mengetahui ada tidaknya pengaruh yang bermakna antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Kemudian untuk mengetahui faktor yang paling dominan
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan RSUD Pandan dilanjutkan dengan
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan adalah satu-satunya RS milik Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Tengah, yang didirikan pada tahun 2004, status RS saat ini
adalah tipe C dengan kapasitas 100 tempat tidur.
Rumah Sakit Umum Daerah Pandan terletak di Kabupaten Tapanuli Tengah
yang ibukotanya di Pandan, terletak di Daerah Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara.
Kabupaten Tapanuli Tengah berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara : Nanggroe Aceh Darussalam
b. Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Tengah
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Selatan
d. Sebelah Barat : Samudra Indonesia
Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah mempunyai luas 2.194,98 km, kondisi
topografi tanah berbukit, dataran dan laut yang terletak antara 1 11’ 00’ – 2 22’ 0’ LU
dan 98 12’ BT. Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di daerah pegunungan,
pantai, dan lautan (GUPALA) yang berada pada elevasi 0 meter sampai dengan 1.266
meter di atas permukaan laut.
Secara geografis Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan daerah yang
daerah Tapanuli Selatan, Madina, Tapanuli Utara, Tobasa, Nias, Kota Padang
Sidempuan, Kota Sibolga, dan Dairi sampai ke Daerah perbatasan Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) yaitu Singkil dan Sinabang.
Jenis pelayanan yang ada di RSUD Pandan terdiri dari pelayanan rawat jalan,
rawat inap, rawat darurat, rawat intensif, penunjang diagnostik (radiologi,
laboratorium, dan diagnostik elektromedik), bedah sentral, rehabilitasi medik, dan
pelayanan keluarga berencana.
RSUD Pandan dilayani oleh dokter dan seluruh staf pendukung berjumlah 118
orang. Secara rinci data ketenagaan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1. Data Ketenagaan RSUD Pandan Tahun 2007
No Jenis Jumlah (orang) 3. Paramedis non perawatan:
Apoteker Gizi Analis
4.1.1. Visi dan Misi RSUD Pandan
Visi RSUD Pandan adalah “Menjadikan Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
sebagai pusat rujukan pelayanan kesehatan yang prima, efisien, dan profesional
di wilayah pantai barat Sumatera Utara, Singkil, dan Sinabang”.
Misi RSUD Pandan adalah:
5. Menyelenggarakan pelayanan prima di semua unit pelayanan, sehingga menjadi
rumah sakit yang terakreditasi.
6. Terwujudnya pelayanan kesehatan yang bermutu, efisien, dan efektif.
7. Mampu menjadi pusat rujukan traumatic center dan rehabilitasi medik
di kawasan pantai barat Sumatera Utara (Tapanuli growth).
8. Tersedianya sumber daya manusia yang profesional dan berorientasi customer
di semua unit pelayanan.
9. Mengembangkan sarana dan prasarana sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
dan pengembangan.
10.Ikut menyehatkan bangsa Indonesia, khususnya di kawasan Tapanuli growth.
11.Meningkatkan dan berkembangnya pelayanan kesehatan rujukan spesialis secara
profesional dan sesuai standar pelayanan medis.
4.1.2. Nilai-Nilai Dasar Rumah Sakit Umum Daerah Pandan
Nilai-nilai dasar Rumah Sakit Umum Daerah Pandan, antara lain:
1. Kesejahteraan.
2. Berguna bagi orang lain.
3. Keunggulan.
4. Keterbukaan.
5. Kejujuran.
6. Tanggung jawab.
7. Bermutu.
8. Kerja sama.
9. Melayani.
4.2. Mutu Pelayanan
Mutu pelayanan penelitian ini merupakan variabel bebas, yang terdiri dari
bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, empati. Secara rinci mutu pelayanan
yang menjadi variabel pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
1. Bukti Fisik
Berdasarkan indikator bukti fisik 36 % menyatakan ragu bahwa lokasi
IF-RSUD Pandan strategis, 34% menyatakan ragu IF-IF-RSUD Pandan bersih, nyaman,
dan siap dipakai, 31,5% menyatakan ragu IF-RSUD Pandan lengkap, 38,5%
menyatakan ragu IF-RSUD Pandan memiliki obat, 36,5 menyatakan ragu bahwa
distribusi frekuensi jawaban responden terhadap bukti fisik IF-RSUD Pandan dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Bukti Fisik IF-RSUD Pandan
STS TS R S SS No Indikator Bukti Fisik
IF-RSUD Pandan n % n % n % N % n %
1. Lokasi strategis 35 17,5 27 13,5 72 36 48 24 18 9 2. Gedung dan perlengkapan
bersih, nyaman, dan siap
dipakai 25 12,5 40 20 68 34 44 22 23 11,5 3. Farmasi lengkap 25 12,5 29 14,5 63 31,5 41 20.5 42 21 4. Memiliki obat yang dibutuhkan 28 14 26 13 77 38,5 34 17 35 17,5 5. Pegawai berpenampilan bersih
dan rapi 34 17 31 15,5 73 36,5 43 21,5 19 9.5
Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap bukti fisik IF-RSUD Pandan
juga dapat dilihat pada gambar berikut:
0
Dari gambar di atas terlihat banyak responden yang ragu-ragu dan tidak setuju
terhadap mutu pelayanan bukti fisik IF-RSUD Pandan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa bukti fisik IF-RSUD Pandan
berada pada kategori tidak baik yaitu sebesar 33,5 %. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Bukti Fisik IF- RSUD Pandan
Variabel Bukti Fisik Jumlah orang
(n)
Jumlah 200 100,0
2. Keandalan
Berdasarkan indikator keandalan 25% sangat tidak setuju jika dikatakan
prosedur di IF-RSUD Pandan berbelit-belit, 41,5% ragu pasien ditangani dengan
cepat, 23,5% sangat tidak setuju pegawai menangani pasien dengan cepat, 41,0%
ragu administrasi ditangani secara akurat. Secara rinci, distribusi frekuensi jawaban
responden terhadap keandalan IF-RSUD Pandan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Keandalan IF-RSUD Pandan
STS TS R S SS No Indikator Keandalan
IF-RSUD Pandan n % N % N % n % n %
1. Prosedur pelayanan tidak
berbelit-belit 50 25 19 14,5 75 37,5 36 18 20 10 2. Pasien selalu ditangani dengan
cepat dan tepat 37 18,5 22 11 83 41,5 34 17 24 12 3. Pegawai selalu tepat waktu
dalam melayani pasien 46 23 22 11 70 35 39 19,5 23 11,5 4. Pegawai menangani
administrasi dokumen dengan
Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap keandalan IF-RSUD Pandan
juga dapat dilihat pada gambar berikut:
0
Gambar 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Keandalan IF-RSUD Pandan
Dari gambar di atas terlihat banyak responden yang ragu-ragu dan tidak setuju
terhadap mutu pelayanan keandalan IF-RSUD Pandan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa keandalan IF-RSUD
Pandan berada pada kategori tidak baik yaitu sebesar 37,5. Secara rinci dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Keandalan IF-RSUD Pandan
Variabel Keandalan Jumlah orang
3. Daya Tanggap
Berdasarkan indikator daya tanggap 31% sangat tidak setuju jika dikatakan
pegawai di IF-RSUD Pandan tanggap terhadap keluhan pasien, 27,5 menyatakan
sangat tidak setuju bahwa pegawai di IF-RSUD Pandan memberikan informasi yang
jelas, 21,0% menyatakan sangat tidak setuju bahwa pegawai IF-RSUD Pandan
memiliki sifat yang simpatik. Secara rinci, distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap daya tanggap pegawai IF-RSUD Pandan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Daya Tanggap Pegawai IF-RSUD Pandan
STS TS R S SS No Indikator Daya Tanggap
Pegawai IF-RSUD Pandan n % N % N % n % n %
1. Pegawai cepat dan tanggap
menangani keluhan pasien 62 31 15 7,5 78 39 27 13,5 18 9,0 2. Pegawai memberikan informasi
yang jelas atas pertanyaan
pasien 55 27,5 14 7,0 57 28,5 34 17,0 40 20 3. Pegawai memiliki sifat yang
simpatik 53 26,5 14 7,0 92 46,0 24 12,0 26 13,0
Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap daya tanggap IF-RSUD
Pandan juga dapat dilihat pada gambar berikut:
0
Dari gambar di atas terlihat banyak responden yang ragu-ragu dan tidak setuju
terhadap mutu pelayanan daya tanggap IF-RSUD Pandan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa daya tanggap IF-RSUD
Pandan berada pada kategori tidak baik yaitu sebesar 45%. Secara rinci dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Daya Tanggap IF-RSUD Pandan
Variabel Daya Tanggap Jumlah orang
(n)
Persentase (%)
a. Tidak baik b. Baik
90 110
45,0 55,0
Jumlah 200 100,0
4. Jaminan
Berdasarkan indikator jaminan 26,5 % sangat tidak setuju jika dikatakan
pegawai di IF-RSUD Pandan memberi obat sesuai dengan kebutuhan, 28,0%
menyatakan sangat tidak setuju pegawai memberikan informasi tentang pemakaian
obat, 32,0% menyatakan sangat tidak setuju pegawai memberikan informasi efek
pemakaian obat, 27,5% menyatakan sangat tidak setuju pegawai memberikan
informasi kadaluarsa obat. Secara rinci, distribusi frekuensi jawaban responden
terhadap jaminan yang diberikan pegawai IF-RSUD Pandan dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Jaminan dari Pegawai IF-RSUD Pandan
STS TS R S SS No Indikator Jaminan dari
Pegawai IF-RSUD Pandan n % n % N % n % n %
1. Pegawai memberikan obat
sesuai dengan kebutuhan 53 26,5 14 7,0 71 35,5 28 14,0 34 17,0 2. Pegawai memberikan informasi
tentang cara pemakaian obat 56 28,0 16 8,0 70 35,0 29 14,5 29 14,5 3. Pegawai memberikan informasi
tentang efek berbahaya dari
obat yang digunakan 64 32,0 13 6,5 61 30,5 40 20,0 22 11,0 4. Pegawai memberikan informasi
tentang untung rugi jika tidak
makan obat 53 27,5 15 7,5 73 36,5 30 15,0 29 14,5 5. Pegawai memberikan informasi
mengenai tanggal kadaluarsa
obat 55 27,5 14 7,0 75 37,5 31 15,5 25 12,5
Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap jaminan IF-RSUD Pandan
juga dapat dilihat pada gambar berikut:
0
Gambar 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Jaminan Kepastian IF-RSUD Pandan
Dari gambar di atas terlihat banyak responden yang ragu-ragu dan tidak setuju
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa jaminan IF-RSUD Pandan
berada pada kategori tidak baik yaitu sebesar 38,5%. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Jaminan IF-RSUD Pandan
Variabel Jaminan Jumlah orang
(n)
Jumlah 200 100,0
5. Empati
Berdasarkan indikator empati 18,0% sangat tidak setuju jika dikatakan
pegawai di IF-RSUD Pandan memberikan perhatian khusus, 25,0% menyatakan
sangat tidak setuju bahwa pasien mudah berkomunikasi dengan pegawai di IF-RSUD
Pandan. Secara rinci, distribusi frekuensi jawaban responden terhadap empati yang
diberikan pegawai IF-RSUD Pandan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Empati Pegawai IF-RSUD Pandan
STS TS R S SS No Indikator Empati dari
Pegawai IF-RSUD Pandan n % n % N % N % n %
1. Pegawai memberikan perhatian
khusus 36 18,0 16 8,0 82 41,0 40 20,0 26 13,0 2. Pasien mudah berkomunikasi
dengan pegawai 50 25,0 18 9,0 71 35,5 42 21,0 19 9,5
Distribusi frekuensi jawaban responden terhadap empati IF-RSUD Pandan
0
Gambar 4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Reponden terhadap Empati IF-RSUD Pandan
Dari gambar di atas terlihat banyak responden yang ragu-ragu dan tidak setuju
terhadap mutu pelayanan empati IF-RSUD Pandan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa empati IF-RSUD Pandan
berada pada kategori tidak baik yaitu sebesar 34,5%. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Empati IF-RSUD Pandan
Variabel Empati Jumlah orang
(n)
4.3. Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan
Tabel 4.12. Pengaruh Mutu Pelayanan (Berdasarkan Bukti Fisik, Keandalan, Daya Tanggap, Jaminan, dan Empati) terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan
No. Mutu Pelayanan Pemanfaatan Instalasi Farmasi
RSUD Pandan
) Signifikan pada taraf nyata 95% (p<0,05)
Persentase orang yang memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori bukti fisik baik yaitu 69,2%.
Sedangkan persentase orang yang tidak memanfaatkan instalasi farmasi RSUD
Pandan adalah paling banyak pada responden dengan kategori bukti fisik tidak baik
Persentase orang yang memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori keandalan baik yaitu 71,2%.
Sedangkan persentase orang yang tidak memanfaatkan instalasi farmasi RSUD
Pandan adalah paling banyak pada responden dengan kategori keandalan tidak baik
yaitu 78,7%.
Persentase orang yang memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori daya tanggap baik yaitu 69,2%.
Sedangkan persentase orang yang tidak memanfaatkan instalasi farmasi RSUD
Pandan adalah paling banyak pada responden dengan kategori daya tanggap tidak
baik yaitu 67,8%.
Persentase orang yang memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori jaminan baik yaitu 74,0%. Sedangkan
persentase orang yang tidak memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori jaminan tidak baik yaitu 81,8%.
Persentase orang yang memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori empati baik yaitu 67,2%. Sedangkan
persentase orang yang tidak memanfaatkan instalasi farmasi RSUD Pandan adalah
paling banyak pada responden dengan kategori empati tidak baik yaitu 75,4%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima variabel yang diuji, semua
variabel mempunyai pengaruh signifikan dengan variabel dependen yaitu variabel
bukti fisik dengan nilai p = 0,000 (p < 0,005), keandalan dengan nilai p = 0,000 (p <
0,005), daya tanggap dengan nilai p = 0,000 (p < 0,005), jaminan dengan nilai p =
4.4. Faktor yang Paling Dominan Berpengaruh terhadap Pemanfaatan Instalasi Farmasi RSUD Pandan
Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap pemanfaatan
instalasi farmasi RSUD Pandan, maka dilakukan analisis multivariat antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Dengan melihat nilai B, hasil penelitian menunjukkan
bahwa dari lima variabel yang diuji secara bersamaan faktor yang paling dominan
adalah bukti fisik (B=2,955).
Hasil analisis pengaruh mutu pelayanan terhadap pemanfaatan instalasi
farmasi RSUD Pandan, dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.13. Hasil Analisis Pengaruh Mutu Pelayanan terhadap Pemanfaatan Pelayanan RSUD Pandan
No. Variabel Penelitian B p
1. Bukti Fisik 2,955** 0,000
2. Keandalan 0,235 0,000
3. Daya Tanggap 0,836 0,091
4. Jaminan 2,465 0,000
5. Empati 2,317 0,000
**
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Bukti Fisik terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan
Bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Bukti fisik/penampilan fisik dimaksudkan
untuk menarik perhatian konsumen. Penampilan fisik dimaksud seperti gedung,
peralatan, perlengkapan, dan pegawai yang dimilikinya.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh bukti fisik terhadap
pemanfaatan IF-RSUD Pandan (p<0,005). Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa responden banyak yang ragu dan tidak setuju terhadap bukti fisik IF-RSUD
Pandan dengan alasan kurangnya kebersihan IF-RSUD, obat yang kurang lengkap
sesuai permintaan pasien, serta terdapat beberapa pegawai di IF-RSUD Pandan yang
kurang rapi. Untuk meningkatkan persepsi pasien terhadap bukti fisik IF-RSUD
Pandan, perlu menjaga kebersihan gedung, melengkapi obat sesuai permintaan
pasien, serta adanya seragam khusus pegawai, sehingga lebih rapi dilihat pasien.
Hal ini sejalan dengan pendapat Zithalm dan Bitner (2004) yang menyatakan
bahwa bukti fisik merupakan suatu hal yang secara nyata turut mempengaruhi
keputusan konsumen untuk membeli dan menggunakan produk jasa yang ditawarkan.
menyatakan bahwa bukti fisik berpengaruh terhadap keputusan pasien memilih
perawatan di R.S. Sanglah Denpasar.
5.2. Pengaruh Keandalan terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan
Keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai
yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Prosedur yang cepat, ketepatan dan
kecepatan waktu layanan serta keakuratan data merupakan bagian dari kehandalan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh keandalan terhadap
pemanfaatan IF-RSUD Pandan (p < 0,005). Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa responden banyak yang ragu dan tidak setuju terhadap keandalan IF-RSUD
Pandan dengan alasan prosedur di IF-RSUD Pandan terlalu panjang, pelayanan
lambat sehingga pasien lama menunggu. Untuk meningkatkan persepsi pasien
terhadap keandalan IF-RSUD Pandan, perlu prosedur yang sederhana, pelayanan
yang cepat sehingga pasien tidak terlalu lama untuk menunggu, serta peningkatan
keakuratan dokumen.
Hal ini sejalan dengan pendapat Parasuraman et al, dalam Tjiptono (2005)
yang menyatakan bahwa keandalan yang merupakan bagian dari dimensi kualitas
pelayanan berpengaruh terhadap harapan pelanggan atas jasa yang diberikan oleh
suatu perusahaan. Muninjaya (2004) menyatakan bahwa keandalan berpengaruh
5.3. Pengaruh Daya Tanggap terhadap Pemanfaatan IF-RSUD Pandan
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh daya tanggap terhadap
pemanfaatan IF-RSUD Pandan (p < 0,005). Berdasarkan hasil wawancara diketahui
bahwa responden banyak yang ragu dan tidak setuju terhadap daya tanggap IF-RSUD
Pandan dengan alasan kurangnya perhatian dari petugas di IF-RSUD Pandan
sehingga pasien sering merasa ditelantarkan. Untuk meningkatkan persepsi pasien
terhadap daya tanggap IF-RSUD Pandan, perlu sikap simpatik dari petugas sehingga
pasien lebih merasa senang dalam memanfaatkan IF-RSUD Pandan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Parasuraman et al, dalam Tjiptono (2005)
yang menyatakan bahwa daya tanggap yang merupakan bagian dari dimensi kualitas
pelayanan berpengaruh terhadap harapan pelanggan atas jasa yang diberikan oleh
suatu perusahaan. Juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Muninjaya
(2004) yang menyatakan bahwa daya tanggap berpengaruh terhadap keputusan pasien
memilih perawatan di R.S. Sanglah Denpasar.
5.4. Pengaruh Jaminan Kepastian terhadap Keputusan Pasien
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat pengaruh jaminan kepastian
terhadap pemanfaatan IF-RSUD Pandan (p < 0,005). Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa responden banyak yang ragu dan tidak setuju terhadap jaminan
kepastian IF-RSUD Pandan dengan alasan hampir tidak ada responden yang
menyatakan bahwa ketika membeli obat pegawai IF-RSUD pandan memberikan